gambaran pemeriksaan laju endap darah …repository.poltekkes-kdi.ac.id/237/1/kti jumiati...

62
GAMBARAN PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH MENGGUNAKAN ANTIKOAGULAN ETHYLENE DIAMINE TETRA-ACETAT ACID (EDTA) DAN NATRIUM SITRAT PADA PASIEN RAWATINAP DI RUMAH SAKIT SANTA ANNA KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan DiplomaIII Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan OLEH : JUMIATI RIA P00320013113 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN ANALIS KESEHATAN TAHUN 2016

Upload: trinhhanh

Post on 03-Jun-2019

287 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

GAMBARAN PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH MENGGUNAKAN

ANTIKOAGULAN ETHYLENE DIAMINE TETRA-ACETAT ACID (EDTA)

DAN NATRIUM SITRAT PADA PASIEN RAWATINAP

DI RUMAH SAKIT SANTA ANNA KOTA KENDARI

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan

DiplomaIII Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan

OLEH :

JUMIATI RIA

P00320013113

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

TAHUN 2016

ii

iii

iv

v

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Jumiati Ria

Nim : P00320013113

Tempat Tanggal Lahir : Wasilomata 28 Oktober 1994

Suku / Bangsa : Buton / Indonesia

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Alamat : Andonohu

B Pendidikan

1. SD Negeri 3 Mawasangka, Tamat Tahun 2007

2. SMP Negeri 1 Mawasangka, Tamat Tahun 2010

3. SMA Negeri 1 Mawasangka, Tamat Tahun 2013

4. Sejak Tahun 2013 Melanjutkan Pendidikan Di Politeknik Kesehatan

Kendari sampai sekarang

vi

Motto

Berangkat dengan penuh keyakinan

Berjalan dengan penuh keikhlasan

Istiqomah dalam menghadapi cobaan

Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan

Kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain,

Karna hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada allah apapun dan dimanapun kita berada dan kepada dia-lah tempat meminta dan memohon

Karya tulis ini

Kupersembahkan kepada

Kedua orang tua, keluarga,

Almamater serta Bangsa dan Negaraku

vii

ABSTRAK

Jumiati Ria (P00320013113) Gambaran Pemeriksaan Laju Endap Darah

Menggunakan Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) dan

Natrium Sitrat Pada Pasien rawat inap di Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari

Sulawesi Tenggara. Yang di bimbing oleh Askrening dan Hj. St. Nurhayani (ix

+ 35 halaman + 4 lampiran + 4 tabel). Peningkatan Laju Endap Darah (LED)

secara fisiologis dapat ditemukan pada wanita hamil, karena kehamilan dapat

terjadi proses hemodilusi. Peningkatan Laju Endap Darah (LED) pada keadaan

patologis menunjukan adanya suatu proses inflamasi atau infeksi dalam tubuh

seseorang, baik inflamasi/infeksi akut maupun kronis, serta dapat menunjukan

adanya proses kerusakan jaringan tubuh yang luas misalnya pada penderita

penyakit autoimun atau proses keganasan. Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh informasi tentang pemeriksaan Laju Endap Darah dengan metode

westergren menggunakan antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid

(EDTA) dan menggunakan antikoagulan Natrium Sitrat Di Rumah Sakit Santa

Anna. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Populasi berjumlah 236 orang

dan sampel sebanyak 35 pasien rawat inap yang ada di Rumah Sakit Santa Anna

Kota Kendari Sulawesi Tenggara, pengambilan sampel secara accidental

sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan dengan EDTA

terdapat 14 (40%) normal dan 21 (60%) abnormal. Sedangkan pemeriksaan

dengan Natrium Sitrat terdapat 10 (28,57%) normal dan 25 (71,43%) abnormal

Sehingga diharapkan bagi tenaga laboratorium, dapat memberikan informasi atau

masukan dan pertimbangan bagi tenaga laboratorium tentang pengukuran LED

dan memilih reagen dengan tepat.

Kata Kunci : LED, EDTA, Natrium Sitrat

Daftar Pustaka : (16 Buah) (1992 – 2014)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa

telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Pemeriksaan Laju Endap Darah

Menggunakan Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) dan

Natrium Sitrat Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari

Sulawesi Tenggara”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat

dalam menyelesaikan pendidikan pada program studi D-III Jurusan Analis

Poltekkes Kemenkes Kendari.

Proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati perjalanan panjang,

dan penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada

Ibu Askrening, SKM.,M.Kes dan Ibu Hj. St. Nurhayani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dalam

membimbing dan atas segala pengorbanan waktu dan pikiran selama menyusun

Karya Tulis Ilmiah ini.

Karena itu sudah sepatutnya penulis dengan segala kerendahan hati

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari

2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian

kepada penulis.

3. Ibu Ruth Mongan BSc., S.Pd.,M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan

Poltekkes Kemenkes Kendari.

4. dr. Mario Polo Widjaya, M.Kes.Sp.OT selaku Direktur RS. Santa Anna Kota

Kendari yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di RS.

Santa Anna Kota Kendari

ix

5. Ibu Siti Rachmi Misbah, S.Kp., M.Kes selaku penguji I, Ibu Ruth Mongan,

B.Sc.,S.Pd.,M.Pd selaku penguji II dan Ibu Tuty Yuniarti, S.Si,.M.Kes selaku

penguji III yang telah banyak memberikan saran dan kritik selama proses

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Seluruh dosen pengajar dan staf Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes

Kemenkes Kendari

7. Teristimewa kepada kedua orang tua, ayahhanda “La Ria” dan ibunda “Wa

Hari” serta saudara-saudaraku (Marzuki, Muliadin, Maya, Dewi),serta keluarga

dekat terimah kasih atas do’a dukungan,motifasi dan pengorbanan serta kasih

sayang yang begitu besar kepada penulis selama menempuh pendidikan hingga

selesai.

8. Sahabat-sahabatku yaitu Wafiq Khafifah, Nurfia, Nurmely,Mirna R,

Lakarana,Arni Pratiwi, La Ode Ofar Jayatno serta teman-teman khususnya

tingkat III analis kesehatan dan seluruh angkatan 013 yang tidak disebut satu

persatu.

Serta teman dekat khususnya diasrama cempaka putri yaitu Sarina Sarihu,

Almiati, Nur Hasanah, Bambang Iskandar.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan

dan kekeliruan, karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis

harapkan. Demikian Karya Tulis Ilmiah ini disusun, semoga bermanfaat bagi

semua pihak yang membacanya.

Kendari, Agustus 2016

Penulis

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i

PERNYATAAN ORINALITAS……………………………………………… ii

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………...... iii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………..………. iv

RIWAYAT HIDUP…………………………………………………..………. v

MOTTO……………………………………………………...……………….. vi

ABSTRAK……………………………………………………………...…….. vii

KATA PENGANTAR……………………………………………….....……. viii

DAFTAR ISI………………………………………………………...……….. x

DAAFTAR TABEL………………………………………………….……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...….. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………... 5

C. Tujuan Penelitian………………………………………………… 6

D. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Pemeriksaan Laju Endap Darah ……………. 7

B. Tinjauan Tentang Metode Pemerisaan Laju Endap Darah…… 14

C. Tinjauan Umum Tentang Antikoagulan……………………….. 19

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran………………………………………………….. 22

B. Kerangka Pikir…………………………………………………… 22

C. Variabel Penelitian……………………………………………….. 23

D. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif……………………. 23

xi

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian…………………………………………………… 24

B. Waktu Dan Tempat Penelitian………………………………….. 24

C. Populasi Dan Sampel…………………………………………….. 24

D. Jenis Data Dan Pengumpulan Data…………………………….. 25

E. Prosedur Pengumpulan Data……………………………………. 25

F. Prosedur Kerja…………………………………………………... 25

G. Instrumen Penelitian…………………………………………….. 27

H. Penyajian Data…………………………………………………... 27

I. Etika Penelitian………………………………………………….. 28

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………… 29

B. Hasil Penelitian…………………………………………………... 30

C. Pembahasan………………………………………………………. 32

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………. 36

B. Saran……………………………………………………………… 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 :Distribusi Umur Pasien Yang Periksa LED di Rumah Sakit Santa Anna

Kota Kendari ........................................................................................ 30

Tabel 2 :Distribusi Jenis Kelamin Pasien Yang Periksa LED di Rumah Sakit Santa

Anna Kota Kendari ...............................................................................31

Tabel 3 :Distribusi Hasil Pemeriksaan LED Pada Pasien Rawat Inap Dengan

Menggunakan Antikoagulan EDTA…………………….…………….31

Tabel 4 :Distribusi Hasil Pemeriksaan LED Pada Pasien Rawat Inap Dengan

Menggunakan Antikoagulan Natrium Sitrat……………..……………32

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Balitbang Kendari

Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian dari Rumah Sakit Santa Anna Kendari

Lampiran 4. Hasil Penelitian

Lampiran 5. Master Tabel Pengumpulan Data

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

-

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) adalah salah satu pemeriksaan

yang disediakan di laboratorium-laboratorium Rumah Sakit sebagai sarana

penunjang diagnosis penyakit. Peningkatan Laju Endap Darah (LED) secara

fisiologis dapat ditemukan pada wanita hamil, karena kehamilan dapat terjadi

proses hemodilusi. Peningkatan Laju Endap Darah (LED) pada keadaan

patologis menunjukan adanya suatu proses inflamasi atau infeksi dalam tubuh

seseorang, baik inflamasi/infeksi akut maupun kronis, serta dapat

menunjukan adanya proses kerusakan jaringan tubuh yang luas, misalnya

pada penderita penyakit autoimun atau proses keganasan (Norderson, 2004).

