gel mikro digital.doc
DESCRIPTION
Gelombang Mikro digitalTRANSCRIPT
ANALISA UNJUK KERJA DAN PERBAIKAN (IMPROVMENT) SISTEM
TRANSMISI RADIO GMD HOP MEULABOH-LAMIE
Penerapan link transmisi yang menggunakan radio GMD (Gelombang Mikro
Digital) merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan akan jasa
telekomunikasi bagi daerah terpencil dan jarak yang relatif jauh. Link transmisi antara
Meulaboh-Lamie telah menggunakan sistem link radio GMD yang mempunyai
frekuensi 7 GHz dengan menggunakan perangkat pabrikan SAGEM tipe 1528 STM-1
1+1, penerapan sistem link radio GMD pada Meulaboh-Lamie mengingat jarak antar
kedua daerah relatif jauh dan mempunyai kontur bumi yang sangat kasar yaitu daerah
dengan elevasi tertinggi 45 meter.
Sistem transmisi Meulaboh-Lamie tidaka dapat digunakan secara optimal
pasca gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 lalu. Untuk itu perlu adanya sebuah
analisis performansi link transmisi yang tepat dan membuat sebuah alternatif dalam
rangka perbaikan sistem yang telah ada guna memenuhi layanan jasa telekomunikasi
hingga ke pedesaan.
Dalam menganalisa unjuk kerja dan perbaikan sistem transmisi gelombang
mikro digital Meulaboh-lamie, parameter-parameter yang telah ada didapat dari kedua
sentral dijadikan sebagai acuan yang menjadi ketetapan dalam perhitungan-
perhitungan dan tidak akan berubah nilainya.
Analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini, meliputi :
1. Penjelasan mengenai konfigurasi sistem transmisi gelombang mikro digital
Meulaboh-Lamie secara keseluruhan
2. Menganalisa terhadap sistem yang telah ada untuk mengetahui bagaian yang
menimbulkan sistem tidak mampu bekerja secara optimal. Kemudian membuat
langkah perbaikan sistem dan membuat perhitungan-perhitungan baru dengan
menggunakan parameter-parameter yang ada, sesuai dengan persamaan-persamaan
yang telah ditetapkan rekomendasi ITU-R dan CCIR.
3. Membuat perbandingan sistem sebelum dan sesudah perbaikan sistem serta
mencari faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan sehingga faktor itulah
yang akan mengalami perbaikan, agar dapat meningkatkan unjuk kerja yang lebih
baik.
4.1 SISTEM TRANSMISI RADIO GMD HOP MEULABOH-LAMIE
Sistem transmisi radio GMD menggunakan media udara sebagai perantara nya,
sistem hop Meulaboh-Lamie menghantarkan sinyal-sinyal berupa gelombang mikro.
Perangkat transmisi menggunakan perangkat pabrikan SAGEM 1528 STM 1 1+1
berkaasitas 155 Mbps brfrekuensi 7 GHz.
Sistem transmisi radi GMD pada Meulaboh-Lamie dapat dilihat pada Gambar
4.1, dimana jarak antara antenna Meulaboh-Lamie sejauh 42,96 Km. Sistem transmisi
pada masing-masing stasiun memepunyai perangkat IDU (Indor Unit) dan ODU
(Outdoor Unit) yang melaksanakan proses transmit sinyal-sinyal dari satu stasiun ke
stasiun tujuannya. Perangkat ODU berada dekat dengan antenna sedangkan IDU
berada pada sentral (di dalam ruangan).
Gambar 4.1 Sistem Transmisi GMD Meulaboh-Lamie (Annonymous, 2003)
4.2 STRUKTUR GEOGRAFIS MEULABOH-LAMIE
IDU IDU
ODU ODU
St.Lamie St.Meulaboh
42,96 Km
Aplikasi GMD (Gelombang Mikro Digital) pada link transmisi Meulaboh-Lamie
sangat sesuai untuk kondisi daerah tersebut, akan tetapi sistem radio GMD masih
terjadinya gangguan-gangguan. Terdapat beberapa hambatan yang menjadikan sistem
ini belum dapat bekerja semestinya. Untuk itu perlu memahami dan mengkaji ulang
struktur geografis Meulaboh-Lamie yang meliputi : topografi daerah, letak geografis
daerah, dan faktor iklim serta keadaan penduduk.
4.2.1 Topografi Daerah
Berdasarkan koordinat pada peta topografi dan tabel kontur topografis pada
halaman lampiran, data lintasan radio GMD Meulaboh-Lamie adalah :
Tabel 4.1 Kontur Topografis Meulaboh-Lamie (PT. TELKOM NAD DIVRE 1)
tabel 4.1 Kontur Topografis Link Meulaboh - Lamie
Stasiunjarak dari St. LMI (Km)
Ketinggian di Atas Permukaan Laut (DPL) (m)
Lamie (LMI) 0 45 2.5 45 5 40 7.5 35 10 44 12.5 33 15 30 17.5 21 20 25 22.5 24 24 26 26 30 28 30 30 30 32 25 34 22 36 10 38 7 40 7Meulaboh (MBO) 42.96 5
kontur topografis link Meulaboh-Lamie
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42.96
jarak (Km)
atti
tud
e (m
)
Gambar 4.2 Kontur Bumi Meulaboh-Lamie (PT. TELKOM, 2000)
Pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 di atas dapat diketahui bahwa bentangan
topografi daerah Meulaboh-Lamie terdapat pada daerah dataran tinggi yang melewati
pegunungan (permukaan bumi yang kasar) dan ditumbuhi oleh pepohonan tropis yang
mepunyai ketinggian rata-rata 15 meter dari permukaan tanah, kemudian diikuti
daerah pinggir pantai (dengan elevasi 5 meter).
4.2.2 Letak Geografis Daerah
Dalam menganalisa sebuah unjuk kerja sistem transmisi harus diketahui bentuk
dan letak geografis suatu daerah. Bentangan alam yang perlu dipertimbangkan harus
dalam keadaan Line of Sight (LoS) anatara kedua stasiun.
