geologi regional daerah sul-sel

19
GEOLOGI REGIONAL DAERAH BARRU Geomorfologi Regional Secara Geologi dan Geomorfologi sulawesi selatan dipotong oleh suatu terban yang berarah utara – selatan yang dikenal sebagai terban Walanae dan merupakan zona sesar mendatar mengiri (Left lateral strike-slip zone). ( Sukamto, 1975.Van Leuwon,1981 ). Hasil penelitian seismic oleh Grainge dan Davis (1983) menunjukkan adanya pergeseran normal yang cukup besar pada kalla tersier. Satuan-satuan pra-kapur awal yang merupakan komplek batuan atas tersingkap di sebelah barat terban walanae . Satuan-satuan ini terdiri dari batuan Malihan Ultra basa dan batuan sediment.(Hamilton, 1979. Sukamto, 1982,1986). Formasi balang baru yang merupakan endapan laut dalam berumur kapur akhir, secara lateral sama dengan formasi merada, menindih komplek batuan secara tudak selaras. Satuan gunung api langi Dario Leewen (1981) sama dengan satuan gunung api

Upload: amritzal-nur

Post on 01-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

GEOLOGI REGIONAL DAERAH BARRU

Geomorfologi Regional

Secara Geologi dan Geomorfologi sulawesi selatan dipotong oleh suatu

terban yang berarah utara – selatan yang dikenal sebagai terban Walanae dan

merupakan zona sesar mendatar mengiri (Left lateral strike-slip zone). ( Sukamto,

1975.Van Leuwon,1981 ). Hasil penelitian seismic oleh Grainge dan Davis (1983)

menunjukkan adanya pergeseran normal yang cukup besar pada kalla tersier.

Satuan-satuan pra-kapur awal yang merupakan komplek batuan atas

tersingkap di sebelah barat terban walanae . Satuan-satuan ini terdiri dari batuan

Malihan Ultra basa dan batuan sediment.(Hamilton, 1979. Sukamto, 1982,1986).

Formasi balang baru yang merupakan endapan laut dalam berumur kapur akhir,

secara lateral sama dengan formasi merada, menindih komplek batuan secara

tudak selaras. Satuan gunung api langi Dario Leewen (1981) sama dengan satuan

gunung api terpropilitkan (Sukamto, 1982) berumur paleosen sampai eosin

tengah. Formasi malawa (easin) yang terdiri dari silisklastik, serpih dan Batubara

menindih secara menyudut tidak selaras formasi balang baru baik di bagian barat

maupun timur sulawesi bagian selatan. Bagian dari formasi malawa menjemari

dengan bagian bawah formasi tonasa (eosin tengah-miosen tengah) yang di

endapkan dalam lingkungan laut dangkal dan kemudian menjadi endapan

Irangsgresif (Wqilson dan Bosence , 1996).

Formasi tonasa merupakan endapan paparan yang relatif stabil dengan

penurunan yang perlahan yang lebarnya kira-kira 80 Km, di kenal dengan nama

paparan tonasa (tonasa platform) (Wilson dan Bosence, 1996) pengendapan

formasi tonasa berhenti, ada kalanya miosen tengah sampai akhir oleh pengaruh

endapan gunung api yang berarah utara –selatan di Sulawesi Selatan.

Di sebelah timur Terban Walanae, satuan-satuan batuan berbeda dengan di

sebelah barat, yang tertua di sini adalah formasi Salo kalupang (Eosen-miosen

tengah). Formasi kalamiseng (miosen awal), dan formasi Camba (miosen tengah).

Keberadaan bongkah formasi Tonasa di sebelah timur Terban Walanae ini hanya

merupakan keratip hasil teralih oleh sesar-sesar (Wilson dan Bosence , 1996).

Peta geologi Sulawesi bagian selatan yang di sederhanakan dari penulis-

penulis terdahulu dapat menunjukkan sebaran struktur geologi (sesar dan lipatan )

di Sulawesi bagian selatan yang merupakan hasil penulis-penulis terdahulu.

