gangguan psikiatrik pada odha

27
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyakit-penyakit infeksi merupakan suatu masalah yang paling besar di dunia. Sementara mortalitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired immune Deficiency Syndrome (AIDS) itu sendiri menduduki peringkat kedua. Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara di seluruh dunia. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan menyebabkan krisis kesehatan,krisis pembangunan Negara,krisis ekonomi,pendidikan dan juga krisis kemanusiaan.Dengan kata lain HIV/AIDS menyebabkan krisis multi dimensi. 1 Telah diketahui sejak lama bahwa orang yang hidup dengan HIV, seperti pasien lain dengan penyakit kronis, mungkin mengalami suatu bentuk gangguan psikiatri (kejiwaan) selama perjalanan penyakitnya. Infeksi HIV dan gangguan psikiatrik mempunyai hubungan yang kompleks,menjadi terinfeksi HIV akan menyebabkan gangguan psikiatrik sebagai konsekuensi psikologis dari infeksi atau karena efek dari virus HIV dalam otak. Perjalanan penyakit AIDS yang progresif dan berakhir dengan kematian,serta penyebaran yang cepat , adanya stigma dan diskriminasi terhadap penderita dapat 1

Upload: aprilia

Post on 28-Oct-2015

192 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit-penyakit infeksi merupakan suatu masalah yang paling besar di

dunia. Sementara mortalitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired

immune Deficiency Syndrome (AIDS) itu sendiri menduduki peringkat kedua.

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak

Negara di seluruh dunia. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara

bersamaan menyebabkan krisis kesehatan,krisis pembangunan Negara,krisis

ekonomi,pendidikan dan juga krisis kemanusiaan.Dengan kata lain HIV/AIDS

menyebabkan krisis multi dimensi.1

Telah diketahui sejak lama bahwa orang yang hidup dengan HIV, seperti

pasien lain dengan penyakit kronis, mungkin mengalami suatu bentuk gangguan

psikiatri (kejiwaan) selama perjalanan penyakitnya. Infeksi HIV dan gangguan

psikiatrik mempunyai hubungan yang kompleks,menjadi terinfeksi HIV akan

menyebabkan gangguan psikiatrik sebagai konsekuensi psikologis dari infeksi

atau karena efek dari virus HIV dalam otak. Perjalanan penyakit AIDS yang

progresif dan berakhir dengan kematian,serta penyebaran yang cepat , adanya

stigma dan diskriminasi terhadap penderita dapat menimbulkan keadaan stress dan

gangguan psikiatrik pada penderita tersebut. Penelitian menunjukan bahwa

prevalensi gangguan psikiatrik pada orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah

antara 30 – 60 %. Terdapat beberapa jenis gangguan psikiatrik atau psikopatologi

pada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) berdasarkan instrumen MINI ICD-10,

yaitu Gangguan Mood seperti depresi (68%), Gangguan Anxietas Menyeluruh

(41%), Gangguan Psikotik Tunggal (6%).ada beberapa referensi yang memasukan

juga demensia terkait HIV.2,3,4

1

Page 2: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

Gangguan psikiatri pada Odha telah dikaitkan dengan perilaku

disfungsional, termasuk hubungan seks tidak terlindung, dan penurunan dalam

mutu hidup. Lagi pula, kelainan ini mungkin mengganggu kemampuan pasien

untuk memulai dan mematuhi rejimen antiretroviralnya dan mungkin

mengakibatkan kegagalan pengobatan. Dokter yang mengobati pasien dengan

infeksi HIV perlu menyadari permasalahan psikiatri dan psikososial yang rumit,

dan kadang kala tidak kentara, yang dihadapi pasien HIV. Penilaian psikiatri,

yang menilai kesejahteraan pasien saat itu dan risikonya terhadap masalah

psikiatri di masa mendatang, harus menjadi baku untuk setiap pasien yang

terinfeksi HIV. Sebagian besar penyakit psikiatri yang dialami dapat diobati dan,

