fraktur cruris
DESCRIPTION
bedah ortopediTRANSCRIPT
FRAKTUR CRURIS
I. PENDAHULUAN
Fraktur cruris banyak diakibatkan dari kecelakaan lalu lintas. Patah batang
tibia dan fibula yang lazim disebut patah tulang kruris merupakan fraktur yang
sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya. Periost yang
melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit
sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser.
Karena berada langsung di bawah kulit, sering ditemukan juga fraktur terbuka.
II. ANATOMI REGIO CRURIS
Regio cruris atau tungkai bawah terdiri atas 2 tulang utama yaitu os tibia
dan os fibula.
INNERVASI
Tungkai dipersyarafi dari plexus lumbalis dan plexus sakralis.
Untuk tungkai bawah sendiri diinnervasi oleh :
- N. saphenus, merupakan cabang dari n.femoralis divisi posterior. Boleh
dianggap sebagai lanjutan dari n.femoralis. Nervus ini melanjutkan diri ke
distal untuk menginnervasi kulit tungkai bawah dan sisi medial dari kaki,
kecuali bagian medial dari ibujari kaki.
- N. cutaneus femoris posterior, nervus ini keluar dari pelvis melalui foramen
ischiadicum minor disebelah dorsal dari n.ischiadicum. Nervus ini turun
kebawah pada pertengahan dari regio femoris posterior sampai bagian atas dari
tungkai bawah. Pada saat melintasi gluteal fold, nervus ini memberikan rami
perinealis untuk menginnervasi kulit medial paha dan kulit perineum
sekitarnya
- N. cuteneus surae lateralis, nervus ini merupakan cabang-cabang dari n.
peroneus communis. Nervus cutaneus surae lateralis memberi innervasi untuk
kulit bagian anterior, posterior dan lateral tungkai bawah bagian proximal
N.peroneus communis berasal dari L4, L5, S1, S2. Nervus ini menginnervasi
compartment anterior dan lateral dari tungkai bawah serta menginnevasi
sebagian kulit dari dorsum pedis. Nervus ini berasal dari divisi lateralis
1
n.ischiadicum setinggi fossa poplitea dimana nervus ini akan mengikuti tepi
medial dari tendon m.biceps femoris yang pada orang hidup dapat diraba bila
tungkai dalam keadaan flexi. Setelah meninggalkan fossa poplitea maka nervus
ini berjalan diatas caput lateralis m.gastrocnemeus dan soleus dan selanjutnya
melingkari collum fibulae dan masuk ke peroneus longus dimana nervus ini
pecah menjadi r. superficialis dan r.profundus. N.peroneus communis sewaktu
berjalan mengitari collum fibulae dia berjalan dibawah kulit, sehingga nervus
ini ditempat tersebut mudah mengalami kerusakan akibat trauma, dan bila ini
terjadi maka penderita akan mengalami apa yang disebut sebagai foot drop,
sebagai akibat paralise dari otot-otot extensor tungkai bawah. Oleh karena
m.peroneus juga terkana maka eversi dari kaki akan terganggu..
- N. peroneus superficialis, nervus ini merupakan cabang dari n.fibularis
comunis. Nervus ini menginnervasi m.peroneus brevis dan longus selanjutnya
dia keluar setelah menembus fascia profundus pada perbatasan sepertiga
tengah dari sepertiga distal tungkai bawah. Kemudian menginnervasi kulit
bagian anterior 1/3 distal tungkai bawah, dorsum pedis, semua jari kaki kecuali
celah interdigiti I dan bagian lateral dari jari kelingking.
- N. peroneus profundus, nervus ini merupakan cabang dari n.fibularis
communis.Nervus ini masuk kompartemen extensor dengan jalan menembus
ke dalam m.extensor digitorum longus. Setelah nervus ini menginnervasi otot
dikompartemen anterior tungkai bawah selanjutnya menuju dorsum pedis
dimana selanjutnya pecah menjadi ramus medialis dan lateralis. Ramus
lateralis kemudian masuk kedalam m.extensor digitorum brevis untuk
menginervasi otot tersebut dan selanjutnya dia juga memberi anyaman untuk
articulation tarsalis. Ramus medialis pergi menuju celah interdigiti I untuk
menginnervasi kulit disekitar celah tersebut.
- N. cutaneus surae medialis dan n.suralis, nervus ini merupakan cabang dari
n.tibialis. N.tibialis menginnervasi otot-otot compartemen posterior dari
tungkai bawah dan telapak kaki. N.tibialis berasal dari divisi ventralis
L4,L5,S1,S2,S3 dan merupakan divisi medial dari n,ischiadicus. Di fossa
poplitea nervus ini memberi cabang-cabang termasuk n.cutaneus surae
medialis dan n.suralis. Nervus-nervus ini bergabung dengan n.communicates
2
peronei. Nervus ini berjalan bersama v.saphena parva disebelah dorsal dari
malleolus lateralis selanjutnya menginnervasi kulit bagian lateral dari kaki dan
sisi lateral dari jari kaki V.
