fungsi dan struktur tari anak yang diiringi musik ... · merupakan jenis alat musik dan...
TRANSCRIPT
0
FUNGSI DAN STRUKTUR TARI ANAK YANG DIIRINGI MUSIK
SIKAMBANG DALAM UPACARA ADAT PERKAWINAN
MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA TAPANULI TENGAH DI
KECAMATAN SIBOLGA KOTA
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: EVI NENTA SIPAHUTAR
NIM: 060707009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkawinan pada masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah memiliki tata cara dan
aturan pelaksanaannya. Dimulai dari merisik, meminang, bertunangan, dan akad nikah
(pernikahan). Selain itu, ada upacara adat yang dilakasanakan pada malam hari sebelum
perkawinan, yang disebut malam bainai atau berinai. Adat ini dilakukan di rumah pengantin
perempuan. Maksud dari upacara tersebut adalah malam ketika kedua pengantin memakai
inai di tangan dan kaki mereka. Pelaksanaan upacara adat perkawinan ini, tidak pernah lepas
dari iringan musik dan tari yang disebut Kesenian Musik Sikambang.
Sikambang berasal dari dua kata yaitu si dan kambang. Secara umum masyarakat
pesisir Sibolga mengartikan sikambang sebagai salah satu jenis musik pada masyarakat
Pesisir. Musik Sikambang, bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Berikut
merupakan jenis alat musik dan klasifikasinya yang dipakai dalam mengiringi lagu dan tarian
adalah gandang sikambang (membranophone), gandang batapik (membranophone), singkadu
(aerophone), canang (aerophone) yang dulunya dilakukan dengan bersiul (baisiu), terbuat
dari tembaga (carano) dipadukan dengan biola serta harmonika (sekarang diganti akordion).
Berbagai macam tarian yang diiringi oleh Musik Sikambang yaitu tari adok, tari sapu tangan
diiringi lagu kapri, tari payung, tari perak-perak, tari sampaya, tari anak dan lain-lain
sebagainya.
Hadirnya tari di lingkungan kehidupan manusia bersamaan dengan tumbuhnya
peradaban manusia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Edi Sedyawati, bahwa tari tumbuh
dalam rangkuman yang erat dalam ketiga unsur budaya, yaitu bahasa, adat istiadat, dan
norma-norma kehidupan (Edi Sedyawati, 1991:110). Kemudian yang menjadi fokus dalam
2
skripsi ini adalah Tari Anak yang terkait dalam konteks upacara adat perkawinan masyarakat
pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
Awalnya Tari Anak ini selalu dipertunjukkan dalam setiap upacara perkawinan
masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Namun seiring dengan berkembangnya zaman
kedudukan tarian ini pun perlahan bergeser. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, karena
dalam penggunaannya sekarang ini Kesenian Sikambang dalam upacara adat perkawinan
memakan biaya yang cukup mahal. Namun demikian, ada sebagian masyarakat pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah yang masih menggunakan tarian ini dalam upacara adat
perkawinan.
Tari Anak ini dibawakan oleh sepasang penari, laki-laki dan perempuan dewasa, yang
memakai pakaian pesisir dan menggunakan properti (perlengkapan) seperti kampi sirih
(tepak), galeta (tempat air), boneka anak bayi, selendang dua helai, ayunan tajak (ayunan
untuk bayi). Durasi tarian anak ini tidak begitu lama, dan posisi Tari Anak tersebut dimainkan
tepat didepan pelaminan. Upacara adat Malam Sikambang ini dilakukan pada malam setelah
akad nikah dilaksanakan dan biasanya dimulai pukul 21.00 sampai dengan 24.00 WIB.
Tari Anak ini sesungguhnya bukan hanya dipertunjukkan dalam upacara adat
perkawinan saja tetapi tari anak ini dapat digunakan dalam acara-acara lain seperti sunat
rasul, turun ka rai, masuk rumah, dan ulang tahun. Karena Tari Anak bermaksud untuk
mendoakan agar hubungan antara orangtua dan anak dapat perlangsung dengan baik dan
semakin diberkati kedepannya..
3
Dalam konteks perkawainan Tari Anak ini diiringi dengan iringan musik dan Lagu
Sikambang. Dalam sebuah tarian peranan musik sangat penting, karena bisa dirasakan
kehadiran tari tanpa musik terasa hambar dan tidak menarik untuk ditonton. Berikut beberapa
syair pantun yang dinyanyikan dalam mengiringi tarian anak ini.
Kayu gadang di lereng gunung, (kayu besar dipinggir bukit) Di tabang dibala duo, (ditebang dibelah dua) Ala sanang hati bundo kandung, (sangat senang hati ibu kandung) Anak sorang manjadi duo. (satu anak menjadi dua)
Makna dari syair tersebut adalah akan bertambah nya satu lagi anggota keluar dari masing-
masing keluarga kedua mempelai. Tadinya anak tersebut sendiri tetapi karena telah menikah
si anak membawa anggota keluarga baru yaitu menantu. Begitu juga sebaliknya.
Pancarinek ditapi ai (pancarinek ditepi air) Sudah mati mukan babuah (sudah mati baru berbuah) Jimek-jimek tuan balai (hati-hati tuan melaut) Lawik sati ranto batuah (laut lepas banyak tantangan)
Makna dari syair tersebut adalah hati-hatilah untuk menjalankan bahtera rumah tangga karena
dalam berumah tangga akan menghadapi banyak tantangan. Baik rumah tangga yang mapan
(sudah lama menjalani rumah tangga) ataupun yang baru menjalani bahtera rumah tangga
pasti akan menghadapin tantangan seperti gelombang laut yang ada di laut lepas.
Labek ujan di mursala, (lebat hujan di mursala) Kambang lah bungo parautan, (berkembang lah bunga parautan) Bintang dilangit punyo sala, (bintang dilangit punya salah) Ombang di lawik mananggungkan. (ombak dilaut yang menaggungkan)
4
Makna dari syair tersebut adalah seorang anak adalah fitrah (bersih) tergantung kepada orang
tuanya. Kalaupun ingin menjadi baik maka tetaplah baik, tidak memandang miskin ataupun
kaya. Karena apapun yang dilakukan orang tua akan berdampak pada anaknya kelak. Ketika
orang tua berbuat salah maka anak akan menerima akibatnya, begitu juga sebaliknya.
Menurut Soedarsono (1986:109) dikatakan bahwa musik dalam tari bukan hanya
sekedar iringan, tetapi musik adalah partner tari yang secara langsung dapat mendukung dan
memperkuat sajian tari.
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah ;
1. Apa fungsi Tari Anak dalam kebudayaan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli
Tengah, terutama pada upacara adat perkawinan pesisir Sibolga Tapanuli tengah ?
2. Bagaimana bentuk struktur dari Tari Anak tersebut dalam upacara perkawinan
masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah ;
1. Untuk mengetahui apa sebenarnya fungsi Tari Anak yang diiringi Musik Sikambang
bagi masyarakat pesisir terutama dalam upacara adat perkawinan masyarakat pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah.
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk struktur dari Tari Anak tersebut dalam upacara
perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
5
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah ;
1. Untuk menambah wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama
mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi serta mengetahui tentang tari
nusantara seperti Sibolga
2. Untuk menambah referensi penulisan tentang tari-tarian yang ada di nusantara.
3. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti lainnya.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Koentjaraningrat (1992:21), mengemukakan konsep sebenarnya adalah secara singkat
dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati,
konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan
hubungan empiris.
Fungi dapat dikatakan sebagai manfaat atau kegunaan dari suatu hal. Dalam penulisan
ini penulis akan melihat apa fungi dan kegunaan Tari Anak dalam kehidupan masyarakat
Pesisir Sibolga.
Menurut BPH Suryodiningrat, Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh
manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunya maksud tertentu. Tari
Anak merupakan salah satu tarian yang dimiliki masyarakat Pesisir Sibolga yang dalam
pertunjukannya diiringi oleh musik Sikambang dalam upacara adat perkawinan masyarakat
pesisir. Tarian ini disertai dengan nyanyian, pantun dan syair.
Masyarakat menurut para ahli Antropologi adalah sekelompok orang yang tinggal
disuatu wilayah dan yang memakai suatu bahasa umum yang biasanya tidak dimengerti oleh
penduduk tetangganya (Carol R. Ember dan Melvin Ember dalam T.O. Ihromi 1987:22).
6
Masyarakat pesisir yang dimaksud dalam tulisan ini adalah masyarakat yang tinggal
di Kecamatan Sibolga Kota. Daerah ini sesuai dengan daerah yang menjadi tempat penelitian
penulis dimana daerah ini masih terdapat pelaksanaan upacara perkawinan yang
mempertunjukkan Tari anak.
1.4.2 Teori
Teori adalah salah satu acuan yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang
timbul dalam tulisan ini. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-
dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dan pemikiran untuk
memperoleh suatu teori-teori yang bersangkutan (koentjaraningrat, 1983:30).
Koentjaraningrat (1985:243) juga mengatakan bahwa komponen upacara ada empat
yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan alat upacara, serta orang-orang yang
melakukan dan memimpin upacara. Melihat teori diatas bahwa Tari Anak merupakan tarian
yang terdapat dalam upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
Tarian ini mempunyai waktu dan tempat yang disediakan dalam upacara adat perkawinan,
beberapa orang penari dan pemusik yang mengiringi tarian. Upacara adat perkawinan ini
dipimpim oleh seorang “Alek”. Alek adalah sebutan untuk para pemain Musik Sikambang.
Fungsi adalah sesuatu yang tidak dapat didengar atau dilihat dari penyajian musik
saja; tetapi dapat dipelajari dengan cara melihat, mendengar, dan memahami secara
keseluruhan penyajian musik pada saat musik dimainkan. Seperti yang dikatakan oleh
Merriam dalam bukunya: The Anthropology of Music (1964:210) :
The function, however. May be something quite different assessed through analytical evaluation stemming from thr folk evaluation. The student can, for example, learn something of the values of a culture by analyzing song texts for what they express;… function, im particular, may not be expressed or even understood from the standpoint of folk evaluation-such evaluations we would group under the heading of “concepts.” The sense in which we use these terms, then, refers to the understanding of what music does for
7
human beings as evaluated by the observer who seeks to increase his range of comprehension by this means…”function” concerns the reasons for its employment and particularly the broader purpose which it serves.
Bahwa musik adalah sesuatu yang berbeda dari hasil analisa yang dilakukan oleh
masyarakat lokal. Fungsi tidak dapat dipahami dari pandangan orang lokal saja namun
pandangan lokal bisa kita anggap sebagai konsep. Jika kita dapat memahami pemahaman
sebagai peneliti luar inilah yang disebut dengan fungsi. Dengan kata lain fungsi berbicara
tentang alasan-alasan pemakainya.
Dalam buku Merriam menegaskan bahwa ada sepuluh fungsi utama musik, yaitu:
fungsi (1) pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetis, (3) fungsi hiburan, (4)
fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang
berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara
agama, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.
Dari sepuluh fungsi utama musik yang diungkapkan oleh Merriam penulis membahas
beberapa fungsi yang berhubungan dengan upacara perkawinan yang mempertunjukkan Tari
Anak, Yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi hiburan, (3) fungsi komunikasi,
(4) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, dan (5) fungsi pengintegrasian
masyarakat. Dikatakan sebagai hiburan karena musik sebagai pengiring tari bisa menjadi
reaksi yang menimbulkan kesenangan bagi yang melihat, dan sebagai komunikasi karena
dilihat dari setiap gerakan tari yang mempunyai arti.
Untuk mengkaji struktur Tari Anak penulis menggunakan teori-teori tari yang
ditawarkan oleh Sal Murgiyanto, Snyder, dan Ellfeld. Menurut Sal Murgiyanto (2011:3) Tari
adalah salah satu saka guru seni pertunjukan tradisi Indonesia. Tari yang merupakan cabang
seni pertunjukan tertua lahir bersamaan dengan lahirnya kebudayaan manusia. Ironisnya,
sebagai disiplin studi, tari justru merupakan disiplin yang paling muda. Menurutnya jenis-
jenis tari yang diamatinya tidak terbatas pada tari-tari Melayu Riau dan Sumatera Utara yang
8
disebut sebagai daerah asal dan pusat Budaya Melayu, tetapi juga kelompok Melayu dari
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, bahkan yang berasal dari Malaysia. Dalam hal ini
Tari Anak di kawasan budaya Pesisir memiliki hubungan dengan tarian sejenis di dalam
kebudayaan Minangkabau dan Melayu.
Tari adalah salah satu ekspresi budaya yang sangat kaya, tetapi paling sulit untuk
dianalisis dan diinterpretasikan. Mengamati gerak laku sangat mudah, tetapi tidak mengetahui
maknanya. Tari dapat diinterpretasikan dalam berbagai tingkat persepsi. untuk memahami
maksud yang hendak dikomunikasikan dari sebuah tarian, orang perlu tahu tentang kapan,
kenapa, dan oleh siapa tari dilakukan. Dalam mengukur kedalaman sebuah tarian atau
menjelaskan sebuah pertunjukan dari kebudayaan lain dituntut pemahaman cara dan
pandangan hidup masyarakat yang menciptakan dan menerima tarian tersebut (Kuper via
Snyder, 1984: 5). Dalam hal ini struktur Tari Anak dalam kebudayaan Pesisir adalah
mencerminkan cara dan pandangan hidup masyarakatnya.
Keterampilan gerak biasanya dikuasai secara instingtif dan intuitif. Tari sebagai
ungkapan seni mulai hadir ketika orang mulai sadar akan pentingnya teknik atau
keterampilan gerak, dan ketika itu orang mulai mengatur gerak, artinya mulai ada tuntutan
keteraturan atau bentuk. Sejalan dengan pertumbuhan itu mulai tumbuh kepekaan nilai
pengalaman dan perasaan yang dihayati secara lebih mendalam. Masalah dasar dalam
kesenian adalah pengaturan yang terkendali dari suatu medium dalam rangka
mengkomunikasikan imaji-imaji dari pengalaman manusia (Ellfeldt, 1976: 160). Teori ini
akan dipergunakan untuk menkaji sejauh apa imaji-imaji masyarakat Pesisir yang terkandung
dalam struktur Tari Anak.
9
Dalam meneliti gerak Tari Anak tersebut terdapat Notasi Laban (Edy Sedyawati,
2006:298) yang membahas secara detail bentuk dan polanya, mengingat penulis tidak
memfokuskan secara detail pada gerak tari pada teori Notasi Laban, maka penulis akan
menggunakan lambang-lambang umum dan sederhana yang dapat mewakilkan pola gerak
Tari Anak.
Hubungan musik dan tari adalah suatu fenomena yang berbeda tetapi dapat juga
digabungkan dengan aspek yang mendukung. Musik merupakan rangkaian ritme dan nada
sedangkan tarian adalah rangkaian gerak, ritme, dan ruang dimana fenomena keduanya
merupakan suatu yang berlawanan, yang mana musik merupakan fenomena yang terdengar
tapi tidak terlihat dan tarian merupakan fenomena yang terlihat tapi tidak terdengar
(Wimbrayardi 1999:9-10).
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara atau jalan menyangkut masalah kerja yang dapat memahami
objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat:1985). Secara umum
metode penelitian dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan
pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong 1989 :
3).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1985:581), metode penelitian diartikan sebagai
cara mencari kebenaran azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan.
Menurut Curt Sachs (1962:16) penelitian dalam etnomusikologi dapat dibagi manjadi dua,
yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan
meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan
10
manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian, menganalisis data dan
membuat kesimpulan dari keseluruhan data (Curt Sachs dalam Bruno Nettl 1964 : 62).
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan paham relativisme, dimana peneliti
harus membuang ukuran-ukuran yang ada dalam dirinya sendiri dan mencoba mengerti
masyarakat itu sesuai dengan pandangan kebudayaannya atau masyarakatnya (Nakagawa
2000:11). Secara sederhana dapat dikatakan dalam penelitian lapangan sedapat mungkin
peneliti atau outsider itu menjadi insider terlebih dahulu, baru kemudian menulis. Dalam hal
ini yang dikatakan outsider adalah peneliti dan insider adalah pemilik kebudayaan. Cara ini
kelihatannya mudah dan sangat sederhana sekali, namun dalam kenyataannya tidak, dimana
penulis memandang kebudayaan pesisir dengan paham relativisme, serta paham ini dilakukan
untuk mendapatkan data yang objektif.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, penulis melakukan adanya studi
kepustakaan dan kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan guna
melengkapi data-data yang diperlukan dalam tulisan ini. Sumber bacaan yang digunakan
dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Dimana sumber
bacaan diperoleh dari buku, majalah, buletin, jurnal, artikel, dan situs internet. Studi
kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar tentang apa yang akan
diteliti.
