frequency response and filter designing
DESCRIPTION
frequency response and filter designing in electronic circuit analysisTRANSCRIPT
RESPON FREKUENSI DAN
RANGKAIAN FILTER
Disusun Oleh :
Nama : Trie Yunianti Andini
NPM : 1206263723
Jurusan : Teknik Elektro Paralel/ RL-02
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
Rangkaian Listrik -02
RESPON FREKUENSI DAN RANGKAIAN FILTER
By : Trie Yunianti Andini / 1206263723 / Teknik Elektro Parallel
Makalah ini akan membahas mengenai analisa respon frekuensi suatu rangkaian
yakni, ketika sumber sinusoidal diberikan dengan frekuensi yang berubah-ubah. Respon
frekuensi adalah deskripsi lengkap perilaku rangkaian pada keadaan tunak (steady state)
sinusoidal sebagai fungsi frekuensi. Respon frekuensi suatu rangkaian adalah tanggapan
rangkaian terhadap perubahan frekuensi sinyal yang berubah- ubah.
Respon frekuensi keadaan tunak sinusoidal suatu rangkaian menjadi penting pada
banyak aplikasi, khususnya pada bidang telekomunikasi dan teknik kendali. Suatu aplikasi
yang banyak dipergunakan adalah filter elektrik yang memblok atau mengeliminasi sinyal-
sinyal dengan frekuensi yang tidak diinginkan dan melewatkan sinyal-sinyal pada frekuensi
yang diinginkan. Filter biasanya digunakan pada radio, TV, dan sistem teleponi untuk
memisahkan frekuensi broadcast yang satu dengan yang lain.
A. FUNGSI ALIH
Fungsi alih H(ω) atau dikenal sebagai fungsi jaringan adalah metode analitik untuk
menentukan respon frekuensi suatu rangkaian. Pada kenyataannya, respon frekuensi suatu
rangkaian adalah plot fungsi alih H(ω) terhadap ω, dengan ω bervariasi dari nol hingga tak
hingga. Fungsi alih adalah rasio fungsi yang dipaksa (forced function) terhadap fungsi yang
memaksa (forcing function) atau dapat dikatakan sebagai rasio keluaran dan masukan.
Gambar 1. Diagram blok rangkaian linier
Fungsi alih H(ω) adalah rasio fasor output Y(ω) (arus atau tegangan elemen) terhadap
fasor input X(ω) (arus atau tegangan sumber).
Sehingga, fungsi alih :
... (1)
dengan mengasumsikan kondisi awal adalah nol. Karena input dan output dapat berupa arus
dan tegangan pada setiap lokasi rangkaian, sehingga ada empat kemungkinan fungsi alih,
yaitu :
Perlu diingat bahwa H(ω) adalah suatu bilangan kompleks yang memiliki magnitudo
H(ω)dan fasa φ, sehingga H() H () .
Untuk memperoleh fungsi alih seperti pada persamaan (2) sampai (5), pertama yakni,
mendapatkan rangkaian ekuivalen pada domain frekuensi dengan menggantikan resistor,
induktor, dan kapasitor dengan impedansi R, jωL, dan 1/jωC. Kemudian, menggunakan
teknik analisis rangkaian seperti yang telah dipelajari pada perkuliahan Dasar Teknik
Elektro untuk memperoleh parameter yang diminta. Banyak orang yang menuliskan
persamaan fungsi alih sebagai H(jω) alih-alih H(ω), karena ω dan j tidak dapat dipisahkan.
Fungsi alih H(ω) dapat dituliskan sebagai polinom pembilang N(ω) dan polinom
penyebut D(ω) yaitu :
... (6)
Akar-akar dari N(ω) = 0 disebut sebagai zero yaitu nilai-nilai yang akan membuat
fungsi menjadi nol dan dituliskan sebagai jω = z1, z2, dan seterusnya. Akar-akar dari D(ω) =
0 disebut sebagai pole yaitu nilai-nilai yang akan membuat fungsi menjadi tak hingga dan
dituliskan sebagai jω = p1, p2, dan seterusnya.
Contoh :
Pada rangkaian RC berikut, tentukan fungsi alih Vo/Vs dan respon frekuensi jika
dimisalkan vs = Vm cos ωt.
Jawab :
Mentransformasikan rangkaian ke domain frekuensi :
Menggunakan prinsip pembagi tegangan, fungsi alihnya adalah :
Magnitudo dan fasa :
dimana ωo = 1/RC
Pada saat ω = 0, H = 1 dan φ = 0. Pada saat ω = ∞, H = 0 dan φ = −90◦. Saat ω = ω0,
H = 1 / and φ = −45◦.
Tabel respon frekuensi :
Plot perubahan magnitudo dan fasa :
B. SKALA DESIBEL DAN PLOT BODE
Membuat plot magnitudo dan fasa sebagai fungsi alih tidak selalu semudah contoh di
atas. Cara sistematik untuk memperoleh respon frekuensi adalah menggunakan plot Bode.
