geologi regional grobogan dan blora

8
KONDISI GEOLOGI UMUM KABUPATEN GROBOGAN DAN KABUPATEN BLORA 1. FISIOGRAFI KABUPATEN GROBOGAN DAN KABUPATEN BLORA Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan sudah sejak lama dikenal sebagai daerah tambang minyak bumi, yang dieksploitasi sejak era Hindia Belanda. Bahkan Kabupaten Blora mendapat sorotan internasional ketika di kawasan Blok Cepu ditemukan cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel. Secara fisiografis Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora tersusun dari daerah morfologi dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan,dari rangkaian Zona Rembang (Pegunungan Kapur Utara). Sedang di bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan. Rangkaian pegunungan ini tersusun atas sedimen laut dalam yang terlipatkan dan tersesarkan secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Kedua pegunungan tersebut terpisahkan oleh suatu depresi yang disebut sebagai Zona Depresi Randublatung. LOKASI EBA UKL_UPL

Upload: siddhi-saputro

Post on 05-Dec-2014

933 views

Category:

Documents


194 download

TRANSCRIPT

Page 1: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

KONDISI GEOLOGI UMUM KABUPATEN GROBOGAN DAN

KABUPATEN BLORA

1. FISIOGRAFI KABUPATEN GROBOGAN DAN KABUPATEN

BLORA

Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan sudah sejak lama dikenalsebagai daerah tambang minyak bumi, yang dieksploitasi sejak era HindiaBelanda. Bahkan Kabupaten Blora mendapat sorotan internasional ketika dikawasan Blok Cepu ditemukan cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel.

Secara fisiografis Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora tersusundari daerah morfologi dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan,dari rangkaian ZonaRembang (Pegunungan Kapur Utara). Sedang di bagian selatan juga berupaperbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yangmembentang dari timur Semarang hingga Lamongan. Rangkaian pegununganini tersusun atas sedimen laut dalam yang terlipatkan dan tersesarkan secaraintensif membentuk suatu antiklinorium.

Kedua pegunungan tersebut terpisahkan oleh suatu depresi yang disebutsebagai Zona Depresi Randublatung.

LOKASI EBAUKL_UPL

Page 2: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (Bemmelen, 1949)

Randublatung zone merupakan suatu depresi yang terbentuk akibatadanya tektonik diantara Kendeng zone dan Rembang zone pada Pleistosendengan litologi berupa lempung dan lanau. Sedangkan Rembang zone sendirimerupakan suatu antiklinorium dengan kecenderungan mengarah dari barat ketimur.

Zona Kendeng pada Miosen Awal merupakan zona tektonik aktif dandalam,Kendeng zone masuk dalam Cekungan Jawa Timur. Cekungan inimengalami gaya ekstensi pada Paleosen dan menghasilkan banyak sesar turunsehingga terbentuk morfologi perbukitan dan morfologi dataran rendah . PadaNeosen, cekungan ini mengalami gaya kompresi sehingga terjadilah reaktivasisesar turun menjadi sesar-sesar naik dan lipatan-lipatan yang pada akhirnyamenjadi antiklinorium.

Litologi atau lapisan batuan/tanah yang terdapat pada zona ini terdiri darijenis batuan sedimen yang bersifat silisiklastik, karbonat (batugamping), batulempung dan napal laut dalam, serta jenis sedimen asal daratan,yang berupaendapan aluvial,.

2. GEOLOGI REGIONAL

Secara umum sejarah geologi dan urutan pengendapan sedimen

(tektonostratigrafi) di Kabupaten Grobogan dan kabupaten Blora yang sering

disebut dengan blok Cepu dan merupakan bagian dari Cekungan Jawa Timur

Utara dapat dirinci sebagai berikut :

Dimulai dari fase rifting yang terjadi setelah tumbukan Kapur hingga

Eosen Tengah yang membentuk half graben system berupa pola tinggian dan

rendahan yang merupakan dasar dari endapan sedimen yang terbentuk. Pola

tinggian dan rendahan tersebut yaitu dari utara ke selatan : Pati Stable Shelf

(Bawean Arch), Pati Trough, Purwodadi High, Kening Trough, Cepu High dan

Ngimbang Basin.

