fungsi badan permusyawaratan desa dalam …digilib.unila.ac.id/57818/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGARAAN
PEMERINTAHAN DESA TALANG MULYA KECAMATAN TELUK
PANDAN KABUPATEN PESAWARAN
(Skripsi)
Oleh:
ANDRI SOFYANDI
2019
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
ii
ABSTRAK
FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA TALANG MULYA
KECAMATAN TELUK PANDAN KABUPATEN PESAWARAN
Oleh
Andri Sofyandi
Desa merupakan struktur pemerintahan terkecil dalam tatanan Negara Republik
Indonesia. Desa memiliki perangkat yang mengatur dalam berjalannya sebuah
roda pemerintahan didesa yaitu Kepala Desa dan aparat pelaksananya serta
diawasi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah (1) bagaimana pelaksanaan fungsi BPD, (2) faktor-faktor
pelancar dan penghambat pelaksanaan fungsi BPD, dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa di Desa Talang Mulya, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten
Pesawaran.
Penelitian ini menggunakan pendektan normatif dan pendektan empiris. Informan
dari penelitian ini adalah aparat desa, anggota BPD, dan masyarakat Desa Talang
Mulya. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi
lapangan selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Pembahasan dalam penelitian ini yaitu (1) Fungsi dalam pembuatan regulasi lebih
terlaksana dan terealisasi. Fungsi BPD dalam menampung aspirasi masyarakat
dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa yang belum maksimal
dikarenakan kurangnya pemahaman anggota BPD terhadap tugas dan fungsinya
berdasarkan peraturan yang berlaku. (2) Faktor yang memperlancar pelaksanaan
fungsi BPD yaitu, menjalin hubungan yang baik antara BPD dan masyarakat,
adanya insentif, serta pola rekrutmen anggota BPD yang baik. Faktor yang
menghambat pelaksanaan fungsi BPD yaitu tidak adanya sekretariat BPD, pola
komunikasi antar anggota yang kurang baik serta kurangnya pemahaman anggota
BPD tentang fungsi keberadaanya dimasyarakat.
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlunya
peningkatan Sumber Daya Manusia anggota BPD agar pengawasan pemerintah
desa lebih dapat berjalan dengan maksimal. Selanjutnya sosialisasi tentang tugas
dan fungsi BPD yang lebih menyeluruh dan rutin kepada anggota dan
masyarakat.
Kata kunci: Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Fungsi
iii
ABSTRACT
FUNCTION OF VILLAGE AGENCY AGENCY IN MANAGEMENT OF
VILLAGE GOVERNMENT TALANG MULYA KECAMATAN TELUK
PANDAN PESAWARAN DISTRICT
By
Andri Sofyandi
Village which is a complete government structure in the order of the State of the
Republic of Indonesia. Villages that have equipment equipped with government
wheels in the village, namely the Village Head and the implementation
government are also supervised by the Village Consultative Body (BPD) which
regulates legislation Number 6 of 2014 concerning Villages. The problems in this
study are (1) how to carry out the functions of the BPD, (2) the facilitating factors
and inhibiting the implementation of the BPD function, in the implementation of
Village Government in Talang Mulya Village, Teluk Pandan District, Pesawaran
Regency.
This study uses normative estimation and empirical estimation. Informants from
this study were village officials, BPD members, and the Talang Mulya Village
community. Data collection was carried out with library studies and subsequent
field studies conducted in qualitative descriptive.
The discussion in this study is (1) The function of making regulations is more
implemented and realized. The function of the BPD in supporting community
aspirations and supervising the Village Head that has not been maximal concerns
BPD members' understanding of their duties and functions based on applicable
regulations. (2) Factors that facilitate the implementation of the BPD function,
namely, establishing good relations between the BPD and the community, the
existence of incentives, and the pattern of recruitment of good BPD members.
Factors that hinder the implementation of the BPD function are the absence of the
BPD secretariat, poor patterns of communication between members and
understanding the understanding of BPD members about their function in the
community.
Suggestions that can be conveyed based on this research are the need to increase
the Human Resources of BPD members so that village government oversight can
run more optimally. Furthermore, socialization of the duties and functions of the
BPD is more complete and routine for members and the community.
Keywords: Village, Village Consultative Body, Function
FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGARAAN
PEMERINTAHAN DESA TALANG MULYA KECAMATAN TELUK
PANDAN KABUPATEN PESAWARAN
Oleh:
ANDRI SOFYANDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Akhir Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada Jurusan Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
v
Judul Skripsi : FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN
DESA DALAM PENYELENGARAAN
PEMERINTAHAN DESA TALANG MULYA
KECAMATAN TELUK PANDAN
KABUPATEN PESAWARAN
Nama Mahasiswa : Andri Sofyandi
No. Pokok Mahasiswa : 1312011040
Bagian : Hukum Administrasi Negara
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Syamsir Syamsu, S.H., M.Hum. Eka Deviani, S.H., M.H.
NIP 196108051989031005 NIP 197301202005012002
2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara
Syamsir Syamsu, S.H., M.Hum.
NIP 196108051989031005
vi
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Syamsir Syamsu, S.H., M.Hum ……………….
Sekretaris/Anggota : Eka Deviani, S.H., M.H. ……………….
Penguji Utama : Dr. FX Sumarja, S.H., M.Hum ……………….
2. Dekan Fakultas Hukum
Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H.
NIP 19600310 198703 1 002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 03 Juli 2019
vii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Andri Sofyandi
NPM : 1312011040
Bagian : Hukum Administrasi Negara
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul: “FUNGSI BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGARAAN
PEMERINTAHAN DESA TALANG MULYA KECAMATAN TELUK
PANDAN KABUPATEN PESAWARAN”, adalah benar-benar hasil karya
sendiri dan bukan hasil plagiat sebagaimana telah diatur dalam pasal 27 peraturan
Akademik Universitas Lampung dengan Surat Keputusan Rektor Nomor
3187/H26/DT/2010.
Bandar Lampung, 14 Juli 2019
Andri Sofyandi
NPM: 1312011040
viii
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Desa Jondong, Kecamatan
Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi
Lampung pada tanggal 05 Juli 1995, merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak A.
Rahman BTT dan Ibu Hernila.
Riwayat pendidikan yang telah ditempuh penulis
adalah, Sekolah Dasar Negeri 2 Hanura diselesaikan
pada Tahun 2007. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Padang Cermin diselesaikan pada Tahun 2010. Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Padang Cermin diselesaikan
pada Tahun 2013.
Pada Tahun 2013 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakulta Hukum
Univeristas Lampung melalui jalur undangan SNMPTN. Penulis mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Hanau Berak Kecamatan Padang Cermin
Kabupaten Pesawaran pada 17 Januari-15 Maret 2016. Kemudian pada 3 Juli
Tahun 2019 peneliti menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Univeristas Lampung.
ix
MOTO
وَمَا يَسْتَوِي الْْعَْمَىٰ وَالْبَصِيرُDan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.
Q.S Al-Fatir Ayat 19
x
PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah Subhanawata’ala tuhan semesta alam, dan dengan segala
kerendahan hati kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kedua orang tua yang sangat aqu cintai Ayah A. Rahaman BTT dan Emak
Hernila yang dengan doa dan dukungan kalian kini anakmu telah menyelesaikan
kuliahnya, serta untuk kedua adikku Khoirul Umam dan Agus Rahamadan yang
selalu kujadikan penyemangat dalam hidupku
xi
SANWACANA
Alhamdulillahhirabbil’alamin, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat
Allah Subahanawata’ala, Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas langit dan
bumi serta segala sesuatu yang ada diantara keduanya. Atas berkat dan rahmat
Allah Subahanawata’ala peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelengaraan
Pemerintahan Desa Talang Mulya Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten
Pesawaran” Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Fakulta Hukum Univeristas Lampung.
Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Penyelesaian
skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. sebagai Sekretaris Bagian Hukum Administrasi
Negara sekaligus Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya,
mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan
kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
2. Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.Hum. sebagai Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara sekaligus Pembimbing I yang telah meluangkan waktu
xii
untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi dan mengarahkan
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
3. Bapak Dr. F.X Sumarja, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;
4. Bapak Fathoni, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan
kritik dan pemikiran dalam penulisan skripsi ini;
5. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H. sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik, yang
membantu peneliti menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Univeristas
Lampung;
7. Orang tuaku yang sangat peneliti cintai Ayah A. Rahman BTT dan Emak
Hernila yang telah dengan sabar mendukung dan mendoa’kan peneliti kuliah
di Fakultas Hukum Univerisitas Lampung hingga selesai menempuh
pendidikan Sarjana Hukum;
8. Adik-adiku yang sangat peneliti sayangi Khoirul Umam dan Agus Rahmadan
yang menjadi pemacu semangat untuk segera menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9. Ibu Dr. Ade Imelda Frimayanti, S.Pdi., M.Pdi. yang telah memberikan
dukungan secara moril maupun materil serta segala keceriaan yang diberikan,
selama peneliti kuliah di Fakultas Hukum Univeristas Lampung;
10. Teman-teman dan kakak-kakak senior di UKM KSR PMI Unit Unila,
terkhusus untuk angktan 23 Biha Melati Sari, Firda Nur Islami, Mentari
Larasati, Tri Utari Rahmi, Isnaini Aprita Sari, dan Hargo. Terimakasih tanpa
xiii
kalian perjalanan selama menempa diri dan menimba ilmu yang didapat di
UKM KSR PMI Unit Unila tidak akan sebermanfaat ini;
11. Segenap Pemerintah dan masyarakat Desa Talang Mulya Kecamatan Teluk
Pandan Kabupaten Pesawaran yang telah menyempatkan waktunya dalam
membantu proses penelitian skripsi ini;
12. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya;
13. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. sebagai Rektor Universitas
Lampung;
14. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Semoga Allah subhanawata’ala memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang
telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khusunya bagi penulis dalam
mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Juni 2019
Peneliti
Andri Sofyandi
xiv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................... iv
HALAMAN PEERSETUJUAN ................................................................. v
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. viii
MOTO ......................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ........................................................................................ x
SANWACANA ........................................................................................... xi
DAFTAR ISI ............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 8
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 9
1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................................... 9
1.3.2 Kegunaan Penelitian .................................................................. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Desa ............................................................. 10
2.1.1 Pengertian Desa ......................................................................... 10
2.1.2 Kedudukan Desa ....................................................................... 11
2.1.3 Jenis Desa .................................................................................. 13
2.1.4 Kewenangan Desa ..................................................................... 14
2.1.5 Hak dan Kewajiban Desa .......................................................... 15
2.2 Tinjauan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa .................................... 17
2.2.1 Pengertian Pemerintahan Desa .................................................. 18
2.2.2 Perangkat Desa .......................................................................... 20
2.2.3 Otonomi Desa ............................................................................ 22
2.2.4 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ....................................... 25
2.3 Tinjauan Tentang Badan Permusyawaratan Desa ................................. 25
2.3.1 Pengertian Badan Permusyawaratan Desa ................................ 25
2.3.2 Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa ............................ 27
2.3.3 Fungsi Badan Permusyawaratan Desa ...................................... 28
xv
2.3.4 Peraturan Desa........................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah .............................................................................. 37
3.2 Sumber dan Jenis Data .......................................................................... 38
3.2.1 Data Primer ............................................................................... 38
3.2.2 Data Sekunder........................................................................... 38
3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 39
3.4 Pengolahan Data ................................................................................... 40
3.5 Analisis Data ......................................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Desa Talang Mulya Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran ............................................................................ 41
4.1.1 Sejarah Desa ............................................................................... 41
4.1.2 Visi dan Misi Desa Talang Mulya ............................................. 42
4.1.3 Jumlah Penduduk ....................................................................... 45
4.1.4 Kondisi Geografis ...................................................................... 46
4.1.5 Pemerintahan Umum .................................................................. 47
4.2 Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa .............................. 48
4.2.1 Membahas dan Menyepakati Peraturan Desa Talang Mulya
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran (Fungsi
Legislasi) .................................................................................... 51
4.2.2 Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Desa di
Desa Talang Mulya Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten
Pesawaran (Fungsi Pengayoman) .............................................. 54
4.2.3 Melakukan Pengawasan Kinerja Kepala Desa di Desa Talang
Mulya Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran
(Fungsi Pengawasan) ................................................................. 59
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa .......................................................................... 63
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 70
5.2 Saran ....................................................................................................... 72
xvi
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Penduduk. ........................................................................... 46
Tabel 2 Tata Guna Tanah Desa .................................................................... 46
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Badan Permusyawaratan Desa ...................................... 47
Gambar 2 Struktur Pemerintahan Desa ........................................................ 48
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desa merupakan entitas penting dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Keberadaan desa telah ada sejak zaman sebelum NKRI diproklamirkan
pada 17 Agustus 1945. Otonomi desa yang diakui dan dilindungi menurut UUD
1945 Amandemen yang merupakan otonomi asli diamanatkan dalam Pasal 18 C
ayat 2 yaitu,”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”.
Sejarah hubungan negara dan desa diawali dengan lahirnya Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah.
Dan saat ini desa mendapat pengeturan sendiri dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa).1 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa.
1http://format-lengkap-administrasi-desa.com/2016/08/riwayat-perUndang-Undangan-desa-
dari.html di akses pada 08-Januari-2019
2
Desa mempunyai hak otonomi sebagai salah satu konsekuensi logis, harus
mempunyai keuangan dan sistem pelaksanaan dan pengawasan yang baik.
Sumber pendapatan desa adalah pendapatan asli daerah terdiri dari hasil tanah
kas desa, hasil dari usaha swadaya desa, hasil gotong royong masyarakat dan
lain-lain dari hasil usaha desa yang sah. Sedangkan pendapatan yang berasal dari
pemerintah yang lebih terdiri dari sumbangan dan bantuan pemerintah dan
pemerintah daerah serta sebagian pajak dan retribusi daerah yang diberikan
kepada desa, selain itu juga berasal dari lain-lain yang dianggap sah2. Program
pemerintahan desa yang diwujudkan dalam anggaran penerimaan dan
pengeluaran desa disusun setiap setahun sekali. Program tahunan yang disusun
oleh pemrintah desa berupa kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan tepat pada
waktunya sesuai dengan tahap-tahap yang ditentukan, harus didukung dengan
perencanaan pembiayaan yang baik dengan melibatkan seluruh elemen yang ada
dalam pemerintahan desa.
Pasal 1 Angka 1 UU Desa menyatakan Desa adalah institusi pemerintahan
terendah dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan desa dijalankan oleh kepala desa beserta perangkat desa. Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan salah satu unsur penyelenggara
pemerintahan desa. Dibentuknya BPD di desa diharapkan akan mampu
menciptakan iklim demokrasi dimana masyarakat tiap-tiap dusun memiliki wakil
di tingkat desa yang terhimpun dalam BPD.