Pemeriksaan Laju Endap Darah merupakan pemeriksaan laboratorium

yang sederhana dan murah walaupun pemeriksaan ini tidak spesifik akan

tetapi peningkatan yang sangat tinggi (lebih dari 100 mm/jam) dapat

merupakan tanda adanya penyakit auto-immune seperti Systemic Lupus

Erythematosus/ (SLE), dan Rheumatoid Arthritis, serta penyakit ginjal kronis.

Pemeriksaan laju endap darah menggambarkan komposisi plasma dan

perbandingan antara eritrosit dengan plasma (Herdiman T. Pohan,2004).

Agar darah yang diperiksa jangan sampai membeku dapat dipakai

bermacam-macam antikoagulan. Tidak semua macam antikoagulan dapat

dipakai karena ada yang terlalu banyak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit

atau leukosit yang akan diperiksa morfologinya. Berdasarkan antikoagulan

yang digunakan maka dianjurkan pemeriksaan laju endap darah cara

westergren menggunakan antikoagulan EDTA dan natrium sitrat 3,8% yang

merupakan pemeriksaan standar. Pemeriksaan laju endap darah dengan

antikoagulan EDTA dan NaCl sebagai modifikasi dari pemeriksaan standart.

Natrium sitrat dan larutan Natrium Clorida (NaCl) digunakan sebagai

pengencer pada pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Pada pemeriksaan

LED dengan menggunakan metode westergren standart biasanya

2

menggunakan natrium sitrat 3,8% dan Natrium Clorida (NaCl) 0,85%.

Natrium sitrat 3,8% merupakan larutan yang isotonik dengan darah, larutan

isotonik secara sederhana adalah larutan yang memiliki kandungan garam

mineral sama dengan sel tubuh dan darah. Dengan demikian, larutan itu

memiliki tekanan yang sama dengan pembuluh darah. Jadi cairan yang

isotonik adalah cairan yang memiliki tekanan osmosis yang sama dengan

cairan yang berada dalam sel manusia.disebut isotonik karena keseimbangan

kepekatan larutan yang masuk sama dengan kepekatan cairan darah.(Rina

indrawati, 2009).

Pemeriksaan Laju Endap Darah (lED) di laboratorium klinik

menggunakan metode westergren menggunakan darah antikoagulan EDTA.

Pemeriksaan Laju Endap Darah dengan menggunakan natrium sitrat 3,8%

sebagai antikoagulan dan sebagai larutan pengencer dalam pemeriksaan laju

endap darah, Laju Endap Darah (LED) merupakan modifikasi dari

pemeriksaan standar belakangaan ini jarang dipakai. Pemeriksaan LED lebih

sering digunakan darah EDTA sebagai sampel pemeriksaan (kokasih, 2008).

Natrium sitrat 3,8% merupakan salah satu antikoagulan, dianalisa

maksimal 2 jam setelah sampling. Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan

untuk pemeriksaan Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) atau Laju Endap

Darah (LED) cara westergren, Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA)

sabagai natrium atau kaliumnya. Garam-garam itu mengubah ion kalsium dari

darah menjadi bentuk yang bukan ion, karena itu EDTA sangat baik dipakai

sebagai antikoagulan pada pemeriksaan Laju Endap Darah (LED), sedangkan

Natrium Sitrat menghambat aktifitas faktor pembekuan dengan meningkat

kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat, sehingga menghambat aktifitas

fibrinogen menjadi fibrin (bekuan). Natrium Sitrat dipakai untuk bermacam -

macam pemeriksaan, seperti pemeriksaan LED, pemeriksaan dengan

menggunakan natrium sitrat sebaiknya jangan ditunda karna adakalanya

eritrosit cenderung sehingga menukarkan hitung eritrosit dan berpengaruh

kepada laju endap darah (Ganda soebrata)

3

Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) selain untuk

pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) juga dapat digunakan untuk

pemeriksaan parameter laboratorium lain, seperti hematologi rutin,

elektroforesis hemoglobin dan glikohemoglobin (HbA1C) sehingga

pengambilan bahan pemeriksaan bisa sekaligus, jadi lebih praktis dan

memudahkan dalam proses sampling (Lewis, 2006).

International Council for Standardization in Hematologi (ICSH)

adalah suatu organisasi expert panel on blood rheology pertama yang

didirikan pada tahun 1965, dan westergren adalah salah satu anggota pendiri

organisasi International Council for Standardization in Hematologi (ICSH).

ICSH pada tahun 1965 telah mengusulkan metode westergren sebagai

pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) rujukan internasional, kemudian pada

tahun 1973 ICSH menetapkan dan mempublikasikan metode westergren

sebagai metode rujukan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) pertama yang

berlaku secara internasional. Metode pemeriksaan LED Rujukan ICSH telah

beberapa kali mengalami revisi yaitu pada tahun 1988, dan revisi terakhir

pada 1993 (Jou et al, 2011).

Metode rujukan International Council for Standardization in

Hematologi (ICSH) 1993 kemudian diterima oleh World Healt Organization

(WHO) sebagai metode pemeriksaan LED juga dapat digunakan untuk

pemeriksaan hematologi lain. Pemeriksaan LED metode rujukan tahun 1993

adalah modifikasi metode westergren dengan mengganti sampel darah

antikogulan cair Natrium-Sitrat 3,8% dengan antikoagulan kering garam

EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid) (Herdiman T. Pohan, 2004).

Metode rujukan pemeriksaan LED internasional lain yaitu Clinical

Laboratory And Standar Institute (CLSI) yang telah ditetapkan dan

dipublikasikan oleh National Comitte Of Laboratory Standards (NCCLS)

yaitu suatu komite yang dibentuk oleh pakar-pakar dibidang hematologi dari

sebagai Negara di Amerika serikat dan eropa pada tahun 1993. Metode

Clinical Laboratory And Standar Institute (CLSI) sejak tahun 1993 hingga

saat ini telah mengalami revisi beberapa kali, CLSI 2011 adalah hasil revisi

4

metode yang kelima yang dipublikasikan akhir pada tahun 2000. Metode

Clinical Laboratory And Standar Institute (CLSI) 2000 adalah revisi metode

International Council For Standardization In Hematologi (ICSH) 1993,

menggunakan sampel darah Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA)

yang diencerkan dengan NaCl 0.9% atau Na-sitrat 3,8% dengan perbandingan

1:4 yang diperiksa dalam tabung westergren (jou el al, 2011).

Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) metode westergren adalah

pemeriksaan LED yang telah dinyatakan dan dipublikasikan sebagai metode

pemeriksaan LED rujukan pertama oleh International Council For

Standardization In Hematologi (ICSH) pada tahun 1973, serta digunakan

secara luas secara dunia. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) merode

westegren hingga saat ini masih digunakan secara luas maupun telah banyak

dipublikasikan metode-metode pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) lebih

baru hasil revisi metode wesregren dan metode International Council For

Standardization In Hematologi (ICSH) 1993 dan telah diaplikasikan pada

instrument laboratorium dengan metode otomatik. Pemeriksaan LED metode

westegren konvesional menggunakan sampel antikoagulan cair natrium sitrat

3,8% dan darah vena dengan perbandingan 1:4 dianggap mengakibatkan

pengenceran terhadap sampel darah. Nilai rujukn normal LED wanita dewasa

0-20 mm/jam (usia> 50 tahun 0-30 mm/jam) dan pria dewasa 0-15 (usia > 50

tahun 0-20 mm/jam) anak-anak 0-10 mm/jam, dan neonatus 0-2 mm/jam

(Dunning III, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ma’rufah tentang

Perbandingan Hasil Antara Sampel Darah Dengan Pengenceran Dan Tanpa

Pengenceran Pada Pemeriksaan Laju Endap Darah Cara Westergren pada

tahun 2011. Hasil pemeriksaan LED cara westergren yang diperiksa dari 20

sampel dengan pengenceran menunjukkan nilai LED minimal 4 mm per jam,

nilai LED maksimal 55 mm per jam, dan rata rata nilai LED 19,0 mm per

jam. Sedangkan LED yang diperiksa dari 20 sampel tanpa pengenceran

didapatkan nilai LED minimal 3 mm per jam, nilai LED maksimal 69 mm per

jam, dan rata rata nilai LED 31,75 mm per jam.

