fraktur mandibula

33
Nama : Lita Paramita NIM : 112100146 LBM 4 BLOK 18 FKG 2010 UNISSULA 2.1 Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. 2 Fraktur mandibula adalah putusnya jaringan tulang mandibula. Hilangnya jaringan pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. 2 2.2 Etiologi Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula lebih sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya. 1 Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan industri atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian atau kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur, 69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalu-lintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% karena sebab patologi. 1 2.3 Anatomi Fungsi tulang-tulang wajah sangat penting untuk melindungi organ penting dalam kepala kita seperti otak, mata, organ penciuman dan pendengaran termasuk organ pencernaan seperti gigi- geligi dan rongga mulut. 2

Upload: lita-paramita

Post on 05-Dec-2014

58 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: fraktur mandibula

Nama : Lita Paramita

NIM : 112100146

LBM 4 BLOK 18

FKG 2010 UNISSULA

2.1    Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh

adanya kecelakaan yang timbul secara langsung.2

Fraktur mandibula adalah putusnya jaringan tulang mandibula. Hilangnya jaringan

pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan

patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.2

2.2    Etiologi

Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada

mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar

dibandingkan dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula lebih

sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya.1

Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan industri

atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian atau

kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur,

69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalu-

lintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% karena

sebab patologi.1

2.3    Anatomi

Fungsi tulang-tulang wajah sangat penting untuk melindungi organ penting dalam

kepala kita seperti otak, mata, organ penciuman dan pendengaran termasuk organ

pencernaan seperti gigi-geligi dan rongga mulut.2

Jaringan mandibula tersusun atas jaringan lunak dan tulang. Mandibula tersusun dari

tiga bagian terlemah yaitu area geraham dan rongga taring.2

Page 2: fraktur mandibula

Mandibula diinervasi melalui foramen ovale, alveolar inferior menginervasi melalui

foramen mandibula, dental plexus inferior, lalu nervus mentale melewati foramen

mentale.2

Suplai arteri diperoleh dari arteri maxillaris internal yang berasal

daricarotic eksternal, arteri alveolar inferior melalui foramen mandibular, arteri mentale

melalui foramen mentale.2

  

2.4    Klasifikasi Fraktur

Banyak klasifikasi fraktur yang ditulis dalam berbagai buku, namun secara praktis

dapat dikelompokkan menjadi :2

2.4.1   Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur

2.4.1.1       Fraktur traumatik

2.4.1.1.1     Trauma langsung (direk)

Trauma tersebut langsung mengenai anggota tubuh penderita. Contohnya seperti

pada antebrachi yang menahan serangan pukulan dari lawan yang mengakibatkan

terjadinya fraktur pada ulna atau kedua tulang tersebut (radius dan ulna). 2

2.4.1.1.2     Trauma tidak langsung (indirek)

Terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan

atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radi atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan

melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar, pembengkokan

(bending) atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur

butterfly, maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur

oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti

fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak. 2

2.4.1.2        Fraktur fatik atau stress

Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang menjadi

lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan. 2

2.4.1.3        Fraktur patologis

Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut

rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan. Penyebab fraktur patologi adalah :2

2.4.1.3.1     Umum (general)

Page 3: fraktur mandibula

Tumor dissemineted (myelomatosis), osteoporosis penyakit metabolis

seperti : ricket dan ostoemalasia, adrenal hiperkortikolisme atau terapi kortikosteroid

yang lama, hiperparatiroidisme, penyakit paget dan kondisi neuropati seperti sipilis dan

siringomelia, osteogenesis imperfekta.

2.4.1.3.2     Lokal

Tumor sekunder seperti : tumor mammae, prostat, tiroid, ginjal dan paru-paru.

Tumor ganas primer pada tulang, tumor jinak pada tulang, hiperemi dan infektif

dekalsifikasi seperti osteitis. 

2.4.2        Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya

2.4.1.1       Fraktur simpel

Disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak

sobek. 2

2.4.1.2       Fraktur terbuka

Kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang berhubungan dengan dunia

luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat

berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut. 2

2.4.1.3       Fraktur komplikasi

Fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau struktur lain seperti

saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.2

2.4.3        Menurut Bentuk Fraktur

2.4.1.1       Fraktur komplit

Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih. Garis fraktur bisa

transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma dan

menentukan fraktur stabil atau unstabile. 2

2.4.1.2       Fraktur inkomplit

Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih saling tertancap. 2

2.4.1.3       Fraktur komunitif

Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen. 2

2.4.1.4       Fraktur kompresi

Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus. 2

Page 4: fraktur mandibula

Klasifikasi diatas merupakan klasifikasi fraktur secara umum. Sedangkan klasifikasi

fraktur mandibula diantaranya adalah:2

2.4.1.5       Menunjukkan regio-regio pada mandibula 

2.4.1.6       Menunjukkan frekuensi fraktur di masing-msing regio tersebut

Frekuensi terjadinya fraktur pada mandibula adalah : 2% pada regio koronoid, 36%

pada regio kondilus, 3% pada regio ramus, 20% pada regio angulus, 21% pada regio

korpus,12% pada regio simfisis, 3% pada regio alveolus. 2

2.4.4        Berdasarkan ada tidaknya gigi

Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan menentukan jenis

terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan

dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Penjelasan gambar tentang

klasifikasi fraktur di atas :2

2.4.4.1       Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini

dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi).

2.4.4.2       Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur.

2.4.4.3       Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukan

melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa juga dengan

caraintermaxillary fixation.

2.4.5        Berdasarkan tipe fraktur mandibula:

Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan

menjadi :2

2.4.5.1       Fraktur Unilateral

Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur yang

dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering didapatkan

pemindahan frakmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula unilateral sering

terjadi.

2.4.5.2       Fraktur Bilateral

Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung dan

tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut angulus dan

bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus yang

berlawanan.

