gagal ginjal kronik dengan diabetes mellitus dan hipertensi

39
Gagal Ginjal Kronik dengan Diabetes Mellitus dan Hipertensi Yossie Firmansyah 102010328/ A3 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510 Pendahuluan Penyakit ginjal adalah suatu proses patologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible. 1 Karena ginjal memiliki peran vital dalam mempertahankan

Upload: yossiehuang

Post on 07-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

Page 1: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Gagal Ginjal Kronik dengan Diabetes

Mellitus dan Hipertensi

Yossie Firmansyah

102010328/ A3

Mahasiswi

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510

Pendahuluan

Penyakit ginjal adalah suatu proses patologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan

gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang irreversible.1 Karena ginjal memiliki peran vital dalam

mempertahankan homeostatis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multiple. Semua

upaya untuk mencegah gagal ginjal amat penting.Dengan demikian, gagal ginjal harus diobati

secara agresif (terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal). 1, 2

Anamnesis

Dalam penilaian pasien gagal ginjal penting untuk mencoba menetapkan kemungkinan

penyebab, durasi, dan apakah telah terjadi komplikasi yang membahayakan jiwa, seperti

edema paru.

Page 2: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Gagal ginjal ditemukan secara kebetulan bila fungsi ginjal dinilai dengan pengukuran

ureum atau kreatinin, adanya hipertensi, atau gejala gagal ginjal. Manifestasi gagal ginjal

akut yang dramatis bisa timbul sebagai asidosis berat, edema paru, atau ensefalopati.

Apakah pasien mengalami gejala gagal ginjal (misalnya mual, muntah, sesak napas

[akibat asidosis atau edema paru], atau edema perifer? Adakah rasa gatal, cengukan,

neuropati perifer, lelah, malaise, keluaran urin berkurang, poliuria, atau hematuria

nokturia?

Adakah eneuresis di masa kanak-kanak?

Adakah gejala penyerta: hemoptisis, ruam, nyeri punggung, demam, dan penurunan

berat badan akibat neuropati?

Apakah pasien sedang menjalani pengobatan untuk gagal ginjal (misalnya

hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi ginjal?

Riwayat penyakit dahulu

Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya?

Pernahkah ada hipertensi atau proteinuria?

Adakah komplikasi penyakit ginjal: hipertensi, penyakit tulang ginjal, atau penyakit

jantung?

Adakah prosedur untuk memungkinkan dialisis (misalnya terbentuknya fistel

arteriovena, kateter dialisis peritoneal [Tenckhoff])?

Obat-obatan

Obat apa pun yang bisa menyebabkan gagal ginjal (misalnya OAINS, inhibitor

angiontensin converting enzyme atau antibiotic)?

Setiap terapi tertentu untuk gagal ginjal (misalnya eritopoetin)?

Setiap obat yang bisa terakumulasi dan menyebabkan toksisitas pada gagal ginjal

(misalnya digoksin)?

Riwayat keluarga

Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (misalnya penyakit ginjal polikstik,

nefropati refluks) ?

Riwayat social

Page 3: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Adakah gejala atau terapi seperti dialisis yang mengganggu kehidupan? 3

Riwayat pribadi

Apakah Anda memakai garam atau pengganti garam?

Berapa sering Anda makan daging?

Berapa sering Anda minum susu?

Jenis buah atau sayuran apakah yang biasa Anda makan? 4

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Apakah pasien tampak sakit? Komplikasi gagal ginjal yang membahayakan jiwa di

antaranya adalah edema paru, asidosis, dan hiperkalemia.

Adakah sesak napas? Adakah pola pernapasan Kussmaul (cepat dan dalam akibat

asidosis)?

Adakah sianosis?

Adakah tanda-tanda kelebihan cairan? Ronkhi pada pari, irama gallop, JVP

meningkat, edema perifer, hipertensi?

Adakah kerkurangan cairan atau syok? Hipotensi, penurunan TD postural, takikardia,

perifer dingin, vasokonstriksi perifer?

Adakah tanda-tanda penyakit tertentu yang menyebabkan gagal ginjal (misalnya

ginjal polikistik, ruam vaskulitik, sepsis, pancreatitis, bruit arteri renalis)?

Adakah tanda-tanda efek disfungsi ginjal (misalnya anemia, flap metabolic, asidosis,

mengantuk, kecenderungan pendarahan)?

Adakah bukti hipertensi berat (misalnya hipertrofi ventrikel kiri, retinopati

hipertensi)?

Periksa dengan teliti setiap tanda-tanda obstruksi. Apakah kandung kemih teraba?

Adakah pembesaran prostat? Adakah massa pelvis?

