ft gt amoy
TRANSCRIPT
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIKJURUSAN TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TATA LINGKUNGAN
Laporan Praktikum Geologi TeknikAcara : Fieldtrip Daerah Waduk Jatibarang Dan Jalan Tol
Semarang - Solo
Disusun Oleh:MOCHAMAD AZIS QOSIM NUR SECHA
09/281668/TK/35120
Asisten Acara :Staff Asisten
YOGYAKARTAJUNI2011
1
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan kuasa-Nya, sehingga dapat terselesaikan laporan resmi fieldtrip
geologi teknik 2011. Terlebih dahulu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Dwikorita Karnawati, Bapak Doni Prakarsa Eka Putra, bapak Wawan
Budianta, Bapak Wahyu Wilopo sebagai dosen mata kuliah Geologi
Teknik 2011.
2. Seluruh staff asisten Geologi Teknik yang telah membimbing kami dalam
pelaksanaan field trip dan penyusunan laporan.
3. Teman–teman mahasiswa Teknik Geologi UGM angkatan 2009.
4. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penyusun sebutkan
satu persatu.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dari laporan ini.
Dengan selesainya laopran ini semoga dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan, terlebih dalam bidang geologi khususnya
Geologi Teknik.
Yogyakarta, 8 Juni 2011
Penulis
2
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..
i
KATA PENGANTAR………………...……………………………………………
ii
DAFTAR ISI………………………..………………………………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..
01
I.1. Maksud dan Tujuan …………………………………………………..
01
I.2. Kesampaian Daerah (Lokasi dan Waktu)…...………………………..
01
I.3. Alat dan Bahan…….…………..………………………..…………….
BAB II GEOLOGI REGIONAL……………………………………………………
03
II.1. Geomorfologi Regional……………………………………………....
03
II.2. Stratigrafi Regional…………………………………………………...
04
II.3. Struktur Geologi Regional……………………………………………
08
BAB III Pembahasan STA…………………….……………………………………
15
III.1. STA 1 (Waduk Jatibarang)………………………………………….
15
III.2.STA 2 (Jalan Tol)……………………………………………………
18
BAB IV KESIMPULAN……………………………………………………………
20
DAFTAR PUSTAKA
3
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
4
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
BAB I
PENDAHULUAN
II. 31 1. Maksud dan Tujuan
Maksud dari fieldtrip Geologi Teknik ini adalah untuk mengunjungi
proyek-proyek konstruksi teknik yang berhubungan dengan Geologi Teknik, yaitu
proyek pembangunan waduk Jatibarang dan jalan tol Semarang – Solo.
Tujuan dari fieldtrip ini adalah untuk mengetahui secara praktek metode-
metode gelogi teknik yang digunakan dalam konstruksi teknik.
II.1 2. Kesampaian Daerah (Lokasi dan Waktu)
Fieldtrip Geologi Teknik ini dilaksanakan pada tanggal 28 mei 2011
dimulai pada pukul 07.00 wib dari kampus Geologi UGM dan pulang kembali ke
kampus Geologi UGM pada pukul 21.30 wib. Fieldtrip ini berlokasi di daerah
Ungaran, kabupaten Semarang, provinsi Jawa tengah.
I. 3. Alat dan Bahan
Peralatan :
1. Palu geologi
2. Kompas geologi
3. Buku catatan lapangan
4. Alat-alat tulis
5. Clip board
6. Tas lapangan
7. Kamera,
8. Jas hujan ( ponco )
9. Helm Proyek
5
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
BAB II.
GEOLOGI REGIONAL
II. 1. Fisiografi Regional
Pulau Jawa secara fisiografi dan struktural, dibagi atas empat bagian
utama (Bemmelen, 1970) yaitu: - Sebelah barat Cirebon (Jawa Barat) - Jawa
Tengah (antara Cirebon dan Semarang) - Jawa Timur (antara Semarang dan
Surabaya) - Cabang sebelah timur Pulau Jawa, meliputi Selat Madura dan
Pulau Madura Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian
yang lain dari Pulau Jawa, lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 – 120
km. Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu
Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di
sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan
Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat.
Pegunungan Serayu Utara memiliki luas 30-50 km, pada bagian barat dibatasi
oleh Gunung Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api
muda dari Gunung Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran.