Page 5: fraktur mandibula

2.4.5.3       Fraktur Multipel

Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsung dan tidak langsung dapat

menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi karena trauma

tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua

kondilus.

2.4.5.4       Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)

Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung yang cukup keras

pada daerah fraktur, seperti pada kasus kecelakaan terkena peluru saat perang. Dalam

sehari-hari, fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur yang

disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang fraktur pada prosesus

koronoid terjadi karena adanya kontraksi refleks yang datang. Dalam serangkaian 600

fraktur mandibula menemukan 49,1% fraktur tunggal, 39,9% mempunyai dua fraktur,

9,4% mempunyai tiga fraktur, 1,2% mempunyai empat fraktur, dan 0,4% mempunyai

lebih dari empat fraktur.

2.5     Letak Fraktur

2.5.1        Klasifikasi yang paling berguna untuk tujuan praktis adalah atas dasar letak injuri

secara anatomis, hal ini dikarenakan gejala yang timbul akan berbeda berdasarkan letak

fraktur, demikian juga pada cara perawatan. Fraktur mandibula terjadi pada daerah,

Dento-alveolar, Kondilus, Koronoid, Ramus, Angulus, Korpus, Simfisis, Parasimfisis.2

Yang tersebut diatas mewakili suatu pembagian yang berguna untuk bahan

pertimbangan atas terjadinya fraktur linier, akan tetapi hal ini tidak berlaku bila terjadi

fraktur komunitif. 2

2.6     Sebab Fraktur

Arah serta tipe impak lebih penting dalam mempertimbangkan fraktur mandibula

dibandingkan dengan fraktur di daerah lain pada skeleton fasial, karena faktor ini dipakai

untuk menentukan pola injuri mandibular. Fraktur mandibula adalah akibat dari :2

2.6.1     Kecelakaan langsung (direct violence)

2.6.2     Kecelakaan tidak langsung (indirect violence)

2.6.3     Kontraksi otot yang sangat berlebihan

Page 6: fraktur mandibula

Dilihat dari bentuk mandibula, maka setiap kecelakaan langsung yang mengenai

satu tempat, akan menghasilkan kekuatan dimensi tidak langsung yang mengenai

bagian lain dan biasanya pada bagian yang berlawanan dari tulang. Kecelakaan tidak

langsung sudah cukup untuk menyebabkan terjadinya fraktur yang kedua atau ketiga.2

2.7     Gejala

Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang

yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas.

Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika

menggerakkan rahang. Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi

fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat

pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi

pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, tidak sesuainya warna dari

perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan, terjadi pula gangguan

fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut, hipersalivasi dan halitosis, akibat

berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan

hilangnya efek “self cleansing” karena gangguan fungsi pengunyahan, kelumpuhan dari

bibir bawah, akibat terjadinya fraktur di bawah nervus alveolaris.2

2.8  Diagnosis

2.8.1        Riwayat

Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu kejadian merupakan

informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila

trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur patologis tetap perlu

dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala,

torak, abdomen, pelvis dll). Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada

orang yang lebih mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi

menganai : keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita

merupakan penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun

meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan

penggunaan obat-obat anestesi.2

Page 7: fraktur mandibula

2.8.2        Pemeriksaan fisik

2.8.2.1          Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi,

rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada luka

yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya

menurut klasifikasi Gustillo et. al., 1990.2

2.8.2.2          Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya

penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu dapat

ditiadakan.2

2.8.2.3          Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya

terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.2

2.8.2.4          Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus, urinarius

dan pelvis.2

2.8.2.5          Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang berupa

: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah ke kapiler.2

2.8.3        Pemeriksaan Penunjang dengan sinar –X

Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk pencitraan

wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah tidak terganggu

atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah struktur tulang dasar

tengkorak dan tulang servikal. Identitas penderita dan tanggal pemeriksaan dengan

sinar penting dikerjakan sesudah tindakan atau pada tindak lanjut (folow up) penderita

guna menentukan apakah sudah terlihat kalus, posisi fragmen dan sebagainya. Jadi

pemeriksaan dapat berfungsi memperkuat diagnosis, menilai hasil dan tindak lanjut

penderita.2

Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,

pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi,

tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan

krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu mungkin

juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi radiografis pada

mandibula mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan panoreks. Tapi pemeriksaan

yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah dengan CT Scan.

Page 8: fraktur mandibula

Pemeriksaan panoreks juga dapat dilakukan, hanya saja diperlukan kerja sama antara

pasien dan fasilitas kedokteran gigi yang memadai.2

                       

2.9     Penatalaksanaan

Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal yang

bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah

termasuk penanganan syok (circulaation), penanganan luka jaringan lunak dan

imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua

adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi

fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak

bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.2

Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah

(maksilofasial) mulai diperkenalkan olah hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan

panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi bawah dan gigi-gigi rahang atas),

sebagai dasar pemikiran dan diagnosis fraktur rahang. Pada perkembangan selanjutnya

oleh para klinisi berat menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur

rahang dan tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan

penatalaksanaannya. Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fiksasi mulai dari

penggunaan pengikat kepala (head bandages), pengikat rahang atas dan bawah

dengan kawat (intermaxilari fixation), serta fiksasi dan imobilisasi fragmen fraktur

dengan menggunakan plat tulang (plate and screw).2

2.9.1        Menggunakan kawat

Menggunakan kawat : kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang

disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah

yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah, hasil

akhirnya adalah. Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk

memperoleh fiksasi yang kuat.2

2.9.2        Imobilisasi fraktur mandibula dengan batang lengkung karet

Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung, batang dipasang pada

gigi maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang patah. Mandibula ditambatkan

seluruhnya pada maxilla dengan karet pada kait di batang lengkungan atas dan bawah.2

