fusi protoplas-endeh masnenah

15
PERBAIKAN SIFAT GENOTIPE TANAMAN MELALUI FUSI PROTOPLAS Oleh : Endeh Masnenah Abstrak Perbaikan sifat genetik suatu tanaman dapat dilakukan secara konvensional misalnya dengan persilangan seksual atau secara inkonvensional, salah satunya dengan cara fusi protoplas. Pemuliaan tanaman secara konvensional melalui persilangan seksual adakalanya tidak dapat diaplikasikan karena kendala genetik seperti adanya inkompatibilitas seksual antara tetua yang akan dipersilangkan atau adanya sterilitas pada salah satu tetua. Kasus tersebut sering terjadi pada persilangan tanaman berkerabat jauh seperti persilangan antar species (interspesifik) atau antar genus (intergenerik). Padahal sifat sifat genetik penting seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, nematoda,cekaman biotik maupun abiotik, dan karakter penting lainnya, banyak terdapat pada spesies liarnya, sehingga untuk memindahkan sifat sifat genetik penting tersebut kita harus melakukan persilangan interspesifik atau bahkan intergenerik. Aplikasi metode fusi protoplas atau hibridisasi somatik merupakan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Selain dapat mentransfer gen gen yang belum teridentifikasi, fusi protoplas juga dapat memodifikasi dan memperbaiki sifat sifat yang diturunkan secara poligenik . Fusi protoplas dapat memecahkan kendala genetik dalam sistem persilangan secara seksual. Fusi protoplas merupakan teknik penggabungan inti dan atau sitoplasma antara dua genotipe yang berbeda secara in vitro untuk mendapatkan hibrida dengan sifat sifat yang diinginkan. Fusi protoplas, memberi peluang produksi hibrida interspesifik maupun intergenerik yang secara konvensional melalui persilangan seksual tidak bisa berlangsung. Juga memberi peluang produksi galur heterozigot species sama, yang umumnya hanya bisa dikembangkan melalui perbanyakan vegetatif,misalnya tanaman kentang dan tanaman umbi lainnya. Kata Kunci: Perbaikan sifat genotipe, Fusi Protoplas, Tanaman.

Upload: budi-kafan

Post on 20-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fusi Protoplas

TRANSCRIPT

  • PERBAIKAN SIFAT GENOTIPE TANAMAN MELALUI FUSI

    PROTOPLAS

    Oleh : Endeh Masnenah

    Abstrak

    Perbaikan sifat genetik suatu tanaman dapat dilakukan secara konvensional misalnya

    dengan persilangan seksual atau secara inkonvensional, salah satunya dengan cara fusi

    protoplas. Pemuliaan tanaman secara konvensional melalui persilangan seksual adakalanya

    tidak dapat diaplikasikan karena kendala genetik seperti adanya inkompatibilitas seksual

    antara tetua yang akan dipersilangkan atau adanya sterilitas pada salah satu tetua. Kasus

    tersebut sering terjadi pada persilangan tanaman berkerabat jauh seperti persilangan antar

    species (interspesifik) atau antar genus (intergenerik). Padahal sifat sifat genetik penting

    seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, nematoda,cekaman biotik maupun abiotik, dan

    karakter penting lainnya, banyak terdapat pada spesies liarnya, sehingga untuk

    memindahkan sifat sifat genetik penting tersebut kita harus melakukan persilangan

    interspesifik atau bahkan intergenerik.

    Aplikasi metode fusi protoplas atau hibridisasi somatik merupakan alternatif untuk

    mengatasi masalah tersebut. Selain dapat mentransfer gen gen yang belum teridentifikasi,

    fusi protoplas juga dapat memodifikasi dan memperbaiki sifat sifat yang diturunkan secara

    poligenik . Fusi protoplas dapat memecahkan kendala genetik dalam sistem persilangan

    secara seksual.

    Fusi protoplas merupakan teknik penggabungan inti dan atau sitoplasma antara dua

    genotipe yang berbeda secara in vitro untuk mendapatkan hibrida dengan sifat sifat yang

    diinginkan. Fusi protoplas, memberi peluang produksi hibrida interspesifik maupun

    intergenerik yang secara konvensional melalui persilangan seksual tidak bisa berlangsung.

    Juga memberi peluang produksi galur heterozigot species sama, yang umumnya hanya bisa

    dikembangkan melalui perbanyakan vegetatif,misalnya tanaman kentang dan tanaman

    umbi lainnya.

    Kata Kunci: Perbaikan sifat genotipe, Fusi Protoplas, Tanaman.

  • I. PENDAHULUAN

    Pemuliaan tanaman secara konvensional telah menunjukkan kemajuan yang sangat

    pesat untuk meningkatkan daya hasil tanaman. Akan tetapi, perbaikan sifat genetik

    tanaman secara konvensional dengan cara persilangan seksual, adakalanya tidak dapat

    diterapkan karena kendala genetik, seperti adanya inkompatibilitas seksual atau kondisi

    fisiologis tanaman yang tidak memungkinkan terjadinya persilangan seperti fertilitas

    polen yang rendah atau tidak bisa menghasilkan bunga (bersifat steril) .

