geolistrik

37
GEOLISTRIK-01 PENDAHULUAN Dalam geofisika eksplorasi terdapat beberapa metode geofisika yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan struktur kerak bumi yang bertujuan untuk mencari sumber daya alam. Salah satu metode geofisika tersebut, diantaranya metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik didalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya dipermukaan bumi. Parameter yang diukur dalam pengukuran geolistrik, diantaranya : potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Ada beberapa metode geolistrik, yaitu : resistivitas (tahanan jenis), Induced Polarization (IP), Self Potensial (SP), magnetotellurik dan lain-lain. Prinsip kerja metode geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan dibawah titik ukur. Metode geolistrik digunakan untuk eksplorasi mineral, reservoar air, geothermal, gas biogenik, kedalaman batuan dasar dan lain-lain. 1.1. Metode Resistivitas Bumi Prinsip dasar metode ini yaitu mengalirkan/menginjeksikan arus listrik buatan berfrekwensi rendah kedalam bumi melalui dua elektroda, yang dinamai elektroda arus, dan distribusi potensial yang dihasilkan, diukur oleh dua elektroda potensial. Besarnya potensial pada penetrasi yang sama, tergantung pada pengaturan jarak antara elektroda sesuai dengan keperluan. Pengaturan ini pada dasarnya dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok berdasarkan pada kuantitas fisik yang diukur, yaitu :

Upload: bachtiar-rafli

Post on 22-Nov-2015

556 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

Modul Praktikum Geofisika

TRANSCRIPT

  • GEOLISTRIK-01

    PENDAHULUAN

    Dalam geofisika eksplorasi terdapat beberapa metode geofisika yang dapat

    dimanfaatkan untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan struktur kerak bumi yang bertujuan

    untuk mencari sumber daya alam. Salah satu metode geofisika tersebut, diantaranya

    metode geolistrik.

    Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran

    listrik didalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya dipermukaan bumi. Parameter

    yang diukur dalam pengukuran geolistrik, diantaranya : potensial, arus dan medan

    elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam

    bumi. Ada beberapa metode geolistrik, yaitu : resistivitas (tahanan jenis), Induced

    Polarization (IP), Self Potensial (SP), magnetotellurik dan lain-lain.

    Prinsip kerja metode geolistrik resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi

    melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda

    potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda

    yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing

    lapisan dibawah titik ukur.

    Metode geolistrik digunakan untuk eksplorasi mineral, reservoar air, geothermal, gas

    biogenik, kedalaman batuan dasar dan lain-lain.

    1.1. Metode Resistivitas Bumi

    Prinsip dasar metode ini yaitu mengalirkan/menginjeksikan arus listrik buatan

    berfrekwensi rendah kedalam bumi melalui dua elektroda, yang dinamai elektroda arus,

    dan distribusi potensial yang dihasilkan, diukur oleh dua elektroda potensial. Besarnya

    potensial pada penetrasi yang sama, tergantung pada pengaturan jarak antara elektroda

    sesuai dengan keperluan. Pengaturan ini pada dasarnya dapat dikelompokan kedalam

    tiga kelompok berdasarkan pada kuantitas fisik yang diukur, yaitu :

  • 1. Pengaturan yang bertujuan mencatat gradien potensial dengan menggunakan

    pasangan elektoda yang berjarak rapat. Contohnya konfigurasi Schlumberger.

    2. Pengaturan yang bertujuan mencatat perbedaan potensial antara dua elektroda

    pengukur dengan jarak lebar. Contohnya konfigurasi Wenner.

    3. Pengaturan yang bertujuan mencatat kelengkungan fungsi-fungsi potensial

    dengan menggunaka pasangan elektroda arus maupun pengukur yang dipasang

    rapat. Contohnya konfigurasi Pole-Dipole

    Pada pengukuran dengan menggunakan metode tahanan jenis menggunakan suatu

    anggapan (asumsi) bahwa :

    1. Di bawah permukaan tanah terdiri dari lapisan-lapisan dengan ketebalan tertentu

    kecuali lapisan terbawah mempunyai ketebalan tidak berhingga.

    2. Bidang batas antar lapisan horizontal.

    3. Setiap lapisan homogen dan isotropis.

    1.1.1 Sifat Resistivitas Batuan

    Pada kebanyakan batuan , sifat kelistrikan dihasilkan oleh listrik alami yang terbawa

    oleh cairan dan nilai resistivitasnya lebih terkendali oleh nilai porositas dan kandungan

    air. Batuan yang mengandung air memiliki resistivitas yang lebih rendah dibandingkan

    batuan yang tidak mengandung air dan batuan kering. Berdasarkan harga resistivitas,

    batuan/mineral digolongkan menjadi tiga bagian, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1

    Tabel 1.1. Nilai resistivitas

    Harga resistivitas

    ( Ohm meter )

    Konduktor Baik 10 -8 < < 1

    Konduktor Pertengahan 1 < < 10 7

    Isolator < 10 7

  • 1.1.2 Sifat Konduktivitas Batuan

    Dalam metode resistivity, sifat konduktivitas listrik sangat penting, setiap batuan

    mempunyai perbedaan sifat kelistrikan. Aliran arus listrik di dalam batuan dapat

    digolongkan menjadi tiga, yaitu ;

    1. Konduksi secara elektronik

    2. Konduksi secara elektrolitik

    3. Konduksi secara dielektrik

    1.1.3 Aliran Listrik pada Media Homogen Isotropis

    Apabila arus kontinu yang mengalir serba sama (homogen) disemua tempat dan yang

    sifatnya terhadap arus listrik serba sama di semua arah (isotropik). Seperti halnya dalam

    kawat konduktor maka untuk model bumi semacam ini berlaku hukum Ohm:

    (1.1)

    dengan

    = rapat arus (ampere/meter2)

    = intensitas medan listrik (volt/meter)

    = konduktivitas medium (mho/meter)

    Besaran skalar dari medan listrik yaitu potensial listrik V dalam volt, dapat

    dinyatakan sebagai minus gradien potensial, yaitu:

    (1.2)

    sehingga hukum Ohm dapat dituliskan sebagai :

    (1.3)

    Apabila arus mengalir pada medium homogen isotropis sehingga hukum kekekalan

    muatan yang secara matematis dapat dituliskan :

    (1.4)

  • dengan q = rapat muatan (C/m3).

