gerbatama: ini ui! edisi 74, "satu sikap, tak serasi"

20
gerbatama 74 // 74 edisi November 2014 Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis ini UI ! 4 UI mulai rencanakan pembangunan jangka panjang 13 penyakit sama rasa s a m a r ata Satu sikap, Tak serasi

Upload: suara-mahasiswa-universitas-indonesia

Post on 06-Apr-2016

269 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sama-sama tolak Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), Aliansi Mahasiswa (AM) UI dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI berjalan sendiri-sendiri. AM UI menuduh BEM UI terlalu elitis. BEM UI mengaku punya legitimasi untuk mewakili mahasiswa.

TRANSCRIPT

Page 1: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

74edisi

November2014

Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis

ini UI !

4 U I m u l a i r e n c a n a k a n p e m b a n g u n a n j a n g k a p a n j a n g 13 p e n ya k i t s a m a r a s a

s a m a r ata

Satu sikap, Tak serasi

Page 2: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Page 3: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

‘‘

Dua kubu berlagak. Yang pertama agaknya disentimenkan, karena regenerasi kurang terbuka, pemimpinnya selalu berasal dari ‘golongan itu’ saja. Yang kedua muncul belakangan, berasal dari peer-group yang terbentuk di suatu kantin fakultas. Keduanya tak berbeda jauh: sama-sama kumpulan orang, belum pasti merepresentasekan semua. Tetapi yang pertama mengaku berlegitimasi, karena tiap tahunnya terbentuk secara, yang katanya, demokratis. Seberapa pun kualitas pembentukan legitimasinya, pendapat mereka sulit dibantah. Yang kedua adalah fragmen-fragmen, bisa terlihat menyatu karena elit-elitnya sering berkumpul. Yang ini mengaku punya massa yang besar, menjangkau sampai ke bawah, meski faktanya tak lebih dari kumpulan orang-orang dari dua fakultas. Internalnya pun

dapat dipertanyakan kadar demokratisnya.

Posisi keduanya tak sama, sehingga kurang adil untuk dibandingkan. Yang pertama adalah organisasi, yang kedua terbatas pada ikatan antara organisasi-organisasi yang didorong suatu isu. Namun, yang menarik: apa arti kemunculan yang kedua? Mereka tampak mengabaikan lagak yang pertama, meski dalam satu sikap yang sama, bahkan cenderung menyubordinasikannya. Yang pertama pun tak kalah membusungkan dada: mengaku sebagai

wadah universal semua golongan.

Friksi mereka adalah urusan personal. Kalau melihat proses yang kedua muncul, kita sulit tidak setuju kalau yang dibutuhkan adalah komunikasi yang intensif, kalau memang kedua pihak tidak terlalu merasa paling penting. Lagi

pula, siapa yang peduli mereka mau apa?

Pemimpin Redaksi Syamsul Bahri Fikri Redaktur Artistik Nova Marina Sirait Redaktur Riset Putri Diani Maharsi Redaktur Bahasa Dimas Andi Shadewo, Savran Billahi Redaktur Arsip Savran Billahi Reporter Dimas A., Cahya Yoga, Melati S. Paramita, Roni Resky Pauji, Anggino T., Andika Sabillah Fotografer Hana Maulida, Diah Desita, Muhammad Fachrizal Helmi Peneliti dan Pengembang Mesel Ghea Desain Tata Letak Nova Marina, Yan Simba Sirkulasi Bayu Soleman

e d i s i n o v e m b e r 2 0 1 4

e d i t o r i a l

KONTEN

Arsip:Gugatan SK 0457

Laporan Khusus:UI Mulai Rencanakan Pembangu-nan Jangka Panjang

4

6

10

15

Resensi:Sisi Lain Dracula 18

Opini Sketsa

Laporan Utama:Satu Sikap Tak Serasi

17 Resensi:Polemik Pendewasaan Diri

“Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribuKeduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat.”

Chairil Anwar

SUara NYATA

Opini:Penyakit Sama Rasa Sama Rata

Kampus:Sarana Bersantai Baru Kampus UI

9

13

Advertorial19Opini Foto:

Dilarang Memancing! 20

Page 4: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Menyambut terpilihnya rektor baru Universitas Indonesia (UI), kerangka dasar Rencana Pembangunan Jangka Pan-jang (RPJP) mulai disusun. RPJP ini diharapkan menjadi sebuah landasan pembangunan yang kelak akan dijalan-kan oleh rektor terpilih.

RPJP merupakan dokumen ren-cana arah pembangunan dua puluh tahun UI yang memuat

serangkaian pernyataan landasan serta kehendak dari seluruh warga UI. RPJP disusun oleh tim yang diben-tuk oleh rektor. Di dalam RPJP, ter-tulis berbagai perencanaan turunan seputar tata kelola keuangan, pem-bangunan, dan biaya pendidikan. Garis besar RPJP UI 2015 – 2035 mencakup sembilan bidang dan sasaran strategis. Diantaranya adalah pendidikan, riset dan inovasi, peng-abdian masyarakat, Sumber Daya Manusia (SDM), tata pamong, sarana dan prasarana, keuangan dan pen-danaan, peran pemangku kepentin-gan, serta pelestarian, pengemban-gan, dan pemanfaatan kebudayaan. Sayangnya, sejak tahun 2010, UI tidak memiliki acuan peri-hal arah pembangunan 20 tahun ke depan. Hal ini disebabkan RPJP terakhir yang dimiliki UI merupakan RPJP tahun 1990 – 2010. Walaupun memiliki Rencana Strategis (Renstra) 2012 – 2017, RPJP UI yang bersifat kongkrit dan detil diperlukan untuk menjadi landasan perumusan Ren-stra bagi rektor terpilih.

Berangkat dari kajian RPJP UI yang lama, Prof. Trianto Judo Har-joko selaku juru bicara tim penyusun RPJP telah mengidentifikasi berba-gai rumusan permasalahan pemban-gunan UI menjadi beberapa bidang utama. “Di bidang pendidikan, efisiensi internal program relatif masih rendah. Dilihat dari angka ting-kat kelulusan tepat waktu mahasiswa S1, S2, dan S3 yaitu 65%, 57%, dan 6%,” ujar Prof. Trianto ketika ditemui saat penyampaian kerangka dasar RPJP UI 2015 – 2035 (9/11), di Balai Sidang UI. Dirinya turut menuturkan bahwa kualitas program pascasar-jana UI masih kalah bersaing dengan universitas luar negeri. Hal ini menu-rutnya dapat dilihat dari jumlah pem-inat pendidikan S2 dan S3 UI yang tergolong rendah. Permasalahan sarana dan prasarana di UI tidak luput dari perha-tian. Menurut Prof Trianto, kuantitas dan kualitas fasilitas ruang perkulia-han mengalami penurunan secara gradual selama lima tahun terakhir. Jumlah fasilitas umum kampus juga masih terbatas. Realitanya, banyak

fasilitas yang rusak dan terbengkalai. “Sarana dan prasarana pendukung proses pembelajaran be-lum sepenuhnya mendukung sistem pembelajaran aktif. Contoh, belum optimalnya sistem e-Learning. Fasili-tas kampus juga mengalami penu-runan secara kualitas dan kuantitas,” terangnya. Permasalahan di bidang penelitian dan inovasi juga dipapar-kan oleh pria bergelar Master of Science tersebut. Ia berpendapat, produktivitas UI dalam menghasil-kan publikasi internasional, kajian kebijakan pemerintah, atau produk HaKI dinilai masih rendah. Selain itu, tingkat partisipasi mahasiswa dan komitmen dosen inti penelitian dalam proyek riset pun masih belum memuaskan. Prof. Trianto mengatakan bahwa kunci dari seluruh permasala-han ini adalah bagaimana meningkat-kan kualitas sistem dan tata kelola SDM sehingga UI dapat memenuhi kriteria unggul. Hal ini menjadi indi-kator penentu peringkat UI dalam The QS World University Rankings, yang memperlihatkan posisi UI di tingkat internasional.