    Kendala genetik ini sering terjadi pada persilangan antara tanaman tanaman yang

    berkerabat jauh, misalnya persilangan antar spesies (interspecific) atau antar genus dalam

    satu famili (intergeneric). Sementara itu, beberapa sifat seperti sifat ketahanan terhadap

    hama, penyakit, nematoda, atau ketahanan terhadap cekaman abiotik, biasanya terdapat

    pada tanaman liarnya, sehingga untuk memindahkan sifat sifat tersebut ke tanaman

    budidaya kita harus melakukan persilangan interspesifik atau bahkan mungkin

    intergenerik.

    Sebagai contoh: dalam budidaya tanaman jahe, salah satu kendalanya adalah

    kepekaan tanaman terhadap penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh serangan bakteri

    Ralstonia solanacearum, yang dapat menimbulkan kerugian hasil lebih dari 90 %. Upaya

    yang paling efisien dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan penggunaan varietas

    resisten. Sementara itu, perakitan varietas resisten secara konvensional melalui cara

    persilangan seksual terkendala oleh rendahnya fertilitas polen (kesuburan tepungsari) dan

    adanya inkompatibilitas sendiri (self incompatibility). Oleh karena itu perlu diaplikasikan

    metode inkonvensional misalnya dengan cara mutasi induksi, seleksi in vitro, produksi

    tanaman haploid, penerapan metode transformasi genetik atau fusi protoplas sehingga

    diperoleh variasi genetik baru sebagai bahan seleksi (Rostiana,O., 2006).

    Penggunaan metode transformasi genetik merupakan cara yang ideal untuk

    mentransfer gen yang diinginkan secara efisien tanpa ada hambatan seksual dan kedekatan

    taksonomi. Tetapi penggunaan metode transformasi hanya dapat dilakukan pada sifat sifat

    genetik yang disandi oleh gen tunggal. Beberapa sifat yang disandi oleh banyak gen

    (poligenik) yang terletak di satu atau beberapa kromosom tanaman sulit untuk

    diidentifikasi dan diisolasi, sehingga penggunaan metode transformasi menjadi sangat sulit

    untuk diterapkan (Ramulu et al., 1995 dalam Purwito,1999); Millam et al., 1995).

    Aplikasi metode fusi protoplas atau hibridisasi somatik dapat dijadikan alternatif

    untuk mengatasi masalah tersebut. Selain dapat mentransfer gen gen yang belum

  • teridentifikasi, fusi protoplas juga dapat memodifikasi dan memperbaiki sifat sifat yang

    diturunkan secara poligenik (Millam et al., 1995; Waara and Glimelius, 1995). Fusi

    protoplas dimasa yang akan datang,menjadi tujuan utama manipulasi genetik, karena dapat

    memecahkan hambatan genetik dalam sistem persilangan secara konvensional (Verma,N.,

    et al.,2004).

    Fusi protoplas merupakan teknik penggabungan inti dan atau sitoplasma dari

    genotipe yang berbeda untuk meningkatkan keragaman genetik atau memperbaiki sifat

    unggul tanaman yang diinginkan (Rostiana, O., 2006). Pada teknik fusi protoplas , dua

    protoplas dengan genetik yang berbeda diisolasi dan difusikan dengan berbagai cara untuk

    memperoleh protoplas hibrida. Fusi protoplas ini berguna untuk memproduksi hibrida

    interspesifik atau bahkan intergenerik (Verma, N. et al.,2004).

    Menurut Wattimena (1999), fusi protoplas dapat dilakukan dengan cara

    menggabungkan seluruh genom dari dua jenis protoplas dari kultivar yang berlainan

    (intraspecific), atau antar species dalam genus yang sama (interspecific) , atau fusi antar

    genus dalam satu famili (intergeneric).

    Fusi protoplas antar kultivar yang berlainan (intraspecific) bertujuan untuk

    meresintesis genotipe tetraploid dari galur tanaman dihaploid yang telah terseleksi

    sehingga tanaman tetraploid hasil fusi mempunyai tingkat heterozigositas yang tinggi.

    Penggunaan fusi protoplas memungkinkan produksi hibrida dengan heterozigositas yang

    tinggi hanya dalam sekali langkah sehinga sangat efisien, walaupun keberhasilannya

    sangat ditentukan oleh genotipe (Waara and Glimelius, 1995; Purwito, 1999).

    Fusi protoplas antar species dalam satu genus (interspecific) bertujuan

    mendapatkan sifat sifat tertentu, misalnya ketahanan ( resistensi) terhadap hama dan

    penyakit. Untuk mendapatkan sifat sifat ketahanan juga dapat dilakukan dengan cara fusi

    protoplas antar genus (intergeneric) (Purwito,1999).

