g. tangkubanparahu, jawa barat

20
G. TANGKUBANPARAHU, JAWA BARAT KETERANGAN UMUM Nama Kawah : Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, Kawah Lanang, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah Siluman, Kawah Domas, Kawah Jarian dan Pangguyangan Badak Lokasi a. Geografi Puncak b. Administrasi : : 6°46’ LS dan 107° 36’BT Kab. Subang dan Kab. Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kota Terdekat : Parongpong, Lembang Ketinggian : 2087 m dpl, 1300 m di atas dataran tinggi Bandung Tipe Gunungapi : Strato PENDAHULUAN Cara Mencapai Puncak Puncak G. Tangkubanparahu dapat dicapai dengan kendaraan bermotor roda 4 dari kota Bandung dan Lembang di sebelah selatan dan kota Subang dan Jalan Cagak di sebelah utara timurlaut. Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi Erupsi G.Tangkubanparahu telah menghasilkan banyak batuan yang bernilai ekonomis. Hasil erupsi tersebut terdiri atas batuan keras (lava), pasir/ tras, lapisan abu

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

G. TANGKUBANPARAHU, JAWA BARAT

KETERANGAN UMUM

Nama Kawah : Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, Kawah Lanang,

Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah Siluman, Kawah

Domas, Kawah Jarian dan Pangguyangan Badak

Lokasi

a. Geografi Puncak

b. Administrasi

:

:

6°46’ LS dan 107° 36’BT

Kab. Subang dan Kab. Bandung, Propinsi Jawa Barat.

Kota Terdekat : Parongpong, Lembang

Ketinggian : 2087 m dpl, 1300 m di atas dataran tinggi Bandung

Tipe Gunungapi : Strato

PENDAHULUAN

Cara Mencapai Puncak

Puncak G. Tangkubanparahu dapat dicapai dengan kendaraan bermotor roda 4

dari kota Bandung dan Lembang di sebelah selatan dan kota Subang dan Jalan Cagak di

sebelah utara timurlaut.

Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi

Erupsi G.Tangkubanparahu telah menghasilkan banyak batuan yang bernilai

ekonomis. Hasil erupsi tersebut terdiri atas batuan keras (lava), pasir/ tras, lapisan abu

halus warna hitam yang biasa disebut tanah Lembang. Disamping itu juga terdapat

travertin dan mata air panas yang merupakan hasil tidak langsung dari kegiatan

gunungapi.

Wisata

Nama TangkubanPerahu sangat lekat dengan sebuah legenda tanah Sunda yang

sangat terkenal, yaitu Sangkuriang. Tujuan wisata G. Tangkuban Perahu terletak di

beberapa kawahnya. Tangkubanparahu terakhir meletus pada tahun 1910, memiliki 9

kawah yang masih aktif hingga sekarang. Banyaknya erupsi yang terjadi dalam 1,5 abad

terakhirlah yang menyebabkan banyaknya kawah - kawah pada gunung Tangkuban

Perahu. Kawah-kawah tersebut adalah Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak,

Jurian, Siluman dan Pangguyungan Badak. Di antara kawah-kawah tersebut, Kawah Ratu

merupakan kawah yang terbesar, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan

dengan kawah Ratu. Beberapa kawah mengeluarkan bau asap belerang, bahkan ada

kawah yang dilarang untuk dituruni, karena bau asapnya mengandung racun.

SEJARAH LETUSAN

Erupsi Tangkubanparahu dicirikan oleh erupsi eksplosif berintensitas kecil dan

kadang-kadang diselingi oleh erupsi freatik dengan jarak antar letusan berkisar antara 2 -

50 tahun. Sejarah erupsinya dapat diuraikan sebagai berikut:

1829 1846 1896 1900 1910 1926 1935 1952 1957 1961,1965,1967 1969, 1971 1983 1992 1994 2004

Erupsi abu dan batu dari Kawah Ratu dan Domas Terjadi erupsi, peningkatan kegiatan Terbentuk fumarol baru di sebelah utara kawah Badak Erupsi uap dari Kawah Ratu Kolom asap membubung setinggi 2 km di atas dinding kawah, erupsi berasal dari Kawah Ratu Erupsi freatik di Kawah Ratu membentuk lubang Ecoma Lapangan fumarol baru disebut Badak terjadi, 150 m ke arah selatan baratdaya dari Kawah Ratu Erupsi abu didahului oleh erupsi hidrothermal (freatik) Erupsi freatik di Kawah Ratu, terbentuk lubang kawah baru Erupsi freatik Erupsi freatik didahului oleh erupsi lemah menghasilkan abu Erupsi freatik Awan abu membubung setinggi 159 m di atas Kawah ratu Peningkatan kegiatan kuat dengan gempa seismik dangkal dengan erupsi freatik kecil peningkatan kegempaan

Karakter Letusan

Menurut van Bemmelen (1934, dalam Kusumadinata 1979) bahwa G.