5

Berdasarkan penelitian Ardiya Garini pada tahun 2011 tentang

Perbandingan Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah Cara Westergreen

Menggunakan Darah Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) Tanpa

Pengenceran Dengan Cara Otomatik, hasil penelitian menunjukkan bahwa

distribusi statistik hasil LED cara Westergreen menggunakan darah Ethylene

Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) tanpa pengenceran memiliki median 5,00

dan hasil laju endap darah minimumnya 1mm/jam dan maksimumnya 20

mm/jam. Distribusi statistik laju endap darah cara Otomatik memiliki median

5,00 dan hasil laju endap darah minimumnya 1mm/jam dan maksimumnya 14

mm/jam.

Untuk Sulawesi Tenggara khususnya di Rumah Sakit Santa Anna

setelah melakukan survey lapangan pengambilan data awal pada bulan maret

tahun 2016 jumlah pemeriksaan laju endap darah 236 orang. Menurut

pemantauan yang saya lakukan selama praktik di rumah sakit khususnya

ruangan laboratorium pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) antikoagulan

Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) dengan menggunakan

pengenceran natrium Clorida.

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan Judul “gambaran pemeriksaan laju endap darah menggunakan

antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA) dan menggunakan

antikoagun natrium sitrat pada pasien di Rumah Sakit Santa Anna Kota

Kendari Sulawesi Tenggara”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran pemeriksaan

Laju Endap Darah menggunakan Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-

Acetic Acid (EDTA) dan menggunakan Natrium Sitrat pada pasien Di Rumah

Sakit Santa Anna Kota Kendari Sulawesi Tenggara ?

6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pemeriksaan Laju Endap Darah dengan metode

westergren menggunakan Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic

Acid (EDTA) dan menggunakan Antikoagulan Natrium Sitrat pada

pasien Di Rumah Sakit Santa Anna

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan

Metode Westregren menggunakan antikoagulan Ethylene Diamine

Tetra-Acetic Acid (EDTA)

b. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan

Metode Westergren menggunakan Antikoagulan Natrium Sitrat

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan informasi tambahan terhadap Analis secara umum

tentang Gambaran hasil pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

menggunakan antikkoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid

(EDTA) dan menggunakan Natrium Sitrat.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya

mengenai Gambaran hasil pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

menggunakan antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid

(EDTA) dan menggunakan Natrium Sitrat.

b. Bagi tenaga laboratorium, dapat memberikan informasi atau masukan

dan pertimbangan bagi tenaga laboratorium/para klinisi tentang

pengukuran LED dan dalam memilih reagen dengan tepat.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

1. Pengertian Laju Endap Darah (LED)

Laju Endap Darah (LED), laju desimentasi eritrosit (eritrocite

sedimentation rate, ESR), Blood Bezenking Snelbeid (BBS), Blood

Sedimentation (BS) Blood Sedimentation Rate (BSR), Blood

Sedimentation Erytbrocyte (BSE) adalah kecepatan sedimentasi eritrosit

(dalam darah yang telah diberi antikoagulasi) jatuh kedasar sebuah tabung

vertical dalam waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan mm/jam

(Riswanto, 2013).

Kecepatan endapan darah memiliki tiga penggunaan utama, yaitu

alat bantu untuk mendeteksi proses peradangan, memantau aktifitas atau

perjalanan penyakit, dan pemeriksaan penapisan/penyaring (screening)

untuk peradangan dan neoplasma yang tersembunyi (Riswanto, 2013).

Laju Endap Darah (LED) merupakan pemeriksaan yang relative

tidak spesifik karena dipengaruhi oleh banyak faktor teknis dan faktor

fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat. Pemeriksaan CRP (C-

reative protein) dipertimbangkan lebih berguna dari pada Laju Endap

Darah (LED) karna kenaikan kadar CRP terjadi lebih cepat selama proses

inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke kadar normal dari pada

(LED). Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin

membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat

untuk mengikuti perjalanan penyakit jika nilai LED meningkat, maka uji

laboratirium lain harus dilakukan untuk mengidentifkasi masalah klinis

yang muncul (Riswanto, 2013).

2. Prinsip pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

Prinsip dari pengukuran Laju Endap Darah (LED) dengan

menggunakan metode westergren adalah darah vena dengan antikoagulan

yang dimasukkan ke tabung sehingga menghasilkan pengendapan eritrosit

8

dengan endapan tertentu. Kecepatan pengendapan ini ditentukan oleh

interaksi antara kedua kekuatan fisik yakni tekanan kebawah oleh

gravitasi dan tekanan ke atas akibat perpindahan (Ganda Subrata, 2007)

3. Faktor yang mempengaruh pengendapan eritrosit

Kecepatan Pengendapan Eritrosit Dipengaruhi Oleh :

a. Faktor Eritrosit

aktor terpenting yang menentukan kecepatan endapan eritrosit adalah

ukuran atau masa dari partikel endapan dengan beberapa penyakit

dengan gangguan fibrinogen plasma dan globulin dapat menyebabkan

perubahan permukaan eritrosit dan peningkatan LED. LED

berbanding terbalik dengan viskositas plasma.

Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih

mudah/cepat membentuk rouleaux sehingga LED meningkat

(Herdinan T. Pohan, 2004).

b. Faktor Plasma

Komposisi plasma adalah faktor terpenting sebagai penentu LED dan

aggregasi sel-sel darah merah ini dipengaruhi oleh fibrinogen.

Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah akan mempercepat

pembentukan rouleaux sehingga LED meningkat (Herdinan T. Pohan,

2004)

c. Viskositas

Viskositas (kekentalan) plasma. Viskositas plasma yang tinggi

menetralkan tarikan ke bawah atau gumpalan sel-sel darah merah

sehingga kecepatan pengendapan berkurang (LED rendah) (Riswanto,

2013).

d. Faktor teknis

Penting sekali untuk menaruh pipet atau tabung pada posisi tegak

lurus, selisih kecil dari garis vertikal sudah banyak berpengaru banyak

terhadap LED. Tabung pemeriksaan digoyang/bergetar akan

mempercepat penengendapan sehingga LED meningkat (frances, 1998

9

e. Temperature

makin tinggi suhu, makin tinggi kecepatan pengendapan

eritrosit (LED meningkat). Kelebihan antikoagulan dapat

menyebabkan penurunan LED. Nilai normal pada laki-laki 0-15

mm/jam pada wanita 0-20 mm/jam pemeriksaan LED harus dilakukan

dalam 2 jam setelah pengambilan darah jika sampel dibiarkan pada

suhu kamar. Bila sampel disimpan dalam lemari es (4˚c) maka

pemeriksaan dapat ditunda sampai 6 jam.

Laju endap darah (LED) telah dilaporkan memiliki signifikasi

klinis dengan penyakit sel sabit, osteomielitis, stroke (LED ≥38

mm/jam memiliki prognosis yang lebih buruk), kanker prostat (LED

≥37 mm/jam memiliki insiden perkembangan penyakit yang lebih

tinggih dan kematian) dan penyakit arteri koroner (LED >22 mm/jam

pada orang kulit putih memiliki risiko tnggi untuk penyakit arteri

koroner). Pada kehamilan, LED cukup meningkat, mulai minggu 10-

12, dan kembali normal sekitar 1 bulan setelah melahirkan. LED

meningkat secara nyata pada gangguan monoklonal protein darah,

seperti beberapa mieloma atau makroglobulinemia, dalam

hiperglobulinemia poliklonal karena peradangan parah dan dalam

hiperfibrinogenemia.

Laju Endap Darah (LED) meningkat pada penyakit inflamasi

aktif seperti artritis rheumatoid, infeksi kronis, penyakit kolagen dan

neoplastik. Laju Endap Darah (LED) ini memiliki sedikit nilai

diagnostik, tetapi dapat berguna untuk pemantauan penyakit.