2 A.W. Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011. Hlm.63.
3
Desa Talang Mulya adalah salah satu desa yang dimekarkan pada Tahun 2012
dan baru memiliki unsur pemerintahan desa secara umum pada Tahun 2015.
Salah satu unsur pemerintahan tersebut adalah Badan Permusyawaratan Desa
Talang Mulya Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran. Pada tanggal 30
Agustus 2018, peneliti melaksanakan pra-penelitian untuk mengetahui kondisi
sebelum dan sesudah terbentuknya BPD Desa Talang Mulya. Peneliti melihat
dan mewawancarai langsung salah satu aparatur Desa Talang Mulya, yaitu
saudara Heri selaku Sekertaris Desa di Desa Talang Mulya. Berdasarkan sejarah
pemerintahannya Desa Talang Mulya yang dipaparkan, pada awal disahkan
sebagai sebuah desa pada Tahun 2012, proses pelaksanaan pemerintahan desa
tidak berjalan dengan baik. Keadaan ini terjadi karena satu unsur pemerintahan
desa hanya kepala desa dan kepala dusun, Kedua tidak berjalanya proses
pembangunan desa, karena tidak terdapatnya sumber dana yang tetap.
Pembangunan desa hanya bergantung dari bantuan program pemerintah
Kabupaten atau Provinsi yang tidak selalu bisa didapatkan setiap Tahunya.
Ketiga, sikap apatis masyarakat desa terhadap suasana pembangunan desa.
Partisipasi masyarakat sangat minim mereka hanya memperdulikan pemenuhan
kebutuhan hidup keluarga masing-masing setiap harinya tanpa memikirkan
tentang keadaan desanya.
Tahun 2015 dilaksanakan pemilihan kepala desa Saudara Salim terpilih sebagai
Kepala Desa dan Saudara Safriyadi sebagai Kepala Badan Permusyawaratan
Desa. Setelah disah-kannya pemerintahan Desa Talang Mulya barulah menerima
dana desa sesuai dengan ketentuan UU Desa. Pada Tahun itu pemerintah desa
melakukan peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa. Salah satunya
4
adalah Sosialisasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa. Setelah mengikuti
sosialisi tersebut, pelaksanaan dari Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Talang
Mulya hanya berjalan sebagian yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat desa dalam bentuk rapat anggota BPD dari masing-masing dusun.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada tanggal 31 Agustus 2018 dengan
Sekertaris Desa Talang Mulya menurut saudara Heri, Pembangunan segi
infrastruktur maupun sosial budaya Desa Talang Mulya tidak berjalan dengan
baik karena sebagian tugas dan fungsi dari masing-masing unsur pemerintah desa
tidak terlaksana hingga saat ini. Kondisi ini dapat diketahui dengan hanya dua
buah peraturan desa yang diterbitkan hingga saat ini yaitu, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Pembentukan Badan
Usaha Milik Desa.
Pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa Talang Mulya seperti ini
disebabkan oleh beberapa hal yaitu, Anggota BPD tidak paham fungsi Badan
Permusyawaratan Desa. Sebagai anggota BPD lebih memprioritaskan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kurangnya pendampingan yang intens dari
pihak-pihak berkompeten seperti pemerintah kabupaten atau provinsi.
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa agar mampu menggerakan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan serta
administrasi desa, maka setiap keputusan pemerintah desa yang diambil harus
berdasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat yang merupakan inisiatif
dan prakarsa masyarakat desa itu sendiri, sesuai dengan ketentuan UU Desa.
5
Eksistensi BPD dalam keseharian pemerintahan desa tentu sangat vital dalam
keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri karena, selain
memiliki fungsi legislasi bersama kepala desa, BPD juga memiliki fungsi sebagai
wadah yang menampung, menyalurkan serta menindak lanjuti aspirasi
masyarakat desa dimana masyarakat dapat menyampaikan keluhan ataupun saran
yang berguna bagi perkembangan dan kesejahteraan masyarakat desa serta
mengayomi adat istiadat desa setempat.
Dengan adanya BPD diharapkan dapat menjadi faktor pendorong lahirnya
demokrasi desa dan tentunya juga diharapkan terjadi komunikasi, mencegah
terjadinya kesenjangan antara perangkat desa dengan masyarakatnya. Namun
apabila BPD tidak menjalankan fungsinya dengan baik, maka pemerintahan desa
tidak akan berjalan dengan baik karena tidak ada yang mengawasi kinerja kepala
desa dengan baik dalam pengambilan keputusan penyelenggaraan pemerintahan
serta perumusan peraturan desa. Jika tidak kepala desa akan menjadi aktor
tunggal yang bisa bekerja tanpa kontrol, dengan demikian pelaksanaan fungsi
BPD terhadap penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan peraturan yang ada
dalam konteks ini UU Desa, sangat penting untuk terwujudnya demokrasi dan
partisipasi masyarakat dalam pemerintahan desa.
Kehadiran BPD didesa dalam pemerintahan desa sangat penting karena BPD
merupakan lembaga pengaturan dan penyelenggaraan pemerintahan desa dimana
anggotanya wakil dari tiap dusun yang ada dari desa yang bersangkutan yang
ditetapkan dengan cara musyawarah. Kehadiran BPD diharapkan mampu
mendorong terciptanya iklim demokrasi dengan semangat kebersamaan didalam
6
sistem otonomi desa, dimana masyarakat di tiap-tiap dusun memiliki wakil pada
tingkat desa. Oleh karena itu penelitian tentang Pelaksanaan Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa sangat penting dilakukan karena tugas dan fungsi BPD
dalam pemerintahan desa sangat vital karena apabila BPD tidak menjalankan
tugas-tugas dan fungsinya dengan baik maka dapat mengahambat perkembangan
dan jalanya pemerintahan di desa. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa tertulis
dalam UU Desa Pasal 55 yaitu:
a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa Bersama Kepala
Desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan
c. Melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Adapun beberapa fungsi BPD yang belum berjalan maksimal didesa talang
mulya yaitu fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan dasa
bersama kepala desa dan melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Setelah Tahun 2014 dibentuk kebijakan baru yang mengatur desa secara khusus,
yaitu UU Desa. UU Desa disahkan pada 18 Desember 2013 dan termasuk dalam
lembaran negara Nomor 6 Tahun 2014 pada 15 Januari 2014. UU Desa menjadi
titik balik pengaturan desa di Indonesia yang menempatkan desa sesuai amanat
Konstitusi Indonesia dengan merujuk pada pasal 18B ayat (2) dan pasal 18 ayat
(7) jo. peraturan menteri dalam negeri no 110 Tahun 2016 tentang Badan
Permusyawaratan Desa.
Dengan diterbitkannya UU Desa, posisi pemerintah desa menjadi semakin kuat,
karena tidak lagi diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
7
Pemerintahan Daerah, tetapi diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Kehadiran
Undang-Undang tentang Desa tersebut disamping merupakan penguatan status
desa sebagai pemerintah masyarakat di desa, sekaligus juga menjadikan desa
sebagai basis untuk memajukan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa.
Anggapan ini tidaklah berlebihan, karena dengan kehadiran Undang-Undang
tersebut, pemerintahan desa mempeoleh alokasi dana desa yang bersumber dari
Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN) yang besarnya 10 % dari APBN
pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 54 dalam UU Desa, dijelaskan bahwa musyawarah desa merupakan forum
pemusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa , Pemerintah
Desa, dan unsur masyarakat desa yang bertujuan untuk memusyawarahkan hal
yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Berkaitan dengan penyelenggaraan dalam pemerintahan di desa, pemerintah desa
sebagai penggerak masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan fisik desa dan penyelenggaraan administrasi desa, maka setiap
keputusan yang diambil harus didasarkan atas musyawarah desa untuk mencapai
keputusan bersama.
Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya sudah
dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan sesuai dengan
kebutuhan objektif masyarakat yang bersangkutan. Dalam arti bahwa
perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung
kebutuhan masyarakat sehingga program perencanaan pembangunan desa yang
akan dicanangkan, masyarakat dapat berpartisipasi se-optimal mungkin. Ide-ide
8
pembangunan harus didasarkan pada kepentingan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya yang menunjang terhadap pembangunan nasional. Ide-ide
pembangunan desa inilah yang akan ditampung oleh BPD dan akan
dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat
direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini pada
akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat serta partisipasi
aktif nantinya pada saat pelaksanaan pembangunan desa.
Berpijak dari latar belakang tersebut, maka aspek hukum administrasi perlu
diadakan penelitian dengan judul : “Fungsi Badan Permusyawaratan Desa
Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Talang Mulya Kecamatan
Teluk Pandan Kebupaten Pesawaran”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah :
1) Bagaimanakah pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa
terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi di Desa Talang Mulya
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran) ?
2) Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dan pendukung efektifitas
terhadap pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Terhadap
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi di Desa Talang Mulya
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran) ?
9
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1) Mengetahui Bagaiman Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan
Desa terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi di Desa Talang
Mulya Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran).
2) Mengetahui Apa yang menjadi faktor-faktor penghambat dan pendukung
terhadap pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Terhadap
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi di Desa Talang Mulya
Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran).
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini dibagi dua, yaitu :
1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi studi ilmiah yang dapat memberikan
masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru terhadap pelaksanaan
kewenangan BPD, khususnya Desa Talang Mulya.
2) Kegunaan Praktis
Bagi aktifitas akademika dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi mereka yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tentang Desa
2.1.1 Pengertian Desa
Pembahasan mengenai desa merujuk pada beberapa referensi, yaitu referensi
dari Kartohadikoesoemo, Wardi, Hayami kikuchi3. Berikut Pengertian Desa
Menurut Beberapa Ahli:
Menurut Kartohodakoesoemo Desa adalah perkataan (arti kata) desa, dusun,
desi seperti jugaa perkataan Negara, Negeri, Negaro, Negory (nagarom)
asalnya dariperkataan Sanskrit (Sangsekerta) yang artinya tanah air, tanah
asal, tanah kelahiran. Sedangkan dari sudut pandang hukum dan politik, yang
lebih menekankan kepada tata aturan yang menjadi dasar pengaturan
kehidupan masyarakat, desa dipahami sebagai suatu daerah kesatuan hukum,
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri.4
Menurut Hayami-Kikuchi desa mengandung arti sebagai tempat orang hidup
dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan dengan saling
ketergantungan yang besar dibidang sosial dan ekonomi5. Desa biasanya terdiri
3 Intan Fina 2013, Penyelenggaraan Badan Permusyawaratan Desa Gunung Aji, Lampung
Tengah. Universitas Lampung. Hlm 1 4 Ibid Hlm 12.
5 Ibid Hlm 13.
11
dari rumah tangga petani dengan kegiatan produksi, konsumsi, dan investasi
sebagai hasil keputusan keluarga secara bersama.6
Pengertian desa dalam Pasal 1 ayat (1) UU Desa yaitu “Desa adalah desa dan
desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
kesatuan Republik Indonesi”.
Dari beberapa pengertian diatas, desa adalah suatu wilayah yang di dalamnya
terdapat penduduk yang tinggal dan menetap yang bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidup dan keturunannya dengan memiliki aturan atau adat
istiadatnya.
2.1.2. Kedudukan Desa
Negara Indonesia adalah negara yang berbentuk republik. Dengan istilah negara
kesatuan itu di maksud, bahwa susunan negaranya hanya terdiri dari satu negara
saja dan tidak dikenal adanya negara di dalam negara seperti hanya pada
suatu negara federal. Karena wilayah negara republik Indonesia itu sangat luas
yang meliputi banyak kepulauan yang besar dan kecil, maka tidak
mungkinlah jika segala sesuatunya akan di urus seluruhnya oleh pemerintahan
negara sampai kepada seluruh pelosok daerah negara, maka perlu di bentuk suatu
pemerintahan daerah, pemerintahan daerah ini sebenarnya menyelenggarakan
6 HR Ridwan, 2003, Hukum administrasi Negara,Yogyakarta, UII Press, hlm 8.
12
pemerintahan yang secara langsung berhubungan dengan masyarakatnya.
kedudukannya bertingkat-tingkat; ada yang tingkatnya di atas pemerintahan
daerah lainnya dan ada yang tingkatnya di bawahnya, sehingga suatu
pemerintahan daerah dapat meliputi beberapa pemerintahan daerah bawahan,
antara pemerintahan daerah yang satu dengan yang lainnya terdapat pembagian
wilayah yang menentukan pula batas wewenang masing-masing.
Dengan demikian maka seluruh wilayah negara yang tersusun secara vertical dan
horizontal. pemerintahan daerah ini terdapat pemerintahan daerah otonom yang
mana sistem pemerintahan daerah administratif berdasarkan azas dekonsetrasi,
maka sistem pemerintahan daerah otonom berdasarkan azas desentralisasi.
pemerintahan daerah otonom diharapkan sebagai penyeimbang dalam
penyelenggaraan negara, karena masih banyaknya macam segi kehidupan
manusia yang tersebar di seluruh wilayah negara, maka dapat menyebabkan
kebijakasanaan pusat tidak terlaksana dengan baik. Untuk lebih menyesuaikan
dengan keadaan di daerah yang berbeda-beda itu pemerintah pusat dalam
beberapa hal tertentu menyerahkan kekuasaanya kepada daerah masing-masing.
Penyelenggaraan rumah tangga sendiri, juga berarti bahwa rakyat di daerah.
ikut menyelenggarakan kepentingan masyarakat di daerah dan ini adalah sesuai
dengan cita-cita negara demokratis7.
Mengenai penyelenggaraan yang menyerahkan kekuasaanya kepada daerah
masing-masing, atau disebut sebagai pemerintahan daerah otonom,
pemerintahan desa dapatlah termasuk sebagai pemerintah daerah otonom.
7Soemantri Sri, 2010, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Universitas Gajah
Madha, Hlm 14.
13
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 5 menyebutkan “Desa
berkedudukan diwilayah Kabupaten/Kota”8, Artinya sebuah desa berlokasi di
sebuah wilayah kabupaten atau kota yang ada di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2.1.3. Jenis Desa
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa terdiri
atas dua jenis yaitu desa dan desa adat. Desa atau yang biasa disebut dengan nama
lain mempunyai karakteristik yang berlaku umum untuk seluruh wilayah
Indonesia, sedangkan desa adat atau yang biasa disebut dengan nama lain
mempunyai karakteristik berbeda dari pada desa pada umumnya, terutama karena
kuatnya pengaruh adat terhadap sistem pemerintahan lokal, pengelolaan sumber
daya lokal, dan kehidupan sosial budaya masyarakat desa. Desa adat pada
prinsipnya merupakan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal
yang dipelihara secara turun-temurun yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh
pemimpin dan masyarakat desa adat agar dapat berfungsi mengembangkan
kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal.9 Desa adat memiliki hak asal usul
yang lebih dominan daripada hak asal usul desa sejak desa adat itu lahir
sebagai komunitas asli yang ada di tengah masyarakat. Desa adat adalah
sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas
wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa berdasarkan
hak asal usul.
