ganbipolargguan bipolar referat

32
REFERAT GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR Pembimbing : dr. Agung Hermawanto, SpKJ Disusun oleh : Maulana Wasis Waskito (1410221036) Hudza Rabbani (1410221034) KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN JIWA

Upload: nabila-nurul-hasanah

Post on 27-Sep-2015

239 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

REFERATGANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Pembimbing :dr. Agung Hermawanto, SpKJ

Disusun oleh :Maulana Wasis Waskito (1410221036)Hudza Rabbani (1410221034)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO2015PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga referat ini telah berhasil diselesaikan. kasus yang berjudul Gangguan Afektif Bipolar" dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSPAD Gatot Soebroto periode 9 Februari-14 Maret 2015. Tiada gading yang tak retak dan tiada hasil yang indah tanpa dukungan pihak-pihak yang telah memberikan pertolongan, demikianlah presentasi kasus ini tersusun dan terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk mengucapkan terimakasih kepada :1. Dr. Agung Hermawanto, SpKJ selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan. Beliau juga telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi kesempurnaan kasus ini.2. Ucapan terima kasih kepada seluruh staff RSPAD Gatot Soebroto yang turut mendukung penyelesaian kasus ini hingga akhir.3. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2010 terkhusus untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah membantu proses pembuatan kasus ini terimakasih untuk semangat dan kebersamaan selama ini.Penulis menyadari bahwa kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 22 Februari 2015Penulis

Maulana Wasis Waskito Hudza Rabbani BAB IPENDAHULUANI.1 Latar Belakang Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan diantaragangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab ketidakmampuan/disabilitas. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita denganangka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalamibunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk umum. Bunuh diripertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosionaldalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada risiko bunuh diri dapatmeningkat selama menopause.1Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial denganterapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan yangkurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh dirilagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal.1Studi longitudinal bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada kasusdengan afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi maintenance/pemeliharaandan terapi depresi yang tepat.1Prof dr Sasanto Wibisono, SpKJ (K), guru besar di bagian Psikiatri FKUImenjelaskan perbedaan ekstrem perasaan (manik dan depresi) penderita Bipolar tidakselalu bisa diamati oleh lingkungannya karena masing-masing individu reaksinyaberlainan. Ada yang menonjol kutub maniknya, sementara yang lain menonjoldepresinya.Kondisi tidak normal itu bisaterjadi hanyabeberapaminggusampai 2-3bulan.Setelah itu kembali ''normal'' untuk jangka waktu relatif lama, namun dikesempatan lain muncul kembali.2

I.2 Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan gangguan afektif bipolar?2. Bagaimana epidemiologi kejadian gangguan afektif bipolar?3. Apa penyebab dari gangguan afektif bipolar? 4. Bagaimana patogenesis dari gangguan afektif bipolar?5. Apa saja tanda dan gejala dari gangguan afektif bipolar?6. Bagaimana kriteria diagnosis dari gangguan afektif bipolar?7. Bagaimana penatalaksanaan dari gangguan afektif bipolar?8. Bagaimana prognosis pasien dengan gangguan afektif bipolar?I.3 TujuanSesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan referat ini adalah SebagaiBerikut:1.Diketahuinya definisi dari gangguan afektif bipolar2.Diketahuinya epidemiologi dari kejadian gangguan afektif bipolar 3.Diketahuinya penyebab dari gangguan afektif bipolar.4.Diketahuinya patogenesis dari gangguan afektif bipolar.5.Diketahuinya tanda dan gejala dari gangguan afektif bipolar.6.Diketahuinya kriteria diagnosis dari gangguan afektif bipolar. 7.Diketahuinya penatalaksanaan dari gangguan afektif bipolar.8.Diketahuinya prognosis pasien dengan gangguan afektif bipolar.

