gerbatama: ini ui! edisi 70, "semrawut jalan margonda"

20
gerbatama 70 // 70 edisi juni 2014 Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis ini UI ! semraWut Jalan margonda

Upload: suara-mahasiswa-universitas-indonesia

Post on 10-Mar-2016

254 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

70edisi

juni2014

Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis

ini UI !

semraWutJalan margonda

Page 2: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

Page 3: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

Muhammad Hatta, bapak bangsa kita, pernah mengatakan dalam esainya yang termasyhur, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia: apabila UUD 1945 dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka rakyat Indonesia dapat terbebas dari kesengsaraan hidup dan terjamin kehidupannya. Itulah cita-cita sosialisme

lewat dibentuknya negara Indonesia.

Konteks masyarakat pasca-kemerdekaan itu memang jauh lebih mengerikan dari sekarang. Namun bukan berarti kesengsaraan hidup berakhir di masa sekarang. Masih banyak persoalan ekonomi Indonesia, terutama soal liberalisasi di berbagai sektor penting bagi rakyat—terutama di bidang pendidikan dan Migas! Apa daya, negara kita ternyata rukuk

pada dogma kesempurnaan pasar.

Hampir dari semua itu terjadi di era Reformasi, sebuah era yang konon berhasil mengakhiri otoritarian menahun. Liberalisasi habis-habisan membuat peran negara minim. Budaya kita jadi destruktif demi kesempurnaan pasar: konsumtif dan pragmatis. Ditambah pemerintah lokal dan pusat yang korup—lengkap sudah! Oleh karena itu, mari kita bertanya, apakah UUD 1945 sudah dijalankan

dengan sungguh-sungguh?

Pemimpin Redaksi Syamsul Bahri Fikri Redaktur Artistik Nova Marina Redaktur Foto Hana Maulida Redaktur Riset Muhammad Egi Reporter Anggino Tambunan, Kianti Azizah, Retno Andhini, Vita Muflihah, Melati Paramita, Fotografer Diah Desita, M. Toha, Qorib Peneliti dan Pengembang Gema Nasution, Mesel Ghea, Neng Endah Fatmawati, Rizka Fitriana, Muhammad Ginanjar Desain Tata Letak

Achmad Maulana Sirkulasi dan Percetakan Bayu Soleman

e d i s i j u n i 2 0 1 4

e d i t o r i a l

KONTEN

Laporan Utama:Agar Warga Apartemen Aman

Menyeberang

Politik:Rapor Merah untuk Semua4

6

10

13

Minat:Karena Penderita Kusta Tak Boleh

Didiskriminasi16

Laporan Utama:Dilema Penertiban Angkutan Umum

Riset:Fakta-fakta tentang Margonda

14Analisis:Tantangan Perempuan Indonesia di Abad Ke-21

Lewat mikroskop atau teleskop, bimbinglahsi goblok dalam menemukan: sebuah wujud maknawi

dalam kenisbian sekarang...”Jujun S. Suriasumantri

SUara NYATA

‘‘

Opini Sketsa:Ketika Uang Membangun Kota

Kesehatan:Cegah Penyakit Sebelum Sakit

8

12

Resensi:Perjalanan Menemukan Jati Diri18

Opini Foto:Jalan Menuju Pengetahuan 20

Page 4: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

Kamis, 8 Mei 2014 lalu, ketika matahari sejengkal di atas kepala, nam-pak sejumlah mahasiswa melakukan longmarch dari Bunderan Hotel Indonesia menuju kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berada di Jalan Imam Bonjol. Spanduk berisi kata-kata berwarna merah berkobar-kobar: rapor merah bagi KPU.

Badan Eksekutif Mahasiswa Uni-versitas Indonesia (BEM UI) bersama BEM-SI (Seluruh Indo-

nesia) mengganjar KPU dengan rapor merah. Nilai C yang mereka berikan adalah karena tidak konsistennya im-plementasi surat edaran dibolehkan-nya pindah Daerah Pemilihan (Dapil) dengan menggunakan formulir A5 yang disampaikan oleh KPU satu bu-lan sebelum pelaksanaan pileg. Nana Shobarna, Komi-sioner Komisi Pemilihan Umum Dae-rah (KPUD) Depok Bidang Hubungan Masyarakat dan Hubungan antar-

Lembaga, mengatakan, pengurusan formulir A5 membuat KPUD Depok kerepotan karena perubahan aturan dari KPU. Awalnya mekanisme pen-gurusan A5 harus diurus di daerah asal. Namun pengurusan ini kemudi-an bisa dilalkukan di KPUD setempat. Selain itu, ia juga menyanyangkan keterlambatan data yang diberikan BEM UI. “Mekanismenya setelah data kami terima dari teman-teman mahasiswa, datanya perlu di-cross-check; apakah benar ia terdaftar dari daerah asalnya,” Nana menerangkan

mekanisme internal pengurusan A5, “Jika benar, maka kami proses, jika saat di-crosscheck ternyata tidak terdaftar pada daerah asalnya, maka kami tidak urus.” Lebih lanjut ia mengakui KPUD Depok kelabakan mengako-modir formulir A5 dari mahasiswa, karena data dari BEM UI baru diteri-ma KPUD saat akhir-akhir batas pen-gumpulan. Tapi hal tersebut dibantah Ahmad Mujahid, Wakil Ketua BEM UI. Ia mengatakan BEM UI telah meny-ampaikan data kepada KPUD Depok

RAPOR MERAH UNTUK SEMUA

OLEH: ANGGINO TAMBUNANFOTO: DIAH DESITA

BEM UI bekerja sama dengan KPUD Depok dalam mengurus pencoblosan anggota legislatif 9 April lalu

p O L I T I K04 g e r b ata m a 7 8 / / 0 6 - 2 0 1 4

Page 5: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

pada 27 Maret, pukul 16.30 WIB. Menurutnya waktu tersebut belum terbilang terlambat, karena sesuai peraturan KPU, batas akhir pengum-pulan data yakni 31 Maret atau H-10 pencoblosan. “Bahwa KPUD kelabakan iya, karena jumlahnya melebihi 1000 orang, belum lagi mahasiswa dari kampus lain yang juga melakukan hal yang sama,” ungkap Mujahid, “Ma-kanya, ketika itu kami pun menawar-kan bantuan kepada KPUD Depok un-tuk membantu rekapan data, namun ditolak karena data yang ada sifatnya rahasia; jadi, ya, kami menunggu saja kepastian selanjutnya dari KPUD De-pok.” Seperti diketahui sebel-umnya, BEM UI telah mengoordinasi mahasiswa rantau yang ingin men-gurus A5 dengan membuka posko pengurusan A5 di fakultas-fakultas. Syaratnya, mahasiswa harus mem-bawa fotokopi Kartu Tanda Pen-duduk (KTP) dan Kartu Tanda Maha-siswa (KTM). Jumlah mahasiswa UI yang mengurus formulir A5 pada pileg kemarin diperkirakan sebanyak 1.100 mahasiswa.