Pemeriksaan lebih sederhana dibandingkan dengan pengukuran

serum protein, yang cenderung untuk menggantikan Laju Endap

Darah (LED). Karena hasil LED sering normal pada pasien

neoplasma, penyakit jaringan ikat dan infeksi, maka hasil LED yang

normal tidak bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan

diagnostik. LED berguna dan dapat digunakan dalam menegakkan

diagnosa dalam memantau reumatik polimialgia arteritis termporal,

10

biasanya presentase melebihi mm/jam. LED digunakan dalam

mengevaluasi arteritis temporal, septik artritis, penyakit radang

panggul, dan radang usus buntu. Pada penyakit Hodgkin, LED

mungkin sangat berguna untuk prognosis, karna tidak adanya gejalah

sismetik (demam, berat badan menurun, keringat malam). Dalam

suatu penelitian,sepertiga dari pasien tanpa disertai gejala, ESR

kurang dari 10 mm/jam dan menunjukan prognosis yang sangat baik,

tanpa memandang umur, derajat penyakit atau histopatologi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan

a. Tabung yang lebih panjang (tabung westergren) akan lebih besar

dibandingkan dengan tabung lebih pendek (tabung wintrobe). Untuk

memastikan hasil yang dapat dipercaya, kolom darah harus setinggi

mungkin. Diameter internal tabung harus lebih dari 2,5 mm.

b. Tabung harus diletakkan pada posisi vertikal, deviasi dari tabung

posisi vertical meningkatkan LED.

c. Sedimantasi sel merah meningkat pada temperatur yang lebih tinggi

(Kiswari, 2014).

5. Hubungan kondisi klinis dengan Laju Endap Darah LED

a. LED meningkat pada semua kondisi dimana ada kerusakan jaringan

atau masuknya protein asing ke dalam darah, kecuali untuk infeksi

ringan lokal.

b. Penetapan LED berguna untuk memeriksa kemajuan penyakit. Jika

kondisi pasien meningkat, LED cenderung turun. Jika kondisi pasien

semakin parah, LED cenderung naik, namun tidak di tujukan untuk

diagnostik penyakit tertentu (Kiswari, 2014).

6. Makna Laju Endap Darah (LED) dalam klinik

Laju Endap Darah (LED) yang normal dapat memberi petunjuk

kemungkinan tidak adanya penyakit organ yang serius. Sebaliknya, pada

Laju Endap Darah (LED) yang tidak normal, perlu dilakukan

pemeriksaan penunjang lain untuk menentukan diagnosis pasti. LED

adalah jenis pemeriksaan yang bersifat tidak spesifik, artinya LED bisa

11

meningkat pada semua penyakit atau dalam keadaan patologi bila terjadi

peradangan, degenerasi, atau nekrosis jaringan. Nilai LED umumnya

tetap dalam batas normal pada penyakit-penyakit infeksi lokal yang kecil

atau infeksi akut, misalnya apendisitis akut, infeksi selaput lendir dengan

sedikit reaksi radang dan pada lesi-lesi kulit, keadaan alergi yang tidak

disertai infeksi, defesiensi nutrisi, hipertensi tanpa komplikasi, serta

gagal jantung terkompensasi. Akan tetapi, sebaliknya LED menjadi

sangat meninggi pada tuberkulosis, infeksi kronis, deman reumatik,

arthritis, dan nefritis (Kiswari, 2014).

Hal-hal penting yang berkaitan dengan LED

a. LED sebaliknya jangan digunakan sebagai pemeriksaan penyaring

terhadap seseorang yang asimptomatik (tidak terdapat gejala

penyakit).

b. LED digunakan untuk interpretasi bila pemeriksaan fisik gagal untuk

mendiagnosis secara spesifik.

c. Apabila tidak ada penjelasan mengenai sebab meningkatnya LED ,

maka pemeriksaan bisa diulang beberapa bulan lagi.

d. LED diindikasikan sebagai pemerikaan untuk mendiagnosis dan

memantau polimialgia reumatik, dan arthritis rheumatoid.

e. LED bermanfaat untuk memantau terapi pasien penderita penyakit

Hodgkin (Kiswari, 2014).

Ketika darah dengan antikoagulan dalam tabung dibiarkan berdiri

tegak tanpa terganggu selama jangka waktu tertentu, eritrosit cenderung

mengendap ke bawah. Dua lapisan akan terbentuk, lapisan atas berupa

plasma dan bagian bawah merupakan sel darah merah. Tingkat dimana

sel-sel darah merah mengendap dikenal sebagai laju endap darah.Tahap

pertama pengendapan adalah tahap agregasi ketika sel darah merah

berbentuk rouleaux (sel darah merah saling berdekatan seperrti tumpukan

koin).Kemudian, diikuti dengan tahap sedimentasi, yaitu terjadi

pengendapan eritrosit. Semakin besar agregasi dalam tahap pertama,

akan lebih cepat mengendap (Kiswari, 2014).

12

Perubahan kosentrasi kandungan protein plasma seperti

fibrinogen dan globulin yang menyertai sebagian besar infeksi akut dan

kronis cenderung akan meningkatkan pembentukan rouleaux.

Peningkatan kadar kolestrol juga memepengaruhi kecepatan sedimentasi

meskipun kecil pengaruhnya. Albumin memperlambat sedimentasi. Oleh

Karen itu, peningkatan fibrinogen dalam kondisi apapun (semua

penyebab kerusakan jaringan seperti tuberculosis dan infeksi kronis

lainya) atau glubulin (demam reumatik, mieloma, kalazar, dll).Akan

menyebabkan peningkatan laju endap darah (Kiswari, 2014).

Jumlah eritrosit yang tinggi, cenderung untuk menurunkan tingkat

sedimentasi, sementara jumah sel darah yang rendah cenderung untuk

mempercepat laju sedimentasi. Pada anemia sel sabit, pembentukan

rouleaux cenderung terhambat Karena sedimentasi akan berlangsng

lambat, demikian pula pada anemia hipokromik, karena bentuk mikrosit

akan menghalangi pembentukan rouleaux (Kiswari, 2014).

Tingkat laju endap darah pada wanita lebih besar dibandingkan

pada pria, dan berhubungan denga perbedaan dalam PCV. Selama masa

kehamilan, LED akan meningkat selama 3 bulan kehamilan dan kembali

normal dalam 3-4 minggu setelah melahirkan. LED rendah pada bayi dan

meningkat secara bertahap hingga pubertas yang kemudian menurun

kembali pada usia tua (Kiswari, 2014).

Laju Endap Darah (LED) merupakan penanda yang berguna

tetapi tidak spesifik terhadap peradangan yang mendasarinya. Ketika

darah vena dengan antikoagulan ditempatkan di tabung vertikel, eritrosit

akan cenderung mengendap. Panjang kolom endapan eritrosit selama

suatu interval waktu terentu disebut laju endap darah (Kiswari, 2014).

7. Tahap – Tahap pengendapan eritrosit

Pengendapan eritrosit terjadi akibat sel-sel eritrosit yang

membentuk rouleaux dan saling menempel, maka berat molekulnya

13

menjadi semaakin besar dan pengaruh gaaya grafitasi menjadi semakin

basar pula akibatnya eritrosit mengendap kedasar tabung.

Proses Pengendapan eritrosi pada pemeriksaan LED terdiri dari

tiga fase yaitu :

a. Fase pertama adalah fase pembentukkan rouleaux yang berlangsung

selama 10 menit .

b. Fase kedua adalah fase pengendapan sel-sel eritrosit secara cepat

yang berlangsung selama 40 menit.

c. Fase ketiga adalah fase pemdatan rouleaux eritrosit disertai

pengendapan dengan kecepatan lambat dimana terjadi proses

agregasi sel-sel eritrosit dan pemadatan rouleaux sehingga eritrosit

mengendap ke dasar tabung, fase ini berlangsung dalam waktu 10

menit

8. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan LED

a. Perhatikan segala petunjuk yang telah diberikan pada waktu

melakukan pungsi vena karena stasis vena menyebabkan darah

mengental (hemokonsentrasi) dan berakibat kesalahan hasil

pemeriksaan.

b. Penting sekali menempatkan pipet atau tabung laju endap darah

dalam sikap benar-benar tegak lurus, selisih sedikit saja dari garis

vertikel sudah dapat berpengaruh banyak terhadap hasil laju endap

darah.

c. Oleh karena laju endap darah di pengaruhi oleh jumlah eritrosit,

maka nilai laju endap darah cara Wintrobe perlu di koreksi terhadap

nilai hematokrit. Koreksi semacam ini memerlukan grafik khusus.

a. Hasil pemeriksaan laju endap darah menggunakan cara Westergren

dari cara Wintrobe tidak berbeda banyak jika hasil laju endap darah

berada dalam batas-batas normal. Akan tetapi, perbedaan hasil

pemeriksaan akan tampak nyata bila dalam kondisi patologis. Oleh

karena itu, Internasional Committee For Strandardiszation In

14

Hematology (ICSH) merekomendasikan pemeriksaan LED dengan

metode Westergren (Kiswari, 2014).