Periksa urin dengan dipstick untuk mencari darah, protein, glukosa, leukosit, dan

mikroskopi untuk sel dan silinder. 3

Gambaran klinis

Pada gagal ginjal stadium 1, tidak tampak gejala-gejala klinis

Seiring dengan perburukan penyakit, penurunan pembentukan eritopoetin

menyebabkan keletihan kronis dan muncul tanda-tanda awal hipoksia jaringan dan

gangguan kardiovaskular.

Page 4: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Dapat timbul poliuria (peningkatan pengeluaran urin) karena ginjal tidak mampu

memekatkan urine seiring dengan perburukan penyakit.

Pada gagal ginjal stadium akhir, pengeluaran urine turun akibat GFR randah. 2

Skrining untuk penyakit ginjal dan ketersediaan dialysis berarti bahwa manifestasi

klasik uremia kini jarang ditemukan. Gagal ginjal kronis, sesuai definisinya, berkembang

lambat dan biasanya datang dengan letargi, malaise umum, anoreksia, dan mual. Pruritus

menyeluruh sering ditemukan. Impotensi, menstruasi tidak teratur dan hilangnya fertilitas

adalah keluahan yang umum pada pasien dengan usia lebih muda. Pada uremia berat terdapat

bau amis yang khas, cegukan, muntah, pruritus berat disertai ekskoriasi kulit, pigmentasi

kulit, neuropati perifer, dan gangguan sistem saraf pusat yang menyebabkan letargi, stupor,

dan koma disertai kejang. Perikarditis bisa berhubungan dengan efusi dan tamponade. 5

Pemeriksaan penunjang

Darah tepi lengkap, ureum, kreatinin, urine lengkap, Creatinin Cleareance Test (CCT),

elektrolit (NA, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, Analis Gas Darah

(AGD), SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan

imunologi, hemostatis lengkap, foto polos abdomen, renogram, fototoraks, EKG,

ekokardiografi, biopsy ginjal, HbsAg, anti-HCV, anti-HIV. 6

Gambaran laboratoris

Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan

penurunan LFG yamg dihitung mempergunakan rumus Kockcroft—Gault. Kadar

kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit,

pH plasma rendah peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremi,

hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic yang

meningkatkan kecepatan pernapasan.

Kelainan urinalisis meliputi proteinurai, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria. 1

Kondisi kadar urea yang tinggi disebut uremia. Penyebab tersering adalah gagal ginjal

yang menyebabkan gangguan eksresi. Azotemia mengacu kepada peningkatan semua

senyawa nitrogenosa berberat molekul rendah pada gagal ginjal. Uremia prarenal berarti

peningkatan BUN akibat mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi darah oleh glomerulus.

Mekanisme-mekanisme ini mencakup penurunan mencolok aliran darah ke ginjal seperti

Page 5: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

pada syok, dehidrasi, atau peningkatan katabolisme protein seperti pendarahan masif ke

dalam saluran cerna disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein

dalam makanan. Uremia pascarenal terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih bagian

bawah di ureter, kandung kemih, atau uretra yang mencegah eksresi urine. Urea di dalam

urine yang tertahan dapat berdifusi kembali ke dalam aliran darah. Penyebab uremia di ginjal

mencakup penyakit atau toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskular ginjal

atau tubulus. 7

Tabel 1 Penyebab uremia yang lazim

Prarenal

Penurunan aliran darah ke ginjal: Syok, kehilangan darah, dehidrasi

Peningkatan katabolisme protein: Cedera fisik berat, luka bakar, demam, pendarahan ke

dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis.

Renal:

Gagal ginjal akut: Glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,

nekrosis korteks ginjal

Penyakit ginjal kronis: Glomerulonefritism pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,

amilodosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen—vaskular.

Pascarenal:

Obstruksi uretra oleh batu, tumor, peradangan, kesalahan pembedahan; obstruksi leher

kandung kemih atau uretra oleh prostat, batu, tumor, peradangan.

Sumber: Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.

Hartanto H, editor. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.

Kreatinin

Dalam prosesnya, sejumlah kecil keratin diubah secara irreversible menjadi kreatinin, yang

dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh seseorang setara

dengan massa otot rangka yang dimilikinya. Nilai rujukan untuk kreatinin adalah 0,6 sampai

1,3 mg/ dL untuk laki-laki dan 0,5 sampai 1,0 mg/ dL untuk perempuan.

Page 6: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, dengan pengecualian pada cedera fisik

berat atau penyakit degenerative yang menyebabkan kerusakan masif pada otot. Ginjal

mengekskresikan kreatinin seccara sangat efisien. Konsentrasi kreatinin darah dan

ekskresinya melalui urine per hari tidak banyak berfluktuasi. Dengan demikian, pengukuran

serial ekskresi kreatinin bermanfaat untuk menentukan apakah specimen urine 24 jam untuk

analisis lain (steroid) telah seluruhnya dikumpulkan dengan akurat.

Kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal menurun. Apabila penurunan fungsi

ginjal yang berlangsung secara lambat terjadi bersamaan dengan penurunan massa otot,

konsentrasi kreatinin dalam serum mungkin stabil, tetapi angka eksresi (atau bersihan) 24 jam

akan lebih rendah daripada normal. Pola ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami

penuaan. Dengan demikian, indeks fungsi ginjal yang lebih baik adalah bersihan kreatinin,

yang memperhitungkan kreatinin serum dan jumlah yang dieksresikan per hari.

Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN dan kreatinin hampir

selalu disatukan (dengan darah yang sama). Rasio BUN (yang dinyatakan sebagai mg

nitrogen urea/ dL) terhadap kreatinin (yang sebagai mg kreatinin/ dL) merupakan suatu

indeks yang baik untuk membedakan antara antara berbagai kemungkinan penyebab uremia.

Rasio BUN/ kreatinin biasanya berada dalam rentang 12 sampai 20. Peningkatan kadar BUN

pasien dengan kreatinin normal mengisyaratkan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal

(biasanya prarenal). Nitrogen urea darah meningkat lebih pesat daripada kreatinin pada

penurunan fungsi ginjal. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea terus

meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat eksresi melalui

saluran cerna. 7

Tabel 2 Keadaan yang mempengaruhi rasio BUN/ Kreatinin

Rentang Rujukan: 12 sampai 20

Rendah: < 12

Penyakit atau gagal hati

Diet rendah protein atau kelaparan

Nekrosis tubulus akut

Tinggi: > 20

Dengan nilai kreatinin normal

Uremia prarenal

Diet tinggi protein

Pendarahan saluran cerna

Page 7: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Keadaan katabolic

Dengan nilai kreatinin tinggi

Azotemia prarenal dengan penyakit ginjal

Gagal ginjal

Azotemia pascarenal

Sumber: Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.

Hartanto H, editor. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.

Gambaran radiologis

Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio—opak.

Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter

glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh kontras

terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.

Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi ginjal

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal

yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.

Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,

prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsy ginjal indikasi—kontra

dilakukan pada keadaaan di mana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik,

hipertensi yang tak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas

dan obesitas. 1

Pemeriksaan penunjang hematologi

Biasanya menunjukkan gambaran anemia normokromik normositik yang merespons terhadap

pemberian eritopoetin parenteral. Kehilangan darah melalui traktus urogenital, defisiensi FE,

vitamin B12, atau folat, penurunan usia eritrosit, hiperparatiroidisme, dan toksisitas

aluminium juga bisa menyebabkan anemia, dan harus dipertimbangkan jika tidak ada respons

terhadap eritopoetin.

Urinalisis

Urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih dan mencari keeping

selular yang menunjukkan adanya peradangan aktif pada ginjal.

Page 8: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Ultrasonografi ginjal

menunjukkan obstruksi atau parut ginjal, dan memperlihatkan ukuran ginjal. Rontgen polos

abdomen juga memperlihatkan gambaran garis pinggit ginjal, dan menyingkitkan

kemungkinan kalsifikasi traktus renalis. Jika ukuran ginjal normal, dan sebab penyakit ginjal

tidak diketahui, biopsy ginjal harus dipertimbangkan. 5

Diagnosis Kerja

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan

gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat uang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1

Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative

Guidelines Update tahun 2002, definisi Penyakit Ginjal Kronis (GGK) adalah:

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa disertai

penurunan Laju Filtrasi GLomerulus (LFG) yang ditandai dengan:

Kelainan patologi, dan

Adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium darah

atau urine, atau kelainan radiologi.

2. LFG < 60 mL/ menit/ 1, 73 m2 selama > 3 bulan, dapat disertai atau tanpa disertai

kerusakan ginjal..1, 6

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau

lebih dari 60 ml/ menit/ 1, 73 m2, tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.

Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)

penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft—Gault sebagai berikut:

LFG (ml/ mnit/ 1, 73 m2) (140-umur) x berat badan *)

72x kreatinin plasma (mg/ dl)

*) pada perempuan dikalikan 0, 85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2

Page 9: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Tabel 3 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit IPD

Derajat Penjelasan LFG (ml/ mt/ 1, 73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan

LFG normal atau ↑

>/ = 90

2 Kerusakan ginjal dengan

LFG↓ ringan

60-89

3 Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ sedang

30-59

4 Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ berat

15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2006.

Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan

produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi

ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal

karena nefron-nefron yang lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron

yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi

dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat

membuat ginjal mempertahankan fungsi nya sampai tiga perempat nefron rusak. Solute

dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorpsi dan mengakibatkan diuresis

osmotic daengan poliuria dan haus. Akhirnya nefron yang rusak bertambah dan terjadi

oliguria akibat sisa metabolisme tidak terekskresikan.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi

tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.

Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron

yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif

nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan

renin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan

hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi

(karena tuntunan untuk reabsorpsi) protein plasma dan menimbulkan stress oskdatif. 2

Tahap perkembangan gagal ginjal kronik

Page 10: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

1. Penurunan cadangan ginjal

Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi

Laju filtrasi glomerulus 40-50%

BUN dan kreatinin serum masi normal

Pasien asimptomatik

2. Gagal ginjal

75-80%

Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal

BUN dan kreatinin serum mulai meningkat

Anemia ringan dan azotemia ringan

Nokturia dan poliuria

3. Gagal ginjal

Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal

BUN dan kreatinin serum meningkat

Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic

Berat jenis urine

Poliuria dan nokturia

Gejala gagal ginjal

4. End-stage renal disease (ESRD)

Lenih dari 85% nefron tidak berfungsi

Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10%

BUN dan kreatinin tinggi

Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic

Berat jenis urine tetap 1, 010

Oliguria

Gejala gagal ginjal 8

Diagnosis Banding

Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut merupakan suatu sindroma klinis akibat adanya gangguan fungsi ginjal

yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan

retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non-nitrogen, dengan atau tanpa

disertai oliguri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa

metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan

Page 11: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh

lainnya. 1

Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan

peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma. Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml per

jam (oliguria), tetapi mungkin juga jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat.

ARF dibagi sesuai etiologinya, yaitu prerenal, intrarenal atau intrinsic, dan postrenal.

GGA pre-renal.

Penyebab GGA pre-renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh

hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi efektif (pendarahan, luka bakar, diare berat,

atau muntah). Pada GGA pre-renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga

prognosis dapat lebih baik apabila faktor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan

hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut)

NTA karena iskemia.IPD

Walaupun aliran darah tinggi (20% curah jantung) ginjal khususnya rentan terhadap

iskemia. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan sel ginjal iskemik atau akibat toksin

termasuk kekurangan adenosine trifosfat selular (akibat hipoksia dan kerusakan mitokondria),

dan pembentukan radikal bebas.

Perbedaan antara gagal ginjal prerenal (di mana kekuatan konsentrat masih ada) dan

ATN (di mana kekuatan membentuk konsentrat sudah tidak ada) bisa ditunjukkan oleh

urinalisis. Pada gagal ginjal prerenal osmolalitas urin tinggi (> 500 osmmol/ kg), kadar

natrium urin rendah (< 20 mmol? L) dan rasio urin : ureum plasma adalah > 10 : 1. Pada

ATN urin dengan plasma isotonic (< 400 osmmol/ kg), kadar natrium urin > 40 mmol/ L dan

rasio urin : ureum plasma < 10 : 1. 5

GGA dapat dibagi atas empat tahap, yaitu awitan, oliguria, diuretic, dan pemulihan.

Awitan merupakan tahap awal kerusakan nefron. Pencegahan kerusakan ginjal dapat terjadi

pada tahap awitan dengan intervensi yang lebih awal atau lebih cepat. Tahap oliguria

menyusul dalam satu hari. Masalah besar yang terjadi dalam tahap oliguria adalah:

tidak dapat mengekskresikan kelebihan cairan

tidak dapat mengatur elektrolit

tidak dapat mengeluarkan zat sisa tubuh

Karena fungsi ginjal berkurang, ada retensi cairan dalam tubuh yang mengakibatkan

edema dan kelebihan cairan menjadi berat, akan terjadi edema paru dan gagal jantung

kongestif. Hipervolemia akan disertai hipertensi.

Page 12: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Ginjal yang tidak mampu mengeksresikan kelebihan ccaran akan menyebabkan

haluaran urine berkurang. Oliguria atau anuria dapat terjadi. Pasien dengan GGA yang klasik

menunjukkan haluaran urine hanya 50-400 ml per hari dalam 1-2 hari. Berat jenis urine juga

rendah (1,010). Berat jenis urine menjadi tetap pada 1,010 karena tubula menjadi tidak

mamou mengeksresikan natrium dan air. Masalah besar elektrolit adalah hiperkalemia,

hiponatremia, dan asidosis metabolic. 8

GGA Renal

GGA renal disebabkan oleh kelainan vascular seperti vaskulitis, hipertensi maligna,

glomerulus nefritis akut.1

Penyebab renal mencakup kerusakan parenkim ginjal akibat nefrotoksin, penyakit

seperti glomerulonefritis atau hipoksia akibat penurunan perfusi ginjal yang tidak diperbaiki

dan berlangsung lama—nekrosis tubulus akut (NTA) adalah istilah yang sering berkaitan

dengan GGA; 8

Kelainan yang terjadi pada NTA melibatkan komponen vascular dan tubuler, misalnya:

Kelainan vascular. Pada NTA terjadi:

peningkatan Ca2+ sistolik pada arteriol afferent glomerulus yang menyebabkan

peningkatan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan

otoregulasi

terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan endotel vascular

ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan Et-1 serta penurunan prostaglandin

dan ketersediaan NO yang berasal dari endothelial NO synthase

Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF-) dan interleukin-

18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intercellular adhesion

molecule-1 dan P-selection dari sel endotel, sehingga terjadi peningkatan

perlengketan dari sel-sel radang, terutama sel neutrofil. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan sel radikal bebas oksigen. Keseluruhan proses-proses tersebut di atas

secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intra-renal yang akan

menyebabkan penurunan LFG.