11
1.5.2 Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan agar penulis dapat mengetahui secara keseluruhan
mengenai objek yang diteliti. Dalam kerja lapangan pengamatan dan pengambilan data
melalui perekaman terhadap upacara yang berlangsung, dan perekaman ini dilakukan untuk
mendapatkan data yang objektif berupa gambar maupun video yang diperlukan penulis.
Adapun dalam penelitian lapangan disertai wawancara yang dilakukan penulis,
wawancara yang dilakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu membuat
pertanyaan selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu wawancara bebas (free
interview) yaitu pertanyaan tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan
dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh
berbagai ragam data, namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat
1985:139). Hal ini penulis lakukan untuk mendukung data yang telah diperoleh dari kerja
lapangan maupun dari studi kepustakaan.
Sebagai alat yang membantu merekam hasil wawancara penulis menggunakan
handphone Blackberry Gemini 8520, untul mengabadikan petunjukan acara adat Malam
Sikambang khususnya Tari Anak ini penulis menggunakan Handycam Canon Legria FS306.
Dan untuk mendokumentasikan gambar Tari Anak dalam acara tersebut penulis juga
menggunakan kamera Canon EOS Kiss X4 EF – S 18 – 135 IS Kit.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Untuk menyeleksi data-data yang ada dari penelitian lapangan dan studi kepustakaan
akan dianalisis untuk selanjutnya diseleksi sehingga menghasilkan suatu tulisan tulisan yang
baik. Pada saat kerja laboratorium, hasil rekaman juga penulis lihat secara berulang-ulang
untuk mendapatkan data yang maksimal.
12
1.5.4 Lokasi Penelitian
Untuk lokasi penelitian penulis memilih daerah Kecamatan Sibolga Kota, karena
dikota ini masih ditemukan upacara yang menyajikan Tari Anak, yang merupakan objek
penelitian penulis.
13
BAB II
ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA TAPANULI TENGAH
2.1. Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi
Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai lokasi dimana penulis melakukan
penelitian melalui deskripsi etnografi. Dimana etnografi merupakan suatu deskripsi mengenai
lokasi suatu bangsa disuatu lokasi tertentu, suatu wilayah geografis dan administratif suatu
bangsa, limgkungan alam dan demografi serta sejarah asal mula suatu suku bangsa.
Menyangkut hal ini Fetterman mengungkapkan “ethnography is the science of describing a
group of culture” yang mana artinya adalah “etnografi bukan hanya sekedar ilmu melainkan
juga seni tentang pendeskripsian suatu bangsa” (Fetterman 1989:11).
Untuk menjelaskan mengenai budaya dan adat istiadat yang terdapat di masyarakat pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah Koentjaraningrat mengungkapkan dalam bukunya Pengantar Ilmu
Antropologi bahwa ada 7 unsur yang membentuk suatu kebudayaan dalam masyarakat yaitu
Bahasa, Teknologi, Mata Pencaharian (ekonomi), Organisasi Sosial, Sistem pengetahuan,
Kesenian dan Sistem Religi (Koentjaraningrat, pengantar ilmu antropologi 1979:333). Tetapi
dalam pembahsan ini penulis akan membahas 4 dari 7 unsur tersebut yaitu (1) Mata
Pencaharian, (2) Sistem Bahasa, (3) Sistem Religi dan Kepercayaan, dan (4) Kesenian.
Hal yang akan dibahas dalam Bab II ini adalah mengenai sejarah daerah penelitian,
lokasi lingkungan alam dan demografis, begitu pula dengan keadaan masyarakat pesisir kota
Sibolga Tapanuli Tengah dan hubungannya dengan budaya adat istiadat yang dituliskan
secara ringkas.
14
2.1.1 Sejarah Kota Sibolga Tapanuli Tengah
Sebelum Sibolga terbentuk teluk Tapian Nauli merupakan salah satu tempat yang
ramai dengan aktivitas perdagangan, hal tersebut diketahui pada cacatan pelawat Islam pada
abad ke-7 dan Portugis di abad ke-16, dimana teluk Tapian Nauli ,merupakan salah satu pintu
masuk perdagangan yang pertama di Pantai Barat Sumatera Utara yang berpelabuhan di
Barus 1.
Tengku Luckman Sinar dalam tulisannya yang berjudul “lintasan sejarah Sibolga dan
pantai barat Sumatera Utara 1981”. Beliau menyampaikan tentang kondisi teluk Tapian Nauli
pada saat itu telah mengalami interaksi antara masyarakat di pesisir pantai teluk Tapian Nauli
dengan orang-orang yang tinggal di pedalaman yang sangat membutuhkan bahan-bahan yang
hanya dapat diperoleh dari pesisir pantai, sistem perdagangan yang digunakan dengan
melakukan barter dengan hasil hutan yang mereka dapatkan. Hal tersebut sering dilakukan
oleh “Parlanja”2 atau disebut juga pedagang, dan makin lama semakin banyak orang hilir
mudik, dan menetap dipesisir pantai.
Awal berdirinya kota Sibolga dimulai dari dibukanya kampung oleh Ompu Datu
Horinjom yang berasal dari daerah Silindung (Tapanuli Utara) di Simaninggir yang saat ini
termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tengah. Letak Simaninggir tersebut berada
di gunung dekat teluk tapian nauli. Oleh para “parlanja” atau pedagang tempat ini dijadikan
sebagai tempat istirahatnya ketika hendak menuju daerah pesisir pantai ataupun sesudah
sekembali dari daerah pesisi pantai sebelum kembali kedaerahnya.
1 Tengku Luckman Sinar, SH. Lintas Sejarah Sibolga dan Pantai Barat Sumatera Utara, Harian Waspada 23 juni 1981 2 Pengertian parlanja adal ah orang yang membawa barang dengan pikulan dan melakukan kegiatan barter dalam melakukan transaksi
15
Kawasan Teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan secara paksa antara
penduduk dengan pihak Inggris yang berkembang menjadi perang. Sehingga Ompu Datu
Horinjom memindahkan permukiman mendekati teluk, yaitu di Simare-mare (salah satu
daerah di Kecamatan Sibolga Kota) dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris
yang memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli.
Pada tanggal 13 Maret 1815 pihak Inggris mengadakan suatu ikatan perjanjian
persahabatan dengan Datuk-Datuk di Teluk Tapian Nauli dengan istilah “Batigo BadusanakI
”. Dengan Raja Sibolga serta Datuk-Datuk yang berada di pulau-pulau kecil disekitar teluk
Tapian Nauli yaitu pulau Poncan Ketek (kecil) dan Poncan Gadang (besar) yang saat itu
tunduk di bawah kekuasaan Inggris dan disanalah Inggris mendirikan benteng dan pada tahun
1801 ditetapkan Jhon Prince sebagai residennya.
Menurut Tengku Luckman Sinar bahwa dari hasil catatan riset seorang pembesar
Belanda EB. Kielstra : dalam periode 1833 – 1838 di Sibolga di huni penduduk segala etnis
terutama orang Batak yang berasal dari wilayah Angkola yang mengungsi, dan setelah pusat
pemerintahan asisten Resideni Tapanuli bertempat di sekitar Aek Doras. Sibolga menjadi
ramai, meskipun di kelilingi oleh sawah dan rawa-rawa, penduduk suku Batak yang sudah
beragama Islam ssudah menjadi “pesisir” dengan adat sendiri yang spesifik.
Periode selanjutnya antara tahun 1838 – 1842 setelah Belanda membuka jalan dari
Sibolga hingga Portibi (Tapanuli Selatan) dan pada saat itu Sumatera Barat sudah meningkat
menjadi “Gouvernent” (propinsi) dan Tapanuli menjadi salah satu Residennya. Pada tanggal
7 Desember 1842 ditetapkan Sibolga menjadi Ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh
seorang Afdelinghoof (kepala daerah).
Wilayah yang termasuk afdeling. Sibolga ialah : Sibolga, Tapian Nauli, Badiri,
Sarudik, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau-pulau kecil didepan teluk Tapian Nauli, yang mana
disetiap daerah dikepalai oleh seorang Districhoof (Demang). Pada tahun 1947, A. M.
16
Djalaluddin diangkat menjadi kepala daerah Sibolga di waktu jabatan Beliau ini lah Sibolga
dibentuk menjadi daerah otonom tingkat B sesuai dengan surat keputusan Residen Tapanuli
N. R. I (Negara Republik Indonesia) tanggal 29 November 1946 Nomor 999, san selaku
realisasi dari surat keputusan Gubernur Sumatera Utara N. R. I tanggal 17 Mei 1946 no. 103,
dan kota otonom Sibolga itu dipimpin seorang Walikota yang dirangkakan kepada Bupati
Tapanuli Tengah3.
Terhitung pada tanggal 24 November 1956 sejak berlakunya undang-undang darurat
nomor 8 tahun 1956, yang mengatur pembentukan daerah otonom kota-kota besar dalam
lingkungan daerah Propinsi Sumatera Utara, dimana dalam pasal 1 dalam undang-undang
darurat no. 8 tahun 1946 itu ditetapkan pembentukan 4 kota besar yaitu: Medan, Pematang
Siantar, Sibolga, dan Kutaraja. Menurut undang-undang darurat ini Sibolga menjadi kota
besar dengan batas wilayah sesuai dengan keputusan Residen Tapanuli tanggl 29 November
1946 no. 999.
Setelah keluarnya surat keputusan menteri dalam negeri tanggal Desember 1957
no.u.p15/2/1 diangkatlah D. E Sutan Radja Bungaran menjadi Walikota Sibolga, dan sejak 1
Januari 1958 berakhir pula perangkapan jabatan Walikota Sibolga oleh Bupati Kabupaten
Tapanuli Tengah dan secara administratif menjadi Kotamadya di luar Kabupaten Tapanuli
Tengah.
3 Dalam tulisan Prof. M. Solly Lubis, SH. “Sibolga dan Sekeping Sejarahnya” dalam buku hari j adi sibolga,Pemko Sibolga, 1998. 16:111.
17
Berikut merupakan nama-nama Kepala Daerah di Kota Sibolga sejak Era Proklamasi
hingga Sekarang.
Table 1
No NAMA PERIODE
1 A.M Djalaluddin 06-11-1947 s/d 10-12-1947
2 M. Sorimuda 11-12 1947 s/d 11-08-1952
3 Ibnu Saadan 12-08-1952 s/d 10-02-1954
4 R. Djungdjungan Lubis 11-02-1954 s/d 31-12-1957
5 D.E.Sutan Radja Bungaran 01-01-1958 s/d 31-08-1959
6 H.A. Murad Tandjung 01-09-1959 s/d 04-03-1965
7 Syariful Alamsyah 05-03-1965 s/d 24-11-1965
8 Firman Simanjuntak 24-11-1965 s/d 18-06-1974
9 Pandapotan Nasution, SH 19-06-1974 s/d 19-0601979
10 Khairuddin Siregar, SH 19-06-1979 s/d 19-06-1984
11 Baharuddin Lubis, SH 19-06-1984 s/d 19-06-1989
12 Drs. Ali Amran Lubis, SH 19-06-1989 s/d 18-06-1994
13 Drs. Zainuddin Siregar 18-06-1994 s/d 19-06-1999
14 Drs. Sahat P. Panggabean 19-06-1999 s/d 28-08-2010
15 Drs. H.M. Syarfi Hutauruk 28-08-2010 s/d Sekarang
Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
18
Secara Goegrafisnya Sibolga terletak antara 10 44’LU (Lintang Utara) dan 980 47’ BT
(Bujur Timur). Wilayah administratif Kota Sibolga terdiri dari 4 Kecamatan dan 17
Kelurahan. Berikut merupakan batas-batas wilayah Kecamatan Kota Sibolga dan Kelurahan
di Kota Sibolga.
Table 2
No Kecamatan Kelurahan Banyak lingkungan
1 Sibolga Utara Sibolga ilir 4
Angin Nauli 5
Huta Tonga-tonga 4
Huta Barangan 3
Simare-mare 4
2 Sibolga Kota Kota Baringin 4
Pasar Baru 4
Pasar Belakang 4
Pancuran Gerobak 4
3 Sibolga Selatan Aek Habil 4
Aek Manis 4
Aek Parombunan 4
Aek Muara Pinang 4
4 Sibolga Sambas Pancuran Dewa 4
Pancuran Bambu 4
Pancuran Pinang 4
Pancuran Kerambi 4
Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
19
2.1.2. Demografi Kota Sibolga
Jumlah penduduk Kota Sibolga menurut catatan biro pusat statistic kota Sibolga yang
dikeluarkan oleh Kantor BPS Sibolga untuk laporan tahun 2010 dengan data laporan tahun
2009, terlihat bahwa jumlah penduduk Sibolga adalah 96.341 jiwa dengan luas wilayah
daerah 10,77 Km2 dengan rata-rata pertumbuhan prnduduk 1,99 pertahun
Tabel 4
Jumlah penduduk Kota Sibolga
Kota
Sensus Penduduk (population cencus)
Tahun
1990
Tahun
2000
Tahun
2006
Tahun
2007
Tahun
2008
Tahun
2009
Sibolga
71.895
82.310
91.941
93.207
94.614
96.341
Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
Pada umumnya Kota Sibolga sendiri terdiri dari berbagai etnik yaitu Toba,
Mandailing, Angkola, Nias, Minang, Aceh, Bugis, Melayu, serta etnis Cina dan Jawa,
pemerintah kota Sibolga sendiri pada saat ini memiliki motto/semboyongan : Negeri
Berbilang Kaum.
2.1.3. Identitas Kultural Etnik Pesisir
Etnik pesisir Sibolga Tapanuli tengah merupakan salah satu kelompok masyarakat
yang awal keberadaannya sebagai suatu etnik yang berada si Pesisir Pantai Barat Pulau
Sumatera tepatnya di Proponsi Sumatera Utara, dimana kelompok masyarakatnya memiliki
sejarah yang panjang sebagai suatu etnik tersendiri yaitu “etnik Pesisir”.
20
Sejarah yang panjang sebagai suatu etnik adalah dimana awal keberadaan dan
terbentuknya etnik ini tidaklah terjadi begitu saja, melainkan telah melalui beberapa situasi an
kejadian tertentu seperti : kelahiran, kematian, penjajahan (colonisasi), perang, kejadian
bencana alam dan perpindahan penduduk, salah satunya adalah terjadinya peperangan antara
Aceh dengan kelompok masyarakat Batak 1523 sehingga banyak penduduk yang membuka
permukiman baru di wilayah Barat4. Dan adanya perang Monjo (Bonjol) tahun 1700 orang
Batak dari Silindung berangsur-angsur menyebar kearah Pantai Barat Sumatera Utara salah
satu keturunan yang melakukan perpindahan kewilayah pesisir Pantai Barat adalah keturunan
dari marga Hutagalung yang kemudian membuka perkampungan di sekitar aliran Aek Doras,
yang mana kemudian masyarakat Silindung tersebut berkembang dan membentuk kelompok
masyarakat yang terstruktur dan dipimpin oleh sorang Kepala Kuria/ Raja. Lambat laun
keadaan daerah terus-menerus mulai berkembang, terdapat juga beberapa kelompok
masyarakat dari luar daerah yang berbaur didaerah tersebut, seperti kelompok masyarakat
dari etnik Mandailing, etnik Angkola, dan Minang.
Dalam perkembangannya beberapa kelompok masyarakat tersebut kemudian
meyesuaikan kebudayaannya masing-masing yang memiliki persamaan maupun perbedaan
yang telah dibandingkan untuk membentuk suatu etnik dan pemeliharaan batas-batas
kesamaan yang ada pada dua atau lebih kelompok masyarakat tersebut, kemudian atas
kesepakatan bersama disatukan yang kemudian menjadi etnik.
4 Batak dulu dan Sekarang W. Simanjuntak. 1961:14, dikutip dari skripsi Chandra C. Prawira, 2011. Kajian Organologi Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun, Medan.
21
Terjadinya proses tersebut dapat dilihat dari ciri yang dimiliki individu (manusia)
Etnik Pesisir dimana sebagian masyarakatnya masih menggunakan marga baik itu marga
Toba ataupun Mandailing, dalam kenyataannya memang marga tersebut bukanlah suatu hal
yang mutlak sebagai ketentuan didalam Adat Sumando5 pesisir. Setiap anggota kelompok
tertentu yang melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercabut dari akar
budaya etniknya karena mangdopsi nilai-nilai baru. Akan tetapi mereka tetap menganggap
diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya (keturunan dan pertalian darah)
dan juga tetap diakui sebagai kelompok etniknya.