UI MULAI RENCANAKANPEMBANGUNANJANGKA PANJANG

OLEH: MELATI S. PARAMITAFOTO: DOK PRIBADI

l a p o r a n k h u s u s04

Page 5: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

“Posisi UI terhadap tiga universitas terbaik di ASEAN terus mengalami penurunan. Di tahun 2009, di peringkat 201 dengan skor 53,7. Turun ke peringkat 217 di tahun 2011. Peringkat UI terus mengalami penurunan hingga tahun 2014, di po-sisi 310 dengan skor 40,90,” jelasnya. Terakhir, Prof. Trianto men-gatakan bahwa tonggak pencapaian UI dalam 20 tahun ke depan adalah secara berkelanjutan melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi dalam menyelesaikan masalah dan tantan-gan tingkat nasional maupun global. Di sisi lain juga untuk pengakuan se-bagai salah satu universitas unggulan di Asia.

Muncul Tanggapan dari Sejumlah Pihak Internal

Dokumen RPJP UI menjadi prioritas program dan kegiatan rek-tor terpilih dalam mengelola UI se-lama periode lima tahun melalui Ren-stra Hingga kini, tim penyusun masih mengumpulkan tanggapan dari pub-lik internal UI. Beberapa tanggapan yang masuk biasanya meliputi real-isasi sasaran strategis UI dalam 20 tahun ke depan.

Prof. Sidharta Utama men-gutarakan bahwa kekurangan RPJP ada pada sejumlah kebijakan umum. “Beberapa hal perlu diperhatikan. Seperti akreditasi A yang bukan hanya pada skala nasional, tetapi juga internasional. Kemudian, belum tertulis bahwa UI mengembangkan disiplin ilmu yang multi disiplin,” ujar pria yang menjabat sebagai sekretar-is MWA UI. Ikut menanggapi, Dr. Dini Marina, S.E., M.Comm selaku Wakil Ketua Program Vokasi Bidang, Pen-didikan, Penelitian, dan Kemaha-siswaan mengatakan, visi-misi dan tujuan RPJP masih berdiri sendiri-sendiri. Hal ini dapat disebabkan adanya kesenjangan arah RPJP UI 2015 – 2035. Hal senada dipaparkan oleh beberapa Dewan Guru Besar yang turut hadir saat penyampa-ian kerangka dasar RPJP UI (9/11). Salah satunya adalah Prof. Agus yang tidak dapat melihat adanya satu arah konkret untuk pembangunan UI dua puluh tahun ke depan. “Hal-hal seperti dosen naik pangkat, maka harus bergantung pada jurnal internasional. Bahwa se-harusnya yang dilakukan UI adalah

menyediakan wadah untuk publika-si,” ungkap Prof. Agus. Turut menanggapi RPJP UI lebih lanjut, Prof. Darto juga memberikan tanggapan. “Masih ada masalah seperti lambatnya regen-erasi dosen, perlunya perbaikan dan pembangunan laboratorium. Apakah RPJP sifatnya kaku? Apakah akan ada evaluasi RPJP? Agar ada penyesua-ian,” tuturnya. Menjawab berbagai tang-gapan serta masukan tersebut, tim penyusun RPJP UI 2015 – 2035 hanya mengungkapkan bahwa kerangka dasar RPJP merangkum berbagai in-formasi yang diterima. Informasi-in-formasi tersebut kemudian di susun menjadi batang tubuh. “RPJP tidak detil hingga perumusan kebijakan. RPJP akan di-gunakan untuk melihat strategi UI ke depan dan memang belum menen-tukan secara konkret. RPJP hanya menunjukkan poin-poin yang ingin di capai setiap periode, gambaran rencana dan kehendak yang jadi pedoman bagi rektor,” imbuh Prof. Trianto menjawab berbagai tangga-pan seputar RPJP UI.***

UI MULAI RENCANAKANPEMBANGUNANJANGKA PANJANG

Suasana Sosialisasi RPJP UI di Balai Sidang, 9 November 2014

l a p o r a n k h u s u s 05g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Page 6: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Untuk pertama kalinya Pemira UI mendapat gugatan, dan SMUI pun diminta bubar karena

tidak mengakar di kalangan maha-siswa UI. Pemira tahun ini agak ter-lambat. Meski demikian Senat Ma-hasiswa UI, dalam masa demisioner, tetap mengadakan pemira untuk memilih ketua barunya setelah habis masa pemimpin senat sebelumnya akhir Mei lalu. Sedang masa kevaku-man hingga terselenggaranya pemi-ra ini Badan Perwakilan Mahasiswa menunjuk pejabat sementara SMUI. Mekanisme pemilihan dan penunjuk-kan inilah yang menjadi salah satu pemicu utama terjadinya tragedy OPT ’97 di Balairung Agustus lalu dan protes penolakan pemira beberapa hari yang lalu di tempat yang sama.

Arsip Suara Mahasiswa UI - KM UI : hanya tiga tuntutan?

A r s i p06

Pemira 1997

Kampanye pemira kali ini menurut beberapa mahasiswa agak sepi, hal itu terlihat dari kurangnya jumlah publikasi di berbagai fakultas. Menjelang hari-H masih banyak yang bertanya-tanya siapa calon ketua SMUI sekarang. “Panitia sudah beru-saha cukup maksimal dalam pub-likasi kegiatan pemira tahun ini”, kata Garnadi, PO Pemira UI ’97, maka tak heran bila panitia pemira seksi pub-likasi menghabiskan dana lebih dari 1,4 juta. “Sepinya pemira lebih dis-ebabkan karena waktunya berben-turan dengan pelaksanaan mid test di banyak fakultas”, kata mahasiswa Fasilkom ’93 ini. Berbeda dengan tahun lalu, publikasi terlihat marak di setiap

fakultas dan berbagai tempat di UI. Maraknya publikasi juga karena kan-didat juga menyebarkan publikasi. Tidak hanya itu, publikasi pemira juga tersebar lebih luas karena disiarkan oleh sebuah radio swasta melalui de-bat antar kandidat calon ketua SMUI.

Masa Kampanye

Kampanye lisan pertama diadakan di Fakultas Sastra berjalan lancar dan cukup ramai, namun ada kejadian menarik yaitu adanya gu-lungan kertas berisi tulisan ‘aspirasi’ anak sastra tentang pemira dan kan-didat. Kemudian kandidat diminta untuk membaca tapi mereka meno-lak. Saat acara pemungutan suara pemira yang digelar selama

Page 7: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

GUGATAN SK 0457

a r s i p 07

Artikel di bawah terbit di Majalah Suara Mahasiswa UI edisi 13, Tahun V, 1997. Ditulis oleh Sutono, artikel ini bercerita tentang bagaimana dinamika Pemilihan Raya IKM UI tahun 1997: dari minim antusias sampai tuntutan, yang salah satunya, pem-bubaran senat.

empat hari itu di FS terlihat sepi, banyak mahasiswa FS yang kurang antusias terhadap jalannya pemiraUI di fakultasnya. Hari pertama pemun-gutan suara di sastra terdapat ke-jadian ‘aneh’ karena ada kotak suara untuk mereka yang golput (golongan putih). Acara kampanye hari pertama juga berlangsung di FISIP namun ditolak BPM FISIP karena mekanisme penyelenggaraan tidak jelas. BPM FISIP juga menuntut agar dilaksanakannya pembenahan organisasi di tingkat UI kemudian baru dilaksanakan pemira. Dalam kesempatan bersamaan dengan pelaksanaan pemira UI 1997 BPM FISIP UI mengeluarkan surat edaran No. 022/ekst./BPM FISIP UI/X/1997, perihal SMUI dan pemira SMUI. Dis-

ebutkan bahwa kepengurusan SMUI periode 1996-1997 tidak berhasil melakukan suksesi kekuasaan, tidak terlalu menghasilkan bantuan ter-hadap kerja-kerja kegiatan kemaha-siswaan di tingkat fakultas dan tidak berhasil mewujudkan prinsip akomo-dasi SMUI atas seluruh mahasiswa UI. Tidak hanya itu, BPM FISIP melihat keputusan-keputusan yang diambil SMUI cenderung elitis. Hari pertama kampanye di FISIP tidak terlihat kotak suara, dan di hari kedua sempat terjadi dialog antara SM dan BPM FISIP dengan BPM UI seputar diterima atau dito-laknya pemungutan suara di FISIP. Keputusan yang dihasilkan dalam dialog tersebut adalah penyeleng-garaan pemungutan suara tetap di-laksanakan tetapi SM dan BPM FISIP

tidak bertanggung jawab atas ke-beradaan kotak suara tersebut. Akh-irnya kotak suara di FISIP baru terli-hat pada hari Kamis hingga Sabtu. Kampanye lisan pemira di Fakultas Teknik (FT) berjalan agak he-boh. Sebab saat berlangsungnyade-bat lisan di FT banyaknya mahasiswa teknik yang bertanya dan mendebat kandidat menyebabkan waktu yang disediakan panitia tidak mencukupi.Beberapa mahasiswa teknik mem-inta perpanjangan waktu dan disepa-kati kampanye tersebut no limit alias tidak ada batas waktu.dan memang kampanye tersebut baru berakhir hingga pukul 22.30 malam. Hal yang unik dan baru pertama dalam pemira UI terjadi juga di fakultas ini yaitu tidak adanya acara pemungutan suara di FT. Hal ini karena FT dalam

Page 8: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 08 a r s i p

suasana mid test dan kotak suara di-jaga oleh orang lain, selain anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) Teknik.