jika tidak sembuh, setidaknya dikendalikan, dan ini merupakan kunci untuk

mencapai keberhasilan dalam pengobatan HIV dan memperbaiki mutu hidup

pasien secara keseluruhan. Di samping penilaian dan pengobatan psikiatri,

tambahan psikoterapi, konseling kerja sosial, dan dukungan sebaya mungkin

bermanfaat untuk menghadapi masalah pokok seperti penyalahgunaan narkoba

atau alkohol yang terus-menerus, ketunawismaan, dan pertengkaran keluarga, dan

mungkin membantu memperbaiki kepatuhan dan menurunkan perilaku berisiko.2

2

Page 3: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 GANGGUAN – GANGGUAN PSIKIATRIK PADA ODHA

Terdapat beberapa jenis gangguan psikiatrik atau psikopatologi pada ODHA

(Orang Dengan HIV AIDS) berdasarkan instrumen MINI ICD-10, yaitu

Gangguan Mood seperti depresi (68%), Gangguan Anxietas Menyeluruh

(41%),Gangguan Psikotik (6%). Disamping itu, beberapa referensi yang lainnya

menyatakan penyakit demensia terkait HIV (HIV-associated dementia – HAD)

merupakan salah satu gangguan psikiatri terutama mengenai penyebab organik

pada pasien yang terinfeksi HIV. Ini merupakan topik penting, karena 90% pasien

AIDS mempunyai tanda penyakit SSP saat diotopsi dan 65% sampai 80% pasien

AIDS yang dirawat inap.2,4

2.1.1 DEPRESI

Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood

sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode

depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif

unipolar serta bipolar. Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius

menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam

beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu

fungsi keseharian seseorang.5

Berdasarkan PPDGJ-III ( Pedoman Penggolongan Dan diagnosis Gangguan

Jiwa di Indonesia,edisi III ),kriteria seseorang yang mengidap depresi yakni :6

Gejala utama depresi ( pada derajad ringan,sedang dan berat )

afek depresif

kehilangan minat dan kegembiraan, dan

3

Page 4: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya

aktivitas.

Gejala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan

kepercayaan diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan

masa depan yang suram dan pesimistik, pikiran atau perbuatan yang

membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.

Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode

lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung

cepat.6

Kira-kira 4 - 40% pasien terinfeksi HIV telah dilaporkan memenuhi kriteria

diagnostik untuk gangguan depresif. Prevalensi gangguan depresif pra-infeksi

HIV mungkin lebih tinggi dari biasanya pada kelompok yang berada pada resiko

tertular AIDS. Alasan lain untuk bervariasinya angka prevalensi adalah penerapan

untuk kriteria diagnostik yang bervariasi, karena beberapa kriteria untuk gangguan

depresif ( gangguan tidur dan penurunan berat badan ) juga dapat disebabkan oleh

infeksi HIV itu sendiri. Depresi akibat kondisi penyakit medis atau depresi

sekunder akibat penyakit medis atau fisik banyak terjadi. Kebanyakan

menekankan pada beberapa bukti: bahwa depresi lebih banyak terjadi pada

populasi dengan penyakit medk-fisik disbanding dengan yang tidak dengan

penyakit medik-fisik, depresi sering tidak terdeteksi, tetapi dipersepsi sebagai

reaksi normal terhadap penyakit medik-fisik yang dideritanya;bahwa depresi lebih

sulit ditangani pada populasi dengan penyakit medic-fisik; penanganan standar

depresi cukup menolong;depresi yang tidak diterapi akan memperburuk

morbiditas penyakit fisiknya dan meningkatkan mortalitas.7

Gangguan depresi dan penyesuaian diri yang parah mungkin merupakan

penyulit psikiatri HIV yang paling luas yang telah diteliti. Walaupun sulit untuk