Page 9: fraktur mandibula

Penanganan dari fraktur mandibula dengan pemasangan plat pada batas inferior

garis fraktur, pemasangan plat ini bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah

fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah

plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maxilla. Dengan catatan

pemasanganscrew pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan

pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat

pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan tekhnik yang tidak terlalu menekan

lebih di pilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula.2

Penanganan fraktur mandibula jika terjadi pada darerah sudut mandibula, gigi

geraham ke tiga dihilangkan sebagai jalan dari penanganan open reduction ini. Plat

untuk fiksasi yang berukuran lebih kecil dipasang pertama kali dengan

menggunakan monocortical screw. Plat yang lebih panjang diletakkan di bawah plat

pertama dengan tekhnik yang tidak terlalu menekan. Setelah pemasangan kedua plat,

fiksasi dapat dikatakan sudah stabil, tanpa harus melakukan fiksasi intermaksila.2

Prosedur penanganan fraktur mandibula :2

2.9.2.1           Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan

fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai paada

kebanyakan fraktur.

2.9.2.2           Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan

arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla.

2.9.2.3           Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur

2.9.2.4           Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama 4-6

minggu dalam posisi fraktur intermaxilla.

2.9.2.5           Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan reduksi

terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw.

Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang Spesialis

Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah rahang atau fraktur

maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau penyambungan

fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang normal dan telah beradaptasi

dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar rahang dan wajah.2

Page 10: fraktur mandibula

Patah rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan memberikan

gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang yang adalah infeksi pada

jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat menyebabkan kehilangan

jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi lain, jika penyambungan tidak

adekuat (malunion) dan oklusi rahang atas dan bawah tidak tercapai maka akan

memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan

pada sendi rahang (Temporomandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan tidak

stabilnya antara sendi rahang kiri dan kanan.2

Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot

sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih jika pasien

mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak

normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak

dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat. Komplikasi setelah

pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi penyambungan tulang adalah

terlambatnya penyambungan dan penyembuhan tulang (delayed union) atau kegagalan

penyambungan tulang (nonunion)yang sering disebabkan tidak stabilnya fragmen fraktur

karena immobilisasi yang kurang baik. Komplikasi yang secara klinis dan estetik nampak

adalah perubahan bentuk dan proporsi wajah.2

2.10        Tehnik Anestesi

Secara teori, di dalam keilmuan dibidang anestesi, tehnik anestesi dapat di bagi menjadi

beberapa macam yaitu :4

2.10.1         Tehnik Anestesi Regional

Dimana hanya sebagian dari tubuh yang mengalami analgesia dan relaksasi. Berdasarkan

cara atau tehniknya terbagi atas :3

2.10.1.1       Anestesi Spinal : dimana obat anestesi lokal dimasukkan ke ruang durameter (masuk liquor

serebro spinalis).

2.10.1.2       Anestesi epidural atau peridural : dimana obat anestesi lokal dimasukkan keruang epidural.

2.10.1.3       Anestesi kaudal : dimana obat anestesi lokal dimasukkan kedalam ruang kaudal dari vertebra.

Page 11: fraktur mandibula

2.10.1.4       Anestesi blok saraf : dimana obat anestesi disuntikkan lewat selimut mielin dari urat saraf

besar.

2.10.2         Tehnik Anestesi Umum (General Anesthesia)

Kasus fraktur mandibula pemilihan yang tepat untuk penatalaksanaan anestesi yang

tepat  yaitu dengan anestesi umum dengan persiapan 4 aman sebagai berikut :

2.10.2.1       Aman Pasien

2.10.2.1.1      Anamnesa / wawancara

Anmnesa dan pemeriksaan pada penderita bedah elektif dilakukan1-2 hari sebelum hari

dilaksanakannya proses pembedahan. Dengan dilakukannya anamnesa ini, maka akan

didapatkan data yang memungkinkan akan menjadi pertimbangan untuk berlangsungnya

proses pembedahan. Dalam proses anamnesa ini akan dilakukan wawancara terhadap

penderita atau keluarganya, untuk mengetahui :3

1)        Riwayat penyakit sistemik yang diderita dahulu dan sekarang, meliputi:

  Sistem pernapasan : riwayat penyakit saluran napas atas, asma, batuk, influenza, dll.

  Sistem kardiovaskuler : riwayat penyakit jantung, hipertensi, nyeri dada, dll.

  Sistem endokrin : Diabetes Melitus, Hepatitis.

2)        Riwayat penyakit keluarga, yaitu adanya anggota keluarga yang menderita penyakit sistemik

seperti TBC, Diabetes Melitus, Asthma, dll.3

3)        Riwayat pengobatan atau pemakaian obat-obatan yang ada hubungannya interaksi dengan

obat anestesi yang digunakan seperti obat anti hipertensi, anti koagulan, anti konvulsan dan

anti diabetikum.3

4)        Riwayat alergi dan reaksi obat, meliputi :3

  Reaksi murni dari obat antibiotika dan interaksi penderita jika mendapatkan pengobatan yang

dapat menimbulkan krisis hipertensi.

  Efek samping dari obat.

5)        Riwayat anestesi dan pembedahan merupakan pengalamanpasca bedah seperti :

  Respon terhadap obat anestesi.

  Ganggguan kesadaran.

  Gangguan jalan nafas dan komplikasi pasca bedah.

2.10.2.1.2      Puasa3

2.10.2.1.3      Aktivitas sehari-sehari, meliputi apakah pasien tersebut :3

Page 12: fraktur mandibula

1)        Atletik

2)        Perokok berat

3)        Peminum alkohol

4)        Pemakai Obat (Narkotika)

2.10.2.1.4           Pemeriksaan Fisik, meliputi :4

1)        Inspeksi :

  Kesan umum penderita yaitu gelisah, takut atau kesakitan.

  Tingkat nutrisi (berat badan/obesitas) dan tinggi badan.

  Pergerakan dada.