Berdasarkan data hasil survey lapangan PT. TELKOM dan pengamatan peta
digital pada skala 1:50.000, maka diperoleh data lokasi Meulaboh-Lamie sebagai
berikut :
Tabel 4.2 Data Lokasi Meulaboh-Lamie (PT. TELKOM NAD DIVRE 1, 2000)
Parameter Site Lamie Site Meulaboh
Koordinat Longitude(E/W)
Degree
Minute
Second
Lattitude(N/S)
Degree
Minute
Second
E
03
59
15
N
96
29
03
E
04
08
10
N
96
07
36
Bearing Degree
(Kedudukan) Minute
Second
27
21
50
37
23
21
Elevasi (m) 45 5
Tinggi Tower (m) 102 92
Tinggi Antena (m) 70 70
Tinggi Obstacle (m) 15 15
Jarak Hop/D (Km) 42,96 42,96
Faktor Dataran 1 1
Faktor Iklim 0,25 0,25
4.2.3 Faktor iklim Dan Keadaan Penduduk
Faktor iklim mempunyai kaitan erat dengan bentangan alam dan yang paling
penting adalah ,merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Line of Sight (LoS)
bentang ruang. Keadaan bentangan alam Meulaboh-Lamie dengan kontur bumi yang
kasar terdiri dari pegunungan diikuti daerah dekat pinggir pantai (elevasi 5 meter).
Maka, kondisi iklim Meulaboh-Lamie adalah :
1. Dipengaruhi banyak angin pegunungan dan sedikit angin laut
2. Beriklim tropis khususnya iklim utara.
3. Struktur tanah padat.
Keadaan penduduk pada daerah Meulaboh-Lamie adalah menyebar dan
berkelompok dalam populasi yang kecil, bertempat tinggal dekat dengan lahan
pertanian.
4.3 KONFIGURASI LINK RADIO GMD MEULABOH-LAMIE
Sistem transmisi gelombang mikro digital Meulaboh-Lamie menggunakan
perangkat pabrikan SAGEM tipe 1528 berkapasitas 155 Mbps dan beroperasi pada
pita frekuensi 7 GHz. Konfigurasi sistem radio GMD hop Meulaboh-Lamie dapat
dilihat pada Gambar 4.3.
Pada masing-masing stasiun mempunyai konfigurasi sistem transmisi yang
sama. Sinyal yang dikirim disebut Rx (receiver) diproses oleh antena merk SAGEM
yang mempunyai diameter 3,7 meter, sinyal ini diteruskan ke ODU (Outdoor Unit)
yang disebut sinyal RF (Radio Frequency) melalui kabel koaksial sepanjang 1 meter
dan diberi catuan daya sebesar 70 Vdc. Kemudian sinyal ini diteruskan ke perangkat
IDU (Indoor Unit) yang berada didalam sentral, sinyal disebut IF (intermediate
Frequncy).
Dalam IDU, sinyal IF ini didemultipleksing dan dimodulasi dengan teknik 128
QAM dengan daya yang diberi oleh catuan power supplay, keseluruhan proses
transmisi ini dikontrol dan dideteksi di dalam manager modul dengan menggunakan
program software (ceraview) pabrikan tipe Fibeair 1500/1528 merek CERAGON.
Begitu pula sebaliknya, proses transmit sinyal yang dimultipleks terlebih dahulu di
IDU, kemudian mengikuti langkah-langkah selanjutnya yang diuraikan di atas.
Gambar 4.3 Konfigurasi Radio GMD Meulaboh – Lamie (Annonymous, 2000)
4.3.1 Profil Lintasan Radio GMD hop Meulaboh-Lamie
Path Profil (profil lintasan) sangat menentukan kelayakan dan kualitas sinyal
yang dikirim. Profil lintasan ini diambil dari sudut pandang bentangan alam yang
diasumsikan secara linier. Profil lintasan ini harus mempunyai Line of Sight (LoS).
Profil lintasan transmisi radio GMD (Gelombang Mikro Digital) untuk hop
Meulaboh-Lamie dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah ini :
Mux Manager Module
Modem
Power Supply
RF T/R
Power Supply
ODU Control RF T/RODU Control
Power Supply
Mux Modem Manager Module
Power Supply
IDU
ODU ODU
IDU
+70 Vdc+70 Vdc
IFIF
RF RF
Gambar 4.4 Profil Lintasan Radio GMD Hop Meulaboh-Lamie
Keterangan :
St. LMI : Site Lamie (Transmitter)
St. MBO : Site Meulaboh (Receiver)
d1 : Jarak Pemancar ke Obctacle (Km)
d2 : Jarak Penerima ke Obctacle (Km)
D : Jarak Antar Hop Meulaboh-Lamie
4.3.2 Parameter Lintasan
Beradasarkan data yang diperoleh dari lokasi, maka didapat beberapa parameter
atau kondisi sistem transmisi GMD Hop Meulaboh-Lamie. Parameter tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Parameter Lintasan Meulaboh-Lamie
Parameter St. Lamie (Tx) St. Meulaboh (Rx)
Jarak Hop (D) 42,96 Km
Jarak St. ke Obstacle (d1/d2) 26,9 Km 16,06 Km
Tinggi Antena 70 m 70 m
Elevasi (Tx/Rx) 45 m 5 m
Frekuensi 7 GHz
Tinggi Obstacle (hs) 15 m
Diameter Antena 3,7 m 3,7 m
Panjang Add. Feeder (IFt/IFR) 1 m 1 m
Daya Pancar (PTx) 24 dBm -
Rs Threshold (BER 10-3) -93,5 dBm
Faktor Dataran (a) 1
Faktor Iklim (b) 0,25
Gain Antena Lamie (GTx) 46,7 dB -
Gain Antena Meulaboh (GRx) - 46,7 dB
Branching Loss -0,3 dB -0,3 dB
Additional Loss -1,5 dB -1,5 dB
Redaman Lintasan oleh Hujan -6,55 dB
Faktor Feeder Loss (α) 0,0014 dB/m
Fading Depth 37,4 dB
Redaman Spesifik Hujan (γR) 1,88 dB/m
Pengurangan Faktor r 0,008
Faktor K 1,33
Efisiensi Sistem (η) 0,68
4.4 ANALISA UNJUK KERJA LINTASAN SAAT INI
Sistem radio GMD Meulaboh-Lamie pada saat ini (pasca gempa dan gelombang
tsunami) secara teknis belum layak dioperasikan keran hasil tes BER melewati
BER=10-3 dan RSL (Receive Signal Level) yang mengalami fluktuasi hingga -99 dBm
pada saat tertentu serta masih adanya fliker beberapa detik terutama pada malam hari
(lihat lampiran E).