Kelainan tubuler. Pada NTA terjadi:

Peningkatan Ca2+ intrasel, yang menyebabkan peningkatan calpain, cytosolic

phospolipase A2, serta kerusakan actin, yang menyebabkan kerusakan cytoskeleton.

Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATPase yang

selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi Na+ di tubulus proksimalis, sehingga

Page 13: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

terjadi peningkatan pelepasan NaCl ke macula densa. Hal tersebut mengakibatkan

peningkatan umpan balik tubuloglomeruler;

Peningkatan NO yang berasal dari inducible No, caspases dan metalloproteinase, serta

defisiensi heal shock protein, akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis sel;

Obstruksi tubulus. Mikrovili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler

akan membentuk substrat yang akan menyumbat Tamn-Horsfall Protein (THP) yang

disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah

menjadi bentuk polimer yang akan memberntuk materi berupa gel dengan adanya

Na+ yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimetrik THP

bersama sel epithel tubuli yang terlepas, baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang

apoptotic, mikrovili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk

silinder-silinedr (cast) yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.

Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler

masuk ke dalam sirkulasi peritubuler

Keseluruhan proses-proses tersebut di atas secara bersama-sama akan menyebabkan

penurunan LFG. Diduga juga proses iskemia dan paparan bahan/ obat nefrotoksok dapat

merusak glomerulus secara langsung. Pada NTA terdapat kerusakan glomerulus dan juga

tubulus.

GGA post-renal

GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal disebabkan oleh

obstruksi intra-renal dan ekstra-renal. Obstruksi intra-renal terjadi karena deposisi Kristal

(urat, oxalate, sulfonamide) dan protein (mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstra-renal

dapat terjadi pada pelvis-ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan

ekstrinsik (keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih

(batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostat) dan urethra, buli-buli dan ureter bilateral, atau

obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari

obstruksi total ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan

tekanan pelvis ginjal, di mana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase kedua,

setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal di bawah normal, akibat pengaruh

thrombocane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat, tetapi setelah 5 jam mulai

menetap. Fase ketiga atau fase kronik, ditandai aliran darah ginjal yang makin menurun dan

penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal

setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada

Page 14: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-faktor pertumbuhan yang

akan menyebabkan fibrosis interstisiel ginjal.1

Diabetes Mellitus

Terdapat banyak komplikasi jangka panjang pada diabetes mellitus. Sebagian besar

tampaknya disebabkan langsung oleh tingginya konsentrasi glukosa darah. Semuanya

berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi diabetes tersebut

mengenai hampir semua organ tubuh.

Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya efisiensi ginjal untuk

menyaring darah terganggu.9 Penebalan mikrovaskular menyebabkan iskemia dan penurunan

penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan. Selain itu, hemoglobin terglikosilasi memiliki

afinitas terhadap oksigen yang lebih tinggi sehingga oksigen terikat lebih erat ke molekul

hemoglobin. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan berkurang. Asidosis

menyebabkan penurunan 2,3 difosfogliserat sel darah merah, yang juga menyebabkan

peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen sehingga semakin kecil kemungkinan

jaringan teroksigenasi secara adekuat.

Hipoksia kronis yang terjadi dapat secara langsung merusak atau menghancurkan sel.

Hipoksia kronis juga dapat menyebablan terjadinya hipertensi karena jantung dipaksa

meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan lebih banyak oksigen ke

jaringan yang iskemik. Ginjal, retina, dan sistem saraf perifer, termasuk neuron sensorik dan

motorik somatic, sangat dipengaruhi oleh gangguan mikrovaskular diabetes. Sirkulasi

mikrovaskular yang buruk akan menganggu reaksi imun dan inflamasi karena kedua hal ini

bergantung pada perfusi jaringan yang baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator

inflamasi.

Pada diabetes, terjadi kerusakan pada lapisan endotel arteri dan dapat disebabkan

secara langsung oleh tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit glukosa, atau tingginya

kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada pasien diabetes. Akibat kerusakan

tersebut, permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak

masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi

sehingga mencetuskan reaksi imun dan inflamasi sehingga akhirnya terjadi pengendapan

trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot berproliferasi. Penebalan dinding

arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel arteri.