  Pemeriksaan kepala dan leher meliputi keadaan gigi, mulut, kemampuan membuka mulut.

  Keadaan ekstermitas, yaitu bentuk otot, jalur vena, warna kulit sianosis dan edema.

2)        Palpasi

  Nadi.

  Daerah abdomen yaitu adakah asites, massa tumor, distensi lambung.

  Keadaan tulang belakang yaitu pemeriksaan tulang punggung dan kulit sekitarnya untuk

mengetahui apa ada kifosis, lordosis, scoliosis dan infeksi kulit disekitar daerah penusukan

jika akan dilakukan anestesi regional.

3)        Auskultasi

  Tekanan darah.

  Keadaan paru-paru yaitu dengan mendengarkan apakah ada suara nafas/wheezing ronchi.

2.10.2.1.5      Pemeriksaan Laboratorium

1)        Pemeriksaan laboratorium kimia, meliputi :4

  Pemeriksaan urine.

  Pemeriksaan kadar hemoglobin, leucosit, hematokrit, eritrosit dan trombosit.

  Pemeriksaan kimia darah; gula darah, ureum, kreatinin, kalium dan natrium.

  Pemeriksaan kimia darah lainnya dilakukan atas indikasi yang lain.

2.10.2.1.6           Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)

Dianjurkan pada penderita yang berusia > 40th dan pada anak dewasa dilakukan bila ada

indikasi.4

2.10.2.1.7           Foto Toraks

Dianjurkan pada penderita dengan indikasi sesak nafas, perokok dan batuk-batuk.4

Page 13: fraktur mandibula

2.10.2.1.8           Konsultasi dengan bagian medis lain bila perlu.

Dimaksudkan untuk mengetahui keadaan penyakit dan fungsi organ vital penderita

menurut bagian yang bersangkutan (misalnya; penyakit dalam, neurologi, psikiatri, dll).4

2.10.2.1.9           Klasifikasi status penderita

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan status fisik

penderita menurut ASA (America Society Of Anesthesiologi ), yang mana berguna untuk

menentukan resiko yang mungkin terjadi pada saat pembedahan.4

2.10.2.2       Aman Alat

Persiapan alat terdiri dari STATICS : Scope : laringoskop yang terdiri dari blade dan

lampu, stetoskop; Tube : ETT yang nonkingking tiga nomor; Airway : pipaoroparing dan pipa

nasoparing; Tape : plaster untuk fiksasi ETT; Intraducer : mandrin; Connector : penghubung

pipa dengan mesin anestesi; Suction. Selain yang tersebut di atas, terdapat alat anestesi dan

monitor sebagai perangkat utama. Disiapkan pula trakeotomi set bilamana terjadi keadaan

darurat.3

2.10.2.3       Aman obat

1)   Obat Anestesi Umum

  Obat inhalasi :4

  Halotan

Halotan merupakan alkaline berhalogen. Ikatan karbon-flouride yang menyebabkan

halothan tidak mudah terbakar dan tidak meledak. Halotan merupakan anastetika volatile

yang murah. Dosis MAC :  0,7. 5

  Enflurane

Enflurane merupakan eter yang terhalogen. Mempunyai bau eter yang lembut dan tidak

mudah terbakar. Dosis MAC : 1,7. 5

  Isoflurane

Isofluran merupakan volatile anestetik yang tidak mudah terbakar dengan bau eter yang

menyengat. Dosis MAC : 1,2. 5

  Desflurane

Struktur dari desflurane menyerupai isofluran, perbedaannya hanya pada subsitusi atom

Cl dari isoflurane menjadi atom F. Perubahan kecil ini menghasilkan efek yang berbeda.

Karna tekanan uap desflurane pada 20˚C adalah 681mmHg, desflurane akan mendidih pada

Page 14: fraktur mandibula

suhu ruangan di dataran tinggi. Problem ini dapat dipecahkan dengan pembuatan vaporizer

khusus untuk desflurane. Dengan solubilitas dalam darah yang rendah, desflurane sangat

cepat untuk masuk dan keluar dari tubuh. Dosis MAC :  6. 5

  Sevofulrane

Sevoflurane merupakan volatile anestetik yang berhalogen dengan fluorine sevoflurane 

tidak berbau menyengat dan peningkatan konsentrasi di alveolar yang cepat membuatnya

sebagai pilihan yang baik untuk induksi inhalasi pada pasien pediatrik atau orang dewasa.

Dosis MAC : 2. 5 

  Obat Hipnotik

  Propofol

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan

karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Onset cepat, DOA

pendek.. Dosis:  2-2,5 mg/kgbb. 5

  Golongan Barbiturate (Pentothal, Tiopenton).

Pentothal atau sodium thiopenton adalah obat anestesi intravena golongan barbiturate

yang bekerja cepat (short acting barbiturate). Mudah larut dalam air dan alcohol. Dikemas

dalam bentuk bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500 mg atau

1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan dalam aquabides steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml

= 25 mg), larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan

menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk arteri akan menyebabkan vasokontriksi dan nekrosis

jaringan sekitar. Dosis : 4-6 mg/kgbb. 5

  Ketamin

Ketamin disebut juga dengan anestesi dissosiatif, menyebabkan terjadinya delirium,

halusinasi. Meningkatkan tekanan darah : sistolik 23% dari baseline. Heart rate meningkat,

kadang-kadang timbul aritmia dan hypersekresi. Dosis:1-3 mg/kgbb.6

  Midazolam

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek atau premedikasi, pemeliharaan

anestesi, bekerja cepat dan karena transformasi metaboliknya cepat dan lama kerjanya

singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan induksi tidur. Setelah pemberian IM atau IV

akan terjadi amnesia. Dosis induksi : 0,2-0,4 mg/kg, untuk premedikasi : 0,03-0,04 mg/kg. 6