Tangkubanparahu tumbuh di dalam Kaldera Sunda sebelah timur. Berdasarkan coraknya,

erupsi G.Tangkubanparahu dapat dibagi tiga fasa yaitu:

• Fasa eksplosif yang menghasilkan piroklastik dan mengakibatkan terjadinya lahar.

• Fasa efusif yang menghasilkan banyak aliran lava berkomposisi andesit basaltis.

• Fasa pembentukan/pertumbuhan Tangkubanparahu sekarang umumnya eksplosif

kecil-kecil dan kadang diselingi erupsi freatik.

Erupsi G. Tangkubanparahu dapat digolongkan sebagai erupsi kecil. Leleran lava

diperkirakan kemungkinannya terjadi. Berdasarkan pengalaman sejak abad ke 19,

gunungapi ini tidak pernah menunjukkan erupsi magmatik besar kecuali erupsi abu tanpa

diikuti oleh leleran lava, awan panas ataupun lontaran batu pijar. Erupsi freatik umumnya

dominan dan biasanya diikuti oleh peningkatan suhu solfatara dan fumarola di beberapa

kawah yang aktif yaitu Kawah Ratu, Kawah Baru, dan Kawah Domas. Material vulkanik

yang dilontarkan umumnya abu yang sebarannya terbatas di sekitar daerah puncak

hingga beberapa kilometer. Semburan lumpur hanya terbatas di daerah sekitar kawah.

Pada waktu peningkatan kegiatan, asap putih fumarola/solfatara kadang-kadang diikuti

oleh peningkatan gas-gas vulkanik seperti gas racun CO dan CO2. Bila akumulasi gas-

gas racun di sekitar kawah aktif semakin tinggi, daerahnya dapat diklasifikasikan ke dalam

daerah bahaya primer terbatas. Bahaya sekunder seperti banjir lahar tidak pernah terjadi

dalam waktu sejarah. Longsoran lokal terjadi di dalam kawah dan lereng atas yang terjal.

GEOLOGI

Morfologi

Morfologi gunungapi ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama yaitu:

kerucut strato aktif, lereng tengah dan kaki. Kerucut strato aktif menempati bagian tengah

kaldera Sunda. Kawah- kawah gunungapi ini membentang dengan arah barat-timur.

Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya terletak di lereng timur.

Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-seling lava dan piroklastik dan di bagian

puncak endapan freatik.

Pola radier dengan bentuk lembah V, beberapa air terjun yang sangat umum

ditemukan pada satuan morfologi ini. Morfologi lereng tengah meliputi lereng timurlaut,

selatan dan tenggara gunungapi ini. Batuannya terdiri atas endapan piroklastik yang

sangat tebal dan lava yang biasanya tersingkap di lembah-lembah sungai yang dalam

dengan pola aliran sungai paralel dan semi memancar (semi radier). Lereng selatan dan

tenggara terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah timur-barat.

Kaki selatan menempati bagian lereng tenggara dan selatan, yang terletak pada

ketinggian antara 1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600 m di atas permukaan

laut. Lereng timurlaut mempunyai pusat-pusat erupsi parasit seperti G. malang, G. Cinta

dan G. Palasari. Aliran-aliran lava dan skoria berwarna kemerahan yang menempati

sebagian besar daerah kaki ini adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran

sungai yang berkembang di daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U yang

melewati batuan keras.

Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan dataran tinggi Bandung di

selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh batuan piroklastik dan endapan lahar,

sedangkan lava ditemukan di dasar sungai. Pola aliran sungai yang berkembang adalah

paralel.

Stratigrafi

Secara fisiografi Zona Bandung, Jawa Barat mempunyai kesamaan dengan Zona

Solo di Jawa Timur. Kedua zona tersebut dihubungkan oleh wilayah Jawa Tengah yang

merupakan rangkaian zona Serayu dan Pegunungan Progo Barat.

Lapisan tertua di daerah ini terdiri atas lempung napalan berselingan dengan

perlapisan tufa dan terumbu koral berumur Miosen. Batuan tersebut tersingkap di S.

Citarum di sebelah baratdaya Tangkubanparahu dan di dataran rendah Purwakarta dan

Subang. Di beberapa daerah terumbu koral ini sebagian termalihkan menjadi marmer

karena kontak dengan lava. Lapisan ini kemudian diintrusi (diterobos) oleh batuan vulkanik

berumur Pliosen terdiri atas andesit hornblende dan dasit (Syarifudin, dkk., 1984). Batuan

tersebut tertindih oleh andesit hornblende, breksi kasar dan konglomerat (Bemmelen,

1949).

Produk-produk G. Sunda terdiri atas lava, jatuhan piroklastik, aliran piroklastik,

lahar dan endapan freatik (Hadisantono, 1988). Ada dua macam endapan lain yang tidak

termasuk dalam hasil langsung dari kegiatan vulkanik seperti endapan danau Bandung

yang secara stratigrafi menumpang di atas endapan aliran piroklastik dari erupsi

pembentukan kaldera Sunda, dan endapan fluviatil yang terdiri atas bahan bahan vulkanik

sebagai hasil dari proses sekunder.