    Persamaan (1.4) disebut sebagai persamaan kontinuitas, bila dianggap muatannya

    tetap, berarti tidak ada arus listrik yang masuk, sehingga persamaan (1.4) menjadi :

    (1.5)

    Dengan mensubstitusikan persamaan (1.3) dan (1.5) akan diperoleh persamaan :

    (1.6)

    Persamaan di atas berlaku untuk sembarang volume.

    Bila mediumnya homogen isotropik, tidak bergantung pada sistem koordinat, dengan

    , maka potensial skalar V memenuhi persamaan Laplace yang menyatakan

    distribusi potensial dari arus searah :

    (1.7)

    1.1.4 Potensial oleh Sumber Arus Tunggal di Permukaan Medium Homogen

    Isotropis

    Permasalahan potensial yang disebabkan oleh adanya suatu sumber arus tunggal di

    permukaan medium homogen isotropis, dimana sumber arus tersebut timbul karena

    digunakannya suatu elektroda yang mengalirkan arus I yang tersebar ke semua arah

    sama besar, maka besarnya potensial dapat ditentukan. Dalam kasus seperti ini

    solusinya menggunakan persamaan Laplace.

    Persamaan Laplace yang berhubungan dengan kondisi ini dapat dituliskan dalam sistem

    koordinat bola, yaitu :

    (1.8)

  • Gambar 1.1 Arus tunggal di Permukaan Medium Homogen Isotropis

    (Sumber : Telford et al., 1976)

    Karena disini hanya ada arus tunggal maka arus mengalir simetris terhadap arah dan

    , sehingga potensial jelas hanya bergantung terhadap jarak dari sumber.

    Persamaan (1.8) menjadi :

    (1.9)

    Persamaan diatas dapat diintegrasi secara langsung dan memberikan solusi :

    (1.10)

    Diintegrasi lagi menjadi:

    (1.11)

    dengan C2 dan C1 konstanta integrasi yang dapat dicari dengan syarat fisis : pada jarak

    yang jauh dari titik sumber (r ~ ) maka V = 0 maka C1 = 0.

    Persamaan (1.11) akan berubah menjadi :

  • (1.12)

    Dari persamaan (1.12) tampak bahwa permukaan equipotensialnya berupa permukaan

    bola dengan aliran arus dan medan listriknya berarah radial. Oleh karena harga

    konduktivitas udara sama dengan 0 (nol), maka permukaan equipotensialnya didalam

    bumi merupakan setengah bola.

    Dari persamaan (1.3) maka rapat arus pada jarak r dari sumber dinyatakan :

    (1.13)

    Dengan mensubstitusikan persamaan (1.12) ke persamaan (1.13) maka akan diperoleh

    (1.14)

    Arus total yang menembus permukaan setengah bola dengan jari-jari r adalah :

    (1.15)

    Besar arus pada persamaan (1.15) akan sama besar dengan arus I yang dimasukkan

    melalui titik C, sehingga diperoleh :

    atau (1.16)

    Apabila persamaan (1.16) disubstitusikan kedalam persamaan (1.12), maka akan

    didapatkan :

    (1.17)

  • 1.1.5 Potensial oleh Sumber Arus Tunggal di Permukaan Medium Homogen

    Isotropis

    Pada prinsipnya pengukuran resistivity dengan metode geolistrik adalah

    membandingkan potensial suatu titik terhadap titik tertentu, sehingga diperlukan dua

    buah elektroda potensial dan elektroda arus, seperti pada gambar 1.2.

    Gambar 1.2. Potensial pada dua elektroda arus (a) Dilihat dari arus (b) Penampang

    dekat (c) potensial pada permukaan sepanjang garis lurus melalui titik

    sumber arus.(Sumber : Telford et a., 1976)

    Besar suatu potensial yang disebabkan dua elektroda arus di permukaan akan

    dipengaruhi oleh jarak keduanya. Potensial yang disebabkan C1 di titik P1 adalah :

    (1.18)

    dengan

  • (1.19)

    dan :

    V1 = potensial pada P1 akibat C1 (volt)

    r1 = jarak antara C1 dan P1 (meter)

    Arus pada kedua elektroda adalah sama tapi berlawanan arahnya, maka potensial yang

    disebabkan C2 di titik P1 adalah :

    (1.20)

    dengan

    Dengan demikian diperolehakan:

    (1.21)

    Dengan cara yang sama akan didapat beda potensial antara P1 dan P2 adalah:

    (1.22)

  • GEOLISTRIK-02

    PENGENALAN ALAT (RESISTIVITY METER)

    2.1 Tujuan

    1. Mengetahui dan memahami fungsi bagian-bagian alat resistivity meter.

    2. Mampu mengoperasikan alat resitivity meter.

    2.2 Peralatan

    1. Resistivity Meter Naniura NRD22 dan Naniura NRD 300 HF

    2. Res & IP Meter Supersting R8 Multichannel

    2.3 Teori Dasar

    Resistivity Meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur geolistrik tahanan jenis.

    Sedangkan alat yang digunakan dalam pengukuran geolistrik induced polarization (IP)

    yaitu IP Meter. Di Jurusan Fisika Unpad terdapat 3 buah alat geolistrik, yaitu Resistivity

    Meter Naniura NRD22, Resistivity Meter Naniura NRD300HF dan Res & IP Meter

    Supersting R8 Multichannel.