B. TinjauanTentang Metode Pemeriksaan (LED)

1. Metode Westergren

Metode Westergren adalah pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

yang telah dinyatakan dan dipublikasikan sebagai metode pemeriksaan

LED rujukan pertama oleh International Council for Standardization in

Haematology (ICSH) pada tahun 1973, serta digunakan secara luas di

seluruh dunia. Dengan menggunakan pipet berskala 0-200 mm yang

terbuat dari kaca bersih, lurus, berbanding tebal diameter internal 2,55

mm, dan panjang 1,5-300 mm dimana pada umumnya metode westergren

digunakan dalam pemeriksaan laju endap darah untuk diagnosis

pemantauan perjalanan penyakit infeksi dalam tubuh yang sifatnya kronis

(Kiswari, 2014).

Prinsip pemeriksaan laju endap darah metode westergren yaitu darah

diencerkan dengan antikoagulan dengan perbandingan terentu dan

dimasukan dalam tabung (westergren) yamg diletkkan tegak lurus dan

dibiarkan selama 1 jam, maka eritrosit akan mengendap. Tinggi enndapan

eritrosit mencerminkan kecepatan endap darah dan dinyatakan dalam

mm/jam (Riswanto, 2013).

Kelebihan dan kekurangan Metode westergren manual:

a. Kelebihan metode westergren :

a) Dalam penggunaan sampel darah lebih sedikit dibanding dengan

alat automatik yaitu hanya 1 ml darah

b) Biaya lebih murah

b. Kekurangan metode westergren :

a) Untuk hasil memerlukan waktu lama yaitu 1 jam dan 2 jam

b) Prosedur kerja lebih rumit dibanding autometik (humased 20)

c) Kemungkinan resiko terpajan pada petugas terhadap cemaran

bahan infeksius lebih besar

15

Prosedur Kerja dari pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) metode

Westergren sebagai berikut :

a) Alat

1. Pipet westregren

2. Timer

3. Tourniquet

4. Karet penghisap

5. Rak westergren

6. Spoit 5 cc

7. Tissue

b) Bahan

1. Antikoagulan EDTA

2. Kapas alcohol 70%

3. Natrium sitrat 3,8%

c) Prosedur kerja

1) Diambil darah vena kemudian segera diencerkan dengan natrium

sitrat 3,8% dengan perbandingan 4:1 (1,6 darah vena + 0,4

bagian reagen)

2) Jika menggunakan darah EDTA, maka sampel diencerkan dengan

Nacl 0,85% dengan perbandingan 4:1 (1,4 darah EDTA + 0,4

bagian Nacl 0,85%). Sampel harus dihomogenkan sebelum

diencerkan

3) Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian

dimasukan kedalam tabung westergren sampai tanda/skala 0

4) Tabung diletakkan pada rak/penyangga tabung westergren dengan

posisi tegak lurus pada tempat yang rata, jauh dari getaran

(misalnya jangan menaruh dimeja bersama dengan centrifuge),

tidak berdekatan dengan radiator pemanas sentral, dan tidak

terpajang sinar matahari langsung

16

5) Tunggu 1 jam (atur timer) selanjutnya diukur tinggi kolom

plasma (dalam mm) baca skala mulai dari batas tanda 0 mm pada

puncak tabung ke bawah

Interprestasi hasil :

Normal : Untuk laki - laki : 0 – 15 mm/jam

Untuk perempuan : 0 – 20 mm/jam

Gambar 1 LED cara westergren

2. Metode Wintrobe

Panjang tabung 120 mm Garis tengah bagian dalam 2,5 mm diberi

pembagian 0-100 ke bawah dan ke atas

Prinsip metode wintrobe Darah dengan antikoagulan yang telah di

campur dengan baik dituang selama 1 jam, dicatat kecepatan pengendapan

eritrosit dalam mm sebagai laju endap daranya

Prosedur kerja dari pemeriksaan Laju Endap Darah metode Wintrobe :

a) Alat :

1. Pipet wintrobe

2. Pipet Pasteur

3. Rak wintrobe

4. Timer

5. Tornikuet

6. Spoit 5 cc

17

7. Kater pengisap

b) Bahan :

1. Alcohol 70%

2. Antikoagulan EDTA

c) Prsedur kerja :

1. Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah

Amonium-kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum

diperiksa.

2. Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan

pipet Pasteur sampai tanda 0.

3. Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.

4. Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Interpretasi hasil :

Normal : Untuk laki - laki : 0 – 15 mm/jam

Untuk perempuan : 0 – 20 mm/jam

Gambar 2. LED cara wintrobe

3. Metode westergren autometik (humased 20)

Humased 20 analyzer adalah alat penganalisa otomatis dengan akses

acak untuk menentukan laju endap darah dan merupakan alat tertutup. Ini

dikalibrasikan atau diukur untuk pengopersian dengan tabung-tabung

humased yang tidak hampa udara. Dan dapat menguji 5 sampel secara

18

bersamaan. Masing-masing tabung dilengkapi dengan sensor infra merah

dan sumber cahaya infra merah

Humased 20 analizer tidak memerlukan tombol atau pengoperasian

computer dan hasil diperoleh setelah 12 menit. Hasil dapat diperlihatkan

dalam kesetaran westergren mm/jam yang nilainya mengubungkan 1 dan 2

jam manual.

Alat humased dapat menghemat waktu 5 kali lebih cepat dari pada

LED manual. Humased hasilnya akurat dan secara sempurna.

Prinsip metode autometik (Humased 20) darah dimasukan ke dalam

tabung humased dan dihogenkan tabung tersebut dimasukkan ke dalam

alat humated 20. Alat secara otomatis akan mengukur kecepatan

pengendapan eritrosit dalam waktu 12 menit.

Kelebihan dan kekurangan Metode autometik (humated 20)

a. Kelebihan Metode autometik (humated 20) :

a) Untuk mengetahui hasil perlu waktu yang lebih lama yang lebih

cepat yaitu 12 menit.

b) Prosedur kerjanya lebih praktis

c) Kemungkinan resiko terpajan kepada petugas terhadap cemaran

bahan infeksius lebih kecil

b. kekurangan Metode autometik (humated 20) :

a) dalam penggunaan sampel darah lebih banyak yaitu 2 ml

b) penggunaan biaya lebih mahal

Gambar 3. LED cara automatik

19

C. Tinjauan Tentang Antikoagulan

Antikoagulan adalah zat yang mencegah pembekuan darah dengan

cara mengikat (khelasi) atau mengendapkan (presipitasi) kalsium, atau

dengan cara menghambat pembentukan thrombin yang diperlukan untuk

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan (Riswanto,

2013).

Jika tes membutuhkan whole blood atau plasma, maka spesimen harus

dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi antikoagulan harus segera

dicampur setelah pengambilan spesimen untuk mencegah pembentukan

bekuan. Pencampuran yang lembut sangat penting untuk mencegah

hemolisis (Riswanto, 2013).

Anti koagulan yang dipakai :

1. EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acatat)

Antikoanggulan Ethylene Diamine Tetra-Acatat (EDTA)

[CH2N(CH2CO2H)2]2) ini umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium

(natrium) atau potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan cara

mengikat atau mengkhelasi kalsium ( Ca2+

) dalam darah. Ethylene

Diamine Tetra-Acatat (EDTA) memiliki keunggulan sebanding dengan

penentuan kadar hemoglobin, penentuaan hematokrit, hitung sel darah

(leukosit, eritrosit, trombosit, retikulosit eosinofil), penentu LED,

pembuatan hapusan darah dan penentuan golongan darah (Riswanto,

2013).

Mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium EDTA sehingga

menghambat fibrinogen menjadi fibrin, pemakaian 1-1,5 mg/ml, 10 uL

EDTA 10% untuk 1 ml darah

Bila jumlah Ethylene Diamine Tetra-Acatat (EDTA) kurang,

darah dapat mengalami pembekuan. sabaliknya, bila Ethylene Diamine

Tetra-Acatat (EDTA) berlebihan eritrosit mengalami krenasi, trombosit

membesar dan mengalami disintegrasi. Darah Ethylene Diamine Tetra-

Acatat (EDTA) harus segera di campur setelah pengambilan untuk

20

menghindari pengelompokan trombosit dan pembentukan bekuan.