Peristiwa Balairung

Acara debat kandidat ter-pusat di Balairung baru saja dimulai, tiba-tiba muncul sekelompok ma-hasiswa yang menamakan dirinya Komite Mahasiswa UI (KMUI) men-yatakan menolak pemira, bubarkan SMUI dan beberapa permintaan lain-nya. Sambil membawa poster bertu-liskan SK 0457Membunuh Kedaula-tan Mahasiswa, Mahasiswa Sejati Dukung Organisasi Indepeden, Mari bersama-sama kita lahirkan Student Government dan tulisan lainnya. Mereka juga meneriakkan yel-yel me-nolak pemira dan menuntut pertang-gungjawaban SMUI lalu. Suasana sempat memanas saat terjadi bentokan massa KMUI, yang ingin memasuki arena de-bat, dengan panitia pemira UI yang menghalau mereka. “Sebenarnya kejadian tersebut tidak tejadi bila mimbar bebas yang dijanjikan jadi dilaksana-kan”, ujar Ikravany Hilman, salah satu pentolan KMUI. Dalam jadwal yang dibuat panitia, mimbar bebas Pemira 1997 memang dijadwalkan berlang-sung har Sabtu tanggal 11 dan tang-gal 18 Oktober lalu, tetapi gagal dilaksanakan. “Gagalnya mimbar be-bas tanggal 11 Oktober itu karena memang belum ada kesepakatan dengan para kandidat”, kata Garnadi, Project Officer Pemira UI 1997. Ke-mudian panitia berencana membuat mimbar bebas lagi Sabtu depan di Bundaran Psikologi, ini pun gagal dilaksanakan. “Kami harus memper-siapkan acara debat terpusat di Bal-airung dan banyak yang harus dilaku-kan panitia”, tambah Garnadi. Tidak adanya mimbar be-bas itulah yang menyebabkan KMUI datang ke Balairung dan mencoba mengajak dialog dengan panitia mengenai lembaga kemahasiswaan di UI. “KMUI hanya ingin mengada-kan suatu diskursus melalui debat terbuka tentang SMPT, oleh karena itu program kandidat yang disam-paikan pada acara itu menjadi tidak penting”, papar Ikra.

Menurutnya, kondisi yang dirasakan saat ini sebenarnya se-jalan dengan apa yang dikhawatir-kan Forum Komunikasi SM-BPMUI (FORKOM), yaitu keberadaan SMPT membuat jarak antara mahasiswa dengan organisasi kemahasiswaan, SMPT mempersempit ruang gerak karena dihapuskannya azas pengab-dian masyarakat. Dan SMPT mempe-

“Acara debat kandidat terpusat di Balairung baru saja dimulai, tiba-tiba muncul sekelompok mahasiswa yang

menamakan dirinya Komite Mahasiswa UI (KMUI) menyatakan menolak pemira,

bubarkan SMUI dan beberapa permintaan lainnya. Sambil membawa poster bertulis-kan ‘SK 0457 Membunuh Kedaulatan Ma-

hasiswa’, ‘Mahasiswa Sejati Dukung Organ-isasi Indepeden’, ‘Mari bersama-sama kita

lahirkan Student Government’...”

rumit organisasi kemahasiswaan. Tuntutan KMUI meminta dialog dengan mahasiswa ditanggapi panitia, dan akan dilakukan pada sesi terakhir acara tersebut. Namun niat baik panitia pemira ditolak massa KMUI karena dinilai terlalu lama. Akhirnya acara debat berlangsung dengan membuat mimbar bebas dan pembacaan puisi di panggung utama Balairung. Tragedi ini berakhir den-gan dibacakannya tuntutan KMUI lepas istirahat, sebelum memasuki sesi keempat. “Kami kaget mengapa permintaan KMUI menjadi lunak, sebab sebelumnya beberapa orang KMUI meminta menjadi panelis de-bat sesi terakhir acara pemira ini,” kata Garnadi. Ternyata hal itu meru-pakan jawaban dari tuntutan KMUI terhadap pemira yang tengah ber-langsung. “Kalau kami mengikuti

prosesi itu berarti mengikuti mekan-isme yang terdapat di SK 0457”, pa-par Ikra. Akhirnya sebelum sesi keempat dimulai KMUI meminta waktu 5 menit untuk membacakan tuntutannya. Bunyi tuntutan itu; Bubarkan SMUI, Tunda Pemira, Bic-arakan bersama dalam hal-hal formal dan informal tentang organisasi baru

bersama.Menanggapi kejadian ini, salah se-orang kandidat, Rama Pratama men-gatakan, adanya organisasi KMUI merupakan hal yang wajar dan se-buah dinamika dalam gerakan ma-hasiswa. “Aksi yang dilakukan teman-teman KMUI merupakan alat kontrol bagi eksistensi SMUI selama ini, namun tuntutan KMUI perlu dialog kembali dalam suasana yang baik, jangan di-fait accomply sebagai suara bersama”, kata Rama, mahasiswa FE ’93 itu. Kini pemira telah usai dan sudah terpilih ketua SMUI baru, Rama Pratama. Tinggalah tuntutan KMUI tentang kondisi lembaga kema-hasiswan di UI. Apakah tuntutan ini akan dipenuhi oleh SMUI baru? Kita tunggu saja jawabannya.***

Page 9: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 09o p i n i s k e t s ag e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

NMS / SUMAUI

Page 10: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 10 L A P O R A N U TA M A

UU Pilkada yang disahkan akhir September lalu menuai protes dari sejumlah organisasi ma-

hasiswa. Pasalnya, UU ini mengambil hak masyarakat untuk memilih kepa-la daerahnya secara langsung. BEM UI menyatakan sikap: mereka mendukung Pilkada lang-sung, karenanya menolak penge-sahan RUU ini selama hak memilih kepala daerah secara langsung tidak diakui. Beberapa hari sebelum dis-ahkan, Suara Mahasiswa UI mencatat, BEM UI yang diwakili Ivan Riansyah menyampaikan pernyataan sikap mereka kepada Agun Ginanjar, Ketua Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dalam rapat dengar pendapat, 22 Septem-ber 2014. Sehari sesudahnya, BEM UI melakukan mimbar bebas di depan Stasiun UI terkait sikapnya. Kemu-dian, tanggal 23 September 2014, mereka berunjuk rasa di depan ge-dung DPR RI dengan beberapa ele-men masyarakat sipil. Sampai malam ketika sidang pengesahan, 25 Sep-

tember 2014, BEM UI mengajukan 8 orang perwakilan untuk mengikuti jalannya sidang. Namun tampaknya unjuk rasa tidak digubris, meski beberapa fraksi DPR menolak pengesahan RUU ini. RUU Pilkada tetap disahkan seba-gaimana rancangan awal. Hal ini lan-tas membuat BEM UI kembali berun-juk rasa pada 30 September 2014.“Kami menggugat Undang-Undang Pilkada, hak rakyat untuk memilih direnggut oleh para elit politik,” ujar Andi Aulia Rahman, Kepala Departe-men Kajian Aksi dan Strategis (Kas-trat) BEM UI saat menyampaikan orasinya. Di tengah unjuk rasa BEM UI, muncul elemen mahasiswa UI yang mengatasnamakan diri sebaga Aliansi Mahasiswa UI untuk Demokra-si (AM UI). AM UI, sebagaimana Dicky Dwi Ananta, seorang yang mengaku ketua presidiumya, tuturkan, diben-tuk pada tanggal 29 September 2014. AM UI terdiri dari organ-isasi mahasiswa formal dan informal. Mereka, antara lain, adalah BEM

