geologi dan sumber daya cekungan asem asem

23
1 GEOLOGI INDONESIA KONDISI DAN SUMBER DAYA GEOLOGI PADA CEKUNGAN ASEM-ASEM, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Disusun oleh: MUHAMMAD HIDAYAT (410012219) MOHAMMAD WILDAN ARIFIN (410012227) DIRGAHAYU AYU RELICIA (410012246) JURUSAN TEKNIK GEOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA 2015

Upload: muhammad-hidayat

Post on 10-Feb-2016

127 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Geologi Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

1

GEOLOGI INDONESIA

KONDISI DAN SUMBER DAYA GEOLOGI PADA CEKUNGAN

ASEM-ASEM, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Disusun oleh:

MUHAMMAD HIDAYAT (410012219)

MOHAMMAD WILDAN ARIFIN (410012227)

DIRGAHAYU AYU RELICIA (410012246)

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

2

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia merupakan hasil pertemuan tiga lempeng yaitu Lempeng

Eurasia, India-Australia dan Pasifik. Proses pertemuan ketiga lempeng tersebut di

antaranya menghasilkan cekungan cekungan. Cekungan Asem-asem adalah salah satu

cekungan Tersier di Indonesia yang mempunyai potensi sumber daya energi cukup

besar, seperti minyak dan gas bumi serta batubara. Sebelumnya PT Pertamina juga

mengoperasikan lapangan minyak yang besar pada daerah daratan Asem-asem.

Cekungan Asem-asem berlokasi di tenggara dari Kerak Benua Sundaland dan

dipisahkan Cekungan Barito oleh Pegunungan Meratus di bagian Barat.

Bagian onshore dari wilayah ini sebelumnya merupakan wilayah

operasionalnya Pertamina dan sisanya terdapat Technical Evaluation Agreement

dengan Amoseas. Cekungan Asem-Asem terletak pada bagian Tenggara dari batas

lempeng benua Sundaland. Cekungan ini terpisahkan dari Cekungan Barito oleh

Pegunungan Meratus di sebelah Baratnya.

Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Asem-Asem (Rasoul Sorkhobi, 2012)

Page 3: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

3

Cekungan Asem-Asem (Gambar 1) terletak di Kalimantan Selatan dan di

sebelah Timur dari sayap Pegunungan Meratus. Bagian sayap timur yang wilayahnya

mencakup wilayah lepas pantai diperkirakan memiliki batugamping Oligosen Atas

sampai Miosen Bawah terutama di atas basement. Ke Utara, cekungan ini terpisahkan

dengan Cekungan Kutai dengan adanya Adang Flexure atau sesar yang memisahkan

Barito dengan Kutai. Ke arah Selatan, memanjang ke arah Laut Jawa hingga Tinggian

Florence. Cekungan ini berbentuk asimetris dengan bagian depan di zona frontal dari

Pegunungan Meratus dan paparan ke arah kraton Sundaland.

Gambar 2. [A] Peta geologi regional Kalimantan (Satyana dkk., 1999).

[B] Peta geologi regional Kalimantan Selatan (Witts et al.,

2011).

A

B

Page 4: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

4

TATANAN GEOLOGI

Fisiografi

Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain

itu juga terdapat daerah dataran dan pegunungan yang tersebar di pulau ini. Dataran

yang ada tersebar di bagian tepi-tepi pulau dan sebagian besar daerah pegunungan

berada di tengah pulau.

Pada bagian utara Pulau Kalimantan merupakan zona Pegungungan Kinibalu

dna pada bagian Baratlaut terdapat jajaran Pegunungan Muller dan Pegunungan

Schwaner. Pada bagian selatan terdapat Pegunungan Meratus.

Gambar 3. Fisiografi Pulau Kalimantan, tanpa skala (Bachtiar, 2005).

Page 5: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

5

Van Bemmelen (1949) membagi bagian barat Pulau Kalimantan menjadi dua

bagian, yaitu:

Pegunungan Kapuas Atas, berada di antara Lembah Rejang di bagian utara,

Cekungan Kapuas Atas dan Lembah Batang Lupar di bagian selatan.