Dalam etnik Pesisir sendiri terdapat beberapa kelompok masyarakat etnik Minang
maupun etnik Batak yang telah tergabung didalam satu ikatan etnik Sumando pesisir yang
berdasarkan Islam, tidaklah mutlak secara keseluruhan status yang dimilikinya akan
dihilangkan baik itu Marga maupun hubungannya terhadap kelompok masyarakat awalnya.
Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipungkiri dan menjadi fakta bahwa individu tersebut
sebelum menjalin ikatan dengan Adat Sumando Pesisir merupakan individu yang memiliki
identitas kultur sendiri dan menjalin suatu ikatan hubungan dengan etnik Pesisir yang
disahkan melalui Adat Sumando. Begitupun ada kelompok masyarakat awalnya juga tidak
dapat memungkiri bahwasanya berdasarkan identitas maupun status individunya tersebut
merupakan satu kesatuan dengannya, tetapi dalam ruang lingkup adat dan budaya telah
berbeda.
5. Adat Sumando adalah pertambahan atau percampuran satu keluarga dengan keluarga lain yang seagama, yang diikat dengan tali pernikahan menurut hukum Islam dan disyahkan dengan suatu acara adat pesisir.
22
Etnik Pesisir yang terdapat di Pesisir Barat Sumatera Utara ini dalam proses
terbentuknya sebagai suatu etnik tidak terlepas dari proses Asimilasi6 dengan beberapa
kelompok masyarakat diluar letak geografisnya7, seperti etnis Batak Toba, etnik Minang, dan
etnik Mandailing yang dalam perkembangannya menjadi suatu etnik yang berbeda secara
budaya dan adat dengan beberapa kelompok etnik masyarakat disekitarnya.
Mengenai hal tersebut Koentjaraningrat menyampaikan “Kesatuan Kebuadayaan”
bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli
kebudayaan, atau lainnya, melainkan oleh warga kebuadayaan bersangkutan itu sendiri.
Seperti contoh kebudayaan Sunda yang memiliki kebudayaan tersendiri yang berbeda
dengan kebudayaan Jawa, atau Banten, ataupun dengan Bali, bukan karena ada peneliti-
peneliti luar yang telah menentukan kebudayaan Sunda itu sendiri, tetapi karena orang-orang
Sunda sendiri sadar bahwa diantara mereka ada keberagaman mengenai kebudayaan mereka,
sehingga membuat kebudayaan Sunda memiliki kepribadian dan identitas khusus yang
berbeda dengan kebudayaan tetangga-tetangganya8.
6 Asimilasi adalah proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusi dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensi f unutk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah si fat khasnya sehingha lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (budaya campuran) 7 Letak Geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataanya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Let ak geografis ditentukan pula oleh segi astronomi, geologis, fisiografis, dan sosial budaya. 8 Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antripologi 1979:264
23
2.2 Masyarakat Pesisir di Kecamatan Sibolga Kota
Kota Siboga merupakan daerah Otonomi Tingkat II yang dipimpin oleh seorang
Walikota. Pada Tahun 2002 berdasarkan SK Walikota Sibolga, Kota Sibolga dibagi menjadi
4 kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Sibolga Utara
2. Kecamatan Sibolga Kota
3. Kecamatan Sibolga Selatan, dan
4. Kecamatan Sibolga Sambas
Sesuai dengan lokasi penelitian yang dietapkan oleh penuli, maka Kecamatan Sibolga
Kota adalah lokasi yang tepat, karena hamper semua masyarakat yang tinggal di Kecamatan
Sibolga Kota ini adalah orang-orang Pesisir dan masih memakai Kesenian Sikambang dalam
acara-acara mereka terutama acara adat perkawinan, walaupun tidak semua dikarena biaya
nya yang cukup mahal.
2.2.1 Mata Pencaharian.
Masyarakat Suku Pesisir sebagai penduduk asli dikawasan Pesisir Pantai Barat
Sumatera Utara mempunyai mata pencaharian sebagai Nelayan, Petani, Pedagang, Pegawai
Negeri, ABRI, Buruh, Pengerajin, Penarik becak, dan lain-lain.
Sesuai dengan alam pantai, tentunya sebagian besar mata pencaharian penduduknya
adalah sebagai nelayan. Namun perlu kita ketahui bahwa dulunya masyarakat sibolga juga
memiliki karya seni kerajinan tenun Kain Pelekat dan Selendang Maduara serta Kendang-
Kendang Suji Malako yang sampai sekarang masih dikenal walaupun tidak seperti dahulu
kala, karena Selendang Maduara merupakan suatu kebanggaan dan tradisi yang telah
diadatkan apabila pengantin baru wanita (Anak Daro) berkunjung kerumah mertuanya maka
pengantin wanita tesebut akan memakai Selendang Maduara. Kendang-kendang Suji Malako
24
dipakaikan kepada pengantin wanita sebagai penutup dada, sebagian bagian dari pakaian adat
yang dipakai wanita bernama Sanggu Gadang ketika berlangsungnya Peresmian Perkawinan.
Brerikut merupakan beberapa jenis nelayan serta cara menangkap ikan :
a. Nelayan Pamukek
Nelayan Pamukek adalah nelayan yang menggunakan pukat atau jaring untuk
menangkap ikan dilaut, yang digerakkan oleh mesin maupun tenaga manusia untuk
menarik jaring dan mengangkat ikan tangkapannya.
b. Nelayan Penjaring
Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dilaut dengan mempergunakan jaring
yang digerakkan oleh mesin dan tenaga manusia bersama-sama baik ditengah laut
maupun ditepi pantai.
c. Pukek Tapi
Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dengan pukat ditepi pantai dengan
mempergunakan tenaga manusia yang ditarik dari kejauhan 1 km dari pantai bersama-
sama dan biasanya para Nelayan Pamuge akan membeli ikan yang telah siap
dipasarkan kepada masyarakat ditempat penangkapan ikan.
d. Nelayan Pamuge
Nelayan pamuge adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari nelayan
ditengan laut, dari para nelayan penjaring atau nelayan yang menangkap ikan ditengah
laut.
e. Nelayan Paralong-alaong/Parlanja
Nelayan Paralong-along dan Parlanja adalah nelayan yang pekerjaannya membeli
ikan dari para Nelayan Pamuge ditepi pantai dan para nelayan paralong-along/parlanja
menjajakan ikan kepada masyarakat dalam kampong.
25
f. Nelayan Panjamu
Nelayan Panjamu adalah nelayan yang pekerjaannya hanya menjemur ikan yang telah
dibelinya dari nelayan penjaring dan kemudian setelah ikan kering maka akan dijual
kepada nelayan pagudang (orang yang membeli ikan yang sudah kering untuk
dipasarkan kedaerah lain).
g. Nelayan Pagudang
Nelayan Pagudang adalah nelayan yang pekerjaannya sebagai pembeli ikan yang
sudah dijemur oleh nelayan panjamu untuk dikumpulkan ditempat pergudangannya
dan dijual kepada para pedagang ikan dari luar kota sibolga.
2.2.2 Sistem Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan keinginan dan maksud
seseorang kepada orang lain dengan berbagai cara dan lambang, antara lain dengan tulisan,
lisan, isyarat dan gerakan yang seusaha mungkin dimengerti orang lain.
Bahasa pesisir merupakan bahasa yang dipakai masyarakat pesisir Sibolga dalam
berinteraksi antara sesamanya, bahasa pesisir merupakan percampuran bahasa dari daerah
lain diluar daerah pesisir Sibolga, seperti bahasa Minang dan Batak walaupun bahasa Pesisir
mempunyai persamaan kalimat dengan daerah lain, namun fungsi dan penempatannya sangat
berbeda menurut artinya misalnya perkataan :
Kau kata ini hanya digunakan sebagai kata panggilan bagi orang yang berkelamin
perempuan dan tidak berlaku untuk laki-laki.
Ang khusus dipakai untuk panggilan kepada laki-laki.
Ta’uti khusus kepada kakak ipar.
Ta’ajo khusus kepada abang ipar.
Uci sebutan untuk Nenek.
26
Angku sebutan untuk kakek.
Aya merupakan panggilan kepada Ayah kandung.
Umak merupakan panggilan kepada Ibu kandung.
Ambo dalam bahasa pesisir Sibolga dipakai kata yang menyatakan Saya atau Aku.
Munak untuk menyatakan orang kedua dan orang ketiga tunggal.
Bahasa pesisir Sibolga sendiri terdapat beberapa kosa kata yang digunakan untuk
menyatakan waktu seperti kata Nanti atau Besok didalam bahasa pesisir Sibolga kata
tersebut dinyatakan melalui kata be’ko sebagai kata menyatakan Nanti dan kata Barisuk
untuk menyatakan Besok, kata Kapatang dalam bahasa pesisir kata ini digunakan untuk
menyatakan Kemarin dan kata Sabanta yang memiliki arti Sebentar.
Sedangkan untuk menyatakan suatu bentuk dalam bahasa pesisir Sibolga
menggunakan kata-kata seperti kata Kepeng untuk menyatakan uang, kata ini meliliki
persamaan dengan kata hepeng dalam bahasa Batak. Kata lain yang sering digunakan adalah
kata Gadang untuk menyatakan Besar dan kata Ketek untuk menyatakan Kecil, dimana dalam
hal ini kata Gadang dan Ketek ini juga digunakan oleh masyarakat Minang untuk menyatakan
Ruang dan Bentuk.
Selanjutnya dalam bahasa pesisir Sibolga terdapat beberapa kata yang dipakai untuk
menyatakan Parange9, seperti kata Jahek dan Songe untuk menyatakan sifat jahat dan Songe
= rupa yang buruk, kata Rancak untuk menyatakan rupa yang Cantik. Dalam keberadaannya
bahasa pesisir ini lebih dominan dipakai oleh masyarakat Sibolga yang berdomisili didaerah
Sibolga bagian selatan, bagian utara, dan sibolga sambas dimana didaerah tersebut
masyarakatnya mayoritas adalah masyarakat dengan mata pencaharian nelayan, yang mana
dalam besosialisasinya sehari-hari selalu menggunakan bahasa pesisir ini.
9 Dalam bahasa Sibolga kata Parange meiliki arti kata sebagai Sifat
27
Beberapa kalimat dalam bahasa Pesisir :
1. Kamarin ambo ala pai karuma Ta’uti nandak manyalasekan utang piutang kitotu, tapi
katonyo diamisuk sajola karano inyo nandak pai pulo ka siboga.
2. Ala dikecekkan Uci kadimunak, jangan bamain juo disanjo barebuktu baiko tasapo,
tapi munak indak picayo, kiniko rasaila.
Artinya :
1. Kemarin saya sudah pergi kerumah kakak ipar untuk menyelesaikan hutang piutang
kita, tapi katanya dua hari lagilah karena dia mau pergi ke Sibolga.
2. Sudah dikatakan Nenek kepada kalian, jangan bermain juga diwaktu senja menjelang
Magrib, nanti kalian keteguran, tapi kalian tidak percaya, sekarang rasakanlah.
2.2.3 Sisten Religi
Selain dari keberagaman etnis, kota Sibolga juga meiliki keberagaman agama yang
dianut masyarakatnya, berdasarkan sensus yang diadakan oleh biro pusat statistik kota
Sibolga untuk laporan tahun 2008, mayoritas penduduk Sibolga beragama Islam yang
mencapai 47.763 jiwa atau sekitar 58,46 % dari total penduduk Sibolga, dan agama Kristen
Protestan sekitar 26.436 jiwa atau sekitar 32,36%, Budha 3000 jiwa, Hindu 115 jiwa dan
penganut agama kepercayaan sekitar 0,1%10.
10 Sumber bps sibolga http//sumutbps.go.id.sibolga
28
Sekitar tahun 1858 masyarakat Kuria Sibolga masih menganut kepercayaan terhadap
roh nenek moyang, sedangkan orang-orang yang tinggal dipulau-pulau sekitar Teluk Tapian
Nauli sudah beragama Islam, yang masuk melalui pantai Barus orang-orang yang tinggal
dikepulauan sekitar Teluk Tapian Nauli menyebut orang-orang yang tinggal di Kuria Sibolga
dengan sebutan “orang Topi” (orang-orang daratan yang masih parbegu). Setelah tahun 1860
orang-orang yang ada di Kuria Sibolga mulai memeluk Agama Islam dan mengikat
perkawinan dengan keluarga Datuk Pasar (Datuk yang mengepalai pulau-pulau kecil disekitar
teluk Tapian Nauli) dan mulai mempergunakan adat Sumando.
2.2.4 Kesenian
Seni budaya zaman dahulu seperti Tari, Nyanyi, Pantun Rande dan Talibun maupun
Teater, Puisi, Seni Bela diri, Pencak Silat dan lain-lain di Sibolga Tapanuli Tengah Pesisir
Pantai Barat Sumatera Utara merupakan gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian
dari masyarakat Etnis Pesisir yang mempunyai perasaan halus. Kesenian pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah dikenal dengan nama SIKAMBANG yang mempunyai ciri khas tersendiri
naik dalam bentuk alat music, irama, maupun lirik lagunya.
Gbr. Kesenian Sikambang
29
Kesenian Sikambang pada umumnya ditampilkan dalam upacara-upacara adat di
masyarakat pesisir Sibolga yang dimainkan oleh anak Alek11 . Salah satu upacara adat yang
sering di jadikan sarana pertunjukan kesenian Sikambang adalah upacara pernikahan. Dimana
dalam Sikambang itu sendiri dalam setiap penyajiannya selalu diiringi Nyanyian.
Beberapa Tarian Tradisional masyarakat Pesisir dalam hal ini Tarian dan Nyanyian
yang diiringi dengan beberapa instrument alat musik itu merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dan dari penggabungan tersebut menjadikan kesenian Sikambang ini menjadi
kesenian utama masyarakat Pesisir Sibolga. Disamping kesenian lainnya yang meiliki bentuk
dan ciri tersendiri yang juga menjadi warna kesenian masyarakat Pesisir Sibolga seperti
kesenian Talibun dan Pantun.
Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terdapat ragam bentuk dan jenis tari yang biasa
dipertunjukkan dalam acara-acara adat di masyarakat Pesisir Sibolga seperti acara adat
pernikahan dan acara adat lainnya. Berikut ini merupakan jenis tari-tarian yang ada pada
masyarakat Pesisir Sibolga :
1. Tari Saputangan yang diiringi dengan lagu Kapri
2. Tari Payung atau Tari Lagu Pulo Pinang, dimana dalam tari ini para penari
menggunakan payung.
3. Tari Selendang diiringi dengan Lagu Duo, tari ini dimainkan oleh sepasang pria dan
wanita.
4. Tari Pedang yang diiringi Lagu Sikambang Botan.
5. Tari Kipas, tari ini diiringi dengan Lagu Perak-perak.
6. Tari Pahlawan tari yang diiringi dengan Lagu Simati dibunuh.
7. Tari Adok atau Tari Kain yang diiringi dengan Lagu Adok.
8. Tari Anak yang diiringi Lagu Sikambang.
11 Alek merupakan sebutan unutk pemain musik dan penari sikambang didal am acara adat pernikahan (wawancara dengan bapak Fahruddin Sinaga)
30
Musik pada masyarakat Pesisir Sibolga secara umum adalah Sikambang, dimana
Sikambang tersebut merupakan kesenian yang bagian pokoknya terdiri dari tari dan musik
yang dalam perkembangannya tidak terlepas dari kelompok masyarakat laut/nelayan. Dimana
dari beberapa informasi melalui buku maupun wawancara mengenai keberadaan musik
Sikambang dalam hal ini awal munculnya Sikambang secara vocal berawal dari berlayarnya
seorang pelaut yang melantunkan syair-syair pantun dengan memukul-mukul papan
perahunya sebagai alat musiknya dan disini mulai dikenal dengan Sikambang secara vocal
dan selanjutnya dikembangkan oleh masyarkat nelayan yang sudah mengenal nyanyian
Sikambang tersebut sehingga dalam perkembangan selanjutnya Sikambang menjadi salah
satu kesenian di masyarakat Pesisir Sibolga.
Dalam sejarahnya awal Sikambang T.Luckman Sinar dan kawan-kawan
menggambarkan Sikambang berawal dari nama seorang pemuda yang merupakan nahkoda
dari puteri Runduk yang berlayar daro Lobu Tua ke Pulau Mursala (Tapanuli tengah). Dalam
pelayarannya pemuda tersebut selalu melantunkan syair-syair sambil memukul-mukul papan
didinding perahunya, berikut merupakan syair yang dilantunkan pemuda tersebut “pulo
banamo haram dewa tampek malape laying-layang, biar diancam samo sewa jangan
diputus kasih sayang”,yang selanjutnya dikenal sebagai Sikambang yang dinyanyikan secara
vokal.