Sruktur Geologi

G. Tangkubanparahu dan gunungapi lainnya yang berada di sekitar Bandung

terletak di Zona Bandung (van Bemmelen, 1934 dalam Hadisantono dkk., 1983). Zona

Bandung adalah sebuah cekungan depresi yang memanjang diantara pegunungan.

Cekungan tersebut mempunyai lebar antara 25 - 50 km, sedikit cembung ke utara, terletak

antara Zona Bogor dan Zona Pegunungan Selatan. Bemmelen (1949) menyatakan bahwa

secara umum zona ini berada pada struktur puncak geantiklin P. Jawa, yang tersesarkan

setelah atau pada waktu yang bersamaan dengan pengangkatan yang terjadi pada akhir

Tersier. Sumbu geantiklinnya adalah tempatnya dimana Vulkanisma Kuarter terdapat.

Sabuk gunungapi ini atau jalur magmatik ini membentang dari Teluk Pelabuhan Ratu pada

bagian barat P. Jawa, kemudian melewati antara lembah Cimandiri dengan kota

Sukabumi (600 m), dataran Cianjur (495 m) dan Garut (711 m) ke lembah Citanduy

dengan kota Tasikmalaya (351 m) pada bagian timur, dan berakhir di Segara Anakan di

pesisir selatan P. Jawa. Bagian tengah zona ini ditempati oleh dataran tinggi Bandung dan

Garut.

Sesar Lembang adalah sebuah sesar terbesar di daerah ini, yang melintang dari

barat ke timur. Sesar ini terletak atau melalui Lembang, 10 km sebelah utara Bandung. Ini

adalah sebuah sesar aktif dengan gawir sesar sangat jelas yang menghadap ke utara.

Sesar ini yang panjang seluruhnya kira-kira 22 km dapat diamati sebagai suatu garis lurus

dari G. Palasari di timur ke barat dekat Cisarua. Penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah

menghubungkan bahwa sesar Lembang yang dominannya adalah sesar normal terjadi

setelah erupsi besar G. Sunda yang berlangsung pada zaman Kuarter Tua.

Sejarah Geologi

Gunungapi tertua yang telah padam yang disebut G. Sunda mempunyai sebuah

kaldera besar, tetapi hanya sebagian dari pada kaldera ini telah tertutupi oleh endapan-

endapan gunungapi yang lebih muda dan hanya tersisa sebagian dinding kalderanya yang

terdapat antara G. Burangrang dan G. Tangkubanparahu (Hadisantono dan Sutoyo,

1983). Danau (situ) Lembang adalah bagian dari dasar kaldera ini. Menurut van

Bemmelen (1934) bahwa sesar Lembang terbentuk pada tahap paska pembentukan

kaldera Sunda. Kejadian tersebut kemudian diikuti oleh lahirnya G. Burangrang, sekarang

gunungapi tersebut telah padam.

Sejarah G. Tangkubanparahu dimulai dengan adanya komplek gunungapi tua yang

disebut komplek G. Sunda. Komplek G. Sunda adalah sebuah gunungapi majemuk yang

terdiri atas tiga buah gunungapi, dua diantaranya telah padam dan yang ketiga yaitu

Tangkubanparahu masih aktif (Hadisantono, dkk., 1983, dan Kusumadinata, 1979).

Gunungapi ini dibangun di atas batuan dasar sedimen berumur Neogen (Bemmelen,

1949). Dalam sejarah geologi G. Sunda berumur relatif muda. Beberapa dari dari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah ini dapat diukur dalam ribuan tahun.

Suatu periode kegiatan vulkanik (gunungapi) baru dimulai di sebuah komplek

sebelah utara Bandung dalam kurun waktu kuarter. Di sebelah barat sebuah gunungapi

besar (G. Sunda) terbentuk, sedangkan di sebelah timur kegiatan vulkanik terletak di

Sesar Lembang

BURANGRANG

CIREMAI

Tampomas

daerah Bukit Tunggul, Pulusari, dan G. Cangak. Adapun umur periode gunungapi ini

ditentukan oleh tulang-tulang mamalia besar seperti badak, spesies hipopotamus, kerbau,

antelop dan kijang yang terjebak dalam lahar. Dari fosil-fosil ini diketahui bahwa

vulkanisme berlangsung dalam kurun waktu Plistosen Tua (Bemmelen, 1949).

Peta Geomorfologi G. Tangkubanparahu

Peta Geologi Gunungapi Tangkubanparahu

GEOFISIKA

Seismik

Lokasi Seismometer dan Titik GPS.

Grafik Jumlah Gempa Harian G. Tangkubanparahu.