menemukan kesepakatan dalam kepustakaan mengenai prevalensi dan kejadian

depresi yang pasti pada Odha, ada kesepakatan bahwa angkanya lebih tinggi dari

4

Page 5: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

yang ada di dalam masyarakat umum. Diagnosis depresi juga bisa menjadi sulit

pada Odha,seperti pada sebagian besar kelompok berpenyakit medis, tetapi

berbagai cara tampaknya sama-sama efektif asal ahli psikiatri yang menilainya

mengetahui gangguan psikiatri dan somatik tertentu dari penyakit tersebut. Secara

umum telah terbukti bahwa penyakit HIV berhubungan dengan tekanan sosial dan

kehidupan tertentu, seperti stigma (cap buruk), yang mungkin mempengaruhi

seseorang menjadi depresi. Depresi pada Odha juga dikaitkan dengan perasaan

bahwa kesehatannya buruk, rasa sakit kronis, dan kehilangan daya ingat serta

konsentrasi. 2

Gangguan depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga perasaan dan pikiran.

Gangguan depresif mempengaruhi nafsu makan dan pola tidur, cara seseorang

merasakan dirinya, berpikir tentang dirinya dan berpikir tentang dunia sekitarnya.

Keadaan depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat dengan mudah berakhir,

bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan pula kemalasan. Mereka

yang mengalami gangguan depresif tidak akan tertolong hanya dengan membuat

mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi tanda dan gejala tak akan

membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun.5

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,

pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit

kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif.

Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan

campuran yang membuat gangguan depresif muncul.Penyebab gangguan jiwa

senantiasa dipikirkan dari sisi organobiologik, sosiokultural dan psikoedukatif.

Dari sisi biologik dikatakan adanya gangguan pada neurotransmiter norefinefrin,

serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi

penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh menerima komunikasi

secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Karena itu pada terapi

farmakologik maka terapinya adalah memperbaiki kerja neurotransmitter

norefinefrin, serotonine dan dopamin.5

5

Page 6: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

2.1.2 GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH

Gangguan Anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada

tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut.

Gejala-gejala anxietas terdiri atas 2 komponen, yaitu komponen psikis/mental dan

komponen fisik. Gejala psikis berupa anxietas atau kecemasan itu sendiri seperti

was-was, komponen fisik merupakan manifestasi dari keterjagaan yang berlebihan

(hyperarousal syndrome): jantung berdebar,napas cepat, mulut kering,keluhan

lambung (maag), tangan dan kaki terasa dingin dan ketegangan otot.Gangguan

anxietas menyeluruh termasuk yang paling sering dijumpai. Gambaran umum

penyakit ini adalah adanya kekhawiran atau anxietas yang kurang lebih konstan,

yang tidak sebanding dengan tingkat stressor sesungguhnya dalam kehidupan.8

Menurut PPDGJ-III ( Pedoman Penggolongan Dan diagnosis Gangguan

Jiwa di Indonesia,edisi III ),kriteria seseorang yang mengidap gangguan anxietas

menyeluruh yakni :6

a. Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang

berlangsung hamper setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,

yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja

(sifatnya “free floating” atau “mengambang”)

b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsure-unsur berikut :

Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung

tanduk,sulit konsentrasi,dsb).

Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala,gemetaran,tidak dapat santai);

dan

Overaktifitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar,sesak napas,keluhan lambung,pusing kepala,mulut

kering,dsb).

6

Page 7: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

c. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk

ditenangkan (reassurance) serta keuhan-keluhan somatic berulangyang

menonjol.

d. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),

khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan anxietas

Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari

episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan

obsesif kompulsif.