Dalam Sikambang sendiri lagu yang menjadi lagu pokok adalah lagu sebagai berikut,
Lagu Duo, Lagu Pulo Pinang, Lagu Perak-perak, Lagu Adok, Lagu Simati Dibunuh, Lagu
Sikambang Botan, dan Lagu Kapri atau yang dikenal dengan (Sikambang Lawik).
Sikambang Lawik ini merupakan repertoar yang paling tua dimana keberadaaanyapada
awalnya merupakan salah satu syair yang biasa dinyanyikan oleh seorang dukun untuk
mengendalikan angin agar tidak terjadi badai saaat berada di tengah lautan.
31
Alat Musik Pesisir terdiri dari :
1. Gandang Sikambang (Membranophone Single skin frame drums) yang berfungsi
sebagai rithem.
2. Gandang Batapik (Double skin cylindrical drums) berfungsi sebagai peningkah dari
rithem gandang sikambang.
3. Biola (Chordophone bow lutes) berfungsi sebagai pembawa melodi untuk lagu.
4. Singkadu (Aerophone) berfungsi sebagai pembawa melodi.
5. Carano (Struc idiophone) sejenis tempat yang terbuat dari tembaga dan berfungsi
sebagai penentu tempo.
Kesenian Sikambang tersebut biasanya dipertunjukkan dalam acara-acara
adat/upacara sebagai berikut :
1. Upacara adat pesta Perkawinan
2. Upacara pesta khinatan/sunat rasul
3. Upacara penyambutran tamu/pembesar negeri
4. Upacara penobatan/pemberian gelar
5. Upacara turun karai (turun tanah) mengayun dan menabalkan nama anak (pemberian
nama).
6. Menempati /memasuki rumah baru.
7. Pertunjukkan kesenian/pergelaran.
8. Peresmian-peresmian.
32
BAB III
PERKAWINAN PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA
3.1 Sistem Kekerabatan
Didalam sistem kekerabatan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli tengah garis
keturunan ditarik dari pihak laki-laki (Patrilinear) dimana dalam hal ini pihak Ayah di
masyarakat pesisir adalah orang pertama mengambil keputusan dalam suatu rumah tangga
dan apabila dalam keluarga tersebut lahir anggota keluarga baru dalam hal ini anak, maka
sianak akan memakai gelar/marga yang dimiliki si ayah.
Dalam struktur kekerabatan masyarakat pesisir Sibolga memiliki sistem kekerabatan
adat Sumando yang mana bagi masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, sumando
merupakan ikatan batin yang sangat kuat baik itu hubungan kekeluargaan dan persaudaraan
yang mana keputusan mengenai masalah adat dan keluarga tanpa melibatkan semua
musyawarah anggota keluarga baik keluarga pihak laki-laki maupun keluarga perempuan
yang telah bersatu dengan adat Sumando Pesisir dan disah kan berdasarkan agama Islam.
Berbeda dengan pertuturan dalam system kekerabatan komunitas masyarakat adat
Batak, yang sudah terstruktur dalam system kekerabatan dalihan natolu, tutur yang sama
dapat dituturkan kepada yang tua maupun yang muda, bila posisi kekerabatannya sama.
Seperti panggilan Tulang pada saudara laki-laki ibu kita. Tetap dengan panggilan tutur tulang
baik kepada abang maupun adik dari ibu kita. Dan kepada isteri mereka tetap dipanggil
dengan tutur yang sama yakni Nantulang.
Sedangkan pertuturan pada masyarakat adat pesisir Sibolga Tapanuli tengah, berlaku
sistem kekerabatan yang tua dituakan, dan yang muda dimudakan. Pertuturan ini selain
berorientasi kepada tua dan muda, juga sangat member arti pada tingkat keakraban,
kedekatan atau kemanjaan antara mereka yang bertutur. Misalnya seorang adik menyapa
33
abang kandungnya dengan panggilan nama, seperti nama siabang adalah “Erwin”, maka
adiknya menyapa abangnya dengan “win”.
Pertuturan dalam keluarga atau perbahasaan dalam masyarakat pesisir Sibolga
Tapanuli tengah sangat beragam dan sama sekali berbeda dengan bahasa tutur dalam
masyarakat Batak. Hal itu barangkali berkaitan dengan masyarakat asalnya yang heterogen.
3.2 Adat Sumando Pesisir
Sumando bagi adat Pesisir Sibolga Tapanuli tengah diartikan sebagai satu kesatuan,
yakni pertambahan atau percampuran satu keluarga dengan keluarga lain yang seagama, yang
diikat dengan tali pernikahan menurut hukum Islam dan disyahkan dengan suatu acara
peresmian yang disebut dengan “baralek” secara adat pesisir. Bagi masyarakat pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah, Sumando merupakan ikatan batin yang sangat kuat hubungan
kekeluargaan dan sangat menghargai serta menghormati ikatan kekeluargaan adat Sumando.
Itulah sebabnya dalam mengatasi hal atau peristiwa yang terjadi selalu diputuskan secara
musyawarah yang melibatkan semua anggota keluarga.
Adapun ketentuan adat Sumando antara lain, pernikahan dapat terjadi apabila sang
pria meminang wanita terlebih dahulu, dengan menyerahkan uang hantaran yang disebut
“jinamu” sebagai tanda pengikat (bertunangan), adat Sumando tidak mengenal Tuhor seperti
pernikahan didalam adat Batak. Dalam adat Sumando tanggungjawab berada dipihak laki-
laki dan keturunan yang akan dilahirkan mengikuti marga atau suku orang tua laki-laki,
berbeda dengan adat Minang.
34
3.3 Tinjauan Umum Upacara Perkawinan pada Masyarakat Pesisir Sibolga
Adat perkawinan pada masyarakat Pesisir Sibolga juga memiliki kekhasan, meski
memiliki persamaan/kemiripan dengan etnis Minang dan etnis lainnya tapi dia meiliki pesan
adat tersendiri. Semua proses adat perkawinan pesisir Sibolga Tapanuli Tengah dilaksanakan
dengan khidmat, sehingga Anak Daro (sebutan untuk pengantin wanita) dan Marapulai
(sebutan untuk pengantin laki-laki) dapat merasakan bahwa mereka adalah anak Pesisit
Sibolga Tapanuli Tengah. Tidak hanya sekedar ucapan seremonial tanpa arti, mereka juga
merasakan tidak hanya sekedar sebagai Raja dan Ratu sehari, tapi tutur kata yang
disampaikan oleh petuah-petuah adat, benar-benar dapat menjadi bekal buat mereka dalam
mengayuhkan bahtera rumah tangga kelak.
3.4 Urutan Acara pada Upacara Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli
Tengah.
Adat Perkawinan bagi msyarakat Peisir Sibolga Tapanuli Tengah menurut tradisi dan
kebiasaan dapat dilaksankan melalui beberapa tahap seperti yang telah dibiasakan sejak dari
zaman dahulu secara turun-temurun sampai sekarang. Adapun urutan dan tata cara yang
dilakukan dalam adat tersebut adalah :
1. Risik-risik (memastikan seorang calon)
2. Sirih Tanyo (bertanya kesediann calon)
3. Maminang (menanyakan uang mahar)
4. Manganta kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati)
5. Mato Karajo ( akad nikah)
6. Adat Malam Sikambang
7. Manjalang-jalang (mohon doa restu orangtua laki-laki)
35
Untuk mengetahui tata cara tahap demi tahap dari pelaksanaan adat istiadat ini
diperlukan seorang ahli yang telah berpengalaman mewakili keluarga untuk menghubungi
keluarga yang dihajad dan yang dikenal sebagai Talangke yang diberikan kepercayaan untuk
mengatur dan melaksanakan amanah.
Talangke adalah sebagai utusan dalam keluarga yang bertanggungjawab sebagai
wakil olrang tua pihak laki-laki untuk menjalankan adat merisik sampai pada hari pernikahan
dan adat manjalang-jalang.
3.4.1 Risik-risik (Memastikan Seorang Calon)
Risik-risik dengan pengertian bahwa pihak keluarga laki-laki berkunjung kerumah
keluarga pihak gadis yang diinginkan oleh pihak laki-laki untuk bercengkrama ingin
mengetahui adakah anak gadis yang diinginkan oleh pihak laki-laki. Risik-risik dilakukan
dengan santai, biasanya dilakukan keluarga pihak laki-laki yang disebut “Talangke”.
Terlangkai itu dalam menyelidiki perempuan dengan bertandang atau bincang-bincang
dengan keluarga perempuan. Risik-risik ini dilakukan oleh beberapa orang tua dan biasanya
dilakukan oleh ibu-ibu.
Gbr. Risik_Risik
Setelah mengetahui ada seorang gadis dirumah yang dituju maka Talangke akan
menyampaikan kepada orangtua laki-laki untuk mempersiapkan kelanjutan untuk
menanyakan kesediaan orangtua dari pihak perempuan. Namun begitu keluarga pihak
36
perempuan sudah dapat merasakan maksud kedatangan sanak famili yang agak lain dari
biasanya. Setelah pihak laki-laki mengetahui dan mengenal lebih dekat yang akan menjadi
calon menantunya, kemudian utusan pihak laki-laki meminta diri untuk kembali kerumah
mereka dan memberitahukan adanya seorang Gadis sebagai calon kepada orangtua pihak
laki-laki yang telah mengutus mereka.
Dalam tradisi Masyarakat pesisir, kedatangan Talangke merupakan suatu hal yang
mulia yang disambut penuh persaudaraan karena ada makna yang mulia terkandung didalam
pertemuan dan perbincangan yang akan membawa kebahagiaan bagi kedua keluarga.
3.4.2 Sirih Tanyo ( Bertanya Kesediaan Calon)
Seminggu kemudian, Talangke laki-laki kembali datang dan mengingatkan
kedatangan mereka minggu lalu dan sekarang mereka ingin menjelaskan kedatangan mereka
sambil menyodorkan Tepak Sirih (Pohan / Kampi Sirih Bakatuk) yang dibawa pihak laki-laki
dihulurkan/diberikan kepada pihak perempuan sebagai adat istiadat pembukaan kata dan
menanyakan kesedihan salah seorang putri mereka untuk di persunting.
Sirih Tanyo adalah sirih sebagai adat untuk mendapat keputusan atau jawaban pasti
dari pada pihak perempuan. Pihak perempuan juga menghulurkan tepak sirih sebagai
mengawali komunikasi diantara kedua keluarga. Keluarga pihak perempuan kemudian
menyatakan setuju menerima lamaran dari pihak laki-laki. Setelah mendapatkan jawaban dari
pihak perempuan, pihak laki-laki menanyakan berapa lama tempo adat Meminang. Pihak
perempuan kemudian memberikan tempo selama 2 minggu kepada pihak laki-laki unutk
mengadakan acara adat meminang/pertunangan. Dan dalam waktu 2 minggu pihak keluarga
laki-laki melakukan persiapan petunangan. Termasuk mempersiapkan apa yang diminta
sebagai hantaran oleh pihak laki-laki.
37
3.4.3 Maminang (Menanyakan Pemberian Mahar)
Setelah waktu yang ditentukan tiba, pihak laki-laki bersiap-siap melaksanakan tugas
untuk datang kerumah calon pengantin perempuan. Sebelum berangkat terlebih dahulu
diadakan musyawarah dirumah pihak laki-laki agar segala sesuatu yang diminta oleh pihak
perempuan nanti dapat diselesaikan dengan baik, dan seorang ketua adat memberikan nasehat
kepada semua utusan agar tidak membuat malu kepada pihak keluarga laki-laki.
Pada pertemuan itu, disusunlah barang-barang yang akan dibawa kerumah pihak
perempuan, seperti Kampi Sirih Bakatuk 2 (dua) buah untuk membuka dan mengawali
pembicaraan dan sekaligus disajikan makanan ringan tradisi masyarakat pesisir bernama
Nasi Tue.
setelah mereka sampai dirumah yang dituju, pihak tuan rumah menyambut
kedatangan rombongan pihak laki-laki sambil membawa masuk para tetamunya kedalam
rumah dan duduk ditempat yang telah disediakan, maka selanjutnya pihak perempuan
mengucapkan selamat datang dan ucapan terimah kasih atas kedatangan yang telah menepati
janji untuk melanjutkan perbincangan pernikahan di kedua belah pihak. Sebelum
perbincanmgan dimulai, utusan pihak laki-laki menyampaikan Kampi Sirih Bakatuk (Tepak
Sirih) kepada tuan rumah satu persatu sehingga semua sanak saudara yang berada diatas
rumah mendapat sajian Tepak Sirih sebagai tanda kedatanga pihak laki-laki.
Kemudian pihak perempuan menyapaikan ucapan selamat datang “Assalamu
‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatu”, maka dijawab oleh pihak laki-laki dan dilanujtkan
oleh pihak perempuan dengan menggunakan pantun Pasisi/Pesisir, sebagai berikut:
Dipotong Batang Dicucukkan Dalam
Dinanti Tumbu Jaman Kejaman
Selamat Datang Kami Ucapkan
Kapado Sanak Famili Handai Tolan Nan Budiman.
38
Wakil keluarga pihak perempuan kembali bertanya maksud kedatangan pihak laki-laki
seolah-olah mereka tidak mengetahuinya, dan berpura-pura tidak pernah bertemu
sebelumnya, mereka bertamya :
Bapak –bapak dan ibu-ibu sanak famili kami handai tolan sadonyo bak kato urang
Pasisi :
Kok Balai Kaponcan Bako
Nampak Ombank Anak Baranak
Kok Buli Kamiko Batanyo
Maksud Apo Hajat Dusanak
Maka utusan pihak laki-laki menjawab pertanyaan pihak perempuan :
Ala Gaharu Cindano Pulo
Kok Ala Tau Mangapo Batanya Pulo
Mutik Cangke Digunung Tamang Batang Kape Barapi-api
Maksud Kami Datang Maminang
Datang Maliek Sikandak Ati
Kemudian pihak perempuan bertanya pula :
Taserak Padi Dek Balam
Jongon Gala Kami Halokan
Tasirok Ati Kami Didalam
Jongon Galak Sajo Kami Katokan
Terpesona pihak laki-laki melihat calon pengantin perempuan, karena senang dan menerima
kenyataan dengan senyum dan gembira.
39
Utusan pihak laki-laki menjawab :
Ala Pata Galewang Adok
Pata Ditimpo Kaki Dulang
Jangan Cewang Ati Kami Nan Tagok
Barapo Kami Mambai Utang
Setelah mendengarkan pantun yang dibawakan oleh kedua belah pihak keluarga,
maka wakil dari pihak perempuan menyampaikan jawaban atas permintaan laki-laki
mengenai “Uang Bantuan” (mahar) yang akan diberikan oleh pihak laki-laki, apakah mereka
bersedia dan sanggup memenuhinya, atau kalaupun tidak bagaimana jalan keluarnya agar
hubungan persaudaraan bertambah erat. Setelah masing-masing selesai bermusyawarah maka
pihak perempuan menyampaikan kembali hasil musyawarah mereka kepada pihal laki-laki
dan kebetulan pengantin perempuan melangkahi kakaknya maka juga dipikirkan apa hadiah
yang sesuai untuk diberikan kepada si kakak tersebut. Kemudian pihak laki-laki menjawab
tentang keadaan yang dihadapi mereka juga adalah sama.
Setelah musyawarah selesai maka pihak perempuan memberitahukan pihak laki-laki
tentang permintaan mereka, yaitu berupa Jinamu atau mahar, emas sebanyak sebanyak 10
Gram, Beras 1 Goni, Kelapa 50 Gandeng dan uang sebanyak Rp. 25.000.000,- (zaman
sekarang ini) dan seratus duo puluh limo satali serta seekor kerbau (zaman dahulu). Maka
pihak laki-laki pun menjawab permintaan pihak perempuan agar jangan terlalu berat beban
yang dipikul oleh pihak laki-laki. Setelah musyawarah maka pihak laki-laki mengemukakan
hasil musyawarah mereka, antara lain mereka setuju memberikan baju dan kain serta
selendang kepada kakak pengantin sebagai Langka Sumangek karena dia lebih dahulu
mendapat jodoh, setelah perundingan telah disetujui oleh kedua belah pihak. Kemudian pihak
40
wanita menyatakan kedatangan Pihak laki-laki 2 minggu lagi karena pihak perempuan akan
mengundang sanak saudara yang jauh dan dekat.
