geologi regional daerah sul-sel
TRANSCRIPT
GEOLOGI REGIONAL DAERAH BARRU
Geomorfologi Regional
Secara Geologi dan Geomorfologi sulawesi selatan dipotong oleh suatu
terban yang berarah utara – selatan yang dikenal sebagai terban Walanae dan
merupakan zona sesar mendatar mengiri (Left lateral strike-slip zone). ( Sukamto,
1975.Van Leuwon,1981 ). Hasil penelitian seismic oleh Grainge dan Davis (1983)
menunjukkan adanya pergeseran normal yang cukup besar pada kalla tersier.
Satuan-satuan pra-kapur awal yang merupakan komplek batuan atas
tersingkap di sebelah barat terban walanae . Satuan-satuan ini terdiri dari batuan
Malihan Ultra basa dan batuan sediment.(Hamilton, 1979. Sukamto, 1982,1986).
Formasi balang baru yang merupakan endapan laut dalam berumur kapur akhir,
secara lateral sama dengan formasi merada, menindih komplek batuan secara
tudak selaras. Satuan gunung api langi Dario Leewen (1981) sama dengan satuan
gunung api terpropilitkan (Sukamto, 1982) berumur paleosen sampai eosin
tengah. Formasi malawa (easin) yang terdiri dari silisklastik, serpih dan Batubara
menindih secara menyudut tidak selaras formasi balang baru baik di bagian barat
maupun timur sulawesi bagian selatan. Bagian dari formasi malawa menjemari
dengan bagian bawah formasi tonasa (eosin tengah-miosen tengah) yang di
endapkan dalam lingkungan laut dangkal dan kemudian menjadi endapan
Irangsgresif (Wqilson dan Bosence , 1996).
Formasi tonasa merupakan endapan paparan yang relatif stabil dengan
penurunan yang perlahan yang lebarnya kira-kira 80 Km, di kenal dengan nama
paparan tonasa (tonasa platform) (Wilson dan Bosence, 1996) pengendapan
formasi tonasa berhenti, ada kalanya miosen tengah sampai akhir oleh pengaruh
endapan gunung api yang berarah utara –selatan di Sulawesi Selatan.
Di sebelah timur Terban Walanae, satuan-satuan batuan berbeda dengan di
sebelah barat, yang tertua di sini adalah formasi Salo kalupang (Eosen-miosen
tengah). Formasi kalamiseng (miosen awal), dan formasi Camba (miosen tengah).
Keberadaan bongkah formasi Tonasa di sebelah timur Terban Walanae ini hanya
merupakan keratip hasil teralih oleh sesar-sesar (Wilson dan Bosence , 1996).
Peta geologi Sulawesi bagian selatan yang di sederhanakan dari penulis-
penulis terdahulu dapat menunjukkan sebaran struktur geologi (sesar dan lipatan )
di Sulawesi bagian selatan yang merupakan hasil penulis-penulis terdahulu.
Stratigrafi Regional
Pada stratigrafi regional terdapat berbagai formasi yang terbentuk, yang
mana formasi tersebut sebagian besar di temukan pada penelitian di lapangan.
Formasi tersebut antara lain :
1. Formasi Paremba
Formasi paremba terdiri dari Batupasir, serpih berselingan dengan lapisan
tipis Batugamping endapan laut dangkal. Bagian atas formasi ini banyak
mengandung lapisan Konglomerat dan bongkah Sekis dan Basalt. Menurut
Wakita dkk, (1996) formasi ini merupakan bagian dan komplek tektonik
Bantimala. Umur formasi paremba berdasarkan fosil yang di kandungnya yaitu
Amonit Fuciniceras sp, Gastrophoda dan Brakiopoda adalah jura awal sampai jura
tengah ( Sukamto dan westermann,1992).
2. Formasi Balang baru
Satuan yang tertua di daerah penlitian adalah formasi Balangbaru yang
sepadan dengan formasi Marada yang berumur kapur akhir. Formasi Balangbaru
merupakan Turbidit menindih satuan komplek tektonik. Formasi ini tidak
mengalami perubahan (deformasi), tetapi mempunyai kemiringan ke arah timur,
oleh karenanya dapat di simpulkan bahwa pengendapan formasi ini terjadi setelah
penunjaman kalla kapur awal terhenti.
3. Formasi Marada
Formasi Marada terdiri dari perselingan Batupasir kotor, Batulumpur dan
Serpih, kadang-kadang di selingi oleh lapisan tebal Batupasir ( 1 M). Formasi
Marada merupakan endapan Turbidit jauh (distal turbidite). Oleh Van Leeuwen
(1981) menyebutkan sebagai endapan dan lombart (1960). Singkapan di Bulu-
Bulu telah mengalami pengaruh terobosan-terobosan yang disertai karasteristik
dan persaingan dengan kemiringan lapisan mencapai N 100 Derajat E / 45 derajat.