Harian Gempa Vulkanik Dalam (VA) G. Tangkuban Parahu

0

2

4

6

8

10

1-J

an-0

8

1-F

eb-0

8

1-M

ar-

08

1-A

pr-

08

1-M

ay-0

8

1-J

un-0

8

1-J

ul-08

1-A

ug-0

8

1-S

ep-0

8

1-O

ct-

08

1-N

ov-0

8

1-D

ec-0

8

Ju

mla

h G

em

pa

Harian Gempa Vulkanik Dangkal (VB) G. Tangkuban Parahu

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1-J

an-0

8

1-F

eb-0

8

1-M

ar-

08

1-A

pr-

08

1-M

ay-0

8

1-J

un-0

8

1-J

ul-08

1-A

ug-0

8

1-S

ep-0

8

1-O

ct-

08

1-N

ov-0

8

1-D

ec-0

8

Ju

mla

h G

em

pa

Harian Gempa Tektonik Lokal (TL) G. Tangkuban Parahu

0

2

4

6

8

10

1-J

an

-08

1-F

eb

-08

1-M

ar-

08

1-A

pr-

08

1-M

ay

-08

1-J

un

-08

1-J

ul-

08

1-A

ug-0

8

1-S

ep

-08

1-O

ct-

08

1-N

ov

-08

1-D

ec

-08

Ju

mla

h G

em

pa

Harian Gempa Tektonik Jauh (TJ) G. Tangkuban Parahu

0

2

4

6

8

10

1-J

an-0

8

1-F

eb-0

8

1-M

ar-

08

1-A

pr-

08

1-M

ay-0

8

1-J

un-0

8

1-J

ul-08

1-A

ug-0

8

1-S

ep-0

8

1-O

ct-

08

1-N

ov-0

8

1-D

ec-0

8

Ju

mla

h G

em

pa

Gaya Berat

Hasil pengolahan data gayaberat G. Tangkubanparahu diinterpretasikan bahwa

harga tinggi mendominasi daerah selatan dan secara gradual menurun dari Lembang dan

sekitarnya ke arah utara, timur dan barat. Nilai terendah menduduki bagian utara peta.

Pola anomali gayaberat G. Tangkubanparahu memberi gambaran bahwa kaldera Sunda,

sebagai hasil erupsi paroksisma G. Sunda mempunyai harga positif menyebar dari

selatan-utara-baratlaut dan timurlaut.

Sebaran harga anomali gayaberat rendah di dalam Kaldera Sunda, dapat

diasosiasikan dengan adanya sesar sebagai zona lemah, yang dapat memberikan

kemudahan terjadinya intrusi magma melalui bidang ini, dan menyebabkan terbentuknya

dike.

Geolistrik

Penyelidikan potensial diri/tahanan jenis yang pernah dilakukan di G.

Tangkubanparahu adalah di daerah Kawah Ratu dan Kawah Upas. Hasil penyelidikan

yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara SP dengan zona panas

sangat erat. Di dalam Kawah Upas tidak didapatkan anomali positif, namun pada batas

antara Kawah Upas dan Ratu terdapat anomali positif tertinggi yang menerus ke kawah

Ratu (L.Ramli dkk, 1984).

DEFORMASI

Pengukuran posisi dengan GPS dilakukan pada tahun 2002 dan tahun 2007.

Tabel Posisi Titik Ukur di G.Tangkubanparahu Hasil Pengukuran April 2007 dalam Koordinat Geodetik

Nama Titik Ukur

Y(Lintang Selatan)

X(Bujur Timur)

Elivasi (m)

Ketelitian (m)

POS 6° 46' 21.96173" S 107° 38' 00.68864" E 1567.8005 0

SADEL 6° 45' 41.05548" S 107° 36' 46.86232" E 1987.585 0.0012

UPAS 6° 45' 22.55681" S 107° 36' 43.54745" E 1870.8829 0.0016

DOMAS 6° 45' 44.99958" S 107° 37' 29.98951" E 1708.008 0.001

PARKIR 6° 45' 32.51606" S 107° 37' 06.84999" E 1849.9242 0.0082

KAWAH BARU 6° 45' 39.93483" S 107° 36' 17.22892" E 2097.2582 0.0006

TVRI 6° 43' 46.16747" S 107° 39' 31.90575" E 1043.6009 0.0009

Tabel posisi titik ukur di G. Tangkubanparahu hasil pengukuran April 2007 dalam koordinat grid.