Penyebab terjadinya gangguan tersebut, diasumsikan karena perubahan indeks
bias diudara yang mempengaruhi propagasi gelombang radio sesuai dengan perubahan
ketinggian elevasi. Pada lintasan Meulaboh-Lamie mempunyai permukaan (kontur)
bumi yang kasar dengan ketinggian yang berbeda-beda sehingga menyebabkan sistem
radio GMD ini rawan terhadap fading. Sedangkan faktor lain bila diamati pada
Gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa fresnel zone masih melewati daerah dataran yang
ditumbuhi pohon tropis yang mempunyai tinggi rata-rata 15 meter. Apabila sinyal
yang ditransmisikan pada sistem LoS saat ini, maka akan menyentuh titik kritis
(obstacle). Hal ini juga dapat dijadikan salah satu faktor penyebab gangguan link radio
Meulaboh-Lamie
Pada lintasan radio Meulaboh-Lamie, ikut diperhitungkan rugi-rugi lintasan
oleh curah hujan (sebesar 6,55 dB). Diketahui bahwa daerah ini merupakan kawasan
tropis yang mempunyai ketinggian maksimum 45 meter di atas permukaan laut,
sehingga akan menambah besarnya redaman (rugi-rugi) total yang akan
menyebabkan attenuasi (pelemahan) pada propagasi gelombang mikro.
Pada tugas akhir ini, semua penyebab ini akan dianalisa dan melakukan
kalkulasi terhadap parameter-parameter yang ada, sehingga mendapatkan suatu
alternatif dalam rangka perbaikan unjuk kerja sistem.
4.4.1 Redaman Terhadap Sistem Tranmsisi
Pada dasarnya tujuan transmisi daya melalui perambatan gelombang mikro
adalah sedapat mungkin meminimalkan rugi-rugi pada proses transmisi. Redaman
(rugi-rugi) pada sistem transmisi LoS pada lapisan atmosfer merupakan kontribusi dari
rugi-rugi batasan ruang bebas (Free Space Loss), rugi-rugi oleh perangkat (Equipment
Loss), rugi-rugi oleh atmosfer dan rugi-rugi yang disebabkan oleh hujan. Redaman
oleh hujan pada sistem transmisi yang berfrekuensi 7 GHz pada link radaio GMD
Meuloaboh-Lamie (pada wilayah tropis) ikut diperhitungkan.
4.4.1.1 Rugi-rugi Lintasan Ruang Bebas
Free Space Loss (FSL) merupakan rugi-rugi yang disebabkan oleh lintasan
ruang bebas. Pada lampiran, radio path calculation untuk link radio Meulaboh-Lamie
telah diukur FSL lintasan sebesar 142 dB. FSL ini secara perhitungan, dapat
digunakan persamaan (2.17) sebagai berikut :
FSL = 92,44 + 20 log f (GHz) + 20 log d (Km)
= 92,44 + 20 log 7 + 20 log 42,96
= 92,44 + 16,9 + 32,66
= 142 dB
4.4.1.2 Rugi-rugi Saluran (Feeder Loss)
Total rugi-rugi feeder diusahakan seminimal mungkin. Tipe saluran transmisi
harus sesuai dengan sistem radio GMD yang mempunyai frekuensi 7 GHz. Pada link
radio GMD Meulaboh-Lamie tipe E78 (Coaxial Feeder 5/8), memiliki faktor rugi-rugi
feeder sebesar 0,0014 dB/m. Maka, perhitungan untuk rugi-rugi feeder menggunakan
persamaan (2.18a dan 2.18b) :
LF(MBO) = (hMBO + IFR) α
= (70 + 1)m x 0,0014 dB/m
= 0,1 dB
IF(LMI) = (hLMI + IFR) α
= (70 + 1)m x 0,0014 dB/m
= 0,1 dB
Maka, rugi-rugi feeder (perangkat) link radio Meulaboh-Lamie dapat dihitung
menggunakan persamaan (2.19) sebagai berikut :
LF (tot) = FL(MBO) + FL(LMI)
= 0,1 dB + 0,1 dB
= 0,2 dB
4.4.1.3 Redaman Hujan
Redaman hujan merupakan rugi-rugi yang disebabkan oleh butiran air hujan
yang berpengaruh pada propagasi sinyal gelombang radio. Menurut rekomendasi ITU-
R, Indonesia mempunyai tingkat curah hujan tertinggi yaitu berada pada kelas P (lihat
Lampiran G). Untuk wilyah Meulaboh-Lamie, ditetapkan mempunyai intensitas curah
hujan sebesar 145 mm/H dalam waktu 0,01 % dan mempunyai redaman spesifik hujan
(A) diketahui sebesar 1,88 dB/Km, sehingga redaman efektif dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.22) adalah :
Aeff = A.L.r
= 1,88 dB/Km x 42,96 Km x 0,08
= 6,5 dB
4.4.1.4 Total Loss dan Netloss
Total loss merupakan rugi-rugi keseluruhan sistem transmisi, diketahui :
1. Rugi-rugi Lintasan Ruang Bebas (FSL) = 142 dB
2. Rugi-rugi Feeder Total (LF(tot)) = 0,2 dB
3. Rugi-rugi Percabangan (Branching) Total (LB(tot)) = 0,6 dB
4. Rugi-rugi Additional / Loss Additional (LA(tot)) = 3 dB
5. Rugi-rugi Oleh Hujan (LR) = 6,5 dB
Maka, dapat dihitung total loss adalah :
Ltot = FSL + LF(tot) + LB(tot) + LA(tot) +LR
= 142 dB + 0,2 dB + 0,6 dB + 3 dB + 6,5 dB
= 152,3 dB
Sehingga, besar netloss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.20) adalah
Netloss = Total Loss – (GMBO + GLMI)
= 152,3 dB – (46,7 dB + 46,7 dB)
= 58,9 dB
4.4.2 Daya Terima (Receiving Power)
Sebagaimana diketahui dari data yang ada, daya pancar perangkat mempunyai
spesifikasi (PTx) = 24 dBm, sehingga dengan menggunakan persamaan (2.24) dapat
dihitung daya terima perangkat (PRx), sebagai berikut :
PRx = PTx - Nettloss
= 24 – 58,9
= -34,9 dBm
4.4.3 Gross Margin
Gross Margin (GM) merupakan pengurangan daya terima (PRx) dengan PTH.