    Resistivity Meter Naniura NRD300HF dan Naniura NRD22 merupakan alat ukur

    geolistrik konvensional yang masih menggunakan 1 channel (Gambar 2.1). Data yang

    diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Resistivity Meter Naniura NRD22S

    yaitu harga beda potensial (V) dan arus ( I ). Data V dan I ini kemudian diolah untuk

    NRD300HF banyak digunakan untuk pengukuran sounding 1D, sedangkan untuk

    pengukuran 2D relatif masih jarang digunakan karena harus membuat dahulu geometri

    pengukuran (stacking chart), tabel akuisisi, membuat format konversi data lapangan ke

    format data software (dilakukan secara manual), dan pelaksanaan pengukuran

    dilapangan yang cukup lama. Misalnya untuk pengukuran geolistrik 2D dengan panjang

    lintasan 300m dan elektroda 30 buah dan konfigurasi yang digunakan Wenner maka

  • waktu yang dibutuhkan sekitar 5 s.d. 6 jam tergantung dari kondisi medan dilapangan.

    Gambar 2.1 Resistivity Meter Naniura NRD 300Hf

    Spesifikasi Resistivity meter Naniura NRD300Hf terdiri dari dua bagian, yaitu :

    Pemancar (Transmitter)

    Catu Daya / DC in (power supply) : 12V, minimal 6 AH

    Daya keluar (output power) : 300 W untuk catu daya > 20A

    Tegangan keluar (output voltage) : 500V maksimum

    Arus keluar (output current) : 2000mA

    Ketelitian arus (currect accuracy) : 1 mA

    Sistem pembacaan : Digital

    Catu daya digital meter : 9V, baterai kering

    Fasilitas : Current loop indicator

    Penerima (Receiver)

    Impedansi maksimum (input impedance): 10 M Ohm

    Batas ukur ukur pembacaan (range) : 0,1 mV s.d. 500V

    Ketelitian (accuracy) : 0,1mV

    Kompensator kasar : 10 x putar (precision multi turn potensiometer)

    Kompensator halus : 1 x putar (wire wound resistor)

  • Sistem pembacaan : Digital (auto range)

    Catu daya digital meter : 3 V ( 2buah baterai kering AA)

    Fasilitas pembacaan : Hold (data disimpan di memori)

    Massa alat : 5,5 kg

    Selain Resistivity Meter Naniura, alat geolistrik yang lebih memudahkan untuk

    pengukuran yaitu multichannel 28 electrodes yaitu Res & IP Meter Supersting R8

    Multichannel. Res & IP Meter Supersting R8 Multichannel ini merupakan alat yang bisa

    digunakan untuk mengukur geolistrik tahanan jenis 1D/2D/3D/4D dan geolistrik

    induced polarization (IP) 2D/3D/4D. Data pengukuran yang diperoleh dari alat ini sudah

    & IP Meter Supersting R8 Multichannel terdiri dari 1 switch box, 28 elektroda,

    bentangan kabel maksimal 945m (Gambar 1.2). Beberapa kelebihan Pengukuran

    resistivity 2D/3D dan IP 2D/3D dengan menggunakan alat geolistrik Res & IP Meter

    Supersting R8 Multichannel, yaitu :

    Pengukurannya relatif lebih cepat dibandingkan menggunakan Resistivity Meter

    single channel atau IP Meter single channel. Pengukuran dengan panjang

    lintasan 810m s.d. 945m dan 28 elektroda dengan 3 konfigurasi membutuhkan

    waktu sekitar 1,5 jam.

    Tidak perlu melakukan konversi data secara manual karena sudah tersedia

    software akuisisi datanya, yaitu software AGIS Admin.

    Hasil pengukuran bisa langsung dilihat di lapangan (quick look).

  • Gambar 2.2. (a). Satu unit Res & IP R8 Supersting (main unit, Note Book, Switch Box,

    Accu, Handy Talky) dan (b) Main Unit Res & IP R8 Supersting

    Multichannel

    Spesifikasi dari SuperSting Res &IP R8 Meter, yaitu :

    Measurement modes Apparent resistivity, resistance, induced polarization

    (IP), battery voltage

    Automatic multi-

    electrodes

    The SuperSting is designed to run dipole-dipole, pole-

    dipole, pole-pole, Wenner and Schlumberger surveys

    including roll-along surveys completely automatic with

    the patented (patent 6,404,203) Swift. Dual Mode

    Automatic Multi-electrode system. The SuperSting can

    run any other array by using user programmed command

    files. These files are ASCII files and can be created using

    a regular text editor. The command files are downloaded

    to the SuperSting RAM memory and can at any time be

    recalled and run. Therefore there is no need for a fragile

    computer in the field.

    Data storage

    Full resolution reading average and error are stored along

    with user entered coordinates and time of day for each

    measurement. Storage is effected automatically.

  • Data transmission

    RS-232C channel available to dump data from the

    instrument to a Windows type computer on user

    command.

    Dimensions Width 184 mm (7.25"), length 406 mm (16") and height

    273 mm (10.75").

    Display Graphics LCD display (16 lines x 30 characters) with

    night light.

    Input channels Eight channels

    Input gain ranging Automatic, always uses full dynamic range of receiver.

    Input impedance >20 M.

    IP current transmission ON+, OFF, ON-, OFF

    IP time cycles 0.5 s, 1 s, 2 s, 4 s and 8 s

    Measure cycles

    Running average of measurement displayed after each

    cycle. Automatic cycle stop when reading errors fall

    below user set limit or user set max cycles are done.

    Measurement range +/- 10V

    Measuring resolution Max 30 nV, depends on voltage level

    Memory capacity More than 30000 measuring points can be stored in the

    internal memory.

    Noise suppression Better than 100 dB at f>20 Hz Better than 120 dB at

    power line frequencies (162/3, 20, 50 and 60 Hz).

    Operating system

    Stored in re-programmable flash memory. New version

    can be downloaded from our web site and stored in the

    flash memory.

    Operating time

    Depends on conditions, internal circuitry in auto mode

    adjusts current to save energy. At 20 mA output current

    and 10 k. electrode resistance more than 2000 cycles are

  • available from a fully charged battery pack.