Diabetes menyebabkan pelebaran dan pembentukan nodul Kimmelstiel-Wilson yang

semakin menghambat aliran darah dan akibatnya merusak nefron. Dengan melebarnya

Page 15: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

glomeulus, pasien pengidap diabetes terutama tipe 1, mulai mengalami kebocoran protein ke

urine. Meskipun jumlah protein yang hilang bersama urine dalam jumlah sedikit, kerusakan

terus berlanjut, dan siklus umpan balik positif terus terjadi: kebocoran protein menembus

glomerulus selanjutnya akan merusak nefron, akibatnya lebih banyak protein yang keluar

bersama urine. Pada akhirnya, proteinuria yang bermakna terjadi. Proteinuria dikaitkan

dengan dugaan penurunan fungsi ginjal dan angka harapan hidup.2

Pasien dengan nefropati menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas,

mual, pucat, sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal

dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar 2.7,1% pasien

DM. 9

Hipertensi

Gagal ginjal merupakan peristiwa di mana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana

mestinya. Ada dua jenis kelainan akibat hipertensi yaitu nefrosklerosis benigna dan

nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama

sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses

menua. Hal itu akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang.

Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya

tekanan diastole di atas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal.

Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang juga sering diikuti

penyakit lain yang menyertai dan memperburuk kondisi organ penderita. Penyakit yang

seringkali menjadi penyerta dari penyakit hipertensi misalnya diabetes mellitus. Penyakit ini

perlu segera ditangani sehingga kadar gula darah penderita terkontrol. Hal itu dapat

menjauhkan penderita dari komplikasi sehingga tidak memperberat kerusakan organ yang

ditimbulkan hipertensi selain kerusakan akibat diabetes itu sendiri. 10

Dari seluruh kasus hipertensi hanya 5-10% saja yang diketahui penyebabnya

sedangkan sisanya 90-95% tidak diketahui penyebabnya. Kita baru bisa mengetahui

penyebabnya apabila kita tahu dimana mekanisme fungsi pengendalian tekanan darah.

Kita ambil contoh peran ginjal di dalam mekanisme pengendalian tekanan darah,

apabila tekanan darh turun makan ginjal akan mengeluarkan zat yang menaikkan tekanan

darh. Hipertensi erat hubungannya dengan fungsi ginjal. Kelainan fungsi ginjal dapat

menimbulkan hipertensi, tetapi sebaliknya hipertensi dapat memperberat fungsi ginjal yag

mengakibatkan gagal ginjal. 2-5% kasus hipertensi disebabkan oleh kelainan ginjal. 11

Page 16: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Stenosis arteri ginjal adalah suatu kondisi yang harus mendapat perhatian khusus.

Penyempitan arteri yang memamsok darah ke ginjal menyebabkan tekanan darah menjadi

tinggi. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dilatasi arteri.

Penderita gagal ginjal biasanya membutuhkan perawatan tekanan darah tinggi.

Tekanan darah tinggi pada penderita ini terutama disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam

mengatur jumlah garam dan air dalam tubuh. 10

Etiologi

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal irreversible yang terjadi

beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal terminal (ESRD) merupakan kelanjutan dari GGK

yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan keseimbangan substansi

tubuh. Penyebab GGK meliputi berbagai faktor yang congenital dan didapat, termasuk (1)

penyakit glomerular (pielonefritis, glomerulonefrits, glomerulopati, (2) uropati obstruktif

(refluks vesikouretral), (3) hipoplasia atau dysplasia ginjal, (4) gangguan ginjal yang

diturunkan (penyakit ginjal polikistik, sindrom nefrotik congenital, sindrom Alport), (5)

neuropati vascular, dan (6) kerusakan atau kehilangan ginjal (trauma berat, tumor Wilms). 12

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara

lain. Tabel 4 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika

Serikat.

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab

gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 3.1

Tabel 4 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Th. 2000

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 46, 39%

Diabetes Melitus 18, 65%

Obstruksi dan infeksi 12, 85%

Hipertensi 8, 46%

Sebab lain 13, 65%

Page 17: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2006.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini akan meningkat sekitar 8%

setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru

ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar

40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.1

Faktor risiko berkembangnya penyakit ginjal adalah:

Aktivitas penyakit dasar yang persisten

Hipertensi tidak terkontrol

Infeksi; dan

Nefrotoksin (obat-obatan).