4. Formasi Langi
Formasi Langi adalah satuan batuan gunung api yang oleh Van Leeuen
( 1981 ) disebut sebagai Langi volcanics, satuan batuan gunung api terprolitikan
( Sukamto , 1982 ) dan Blue Volcanics ( Yuwono dkk, 1987) dan formasi Balang
baru dibeberapa tempat secara tidak selaras, fomasi ini terjadi dari Breksi, Lava
dan Tuff mengandung lebih banyak Tuff dan lebih banyak Lava dibagian
bawahnya.
5. Formasi Mallawa
Formasi Mallawa terdiri dari Batupasir arkos , Konglomerates, Batulanau,
Batulempung dan Napal dengan sisipan atau lensa-lensa Batubara dan
Batugamping. Dan juga mengandung fosil molusca dan fosilan lain yang sangat
jarang, diendapkan dalam lingkungan darat, pelaras sampai dengan laut dangkal (
wilson , 1995 ).
6. Formasi Tonasa
Formasi tonasa yang berumur eosen Tengah bagian akhir sampai Miosen
Tengah ( sujiono, dkk, 1995 ) . Wilson dan Bosence, 1996 ). Formasi ini terdiri
dari Batugamping, Koral, Pejal, sebagian terhablurkan, putih dan kelabu,
Batugamping Biokistika dan Kalkarenite, putih, coklat muda dan kelabu muda,
berlapis baik dengan Napal globigernia, Tufa mengandung Feraminifera besar.
7. Formasi Camba
Sukamto (1968) memberi formasi Camba menjadi formasi Benrong,
formasi Kunyi-kunyi, formasi Ceppie dan formasi Tondongkarambu. Dengan
demikian status formasi Camba masih terus di pergunakan. Formasi Camba terdiri
dari perselingan antara Batulumpur abu-abu dengan Batupasir halus dengan
bongkahan hasil batuan gunung api, kemudian di ikuti oleh lapisan Batubara di
bagian bawah, Batulempung berwarna kemerahan dengan bintik-bintik coklat
berselingan dengan Batulanau gunung api (Wilson, 1995). Di atasnya di tandai
oleh adanya terobosan.
Lapisan Batubara di ikuti oleh Konglomerat gunung api kompak, dengan
komponen membundar. Pengendapan formasi Camba di daerah ini adalah
pinggiran laut atau daratan di bagian atasnya mengandung lebih dominan batuan
gunung api yang oleh Sukamto (1982) di sebut sebagai batuan gunung api formasi
Camba.
8. Formasi Salo Kaluppang
Di bagian timur Sulawesi Selatan tersingkap formasi Salo Kaluppang
berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah di beberapa tempat telah mengalami
pergeseran. Beberapa perlapisan menunjukkan adanya perlapisan berangsur dan
mengandung bongkah Batugamping yang berumur Eosen, yang berasal dari
formasi Tonasa. Formasi Salo Kaluppang terdiri dari Batu Pasir , Serpih,
Batulempung dan Napal. Sukamto (1982) berpendapat bahwa umur formasi ini
adalah eosen awal sampai Oligosen akhir dengan tebal lebih dari 4500 m.
9. Formasi Kalmiseng
Batuan gunung Kalamiseng yang terdiri dari Lava dan Breksi dengan
sisipan Tuff, Batupasir, Batulempung, dan Napal bersusun Basalt dan sebagian
Andesit. Diperkirakan berumumr Miosen awal, tebalnya 4250 m ( Sukamto,
1982) dan hasil penelitian menunjukkan bahwa satuan ini terdiri dari batuan
Gabroik, Diabasik, Granitik, Vulkaniklastik (Tim Petrogenesa Batuan beku dan
sedimen, 1995).
Qpt Endapan Undak : Kerikil, pasir dan lempung, membentuk daratan
rendah bergelombang di sebelah utara Pangkajene, terutama berasal dari batuan
pra-tersier di sebelah timur Pangkajene. Satuan ini dapat di bedakan secara
morfologis dari endapan alluvium yang lebih muda, satuan ini mungkin dapat di
samakan dengan endapan Undak di dekat sungai Walanae yang mengandung
tulang Gajah purba yang berumur pliosen, tidak terpetakan, lempung, pasir dan
kerikil yang tidak terpetakan di daerah tata sungai Walanae mungkin termasuk
satuan ini.