Pencampuran dilakukan dengan membolak balikkan tabung 8-10 kali dan

dilakukan dengan lembut untuk mencegah hemolisis (Riswanto, 2013).

Tabung berisi EDTA sebanyak 40 µl dan kemudian masukkan

darah sebanyak 4 ml, kemudian dilakukan penelitian di laboratorium .

Dimana perbandingan darah dengan antikoagulan adalah 1 ml darah : 10

µl antikoagulan EDTA.

Keuntungan dan kerugian antikoagulan EDTA

a. Kelebihan antikoagulan EDTA :

a) Tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuknya erithrosit dan

leukosit.

b) Mencegah thrombosit menggumpal

c) Dapat digunakan berbagai macam pemeriksaan hematologi.

b. Kekurangan Antikoagulan EDTA :

Lambat larut karena sering digunakan dalam bentuk kering sehingga

harus menggoncang wadah yang berisi darah EDTA selama 1-2

menit.

Cara pembuatan :

a) Ambil botol yang bersih dan kering

b) Pipet EDTA 10% sebanyak 0,020 ml dengan pipet sahli

c) Masukkan kedalam botol dan keringkan

2. Natrium Sitrat

Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) metode Westergren

konvensional menggunakan sampel antikoagulan cair Natrium Sitrat 3,8%

dan darah vena dengan perbandingan 1:4 dianggap mengakibatkan

pengenceran terhadap sampel darah.

Natrium sitrat ini digunakan dalam bentuk larutan 3,8%. bersifat

isotonik terhadap eritrosit dengan perbandingan 4 volume darah dan satu

volume pengencer, pemakaian pengencer ini terutama untuk test (laju

endap darah) LED cara westergren. Tidak dapat digunakan untuk

21

menghitung leukosit, eritrosit, dan trombosit. Pemakaian : LED = 1:4

misal 0,4 cc Na citrat 1,6 cc darah (Gandasoebrata, 2007).

Kelebihan dan kekurangan antikoagulan natrium sitrat

a. Kelebihan antikoagulan natrium sitrat :

Antikoagulan ini karena tidak toksis maka sering digunakan dalam

unit transfusi darah dalam bentuk ACD (Acid Citric Dextrose).

b. Kekurangan antikoagulan natrium sitrat :

Pemakaiannya terbatas dalam pemeriksaan hematologi.

22

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

LED merupakan pemeriksaan yang relatif tidak spesifik karena

dipengaruhi oleh banyak faktor teknis dan faktor fisiologis yang

menyebabkan temuan tidak akurat. Namun, beberapa dokter masih

mengharuskan uji LED bila ingin membuat perhitungan kasar mengenai

proses penyak

Sitrat digunakan untuk pemeriksaan laju endap darah metode

westergren, Darah diencerkan dengan antikoagulan dengan perbandingan

terten it, dan bermanfaat untuk mengikuti perjalanan penyakit jika nilai LED

meningkat, maka uji laboratirium lain harus dilakukan untuk mengidentifkasi

masalah klinis yang muncul (Riswanto, 2013).

Natrium tu dan dimasukkan dalam tabung khusus westergren yang

diletakkan tegak lurus dan dibiarkan selama 1 jam, maka eritrosit akan

mengendap. Tinggi endapan eritrosit mencerminkan kecepatan endap darah

dan dinyatakan dalam mm/jam.

Pemakaian antikoagulan natrium sitrat karna cukup besar, maka dapat

menyebabkan pengenceran darah, antikoagulan EDTA dengan ion kalsium

sehingga terbentuk garam kalsium yang tidak larut, nilai normal pemeriksaan

laju endap darah yaitu laki-laki 0-15 mm/jam, perempuan 0-20 mm/jam

B. Kerangka pikir

Gambar 4. Kerangka Konsep

pemeriksaan

(LED) Laju

Endap Darah

Antikoagulan

EDTA

Antikoagulan

Natrium Sitrat

Hasil

pemeriksaan

(LED)

Hasil

pemeriksaan

(LED)

23

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pemeriksaan Laju

Endap Darah menggunakan antikoagulan EDTA dan mengguanakan natrium

sitrat Di Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari Sulawesi Tenggara

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Darah adalah cairan tubuh yang berwarna merah dan tidak transparan

serta berada dalam suatu ruangan tertutup yang dinamakan sistem

pembuluh dan digunakan sebagai bahan Pemeriksaan Laju Endap Darah

2. Laju Endap Darah adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dari suatu

sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan

dalam mm/jam

3. Metode westergren dengan antikoagulan EDTA

Kriteria Objektif :

Mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium EDTA sehingga

menghambat fibrinogen menjadi fibrin, pemakaian 1-1,5 mg/ml, 10 uL

EDTA 10% untuk 1ml darah

4. Metode Westergren Dengan Antikoagulan Natrium Sitrat

Kriteria Objektif :

Antikoagulan Natrium Sitrat 3,8% merupakan antikoagulan pemeriksaan

standar dalam pengukuran Laju Endap Darah (LED) metode westergren

5. Hasil pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) metode westergren pada

pasien rawat inap di Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari.

Kriteria objektif :

a. Normal : Untuk laki - laki : 0 – 15 mm/jam

Untuk perempuan : 0 – 20 mm/jam

b. Abnormal : Untuk Laki – Laki : > 15 mm/jam

Untuk Perempuan : > 20 mm/jam

24

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu gambaran

pemeriksaan Laju Endap Darah menggunakan antikoagulan Ethylene

Diamine Tetra-Acatat (EDTA) dan menggunakan natrium sitrat Di Rumah

Sakit Santa Anna Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Tempat dan waktu

1. Tempat penelitian

Tempat Penelitian telah dilakukan di Rumah Sakit Santa Anna Kota

Kendari Sulawesi Tenggara.

2. Waktu penelitian

Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dan rawat jalan

yang melakukan periksaan (LED) laju endap darah Di Rumah Sakit Santa

Anna Kota Kendari Sulawesi tenggara tercatat populasi pada pemeriksaan

LED pada bulan maret berjumlah 236 jiwa.

2. Sampel

Sampel yang diambil 15% dari jumlah populasi yaitu 236 orang x 15% =

35 orang

Menurut Arikunto tahun 2006 jika populasi lebih dari 100 maka besar

sampel diambil 10-30%.

Rumus : n x %

Keterangan : n = jumlah populasi

% = jumlah presentase yang diambil (Arikunto, 2006)

Sampel dalam penelitian ini adalah pemeriksaan laju endap darah yang

rawat inap dan rawat jalan Di Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari

25

Sulawesi Tenggara. tehnik pengambilan sampel dalam penelitian adalah

accidental sampling.

D. Jenis Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pasien yang

melakukan pemeriksaan LED meliputi data hasil pemeriksaan LED

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yaitu

Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan hasil hitung LED

menggunakan Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acatat (EDTA) dan

menggunakan Natrium Sitrat.

F. Prosedur kerja

a. Pra analitik

1) Pengambilan darah vena

a) Persiapan alat dan bahan

b) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan

pasien senyaman mungkin.

c) Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar

permintaan.

d) Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat.

Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dan

sebagainya.

e) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak

melakukan aktivitas.

f) Minta pasien mengepalkan tangannya.

g) Pasang tali pembendung (turnikuet ) kira – kira 10 cm diatas lipat

siku.