3.4.4 Manganta Kepeng (Mengantar Mahar yang telah disepakati)
Setelah proses meminang dilaksanakan, adat yang di lakukan selanjutnya adalah
Manganta Kepeng (mengantar mahar yang telah disepakati). Manganta Kepeng adalah
mengantarkan sesuatu pemberian bantuan/hantaran yang telah disepakati dan pada saat acara
tersebut akan ditentukan hari pernikahan, dan hal tersebut juga telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
Setelah tiba hari yang ditetapkan, keluarga pihak laki-laki mengadakan pertemuan dan
jamuan bersama-sama di rumah pihak laki-laki. Tuan rumah menjemput beberapa Orangtua,
Tuan Guru, Alim Ulama, Ketua Adat serta Sanak Saudara dan Jiran Tetangga yang ikut
menghantarkan Uang Hantaran (uang Jinamu) yang telah ditetapkan oleh pihak perempuan
beberapa minggu yang lalu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Kebiasaan
ataupun suatu Tradisi di Daerah Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah ialah menghantarkan
Jinamu (mahar) kepada pihak calon pengantin perempuan.
Rombongan Calon pengantin laki-laki telah berkumpul dirumahnya dan
mempersiapkan keperluan yang akan dibawa ketempat calon pengantin perempuan berupa
“Uang Bantuan”(mahar) sebanyak Rp. 25.000.000,-, yang zaman dahulu seratus dua puluh
lima setali, 1 Goni Beras, 50 Gandeng Kelapa (100 biji kelapa) dan seekor Kerbau. Mengenai
Emas dan Cincin untuk Mahar atau Jinamu sesuai dengan tradisi orang Pesisir, ia diberikan
sewaktu diadakan Akad Nikah bersama dengan pemberian pakaian pengantin selengkapnya
serta pakaian untuk hadiah kepada kakak calon pengantin karena telah “Melangkahi” yaitu
mendahului kakaknya menikah.
41
Setelah segalanya dipersiapkan seperti : Kampi Sirih Bakatuk yang isinya
selengkapnya seperti Beras Kunyit, Lilin, Imbalo, Kemiri, Benang 2 warna, Jarum dan Sirih
secukupnya dengan Pinang yang di Kanyam, Pinang Hijau, Pinang Berkulit dan setelah
makan bersama dan disudahi dengan doa, maka rombongan calon pengantin laki-laki
berangkat menuju kerumah calon pengantin perempuan. Setelah rombongan sampai dirumah
keluarga pengantin perempuan, maka rombongan berkumpul bersama-sama sambil
menyampaikan salam : Asslamu’Alaikum……..ala datang kami ale……”,lalu salam
tersebut disambut hangat oleh pihak perempuan : “Wa’alaikum Salam……Ala Datang
Munak Iyo…..Masuklah Dahulu, Jangan lai Malu-malu Munak, anggap sajolah ruma
kito sendiri”.
Dalam pertemuan tersebut diperlukan pembicaraan yang jelas dan tegas agar tidak
terjadi salah paham dibelakang hari sehingga memberikan kesan yang tidak baik kepada
kedua pihak. Ikatan pertunangan ini harus dilandasi dengan perjanjian yang patut diikuti oleh
kedua belah pihak seperti syarat sebagai berikut :
Jika pihak Laki-laki tidak menempati janjinya/memungkiri perjanjian seperti tidak
bersedia untui Menikah dengan perempuan yang telah menjadi tunangannya maka
segala yang diberikan kepada pihak perempuan tidak akan dikembalikan, kecuali
laiki-laki tersebut meninggal dunia atau cacat seumur hidup. Namun perempuan mau
dan bersedia unutk menikah dengan tunangannya yang cacat itu maka ia tidak jadi
masalah.
Jika perempuan yang tidak menepati janji, maka pihak perempuan akan membayar
dua kali lipat dari pada pemberian laki-laki, kecuali perempuan itu meninggal dunia
atau cacat seumur hidup, yang hal ini tergantung kepada pihak laki-laki apakah laki-
laki tesebut bersedia untuk menikah dengan perempuan itu.
42
Perjanjian tersebut diadakan dihadapan para sanak keluarga, kawan
sekampung/tetangga, dan penghulu kampong serta alim ulama yang diundang untuk
menmyaksikan pertunangan tersebut agar kedua belah pihak sama-sama berkenan di hati
dalam mengikat tali kekeluargaan.
Setelah perjanjian di lafazkan dihadapan para saksi, maka ditetapkanlah tempo
pertunangan. Walau sebagaimanapun, kedua belah pihak hendaklah meneriman isi dari
perjanjian itu supaya tidak menimbulkan pemikiran yang tidak baik setalah perjanjian dibuat.
Pada kebiasannya pertunangan berlangsung selama enam bulan hingga setahun karena kedua
belah pihak ingin membuat persediaan perkawinan. Biasanya pihak pengantin perempuan
akan mempersiapkan jahitannya atau jika belum pandai menjahit akan diajari oleh
kelujarganya menjahit, memasak, mempersiapkan diri menghadapi penghidupan baru yaitu
berumah tangga. Setelah perjanjian dilaksanakan, maka rombongan pihak laki-laki memohon
izin untuk kembali pulang dan melaporkan perbincangan yang telah ditunggu-tunggu oleh
orang tua laki-laki.
3.4.5 Matto Karajo ( Akad Nikah)
Mato karajo (Akad Nikah) adalah hari pernikahan yang akan dilangsungkan sesuai
dengan Hukum Islam yang diyakini oleh kedau calon pengantin disertai dengan adat Pesisir
yang lazaim disebut oleh masyarakat Etnik Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah dengan nama
Adat Sumando.
Gbr. Mato Karajo (Akad Nikah)
43
Maka pada hari yang ditentukan bersama, diadakanlah acara pernikahan dirumah
pihak perempuan. Namun sebelum diadakan pernikahan, terlebih dahulu diadakan persiapan
tertentu oleh kedua belah pihak. Pekerjaan yang diutamakan adalah waktu yang tepat untuk
memulai acara yang direncanakan yaitu “Mengambik Hari dan Mangantungi” yaitu memakai
peralatan kebesaran adat pesisir dirumah pengantin laki-laki dan dirumah pengantin
perempuan yang dimulai sejak hari kamis, jum’at, pada hari sabtu pernikahan calom
pengantin perempuan terlebih dahulu dipersiapkan dengan Bakonde (rambut dipotong sedikit
bahagian atas depan oleh orang tua kandung calon pengantin perempuan) yang dipandu Induk
Inang dengan peralatan :
1. Pisang Manis satu sisir
2. Kelapa Muda yang diukir satu buah
3. Pisau/Gunting Rambut dan penataan dengan hiasan-hiasan lainnya.
Setelah Akad Nikah diadakan Mandi Tigo kedua pengantin, disaksikan oleh ibu-ibu
sanak famili. Sebelum pesta dimulai, maka pihak keluarga perempuan mengundang para jiran
dan tetangga serta pemuda-pemuda dan anak-anak dara maupun orang-orang tua yang pakar
tentang adat pesisir untuk dapat membantu melaksanakan pesta perkawinan secara adat
pesisir. Menurut tradisi yang menjadi teradat pada masyarakat suku pesisir Sibolga Tapanuli
Tengah, jika ada pesta perkawinan yang akan dilangsungkan dikampung, sesuai dengan
tradisi maka seluruh pemuda maupun anak dara ikut membantu menyumbangkan tenaga
maupun pikiran agar pelaksanaan pesta perkawinan terselanggara dengan baik. Biasanya para
pemuda menolong pekerjaan yang berat-berat seperti bertanak nasi, memasak air, memasang
taratak maupun memasang hiasan-hiasan pelaminan untuk pengantin yang diawasi oleh
seorang “Bidan Pengantin” atau Induk Inang. Dalam hal ini tugas orang tua membantu
menyelenggarakan pernikahan dan menerima tamu yang jauh maupun yang dekat, terutama
tamu dari pihak laki-laki agar terdapat kesan yang baik sebagai Besan. Layanan yang
44
diberikan ini merupakan penghormatan sehingga terdapat keharmonisan berkeluarga
Sumando Orang Pesisir.
3.4.6. Adat malam Sikambang
Dulunya sebelum perkembangan adat upacara perkawinan pesisir, seperti yang
dikatakan pada penjelasan tentang Mato Karajo (Akad Nikah) bahwa acara adat telah
dilaksanakan sebelum Akad Nikah dilakukan. Banyak acara-acara adat yangg dilakukan 2
hari sebelum pernikahan, yaitu :
3.4.6.1 Bainai Gadang (Berinai Besar)
Bainai Gadang (berinai besar) dilakukan dirumah pihak pengantin laki-laki. Dimana
calon pengantin laki-laki dimalam itu memakai inai yang menghiasi tangan dan kakinya.
Dalam acara ini pengantin laki-laki melakukan acara adat malam sikambang dan juga tepung
tawar yang dilakukan oleh sanak keluarga pihak calon pengantin laki-laki. Dalam acara ini
calon pengantin laki-laki mengenakan pakainan pengantin adat pesisir.
3.4.6.2 Malam Bacilok (Bahaning-haning)
Malam Bacilok (Bahaning-haning) atau juga dikenal dengan sebutan baiani Ketek
dilakukan di rumah calon pengantin perempan. Acara yang dilakukan sama seperti di rumah
calon pengantin laki-laki, memakaikan calon pengantin perempuan inai di tangan dan
kakinya, dimalam bacilok atau bahaning-haning ini semua keluarga dan sanak saudara dari
pihak perempuan juga ikut memakai inai. Dalam acara ini juga dilakukan adat malam
sikambang dan tepung tawar yang mana calon pengantin perempuan mengenakan pakaian
pengantin adat pesisir.
45
Gbr. Malam Bacilok (Bahaning-haning)
Pada mulanya memasang inai tidak saja upaya menampilkan kecantikan pada bagian
dari anggota tangan anak daro, namun juga menurut kepercayaan kat zaman dahulu, kegiatan
memeahkan kuku-kuku jari calon anak daro ini juga mengandung arti magis. Ujung-ujung
jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih, mempunyai kekuatan untuk
melindungi si calon anak daro dari kemungkinan ada manusia yang iri dengan si calon anak
daro. Kuku-kuku yang telah diberi pewarna merah yang berarti juga selama ia berada dalam
kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan tetap
terlindung dari segala mara bahaya. Setelah selesai melakukan pesta-pesta, warna merah
pada kuku-kukunya menjadi tanda kepada orang-orang lain bahwa ia sudah berumah tangga
sehingga bebas dari gunjingan kalau ia pergi berdua dengan suaminya kemana saja.
Setelah kedua pengantin melakukan adat malam bainai dirumah masing-masing
keesokan harinya dilangsungkan Akad Nikah atau Mato Karajo. Dimana kedua pengantin
diresmikan menjadi sepasang suami isteri. Dan pada malam hari setelah akad nikah
dilangsungkan lah acara Adat Malam Sikambang Basanding (Bersanding) dimana pada
malam ini kedua mempelai disandingkan dalam satu pelaminan, acara ini biasanya dilakukan
di rumah pengantin perempuan.
46
Gbr. Pengantin dan Pelaminan Pesisr Sibolga Tapanuli Tengah
Dalam acara Adat Malam Sikambang Basanding ini kedua mempelai tidak langsung
didudukkan dalam satu tempat, ada urutan-urutan acara adat yang harus diikuti oleh pihak
pengantin laki-laki. Awalnya pengantin laki-laki didudukkan dalam sebuah Kereta-Kereta
yang merupakan tempat duduk pengantin laki-laki yang juga berada di satu ruangan dengan
pengantin wanita yang duduk di Tampek Anak Daro (Pelaminan).
Acara dibuka dengan Tari Saputangan yang diiringi Lagu kapri. Tarian ini
menggambarkan suatu cerita/kisah pergaulan diantara muda-mudi masyarakat di daerah
Sibolga Tapanuli Tengah dalam mengikat tali persaudaraan antara satu dengan lainnya
sehingga masyarakat Pesisir bisa menjalin keakraban dan terbuka terhadap siapapun.
Gbr. Tari Saputangan
Setelah Tarian Saputangan acara dilanjutkan dengan penampilan Tarian Selendang
yang diitingi Lagu Duo. Tarian ini menggambarkan kisah seorang pemuda dan sorang
pemudi yang sedang dalam memadu janji untuk melanjutkan hubungan mereka hingga
47
menjadi suami isteri, agar orang tua kedua pihak dapat menentukan sikap sehingga orang tua
laki-laki tidak enggan mengutus seorang “Telangke” untuk merisik keluarga perempuan agar
dapat dijadikan sebagai menantu.
Gbr. Tari Selendang
Setelah Tarian Selendang, dilanjutkan dengan Tari Payung yang diiringi lagu Kapulo
Pinang. Tarian ini menggambarkan suatu kisah sepasang suami isteri yang baru saja
melangsungkan perkawinan,. Pada suatu hari sang suami akan meninggalkan isterinya pergi
berlayar mengarungi lautan untuk mencari nafkah di negeri orang dalam memenuhi tanggung
jawab sebagai suami dengan mempergunakan kapal yang membawa dagangannya dari Pulau
Poncan Ketek ke Pulau Pinang Malaysia.
Gbr. Tari Payung
Selanjutnya pengantin laki-laki (Marapulai/Marapule) akan bersanding dengan
pengantin perempuan (Anak Daro), tetapi sebelumnya prosesi ini diselingi dengan acara adat
Dampeng. Dimana salah seorang alek atau anggota Sikambang menyanyilan lirik-larik
48
pantun yang akan menghantarkan Marapule untuk disandingkan dengan Anak Daro.
Biasanyan Alek bisa bernyanyi sampai 12 lirik pantun yang dinyanyikan, lalu pengantin laki-
laki (Marapule) perlahan berjalan diatas kain kuning hingga alek selesai menyanyikan 12
lirik pantun, dan pengantin laki-laki (Marapule) bersanding dengan Anak Daro di Tampe
Anak Daro (pelaminan).
Setelah kedua mempelai bersanding di pelaminan acara malam Sikambang
dilanjutkan dengan penampilan Tari Kipas yang diiringi Lagu Perak-Perak. Tarian ini
menggambarkan kesedihan seorang ibu yang akan melepaskan anaknya untuk pergi
meninggalkannya dan memasuki keluarganya yang baru. Tarian terakhir yang
dipertunjukkan adalah Tari Anak yang diiringi Lagu Sikambang. Tarian ini mengisahkan
seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi, mulai dari rasa gembira hati menyambut kelahiran
sibuah hati sampai kepada perjalanan mencari seorang tabib atau dukun dan obat bagi
seorang anak yang sakit. Tetapi pada initinya Tari Anak Tersebut bermaksud unutk
mendoakan agar hubungan orang tua dan anak berlangsung dengan baik dan semakin di
berkati kedepannya. Serta kedua mempelai didoakan semoga segera mendapatkan keturunan
yang semakin menyempurnakan keluarga mereka.
Akhirnya acara Adat Malam Sikambang ditutup dengan Talibun. Talibun merupakan
sebuah nyanyian panjang yang dipersembahkan kepada kedua mempelai pengantin yang
sedang bersanding. Nyanyian Talibun ini pada initinya memuja kebesaran raja Bandahari,
yaitu seorang penguasa yang berkedudukan di Pulau Poncan Sibolga. Menurut ketentuan adat
istiadat, sebelum menyanyiakan lagu Talibun terlebih dahulu pihak keluarga (yang punya
hajatan) menghidangkan bermacam-macam kuekepada rombongan pesikambang. Kue
dihidangkan didalam “abun” (tempat kue), bila abun sudah disodorkan maka kuenya tadi
harus pula diambil dan dicicipi. Sedangkan yang mengambil kue berhutang budi kepada yang
49
punya hajatan. Hutang budi tidak ditebus dengan uang melainkan membayarnya dengan
Talibun.
3.4.7 Manjalang-jalang dan Pertunjukan ( Mohon doa restu dari orang tua )
Menurut tradisi masyarakat suku Pesisir Sibolga Tapanuli tengah seminggu setelah
pesta perkawinan dilaksanakan, kedua pengantin diwajibkan untuk mengunjungi Ibu-Bapak
pihak laki-laki untuk menyampaikan sembah sujud dan memohon Doa Restu, karena
pengantin laki-laki akan berpisah dengan kedua orang tuanya dan akan bertempat tinggal
dirumah orang tua istrinya (Mertuanya) sehingga pasangan Suami Isteri in memperoleh
seorang anak dari perkawinan mereka.