Nama Titik Ukur

Y(UTM)

X(UTM)

Elivasi (m)

Ketelitian (m)

POS 127782.7024 9250080.109 1567.8005 0

SADEL 125503.9388 9251322.576 1987.585 0.0012

UPAS 125398.0462 9251890.879 1870.8829 0.0016

DOMAS 126830.8795 9251210.482 1708.008 0.001

WARU 126116.7053 9251589.523 1849.9242 0.0082

KAWAH BARU 124592.5045 9251350.69 2097.2582 0.0006

TVRI 130554.4654 9254891.449 1043.6009 0.0009

Tabel posisi titik ukur di G. Tangkubanparahu pengukuran september 2002 dalam koordinat geodetik

Nama Titik Ukur Y(Lintang Selatan)

X(Bujur Timur)

Elivasi (m) Ketelitian

(m)

POS 6° 46' 21.96173" S 107° 38' 00.68864" E 1567.8005 0

SADEL 6° 45' 41.05558" S 107° 36' 46.86232" E 1987.6983 0.001

UPAS 6° 45' 22.55808" S 107° 36' 43.54832" E 1870.9758 0.0008

DOMAS 6° 45' 45.00051" S 107° 37' 29.98965" E 1708.0933 0.0008

WARU 6° 45' 32.51677" S 107° 37' 06.85018" E 1849.9967 0.0008

KAWAHBARU 6° 45' 39.93753" S 107° 36' 17.22812" E 2097.3616 0.0009

TVRI 6° 43' 46.17187" S 107° 39' 31.90168" E 1043.6227 0.0007

GPS1 6° 53' 17.06719" S 107° 36' 32.58341" E 813.5111 0.0021

DP31 6° 45' 55.81374" S 107° 36' 14.46730" E 2048.9839 0.0012

DPR7 6° 45' 51.38899" S 107° 37' 12.43958" E 1796.7454 0.0015

PARK 6° 45' 38.28350" S 107° 37' 06.03188" E 1857.8142 0.0008

TILT 6° 45' 36.44077" S 107° 38' 21.14736" E 1397.0344 0.0007

Tabel posisi titik ukur di G. Tangkubanparahu pengukuran september 2002 dalam koordinat grid

Nama Titik Ukur

Y(UTM) X(UTM) Elivasi (m) Ketelitian

(m)

POS 127782.7024 9250080.109 1567.8005 0

SADEL 125503.9385 9251322.573 1987.6983 0.001

upas 125398.0729 9251890.84 1870.9758 0.0008

DOMAS 126830.8839 9251210.454 1708.0933 0.0008

WARU 126116.7115 9251589.501 1849.9967 0.0008

DPRB 124592.4807 9251350.607 2097.3616 0.0009

TVRI 130554.3414 9254891.312 1043.6227 0.0007

GPS1 125163.6463 9237292.672 813.5111 0.0021

DP31 124511.001 9250861.662 2048.9839 0.0012

DPR7 126292.6148 9251010.197 1796.7454 0.0015

PARK 126092.7834 9251411.944 1857.8142 0.0008

TILT 128402.0645 9251484.642 1397.0344 0.0007

Gambar Vektor Perpindahan Horisontal Hasil Pengukuran GPS tahun 2007 terhadap tahun 2002

Gambar Vektor Perpindahan Vertikal Hasil Pengukuran GPS tahun 2007 terhadap tahun 2002.

GEOKIMIA

Kimia Batuan

Penerapan metoda petrokimia melalui diagram Hutchison (1973) dapat

menjelaskan bahwa proses magmatis gunungapi Sunda dari alkali kapur sangat kaya

U

10.3 cm 11.3 cm

8.5 cm

7.2 cm

9.3 cm

KW. Baru

8,6 cm

Domas

2,9 cm

UPAS

4,7 cm

alkali terutama K2O dan Na2O, sedangkan magma seri toleitik sangat miskin alkali

(Syarifudin, 1984). Seri alkali kapur ini menunjukkan semakin meningkatnya kadar oksida

besi dan oksida MgO relatif tinggi dibandingkan dengan magma seri toleitik, erat

hubungannya dengan terbawanya mineral magnetit, piroksen dan olivin dalam bentuk

asosiasi dengan magma toleitik.

Proses magmatis Gunungapi Tangkubanparahu bersumber pada seri alkali kapur

alumina tinggi dan seri alkali kapur K-tinggi. Magma seri alkali kapur alumina tinggi kaya

akan CaO dan Al2O3. Seri alkali kapur K-tinggi cenderung relatif kaya akan Na2O dan K2O

dibandingkan dengan magma seri alkali kapur alumina tinggi. Ciri lain yang dapat

dijelaskan adalah bahwa seri alkali kapur alumina tinggi relatif kaya akan oksida MgO

sedangkan seri alkali kapur K-tinggi relatif meningkatnya oksida besi FeO.

Secara petrografi, lava Tangkubanparahu terbagi atas lava andesit basal augit

hipersten, lava basal pigeonit enstatit dan andesit augit hipersten. Penghabluran

plagioklas, piroksen augit, hipersten dan olivin serta oksida bijih dalam wujud fenokris

mikro dan makro sebagai massa dasar batuan berbutir agak kasar bersama-sama dalam

masadasar kaca gunungapi. Kenampakan mineral sebagai massa dasar memperlihatkan

tekstur aliran. Beberapa fenokris plagioklas menunjukkan lobang korosi tak teratur diduga

bertindak sebagai mineral bawaan (senokris) (Syarifudin, 1984).