BEM UI Tidak Tahu Pasti

Pada saat pencoblosan, Andi Auliar, Kepala Departemen Kajian Aksi dan Strategi BEM UI, mengakui menemukan mahasiswa yang formulir A5-nya ditolak oleh Kelompok Penyelenggara Pemungu-tan Suara (KPPS) setempat. Ia juga menemukan, ada yang baru dibole-hkan memilih oleh KPPS pada pukul 12.00-13.00. Padahal formulir A5, menurutnya, dapat digunakan mu-lai sejak Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibuka. “Kondisi teknis penyeleng-garaan kacau, sebelumnya KPU telah menjanjikan perangkat semua TPS di Indonesia mengerti form A5, namun kondisi di lapangannya ada beberapa petugas KPPS yang tidak tahu A5, di lain TPS ada pula yang tahunya pemi-lih A5 itu memilihnya mulai jam 12,” ujarnya. Sementara itu, Mujahid mengungkapkan penyebab tidak optimalnya penggunaan formulir A5 terdapat di pelaksanaan teknis lapangan. Menurutnya, sosialisasi

dan bimbingan teknis KPUD Depok kepada penyelenggara di lapangan kurang maksimal. Terdapat per-bedaan di antara TPS dalam penera-pan prosedurnya. Oleh karena itu, Mujahid menyimpulkan, ada yang bisa memilih sejak jam 7 pagi dan ada juga yang baru bisa selepas jam 12. Namun mengenai berapa jumlah yang ditolak formulir A5-nya, BEM UI tidak mengetahui pasti. “Kami tidak memperoleh datanya, tapi memang ada yang melapor,” Mu-jahid menjelaskan, “Namun, kebanya-kan yang melapor itu ketika TPS su-dah ditutup, jadi sulit diadvokasikan.” Nana mengatakan pihak KPUD Depok sampai 13 Mei 2014 lalu belum mendapat laporan mengenai ditolaknya penggunaan formulir A5 oleh KPPS setempat. Tapi ia membe-narkan soal kurangnya kinerja KPPS Depok.“Kita akui KPPS kita tidak se-muanya konsen dan membaca buku panduan, sehingga pemilih yang menggunakan A5 dan KTP baru mu-lai memilih jam 12,” tuturnya. Sedangkan soal masalah baru dibolehkannya memilih pada pukul 12.00, “Yang penting masih bisa menggunakan hak pilihnya, itu, kan, substansinya,” katanya.

Baru Dibagikan Saat H-2 Pemun-gutan Suara

Sosialiasi lokasi TPS yang berada di luar UI dirasa kurang mak-simal oleh beberapa mahasiswa. Hal tersebut dirasakan salah satunya oleh Afina Mahardhikaning Emas. Mahasiswi Sastra Indonesia UI 2013 itu tidak jadi menggunakan hak pil-ihnya karena tak mengetahui lokasi TPS tempat ia terdaftar. “A5 baru diterima H-1, se-dang saya orang asal (luar) daerah dan belum tahu lokasi (TPS)-nya,” keluh Afina, “Coba dikasih peta TPS untuk memudahkan mencari lokasi.” Menurut Mujahid, bebera-pa hari sebelum 9 April, BEM UI telah memublikasikan peta alamat-alamat TPS di situs BEM UI, media sosial, ser-ta sarana publikasi lainnya. “Lengkap semuanya beserta alamat TPS-nya,” akunya. Ia membenarkan, BEM UI baru membagikan formulir A5 saat H-2 pemungutan suara. Hal ini ka-

rena BEM UI baru menerima surat A5 dari KPUD Depok itu pada Minggu, 6 April 2014. Namun menurut Nana, KPUD Depok sudah menyurati dan membangun komunikasi dengan BEM UI untuk memberikan fasilitas bagi mahasiswa rantau dan kemung-kinan tersebarnya TPS untuk maha-siswa UI yang menggunakan A5. “Kami sudah melakukan komunikasi dengan teman-teman BEM untuk mengurus formulir A5 dan sudah dari jauh-jauh hari kami menyampaikan kemungkinan terse-barnya mahasiswa UI karena kuota surat cadangan di setiap TPS hanya 2 %,” tambahnya. Ketika ditanyai menge-nai sosialisasi yang telah dilakukan KPUD mengenai formulir A5 ini, Nana menyebutkan bahwa sebelum ada kebijakan A5 yang bisa diurus di KPUD setempat, KPUD menyarankan mahasiswa untuk pulang ke daerah asalnya. “Namun setelah mendapat edaran bahwa mahasiswa dapat mengurus di KPUD kami langsung membangun komunikasi dengan BEM UI,” ujarnya.

Mahasiswa Harus Lebih Inisiatif

Nana mengakui kalau KPUD tidak menyediakan peta yang berisi lokasi-lokasi TPS tempat ma-hasiswa pengantong formulir A5. Menurutnya hal tersebut bukan ke-wajiban KPUD Depok. “Namun akan jadi masukan untuk KPUD Depok,” katanya. Selain itu, menurut Nana, KPUD Depok sudah membagikan daftar TPS kepada BEM di masing-masing kampus yang mengurus for-mulir A5. “Namun seharusnya maha-siswa harus lebih aktif lagi mencari TPS di mana ia terdaftar, mungkin dengan bertanya ke kelurahan atau men-survey-nya sebelum hari H, sebab kami juga tak hanya mengurusi A5, jadi diharapkan mahasiswa lebih inisiatif lagi,” tuturnya. Senada dengan hal terse-but, Mujahid mengharapkan maha-siswa lebih aktif lagi dalam mencari informasi. “Ya, kami telah berupaya maksimal untuk mensosialisasikan alamat TPS secara masif,” tutup-nya.***

RAPOR MERAH UNTUK SEMUABEM UI bekerja sama dengan KPUD Depok dalam mengurus pencoblosan anggota legislatif 9 April lalu

P O L I T I K 05

Page 6: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

JPO yang terletak di depan Mares itu pun hingga kini tidak kunjung selesai. JPO tersebut

nantinya akan menghubungkan Mares dengan rumah makan khas sunda Mang Kabayan, yang terletak di seberangnya. Deny Irawan selaku Super-visor Tenant Relation Mares men-jelaskan bahwa pihaknya memang mengajukan surat kepada Pemerin-tah Kota Depok agar dibangun JPO. “Kami hanya mengirimkan penga-juan, pembangunan semuanya dari pemda bukan dari kita,” katanya. Lebih lanjut Deny men-jelaskan bahwa pengajuan terse-but bertujuan untuk memudahkan warga apartemen menyebrang ja-lan. “Jalur tersebut merupakan jalur cepat di atas 60 km per jam, jadi itu sangat tidak memungkinkan mereka (warga apartemen—red) untuk me-nyeberang.” Untuk menyebrang di depan Mares, memang dirasa cukup sulit oleh Nadila Saraya, mahasiswa FISIP UI 2012, yang bertempat ting-gal di Mares. “Iya, ngerasa susah nye-brang kalo mau ke Mares, biasanya gara-gara mobil (atau) motornya

AGAR WARGA APARTEMEN AMAN MENYEBERANG

OLEH: RETNO ANDHINIFOTO: DIAH DESITA

l a p o r a n u ta m a06

Empat tahun lalu, Pemerintah Kota Depok menuturkan kepada Suara Mahasiswa UI akan membangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Margonda. Tiga tahun kemudian, tahun 2013 tepatnya, rangka jembatan baru dibangun. Salah satunya di depan Apartemen Margonda Residen (Mares), tak jauh dari Gang Sawo, yang sama-sama ramai diseberangi warga mau pun mahasiswa.