Madi Plateu, berada di antara Cekungan Kapuas Atas dan Sungai Melawi.

Sedangkan pada bagian Timur Kalimantan, Van Bemmelen (1949) juga

membagi daerah ini menjadi dua bagian, yaitu:

Rangkaian pegunungan di Kalimantan bagian Utara, berakhir di Semenanjung

Teluk Darvel.

Rangkaian pengunungan lainnya, berakhir di Semenanjung Mangkalihat.

Di Pulau Kalimantan Selatan sendiri memiliki beberapa sungai besar, di

antaranya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Negara dan Sungai Kahayan. Sungai

Barito merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan. Sungai Barito ini

berhulu di Pegunungan Muller dan menghasilkan Cekungan Barito yang dibatasi oleh

Pegunungan Meratus pada bagian timur. Sungai-sungai di daerah Kalimantan Selatan

ini berhulu di bagian tengah Pulau Kalimantan yaitu Pegunungan Schwaner dan jua

Pegunungan Muller. Pegunungan Schwaner dan Muller ini memiliki ketinggian antara

200-2000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan arah aliran sungai-sungai ini relatif

berarah utara-selatan dan bermuara di Laut Jawa. Sungai-sungai ini mengalir pada

ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut. Daerah aliran sungai-sungai besar ini

menempati sebagian besar dari bagian Selatan Pulau Kalimantan. Di bagian timur

Provinsi Kalimantan Selatan terdapat Pegunungan Kompleks Meratus yang

merupakan jejak adanya kegiatan subduksi pada umur Kapur (Rotinsulu dkk., 2006).

Stratigrafi

Cekungan yang terdapat di Kalimantan Selatan yaitu Cekungan Barito dan

Cekungan Asem-asem yang secara umum memiliki ciri-ciri susunan stratigrafi dari tua

ke muda yang relatif sama. Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem ini dipisahkan

Page 6: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

6

oleh Pegunungan Meratus. Pada bagian utara berbatasan dengan Cekungan Kutai

yang dipisahkan oleh Sesar Andang. Sedangkan pada bagian barat dibatasi oleh

Paparan Sunda. Pada mulanya Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem

merupakan satu cekungan yang sama, hingga pada Miosen Awal terjadi

pengangkatan Pegunungan Meratus yang menyebabkan terpisahnya kedua cekungan

tersebut (Satyana, 1995).

Stratigrafi daerah Kalimantan Selatan meliputi beberapa formasi, yaitu

basement berupa Batuan Malihan, Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi

Warukin, dan Formasi Dahor serta Endapan Aluvial. Formasi-formasi ini berumur

Eosen sampai Pliosen.

Batuan alas (basement) yang berupa batuan malihan tingkat tinggi yang terdiri

atas sekis amfibolit dan malihan tingkat rendah yang terdiri atas filit. Sikumbang

(1986) memperkenalkan batuan malihan tingkat tinggi ini sebagai Sekis Hauran yang

tersusun oleh sekis hijau yang mengandung mineral kuarsa, muskovit, biotit,

hornblenda, epidot dan malihan tingkat rendah sebagai Filit Pelaihari yang terdiri atas

filit yang mengandung mineral klorit dan mika pada bidang permukaan yang

mengkilap dan batusabak. Batuan malihan ini memiliki umur Jura.

Formasi Tanjung pertama kali diperkenalkan oleh Pertamina (1980;

dalam Supriatna dkk., 1981) untuk formasi batuan Tersier tertua di lapangan

minyak Tanjung. Formasi Tanjung yang tersusun oleh perselingan batupasir kasar,

batupasir konglomeratan dan konglomerat di bagian bawah, batulempung berwarna

kelabu di bagian tengah dan perselingan tipis batulanau dan batupasir halus di bagian

atas yang memiliki lingkungan pengendapan sungai atau fluvial dan berumur Eosen

Akhir (Martini, 1971). Pada bagian atas formasi ini terdapat batuan karbonat yang

merupakan awal dari terbentuknya Formasi Berai.