Qc Terumbu Coral : Batugamping terumbu, di beberapa tempat di
sepanjang pantai terangkat membentuk singkapan kecil, yang dapat di petakan
hanya di temukan di selatan Mare. Di dangkalan monde terumbu koral muncul ke
atas muka laut, melampar kira-kira 60 Km di lepas pantai ke arah barat dan kira-
kira 50 Km di lepas pantai ke arah timur di bagian selatan lembar.
Qac Endapan alluvium, Danau dan Pantai : Lempung lanau dan
lumpur pasir dan kerikil, di sepanjang sungai besar, di sekitar lekuk danau Tempe
dan di sepanjang pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan
Batugamping koral (Qc). Sisipan lempung laut yang mengandung Molusca (Arca,
Trochus dan Cypranea) dan puncak besi terdapat di sekitar danau Tempe (Hoen
& ziegler,1915). Undak sungai yang berumur plistosen (tak terpetakan) di
kampung Sampoli, dekat sungai Walanae, yang mengandung tulang Gajah purba.
II.3 Struktur Regional.
Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan statigrafi dan
tektoniknya adalah sedimen . kegiatan gunung api bawah laut dimulai pada daerah
paleosen, pada kala eosin awal, daerah barat merupakan tepi daratan yang
dicirikan oleh endapan darat serta Batubara diformasi Malawa.
Kelompok batuan tua yang umumnya belum diketahui terdiri dari batuan
Ultrabasa, batuan Malihan dan batuan Malange. Biasanya terbreksikan, tergerus
dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi berupa sesar dan ketidaksesaran.
Penarikan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun kemungkinan
menunjukan peristiwa malihan akhir pada tektonik zaman kapur. Batuan tua ini
tak selaras oleh endapan Flysch Formasi Balangbaru atau Formasi Camba dan
Formasi Soppeng yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur kapur akhir.
Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan Lava.
Batuan gunung api berumur Paleosen (58,5 – 63,0 jt) dan diendapkan
dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur kapur
akhir. Batuan sedimen formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh
endapan darat dengan sisipan Batubara, menindih tak selaras batuan gunung api
Paleosen dan batuan flysch Kapur akhir. Keatas Formasi Malawa ini secara
berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara
menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen tengah. Tebal Tonasa
lebih kurang 3000 m dan melampar cukup luas mengalasi batuan gunung api
Miosen Tengah di barat. Sedimen klastik Formasi Salo Kaluppang yang Eosen
sampai Oligosen bersisipan Batugamping dan mengalasi batuan gunung api
Kalamiseng Miosen Awal di timur.
Terobosan batuan buka yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat
dengan kegiatan gunung api tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas,
bersusunan beraneka dari Basalt, Andesit, Trakit, Diorit dan Granodiorit dan
berumur berkisar dari 8,3 sampai 19 + 2 juta tahun.
Secara umum Struktur Geologi di daerah penelitian terdiri atas :
1. Struktur Lipatan
2. Struktur Sesar
Struktur tersebut di bagi lagi menjadi beberapa jenis, berikut pembahasan dari
masing-masing struktur.
2.1 Struktur Lipatan
Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan sedimen,
batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk yang
bergelombang (MARLAND P. BILLINGS, 1979).
2.1.1 Struktur Sinklin Waruwae
Struktur sinklin Waruwae sebagian besar terletak di bagian Selatan
memanjang dari arah Baratlaut ke Tenggara dengan sumbu lipatan sekitar 10 km
dan mempunyai bentuk yang relatif melengkung dan merupakan suatu sinklin
asimetris. Satuan batuan yang mengalami perlipatan adalah satuan batuan breksi
vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah sauan napal dan satuan breksi
batugamping. Umur dari sauan batuan tersebut adalah Eosen Awal – Miosen
Akhir sehingga diperkirakan bahwa struktur sinklin Waruwae terbentuk setelah
Miosen Akhir.
2.2 Struktur Sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan
dan arahnya sejajar dengan bidang patahan (Sukendar azikin, 1979). Struktur
sesar yang dijumpai pada daerah Barru Bagian Timur antara lain :
1. Sesar Normal Bale
2. Sesar Geser Aledjang
3. Sesar Geser Buludua
2.2.1 Sesar Normal Bale
Sesar Normal Bale terletak di sebelah Utara dengan panjang sesar sekitar
250 meter. Sesar ini memanjang dari arah Barat ke Timur melalui dusun Bale,
Galungsawae dan Buludua dan dipotong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar
normal Bale ini relatif melengkung dimana blok bagian Selatan relatif bergerak
turun terhadap blok bagian Utara. Satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari
satuan napal dan breksi batugamping. Berdasarkan pada umur Batuan termuda
yang dilalui yaitu satuan napal dengan umur Eosen Tengah, maka diperkirakan
sesar normal Bale terbentuk setelah Eosen Tengah.