ngebut dan gak mau ngalah, kalo su-sah, gue nunggu orang lain aja biar ada temen nyeberang,” ungkapnya. Pembangunan JPO di Kota Depok sendiri sebenarnya telah ada di dalam masterplan pembangunan fasilitas pejalan kaki, yang menurut Ari Manggala, Kepala Seksi Manaje-men dan Rekayasa Bidang Lalu Lin-tas Dinas Perhubungan Kota Depok, sudah melalui kajian dalam menen-tukan titik ideal pembangunan JPO. “Dalam kajian tersebut kita melihat di mana volume pejalan kaki dan pe-nyeberang jalan yang tinggi, (serta) dilihat juga dari ketersediaan lahan,” tuturnya. Saat ini Jalan Margonda Raya, menurut data dari Bukapeta.com, memiliki lebar sekitar 15 meter dengan masing-masing arah 7,5 me-ter. Lebar itu dianggap sudah habis untuk pembangunan badan jalan. Belum lagi di sisi bahu jalan sudah dibangun trotoar yang di bawahnya terdapat drainase, yang ditanam boks utilitas berupa jaringan kabel listrik, telepon, dan air. “Akhirnya kita harus bekerjasama dengan pihak-pihak atau pusat kegiatan yang mau memberikan atau menjual lahannya

untuk dipasangkan kaki JPO,” tutur Ari. Ini sekaligus menjawab bentuk kerjasama yang terjadi di antara Pemkot Depok dan pengelola Mares dalam pembangunan JPO. “Mereka (Margonda Residence—red) berbesar hati memberikan hibah lahan untuk dibangun kaki JPO, ben-tuk kerjasama hanya sebatas lahan, jika konstruksi tidak,” jelas Ari Deny mengungkapkan, lahan yang seharusnya bisa untuk fondasi sudah dimakan untuk jalan umum. Ini meyebabkan apartemen yang sebanyak 40% warganya adalah mahasiswa Universitas Indonesia itu harus merelakan sebagian lahan mi-liknya untuk dipasangkan konstruksi kaki JPO. Konstruksi tersebut kondis-inya melewati pagar dan langsung memasuki area apartemen. Tidak hanya jalanan yang cukup lebar, tetapi volume kend-araan yang cukup ramai membuat menyeberang di Jalan Margonda cukup berbahaya.“Jumlahnya bisa mencapai 7.000 kendaraan di jam-jam puncak,” terang Ari. Dari hasil analisa Dinas Perhubungan Kota Depok di ruas

Page 7: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

JPO di depan Mares belum juga selesai dibangun

l a P O R A N u TA M A 07

Empat tahun lalu, Pemerintah Kota Depok menuturkan kepada Suara Mahasiswa UI akan membangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Margonda. Tiga tahun kemudian, tahun 2013 tepatnya, rangka jembatan baru dibangun. Salah satunya di depan Apartemen Margonda Residen (Mares), tak jauh dari Gang Sawo, yang sama-sama ramai diseberangi warga mau pun mahasiswa.

Jalan Margonda Raya tahun 2013, yang dibagi menjadi tiga wilayah studi, yakni wilayah studi satu, yang berfokus di daerah Siliwangi sampai Ramanda; wilayah studi dua di dae-rah Ramanda sampai Juanda; dan wilayah studi tiga di ruas jalan daerah Juanda sampai Flyover UI: total ju-mah kendaraan yang melewati mas-ing-masing wilayah studi mencapai 42.586, 79.228, dan 78.559. Jumlah Kendaraan tersebut dibagi ke dalam jenis-jenis kendaraan seperti mobil, sepeda motor, MPU (Mobil Penump-ang Umum), bus sedang, bus besar, pick up, truk sedang,truk besar, dan KTB (Kendaraan Tidak Bermotor). Masalah lain yang harus di-hadapi di Jalan Margonda Raya ada-lah kecelakaan lalu lintas. Ari men-gungkapkan, kecelakaan yang terjadi memiliki tingkat fatalitas yang tinggi. Pada tahun 2013, dari sumber data Polres Metro Kota Depok, jumlah ke-celakaan yang terjadi di wilayah Kota Depok mencapai 337. Jumlah korban mencapai 493, dengan rincian 30 korban meninggal dunia, 248 kor-ban luka berat, dan 215 korban luka ringan. JPO di depan Mares saat ini masih berupa konstruksi yang be-

lum jadi. Padahal, awal pembangu-nan konstruksi JPO ini sudah cukup lama, yakni pada tahun 2013 yang lalu, dan perencanaannya sudah dari tahun 2010. “Pembangunan kon-struksi terkendala kontraktor yang tidak profesional pekerjaannya,” un-gkap Ari. Untuk estimasi tahun 2014 ini, Pemerintah Kota Depok akan menyelesaikan pembangunan kon-struksi tersebut dengan merancang perencanaan penyelesaiannya. Selesainya JPO di depan Mares pun telah dinantikan, teruta-ma oleh warga apartemen itu sendi-ri. Hal ini diutarakan oleh Angela Tri Budhayanti Luckytasari, mahasiswa FIB UI 2011, yang bertempat-tinggal di Mares. “Perlu banget, emang, dibikin jembatan penyeberangan di depan Mares, semoga cepat selesai aja deh harapannya, karena udah beberapa bulan gitu berhenti,” ujar mahasiswi yang akrab disapa Kiki ini.

Dua Jembatan Lagi

Saat ini pemerintah Kota Depok tengah merealisasikan ren-cana mereka untuk membangun dua

JPO lagi. JPO pertama direncanakan dibangun di kampus D Gunadarma Margonda, yang akan menghubung-kan Kampus Gunadarma dengan Jalan Kapuk di seberangnya. Sedan-gkan JPO kedua direncanakan terle-tak di Apartemen Taman Melati. “JPO pertama saat ini masih dalam tahap penjajakan lahan dengan Kampus Gunadarma dan lahan di seberangnya, sedangkan untuk JPO di Apartemen Taman Me-lati sudah mendapatkan surat pem-berian lahan dari pihak apartemen dan lahan kosong di seberangnya,” terang Ari. JPO di Apartemen Taman Melati nantinya juga diharapkan bisa dimanfaatkan oleh para penye-berang jalan di Gang Sawo dan Gang Kober. “Walaupun jaraknya sedikit jauh, tapi bisa memanfaatkan JPO yang nanti letaknya disitu, karena untuk di Gang Sawo sendiri memang tidak memungkinkan untuk diban-gun JPO,” tutup Ari.***

g e r b ata m a 7 8 / / 0 6 - 2 0 1 4

Page 8: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 08 l A P O R A N u TA M A

DILEMA PENERTIBAN ANGKUTAN UMUM

OLEH: VITA MUFLIHAH FITRIYANIFOTO: HANA MAULIDA

Tak hanya angkutan umum, mobil pribadi pun suka membandel

Sanksi denda hingga kurungan nampaknya tak ampuh untuk membuat sopir angkutan umum tidak mengetem sembarangan. Alhasil, kendaraan yang menumpuk dan membuat macet jadi keadaan biasa di Jalan Margonda. Pemerintah harus ambil tindakan.