  Diazepam

Page 15: fraktur mandibula

Diazepam adalah obat yang berkhasiat ansiolotik, sedatif, relaksasi otot, antikonvulsi dan

amnesia. Dosis induksi : 0,2-0,5 mg/kgbb, premedikasi : 10-20 mg/kgbb intramuscular. 6

   Analgetik Narkotik

  Fentanyl

Fentanyl merupakan obat analgesik yang sangat kuat yang berupa cairan isotonik steril

untuk penggunaan secara IV. Dosis :1–3 μg/kgbb. 5

  Pethidine

Pethidine adalah obat narkotik-analgesik golongan opium yang memiliki efek yang lebih

rendah dari morphine, kira-kira 1/10 dari morphine. Dosis : 1 mg/kg, premedikasi : 25-100

mg, analgesik pasca bedah : 50-100 mg intramuscular atau per infuse. 5

  Morphine

Morphine merupakan analgetika kuat yang bekerja secara sentral diotak dengan

meninggikan nilai ambang nyeri, mempengaruhi           emosisehingga dapat merubah respon

pada nyeri dan menimbulkan     keadaan seperti tidur sehingga tidak mudah terangsang

nyeri. 6

   Muscle Relaxant (Pelumpuh Otot)

  Depolarizing

           Succinylcholine (short-acting)

Obat ini menimbulkan fasikulasi, onset cepat antara 30-60. Dosis rata-rata untuk intubasi

pada orang dewasa yaitu 1mg/kgbb. 6

  Non Depolarizing

           Pancuronium (long-acting)

Obat ini menimbulkan pembebasan histamine, tetapi obat ini             merupakanobat

relaksan yang paling tidak pernah menimbulkan reaksi anafilaktik yang berat. Obat ini jangan

diberikan pada pasien dengan kegagalan ginjal. Dosis : 0,04-0,1 mg/kg. 5

           Atracurium (intermediate acting)

Onset pada atracurium antara 1-2 menitdan durasinya antara       20-40menit. Dosis : 0,3

– 0,6 mg/kg. 5

           Vecuronium (intermediate acting)

Dosis vecuronium yaitu 0,1-0,2 mg/kgbb. Kemasan suntik bubuk :10  mg/ml,10 mg/10

ml.4

Page 16: fraktur mandibula

           Rocuronium ( intermediate acting)

Dosis pada rocuronium yaitu : 0,6-1 mg/kgbb. 5

   Obat anticholinesterase :

  Neostigmin (prostigmin)

Obat ini memiliki efek antagonis terhadap relaksan nondepolarizing. Penggunaan obat

ini yaitu untuk reverse dari relaksan otot nondepolarizing, pengobatan miastenia gravis, ileus

dan retensi urine pasca bedah. Dosis : 0,04–0,08 mg/kgbb. 5

   Obat analgetik (non opioid) :

  Tramadol, tramal

Pemberian tramadol pada pasien dua kali sehari dapat mengendalikan rasa nyeri secara

efektif. Dosis untuk dewasa adalah 50-100 mg setiap 4-6 jam dan maksimal 400 mg/hari. 5

  Ketorolac

Obat ini dapat mengatasi nyeri ringan sampai nyeri berat pada kasus-kasus emergensi,

nyeri musculuskeletal, pasca bedah minor atau mayor. Dosis dan cara pemberian ketorolak

adalah :5

           Tidak boleh lebih dari 5 hari.

           Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam, sesuai dengan kebutuhan.

           Dosis IM 60 mg (usia kurang dari 65 tahun).

           Dosis IV 30 mg (usia kurang dari 65 tahun).

           Dosis ulang IM/IV tiap 6 jam, maksimum 120 mg (usia dibawah 65 tahun)

           Usia diatas 65 tahun setengah dari dosis diatas.

   Anticholinergik

  Sulfas Atropin

Obat ini digunakan untuk mengurangi sekresi air liur, untuk mengatasi bradikardi dan

menaikkan tekanan darah. Dosis : 0,01-0,02 mg/kgbb. 4

   Obat Pressor

  Ephedrine

Obat ini menghambat penghancuran adrenaline dan noradrenalin sehingga

mempertahankan kadar cathecolamin dalam darah tetap tinggi. Dosis : 5 – 20 mg ( 100 – 200

μg/kg). 5

  Adrenaline (Ephineprine )

Page 17: fraktur mandibula

Obat ini biasanya digunakan untuk menaikkan stroke volume, frekwensi dan cardiac

output. Tekanan darah sistol meningkat, diastol menurun. Dosis : 0,02 mg/kg. 5

   Obat-obat pelengkap :

  Antagonis Reseptor H1

Difenhidramin ( Etanolamin ) kegunaannya yaitu untuk terapi supresi reaksi alergi, mual

dan muntah. Dosis untuk dewasa : 25-50 mg      (0,5-1,5 mg/kgbb) secara oral, intramuscular

atau intravena setiap      4-6 jam. 5

  Antagonis Reseptor H2 (Ranitidine)

Obat ini secara kompetitif menghambat ikatan histamine dengan reseptor H2, yang akan

mengurangi produksi asam lambung dan meningkatkan pH asam lambung. Dosis : sebagai

premedikasi untuk mengurangi aspirasi pneumonia, antagonis reseptor H2 diberikan pada

saat malam sebelum tidur dan sekali lagi 2 jam jam sebelum operasi. 5

  Antacid

Antasid digunakan untuk menetralisir keasaman dari cairan lambung. Dosis untuk dewasa

dari larutan sodium sitrat atau bisitrat ( sodium sitrat dan asam sitrat ) 0,3 M atau policitrat

( sodium sitrat, potassium sitrat dan asam sitrat ) adalah 15 – 30 ml per oral, 15 – 30 menit

sebelum induksi. 5

  Metoclopramide

Penggunaan klinis obat ini yaitu dengan cara meningkatkan efek stimilasi asetilkolin pada

otot polos usus, metoklopramid meningkatkan tonus sfingter esophagus bagian bawah,

mempercepat pengosongan lambung dan menurunkan volume cairan lambung.   Dosis : 10-

20 mg (0,25 mg/kgbb).5 

  Antagonis Resepto 5 - H3 (Ondansentron)

Obat ini digunakan sebagai pencegahan mual dan muntah. Dosis : 4 mg. 5

2)        Obat Anestesi Regional

Penggolongan Obat Anestesi Regional atau Local diantaranya yaitu :7

  Bupivacaine 0,5% (Marcaine 0,5%)

Dosis sampai 4 ml dan pada usia lanjut dosisnya dikurangi.