Pengantin akan ditemani kaum kerabat dari keluarga perempuan untuk mengunjungi
mertua mereka, maka terlebih dahulu dipersiapkan makanan serta kue-kue untuk dibawa dan
diberikan kepada orang tua laki-laki. Kedua pengantin memakai pakaian tradisi Pesisir, yang
perempuan memakai pelekat dan selendang Maduara dan laki-laki memakai baju Gunting
Cino, Sarung Sesamping dan memakai Peci. Pada kesempatan yang sama juga kedua
orangtua atau Mertua mereka juga membuat persiapan untuk menyambut menantu dan anak
mereka dengan menyiapkan tempat duduk khusus untuk kedua pengantin secara Adat Pesisir.
Pada umunya masyarakat susku Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah bila telah
mempunyai seorang menantu, mertuanya sangat sayang kepada menantunya, walaupun laki-
laki ataupun perempuan. Hubungan kekeluargaan pada masyarakat suku Pesisir sangat erat
antara satu dengan yang lainnya, baik sesama menantu maupun sesama besan.
50
BAB IV
FUNGSI DAN STRUKTUR TARI ANAK
4.1 Deskripsi Tari Anak
Tari Anak merupakan salah satu tarian tradisional pada masyarakat Pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah. Tarian ini dimainkan secara berpasangan dan menggunakan pakaian
pesisir, dimana tarian ini menggunakan properti seperti selendang 2 helai, kain sarung, galeta
(tempat air), keranjang (kampi sirih), dan boneka anak yang dibungkus dengan kain panjang.
Tari Anak ini tidak hanya dimainkan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir
Sibolga Tapanuli Tengah, namun tarian ini dapat digunakan dalam acara-acara lain seperti
Sunat Rasul, Turun Ka Rai, Masuk Rumah, dan Ulang Tahun.
Tari Anak biasanya dimainkan oleh sepasang penari, laki-laki dan perempuan dewasa.
Dalam penyajiannya Tari Anak tersebut diiringi musik dan lagu Sikambang. Dalam sebuah
tarian musik merupakan hal yang sangat penting, karena tanpa musik tarian akan terasa tidak
menarik dan terasa hambar untuk ditonton.
4.1.1. Asal Usul Tari Anak
Tari Anak ini awalnya berasal dari sebuah legenda yang dipercayai oleh masyarakat
Pesisir Sibolga tapanuli Tengah. Dimana dalam legendanya menceritakan tentang perjuangan
orang tua yang menginginkan kesembuhan untuk anak nya yang sedang sakit keras. Tanpa
memikirkan jauhnya tempat yang ditempuh orang tua anak tersebut memiliki keinginan yang
besar untuk kesembuahan anak mereka. Setelah melewati pulau dan menyebrangi lautan
orang tua tersebut akhirnya sampai ditempat seorang tabib (dukun) yang dipercayai dapat
menyembuhkan penyakit anak tersebut. setelah diobati tabib (dukun) tersebut akhirnya sianak
pun sembuh dari sakit kerasnya. Lalu mereka pun pulang dan menjalani keluarga yang
bahagia.
51
Para orang tua dulu mempercayai adanya legenda tersebut, maka untuk mengenang
cerita legenda tersebut dibuatlah Tari Anak tersebut yang mana akan mengingat kan semua
orang tua atau yang akan menjadi orang tua mendapatkan anak-anak yang soleh dan soleha,
sehat, dan berbakti kepada orang tua. Serta mendoakan agar hibungan orangtua dan anak
dapat berlangsung dengan baik dan semakin diberkati kedepannya.
4.1.2. Pengertian Tari Anak
Dalam pengertiannya Tari Anak merupakan tarian yang berisikan doa, petuah-petuah,
dan harapan-harapan. Dalam upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli
Tengah Tari Anak berisikan petuah-petuah, doa, dan harapan-harapan agar dalam rumah
tangga kedua mempelai segera memiliki keturunan yang baik, sehat, dan berbakti kepada
orang tua. Dalam acara-acara lain, yang mempertunjukan tari Anak ini pun memiliki
pengertian dan maksud yang sama
4.2 Tari Anak Dalam Upacara Adat Perkawinan
Dalam upacara adat perkawinan tersebut, Tari Anak dalam penyajiannya dimainkan
oleh sepasang penari laki-laki dan perempuan. Dimana dalam penyajiannya Tari Anak
tersebut berada pada siposisi ditengah-tengah tepat didepan Anak Daro dan Marapulai. Hal
ini dilakukan agar seluruh Malam Sikambang Basanding Duo ini dapat dengan jelas
disaksikan oleh kedua mempelai.
52
4.2.1. Penyajian Tari Anak Dalam Upacara Perkawianan Masyarakat Pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah
Dalam penyajiannya pada upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah Tari Anak ini dipertunjukkan pada malam Sikambang Basanding Duo. Pada
waktu acara malam Sikambang Basanding Duo ini kedua mempelai telah sah menjadi suami
isteri. Dimana urutan acara Malam Sikambang Basanding Duo adalag sebagai berikut :
1. Dibuka dengan Tari Saputangan yang diiringi Lagu Kapri
2. Dilanjutkan dengan Tari Selendang yang iringi Lagu Duo
3. Kemudian Tari Payung yang diiringi Lagu Kapulo Pinang
4. Lalu acara adat Dampeng
5. Kemudian dialnjutkan dengan Tari Kipas yang diiringi Lagu Perak-Perak
6. Tari Anak yang diiringi Lagu Sikambang
7. Diakhiri dengan Talibun
Semua urutan acara tersebut menggambarkan perjalanan kedua mempelai dari awal
perkenalan hingga memasuki jenjang perkawinan. Serta dalam acara tersebut digambarkan
suasahan hati orang tua yang akan melepaskan anaknya untuk menjalani kehidupan berumah
tangga, dan nasihat-nasihat serta harapan kepada kedua mempelai semoga segera
mendapatkan keturunan dalam rumah tangga mereka.
4.3. Fungsi Tari Anak Dalam Upacara Adat Perkawinan
Menurut fungsinya, tari-tarian di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
kelompok tari upacara, kelompok tari bergembira atau tari pergaulan yang sering juga disebut
tari sosial , dan kelompok tari teatrikal atau tari tontonan.
53
Tari Upacara adalah tari yang khusus berfungsi sebagai sarana upacara agama dan
adat yang banyak terdapat di daerah-daerah yang masih bertradisi kuat, serta diwilayah yang
masih kuat memelihara agama, contohnya agama Hindu seperti di Bali. Di Bali setiap
upacara agama dan adat pasti ada diiringi dengan tari-tarian.
Yang dimaksud dengan tari bergembira atau tari pergaulan, ialah tari yang berfungsi
sebagai sarana unutk mengungkapkan rasa gembira atau pergaulan, biasanya pergaulan antara
pria dan wanita. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman banyak kalangan muda yang
lebih senang kepada tari pergaulan dari Barat seperti Ballroom dance. Padahal di Indonesia
banyak sekali tari-tari pergaulan yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman misalnya
Tari Lenso dari Maluku, Tari Serampang Dua Belas dari Sumatera Utara, Tari Joget dari
Bali, Tari Saputangan dari Peisir Sibolga Tapanuli Tengah.
Tari Teatrikal (theatrical dance) merupakan tari yang garapannya khusus untuk
pertunjukkan. Jenis tarian tersebut disebut teatrikal karena diselenggarakan ditempat
pertunjukkan yang khusus atau teater, baik tempat itu berupa gedung pertunjukkan
tradisional, modern, maupun arena terbuka.
Tari Anak ini berbentuk sendratari atau tari bercerita yang ditarikan oleh sepasang
penari laki-laki dan perempuan yang menggunakan properti dalam tariannya. Dimana
menurut fungsinya Tari Anak merupakan tarian yang dikelompokkan dalam Tari Upacara
yang mana Tari Anak ini dipertunjukkan dalam Upacara Adat Perkawinan dimalam
Sikambang pada masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat sekurang-
kurangnya sepuluh fungsi musik, (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi
penghayatan estetis, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6)
fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) fungsi
54
pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, (10)
fungsi pengintegrasian masyarakat. Selanjutnya fungsi-fungsi diatas akan dijadikan sebagai
dasar pembahasaan berkenaan dengan fungsi Tari Anak dalam Upacara Adat Malam
Sikambang di Kecamatan Sibolga Kota.
4.3.1. Fungsi Pengungkapan Emosional
Pada dasarnya semua tari berfungsi sebagai pengungkap emosional, baik melalui
gerak yang dihasilkan maupun penyajiannya. Emosional penyajiannya tertuang melalui
teknik gerak tarian itu sendiri, sehingga daripadanya akan muncul suatu ungkapan dari setiap
gerakan tarian yang disajikan.
Pengungkapan gerak tari yang dihasilkan dari Tari Anak secara otomatis akan
menimbulkan emosi bagi para penari itu sendiri maupun orang yang melihat tari itu. Musik
Sikambang sebagai pengiring tari ini akan berpengaruh juga bagi para pemusik, dimana
musik akan membangkitkan emosi atau semangat untuk menari. Dengan menghayati setiap
musik yang dimainkan, maka akan timbul suatu kesadaran yang dapat membantu
mengekspresikan emosi, baik itu bagi pemain musik maupun para penari.
4.3.2. Fungsi Hiburan
Dalam pelaksanaannya Tari Anak dalam acara Adat Malam Sikambang ini juga
merupakan sebagai hiburan. Hiburan bagi masyarakat sekitar, keluarga kedua mempelai dan
terutama untuk kedua mempelai. Hal tersebut dapat dilihat dari masyarakat dan keluarga
yang setia menikamati acara Malam Sikambang ini sampai selesai, padahal acara ini selesai
sampai tengah malam.
55
4.3.3. Fungsi Komunikasi
Musik Sikambang dalam hal ini sebgai musik pengiring Tari Anak akan
menghasilkan melodi dan ritem yang baik apabila ada komusikasi dari setiap alat musik yang
dimainkan, maka akan menghasilkan tatanan musik yang baik juga. Begitu juga dengan Tari
Anak, masing-masing penari juga harus melakukan komusikasi yang baik agar setiap gerakan
yang dihasilkan juga baik. Tidak hanya masing-masing penari tetapi penari juag harus saling
berkomunikasi dengan pemusik agar setiap gerak dapat digerakkan dengan baik dan indah
sesuai dengan musik yang dimainkan.
Fungsi komunikasi dari Tari Anak juga sebagai perantara untuk berkomunikasi
dengan orang-orang yang melihat tarian ini dan terkhusus dalam acara Adat Malam
Sikambang ini adalah kedua mempelai. Dimana dalam Tari Anak ini ingin
mengkomunikasikan kepada pengantin akan harapan-harapan dalam mendapatkan sebuah
keturunan dan menjaga sebuah keluarga yang baik dan harmonis kedepannya.
4.3.4. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama
Dalam upacara Adat Malam Sikambang ini fungsi Tari Anak yang diiringi musik
pengiring yaitu untuk mengesahkan atau menandakan bahwa sedang diadakan acara Adat
Malam Sikambang. Musik Sikambang memiliki peranan penting dalam acara tersebut,
apalagi jika musik Sikambang tidak ada maka Tari Anak tidak akan berlangsung dalam acara
adat Malam Sikambang tersebut. Dengan ada nya acara Malam Sikambang akan
menyempurnakan acara adat tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penggunaan musik Sikambang dalam acara adat Malam Sikambang adalah sebagai fungi
pengesahan lembaga sosial dan upacara agama.
56
4.3.5. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat.
Selain berfungsi sebagai hiburan, Tari Anak yang diiringi Musik Sikambang juga
digunakan unutk menyatukan masyarakat sekitar. Hal ini dibuktikan dengan adanya
penampilan tari-tarian dan musik dalam acara Adat Malam Sikambang ini masyarakat sekitar
bersama-sama hadir dan melibatkan diri membantu terwujudnya acara tersebut.
Hal ini juga terlihat dimana dalam Tari Anak keindahan gerak yang dibawakan oleh
penari. Ini terjadi karena adanya kerjasama dan kesatuan dengan musik pengirngnya, karena
kalau tidak ada kekompakan pasti akan terjadi kekacauan diantara pendukung acara. Dengan
demikian kehadiran Tari Anak yang diringi Musik Sikambang ini berfungsi sebagai benda
pengintegrasian bagi individu-individu yang ada didalamnya.
4.4. Struktur yang digunakan dalam Tari Anak
Menurut Sal Murgiyanto tari merupakan cabang seni pertunjukan tertua yang lahir
bersamaan dengan kebudayaan manusia. Menurutnya tari-tari Melayu Riau dan Sumatera
Utara disebut sebagai daerah pusat Budaya Melayu. Dalam hal ini Tari Anak di kebudayaan
Pesisir yang memiliki hubungan dengan tarian sejenis dalam kebudayaan Minangkabau dan
Melayu.
Dalam struktur penyajiannya seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa
Tari Anak dipertunjukkan dalam acara terakhir sebelum acara Talibun dimainkan. Karena
dalam setiap acara dari awal sampai akhir saling berhubungan satu sama lain, terutama dalam
tarian yang dimainkan yang merupakan perjalanan kedua mempelai dari masa perkenalan
hingga kejenjang perkawinan.
Tari Anak dimainkan dalam acara adat malam sikambang agar kedua mempelai dapat
melihat perjuangan orang tua yang sangat menginginkan kesembuhan untuk anaknya yang
57
sedang sakit kesar, dan menggambarkan sebuah doa-doa dan harapan-harapan orang tua
kedua mempelai untuk keturunan yang sehat, baik, tanpa kekurangan suatu apapun.
4.4.1. Pola lantai yang dipakai dalam Tari Anak
Yang dimaksud dengan pola lantai adalah pola atau garis-garis yang dilalui oleh
seorang penari maupun sekelompok penari yang akan membentuk sebuah formasi. Dimana
penari akan menari sesuai dengan gerak dan pola-pola lantai yang telah ditentukan yang
mana nantinya dalam penyajiannya tarian ini akan semakin lebih menari.
Pola lantai yang dipakai dalam Tari Anak hanya berhadap-hadapan dan berpindah
tempat. Berikut beberapa gambar pola yang digunakan.
Gbr. Pola lantai Tari Anak
Tari Anak merupakan tari yang mengalami komposisi gerak tari garapan. Berdasarkan
bentuk geraknya Tari Anak adalah jenis tari representasional yaitu tari yang menggambarkan
sesuatu secara jelas yang mana gerak-gerak dalamnya terkandung gerak-gerak maknawi
(gesture) dan gerak-gerak murni (pure movement). Namun demikian dalam garapannya tari
representasional lebih banyak menggunakan bentuk gerak-gerak murni yang menbuat tari itu
lebih mengarah ke bentuk pantomim.
58
Gbr. Gerakan Tari Anak yang berbentuk gerakan murni
4.4.2. Ragam Gerak Dalam Tari Anak
Berikut merupakan ragam gerak yang terdapat dalam Tari Anak yang mana gerakan
ini dilakukan dalam tiap hitungan 1x8 ;
No Pola lantai Gambar Keterangan
1
X dan Y melakukan gerakan hormat Gerakam ini ditarikan dalam hitungan 1 x 8
2
Penari X dan Y saling berhadapan, dengan hitungan 1 – 4
Y X
X Y
59
3
hitungan 1x8 X dan Y menggerak-gerakkan selendang keatas dan kebawah dan melakukan gerakan bunga-bunga silat
4
1x8 X berjalan dengan gerakan step kerarah Y dengan menggerakan sekendang keatas dan kebawah dan Y dengan gerakan step ditempat sambil menggerakan selendang dengan gerakan yang sama.
5
1x8 Y bergerak step ke sebelah kana boneka dengan menggerakkan selendang keatas dan kebawah. Begitu juga dengan X yang menari ditempatnya dengan gerakan yang sama.
6
penari X dan Y : 1x8 melakukan gerakan setengah duduk mendekati boneka bayi. Penari Y menunduk sambil melakukan gerakan seperti meratap.
X Y
X
X Y
Y X
Y X
X
Y
60
7
hitungan 1x 8 penari X berdiri sambil menggerak-gerakkan selendangnya seperti sebelumnnya dan pada hitungan 5-8 diikuti penari Y
8
1x8 penari Y membelakangi penari X dengan gerak berjalan sambil menggerakkan sisi selendang secara bergantian, sedangkan penari X menggerakkan selendang keatas dan kebawah.
9
Pada hitungan 1x8 penari X dan Y setengah duduk dan penari Y melakukan meratap sama seperti gerakan sebelumnya
10
Posisi Penari X dan Y dalam hitungan 1x8 sudah berdiri dan saling berhadapan sambil menggerakkan selendang keatas dan kebawah.