Gunung Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian
paling timur dari Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di
sebelah utara berbatasan dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian
selatan merupakan jalur gunung api Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo,
Merbabu), sedangkan pada bagian timur berbatasan dengan Pegunungan
Kendeng (Gambar 2.1). Bagian utara Pulau Jawa ini merupakan geosinklin
yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen, 1970).
II. 2. Stratigrafi Regional
Secara detail, fisiografi Pegunungan Serayu Utara dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian barat (Bumiayu), bagian tengah (Karangkobar) dan bagian
timur (Ungaran). Dalam Bemmelen (1970) diuraikan bahwa stratigrafi
regional Pegunungan Serayu Utara bagian timur (Gunung Ungaran dan
sekitarnya) dari yang tertua adalah sebagai berikut:
6
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Lutut Beds , Endapan ini berupa konglomerat dan batugamping
dengan fosil berupa Spiroclypeus, Eulipidina, Miogypsina dengan
penyebaran yang sempit. Endapan ini menutupi endapan Eosen yang
ada di bawahnya.endapan ini berumur Oligo-Miosen.
Merawu Beds , Endapan ini merupakan endapan flysch yang berupa
perselangselingan lempung serpihan, batupasir kuarsa dan batupasir
tufaan dengan fosil Lepidocyclina dan Cycloclypeus. Endapan ini
berumur Miosen Bawah.
Panjatan Beds , Endapan ini berupa lempung serpihan yang relatif
tebal dengan kandungan fosil Trypliolepidina rutteni,
Nephrolepidina ferreroi PROV., N. Angulosa Prov., Cycloclypeus
sp., Radiocyclocypeus TAN., Miogypsina thecideae formis
RUTTEN. Fosil yang ada menunjukkan Miosen Tengah.
Banyak Beds , Endapan ini berupa batupasir tufaan yang diendapkan
pada Miosen Atas.
Cipluk Beds , Endapan ini berada di atas Banyak Beds yang berupa
napal yang berumur Miosen Atas.
Kapung Limestone , Batugamping tersebut diendapkan pada Pliosen
Bawah dengan dijumpainya fosil Trybliolepidina dan Clavilithes sp.
Namun fosil ini kelimpahannya sangat sedikit.
Kalibluk Beds , Endapan ini berupa lempung serpihan dan batupasir
yang mengandung moluska yang mencirikan fauna cheribonian yang
berumur Pliosen Tengah.
Damar Series , Endapan ini merupakan endapan yang terbentuk pada
lingkungan transisi. Endapan yang ada berupa tuffaceous marls dan
batupasir tufaan yang mengandung fosil gigi Rhinocerous, yang
mencirikan Pleistosen awal-Tengah.
Notopuro Breccias , Endapan ini berupa breksi vulkanik yang
menutupi secara tidak selaras di atas endapan Damar Series.
Endapan ini terbentuk pada Pleistosen Atas.
Alluvial dan endapan Ungaran Muda , Endapan ini merupakan
endapan alluvial yang dihasilkan oleh proses erosi yang terus
7
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
berlangsung sampai saat ini (Holosen).
Selain itu juga dijumpai endapan breksi andesit yang merupakan
produk dari Gunung Ungaran Muda. Menurut Budiardjo et. al. (1997),
stratigrafi daerah Ungaran dari yang tua ke yang muda adalah sebagai berikut:
1. Batugamping volkanik
2. Breksi volkanik III
3. Batupasir volkanik
4. Batulempung volkanik
5. Lava andesitik
6. Andesit porfiritik
7. Breksi volkanik II
8. Breksi volkanik I
9. Andesit porfiritik
10. Lava andesit
11. Aluvium
Peta geologi regional daerah Ungaran (Budiardjo, et. al., 1997)
II. 3.Susunan Stratigrafi
Geologi Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang –
Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai
berikut:
Aluvium (Qa)
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai
litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran diantaranya
mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan danau terdiri dari
kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 – 3 m. Bongkah tersusun
andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.
8
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg)
Batuannya berupa lava andesit, berwarna abu-abu kehitaman, berbutir
halus, holokristalin, komposisi terdiri dari felspar, hornblende dan augit,
bersifat keras dan kompak. Setempat memperlihatkan struktur kekar
berlembar (sheeting joint).
Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk)
Batuannya berupa lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, halus,
komposisi mineral terdiri dari felspar, olivin dan augit, sangat keras.