    Fusi protoplas dari genotipe yang berbeda dapat menghasilkan hibrida somatik

    dengan tiga kategori yaitu,1.hibrida simetris dimana kedua inti dari dua tetua tergabung

    secara sempurna 2.hibrida asimetris, dimana hanya sebagian saja inti dari salah satu tetua

    bergabung dengan inti tetua lainnya.3. Cybrid ,yi dimana inti dari salah satu tetua

    terakumulasi di dalam gabungan protoplas kedua tetua. Oleh karena itu, variasi

    rekombinan sifat genetik di dalam tanaman hasil fusi akan sangat beragam dalam frekuensi

    yang berbeda (Bhojwani and Razdan,1996 dalam Rostiana,O.,2006).

    Fusi simetris dapat menghasilkan keragaman genetik yang tinggi yang berguna

    dalam program pemuliaan tanaman, melalui beberapa kali silang balik (backcross),

    dilanjutkan dengan seleksi, dapat dihasilkan kultivar baru (Mariska,I. et al., 2006).

  • Tanaman hasil fusi protoplas memiliki sifat sifat gabungan dari kedua tetuanya,,

    termasuk sifat sifat yang tidak diinginkan yang berasal dari species liar. Untuk

    menghilangkan sifat sifat yang tidak diinginkan pada tanaman hasil fusi biasanya

    dilakukan dengan cara silang balik (backcross) dengan salah satu tetuanya.

    II. PEMBAHASAN

    Perbaikan sifat genotipe tanaman secara inkonvensional melalui kultur invitro

    dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain peningkatan keragaman somaklonal,

    penyelamatan embrio, kultur haploid, atau fusi protoplas (hibridisasi somatik).

    Penggunaan teknik fusi protoplas atau hibridisasi somatik merupakan salah satu

    aplikasi bioteknologi yang menjanjikan. Teknik hibridisasi somatik dapat mentransfer sifat

    monogenik dan poligenik antar galur atau antar species dan dapat mengatasi hambatan

    inkompatibilitas seksual (Millam et al.,1996 ; Purwito,1999). Kendala genetik seperti

    inkompatibilitas seksual atau fertilitas polen yang rendah atau sterilitas sering terjadi pada

    persilangan antara genotipe genotipe tanaman yang berkerabat jauh, yang tidak dapat

    diatasi dengan metode konvensional dengan persilangan seksual. Fusi protoplas dapat

    digunakan untuk mengatasi hambatan dalam persilangan tersebut.

    Penelitian fusi protoplas telah menghasilkan hibrida somatik yang menunjukkan

    peningkatan pada potensi genetik tanaman. Beberapa penelitian fusi protoplas telah

    menghasilkan keragaman genetik tanaman, produktivitas tinggi , perbaikan sifat

    ketahanan terhadap hama, penyakit, dan nematoda, serta perbaikan sifat-sifat kualitatif

    seperti kandungan minyak tinggi (Mariska,I.et al, 2006).

    Fusi protoplas untuk perbaikan sifat ketahanan terhadap penyakit, telah dilakukan

    pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.). Pada tanaman kentang, sifat ketahanan

    banyak terdapat pada spesies diploid, misalnya, Solanum phureja (resistensi PVY dan layu

    bakteri), S.breviden (resisten terhadap PLRV), S.demissum (resisten terhadap phythophtora

    infestan), S. etuberosum (resisten terhadap frost), S. pennellii (resisten terhadap

    Alternaria), S.berthaultii (resisten terhadap serangga) dan S.balbocastanum (resisten

    terhadap nematoda) (Purwito,1999).

    Untuk mendapatkan sifat ketahanan, telah dilakukan fusi antar genus (inter

    generic), seperti antara kentang dengan genus lain dalam Solanaceae, misalnya untuk

    mendapatkan ketahanan terhadap penyakit hawar daun, layu bakteri dan ketahanan

    terhadap kekeringan dilakukan fusi antara kentang (Solanum tuberosum) dengan species

    liar Lycopersicon pimpinellifolium ;S. khasianum dengan S. aculestissima ; S. khasianum

  • dengan S. laciniatum); S. melongena dengan S. Aethopicum ; S.khasianum dengan S.

    mammosum ; serta S.tuberosum BF15 dengan S.stenotomum (Purwito,1999).

    Fusi protoplas untuk mendapatkan ketahanan terhadap penyakit juga dilakukan

    pada tanaman terung. Pada budidaya tanaman terung (Solanum melongena), masalah yang

    sering dihadapi antara lain adalah serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh

    Ralstonia Solanacearum yang mengakibatkan kehilangan hasil 15-95% (Husni, A. et al,

    2004). Penyakit ini memiliki kisaran inang yang luas, bukan hanya menyerang famili

    Solanaceae , tetapi juga menjadi masalah serius dalam budidaya tanaman jahe dan

    beberapa tanaman lainnya.

    Pada tanaman terung sumber ketahanan (resistensi) terhadap penyakit layu bakteri

    banyak ditemukan pada spesies liar antara lain pada takokak ( Solanum torvum) .