Inervasi pada regio cruris
FASCIA
Otot flexor tungkai bawah dalam suatu ruangan yang disebut
compartemen osteofacial yang disebelah dorsal dibatasi fascia latae, disebelah
ventral oleh margo posterior tibia, membrane interossea dan margo posterior
fibulae.
3
Seperti pada tungkai atas, otot pada tungkai bawah juga terdiri atas tiga
kelompok otot yang terdapat disebelah anterior (kompartemen anterior)
merupakan kelompok otot yang berfungsi sebagai ekstensor kaki, kelompok
lateral (kompartemen lateral) yang secara embrional merupakan otot extensor dan
kelompok otot disebelah posterior (kompartemen posterior) yang berfungsi
sebagai otot flexor kaki. Kelompok extensor diinervasi oleh n.peroneus
profundus, kelompok peroneus oleh n.peroneus superficialis dan otot flexor
diinervasi oleh n.tibialis.
Kelompok/kompartemen otot tungkai bawahA. REGIO CRURIS ANTERIOR
Gerakan-gerakan kaki & tumit: • eversi- inversi• dorsoflexi-plantar flexi
OTOT-OTOT CRURIS ANTERIOR
Otot Origo Insertio Fungsi
M. Tibialis anterior
Sebelah proximal ujung tibia (dibawah condylus lateralis), fascia lateralis tibia (2/3 bagian atas), membrane interossea, fascia cruris
Basis metatarsal I (tepi medial), os cuneiforme mediale (permukaan plantar)
Dorso flexi, inverse kaki
M. extensor hallucis longus
Facies medularis fibula (2/3 bagian distal), membrane interossea, facies cruris
Basis phalanx distalis hallucis, phalanx dasar
Extensor jari kaki,dorso flexor dan evertor kaki
M.Extensor digitorum longus
Sebelah proximal ujung tibia (dibawah condylus lateralis), margo anterior fibula, membrane interossea cruris, septum interossea cruris, septum intermusculare cruris anterius, fascia cruris.
Aponeurosis dorsalis empat jari kaki lateralis
Extensor ibujari kaki,dorso flexi kaki
4
VASCULARISASI :
Regio cruris anterior divascularisasi oleh cabang-cabang a.tibialis anterior yaitu
a.reccurent tibialis anterior, a.reccurent tibialis posterior, a.malleolaris anterior
medialis dan a.malleolaris anterior lateralis.
A. Tibialis Anterior bercabang
A. reccurent tibialis anterior A. malleolaris anterior medialis
A. reccurent tibialis posterior A. malleolaris anterior lateralis
Beranastomose dgn cabang-cabang Beranastomose dengan
R. articularis a. popliteaA. tibialis posterior A. dorsalis pedis
A. peronealisA. tibialis merupakan salah satu cabang akhir dari a.popliea, arteri ini
dipercabangkan setinggi tepi caudal dari m.popliteus. Arteri ini setelah
dipercabangkan akan masuk diantara kedua caput origo m.tibialis posterior dan
selanjutnyamelalui lubang yang terdapat dimembrana interossea, kemudian
menuju kompartemen ekstensor dari tungkai bawah. Arteri ini turun ke caudal
disebelah ventral dari membrana interossea diantara extensor digitorum longus
dan m.extensor hallucis longus, sampai sepertiga distal tungkai bawah. Pada
sepertiga tungkai bawah, arteri ini disilang dari arah lateral oleh tendon dari
m.extensor digitorum longus . Setelah itu arteri ini berjalan superficial disebelah
ventral tibia, tempat ini adalah tepat yang tepat untuk meraba denyut a.tibialis
anterior. Oleh karena itu arteri tersebut dapat ditekan terhadap os tibia. Arteri ini
berakhir dipertengahan kedua malleoli dan melanjutkan diri menjadi a.dorsalis
pedis disebelah caudal dari retinaculum extensor inferior. Selain memberi cabang
untuk kulit dan otot, a.tibialis posterior memberi cabang-cabang : a.reccuren
tibialis anterior dan posterior, kedua arteri ini naik keatas dan beranastomose
dengan ramus articularis a.poplitea disekitar articulatio genu, a.malleolus anterior
5
medialis dan lateralis, kedua arteri ini beranastomose dengan cabang-cabang dari
a.tibialis posterior, a.peronealis dan a.dorsalis pedis.