Formasi Jongkong (Qpj)
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut
batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat
kehitaman, komponen berukuran 1 – 50 cm, menyudut – membundar
tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan keras.
Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat memperlihatkan
struktur vesikuler (berongga).
Formasi Damar (QTd)
Batuannya terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, dan breksi
volkanik. Batupasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus –
kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa dengan masa
dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat berwarna kuning
kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari andesit, basalt,
batuapung, berukuran 0,5 – 5 cm, membundar tanggung hingga membundar
baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar,
berwarna abu-abu kehitaman, komponen terdiri dari andesit dan basalt,
berukuran 1 – 20 cm, menyudut – membundar tanggung, agak keras.
Formasi Kaligetas (Qpkg)
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus
sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu lempung
mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar berwarna
coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt, batuapung
dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut – menyudut
tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat keras dan kompak,
9
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam kelabu, keras dan
kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus – kasar, porositas tinggi,
getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas rendah, agak keras dalam
keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah. Batupasir tufaan,
coklat kekuningan, halus – sedang, porositas sedang, agak keras.
Formasi Kalibeng (Tmkl)
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal
berwarna abu - abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari
mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap air,
agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam keadaan basah.
Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan organik). Batupasir
tufaan kuning kehitaman, halus – kasar, porositas sedang, agak keras, Batu
gamping merupakan lensa dalam napal, berwarna putih kelabu, keras dan
kompak.
Formasi Kerek (Tmk)
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat, breksi
volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda – tua, gampingan,
sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir, mengandung fosil
foram, moluska dan koral-koral koloni. Lapisan tipis konglomerat terdapat
dalam batu lempung di K. Kripik dan di dalam batupasir. Batu gamping
umumnya berlapis, kristallin dan pasiran, mempunyai ketebalan total lebih
dari 400 m.
II. 4. Struktur Geologi Regional
Tektonik Regional
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola
struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau
Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa
merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan
dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari
waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah
Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara –
10
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W). Perubahan
jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut - Barat Daya
(NE-SW) menjadi relatif Timur - Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai
sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang
sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme
perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur
Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.
Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di
bagian tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra-
Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan
oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”.
Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian
Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus
tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih
dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.
Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas
Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada
Umumnya berupa struktur regangan.
Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti
sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah
tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan
Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan
Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus
merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini
berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian
Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah
Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik
yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik
menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang
berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa
11
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang
telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan
bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola struktur
dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang
tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata,
1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok
cekungan yaitu Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa
Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.
Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk
geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa
sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan
yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya
mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang
berarah timur-barat lebih dominan. Pada Akhir Cretasius terbentuk zona
penunjaman yang terbentuk di daerah Karangsambung menerus hingga
Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini membentuk struktur
kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya. Kemudian
selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman ini berada di
sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah
timur-barat. Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia
menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk
pola sesar geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara,
yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan akhir Cretasisus. Pada
periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, utara-selatan.
Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan
dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.
Volkanisme
Posisi pulau Jawa dalam kerangka tektonik terletak pada batas aktif
(zona penunjaman) sementara berdasarkan konfigurasi penunjamannya
terletak pada jarak kedalaman 100 km di selatan hingga 400 km di utara
zona Benioff. Konfigurasi memberikan empat pola busur atau jalur
12
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
magmatisme, yang terbentuk sebagai formasi-formasi batuan beku dan
volkanik. Empat jalur magmatisme tersebut menurut Soeria Atmadja dkk.,
1991 adalah :
1. Jalur volkanisme Eosen hingga Miosen Tengah, terwujud sebagai Zona
Pegunungan Selatan.
2. Jalur volkanisme Miosen Atas hingga Pliosen. Terletak di sebelah utara
jalur Pegnungan Selatan. Berupa intrusi lava dan batuan beku.
3. Jalur volkanisme Kuarter Busur Samudera yang terdiri dari sederetan
gunungapi aktif.
4. Jalur volkanisme Kuarter Busur Belakang, jalur ini ditempati oleh
sejumlah gunungapi yang berumur Kuarter yang terletak di belakang
busur volkanik aktif sekarang.