Dengan menggunakan persamaan (2.25) dapat dihitung besarnya gross margin yaitu:
GM = PRx - PTH
= -34,9 dBm – (-93,5) dBm
= 58,6 dB
4.4.4 Outtage Time
Outtage time merupakan probabilitas terjadinya fading per bulan terburuk.
Untuk menghitung besarnya outage time dengan menggunakan persamaan (2.26)
yaitu:
Outtage Time (Po) = 6 x 10-5(a.b.f.d3) x 10-GM/10
= 6 x 10-5 (1x 0,25 x 7 x (42,96)3 x 10-58,6/10
= 8,325 x 1,38. 10-6
= 1,15 .10-5 %
= 0,0000115 %
4.4.5 Reability
Setelah diperoleh besarnya outage time dalam persentase, maka dengan
menggunakan persamaan (2.27) dapat dihitung besarnya reability sistem transmisi link
radio Meulaboh-Lamie adalah :
Reability (R) = 100% - Outtage Time (%)
= 100 % - 0,0000115 %
= 99,9999885 %
4.4.6 Fading Margin
Lintasan gelombang radio LoS (Line of Sight) melewati kontur bumi yang
sangat kasar dengan elevasi yang berbeda dipengaruhi oleh fading, karena efek
lintasan jamak (multipath) yang disebabkan oleh lengkungan lintasan gelombang
karena pembiasan. Sebagaimana diketahui, karakteristik propagasi gelombang radio
sebagai propagasi multipath dan mempunyai sensitivitas dataran. Karakteristik ini
disebabkan oleh temperatur dan kondisi atmosfer yang tidak normal.
LoS radio link melewati daerah yang kasar (kontur yang tidak rata) dan
mempunyai iklim tropis (iklim rata-rata). ITU-R menetapkan suatu konstanta, dimana
a = 1 dan b = 0,25. Dengan menggunakan persamaan (2.23) sebuah solusi Barnett-
Vigant untuk menghitung besarnya fading margin adalah :
FM = 30 log D + 10 log (6.a.b.f) – 10 log (1-R) – 70
= 30 log (42,96) + 10 log (6 x 1 x 0,25 x 7) – 10 log (1-0,999999885) – 70
= 48,992 + 10,212 – (-69,393) – 70
= 58,6 dB
4.4.7 Analisis C/N dan Eb/No
Dari spesifikasi teknis diketahui bahwa :
1. Kecepatan Transmisi/ Bit Rate (BR) = 155 MBps
2. Noise Figure (NF) = 5,5 dB
3. Noise Bandwidth (Bif) = 28 MHz
4. RSL threshold = Pth = -93,5 dBm
5. Tsys = To
4.4.7.1 Analisis C/N (Carrier per Noise Ratio)
Level carrier yang diterima terhadap thermal noise (C/N) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (2.28) sebagai berikut :
C/N = PRx (dBW) + 204 – 10 log Bif –NF
Dimana,
PRx = -34,9 dBm
PRx (mW) = antilog PRx/10
= antilog (-34,9/10)
= antilog (-3,49)
= 3,236. 10-4 mW
= 3,236. 10-7 W
PRx (dBW) = 10 log PRx (W)
= 10 log 3,236. 10-7
= -64,90 dBW
Jadi, diperoleh :
C/N = -64,90 + 204 -10 log 28. 106 – 5.5
= -64,90 + 204 -74,47 – 5,5
= 59,13 dB
4.4.7.2 Analisis Eb/No (Energi Bit per Energi Noise)
Energi bit per energi noise untuk pengoperasian sistem pada suhu ruang
(Tsys=T0). Sehingga dengan menggunakan persamaan (………) diperoleh :
Eb/No (threshold) = RSL(th) (dBW) – 10 log BR + 204 (dBW) – NF (dB)
Dimana,
RSL(th) = Pth = -93,5 dBm
Pth (mW) = antilog Pth/10
= antilog -93,5/10
= 4,467. 10-10
= 4,467 .10-13 W
Pth (dBW) = 10 log Pth (W)
= 10 log ( 4,467. 10-13)
= -123,50 dBW
Sehingga diperoleh :
Eb/No(th) = -123,50 – 10 log (155. 106) + 204 – 5,5
= -123,50 – 81,90 + 204 – 5,5
= -6,9 dB
4.5 PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN ULANG UNTUK PERBAIKAN
SISTEM
Setelah menganalisa unjuk kerja lintasan dari sistem yang telah ada, maka
didapat beberapa kekurangan dari sistem tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan-gangguan yang mengakibatkan kualitas sinyal yang diterima belum optimal.
Berdasarkan semua data yang diperoleh dari PT. TELKOM KANDATEL
NAD DIVRE 1 SUMATERA UTARA, maka pada presentasi akan dipresentasikan
suatu analisa perhitungan untuk perbaikan sistem dan bukan perancangan sistem dari
awal, dengan memanfaatkan lokasi penempatan posisi antenna yang telah ada tanpa
harus mencari lokasi untuk posisi yang baru sebuah antenna.
Sebagaimana perhitungan yang digunakan pada perencanaan dan perancangan
suatu sistem transmisi GMD dan berdasarkan ketetapan-ketetapan yang telah
ditetapkan oleh ITU-R dan CCIR, maka analisa perhitungan untuk perbaikan sistem
transmisi radio GMD (Gelombang Mikro Digital) hop Meulaboh-Lamie ditetapkan
sebagai berikut :
1. Menentukan faktor kelengkungan bumi dan titik pantul (obstacle)
2. Menentukan dan menghitung jari-jari fresnel
3. Menghitung tinggi antenna yang seharusnya yang mengkritik keberadaan
posisi antena penerima.
4. Perhitungan H-Clearence.
5. Perhitungan rugi-rugi transmisi dan penguatan antena.
6. Menganalisis daya terima (Power Reciver), Gross Margin (GM), Outtage
Time, dan persentase Reability yang diperoleh dari keseluruhan sistem setelah
perbaikan.
7. Analisis kualitas sinyal dengan menghitung ulang C/N dan Eb/No sistem.
Pada tugas akhir ini, mencari alternatif untuk perbaikan sistem yang telah ada
dari kalkulasi-kalkulasi mengenai kelayakan sistem GMD (Gelombang Mikro
Digital). Dalam menemukan alternatif perbaikan sistem ini diterapkan suatu metode
perbaikan sistem seminimal mungkin guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kinerja sistem transmisi GMD Meulaboh-Lamie, kemudian cendung mengkritik
keberadaan ketinggian antenna di sisi penerima yaitu lokasi antenna Meulaboh dan
menjadikan sisi transmitter (Antena Lamie) sebagai patokan tidak diganggu
penempatan nya.