    Pemindahan sifat ketahanan dari species liar ke dalam species terung budidaya secara

    konvensional dengan persilangan seksual sering mengalami kegagalan akibat

    inkompatibilitas atau dihasilkan hibrida yang steril . Salah satu cara untuk memindahkan

    sifat genetik dari dua spesies yang berbeda tersebut adalah melalui fusi protoplas (Husni,

    A. et al., 2004) .

    Hibrida somatik tanaman terung yang dihasilkan dari fusi protoplas toleran

    terhadap penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, bahkan beberapa diantaranya lebih

    tahan dibandingkan kerabat liarnya. Melalui silang balik (backcross) antara tanaman

    dihaploid dengan terung dapat dihasilkan genotipe baru dengan morfologi, warna dan

    struktur buah yang menyerupai tetua hibridanya (Mariska, I dan A. Husni., 2006). Dari

    penelitian lain yang telah dilakukan, kultur protoplas dapat menghasilkan keragaman

    yang tinggi baik dalam sifat sifat morfologi maupun resistensi terhadap phytophthora

    infestans dan Alternaria solanii (Husni, A. et al., 2004) , juga telah diperoleh klon klon

    yang tahan terhadap herbisida ( Evans and Sharp, 1986 dalam Husni, A. et al.,2004).

    Walaupun penelitian fusi protoplas telah banyak dilakukan ,metode fusi protoplas yang

    dapat berlaku umum pada genus Solanum belum ada, terutama antara S. melongena dan S.

    torvum yang sering mengalami kegagalan dalam regenerasi membentuk hibrida baru

    (Purwito, 1999).

    Fusi protoplas untuk mendapatkan ketahanan terhadap nematoda telah dilakukan pada

    tanaman nilam. Nilam (Pogostemon cablin) merupakan penghasil minyak atsiri yang

    potensial untuk dikembangkan dan Indonesia merupakan pemasok utama di pasar dunia.

    Tanaman nilam yang dibudidayakan di Indonesia bersifat steril atau tidak berbunga

    sehingga sulit mendapatkan genotipe baru melalui persilangan seksual. Selain itu,

    pengembangan nilam menghadapai masalah serangan nematoda pratylenchus brachyurus.

  • Sifat ketahanan terhadap nematoda tersebut terdapat pada nilam jawa (Girilaya) yang

    produksi minyaknya rendah. Untuk mendapatkan sifat ketahanan tersebut maka dilakukan

    fusi protoplas antara nilam jawa dan nilam aceh (budidaya) yang kadar minyaknya tinggi

    (Mariska, I dan A. Husni, 2006).

    Mekanisme ketahanan terhadap nematoda dapat terjadi secara fisik dan kimia. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tahan terhadap nematoda mempunyai

    kandungan fenol dan lignin yang lebih tinggi daripada tanaman yang rentan. Hal ini sesuai

    dengan hasil penelitian pada pisang bahwa senyawa fenol dan lignin memiliki hubungan

    yang sangat erat dengan ketahanan terhadap nematoda. Hasil fusi protoplas nilam Aceh

    dan nilam jawa (girilaya) dapat meningkatkan kandungan fenol dan lignin pada beberapa

    hibrida somatik seperti pada kerabat liarnya ( Mariska, I dan A. Husni 2006).

    Dalam hal peningkatan keragaman genetik, fusi protoplas pada tanaman nilam

    (Pogostemon,sp) menghasilkan keragaman genetik yang luas untuk karakter tinggi

    tanaman, panjang cabang primer, jumlah dan panjang cabang sekunder, panjang dan lebar

    daun, panjang tangkai daun, produksi terna basah dan kering ( Martono, B., 2009).

    Menurut Bhojwani dan Razdan (1996) dalam Martono,B (2009) bahwa variasi

    rekombinan karakter genetik di dalam tanaman hasil fusi akan sangat beragam dalam

    frekuensi yang berbeda . Variasi (keragaman) hibrida somatik dapat merupakan hasil dari

    satu atau ketiga mekanisme berikut:

    1. Keragaman genetik akibat subkultur kalus yang dilakukan terus menerus yang

    mengakibatkan suatu variasi somaklonal.

    2. Ketidakstabilan dari kombinasi inti sel yang mengakibatkan hilangnya ekspresi

    gen atau hilangnya bagian dari informasi genetik,

    3. Terjadinya segregasi dari inti atau sitoplasma setelah fusi yang menghasilkan

    kombinasi unik antara informasi genetik pada inti dan sitoplasma.

    Beberapa penelitian tentang fusi protoplas lainnya misalnya pada tembakau, tomat,

    timun, kacang panjang, slada, jamur,rumput laut,padi dan jahe. Pada tanaman padi telah

    dilaporkan keberhasilan regenerasi tanaman hasil fusi protoplas interspesies antara padi

    budidaya subspecies japonica dan beberapa spesies padi liar (Takamura et al.,1992;Yan et

    al.,2004) dalam Sukmajaya et al.,2007).