Formasi Berai diendapkan secara selaras di atas Formasi Tanjung, tetapi pada

beberapa bagian terdapat hubungan yang menunjukkan adanya ketidakselarasan.

Tetapi secara umum formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Tanjung Secara

selaras di atas Formasi Tanjung diendapkan Formasi Berai yang didominasi oleh

Page 7: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

7

batugamping ini memiliki lingkungan pengendapan terumbu depan, mungkin antara

terumbu belakang, sublitoral pinggir, relatif dangkal, mungkin kurang dari 30 meter,

berupa laut dangkal atau lagoon yang berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal (Te1-5

Adams, 1970).

Formasi Warukin digunakan pertama kali oleh Pertamina (1980; dalam

Supriatna dkk., 1981) dan lokasi tipenya terdapat di daerah Kambilin, Balikpapan,

Kalimantan Timur. Secara selaras Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai

yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan batupasir dan batubara. Bagian

bawah dari runtunan batuan ini terdiri atas dominasi batulempung warna kelabu

sampai kehitaman dengan sisipan batupasir hasul-sedang dengan struktur sedimen

paralel laminasi dari material karbon, flaser dan burrow. Formasi ini diendapkan pada

lingkungan pengendapan rawa dan pasang surut yang berumur Miosen Awal –

Miosen Akhir.

Formasi Dahor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Warukin

(Final Report PT Arutmin Indonesia, 2010). Formasi Dahor tersusun oleh

batulempung sampai batulempung pasiran, batupasir kasar – konglomeratan yang

berstruktur sedimen butiran bersusun (gradded bedding), batupasir kemerahan yang

berstruktu sedimen laminasi sejajar dan silangsiur serta konglomerat yang memiliki

komponen batuan granit, malihan, sedimen dan vulkanik dengan ukuran 5-15 cm.

Formasi Dahor memiliki lingkungan pengendapan delta dan berumur Plio-Plistosen.

Endapan Aluvial pada Cekungan Asem-asem merupaka hasil dari proses

sungai (fluviatil) yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah

yang berumur Kuarter.

Page 8: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

8

Gambar 4. Stratigrafi regional daerah PKP2B Asem-asem PT Arutmin Indonesia

(Final Report PT Arutmin Indonesia, 2010)

Page 9: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

9

Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat di Kalimantan Selatan adalah antiklin, sinklin,

sesar naik, sesar mendatar, dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya berarah

timurlaut-baratdaya dan umumnya sejajar dengan arah sesar normal. Di Kalimantan

Selatan terdapat dua cekungan besar, yaitu Cekungan Barito dan Cekungan

Asem-asem. Dua cekungan ini dibatasi oleh Pegunungan Meratus yang melintang

dari utara- baratdaya. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai ini dipisahkan oleh

sebuah sesar yang berarah timur-barat di bagian utara dari Provinsi Kalimantan

Selatan, sesar ini dikenal dengan nama Sesar Adang (Mudjiono dan Pireno, 2006).

Gambar 5. [A] Struktur geologi regional Pulau Kalimantan dan sekitarnya (modifikasi dari

Kusum dan Karin, 1989). [B] Elemen tektonik utama Cekungan Asem-asem

(Bon et al., 1996).

Regim struktur yang terjadi di Cekungan Barito adalah regim

transpression dan transtension. Struktur yang didapati adalah lipatan yang berarah

utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE-SSW) pada bagian utara cekungan. Sedangkan

A

B

Page 10: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

10

pada Pegunungan Meratus terdapat sesar-sesar yang membawa basement. Sesar–sesar

ini ditandai dengan adanya drag atau fault bend fold dan sesar naik.