  Lignocaine HCL, BP 5%

Obat ini dicampur dengan dextrose 3% dan 7,5%. Dosis : 1,5 ml dapat memberikan

analgesia kira-kira 2 jam, blockade sampai umbilicus.

Page 18: fraktur mandibula

  Prilocaine 5%

Dalam larutan dextrose 5% durasi efeknya sama dengan lignocaine.

  Amethocaine HCl, BP

Dalam bentuk puder isinya 20 mg dalam ampul, dan dalam bentuk cair dan dalam bentuk

cair 1% berisi 10 mg/ml. dosis maksimum 20 mg.

  Procaine HCl, BP 5% atau kurang

Durasi efek : 40 – 80 menit.

  Mepivacaine HCl 4 %

Durasi efek kira – kira 1 jam.

5)        Aman diri sendiri

Untuk mengamankan diri sendiri dari legal aspek sebelum operasi lakukan informed

consent kepada pasien dan keluarganya yang bertanggung jawab. Untuk pencegahan

penularan penyakit diperlukan tindakan septik dan antiseptik.4

BAB III

PEMBAHASAN

3.1         Penatalaksanaan Pada Pasien Fraktur Mandibula

Penatalaksanaan anestesi pada pembedahan Fraktur mandibula teknik yang dipilih

adalah teknik anestesi umum. Pada umumnya penatalaksanaan perioperatif pada pasien

dengan pembedahan fraktur mandibula yaitu pembedahan darurat adalah sebagai berikut :

3.1.1        Pertimbangan Pra Bedah

3.1.1.1       Klasifikasi Status Penderita

Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada penderita maka dapat disimpulkan

status fisik penderita menurut ASA ( America society of Anesthesiologi ).8

ASA I           :            Penderita yang sehat atau normal, kecuali indikasi operasi

ASA II         :            Penderita yang mempunyai penyakit sistemik ringan, orang tua lebih dari 60 tahun, penderita

kegemukan dan anak kurang dari satu tahun.

Page 19: fraktur mandibula

ASA III        :            Penderita dengan sistemik sedang, harus selalu minum obat untuk kelangsungan hidupnya

dan aktifitas sehari – hari sudah terbatas.

ASA IV        :            Penderita dengan sistemik sedang, harus selalu minum obat untuk kelangsungan hidupnya

dan aktifitas sehari – hari terbatas.

ASA V         :            Penderita dengan penyakit yang sudah sangat berat, yang tidak dapat diharapkan hidup dalam

waktu 24 jam dengan ataupun tanpa pembedahan.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda

darurat (E-Emergency).8

Mengingat resiko yang mungkin terjadi baik akibat pembedahan maupun tindakan

anestesi, maka dilakukan pada pasien dan keluarganya untuk memberi penjelasan tentang

penyakitnya, penanggulangan ataupun beserta prognosanya.8

3.1.1.2       Permasalahan Perut penuh

Pasein yang mengalami fraktur mandibula ini dianggap bahwa perutnya penuh karena

dilakukan pembedahan darurat, dengan adanya isi lambung yang penuh ini , maka bila

anestesi dilakukan intubasi , dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi yang dapat membahayakan

kehidupan penderita. Penanggulangan untuk menghindari terjadinya regurgitasi, sebelum

dilakukan induksi anestesi diwajibkan untuk pemasangan NGT, pemberian obat – obat anti

emetik (misal, pemberian obat – obat metoklopramid, ondancentron, dan pemberian antasid

yaitu ranitidin ). Pengguanaan teknik anestesi umum dengan intubasi cepat atau pengguna

tehnik anestesi rapid sequence induction ( RSI ).8

3.1.1.3       Mencegah terjadinya aspirasi

Untuk mencegah terjadinya aspirasi pada pembedahan daruratfraktur mandibula akibat

dari permasalahan perut penuh dan resiko regurgitasi – aspirasi yang mungkin terjadi baik

akibat tindakan anestesi maupun pembedahan maka tindakan dalam teknik anestesi yang

harus dilakukan adalah :8

3.1.1.3.1          Teknik anestesi umum dengan intubasi cepat atau teknik anestesi rafid sequence

induction ( RSI).

Pasien yang dilakukan preoksigenasi sebelum dilakukan induksi. Empat kali tarikan napas

maksimal dari oksigen sudah cukup dinetrogenasi pada paru normal, lalu diberikan propofol

untuk induksi dan setelah jalan napas bebas diberikan obat muscle relaxansuccinylcholine,

pada pemberian succinylcholine terjadi twitching setelah hilang twitching dilakukan

Page 20: fraktur mandibula

penekanan krikoid (sellick manuver ) dengan teknik menekan trakhea kebelakang sampai

eseophagus tertekan, kemudian dilakukan intubasi dengan ETT ( endho tracheal tube ) yang

sesuai. Penekanan krikoid (sellick manuver ) dipertahankan sampai cufe tube

endotrakhaeal sudah dikembangkan dan posisi tube sudah pasti.

3.1.1.3.2          Pemasangan NGT  ( nasogastrik tube ).

Pemasangan NGT berguna untuk mengeluarkan cairan atau sisa makanan dari dalam

lambung.

3.1.1.3.3          Pemberian antasid

Pemberian ranitidin bertujuan untuk menetralisir cairan lambung dan mengurangi

keasaman cairan lambung.