2.2.2 Sesar Geser Aledjang
Sesar Geser Aledjang terdapat di sebelah Baratlaut dan merupakan sesar
geser yang bersifat dextral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relatif ke
Timur – Baratdaya dengan pergeseran sekitar 200 meter. Sesar geser ini dicirikan
oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pada lereng
permukaan gawir di dusun Aledjang. Berdasarkan pada umur batuan termuda
yang dilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk setelah
Miosen Akhir.
2.2.3 Sesar Geser Buludua
Sesar geser Buludua di sebelah Baratlaut dan merupakan sesar geser bersifat
dextral. Sesar geser ini arah pergeserannya relatif berarah Baratlaut – Tenggara
dengan panjang pergerakkan sekitar 2 km. Satuan batuan yang dilaluinya terdiri
atas napal dan satuan batugamping. Akibat dari adanya sesar ini banyak
ditemukan mata air di sekitar daerah Buludua. Berdasarkan pada batuan termuda
yang dilalui yaitu satuan breksi vulkanik, maka diperkirakan sesar ini terbentuk
setelah Miosen Akhir. Van Leeuwen ( 1979 ), menerangkan bahwa pola struktur
Lengan Selatan Pulau Sulawesi, yaitu struktur sesar Walanae, searah dengan sesar
geser Palu Koro di Sulawesi Tengah. Sesar Walanae terbagi dua yaitu sesar
Walanae Barat dan sesar Walanae Timur yang terbentuk pada Kala Plio –
Plistosen. RAB SUKAMTO ( 1982 ), berpendapat bahwa kegiatan tektonik pada
Kala Miosen Awal menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang
memanjang dari utara ke selatan pada Lengan Sulawesi bagian barat.Struktur
sesar berpengaruh terhadap struktur geologi sekitarnya. Tekronik ini
menyebabkan terjadinya cekungan tempat terbentuknya Formasi Walanae.
Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah,
dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai Kala Pliosen. Menurunnya
Terban Walanae dibatasi dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang
seluruhnya nampak hingga sekarang di sebelah timur, dan sesar Soppeng yang
hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.
Selama terbentuknya Terban Walanae, di Timur kegiatan gunungapi
terjadi hanya di bagian selatan, sedangkan di barat terjadi kegiatan gunungapi
yang merata dari selatan ke utara, berlangsung dari Miosen Tengah sampai
Pliosen. Bentuk kerucut gunungapi masih dapat dia amati di daerah sebleh barat
ini, suatu tebing melingkar mengelilingi G. Benrong, di utara G.
Tondongkarambu, mungkin merupakan suatu sisa kaldera.
Sesar utama yang berarah Utara – Baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah,
dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan yang berarah hampir sejajar
dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan
mendatar berarah kira-kira Timur Barat pada waktu sebelum akhir Pliosen.
Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang mengsesarkan
batuan Pra-Kapur Akhir di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan
dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian Timur Lembah Walanae dan di
bagian Barat pegunungan yang berarah Baratlaut – Tenggara, kemungkinan besar
terjadi akibat adanya gerakan mendatar tekanan sepanjang sesar besar.
2.3 Struktur Geologi Regional
Batuan tua yang masih dapat diuketahui kedudukan stratigrafi dan
tektoniknya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih
tidak selaras oleh batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya ditindih tidak selaras
oleh batuan yang lebih mudah. Formasi Balangbaru merupakan endapan lereng di
dalam sistem busur-palung pada zaman kapur Akhir.
Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada kala Paleosen. Pada kala
Eosen Awal, daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan
darat serta batubara di dalam Formasi Mallawa. Pengendapan Formasi Malllawa
kemungkinan hanya berlangsung selama awal Eosen
Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas di barat berlangsung
sejak Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini menandakan bahwa selama
waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun
sejalan dengan adanya pengendapan. Proses tewktonik di bagian barat ini
berlangsung sampai Miosen Awal.
Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang
menyebabkan tewrjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian terjadi
cekungan tempat pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae di
batasi oleh dua sistem sesar normal yaitu sesar walanae dan sesar Soppeng.
Sesar utama berarah utara barat laut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh
sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar
utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar
berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir pliosen. Tekanan ini
mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-
kapur Akhir. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di
pegunungan barat yang berarah barat laut-tenggara dan mencorong, kemudian
besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.