Magmatisme Pra Tersier
Batuan Pra-Tersier di pulau Jawa hanya tersingkap di Ciletuh, Karang
Sambung dan Bayat. Dari ketiga tempat tersebut, batuan yang dapat
dijumpai umumnya batuan beku dan batuan metamorf. Sementara itu,
batuan yang menunjukkan aktifitas magmatisme terdiri atas batuan asal
kerak samudra seperti, peridotite, gabbro, diabase, basalt toleit. Batuan-
batuan ini sebagian telah menjadi batuan metamorf.
Magmatisme Eosen
Data-data yang menunjukkan adanya aktifitas magmatisme pada Eosen
ialah adanya Formasi Jatibarang di bagian utara Jawa Barat, dike basaltik
yang memotong Formasi Karang Sambung di daerah Kebumen Utara,
batuan berumur Eosen di Bayat dan lava bantal basaltik di sungai Grindulu
Pacitan. Formasi Jatibarang merupakan batuan volkanik yang dapat
dijumpai di setiap sumur pemboran. Ketebalan Formasi Jatibarang kurang
lebih 1200 meter. Sementara di daerah Jawa Tengah dapat ditemui di
Gunung Bujil yang berupa dike basaltik yang memotong Formasi Karang
Sambung, di Bayat dapat ditemui di kompleks Perbukitan Jiwo berupa
dike basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis kristalin dan Formasi
Gamping-Wungkal.
Magmatisme Oligosen-Miosen Tengah
13
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Pulau Jawa terentuk oleh rangkaian gunungapi yang berumur
Oligosen-Miosen Tengah dan Pliosen-Kuarter. Batuan penyusun terdiri
atas batuan volkanik berupa breksi piroklastik,breksi laharik, lava,
batupasir volkanik tufa yang terendapkan dalam lingkungan darat dan laut.
Pembentukan deretan gunungapi berkaitan erat dengan penunjaman
lempeng samudra Hindia pada akhir Paleogen. Menurut Van Bemmelen
(1970) salah satu produk aktivitas volkanik saat itu adalah Formasi
Andesit Tua.
Magmatisme Miosen Atas-Pliosen
Posisi jalus magmatisme pada periode ini berada di sebelah utara jalur
magmatisme periode Oligosen-Miosen Tengah. Pada periode in aktivitas
magmatisme tidak terekspresikan dalam bentuk munculnya gunungapi,
tetapi berupa intrusi-intrusi seperti dike, sill dan volkanik neck. Batuannya
berkomposisi andesitik.
Magmatisme Kuarter
Pada periode aktifitas kuarter ini magmatisme muncul sebagai kerucut-
kerucut gunungapi. Ada dua jalur rangkaian gunungapi yaitu : jalur utama
terletak di tengah pulau Jawa atau pada jalur utama dan jalur belakang
busur. Gunungapi pada jalur utama ersusun oleh batuan volkanik tipe
toleitik, kalk alkali dan kalk alkali kaya potasium. Sedangkan batuan
volkanik yan terletak di belakan busur utama berkomposisi shoshonitik
dan ultra potasik dengan kandungan leusit.
Magmatisme Belakang Busur
Gunung Ungaran merupakan magmatisme belakang busur yang
terletak di Kota Ungaran, Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 2050 meter
di atas permukaan laut. Secara geologis, Gunung Ungaran terletak di atas
batuan yan tergabung dalam Formasi batuan tersier dalam Cekungan Serayu
Utara di bagian barat dan Cekungan Kendeng di bagian utara-timur. Gunung
Ungaran merupakan rangkaian paling utara dari deretan gunungapi (volcanic
lineament) Gunung Merapi-Gunung Merbabu-Gunung Ungaran. Beberapa
peneliti menyatakan bahwa fenomena itu berkaitan dengan adanya patahan
besar yan berarah utara-selatan. Komposisi batuan yang terdapat di Gunung
14
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Ungaran cukup bervariasi, terdiri dari basal yang mengandung olivin, andesit
piroksen, andesit hornblende dan dijumpai juga gabro. Pada
perkembangannya, Gunung Ungaran mengalami dua kali pertumbuhan,
mulanya menghasilkan batuan volkanik tipe basalt andesit pada kala
Pleistosen Bawah. Perkembangan selanjutnya pada Kala Pleistosen Tengah
berubah menjadi cenderung bersifat andesit untuk kemudian roboh.
Pertumbuhan kedua mulai lagi pada Kala Pleistosen Atas dan Holosen yang
menghasilkan Gunung Ungaran kedua dan ketiga. Saat ini Gunung Ungaran
dalam kondisi dormant.