4.5.1 PENENTUAN FAKTOR KELENGKUNGAN BUMI (C1) DAN TINGGI
OBSTACLE (C2)
Sebelum menentukan faktor kelengkungan bumi, yang harus diketahui adalah
keberadaan obstacle yang sebenarnya. Untuk menentukan obstacle, dapat diperoleh
data dari peta kontur bumi, dimana elevasi tertinggi yang dilalui oleh Line of Sight
(LoS) pada sistem ini berada pada jarak 26,9 Km dari kecamatan Lamie yang
mempunyai elevasi (ketinggian) 30 m di atas permukaan bumi.
Dari data lapangan, lintasan daerah Meulaboh-Lamie memiliki permukaan
yang tidak datar dan ditumbuhi oleh pepohonan tropis yang mempunyai tinggi rata-
rata 15 meter. Jadi, dapat diketahui bahwa total tinggi obstacle di atas permukaan laut
adalah elevasi di daerah tersebut ditambah tinggi pohon di atas elevasi tersebut,
sehingga tinggi obstacle sebesar 45 meter (C2)
Setelah menentukan dimana obstacle tertinggi yang dilalui oleh LoS, maka
titik tersebut dijadikan acuan untuk mendapatkan jarak transmitter ke obstacle (d1 =
26,9 Km) dan jarak receiver ke obstacle (d2 = 16,06 Km). Dimana diketahui jarak total
transmitter ke receiver (D = 42,96 Km).
Berdasarkan persamaan …, maka perhitungan faktor
kelengkungan bumi ditentukan sebagai berikut :
=
=
= 25,48 meter
4.5.2 PENENTUAN JARI-JARI FRESNEL
Untuk menentukan tinggi antena penerima, salah satu yang harus dihitung
adalah jari-jari fresnel zone. Setelah diperoleh, barulah dapat menghitung ketinggian
antenna, karena semakin dinaikkan antenna maka fresnel zone akan semakin tinggi.
Untuk menghitung jari-jari fresnel digunakan persamaan (2.12), menggunakan
frekuensi 7 GHz, yaitu :
=
=
= 20,74 m
Setelah menentukan dan perhitungan terhadap parameter-parameter yang
dibutuhkan untuk membangun suatu antenna di lokasi tertentu dicapai, maka
penentuan tinggi antenna yang dibutuhkan menjadi lebih tepat dan mudah
sesuai dengan rekomendasi ITU-R dan CCIR. Parameter-parameter tersebut dapat
dilihat pada gambar 4.5 berikut :
Gambar 4.5 Faktor Kelengkungan Bumi, tinggi Obstacle dan jari-jari Fresnel
4.5.3 PERHITUNGAN TINGGI ANTENA
Sebuah antena radio GMD tidak bisa dipasang pada lokasi sembarang.
Pemilihan posisi antenna yang optimum adalah sangat penting. Hal ini
mempertimbangkan agar lebih efektif dan efisien sistem yang bekerja.
Oleh karena itu, mengingat lokasi penempatan antenna yang ditentukan sudah
tepat, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya melakukan perbaikan sistem yang
ada tanpa memindahkan lokasi antena dan tanpa merancang ulang kembali sistem dari
awal. Berdasarkan parameter-parameter yang ditunjukkan pada gambar 4.6, maka
tinggi antenna penerima (receiver) yaitu antenna di lokasi stasiun Meulaboh, dapat
dihitung dengan persamaan (2.14) dan persamaan (2.13)
C = C1 + C2 + C3
= 25,48 m + 45 m + 20,7 m
= 91,18 m
Sehingga tinggi antena di Meulaboh adalah :
YMBO = C – B
= 91,18 m – 5 m
= 86,18 m di atas elevasi
Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut, dimana diketahui B = 5
meter dan C = 91,18 m. sehingga tinggi antena Meulaboh (YMBO) adalah 86,18 m
Gambar 4.6 Ketinggian Antena di Sisi Penerima (St. Meulaboh)
4.5.4 Analisis H-Clearance
Untuk memastikan bahwa kondisi propagasi ruang bebas terpenuhi, dilakukan
perhitungan jarak clearance dengan mengambil asumsi tinggi obstacle (titik kritis).
Dimana diketahui :
• Hs = C2 = elevasi obstacle + tinggi pohon = 30 m+15 m = 45 m
• h1 = XLMI + Elevasi Lamie = 70 m + 45 m = 115 m
• h2 = YMBO + Elevasi Meulaboh = 86,18 m + 5 m = 91,18 m
• d1 = 26,9 Km
• d2 = 16,06 Km
• K = 1,33 dan Ro = 6370 Km
Untuk mendapatkan besarnya lintasan ellips yang terbentuk dari pemancar ke
penerima yang terletak antara penghalang dan LoS (H-Clearance), dalam perhitungan
digunakan persamaan (2.16). sehingga besarnya H-Clearance adalah :
=
= 115 – 14,92 – 0,025 – 45
= 55,06 m
4.5.5 Analisis Penguatan Antena
Untuk mengetahui besarnya rugi-rugi transmisi dan daya terima, yang harus
diketahui adalah besarnya gain atau penguatan antena yang ada di stasiun transmisi
dan penerima. Dengan menggunakan persamaan (2.15), maka dapat dihitung besarnya
gain antena dikedua posisi antena.
GLMI (GTx) = 20,4 + 20 log dAt + 20 log f(GHz) + 10 log η
= 20,4 + 20 log (3,7) + 20 log 7 +10 log 0,68
= 46,985 dB
GMBO (GRx) = 20,4 + 20 log dAr + 20 log f(GHz) + 10 log η
= 20,4 + 20 log 3,7 +20 log 7 + 10 log 0,68
= 46,985 dB
4.5.6 Analisis Rugi-rugi Transmisi Link Radio
Setelah menganalisis rugi-rugi propagasi pada sistem transmisi yang
beroperasi saat ini, maka akan dilakukan perhitungan kembali terhadap sistem setelah
perbaikan. Hal ini perlu dikalkulasikan kembali untuk membandingkan kondisi sistem
saat ini dan kondisi sistem setelah perbaikan.