Tabel 6 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Tabel 5 Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat

Penyebab Insiden

Diabetes mellitus

- Tipe 1 (7%)

- Tipe 2 (37%)

44%

Hipertensi dan penyakit pembuluh darah

besar

27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan lain 3%

Penyakit sistemik ( lupus dan vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

Penyakit lain 4%

Page 18: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun,

infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah

besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis

kronik, batu, obsruksi, keracunan ibat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/ takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Perkiraan prevalensi gagal ginjal akibat hipertensi promer sangat beragam mulai dari

0, 002 sampai 20% dari semua kasus gagal ginjal, mencerminkan fakta bahwa diagnosis

penyakit gagal ginjal akibat hipertensi tergantung pada penyingkiran sebab lain. Banyak

kasus mungkin memiliki penyakit ginjal yang tidak terdiagnosis. Gagal ginjal akibat

hipertensi jauh lebih sering pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih, dan pada

populasi kulit hitam terdapat kelompokan familial penyakit ginjal akibat hipertensi

menunjukkan adanya kerentanan genetic terhadap kerusakan ginjal hipertrofi. 5

Sumber: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2006.

Patofisiologi

Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan produk

sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal

turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal

karena nefron-nefron yang lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron

yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi

dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat

membuat ginjal mempertahankan fungsi nya sampai tiga perempat nefron rusak. Solute

dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorpsi dan mengakibatkan diuresis

osmotic daengan poliuria dan haus. Akhirnya nefron yang rusak bertambah dan terjadi

oliguria akibat sisa metabolisme tidak terekskresikan.

Page 19: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi

tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.

Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntunan pada nefron-nefron

yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif

nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan

renin dapat meningkat, dan bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan

hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi

(karena tuntunan untuk reabsorpsi) protein plasma dan menimbulkan stress oskdatif. 2

Manifestasi Klinis

Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala; keparahan kondisi bergantung pada

tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.

Anamnesis: sering berkemih pada malam hari, pergelangan kaki bengkak, lesu, mual,

muntah, nafsu makan menurun, kram otot terutama malam hari, sulit tidur, bengkak di sekitar

mata terutama pada bangun tidur, dan mata merah serta berair ( uremic red eye).

Pemeriksaan fisik: anemis, kulit gatal dan kering, edema tungkai atau palpebra, tanda

bendungan paru, mata merah dan berair.

Laboratorium: gangguan fungsi ginjal 6

1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,

perikarditis.

2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus); serangan uremik tidak

umum karena pengobatan dini dan agresif.

3. Gejala-gejala GIT : anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan

aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu

dan pengecap, dan parotitis atau stomatitis.

4. Perubahan neuromuscular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

5. Perubahan hematologis : kecenderungan pendarahan.

6. Keletihan dan letargik : sakit kepala, kelemahan umum.

7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi

Kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau

kedutan otot.

Page 20: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Penatalaksanaan

Ada dua tujuan utama:

1. Memperlambat penurunan fungsi ginjal; dan

2. Mencegah atau mengobati komplikasi (penyakit tulang, penyakit kardiovaskular, efek

endokrin, anemia, sosioekonomi).

Apapun penyebab penyakit ginjal, begitu fungsi ginjal menurun, biasanya tampak

penurunan GFR yang progesif dan tetap. 5

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition).

Memperlambat perburukan (progession) fungsi ginjal.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.

Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Terapi nonfamakologis

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Waktu terapi yang paling terpat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya

penurunan LFG sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang

masih normal secara ultrasonografi, iopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat

menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah

menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak

bermanfaat.

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat ketepatan penurunan LFG pada pasien Penyakit

Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang

dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi

traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas

penyakit dasarnya.

Menghambat perburukan fungsi ginjal

Page 21: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.

Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah:

Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG </

= 60 ml/ mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu

dianjurkan. Protein diberikan 0,6 – 0,8/ kg bb/ hari, yang 0,35 – 0,50 gr di antaranya

merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30 – 35 kkal/

kgBB/ hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi

malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan.

Pengaturan asupan protein: Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein

tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain,

yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein

mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat dan ion unorganik lain juga dieksresikan

melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit

Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik

lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia. Dengan

demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom

uremik. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,

karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat

perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.1

Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/ kgBB/ hari.

Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang

sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.

Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.

Pengaturan asupan garam dan minerl

Garam : 2-3 g/ hari

Kalium : 40-70 mEq/ kgBB/ hari

Fosfor : 5-10 mg/ kgBB/ hari

Kalsium : 1400-1600 mg/ hari

Besi : 10-18 mg/ hari

Magnesium ; 200-300 mg/ hari

Terapi Farmakologis

Kontrol takanan darah

Page 22: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

ACE-inhibitor atau ARB evaluasi kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >

35% atau timbul hiperkalemi, hentikan terapi ini:

Penghambat kalsium;

Diuretik.

Pada pasien DM, gula darah dikontrol. Hindari memakai metforminin dan obat-obatan

sulfonamide dengan masa kerja panjang.

Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/ dl

Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat.

Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol

Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3- 20-22 mEq/ l.