INNERVASI :
Regio cruris anterior diinnervasi oleh N.peroneus profundus
B. REGIO CRURIS LATERALIS
OTOT-OTOT REGIO CRURIS LATERALIS
Otot Origo Insertio FungsiM.Peroneus longus
Caput fibulae,facies lateralis fibulae dan margo posterior fibulae (dua pertiga proximal). Septa intermuscularis cruris anterius dan posterius
Tuberositas ossis metatarsal I (II), os cuneiforme intermedium (permukaan plantar)
Plantar flexor,
evertor kaki
M.Peroneus brevis
Facies lateralis fibulae dan margo anterior fibulae (setengah bagian distal), septa intermuscularis cruris anterior dan posterior
Tuberositas ossis metatarsal V, jalur tendo sampai ke jari kelingking kaki
Plantar flexor,
evertor kaki
INNERVASI : Regio cruris lateralis di innervasi oleh n.peroneus superficialis
C. REGIO CRURIS POSTERIOR
OTOT-OTOT REGIO CRURIS POSTERIOR
- Otot superficialis : m.gastrocnemeus, m.soleus, m.plantaris (Tricep surae)
- Otot profundus : m.popliteus, m.tibialis posterior, m.flexor digitorum longus,
m.flexor hallucis longus
VASCULARISASI
Regio cruris posterior di vascularisasi oleh cabang-cabang dari a.tibialis posterior,
yaitu: R.Circumflexa fíbula, A.Peronea, A.Nutricia tibiae, A.Malleolaris posterior
medialis, R.Calcanei medialis
Arteri tibialis posterior lebih besar dari a.tibialis anterior. Arteri ini mulai
dari tepi caudal a.poplitea sampai pertengahan antara malleolus medialis dimana
arteri ini pecah jadi 2, yaitu a.plantaris medialis dan a.plantaris lateralis. Cabang-
cabangnya : A.Nutricia tibiae, selain untuk meberikan cabang untuk otot dan kulit
arteri ini memberikan cabang nutrisi untuk os tibia, dan ini adalah a.nutricia yang
paling besar dalam tubuh manusia, a. peronealis, arteri ini dipercabangkan kurang 6
lebih 4 cm distal dari percabangana.poplitea dan arteri ini merupakan pemberi
vascularisasi utama untuk kompartemen peroneus. Arteri ini masuk jauh kedalam
menuju m.flexor hallucis longus dan melingkari os.fibulae.Disebelah proximal
dari tumit arteri ini meninggalkan m.flexor hallucis longus dan pecah menjadi
ramus anterior dan posterior. Ramus anterior menembus membrane interossea dan
aberanastomose dengan cabang dari a.tibialis anterior dan a.dorsalis pedis. Raus
posterior pergi menuju malleolus lateralis untuk beranastomose dengan cabang
dari a.tibialis posterior dan a.plantaris lateralis.
INNERVASI
Regio cruris posterior diinnervasi oleh N.Tibialis
A. Tibialis Posterior A. plantaris medialis Pecah jadi 2
A. Plantaris lateralis A. nutricia tibiae Cabangnya Masuk dlm m. flexor hallucis longus
A. peronealis melingkari os fibula
Pecah menjadi :
R. Anterior, menembus membrana interossea dan beranastomose dengan - cabang a. Tibialis anterior - a. Dorsalis pedis R. Posterior R. posterior Beranastomose dengan cabang A. tibialis posterior
A. plantaris lateralis
7
8
9
III. FRAKTUR CRURIS
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur pada tungkai bawah meliputi fraktur tibia dan fibula. Dari kedua
tulang tersebut, hanya tulang tibia yang digunakan sebagai penahan beban
tubuh/weightbearing bone. Fraktur pada tulang tibia umumnya berhubungan
dengan fraktur fibula, sebab kekuatan tulang tibia dipengaruhi membrane
interossea fibula.
Kulit dan jaringan subcutan sangat tipis pada tibia anterior dan medial dan
hal ini menyebabkan sejumlah fraktur yang terjadi pada cruris adalah fraktur
terbuka. Bahkan jika terjadi close fraktur, jaringan lunak ikut terkena. Fibula
dilindungi dengan baik oleh jaringan lunak, kecuali malleolus lateralis.
Fraktur dari os tibia dan fibula meliputi Fraktur plateau tibia, fraktur spina tibia,
fraktur separasi epifisis tibia proksimal, fraktur ujung proksimal fibula, fraktur
tibia dan fibula (fraktur cruris), fraktur fibula saja, fraktur tibia saja, fraktur
separasi pada epifisis fibula distal dan tibia distal.
3.1 FRAKTUR PLATEAU TIBIA
Mekanisme cedera
Fraktur plateau tibia disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama-
sama dengan pembebanan aksial (kekuatan valgus saja mungkin hanya
menyebabkan robeknya ligamen). Keadaan ini kadang-kadang akibat pejalan kaki
tertabrak mobil (oleh sebab itu diberi istilah “fraktur bemper”); biasanya ini akibat
jatuh dari ketinggian dimana lutut dipaksa masuk ke dalam valgus atau varus.
Kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan, yang
tetap utuh. Pasien biasanya berumur antara 50-60 tahun dan sedikit mengalami
osteoporosis, tetapi fraktur dapat terjadi pada orang dewasa pada setiap umur.
10
Gambaran klinik
Lutut membengkak dan mungkin mengalami deformitas. Memar biasanya
luas dan jaringan terasa seperti adonan karena hemartrosis. Pemeriksaan secara
hati-hati (atau pemeriksaan di bawah anestesi) dapat menunjukkan ketidakstabilan
medial atau lateral. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa dengan cermat untuk
mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera pembuluh darah atau neurologik.
Sinar-X
Sinar-X anteroposterior, lateral dan oblik biasanya dapat memperlihatkan
fraktur, tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran mungkin tidak terlihat jelas
tanpa tomografi. Foto tekanan (di bawah anestesi) kadang-kadang bermanfaat
untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi. Bila kondilus lateral remuk, ligamen
medial sering utuh; tetapi bila kondilus medial remuk, ligamen lateral sering
terobek.