Pada Eosen – Oligosen Awal mulai diendapkan Formasi Ngimbang

berupa endapan klastik batupasir dan serpih. Kemudian pada akhir Oligosen

Awal – Miosen Awal diendapkan Formasi Kujung Bawah dan Formasi Prupuh,

terdiri dari napal dan batugamping di beberapa tempat tumbuh sebagai terumbu.

Pada Miosen Awal diendapkan Formasi Tuban terdiri dari batulempung

gampingan dengan sisipan napal. Sampai awal dari Miosen Tengah diendapkan

Formasi Tawun terdiri dari endapan klastik halus (serpih) dan sisipan tipis

batugamping orbitoid. Pada umur Miosen Tengah ini dimulai terjadi fase

compressional – inversion yang ditunjukkan dengan adanya pengangkatan dan

perlipatan serta di beberapa tempat terjadi erosional. Mulai Miosen Tengah –

Page 3: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

Miosen Akhir diendapkan Formasi Ngrayong, Bulu dan Wonocolo terdiri dari

facies klastik dan batugamping yang merupakan facies regresi dan dibeberapa

tempat saling silang jari. Pada akhir kala ini di beberapa tempat tidak terjadi

pengendapan (hiatus). Miosen Akhir diendapkan Formasi Ledok terdiri dari

batupasir dan klastik halus, serta batugamping. Selanjutnya Pliosen diendapkan

Formasi Ledok dan Mundu terdiri dari napal dan klastik halus. Di beberapa

tempat Formasi Ledok diendapkan secara tidak selaras. Kemudian pada Plio –

Pleistosen terjadi fase compresional – Wrenching / thrusting yang merupakan

puncak kegiatan tektonik yang membentuk lipatan dan sesar-sesar naik di

selatan (Zona Kendeng) serta teraktifkannya sesar-sesar tua yang berarah N 70º

E membentuk blok-blok sesar geser yang berasosiasi dengan lipatan

antiklinorium dan sesar naik / turun di Zona Rembang, bersamaan pengendapan

terakhir Formasi Lidah yang terdiri dari klastik halus.

Kondisi geologi di kawasan kedua kabupaten tersebut sangat dipengaruhi

oleh aktifitas tektonik pada kala Miosen Awal – Miosen Tengah, hal ini dapat

dilihat dari kondisi perlipatan yang menyebabkan terangkatnya beberapa formasi

ke permukaan dan tererosi (Miosen Tengah – Pleistosen), disamping itu

diinterpretasikan terjadi beberapa patahan.

Aktifitas tektonik di kawasan ini menjadi sangat menarik dalam kaitannya

terhadap Petroleum System, karena kritikal tektonik dan preservasi hidrokarbon

nampaknya tidak hanya terjadi satu kali akan tetapi kemungkinan bisa lebih.

Adapun gejala tektonik tersebut adalah pada kala Miosen Tengah – Miosen Atas

dan Pliosen / Pleistosen, sebagai akibat banyak dijumpai beberapa perangkap

stratigrafi yang kemudian diaktifkan menjadi perangkap kombinasi.

Page 4: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara

Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utarapada umumnya berarah Barat – Timur, sedangkan struktur patahannyaumumnya berarah Timur Laut – Barat Daya dan ada beberapa sesar naikberarah Timur – Barat.

Zona pegunungan Rembang – Madura (Northern Java Hinge Belt) dapatdibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern RembangAnticlinorium) dan bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).

Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuatdibandingkan dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai FormasiTawun, bahkan kadang – kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan daridaerah ini terletak antara lain struktur – struktur Banyubang, Mojokerep danNgrayong.

Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalurpositif yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapatlapangan – lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan :Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga antiklin – antiklinNgronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalurpositif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus,Trembes, Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo, Ngasem – Dander, danNgimbang High.

Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yangdapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut

– Timur Tenggara.

Page 5: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

2. Bagian Barat, yang masing – masing porosnya mempunyai arah Barat –timur dan secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arahbarat ataupun ke arah timur.

3. STRATIGRAFI REGIONAL

Litostratigrafi Tersier di Cekungan Jawa Timur bagian Utara secara umumdan rincian stratigrafi Cekungan Jawa Timur bagian Utara dari Zona Rembangyang disusun oleh Harsono Pringgoprawiro (1983) terbagi menjadi 15 (limabelas) satuan yaitu Batuan Pra – Tersier, Formasi Ngimbang, Formasi Kujung,Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, FormasiBulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Selorejo,Formasi Paciran, Formasi Lidah dan Undak Solo. Pembahasan masing – masingsatuan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

Formasi Kujung

Tersusun oleh serpih dengan sisipan lempung dan secara setempatberupa batugamping baik klastik maupun terumbu. Diendapkan pada lingkunganlaut dalam sampai dangkal pada kala Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.

Formasi Prupuh

Tersusun dari batugamping warna abu-abu, bersifat klastik sebagian nonklastikdan diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai dalam pada kala MiosenAwal.

Formasi Tuban

Tersusun oleh lapisan batulempung dengan sisipan batugamping. Semakin keselatan berubah menjadi fasies serpih dan batulempung (Soejono, 1981, dalamPanduanFieldtrip GMB 2006). Diendapkan pada lingkungan neritik sedang-neritikdalam.

Formasi Tawun

Tersusun oleh serpih lanauan dengan sisipan batugamping. Pada bagian atasformasi ini didominasi oleh batupasir yang terkadang lempungan dan secarasetempat terdapat batugamping. Satuan di bagian atas ini sering disebut sebagaiAnggota Ngrayong. Diendapkan pada laut terbuka agak dalam sampai lautdangkal di bagian atas pada Miosen Tengah (N9-N13) (Rahardjo & Wiyono,1993, dalam Panduan Fieldtrip GMB 2006).

Page 6: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

Formasi Ngrayong

Harsono (1983), mendeskripsi Ngrayong sebagai anggota formasi Tawun, terdiridariorbitoid limestone dan shale dalam bagian bawah dan batupasir denganintercalation batugamping dan lignit di bagian atas. Umur dari unit ini MiosenTengah, pada area N9-N12. Lingkungan pengendapan dari anggota ini fluvialatau submarine dalam singkapan di sebelah utara (Jatirogo, Tawun) dan menjadilingkungan laut pada bagian selatan. Di dekat Ngampel sekuen pasir endapanlaut yang mendangkal ke atas darishore face ke pantai akan terlihat anggota inimungkin berhubungan dengan haitus di atas area mulut laut jawa. Anggota inimerupakan reservoar utama dari lapangan minyak Cepu, tetapi terlihatadanya shale yang hadir di bagian selatan dan timur dari lapangan ini. Ketebalandari unit ini bervarian (lebih dari 300 m).

Formasi Bulu

Semula formasi ini disebut sebagai Platen–Complex oleh Trooster (1937).Tersusun oleh batugamping pasiran yang keras, berlapis baik, berwarna putihabu-abu, dengan sisipan napal pasiran.

Kondisi litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan bahwa Formasi inidiendapkan pada laut dangkal, terbuka pada Kala Miosen Tengah – Awal MiosenAkhir (N 13 – N 15).

Formasi Wonocolo

Tersusun dari napal kuning-coklat, mengandung glaukonit, terdapat sisipankalkarenit dan batulempung. Menurut Purwati (1987, dalamPanduan Fieldtrip GMB 2006) lingkungan pengendapan formasi ini adalah neritikdalam hingga bathyal tengah pada Miosen Tengah-Miosen Atas (N14-N16).