Stratigrafi Regional

Pada stratigrafi regional terdapat berbagai formasi yang terbentuk, yang

mana formasi tersebut sebagian besar di temukan pada penelitian di lapangan.

Formasi tersebut antara lain :

1. Formasi Paremba

Formasi paremba terdiri dari Batupasir, serpih berselingan dengan lapisan

tipis Batugamping endapan laut dangkal. Bagian atas formasi ini banyak

mengandung lapisan Konglomerat dan bongkah Sekis dan Basalt. Menurut

Wakita dkk, (1996) formasi ini merupakan bagian dan komplek tektonik

Bantimala. Umur formasi paremba berdasarkan fosil yang di kandungnya yaitu

Amonit Fuciniceras sp, Gastrophoda dan Brakiopoda adalah jura awal sampai jura

tengah ( Sukamto dan westermann,1992).

2. Formasi Balang baru

Satuan yang tertua di daerah penlitian adalah formasi Balangbaru yang

sepadan dengan formasi Marada yang berumur kapur akhir. Formasi Balangbaru

merupakan Turbidit menindih satuan komplek tektonik. Formasi ini tidak

mengalami perubahan (deformasi), tetapi mempunyai kemiringan ke arah timur,

oleh karenanya dapat di simpulkan bahwa pengendapan formasi ini terjadi setelah

penunjaman kalla kapur awal terhenti.

3. Formasi Marada

Formasi Marada terdiri dari perselingan Batupasir kotor, Batulumpur dan

Serpih, kadang-kadang di selingi oleh lapisan tebal Batupasir ( 1 M). Formasi

Marada merupakan endapan Turbidit jauh (distal turbidite). Oleh Van Leeuwen

(1981) menyebutkan sebagai endapan dan lombart (1960). Singkapan di Bulu-

Bulu telah mengalami pengaruh terobosan-terobosan yang disertai karasteristik

dan persaingan dengan kemiringan lapisan mencapai N 100 Derajat E / 45 derajat.

4. Formasi Langi

Formasi Langi adalah satuan batuan gunung api yang oleh Van Leeuen

( 1981 ) disebut sebagai Langi volcanics, satuan batuan gunung api terprolitikan

( Sukamto , 1982 ) dan Blue Volcanics ( Yuwono dkk, 1987) dan formasi Balang

baru dibeberapa tempat secara tidak selaras, fomasi ini terjadi dari Breksi, Lava

dan Tuff mengandung lebih banyak Tuff dan lebih banyak Lava dibagian

bawahnya.

5. Formasi Mallawa

Formasi Mallawa terdiri dari Batupasir arkos , Konglomerates, Batulanau,

Batulempung dan Napal dengan sisipan atau lensa-lensa Batubara dan

Batugamping. Dan juga mengandung fosil molusca dan fosilan lain yang sangat

jarang, diendapkan dalam lingkungan darat, pelaras sampai dengan laut dangkal (

wilson , 1995 ).

6. Formasi Tonasa

Formasi tonasa yang berumur eosen Tengah bagian akhir sampai Miosen

Tengah ( sujiono, dkk, 1995 ) . Wilson dan Bosence, 1996 ). Formasi ini terdiri

dari Batugamping, Koral, Pejal, sebagian terhablurkan, putih dan kelabu,

Batugamping Biokistika dan Kalkarenite, putih, coklat muda dan kelabu muda,

berlapis baik dengan Napal globigernia, Tufa mengandung Feraminifera besar.

7. Formasi Camba

Sukamto (1968) memberi formasi Camba menjadi formasi Benrong,

formasi Kunyi-kunyi, formasi Ceppie dan formasi Tondongkarambu. Dengan

demikian status formasi Camba masih terus di pergunakan. Formasi Camba terdiri

dari perselingan antara Batulumpur abu-abu dengan Batupasir halus dengan

bongkahan hasil batuan gunung api, kemudian di ikuti oleh lapisan Batubara di

bagian bawah, Batulempung berwarna kemerahan dengan bintik-bintik coklat

berselingan dengan Batulanau gunung api (Wilson, 1995). Di atasnya di tandai

oleh adanya terobosan.