Secara kimia, keaktifan Gunungapi Tangkubanparahu bersumber pada magma:

a. alkali kapur alumina tinggi dari andesit basaltis sampai basal dan

b. alkali kapur K-tinggi dari andesit basaltis sampai basalt

Gunungapi Tangkubanparahu mempunyai ciri petrokimia cenderung pada

kelompok magma dioritik gabro dan magma dioritik (Syarifudin, 1984). Gunungapi

Tangkubanparahu mempunyai sumber keaktifan magma pada kedalaman Zona Beniof

antara 155-205 km. Berdasarkan metoda Indek Mafik oleh Tlley et.al, 1964 dalam

Syarifudin (1984) mempunyai temperatur magma antara 1010° C– 1220° C.

Kimia Gas

Tabel perbandingan komposisi kimia gas vulkanik G.Tangkubanparahu (dalam % molekul)

Unsur Juli 1994 Juni 1997 Nopember 1998

H2 O2 + Ar

N2

CH4 CO CO2 SO2 H2S HCl H2O S/C

HCl/SO2 SO2/H2S

Temperatur (oC)

0,00063 0 0 0 0

0,80 0,28 0,07 0,01 98,80 0,66 0,64 4,0 95

0,01 0,05 0,14

0 0

0,35 0,12 0,25 0,04

99,02 0,64 0,33 0,48 96

0,01 0,04 0,36

0 0,41 0,02 0,10

0,005 0,05

98,95 0,25 0,50 1,0 96

Pengukuran Suhu

Kawah Ratu

Kawah Ratu adalah salah satu kawah terbesar di G. TangkubanParahu.

Pengamatan ke Kawah Ratu dilakukan pada tanggal 30 Nopember 2006 sekitar pukul

08.00. Secara umum cuaca di sekitar kawah cerah dengan suhu udara 23oC. Di dasar

kawah bagian utara-barat teramati beberapa titik tembusan solfatara dengan hembusan

asap berwarna putih tipis – sedang dan tinggi asap berkisar antara 10 – 25 m. Tekanan

gas cukup kuat sehingga terdengar suara blazernya nyaring, suhu yang terukur berkisar

antara 99 - 111 oC.

Tidak jauh dari lokasi tersebut di atas (di lembah maut) terdapat bualan mataair

panas, diameternya lebih kurang 70 cm dengan suhu air 97 oC. Air dari bualan tersebut

menggenangi dasar kawah bagian barat. Bualan lumpur terdapat di bagian utara dari

lokasi solfatara dan mata air panas, mempunyai diameter lk. 2m. Bualan lumpur tersebut

berwarna coklat (warna kopi susu) dengan suhu antara 94 - 95 oC. Di dasar kawah bagian

selatan (dekat Kawah Ecoma), teramati tembusan solfatara baru yang selama ini tidak

ada. Namun hembusan asapnya sangat tipis. Sedangkan di bagian lain tidak menunjukan

adanya perubahan yang mencolok.

Tabel Pengukuran suhu di Kawah Ratu, Tahun 2006

Bulan Tgl Suhu ( °°°°C) Keterangan

Solfatara Fumarola

Januari 9 96 - 98

Februari 25 97 – 109

Maret 31 96 – 111

April 24 99 – 109

Mei 30 110 106

Juni 26 108 99

Juli 27 106 100

Agustus 25 106 95

September 27 102 100

Oktober 31 90 – 100 95 – 96

Nopember 30 99 - 111 96 - 97

Kawah Domas

Kawah Domas merupakan lapangan solfatara dan fumarola yang terletak di

sebelah timur dari Kawah Ratu. Pada lokasi ini terdapat beberapa titik tembusan solfatara

dan bualan mataair panas. Pengamatan ke Kawah Domas dilakukan pada tanggal 2

Desember 2006. Secara umum teramati hembusan asap berwarna putih tipis dengan

ketinggian berkisar antara 5 – 10 m. Dari beberapa tembusan solfatara yang ada,

dilakukan pengukuran suhu pada dua titik dengan temperatur masing-masing 92 oC dan

92,2 oC pada suhu udara 19,8 oC. Selain solfatara, terdapat pula beberapa bualan air

panas tersebar di lokasi ini. Bualan airpanas yang terbesar dan terpanas mempunyai

diameter lk. 2 m, dengan temperatur 88 oC pada suhu udara 19,8 oC. Terdapat juga mata

air panas yang suhunya lebih rendah, yaitu berkisar antara 35 – 40 oC.

Tabel Pengukuran suhu di Kawah Domas, Tahun 2006

Bulan Tgl Suhu ( °°°°C) Keterangan

Solfatara Fumarola

Januari 18 95 93

Februari 7 94 92

Maret 14 94 92

April 1 90.2

22 94 91

Mei 22 94 93

Juni 27 94 93

Juli 29 94 93

Agustus 30 94 93

September 29 93 92

Oktober 29 94 93

Nopember 10 92 91

Desember 2 92 88

MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Mitigasi bencana yang dilakukan selain pemantauan menerus secara visual juga

dilakukan pemantauan secara instrumental dan pembuatan Peta Kawasan Rawan

Bencana. Pemantauan secara visual meliputi pengukuran suhu, ketinggian asap, warna

asap, arah tiupan angin dan pH diamati dari Pos Pengamatan G. Tangkubanparahu yang

dibangun di lereng timur gunungapi Tangkubanparahu.