Reaksi anxietas pada Odha sering kali mencakup rasa khawatir yang

mendalam, ketakutan, dan prihatin terhadap kesehatan, masalah somatik,

kematian, dan ketidakpastian mengenai penyakitnya. Reaksi ini kerap kali

mengarah kepada sulit tidur dan berkonsentrasi dan meningkatnya keluhan

somatik. Perwujudan penyakit kegelisahan lebih sering terjadi pada saat diagnosis

dan selama pengobatan atau penyakit akut.2

2.1.3 GANGGUAN PSIKOSIS

Psikosis pada HIV tampaknya kurang dipelajari dibanding depresi. Psikosis

merupakan istilah generik untuk satu dari sejumlah perwujudan gejala penyakit

pikiran. Gejala psikosis dapat menjadi bagian dari gangguan depresi yang parah,

skizofrenia, mania pada gangguan bipolar, atau penyakit obsessivecompulsive

yang ekstrim. Membedakan penyakit ini adalah sulit, biasanya diperlukan

konsultasi dan pemantauan psikiatri. Gejala psikosis dapat menyebabkan

terlambat di diagnosis, ketegangan hubungan antara dokter dan pasien, serta

pemahaman yang rendah tentang penyakit, pengobatan, dan prognosis.2

Psikosis dan delirium dapat sulit dibedakan, khususnya bagi dokter yang

tidak biasa dengan penyakit psikiatri atau delirium. Delirium adalah perubahan

dalam kesadaran dan ketajaman, dibanding dengan psikosis, yaitu perubahan

dalam proses dan isi pikiran dan juga dapat melibatkan perubahan dalam

kesadaran, biasanya karena gangguan konsentrasi atau penilaian akibat gejala

psikosis lainnya. Sebagaimana halnya gejala depresi, penyakit psikosis dapat

7

Page 8: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

diperburuk oleh pengobatan (misalnya asiklovir), kelainan metabolik, atau infeksi.

Dalam keadaan ini, penyebab medis yang mendasarinya perlu diketahui dan

diobati.2

2.1.4 DEMENSIA TERKAIT HIV

Istilah “demensia terkait HIV” (HIV associated dementia – HAD)

mencakup spektrum luas perwujudan psikiatri dan neurologi dari infeksi HIV

pada SSP. Pada beberapa kasus, penyebab organik tertentu dari penyakit psikiatri

pada pasien yang terinfeksi HIV, terutama demensia terkait HIV (HIV-associated

dementia – HAD). Ini merupakan topik penting, karena 90% pasien AIDS

mempunyai tanda penyakit SSP saat diotopsi dan 65% sampai 80% pasien AIDS

yang dirawat inap diketahui mengidap salah satu tipe penyakit mental Organik.3

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan perwujudan gejala infeksi

SSP oleh HIV, termasuk “penyakit mental organik,” beraneka ragam dan kadang-

kadang membingungkan. Karena kebingungan ini, World Health Organization

(WHO) dan American Academy of Neurology mengusulkan agar dibuat

penjelasan dalam bidang ini. HAD akan mencakup kondisi yang secara umum

disebut AIDS dementia complex (ADC) dan HIV minor cognitive-motor disorder

(MCMD). 3

HAD mencakup berbagai derajat gejala kognitif, motor, dan perilaku. Pada

bagian akhir spektrum yang parah ini terdapat ADC, satu kondisi yang dapat

mengakibatkan kerusakan SSP secara bermakna dan ini merupakan suatu penyulit

pada penyakit AIDS. Di sisi lain dari spektrum ini adalah MCMD terkait HIV; ini

menggambarkan gejala yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk demensia

karena gejala ini tidak mengganggu kegiatan sehari-hari secara bermakna.

Kejadian dan prevalensi ADC berbeda-beda, tergantung dari tahap infeksi dan

kelompok yang diteliti.3

8

Page 9: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

Penelitian menyatakan bahwa hingga 20% pasien dengan AIDS mengalami

demensia HIV dan kejadian tahunan setelah berkembang menjadi AIDS kurang-

lebih 7%. Penelitian yang lebih baru kurang jelas mengenai kejadian ADC, tetapi

penelitian di Australia menyimpulkan bahwa ADC meningkat sesuai dengan

perbandingan dari penyakit AIDS dan sedikitnya sebagian dari peningkatan ini

berhubungan dengan rendahnya daya tembus obat antiretroviral terhadap SSP.