Koreksi hiperkalemia

Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/ dl, dianjurkan golongan statin

Terapi ginjal pengganti 6

Komplikasi

Penyakit tulang

Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3, hiperfosfastemia, dan resistensi

terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut menyebabkan penyakit tulang renal. Terapinya

dengan pembatasan fosfat makanan dengan atau tanpa pengikat fosfat (kalsium karnbonat

bila kalsium belum meningkat akibat hiperparatiroidisme tersier) dan penggunaaan derivate

1α-hidroksilasi citamin D dosis rendah sedini mungkin.

Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis.

Kejadiannya mungkin mencerminkan peningkatan insidensi hipertensi, kelainan lipid,

intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Di antara

semua itu, hipertensi mungkin merupakan penyakit yang paling dapat diterapi.

Anemia

Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal

kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam

terjadinya anemia adalah, defiseinsi besi, kehilangan darah (misalnya pendarahan saluran

cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi

Page 23: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun

kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin </ = 10 g% atau hematokrit

</ = 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum, kapasitas besi total/ Total

Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber pendarahan, morfologi eritrosit,

kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.

Pemberian eritopoetin merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi

harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.

Eritropoetin rekombinan parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi

terhadap aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.

Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan

indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. 1, 5

Disfungsi seksual

Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi. Hioperprolaktinemia ditemukan pada

setidaknya sepertiga jumlah pasien, menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin. Kadar

prolaktin bisa diturunkan dengan pemberian bromokriptin, walaupun sering timbul efek

samping (mual, muntah, mengantuk, hipotensi postural). 5

Prognosis

Kerusakan ginjal berlangsung progesif. Perjalanan menuju uremia berlangsung berangsur,

untuk waktu yang cukup lama. Bila ginjal tak dapat lagi mempertahankan keseimbagan

cairan dan elektrolit, maka diperlukan dialisis. 13

Pencegahan

Prinsip-prinsip pencegahan penyakit ginjal adalah sebagai berikut:

1. Pada orang dengan ginjal normal: a) Pada individu berisiko: yaitu ada keluarga yang

berpenyakit ginjal turunan seperti batu ginjal, ginjal polikistik, atau berpenyakit

umum seperti diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia (kolesterol tinggi), obesitas,

gout. Pada kelompok ini diikuti pedoman yang khusus untuk menghindari penyakit

tersebut di atas, sekali-sekali kontrol/ periksa ke dokter/ laboratorium. b) individu

yang tanpa risiko: hidup sehat, pahami tanda-tanda sakit ginjal: BAK terganggu/ tidak

normal, nyeri pinggang, bengkak mata/ kaki, infeksi di luar ginjal: leher/ tenggorokan,

berobat/ kontrol untuk menghindari fase kronik.

Page 24: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

2. Pada orang dengan ginjal terganggu ringan/ sedang: hati-hati dengan obat rematik,

antibiotika tertentu, dan jika terjadi infeksi maka obati segera, hindari kekurangan

cairan dan lakukan kontrol secara periodic.

3. Ginjal terganggu berat/ terminal: terapi pengganti ginjal.14

Kesimpulan

Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus. Gagal

ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua penyakit. Selain itu pada individu yang rentan,

nefropati diaberik, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-obat

analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apapun sebabnya,

terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan GFR yang

progresif. Jika terjdai gagal ginjal kronik maka seiring dengan waktu akan terjadi sekuela lain

akibat gangguan fungsional ginjal. Gejala yang timbul karena berkurangnya fungsi ginjal

secara kolektif disebut sindrom uremik.

Daftar pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jakarta: Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2006. h. 570-6.

2. Corwin EJ. Buku saku patofisologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGc, 2009 .h.

630-30.

3. Gleade J. At a glance medicine anamnesis dan pemeriksaan fisik. Safitri A, editor.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. h. 147.

4. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

2004. h. 89.

5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley D. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6.

Jakarta: Penrebit Erlangga, 2007.h. 288-32.

6. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi HI. Panduan pelayanan medic; model interdisplin

penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2008. h. 38-43.

7. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Hartanto

H, editor. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. h. 291-3.

Page 25: Gagal Ginjal Kronik Dengan Diabetes Mellitus Dan Hipertensi

8. Baradero M, Dayrit MW, Siswadi Y. Klien gangguan ginjal: seri asuhan keperawatan.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 124-36.

9. Misniadiarly. Diabetes mellitus: gangrene, ulcer, infeksi. Mengenal gejala,

menanggulangi, dan mecegah komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2006. h. 65.

10. Dalmartha S, Purnama BT, Sutarina N, Mahendra, Dermawan R. Care your self,

hipertensi. Jakarta: Penerba Plus, 2008. h. 14.

11. Iskandar M. Health triad (body, mind, and system). Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2010. h. 66-7.

12. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatri. Yudha EK, editor. Edisi ke-5.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 531.

13. Tambayong J. Patofisilogi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,

2000. h. 121.

14. Lumenta NA. Kenali jenis penyakti dan cara penyembuhannya: manajemen hidup sehat.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006. h. 46-7.