gel mikro digital.doc

49
ANALISA UNJUK KERJA DAN PERBAIKAN (IMPROVMENT) SISTEM TRANSMISI RADIO GMD HOP MEULABOH-LAMIE Penerapan link transmisi yang menggunakan radio GMD (Gelombang Mikro Digital) merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan akan jasa telekomunikasi bagi daerah terpencil dan jarak yang relatif jauh. Link transmisi antara Meulaboh-Lamie telah menggunakan sistem link radio GMD yang mempunyai frekuensi 7 GHz dengan menggunakan perangkat pabrikan SAGEM tipe 1528 STM-1 1+1, penerapan sistem link radio GMD pada Meulaboh-Lamie mengingat jarak antar kedua daerah relatif jauh dan mempunyai kontur bumi yang sangat kasar yaitu daerah dengan elevasi tertinggi 45 meter. Sistem transmisi Meulaboh-Lamie tidaka dapat digunakan secara optimal pasca gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 lalu. Untuk itu perlu adanya sebuah analisis performansi link transmisi yang tepat dan membuat sebuah alternatif dalam rangka perbaikan sistem yang telah ada guna memenuhi layanan jasa telekomunikasi hingga ke pedesaan. Dalam menganalisa unjuk kerja dan perbaikan sistem transmisi gelombang mikro digital Meulaboh-lamie,

Upload: isyqi-harzaki

Post on 26-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Gelombang Mikro digital

TRANSCRIPT

ANALISA UNJUK KERJA DAN PERBAIKAN (IMPROVMENT) SISTEM

TRANSMISI RADIO GMD HOP MEULABOH-LAMIE

Penerapan link transmisi yang menggunakan radio GMD (Gelombang Mikro

Digital) merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan akan jasa

telekomunikasi bagi daerah terpencil dan jarak yang relatif jauh. Link transmisi antara

Meulaboh-Lamie telah menggunakan sistem link radio GMD yang mempunyai

frekuensi 7 GHz dengan menggunakan perangkat pabrikan SAGEM tipe 1528 STM-1

1+1, penerapan sistem link radio GMD pada Meulaboh-Lamie mengingat jarak antar

kedua daerah relatif jauh dan mempunyai kontur bumi yang sangat kasar yaitu daerah

dengan elevasi tertinggi 45 meter.

Sistem transmisi Meulaboh-Lamie tidaka dapat digunakan secara optimal

pasca gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004 lalu. Untuk itu perlu adanya sebuah

analisis performansi link transmisi yang tepat dan membuat sebuah alternatif dalam

rangka perbaikan sistem yang telah ada guna memenuhi layanan jasa telekomunikasi

hingga ke pedesaan.

Dalam menganalisa unjuk kerja dan perbaikan sistem transmisi gelombang

mikro digital Meulaboh-lamie, parameter-parameter yang telah ada didapat dari kedua

sentral dijadikan sebagai acuan yang menjadi ketetapan dalam perhitungan-

perhitungan dan tidak akan berubah nilainya.

Analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini, meliputi :

1. Penjelasan mengenai konfigurasi sistem transmisi gelombang mikro digital

Meulaboh-Lamie secara keseluruhan

2. Menganalisa terhadap sistem yang telah ada untuk mengetahui bagaian yang

menimbulkan sistem tidak mampu bekerja secara optimal. Kemudian membuat

langkah perbaikan sistem dan membuat perhitungan-perhitungan baru dengan

menggunakan parameter-parameter yang ada, sesuai dengan persamaan-persamaan

yang telah ditetapkan rekomendasi ITU-R dan CCIR.

3. Membuat perbandingan sistem sebelum dan sesudah perbaikan sistem serta

mencari faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan sehingga faktor itulah

yang akan mengalami perbaikan, agar dapat meningkatkan unjuk kerja yang lebih

baik.

4.1 SISTEM TRANSMISI RADIO GMD HOP MEULABOH-LAMIE

Sistem transmisi radio GMD menggunakan media udara sebagai perantara nya,

sistem hop Meulaboh-Lamie menghantarkan sinyal-sinyal berupa gelombang mikro.

Perangkat transmisi menggunakan perangkat pabrikan SAGEM 1528 STM 1 1+1

berkaasitas 155 Mbps brfrekuensi 7 GHz.

Sistem transmisi radi GMD pada Meulaboh-Lamie dapat dilihat pada Gambar

4.1, dimana jarak antara antenna Meulaboh-Lamie sejauh 42,96 Km. Sistem transmisi

pada masing-masing stasiun memepunyai perangkat IDU (Indor Unit) dan ODU

(Outdoor Unit) yang melaksanakan proses transmit sinyal-sinyal dari satu stasiun ke

stasiun tujuannya. Perangkat ODU berada dekat dengan antenna sedangkan IDU

berada pada sentral (di dalam ruangan).

Gambar 4.1 Sistem Transmisi GMD Meulaboh-Lamie (Annonymous, 2003)

4.2 STRUKTUR GEOGRAFIS MEULABOH-LAMIE

IDU IDU

ODU ODU

St.Lamie St.Meulaboh

42,96 Km

Aplikasi GMD (Gelombang Mikro Digital) pada link transmisi Meulaboh-Lamie

sangat sesuai untuk kondisi daerah tersebut, akan tetapi sistem radio GMD masih

terjadinya gangguan-gangguan. Terdapat beberapa hambatan yang menjadikan sistem

ini belum dapat bekerja semestinya. Untuk itu perlu memahami dan mengkaji ulang

struktur geografis Meulaboh-Lamie yang meliputi : topografi daerah, letak geografis

daerah, dan faktor iklim serta keadaan penduduk.

4.2.1 Topografi Daerah

Berdasarkan koordinat pada peta topografi dan tabel kontur topografis pada

halaman lampiran, data lintasan radio GMD Meulaboh-Lamie adalah :

Tabel 4.1 Kontur Topografis Meulaboh-Lamie (PT. TELKOM NAD DIVRE 1)

tabel 4.1 Kontur Topografis Link Meulaboh - Lamie

Stasiunjarak dari St. LMI (Km)

Ketinggian di Atas Permukaan Laut (DPL) (m)

Lamie (LMI) 0 45  2.5 45  5 40  7.5 35  10 44  12.5 33  15 30  17.5 21  20 25  22.5 24  24 26  26 30  28 30  30 30  32 25  34 22  36 10  38 7  40 7Meulaboh (MBO) 42.96 5

kontur topografis link Meulaboh-Lamie

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42.96

jarak (Km)

atti

tud

e (m

)

Gambar 4.2 Kontur Bumi Meulaboh-Lamie (PT. TELKOM, 2000)

Pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 di atas dapat diketahui bahwa bentangan

topografi daerah Meulaboh-Lamie terdapat pada daerah dataran tinggi yang melewati

pegunungan (permukaan bumi yang kasar) dan ditumbuhi oleh pepohonan tropis yang

mepunyai ketinggian rata-rata 15 meter dari permukaan tanah, kemudian diikuti

daerah pinggir pantai (dengan elevasi 5 meter).