Page 9: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 09L a p o r a n u ta m ag e r b ata m a 7 0 / / 0 5 - 2 0 1 4

Tak hanya angkutan umum, mobil pribadi pun suka membandel

Empat puluh lima halaman lem-bar Peraturan Daerah (Perda) Depok tentang penertiban lalu-

lintas nampak hanya menjadi kertas biasa. Aksi pelanggaran lalu-lintas di Depok masih terbilang belum ter-atasi, terutama soal angkutan umum yang sering mangkal sembarangan di Jalan Margonda. Meski telah diatur dalam pasal 30 Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 2 Tahun 2012 perihal pangkalan angkutan umum, beberapa sopir angkutan umum bah-kan terlihat tak peduli dengan hal tersebut. Tidak tanggung-tanggung, lima pasal sanksi telah dibuat dalam perda khusus bagi para sopir yang melanggar, mulai dari denda paling banyak Rp250 ribu dan kurungan penjara maksimal 1 bulan. Arief Rachman, Staf Ba-gian Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Depok, mengatakan, selain sanksi denda dan pidana kurungan, penertiban telah dilakukan oleh Di-nas Perhubungan, baik itu pemerik-saan trayek maupun pengaturan jalan. Walau, ia sendiri mengakui, penertiban memang belum rutin dilakukan dan hanya diadakan saat kondisi sudah parah. Ketika melakukan pen-ertiban, dirinya bersama Tim Dinas Perhubungan Kota Depok mengaku kesulitan untuk menertibkan para sopir angkutan umum. “Bagaimana bisa tertib, sudah ditertibkan mereka terus-terusan balik lagi,” tukas Arief. Menik, mahasiswi Sastra Indonesia, merasa kesal melihat hal ini. Ia, yang kerap menggunakan jasa angkutan umum di Kober, mer-asa mangkel lantaran sopir angkutan umum yang seenaknya mengetem hingga membuat pejalan kaki kesuli-tan untuk menyeberang. “Memang seharusnya di-tertibkan, kan? tapi melihat kepent-ingan sopir angkot juga buat nafka-hin anak istrinya, tapi kalo misalnya diusir anak istri mereka mau makan apa?” tukas Menik kebingungan. Siahaan, salah satu sopir angkutan umum yang sering man-gkal di dekat Kober, menuturkan, pendapatan yang lebih besar jus-

tru didapat di daerah yang dilarang. Dirinya mengaku mendapat lebih banyak penumpang di gang di mana orang biasa berlalu-lalang daripada di terminal. “Kami sih, lebih milih man-gkal di sana karena penumpang me-mang lebih banyak di sana, daripada di terminal, jalur sewanya sedikit,” ujar Siahaan. Penyebabnya adalah ka-rena terlalu banyaknya angkutan umum, yang membuat persaingan semakin tinggi, sehingga membuat para sopir seringkali berebut untuk memperoleh setoran dengan ber-bagai cara, termasuk dengan menge-tem di sembarang tempat. Tata atu-ran dalam hal ini menjadi terabaikan karena tingkat persaingan semakin tinggi. Hal tersebut diakui Bam-bang Shergi, Ahli Kebijakan dan Per-encanaan Sosial FISIP UI. “Jumlah angkutan umum yang disediakan melebihi dari kebutuhan, hal itulah yang menjadi penyebab dari kend-ornya disiplin,” tutur pria yang per-nah menjabat sebagai Dekan FISIP UI ini. Selain itu, menurut Bam-bang, penegak hukum juga harus lebih aktif agar sopir angkutan umum tertib. “Kalau mereka (sopir angkutan umum—red) mau tertib, penegak hukumnya juga harus cukup dan aktif. Para sopir angkutan umum juga harus diberdayakan,” tuturnya. Bambang melanjutkan, sering melanggarnya sopir angkutan umum adalah bentuk protes mereka kepada pemerintah, karena jumlah angkutan umum yang terlalu banyak. Oleh karena itu, “(Sopir angkutan umum) butuh saluran aspirasi,” ka-tanya. Hal inilah yang membuat perda tidak berjalan. Untuk men-gatasi ini, menurutnya, pemerintah harus mendengar aspirasi dari sopir angkutan umum, selain kemudian membuat jumlah angkutan umum menjadi realistis sehingga sopir pelu-ang mendapat uang. Ahli Sosiologi Perkotaan FISIP UI, Gumilar Roesliwa menam-bahkan cara pandang lain dalam

melihat perilaku sopir angkutan umum itu. Menurutnya, budaya sopir angkutan umum bukanlah budaya warga kota yang taat hukum, mel-ainkan lebih ke budaya desa yang permisif. Para sopir angkutan umum tidak akan peduli dan mengerti den-gan undang-undang, katanya, karena yang mereka pikir hanya bagaimana cara mendapatkan penumpang. Inilah yang pada akhirnya membuat hukum seperti tidak berjalan. Permasalahan kendaraan umum yang menumpuk juga tidak terlepas dari terus berkembangnya Depok sebagai kota penyanggah Jakarta. Dan dari waktu ke waktu jumlah pendatang baru ke Depok semakin banyak. Ditambah lagi, “Ekonomi politik kita memberi ruang bagi penggunaan kendaraan kepada masyarakatnya, jadi jalan di mana-mana padet, macet, tidak efisien dari segi konsumsi energi dan polusi,” kata Gumilar. Para sopir angkutan umum mengakui keberadaan sanksi bagi sopir yang sering mengetem di sem-barang tempat. Meski demikian, me-mang sampai saat ini mereka masih santai menanggapinya lantaran be-lum pernah ada kasus sopir angkutan umum dipenjara maupun didenda akibat mangkal di sembarang tem-pat. “Sopir kalau mau ngetem atau parkir mereka ngetem saja, mereka butuhnya tempat potensial bagi penumpang. Ketika mereka di-beritahu bahwa ada undang-undang yang melarang, mereka tidak akan peduli,” terang Gumilar. Oleh karena itu, Gumilar menyarankan agar pemerintah ber-inisiatif membuat terobosan trans-portasi umum agar pola mobilisasi yang ada berubah ke arah penggu-naan transportasi masal. “Jika tidak dilakukan perubahan, biaya yang harus ditanggung negara termasuk Kota Depok akan sangat tinggi,” jika tidak begitu kemudian ia menutur-kan, “Transaksi sosial ekonomi men-jadi tidak efektif, selain itu banyak dampak-dampak mulai dari keseha-tan maupun lainnya.”***

Page 10: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 10 I n f o g r a f i sg e r b ata m a 7 8 / / 0 6 - 2 0 1 4

OLEH : GEMA NASUTION, MESEL GHEA, MUHAMAD GINANJAR, NENG ENDAH FATMAWATI, DAN RIZKA FITRIANAINFOGRAFIS : ACHMAD MAULANA IBRAHIM

Page 11: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 11i n f o g r a f i sg e r b ata m a 7 8 / / 0 6 - 2 0 1 4

OLEH : GEMA NASUTION, MESEL GHEA, MUHAMAD GINANJAR, NENG ENDAH FATMAWATI, DAN RIZKA FITRIANAINFOGRAFIS : ACHMAD MAULANA IBRAHIM

Page 12: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 12 o p i n i s k e t s a

NMS // SUMA

Page 13: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 13K E S E H ATA N

CEGAH PENYAKIT SEBELUM SAKIT

Pertimbangan diadakannya imu-nisasi dewasa ini berdasarkan tiga hal, yaitu imunisasi yang per-

nah dilakukan sejak kecil sudah tidak mempan lagi. Pertimbangan kedua karena terdapat imunisasi yang me-mang harus dilakukan berulang. Lalu terakhir, terdapat beberapa penyakit yang baru saja muncul saat dewasa. Dalam pelaksanaan imu-nisasi dewasa tidak diperlukan syarat tertentu. Imunisasi dewasa dapat di-lakukan oleh siapa saja sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Seperti marakn-ya penyakit Hepatitis B, masyarakat In-donesia dapat mengantisipasi dengan melakukan imunisasi untuk Hepatitis B ini. Begitu pula dengan mahasiswa, di tengah kesibukan dan lingkungan sekitar yang kurang baik seperti ma-kanan yang tidak sehat serta pola istirahat yang berantakan, penting sekali menanamkan kesadaran untuk memproteksi diri dengan melakukan imunisasi dewasa. Sigit Mulyono S.Kp.,M.N se-bagai Kepala Komunitas mengatakan bahwa pola pikir masyarakat kini perlu diubah. “Seharusnya bukan saya pergi ke rumah sakit untuk berobat tapi saya pergi ke rumah sakit untuk check up,” ujarnya. Untuk melakukan imunisasi dewasa ini masyarakat perlu melaku-kan pengecekan dan dari sana baru dapat diketahui jika antibody dalam tubuh sudah terpenuhi atau belum. Masyarakat Indonesia sebenarnya sudah terpapar virus penyakit dari keadaan sekitar. Namun, yang perlu dicek adalah dengan terpapar kead-aan tersebut menimbulakan antibody atau sebaliknya. Jika tidak, disini imu-nisasi sangat diperlukan. “Sekarang kita bisa lihat masyarakat usia produktif mulai ber-