Dalam perencanaan terapi, perlu dipisahkan beberapa tipe fraktur yang
berbeda, yang terdiri dari 6 pola dasar :
Tipe 1 – fraktur biasa pada kondilus tibia lateral. Pada pasien yang lebih muda
yang tidak menderita osteoporosis berat, mungkin terdapat retakan vertikal
dengan pemisahan fragmen tunggal. Fraktur ini mungkin sebenarnya tidak
bergeser, atau jelas sekali tertekan dan miring. Kalau retakannya lebar, fragmen
yang lepas atau meniskus lateral dapat terjebak dalam celah.
11
Tipe 2 – peremukan kominutif pada kondilus lateral dengan depresi pada
fragmen. Tipe fraktur ini paling sering ditemukan dan biasanya terjadi pada orang
tua dengan osteoporosis.
Tipe 3 – peremukan kominutif dengan fragmen luar yang utuh. Fraktur ini mirip
dengan tipe 2, tetapi segmen tulang sebelah luar emberikan selembar permukaan
sendi yang utuh. Fragmen yang tertekan dapat melesak ke dalam tulang
subkondral.
Tipe 4 – fraktur pada kondilus tibia medial. Ini kadang-kadang akibat cedera
berat, dengan perobekan ligamen kolateral lateral.
Tipe 5 – fraktur pada kedua kondilus, dengan batang tibia melesak di antara
keduanya.
Tipe 6 – kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus, biasanya akibat daya aksial
yang hebat.
Terapi
Terapi dengan traksi dapat dilakukan dengan sederhana saja dan sering
menghasilkan fungsi lutut yang baik, tetapi sering tersisa sedikit angulasi. Di lain
pihak, obsesi untuk membedah untuk pemulihan permukaan yang hancur dapat
menghasilkan penampilan sinar-X yang baik-dan kekakuan lutut.
Fraktur yang tak bergeser atau yang sedikit bergeser.
Hemartrosis diaspirasi dan pembalut kompresi dipasang. Tungkai diistirahatkan
pada mesin gerakan pasif kontinyu CPM) dan gerakan lutut dimulai. Segera
setelah nyeri dan pembengkakan akut telah mereda (biasanya dalam seminggu),
gips-penyangga berengsel dipasang dan pasien diperbolehkan menahan beban
sebagian dengan kruk penopang. Pembebanan bebas ditunda hingga fraktur telah
sembuh (6-8 minggu).
12
Tipe 1 – fraktur yang bergeser
Fragmen kondilus yang besar harus benar-benar direduksi dan difiksasi
pada posisinya. Ini terbaik dilakukan dengan operasi terbuka.
Tipe 2 – fraktur kominutif
Pada dasarnya ini adalah fraktur kompresi, mirip dengan fraktur kompresi
vertebra. Kalau depresi ringan (kurang dari 5 mm) dan lutut bukan tak stabil, atau
pasien telah tua dan lemah atau mengalami osteoporosis, fraktur diterapi secara
tertutup dengan tujuan memperoleh kembali mobilitas dan fungsi dan bukannya
restitusi anatomis. Setelah aspirasi dan pembalutan kompresi, traksi rangka
dipasang lewat pen berulir melalui tibia, 7 cm di bawah fraktur. Kondilus dicoba
untuk dibentuk, lutut kemudian difleksikan dan diekstensikan beberapa kali untuk
”membentuk” tibia bagian atas pada kondilus femur yang berlawanan. Kaki
diletakkan pada bantal dan dengan 5 kg traksi, latihan aktif harus dilakukan setiap
hari. Pilihan lainnya, lutut dapat diterapi sejak permulaan dengan mesin CPM,
untuk semakin meningkatkan rentang gerakan; seminggu setelah terapi ini
penggunaan mesin itu dihentikan dan latihan aktif dimulai. Segera setelah fraktur
”lengket” (biasanya setelah 3-4 minggu), pen traksi dilepas, gips-penyangga
berengsel dipasang dan pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.
Pembebanan penuh ditunda selama 6 minggu lagi.
Pada pasien muda dengan fraktur tipe 2, terapi ini mungkin dianggap
terlalu konservatif, dan reduksi terbuka dengan peninggian plateau dan fiksasi
internal sering menjadi plihan. Pasca operasi lutut diterapi dengan mesin CPM;
setelah beberapa hari, latihan aktif dimulai dan setelah 2 minggu pasien dibiarkan
bangun dengan gips-penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu.
Pasca operasi lutut diterapi pada mesin CPM setelah beberapa hari.
Tipe 3 – kominusi dengan fragmen lateral yang utuh
Prinsip terapinya mirip dengan prinsip yang berlaku untuk fraktur tipe 2.
Tetapi, fragmen lateral dengan kartilago artikular yang utuh merupakan
permukaan yang berpotensi mendapat pembebanan, maka reduksi yang sempurna
lebih penting. Cara ini kadang-kadang dapat dilakukan secara tertutup dengan
traksi yang kuat dan kompresi lateral; kalau ini berhasil, fraktur diterapi dengan
traksi atau CPM. Kalau reduksi tertutup gagal, reduksi terbuka dan fiksasi dapat
13
dicoba. Pasca operasi latihan dimulai secepat mungkin dan 2 minggu kemudian
pasien dibiarkan bangun dalam gips-penyangga yang dipertahankan hingga
fraktur telah menyatu.