ADC adalah demensia subkortikal, dan perkembangannya terjadi secara

tersembunyi. Sebagai demensia subkortikal, biasanya tidak disertai gejala kognitif

fokal, seperti afasia, apraksia, dan agnosia.3

Secara khas, pasien yang menderita HAD mula-mula mengeluhkan

terjadinya penurunan kognitif yang ringan, seperti mental yang lamban dan sulit

untuk berkonsentrasi, mengingat, dan menyelesaikan tugas. Pada titik ini, hasil

pemeriksaan sederhana untuk mengetahui keadaan mental biasanya normal, tetapi

beberapa kemunduran psikomotor mungkin terlihat. Gejala psikomotor dapat

mencakup mudah kikuk atau gaya berjalan seperti sempoyongan serta refleks-

refleks primitif dari hidung (snout), genggaman (grasp), telapak tangan

(palmomental), serta pergerakan jari yang melambat dan kesulitan untuk mengatur

gerakan mata.3

Dalam perilaku, menarik diri dari pergaulan, apatis, atau berkurangnya

perhatian kepada teman atau kegemaran mungkin terjadi. Terutama pada awal

terjadinya, gejala ini mungkin keliru dianggap depresi bila mereka benar-benar

menunjukkan pseudodepresi yang umum terjadi pada pasien dengan ADC. Gejala

HAD, yang awalnya mungkin ringan, dapat melaju kepada kemerosotan

menyeluruh fungsi kognitif, perlambatan psikomotor yang parah, paraparesis, dan

tidak dapat menahan untuk buang air kecil dan air besar. 3

Kesadaran terjaga kecuali untuk hipersomnia (sering sangat mengantuk).

Diagnosis HAD biasanya dibuat berdasarkan riwayat, penilaian klinis, dan

menyingkirkan penyebab perubahan status mental lain yang dapat diobati.

9

Page 10: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

Penggambaran jarang membantu kecuali sebagai penolong dalam menyingkirkan

penyebab lain. CT dan MRI secara umum menunjukkan atrofi yang merata

dengan sulkus yang meluas dan pembesaran bilik jantung, tetapi penemuan ini

tidak berkaitan dengan status klinis. Tomografi positron emission (PET) bisa

memperlihatkan hipermetabolisme subkortikal pada tahap dini dan

hipometabolisme kortikal dan subkortikal pada tahap berikutnya. EEG mungkin

normal atau menunjukkan perlambatan yang merata, khususnya pada tahap lanjut.

Dalam penelitian terhadap orang HIV-positif nondemensia, hasil CT Scan tunggal

berkaitan dengan disfungsi kognitif.3

10

Page 11: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

BAB III

TERAPI

3.1 FARMAKOTERAPI

Pendekatan utama terhadap infeksi HIV adalah pencegahannya. Pencegahan

primer adalah melindungi orang dari mendapatkan penyakit; dan pencegahan

sekunder meliputi modifikasi perjalanan penyakit. Semua orang dengan tiap

resiko untuk infeksi HIV harus diberi tahu tentang praktek seks yang aman dan

perlu menghindari menggunakan bersama-sama jarum hipodermik yang

terkontaminasi. Strategi pencegahan dipersulit oleh nilai-nilai sosial yang

kompleks disekitar tindakan seksual, orientasi seksual, pengendalian kelahiran

dan penyalahgunaan zat.7

Banyak badan kesehatan telah menganjurkan distribusi kondom disekolah

dan distribusi jarum yang bersih bagi orang yang tergantung pada obat, tetapi

masalah tersebut masih kontroversial. Kondom telah terbukti merupakan strategi

pencegahan yang cukup aman (walaupun tidak sepenuhnya) dan efektif untuk

melawan infeksi HIV. Beberapa orang yang konservatif dan religious berpendapat

bahwa abstinensia seksual harus menjadi pesan pendidikan. Banyak laboratorium

universitas dan perusahan farmasi berusaha untuk mengembangkan suatu vaksin

yang akan melindungi orang dari infeksi HIV. Tetapi, perkembangan vaksin

tersebut kemungkinan sekurangnya masih satu dekade lagi. 7

Secara umum, penatalaksanaan orang dengan HIV/AIDS terdiri atas beberapa

jenis yaitu :1

a. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral

(ARV).

b. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang

menyertai infeksi HIV/AIDS.