    Output current 1mA 1.25 A continuous

    Output power 200 W

    Output voltage 800 Vp-p, actual electrode voltage depends on

    transmitted current and ground resistivity.

    Power supply, field 12V or 2x12V DC external power, connector on front

    panel.

    Power supply, office DC power supply

    Resistivity time cycles

    Basic measure time is 0.4, 0.8, 1.2, 3.6, 7.2 or 14.4 s as

    selected by user via keyboard. autoranging and

    commutation adds about 1.4 s.

    Screen resolution 4 digits in engineering notation

    Signal processing

    Continuous averaging after each complete cycle. Noise

    errors calculated and displayed as percentage of reading.

    Reading displayed as resistance (.V/I) and apparent

    resistivity (.m). Resistivity is calculated using user

    entered electrode array coordinates.

    SP compensation

    Automatic cancellation of SP voltages during resistivity

    measurement. Constant and linearly varying SP cancels

    completely.

    Supported configurations Resistance, Schlumberger, Wenner, dipole-dipole, pole-

    dipole, pole-pole.

    System calibration Calibration is done digitally by the microprocessor based

    on correction values stored in memory.

    Total accuracy

    Better than 1% of reading in most cases (lab

    measurements). Field measurement accuracy depends on

    ground noise and resistivity. The instrument will

  • calculate and display running estimate of measuring

    accuracy.

    Type of IP measurement Time domain chargeabilitiy (M), six time slots measured

    and stored in Memory

    User controls

    20 key tactile, weather proof keyboard with alpha

    numeric entry keys and function keys. On/off switch

    Measure button, integrated within main keyboard. LCD

    night light switch (push to light).

    Weight 10.7 kg (23.5 lb.)

    2.4 Prosedur Pengukuran dengan Menggunakan Resistivity Meter Naniura

    Alat resistivity meter diletakkan di tempat yang aman dari sinar matahari langsung.

    1. Periksa sumber tegangannya dan baterai analognya (jika baik, harga arus atau

    tegangan menunjukkan angka 000.0)

    2. Tancapkan elektroda potensial dan arus pada jarak yang telah ditentukan

    3. Hubungkan kabel penghubung elektroda potensial dan arus pada alat resistivity

    meter (perhatikan tanda + dan jangan sampai tertukar).

    4. Perhatikan tanda (jarum) galvanometer pada alat resistivity meter, jika jarum

    penunjuk tersebut belum berada pada daerah merah, maka salah satu elektroda

    arus belum tertanam dengan baik (kurang dalam).

    5. Lihat counter digital tegangan (volt), aturlah kompensator Course (kasar) agar

    nilai tegangan mendekati nol. Jika telah mendekati nol putar kompensator Fine

    (halus) sampai counter tegangan menunjukkan harga nol.

    6. Tekan tombol Start, sebelumnya pastikan tidak ada yang memegang elektroda

    arus. Tekanlah tombol start sampai diperoleh harga arus (mA) yang konstan,

    setelah itu tekan tombol Hold.

    7. Catat data pengukuran I terlebih dahulu kemudian data V, karena hanya data V

    saja yang disimpan pada alat.

  • 2.5 Tugas Pendahuluan

    1. Bagaimana prinsip kerja alat untuk mengukur metode geolistrik?

    2. Jelaskan komponen utama yang diperlukan pada pengukuran dengan metode

    geolistrik?

    3. Parameter apa saja yang terukur oleh alat Resistivity Meter dan IP Meter ?

    4. Sebutkan kelebihan dan kelemahan alat Resistivity Meter single channel dengan

    Resistivity Meter Multichannel !

    2.6 Tugas Akhir

    1. Gambarlah sketsa peralatan resistivity meter dan IP Meter dan jelaskan fungsi

    dari bagian-bagian alat tersebut !

    2. Parameter apa saja yang perlu diperhatikan pada saat pengambilan data dengan

    metode geolistrik?

    3. Hal apa saja yang berpengaruh terhadap penggunaan alat geolistrik?

  • GEOLISTRIK-03

    PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA

    GEOLISTRIK

    3.1 Tujuan

    Memahami cara pengambilan data dengan cara sounding dan mapping dengan

    menggunakan konfigurasi Schlumberger, Wenner, Dipole Dipole dan Pole Dipole serta

    pengolahan datanya.

    3.2 Peralatan

    1. Resistivity Meter Nanira NRD300HF dan NRD 22 : 1 buah

    2. Kabel arus : 2 gulung

    3. Kabel potensial : 2 gulung

    4. Elektroda arus : 2 buah

    5. Elektroda potensial : 2 buah

    6. Alat tulis : 1 set

    7. Kalkulator : 1 buah

    8. Tabel pengamatan : 2 buah

    9. Fotokopi kertas bilog : 2 buah

    3.3 Tugas Pendahuluan

    Pengambilan data dengan menggunakan metode geolistrik resistivity ada 4 cara.

    Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, keempat cara tersebut yaitu: Vertical

    Sounding (Resistivity 1D), Resistivity 2D (Gabungan Lateral Mapping dan Vertical

    Sounding), Resistivity 3D dan Resistivity 4D (Resistivity 3D + time lapse). Dalam

  • modul ini hanya membahas pengambilan data Resistivity 1D dan 2D.

    3.3.1 Resistivity 1D (Vertical Sounding)

    Digunakan untuk mengetahui distribusi harga resistivitas pada suatu titik target

    sounding dibawah permukaan bumi. Cara ini dinamakan Sounding 1D karena resolusi

    yang dihasilkan hanya bersifat vertikal. Konfigurasi yang digunakan dalam pengukuran

    sounding ini dapat menggunakan konfigurasi Schlumberger dan kon- figurasi Wenner.

    Konfigurasi Schlumberger bertujuan untuk mencatat gradien potensial atau intensitas

    medan listrik dengan menggunakan pasangan elektroda potensial yang berjarak relatif

    dekat dibandingkan dengan jarak elektroda arus.