Plot bode menggunakan skala logaritma bukan skala linier seperti pada plot biasa dan gain
diukur dalam satuan desibel. Oleh karena itu, sifat-sifat logaritma penting sebagai berikut :
1. log P1P2 = log P1 + log P2
2. log P1/P2 = log P1 − log P2
3. log Pn
= n log P
4. log 1 = 0
Pada sistem komunikasi, gain/gain diukur dalam satuan bel. Bel digunakan untuk
mengukur rasio dua level daya atau gain daya G, yaitu :
P
G10
log 2
P1
... (7)
Skala dalam bel terlalu besar, sehingga untuk kemudahan dalam pengukuran
dipergunakan skala desibel (dB), yaitu :
... (8)
Ketika P1 = P2, tidak ada perubahan daya, sehingga gain adalah 0 dB. Jika P2 = 2P1,
gain adalah GdB = 10 log 2 = 3 dB dan ketika P2 = 0.5P1, gain adalah GdB = 10 log 0.5 = −3
dB. Hal tersebut menunjukkan alasan lain penggunakan skala logaritma, yaitu logaritma dari
resiprok (kebalikan) suatu nilai secara sederhana adalah negatif logaritma dari nilai tersebut.
Gambar 2. Rangkaian Linier.
Perhatikan Gambar 2. Gain G dapat dinyatakan sebagai rasio tegangan dan arus. Jika
P1 adalah daya input, P2 adalah daya output pada beban, R1 adalah resistansi input, dan R2
adalah resistansi beban, maka
... (9)
Jika diasumsikan R1 = R2, maka persamaan (9) menjadi :
... (10)
2 2
Jika P1 = I1 R1 dan P2 = I2 R2, maka persamaan (10) menjadi :
... (11)
Rentang frekuensi yang diperhitungkan biasanya sangat lebar, sehingga tidak
mungkin menggunakan skala linier seperti biasa pada sumbu x. Oleh karena itu, pada praktik
standar industrial, sumbu x yang menyatakan frekuensi memiliki skala logaritma, sedangkan
sumbu y yang menyatakan magnitudo dan fasa memiliki skala linier. Skala yang berbeda ini
menyebabkan plot dengan metode sistematik demikian dikatakan sebagai plot semilogaritmik
dari fungsi transfer yang dikenal sebagai plot Bode. Plot Bode yang diperkenalkan oleh
Hendrik W. Bode, seorang insinyur pada Bell Telephone Laboratories, kini menjadi standar
umum pada industri dalam menyatakan respon frekuensi suatu elemen.
Sebuah fungsi alih dapat dinyatakan sebagai :
... (12)
Dengan melogaritmakan kedua sisi dengan basis bilangan natural e :
... (13)
Sehingga bagian riel dari ln H adalah suatu fungsi dari magnitudo sedangkan bagian
imajinernya adalah fasa. Pada plot Bode, gain adalah :
... (14)
Gain diplot pada diagram Bode dengan skala dB terhadap frekuensi.
Suatu fungsi alih seperti pada persamaan (6), dapat dinyatakan sebagai :
... (15)
Persamaan tersebut diperoleh dengan membagi pole dan zero pada H(ω). Representasi H(ω)
seperti pada persamaan (15) disebut sebagai bentuk standar. Pada bentuk standar tersebut,
H(ω) memiliki tujuh faktor umum yang muncul pada kombinasi fungsi alih, yaitu :
1. Suatu gain konstan K
2. Suatu pole (jω)−1
atau zero (jω) terhadap titik pusat
3. Suatu pole sederhana (berorde satu) 1/(1 + jω/p1) atau zero sederhana (1 + jω/z1)
4. Suatu pole kuadratik 1/[1 + j2ζ2ω/ωn + (jω/ωn)2] atau zero kuadratik [1 +
j2ζ1ω/ωk + (jω/ωk)2]
Untuk gain konstan K, magnitudonya adalah 20 log K dan fasa adalah 0
o dimana
keduanya konstan terhadap frekuensi. Dengan demikian, plot magnitudo dan fasa pada
diagram Bode terlihat seperti pada Gambar 3. Jika K negatif, maka magnitudo tetap 20 log
|K|, tetapi fasanya adalah ±180o.
Gambar 3. (a) Plot magnitudo, (b) Plot fasa pada diagram Bode.
Untuk zero (jω) terhadap titik pusat, magnitudonya adalah 20 log ω dan fasanya
adalah 90o. Kedudukannya pada diagram Bode dapat dilihat pada Gambar 4. Perhatikan
bahwa kemiringan pada plot magnitudo adalah 20 dB/dekade, sementara fasa bernilai konstan
terhadap frekuensi. Dekade adalah suatu interval antara dua frekuensi dengan rasio 10.