4.2.2 Letak Geografis Daerah

Dalam menganalisa sebuah unjuk kerja sistem transmisi harus diketahui bentuk

dan letak geografis suatu daerah. Bentangan alam yang perlu dipertimbangkan harus

dalam keadaan Line of Sight (LoS) anatara kedua stasiun.

Berdasarkan data hasil survey lapangan PT. TELKOM dan pengamatan peta

digital pada skala 1:50.000, maka diperoleh data lokasi Meulaboh-Lamie sebagai

berikut :

Tabel 4.2 Data Lokasi Meulaboh-Lamie (PT. TELKOM NAD DIVRE 1, 2000)

Parameter Site Lamie Site Meulaboh

Koordinat Longitude(E/W)

Degree

Minute

Second

Lattitude(N/S)

Degree

Minute

Second

E

03

59

15

N

96

29

03

E

04

08

10

N

96

07

36

Bearing Degree

(Kedudukan) Minute

Second

27

21

50

37

23

21

Elevasi (m) 45 5

Tinggi Tower (m) 102 92

Tinggi Antena (m) 70 70

Tinggi Obstacle (m) 15 15

Jarak Hop/D (Km) 42,96 42,96

Faktor Dataran 1 1

Faktor Iklim 0,25 0,25

4.2.3 Faktor iklim Dan Keadaan Penduduk

Faktor iklim mempunyai kaitan erat dengan bentangan alam dan yang paling

penting adalah ,merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Line of Sight (LoS)

bentang ruang. Keadaan bentangan alam Meulaboh-Lamie dengan kontur bumi yang

kasar terdiri dari pegunungan diikuti daerah dekat pinggir pantai (elevasi 5 meter).

Maka, kondisi iklim Meulaboh-Lamie adalah :

1. Dipengaruhi banyak angin pegunungan dan sedikit angin laut

2. Beriklim tropis khususnya iklim utara.

3. Struktur tanah padat.

Keadaan penduduk pada daerah Meulaboh-Lamie adalah menyebar dan

berkelompok dalam populasi yang kecil, bertempat tinggal dekat dengan lahan

pertanian.

4.3 KONFIGURASI LINK RADIO GMD MEULABOH-LAMIE

Sistem transmisi gelombang mikro digital Meulaboh-Lamie menggunakan

perangkat pabrikan SAGEM tipe 1528 berkapasitas 155 Mbps dan beroperasi pada

pita frekuensi 7 GHz. Konfigurasi sistem radio GMD hop Meulaboh-Lamie dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Pada masing-masing stasiun mempunyai konfigurasi sistem transmisi yang

sama. Sinyal yang dikirim disebut Rx (receiver) diproses oleh antena merk SAGEM

yang mempunyai diameter 3,7 meter, sinyal ini diteruskan ke ODU (Outdoor Unit)

yang disebut sinyal RF (Radio Frequency) melalui kabel koaksial sepanjang 1 meter

dan diberi catuan daya sebesar 70 Vdc. Kemudian sinyal ini diteruskan ke perangkat

IDU (Indoor Unit) yang berada didalam sentral, sinyal disebut IF (intermediate

Frequncy).

Dalam IDU, sinyal IF ini didemultipleksing dan dimodulasi dengan teknik 128

QAM dengan daya yang diberi oleh catuan power supplay, keseluruhan proses

transmisi ini dikontrol dan dideteksi di dalam manager modul dengan menggunakan

program software (ceraview) pabrikan tipe Fibeair 1500/1528 merek CERAGON.

Begitu pula sebaliknya, proses transmit sinyal yang dimultipleks terlebih dahulu di

IDU, kemudian mengikuti langkah-langkah selanjutnya yang diuraikan di atas.

Gambar 4.3 Konfigurasi Radio GMD Meulaboh – Lamie (Annonymous, 2000)

4.3.1 Profil Lintasan Radio GMD hop Meulaboh-Lamie

Path Profil (profil lintasan) sangat menentukan kelayakan dan kualitas sinyal

yang dikirim. Profil lintasan ini diambil dari sudut pandang bentangan alam yang

diasumsikan secara linier. Profil lintasan ini harus mempunyai Line of Sight (LoS).

Profil lintasan transmisi radio GMD (Gelombang Mikro Digital) untuk hop

Meulaboh-Lamie dapat dilihat pada Gambar 4.4 dibawah ini :

Mux Manager Module

Modem

Power Supply

RF T/R

Power Supply

ODU Control RF T/RODU Control

Power Supply

Mux Modem Manager Module

Power Supply

IDU

ODU ODU

IDU

+70 Vdc+70 Vdc

IFIF

RF RF

Gambar 4.4 Profil Lintasan Radio GMD Hop Meulaboh-Lamie

Keterangan :

St. LMI : Site Lamie (Transmitter)

St. MBO : Site Meulaboh (Receiver)

d1 : Jarak Pemancar ke Obctacle (Km)

d2 : Jarak Penerima ke Obctacle (Km)

D : Jarak Antar Hop Meulaboh-Lamie

4.3.2 Parameter Lintasan

Beradasarkan data yang diperoleh dari lokasi, maka didapat beberapa parameter

atau kondisi sistem transmisi GMD Hop Meulaboh-Lamie. Parameter tersebut dapat

dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Parameter Lintasan Meulaboh-Lamie

Parameter St. Lamie (Tx) St. Meulaboh (Rx)

Jarak Hop (D) 42,96 Km

Jarak St. ke Obstacle (d1/d2) 26,9 Km 16,06 Km

Tinggi Antena 70 m 70 m

Elevasi (Tx/Rx) 45 m 5 m

Frekuensi 7 GHz

Tinggi Obstacle (hs) 15 m

Diameter Antena 3,7 m 3,7 m

Panjang Add. Feeder (IFt/IFR) 1 m 1 m

Daya Pancar (PTx) 24 dBm -

Rs Threshold (BER 10-3) -93,5 dBm

Faktor Dataran (a) 1

Faktor Iklim (b) 0,25

Gain Antena Lamie (GTx) 46,7 dB -

Gain Antena Meulaboh (GRx) - 46,7 dB

Branching Loss -0,3 dB -0,3 dB

Additional Loss -1,5 dB -1,5 dB

Redaman Lintasan oleh Hujan -6,55 dB

Faktor Feeder Loss (α) 0,0014 dB/m

Fading Depth 37,4 dB

Redaman Spesifik Hujan (γR) 1,88 dB/m

Pengurangan Faktor r 0,008

Faktor K 1,33

Efisiensi Sistem (η) 0,68

4.4 ANALISA UNJUK KERJA LINTASAN SAAT INI

Sistem radio GMD Meulaboh-Lamie pada saat ini (pasca gempa dan gelombang

tsunami) secara teknis belum layak dioperasikan keran hasil tes BER melewati

BER=10-3 dan RSL (Receive Signal Level) yang mengalami fluktuasi hingga -99 dBm

pada saat tertentu serta masih adanya fliker beberapa detik terutama pada malam hari

(lihat lampiran E).