    Faktor faktor penting yang berpengaruh dalam hibridisasi somatik adalah sumber

    protoplas yang dipergunakan, metode isolasi protoplas, jenis dan konsentrasi enzim yang

    dipergunakan, parameter listrik pada saat fusi, dan media yang dipergunakan pada awal

    kultur protoplas pasca fusi serta media regenerasi protoplas (Purwito, 1999).

  • A. Sumber protoplas

    Jaringan tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplas bervariasi, umumnya

    jaringan muda dari tanaman yang mempunyai umur fisiologis muda seperti pucuk muda

    (dari kecambah,bibit,plantlet). Protoplas dari jaringan tersebut dinding selnya masih

    sederhana terdiri dari dinding sel primer (belum berlignin). Skema perlakuan untuk

    mendapatkan protoplas dapat dilihat pada gambar 1.

    Jaringan daun pada umur dan kondisi fisiologis optimal (tanaman muda)

    ditumbuhkan dalam growth chamber pada lingkungan terkendali dan reproducible

    Direndam dalam larutan ethanol 70 %(dalam waktu sangat singkat),sterilisasi

    dengan 2.5% Na-hipokhlorida (15-30 menit)

    Pencucian beberapa kali dengan air steril

    Bahan jaringan dikeringkan diantara kertas tissue

    Lapisan epidermis bawah dikupas dengan forsep untuk memudahkan penetrasi

    Enzim atau bahan jaringan dipotong selebar 1-2 mm dan penetrasi enzim

    dilakukan dalam vacuum

    Dibuat suspense protoplas setelah inkubasi dengan enzim

    Gambar 1. Teknik Perlakuan Jaringan untuk Mendapatkan Protoplas (Mantell et

    al.,1985 dalam Soemartono et al.,1992)

    B. Isolasi Protoplas

    Protoplas adalah sel telanjang tanpa dinding yang hanya dilindungi oleh membrane

    plasma. Menurut Suryowinoto (1996), isolasi protoplas yaitu teknik untuk menghasilkan

    protoplas yang utuh dan viable dari jaringan tanaman hidup dengan cara menghilangkan

    dinding selnya. Isolasi protoplas pertama kali dilakukan oleh Klercker, 1892 dari potongan

    irisan umbi bawang yang terlebih dahulu diplasmolisa, kemudian dimasukkan kedalam

  • media cair sehingga banyak protoplas yang meluncur kedalam medium (Bhojwani dan

    Razdan,1983 dalam Suryowinoto, M. 1990).

    Prosedur penyediaan protoplas dilakukan dengan menghilangkan dinding sel tanaman

    tanpa banyak merusak protoplas dalam lingkungan osmotik yang menstabilkan membrane

    protoplas. Protoplas dapat dilepaskan dari sel utuh, secara mekanik yaitu melalui proses

    plasmolisis untuk melepaskan protoplas dari dinding sel, atau dengan cara hidrolisis

    dinding sel dengan menggunakan enzim. Cara mekanik, hanya menghasilkan sedikit

    protoplas yang viable (Soemartono, et al., 1992).

    Banyak modifikasi teknik mendapatkan protoplas menggunakan macam macam

    enzim untuk menghancurkan dinding sel secara lunak. Beberapa enzim patent yang

    digunakan untuk memperoleh protoplas (Mantell et al,1985 dalam Soemartono, et

    al.1992) sbb:1) Driselase (berasal dari Trichoderma viridis,kombinasi selulase +

    pektinase); 2) Macerozyme (berasal dari Rhizopus spp, kombinase selulase + pektinase);3)

    Pectolyase Y-23; 4) Onozuka R-10 ; 5) Meicelase; 6) Rhozyme; 7) Macerozyme R-10.

    Enzim yang lebih banyak mengandung pektinase tanpa adanya garam,memberikan

    protoplas lebih viable.

    Protoplas dapat diisolasi dari hampir semua bagian tanaman seperti akar, daun, nodul ,

    koleoptil, kultur kalus, dan daun invitro (Husni,A. et al., 2004). Pada isolasi protoplas

    tanaman jeruk siam satsuma dan mandarin ternyata bahwa keberhasilan isolasi protoplas

    sangat dipengaruhi oleh jenis, konsentrasi, dan kombinasi enzim yang digunakan

    (Suryowinoto, 1990).

    Demikian pula hasil penelitian Purwito (1999) ternyata bahwa pada isolasi protoplas

    tanaman kentang, jenis dan konsentrasi enzim sangat menentukan banyaknya protoplas

    yang dihasilkan, bahkan pada komposisi enzim yang sama menghasilkan protoplas dalam

    jumlah yang berbeda akibat perbedaan genotipe tanaman. Umumnya tanaman yang

    tumbuh vigor menghasilkan protoplas lebih banyak dibandingkan tanaman yang tumbuh

    kurus (Purwito,1999).

    Jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan dalam isolasi protoplas sangat bervariasi,

    paling tidak ada 15 jenis enzim yang dapat dipergunakan, yang biasa digunakan adalah

    pektinase, pektolyase, macerozim dan selulase. Pektinase, pektolyase, dan macerozim

    berfungsi untuk melarutkan dinding primitive antar sel yang tersusun oleh zat pektin

    sehingga menjadi sel sel tunggal, sedangkan selulase berfungsi melarutkan sisa dinding sel

    yang tersusun atas zat selulosa (Suryowinoto, 1990). Jenis enzim dan lamanya

    penghancuran dinding sel menentukan viabilitas protoplas (Puite,K.J.,1991).

  • Gambar 2. Skema Teknik Mendapatkan Protoplas (Mantell et al., 1985 dalam

    Soemartono, et al. 1992)

    C. Fusi Protoplas

    Fusi protoplas dapat terjadi secara spontan dan dapat dengan cara induksi (buatan).

    Fusi induksi dapat dilakukan dengan dua cara :

    1) Metode fusi dengan cara kimia. Protoplas dengan sifat osmotik sama dapat dipacu

    untuk melakukan fusi dibawah pengaruh senyawa garam seperti NaNo3. Cara ini

    dapat menghasilkan 25% fusi protoplas. Senyawa lain misalnya polyvinil

    Alkohol(PVA);dekstran ; polyethylene glycol (PEG) dengan media fusi yang

    mengandung Ca++

    dan pH tinggi (8-10). Hasil fusi sangat bervariasi dari 1-100 %,

    tergantung operator dan bahan yang digunakan. (Puite,K.J.,1991; Soemartono et

    al.,1992; Purwito, 1999).

    Metode fusi dengan cara kimia, umumnya menggunakan enzim polyethylene glycol

    (PEG) yang telah diaplikasikan secara luas (Puite,K.J.,1991). PEG berfungsi

    sebagai bulking agent, yaitu sebagai jembatan antara protoplas yang mirip

    fungsinya dengan plasmodesmata. Terjadinya fusi semakin besar pada saat proses

    penghilangan PEG, yaitu pada saat pencucian. Keberhasilan fusi sangat dipengaruhi

    oleh konsentrasi PEG dan jumlah kerapatan protoplas yang akan difusikan

    (Puite,K.J.,1991; Purwito,1999). Keuntungan fusi protoplas dengan PEG antara lain

    dapat dilakukan dengan peralatan sederhana.

  • Gambar 2.Hibridisasi Somatik antara Dua Species Tanama cara Elektrofusi

    (Puite,K.J.,1991)

    2) Metode fusi dengan cara elektrofusi , dilakukan dengan menggunakan aliran listrik

    pada alat yang dilengkapi dengan generator AC dan DC. Generator AC berfungsi

    untuk membuat protoplas berjajar, membentuk rantai lurus, selanjutnya pulsa DC

    pada tegangan tertentu dapat menginduksi terjadinya fusi kru pulsa DC dapat

    membuat celah yang dapat balik, sehingga protoplas dapat berfusi (Puite,K.J.,1991;

    Purwito,1999).

    D. Kultur protoplas dan Regenerasi Tunas

    Keberhasilan kultur protoplas dan regenerasinya ditentukan oleh beberapa faktor,

    seperti genotipe dan jaringan yang digunakan, fisiologi jaringan, jenis dan konsentrasi

    enzim, masa inkubasi, media kultur, zat pengatur tumbuh, dan kondisi inkubasi (Bradsan

    and Mackey, 1994 dalam Sukmadjaya, et al, 2007). Tidak ada metode baku dalam isolasi

    dan kultur protoplas, karena setiap individu sel atau jaringan yang akan digunakan sebagai

    sumber protoplas kemungkinan akan memerlukan kondisi yang khusus (Sukmadjaya et al.

    2007).

    Menurut Purwito (1999) bahwa keberhasilan produksi hibrida somatik sangat

    ditentukan oleh keberhasilan dalam proses kultur protoplas dan regenerasinya menjadi

    tanaman dari tetua- tetuanya. Oleh karena itu perlu diketahui metode kultur protoplas, baik

    mengenai sumber protoplas yang dipergunakan, jenis dan konsentrasi enzim untuk isolasi,

    komposisi medium penaburan protoplas dan medium regenerasi mikrokalus menjadi

    tanaman pada masing masing tetua yang dipakai.

  • Untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi adanya hibrida somatik dapat dilakukan

    dengan beberapa cara, antara lain secara visual,melihat kejaguran hibrida dari mikrokalus

    yang dihasilkan, menggunakan marka biokimia seperti mutan defisiensi nitrat reduktase,

    penghitungan kromosom dan analisis ploidi dengan flow cytometry, menggunakan teknik

    RFLP, teknik RAPD,dan melihat morfologi tanaman di laboratorium dan di lapangan.

    Identifikasi tersebut diperlukan untuk mendapatkan validitas dalam penentuan hibrida

    somatik (Purwito,1999).