11

Page 12: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

c. Pengobatan suportif yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik

dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan

agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan

pengobatan yang lengkap tersebut angka kematian dapat ditekan, harapan

hidup lebih baik dan kejadian infeksi opurtunistik amat berkurang.

3.1.1 Depresi

Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari waktu

ke waktu. Psikiater memberikan medikasi dengan antidepresan dan medikasi

lainnya untuk membuat keseimbangan kimiawi otak penderita. Pilihan terapi

sangat bergantung pada hasil evaluasi riwayat kesehatan fisik dan mental

penderita. Pada gangguan depresif ringan seringkali psikoterapi saja dapat

menolong. Tidak jarang terapi memerlukan psikofarmaka antidepresan. Medikasi

akan membantu meningkatkan suasana hati sehingga relatif penderita lebih mudah

ditolong dengan psikoterapi dan simptomnya cepat menurun. Setiap individu

mempunyai kebutuhan dan latar belakang yang berbeda, sehingga terapinya

disesuaikan dengan kebutuhannya. Terapi juga dipengaruhi oleh masalah pribadi

kehidupan penderita.5

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengobatan depresi pada Odha

adalah aman dan efektif. Dukungan dan konseling yang memungkinkan pasien

menghadapi dan menyelesaikan atau menyesuaikan diri terhadap kejadian yang

menyebabkan stres dalam hidup seperti masalah keuangan, kekerasan fisik, dan

pertentangan dalam keluarga yang dilakukan sendiri mungkin membantu

mengendalikan depresi dan memperbaiki mutu hidup. Terapi kelompok telah

terbukti berguna untuk depresi ringan sampai menengah, tetapi pengobatan

farmakologi tampaknya diperlukan untuk depresi yang lebih parah terkait dengan

HIV.7

Banyak klinisi percaya bahwa gangguan depresif pada pasien terinfeksi HIV

harus diobati secara agresif dengan medikasi antidepresan. faktor utama

pengobatan farmakologi mencakup tricyclic antidepressant (TCA), selective

12

Page 13: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dan terapeutik.dosis normal yang digunakan

pada orang dewasa, dan dosis harus dinaikan sedikit-sedikit setiap dua sampai tiga

hari hingga tercapai suatu efek terapeutik. Obat-obatan ini mempunyai berbagai

macam riwayat efek samping, masa paruh, dan interaksi dengan obat lain dan

karena itu sebaiknya dipilih dengan pertimbangan yang hati-hati sesuai dengan

keluhan somatik dan rejimen pengobatan tertentu lainnya dari pasien. Misalnya,

jika pasien menderita diare kronis dan neuropati periferal, TCA mungkin lebih

dipilih daripada SSRI karena SSRI lebih mungkin memperburuk diare dan TCA

terbukti efektif dalam mengobati neuropati periferal. Penggunaan atau terapi

elektroconvulsif (ECT) direkomendasikan jika pemeriksaan neurologis

menegakan tidak adanya peningkatan tekanan intrakranial atau lesi system saraf

pusat yang mengambil tempat (space-occupying).2,7

3.1.2 Gangguan Anxietas Menyeluruh

Usaha untuk mengobati suatu aspek gangguan kecemasan pada pasien

terinfeksi HIV dengan suatu tekhnik psikoterapeutik yang tepat dapat dilakukan;