Penyebab terjadinya gangguan tersebut, diasumsikan karena perubahan indeks

bias diudara yang mempengaruhi propagasi gelombang radio sesuai dengan perubahan

ketinggian elevasi. Pada lintasan Meulaboh-Lamie mempunyai permukaan (kontur)

bumi yang kasar dengan ketinggian yang berbeda-beda sehingga menyebabkan sistem

radio GMD ini rawan terhadap fading. Sedangkan faktor lain bila diamati pada

Gambar 4.4 di atas, terlihat bahwa fresnel zone masih melewati daerah dataran yang

ditumbuhi pohon tropis yang mempunyai tinggi rata-rata 15 meter. Apabila sinyal

yang ditransmisikan pada sistem LoS saat ini, maka akan menyentuh titik kritis

(obstacle). Hal ini juga dapat dijadikan salah satu faktor penyebab gangguan link radio

Meulaboh-Lamie

Pada lintasan radio Meulaboh-Lamie, ikut diperhitungkan rugi-rugi lintasan

oleh curah hujan (sebesar 6,55 dB). Diketahui bahwa daerah ini merupakan kawasan

tropis yang mempunyai ketinggian maksimum 45 meter di atas permukaan laut,

sehingga akan menambah besarnya redaman (rugi-rugi) total yang akan

menyebabkan attenuasi (pelemahan) pada propagasi gelombang mikro.

Pada tugas akhir ini, semua penyebab ini akan dianalisa dan melakukan

kalkulasi terhadap parameter-parameter yang ada, sehingga mendapatkan suatu

alternatif dalam rangka perbaikan unjuk kerja sistem.

4.4.1 Redaman Terhadap Sistem Tranmsisi

Pada dasarnya tujuan transmisi daya melalui perambatan gelombang mikro

adalah sedapat mungkin meminimalkan rugi-rugi pada proses transmisi. Redaman

(rugi-rugi) pada sistem transmisi LoS pada lapisan atmosfer merupakan kontribusi dari

rugi-rugi batasan ruang bebas (Free Space Loss), rugi-rugi oleh perangkat (Equipment

Loss), rugi-rugi oleh atmosfer dan rugi-rugi yang disebabkan oleh hujan. Redaman

oleh hujan pada sistem transmisi yang berfrekuensi 7 GHz pada link radaio GMD

Meuloaboh-Lamie (pada wilayah tropis) ikut diperhitungkan.

4.4.1.1 Rugi-rugi Lintasan Ruang Bebas

Free Space Loss (FSL) merupakan rugi-rugi yang disebabkan oleh lintasan

ruang bebas. Pada lampiran, radio path calculation untuk link radio Meulaboh-Lamie

telah diukur FSL lintasan sebesar 142 dB. FSL ini secara perhitungan, dapat

digunakan persamaan (2.17) sebagai berikut :

FSL = 92,44 + 20 log f (GHz) + 20 log d (Km)

= 92,44 + 20 log 7 + 20 log 42,96

= 92,44 + 16,9 + 32,66

= 142 dB

4.4.1.2 Rugi-rugi Saluran (Feeder Loss)

Total rugi-rugi feeder diusahakan seminimal mungkin. Tipe saluran transmisi

harus sesuai dengan sistem radio GMD yang mempunyai frekuensi 7 GHz. Pada link

radio GMD Meulaboh-Lamie tipe E78 (Coaxial Feeder 5/8), memiliki faktor rugi-rugi

feeder sebesar 0,0014 dB/m. Maka, perhitungan untuk rugi-rugi feeder menggunakan

persamaan (2.18a dan 2.18b) :

LF(MBO) = (hMBO + IFR) α

= (70 + 1)m x 0,0014 dB/m

= 0,1 dB

IF(LMI) = (hLMI + IFR) α

= (70 + 1)m x 0,0014 dB/m

= 0,1 dB

Maka, rugi-rugi feeder (perangkat) link radio Meulaboh-Lamie dapat dihitung

menggunakan persamaan (2.19) sebagai berikut :

LF (tot) = FL(MBO) + FL(LMI)

= 0,1 dB + 0,1 dB

= 0,2 dB

4.4.1.3 Redaman Hujan

Redaman hujan merupakan rugi-rugi yang disebabkan oleh butiran air hujan

yang berpengaruh pada propagasi sinyal gelombang radio. Menurut rekomendasi ITU-

R, Indonesia mempunyai tingkat curah hujan tertinggi yaitu berada pada kelas P (lihat

Lampiran G). Untuk wilyah Meulaboh-Lamie, ditetapkan mempunyai intensitas curah

hujan sebesar 145 mm/H dalam waktu 0,01 % dan mempunyai redaman spesifik hujan

(A) diketahui sebesar 1,88 dB/Km, sehingga redaman efektif dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan (2.22) adalah :

Aeff = A.L.r

= 1,88 dB/Km x 42,96 Km x 0,08

= 6,5 dB

4.4.1.4 Total Loss dan Netloss

Total loss merupakan rugi-rugi keseluruhan sistem transmisi, diketahui :

1. Rugi-rugi Lintasan Ruang Bebas (FSL) = 142 dB

2. Rugi-rugi Feeder Total (LF(tot)) = 0,2 dB

3. Rugi-rugi Percabangan (Branching) Total (LB(tot)) = 0,6 dB

4. Rugi-rugi Additional / Loss Additional (LA(tot)) = 3 dB

5. Rugi-rugi Oleh Hujan (LR) = 6,5 dB

Maka, dapat dihitung total loss adalah :

Ltot = FSL + LF(tot) + LB(tot) + LA(tot) +LR

= 142 dB + 0,2 dB + 0,6 dB + 3 dB + 6,5 dB

= 152,3 dB

Sehingga, besar netloss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.20) adalah

Netloss = Total Loss – (GMBO + GLMI)

= 152,3 dB – (46,7 dB + 46,7 dB)

= 58,9 dB

4.4.2 Daya Terima (Receiving Power)

Sebagaimana diketahui dari data yang ada, daya pancar perangkat mempunyai

spesifikasi (PTx) = 24 dBm, sehingga dengan menggunakan persamaan (2.24) dapat

dihitung daya terima perangkat (PRx), sebagai berikut :

PRx = PTx - Nettloss

= 24 – 58,9

= -34,9 dBm

4.4.3 Gross Margin

Gross Margin (GM) merupakan pengurangan daya terima (PRx) dengan PTH.