    Dalam susunan ini ditempatkan empat elektroda kolinier atau dengan kata lain bahwa

    keempat elektroda terletak dalam suatu garis lurus. Susunan elektroda dari konfigurasi

    ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

    Besar tahanan jenis tergantung pada susunan elektroda, faktor ketergantungan ini

  • disebut sebagai faktor geometris (K). Faktor geometris ini merupakan parameter yang

    sangat penting dalam pendugaan geolistrik baik untuk pendugaan vertikal maupun

    horizontal, sebab harga K akan tetap untuk posisi C1-C2 dan P1-P2 yang tetap. Jadi

    besarnya K tergantung pada kedudukan relatif antara elektroda-elektrodanya.

    Perhitungan tahanan jenis semu secara umum dirumuskan sebagai berikut :

    (3.1)

    Maka faktor geometris untuk konfigurasi Schlumberger adalah:

    (3.2)

    Selain konfigurasi Schlumberger, Konfigurasi Wenner pun dapat digunakan untuk

    pengukuran vertical sounding (gambar 3.2).

    Gambar 3.2 Konfigurasi Wenner

    Persamaan resistivitasnya dan faktor geometerisnya dirumuskan dengan persamaan

    (3.1) dengan

    (3.3)

    Parameter a merupakan spasi antara dua elektroda

    Dalam konfigurasi Wenner ditempatkan empat elektroda dengan spasi yang sama

    dengan jarak a. Geometri pengukuran konfigurasi Wenner secara vertical sounding

    dapat dilihat pada gambar 3.3. :

  • Gambar 3.3. Pengukuran Vertikal Sounding dengan menggunakan Konfigurasi

    Wenner.

    Pengukuran pertama dilakukan dengan membuat spasi (misalnya a : 1 meter) dan

    diperoleh satu titik pengukuran. Pengukuran kedua di lakukan dengan membuat spasi

    antara C1 P1 dan P2C2 menjadi 2a dan seterusnya sampai bentangan maksimal yang

    telah ditentukan.

    Data sounding 1D dapat diolah secara manual dengan metode curve matching serta

    menggunakan software. Beberapa contoh data 1D yang diolah dengan menggunakan

    software, di antaranya :

    Contoh 1. data pengukuran sounding resistivity 1D untuk eksplorasi batu bara di daerah

    Bebatu Kab. Tarakan Kaltim (Budy, Adang, 2006).

  • Gambar 3.4 Penampang Resisitivity 1D (Sounding) (Budy, Adang, 2006)

  • Contoh 2. data pengukuran sounding resistivity 1D untuk eksplorasi mangan di daerah

    Flores-NTT (Budy, Beni, Y.Budiman, 2007).

    Gambar 3.5 Penampang Resisitivity 1D (Sounding) (Budy, Beni, Y.Budiman, 2007)

  • 3.3.2 Resistivity 1D (Vertical Sounding)

    Teknik pengukuran secara lateral mapping (2D) digunakan untuk mengetahui sebaran

    harga resistivitas pada suatu areal tertentu. Setiap titik target akan dilalui beberapa titik

    pengukuran. Ilustrasi cara ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

    Beberapa konfigurasi elektroda yang bisa digunakan dalam pengukuran lateral mapping

    ini, yaitu konfigurasi Wenner, Konfigurasi Pole Dipole, Konfigurasi Schlumberger-

    Wenner dan konfigurasi Dipole-Dipole (gambar 3.6).

    Gambar 3.6 Geometri Pengukuran Resistivity 2D Dengan Konfigurasi Dipole-Dipole

    Rumus persamaan resistivitas dan faktor geometeri untuk konfigurasi Dipole-Dipole,

    yaitu :

    dengan (3.4)

    = resistivitas semu (ohm meter)

    V = beda potensial (mvolt)

    I = arus listrik (ampere)

    K = faktor geometri konfigurasi dipole-dipole

    a = jarak spasi elektroda

  • Beberapa contoh data pengukuran resistivity dan IP yang diolah dengan menggunakan

    software Res2Dinv, yaitu:

    Contoh 1. Hasil pengukuran resistivity 2D dengan menggunakan alat Resistivity Meter

    Naniura NRD22S Multielectrode (15 Electrode) untuk eksplorasi bijih besi di daerah

    Pelihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan (Budy, Hadi, Y.Budiman, 2006)

    (gambar 3.7 dan 3.8).

    Gambar 3.7 Penampang Resistivity 2D yang diukur menggunakan Konfigurasi Wenner

    untuk eksplorasi Bijih Besi di daerah Pleihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel (Budy,

    Hadi, Y.Budiman, 2006)

    Gambar 3.8 Penampang Resistivity 2D yang diukur menggunakan Konfigurasi Dipole-

    Dipole untuk eksplorasi Bijih Besi di daerah Pleihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalsel

    (Budy, Hadi, Y.Budiman, 2006)

  • Contoh 2. Hasil pengukuran resistivity 2D dengan menggunakan alat Naniura

    NRD300HF Multielectrode (98 Electrode) untuk eksplorasi mangan di daerah Flores

    Nusa Tenggara Timur (Budy, Beni, Y.Budiman, 2007)(gambar 3.9).

    Gambar 3.9 Penampang Resistivity 2D yang diukur menggunakan Konfigurasi Dipole-

    Dipole untuk eksplorasi Mangan di daerah Flores - NTT (Budy, Y.Budiman, Beni,

    2007).

    Contoh 3. Hasil pengukuran resistivity 2D dengan menggunakan alat Res dan IP Meter

    Supersting R8 Multichannel (28 Electrode) untuk eksplorasi gas biogenik di daerah

    Indramayu (Tim KBK Geofisika Unpad - PPPGL, 2006) (gambar 3.10).