Tipe 4 – fraktur pada kondilus medial
Fraktur yang sedikit bergeser dapat diterapi dalam gips-penyangga. Kalau
fragmen nyata sekali bergeser atau miring, reduksi terbuka dan fiksasi
diindikasikan. Kalau ligamen lateral juga robek, ini harus diperbaiki sekaligus.
Fraktur tipe 5 dan 6, adalah cedera berat yang menambah resiko sindroma
kompartemen. Fraktur bikondilus sering dapat direduksi dengan traksi dan pasien
kemudian diterapi seperti pada cedera tipe 2. Fraktur yang lebih kompleks dengan
kominusi berat juga lebih baik ditangani secara tertutup, meskipun traksi dan
latihan mungkin harus dilanjutkan selama 4-6 minggu hingga fraktur cukup
”lengket” untuk memungkinkan penggunaan gips-penyangga. Kalau terdapat
beberapa fragmen yang dengan jelas bergeser, fiksasi internal (dengan plat yang
dipasang di bagian medial dan lateral) dapat dibenarkan.
REDUKSI TERBUKA DAN FIKSASI
Fraktur plateau sulit direduksi dan difiksasi: terapi operasi hanya
dilakukan kalau tersedia seluruh jens implan (dan pengalaman pembedahan ang
diperlukan).
Melalui insisi parapatela longitudinal, kapsul sendi dibuka. Tujuannya
adalah mempertahankan meniskus sambil sepenuhnya membuka plateau yang
mengalami fraktur; ini terbaik dilakukan dengan memasuki sendi melalui insisi
kapsul melintang di bawah eniskus. Fragmen besar tunggal dapat direposisi dan
dipertahankan dengan sekrup kanselosa dan ring tanpa banyak kesulitan. Fraktur
tekanan yang kominutif harus ditinggikan dengan mendorong massa yang
terpotong-potong ke atas, permukaan osteoartikular kemudian disokong dengan
membungkus daerah subkondral dengan cangkokan kanselosa (diperoleh dari
kondilus femur atau krista iliaka) dan dipertahankan di tempatnya dengan
memasang plat penunjang yang sesuai dengan kontur dan sekrup pada sisi tulang
itu. Kecuali kalau robek, meniskus harus dipertahankan dan dijahit lagi di
tempatnya ketika kapsul diperbaiki.
14
Pasca operasi tungkai ditinggikan dan dibebat hingga pembengkakan
mereda, gerakan dimulai secepat mungkin dan dianjurkan melakukan latihan aktif.
Pada akhir minggu keempat pasien biasanya dapat diperbolehkan dalam gips-
penyngga, menahan beban sebagian dengan penopang, penahanan penuh
dilanjutkan bila penyembuhan telah lengkap.
Komplikasi
Dini
Sindroma kompartemen
Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak perdarahan dan resiko
munculnya sindroma kompartemen. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa secara
terpina untuk mencari tanda-tanda iskemia.
Lanjut
1. Kekakuan sendi
Pada fraktur kominutif berat, dan setelah operasi kompleks, terdapat
banyak resiko timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan menghindari
imobilisasi gips yang lama dan mendorong dilakukannya gerakan secepat
mungkin.
2. Deformitas
Deformitas valgus atau varus yang tersisa amat sering ditemukan – baik
karena reduksi fraktur tak sempurna ataupun karena, meskipun telah direduksi
dengan memadai, fraktur mengalami pergeseran ulang selama terapi. Untungnya,
deformitas yang moderat dapat memberi fungsi yang baik, meskipun pembebanan
berlebihan pada satu kompartemen secara terus-menerus dapat menyebabkan
predisposisi untuk osteoartritis di kemudian hari.
3. Osteoartritis
Bertentangan dari kepercayaan umum, osteoartritis bukanlah akibat jangka
panjang yang lazim dari terapi konservatif. Lansinger dkk, dalam tindak lanjut
pada serangkaian kasus besar yang dipantau selama 20 tahun, melaporkan hasil
yang sangat baik atau baik pada 90% pasien bila tidak ada ketidakstabilan
ligamentum atau depresi yang nyata. Sekalipun penampilan sinar-X menunjukkan
osteoartritis, lutut mungkin tidak terasa nyeri. Tetapi kalau timbul osteoartritis
15
yang nyeri dan kondilus lateral terdepresi, operasi rekonstruktif dapat
dipertimbangkan.
3.2 FRAKTUR SPINA TIBIA
Biasanya disebabkan keadaan valgus yang parah atau stres valrus. Bisa juga
disebabkan oleh twist injury. Keadaan tersebut menyebabkan kerusakan pada
ligamen lutut dan fraktur pada spina tibia. Fraktur ini termasuk dalam traction
injury.
Patologi Anatomi
Fragmen tulang yang terlepas mungkin tidak bergesar, ditahan oleh jaringan lunak
atau bisa juga sedikit bergeser, dimana bagian anterior sedikit terangkat. Atau bisa
juga bagian fragmen tulang benar-benar terlepas. Karena permukaan artikular
ditutupi oleh kartilago, yang mana tidak tampak pada x-ray, gambaran yang
terlihat akan terlihat lebih kecil dibandingkan kenyataannya.