Dengan menggunakan persamaan (2.25) dapat dihitung besarnya gross margin yaitu:

GM = PRx - PTH

= -34,9 dBm – (-93,5) dBm

= 58,6 dB

4.4.4 Outtage Time

Outtage time merupakan probabilitas terjadinya fading per bulan terburuk.

Untuk menghitung besarnya outage time dengan menggunakan persamaan (2.26)

yaitu:

Outtage Time (Po) = 6 x 10-5(a.b.f.d3) x 10-GM/10

= 6 x 10-5 (1x 0,25 x 7 x (42,96)3 x 10-58,6/10

= 8,325 x 1,38. 10-6

= 1,15 .10-5 %

= 0,0000115 %

4.4.5 Reability

Setelah diperoleh besarnya outage time dalam persentase, maka dengan

menggunakan persamaan (2.27) dapat dihitung besarnya reability sistem transmisi link

radio Meulaboh-Lamie adalah :

Reability (R) = 100% - Outtage Time (%)

= 100 % - 0,0000115 %

= 99,9999885 %

4.4.6 Fading Margin

Lintasan gelombang radio LoS (Line of Sight) melewati kontur bumi yang

sangat kasar dengan elevasi yang berbeda dipengaruhi oleh fading, karena efek

lintasan jamak (multipath) yang disebabkan oleh lengkungan lintasan gelombang

karena pembiasan. Sebagaimana diketahui, karakteristik propagasi gelombang radio

sebagai propagasi multipath dan mempunyai sensitivitas dataran. Karakteristik ini

disebabkan oleh temperatur dan kondisi atmosfer yang tidak normal.

LoS radio link melewati daerah yang kasar (kontur yang tidak rata) dan

mempunyai iklim tropis (iklim rata-rata). ITU-R menetapkan suatu konstanta, dimana

a = 1 dan b = 0,25. Dengan menggunakan persamaan (2.23) sebuah solusi Barnett-

Vigant untuk menghitung besarnya fading margin adalah :

FM = 30 log D + 10 log (6.a.b.f) – 10 log (1-R) – 70

= 30 log (42,96) + 10 log (6 x 1 x 0,25 x 7) – 10 log (1-0,999999885) – 70

= 48,992 + 10,212 – (-69,393) – 70

= 58,6 dB

4.4.7 Analisis C/N dan Eb/No

Dari spesifikasi teknis diketahui bahwa :

1. Kecepatan Transmisi/ Bit Rate (BR) = 155 MBps

2. Noise Figure (NF) = 5,5 dB

3. Noise Bandwidth (Bif) = 28 MHz

4. RSL threshold = Pth = -93,5 dBm

5. Tsys = To

4.4.7.1 Analisis C/N (Carrier per Noise Ratio)

Level carrier yang diterima terhadap thermal noise (C/N) dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan (2.28) sebagai berikut :

C/N = PRx (dBW) + 204 – 10 log Bif –NF

Dimana,

PRx = -34,9 dBm

PRx (mW) = antilog PRx/10

= antilog (-34,9/10)

= antilog (-3,49)

= 3,236. 10-4 mW

= 3,236. 10-7 W

PRx (dBW) = 10 log PRx (W)

= 10 log 3,236. 10-7

= -64,90 dBW

Jadi, diperoleh :

C/N = -64,90 + 204 -10 log 28. 106 – 5.5

= -64,90 + 204 -74,47 – 5,5

= 59,13 dB

4.4.7.2 Analisis Eb/No (Energi Bit per Energi Noise)

Energi bit per energi noise untuk pengoperasian sistem pada suhu ruang

(Tsys=T0). Sehingga dengan menggunakan persamaan (………) diperoleh :

Eb/No (threshold) = RSL(th) (dBW) – 10 log BR + 204 (dBW) – NF (dB)

Dimana,

RSL(th) = Pth = -93,5 dBm

Pth (mW) = antilog Pth/10

= antilog -93,5/10

= 4,467. 10-10

= 4,467 .10-13 W

Pth (dBW) = 10 log Pth (W)

= 10 log ( 4,467. 10-13)

= -123,50 dBW

Sehingga diperoleh :

Eb/No(th) = -123,50 – 10 log (155. 106) + 204 – 5,5

= -123,50 – 81,90 + 204 – 5,5

= -6,9 dB

4.5 PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN ULANG UNTUK PERBAIKAN

SISTEM

Setelah menganalisa unjuk kerja lintasan dari sistem yang telah ada, maka

didapat beberapa kekurangan dari sistem tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya

gangguan-gangguan yang mengakibatkan kualitas sinyal yang diterima belum optimal.

Berdasarkan semua data yang diperoleh dari PT. TELKOM KANDATEL

NAD DIVRE 1 SUMATERA UTARA, maka pada presentasi akan dipresentasikan

suatu analisa perhitungan untuk perbaikan sistem dan bukan perancangan sistem dari

awal, dengan memanfaatkan lokasi penempatan posisi antenna yang telah ada tanpa

harus mencari lokasi untuk posisi yang baru sebuah antenna.

Sebagaimana perhitungan yang digunakan pada perencanaan dan perancangan

suatu sistem transmisi GMD dan berdasarkan ketetapan-ketetapan yang telah

ditetapkan oleh ITU-R dan CCIR, maka analisa perhitungan untuk perbaikan sistem

transmisi radio GMD (Gelombang Mikro Digital) hop Meulaboh-Lamie ditetapkan

sebagai berikut :

1. Menentukan faktor kelengkungan bumi dan titik pantul (obstacle)

2. Menentukan dan menghitung jari-jari fresnel

3. Menghitung tinggi antenna yang seharusnya yang mengkritik keberadaan

posisi antena penerima.