8Ibid hlm 54.
9 http://kedesa.id/id/2016/03/02//lembaga-kemasyarakatan-lembaga-desa-adat-dan-ketentuan-
kekhususan-desa-adat/ketentuan-khusus-desa-adat/, terakhir diakses pada 20 Maret 2019, pukul
20.08 WIB
14
2.1.4. Kewenangan Desa
Masyarakat adalah keseluruhan anatara hubungan-hubungan antar manusia.
Robert M. Mclver mengatakan masyarakat adalah suatu sistem hubungan-
hubungan yang ditata ( society means a system of order relations)10
. Hubungan
sistem penataan seperti yang dikemukakan oleh M. Mclver telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pada Bab IV tentang kewenangan desa
yaitu terdapat dalam:
1) Pasal 18
Kewenangan desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat
desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal usul dan adat istiadat desa.
2) Pasal 19
Kewenangan desa meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal bersekala desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan.
10
Irmansyah, 2013, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi, Graha Ilmu, Hal .4
15
2.1.5. Hak dan Kewajiban Desa
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari
perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukanlah merupakan bagian dari
perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, desa memiliki hak mengatur
wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat
ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
Desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum
perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan
menuntut pengadilan. Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan asli
desa, bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah, bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan dan hibah dan sumbangan dari pihak ketiga tidak mengikat.11
Sebagai mana ditegaskan dalam pasal 67 UU Desa yaitu mengenai hak dan
kewajiban desa.
Maka dalam hal ini, desa berhak:
1) Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul,
adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat desa;
2) Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa; dan
3) Mendapatkan sumber pendapatan.
11
Mustafa Bachan 2015, Hukum Administrasi Logistik, Bandung, Citra Aditya Bakti, Hlm 12.
16
Dan desa berkewajiban:
Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat desa
dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
1) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;
2) Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan
3) Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa.
Kemudian pada pasal 68 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, menyebutkan
hak dan kewajiban masyarakat desa.
Masyarakat desa berhak:
1) Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi
kegiatan penyelenggaraan demerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;
2) Memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
3) Menyampaikan aspirasi, saran dan pendapat lisan atau tertulis secara
bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa;
4) Memilih, dipilih dan atau ditetapkan menjadi:
a. Kepala desa;
b. Perangkat desa;
c. Anggaran badan permusyawaratan desa; atau
d. Anggota lembaga kemasyarakatan desa.
17
5) Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari ganguan dan ketentraman
dan ketertiban di desa.
Dan, masyarakat desa berkewajiban:
1) Membangun diri dan memelihara lingkungan desa;
2) Mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakan desa yang baik;
3) Mendorong terciptanya situasi yang nyaman, aman dan tentram di desa;
4) Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawarahan, pemufakatan,
kekeluargaan, dan kegotong royongan di desa; dan
5) Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.
2.2. Tinjauan Penyelenggaraan Pemerintah Desa
2.2.1 Pengertian Pemerintahan Desa
Dalam pembahasan tentang pengertian pemerintahan desa merujuk pada
beberapa referensi yaitu menurut Saparin, Siswanto, Tahmid, dan Sendjaja dan
Basah.
Menurut Saparin berpendapat bahwa pemerintah desa merupakan simbol formal
dari pada kesatuan masyarakat desa dan merupakan badan kekuasaan terendah
selain memiliki wewenang asli untuk mengatur rumah tangga sendiri juga
memiliki wewenang dan kekuasaan pelimpahan dekonsentrasi dari pemerintah di
atas.12
Jadi, pemerintah desa itu merupakan perwujudan dari kesatuan masyarakat
yang bertempat tinggal di suatu desa dimana pemerintah desa itu merupakan
12
Ibid. Hlm 14.
18
badan kekuasaan terendah dalam susunan pemerintahan Negara Republik
Indonesia, yang memiliki kewenangan asli untuk menjalankan pemerintahannya
sendiri dan juga memiliki wewenang dan kekuasaan yang dilimpahkan dari
pemerintahan daerah.
Pemerintahan desa adalah kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh pemerintahan desa Makasudnya, pemerintah desa itu
merupakan kegiatan seperti memimpin, mengatur dan menghasilkan produk
pemerintahan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang dilaksanakan
oleh pemerintah desa yaitu kepala desa beserta perangkat desa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya13
. Sementara itu, adapun tujuan
penyelenggaraan pemerintahan desa dapat dapat dirumuskan dari beberapa segi,
yaitu:
1) Dari segi politis, bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, yang dikontribusikan dalam sistem pemerintahan yang memberi
peluang turut sertanya rakyat dalam mekanisme penyelenggaraan
pemerintahan dan penegembangan;
2) Dari segi formal dan konstitusional, yang bertujuan untuk melaksanakan
ketentuan dan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan perundangan yang
mengatur mengenai desa;
13
Ibid. Hlm 34
19
3) Dari segi oprasional, yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan desa, terutama dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat;
4) Dari segi administrasi pemerintahan, yang bertujuan untuk lebih
memperlancar menertibkan tata pemerintahan agar dapat terselenggara secara
efektif, efesien dan produktif dengan menerapkan prinsip-prinsip rule of law
dan demokrasi.
Agar penyelenggaraan pemerintahan desa dapat lebih peka dalam memahami
aspirasi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Sehubungan dengan hal
ini ada standar norma yang harus diikuti. Yang pertama, agar penyelenggaraan
pemerintahan desa dapat lebih peka dalam memahami aspirasi dan permasalahan
yang dihadapi masyarakat, ada 11 asas penyelenggaraan pemerintahan desa yang
diterdapat dalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yaitu asas:
1) Kepastian hukum;
2) Tertib penyelenggaraan pemerintahan;
3) Asas tertib kepentingan umum;
4) Keterbukaan;
5) Proporsionalitas;
6) Profesionalitas;
7) Akuntabilitas;
8) Efektifitas dan efesiensi;
9) Kearifan lokal;
10) Keberagaman; dan
11) Partisipatif.
20
Kedua, penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh badan
perwakilan/permusyawaratan desa, pemerintah desa dan musyawarah desa.
Ketiga, badan perwakilan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga perwakilan rakyat desa yang menjalankan fungsi membahas dan
menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa; Menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa.14
Maka peneliti menyimpulkan bahwa pemerintahan desa merupakan subsistem
penyelenggaraan pemerintahan desa yang menjadi simbol formal dari kesatuan
masyarakat desa dan juga merupakan kegiatan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa dengan tujuan penyelenggaraan yang mencakup segi politis,
segi formal, segi oprasional dan segi administrasi pemerintahan.
2.2.2. Perangkat Desa
Pemerintah desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat desa.
dalam Pasal 48 Undang-Undang Desa Perangkat Desa terdiri atas:
1) Sekretariat Desa;
2) Pelaksanaan Kewilayahan; dan
3) Pelaksana Teknis.
Unsur Sekretariat Desa, terdiri dari:
1) Sekretaris Desa;
2) Kepala-kepala Urusan
14
UU No 6 Tahun 2014. Pasal 55.
21
Jumlah Kepala Urusan terdiri dari (lima), yaitu Kepala Urusan
Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesejahteraan,
Kepala Urusan Keuangan, dan Kepala Urusan Umum.