26

h) Pilih bagian vena median cubital atau chepalic. Lakukan perabaan

(palpasi) untuk memastikan posisi vena, vena teraba seperti

sebuah pipah kecil, elastis dan memiliki dinding tebal.

i) Jika vena tidak teraba lakukan pengurutan dari arah pergelangan

ke siku.

j) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas

alkohol 70 % dan biarkan kering. Kulit yang sudah di bersihkan

jangan di pegang lagi.

k) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap

keatas. Jika jarum telah masuk kedalam vena, akan terlihat darah

masuk kedalam semprit.

l) Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka

kepalan tangannya. Volume darah yand diambil kira – kira 3 kali

jumlah serum atau plasma yang di perlukan untuk pemeriksaan.

m) Letakan kapas kering ditempat suntikan lalu segerah lepaskan /

tarik jarum. Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama kira –

kira 15 menit.

n) Masukkan darah kedalam tabung EDTA

2) Persiapan antikogulan

a) Antikoagulan EDTA

b) Natrium Sitrat

b. Analitik

a) Diambil darah vena kemudian segera diencerkan dengan natrium sitrat

3,8% dengan perbandingan 4:1 (1,6 darah vena + 0,4 bagian reagen)

b) Jika menggunakan darah EDTA, maka sampel diencerkan dengan

Nacl 0,85% dengan perbandingan 4:1 (1,6 darah EDTA + 0,4 bagian

Nacl 0,85%). Sampel harus dihomogenkan sebelum diencerkan

c) Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukan

kedalam tabung westergren sampai tanda/skala 0

d) Tabung diletakkan pada rak/penyangga tabung westergren dengan

posisi tegak lurus pada tempat yang rata, jauh dari getaran (misalnya

27

jangan menaruh dimeja bersama dengan centrifuge), tidak berdekatan

dengan radiator pemanas sentral, dan tidak terpajang sinar matahari

langsung

e) Tunggu 1 jam (atur timer) selanjutnya diukur tinggi kolom plasma

(dalam mm) baca skala mulai dari batas tanda 0 mm pada puncak

tabung ke bawah

c. Pasca analitik

Interprestasi hasil :

1. Normal : Untuk laki - laki : 0 – 15 mm/jam

Untuk perempuan : 0 – 20 mm/jam

2. Abnormal : Untuk Laki – Laki : > 15 mm/jam

Untuk Perempuan : > 20 mm/jam

G. Instrumen Penelitian

1. Alat

a. Pipet westregren

b. Timer

c. Karet penghisap

d. Rak westergren

e. Spoit 5

f. Tourniquet

g. Pipet pasteur

2. Bahan

a. Antikoagulan EDTA

b. Kapas alcohol 70%

c. Natrium sitrat 3,8%

d. Tissue

H. Penyajian Data

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk table dan dinarasikan

kemudian dilakukan pembahasan yang selanjutnya didapatkan kesimpulan

penelitian.

28

I. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, masalah etika sangat diperhatikan dengan

menggunakan metode.

1. Informed concent

Merupakan cara persetujuan antara penelitian dengan pasien

2. Ananomity (tanpa nama)

Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama pasien pada label sampel

hanya menuliskan kode pada sampel

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun

masalah-masalah lainya. Informasi yang dikumpulkan dijamin

kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset

29

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Rumah Sakit Santa Anna Kendari terletak di Jl. DR. Moh. Hatta

No. 65 A Kota Kendari, dengan luas lahan 5.138 m2 dan luas bangunan

3.340 m2. Rumah sakit Santa Anna Kendari didirikan pada tanggal 25 Juli

1978 dan diresmikan tanggal 08 Agustus 1978, merupakan rumah sakit

swasta milik Kongraease JMJ-Indonesia.

Rumah sakit Santa Anna Kendari, mendapat sertifikat penetapan

kelas rumah sakit oleh Menteri Kesehatan nomor: HK.03.05/1/665.12

tanggal 19 April 2013, dengan ketetapan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas

D. Surat izin operasional tetap dari walikota kendari dengan nomor:

56/IZN/XII/2013/001 tanggal 17 Desember 2013 dengan jangka waktu 5

(lima) tahun berlaku dari tanggal 17 Desember 2013 sampai dengan 17

Desember 2017).

2. Fasilitas Gedung

a. Ruang poliklinik seperti poliklinik umum, poli kebidanan, poli tht, poli

bedah ortopedi dan poli gigi

b. Ruang UDG buka 24 jam

c. Ruang ICU

d. Ruang Kamar Bersalin

e. Ruang Administrasi seperti perkantoran, keuangan dan aula/diklat

f. Ruang pelayanan penunjang seperti laboratorium, radiologi, USG,

EKG, ambulance

g. Ruang Instalasi Gizi

h. Ruang Laundry

i. Ruang Jenazah

j. Kapasitas tempat tidur rumah sakit 63 tempat tidur

30

3. Jenis Pelayanan

Tenaga dokter yang ada :

a. Spesialis Bedah Umum, part time 3 orang

b. 6Spesialis Bedah Ortopedi, full time 1 orang

c. Spesialis Kebidanan dan Kandungan, part time 3 orang

d. Spesialis Penyakit Dalam, full time 1 orang

e. Spesialis Anak, part time 1 orang

f. Spesialis THT, part time 1 orang

g. Spesialis Saraf, part time 1 orang

h. Spesialis Anastesi, part time 1 orang

i. Dokter Radiologi, part time 1 orang

j. Spesialis Jiwa, part time 1 orang

k. Dokter Gigi, full time 1 orang

l. Dokter Umum, full time 1 orang

m. Dokter Umum, part time 5 orang

n. Tenaga Apoteker, full time 2 orang

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Sampel

a. Distribusi Umur Pasien

Tabel 1

Distribusi Umur Pasien yang Periksa LED di Rumah Sakit

Santa Anna Kota Kendari

No. Umur (Tahun) n %

1 13-19 3 8,57

2 20-36 23 65,72

3 36-50 9 25,71

Jumlah 35 100

Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (65,72%) pasien

berumur 20-35 tahun dan sebagian kecil (8,57%) pasien berumur 13-19

31

b. Distribusi Jenis Kelamin Pasien

Tabel 2

Distribusi Jenis Kelamin Pasien yang Periksa LED di Rumah

Sakit Santa Anna Kota Kendari

No. Jenis Kelamin n %

1 Laki-laki 17 48,57

2 Perempuan 18 51,43

Jumlah 35 100

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa sebagian kecil (48,57%)

pasien berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar (51,43%) pasien

berjenis kelamin perempuan

2. Analisis Univariat

a. Distribusi Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah pada Pasien

Rawat Inap dengan Menggunakan Antikoagulan EDTA

Tabel 3

Distribusi Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah pada Pasien

Rawat Inap dengan Menggunakan Antikoagulan EDTA

No. Antikoagulan EDTA n %

1 Normal 14 40

2 Abnormal 21 60

Jumlah 35 100

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa dari 35 pasien yang

melakukan pemeriksaan LED menggunkan antikoagulan EDTA

terdapat 14 orang (40%) memiliki hasil yang normal dan 21 orang

(60%) memiliki hasil yang abnormal.

32

b. Distribusi Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah pada Pasien

Rawat Inap dengan Menggunakan Antikoagulan Natrium Sitrat

Tabel 4

Distribusi Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah pada Pasien

Rawat Inap dengan Menggunakan Antikoagulan Natrium

Sitrat

No. Antikoagulan Natrium Sitrat N %

1 Normal 10 28,57

2 Abnormal 25 71,43

Jumlah 35 100

Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa dari 35 pasien yang

melakukan pemeriksaan LED menggunkan antikoagulan natrium sitrat

terdapat 10 orang (28,57%) memiliki hasil yang normal dan 25 orang

(71,43%) memiliki hasil yang abnormal.

C. Pembahasan

1. Hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan Metode Westregren

menggunakan antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA).

Laju Endap Darah (LED) merupakan pemeriksaan yang relative

tidak spesifik karena dipengaruhi oleh banyak faktor teknis dan faktor

fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat. Pemeriksaan CRP (C-

reative protein) dipertimbangkan lebih berguna dari pada Laju Endap

Darah (LED) karna kenaikan kadar CRP terjadi lebih cepat selama proses

inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke kadar normal dari pada

(LED). Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin

membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat

untuk mengikuti perjalanan penyakit jika nilai LED meningkat, maka uji

laboratirium lain harus dilakukan untuk mengidentifkasi masalah klinis

yang muncul (Riswanto, 2013).

Antikoanggulan Ethylene Diamine Tetra-Acatat (EDTA) ini

umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium

33

(kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi

kalsium (Ca2+

) dalam darah. Ethylene Diamine Tetra-Acatat acid (EDTA)

memiliki keunggulan sebanding dengan penentuan kadar hemoglobin,

penentuaan hematokrit, hitung sel darah (leukosit, eritrosit, trombosit,

retikulosit eosinofil), penentu LED, pembuatan hapusan darah dan

penentuan golongan darah (Riswanto, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 pasien yang

melakukan pemeriksaan LED menggunkan antikoagulan EDTA terdapat

14 orang (40%) memiliki hasil yang normal dan 21 orang (60%) memiliki

hasil yang abnormal. Hal ini disebabkan karena sampel dalam penelitian

ini adalah pasien rawat inap sehingga laju endap darahnya meningkat.

Peningkatan laju endap darah dapat berarti terjadi peningkatan

pada peradangan atau lemahnya respon terhadap suatu terapi, bila terjadi

penurunan laju endap darah berarti suatu respon yang baik

(Gandasoebrata, 2007).