4. Perhitungan H-Clearence.

5. Perhitungan rugi-rugi transmisi dan penguatan antena.

6. Menganalisis daya terima (Power Reciver), Gross Margin (GM), Outtage

Time, dan persentase Reability yang diperoleh dari keseluruhan sistem setelah

perbaikan.

7. Analisis kualitas sinyal dengan menghitung ulang C/N dan Eb/No sistem.

Pada tugas akhir ini, mencari alternatif untuk perbaikan sistem yang telah ada

dari kalkulasi-kalkulasi mengenai kelayakan sistem GMD (Gelombang Mikro

Digital). Dalam menemukan alternatif perbaikan sistem ini diterapkan suatu metode

perbaikan sistem seminimal mungkin guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas

kinerja sistem transmisi GMD Meulaboh-Lamie, kemudian cendung mengkritik

keberadaan ketinggian antenna di sisi penerima yaitu lokasi antenna Meulaboh dan

menjadikan sisi transmitter (Antena Lamie) sebagai patokan tidak diganggu

penempatan nya.

4.5.1 PENENTUAN FAKTOR KELENGKUNGAN BUMI (C1) DAN TINGGI

OBSTACLE (C2)

Sebelum menentukan faktor kelengkungan bumi, yang harus diketahui adalah

keberadaan obstacle yang sebenarnya. Untuk menentukan obstacle, dapat diperoleh

data dari peta kontur bumi, dimana elevasi tertinggi yang dilalui oleh Line of Sight

(LoS) pada sistem ini berada pada jarak 26,9 Km dari kecamatan Lamie yang

mempunyai elevasi (ketinggian) 30 m di atas permukaan bumi.

Dari data lapangan, lintasan daerah Meulaboh-Lamie memiliki permukaan

yang tidak datar dan ditumbuhi oleh pepohonan tropis yang mempunyai tinggi rata-

rata 15 meter. Jadi, dapat diketahui bahwa total tinggi obstacle di atas permukaan laut

adalah elevasi di daerah tersebut ditambah tinggi pohon di atas elevasi tersebut,

sehingga tinggi obstacle sebesar 45 meter (C2)

Setelah menentukan dimana obstacle tertinggi yang dilalui oleh LoS, maka

titik tersebut dijadikan acuan untuk mendapatkan jarak transmitter ke obstacle (d1 =

26,9 Km) dan jarak receiver ke obstacle (d2 = 16,06 Km). Dimana diketahui jarak total

transmitter ke receiver (D = 42,96 Km).

Berdasarkan persamaan …, maka perhitungan faktor

kelengkungan bumi ditentukan sebagai berikut :

=

=

= 25,48 meter

4.5.2 PENENTUAN JARI-JARI FRESNEL

Untuk menentukan tinggi antena penerima, salah satu yang harus dihitung

adalah jari-jari fresnel zone. Setelah diperoleh, barulah dapat menghitung ketinggian

antenna, karena semakin dinaikkan antenna maka fresnel zone akan semakin tinggi.

Untuk menghitung jari-jari fresnel digunakan persamaan (2.12), menggunakan

frekuensi 7 GHz, yaitu :

=

=

= 20,74 m

Setelah menentukan dan perhitungan terhadap parameter-parameter yang

dibutuhkan untuk membangun suatu antenna di lokasi tertentu dicapai, maka

penentuan tinggi antenna yang dibutuhkan menjadi lebih tepat dan mudah

sesuai dengan rekomendasi ITU-R dan CCIR. Parameter-parameter tersebut dapat

dilihat pada gambar 4.5 berikut :

Gambar 4.5 Faktor Kelengkungan Bumi, tinggi Obstacle dan jari-jari Fresnel

4.5.3 PERHITUNGAN TINGGI ANTENA

Sebuah antena radio GMD tidak bisa dipasang pada lokasi sembarang.

Pemilihan posisi antenna yang optimum adalah sangat penting. Hal ini

mempertimbangkan agar lebih efektif dan efisien sistem yang bekerja.

Oleh karena itu, mengingat lokasi penempatan antenna yang ditentukan sudah

tepat, maka dalam penyusunan tugas akhir ini hanya melakukan perbaikan sistem yang

ada tanpa memindahkan lokasi antena dan tanpa merancang ulang kembali sistem dari

awal. Berdasarkan parameter-parameter yang ditunjukkan pada gambar 4.6, maka

tinggi antenna penerima (receiver) yaitu antenna di lokasi stasiun Meulaboh, dapat

dihitung dengan persamaan (2.14) dan persamaan (2.13)

C = C1 + C2 + C3

= 25,48 m + 45 m + 20,7 m

= 91,18 m

Sehingga tinggi antena di Meulaboh adalah :

YMBO = C – B

= 91,18 m – 5 m

= 86,18 m di atas elevasi

Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut, dimana diketahui B = 5

meter dan C = 91,18 m. sehingga tinggi antena Meulaboh (YMBO) adalah 86,18 m

Gambar 4.6 Ketinggian Antena di Sisi Penerima (St. Meulaboh)

4.5.4 Analisis H-Clearance

Untuk memastikan bahwa kondisi propagasi ruang bebas terpenuhi, dilakukan

perhitungan jarak clearance dengan mengambil asumsi tinggi obstacle (titik kritis).

Dimana diketahui :

• Hs = C2 = elevasi obstacle + tinggi pohon = 30 m+15 m = 45 m

• h1 = XLMI + Elevasi Lamie = 70 m + 45 m = 115 m

• h2 = YMBO + Elevasi Meulaboh = 86,18 m + 5 m = 91,18 m

• d1 = 26,9 Km

• d2 = 16,06 Km

• K = 1,33 dan Ro = 6370 Km

Untuk mendapatkan besarnya lintasan ellips yang terbentuk dari pemancar ke

penerima yang terletak antara penghalang dan LoS (H-Clearance), dalam perhitungan

digunakan persamaan (2.16). sehingga besarnya H-Clearance adalah :

=

= 115 – 14,92 – 0,025 – 45

= 55,06 m

4.5.5 Analisis Penguatan Antena

Untuk mengetahui besarnya rugi-rugi transmisi dan daya terima, yang harus

diketahui adalah besarnya gain atau penguatan antena yang ada di stasiun transmisi

dan penerima. Dengan menggunakan persamaan (2.15), maka dapat dihitung besarnya

gain antena dikedua posisi antena.