Misalkan, antara ω0 dan10ω0, atau antara 10 dan 100 Hz. Oleh karena itu, 20 dB/dekade
berarti magnitudo berubah 20 dB sementara frekuensi berubah sepuluh kali lipat atau satu
dekade. Kasus khusus untuk listrik arus searah (DC) atau dengan ω = 0 yang tidak terlihat
pada plot Bode. Hal ini disebabkan log 0 = −∞, sehingga frekuensi zero adalah tak terhingga
jauh di sebelah kiri titik pusat plot Bode.
Gambar 4. (a) Plot magnitudo (b) Plot fasa pada diagram Bode.
Plot Bode untuk pole (jω)
−1 hampir sama dengan zero, namun kemiringan
magnitudonya adalah – 20 dB/dekade, sementara fasanya adalah – 90o. Secara umum untuk
(jω)N, dimana N adalah bilangan bulat, maka plot magnitudo akan memiliki kemiringan 20N
dB/dekade, sementara fasanya adalah 90N derajat.
Untuk zero sederhana (1 + jω/z1), magnitudo adalah 20 log |1 + jω/z1| dan fasa adalah
arc tan ω/z1. Perhatikan bahwa :
.... (16)
... (17)
Persamaan (16) dan (17) menunjukkan bahwa magnitudo berupa garis lurus dengan
kemiringan nol untuk harga ω yang kecil dan berupa garis lurus dengan kemiringan 20
dB/dekade untuk harga ω yang besar. Frekuensi ω = z1 dimana kedua garis asimtot bertemu
disebut frekuensi sudut (corner frequency) atau break frequency. Demikian, plot magnitudo
secara aproksimasi dan yang sebenarnya ditunjukkan pada Gambar 5. Perhatikan bahwa plot
aproksimasi mendekati plot yang sebenarnya, kecuali pada break frequency dimana ω = z1
dan perbedaannya adalah 20log (1 j) 20log 3 dB.
Fasa arc tan (ω/z1) dapat dinyatakan dengan :
... (18)
Sebagai aproksimasi garis lurus, misalkan 0 untuk ω ≤ z1/10, 45 untuk ω =
z1, dan 90 untuk ω ≥ 10z1. Plot untuk zero sederhana dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Plot Bode untuk zero sederhana (1 + jω/z1) (a) Plot magnitudo, (b) Plot fasa.
Plot Bode untuk pole sederhana 1/(1 + jω/p1) hampir sama dengan zero seperti pada
Gambar 6, kecuali pada frekuensi sudut ω = p1 yang memiliki kemiringan – 20 dB/dekade
dan fasa memiliki kemiringan – 45o per dekade.
Magnitudo pole kuadratik 1/[1 + j2ζ2ω/ωn + (jω/ωn)2] adalah − 20 log |1 + j2ζ2ω/ωn
+ (jω/ωn)2| dan fasanya adalah – arc tan (2ζ2ω/ωn)/(1 − ω/ωn
2). Akan tetapi :
... (19)
... (20)
Dengan demikian, plot amplitudo terdiri dari dua garis lurus asimptotik, yaitu satu
dengan kemiringan nol untuk ω < ωn dan satu lagi dengan kemiringan – 40 dB/dekade untuk
ω > ωn, dengan ωn adalah corner frequency. Plot diperlihatkan pada Gambar 7. Perhatikan
bahwa plot yang sebenarnya tergantung dengan faktor redaman ζ2 dan corner frequency ωn.
Gambar 7. Plot Bode untuk pole kuadratik [1 + j2ζω/ωn − ω2
/ωn2]−
1 (a) magnitudo (b) fasa
Fasa pole kuadratik dapat dinyatakan dengan :
... (21)
Plot fasa adalah suatu garis lurus dengan kemiringan 90o
per dekade yang dimulai
pada ωn/10 dan berakhir pada 10ωn, seperti pada Gambar 7(b), sehingga dapat dilihat bahwa
perbedaan antara plot yang sebenarnya dan plot garis lurus diakibatkan faktor redaman.
Perhatikan bahwa aproksimasi garis lurus untuk plot magnitudo dan fasa pada pole kuadratik
adalah sama untuk pole ganda (1 + jω/ωn)−2. Sekiranya perlu diperhatikan bahwa pole ganda
(1+jω/ωn)−2
sama dengan pole kuadratik 1/[1 + j2ζ2ω/ωn + (jω/ωn)2] saat ζ2 = 1. Jadi, pole
kuadratik dapat dianggap sebagai pole ganda pada aproksimasi garis lurus.
Berikut ini adalah rangkuman dari plot Bode untuk tujuh faktor. Untuk membuat
sketsa plot Bode dari suatu fungsi alih H(ω) pada persamaan (15), pertama yang perlu
perhatikan yakni frekuensi sudut pada kertas semilogaritma, lalu memplot ketujuh faktor
pada kertas semilogaritma, dan kemudian mengkombinasikannya sebagai suatu grafik plot
Bode. Grafik plot Bode biasanya digambarkan dari sebelah kiri menuju kanan, dengan
perubahan kemiringan sesuai dengan perubahan frekuensi sudut.
Faktor Magnitudo Fasa
K