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, BEM Fakultas Ilmu Peng-etahuan Budaya (FIB) UI, Himpu-nan Mahasiswa Ilmu Politik (HMIP) UI, Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HMS) UI, Serikat Mahasiswa Pro-gresif (Semar) UI, UI Liberal Demo-cratic Study Club (LDSC), Siaga FISIP UI, Pandua Budaya, Forum Diskusi Anak Bangsa (FORDAB), dan Himpu-nan Mahasiswa Islam (HMI) Komisar-iat FISIP UI. AM UI menyatakan sikap yang sama dengan BEM UI. Beberapa minggu setelah disahkan RUU Pilka-da, AM UI mengumpukan kartu iden-titas milik mahasiswa sebagai bentuk protes. “Data yang nanti terkum-pul akan dijadikan database dan kemungkinan juga digunakan se-bagai data Judicial Review ke MK (Mahkamah Konstitusi—red),” ujar Piebo, Penanggung Jawab Posko tempat pengumpulan kartu identi-tas. Dalam proses pengumpu-lan kartu identitas, BEM UI tidak dili-batkan.

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Seruan turun ke jalan

Page 11: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

L A P O R A N U TA M A 11

SATU SIKAP,TAK SERASI

Sama-sama tolak Undang-Undang Pemilihan Kepala Dae-rah (UU Pilkada), Aliansi Mahasiswa (AM) UI dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI berjalan sendiri-sendiri. AM UI menuduh BEM UI terlalu elitis. BEM UI mengaku punya legitimasi untuk mewakili mahasiswa. Perseteruan dalam setahun.

OLEH: RONI RESKY PAUJI, ANGGINO T, DIMAS A., ANDIKA SABILLAHFOTO: DIAH DESITA

Pada Mulanya

Dicky menuturkan bagaimana AM UI dapat terbentuk. AM UI diinisasi oleh Semar UI. Ketika itu, Dicky mengumpulkan beberapa orang temannya yang tergabung or-ganisasi lain di Kantin FISIP UI. Dari hasil pertemuan itu, Dicky menutur-kan bahwa mereka sepakat untuk menggunakan aliansi yang pernah dibentuk untuk menolak salah satu calon presiden (capres) pada Pemili-han Umum (Pemilu) kemarin. Motivasi terbentuknya AM UI pun tidak jauh berbeda dengan aliansi sebelumnya, yakni mencegah kemunculan Neo-Orde Baru. Seba-gaimana pernah diberitakan Suara Mahasiswa UI, aliansi sebelumnya yang menamakan diri mereka seba-gai Barisan Aliansi Mahasiswa dan Alumni UI untuk Bangsa menyatakan sikap untuk menolak Prabowo seba-gai capres dalam pemilu kemarin. Aliansi mahasiswa itu be-ranggotakan organisasi yang tidak jauh berbeda dengan AM UI. Mereka,

antara lain, adalah Semar UI, HMI FI-SIP UI, UI LDSC, ditambah Keluarga Besar UI, Garda Depan Sastra, dan Ikatan Alumni (Iluni) UI Jakarta. “Negeri ini butuh pem-impin yang menyejahterakan raky-atnya, memberikan rasa aman, dan membebaskan rasa takut, termasuk takut pada pemimpinnya sendiri. Jan-gan tertipu oleh anak kandung Orde Baru!” ucap Rio Apinino, perwakilan dari aliansi, saat konferensi pers di kampus UI Salemba, 30 Mei 2014. Berbeda dengan sikap mereka, BEM UI ketika itu memilih netral. Dibanding hanya menyata-kan sikap, mereka memilih membuat semacam kontrak politik terkait ke-bijakan yang akan ditelurkan ketika capres dan wakilnya terpilih. “Ada empat fokus utama, yaitu pendidi-kan, energi, kesehatan, dan korupsi,” terang Ivan Riansa, Ketua BEM UI, ketika konferensi pers di pelataran Stasiun UI, 28 Mei 2014. Sikap BEM UI yang seperti itu dikritik oleh aliansi mahasiswa yang menolak Prabowo. Menurut

Rio, sikap BEM UI tidak tepat, karena, ”Kita memiliki ancaman yang jelas dan nyata di depan mata,” ujar Seker-taris Jendarl Semar UI ini. Maka dari itu, menjadi independen saat Pemilu kemarin kurang tepat menurutnya.

“Beda itu Sudah Biasa”

Kritik kepada BEM UI kem-bali dilontarkan ketika AM UI terben-tuk. Dicky mengatakan, BEM UI hanya bergerak pada jajaran elit saja dalam aksinya. “Dia tidak lebih dari puluhan orang,” ujar Sekertaris Jenderal Se-mar UI, yang menggantikan posisi Rio sebelumnya. Selain itu, menurutnya, BEM UI tidak bisa memobilisasi mas-sa. Sementara AM UI, menurutnya, lebih mampu memobilisasi massa. “Kawan-kawan aliansi UI (AM UI—red) lebih grassroot, lebih menang-kap (aspirasi) pihak bawah, dan dapat memobilisasi (massa),” ucapnya. Dicky menyarankan BEM UI agar bergabung dengan AM UI. “Kenapa kita harus memisahkan diri

Page 12: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 12 L A P O R A N U TA M A

ketika ada aliansi yang lebih besar,” meski pada akhirnya BEM UI tidak bergabung, kemudian Dicky menu-turkan, “kita tetap bisa jalan, tetapi kalau ada BEM UI lebih baik.” Menurut Andi, BEM UI dan AM UI berbeda. Ia menuturkan, BEM UI memiliki legitimasi dalam hal mewakili aspirasi mahasiswa, semen-tara AM UI tidak. “BEM UI dipilih oleh publik, yaitu seluruh mahasiswa, se-dangkan AM UI adalah gabungan be-berapa lembaga,” ujarnya. Dari situ, Andi berkesim-pulan bahwa BEM UI yang berhak mewakili mahasiswa. “Secara formal yang lebih berhak mewakili maha-siswa BEM UI, karena kita mempun-yai UU yang memberikan wewenang itu,” tuturnya. Andi kecewa dengan lem-baga formal yang bergabung ber-sama AM UI, karena tidak berkoor-dinasi lebih dulu dengan BEM UI. Ia mengatakan, padahal, “Kita sama-sa-ma BEM yang dipilih oleh mahasiswa, punya legitimasi, dan sebaiknya koordinasi dengan kita.” Bicara soal siapa yang mewakili mahasiswa UI, Dicky pu-nya pendapat lain. Ia kurang sepakat dengan pembedaan organisasi ma-hasiswa antara yang formal dan yang tidak atau yang punya legitimasi dan yang tidak. “Pola pikir ke-BEM-ismean ini harus dihilangkan, karena dalam gerakan, tidak harus malalui BEM,” katanya. Meski terdapat perbedaan wadah dalam unjuk rasa penolakan UU Pilkada, Andi dan Dicky tidak mau mengakui kalau ada perpeca-han dalam gerakan mahasiswa. Andi menuturkan, sebagaimana sudah disinggung, AM UI dan BEM UI be-rada dalam lingkup yang berbeda, sehingga tidak bisa disandingkan. “Kalau ada orang yang melihat ini se-bagai perpecahan, ya, silahkan saja,” ujar Andi. Sementara Dicky, yang be-lakangan diketahui merupakan man-tan anggota BEM UI di tahun 2013, namun mengundurkan diri karena berbeda pandangan dengan ketu-anya, menuturkan kalau kemunculan AM UI menandakan bahwa saluran aksi mahasiswa tidak tunggal. “UI tidak tunggal dan bukan cuma BEM UI yang boleh berpendapat,” katan-

ya, “beda itu sudah biasa.”