GLMI (GTx) = 20,4 + 20 log dAt + 20 log f(GHz) + 10 log η

= 20,4 + 20 log (3,7) + 20 log 7 +10 log 0,68

= 46,985 dB

GMBO (GRx) = 20,4 + 20 log dAr + 20 log f(GHz) + 10 log η

= 20,4 + 20 log 3,7 +20 log 7 + 10 log 0,68

= 46,985 dB

4.5.6 Analisis Rugi-rugi Transmisi Link Radio

Setelah menganalisis rugi-rugi propagasi pada sistem transmisi yang

beroperasi saat ini, maka akan dilakukan perhitungan kembali terhadap sistem setelah

perbaikan. Hal ini perlu dikalkulasikan kembali untuk membandingkan kondisi sistem

saat ini dan kondisi sistem setelah perbaikan.

Dengan menggunakan hasil-hasil perhitungan pada analisa perbaikan sistem

di atas, maka dapat diketahui besarnya Free Space Loss (FSL), Loss Feeder Stasiun

Lamie (LFLmi), Loss Feeder Stasiun Meulaboh(LFMbo), Feeder Loss total (LFtot), dan

redaman hujan. Keseluruhan rugi-rugi tersebut sangat berpengaruh terhadap level

sinyal yang diterima (RSL).

4.5.6.1 Rugi-rugi Lintasan Ruang Bebas (FSL)

Dengan menggunakan persamaan (2.17), maka besarnya Free Space Loss

(FSL) pada sistem transmisi Meuloaboh-Lamie setelah perbaikan adalah :

FSL = 92,44 + 20 log f (GHz) + 20 log d (Km)

= 92,44 + 20 log 7 + 20 log 42,96

= 92,44 + 16,9 + 32,66

= 142 dB

4.5.6.2 Rugi-rugi Saluran (Feeder Loss)

Untuk mengetahui feeder loss total, maka harus diketahui berapa besar losses

yang ada pada perangkat sistem transmisi Meulaboh-Lamie setelah tinggi antena

dinaikkan sebesar 16,18 meter, sehingga total tinggi antena pada sisi Meulaboh

(penerima) adalah 86,18 m. Loss feeder Lamie dan Meulaboh dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan (2.18a dan 2.18b) sebagai berikut :

LF(MBO) = (hMBO + IFR) α

= (70 + 1)m x 0,0014 dB/m

= 0,1 dB

IF(LMI) = (hLMI + IFR) α

= (86,18 + 1)m x 0,0014 dB/m

= 0,12 dB

Maka, rugi-rugi feeder (perangkat) link radio Meulaboh-Lamie dapat dihitung

menggunakan persamaan (2.19) sebagai berikut :

LF (tot) = FL(MBO) + FL(LMI)

= 0,1 dB + 0,12 dB

= 0,22 dB

4.5.6.3 Rugi-rugi Oleh Hujan

Telah diketahui bahwa menurut ketetapan ITU-R, intensitas curah hujan di

Indonesia menduduki pada daerah P (Lihat Lampiran G), karena Indonesia merupakan

kawasan tropis. Khususnya daerah Meulaboh-Lamie setelah dianalisa berada pada

kelas P dan mempunyai distribusi intensitas hujan sebesar 145 MM/H dan

pengurangan faktor r sebesar 0,08, sehingga ditetapkannya redaman spesifik hujan

sebesar 1,88 dB/Km. Dengan menggunakan persamaan (2.22) dapat dihitung besarnya

redaman hujan adalah :

Aeff = A.L.r

= 1,88 dB/Km x 42,96 Km x 0,08

= 6,5 dB

4.5.6.4 Total Loss dan Netloss

Untuk menghitung besarnya total loss dari sistem transmisi link radio, maka

harus diketahui bahwa :

• FSL (Free Space Loss) = 142 dB

• Feeder Loss Total = 0,22 dB

• Redaman Hujan = 6,5 dB

• Rugi-rugi Percabangan(LB) = 0,6 dB

• Rugi-rugi Additional = 3 dB

Sehingga dapat dihitung Total Loss (Ltot) sebagai berikut :

Ltot = FSL + LF(tot) + LB(tot) + LA(tot) +LR

= 142 dB + 0,22 dB + 0,6 dB + 3 dB + 6,5 dB

= 152,32 dB

Sehingga, besar netloss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.20) yaitu :

Nettloss = Total Loss – (GMBO + GLMI)

= 152,32 dB – (46,985 dB + 46,985 dB)

= 58,35 dB

4.5.7 Daya Terima (Receiving Power)

Sebagaimana diketahui dari data yang ada, daya pancar perangkat mempunyai

spesifikasi (PTx) = 24 dBm, sehingga dengan menggunakan persamaan (2.24) dapat

dihitung daya terima perangkat (PRx), sebagai berikut :

PRx = PTx - Nettloss

= 24 – 58,35

= -34,35 dBm

4.5.8 Gross Margin

Gross Margin (GM) merupakan pengurangan daya terima (PRx) dengan PTH.

Dari spesifikasi perangkat besarnya PTH adalah -93,5 dBm. Dengan menggunakan

persamaan (2.25) dapat dihitung besarnya gross margin adalah :

GM = PRx - PTH

= -34,35 dBm – (-93,5) dBm

= 59,15 dB

4.5.9 Outtage Time

Outtage time merupakan probabilitas terjadinya fading per bulan terburuk.

Untuk menghitung besarnya outage time, dengan menggunakan persamaan (2.26)

adalah :

Outtage Time (Po) = 6 x 10-5(a.b.f.d3) x 10-GM/10

= 6 x 10-5 (1x 0,25 x 7 x (42,96)3 x 10-59,15/10

= 8,325 x 1,38. 10-6

= 10-5 %

= 0,00001 %

4.5.10 Reability

Dengan menggunakan persamaan (2.27), besarnya Reability (R) sebesar :

R = 100 % - Po

= 100 % - 0,00001 %

= 99,99999 %

4.5.11 Fading Margin

Fading adalah gejala acak, dimana fluktuasi nya menyebabkan redaman

terhadap sinyal yang diterima. Pada analisa perbaikan sistem link radio, besarnya

Fading Margin (FM) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.23) adalah:

FM = 30 log D + 10 log (6.a.b.f) – 10 log (1-R) – 70

= 30 log 42,96 + 10 log (6x1x0,25x7) – 10 log (1-0,9999999) – 70

= 59,2 dB

Dengan asumsi bahwa nilai a = 1 dan nilai b = 0,25, dengan alasan bahwa

kondisi wilayah yang dilewati LoS memiliki kontur (permukaan) bumi yang kasar dan

mempunyai iklim yang rata-rata.