Unsur pelaksana teknis lapangan terdiri dari:
1) Kepala Seksi Pamong Tani;
2) Kepala Seksi Keamanan.
Jumlah Kepala Seksi Teknis Lapangan menyesuaikan, Kemudian jumlah Kepala
Dusun paling sedikit 2 (dua) Dusun dan sebanyak-banyaknya menyesuaikan.
Sedangan unsur wilayah terdiri dari kepala-kepala dusun.15
Perangkat desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diangkat dari warga desa
yang memenuhi persyaratan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014,
perangkat desa dilarang:
1) Merugikan kepentingan umum;
2) Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga,
pihak lain, dan / atau golongan tertentu;
3) Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan kewajibannya;
4) Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan / atau golongan
masyarakat tertentu;
5) Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;
6) Melakukkan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan /
atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan
yang akan dilakukannya;
15
Sudirman, 2014, Pemerintahan Desa dalam deskriptif. Jakarta, Graha Ilmu, hlm. 103.
22
7) Menjadi pengurus partai politik;
8) Menjadi anggota dan / atau pengurus organisasi terlarang;
9) Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan
Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI, Dewan Perwakilan Daerah RI,
Dewan Perwakilan Rakyat
2.2.3. Otonomi Desa
Widjaja menyatakan, bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan
utuh serta bukan Pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah
berkewajiban menghormati Otonomi Asli yang dimiliki oleh desa tersebut.
Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan
Hak Istimewa, Desa dapat melakukan perbuatan Hukum baik hukum publik
maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, serta dapet dituntut dan
menuntut dimuka pengadilan.16
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Desa, Memberikan landasa kuat bagi
desa dalam mewujudkan ”Development Comunity” dimana desa tidak lagi
sebagai level administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai
“Independent Comunity” yaitu desa dan masyarakat berhak berbicara atas
kepentingan masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengatur
desanya secara mandiri termasuk bidang sosial, polotik, dan ekonomi.
Bagi desa, otonomi yang dimiliki desa berbeda dengan otonomi yang dimiliki
daerah Provinsi maupundaerah kabupaten atau kota.otonomi yang dimiliki oleh
desa adalah berdasarkan usul-usul dan adat istiadat masyarakat selama tidak
16
A.W. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang asli, bula, dan Utuh, Jakarta: Rajawali
Pers, 2008, Hlm 165.
23
bertentangan dengan peraturan Per-Undang-Undangan, bukan berdasarkan
penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa atau yang biasa disebut dengan
nama lainya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan utnuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan hak usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional berada didaerah kabupaten. Landasan
pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokrasi, dan pemeberdayaan masyarakat.
Pengakuan otonomi desa, Taliziduhu Ndraha, Menjelaskan sebagai berikut:
1) Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya, dan
dilindungi oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa
kepada “Kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang.
2) Posisi dan peran pemerintah desa dipulihkan, dikembalikan seperti
sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa
depan.
Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada
masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa
tersebut. Urusan pemerintah berdasarkan asal usul desa, urusan yang menjadi
wewenang pemerintahan Kabupaten atau kota diserahkan pengaturannya
kepada Desa.17
17
Taliziduhu Ndraha, 1981, Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta: Bina Aksara, hlm. 12.
24
Harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan
tanpa tanggung jawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu,
dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan
otonomi desa harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tanggung jawab
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa
desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan Negara Indonesia.
Pelaksanaan hak wewenang, dan kebebasan otonomi desa menurut tanggung
jawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Tanggung Jawab
mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan
perUndang-Undangan yang berlaku.18
2.2.4. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
UU Desa mengatur tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
disebutkan dalam Pasal 23 bahwa Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, yaitu
kepastian hukum; tertib penyelenggaraan pemerintahan; tertib kepentingan
umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efektivitas
dan efisiensi; kearifan lokal; keberagaman; dan partisipatif, hal ini disebutkan
dalam Pasal 24 UU Desa. Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu
oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain. Perangkat Desa terdiri
atas sekretariat Desa; pelaksana kewilayahan; dan pelaksana teknis. Perangkat
Desa sebagaimana dimaksud di atas bertugas membantu Kepala Desa dalam
18
Ibid. Hlm.166.
25
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud,
diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama
Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat Desa
bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup :
1) urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
2) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang di
serahkan pengaturanya kepada desa;
3) tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintahan provinsi dan/atau
pemerintah kabupaten/kota;
4) urusan pemerintahan lainya yang oleh peratutan perundang- undangan
diserahkan kepada desa.
2.3. Tinjauan Umum Tentang Badan Permusyawaratan Desa
2.3.1 Pengertian Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Menurut Soekanto badan permusyawaratan desa “BPD” merupakan lembaga
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dapat
dianggap sebagai “parlemen”-nya desa, BPD merupakan lembaga baru di desa
pada era otonomi daerah di indonesia. sesuai dengan fungsinya, maka bpd ini
dapat dikatakan sebagai lembaga kemasyarakatan. karena berkisar pada pemikiran
pokok yang dalam kesadaran masyarakat19
. BPD sebagai badan perwakilan
merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi pancasila. Kedudukan BPD
dalam struktur pemerintahan desa adalah sejajar dan menjadi mitra dari
Pemerintah Desa. Hal ini ditegaskan dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun
19
Wijaya 2006, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, jakarta Grafindo Persada, hlm 92.
26
2014 tentang Desa bahwa Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Selanjutnya, menurut Wijaya Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya
disingkat BPD adalah badan Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka
masyarakat di desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan
desa, menampung dan menyulurkan aspirasi masyarakat serta melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.20
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun
2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa Pasal 1 angka (4) Badan
Permusyawaratan Desa atau yang di sebut dengan nama lain, yang selanjutnya
di sebut BPD adalah lembaga yang melaksankan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan ditetapkan merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.21
Berdasarkan Beberapa Pengertian diatas tentang Badan Permusyawaratan Desa,
ialah suatu lembaga yang beranggotan perwakilan masyarakat dari setiap dusun,
yang dengan diharapkan mampu menyampaikan pemikiran saran dan pendapat
yang bertujuan membangun desa berasal dari masyarakat sendiri, serta
mengesahkan dan mengawasi jalanya peraturan dan roda pemerintahan desa.
20
Wijaya 2006, Otonomi Desa, Raja Grafindo Persada, Jakarta,Op.Cit, hlm 38 21
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014
27
2.3.2. Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
Pemilihan Anggota BPD dilaksanakan oleh penduduk desa dari dusun dalam
wilayah desa yang bersangkutan yang mempunyai hak pilih yang pelaksananaya
dilakukan oleh Panitia Pemilihan. Panitia pemilihan adalah, Panitia Pemilihan
anggota Badan Permusyaratan Desa yang ditetapkan dengan Keputusan BPD.
Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah
penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon- calon yang
diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan profesi
dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan.22
Berdasarkan Pasal 57 UU Desa, syarat-syarat yang harus dimiliki seseorang
untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah sebagai berikut :
1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
3) berusia paling rendah 20 (dua puluh) Tahun atau sudah/pernah menikah;
4) berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau
sederajat;
5) bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;
6) bersedia dicalonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa;
dan
7) wakil penduduk desa yang dipilih secara demokratis.
22
UU No. 6 Tahun 2014 pasal 57
28
Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal,
paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan
memperhatikan wilayah, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.