imunisasi juga menurutnya menjadi faktor minimnya masyarakat yang mau memproteksi dirinya dengan imunisasi. Untuk satu kali imunisasi HPV saja, safitri harus mengeluarkan uang sekitar tiga juta rupiah. Sedang-kan imunisasi ini perlu dilakukan be-berapa kali. Namun, terlepas dari ma-halnya biaya imunisasi ini, bagi Safitri sendiri dengan melakukan imunisasi berpengaruh kepada kepercayaan diri bahwa tubuhnya tidak berisiko terkena kanker serviks. Senada den-gan Safitri, Verdina, salah satu ma-hasiswa yang pernah melakukan imunisasi mengatakan bahwa saat melakukan imunisasi untuk umrah di-rinya menjadi lebih percaya diri tidak akan sakit ketika beribadah. Berbicara mengenai efek samping, selama ini, terdapat ang-gapan dalam masyarakat bahwa imu-nisasi menimbulkan efek samping seperti demam. Ternyata, demam terjadi karena tubuh sedang dalam proses pembentukan antibody atau disebut dengan minor reaction. Saat demam terjadi ini justru dapat dikata-kan bahwa saat itu imunisasi berhasil. “Tidak ada efek samping. Imunisasi itu sudah melalui proses pengujian yang sangat baik,” kata Sigit Mulyo-no. Imunisasi memang meru-pakan cara yang paling efektif dan strategis menyehatkan masyarakat. Terlebih jika ditunjang dengan pola perilaku sehat yaitu makan yang baik, tidur yang cukup serta berolahraga rutin. Bukan tidak mungkin suatu saat negara ini memiliki generasi yang tidak hanya pintar tapi juga se-hat. Tidak ada lagi masyarakat dewa-sa yang rentan terkena penyakit. ***

guguran. Usia 40 tahun sudah mulai terkena penyakit yang cukup berat,” ucap Sigit Mulyono. Hal ini juga di-karenakan gaya hidup tidak sehat dan kurangnya perhatian terhadap usaha preventif dalam bidang kes-ehatan oleh pemerintah. Angka ke-matian ibu dan anak serta penyakit pada masyarakat Indonesia bukan semakin menurun akan tetapi ber-tambah. Negara tetangga, Australia, memiliki usaha preventif yang san-gat baik dalam bidang kesehatan. Sejak taman kanak-kanak, penyulu-han kesehatan sudah mulai dilaku-kan dan bersifat terus menerus. Sebagai hasilnya, persentase untuk persebaran penyakit TBC misalnya, dibawah 5% sedangkan Indonesia sendiri mencapai 20%. Sayangnya, pemerintah masih memfokuskan diri pada hal yang ketiga yaitu pengobatan. Dana untuk pengobatan dengan dana un-tuk melakukan usaha preventif dan promosi kesehatan terdapat per-bedaan yang cukup jauh. Hal terse-but tentu menyebabkan kurangnya pemahaman masyarakat. Dalam kasus imunisasi dewasa ini saja, pro-mosi yang dilakukan tidak segencar imunisasi anak. Imunisasi dewasa bahkan cendrung dilakukan secara terpaksa seperti imunisasi tetanus bagi ibu hamil. Pemerintah mewa-jibkan untuk melakukan imunisasi bukan berdasarkan kesadaran dalam diri masyarakat. Safitri, salah satu maha-siswa yang melakukan imunisasi Hu-man Papilloma Virus mengatakan bahwa memang benar kesadaran untuk imunisasi masih kurang. “Saya melakukan imunisasi karena disuruh dokter supaya tidak terinfeksi kanker serviks,” ujarnya. Selain itu, mahalnya

Masyarakat Indonesia, terutama ibu dengan anak bayi hingga balita tentu akrab dengan imunisasi anak. Umumnya, masyarakat peduli dengan imunisasi anak. Sebaliknya, mengacuhkan imunisasi dewasa. Padahal, Indonesia masih termasuk kedalam Negara dengan masyarakat dewasa yang rentan.

OLEH : KIANTI AZIZAH

Page 14: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

Membicarakan tantangan, hak dan kewajiban perempuan secara global tidak terlepas

dari apa yang disebut dengan emansi-pasi atau usaha menuntut persamaan hak dan feminisme. Kemungkinan besar, sebagian besar masyarakat di Indonesia merasa bahwa emansipasi perempuan sudah terlaksana sepe-nuhnya dan para kaum feminis, yang memperjuangkan hak-hak peremp-uan di ruang publik, sudah tak lagi dibutuhkan perjuangannya. Tapi apa-kah memang betul demikian? Dalam bukunya yang ber-judul Filsafat Berperspektif Feminis, Gadis Arivia membagi feminisme ke dalam tiga gelombang besar. Gelom-bang pertama adalah gelombang awal dari perjuangan perempuan menuntut kesetaraan. Dimulai dari akhir abad ke-18, para feminis pada masa itu memperjuangkan hak per-empuan untuk memperoleh pendidi-kan yang sama dengan para pria, hak berbicara di ruang publik, pemenuhan hak yang sama dalam pekerjaan dan

sebagainya. Pada gelombang kedua, perbedaan di antara perempuan dan pria mulai menjadi sorotan dan para feminis mulai berusaha merumuskan cara pandang terhadap perempuan melalui kacamata perempuan sendiri. Terakhir, di gelombang ketiga, pe-mikiran feminis berkembang semakin luas. Munculnya sebuah kesadaran bahwa lingkungan keluargalah yang seringkali membentuk identitas per-empuan sebagai gender kelas kedua setelah laki-laki. Kesadaran bahwa pintu ruang publik terbuka bagi kaum Adam ketika mereka telah dewasa namun tidak terbuka bagi peremp-uan sehingga perempuan harus hidup dengan kemungkinan-kemungkinan yang terbatas. Tentu saja ketiga gelom-bang di atas adalah penggolongan atas proses perjuangan kaum femi-nis di Eropa dan Amerika, benua dari negara-negara yang tergolong sudah maju. Lalu bagaimana dengan hak perempuan di Indonesia? Mari kita li-hat melalui beberapa point yang ada.