Singkapan dari Formasi Wonocolo dijumpai mulai dari daerah Sukolilo, baratdaya Pati. Ketebalan dari Formasi ini sangat bervariasi. Ke arah utara formasi iniberubah fasies menjadi batugamping dari Formasi Paciran. Melimpahnya faunaplangtonik pada batuan penyusun formasi ini menunjukkan bahwapengendapannya berlangsung pada laut yang relatif dalam, wilayah ambang luarhingga batial atas.

Formasi Ledok

Formasi Ledok secara umum tersusun oleh batupasir glaukonitan dengansisipan kalkarenit yang berlapis bagus serta batulempung yang berumur MiosenAkhir (N 16–N 17) Ketebalan dari Formasi Ledok ini sangat bervariasi. Padalokasi tipenya, yaitu daerah antiklin Ledok, ketebalannya mencapai 230 m. Didaerah sungai Panowan mencapai 160 m, sedangkan di sungai Cegrok tinggal50 m. Batupasirnya kaya akan kandungan glaukonit dengan kenampakanstruktur silang siur. Di beberapa tempat batupasir tersebut terutama tersusunoleh hanya oleh test foraminifera plangtonik dengan sedikit mineral kuarsa.

Page 7: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

Secara keseluruhan bagian bawah dari formasi ini cenderung tersusun olehbatuan yang berbutir lebih halus dari bagian atas, menunjukkan kecendrungankondisi pengendapan laut yang semakin mendangkal (shallowing-upwardsequence). Ke arah utara, seperti halnya Formasi Wonocolo, Formasi Ledok inijuga mengalami perubahan fasies menjadi batugamping dari formasi Paciran.

Formasi Mundu

Satuan stratigrafi ini semula disebut sebagai Mundu stage oleh Trosster (1937).Selanjutnya oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai Globigerina Marls. OlehMarks (1957) satuan ini diresmikan sebagai Formasi. Formasi ini tersusun olehnapal masif berwarna putih abu-abu, kaya akan fosil foraminifera plangtonik.Secara stratigrafis Formasi Mundu terletak tidak selaras di atas formasi ledok,penyebarannya luas, dengan ketebalan 200 m–300 m di daerah antiklin Cepuarea, ke arah selatan menebal menjadi sekitar 700 m. Formasi ini terbentukantara Miosen Akhir hingga Pliosen (N 17–N 21), pada lingkungan laut dalam(bathyial).

Formasi Selorejo

Lokasi tipenya terletak di desa Selorejo dekat kota Cepu. Anggota Selorejo initersusun oleh perselingan antara batugamping keras dan lunak, kaya akanforaminifera planktonik serta mineral glaukonit.

Penyebaran dari Anggota Selorejo ini tidak terlalu luas, terutama meliputi daerahsekitar Blora, sebelah utara Cepu (desa Gadu) dan di selatan Pati. Ketebalannyaberkisar antara 0 hingga 100 meter. Berdasarkan kandungan foraminiferapalngtonik, umur dari Anggota Selorejo adalah Pliosen ( N 21).

Formasi Lidah

Formasi ini terdiri atas batulempung kebiruan, napal berlapis dengan sisipanbatupasir dengan lensa-lensa coquina. Dahulu Trooster (1937) menyebutnyasebagai Mergetton, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo danTuri–Domas. Harsono (1983) kemudian meresmikan satuan ini menjadiberstatus formasi, yaitu Formasi Lidah

Formasi Paciran

Satuan ini semula oleh Van Bemmelen (1949) disebut sebagai KarrenLimestone. Secara umum penyusunnya terdiri atas batugamping pejal, denganpermukaan singkapan-singkapannya mengalami erosi membentuk apa yangdisebut sebagai karren surface. Harsono (1983) secara resmi menggunakannama Paciran dan menempatkannya pada status formasi, dengan lokasi tipenyaberada di daerah bukit piramid di sekitar Paciran, kabupaten Tuban. Formasi inidijumpai hanya dibagian utara dari Zona Rembang.

Page 8: Geologi Regional Grobogan Dan Blora

Urutan Stratigrafi daerah Zone Mandala Rembang (Harsono Pringgoprawiro, 1983).