Sedangkan lipatan-lipatan yang terdapat di Pegunungan Meratus yaitu di

bagian utara pegunungan ini berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE- SSW)

dan yang berada di bagian selatan berarah utara-selatan. Lipatan yang banyak

ditemui berupa antiklin dan beberapa sinklin. Sesar-sesar naik banyak terdapat

pada daerah Pegunungan Meratus dengan arah umum utara timurlaut-selatan

baratdaya (NNE-SSW). Sesar-sesar mendatar juga banyak ditemui di Pegunungan

Meratus ini, umunya tidak terlalu panjang, berbeda dengan sesar naik yang memiliki

kemenerusan yang pajang. Sesar-sesar mendatar umumnya berupa sesar mengiri dan

berarah baratlaut-tenggara (Satyana, 2000).

Studi dari data geofisika menunjukkan bahwa antiklinorium Meratus –

Samarinda diperkirakan mempunyai kemiringan sumbu berarah umum utara dan

secara regional terindikasi berdasarkan jurus batuan bahwa zona patahan secara umum

dapat dibagi menjadi tiga blok yaitu blok utara, tengah dan selatan. Blok utara telah

mengalami pengangkatan pada sayap sebelah barat anticlinorium di sepanjang utara

zona sesar dan disebut sebagai zona sesar Tanjung. Blok tengah terletak antara zona

sesar Tanjung dan zona sesar Klumpang yang dicirikan oleh munculnya batuan

terobosan granitik dan ultrabasa sepanjang zona sesar. Sedangkan blok selatan

dicirikan oleh luasnya perkembangan sesar berarah timur laut yang erat kaitannya

dengan komplek batuan terobosan diorit dan ultrabasa. Sejumlah sesar berarah

tenggara - barat laut yang berasosiasi dengan endapan magnetit di wilayah Pleihari dan

dapat diamati dari munculnya perpotongan sistem sesar dari semua blok diatas.

Tektonik dan Vulkanisme

Elemen tektonik di Kalimantan (Arifullah dkk., 2004) tersaji dalam gambar 6,

menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan terbentuk oleh elemen tektonik yang terdiri atas

lempeng kontinen dan lempeng samudra. Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu

cekungan dengan Cekungan Barito yang menyebabkan susunan stratigrafi kedua

Page 11: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

11

cekungan ini sama. Pada Miosen Akhir – Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai

terjadi yang mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada

kala Plio-Plistosen akibat terjadinya subdaksi lempeng kerak samudra dengan

Mikrokontinen Paternoster dari arah timur yang menunjam ke bawah kerak benua

Kraton Sunda di sebelah barat yang menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik

dan batuan malihan. Penunjaman ini berlangsung mulai Jura sampai dengan umur

Kapur Awal yang menghasilkan batuan busur vulkanik Granit Belawayan. Pada

Zaman Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang

menerobos batuan ultramafik dan batuan malihan.

Gambar 6. Elemen tektonik Kalimantan (Arifullah, dkk., 2004).

Lingkaran merah merupakan lokasi Cekungan Asem-

asem.

Pada akhir Kapur Awal terbentuk Kelompok Alino yang sebagian

merupakan olistostrom, diselingi dengan kegiatan gunungapi Kelompok Pitanak.

Pada awal Kapur kegiatan tektonik menyebabkan tersesarkannya batuan ultramafik

dan malihan ke atas Kelompok Alino. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar

normal yang ada mengalami reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan batuan

Page 12: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

12

sedimen Tersier. Deformasi ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian Meratus

ke permukaan sebagai prosuk dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-asem dan

Cekungan Pasir dengan Cekungan Barito.

Gambar 7. Penampang memotong kontinen Schwaner, Cekungan Barito, Pegunungan

Meratus dan Cekungan Pasir – Asem-asem. Orogen Meratus menindih

subduksi kontinen Paternoster. Tumbukan ini mengakibatkan terangkatnya

Orogen Meratus (Satyana dkk., 2007 dalam: Satyana dan Armandita, 2008).

Pada awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralas

(Sikumbang dan Heryanto, 2009). Pada saat bersamaan Kompleks Meratus telah ada,

namun hanya berupa daerah yang sedikit lebih tinggi di bagian cekungan dan

diendapkan berupa lapisan sedimen yang lebih tipis dari daerah sekitarnya (Hamilton,

1979). Pada Kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi Berai.