Hak untuk perempuan berpartisipasi di kursi pemerintahan sudah menin-gkat dari tahun-tahun sebelumnya. Kini perempuan diberikan hak sebe-sar 30% atas kursi legislatif di pemer-intahan. Meskipun sudah meningkat jumlah perempuan di pemerintahan tetapi belum semua kuota 30% pers-en tersebut terpenuhi. Padahal se-harusnya pun perempuan tidak hanya sekedar diberikan kuota sebesar 30%. Permasalahan perempuan masa kini tidak hanya berhenti di situ. Depar-temen Kesehatan Indonesia, melalui websitenya, menyatakan bahwa per-masalahan kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan perempuan dan masalah kesehatan masih men-jadi program utama yang harus ditun-taskan dalam periode pemerintahan 2009-2014. Belum termasuk masalah pendidikan kesetaraan gender yang belum akrab bagi masyarakat Indone-sia. Bagi kaum akademis, pembahasan mengenai permasala-han gender pastilah telah menjadi

TANTANGAN PEREMPUAN INDONESIA DI ABAD KE-21Habis gelap terbitlah terang, begitu judul buku yang berisi surat-surat Kartini. Terang itu adalah sebuah emansipasi untuk kesataraan. Namun perempuan Indonesia harus menghadapi tantan-gan sebelum menghidupkan cahaya.

OLEH: JOHANNA G.S.D. POERBA, ILMU SEJARAH

14 A N A L I S I S

Page 15: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 15A N A L I S I S

“makanan sehari-hari”. Permasala-han gender yang ada di Indonesia, oleh kaum terpelajar, diberi julukan spider-web. Mengapa spider-web? Karena begitu luasnya permasala-han gender hingga hampir setiap aspek kehidupan masyarakat dapat berkaitan dengan permasalahan dis-kriminasi gender. Seperti kasus pada paragraf sebelumnya, dalam aspek politik, ada ketimpangan gender di sana. Begitu pula dalam aspek pen-didikan, kesehatan, mata pencaha-rian dan lainnya. Melihat kondisi saat ini maka menurut saya, perjuangan meraih kesetaraan bagi perempuan Indonesia masihlah berada dalam gelombang pertama. Spider-web tersebut ada-lah tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh kaum perempuan In-donesia. Ya, itu benar. Namun ke-mudian penulis berpendapat bahwa sebelum menjawab tantangan-tan-tangan yang berat tersebut, kaum perempuan Indonesia harus bersama menjawab satu tantangan terlebih

dahulu. Tantangan tersebut adalah membangkitkan kesadaran. Men-gapa sulit bagi perempuan Indonesia untuk saling bergandengan tangan dan melampaui tantangan-tantan-gan spider-web tersebut adalah kare-na kesadaran akan kesetaraan yang sudah merupakan hak dasar bagi perempuan belum menyentuh alam pemikiran semua perempuan di Indo-nesia. Semua perempuan Indonesia yang mendapatkan pendidikan dasar kemungkinan besar akan mengeta-hui Kartini dan emansipasi meskipun hanya sekilas. Namun banyak yang di kemudian hari mengingat eman-sipasi hanya sebagai teori mati yang sekadar perlu dihapalkan semen-tara dalam kehidupan sehari-harinya mereka tenggelam dalam budaya patriarki. Maka dari itu, menurut pe-nulis, tantangan pertama yang harus diatasi oleh kaum perempuan di In-donesia adalah saling mengingatkan, saling menyadarkan dan menjaga agar nilai-nilai emansipasi yang sebe-narnya sudah diperoleh oleh kaum perempuan dapat tidak hanya diin-gat melainkan juga diterapkan dalam hidup sehari-hari guna mencapai kes-etaraan yang sesungguhnya. Mungkin kebanyakan feminis Indonesia pada saat ini setuju dengan statement bahwa per-masalahan gender yang menyerupai spider-web tersebut hanya dapat diberantas dengan cara dituntaskan bersama-sama. Bagaimanapun juga, memperbaiki ketimpangan gender pada seluruh aspek kehidupan se-cara bersama-sama akan menghabis-kan waktu yang begitu lama. Penu-lis tidak akan menyatakan bahwa proses ini salah namun saya sendiri berpendapat bahwa pendidikan kes-etaraan gender adalah jawaban yang sama tepatnya untuk masa ini. Sep-erti yang telah dipaparkan pada par-agraf sebelumnya, tantangan perta-ma bagi perempuan Indonesia yang menurut saya harus dituntaskan ada-lah membangkitkan kesadaran kaum perempuan Indonesia akan keseta-raan. Cara terdekat untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan diterapkannya pendidikan keseta-raan gender sejak dini. Jika saja pada sekolah menengah pertama hingga menginjak perguruan tinggi, setiap perempuan dan laki-laki di Indonesia menerima pendidikan berwawasan

kesetaraan gender maka pola pe-mikiran patriarki yang selama ini me-lekat dalam lingkungan masyarakat dan keluarga di Indonesia dapat terkikis secara perlahan. Selain itu tantangan pertama bagi perempuan akan terlampaui sudah. Jika tantangan pertama dari permasalahan gender di Indo-nesia sudah terjawab maka kaum perempuan dapat bekerja sama dengan lebih baik untuk menjawab tantangan-tantangan lainnya. Ditam-bah pula dengan kemungkinan untuk bekerja sama dengan kaum pria yang

Mengapa sulit bagi perempuan Indonesia untuk saling bergan-dengan tangan dan melampaui tantan-

gan-tantangan spider-web tersebut adalah

karena kesadaran akan kesetaraan yang sudah merupakan hak dasar bagi perempuan

belum menyentuh alam pemikiran se-mua perempuan di

Indonesia.

sudah terbuka wawasannya akan kesetaraan gender. Penulis yakin pendidikan kesetaraan gender dapat menjadi salah satu solusi atau jawa-ban dari tantangan yang dihadapi oleh perempuan di abad ke-21 ini.***

Page 16: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 16 M I N AT

KARENA PENDERITA KUSTA TAK BOLEH DIDISKRIMINASI

Tingginya prevalensi penyakit kusta di Indonesia tidak hanya sebatas masalah kesehatan. Di sisi lain, kusta menimbulkan masalah diskriminasi. Itulah yang membangkitkan komunitas independen dari mahasiswa berna-ma Leprosy Care Community University of Indonesia (LCC UI) dengan misi mengurangi diskriminasi penderita kusta.

OLEH : MELATI SUMA PARAMITAFOTO: MUHAMMAD TOHA SANTOSO

Berdiri sejak 14 Februari 2010, LCC UI digagas oleh relawan dari Jepang bernama Yuta

Takashima bersama sepuluh orang mahasiswa UI. Memang, pada tahun 2011 saja Indonesia menempati uru-tan ketiga jumlah pengidap kusta terbanyak di dunia dengan jumlah 17.260 kasus, setelah India dan Bra-sil. Sedangkan di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki urutan teratas. Disusul oleh Myanmar dan Filipina. Hal inilah yang kemudian membuat Yuta mendirikan komunitas peduli kusta di Indonesia. Umarotun Niswah, selaku General Manager LCC UI menjelaskan bahwa kusta atau lepra merupakan penyakit menular yang paling sulit untuk ditularkan. Kusta disebabkan oleh mycobacterium leprae, semacam bakteri yang menyerang syaraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. “Menurut penelitian, risiko seseorang untuk terkena kusta ada-lah 5%. Dari angka tersebut, hanya sekitar 3% yang bisa menularkannya ke orang lain. Hal itu didukung kondi-

si lingkungan. Misalnya jika tinggal di tempat dengan sanitasi yang buruk,” jelas Uma yang saat ini adalah maha-siswi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Uma menjelaskan bahwa penderita kusta dapat pulih selama kurang lebih sembilan bulan. Hal itu jika penderita bersedia mengikuti perawatan secara intensif. Tetapi ke-mudian, timbul efek diskriminasi. “Mengapa akhirnya jadi diskriminasi? sebenarnya karena tampilannya. Pertama karena pasien diobatin menggunakan multi-drug treatment dengan efek membuat badan menghitam. Lalu kemungki-nan cacat. Bakteri kusta menyerang syaraf dan membuat penderita mati rasa jika terkena sesuatu. Contohnya bara api atau terkena paku. Yang mereka tau tiba-tiba sudah luka. Bahkan ada yang sampai perlu di am-putasi. Akhirnya meninggalkan cacat yang terbawa seumur hidupnya,” je-las Uma. Uma mengatakan bah-wa hal ini cenderung terjadi di masyarakat kelas ekonomi menen-

gah kebawah. Terutama mereka yang tidak mengerti dan masih hidup di pedalaman dengan berbagai ke-percayaan. “Penderita kusta banyak yang dibuang sama keluarganya sendiri di satu tempat. Biasanya di dekat rumah sakit kusta. Ada yang pas terkena kusta mau di pasung, ka-rena banyak orang yang masih men-ganggap kusta itu penyakit kutukan. Ada yang diceraikan, enggak di urus, nggak diakui sebagai warga. Ketika mencari kerja juga sulit karena per-nah terkena kusta,” tutur Uma.