Dengan menggunakan hasil-hasil perhitungan pada analisa perbaikan sistem
di atas, maka dapat diketahui besarnya Free Space Loss (FSL), Loss Feeder Stasiun
Lamie (LFLmi), Loss Feeder Stasiun Meulaboh(LFMbo), Feeder Loss total (LFtot), dan
redaman hujan. Keseluruhan rugi-rugi tersebut sangat berpengaruh terhadap level
sinyal yang diterima (RSL).
4.5.6.1 Rugi-rugi Lintasan Ruang Bebas (FSL)
Dengan menggunakan persamaan (2.17), maka besarnya Free Space Loss
(FSL) pada sistem transmisi Meuloaboh-Lamie setelah perbaikan adalah :
FSL = 92,44 + 20 log f (GHz) + 20 log d (Km)
= 92,44 + 20 log 7 + 20 log 42,96
= 92,44 + 16,9 + 32,66
= 142 dB
4.5.6.2 Rugi-rugi Saluran (Feeder Loss)
Untuk mengetahui feeder loss total, maka harus diketahui berapa besar losses
yang ada pada perangkat sistem transmisi Meulaboh-Lamie setelah tinggi antena
dinaikkan sebesar 16,18 meter, sehingga total tinggi antena pada sisi Meulaboh
(penerima) adalah 86,18 m. Loss feeder Lamie dan Meulaboh dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.18a dan 2.18b) sebagai berikut :
LF(MBO) = (hMBO + IFR) α
= (70 + 1)m x 0,0014 dB/m
= 0,1 dB
IF(LMI) = (hLMI + IFR) α
= (86,18 + 1)m x 0,0014 dB/m
= 0,12 dB
Maka, rugi-rugi feeder (perangkat) link radio Meulaboh-Lamie dapat dihitung
menggunakan persamaan (2.19) sebagai berikut :
LF (tot) = FL(MBO) + FL(LMI)
= 0,1 dB + 0,12 dB
= 0,22 dB
4.5.6.3 Rugi-rugi Oleh Hujan
Telah diketahui bahwa menurut ketetapan ITU-R, intensitas curah hujan di
Indonesia menduduki pada daerah P (Lihat Lampiran G), karena Indonesia merupakan
kawasan tropis. Khususnya daerah Meulaboh-Lamie setelah dianalisa berada pada
kelas P dan mempunyai distribusi intensitas hujan sebesar 145 MM/H dan
pengurangan faktor r sebesar 0,08, sehingga ditetapkannya redaman spesifik hujan
sebesar 1,88 dB/Km. Dengan menggunakan persamaan (2.22) dapat dihitung besarnya
redaman hujan adalah :
Aeff = A.L.r
= 1,88 dB/Km x 42,96 Km x 0,08
= 6,5 dB
4.5.6.4 Total Loss dan Netloss
Untuk menghitung besarnya total loss dari sistem transmisi link radio, maka
harus diketahui bahwa :
• FSL (Free Space Loss) = 142 dB
• Feeder Loss Total = 0,22 dB
• Redaman Hujan = 6,5 dB
• Rugi-rugi Percabangan(LB) = 0,6 dB
• Rugi-rugi Additional = 3 dB
Sehingga dapat dihitung Total Loss (Ltot) sebagai berikut :
Ltot = FSL + LF(tot) + LB(tot) + LA(tot) +LR
= 142 dB + 0,22 dB + 0,6 dB + 3 dB + 6,5 dB
= 152,32 dB
Sehingga, besar netloss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.20) yaitu :
Nettloss = Total Loss – (GMBO + GLMI)
= 152,32 dB – (46,985 dB + 46,985 dB)
= 58,35 dB
4.5.7 Daya Terima (Receiving Power)
Sebagaimana diketahui dari data yang ada, daya pancar perangkat mempunyai
spesifikasi (PTx) = 24 dBm, sehingga dengan menggunakan persamaan (2.24) dapat
dihitung daya terima perangkat (PRx), sebagai berikut :
PRx = PTx - Nettloss
= 24 – 58,35
= -34,35 dBm
4.5.8 Gross Margin
Gross Margin (GM) merupakan pengurangan daya terima (PRx) dengan PTH.
Dari spesifikasi perangkat besarnya PTH adalah -93,5 dBm. Dengan menggunakan
persamaan (2.25) dapat dihitung besarnya gross margin adalah :
GM = PRx - PTH
= -34,35 dBm – (-93,5) dBm
= 59,15 dB
4.5.9 Outtage Time
Outtage time merupakan probabilitas terjadinya fading per bulan terburuk.
Untuk menghitung besarnya outage time, dengan menggunakan persamaan (2.26)
adalah :
Outtage Time (Po) = 6 x 10-5(a.b.f.d3) x 10-GM/10
= 6 x 10-5 (1x 0,25 x 7 x (42,96)3 x 10-59,15/10
= 8,325 x 1,38. 10-6
= 10-5 %
= 0,00001 %
4.5.10 Reability
Dengan menggunakan persamaan (2.27), besarnya Reability (R) sebesar :
R = 100 % - Po
= 100 % - 0,00001 %
= 99,99999 %
4.5.11 Fading Margin
Fading adalah gejala acak, dimana fluktuasi nya menyebabkan redaman
terhadap sinyal yang diterima. Pada analisa perbaikan sistem link radio, besarnya
Fading Margin (FM) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.23) adalah:
FM = 30 log D + 10 log (6.a.b.f) – 10 log (1-R) – 70
= 30 log 42,96 + 10 log (6x1x0,25x7) – 10 log (1-0,9999999) – 70
= 59,2 dB
Dengan asumsi bahwa nilai a = 1 dan nilai b = 0,25, dengan alasan bahwa
kondisi wilayah yang dilewati LoS memiliki kontur (permukaan) bumi yang kasar dan
mempunyai iklim yang rata-rata.