Lapisan Batubara di ikuti oleh Konglomerat gunung api kompak, dengan

komponen membundar. Pengendapan formasi Camba di daerah ini adalah

pinggiran laut atau daratan di bagian atasnya mengandung lebih dominan batuan

gunung api yang oleh Sukamto (1982) di sebut sebagai batuan gunung api formasi

Camba.

8. Formasi Salo Kaluppang

Di bagian timur Sulawesi Selatan tersingkap formasi Salo Kaluppang

berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah di beberapa tempat telah mengalami

pergeseran. Beberapa perlapisan menunjukkan adanya perlapisan berangsur dan

mengandung bongkah Batugamping yang berumur Eosen, yang berasal dari

formasi Tonasa. Formasi Salo Kaluppang terdiri dari Batu Pasir , Serpih,

Batulempung dan Napal. Sukamto (1982) berpendapat bahwa umur formasi ini

adalah eosen awal sampai Oligosen akhir dengan tebal lebih dari 4500 m.

9. Formasi Kalmiseng

Batuan gunung Kalamiseng yang terdiri dari Lava dan Breksi dengan

sisipan Tuff, Batupasir, Batulempung, dan Napal bersusun Basalt dan sebagian

Andesit. Diperkirakan berumumr Miosen awal, tebalnya 4250 m ( Sukamto,

1982) dan hasil penelitian menunjukkan bahwa satuan ini terdiri dari batuan

Gabroik, Diabasik, Granitik, Vulkaniklastik (Tim Petrogenesa Batuan beku dan

sedimen, 1995).

Qpt Endapan Undak : Kerikil, pasir dan lempung, membentuk daratan

rendah bergelombang di sebelah utara Pangkajene, terutama berasal dari batuan

pra-tersier di sebelah timur Pangkajene. Satuan ini dapat di bedakan secara

morfologis dari endapan alluvium yang lebih muda, satuan ini mungkin dapat di

samakan dengan endapan Undak di dekat sungai Walanae yang mengandung

tulang Gajah purba yang berumur pliosen, tidak terpetakan, lempung, pasir dan

kerikil yang tidak terpetakan di daerah tata sungai Walanae mungkin termasuk

satuan ini.

Qc Terumbu Coral : Batugamping terumbu, di beberapa tempat di

sepanjang pantai terangkat membentuk singkapan kecil, yang dapat di petakan

hanya di temukan di selatan Mare. Di dangkalan monde terumbu koral muncul ke

atas muka laut, melampar kira-kira 60 Km di lepas pantai ke arah barat dan kira-

kira 50 Km di lepas pantai ke arah timur di bagian selatan lembar.

Qac Endapan alluvium, Danau dan Pantai : Lempung lanau dan

lumpur pasir dan kerikil, di sepanjang sungai besar, di sekitar lekuk danau Tempe

dan di sepanjang pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan

Batugamping koral (Qc). Sisipan lempung laut yang mengandung Molusca (Arca,

Trochus dan Cypranea) dan puncak besi terdapat di sekitar danau Tempe (Hoen

& ziegler,1915). Undak sungai yang berumur plistosen (tak terpetakan) di

kampung Sampoli, dekat sungai Walanae, yang mengandung tulang Gajah purba.

II.3 Struktur Regional.

Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan statigrafi dan

tektoniknya adalah sedimen . kegiatan gunung api bawah laut dimulai pada daerah

paleosen, pada kala eosin awal, daerah barat merupakan tepi daratan yang

dicirikan oleh endapan darat serta Batubara diformasi Malawa.

Kelompok batuan tua yang umumnya belum diketahui terdiri dari batuan

Ultrabasa, batuan Malihan dan batuan Malange. Biasanya terbreksikan, tergerus

dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi berupa sesar dan ketidaksesaran.