4.5.12 Analisis C/N dan Eb/No

Dari spesifikasi teknis diketahui bahwa :

1. Kecepatan Transmisi/ Bit Rate (BR) = 155 MBps

2. Noise Figure (NF) = 5,5 dB

3. Noise Bandwidth (Bif) = 28 MHz

4. RSL threshold = Pth = -93,5 dBm

5. Tsys = To

4.4.7.1 Analisis C/N (Carrier per Noise Ratio)

Level carrier yang diterima terhadap thermal noise (C/N) dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan (2.28) sebagai berikut :

C/N = PRx (dBW) + 204 – 10 log Bif –NF

Dimana,

PRx = -34,35 dBm

PRx (mW) = antilog PRx/10

= antilog (-34,35/10)

= antilog (-3,435)

= 3,673. 10-4 mW

= 3,673. 10-7 W

PRx (dBW) = 10 log PRx (W)

= 10 log 3,673. 10-7

= -64,35 dBW

Jadi, diperoleh :

C/N = -64,90 + 204 -10 log 28. 106 – 5.5

= -64,35 + 204 -74,47 – 5,5

= 60 dB

4.4.7.3 Analisis Eb/No (Energi Bit per Energi Noise)

Energi bit per energi noise untuk pengoperasian sistem pada suhu ruang

(Tsys=T0). Sehingga dengan menggunakan persamaan (2.29) diperoleh :

Eb/No (threshold) = RSL(th) (dBW) – 10 log BR + 204 (dBW) – NF (dB)

Dimana,

RSL(th) = Pth = -93,5 dBm

Pth (mW) = antilog Pth/10

= antilog -93,5/10

= 4,467. 10-10

= 4,467 .10-13 W

Pth (dBW) = 10 log Pth (W)

= 10 log ( 4,467. 10-13)

= -123,50 dBW

Sehingga diperoleh :

Eb/No(th) = -123,50 – 10 log (155. 106) + 204 – 5,5

= -123,50 – 81,90 + 204 – 5,5

= -6,9 dB , sesuai dengan ketetapan ITU-R pada Lampiran F

4.6 ANALISA PERFORMANSI SISTEM RADIO LINK SEBELUM

PERBAIKAN DAN SESUDAH PERBAIKAN

Secara umum, radio path calculation antara unjukkerja sistem transmisi sistem

radio GMD Meulaboh-Lamie saat ini (sebelum perbaikan) dan setelah perbaikan dapat

dilihat pada Tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4 Perbandingan Unjuk kerja Lintasan Sebelum dan Setelah Perbaikan

Parameter yang Dianalisa Sebelum Perbaikan Setelah Perbaikan

Tinggi Antena Lamie (XLMI) 70 m 70 m

Tinggi Antena Meulaboh (YMBO) 70 m 86,18 m

Gain Antena Lamie (GLMI) 46,7 dB 46,985 dB

Gain Antena Meulaboh (GMBO) 46,7 dB 46,985 dB

Free Space Loss (FSL) 142 dB 142 dB

Loss Feeder Lamie (LF LMI) 0,1 dB 0,1 dB

Loss Feeder Meulaboh (LMBO) 0,1 dB 0,12 dB

Loss Feeder Total (LFtot) 0,2 dB 0,22 dB

Loss Path oleh Hujan (LR) 6,5 dB 6,5 dB

Total Loss (Ltot) 152,3 dB 152,32 dB

Netloss 58,9 dB 58,35 dB

Daya Pancar Lamie (PTx) 24 dBm 24 dBm

Daya Terima Meulaboh (PRx) -34,9 dBm -34,35 DBm

Gross Margin (Gm) 58,6 dB 59,15 dB

Fading Margin (FM) 58,6 dB 59,2 dB

Outtage Time 0,0000115 % 0,00001 %

Reability (R) 99,9999885 % 99,99999 %

C/N Sistem 59,13 dB 60 dB

Eb/No Sistem 6,9 dB 6,9 dB

Sebagaimana diketahui dari permasalahan yang ada, unjuk kerja sistem transmisi

link radio GMD Hop Meulaboh-Lamie yang beroperasi saat ini masih dinilai belum

optimal. Hal ini dapat diamati pada alarm log dan status RSL pada Lampiran E, bahwa

pada sistem ini RSL (Receive Signal Level) masih terjadi fluktuasi sebesar -99 dBm

pada saat tertentu dan masih terjadinya fliker beberapa detik terutama pada malam

hari, yang tentunya dapat dilihat pada hasil test BER masih error.

Pada Tabel 4.4 yang menunjukkan perbedaan performansi (unjuk kerja) sistem

sebelum dan sesudah perbaikan. Pada sistem sebelum perbaikan, tinggi antena semula

Adalah 70 meter pada kedua sisinya, tetapi setelah dilakukan kalkulasi ulang yang

hanya mengkritik keberadaan sisi penerima (antena stasiun Meulaboh), maka tinggi

antena di sisi penerima adalah 86,18 meter. Sehingga, posisi antena pada sisi penerima

dinaikkan 16,18 meter. Perubahan posisi antena penerima dilihat pada Gambar 4.7

berikut :

Gambar 4.7 Path Profil Setelah Perbaikan

Pada gambar dapat dilihat bahwa lintasan transmisi LoS (Line of Sight) tidak

melewati titik kritis (titik penghalang) lagi. Lintasan LoS brada di atas kontur bumi

yang sangat kasar dengan elevasi tertinggi 45 meter. Secara teoritis dan perhitungan,

tinggi antena pada sisi penerima setelah perbaikan layak untuk diaplikasikan di

lapangan.

Pada Tabel 4.4 dapat dianalisa kembali bahwa kalkulasi keseluruhan unjuk kerja

sistem sebelum perbaikan dan setelah perbaikan hanya mempunyai selisih nilai yang

tidak terlalu jauh. Secara umum perubahan performansi sebelum dan sesudah

perbaikan adalah sebagai berikut :

• Unjuk kerja setelah perbaikan mempunyai daya terima (RSL) sedikit lebih besar dari

pada sebelum perbaikan. RSL bertambah sebesar 0,55 dBm ( -34,35 dBm – (-34,9)

dBm = 0,55 dBm).

• Unjuk kerja setelah perbaikan mempunyai Gross Margin (Gm) yang lebih besar

daripada gross margin setelah perbaikan (kenaikan sebesar 0,55 dB)

• Unjuk kerja setelah perbaikan mempunyai outage time yang lebih kecil daripada

outage time sebelum perbaikan (berkurang 0,0000015 %) sehingga reability ikut

meningkat dari 99,9999885 % menjadi 99,99999 %.