Pengesahan anggota BPD adalah selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah
Kepala Desa menyampaikan Berita Acara Hasil Pemilihan kepada Bupati
melalui Camat. Sebelum BPD melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bupati
atau pejabat yang ditunjuk melakukan pelantikan dan mengambil sumpah/janji
terhadap Pimpinan dan Anggota BPD. Setelah pengambilan sumpah Anggota
BPD Kepala Desa dengan persetujuan BPD mengangkat Sekretaris BPD sebagai
Kepala Sekretariat dan Staf sesuai yang dibutuhkan. Sekretaris dan Staf BPD
tersebut bukan dari perangkat desa.
Pasal 5 Peraturan Permendagri Nomor 110 tahun 2016 menjelaskan;
Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan
wilayah dan keterwakilan perempuan yang pengisiannya dilakukan secara
demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah
perwakilan.
2.3.3. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Setelah diubahnya UU Pemerintahan Daerah, tugas-tugas badan
permusyawaratan desa diatur khusus dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa. Adapun fungsi-fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam
Pasal 55 UU No 6 Tahun 2014, yaitu :
1) Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa;
29
2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
3) Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Selain itu, Badan
Permusyawaratan Desa berhak:
a. mengawasi dan meminta keterangan tentang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah
Desa; menyatakan pendapat atas penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa; dan
b. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan
fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Adapun hak dari Anggota Badan Permusyawaratan Desa:
a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan/atau pendapat;
d. memilih dan dipilih; dan
e. mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Selain hak, berdasarkan Pasal 63 UU Desa, Badan Permusyawaratan Desa
berkewajiban untuk :
1) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
30
2) melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
3) menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat Desa;
4) mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan/atau golongan;
5) menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa;
dan
6) menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan Desa.
Selain memiliki Fungsi sebagai mana yang telah disebutkan diatas BPD juga
memiliki tugas yang terdapat dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 yaitu:
BPD mempunyai tugas Pasal 32
1) menggali aspirasi masyarakat;
2) menampung aspirasi masyarakat;
3) mengelola aspirasi masyarakat;
4) menyalurkan aspirasi masyarakat;
5) menyelenggarakan musyawarah BPD;
6) menyelenggarakan musyawarah Desa;
7) membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
8) menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala
Desa antarwaktu;
9) membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa;
31
10) melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa;
11) melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
12) menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa
dan lembaga Desa lainnya; dan
13) melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuanperaturan
perundang-undangan.
2.3.4. Peraturan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014
Tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, Peraturan Desa yaitu Peraturan Desa
adalah Peraturan Perundang- undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah
dibahas dan disepakati bersama BPD.
Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa,
dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih
lanjut dari peraturan-peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perUndang-
Undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya
masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka
pendek.
Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan
umum dan/atau peraturan perUndang-Undangan yang lebih tinggi. Adapun jenis
32
peraturan di desa dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa,
meliputi:
1) Peraturan Desa;
2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan
3) Peraturan Kepala Desa.
Peraturan di desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan PerUndang-Undangan
yang lebih tinggi. Peraturan desa yang dimaksud berisi materi pelaksanaan
kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan PerUndang-
Undangan yang lebih tinggi.23
Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana
dimaksud di atas berisi materi kerjasama desa. dan Peraturan Kepala Desa
sebagaimana dimaksud berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perUndang-
Undangan yang lebih tinggi.24
Adapun pelaksanaan fungsi BPD yang membuat peraturan desa diatur dalam
Peraturan Menteri Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan
Di Desa dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan,
pengundangan dan penyebarluasan.
1) Perencanaan :
a. Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa di tetapkan
oleh Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa.
23
Pasal 3-4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014
Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa 24
Pasal 4 ayat (2) dan (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111
Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa
33
b. Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainya di
desa dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD
untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.
2) Penyusunan :
a. Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa :
b. Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah
Desa;
3) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib di konsultasikan
kepada masyarakat desa dapat di konsultasikan kepada camat untuk
mendaptkan masukan.
4) Rancangan peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagimana
dimaksud pada ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kepompok
masyarakat yang langsung dengan substansi mataeri pengaturan Penyusunan
Peraturan Desa oleh BPD :
a. BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan
Desa;
b. Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan
jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kera
Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan
rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDes.
34
c. Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di
usulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan PBD untuk ditetapkan
sebagi rancangan Peraturan Desa usulan BPD.
5) Pembahasan :
a. BPD mengundang Kepala Desa unruk membahas dan
menyepakati rancangan Peraturan Desa;
b. Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakasa Pemerintah
Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk di bahas waktu
pembahsan yang sama, maka didahulikam rancangan Peraturan Desa
usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa di
gunakan sebagai bahan untuk perbandingan;
c. Rancangan Peraturan Desa yang belum di bahas dapat di tarik kembali
oleh pengusul;
d. Rancangan Peraturan Desa yang telah di bahas tidak dapt di tarik
kembali kecuali atas kesepakan bersama antara Pemerintah Desa
dan BPD;
e. Rancangan Peraturan Desa yang telah di sepakati bersama disampaikan
oleh pimpinan Badan Permusyawaran Desa kepada kepala Desa untuk di
tetepkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung
sejak tanggal kesepakatan Rancangan peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib ditetepkan oleh kepala DEsa dengan
membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung
sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan BPD.
35
6) Penetapan
a. Rancangan Peraturan Desa yang telah di bubugkan tanda tangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada sekertaris Desa
untuk diundangkan.
b. Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan
Desa sebagimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Peraturan Desa
tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa sah menjadi Peraturan
Desa.
7) Pengundangan
a. Sekertaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembar desa.
b. Peraturan desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat sejak di undangkan.
8) Penyebarluasan
a. Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak
penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, Penyusunan
Rancangan Peraturan Desa, Pembahasan Rancangan Peraturan Desa;
b. Penyebarluasan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan
para pemangku kepentingan.
Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarahdan mufakat. Pimpinan
badan permusyawaratan Desa dipilih dari dan anggota badan permunsyawaratan
desa, masa jabatan badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) Tahun dan
dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat dan tata
36
cara penetapan anggota badan permusyawaran desa dan pimpinannya di atur
dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Penjelasan Pasal
209 dan 210 ayat 1 UU ini menyatakan, yang di maksud dengan Badan
permusyawaratan Desa dalam ketentuan ini adalah sebutan nama.25
25
Pasal 209-210 ayat 1-4 UU No.32 Tahun 2004
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan dua
cara yaitu:
1) Pendekatan Normatif
Pendekatan Normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan
hukum utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas
hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan
dan sistem hukum.26
2) Pendekatan Empiris
Pendekatan empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dan kenyataan yang
ada dilapangan, berdasarkan fakta yang ada.
Penelitian Hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai
pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi Undang-Undang atau
Kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat.27
Penggunaan kedua macam pendekatan tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.
26
Abdulkadir Muhammad. 2004.Hukumdan Penelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti hlm.
135. 27
Abdulkadir Muhammad. Ibid.hlm.134.
38
3.2 Sumber data dan Jenis Data
Sumber data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan.
Sedangkan data terdiri atas data primer dan data sekunder.
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh penulis dari hasil studi dan penelitian
dilapangan. Data primer ini akan diambil dari hasil wawancara yang dilakukan
dengan Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa di Desa Talang
Mulya Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran, Sekertaris Desa, Anggota
BPD Tentang Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa Berdasarkan Undang-Undang Desa.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, data
sekunder diperoleh dengan mempelajari an mengkaji literatur-literatur, dan
perUndang-Undangan. Data sekunder ini menghasilakn bahan hukum sekunder.28
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, teridir dari:
1) Bahan Hukum Primer yaitu, hukum yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat seperti peraturan perUndang-Undangan dan peraturan-peraturan
lainya, antara lain:
a. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
c. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Dentang Desa.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa. 28
Abdulkadir Muhammad. Ibid.hlm.122.