tetapi, penggunaan obat anti anxietas sedative benzodiazepine atau non

benzodiazepine (misalnya Buspirone) atau penggunaan obat antidepresan

mungkin diperlukan. Jika menggunakan suatu benzodiazepine, sebagian besar

klinisi lebih menyukai menggunakan obat dengan paruh waktu yang singkat atau

sedang.2

3.1.3 Psikosis

Pengobatan penyakit psikosis mencakup psikoterapi, dan obat antipsikosis

atau neuroleptik. Peningkatan dukungan sosial dan konseling kelompok dapat

memberikan dampak yang berarti pada jiwa pasien dengan riwayat psikosis. Pada

satu penelitian kecil, peningkatan konseling kelompok mengakibatkan

peningkatan dalam pemakaian kondom dan penurunan hubungan seks yang tidak

aman pada kelompok pasien yang tunawisma dengan penyakit psikosis kronis dan

penyakit penyalahgunaan zat.2

13

Page 14: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

Gejala psikotik mungkin memerlukan penggunaan obat antipsikotik untuk

mengendalikan prilaku yang sangat terdisorganisasi atau untuk menurunkan

waham atau halusinasi. Pasien terinfeksi HIV adalah rentan terhadap efek

samping obat-obat tersebut; Sebagaimana dengan obat antidepresan, obat

antipsikosis sebaiknya dipilih dengan mengingat riwayat efek samping dan

interaksi obat. Haloperidol, mungkin obat antipsikosis yang paling umum

diresepkan, dan neuroleptik lain dengan kemampuan tinggi, lebih mungkin

menyebabkan efek ekstrapiramidal, khususnya gejala Parkinson, pada orang

dengan infeksi HIV. HIV merupakan virus neurotropik yang mempengaruhi

daerah subkortikal otak termasuk ganglia basal.. Jadi, menghindari obat

neuroleptik potensi tinggi dan menggunakan alternatif yang berpotensi rendah,

seperti tioridazin, adalah bijaksana. 2,7

Obat antipsikosis baru, seperti risperidon dan olanzapin, tampaknya dapat

diterima lebih baik pada orang dengan HIV. Khusus olanzapin tampak

mempunyai lebih sedikit efek samping Parkinson. Psikosis dan delirium dapat

sulit dibedakan, khususnya bagi dokter yang tidak biasa dengan penyakit psikiatri

atau delirium. Delirium adalah perubahan dalam kesadaran dan ketajaman,

dibanding dengan psikosis, yaitu perubahan dalam proses dan isi pikiran dan juga

dapat melibatkan perubahan dalam kesadaran, biasanya karena gangguan

konsentrasi atau penilaian akibat gejala psikosis lainnya. Sebagaimana halnya

gejala depresi, penyakit psikosis dapat diperburuk oleh pengobatan (misalnya

asiklovir), kelainan metabolik, atau infeksi. Dalam keadaan ini, penyebab medis

yang mendasarinya perlu diketahui dan diobati. 2

3.1.4 Demensia Terkait HIV

Pada masa sebelum HAART, sedikit yang dapat dilakukan untuk

menghentikan laju HAD. Namun, selama beberapa tahun terakhir, ada

peningkatan bermakna dalam pemahaman neuropatogenesis penyakit HIV di otak

serta dampak obat antiretroviral pada SSP dan penyerapannya ke dalam SSP.

Dengan peningkatan pemahaman tentang patogenesis, ada sejumlah bukti yang

terus berkembang yang mendukung pengobatan infeksi HIV yang mendasarinya.

14

Page 15: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

namun, berdasarkan data ini, terapi antiretroviral dengan obat yang dapat

menembus SSP secara optimal (AZT, ddI, d4T, nevirapine, efavirenz, indinavir)