• Rugi-rugi total (total loss) setelah perbaikan sedikit lebih besar daripada total loss

sebelum perbaikan, meningkat sebesar 0,02 dB. Sehingga netloss akan berkurang

setelah sistem diperbaiki.

Keseluruhan performansi setelah dikalkulasikan dalam rangka perbaikan

sistem, menunjukkan ke arah yang lebih baik. Hanya saja, faktor bentangan alam

dan pengaruh atmosfer terkadang membuat sistem radio ini mengalami gangguan

yang akan mengakibatkan terganggunya perambatan gelombang radio selama

propagasi berlangsung, jalur (lintasan) LoS yang dilalui gelombang mikro

(microwave) selalu mempengaruhi perambatan gelombang radio selama propagasi

berlangsung dari pemancar ke penerima. Hal ini dapat diamati oleh adanya rugi-rugi

lintasan ruang bebas, rugi-rugi feeder, dan rugi-rugi oleh hujan sehingga ikut

mempengaruhi rugi-rugi total sistem transmisi. Rugi-rugi ini menyebabkan

pengurangan pada daya transmisi sehingga akan memperlemah penyampaian sinyal

di antena penerima.

Disamping itu, selama perambatan gelombang di udara seringkali terjadi

berbagai pengaruh kondisi atmosfer yang tidak normal yang menyebabkan daya sinyal

melemah dan dapat pula diperkuat. Efek yang dapat terjadi pada propagasi sinyal yang

diterima adalah :

• Daya sinyal diperkuat, karena kondisi atmosfer yang tidak normal membuat indeks

bias di udara berkurang dengan cepat dari keadaan normalnya sehingga perambatan

di udara semakin tinggi yang akan membuat lintasan propagasi lebih jauh atau

melewati posisi antena penerima.

• Daya sinyal diperlemah , karena kondisi atmosfer yang tidak normal membuat

indeks bias di udara semakin besar yang akan terjadi penyerapan energi gelombang

transmisi yang menyebabkan sinyal melemah yang akan menjatuhkan sinyal

sebelum posisi antena sehingga sinyal tidak mampu ditangkap oleh antena penerima,

Keseluruhan pengaruh atmosfer (termasuk temperatur, kelembaban, dan curah

hujan) dan kontur permukaan bumi yang tidak rata yang membuat perambatan

gelombang yang tidak rata sehingga terjadilah yang dinamakan gejala fading yang

akan menyebabkan daya yang ditransmisikan mengalami attenuasi (pelemahan) atau

hilang keseluruhan.

Diasumsikan, sinyal pada radio GMD (Gelombang Mikro Digital) Meulaboh-

Lamie yang melewati lintasan yang tidak rata (kontur bumi yang kasar) dalam

perambatan nya mengalami interferensi antar sinyal langsung dan sinyal pantul dan

akibat pengaruh perubahan atmosfer bumi sehingga menyebabkan lintasan gelombang

radio merambat secara acak (lintasan jamak). Efek fading inilah menyebabkan RSL

menurun, menyebabkan C/N mengalami penurunan, berarti akan mengurangi level

rasio sinyal terhadap noise dari sinyal demodulasi dan pada akhirnya menyebabkan

kenaikan noise pada kanal suara.

Untuk mencari solusi semua permasalahan di atas adalah menggunakan suatu

proteksi switching untuk menciptakan sistem transmisi yang handal. Untuk sistem

transmisi radio GMD pada frekuensi 7 GHz pada lintasan bumi yang sangat kasar

yang berada pada daerah tropis menggunakan proteksi dengan metode space diversity

pada masing-masing stasiun. Konsep dari penerapan space diversity ini adalah

menambah antena cadangan di masing-masing stasiun. Apabila sinyal yang

ditransmisikan, perambatan menyimpang dari lintasan LoS dengan variasi sudut fasa

maka antena diversity pada sisi penerima akan menangkap dan mengumpulkan sinyal-

sinyal yang tidak mampu ditangkap oleh antena penerima utama.

Sebelumnya sistem GMD hop Meulaboh-Lamie menggunakan sistem proteksi

Hot Standby (1+1) yang tidak menjamin kehandalan sistem transmisi pada daerah

kontur bumi yang tidak rata yang bervariasi ketinggian nya (maksimum elevasi 45

meter). Untuk itu perencanaan penerapan space diversity sebagai suatu solusi dalam

perbaikan kinerja sistem transmisi pada daerah ini, yang mengikuti ketetapan ITU-R

dalam perencanaannya. yang mengikuti ketetapan ITU-R dalam mendesainnya.

Penerapan space diversity dengan meletakkan antena diversity pada jarak tertentu dari

antena utama. Dengan menggunakan persamaan (2.8), besarnya jarak antena diversity

dengan antena lainnya (S) adalah :

S = 200 λ

Diketahui,

f = 7 GHz = 7.109 Hz

Sehingga ,

S = 200 x 4 cm

= 800 cm = 8 m

Jarak antena diversity sejauh 8 meter (26 feet) dari antena utama, dimana

penempatannya harus di atas antena exiting, dimana hasil pengamatan di masing-

masing tower masih tersedia space ke arah atas exiting pada stasiun Meulaboh kira-

kira 30 meter dan pada stasiun Lamie kira-kira 10 meter. Hal ini mempertimbangkan,

kontur bumi yang tidak rata mempunyai elevasi tertinggi maksimal 45 meter di atas

permukaan laut, yang menyebabkan apabila gelombang dipantulkan ke bumi maka

akan menghasilkan tinggi gelombang pantul yang panjang ke arah atas. Sedangkan

untuk menghitung faktor perbaikan (improvement) space diversity (Isd) menggunakan

persamaan (2.9) adalah :

= , diketahui D = 42,96 Km = 27 feet

= 10087,4

Sehingga, dengan menggunakan persamaan (2.10) didapat unavaibility sebesar :

= 9,9136 . 10 -12

Maka, avaibility untuk space diversity adalah

Adiv= 1- Udiv

= 1- 9,9136. 10-12

= 1 = 100 %

Secara perhitungan, availability untuk space diversity telah memenuhi kriteria

unjuk kerja sistem yang handal. Dimana avaibility perbaikan space diversity mencapai

100 %. Penerapan space diversity pada radio link Meulaboh-Lamie dapat dilihat pada

gambar 3.8 berikut:

Gambar 3.8 Langkah Perbaikan Dengan Space Diversity

Sehingga sistem dapat didesain ulang dengan dengan langkah perbaikan dengan space

diversity seperti yang terlihat pada Gambar 3.8 di atas, dengan demikian sistem ini dapat

bekerja secara optimal.