Tatanan Tektonik Daerah Ungaran
Gunung Ungaran selama perkembangannya mengalami ambrolan-
tektonik yang diakibatkan oleh pergeseran gaya berat karena dasarnya yang
lemah (Gambar 2.3 dan 2.4). Gunung Ungaran tersebut memperlihatkan dua
angkatan pertumbuhan yang dipisahkan oleh dua kali robohan (Zen dkk.,
1983). Ungaran pertama menghasilkan batuan andesit di Kala Pliosen Bawah,
di Pliosen Tengah hasilnya lebih bersifat andesit dan berakhir dengan
robohan. Daur kedua mulai di Kala Pliosen Atas dan Holosen. Kegiatan
tersebut menghasilkan daur ungaran kedua dan ketiga.
Struktur geologi daerah Ungaran dikontrol oleh struktur runtuhan
(collapse structure) yang memanjang dari barat hingga tenggara dari Ungaran.
Batuan volkanik penyusun pre-caldera dikontrol oleh sistem sesar yang
berarah barat laut-barat daya dan tenggara-barat daya, sedangkan batuan
volkanik penyusun post-caldera hanya terdapat sedikit struktur dimana
struktur ini dikontrol oleh sistem sesar regional (Budiardjo et al. 1997).
15
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
BAB III.
PEMBAHASAN
III.1. Stasiun Pengamatan 1 di Waduk Jatibarang
Stasiun Pengamatan 1 ini berada pada daerah Ungaran, Kabupaten
Semarang, Propinsi Jawa Tengah. Di daerah ini dilakukan pembangunan
konstruksi teknik yang dilakukan oleh pihak Departemen Pekerjaan Umum daerah
kota Semarang bekerjasama dengan pihak kontraktor berupa pembangunan waduk
Jatibarang. Untuk dilakukanya pembanguna waduk pada daerah ini terlebih
dahulu dilakukan pengecekan geologi daerah ini dengan melakukan pemetaan
geologi teknik.
Bendungan waduk Jatibarang ini memiliki tipe Urugan batu berzona
dengan inti di tengah, tinggi 77 m, elevasi puncak 157 m, panjang puncak 200 m,
lebar puncak 10 m. elevasi puncak hanya sampai pada ketinggian sekitar 157 m
hal ini di karenakan agar gua kreo yang terdapat di tengah waduk tidak tenggelam
dan gua ini dapat di jadikan sebagai obyek wisata.
Pemilihan tempat dibuatnya waduk Jatibarang ini telah diteliti dan telah
dipertimbangkan sedemikian rupa dengan memperhitungkan tingkat efisiensi,
sehingga dipilihlah tempatnya di daerah ini
Litologi penyusun daerah ini berupa breksi andesit, batupasir,
batulempung dan intrusi andesit piroksen.
16
Model kontruksi material penyusun Waduk Jatibarang
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Struktur geologi yang ada pada derah ini yaitu berupa kekar dan sesar.
Sesar daerah ini merupakan sesar yang sudah tidak aktif. Struktur geologi daerah
ini memiliki orientasi yang sedemikian sehingga tidak mengganggu waduk
Jatibarang ini.
Formasi daerah ini merupakan formasi Damar ang tersusun atas
batulempung, batupasir dan breksi andesit piroksen. Penyelidikan Geologi Teknik
pada daerah ini berupa metode pemboran inti yang di lakukan oleh ahli geologi
yang bekerja pada pembangunan waduk Jatibarang tersebut. Dari pemboran inti
ini di dapatkan korelasi batuan yang satu dengan batuan yang lainnya sehingga
urutan batuan yang ada dapat di interpretasikan dengan jelas. Pemboran inti ini di
lakukan dalam pembuatan terowongan pengelak. Dalam pembuatan terowongan
ini dilakukan melalui 2 arah, hal ini dilakukan agar pembangunan terowongan
berjalan dengan cepat. Mata bor yang diganakan dalam pembuatan terowongan ini
menggunankan mata bor yang terbuat dari bahan intan.