4.5.12 Analisis C/N dan Eb/No
Dari spesifikasi teknis diketahui bahwa :
1. Kecepatan Transmisi/ Bit Rate (BR) = 155 MBps
2. Noise Figure (NF) = 5,5 dB
3. Noise Bandwidth (Bif) = 28 MHz
4. RSL threshold = Pth = -93,5 dBm
5. Tsys = To
4.4.7.1 Analisis C/N (Carrier per Noise Ratio)
Level carrier yang diterima terhadap thermal noise (C/N) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (2.28) sebagai berikut :
C/N = PRx (dBW) + 204 – 10 log Bif –NF
Dimana,
PRx = -34,35 dBm
PRx (mW) = antilog PRx/10
= antilog (-34,35/10)
= antilog (-3,435)
= 3,673. 10-4 mW
= 3,673. 10-7 W
PRx (dBW) = 10 log PRx (W)
= 10 log 3,673. 10-7
= -64,35 dBW
Jadi, diperoleh :
C/N = -64,90 + 204 -10 log 28. 106 – 5.5
= -64,35 + 204 -74,47 – 5,5
= 60 dB
4.4.7.3 Analisis Eb/No (Energi Bit per Energi Noise)
Energi bit per energi noise untuk pengoperasian sistem pada suhu ruang
(Tsys=T0). Sehingga dengan menggunakan persamaan (2.29) diperoleh :
Eb/No (threshold) = RSL(th) (dBW) – 10 log BR + 204 (dBW) – NF (dB)
Dimana,
RSL(th) = Pth = -93,5 dBm
Pth (mW) = antilog Pth/10
= antilog -93,5/10
= 4,467. 10-10
= 4,467 .10-13 W
Pth (dBW) = 10 log Pth (W)
= 10 log ( 4,467. 10-13)
= -123,50 dBW
Sehingga diperoleh :
Eb/No(th) = -123,50 – 10 log (155. 106) + 204 – 5,5
= -123,50 – 81,90 + 204 – 5,5
= -6,9 dB , sesuai dengan ketetapan ITU-R pada Lampiran F
4.6 ANALISA PERFORMANSI SISTEM RADIO LINK SEBELUM
PERBAIKAN DAN SESUDAH PERBAIKAN
Secara umum, radio path calculation antara unjukkerja sistem transmisi sistem
radio GMD Meulaboh-Lamie saat ini (sebelum perbaikan) dan setelah perbaikan dapat
dilihat pada Tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4 Perbandingan Unjuk kerja Lintasan Sebelum dan Setelah Perbaikan
Parameter yang Dianalisa Sebelum Perbaikan Setelah Perbaikan
Tinggi Antena Lamie (XLMI) 70 m 70 m
Tinggi Antena Meulaboh (YMBO) 70 m 86,18 m
Gain Antena Lamie (GLMI) 46,7 dB 46,985 dB
Gain Antena Meulaboh (GMBO) 46,7 dB 46,985 dB
Free Space Loss (FSL) 142 dB 142 dB
Loss Feeder Lamie (LF LMI) 0,1 dB 0,1 dB
Loss Feeder Meulaboh (LMBO) 0,1 dB 0,12 dB
Loss Feeder Total (LFtot) 0,2 dB 0,22 dB
Loss Path oleh Hujan (LR) 6,5 dB 6,5 dB
Total Loss (Ltot) 152,3 dB 152,32 dB
Netloss 58,9 dB 58,35 dB
Daya Pancar Lamie (PTx) 24 dBm 24 dBm
Daya Terima Meulaboh (PRx) -34,9 dBm -34,35 DBm
Gross Margin (Gm) 58,6 dB 59,15 dB
Fading Margin (FM) 58,6 dB 59,2 dB
Outtage Time 0,0000115 % 0,00001 %
Reability (R) 99,9999885 % 99,99999 %
C/N Sistem 59,13 dB 60 dB
Eb/No Sistem 6,9 dB 6,9 dB
Sebagaimana diketahui dari permasalahan yang ada, unjuk kerja sistem transmisi
link radio GMD Hop Meulaboh-Lamie yang beroperasi saat ini masih dinilai belum
optimal. Hal ini dapat diamati pada alarm log dan status RSL pada Lampiran E, bahwa
pada sistem ini RSL (Receive Signal Level) masih terjadi fluktuasi sebesar -99 dBm
pada saat tertentu dan masih terjadinya fliker beberapa detik terutama pada malam
hari, yang tentunya dapat dilihat pada hasil test BER masih error.
Pada Tabel 4.4 yang menunjukkan perbedaan performansi (unjuk kerja) sistem
sebelum dan sesudah perbaikan. Pada sistem sebelum perbaikan, tinggi antena semula
Adalah 70 meter pada kedua sisinya, tetapi setelah dilakukan kalkulasi ulang yang
hanya mengkritik keberadaan sisi penerima (antena stasiun Meulaboh), maka tinggi
antena di sisi penerima adalah 86,18 meter. Sehingga, posisi antena pada sisi penerima
dinaikkan 16,18 meter. Perubahan posisi antena penerima dilihat pada Gambar 4.7
berikut :
Gambar 4.7 Path Profil Setelah Perbaikan
Pada gambar dapat dilihat bahwa lintasan transmisi LoS (Line of Sight) tidak
melewati titik kritis (titik penghalang) lagi. Lintasan LoS brada di atas kontur bumi
yang sangat kasar dengan elevasi tertinggi 45 meter. Secara teoritis dan perhitungan,
tinggi antena pada sisi penerima setelah perbaikan layak untuk diaplikasikan di
lapangan.
Pada Tabel 4.4 dapat dianalisa kembali bahwa kalkulasi keseluruhan unjuk kerja
sistem sebelum perbaikan dan setelah perbaikan hanya mempunyai selisih nilai yang
tidak terlalu jauh. Secara umum perubahan performansi sebelum dan sesudah
perbaikan adalah sebagai berikut :
• Unjuk kerja setelah perbaikan mempunyai daya terima (RSL) sedikit lebih besar dari
pada sebelum perbaikan. RSL bertambah sebesar 0,55 dBm ( -34,35 dBm – (-34,9)
dBm = 0,55 dBm).
• Unjuk kerja setelah perbaikan mempunyai Gross Margin (Gm) yang lebih besar
daripada gross margin setelah perbaikan (kenaikan sebesar 0,55 dB)
• Unjuk kerja setelah perbaikan mempunyai outage time yang lebih kecil daripada
outage time sebelum perbaikan (berkurang 0,0000015 %) sehingga reability ikut
meningkat dari 99,9999885 % menjadi 99,99999 %.
• Rugi-rugi total (total loss) setelah perbaikan sedikit lebih besar daripada total loss
sebelum perbaikan, meningkat sebesar 0,02 dB. Sehingga netloss akan berkurang
setelah sistem diperbaiki.
