g-30 s pki dan berfikir historis (sebuah renungan kesejarahan))
TRANSCRIPT
G-30 S PKI DAN BERFIKIR HISTORIS
( Sebuah Renungan Kesejarahan )
Oleh : H. E. Nadzier Wiriadinata
Seiring dengan bergulirnya reformasi, otentitas sejarah tentang G-30 S PKI
dipertanyakan. G-30 S PKI menjadi permasalahan konroversial yang mengundang
polemik dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk didalamnya sejarawan,
pemerintah, poitisi, dan bahkan diantara para pelaku sejarah itu sendiri. Peristiwa
pembunuhan enam jenderal yang diwarnai penculikan empat puluh satu tahun lalu
sepertinya masih menyisakan tanda tanya. Sebuah versi mengungkapkan bahwa
gerakan itu adalah buah dari ketegangan internal AD. Versi lain menyatakan bahwa
peristiwa tesebut adalah kudeta terbuka dari Soeharto pada Sukarno. Versi lain
menyebutkan kalau PKI adalah dalang dibalik peristiwa tersebut. Ada juga versi yang
menyebutkan bahwa peristiwa ini adalah
provokasi CIA atau bahkan ada yang
menyebutkan sebagai gerakan konspirasi antara
Sukarno, DN Aidit dan Mao Ze Dong.
Penulis tidak pada kapasitas untuk
menentukan versi yang mana yang paling benar
diantara versi-versi yang disebutkan diatas karena
sejujurnya harus diakui bahwa bagaimanapun
penulisan sejarah itu sendiri secara inherent
sangat terbuka terhadap kemungkinan-
kemungkinan rekayasa, kepentingan-kepentingan politis, serta faktor subyektivitas yang
melekat erat dalam diri si penulis sejarah . Selain itu keterbatasan data yang dimiliki
oleh si penulis sejarah itu sendiri juga menjadi fakor lain yang mempengaruhi
otentitah sebuah sejarah.
Hal yang paling penting dan mendasar adalah bagaimana kita memaknai sebuah
sejarah. Sejarah sering dianggap sebagai sebuah persoalan di masa lalu yang tidak
penting untuk dikaji dan tidak memiliki kaitan langsung dengan kondisi kekinian.
Sejarah sering dibatasi sebagai pemahaman dalam bentuk hafalan berupa nama, tempat,
dan tanggal suatu peristiwa terjadi. Paradigma berfikir semacam itu yang seharusnya
diubah. Paradigma berfikir semacam itu hanya akan mereduksi pemahaman kita tentang
hakekat sejarah, yang pada gilirannya nanti akan mengokohkan sebuah anggapan
bahwa sejarah merupakan hal yang tidak penting, membosankan, dan sepatutnya
dikubur serta tidak perlu diingat lagi, apalagi dikaji, dianalisis dan dijadikan bahan
renungan.
Sejarah bukan semata peristiwa masa lalu , melainkan bagian dari proses perjalanan
hidup kita saat ini dalam rangka mempersiapkan kehidupan yang lebih baik di masa
mendatang. Sejarah bukanlah rangkaian huruf tanpa ruh yang tertulis dalam tumpukan
buku-buku yang tersimpan rapih di almari perpustakaan. Sejarah juga bukan teks-teks
tertulis yang hanya cukup dibaca dan kemudian dihafal. Teks-teks sejarah tersebut
hanya akan bermakna dan ‘hidup’ manakala dikaji secara kritis melalui interpretasi dan
analisis yang tajam.
Disadari atau tidak, kita semua adalah pelaku sejarah dan pada tahap tertentu sudah
sepatutnya memposisikan diri sebagai sejarawan. Karenanya, tuntutan untuk berpikir
secara kesejarahan (berfikir historis) dalam melihat teks-teks sejarah adalah sebuah
keharusan guna menggali sebuah kebenaran dari sebuah rangkaian peristiwa sejarah
yang seringkali masih bersifat kabur.
Berfikir historis adalah proses aktivitas otak kita dalam mengolah informasi
melalui pengumpulan dan penafsiran fenomena yang terjadi di masa lampau untuk
menemukan generalisasi yang berguna dalam rangka memahami, meramalkan atau
mengendalikan fenomena atau kelompok fenomena. Berpikir historis menuntut
obyektivitas dan kearifan si pelaku. Untuk bisa memahami sejarah, diperlukan daya
interpretasi serta daya analisis yang lebih dari sekedar mencari informasi sejarah. Itulah
tantangan bagi siapapun dalam mengkonsumsi sejarah. Jika kita dapat membuat
masyarakat melakukan hal itu, maka sebagai pelaku sejarah, masyarakat tidak hanya
dapat memperbaiki sejarah, bahkan lebih dari itu dia dapat membuat formulasi sendiri
tentang bagaimana memahami, menganalisis dan bahkan melakukan interpretasi
terhadap teks-teks sejarah..
Terkait dengan kontroversi soal peristiwa G-30 S PKI, hemat penulis, hal itu
merupakan pembelajaran bagi Bangsa Indonesia. Kontroversi bukanlah sesuatu yang
perlu dikahawatirkan karena memang peristiwa tersebut faktanya mengandung
kontroversi. Namun demikian, tidak sepatutnya kita terjebak dalam perdebatan
kontroversial tersebut secara berlarut-larut karena masih banyak hal yang harus kita
perbuat untuk membangun bangsa kita yang sedang terpuruk ini. Kasus G-30 S PKI,
terlepas dari versi manapun kita melihat, adalah suatu peristiwa yang sarat dengan
kepentingan-kepentingan politis dan telah memakan korban anak-anak terbaik bangsa
dan masyarakat yang tidak berdosa dengan cara yang sangat tidak manusiawi.
Karenanya, tidak boleh peristiwa tersebut terulang kembali dimasa kini maupun masa
mendatang. Adalah tugas pemerintah dan kita semua untuk memulihkan kembali
dampak psikologis, sosiologis, dan politis yang ditimbulkan akibat peristiwa G-30 S
PKI.