Penarikan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun kemungkinan

menunjukan peristiwa malihan akhir pada tektonik zaman kapur. Batuan tua ini

tak selaras oleh endapan Flysch Formasi Balangbaru atau Formasi Camba dan

Formasi Soppeng yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur kapur akhir.

Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan Lava.

Batuan gunung api berumur Paleosen (58,5 – 63,0 jt) dan diendapkan

dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur kapur

akhir. Batuan sedimen formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh

endapan darat dengan sisipan Batubara, menindih tak selaras batuan gunung api

Paleosen dan batuan flysch Kapur akhir. Keatas Formasi Malawa ini secara

berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara

menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen tengah. Tebal Tonasa

lebih kurang 3000 m dan melampar cukup luas mengalasi batuan gunung api

Miosen Tengah di barat. Sedimen klastik Formasi Salo Kaluppang yang Eosen

sampai Oligosen bersisipan Batugamping dan mengalasi batuan gunung api

Kalamiseng Miosen Awal di timur.

Terobosan batuan buka yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat

dengan kegiatan gunung api tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas,

bersusunan beraneka dari Basalt, Andesit, Trakit, Diorit dan Granodiorit dan

berumur berkisar dari 8,3 sampai 19 + 2 juta tahun.

Secara umum Struktur Geologi di daerah penelitian terdiri atas :

1. Struktur Lipatan

2. Struktur Sesar

Struktur tersebut di bagi lagi menjadi beberapa jenis, berikut pembahasan dari

masing-masing struktur.

2.1 Struktur Lipatan

Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan sedimen,

batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk yang

bergelombang (MARLAND P. BILLINGS, 1979).

2.1.1 Struktur Sinklin Waruwae

Struktur sinklin Waruwae sebagian besar terletak di bagian Selatan

memanjang dari arah Baratlaut ke Tenggara dengan sumbu lipatan sekitar 10 km

dan mempunyai bentuk yang relatif melengkung dan merupakan suatu sinklin

asimetris. Satuan batuan yang mengalami perlipatan adalah satuan batuan breksi

vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah sauan napal dan satuan breksi

batugamping. Umur dari sauan batuan tersebut adalah Eosen Awal – Miosen

Akhir sehingga diperkirakan bahwa struktur sinklin Waruwae terbentuk setelah

Miosen Akhir.

2.2 Struktur Sesar

Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami

pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan

dan arahnya sejajar dengan bidang patahan (Sukendar azikin, 1979). Struktur

sesar yang dijumpai pada daerah Barru Bagian Timur antara lain :

1. Sesar Normal Bale

2. Sesar Geser Aledjang

3. Sesar Geser Buludua

2.2.1 Sesar Normal Bale

Sesar Normal Bale terletak di sebelah Utara dengan panjang sesar sekitar

250 meter. Sesar ini memanjang dari arah Barat ke Timur melalui dusun Bale,

Galungsawae dan Buludua dan dipotong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar

normal Bale ini relatif melengkung dimana blok bagian Selatan relatif bergerak

turun terhadap blok bagian Utara. Satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari

satuan napal dan breksi batugamping. Berdasarkan pada umur Batuan termuda

yang dilalui yaitu satuan napal dengan umur Eosen Tengah, maka diperkirakan

sesar normal Bale terbentuk setelah Eosen Tengah.

2.2.2 Sesar Geser Aledjang

Sesar Geser Aledjang terdapat di sebelah Baratlaut dan merupakan sesar

geser yang bersifat dextral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relatif ke

Timur – Baratdaya dengan pergeseran sekitar 200 meter. Sesar geser ini dicirikan

oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pada lereng

permukaan gawir di dusun Aledjang. Berdasarkan pada umur batuan termuda

yang dilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk setelah

Miosen Akhir.