Hanya Beberapa yang Ikut Sebagian besar organisasi formal mahasiswa yang berkumpul dalam AM UI berasal dari FISIP UI. Salah satu organisasi yang tergabung adalah HMIP UI. Harlitus Berniawan, Ketua Kajian Sosial-Politik (Kasospol) HMIP UI menceritakan bagaimana organisasinya bergabung.“Awalnya, HMIP masih dalam keadaan bingung, sebab AM UI dibentuk beberapa

orang yang sering berkumpul dan berdiskusi saja,” tuturnya. Sebelum bergabung, ia melanjutkan, beberapa mahasiswa Ilmu Politik sempat berkumpul untuk mendiskusikan UU Pilkada, kemudian mereka menyatakan sikap untuk me-nolaknya. “Tetapi bukan atas nama HMIP sebenarnya.” Mahasiswa yang akrab dis-apa Beni ini mengakui, HMIP bukan yang pertama kali ingin masuk ke AM UI. Melainkan, mereka diajak terlebih dahulu oleh AM UI. Ia melihat bahwa AM UI terlebih dahulu melakukan aksi penolakan UU Pilkada. Oleh ka-rena itu, HMIP lebih memilih ikut AM UI dibanding BEM UI. “Namun untuk urusan aksi penolakan (mahasiswa

Ilmu Politik UI), balik lagi ke urusan individu,” ujarnya. Tidak semua organisasi formal mahasiswa bergabung den-gan AM UI. Himpunan Mahasiswa Ad-ministrasi (HMA) FISIP UI misalkan. Achmad Eko, ketuanya, mengakui, hanya memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan AM UI. Tetapi mereka tidak ingin bergabung, se-belum mempunyai kajian secara aka-demis mengenai UU Pilkada. “Tidak mau gabung sebelum ada kajian,” pukasnya. Karena hingga kini tidak mempunyai kajian, HMA FISIP UI tidak bergabung. Kubu-kubuan Harus Dihentikan

Kendati tidak turut dalam aksi yang dilakukan AM UI mau pun BEM UI, Achmad Eko berkomentar. Ia memiliki pendapat yang sama dengan Dicky. Menurutnya, BEM UI terlalu elitis, tidak dapat merangkul lembaga-lembaga, yang dinamakan-nya, ‘akar-rumput’.

“Lebih apresiasi pergera-kan AM UI dibandingkan BEM UI se-cara kelembagaan. Aliansi ini lebih bisa mengakomodir dan lebih grass-root. Sedangkan BEM UI hanya di tataran elitnya saja, dan cukup ka-get dan kecewa ketika BEM Fakultas tidak dilibatkan di situ,” ujar Eko. Eko melihat keberadaan AM UI menandakan perpecahan, yang dinamakannya, ‘pergerakan mahasiswa’.“Saya memposisikan sebagai mahasiswa melihat ini saja kayak ilfil sendiri, kenapa gak gabung bareng dan saya lebih apresiasi itu jika terjadi. Kedepannya menga-nalogikannya sama seperti di DPR ada kubu–kubuan. Kedepannya sih duduk bareng melakukan diskusi,” ujarnya.

Hal senada juga disampai-kan oleh Azhari Munif, salan seorang mahasiswa Vokasi UI. “Saya berpen-dapat ketika ada dua pergerakan ma-hasiswa, namun tidak ada kolaborasi maka ini dapat disimpulkan sebagai perpecahan. Saya harapkan, kede-pan ada diskusi sehingga melahirkan konsensus,” ujarnya.***

“Kenapa kita harus memisahkan diri ke-tika ada aliansi yang lebih besar,” meski pada akhirnya BEM UI tidak bergabung, kemudian Dicky me-nuturkan, “kita tetap

bisa jalan, tetapi kalau ada BEM UI lebih

baik.”

Page 13: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 13o p i n i

Siang itu matahari di Texas, Amerika Serikat, bersinar terik. Sengatan panasnya serasa

membakar kulit. Hal ini yang mem-buat pendingin ruangan tetap men-yala di rumah maupun perkantoran di Texas. Akan tetapi, ada suasana yang berbeda di rumah Thomas Eric Duncan. Keringat Duncan ber-cucuran tidak seperti biasanya. Pa-nas tubuhnya membuat dia terkulai lemah di ranjang. Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, Duncan di-vonis mengidap penyakit Ebola. Dun-can didaulat menjadi pasien terjang-kit virus Ebola pertama di Amerika Serikat. Penyakit yang sudah me-wabah ini disebabkan oleh virus yang bernama Ebola. Gejala penyakit Eb-ola muncul setelah dua hari hingga satu bulan sejak virus menjangkiti tubuh. Demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala menjadi pertanda awal gejalanya. Gejala beri-kutnya adalah mual, muntah, diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal hingga menyebabkan pendara-han. Wabah Ebola muncul pertama kali pada 1976 di daerah Gueckedou, Guinea, dan menyebar hingga ke seluruh Afrika Barat. Virus Ebola ini disinyalir menyebar melalui

kera dan kelelawar. Wabah Ebola benar-benar membuat gempar seantero jagad. Seperti yang dikutip dalam www.voaindonesia.com berjudul “WHO: Jumlah Korban Tewas Ebola capai 4555 orang”, WHO mencatat saat ini tidak kurang dari 4555 orang tewas dan hampir 9200 orang terinfeksi wabah penyakit ini (www.voaindone-sia.com:2014). Wabah Ebola mengingat-kan kita pada wabah-wabah penyakit yang pernah menggemparkan dunia. Ebola sendiri bukan wabah pertama yang menyebar dan meresahkan masyarakat dunia. Beberapa penyak-it seperti pes, malaria, kolera, cacar, dan flu Spanyol pernah membuat du-nia gempar dari abad ke-18 hingga abad ke-20. Wabah pes yang disebab-kan oleh tikus pernah melanda du-nia, terutama di kawasan Eropa. Ribuan orang tewas akibat penyakit ini. Tidak hanya di Eropa, penyakit pes juga melanda kawasan Asia Tenggara pada abad ke-18. Seperti yang dicatat oleh sejarawan Anthony Reid. Dia men-gatakan bahwa hubungan dagang antara masyarakat Asia Tenggara dengan masyarakat Eropa, Cina, dan India yang dimulai pada abad ke-14 disinyalir membawa dampak ter-

hadap masuknya penyakit-penyakit menular (Anthony Reid, 2011: 68). Di Hindia Belanda, wabah pes ini sempat mendapat perhatian serius dari pemerintah Hindia Belan-da dengan dibuatnya “Rumah Bebas Tikus” (Kees van Dijk, 2013:590). Penyakit lain yang berasal dari virus dan pernah mewabahi du-nia adalah flu Spanyol. Hampir satu abad yang lalu, tepatnya pada 1918, flu Spanyol atau Spanish Flu pernah menjangkiti warga dunia dan me-nyebabkan jutaan orang tewas. Di Samoa Barat yang kini bernama Samoa, flu Spanyol masuk pada tanggal 7 November 1918. Dalam waktu dua bulan, penyakit ini bertanggung jawab atas kema-tian 20% penduduk yang berjumlah 38.302 orang (wol.jw.org:2014). Flu Spanyol merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Influenza A dengan subtipe H1N1. Penyakit ini merupakan wabah flu pertama di dunia yang menyebar dari Afrika Barat hingga Prancis dan Amerika Serikat pada pertengahan 1917. Wabah flu Spanyol berkembang bersamaan dengan ber-langsungnya Perang Dunia I. Hal ini membuat dunia tidak hanya memer-angi musuh demi mempertahankan wilayah semata, melainkan memer-

PENYAKIT SAMA RASA SAMA RATA

Oleh Usman Manor1

Page 14: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 14 o p i n i

angi virus Influenza dan menjaga diri mereka masing-masing agar tidak tertular virus ini. Dari namanya, flu Spanyol identik dengan sebuah negara di kawasan Eropa yang terkenal pada masa penjelajahan samudera abad 14 hingga 18. Agaknya pemberian nama flu Spanyol berasal dari pen-daratan pasukan Amerika Serikat pertama kali di Spanyol ketika ber-langsung Perang Dunia I. Saat Perang Dunia I, terda-pat salah seorang juru masak dalam kesatuan militer Amerika Serikat yang tiba-tiba terserang demam, sakit kepala, dan sakit pada teng-gorokannya. Ternyata hal tersebut merupakan gejala dari flu Spanyol. Satu bulan setelahnya, sebanyak 8 juta penduduk Spanyol meninggal dunia. Jelas bahwa mengacu pada fakta tersebut, pemberian nama flu