Keseluruhan performansi setelah dikalkulasikan dalam rangka perbaikan
sistem, menunjukkan ke arah yang lebih baik. Hanya saja, faktor bentangan alam
dan pengaruh atmosfer terkadang membuat sistem radio ini mengalami gangguan
yang akan mengakibatkan terganggunya perambatan gelombang radio selama
propagasi berlangsung, jalur (lintasan) LoS yang dilalui gelombang mikro
(microwave) selalu mempengaruhi perambatan gelombang radio selama propagasi
berlangsung dari pemancar ke penerima. Hal ini dapat diamati oleh adanya rugi-rugi
lintasan ruang bebas, rugi-rugi feeder, dan rugi-rugi oleh hujan sehingga ikut
mempengaruhi rugi-rugi total sistem transmisi. Rugi-rugi ini menyebabkan
pengurangan pada daya transmisi sehingga akan memperlemah penyampaian sinyal
di antena penerima.
Disamping itu, selama perambatan gelombang di udara seringkali terjadi
berbagai pengaruh kondisi atmosfer yang tidak normal yang menyebabkan daya sinyal
melemah dan dapat pula diperkuat. Efek yang dapat terjadi pada propagasi sinyal yang
diterima adalah :
• Daya sinyal diperkuat, karena kondisi atmosfer yang tidak normal membuat indeks
bias di udara berkurang dengan cepat dari keadaan normalnya sehingga perambatan
di udara semakin tinggi yang akan membuat lintasan propagasi lebih jauh atau
melewati posisi antena penerima.
• Daya sinyal diperlemah , karena kondisi atmosfer yang tidak normal membuat
indeks bias di udara semakin besar yang akan terjadi penyerapan energi gelombang
transmisi yang menyebabkan sinyal melemah yang akan menjatuhkan sinyal
sebelum posisi antena sehingga sinyal tidak mampu ditangkap oleh antena penerima,
Keseluruhan pengaruh atmosfer (termasuk temperatur, kelembaban, dan curah
hujan) dan kontur permukaan bumi yang tidak rata yang membuat perambatan
gelombang yang tidak rata sehingga terjadilah yang dinamakan gejala fading yang
akan menyebabkan daya yang ditransmisikan mengalami attenuasi (pelemahan) atau
hilang keseluruhan.
Diasumsikan, sinyal pada radio GMD (Gelombang Mikro Digital) Meulaboh-
Lamie yang melewati lintasan yang tidak rata (kontur bumi yang kasar) dalam
perambatan nya mengalami interferensi antar sinyal langsung dan sinyal pantul dan
akibat pengaruh perubahan atmosfer bumi sehingga menyebabkan lintasan gelombang
radio merambat secara acak (lintasan jamak). Efek fading inilah menyebabkan RSL
menurun, menyebabkan C/N mengalami penurunan, berarti akan mengurangi level
rasio sinyal terhadap noise dari sinyal demodulasi dan pada akhirnya menyebabkan
kenaikan noise pada kanal suara.
Untuk mencari solusi semua permasalahan di atas adalah menggunakan suatu
proteksi switching untuk menciptakan sistem transmisi yang handal. Untuk sistem
transmisi radio GMD pada frekuensi 7 GHz pada lintasan bumi yang sangat kasar
yang berada pada daerah tropis menggunakan proteksi dengan metode space diversity
pada masing-masing stasiun. Konsep dari penerapan space diversity ini adalah
menambah antena cadangan di masing-masing stasiun. Apabila sinyal yang
ditransmisikan, perambatan menyimpang dari lintasan LoS dengan variasi sudut fasa
maka antena diversity pada sisi penerima akan menangkap dan mengumpulkan sinyal-
sinyal yang tidak mampu ditangkap oleh antena penerima utama.
Sebelumnya sistem GMD hop Meulaboh-Lamie menggunakan sistem proteksi
Hot Standby (1+1) yang tidak menjamin kehandalan sistem transmisi pada daerah
kontur bumi yang tidak rata yang bervariasi ketinggian nya (maksimum elevasi 45
meter). Untuk itu perencanaan penerapan space diversity sebagai suatu solusi dalam
perbaikan kinerja sistem transmisi pada daerah ini, yang mengikuti ketetapan ITU-R
dalam perencanaannya. yang mengikuti ketetapan ITU-R dalam mendesainnya.
Penerapan space diversity dengan meletakkan antena diversity pada jarak tertentu dari
antena utama. Dengan menggunakan persamaan (2.8), besarnya jarak antena diversity
dengan antena lainnya (S) adalah :
S = 200 λ
Diketahui,
f = 7 GHz = 7.109 Hz
Sehingga ,
S = 200 x 4 cm
= 800 cm = 8 m
Jarak antena diversity sejauh 8 meter (26 feet) dari antena utama, dimana
penempatannya harus di atas antena exiting, dimana hasil pengamatan di masing-
masing tower masih tersedia space ke arah atas exiting pada stasiun Meulaboh kira-
kira 30 meter dan pada stasiun Lamie kira-kira 10 meter. Hal ini mempertimbangkan,
kontur bumi yang tidak rata mempunyai elevasi tertinggi maksimal 45 meter di atas
permukaan laut, yang menyebabkan apabila gelombang dipantulkan ke bumi maka
akan menghasilkan tinggi gelombang pantul yang panjang ke arah atas. Sedangkan
untuk menghitung faktor perbaikan (improvement) space diversity (Isd) menggunakan
persamaan (2.9) adalah :
= , diketahui D = 42,96 Km = 27 feet
= 10087,4
Sehingga, dengan menggunakan persamaan (2.10) didapat unavaibility sebesar :
= 9,9136 . 10 -12
Maka, avaibility untuk space diversity adalah
Adiv= 1- Udiv
= 1- 9,9136. 10-12
= 1 = 100 %
Secara perhitungan, availability untuk space diversity telah memenuhi kriteria
unjuk kerja sistem yang handal. Dimana avaibility perbaikan space diversity mencapai
100 %. Penerapan space diversity pada radio link Meulaboh-Lamie dapat dilihat pada
gambar 3.8 berikut:
Gambar 3.8 Langkah Perbaikan Dengan Space Diversity
Sehingga sistem dapat didesain ulang dengan dengan langkah perbaikan dengan space
diversity seperti yang terlihat pada Gambar 3.8 di atas, dengan demikian sistem ini dapat
bekerja secara optimal.