Peralatan pemantau dan sarana penunjangnya menggunakan seismograf jenis PS-

2. Sistim pemantauan ini dioperasikan secara sistem radio telemetri (RTS) dengan

seismometer jenis Ranger ditempatkan di sekitar Kawah Ratu, pada posisi S 06o 45’ 53,5”,

T 107o 36 ‘ 50”, pada ketinggian 2028 m dpl. Sinyal gempa dari sub sistem seismograf di

lapangan tersebut dipancarkan melalui radio yang kemudian direkam dengan rekorder PS-

2 di Pos Pengamatan G. Tangkubanparahu di kampung Cikole (Wates) lebih kurang 2,5

km dari Kawah Ratu.Pos Pengamatan G. Tangkubanparahu dibangun di lereng timur

gunungapi Tangkubanparahu. Pos Pengamatan ini dilengkapi dengan satu unit

seismograf, satu komponen seismometer vertikal, dipasang pada koordinat 06°45’53,50’’

LS dan 107°36’50,30’’ di ketinggian 2015m dpl. Getaran gempa dipancarkan dan direkam

di Pos Pengamatan secara analog.

KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI

Berdasarkan sejarah kegiatannya, sifat erupsi, komposisi kimia dan frekuensi

erupsinya yang tergolong jarang, kawasan rawan bencana G. Tangkubanparahu dapat

dibagi tiga tingkatan yaitu Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II dan

Kawasan Rawan Bencana I.

Kawasan Rawan Bencana III

Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda

awan panas, aliran lava, material lontaran batu pijar, guguran lava, hujan abu lebat dan

atau gas beracun.

Kawasan Rawan Bencana III G. Tangkubanperahu terdiri atas dua bagian, yaitu:

a. Kawasan rawan bencana terhadap awan panas, aliran lava, guguran lava dan gas

beracun.

b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat.

Kawasan Rawan Bencana II

Secara umum yang disebut kawasan rawan bencana II adalah kawasan yang berpotensi

terlanda oleh awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat,

hujan lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun). Kawasan ini dibagi menjadi dua,

yaitu:

a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa awan panas, aliran lava,

guguran batu (pijar), dan aliran lahar.

b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran

batu (pijar), dan hujan abu lebat.

Kawasan Rawan Bencana I

Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan tidak

menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini

terletak di sepanjang sungai/ di dekat lembah sungai atau bagian hilir sungai yang berhulu

di daerah puncak.

Peta Kawasan Rawan Bencana G. Tangkuban parahu

Demografi

Banyaknya penduduk yang bermukim di lereng selatan, timurlaut dan

utara tersebut berkaitan dengan kondisi morfologi, potensi alam seperti wisata,

perkebunan dan kesuburan tanah. Perkembangan penduduk dari waktu ke

waktu, umumnya diikuti oleh perkembangan pemukiman di daerah bersangkutan

sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk meningkat.

Di antara kota-kota di sekitarnya Lembang selain merupakan kota dengan

penduduk terbanyak, merupakan kota tujuan wisata dan juga kota transit.

Penduduk Lembang berdasarkan data kependudukan hingga akhir Februari

1999 adalah 127.679 jiwa. Mata pencaharian penduduk pada umumnya

bergerak di bidang pertanian yang terdiri atas petani pemilik (23,82%), petani

penggarap 19,30%, buruh tani 9,93%, peternak 9,57 %, wiraswasta/pedagang

(9,58%), pegawai negeri (3,00 %), pegawai swasta (9,68 %), TNI+ POLRI

(1,58% ), Pensiunan (1,95 %), pertukangan (1,25 %) dan buruh/pekerja lainnya

(10,34%).

Bandung adalah kota terbesar dan terdekat (± 30 km) ke arah selatan,

yang merupakan ibu kota propinsi Jawa Barat. Bandung mungkin merupakan

kota terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk ± 3 juta orang.

DAFTAR PUSTAKA

Blecker, P., 1850 De Tangkoebanparahoe in October 1850. Bronto, S., 1982 Keadaan geologi di kaki G. Tangkubanparahu. Bacharudin, R., 19 Laporan Pendahuluan II Pengecekan data geologi hasil

penafsiran landsat dan potret udara G. Tangkubanparahu dan sekitarnya, Jawa Barat. Dit. Vulkanologi.

Djoharman, L. 1986 Laporan Analisis Hasil Ungkitan Lereng (kelandaian) di G.

Tangkubanparahu. Direktorat Vulkanologi. Djoharman, L.& N. Rahardja, 1992 Laporan perubahan deformasi G.