Kemudian pada Kala Miosen terjadi susut laut yang membentuk Formasi Warukin

(Sikumbang dan Heryanto, 2009).

Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Miosen yang menyebabkan

batuan yang tua terangkat membentuk Tinggian Meratus dan melipat kuat batuan

Tersier dan Pre-Tersier. Sejalan dengan itu terjadilah pensesaran naik dan geser yang

diikuti sesar turun dan pembentukan Formasi Dahor pada Kala Pliosen. (Sikumbang

dan Heryanto, 2009).

Secara umum gambaran perkembangan tektonik dan kegianatan magmatisme

di Tinggian Meratus telah di bahas oleh Hartono dan Permanadewi (2000). Selanjutnya

Page 13: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

13

Heryanto dan Hartono (2003) membahas perkembangan magmatisme dan tektonik,

serta hubungannya dengan tatanan stratigrafinya, hasilnya diilustrasikan di dalam

model kartun (Gambar 8, 9, 10, 11 dan 12), Uraian berikut ini sebagian besar

merupakan rigkasan dari keduanya di tambah dengan data dan pandangan baru

termasuk (Satyana dan Armandita, 2008).

Gambar 8. Kondisi tektonik lempeng pada Jura – Kapur Awal di Pegunungan

Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003

dalam: Heryanto, 2010).

Gambar 9. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Tengah di Pegunungan

Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003

dalam: Heryanto, 2010).

Page 14: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

14

Gambar 10. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir di Pegunungan Meratus,

Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam:

Heryanto, 2010).

Gambar 11. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir – Eosen-Miosen di Pegunungan

Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam:

Heryanto, 2010).

Gambar 12. Kondisi tektonik lempeng pada Plio-Plistosen di Pegunungan Meratus,

Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto,

2010).

Page 15: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

15

Formasi Warukin

Formasi Tanjung

SUMBER DAYA ENERGI DAN MINERAL

Hidrokarbon

Kemungkinan keterdapatan hidrokarbon di Cekungan Asem-asem dapat di

indikasi dengan keterdapatan batuan induk (source rock), batuan waduk atau batuan

penyimpan hidrokarbon (reservoir rock), batuan penutup (seal rock) dan kondisi

geologi yang membentuk jebakan hidrokarbon (oil play). Kolom stratigrafi Cekungan

Asem-asem yang menunjukkan potensi batuan induk dan batuan waduk (Gambar 13).

Gambar 13. Kolom stratigrafi Cekungan Asem-asem yang memiliki

runtunan batuan induk (S), batuan waduk (R) dan batuan

penutup (garis hitam tebal) oleh PND (2006).

Page 16: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

16

Batuan Induk

Batuan induk atau batuan pembawa hidrokarbon (source rock) adalah

batuan tempat hidrokarbon secara alami dapat terbentuk. Batuan ini merupakan

batuan sedimen klastika halus terdiri atas serpih dan batulumpur, berwarna

kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai berlaminasi, setempat

berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan material organik yang pada

umumnya diendapkan dalam lingkungan lakustrin. Batuan seperti ini di

Cekungan Asem-asem dijumpai dalam bagian tengah Formasi Tanjung dan

juga pada Formasi Warukin.

Hasil analisis TOC (Total Organic Carbon) menujukkan bahwa batuan

dari kedua formasi ini termasuk dalam kategori sangat baik. Formasi Tanjung

menunjukkan kualitas kerogen tipe III, yaitu jika sudah matang akan terbentuk

menjadi gas, sedangkan Formasi Warukin menunjukkan kualitas kerogen tipe

II, yaitu jika sudah matang akan terbentuk menjadi minyak dan gas. Selain

serpih dan batulumpur karbonat, lapisan batubara juga dapat bertindak sebagai

batuan sumber, karena maseral liptinit dan eksinit yang merupakan sumber dari

hidrokarbon banyak dijumpai dalam lapisan batubara.