Bergerak Lewat “Workcamp”

Misi mengurangi diskrimi-nasi ini diaplikasikan LCC UI dalam kegiatan workcamp. Hingga kini, workcamp diadakan LCC UI setiap ta-hun di beberapa lokasi tempat ting-gal para pengidap kusta seperti Sita-nala, Tuban, Mojokerto, dan Jepara. “Ada dua kegiatan uta-ma, work dan camp. Work-nya, kita bangun sarana atau fasilitas yang

Page 17: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 17M I N AT

memudahkan orang yang terkena kusta. Misalnya membangun jalan dan memperbaiki toilet. Camp-nya, kita home visit ke rumah mereka dan mendengarkan cerita mereka. Su-paya mereka percaya kalau orang di luar sana masih ada yang peduli sama mereka,” tutur Uma.

Hingga kini, Uma menje-laskan bahwa sebanyak 70 orang relawan mahasiswa telah bergabung dalam kegiatan workcamp. Tidak han-ya dari UI, para relawan juga berasal dari Universitas Airlangga, Universi-tas Diponegoro, dan dari Bengkulu. Tentu para relawan telah melewati proses seleksi dan edukasi mengenai kusta. Dalam melaksanakan workcamp, LCC UI bekerja sama dengan Sasakawa Memorial Health Foundation dan Gerakan Peduli Disa-bilitas Indonesia (GPDLI). Untuk pen-danaan, LCC UI bergerak lewat usaha fund raising dan donasi. Bagi Pemer-intah, Kusta Bukan Prioritas.

“Mengapa akhirnya jadi diskriminasi?

sebenarnya karena tampilannya. Pertama

karena pasien dio-batin menggunakan

multi-drug treatment dengan efek mebuat badan menghitam”

Uma sempat menying-gung soal angka prevalensi kusta di Indonesia yang sudah menurun. Se-hingga kusta bukan menjadi fokus utama Kementerian Kesehatan RI, seperti penyakit DBD, HIV, dan ma-laria. Padahal bahwa target utama LCC UI tahun ini adalah meningkat-

kan atensi mahasiswa UI mengenai isu diskriminasi penderita kusta.“Mengapa akhirnya jadi diskrimi-nasi? sebenarnya karena tampilan-nya. Pertama karena pasien diobatin menggunakan multi-drug treatment dengan efek membuat badan meng-hitam. Lalu kemungkinan cacat. “Bukan salah teman-teman enggak tau soal isu ini. Kemenkes mengakui di website mereka kalau ini memang bukan jadi fokus utama. Enggak banyak juga komunitas yang bergerak disini,” jelas Uma. Untuk mengantisipasi hal ini, Uma mengatakan bahwa LCC UI terus bergerak untuk menarik rela-wan. “Banyak proses pembelajaran di sini, juga hal-hal yang luput dari pan-dangan kita. Dengan menarik seban-yak mungkin volunteer,mereka bisa ngerasain sendiri dan menyampaikan ke orang lain bahwa mereka (pend-erita kusta—red) enggak berhak loh untuk didiskriminasi. Sebenarnya itu pesan yang ingin kita sampaikan ke teman-teman,” tutup Uma.***

Profil LCC yang dipamerkan di Pengmas Expo FTUI pada Kamis 8 Mei lalu

Page 18: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 18 R E S E N S I

PETUALANGAN MENEMUKANJATI DIRIJudul : Peter Nimble and His Fantastic EyesPengarang : Jonathan AuxierPenerbit : Gramedia Pusaka UtamaTebal : 432 halaman, 20 cmTahun terbit : Januari 2014

Masa kecil Peter Nimble rumit. Matanya dipatuk habis oleh seekor gagak ketika bayi,

kemudian ia mulai menafkahi dirinya dengan mencuri ketika belajar mer-angkak. Bakatnya tidak masuk akal memang. Mr. Seamus yang tertarik dengan bakat alami Peter melatihn-ya menjadi pencuri buta yang sangat hebat. Meski begitu, Peter tetaplah anak baik yang sebenarnya tidak in-gin merampok. Pada suatu siang, Peter menjalankan aksinya di dalam keru-munan orang yang sedang menden-garkan penjelasan seorang pedagang keliling. Peter lantas tertarik dengan sebuah peti terkunci, yang memiliki aroma benda berharga, milik peda-gang keliling itu. Peter mencuri peti tersebut, kemudian Peter membuka peti dan meraba isinya. Awalnya ia menduga isi peti ini hanyalah enam butir telur, ternyata itu merupakan tiga pasang bola mata ajaib. Peter mencoba sepasang bola mata perta-ma, dia tidak merasakan perubahan dari penglihatannya. Meski begitu, Peter merasakan dengan indra lain-nya bahwa ia telah berpindah tem-pat. Ternyata Peter dibawa ke Danau Galau oleh Mr. Pound, pedagang ke-liling yang ia curi petinya, dan Profe-sor Cake sang penjaga Danau Galau. Peter mendapat perintah khusus dari Profesor Cake untuk pergi ke kera-jaan Hazelport dan menyelamatkan kerajaan dari kehancuran. Profesor Cake juga mengundang Sir Tode, seorang kesatria yang memiliki kutu-

kan setengah kuda dan kucing, untuk menjadi sahabat Peter dalam perjala-nannya mengarungi samudra. Profe-sor Cake berpesan untuk menemu-kan takdir sejati Peter diluar sana Banyak hal mustahil dan tidak terduga yang mereka temu-kan sepanjang petualangan mereka menyelamatkan kerajaan Hazelport. Mulai dari sepasukan gagak yang mereka kira akan membunuh mere-ka, tetapi malah menyelamatkan hidup Peter dan Sir Tode; segerom-bolan pencuri yang membantunnya, tetapi malah menjebak Peter; hingga dua pasang mata lainnya yang dapat berfungsi dengan tepat ketika dibu-tuhkan. Peter kemudian bertemu dengan Putri Peg yang bersembunyi dari kekuasaan pamannya bersama suku yang hilang. Sepuluh tahun yang lalu, Paman Peg membunuh serta merebut kekuasaan Raja Ha-zelport, dan dibawah pemerintahan-nya Hazelport dipimpin dengan tidak adil. Pertemuan Peg dengan Peter mengungkap bahwa Peter merupa-kan kembaran Peg, yaitu pangeran yang telah hilang. Peter dihadapkan dengan pilihan yang sulit, yaitu un-tuk berperan sebagai pangeran atau pencuri. Akhirnya, Peter memilih ked-uanya. Dengan taktik pencuri milik Peter dan bantuan Putri Peg, mereka berhasil merebut kembali kerajaan-nya. Menggunakan mata ajaib yang ketiga, Peter dapat melihat kembali Seperti pada umumnya penggambaran novel fiksi fantasi, ce-rita ini pun tertuang dengan sangat