    Gambar 3.10 Penampang Resistivity 2D yang diukur menggunakan Konfigurasi

    Wenner untuk eksplorasi Gasbiogenik di daerah Indramayu, Jawa Barat (Tim KBK

    Geofisika Unpad-PPPGL, 2006)

  • 3.3.2.1 Pengolahan Data Geolistrik Resistivity & IP Menggunakan Res2DInv

    Interpretasi kualitatif data geolistrik tahanan jenis 2D umumnya dilakukan berdasarkan

    pola kontur tahanan jenis semu pada pseudosection. Namun informasi yang diperoleh

    kurang optimal mengingat parameter tahanan jenis dan geometric (terutama kedalaman)

    anomali bawah permukaan adalah besaran yang bersifat relatif. Interpretasi

    menggunakan pemodelan inversi merupakan alternatif untuk memperoleh informasi

    tahanan jensi bawah permukaan secara lebih kuantitatif.

    Prinsip dasar metode inversi linier kuadrat terkecil adalah modifikasi model awal secara

    iteratif hingga diperoleh model yang responsnya cocok dengan data hasil pengamatan.

    Modifikasi model didasarkan pada informasi mengenai sensitifitas parameter observasi

    (data) terhadap perubahan model. Faktor sensitivitas tersebut terkandung dalam matriks

    jacobi yang elemen-elemnnya adalah turunan parsial respons model terhadap parameter

    model. Untuk kasus geolistrik 2D perhitungan matriks Jacobi dilakukan secara numerik

    menggunakan pendekatan beda-hingga sehingga memerlukan perhitungan forward

    modelling dalam jumlah yang cukup besar. Perhitungan respons model tahanan jenis 2D

    dilakukan melalui penyelesaian persamaan diferensial yang cukup kompleks

    menggunakan metode beda-hingga atau elemen- hingga. Oleh karena itu inversi linier

    kuadrat terkecil untuk data geolistrik 2D membutuhkan sumber daya komputasi (waktu

    eksekusi dan memori) yang relatif cukup besar.

    Loke dan Barker (1995) mengemukakan suatu pendekatan inversi linier kuadrat terkecil

    untuk data tahanan jenis 2D yang cukup efisien. Model awal adalah medium homogen

    sehingga modifikasi model awal tersebut hanya memerlukan matriks Jacobi untuk

    medium homogen pula. Matriks Jacobi untuk medium homogen dengan konfigurasi

    elektroda Pole-Pole dapat dihitung secara analitik dan dapat digunakan untuk

    menghitung matiriks Jacobi untuk konfigurasi elektroda lainnya (Wenner / Dipole-

    Dipole). Hal ini mengingat adanya prinsip superposisi potensial akibat sumber arus dan

    titik pengukuran potensial tambahan. Perumusan turunan parsial data terhadap

    parameter model untuk menghitung matriks Jacobi medium Homogen secara lengkap

    dibahas oleh Loke dan Barker (1995). Untuk mempercepat proses perhitungan inversi

    maka elemen-elemen matriks Jacobi untuk berbgai konfigurasi elektroda telah dihitung

    terlebih dahulu dan disimpan dalam bentuk file.

  • Algoritma perhitungan model inversi adalah sebagai berikut :

    1. Masukkan adalah vektor data tahanan jenis semu pada pseudosection dalam (d).

    Model awal (Po) adalah medium homogen dengan tahanan jenis sama dengan

    harga rata-rata data.

    2. Hitung vektor respons model awal yo = f (Po) dan selisih antara data dan respons

    model tersebut e = d yo. f adalah fungsi pemodelan ke depan (forward modelling

    2D). Dalam hal ini yo = Po dan berharga konstan untuk semua elemen vektor

    mengingat model awal adalah medium homogen.

    3. Baca file matriks Jacobi J untuk konfigurasi elektroda yang sesuai.

    4. Hitung vektor koreksi model menggunakan persamaan solusi inversi linier berikut

    (3.5)

    dengan faktor redaman dan matriks C digunakan untuk memperoleh solusi

    dengan variasi spasial minimum atau model yang smooth.

    5. Hitung vektor model p1 = po + p sebagai solusi. perhitungan persamaan (3.5)

    dapat diulangi dengan menggunakan yang berbeda beda hingga diperoleh

    solusi optimum yaitu model yang menghasilkan respons dengan misfit minimum

    terhadap data pengamatan.

    3.4 Prosedur Percobaan

    3.4.1 Pengukuran Resistivity 1D (Sounding)

    1. Lakukan pengukuran sounding dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger.

    2. Pada gambar 3.11, Pengukuran pertama dilakukan dengan membuat jarak (spasi) a.

    Dari pengukuran ini diperoleh satu titik pengukuran. Pengukuran kedua dilakukan

    dengan membuat jarak (spasi) antara C1 P1 dan P2 C2 menjadi 2a dan

    diperoleh titik pengukuran berikutnya.

  • Gambar 3.11 Geometri pengukuran sounding

    3. Lakukan pengukuran sebanyak 2 kali, kemudian catat harganya pada tabel

    pengamatan seperti dibawah ini.

    4. Setelah itu hitung nilai , kemudian plot harga terhadap AB/2 pada kertas

    bilog. Jika dalam pengeplotan terdapat data yang tidak smooth, maka lakukan

    pengukuran ulang atau pengukuran overlap.

    5. Lakukan pengukuran sampai dengan bentangan yang telah ditentukan.

    3.4.2 Pengukuran Resistivity 2D

    1. Lakukan pengukuran dengan menggunakan konfigurasi Wenner.

  • Gambar 3.12 Geometri Pengukuran Resistivity 2D

    2. Pada gambar 3.12, geometri pengukuran 2D menggunakan Wenner. Untuk group

    pertama (n=1), spasi dibuat bernilai a. Setelah pengukuran pertama dilakukan,

    elektroda selanjutnya digeser ke kanan sejauh a (C1 dipindah ke P1, P1 di pindah

    ke P2 dan P2 ke C2) sampai jarak maksimum yang diinginkan. Kemudian

    dilanjutkan lagi dengan n =2 dengan prosedur pengukuran yang sama.

    3. Lakukan pengukuran sebanyak 2 kali, kemudian catat harganya pada tabel

    pengamatan dibawah ini.

    4. Setelah pengukuran dengan menggunakan konfigurasi Wenner selesai, selanjutnya

    cobalah pengukuran dengan menggunakan konfigurasi Dipole-Dipole dan Pole

    Dipole.