Batuan Waduk

Batuan waduk (reservoir rock) adalah batuan dimana tempat

hidrokarbon terakumulasi. Batuan waduk ini umumnya merupakan batuan

sedimen klastika kasar, mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik dan

juga mempunyai volume yang cukup besar. Pada umumnya yang bertindak

sebagai batuan induk adalah batupasir dan batugamping. Di Cekungan Asem-

asem batuan yang dapat menjadi batuan waduk adalah batupasir pada Formasi

Tanjung dan Formasi Warukin.

Batupasir Formasi Tanjung dikuasai oleh batupasir sublitarenit, litarenit

dan subarkose. Porositas batupasir ini terdiri atas porositas primer adalah

porositas yang terbentuk pada waktu pengendapan, sedangkan porositas

sekunder yaitu porositas yang terbentuk setelah pengendapan atau selam proses

diagenesa seperti pelarutan. Porositas sekunder yang terjadi ada Formasi

Page 17: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

17

Tanjung adalah pelarutan dari fragmen batuan volkanik dan butiran feldspar.

Batupasir Formasi Warukin umumnya berbutir halus sampai sedang

dengan komposisi litarenit, porositas primer berkembang sangat baik

dikarenakan proses diagenesa pada batupasir ini masih belum kuat.

Batugamping Formasi Berai secara mikroskopik pada umumnya terdiri atas

batugamping packstone dan wackstone dengan fragmen terdiri atas kepingan

foram dan fosil lain. Porositas yang terjadi dalam batugamping ini adalah

porositas sekunder yang interkristalin, mouldic dan vug.

Batuan Penutup

Batuan penutup (caprock) adalah batuan sedimen berbutir halus yang

kedap air. Batuan ini berperan sebagai penutup dan mencegah hidrokarbon

yang sudah terakumulasi dalam batuan waduk bermigrasi ke tempat lain.

Batuan yang dapat menjadi batuan penutup adalah batulempung yang masif

dan kedap air. Batuan seperti ini di Cekungan Asem-asem dijumpai sebagai

sisipan baik dalam Formasi Tanjung ataupun Formasi Warukin. Batuan ini

berasosiasi dengan batupasir yang diperkirakan deoat bertindak sebagai batuan

waduk atau reservoir dalam Formasi Tanjung. Batuan penutup ini peranannya

sangat berhubungan erat dengan bentuk jebakan minyak, dengan kata lain

bahwa batuan penutup adalah merupakan bagian dari sistem jebakan miyak itu

sendiri (oil play).

Jebakan dan Migrasi Hidrokarbon

Jebakan hidrokarbon adalah kondisi geologi setempat yang dapat

membentuk jebakan hidrokarbon, sedangkan migrasi hidrokarbon adalah

perpindahan hidrokarbon dari batuan induk ke batuan waduk setelah kerogen

mencapai kematangan. Kondisi geologi yang dapat menunjang jebakan

hidrokarbon adalah stratigrafi dan struktur geologi. Stratigrafi adalah posisi

satuan batuan terhadap satuan lainnya, sedangkan struktur geologi adalah

perubahan kondisi dari satuan batuan akibat tektonik. Sesar-sesar banyak

dijumpai di Cekungan Asem-asem yang merupakan kontrol utama sistem

jebakan dan migrasi hidrokarbon.

Page 18: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

18

Gambar 14. Petroleum play pada Formasi Tanjung bagian bawah di Cekungan

Asem-asem.

Serpih Minyak (Oil Shale)

Runtunan batuan sedimen yang mengandung lapisan “oil shale” terdiri atas

serpih dan batulumpur, berwarna kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai

berlaminasi tebal, setempat berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan

material organik. Sifat fisik batuan ini adalah keras jika segar dan lunak jika telah

lapuk. Batuan ini bersisipan dengan batulumpur berwarna kelabu terang yang biasanya

miskin akan material organik. Pada umumnya batua serpih minyak ini selalu

berasosiasi dengan lapisan batubara. Di cekungan Asem-asem batuan serpih minyak

ini dijumpai dalam Formasi Tanjung dan Formasi warukin.