    E. Prosedur Fusi Protoplas

    Contoh Fusi Protoplas antara Solanum melongena (terung) dan Solanum torvum

    (takokak) (Husni et al., 2004) sbb:

    1). Persiapan eksplan (Sumber Protoplas)

    Eksplan yang digunakan adalah S.melongena dan S. torvum .Benih dari kedua

    species tersebut disterilkan dalam alkohol 70 %, kemudian dalam 0,05% HgCl2, dan 30 %

    clorox masing masing selama 3 menit. Setelah itu benih dicuci dengan aquades. Benih

    yang telah disterilisasi dikecambahkan dalam media MS + 20 g/l sukrosa dan 7 g/l agar.

    Media tersebut disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121 oC selama 20 menit. Setelah

    berkecambah, benih disubkultur pada media baru dan diinkubasi pada suhu 25-27 oC,

    dengan penyinaran 1000 lux selama 12 jam setiap hari. Satu bulan setelah pengkulturan

    daunnya digunakan sebagai sumber protoplas (Husni,A. et al.,2004).

    2). Persiapan Larutan Enzim

    Enzim yang digunakan adalah enzim Sellulase Onozuka RS 0,5 % (ml/l); 0,5 %

    (M/v) macerozyme R-10 (Yakult honssa Co.);0,05% (M/v) MES dan 9,1 % (M/v)

    manitol. Senyawa tersebut dilarutkan dalam CPW dan pH diatur 5,5 5,6, dan disterilisasi

    dengan filter ukuran 0,22 m. Larutan tersebut kemudian dimasukkan kedalam cawan petri

    berdiameter 5 cm, masing masing 5-6 ml setiap cawan (Husni,A. et al.,2004).

    3). Isolasi Protoplas

    Permukaan bagian bawah daun S.melongena dan S.torvum digores dengan pisau

    secara merata dengan jarak antar irisan 2-3 cm. Daun yang telah diiris ditempatkan dalam

    cawan petri yang berisi larutan enzim, kemudian diinkubasi dalam kamar gelap pada suhu

    27oC selama 16 jam. Untuk membantu melepaskan protoplas, cawan petri digoyang selama

    30 detik sehingga diperoleh larutan protoplas.

  • Larutan protoplas S.melongena dan S.torvum disaring dengan metalic sieve

    berukuran 100m, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit

    sampai dihasilkan pelet. Kemudian larutan enzim dipisahkan dan protoplas dilarutkan

    dalam 21 % sukrosa dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Protoplas murni diambil

    menggunakan pipet dan disentrifugasi kembali. Kemudian protoplas dilarutkan dalam 0,5

    M manitol + 0,5 mM CaCl2 dan disentrifugasi selama 5 menit sampai terbentuk pelet

    protoplas. Akhirnya protoplas dicuci dan densitas nya diukur (Husni,A. et al.,2004).

    4). Fusi Protoplas

    Protoplas S.melongena dan S torvum yang telah dimurnikan seperti tersebut diatas

    masing masing diencerkan dengan larutan pencuci sehingga densitasnya menjadi

    + 5 x 104 protoplas /ml. Kemudian suspensi protoplas dicampur dalam tabung reaksi

    dengan perbandingan volume yang sama dan diresuspensi sampai homogen. Setelah

    homogen suspensi protoplas diambil dengan pipet sebanyak 600-800 l kemudian

    dimasukkan kedalam cawan petri berdiameter 5 cm dan dibiarkan selama 5 menit sehingga

    protoplas mengendap. Selanjutnya di sekeliling suspensi protoplas ditambahkan 100 l

    larutan PEG dengan konsentrasi 30 % atau 50 % sebagai perlakuan selama 10 dan 20 detik

    untuk menginduksi terjadinya fusi. Larutan PEG kemudian dibuang dan protoplas

    dibersihkan dengan larutan pencuci. Selanjutnya dilakukan penghitungan secara

    mikroskopis terhadap protoplas yang mengalami fusi. Protoplas yang telah difusikan

    dikultur dalam media perlakuan untuk memacu pertumbuhannya (Husni,A. et al.,2004).

    5). Kultur Protoplas Hasil Fusi

    Media yang digunakan adalah media dasar KM8P dan VKM, masing masing

    diperkaya dengan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 0,1 mg/l NAA dengan pH 5,8.Media

    tersebut disterilisasi dengan filter ukuran 0,22 m. Masing masing medium dipipet dan

    dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi protoplas yang telah difusi,masing masing 6

    ml setiap cawan. Kultur dipelihara dalam ruangan tanpa atau dengan penyinaran 1000 lux

    pada suhu 27 oC sampai terbentuk koloni sel atau mikrokalus. Pengamatan dilakukan

    terhadap jumlah koloni sel dan mikrokalus yang dihasilkan (Husni,A. et al.,2004).