3.1.1.3.4          Sellick maneuver

Penekanan pada krikoid yang bertujuan untuk menurunkan resiko terjadinya aspirasi.

3.1.1.4       Premedikasi

Pemilihan premedikasi bisa disesuaikan dengan kendala atau permasalahan pasien saat

pra bedah dengan tujuan :9

1)             Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2)             Memperlancar induksi anestesia.

3)             Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4)             Meminimalkan jumlah obat anestesia.

5)             Mengurangi mual muntah pasca bedah.

6)             Menciptakan amnesia.

7)             Mengurangi isi cairan lambung.

8)             Mengurangi reflek yang tidak diinginkan dan membahayakan (vagal reflek).

Pemberian premedikasi pada pasien frakur mandibula berupa analgetika, obat – obat anti

kolinergik dan hipnotik :9

1)             Golongan analgetik

Fentanyl / IV, dosis       :           2 mcg/kgBB

2)                      Golongan antikolinergik

SA / IV, dosis                :           0,01 - 0,02 mg/kgBB

3)                      Golongan Hipnotik

Midazolam                     :           0,03 -0,04 mg/kgBB

Page 21: fraktur mandibula

3.1.1.5       Evaluasi

1)        Primary Survey

Evaluasi persiapan operasi pra anestesi fraktur mandibulahampir sama dengan evaluasi

penderita trauma umumnya, dimulai dari dengan langkah A.B.C ( air way, breathing ,

circulation ).  Setelah langkah A.B.C dikerjakan, barulah dilaksanakan pemeriksaan –

pemeriksaan lainnya seperti, menggali informasifraktur yang dialami, pemeriksaan fisik,

laboratorium, dan bila diperlukan pemeriksaan radiologi. 8

Jalan napas dinilai dan usaha – usaha untuk menjaga keadekuatannya dikerjakan secara

simultan. Jika perlu pasang alat bantu seperti pipa nasofaring atau pipa endotrakea. Berikan

oksigen tambahan. Penderita yang mengalami hipoventilasi, koma, atau syok diberikan napas

bantuan. 8

Penderita dipasang infus dengan memasang kateter intravena yang mempunyai diameter

besar. Bila perlu dipasang dua infus sekaligus. Saat mengambil kateter intravena diambil

contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium. 8 

2)        Secondary Survey

Pemeriksaan lain yang juga segera dikerjakan setelah melaksanakan langkah A.B.C

meliputi :8

  Pencatatan identitas penderita

  Usaha – usaha untuk mendapatkan informasi tentang fraktur yang dialami penderita, penyakit –

penyakit yang pernah atau sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, riwayat alergi,

kebiasaan – kebiasaan ( merokok, minum alkohol, atau obat – obatan ), dan riwayat anestesi

yang pernah dialami.

  Pemeriksaan fisik yang ditujukan kepada pemeriksaan – pemeriksaan yang ada hubungannya

dengan pemberian – pemberian tindakan anestesi.

  Pemeriksaan hasil laboratorium, terutama hemoglobin ( HB ) dan hematokrit ( HT ) dan

urinalisis. Pemeriksaan golongan darah untuk darah transfusi.

3.1.2        Pertimbangan Intra Bedah

3.1.2.1           Pelaksanaan Anestesi

Segera setelah di baringkan di meja operasi, pasang monitor dan di fungsikan serta

pemberian oksigen dilanjutkan.4

Page 22: fraktur mandibula

3.1.2.2           Induksi Anestesi

Obat yang digunakan tergantung pada keadaan umum pasien, banyaknya perdarahan,

seberapa jauh resusitasi yang sudah diberikan, bagaimana rencana operasinya, apakah ada

kontra indikasi terhadap teknik dan obat anestesi tertentu, dan pengalaman dan keahlian

pelaksana anestesi. 4

Setelah induksi maka anestesi bisa dipertahankan dengan pemberian N2O – O2 dan dilakukan

pernapasan kontrol dengan pemberian obat pelemas otot. 4

Obat – obat yang dipakai pada fraktur Mandibula :4

1)        Golongan hipnotik sedative

  Profopol / IV, dosis      :           2 – 2,5 mg/kgBB

2)        Golongan opioid        

  Fentanyl / IV, dosis      :           1 – 3 mcg/kgBB

  Pethidin / IV, dosis       :           1 mg/kgBB

3)        Golongan muscle relaxan

  Succinylcholine, dosis  :           1 – 2 mg/kgBB

Ini adalah obat pilihan karena disamping onset yang cepat juga durasi hanya 4 -6 menit.

  Rocuronium / IV, dosis     :      0,8 mg/kgBB

3.1.2.3           Intubasi

Pada fraktur mandibula, proses intubasi akan sulit dan intubasi sebaiknya dilakukan

melalui nasofaringeal airway(hidung), Pemberian tampon setelah intubasi untuk menghindari

pendarahan dan serpihan tulang masuk kedalam jalan nafas, dan dianjurkan dilakukan

tindakan trakeotomi bila terjadi keadaan darurat.4

3.1.2.3           Pemeliharaan Anestesi

Obat anestesi umum inhalasi umumnya yaitu gas N2O,enflurane, isoflurane,

sevoflurane, tidak ada pemlihan khusus untuk obat inhalasi pada kasus fraktur

mandibula ini. 4

Tabel 3.3 Jenis-Jenis Anestesi Inhalasi

Page 23: fraktur mandibula

Sumber :  Dr.

H. erassmus

soerasdi,

buku saku

obat – obat

anestesi

sehari – hari.

Bandung. 

2010       

3.1.2.4           Pemantauan (monitoring )

Pemantauan selama operasi atau anestesi sangatlah penting untuk mengetahui adanya

kelainan sedini mungkin sehingga bisa diberikan pengobatan sebelum keadaan bertambah

berat. 4

Pemantaun meliputi:

1)    Monitoring Kardiovaskuler

 Nadi

Secara palpasi, dengan palpasi dapat diketahui frekuensi, isi, irama nadi.