  • 3.5 Tugas Pendahuluan

    1. Sebutkan jenis-jenis konfigurasi dalam metode geolistrik?

    2. Turunkan persamaan umum a dan K untuk konfigurasi Schlumberger,

    Wenner Dipole-Dipole dan Pole Dipole

    3. Hitunglah harga K untuk konfigurasi Schlumberger, Wenner dan Dipole-

    Dipole!

    4. Apakah perbedaan antara pengukuran sounding dan mapping?

    5. Apakah tujuan pengukuran overlap pada pengukuran sounding ?

    6. Faktor apa saja yang mempengaruhi harga resistivitas ketika pengambilan

    data?

    3.6 Tugas Akhir

    1. Lakukanlah pengukuran sounding (Resistivity 1D) dengan konfigurasi

    Schlumberger dan pengukuran Resistivity 2D dengan konfigurasi Wenner dan

    Dipole-Dipole! kemudian catat hasilnya pada tabel yang telah disediakan !

    2.

    analisanya !

    3. Berikan interpretasi singkat mengenai data yang telah anda ukur !

  • GEOLISTRIK-04

    PENAFSIRAN DATA LAPANGAN

    DENGAN METODE PENCOCOKAN KURVA

    4.1 Tujuan

    1. Mengerti cara pengolahan data sounding resistivitas dengan menggunakan kurva

    matching.

    2. Dapat mempresentasikan hasil penafsiran data resistivitas di lapangan.

    4.2 Peralatan

    1. Kertas bilog

    2. Alat tulis

    3. Kurva matching

    4.3 Teori Dasar

    Interpretasi geolistrik resistivity dapat dilakukan dengan metode pencocokan kurva

    (Curve Matching/ the auxiliary point method) yang bisa dilakukan secara manual

    ataupun komputeriasi. Secara manual bisa dilakukan dengan menggunakan curve

    matching (metode pencocokan kurva), sedangkan secara komputerisasi dapat dilakukan

    dengan menggunakan program Resint, Resis, Resix, Resty, Progress, Earth Imager 1D

    dan lain-lain. Untuk pengolahan data menggunakan software dilakukan pada praktikum

    geofisika 4.

    Dalam pengukuran dengan menggunakan metode geolistrik resistivity, hasil

    pengukurannya masih merupakan tahanan jenis semu. Tahanan jenis terukur diplot

    sebagai fungsi jarak elektroda memiliki bentuk yang sama dengan lengkung teoritik jika

    diplot dalam skala yang sama. Lengkung ini dapat dibandingkan langsung dengan

  • lengkung teoritik dengan cara superposisi dengan sumbu tegak dan datar, dengan

    menjaga agar kedua lengkung tersebut tetap sejajar. Kurva lapangan ini

    menggambarkan susunan batuan yang ada di bawah permukaan.

    Dalam melakukan interpretasi kurva lapangan dilakukan dengan mencocokkannya

    terhadap kurva induk dua lapis (teoritik). Untuk interpretasi kurva lapangan yang terdiri

    dari beberapa lapisan dapat digunakan kurva induk dua lapis dan diperlukan kurva

    bantu. Kurva bantu diturunkan secara reduksi dimana anggapan bahwa lapisan-lapisan

    bumi yang homogen dan isotropis diganti dengan suatu lapisan

    Macam-macam kurva bantu dibedakan menjadi 4 jenis:

    1. Kurva bantu tipe A ; Bentuk kurva monoton naik. Bentuk kurva semacam ini dapat

    dihubungkan dengan perubahan resistivitas 1< 2< 3.

    2. Kurva bantu tipe H ; Kurva lapangan mempunyai bentuk yang mengandung

    minimum. Hal ini dihubungkan dengan adanya urutan tiga lapisan yang

    resistivitasnya berubah menurut: 1> 2> 3

    3. Kurva bantu tipe K ; Kurva lapangan mempunyai bentuk yang mengandung

    maksimum, dan dihubungkan dengan adanya urutan tiga lapisan yang

    resistivitasnya berubah menurut: 1< 2> 3.

    4. Kurva bantu tipe Q ; Tipe kurva ini kebalikan dari kurva tipe A, bentuknya

    monoton turun dan dapat dihubungkan dengan perubahan keadaan resistivitasnya

    dimana 1> 2> 3

    Gambar 4.1 Kurva Bantu(Sumber : Telford et al, 1976)

  • 4.4 Prosedur Percobaan

    4.4.1 Kurva matching

    Tahapan ini dilakukan untuk menentukan harga resistivitas masing-masing lapisan

    dengan menggunakan kurva standar dan kurva bantu (Partial Matching Curve).

    Tahapannya sebagai berikut ;

    1. Plot data lapangan dimana harga a sebagai sumbu Y dan jarak elektroda arus

    (AB/2) sebagai sumbu X pada kertas bilog.

    2. Cocokkan segmen kurva yang berspasi pendek dengan kurva standar dua lapis.

    Setelah cocok, kedudukan pusat koordinat kurva standar pada kertas bilog

    lapangan akan memberikan data d1 dan d2 dengan menggunakan perbandingan 1 /

    2 yang terbaca pada kurva yang cocok, sehingga 2 dapat ditentukan.

    3. Untuk menginterpretasikan segmen-segmen kurva selanjutnya, gabungkan lapisan-

    lapisan sebelumnya yang sudah diketahui harga resistivitasnya dan kedalamannya

    menjadi satu lapisan fiktif yang mempunyai resistivitas dan ketebalan d yang

    masing - masing dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut ;

    a. Letakkan kurva lapangan di atas kurva bantu yang sesuai dengan tipenya

    sehingga pusat koordinat kurva bantu terletak pada koordinat (d, ) pada kertas

    bilog lapangan.

    b. Tentukan kedudukan (df0, f0) yang sesuai dengan perbandingan resistivitas

    kedua lapisan yang digabungkan (berupa garis).

    c. Cocokan segmen kurva berikutnya dengan kurva standard harus selalu berada

    pada tempat kedudukan df0 dan f0 dapat ditentukan. Dalam hal ini

    perbandingan 3 / f0 dengan demikian 3 dapat diketahui.

    d. Jika jumlah lapisan lebih dari tiga lapisan, maka ulangilah cara tersebut diatas

    untuk meneruskan pencocokan segmen-segmen berikutnya.