11
1x8 penari X dan Y saling berpindah tempat dengan gerakan step dengan melakukan gerakan menggerak-gerakkan selendang seperti sebelumnya hingga kedua penari
Y X
Y
X
X
Y
X
Y
Y
X
61
saling berhadapan 12
penari Y dalam hitungan 1x8 berada pada posisi setengah duduk dan penari X berputar kekanan dengan gerakan step. Hitungan 1x8 berikutnya penari X mengalungkan selendangnya ke penari Y yang sedang melakukan gerakan meratap
13
Penari X hitungan 1x8 berputar melenggang kekanan hingga berhadapan dengan penari Y yang melilit salah satu selendang dan membuat nya menjadi penutup kepala
X Y
X
Y
X
Y
X Y
62
14
penari Y hitungan 1x8 berdiri dan penari X melenggang kesebelah penari Y dan berhadapan dengan boneka bayi
15
Hitungan 1x8 penari X menunduk dan mengangkat boneka bayi dan penari Y berputar kanan sambil mengerakkan selendangnya keatas dan kebawah
16
Hitungan 1x8 membawa boneka bayi hingga perhadapan dengan penari Y, da penari Y mulai mempersiapkan selendangnya untuk dijadikan gendongan
XY
Y
X Y
X
Y
X Y
X Y
63
17
Penari X dan Y hitungan 1x8 saling berhadapan dan melakukann gerakan mengayun boneka bayi. dan hitungan 1x8 penari X dan Y berputar kekanan sesuar arah masing-masing
18
Penari X dan Y melakukan gerakan yang sama, mengayun boneka bayi tersebut dan berputar seperti gerakan sebelumnya
X Y
XY
Y
X Y
X Y
64
19
Penari Y hitungan 1x8 memperbaiki letak bayi dalam selendang yang dijadikan kain gendongan tersebut, sedangkan penari Y melakukan gerakan tarian silat
20
Penari X dan Y hitungan 1x8 melenggang berpindah tempat dengan gerakan step hingga kedua penari saling berhadapan
21
Pada hitungan 1x8 penari X mengambil galeta dan keranjang yang ada dibawah sedangkan penari Y berjalan melenggang sambil memainkan bagian lain selendangnya hingga kedua penari berpasangan
YX
YX
X Y
YX
XY
65
22
Penari X dan Y ditungan 1x8 melenggang dengan gerakan step kedepan
23
1x8 penari X dan Y berputa melenggang kekiri dengan gerakkan step hingga posisi kedua penari menghadap depan
YX
YX
X Y
XY
66
Keterangan: X = penari laki-laki Y = penari perempuan = posisi penari berdiri = posisi penari duduk
= berpindah dari posisi kiri ke posisi kekanan
= berpindah dari posisi kanan ke posisi kekiri
= posisi saling berhadapan
Semua gerakan Tari Anak ini ditarikan dalam tempo yang lambat.
4.4.3. Makna Setiap Gerak yang Dibawakan Dalam Tari Anak
Sesuai dengan bentuknya Tari Anak merupakan tari yang representasional yaitu tari
yang menggambarkan sesuatu dengan jelas. Seperti yang telah diketahui bahwa Tari Anak
merupakan sendratari (tari bercerita) jadi dalam tiap geraknya pasti memiliki makna atau arti.
Tarian dimulai dengan gerakan hormat sebagai pembuka salam sebelum memulai
gerakan tarian, dimana kedua telapak tangan penari diarahkan kedepan dan sejajar dengan
kuping dan perlahan turun diikuti badan yang agak sedikit menunduk sesuai dengan musik
ataupun ketukan lagu yang dimainkan.
24
gerakan terakhir penari X dan Y bergerak step sambil melenggang keluar ruang pertunjukan menandakan tarian telah selesai.
X X
67
Gbr. Gerakan Hormat
Selanjutnya setelah gerakan hormat dilakukan kedua penari berdiri, saling berhadapan
dan memulai tariannya. Dalam gerakan ini penari laki-laki melakukan silat atau disebut juga
bunga-bunga silat yang mana gerakan ini memperlihatkan kegagahan seorang suami dalam
memimpin, melindungi keluarganya, sedangkan penari perempuan memainkan selendangnya
dengan lembut yang menandakan kelemahlembutan seorang ibu.
Gbr. Bunga-bunga Silat
Dalam gerakan selanjutnya ada gerakan meratap, dimana penari perempuan dengan
gerakan setengah duduk sambil menunduk dan mengelus-elus boneka bayi. Dimana gerakan
ini menggambarkan kesedihan yang mendalam dari seorang ibu yang anak sedang
mengalami sakit yang sangat keras, dan elusan seorang ibu adalah agar sianak tenang dan
tidak merasakan sakit yang dideritanya. Sedangkan penari laki-laki memperlihatkan
ketegaran yang ditunjukkan seorang pria dan selalu berada disamping isterinya untuk
memberikan semangat dan harapan-harapan yang positif dalam kesembuhan anak mereka.
68
Gbr. Gerakan Meratap
Gerakan selanjutnya dimana penari perempuan berdiri dan mengibas-ngibaskan sisi
sebelah kanan dan kiri selendang yang dipakainya. Dimana dalam pengertiannya hal tersebut
dilakukan untuk mengusir segala hal yang buruk, terutama segala sakit-penyakit yang
mendekati si anak tersebut. Hal tersebut juga disertai doa-doa penyembuhan untuk si anak
yang sedang sakit. Sedangkan sang suami menjagai si anak dan memperhatikannya.
Gbr. Gerakan Mengibas-ngibaskan Selendang
Setelah itu penari laki-laki mengalungkan selendang milik nya untuk penari
perempuan. Dimana selendang tersebut berfungsi untuk menutupi bagian kepala dari penari
perempuan tersebut. dalam pengertiannya sang suami ingin menenangkan pikiran isterinya
agar tidak terlalu memikirkan keadaan si anak tesebut yang nantinya membuat terganggu
kesehatannya. Sang suami juga ingin menenangkan iaterinya dengan memberikan harapan
bahwa si anak akan baik-baik saja. Sebagai kepala rumah tangga sang suami bertugas untuk
melindungi keluarganya.
69
Gbr. Gerakan Mengalungkan Selendang
Gerakan selanjutnya adalah gerakan mengayun bayi. Gerakan ini kedua penari
melakukan gerakan mengayun bayi, yang dalam ceritanya si anak menangis karena penyakit
yang dideritanya. Karena kedua orang tuanya kasian melihat si anak ini maka diayunlah dia
agar supaya si anak merasa tenang, dan aman. Sehingga si anak pun tidak merasakan sakit
dan berhenti menangis.
Gbr. Gerakan Mengayun Anak
Gerakan selanjutnya adalah gerakan menggendong anak. Dalam ceritanya ayah si
anak telah menemukan seorang tabib/dukun yang dapat menyembuhkan penyakit si anak
tersebut. jarak yang ditempuh untuk sampai ketujuan sangat jauh, karena itu si anak harus
digendong selama perjalanan hingga samapai ditempat tujuan. Dan dalam persyaratannya
orang tua si anak membawa Galeta (tempat air) dan Keranjang. Selama mempersiapkan
perlengkapan yang dibawa, sang isteri menggendong si anak, karena secara batiniah seorang
anak lebih dekat dengan ibunya. Sehingga rasa sakit yang dirasakan si anak bisa tidak
terasalagi, dan si anakpun tertidur dalam pelukan ibunya. Gerakan menggendong anak ini
menjadi gerakan penutup dalam tarian Tari Anak ini.
70
Gbr. Gerakan Menggendong Anak
4.4.4. Perlengkapan yang Dipakai Dalam Tari Anak
Beberapa perlengkapan yang perlu dipersiapkan dalam penyajian Tari Anak, yang
mana perlengkapan tersebut nantinya akan mendukung jalannya penyajian Tari Anak dalam
acara adat Malam Sikambang. Persiapan juga harus dilakukan secara maksimal dalam
penyusunan tempat dan penataan agar menghasilkan tarian yang baik.
Perlengkapan dalam penyajian tarian ini diantaranya panggung, kostum, properti
yang dibutuhkan dalam penyajian tarian tersebut. semuanya harus dipersiapkan dengan teliti
agar semua berjalan dengan lancar. Perlengkapan ini juga harus saling melengkapi satu sama
lain agar dalam penyajiannya nanti tidak menadapatkan kendala.
4.4.4.1. Panggung
Panggung untuk penyajian Tari Anak berada tepat ditengah-tengah ruangan didepan
pelaminan dan diatas tikar. Semua perangkat acara berada dalam ruangan yang sama,
berbeda dengan pemain musik sebagai pengiring tarian yang berada disisi sebelah kanan,
kiri maupun di depan pelaminan. Besar kecilnya tempat penyajian Tari Anak ditentukan oleh
besar kecilnya ruang dalam rumah yang punya hajatan (pesta).
Disetiap penampilannya, penari Tari Anak yang dibutuhkan dalam setiap acara
Malam Sikambang hanya sepasang penari. Penari yang dimaksudkan disini adalah penari
dewasa agar pesan yang dibawakan dalam tarian dapat tersampaikan dengan baik,
71
khususnya untuk kedua pengantin. Dalam penyajian Tari Anak ini posisi properti yang
dipakai diletakkan dibawah ditengah-tengah kedua penari.
Gbr. Posisi properti yang dipakai dalam Tari Anak
4.4.4.2. Kostum
Tata rias dan tata pakaian yang tepat, berguna memperjelas sesuai dengan tema tari
yang disajikan dan akan dinikmati oleh penonton (Soetedjo, 1983 : 48 dalam Laporan
Penelitian ASKI oleh Risnawati). Setiap tarian tradisional pasti memiliki dan memakai
kostum sesuai dengan tari yang dimainkan. Seperti penari pesisir melayu lainnya, kostum
yang dipakai dalam tari anak ini adalah baju koko, celana panjang, songket, peci, dan
selendang, ini yang dikenakan penari laki-laki. Sedangkan penari perempuan mengenakan
kebaya melayu, rok songket, selendang, menakai sanggul dan aksesoris rambut.
Gbr. kostum Tari Anak
72
4.4.4.3. Properti tari Yang Digunakan
Properti tari merupakan peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam tarian.
Penggunaan properti dalam Tari Anak ini adalah agar pesan dari tarian tersebut dapat dengan
mudah dimengerti oleh orang-orang yang melihatnya, dan dalam penyajiannya pun Tari
Anak ini akan semakin menarik. Tari Anak menggunakan properti dalam tariannya. Boneka
bayi, Keranjang, Galeta (tempat air), dan 2 selendang merupakan properti yang digunakan.
Gbr. Properti Tari Anak
4.4.5. Alat Musik Yang Dipakai Dalam Mengiringi Tari Anak
Sikambang merupakan kesenian yang berasal dari pesisir Sibilga Tapanuli Tengah.
Kesenian Sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang berlaku bagi masyarakat
Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh, terus ke Tapanuli,
Minangkabau dan Bengkulu. Kesenian Sikambang yang bagian pokoknya terdiri dari “tari”
dan “nyanyi” (seni-tari), mengemban unsur kebudayaan bernafaskan seni budaya. Tidak
heran jika Sikambang tetap eksis sejak zaman dahulu kala hingga sekarang pada zaman
modernisasi. Kesenian ini mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang sarat makna,
bercorak petuah, berirama lagu dan berwujud tari.
Musik yang mengiringi Tari Anak ini adalah lagu Sikambang, dimana dalam lagu
Sikambang ini hanya menggunakan dua alat musik saja, Akordion dan Gandang Sikambang.
73
Berikut penjelasan tentang alat musik yang digunakan dalam musik Sikambang sebagai
pengiring tari Anak tersebut.
4.4.5.1. Akordion
Akordeon merupakan alat musik sejenis organ. Alat musik ini relatif kecil, dan
dimainkan dengan cara digantungkan di leher. Pemusik memainkan tombol-tombol akord
dengan jari-jari tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memainkan melodi lagu yang
dibawakan. Pada saat dimainkan, akordeon didorong dan ditarik untuk menggerakkan udara
di dalamnya. Pergerakan udara ini disalurkan ke lidah akordeon sehingga menimbulkan
bunyi.
Gbr. Pemain Akordion
4.4.5.2. Gandang Sikambang
Gandang Sikambang terbuat dari kayu bulat dengan bagian atasnya dilapisi kulit
kambing sedangkan bagian satu lagi dibiarkan kosong. Bagian yang kosong diganjal dengan
kayu tipis diikat dengan rotan guan stem bunyi. Dalam organologinya Gandang Sikambang
ini masuk kedalam kliasifikasi jenis frame drum.
74
Gbr. Pemain Gandang Sikambang
4.4.6. Hubungan Tari dan Musik
Penyajian musik sebagai pengiring tari merupakan hal yang terpenting dimana musik
dapat membantu tempo serta menambah serta menambah keindahan dari tarian tersebut dan
juga dapat mewakili awal dan akhir dari tarian sehingga terdapat suatu keharmonisan
diantara penari dan musik.
Sal Mugiarto (1972:33) mengatakan bahwa, iringan tari terdiri dua, yaitu iringan
internal dan iringan eksternal. Iringan internal adalah iringan tari yang dimainkan oleh
sipenari sendiri, sedangkan iringan eksternal adalah iringan yang dilakukan oleh orang lain
atau yang datang dari luar tubuh sipenari itu sendiri. Dalam hal ini musik pengiring Tari
Anak merupakan iringan eksternal yaitu musik yang berasal dari luar tubuh si penari.
Dalam penyajiannya pun ketika musik dan Tari tidak dapat sejalan maka pertunjukan
yang dihasilkan tidak akan berjalan dengan baik, begitu juga pesan dalam tarian itu tidak
akan tersampaikan dengan baik pula. Iutlah alasan kenapa musik memiliki peranan yang
sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dalam Tarian.
75
4.5. Transkripsi
Dalam hal ini penulis menggunakan notasi balok untuk mentranskripsinya. Pemilihan
notasi balok ini karena sifatnya yang sangat umum dipergunakan dalam penulisan musik
dikalangan disiplin etnomusikologi dan juga oleh masyarakat luas.
dalam analisis musik nya Lagu Sikambang dapat dianalisis berdasarkan metodologi
yang dikemukakan oleh Charles Seeger, yang membedakan dua notasi yaitu notasi preskriptif
dan notasi deskriptif. Preskriptif adalah notasi yang melukiskan secara garis besar nada dari
suatu lagu, notasi ini merupakan pedoman tentang bagaimana musik tertentu itu dapat
diwujudkan oleh pemain musik. Sedangkan Deskriptif adalah laporan yang disertai notasi
secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan
diwujudkan. Untuk kebutuhan analisis Lagu Sikambang, penulis menggunakan Preskriptif.
Transkripsi Lagu Sikambang dapat dilihat pada halaman lampiran.
4.6. Analisis Musik
Penganalisisan yang penulis lakukan pada Lagu Sikambang menggunakan teori
William P. Malm (1977:9), yang menganalisis musik dari 1. Tangga Nada, 2. Nada Dasar,
3. Interval, 4. Wilayah Nada, 5. Frekuensi Pemakaian Nada, 6. Kadens, 7. Formula
Melodi,dan 8, Kontur.
4.6.1. Tangga Nada
Dalam Musik Sikambang tidak ada menggunakan tangga nada baku. Dalam
penulisan ini, penggunaan tangga nada tidak sama dengan tangga nada teori musik barat,
yang memiliki struktur interval yang baku. Yang dimaksud dengan tangga nada dalam tulisan
ini adalah nada-nada yang dipergunakan dalam Lagu Sikambang yang menjadi modal dalam
76
yang diirutkan penggarapan melodinya yang diurutkan dari nada yang terendah sampai nada
yang tertinggi (sesuai dengan aturan tangga nada musik barat).