Tangkubanparahu hasil pengukuran metode ungkit. Djoharman, L., 1969 Laporan para pemeta kemungkinan penyebaran endpan

lahar/banjir daerah sekitar Bandung-Cimahi. Direktorat Geologi, 1974 Tangkubanparahu. Dvorak, J., L. Pardyanto, J. Matahelumual, 1983 Scientific results of the VSI –

USGS Cooperative volcanological program. January 1982 to June 1982 (open file).

Hadisantono, R.D.& Soetoyo, 1983 Laporan Pemetaan Geologi Gunungapi

Tangkubanparahu, Bandung, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi. Hadisantono, R.D., 1988 Some aspects of the nature and origin of the

widespread pyroclastic flow deposits (ignimbrite) surrounding Tangkubanparahu volcano, Bandung, West Java.

Heriman, S. Bronto, 1981 Laporan Kemajuan pemetaan geologi daerah

Tagkubanparahu/ Dit. Vulkanologi. Kadiputra, K.K, 2000 Pengukuran & Interpretasi Anomali Gaya Berat G.

Tangkubanparahu. Thesis. Direktorat Vulkanologi. Kusumadinata, K., 1979 Data Dasar Gunungapi Indonesia. Departemen

Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Direktorat Vulkanologi.

Kusumadinata, K., 1969 G. Tangkubanparahu. Riwayat letusan dan bahaya-

bahayanya berdasarkan peta dan pustaka. Dit. Vulkanologi. Kusumadinata, K., 1962 Gas racun dan gas lemas di kawah-kawah Tangkuban

Perahu dll.

Kadarsetia, E., R. Wahyuningsih, W, Suherman, 1977 Penyelidikan Kimia Gas

G. Papandayan & G. Tangkubanparahu. Komar, I., 1984 Pengukuran deformasi EDM G. Merapi, G. Galunggung & G.

Tangkubanparahu. Maier, P.J., 19 Mineraal water voorkomde in de Kawah Domas, eene

solfatara van den Tangkoeban Prahoe. Matahelumual, J., 1977 Pengamatan Seismik G. Tangkubanparahu. Dit.

Vulkanologi. Nugraha, J., T. Sriwana, 1984 Laporan penelitian analisis kimia gas vulkanik dan

kondensat G. Tangkubanparahu. Dit. Vulkanologi. Palgunadi, S & Y. Hidayat, 2000 Laporan Penyelidikan Gaya Berat G.

Tangkubanparahu, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi. Palgunadi, S & Y. Hidayat, 2000 Laporan Penyelidikan Magnet G.

Tangkubanparahu, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi. Ramli, L., W.S. Tjetjep, H. Said, S.Dwipa & R.Suparan, 1984 Studi Hubungan

Potensial Diri Dengan Zona Panas/Fumarola, G. Tangkuban- parahu, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi.

Rosadi, U., Rochanan, T. Rukada, 1998 Laporan pengukuran deformasi leveling

G. Tangkubanparahu, Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi. Said, H. & D. Mulyadi, 1988 Pengukuran Deformasi G. Tangkubanparahu, Jawa

Barat. Direktorat Vulkanologi. Siswowidjojo, S., 1975 Tangkubanparahu volcano. Sobana, 1982 Laporan kegiatan pengukuran situasi lokasi-lokasi tilting G.

Tangkubanparahu. Dit, Vulkanologi. Solihin, A., 2006 Pemantauan Kegiatan Gunungapi Tangkuban Parahu, Jawa

Barat. Sulaeman, B., 1986 Laporan hasil penyelidikan G. Tangkubanparahu . Suparban, FX., 1969 Ihtisar Penelitian Daerah Bahaya G. Tangkubanparahu . Syarifudin, M.Z, I. Pratomo & R. Partosentiko, 1984 Petrokimia Gunungapi

Sunda dan Gunungapi Tangkubanparahu. Direktorat Vulkanologi.

Tulus, 1986. Laporan pengamatan dan penyelidikan seismik G. Tangkubanparahu.

Tulus, Rochendi, D., Sugiharto, 1999 Laporan Pengamatan G.

Tangkubanparahu. Direktorat Vulkanologi. Tulus, Pasri, N.R., Oman, 1984 Laporan pengamatan visual kegiatan gunungapi

Tangkubanparahu. Wahyudin, D. dkk, 1997 Laporan inventarisasi potensi wisata G.

Tangkubanparahu, Kab, Bandung & Kab. Subang, Jawa Barat. Wasito, 1977 Deteksi gas Radon 222 pada erupsi G. Tangkubanparahu. Wirakusumah, A.D., 1985 Laporan pemasangan seismograf RTS di G.

Tangkubanparahu. Direktorat Vulkanologi. Zaennudin, A., dkk., 2007, Laporan Kegiatan Peringatan Dini

G.Tangkubanparahu, Jawa Barat, PVMBG, Bandung.