2.2.3 Sesar Geser Buludua

Sesar geser Buludua di sebelah Baratlaut dan merupakan sesar geser bersifat

dextral. Sesar geser ini arah pergeserannya relatif berarah Baratlaut – Tenggara

dengan panjang pergerakkan sekitar 2 km. Satuan batuan yang dilaluinya terdiri

atas napal dan satuan batugamping. Akibat dari adanya sesar ini banyak

ditemukan mata air di sekitar daerah Buludua. Berdasarkan pada batuan termuda

yang dilalui yaitu satuan breksi vulkanik, maka diperkirakan sesar ini terbentuk

setelah Miosen Akhir. Van Leeuwen ( 1979 ), menerangkan bahwa pola struktur

Lengan Selatan Pulau Sulawesi, yaitu struktur sesar Walanae, searah dengan sesar

geser Palu Koro di Sulawesi Tengah. Sesar Walanae terbagi dua yaitu sesar

Walanae Barat dan sesar Walanae Timur yang terbentuk pada Kala Plio –

Plistosen. RAB SUKAMTO ( 1982 ), berpendapat bahwa kegiatan tektonik pada

Kala Miosen Awal menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang

memanjang dari utara ke selatan pada Lengan Sulawesi bagian barat.Struktur

sesar berpengaruh terhadap struktur geologi sekitarnya. Tekronik ini

menyebabkan terjadinya cekungan tempat terbentuknya Formasi Walanae.

Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah,

dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai Kala Pliosen. Menurunnya

Terban Walanae dibatasi dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae yang

seluruhnya nampak hingga sekarang di sebelah timur, dan sesar Soppeng yang

hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.

Selama terbentuknya Terban Walanae, di Timur kegiatan gunungapi

terjadi hanya di bagian selatan, sedangkan di barat terjadi kegiatan gunungapi

yang merata dari selatan ke utara, berlangsung dari Miosen Tengah sampai

Pliosen. Bentuk kerucut gunungapi masih dapat dia amati di daerah sebleh barat

ini, suatu tebing melingkar mengelilingi G. Benrong, di utara G.

Tondongkarambu, mungkin merupakan suatu sisa kaldera.

Sesar utama yang berarah Utara – Baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah,

dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Perlipatan yang berarah hampir sejajar

dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan

mendatar berarah kira-kira Timur Barat pada waktu sebelum akhir Pliosen.

Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang mengsesarkan

batuan Pra-Kapur Akhir di daerah Bantimala ke atas batuan Tersier. Perlipatan

dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian Timur Lembah Walanae dan di

bagian Barat pegunungan yang berarah Baratlaut – Tenggara, kemungkinan besar

terjadi akibat adanya gerakan mendatar tekanan sepanjang sesar besar.

2.3 Struktur Geologi Regional

Batuan tua yang masih dapat diuketahui kedudukan stratigrafi dan

tektoniknya adalah sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih

tidak selaras oleh batuan yang lebih tua, dan bagian atasnya ditindih tidak selaras

oleh batuan yang lebih mudah. Formasi Balangbaru merupakan endapan lereng di

dalam sistem busur-palung pada zaman kapur Akhir.

Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada kala Paleosen. Pada kala

Eosen Awal, daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan

darat serta batubara di dalam Formasi Mallawa. Pengendapan Formasi Malllawa

kemungkinan hanya berlangsung selama awal Eosen

Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas di barat berlangsung

sejak Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini menandakan bahwa selama

waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun

sejalan dengan adanya pengendapan. Proses tewktonik di bagian barat ini

berlangsung sampai Miosen Awal.

Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang

menyebabkan tewrjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian terjadi

cekungan tempat pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae di

batasi oleh dua sistem sesar normal yaitu sesar walanae dan sesar Soppeng.

Sesar utama berarah utara barat laut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh

sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar

utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar

berarah kira-kira timur-barat pada waktu sebelum akhir pliosen. Tekanan ini

mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-

kapur Akhir. Perlipatan dan pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di

pegunungan barat yang berarah barat laut-tenggara dan mencorong, kemudian

besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.