detil hingga kita dapat dengan mu-dah mengikuti imajinasi penulis. Hal yang berbeda pada novel ini diband-ingkan yang lain mungkin terletak pada penggambaran yang ditulis berdasarkan indra yang dimiliki Pe-ter, penciuman yang tajam, telinga yang jeli dan sentuhan yang sensitif. Kita akan dibawa dalam sensasi dunia butanya yang tidak memiliki warna dan bentuk. Hanya ada terkaan dan bayangan akan apa yang ‘dilihat’ oleh Peter menggunakan berbagai indra miliknya. Pada bagian awal, alur novel ini terkesan sangat lam-bat dan membosankan, akan tetapi pada bagian pertengahan hingga akhir cerita, tempo alurnya semakin cepat dan petualangan Peter Nimble semakin seru. Petualangan Peter Nimble adalah gambaran seorang pemuda yang sedang menghadapi dunia baru untuk menemukan tempatnya di du-nia tersebut. Mata Peter yang buta merupakan lambang dari kebutaan seorang pemuda akan pengetahuan dunia baru tersebut. Peran Mr. Sea-mus dan Profesor Cake bagaikan se-orang guru bagi Peter yang menga-jarkan tindakan salah dan benar, dan peran sepasukan gagak merupakan gambaran pengalaman yang diang-gap buruk tapi malah memberikan efek yang baik di masa depan dan peran pencuri merupakan pengala-man yang menyenangkan tapi mem-berikan efek yang buruk di masa mendatang.***

OLEH : MESEL GHEA HILYATI NISRIN

Page 19: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4 19A d v e r t o r i a l

Semakin sulitnya mencari pekerjaan belakangan ini membuat para pencari kerja dirundung putus asa. Maklum saja, se-makin banyak pencari kerja berderet dalam antrean, sementara penambahan lapangan kerja tak bertumbuh mengiringi. Jika setiap orang berpikir harus mencari pekerjaan seusai menempuh pendidikan, memang pekerjaan bakal saemakin

sulit didapat. Lapangan pekerjaan yang tersedia tidak akan mampu menutup jumlah pencari kerja yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Jumlah lapangan kerja yang tidak sebanding dengan pencari kerja inilah yang dinilai menjadi penyebab pen-gangguran semakin meningkat. Untuk itulah angkatan kerja mestinya mencoba membuat lapangan kerja sendiri dengan ber-wirausaha. Berwirausaha merupakan suatu pekerjaan yang kini marak untuk dijalani. Karena dengan berwirausaha tidak akan ada batasan waktu dan tidak dibatasi waktu. Anda bisa mengatur sendiri Wirausaha yang Anda jalani. Namun, Anda juga harus punya komitmen yang kuat, agar wirausaha Anda lebih maju. Sebuah Komitmen juga merupakan salah satu dari Kunci Sukses dari sebuah keberhasilan Wirausaha Anda. Untuk lebih lengkapnya silahkan Anda simak Kunci Sukses dalam Wirausaha:

1. Komitmen Yang Kuat Yang pertama kali Anda harus punya ialah sebuah komitmen yang kuat un-tuk membangun wirausaha. Dengan komitmen yang kuat Anda pasti tidak akan mundur ditengah jalan. Karena sebuah wirausaha dibangun dengan waktu yang cukup lama untuk dike-nal. Namun itu juga tergantung dari segala aspek.

2. Pengetahuan khusus

Memiliki pengetahuan khusus yang terkait dengan bisnis yang akan jalan-kan adalah penting untuk diketahui. Dengan mengetahui seluk-beluk produk atau jenis market tertentu, Anda akan terjauh dari kegagalan dari usaha yang Anda jalankan. Akan tetapi, jika kurang pengetahuan dari bisnis yang akan Anda jalankan, Anda akan membuat keputusan yang kurang baik, dan terus berusaha be-lajar dari kesalahan, karena bukanlah hal yang mudah bagi seorang wirau-saha. 3. Keuletan Dan Kepintaran

Kemampuan selanjutnya untuk menjadi seorang wirausaha sukses harus memiliki kepintaran dan keu-latan dalam menjalankan bisnis atau produksi. Karena dengan itu, Anda bisa melihat prospek dan kejelian dalam memasarkan atau menjalan-kan wirausaha Anda.

4. Kepercayaan Diri

Percaya diri dalam menjalankan wirausaha tentu harus dimiliki se-orang wirausahawan, karena dengan kepercayaan dirinya, dia akan yakin dengan bisnis atau wirausaha yang akan dijalankan bisa sukses.

5. Kreatifitas dan Ide

Ide dan kreatifitas adalah hal penting dalam menjalankan bisnis. Kreatifi-tas dan ide juga akan menentukan sebuah kesuksesan dan keberhasilan seorang wirausahawan dalam men-jalankan wirausahanya.

6. Mempunyai Motivasi Yang Tepat

Dengan mempunyai Motivasi, se-orang wirausahawan akan menjadi terdorong untuk menjadikan usahan-ya sukses. Motivasi bisa apa saja, tapi harus yang tepat dan baik, misalnya ingin membeli sebuah Mobil yang di mimpikan, atau apapun impian Anda.

7. Pintar Melihat Peluang

Kunci sebuah kesuksesan juga den-gan pintar melihat peluang usaha yang baik dan paling menguntung-kan. Dan biasa nya orang yang gagal dalam ber-wirausaha adalah dengan mengikuti produk atau usaha diseki-tarnya tanpa menonjolkan sebuah kelebihan dan keistimewaan.

8. Etika

Etika adalah faktor terbesar yang didengar prospek terhadap perusa-haan untuk jangka panjang. Rekan – suplier, konsumen, karyawan, bankir, pemegang saham – tidak suka ber-hubungan dengan pelaku usaha yang tidak jujur. Mereka akan sulit meng-hilangkan sakit hatinya dan harus selalu waspada. Kejujuran dan etika adalah benih kepercayaan dan ketika orang lain mulai mempercayai Anda, banyak pintu yang akan terbuka.

9. Kepemimpinan

Seorang wirausahawan harus bisa menjadi seorang pemimpin. Kepem-impinan adalah kualitas yang mem-berikan panduan dan inspirasi bagi mereka yang melihat ke arah Anda. Banyak orang yang beruntung terla-hir dengan kualitas kepemimpinan. Bagi yang lain, merupakan keter-ampilan yang didapat dari kerja keras dan pengalaman. Bagaimanapun, tidak ada wirausahawan berhasil tanpa kualitas kepemimpinan untuk memotivasi orang yang bekerja den-gannya, dorong mereka untuk mem-berikan yang terbaik dan tentukan arah kemana mereka melangkah.

Dan itulah Kunci Sukses Wirausaha, mudah-mudahan tips Sukses diatas dapat membantu Anda yang akan menjalankan usaha dan bisnisnya. Semoga Sukses

KUNCI SUKSES BERWIRAUSAHA

Page 20: Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

Dapatkan kesempatan tulisan anda dipublikasikan di Web suaramahasiswa.com dan Buletin Gerbatama:

Ini UI!.

Kirimkan tulisan [email protected]

dengan mencantumkan nama lengkap,fakultas, jurusan, nomor pokok mahasiswa dan angkatan.

20 o p i n i f o t o

JALAN MENUJU PENGETAHUANHANA MAULIDA