sebaiknya diteruskan secara agresif sebagai sarana untuk memperlambat, atau

dalam beberapa kasus, membalik arah laju HAD. Tentu saja, karena kepatuhan

adalah hal yang tidak mungkin pada pasien dengan HAD tahap apa pun, sangat

diperlukan adanya pengawasan terhadap pengobatan termasuk terapi dengan

pengawasan langsung (directly observed therapy – DOT).3

Psikostimulan (pemolin, metilfenidat, dekstoamfetamin) mungkin berguna

untuk mengobati apatis dan perlambatan psikomotor. Antidepresan sebaiknya

dipakai untuk mengobati depresi yang terjadi bersamaan, tetapi antidepresan

trisiklik sebaiknya dihindari karena adanya kekhawatiran yang meningkat

sehubungan dengan delirium antikoligernik.3

3.2 PSIKOTERAPI

Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau

mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik

atau pola perilaku,maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan

hubungan profesional antara terapis dengan penderita. Psikoterapi dilakukan

dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam

pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh

penilaian dari dokter atau penderitanya.5

Tema psikodinamik utama pada pasien terinfeksi HIV adalah menyalahkan

diri sendiri, harga diri dan masalah tentang kematian. Dokter psikiatrik dapat

membantu pasien menghadapi perasaan bersalah tentang prilaku yang telah

menyebabkan perkembangan AIDS. Beberapa pasien AIDS merasa bahwa mereka

adalah dihukum, karena gaya hidup yang menyimpang. Tema praktis utama untuk

pasien adalah pekerjaan, manfaat medis, asuransi jiwa, rencana karir, dan

hubungan dengan keluarga dan teman-teman. Keseluruhan rentang pendekatan

psikoterapeutik mungkin tepat untuk pasien dengan gangguan yang berhubungan

dengan HIV. Baik terapi individual, dan terapi kelompok dapat efektif. Terapi

15

Page 16: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

individual dapat jangka pendek atau jangka panjang dan dapat berupa suportif,

kognitif, perilaku, atau psikodinamika. Tekhnik terapi kelompok dapat terentang

dari psikodinamika sampai yang seluruhnya bersifat menunjang.7

BAB IV

KESIMPULAN

16

Page 17: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

1. Infeksi HIV dan gangguan psikiatrik mempunyai hubungan yang kompleks,

menjadi terinfeksi HIV akan menyebabkan gangguan psikiatrik sebagai

konsekuensi psikologis dari infeksi atau karena efek dari virus HIV tersebut

yang menyerang otak.

2. Terdapat beberapa jenis gangguan psikiatrik atau psikopatologi pada ODHA

(Orang Dengan HIV AIDS) berdasarkan instrumen MINI ICD-10, yaitu

Gangguan Mood seperti depresi (68%), Gangguan Anxietas Menyeluruh

(41%), Gangguan Psikotik Tunggal (6%). Terdapat beberapa referensi yang

memasukan penyakit mental organik akibat HIV yaitu demensia terkait

HIV.

3. Terapi pada Gangguan-gangguan psikiatrik pada ODHA mencakup terapi

Psikofarmakologi yakni pengobatan terutama untuk penyakit HIV/AIDS itu

sendiri serta terapi untuk gangguan-gangguan psikiatrik yang menyertainya

dan Psikoterapi terutama ditujukan untuk gangguan-gangguan psikiatriknya.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Gangguan Psikiatrik Pada ODHA

1. Saragi J. Sindrom depresif pada penderita HIV/AIDS dr.RSUP Haji Adam

Malik Medan (tesis).2008. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6362/1/09E00196.pdf.

2. Goldenberg D, Brian A, Boyle MD. HIV dan psikiatri : bagian 1. 2000.

Available from : URL: http://www.medscape.com/viewarticle/410244

3. Goldenberg D, Brian A, Boyle MD. HIV dan psikiatri : bagian 2. 2000.

Available from : URL: http://www.medscape.com/viewarticle/410244

4. Wibowo A. Frekuensi psikopatologi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

di Yayasan Pelita Ilmu (YPI) Kampung Bali. 2004. Available from :

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/c288787fdad0f00b69972d816c2f260

4510c0bbe.pdf

5. Muchid A, Chisin, wurjati R, et al. Pharmaceutical care untuk penderita

gangguan depresif. 2007. Available from

http://binfar.depkes.go.id/download/PC_DEPRESI.pdf

6. Maslan R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas PPDGJ-III.

Jakarta : PT.Nuh Jaya;2001. Hal.64

7. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri edisi ketujuh jilid 1.

Newyork. hal.567

8. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa edisi 2 : gangguan

neurotic,gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress.

Surabaya:Airlangga university press;2009. Hal.308-11.

18