 Tekanan darah :

Tekanan darah sistol dan diastol tidak boleh naik diatas 20% baseline atau turun 20%

dibawah baseline.

MAP ↓ merupakan tanda-tanda hipovolemia ;

MAP : Sistol + (2xDiastol)

3

MAP ↑ merupakan tanda; tachikardi, bradikardi, hypotensi.

 Kehilangan darah

Anestesi volatile MAC %

Enflurane 1,68

Isoflurane 1,12

Sevoflurane 2,05

N2O 105,2

O2

Page 24: fraktur mandibula

Jumlah perdarahan selama operasi dapat di taksir ( lebih bersifat teoritis ) dengan cara

menimbang kasa atau kain yang dipakai ditambah jumlah darah yang terkumpul. Kehilangan

darah harus diperhitungkan dengan cermat, pada orang dewasa dengan darah 10% masih bisa

ditolerir, jika lebih dari 20% dari volume darah maka dilakukan dengan resusitasi cairan atau

dengan transfusi darah. 5

2)   Monitoring pernafasan

Dapat dilakukan secara auskultasi. Harus diketahui jenis pernapasan apakah abdominal atau

kombinasi, juga dilihat otot – otot yang digunakan pada pernapasan. 4

  Frekuensi pernapasan

  Saturasi O2

  Keadaan penderita cyanosis atau tidak

  Warna darah dari luka operasi

3)    Monitoring suhu tubuh

Suhu tubuh dapat diukur lewat rektal, oral, esophagus dan lain - lain. Monitoring suhu tubuh

untuk menentuka pasien dalam keadaan hipotermi atau hipertermi pada intra operatif maupun

post operatif. Karena suhu tubuh akan sangat mempengaruhi keadaan pasien selama intra

operatif dalam pemberian agent voletille. Hipotermia merupakan komplikasi yang sering

terjadi pada pasien trauma, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas. 4

4)    Monitoring Fungsi Ginjal

Monitoring fungsi ginjal untuk mengetahui output urin seperti jumlah dan

warnanya, normalnya yaitu tiap 60 menit output > 30-50 ml. 4

3.1.2.5       Ekstubasi

Ekstubasi dilakukan bila reflek proteksi jalan nafas sudah kembali,pasien sudah

bernafas spontan dan adekuat serta pasien sudah dapat mengikuti perintah.

Page 25: fraktur mandibula

3.1.3        Pertimbangan Pasca Bedah

Pada akhir operasi, efek obat pelumpuh otot non depolarisasi direversed. Jika pasein

pada akhir operasi sudah dapat bernapas dengan baik maka tidak perlu mendapatkan

perawatan intensif. 4

Pasien disiapkan untuk mendapatkan perawatan dan pengawasan di ruang

pemulihan dengan analgetik pasca bedah yang kuat dengan menggunakan obat analgetik

golongan NSID (ketorolac), obat ini memiliki efikasi analgesia setara dengan morfin atau

pethidin dan penggunaan opioid bisa digunakan sebagai analgesia penolong dikarenakan

nyeri pasca bedah yang hebat bisa dirasakan oleh pasien. 4

3.1.3.1       Monitoring Pasca Bedah

Oksigenisasi dan observasi secara menyeluruh seperti :8

1)        Tanda – tanda vital

2)        Pengelolaan nyeri pasca bedah

3)        Perdarahan

4)        Mual – muntah

5)        Intake out put cairan

 Perhatian khusus pada tanda – tanda dini obstruksi jalan nafas.

 Batuk kuat harus segera dihindarkan sebab dapat menambah reaksi perdarahan

 Evaluasi pita suara sesudah pembedahan dapat menggunakan laringoskopi atau dengan

bertanya kepada pasien menyebutkan huruf “e”.

 Selama di ruangan RR ( recovery room ) dinilai juga tingkat pulih sadar, untuk kriteria

pemindahan ke ruang perawatan di nilai menggunakan aldrete score. Penilaian

dengan aldrete scorePasien diperbolehkan pindah dari ruang  recoverey room ( RR )skor total

8 - 10 ke ruang perawatan dan Apabila nilai skoring < 6 pasien masuk ke ruangan intensive

care unit       ( ICU ).

Kriteria penilaian Aldrete score  :8

1)        Idealnya pasien diperbolehkan pindah dari ruang RR ke ruang perawatan apabila skor total

10 atau minimal > 8

Page 26: fraktur mandibula

2)        Apabila nilai skoring < 6 pasien masuk ke ruangan ICU

Tabel 3.4 Modifikasi Aldrete Score Postanestesi

Parameter Kriteria Score

Kesadaran

-                Bangun sadar penuh (menjawab

pertanyaan)

-                Bereaksi bila dipanggil (nama)

-                Tidak bereaksi

2

1

0

Respirasi

-                Mampu bernafas dalam dan batuk

-                Pernafasan terbatas (jalan nafas aman)

-                Apnoe (ada sumbatan jalan nafas)

2

1

0

Sirkulasi

-                Perubahan TD + 20% dari preoperasi

-                Perubahan TD + 20 - 50% dari preoperasi

-                Perubahan TD > 50% dari preoperasi

2

1

0

Aktifitas

-                Mampu menggerakkan 4 ekstremitas

-                Mampu menggerakkan 2 ekstremitas

-                Tidak mampu menggerakkan ekstremitas

2

1

0

Oksigenasi

-                SpO2 > 92% dengan udara kamar

-                SpO2 > 90% dengan oksigen

-                SpO2 < 90% dengan oksigen

2

1

0

Page 27: fraktur mandibula

Berdasarkan Aldrete JA, Kronlik D: A postanesthetic recovery score. Anesth Analg 1970;49:924 and Aldrete JA: The post-anesthesia

recovery score revisited. J Clin Anesth 1995;7:89.