Serpih minyak juga merupakan batuan induk, perbedaannya adalah untuk

serpih minyak diperlukan kematangan termal dari material organiknya berkisar belum

matang akhir sampai matang awal, sedangkan batuan induk diperlukan kematangan

termal matang awal sampai matang akhir. Berdasarkan analisis TOC menunjukkan

bahwa batulumpur berwarna kelabu kehitaman banyak mengandug material organik

Page 19: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

19

ini lebih cocok untuk serpih minyak (oil shale) dari pada sebagai batuan induk (source

rock).

Batubara

Batubara di Cekungan Asem-asem dijumpai dalam Formasi Tanjung dan

Formasi Warukin. Pada Formasi Tanjung batubara dijumpai di bagian tengan dengan

ketebalan 50 sampai 200 cm. Secara megaskopik lapisan batubara di Formasi Tanjung

warna hitam, mengkilap, gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal dan ringan.

Analisis petrografi organik dilakukan pada batubara dari Formasi Tanjung

menunjukkan bahwa kadar kalorinya yang paling rendak adalah 5970 cal/gr dan paling

tinggi adalah 7725 cal/gr.

Pada Formasi Warukin secara umum keseluruhan tersusun oleh sepuluh

lapisan. Tebal perlapisan batubara yang teramati berkisar 1 sampai 8 m. Secara fisik

batubara yang teramati adalah berwarna hitam, kilap kusam, ringan mengandung

banyak resin dan memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalori berkisar antara 4565 –

5925 cal/gr, dengan rata-rata nilai kalori 5418 cal/gr. Peringkat batubara di Formasi

Warukin termasuk high volatile subbituminous B.

Coal Bed Methane (CBM)

CBM adalah sumber metana ekonomis yang tersimpan dalam lapisan batubara.

Metana baik tipe biogenik primer dan termogenik yang ada di dalam batubara

dihasilkan dari pembatubaraan (coalification). Coalification adlaah suatu proses

perubahan gambut menjadi batubara selama berlangsungnya penimbunan (burial).

Gas yang tersimpan dalam batubara terdapat dalam empat cara. Pertama

sebagai gas bebas dalam mikropori dan rekahan-rekahan (cleat) batubara. Kedua

sebagai dissolved gas dalam air yang terkandung dalam batubara. Ketiga sebagai gas

yang terserap di antara partikel batubara, mikropori dan permukaan rekahan. Keempat

Page 20: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

20

sebagai gas yang terserap dalam struktur molekul batubara (Yee et al., 1993 dalam

Montgomery, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian oleh PSG-Lemigas (2006) untuk batubara

Formasi Tanjung memiliki kandungan gas metana berkisar antara 0, 4 m3 sampai 8,2

m3/ton, sedangkan hasil penelitian untuk Formasi Warukin oleh PSG-Lemigas (2004)

menunjukkan kandungan gas metana berkisar antara 0,9 m3 sampai 5,77 m3/ton.

Page 21: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

21

KESIMPULAN

Secara geologi, Cekungan Asem-asem terletak di tenggara Kerak Benua

Sundaland dan Selatan Cekungan Kutai serta di bagian barat berbatasan langsung oleh

Komplek Pegunungan Meratus. Secara demografi cekungan Asem-asem berada di

Provinsi Kalimantan Selatan dan msauk sebagian daerah Provinsi Kalimantan Timur.

Kalimantan tenggara yang merupakan cikal bakal tempat terbentuknya Cekungan

Asem-asem, tersusun oleh Batuan Paleozoik sampai dengan Batuan Kenozoik.

Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu cekungan dengan Cekungan

Barito yang menyebabkan susunan stratigrafinya kedua cekungan ini sama. Pada

Miosen Akhir – Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai terjadi yang

mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada kala Plio-

Plistosen akibat terjadinya kolisi antara Mikrokontinen Paternoster dengan daratan

Kalimantan. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar normal yang ada mengalami

reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan batuan sedimen Tersier. Deformasi

ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian Meratus ke permukaan sebagai prosuk

dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-asem dan Cekungan Pasir dengan

Cekungan Barito.