Gambaran Klinis
Pasien, yang biasanya anak kecil atau remaja, datang dengan keluhan bengkak dan
lutut tidak bisa digerakkan. Sendi terasa tegang, nyeri tekan, pucat dan saat
dilakukan aspirasi tampak gambaran haemarthoris. Selain itu juga ada
kemungkinan cedera pada ligamen, sehingga disarankan untuk melakukan test
terhadap kestabilan valgus dan valrus serta kelemahan ligamen cruciate.
Penatalaksanaan
Dengan pemberiaan anestesi, sendi diaspirasi dan dimanipulasi secara lembut ke
dalam keadaan ekstensi penuh. Sering fragmen kembali ke posisinya dan
gambaran x-ray memperlihatkan kalau fraktur reduksi. Asalkan lutut ekstensi
16
penuh, elevasi fragmen kecil masih bisa diterima. Apabila lutut tidak bisa ekstensi
atau fragmen tulang tetap bergeser, maka disarankan untuk melakukan operasi.
3.3 FRAKTUR SEPARASI EPIFISIS TIBIA PROKSIMAL
Cedera pada epifisis tibia proksimal sangat jarang (3% dari fraktur epifisis
ekstremitas bawah). Cedera jarang terjadi karena adanya bypass ligament lutut
pada epifisis proksimal tibia. Epifisis proksimal tibia menjadi terpisah dari
metafisis tetapi pembuluhnya biasanya tidak rusak sehingga pertumbuhan tidak
terganggu.
Frekuensi terjadinya fraktur berdasarkan derajat Salter Haris:
- SH type I: 15 %;
- SH type II: > 40 %;
Merupakan fraktur yang paling sering terjadi.
Biasanya terjadi pada anak kecil dan remaja
- SH type III > 20 %;
- SH type IV > 15%
- SH type-V: 2 %
Mekanisme Cidera
Dorongan hiperekstensi yang menyebabkan pergeseran metafisi tibia ke arah
posterior. Dorongan fleksi juga bisa menyebabkan Salter-Harris type 2 atau 3.
Dengan pertumbuhan, fisis dari proksimal tibia menyatu asimetris dari posterior
ke anterior dan dorongan flesi akan menyebabkan fraktur ke arah anterior dimana
fisis masih membuka.
Gambaran Klinis
- Nyeri, bengkak, dan gerakan ekstensi dan fleksi sendi lutut yang terbatas
- Hati-hati terjadinya compartment syndrome
- Nyeri tekan
- Pergeseran posterior dari metafisis tibia proksimal akan terlihat dan teraba.
17
Gambaran Ragiografi
Fraktur yang tidak bergeser mungkin tidak terlihat pada foto AP/Lateral sehingga
perlu dipertimbangkan foto obligue. Garis fraktur bisa memanjang ke atas melalui
episfisis atau ke arah distal menuju metafisis. CT-Scan dan MRI sangat mebantu.
Penatalaksanaan
Biasanya untuk frakture SH type 1 dan 2, dilakukan reduksi tertutup dan
immobilisasi. Sedangkan tuntuk SH type 3 ke atas, dilakukan operasi.
3.4 FRAKTUR UJUNG PROKSIMAL FIBULA
Fraktur ini biasanya terjadinya akibatnya adanya eksternal rotasi . Ada
beberapa variasi pada pola fraktur proksimal fibula, baik supinasi ataupun ronasi.
Kaki mungkin bergerak relative dari pronasi ke supinasi saat cidera. Cidera bisa
disertai dengan avulsi malelus medialis atau ruptur ligamen deltoid, ruptut
anterior talofibular ligamen atau avulsi dari insersinya. Selain itu bisa disertai
ruptur ligamen interosseous, ruptur dari posteri tibiofibular ligamen atau fraktur
malleolar posterior.
Mekanisme Cidera
Cidera bisanya disebabkan oleh tekanan eksternal rotasi ke arah ankle dengan
transmisi tekanan melalui membran interosessous, yang mana dihantarkan melalui
frakture proksimal fibula.
Gambaran Radiografi
3.5 FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA (FRAKTUR CRURIS)
Karena terletak pada subkutan, tibia lebih sering mengalami fraktur dan
lebih sering mengalami fraktur terbuka dibandingkan tulang panjang lainnya.
18
Mekanisme cedera dan patologi
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik
pendek, biasanya pada tinga yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari
fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau
merobek kulit di atas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebabnya yang
paling lazim.
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko
komplikasinya berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak.