III.2. STA 2 (Jalan Tol Semarang – Solo)
Stasiun Pengamatan 2 LP 1 berada di jalan Tol Semarang – Solo. Pada
daerah ini terdapat bangunan jalan tol yang masih dalam proses pembuatan. Akan
tetapi setelah pekerjaan pembuatan konstruksi jalan tol di daerah ini selesai,
daerah ini mengalami pergerakan pada badan jalannya. Hal ini mengakibatkan
bangunan konstruksi teknik yang ada mengalami gangguan dan harus di perbaiki.
Akibatnya badan jalan yang awalnya tinggi, akhirnya di potong kurang lebih
setebal 7 m sejauh 100 m. hal ini dilakukan agar beban yang ada menjadi
berkurang. Pergerakan badan jalan yang ada pada jalan tol ini di sebabkan karena
adanya bidang gelincir di bagian bawah dari badan jalan. Menurut sumber dari
masyarakat sekitar, sekitar tahun 1970’an daerah ini dulunya pernah mengalami
gerakan massa berupa erosi. Material erosi inilah yang saat ini di gunakan
senbagai badan jalannya. Selain itu, badan jalan tol ini tersusun oleh perselingan
lapisan antara batulempung dan batupasir.
Dari sudut pandang geologi, hal yang mengakibatkan badan jalan ini
mengalami pergerekan di karenakan badan jalan dominan tersusun oleh material
berupa lempung, sehingga daerah ini akan mudah terganggu ketika daerah ini
17
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
memiliki air yang lebih. Mineral lempung memiliki sifat mudah mengembang.
Sehingga daerah ini juga rawan terjadi gerakan massa, apalagi di dukung dengan
bentukan morfologi yang mempunyai tingkat kelerengan yang curam. Gerakan
massa akan mudah terjadi pada daerah ini.
Sedangkan pada stasiun pengamatan 2 LP 2, para praktikan juga di
tunjukkan pada suatu singkapan yang terpotong akibat pembangunan jalan tol
Semarang – Solo ini. Singkapan yang ada kurang lebih mempunyai tinggian
sekitar 35 meter yang tersusun atas perlapisan batuan berupa batupasir,
batulempung dan breksi andesit.
Pada kenampakan singkapan ini, juga terlihat adanya struktur geologi yang
berupa sesar turun dekstral. Sesar turun ini terbentuk akibat adanya proses
tektonik. Akibat adanya gaya tektonik terjadi sebuah sesar turun. Hal ini
menunjukkan bahwa dulunya daerah ini merupakan daerah yang memiliki tingkat
tektonik yang aktif. Kalau di lihat antara dinding sebelah selatan dan sebelah
utara, perlapisan batuan ini antara dinding yang satu dengan dinding yang lainnya
terlihat tidak menerus
18
Kenampakan perlapisan batuan akibat adanya pemotongan sebuah bukit untuk pembuatan jalan tol Semarang – Solo
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
BAB IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang di dapat dari fieldtrip di waduk Jatibarang dan Jalan Tol
Semarnag – Solo ini adalah apalbila akan dilakukan pembuatan kontruksi teknik
maka diperlukan penelitian geologi daerah yang akan dibangun kontruksi teknik
tersebut dengan cara melakukan pemetaan geologi teknik. Hal ini sangat
diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya geologi dan untuk keefisienan
sebuah proyek kontruksi teknik. Dapat dilihat 2 contoh kontruksi teknik berbeda
dimana salah satunya terlebih dahulu dilakukan penelitian geologi yaitu pada
pembuatan waduk Jatibarang dan yang tidak dilakukan penelitian geologi terlebih
dahulu yaitu pembangunan jalan Tol Semarang-Solo. Dapat dilihat bahwa dalam
pembanguna jalan Tol Semarang-Solo terdapat hambatan berupa longso karena
pembangunanya berapa pada daerah gelincir yang mengakibatkan longsor terjadi
secara berkala. Hal itu mengakibatkan ketidak efisienan pembangunan jalanTol
tersebut meskipun longsor tersebut hanya berada pada satu titik daerah saja.
19
Laporan fieldtrip Geologi Teknik 2011
Daftar Pustaka
Indrawan, I. G. B., dan Karnawati, D., 2011, Buku Panduan Praktikum Geologi
Teknik 2011, Laboratorium Geologi Tata Lingkungan, Jurusan teknik geologi
FT-UGM, Yogyakarta
Van Bammelen, R., W,. 1949, The Geology of Indonesia,Vol. I A, Government
Printing Office, The Hauge, Amsterdam
20