I.4 Manfaat 1. Referat ini diharap memberikan pengetahuan tentang pengertian gejala dari gangguan afektif bipolar yang berhubungan dengan psikiatri dan juga dapat memberikan terapi yang tepat2. Referat ini dapat menambah referensi dalam meningkatkan ilmu pengetahun

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISIGangguan mood yang ditandai dengan episode mania, hipomania, depresi, dan campuran.1

II.2 EPIDEMIOLOGIDapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien.2

II.3 ETIOPATOGENESISPenyebab gangguan bipolar multifactor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.3

II.3.1 Faktor BiologiII.3.1.1 HerediterDidapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik 50% pasien bipolar memiliki orang tua dengan riwayat gangguan alam perasaan atau gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seseorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari sesorang yang menderita gangguan bipolar berisiko mederita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah yakni 10-20%.4

II.3.1.2 GenetikBeberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24,18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar. (4)Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurothopic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan perlindungan otak neuron. BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif. (4)

II.3.1.3 NeurotransmitterSejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan gangguan bipolar. Neurotransmitter yang berperan adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).4

II.3.1.4 Kelainan otakKelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan MRI, didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amigdala dan hippocampus. Korteks prefrontal, amigdala, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).4Penelitian lain menunjukan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membrane myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.4

II.3.2 Faktor PsikososialII.3.2.1 Peristiwa kehidupan dan stress lingkunganSatu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.5

II.3.2.2Faktor psikoanalitik dan psikodinamikaDalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa interojeksi mungkin merupakan satu-satunya cara bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.5Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia mengerti siklus manik-depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapatkan introjeksi mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan bahwa mereka mungkin memilki objek cinta yang dihancurkan melalui destruktivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka berguna yang karakteristik untuk pasien depresi melebihi perasaan bahwa orang tua internal mereka yang baik telah ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan impuls destruktif pasien.5 Klien memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang disusun untuk mengidealisasikan orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain, dan mengembalikan objek cinta yang hilang.5Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang dihadapkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka putus asa dan sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Pada intinya, depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau lengkap dari harga diri di dalam ego.5Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika objek diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut, respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan.5II.3.2.3 Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.5II.3.2.4 Teori kognitifMenurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.5

II. 4 TANDA DAN GEJALAGangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu mania dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomania dan depresi6Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik mental, dalam berbagai derajat keparahan. Sedangkan episode depresi ditandai dengan gejala utama yaitu: afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, serta kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Hipomania yaitu derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturur-turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan melebihi siklotimia serta tidak ada halusinasi atau waham7 Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode campuran yang didefinisikan sebagai terjadinya simultan gejala mania dan depresi. Episode campuran terjadi hingga 40% dari semua episode dan lebih umum pada pasien lebih muda dan tua serta wanita8. Serta dapat juga mengalami siklus cepat ; yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi, hipomania atau mania dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat adanya kesulitan dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan. Siklus ultra cepat yaitu episode mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaknya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi. Symptom psikotik kasus berat, pasien bisa mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya) dan waham.

II. 5 DIAGNOSTIKDibawah ini adalah kriteria diagnostik yang tertera dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-text Revision (DSM-IV TR)9.Tabel I. Kriteria Diagnostik dari Episode Depresi 1. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari selama periode 2-minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu gejala adalah perasaan depresi atau kehilangan minat atau kesenangan: a. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari b. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan semua, atau hampir semua, sepanjang hari. c. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, peningkatan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan. d. Insomnia atau hypersomniae. Agitasi psikomotorik atau keterbelakangan mental (diamati oleh orang lain, tidak hanya subjektif perasaan kegelisahan atau sedang melambat)f. Kelelahan atau kehilangan energi g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak pantas selayaknya (yang mungkin delusi) h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi (baik subjektif atau diamati oleh orang lain) i. Terus berpikiran tentang kematian (tidak hanya rasa takut mati), berulang keinginan bunuh diri tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri sebelumnya atau rencana tertentu untuk melakukan bunuh diri 2. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran. 3. Gejala menyebabkan tekanan klinis secara signifikan atau dalam sosial, pekerjaan, atau fungsi dari bidang-bidang penting lainnya. 4. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, hipotiroidisme). 5. Gejala yang tidak bisa diperhitungkan dalam keadaan berkabung (yaitu, setelah kehilangan orang yang dicintai.