Spanyol ini bukan didasari atas asal penyakit, melainkan lokasi menye-barluasnya virus, yaitu di Spanyol (tu-lisdunia.blogspot.com:2009). Wabah flu Spanyol tidak hanya melanda Eropa, ia juga menye-bar ke wilayah-wilayah yang menjadi jajahan Eropa di Asia. Di Semenan-jung Malaya misalnya, masyarakat menyebut epidemi ini sebagai flu Rusia. Sementara di Hindia Be-landa, sejarawan Kees van Dick me-

nyebutkan bahwa epidemi tersebut mencapai puncaknya pada Novem-ber 1918 dan menelan korban jiwa hingga satu juta orang (Kees van Dijk, 2013: 591). Hal ini menimbulkan ke-resahan tersendiri bagi masyarakat Hindia Belanda, sampai-sampai mun-cul istilah “musim penyakit” pada saat itu. Wabah flu Spanyol ini tidak hanya menyerang masyarakat lokal, melainkan seluruh lapisan masyarakat sehingga harian Neratja, salah satu surat kabar perjuangan di Batavia yang diterbitkan oleh Uit-geversmij Evolutie, menyebut epi-demi ini sebagai penyakit “sama rasa sama rata” (Neratja, 28 November 1918). Di saat wabah flu Spanyol melanda, kelaparan dan kekurangan bahan makanan melengkapi derita masyarakat Hindia Belanda pada saat itu. Angka kematian yang tinggi, terutama bagi laki-laki dengan usia muda, membuat lahan-lahan perta-nian menjadi terbengkalai. Hal ini tentu saja berdampak pada pereko-nomian Hindia Belanda. Para pembe-sar di Batavia menyebut penyakit flu Spanyol sebagai pelemahan kolonial-isasi (Kees van Dijk, 2013:592). Lantunan protes pun ber-munculan dari tanah jajahan yang dipengaruhi oleh munculnya Revo-lusi Februari di Rusia. Sneevliet dan Tjipto Mangoenkoesoemo merupa-kan tokoh sentral yang mengajukan protes keras terhadap pemerintah kolonial. Mereka juga mempertanya-kan kinerja Hygine Commissie yang dibentuk sejak 1911 di Batavia seba-gai reaksi atas keresahan yang mun-cul di tengah masyarakat (Kees van Dijk, 2013 :593). Angka kematian tinggi turut membuat organisasi pergera-kan yang tergabung dalam Sarekat Islam mendapatkan angin segar un-tuk mengkritik pemerintah. Kritik diberikan karena pemerintah diang-gap tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan politik etis dan me-nyelewengkan anggaran di bidang kesehatan. Pemerintah Hindia Be-landa memang sudah meningkatkan anggaran kesehatan hingga sepuluh kali lipat pada tahun 1910 (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugro-

ho Notosusanto, 2010: 44). Dengan percaya diri, tokoh-tokoh pergera-kan Sarekat Islam melakukan propa-ganda dan menyebut diri mereka layaknya SI (Spanish Influenza) yang dapat melemahkan sistem kolonial (Kees van Dijk, 2013: 591-592). Wabah flu Spanyol akh-irnya dapat ditangani dengan baik. Hal ini terjadi setelah pemerintah Hindia Belanda melibatkan dokter-dokter Jawa dan Belanda seperti Dr. Hoogenstreten (dokter spesialis mata, namun belakangan membuka praktek umum), Dr. Paperlard, dan Dr. Kloos. Selain itu, pemerintah mu-lai serius memperbaiki pemukiman penduduk dan lebih memperhatikan sanitasi. Tercatat, peristiwa wabah flu Spanyol ini berakhir pada 1920. Di seluruh dunia, flu Spanyol bertang-gung jawab atas kematian penduduk dengan jumlah hampir 50 juta orang. Pada dasarnya, penyakit tidak mengenal asal-usul, ras, aga-ma, dan kedudukan seseorang. Siapa pun dalam kondisi apapun dapat tertular oleh penyakit. Hal tersebut menyebabkan manusia seharusnya menyadari pentingnya kesehatan dan upaya dalam menanggulangi penyakit. Perkembangan teknologi yang semakin maju juga seharusnya memberikan dampak dalam mem-percepat penanggulangan penyakit. Sekarang dan nanti, tinggal ma-nusialah yang menentukan upaya penanggulangan penyakit. Apakah manusia akan tetap melupakan se-jarah dan tidak melakukan sesuatu atau sesuatu yang bernama pen-yakit yang akan menggerogoti ma-nusia?***

1Penulis adalah mahasiswa Ilmu Se-jarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Bu-daya Universitas Indonesia angkatan 2011. Penulis merupakan anggota bi-dang keilmuan Studi Klub Sejarah Uni-versitas Indonesia, pernah aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai staff Departemen Sosial Masyarakat tahun 2013, dan Ketua Pelaksana Konser Amal FIB UI 2013 “Lights for the Unsung Heroes”.

“Wabah flu Spanyol ini tidak hanya me-

nyerang masyarakat lokal, melainkan seluruh lapisan

masyarakat sehingga harian Neratja... me-nyebut epidemi ini se-bagai penyakit “sama

rasa sama rata”

Page 15: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Suasana Minggu Pagi di UI tan-pa kendaraan bermotor

Suasana Minggu Pagi di UI tan-pa kendaraan bermotor

Suasana Minggu Pagi di UI tanpa kendaraan ber-motor

15k A M P U S

Kegiatan UI Car Free Day resmi diluncurkan pada hari Minggu, (28/09) lalu. BEM UI menjadi

pihak di balik keberlangsungan keg-iatan tersebut. UI Car Free Day sendi-ri dilaksanakan sebulan sekali seba-gai tahap awal percobaan. UI Car Free Day mulai di-lakukan dari pukul 05.00 hingga pukul 10.00. Kawasan sekitar Bal-airung UI menjadi titik berlangsungn-ya UI Car Free Day. Pada saat itu,

tidak boleh ada kendaraan, seperti mobil dan motor, yang melintas. Memberikan ‘ruang na-pas’ bagi kampus UI menjadi tujuan diadakannya UI Car Free Day. Hal ini mengingat padatnya kendaraan yang melintasi kawasan UI setiap harinya. Banyaknya kendaraan yang melintas dapat mempengaruhi kondisi ling-kungan hidup di UI. “Kendaraan yang melintas di UI berpengaruh terhadap hewan,

khususnya burung yang menjadikan kawasan UI sebagai jalur migrasinya. Padahal mereka berperan penting dalam fungsi ekologis,” ujar Hilmiyah Tsabitah, Ketua Departemen Ling-kungan Hidup BEM UI. Adanya UI Car Free Day juga unTuk memberikan fasilitas beraktivitas yang aman dan nyaman bagi sivitas UI. Selama berlangsungn-ya UI Car Free Day, orang-orang bisa melakukan berbagai kegiatan, seper-

Minggu pagi merupakan hari tenang bagi para sivitas UI dan masyarakat sekitarnya. Jalan-jalan di kawasan UI pun biasa dipadati oleh mereka yang hendak bersantai. Kini, dengan adanya UI Car Free

Day, aktivitas mereka semakin terakomodasi.