Keuntungan antikoagulan EDTA yaitu idak berpengaruh terhadap

besar dan bentuknya erithrosit dan leukosit, mencegah thrombosit

menggumpal dan dapat digunakan berbagai macam pemeriksaan

hematologi. Sedangkan kekurangan Antikoagulan EDTA yaitu lambat

larut karena sering digunakan dalam bentuk kering sehingga harus

menggoncang wadah yang berisi darah EDTA selama 1-2 menit

(Gandasoebrata, 2007).

Darah EDTA dapat dipakai untuk beberapa macam pemeriksaan

hematologi, seperti penetapan kadar hemoglobin, hitung jumlah lekosit,

eritrosit, trombosit, retikulosit, hematokrit, dan penetapan Laju Endap

Darah (LED) menurut Westergren. EDTA tidak berpengaruh terhadap

besar dan bentuknya eritrosit dan tidak juga terhadap bentuk lekosit. Selain

itu EDTA mencegah trombosit menggumpal, karena itu EDTA sangat baik

dipakai sebagai antikoagulan pada hitung trombosit (Ma’rufah, 2011).

34

2. Hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan Metode Westergren

menggunakan Antikoagulan Natrium Sitrat

Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) metode Westergren

konvensional menggunakan sampel antikoagulan cair Natrium Sitrat 3,8%

dan darah vena dengan perbandingan 1:4 dianggap mengakibatkan

pengenceran terhadap sampel darah.

Natrium sitrat ini digunakan dalam bentuk larutan 3,8%. bersifat

isotonik terhadap eritrosit dengan perbandingan 4 volume darah dan satu

volume pengencer, pemakaian pengencer ini terutama untuk test (laju

endap darah) LED cara westergren. Tidak dapat digunakan untuk

menghitung leukosit,eritrosit, dan trombosit. Pemakaian : LED = 1:4 misal

0,4 cc Na citrat 1,6 cc darah (Gandasoebrata, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 pasien yang

melakukan pemeriksaan LED menggunkan antikoagulan natrium sitrat

terdapat 10 orang (28,57%) memiliki hasil yang normal dan 25 orang

(71,43%) memiliki hasil yang abnormal. Hal ini disebabkan karena sampel

dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap sehingga laju endap

darahnya meningkat.

Tingginya hasil pemeriksaan laju endap darah tidak hanya

dihubungkan dengan peradangan, tapi juga dengan anemia, infeksi,

kehamilan dan usia tua. Peningkatan laju endap darah dapat berarti terjadi

peningkatan pada peradangan atau lemahnya respon terhadap suatu terapi,

bila terjadi penurunan laju endap darah berarti suatu respon yang baik

(Gandasoebrata, 2007).

Kelebihan antikoagulan natrium sitrat yaitu antikoagulan ini

karena bersifat tidak toksis maka sering digunakan dalam unit transfusi

darah dalam bentuk ACD (Acid Citric Dextrose). Sedangkan kekurangan

antikoagulan natrium sitrat yaitu pemakaiannya terbatas dalam

pemeriksaan hematologi.

Natrium dimasukkan dalam tabung khusus westergren yang

diletakkan tegak lurus dan dibiarkan selama 1 jam, maka eritrosit akan

35

mengendap. Tinggi endapan eritrosit mencerminkan kecepatan endap

darah. Pemakaian antikoagulan natrium sitrat karna cukup besar, maka

dapat menyebabkan pengenceran darah, antikoagulan EDTA dengan ion

kalsium sehingga terbentuk garam kalsium yang tidak larut (Riswanto,

2013).

Nilai laju endap darah dengan menggunakan antikoagulan

natrium sitrat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai laju endap darah

dengan menggunakan antikoagulan EDTA. Hal ini disebabkan karena

larutan natrium sitrat merupakan larutan isotonis dengan darah, artinya

larutan yang mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan tekanan

cairan pembanding atau memiliki sifat bertegangan tetap sehingga tidak

mempengaruhi kecepatan pengendapan eritrosit. Sedangkan EDTA tidak

berpengaruh terhadap besar dan bentuk eritrosit. Selain itu EDTA

mencegah trombosit menggumpal. Tiap 1 mg EDTA dapat mencegah

pembekuan 1 ml darah dan digunakan dalam keadaan kering.

Perbandingan darah dengan antikoagulan harus tepat, bila pemakaian

EDTA lebih dari 1 mg/ml darah akan mempengaruhi bentuk eritrosit

sehingga eritrosit akan mengkerut maka nilai hematokrit menjadi rendah

yang akan menyebabkan nilai LED menjadi rendah.

Laju Endap Darah (LED) banyak dipengaruhi oleh berbagai

faktor diantaranya yaitu faktor sel darah merah, komponen plasma dan

faktor teknis. Darah yang disimpan atau tidak segera diperiksa lebih dari 4

jam setelah pengambilan sampel, sel darah merah akan mengalami

perubahan bentuk menjadi lebih sferis. Pemeriksaan LED menjadi lebih

lambat dan mengakibatkan nilai LED cenderung menurun (Gandasoebrata,

2007).

36

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan Metode Westergren

menggunakan antikoagulan Ethylene Diamine Tetra-Acetic Acid (EDTA)

yaitu sebagian besar (60%) dari 35 pasien yang menggunakan

antikoagulan EDTA memiliki hasil yang abnormal

2. Hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan Metode Westergren

menggunakan antikoagulan Natrium Sitrat yaitu sebagian besar (71,43%)

dari 35 pasien yang menggunakan antikoagulan Natrium Sitrat memiliki

hasil yang abnormal

B. Saran

1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar nilai LED

tergolong abnormal, untuk itu bagi tenaga laboratorium, dapat memberikan

informasi atau masukan dan pertimbangan bagi tenaga laboratorium

tentang pengukuran LED dan memilih reagen dengan tepat.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai laju endap darah

cara Westergren menggunakan darah EDTA tanpa pengenceran dengan

melakukan perhitungan konversi, dalam jumlah sampel yang lebih besar.

3. Diharapkan agar menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya terkait dengan

pemeriksaan LED dengan menggunakan antikoagulan EDTA dan Natrium

Sitrat.

DAFTAR PUSTAKA

EN Kosasih. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Jakarta:

Karisma Publising Group

Fischbach F, Dunning III MB. 2009. Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR). In:

Fischbach F, Dunning III MB (Eds.), A Manual of Laboratory and Diagnostic

Tests, 8th

Edition. Philadelphia Baltimore New York : Wolter Kluwer /

Lippincott Williams & Wilkins. p.110-2.

Gandasoebrata, 2006. R Penuntun Laboratorium Klinik . Cetakan XII.

Jakarta : Dian Rakyat.

Herdiman T. Pohan. 2004. Manfaat klinik pemeriksaan laju endap darah. Dalam:

Djoko Widodo, Herdiman T. Pohan (penunting), Bunga rampai

Hardjoeno, 2002. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6.

Buku kedokretan ECG. Jakarta

ICSH. 1992. ICSH Recommendations Fot Measurement Of Erytrocyte

Sedimentation Rate. J Clin Pathol 1993;46:198-203.

Jou JM, Lewis SM, Briggs C, Lee SH, De La Salle B, McFadden S. 2011. ICSH

review of the measurement of erythrocyte sedimentation rate. Int.Jnl.

Lab. Hem.2011;33:125-32.

Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi & Transfusi . Jakarta : Erlangga

Kusumawardani Enda, 2010. Waspada penyakit darah menyintai anda : jogja.

Hanggar kreator.

Ma’rufah, 2011. Perbandingan hasil antara sampel darah dengan pengenceran

Dan tanpa pengenceran pada pemeriksaan laju endap darah cara

westergren.malang. www.healthatoz.com. Diunduh hari senin tanggal

18 april 2016 pukul 23 : 15.

Norderson NJ. 2004. Erythrocyte sedimentation rate penyakit infeksi. Jakarta:

Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta :.

Alfamedia & Kanal Medika.

Sadikin, 2002. Seri biokimia darah. Jakarta. Widya medika.

Sacher RA dan RA, mepherson, 2004. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan

laboratorium. Jakarta : Edisi kesebes, EGC.

Sofro, M, 2012. Darah. Jogja : Pustaka Plajar.

.

DARAH + NATRIUM SITRAT

darah dari tabung di pindahkan kepipet westergren

DARAH EDTA + NaCl

Dipipet darah EDTA dengan pipet westergren

Di pindahkan di botol pengencer NaCl

Di homogenkan kemudian pipet kembali di pipet

westergren

Pipet westergren disimpan/diamati dirak westergren

selama 1 jam

Mengamati