    6). Pengenceran Suspensi (Koloni ) Sel

    Untuk mendorong mikrokalus membentuk kalus, suspense sel diencerkan dengan

    media dasar yang sama (KM8P dan VKM), tetapi ZPT nya diganti dengan 0.1 mg/l 2,4-D

  • + 2mg/l BAP. Koloni atau mikrokalus dari setiap cawan petri dibagi menjadi tiga, dan

    setiap bagian dimasukkan ke dalam cawan petri baru yang telah berisi media pengenceran

    masing masing 6 ml. Kultur disimpan kembali tanpa cahaya dalam inkubator bersuhu

    27 oC..Lalu diamati jumlah kalus yang dihasilkan (Husni,A. et al.,2004).

    7). Regenerasi Tunas

    Kalus yang dihasilkan dari setiap perlakuan dipindahkan ke dalam media padat MS

    + vitamin Morell + 0,1 mg/l IAA dan konsentrasi zeatin sebagai perlakuan (2,4 dan 6

    mg/l).Kemudian diamati keberhasilan regenerasi kalus membentuk tunas. Tunas yang

    dihasilkan dipindahkan ke media dasar yang sama ,yaitu MS + vitamin Morell(padat) tanpa

    menggunakan zpt untuk induksi akar (Husni,A. et al.,2004).

    III.PENUTUP

    Keberhasilan dalam pengendalian protoplas melangsungkan fusi non spesifik memberi

    peluang bagi pembentukan sel hibrida dari dua species, yang secara konvensional melalui

    persilangan seksual tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan kendala genetik seperti

    inkompatibilitas atau sterilitas. Beberapa potensi keuntungan pemuliaan tanaman melalui

    hibridisasi somatik (fusi protoplas)(Soemartono,et al.,1992) antara lain :

    1. Produksi hibrida interspesies atau intergenus yang secara konvensional tidak

    mungkin dapat berlangsung, misalnya antar protoplas dari

    Lycopersicon esculentum (tomato) x Solanum tuberosum (potato)

    Pomato

    2. Produksi galur heterozigot species sama, yang umumnya hanya bisa dikembangkan

    melalui perbanyakan vegetatif,misalnya tanaman kentang dan tanaman umbi

    lainnya.

    3. Transfer terbatas genom dari satu species ke species lain melalui pembentukan

    heterokarion dan pemilihan unsur unsur sitoplasmik salah satu species.

    4. Produksi hibrid amfidiploid yang fertil dari dua species yang inkompatibel.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Husni,A.,I.Mariska, dan Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan Regenerasi Hasil Fusi Antara

    Solanum melongena dan Solanum Torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1): 1-7.

    Mariska,I., dan A.Husni. 2006. Perbaikan Sifat Genotipe Melalui Fusi Protoplas Pada

    Tanaman Lada,Nilam, dan Terung. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian

    25(2): 55 60.

    Martono,B. 2009. Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Korelasi antara Karakter

    Kuantitatif Nilam (Pogostemon sp.) Hasil Fusi Protoplas. Jurnal Penelitian Tanaman

    Industri 15(1) :9 15.

    Millam,S.,L.A.Payne, and G.R.Mackay. 1995. The Integration of Protoplast Fusion-

    derived Material into a Potato Breeding Programme: a review of progress and

    problem. Euphytica 85: 451 455.

    Puite, K.J. 1991. Somatic Hybridisation in Biotechnological Innovations in Crop

    Improvement. Open Universiteit and Thames Polytechnic. Nederland.

    Purwito,A. 1999. Fusi Protoplas Intra dan Interspesies pada Tanaman Kentang. Disertasi

    Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

    Rostiana,O.,2006. Peluang Pengembangan Bahan Tanaman Jahe Unggul Untuk

    Penanggulangan Penyakit Layu Bakteri. Balai Penelitian Tanaman Obat dan

    Aromatik.Hal 77-98.

    Soemartono,Nasrullah & Hari Hartiko.1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi

    Tanaman. PAU Bioteknologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.Hal 277-296.

    Sukmadjaya, D.,Novianti Sunarlim,Endang G.Lestari, Ika Roostika, dan Tintin Suhartini.

    2007. Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi. Jurnal AgroBiogen

    3(2):60-65.

    Suryowinoto,M.1990. Pemuliaan Tanaman secara In vitro. Petunjuk Laboratorium.

    PAU.Biotek.Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.321 hlm

    Suryowinoto,M.1996. Prospek Kultur Jaringan dalam Perkembangan Pertanian Modern.

    Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. 2-18.

    Verma,N.,M.C.Bansal, Vivek Kumar.2004. Protoplast Fusion Technology and its Bio

    technological Applications.Departement of Paper Technology, Indian Institute of

    Technology, Roorkee,Saharanpur.

    Waara,S. and K.Glimelius. 1995. The Potential of Somatic Hybridization in Crop

    Breeding. Euphytica 85:217-233.

    Wattimena,G.A. 1999. Application of Biotechnology in Horticultural Crops Production. In

    Proceeding of Seminar on Biotechnology: Application of Biotechnology in

    Horticultural Production. Bogor Agricultural University-DFID British Council,Bogor,

    14 April 1999.