Tscherne menekankan pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera
jaringan lunak:
C0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa
C1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam
C2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur
berat
C3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman kompartemen
Untuk fraktur terbuka, digunakan penentuan tingkat menurut Gustilo. Tipe I
adalah fraktur biasa dengan luka sangat kecil yang bersih akibat perforasi oleh
tonjolan tulang yang kecil. Tipe II adalah fraktur yang cukup berat dengan
panjang luka lebih dari 1 cm tapi tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas. Tipe
19
III adalah cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dan terjadi
kontaminasi luka; kelompok ini selanjutnya dibagi lagi menjadi cedera dengan
jaringan lunak penutup yang masih memadai (IIIA), fraktur dengan kehilangan
kulit (IIIB) dan fraktur yang disertai dengan cedera arteri (IIIC). Tipe IIIC
biasanya membutuhkan perawatan multidisipliner. Insidens infeksi berkisar antara
1% untuk tipe I sampai 30% untuk tipe IIIC.
Waktu penyatuan rata-rata setelah imobilisasi berkisar antara 10 minggu
untuk fraktur “kecil” (terbuka atau tertutup) sampai 20 minggu untuk cedera yang
berat. Tetapi angka ini cenderung mengaburkan fakta bahwa fraktur tibia
memerlukan waktu 6 bulan atau lebih untuk menyatu.
Gambaran klinik
Cedera terjadi akibat gaya angulasi yang menyebabkan garis fraktur
transversal atau miring, kadang dengan fragmen kominutif. Tenaga rotasi dapat
terjadi pada olahragawan seperti pemain bola. Gambaran klinisnya berupa
pembengkakan dan karena kompartemen otot merupakan system yang tertutup,
dapat terjadi sindrom kompartemen dengan gangguan vaskularisasi kaki. Gejala
yang lain tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi, juga
ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan. Kulit mungkin tidak rusak atau robek
dengan jelas, kadang kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan
terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki
biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi
memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba
untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien
diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu
dilakukan penentuan beratnya cedera.
Sinar-X
Gambaran radiologis harus memenuhi persyaratan foto rontgen untuk
menghindari k diagnosis. Fraktur harus dibidai sebelum pemeriksaan radiologis
guna mengurangi rasa nyeri dan menghindari patah tulang menjadi terbuka dan
kerusakan jaringan yang berlebihan lainnya.
20
Fraktur spiral biasanya terjadi pada 1/3 bagian bawah batang tibia; fraktur
fibula juga berbentuk spiral dan biasanya pada tingkat yang lebih tinggi; sering
terdapat pergeseran lateral, tumpang tindih dan pemuntiran keluar di bawah
fraktur.
Pada fraktur melintang kedua tulang patah pada tingkat yang sama, dan
mungkin terdapat pergeseran, kemiringan atau pemuntiran pada setiap arah;
kadang terdapat fragmen “kupu-kupu” berbentuk segitiga yang terpisah.
Terapi
Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia.
Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah dilihat dan
dikoreksi. Pemendekan tulang dari 1 cm tidak menjadi masalah karena akan
dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian,
pemendekan sebaiknya dihindari. Patah tulang kruris harus selalu dirawat dengan
tungkai letak tinggi.
Terapi pada fraktur tertutup
Prinsip terapi adalah:
1. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit
2. Mencegah atau sekurang-kurangnya mengetahui pembengkakan
kompartemen
3. Memperoleh penjajaran (alignment) fraktur
4. Untuk memulai pembebanan dini (pembebanan membantu penyembuhan)
5. Memulai gerakan sendi secepat mungkin
Prioritas yang pertama adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak.
Meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kontusio jaringan lunak yang
luas dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada
ancaman sindroma kompartemen, fasiotomi perlu segera dilakukan.
1. Terapi tertutup
Sebagian besar fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan lunak atau
sedang (cedera C0 dan C1, dan beberapa cedera C2) dapat diterapi secara tertutup.
Kalau fraktur tak bergeser atau sedikit bergeser, gips panjang dari paha atas
sampai leher metatarsal dipasang dengan posisi lutut sedikit berfleksi dan
21
pergelangan kaki pada posisi sudut siku-siku (fraktur pergeseran pada fibula tak
penting dan dapat diabaikan). Kalau fraktur bergeser, ini dapat direduksi di bawah
anestesi umum dengan pengawasan sinar-X. Aposisi tidak perlu lengkap tetapi
penjajaran harus mendekati sempurna (angulasi tak lebih dari 7 derajat) dan rotasi
benar-benar sempurna. Gips panjang dipasang seperti pada fraktur tak bergeser
(tetapi perhatikan bahwa kalau penempatan pergelangan kaki pada 0 derajat
menyebabkan fraktur bergeser, beberapa derajat ekuinus dapat diterima). Posisi
dicek dengan sinar-X, tingkat angulasi yang kecil masih dapat dikoreksi dengan
membuat potongan melintang pada gips dan menekannya ke dalam posisi yang
lebih baik. Tungkai ditinggikan dan pasien dobservasi selama 48-72 jam. Kalau
terdapat banyak pembengkakan, gips dibelah.
Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu:
1. Cara long leg plaster. Gips dipasang mulai dari pangkal jari kaki sampai
proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral, sedang posisi
lutut dalam fleksi 15-20°.
2. Cara Sarmiento. Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai di atas sendi
talokrural dengan molding sekitar maleolus. Setelah kering segera dilanjutkan
ke atas sampai 1 inchi di bawah tuberositas tibia dengan molding pada
permukaan anterior tibia. Gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patella.