Nada –nada tersebut durutkan dalam garis paranada. Adapun urutan nada yang
dipergunakan dalam melodi Lagu Sikambang, adalah sebagai berikut;
12 nada dari G-D’ (Diatonis)
4.6.2. Nada Dasar
Untuk menentukan nada dasar (tonalitas) Lagu Sikambang, maka penulis beracuan
pada pendapat Nettl (1964:147), yang mengemukakan ada tujuh (7) cara dalam menentukan
nada dasar. Ketujuh cara ini sering dilakukan para Etnomusikolog dalam menganalisa nada
dasar suatu melodi musik yaitu:
1. Dengan cara melihat pemakaian nada mana yang lebih sering dipakai dalam
komposisi tersebut;
2. Memperhatikan durasi ritmis yang besar, dapat dianggap sebagai nada dasar,
walaupun jarang dipakai;
3. Memperhatikan nada awal, nada tengah, maupun nada akhir yang
dipergunakan pada suatu komposisi, dapat dianggap sebagai nada dasar.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah ataupun pas di tengah-tengah,
dapat dianggap sebagai nada dasar;
5. Melihat hubungan interval jarak lima dari nada yang terendah, dianggap
sebagai nada dasar;
6. Melihat penekanan ritmis yang kuat, dianggap sebagai nada dasar;
77
7. Adanya pengalaman dan pengenalan yang akrab dengan musik yang diteliti,
juga dapat menentukan nada dasar;
Untuk dapat menjawab pendekatan yang ditawarkan oleh Nettl dalam menentukan
nada dasar, maka penulis menyusun frekuensi pemakaian nada berdasarkan durasi ritmis
Lagu Sikambang, yang dapat dilihat pada table berikut ;
Nada / Ritem Jumlah Nada
C 206
D 80
E 158
F 42
G 150
A 80
B 49
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nada yang memiliki durasi ritmis yang
paling sering muncul adalah nada C sebanyak 206 kali, kemudian nada E sebanyak 158 kali
dan nada G sebanyak 150 kali. Ketiga nada ini merupakan nada yang paling banyak
digunakan dalam Lagu Sikambang.
Dari susunan data yang tertulis diatas, maka yang menjadi tonalitas berdasarkan
ketujuh cara yang ditawarkan Nettl adalah sebagai berikut;
1. Nada yang sering dipakai adalah nada C
2. Nada yang memiliki ritmis yang paling besar adalah nada C
3. Memperhatikan nada awal dan nada akhir adalah nada C dan C
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah adalah nada F
5. Hubungan interval yang berjarak lima dari nada terendah adalah C
78
6. Melihat penekanan ritmis yang kuat adalah nada C
7. Melalui pengalaman dan pengenalan terhadap musik tersebut, tidak ada.
Sesuai dengan ketujuh pendekatan diatas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa nada dasar yang terdapat dalam Lagu Sikambang adalah nada C sesuai dengan criteria
no. 4 dan 6, dan nada-nada yang dipergunakan terdiri dari tujuh buah adalah nad C mayor.
4.6.3. Interval
Interval adalah jarak antara satu nada ke nada yang lain (berikutnya). Dalam
komposisi Lagu Sikambang digambarkan dalam tabel berikut ini;
Interval Lagu Sikambang
Interval Jumlah
Prime 248
2 Minor 52
2 Mayor 104
3 Minor 104
3 Mayor 82
4 Perfect 57
4 Perfect Augmented 1
5 Perfect 28
6 Minor 3
6 Mayor 11
7 Minor 1
7 Mayor 2
Oktaf 4
79
Interval yang dipergunakan dalam Lagu Sikambang ialah sebanyak 13 interval yakni ;
(1). Prime, (2). 2 Minor (sekunde minor), (3). 2 Mayor (sekunde mayor), (4). 3 Minor (ters
minor), (5). 3 Mayor (ters mayor), (6). 4 Perfect (kwart perfect), (7). 4 perfect Augmented
(kwart perfect augmented), (8). 5 Perfect (kwin perfect), (9). 6 Minor (septim minor), (10). 6
Mayor (septim mayor), (11). 7 Minor ( sekta minor), (12). 7 Mayor (sekta mayor), (13).
Oktaf. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pergerakan melodi Lagu Sikambang
cenderung melangkah, yang ditandai dengan dominasi interval Prime.
4.6.4. Frekuensi pemakaian Nada
Frekuensi pemakaian nada dalam sebuah komposisi lagu merupakan hal yang penting,
karena dengan melihat jumlah pemakaian nada yang satu dengan yang lainnya, kita dapat
melihat cirri khas musik itu sendiri.
Frekuensi pemakaian nada setiap komposisi lagu/melodi berbeda antara satu dengan
lainnya. Demikian juga komposisi nada pada Lagu Sikambang yang menjadi objek penelitian
dalam tulisan ini. Untuk lebih jelasnya, nada-nada tersebut dibuat dalam tabel unutk
mempermudah melihatnya. Nada-nada disusun berdasarkan nada yang frekuensi
pemakaiannya lebih banyak/tinggi.
Nada / Ritem Jumlah Nada
C 206
D 80
E 158
F 42
G 150
A 80
B 49
80
Dari tebrl tersebut kita dapat mengetahui bahwa nada yang paling banyak
dipergunakan dalam Lagu Sikambang adalah nada C dengan frekuensi 206 kali, kemudian E
dengan frekuensi 158 kali dan nada G dengan frekuensi 150 kali. Jadi, dalam Lagu
Sikambang ini nada yang paling sering muncul adalah nada C, E, dan G.
4.6.5. Pola Kadens
Pola kadens adalah nada akhir pada suatu komposisi lagu yang digarap pada setiap
frase lagu tersebut. Berikut ini adalah merupakan pola kadens Lagu Sikambang ;
1. Pola Kadens pada frasa pertama yaitu pada intro yang di mainkan oleh akordeon,
tepatnya pada bar ke 6
2. Pada bar ke 15
81
3. Pada frasa pertama vokal di bar 39
4. Frase 2 pada bar ke-62
5. Pada bar ke 125
82
6. Pada frase terakhir di bar ke 146
4.6.6. Formula Melodi
Formula melodi (form) dapat ditentukan dengan berpedoman pada apa yang
dikemukakan oleh Malm (1977 : 28), dalam bukunya “Music Culture of Pasific The Near
East and Asia”. Ia mengemukakan lima (5) bentuk melodi yang sering digunakan dalam satu
kompisisi melodi yaitu :
1. Reventitive adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang
2. Interative adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi kecil yang
kecenderungannya perulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reventing adalah bentuk nyanyian yang terjadi perulangan pada frase pertama setelah
terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
4. Stropic adalah bentuk nyanyian yang pengulangan melodinya tetap sama, tapi teks
nyanyian baru.
5. Progresive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi
melodi yang selalu baru.
Jika dikaitkan dengan apa yang diutarakan Malm diatas, maka dengan melihat bentuk
melodi Lagu Sikambang sebagai bentuk Preventitive, dimana bentuk nyanyian yang diulang-
ulang.
83
4.6.7. Kountur
Kountur adalah garis atau melodi dalam sebuah lagu, menurut Malm kountur dapat
dibedakan atas beberapa jenis yaitu;
1. Acending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada yang terendah kenada yang
tertinggi;
Gambar:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya menurun dari nada yang lebih tinggi ke
nada yang lebih rendah;
Gambar:
3. Pendulus, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah ke
nada yang lebih tinggi, kemudian kembali ke nada yang lebih rendah atau sebaliknya
dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah dan kembali ke nada yang lebih
tinggi;
Gambar:
4. Terraced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang (seperti anak tangga) dari nada
yang rendah ke nada yang tinggi, kemudian bergerak sejajar, serta bergerak ke nada
yang lebih tinggi dan seterusnya dan akhirnya berbentuk anak tangga;
Gambar:
84
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap bergerak dalam ruang lingkup yang
terbatas atau datar.
Gambar;
Dari keterangan diatas, maka penulis dapat melihat bahwa kountur melodi dari Lagu
Sikambang sebagai berikut:
1. Ascending
Contohnya pada bar 1
2. Descending
Contohnya pada bar 46
3. Pendolous
Contoh pada bar ke-35
85
4. Terraced
Contoh pada bar ke-28
5. Statis
Contoh pada bar ke 7-8
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis akan membuat kesimpulan dari pembahasan dan hasil penelitian yang telah dilakukan
penulis.
Keberadaan Tari Anak sudah sangat lama dikenal dalam kebudayaan masyarakat
Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, dan selalu dipakai dalam setiap acara-acara adat. Dimana
dalam setiap penyajiannya Tari Anak ini diiringi oleh Kesenian Sikambang. Tari Anak ini
memiliki bentuk gerak yang tidak jauh dari gerak-gerak Melayu dan Minangkabau pada silat
nya. Sebenarnya bentuk Tari Anak ini adalah tari teatrikal (sendratari), ataupun tari
bercerita, itulah mengapa Tari Anak ini berbeda dengan tari-tarian yang ada Sibolga
Tapanuli Tengah.
Tari Anak ini merupakan tari yang mengisahkan seluruh rangkaian peristiwa yang
terjadi, mulai dari rasa gembira menyambut kelahiran sang buah hati sampai pada perjalanan
mencari obat da tabib untuk sang buah hati (anak) yang sedang mengalami sakit keras.
Tarian ini disertai dengan syair-syair pantun dimana syair nyanyiannya pun sesuai dengan
alur cerita dari Tari Anak tersebut.
Dimasa sekarang ini sudah jarang sekali terlihat Tari Anak ini dibawakan dalam
acara-acara adat pesisir khususnya pada acara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah. Walaupun dalam penyajiannya Tari Anak ini merupakan tarian hiburan
dalam acara adat Malam Sikambang tetapi pesan yang terdapat dalam tarian ini sangat baik
dan seharusnya didapatkan semua pengantin.
87
Menurut wawancara yang didapat dari bapak Faruddin Sinaga yang merupakan salah
satu seniman Sikambang di Sibolga, beliau mengatakan bahwa dalam pengadaannya dalam
acara adat Malam Sikambang sudah sangat jarang, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi,
karena dalam penggunaannya sekarang ini kesenian sikambang dalam upacara adat
perkawinan memakan biaya yang cukup mahal.
Musik dan Tari adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, masing-masing
bagian memiliki peranan yang sangat penting untuk membuat penampilannya dapat
dinikmati secara keseluruhan dengan baik. Dalam hal ini musik yang dipakai sebagai
pengiring Tari Anak ini adalah Lagu Sikambang yang mana alat musik yang dipakai pada
Lagu Sikambang ini adalah Akordion dan Gandang Sikambang. Tari Anak ini ditarikan oleh
sepasang penari laki-laki dan perempuan yang dewasa dan memakai kostum penari melayu.
Tarian ini juga menggunakan properti dalam penyajiannya, hal ini berfungsi agar pesan dari
tarian itu semakin mudah tersampaikan ke semua orang yang melihatnya terutama kepada
pengantin. Properti yang digunakan juga membuat Tari Anak ini semakin menarik dalam
penyajiannya.
5.2. Saran
Diakibatkan derasnya arus globalisasi yang terjadi saat sekarang ini yang mana
dampak yang diakibatkan adalah semakin terkikisnya kebudayaan-kebudayaan tradisi
diberbagai wilayah Indonesia khususnya di wilayah Sumatera Utara. Maka sudah
sewajarnyalah setiap kelompok masyarakat pemilik kebudayaan tradisi di dunia ini haruslah
mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan kebudayaannya. Sebagai contoh adalah
Tari Anak yang merupakan salah satu kesenian tari tradisional masyarakat Pesisir Sibolga
Tapanuli Tengah. Dalam keberadaannya Tari Anak semakin tenggelam apalagi semakin
88
minimnya masyarakat Sibolga Tapanuli Tengah yang memakai Kesenian Sikambang dalam
acara-acara penting mereka terutama pada acara perkawinan.
Seperti yang kita diketahui bahwa penelitian dan pembelajaran tentang budaya
Pesisir unu sangat sedikit baik dalam bentuk tulisan maupun dalam media internet. Dalam
pelestariannya kebudayaan pesisir di Sibolga Tapanuli Tengah terlihat sangat kurang dalam
hal kuantitas, dimana banyak sekali anak-anak muda di Sibolga Tapanuli Tengah yang tidak
mengenal Tari Anak yang merupakan salah satu kesenian masyarakat pesisir. Padalah orang-
orang muda lah yang diharapkan dapat melestarikan kebudayaan pesisir itu sendiri.
Banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam melestarikan kebudayaan
Pesisir Sibolga Tapanuli tengah. Misalnya, dalam acara-acara pemerintahan daerah, Kesenian
Sikambang dapat ditampilkan dalam acara tersebut. Apalagi jika Pemerintah Daerah Kota
Sibolga Tapanuli Tengah kedatangan tamu dari luar daerah. Pemerintah Daerah juga dapat
mengadakan acara pesta kebudayaan yang menampilkan kesenian tradisional Pesisir.
Sehingga Kesenian Sikambang dan Tari-tarian tradisional dapat dijadikan salah satu aset
daerah dalam meningkatkan kunjungan wisatawan lokal maupun internasional yang
sekaligus dapat meningkatkan pendapatan daerah. Sebagaimana ketahui bahwa kebudayaan
Pesisir sangat kaya, ada tari, musik, nyanyian, dan teater-teater tradisional yang dapat
dijadikan aset pariwisata.
89
DAFTAR PUSTAKA Bahasa, Pembinaan, Pusat
1991 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Feterman, David M
1989 .Ethnography Step by step. New York Amerika Serikat : Sage
Publication.
Hutagalung, Flora
2009 Analisis Pertunjukan Tari Piring Pada Upacara Perkawinan Adat
Masyarakat Minangkabau Di Kota Medan, Medan : Skripsi Sarjana
Universitas Sumatera Utara.
Ihromi, T.O. (ed)
1994 Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Koentjaraningrat
1973 Metode Wawancara dalam Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia.
1983 Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia.
1985 Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari,
Jakarta:Direktorat Kesenian
2002 Pengantar Illmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Lubis, Solly
1998 Sibolga dan Sekeping Sejarahnya, Dalam Hari Jadi Kota Sibolga,
Sibolga : Pemko Sibolga.
MM, Syafri, Syaiful, Drs.
2009 Mengenal Nusantara Propinsi Sumatera Utara, Bekasi : Sari Ilmu
Pratama.
90
Malm, P., William
1977 Music Culture of The Pasific Music The Near East and Asia. New
Jersey, Prentice Hall Inc.
Marpaung, Hans
2009 Deskripsi tari Tamborin Dan Musik Pengiring Pada Ibadah Raya
Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan, Medan : Skripsi
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Merriam, Alan P
1964 The Anthropology of music. Evanston, Illinois : Northwestern
University Press.
Murgiyanto, Sal
2011 Dalam makalah yang disampaikan pada Seminar “Masyarakat Melayu
Riau dan Kebudayaannya”, yang diselenggarakan di Tanjung Pinang,
Riau
Nainggolan, Radjoki
2005 Buku Adat Perkawinan Masyarakat Etnis Pesisir Sibolga Tapanuli
Tengah Pantai Barat Sumatera Utara. Medan: Majelis Budaya Pesisir
dan Pariwisata Sibolga Tapanuli Tengah Pantai Barat Sumatera Utara.
2011 Diktat Kesenian Pesisir Sikambang. Universitas Sumatera Utara
Jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya.
Nakagawa, Shin
2000 Music dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Nettl, Bruno
1964 Theory and Method in Etnomisicology. New York: The Free Press of
Gilencoe.
Netriroza, Arifnni
91
2005 Etnomusikologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni. Volume 1,
Nomor 2. Medan:USU Press.
Prawira, C., Chandra
2011 Kajian Organologis Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan
Bapak Kadirun, Medan : Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Rohkyatmo, Amir
1986 Pengetahuan Tari Sebuah Pengantar, Jakarta : Direktorat Kesenian.
Sedyawati, Edy
1986 Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta :
Direktorat Kesenian.
Sinar, Luckman,Tengku, Syaiful A. Tanjung, dan Marwansyah.
2010 Mengenal Adat dan Budaya Pesisir TAPANULI TENGAH –
SIBOLGA. Medan: FORKALA – SUMUT.
1981 Sibolga dalam Lintasan Sejarah, Medan : Harian Waspada pada
tanggal 23 Juni 1981.
Soedarsono
1986 Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari, Jakarta : Direktorat
Kesenian.
Internet
http://www.wikipedia.com
http://www.google.com
bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
92
DAFTAR INFORMAN
Nama : Muhammad Din Daini
Umur : 62 Tahun
Pekerjaan : Pemusik Kesenian Sikambang
Nama : Rajoki Nainggolan, SE. M.A
Umur : 64 Tahun
Pekerjaan : - Pensiun PNS
- Ketua Majelis Budaya Pesisir Sibolga Tap.Teng Pantai Barat
SUMUT
- Penari Tradisi Pesisir Sibolga
- Dosen Etnomusikologi
Nama : Raifah tanjung
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Penari Tardisi Peisir Sibolga
Nama : Muhar Nainggolan
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta, Pemusik Kesenian Sikambang
Nama : Faruddin Sinaga
Umur : Tahun
Pekerjaan : Seniman Sibolga
93
Lampiran LAGU SIKAMBANG
David dan Franseda
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106