Tabel II. Kriteria Diagnostik dari Episode Mania 1. Periode yang berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat, expansive dan mudah tersinggung . Berlangsung setidaknya 1 minggu. 2. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah bertahan dan telah pada tingkat yang signifikan: a. Meningkat diri atau kebesarannya b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup istirahat setelah 3 jam tidur) c. Lebih banyak bicara daripada biasa atau ada tekanan untuk terus berbicara. d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling bersliweran. e. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik pada hal yang tidak penting atau ada rangsangan dari luar yang tidak relevan).f. Peningkatan dalam berbagai macam kegiatan (misal, aktivitas sosial, aktivitas di tempat kerja atau sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik. g. Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi yang menyakitkan (misalnya berfoya-foya, ketidakbijaksanaan dalam seksual, atau tidak bisa menjalankan investasi bisnis dengan benar).3. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran. 4. Gangguan mood dapat ; a.terjadi hingga cukup parah yang menyebabkan penurunan fungsi kerja, kegiatan sosial atau hubungan dengan orang lain. b.memerlukan rawat inap untuk mencegah kerugian atas diri sendiri atau orang lain, atau c.memiliki gejala-gejala psikotik. 5. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme).

Tabel III.Kriteria Diagnostik Episode Hipomania 1. periode berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat, expansive atau mudah tersinggung, berlangsung setidaknya 4 hari. 2. selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah ada dan telah hadir ke tingkat yang signifikan: a. Meningkat diri atau kebesarannya b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup beristirahat hanya dengan tidur 3 jam) c. Lebih banyak bicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling bersliweran. e. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik penting atau tidak relevan rangsangan eksternal) f. Peningkatan dari berbagai macam kegiatan (baik sosial, di tempat kerja, sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik g.Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi yang menyakitkan (misalnya berfoya-foya, ketidakbijaksanaan dalam seksual, atau tidak bisa menjalankan investasi bisnis dengan benar). 3. Episode dikaitkan dengan tegas perubahan dalam fungsi yang seperti biasanya orang ketika tidak gejala. 4. Gangguan dalam suasana hati dan perubahan dalam fungsi yang diamati oleh orang lain. 5. Episode yang penyebabnya tidak cukup parah ditandai penurunan dalam hubungan sosial atau fungsi pekerjaani, tidak memerlukan rawat inap, dan tidak memiliki gejala psikotik.

Tabel IV. Kriteria Diagnostik Episode Campuran 1. Kriteria terpenuhi dari episode mania maupun untuk episode depresi berat hampir setiap hari selama setidaknya 1 minggu periode. 2. Gangguan mood yang cukup parah ditandai dengan adanya gangguan dalam fungsi pekerjaan, biasa kegiatan sosial, atau hubungan dengan orang lain; memerlukan rawat inap untuk mencegah kerugian untuk diri sendiri atau orang lain; atau memiliki fitur psikotik. 3. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme).

Tabel V. Kriteria Diagnostik Siklus CepatSiklus cepat yaitu apabila terjadi paling sedikit empat episodedepresi, hipomania atau mania-dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan baisanya terdapat kendala berat dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan.

Tabel VI. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV TR 1. Gangguan Mood Bipolar I Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Tunggal a. Hanya mengalami satu kali episode mania dan tidak ada riwayat episode depresi mayor sebelumnya. b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum d. Gejala mood menyebabkan penderitanya yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Saat Ini a. Saat ini dalam episode mania.b. Sebelumnya paling sedikit pernah mengalami satu kali episode mania, depresi, atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b bukan skizofenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum. e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Inia. Saat ini dalam episode campuran b. Sebelumnya, paling sedikit pernah mengalami episode mania, depresi, atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum. e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomania Saat inia. Saat ini dalam episode hipomania b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau kendala dalam sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya. d. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini a. Saat ini dalam episode depresi mayor b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum. e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan Mood Bipolar I, Episode Yang Tidak Dapat Diklasifikasikan Saat inia. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi criteria untuk mania, hipomania, campuran, atau episode depresi. b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya

2.Ganguan Mood Bipolar II Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode hipomania. 3. Gangguan Siklotimia a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun. b. Selama periode dua tahun diatas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala pada kriteria a lebih dari dua bulan pada satu waktuc. Tidak ada episode depresi mayor, episode mania, episode campuran, selam dua tahun gangguan tersebut. Catetan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan mania atau episode campuran (diagnosis GB I dan gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dan gangguan siklotimia dapat ditegakkan)

d. Gejala-gejala pada kriteria a bukan skozoafektif dan tidak berutmpang tindih dengan skizofrenia, skizofrenoform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum f. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Tabel VII. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik ICD-10 F 31 Gangguan Afektif BipolarSebuah gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih di mana suasana hati pasien dan tingkat aktivitas secara signifikan terganggu, gangguan ini terdiri dalam beberapa kejadian dari elevasi mood dan meningkatkan energi dan aktivitas (hypomania dan mania) dan pada orang lain dari penurunan mood dan penurunan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antara episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama sekitar 6 bulan. Meski jarang sampai 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Termasuk : gangguan atau psikosis manik-depresif. Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F 30) F 31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini HypomaniaUntuk menegakan diagnosis pasti :a. Episode sekarang harus memnuhi keriteria untuk hipomania (F 30.0)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu. F 31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Mania Tanpa Gejala Psikotik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpagejala psikotik(F 30.1)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.F 31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Mania Dengan Gejala Psikotik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F 30.2)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.F 31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi ringan atau sedang a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F 32.0) ataupun sedang (F32.1)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.F 31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F 32.2)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.F 31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F 32.3)b. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.F 31.6 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Campuran a. Episode yang sekarang menunjukan gejala memenuhi kriteria untuk episode hypomania, mania, dan depresi yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hiponamia dan depresi sama sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang kurangnya 2 minggub. Harus ada sekurang kurangnya satu episode, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu.F 31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini dalam Remisi Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik , depresif atau campuran) F 31.8 Gangguan Afektif Bipolar lainnya F 31.9 Gangguan Afektif Bipolar Yang Tidak Terindentifikasi

II. 6 TERAPI Terapi bipolar a. Tujuan terapi Tujuan terapi untuk gangguan bipolar adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan episode mania, hypomania, atau depresif, mempertahankan berfungsi-fungsi normal, dan untuk mencegah episode lebih lanjut mania atau depresi8b. Algoritma terapi Pengobatan gangguan bipolar dapat bervariasi tergantung pada jenis episode pasien mengalami. Setelah didiagnosis dengan gangguan bipolar pasien harus mendapat mood stabilizer (misalnya litium, valproat) untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama episode akut obat dapat ditambahkan dan kemudian dapat diturunkan takarannya setelah pasien stabil8.

Tabel VII. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode Mania atau Campuran8 Pedoman Umum : 1. Memeriksa penyebab sekunder dari episode mania atau campuran (misal, alkohol, penyalahgunaan obat) 2. Penurunan dosis antidepresan, stimulant dan kafein jika memungkinkan 3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat 4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang cukup, mengurnagi stress, dan terapi psikososial 5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati sebelum menambahkan obat golongan benzodiazepine; jika ada gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT (Electroconvulsive Terapi) digunakan untuk episode mania atau campuran yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala psikotik.

Gejala ringan hingga sedang episode mania atau campuran : 1. Pertama, mengoptimalkan obat penstabil mood untuk menstabilkan mood: Lithium, valproat, carbamazepine atau jika diperlukan dapat mempertimbangkan untuk menambah benzodiazepine (lorazepam atau clonazepam) sebagai terapi penunjang jangka pendek untuk agitasi atau insomnia. 2. Alternative pilihan obat: karbamazepine, jika pasien tidak merespon terapi atau toleran. Pertimbangkan juga pemberian obat antipsikotik atipikal (missal olanzapine, quetiapine, risperidone) atau oxcabazepine. 3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan memberikan kombinasi dua obat: a.Lithium dan antikonvulsan atau sebuah antipsikotik atipikal. b.Antikonvulsan dan antipsikotik atau antipsikotik atipikal.