  • 4.5 Tugas Pendahuluan

    1. Apa yang dimaksud dengan pseudo resistivity?

    2. Apa fungsi a dan sebenarnya dalam proses interpretasi ?

    3. Parameter apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat kurva matching?

    4. Mengapa jika kita mendapatkan kurva lapangan yang memiliki kemiringan > 45o

    tidak dapat diproses lebih lanjut !

    4.6 Tugas Akhir

    Buatlah kurva matching dan hitung harga sebenarnya dan ketebalan (d) tiap lapisan

    berdasarkan hasil matching diatas untuk masing-masing titik sounding! Kemudian

    buatlah analisanya!

  • GEOLISTRIK-05

    PENAMPANG 2D TAHANAN JENIS DAN PETA 3D

    ISO TAHANAN JENIS

    5.1 Tujuan

    1. Dapat membuat penampang 2D tahanan jenis semu (Pseudosection) dan

    penampang 2D tahanan jenis sebenarnya.

    2. Dapat melakukan penafsiran dari penampang 2D tahanan jenis sebenarnya.

    3. Dapat menganalisa penyebaran variasi tahanan jenis semu secara lateral.

    4. Dapat memetakan variasi tahanan jenis semu secara horizontal dan membuat peta

    iso tahanan jenis.

    5.2 Peralatan

    1. Alat tulis : 1 set

    2. Kertas milimeter : 3 lembar

    3. Pensil warna : 1 set

    5.3 Teori Dasar

    Lintasan pengukuran geolistrik terdiri dari beberapa titik sounding. Jika titik-titik

    sounding suatu lintasan dikorelasikan dan digabung dengan titik-titik sounding semua

    lintasan, maka data geolistrik tersebut dapat diolah dalam beberapa bentuk tampilan.

    Diantaranya : penampang 2D tahanan jenis semu, penampang 2D tahanan jenis

    sebenarnya, peta tahanan jenis semu dan peta 3D tahanan jenis sebenarnya.

    Dengan mengetahui posisi titik sounding, rho semu dan azimuth lintasan, dapat dibuat

    peta tahanan jenis semu. Sedangkan untuk peta 3D tahanan jenis sebenarnya selain

    posisi titik sounding, parameter lain yang harus diketahui yaitu kedalaman dan nilai rho

  • sebenarnya dari setiap titik sounding. Peta tahanan jenis semu hanya bisa menafsirkan

    secara kualitatif, yaitu hanya bisa mengetahui pola kontur dan variasi harga tahanan

    jenis secara lateral sedangkan kedalamannya tidak bisa diketahui. Sedangkan peta 3D

    tahanan jenis sebenarnya, kita dapat menafsirkan secara kualitatif dan kuantitatif karena

    selain dari pola serta sebaran harga tahanan jenis sebenarnya, harga kedalamannya juga

    bisa diketahui.

    Dalam melakukan penafsiran geolistrik selain dari peta 3D tahanan jenis, bisa juga

    dilakukan dari penampang 2D tahanan jenis semu dan penampang 2D tahanan jenis

    sebenarya. Penampang 2D tahanan jenis semu bisa dibuat dengan cara mengkorelasikan

    harga tahanan jenis semu antar titik sounding dengan ab/2 yang telah ditentukan sesuai

    dengan tujuan pengukuran. Dari penampang tahanan jenis semu ini hanya bisa

    melakukan penafsiran secara kualitatif.

    Untuk penampang 2D tahanan jenis sebenarnya dapat dibuat dengan mengkorelasikan

    harga sebenarnya antar titik sounding. Harga sebenarnya diperoleh dari penafsiran

    dengan menggunakan kurva matching atau dari program. Untuk membuat penampang

    2D tahanan jenis sebenarnya, terlebih dahulu harus diplot harga ( sebenarnya dan

    kedalaman h) tiap titik sounding, kemudian korelasikan antar titik soundingnya

    berdasarkan harga

    dapat melakukan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi kualitatif bisa

    dilakukan dengan melihat pola lapisan batuan dan sebaran nilai tahanan jenisnya,

    sedangkan secara kuantitatif kita bisa langsung mengetahui kedalaman dari tiap lapisan

    pada penampang tahanan jenis tersebut.

    5.4 Prosedur Pengerjaan

    5.4.1 Penampang Tahanan Jenis Sebenarnya

    1. Plot hasil penafsiran kurva matching ( dan d) setiap titik sounding pada kertas

    milimeter block.

    2. Korelasikan harga dan d untuk tiap titik sounding berdasarkan harga nya

  • 5.4.2 Penampang Tahanan Jenis Semu (P_ Seudosection)

    1. Plot harga semu terhadap jarak bentangan elektroda arus (AB/2 = 50, 100,

    150, 200, 250, dan 300) tiap titik sounding.

    2. Korelasikan hasil ploting untuk setiap titik sounding dengan jarak titik sounding 50

    m.

    3. Hubungkan harga tahanan jenis semu yang sama pada setiap titik sounding.

    5.4.3 Peta IsoTahanan Jenis Semu

    1. Plot data (rho semu) semua titik sounding berdasarkan posisinya.

    2. Buat peta kontur isotahanan jenis semu untuk jarak elektroda arus (AB/2 = 50m)

    3. Ulangi prosedur 2 dengan AB/2 = 100 m, AB/2 = 200m dan AB/2 = 300 m

    5.5 Tugas Akhir

    Buatlah penampang tahanan jenis semu (pseudosection), penampang tahanan jenis

    sebenarnya dan peta iso tahanan jenis semu, kemudian buatlah analisanya .