OLEH: DIMAS ANDI SHADEWO, CAHYA YOGA FOTO: HANA MAULIDA

SARANA BERSANTAI BARU KAMPUS UI

Suasana Minggu Pagi di UI tanpa kendaraan bermotor

Page 16: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 16 K A M P U S

ti senam pagi, sepeda santai, donor darah, dan lainnya. Inti dari kegiatan dalam UI Car Free Day adalah untuk mendukung terwujudnya green cam-pus. Meskipun boleh melaku-kan banyak kegiatan, semua orang yang mengikuti UI Car Free Day tetap diharuskan menjaga kebersihan kam-pus UI. Oleh sebab itu, pihak pelak-sana menydiakan tempat sampah di berbagai titik kawasan kegiatan ini berlangsung. Mengenai perizinan, pelaksanaan UI Car Free Day telah mendapat persetujuan dari pihak rektorat. Ivan Riansa, Ketua BEM UI, menyatakan bahwa SK Rektor No. 1303 terkait kebijakan green cam-pus dalam pemakaian transportasi umum, sangat membantu dalam per-izinan kegiatan UI Car Free Day. Untuk pelaksanaannya, kegiatan UI Car Free Day melakukan kerjasama dengan pihak Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) UI. Mere-ka dilibatkan dalam hal keamanan selama berlangsungnya kegiatan tersebut. Selain itu, dukungan atas kegiatan ini turut diberikan oleh pihak Pemerintah Kota (Pemkot) De-pok. Ivan Riansa mengata-kan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara UI Car Free Day dengan kegiatan serupa di lain tem-pat. “Tidak ada perbedaan. Karena pada intinya, seluruh sivitas UI dan

masyarakat sekitar dapat melakukan aktivitas berolahraga dengan ny-aman,” ujarnya. Kegiatan UI Car Free Day tidak lepas dari kritikan. Khairunisa Liummah, mahasiswa Teknik Ar-sitektur UI, mengaku bahwa UI Car Free Day kurang memberi efek yang besar. Menurutnya, intensitas kend-araan yang melintasi kawasan UI me-mang cenderung sedikit pada hari Sabtu-Minggu. Eky Bagaskara, mahasiswa Teknik Perkapalan UI, turut berpen-dapat terkait kebijakan diadakannya UI Car Free Day. Menurutnya, keg-iatan UI Car Free Day dapat meng-hambat mobilisasi masyarakat yang hendak melintasi UI. Sebab, akses menuju UI praktis ditutup saat di-adakannya UI Car Free Day, sehingga orang harus memutar dengan jarak yang relatif jauh. Meski begitu, baik Khairunisa Liummah maupun Eky Ba-gaskara, sama-sama mengapresiasi kegiatan UI Car Free Day. “UI Car Free Day dapat dikatakan lancar pelaksan-aannya karena semua berjalan den-gan tertib,” ucap Khairunisa. “Acara ini dapat menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk berolahraga pagi,” ujar Eky Bagaska-ra. Ia juga berharap selama kegiatan UI Car Free Day, sepeda kuning tetap beroperasi seperti hari biasa. Sebab, hal tersebut dapat membantu efek-tivitas kerja tanpa menghilangkan

esensi dari UI Car Free Day sendiri. Guna meningkatkan kuali-tas pelaksanaan UI Car Free Day, BEM UI sebagai pencetus kegia-tan ini akan mengadakan evaluasi yang melibatkan seluruh sivitas UI. Masyarakat sekitar UI juga akan dili-batkan dalam evaluasi, khususnya bagi mereka yang aktivitas sehari-harinya terhambat karena adanya UI Car Free Day. Ivan Riansa berharap se-luruh sivitas UI maupun masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat dari UI Car Free Day. Selain itu, ia juga berharap melalui UI Car Free Day, kondisi lingkungan UI akan menjadi lebih baik di masa mendatang. Hal serupa disampaikan oleh Hilmiyah Tsabitah. Ia ingin UI Car Free Day menjadi sarana terbaik bagi mereka yang ingin berolahraga, na-mun tetap bisa menjaga kebersihan kampus. Untuk kedepannya, dihara-pkan UI Car Free Day dapat berlang-sung setiap minggu. “Kami masih mengadvokasikan ini dengan pihak rektorat agar UI Car Free Day agar di-lakukan secara rutin,” tutup Hilmiyah Tsabitah.***

“Memberikan ‘ruang napas’ bagi kampus UI menjadi tujuan diada-kannya UI Car Free Day. Hal ini mengingat padatnya kendaraan yang melintasi kawasan UI setiap harinya. Banyaknya kendaraan yang melintas dapat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup di UI.”

POLEMIKPENDEWASAAN DIRI

Page 17: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 17r e s e n s i

“Meski kita tidak punya kekuatan untuk memilih darimana kita berasal, kita masih bisa memilih ke mana kita

akan pergi dari sana” – Charlie

POLEMIKPENDEWASAAN DIRI

OLEH: PUTRI DIANI P. MAHARSI

Judul : The Perks of Being a WallflowerPenulis : Stephen ChboskyPenerbit : Pocket BooksTahun Terbit : 1 Febuari 1999Tebal Buku : 228 Halaman

Novel ini dimulai dengan ce-rita Charlie, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun, yang

menulis surat mengenai kehidupan-nya kepada penerima yang tidak diketahui. Dalam suratnya, ia men-ceritakan mengenai kehidupannya sebagai siswa tahun pertama SMA yang harus menangani trauma atas peristiwa bunuh diri yang dilakukan sahabatnya saat SMP dan kematian tante kesayangannya, Helen. Di ten-gah kehidupannya yang sepi itu, Bill, guru bahasa Inggrinya, menyadari minat dan bakat Charlie dalam bi-dang baca dan tulis-menulis. Dalam berinteraksi, Char-lie bukan tipe yang bisa membaur, namun, ia berteman dekat dengan dua orang senior, Patrick dan Sam. Patrick yang unik dan gay merupakan pacar rahasia dari bintang football sekolah, Brad. Sam merupakan adik tiri Patrick, sekaligus orang yang dis-ukai oleh Charlie, walau ia tidak mau mengakuinya. Pertemanan dengan Patrick dan Sam membawa Charlie ke dunia yang belum pernah ia ke-tahui sebelumnya, dan sesaat mem-bebaskannya dari pikiran mengenai kedua musibah yang dialaminya. Dunia SMA yang selalu penuh dengan hal-hal baru, seperti narkoba, pesta dansa, dan hubun-gan seks. Charlie yang memang pada

dasarnya pendiam tetap merasa bahwa ia belum sepenuhnya masuk ke dunia itu. Charlie ingin “berparti-sipasi”, tetapi ia pun masih kesulitan menemukan posisinya. Uluran tan-gan Sam dan teman-temannya yang lain perlahan memberi jawaban yang Charlie cari, hingga ia pun mulai bisa menjadi bagian yang utuh dari ling-kungannya dan tumbuh dewasa den-gan prinsipnya. The Perks of being a Wall-flower merupakan novel pertama karya Stephen Chbosky, yang mem-butuhkan waktu lima tahun sejak penggarapan pertamanya. Novel yang kemudian terbit pada tanggal 1 Februari 1999 ini mendapat sorotan besar setelah diadaptasikan menjadi film pada tahun 2013. Adaptasi film ini diperankan oleh Logan Lerman sebagai Charlie, Ezra Miller sebagai Patrick, dan Emma Watson sebagai Sam. Novel ini kemudian mendapat-kan tempat di berbagai daftar New York Times Bestseller Books, bahkan pada 11 Mei 2014, masuk dalam uru-tan sepuluh besar selama 71 minggu, serta berada di 15 besar pada bulan September. Sepanjang karirnya, nov-el ini diterbitkan 16 negara dalam 13 bahasa. Meski puncak kejayaan novel ini diperoleh setelah adaptasi filmnya, namun daya tariknya dimulai

sejak pertama kali novel diterbitkan. Berbagai kritikus memuji kemamp-uan buku ini dalam menggambarkan seorang remaja yang menuju de-wasa bersama dunia dan keputusan yang harus dihadapinya. Diksi yang digunakan menunjukkan ekspresi Charlie dalam memandang dunianya. Hal ini membuat pembaca mudah merefleksikan diri mereka terhadap Charlie dan masalah-masalah yang ia hadapi, dan pada akhirnya akan merasakan simpati yang mendalam kepada tokoh ini. Namun, cukup banyak yang memberikan kritik pada gaya penulisan Chobsky karena me-nyerupai J. D Salinger di The Catcher in the Rye. Meskipun begitu, ada perbedaan yang cukup jelas antara karakter keduanya, yaitu cara mereka menafsirkan dunia dalam cerita. Dari penyajian cerita, The Perks of Being a Wallflower ringan dan mudah dipahami. Membaca buku ini mengajak pembaca untuk menghayati pengalaman pende-wasaan diri. Sebuah cerita yang me-nyentuh pikiran terdalam dan sangat layak untuk dijadikan salah satu buku yang wajib dibaca.***