Gejala sedang sampai berat episode mania atau campuran : 1. Pertama, kombinasi dua atau tiga obat: Lithium atau valproat dan golongan benzodiazepine (lorazepam atau clonazepam) sebagai terapi terapi jangka pendek untuk agitasi atau insomnia. Lorazepam disarankan utnuk katatonia. Jika ada gejala psikotik, dapat diberikan antipsikotik atipikal dan kombinasi seperti diatas. 2. Alternatif pilihan obat : karbamazepin, jika pasien tidak merespon terapi atau toleran, pertimbangkan juga oxcarbazepine. 3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan kombinasi 3 obat : a.Lithium dan anticonvulsant dan antipsikotik atipikal. b.Anticonvulsan dan antikonvulsan dan antipsikotik atipikal.4. Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk mania dengan psikotik atau katatonia, atau ditambah clozapine untuk terapi yang kambuhan.

Tabel VIII. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode DepresiPedoman Umum : 1. Memeriksa penyebab sekunder dai episode depresi (misal, alkohol, penyalahgunaan obat) 2. Penurunan dosis antipsikotik, benzodiazepine atau obat sedativehipnotik jika memungkinkan. 3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat. 4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang cukup, mengurangi stres, dan terapi psikososial.5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati sebelum menambahkan obat lithium, lamotrigin atau antidepresan (misal, bupropion atau SSRI); jika ada gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT (Electroconvulsasive Therapy) digunakan untuk episode depresi yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala psikotik. Gejala ringan sampai sedang pada episode depresi : 1. Pertama, memulai dan/atau mengoptimalkan obat penstabil mood untuk menstabilkan mood : lithium atau lamotrigin. 2. Alternatif terapi obat: karbamazepine atau oxcarmazepine. Gejala sedang sampai berat episode depresi : 1. Pertama, kombinasi 2 atau 3 obat : lithium atau lamotrigin dengan antidepresan ; lithium dan lamotrigin. Jika ada gejala psikotik dapat diberikan antipsikotik atipikal dan kombinasi seperti diatas. 2. Alternative antikonvulsan: valproate, karbamazepine atau oxcarbazepine.3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan penambahan antipsikotik atipikal (quetiapine). 4. Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan kombinasi 3 obat: a.Lamotrigi, antikonvulsan dan antidepresan. b.Lamotrigin dan lithium dan antidepresan. 5.Keempat, jika terapi tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk episode depresi yang kambuhan dan dengan psikotik atau katatonia.

II. 7 PROGNOSIS 1. Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognisis lebih buruk. Di dalam 2tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalamai serangan manik lain102. Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatas gejalanya dengan lithium. 7% pasien ini,gejala tidak terulang. 45% Pasien mengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap103. Faktor yang memperburuk prognosis :1) Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan2) Penggunaan alkohol3) Disertai dengan gejala psikosis4) Gejala depresi lebih menonjol 4. Prognosis baik bila 1) Masih dalam episode manik 2) Usia lanjut 3) Sedikit pemikiran bunuh diri 4) Minimum gejala psikotik 5) Masalah kesehatan medis lain tidak ada

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Psikiatri FKUI 20142. Hillary. Bipolar Disorder. http://hillary.wordpress.com. Diakses 23 Februari 20153. Gangguan Kejiwaan dan Macamnya. http://ikhwah.informe.com/gangguan-kejiwaan-dan-macamnya-dt262.html. 2010. diakses 23 Februari 20154. Membangun Kesadaran Mengurangi Resiko Gangguan Mental dan Bunuh Diri. http://www.rsjlawang.com/artikel_070309a.html . 2011. Diakses 23 Februari 20155. Kaplan HI, Sadock BJ, Greb JA. Sinopsis psikiatri. Edisi 7 jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara6. Lumongga Lubis Namora (2009), DepresiTinjauan Psikologis, Jakarta,Prenada Media Group7. Mansjoer. K. Dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I,edisi ketiga . Jakarta : Media Aescu Lapius. FKUI8. Drayton, S.J., & Weinstein, B. Bipolar Disorder.(2008), Pharmacotherapy A Patophysiology Approach,7TH edition. McGraw Hill: New York9. Dilip V Jeste, et.all. 2008. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder IV. American Psychiatric Association: Washington DC10. Soref S. Bipolar Affective Disorde. http://www.emedicine.com (diakses 25 fenruari 2015)