Secara stratigrafi, Cekungan Asem-asem terdiri dari lima formasi batuan yaitu,

batuan alas (basement) yang berupa batuan malihan sekis amfibolit, filit, sekis yang

berumur Jura. Batuan pengisi cekungan Asem-asem di mulai dari Formasi Tanjung

yang tersusun oleh perselingan batupasir kasar, batupasir konglomeratan dan

konglomerat di bagian bawah, batulempung berwarna kelabu di bagian tengah dan

perselingan tipis batulanau dan batupasir halus di bagian atas yang memiliki

lingkungan pengendapan sungai atau fluvial dan berumur Eosen Akhir (Martini,

1971). Secara selaras di atas Formasi Tanjung diendapkan Formasi Berai yang

didominasi oleh batugamping ini memiliki lingkungan pengendapan terumbu depan,

mungkin antara terumbu belakang, sublitoral pinggir, relatif dangkal, mungkin kurang

dari 30 meter, berupa laut dangkal atau lagoon yang berumur Oligosen Akhir – Miosen

Awal (Te1-5 Adams, 1970). Secara selaras di atas Formasi Berai diendapkan Formasi

Page 22: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

22

Warukin yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan batupasir dan

batubara dengan lingkungan pengendapan rawa dan pasang surut yang berumur

Miosen Awal – Miosen Akhir. Secara tidak selaras di atas Formasi Warukin

terendapkan Formasi Dahor yang tersusun oleh batulempung sampai batulempung

pasiran, batupasir kasar dan konglomerat yang memiliki lingkungan pengendapan

delta dan berumur Plio-Plistosen. Endapan Aluvial yang terendapkan oleh proses

fluviatil yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang

berumur Kuarter.

Potensi hidrokarbon di Cekungan Asem-asem diindikasikan dengan potensi

batuan induk yang berasosiasi dengan batubara dan dijumpai pada bagian tengah

Formasi Tanjung dan serpih karbonat yang berasosiasi dengan batubara juga dijumpai

pada Formasi Warukin. Batuan waduk dijumpai pada batupasir kuarsa pada Formasi

Tanjung dan Warukin serta batugamping Formasi Berai. Batuan penutup adalah

batulempung sebagai sisipan dalam Formasi Tanjung dan Warukin. Adapun jebakan

hidrokarbon yang terbentuk adalah jebakan stratigrafi dan struktur atau kombinasi dari

keduanya.

Potensi serpih minyak atau oil shale di Cekungan Asem-Asem dijumpai pada

Formasi Tanjung dan Formasi Warukin, sebagai batuan serpih karbonat yang juga

merupakan batuan induk. Potensi batubara dan gas metana dijumpai juga di Formasi

Tanjung yang memiliki ketebalan batubara antara 50 sampai 200 cm dan Formasi

Warukin yang memiliki ketebalan batubara bervariasi mulai dari beberapa meter

sampai puluhan meter.

Page 23: Geologi dan Sumber Daya Cekungan Asem Asem

23

DAFTAR PUSTAKA

Geologi, Suara., 2012., Stratigrafi Cekungan Asem-asem Kalimantan Timur.

http://suarageologi.blogspot.co.id/2012/06/stratigrafi-cekungan-asem-asem_

14.html. Di akses pada tanggal 28 September 2015.

Hidayat, Rory., 2012., Fisiografi Kalimantan. http://rorygeobumi.blogspot.co.

id/2012/04/fisiografi-kalimantan.html. Di akses pada tanggal 29 September

2015.

Hidayat, Rory., 2012., Kerangka Tektonik Kalimantan. http://rorygeobumi.blogspot.

co.id/2012/04/kerangka-tektonik-regional-kalimantan.html. Di akses pada

tanggal 29 September 2015.

Heryanto, R., 2010. Geologi Cekungan Barito. Bandung: Badan Geologi Kementrian

Energi Sumber Daya Mineral.