Page 18: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 18 r e s e n s i

SISI LAIN DRACULAJudul : Dracula Untold

Sutradara : Gary Shore

Produser : Michael De Luca

Produksi : Universal Pictures

Genre : Action, Drama, Fan-

tasy

Tanggal Liris : 3 Oktober 2014

Film Dracula Untold bercerita tentang masa lalu Vlad Dracula (Luke Evans) sebelum menjadi

seorang vampir. Selama ini mungkin dracula dikenal sebagai sosok yang jahat dan menyeramkan. Namun di dalam film ini, justru dracula menjadi sosok seorang pahlawan. Film dimulai dengan ce-rita seorang anak kecil, Ingeras (Art Parkinson), anak Vlad Dracula. In-geras bercerita mengenai Vlad yang menghabiskan masa kecilnya ber-sama orang Turki demi mencegah perperangan antara Transylvania dengan Turki. Ia terpaksa ‘dijual’ ke Turki oleh ayahnya sebagai tanda submisif kepada penguasa Ottoman. Pada masa itu, Vlad mendapat pen-didikan militer untuk menjadi prajurit Turki sebagai juru sula. Ia mendapat-kan perlakuan yang tidak manusiawi ketika dididik menjadi prajurit Turki. Setelah sepuluh tahun, Vlad kembali ke Transylvania dan memimpin kera-jaan dengan damai bersama istrinya Mirena (Sarah Gardon). Suatu saat, Sultan Me-hmed (Dominic Cooper) memintanya mengirim seribu anak Transylvania, termasuk putranya, menjadi prajurit Turki. Sebagai seorang ayah dan raja, Vlad tidak menerima permintaan tersebut, malah ia memberontak demi melindungi putra dan raky-atnya. Karena menurutnya, kerajaan Turki akan berbuat seenak-enaknya

menggunakan pasukannya yang ban-yak itu. Selain itu, Transylvania juga akan rugi dengan kehilangan seribu pasukan. Hal ini membuat kerajaan Turki geram, dan menyerang Transyl-vania. Hal yang mustahil untuk negeri kecil seperti Transylvania me-nang melawan prajurit Turki yang me-miliki hegemoni besar. Untuk itulah, Vlad menemui Vampir Gua (Charles Dance) agar bersedia mengubahnya menjadi vampir yang memiliki kekua-tan superior. Vlad pun berhasil beru-bah menjadi vampir dan mengalah-kan seribu prajurit Turki seorang diri. Namun, setelah puas menjadi vampir Dracula, Vlad ingin kembali menjadi manusia. Ia pun diberikan syarat agar dapat menahan diri selama tiga hari untuk meminum darah manusia sep-erti yang ia lakukan ketika menjadi vampir. Film Dracula Untold meru-pakan film yang terinspirasi oleh ki-sah Vlad Tepes atau Vlad III Dracula dari Hungaria dengan legenda Dracu-la yang ditulis oleh Bram Stoker pada tahun 1876. Dalam film ini, Luke Ev-ans yang berperan sebagai Dracula menjadi daya tarik utama. Keberhasi-lannya memainkan peran sebagai seorang pahlawan, ditambah pem-bentukan chemistry yang dilakukan-nya bersama Sarah Gardon menjadi keunggulan film ini. Selain itu, film ini juga memiliki sisi artistik yang tinggi,

soundtrack serta efek suara yang me-narik mampu memancing perhatian penonton ketika menyaksikan film ini. Terlepas dari keunggu-lan film yang disutradarai oleh Gary Shore ini, ada kekakuan cerita di awal film. Sejak awal, penonton sudah fa-miliar dengan konsep bahwa Dracula adalah tokoh yang sama dengan vam-pir, bukan nama seorang tokoh suatu kerajaan. Akibatnya, ketika Vlad men-erima kekuatan super, tidak ada ket-erkejutan yang berarti yang didapat-kan oleh penonton, karena memang dari awal Dracula yang dimaksud penonton adalah seorang vampir. Namun, untuk menutupi hal itu, Gary Shore melebih-lebihkan kekuatan Vampir Dracula ketika mel-awan musuh. Bahkan di suatu ade-gan, ia mampu menggerakan ribuan kalelawar hanya dengan lambaian tangannya untuk melululantahkan ribuan prajurit Turki. Sebenarnya, sisi “Untold” yang ingin ditonjolkan oleh Gary Shore tidak begitu terlihat, terkesan kabur. Film Dracula Untold ini bisa menjadi lebih baik, apabila sutradara mampu menyorot lebih dalam pada aspek pembentukan karakter Vlad ketika menjadi prajurit Turki, atau pada aspek konflik Vlad sebagai pemimpin Negara.***

OLEH: MESEL GHEA

“Sometimes the world no longer needs a hero. Sometimes what it needs…is a mon-ster.” Vlad Dracula

Page 19: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4 19A d v e r t o r i a l

Peran Asuransi Dalam Merencanakan Masa Depan

Asuransi mungkin merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Namun apakah kita benar-benar menyadari mengenai pentingn-

ya asuransi? Hasil Survei Nasional Literasi Keuan-gan yang dilakukan OJK pada tahun 2013 menun-jukkan baru 17,84 persen atau hanya 18 dari setiap 100 penduduk di Indonesia yang telah mengerti dengan baik akan manfaat asuransi. Bahkan, sur-vei juga menunjukkan hanya 12 dari 100 penduduk Indonesia yang menggunakan produk dan jasa terkait asuransi. Hal ini perlu menjadi bahan per-hatian untuk kita semua. Di Negara maju, asuransi telah menjadi suatu kebutuhan yang wajib dimiliki oleh setiap penduduk untuk melindungi diri dan ke-luarga dari risiko keuangan. Sebagai mahasiswa, kita wajib memper-siapkan diri untuk menghadapi masa depan. Dalam hal ini, asuransi memberikan perlindungan terha-dap peristiwa yang tidak kita rencanakan dan tidak terduga. Misalnya, suatu ketika kita mengalami sakit yang membutuhkan biaya perawatan dalam jumlah besar, hal ini tentunya menjadi suatu be-ban. Namun jika kita telah memiliki asuransi, beban kita akan terasa lebih ringan karena biaya tersebut akan menjadi tanggungan perusahaan asuransi. Pada awalnya, asuransi memang dicipta-kan khusus demi proteksi, itulah sebabnya asur-ansi konvensional memberikan perlindungan saat terjadi risiko kematian, kecelakaan atau cacat total dan tetap. Dalam perkembangannya, produk as-uransi kemudian disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang ingin memiliki produk yang lebih

fleksibel dan memberikan hasil lebih dari sekedar manfaat saat risiko terjadi. Lahirlah produk asuransi terkait investasi yang kemudian kita kenal dengan nama unit link yang menggabungkan manfaat men-inggal (death benefits) dengan manfaat hidup (living benefits). Jenis asuransi ini tidak hanya memberikan manfaat proteksi atas kejadian yang tidak terduga di masa depan, melainkan potensi hasil investasi yang didapatkan melalui alokasi ke dalam berbagai inst-rumen seperti saham, obligasi, campuran dan pasar uang. Selain manfaat proteksi dan investasi, asur-ansi juga membantu kita menanamkan sikap disi-plin dalam perencanaan keuangan jangka panjang. Melalui pembayaran premi asuransi secara berkala, kita dibiasakan untuk menabung sebelum menga-lokasikan pemasukan untuk kebutuhan-kebutu-han lain. Hal ini sesuai dengan dasar perencanaan keuangan yang menyatakan bahwa cara menabung yang baik adalah menyisihkan sebagian penghasilan segera setelah didapat untuk ditabung, baru kemu-dian mengalokasikan sisanya untuk kebutuhan lain (penghasilan−tabungan=alokasi kebutuhan sehari-hari), dan bukan sebaliknya. Dengan memiliki asuransi berarti kita telah memulai untuk melakukan perencanaan keuangan yang baik untuk masa depan kita. Dengan memba-yar premi asuransi secara teratur berarti kita sudah menyisihkan sebagian penghasilan untuk memberi-kan perlindungan terhadap diri kita untuk siap dalam menghadapi risiko, dana dalam hal produk unit link, sekaligus berinvestasi. (Sumber: Prudential Indone-sia). ***

Page 20: Gerbatama: Ini UI! edisi 74, "Satu Sikap, Tak Serasi"

g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4

Dapatkan kesempatan tulisan anda dipublikasikan di web suaramahasiswa.com

dan Buletin Gerbatama: Ini UI!

Kirimkan tulisan [email protected]

dengan mencantumkan nama lengkap,fakultas, jurusan, nomor pokok mahasiswa dan angkatan.

20 o p i n i f o t o

DILARANG MEMANCING!MUHAMMAD FACHRIZAL HELMI