39
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti literatur-literatur, makalah-makalah
dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
3) Bahan Hukum Tersier, seperti kamus-kamus yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi
lapangan.
1) Studi Pustaka
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari Undang-Undang,
peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan kekuatan
pembuktian keterangan saksi. Hal ini dilakukan dengan cara membaca,
mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan poko bahasan dan
ruang lingkup penelitian ini.
2) Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah
direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung
dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan
mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
Dengan penentuan narasumber Pemerintah Desa Talang Mulya Kecamatan
Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran.
40
3.4 Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1) Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan
pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau
artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.
2) Klasifiksi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasikan
atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.
3) Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah
ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam
menginterpretasikan data.
3.5 Analisis Data
Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada maka data tersebut
perlu dianalisis. Pada penelitian ini data dianalisis secara deskriptif kualitatif
dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang dihasilkan dari
penelitian dilapangan kedalam bentuk penjelasan dengan cara sistematis sehingga
memiliki arti dan dapat dirangkumkan guna pembahasan pada bab-bab
berikutnya.29
29
Abdulkadir Muhammad. Ibid. Hlm. 153.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penjabaran dari rumusan masalah, maka kesimpulan dari
penelitian ini adalah:
1) Masih terdapat kelemahan dalam pengawasan peraturan desa yang
dilakukan oleh BPD Talang Mulya dimana kurangnya pemahaman
anggota BPD terhadap fungsinya. dapat disimpulkan bahwa fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu membahas dan menyepakati Rancangan
Peraturan Desa, menampung aspirasi masyarakat, serta melakukan
pengawasan kinerja Kepala Desa. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
bahwa fungsi dalam pembuatan regulasi lebih terlaksana dan terealisasi,
berbeda dengan fungsi dalam menampung aspirasi masyarakat dan
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa yang belum maksimal dalam
pelaksanaannya dikarenakan kurangnya pemahaman anggota BPD terhadap
tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan yang berlaku.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Badan Prtmusyawaratan
Desa :
a. Faktor Pendukung Efektifitas:
Faktor yang menjadi pendukung efektifitas Pelaksanaan Fungsi BPD
dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu antusiasme masyarakat dalam
setiap musyawarah atau pertemuan yang dilakukan BPD, Terciptanya
hubungan yang harmonis antara BPD dengan Pemerintah Desa dengan
71
senantiasa menghargai dan menghormati satu sama lain, serta adannya
niat baik untuk saling membantu dan saling mengingatkan. Disamping itu
pemberian insentif dari pemerintah memacu kinerja BPD untuk
menjadi lebih baik, dan yang terakhir sistem rekruitmen/pemilihan
anggota BPD menggunakan sistem pemilihan langsung oleh masyarakat.
Hal ini menjadikan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap orang-
orang yang menjadi anggota BPD.
b. Faktor Penghambat
Faktor yang menjadi penghambat efektifitas Pelaksanaan Fungsi BPD
dapat dilihat dari beberapa indikasi yaitu, dalam melaksanakan tugasnya
sebagai BPD sangat dibutuhkan wadah sebagai sekretariat yang
digunakan dalam melakukan segala kegiatan yang berkenaan dengan
kegiatan BPD mulai perencanaan dan pengadministrasian sedangkan di
Desa Talang Mulya sendiri belum memiliki secretariat BPD.
Implementasi fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) yaitu
pola komunikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, Baik antara Ketua
dengan anggotanya maupun antara anggota dengan anggota BPD
laiinnya. Anggota BPD kurang memahami fungsi dari keberadaannya
sendiri, fakta yang ditemukan dilapangan bahwa ternyata anggota BPD
kurang memahami fungsi sesuai yang ada dalam peraturan perundang –
undangan yang berlaku. Pahaman mereka bahwa fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) hanya sekedar mitra kerja dimana apapun
keputusan Kepala Desa BPD harus mendukung. Dalam mendengarkan
aspirasi masyarakat sangat dibutuhkan peran penting dari anggota BPD
72
sebagai penyalur ke Pemerintah Desa, Namun yang terjadi dilapangan
bukan hanya anggota BPD yang kurang memahami fungsi mereka
tetapi masyarakat juga ternyata kurang memahami apa fungsi BPD
dapat dilihat dari beberapa hasil wawancara.
5.2 Saran
1) Diperlukan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia anggota BPD
Talang Mulya agar pengawasan pemerintahan desa mulai dari proses legislasi
sampai pengawasan APB Desa serta peraturan desa dapat berjalan maksimal.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan dan penyuluhan kepada
anggota BPD. Jika diperlukan, dapat dilakukan pergantian anggota BPD yang
lebih kompeten dalam melaksanakan tugasnya.
2) Diperlukan sosialisasi yang lebih menyeluruh dan secara rutin kepada
masyarakat mengenai keberadaan BPD serta tugas dan fungsi BPD di
Desa Talang Mulya. Selain itu pendanaan untuk kegiatan operasional BPD
perlu ditingkatkan untuk kesejahteraan anggota BPD. Namun, hanya jika
penyelenggaraan BPD Talang Mulya telah sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:
A.W. Widjaja 2011, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, Jakarta,
Raja Grafindo Persada.
Soemantri Sri 2010 Pengantar Hukum Administrasi indonesia, Yogyakarta,
Universitas Gadjah Mada.
Mustafa Bachan 2015, Pengantar Hukum Administrasi Logistik, Bandung,
Citra Aditya Bhakti.
Irmansyah 2013, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Jakarta, Graha Ilmu.
Atmosudirdjo Prajudi 2012, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia
Indonesia.
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya
Bakti. Bandung.
Aminuddin Ilmar. 2013. Hukum Tata Pemerintahan. Identitas Universitas
Hasanuddin. Makassar.
H. Salim H. S. & Erlies Septiana Nurbani. 2013. Penerapan Teori Hukum
Pada Penelitian Tesis Dan Desertasi, Cetakan Pertama. PT.
Rajagrafindo Persada.
Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum, Edisi ketiga ,
Kencana, Jakarta.
HR, Ridwan. 2003. Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta.
Jamali,
Peraturan PerUndang-Undangan
Undang-Undang No 5 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No 22 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No 32 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No 23 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Teknis peraturan di Desa
74
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa
Bahan-bahan lain:
Jurnal Ilmiah :
Findy Yanel Mamesah. 2013. Peranan Badan Permusyawaratan Desa
Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa
(Suatu Studi di Desa Sendangan Kecamatan Tompaso), Jurnah
Hukum No. 1 Vol. 1. Sumatera Utara : Universitas Sumatera
Utara.
M. Thalhah, 2009. Teori Demokrasi Dalam Wacana Ketatanegaraan
Perspektif Pemikiran Hans Kelsen, Jurnal Hukum No.3 Vol.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Intan Fina 2013. Penyelenggaraan Badan Permusyawaratan Desa. Bandar
Lampung, Universitas Lampung.
Website: http://format-lengkap-administrasi-desa.com/2016/08/riwayat-perUndang-Undangan-desa-
dari.html di akses pada 08-Januari-2019 http://kedesa.id/id/2016/03/02//lembaga-kemasyarakatan-lembaga-desa-adat-dan-
ketentuan-kekhususan-desa-adat/ketentuan-khusus-desa-adat/, terakhir diakses pada 06 –
[februari 2018, pukul 11.46 WIB