Pasien dengan tingkat cedera 0 atau 1 biasanya diperbolehkan bangun (dan
pulang) pada hari kedua atau ketiga, diberi sedikit sekali pembebanan dengan
bantuan kruk penopang. Pasien dengan cedera yang lebih berat perlu diawasi
selama beberapa hari sampai dapat dipastikan tidak ada ancaman komplikasi;
sesudah itu penahanan beban sebagian diperbolehkan.
Setelah 2 minggu posisi dicek dengan sinar-X. Gips dipertahankan (atau
diperbarui kalau sudah longgar) hingga fraktur menyatu – dimana pada anak-anak
memakan waktu 8 minggu tetapi pada orang dewasa jarang dibawah 16 minggu.
Pemasangan gips secara dini mungkin tidak bijaksana kalau kelangsungan
hidup kulit meragukan, pada kasus ini akan bermanfaat bila dipasang traksi
selama beberapa hari sebagai tindakan pendahuluan.
Kaidah dan pedoman untuk penanganan gips pada patah tulang tungkai
bawah:
22
- Penderita harus jalan sedini mungkin
- Pembebanan patah tulang merupakan rangsangan proses penyembuhan
- Gips tidak boleh dibebani sebelum kering betul
- Gips tidak boleh dibuka sebelum penderita dapat berjalan tanpa nyeri
2. Latihan
Sejak awal, pasien diajar untuk melatih otot kaki, pergelangan kaki dan
lutut. Bila dia bangun, sepatu boot dengan alas “kursi goyang” dipasang, dan ia
diajarkan untuk berjalan secara benar. Bila gips dilepas, pembalut krep dipasang
dan pasien diberitahu bahwa dia dapat meninggikan dan melatih tungkai atau
berjalan dengan benar, tetapi dia tidak boleh membiarkannya menggantung.
3. Penyangga fungsional
Pada fraktur melintang (yang relatif stabil) setelah 3-4 minggu gips
panjang dapat diganti dengan gips (atau penyangga) fungsional di bawah lutut
yang dibentuk dengan cermat untuk menahan tibia bagian atas dan tendon patela.
Cara ini akan membebaskan lutut dan memungkinkan penahanan beban penuh.
4. Fiksasi rangka
Kalau sinar-X lanjutan memperlihatkan bahwa alignment fraktur tak
memuaskan, dan pembuatan baji gagal mengoreksinya, gips dapat dilepas dan
fraktur direduksi dan difiksasi. Fraktur dengan kontusio jaringan lunak atau
cedera pembuluh darah yang hebat, dan fraktur kominutif berat (cedera C2-C3),
lebih baik diterapi dengan fiksasi rangka sejak permulaan.
a. Fiksasi luar, adalah metode pilihan untuk fraktur yang tak stabil, fraktur oblik
panjang atau spiral dan fraktur kominutif hebat, dalam kasus ini pembebanan
harus ditunda hingga penyatuan fraktur membaik.
b. Pemasangan paku intramedula tertutup, lebih baik untuk fraktur melintang
yang dapat direduksi dan dikaitkan di bawah penguat foto. Kalau digunakan
sekrup pengunci, indikasi dapat diperluas ke fraktur yang lebih tak stabil.
c. Sekrup logga antar frame, kadang bermanfaat untuk mempertahankan fraktur
spiral panjang, tetapi plat netralisasi harus ditambahkan dan kaki masih perlu
diimobilisasi dalam gips.
23
d. Plat fiksasi, terbaik untuk fraktur metafisis yang tak cocok dipasangi paku.
Tetapi, pada prosedur terbuka ini, resiko infeksi jauh lebih besar, prosedur ini
tidak boleh digunakan untuk cedera C2 atau C3.
e. Pemasangan paku “elektif”. Apakah pemasangan paku intramedula tertutup
harus digunakan secara rutin untuk fraktur yang tanpa komplikasi, ha lini
masih sangat kontroversial. Pihak yang setuju menyatakan bahwa cara ini
banyak memperpendek masa ketidakaktifan dan sangat mengurangi
kemungkinan deformitas angulasi dan kekakuan sendi bila dibandingkan
dengan terapi tertutup. Selain itu, dengan metode pemasangan paku tertutup
yang modern, laju komplikasi akan rendah. Fraktur direduksi di bawah
kendali fluoroskopik. Tibia dibuka pada ujung proksimalnya melalui insisi
kecil sedikit di atas dan medial terhadap tuberkel tibia. Pembantu yang lentur
dan berujung tumpul disisipkan melalui korteks ke dalam saluran medula
melewati fraktur (pengawasan dengan sinar-X sangat diperlukan). Reamer
yang makin lama makin besar dimasukkan lewat pemandu untuk memperoleh
diameter yang dikehendaki. Kemudian paku yang terpilih disisipkan di atas
pemandu dan didorong masuk. Pemandu lalu ditarik. Jika perlu sekrup
pengunci ditambahkan.
5. Penanganan pasca operasi
Setelah pemasangan paku pada fraktur oblik pendek atau melintang,
pembebanan dapat dimulai dalam beberapa hari, ditingkatkan ke pembebanan
penuh bila telah terasa nyaman.
Setelah pemasangan plat, pembebanan sebagian hanya diperbolehkan
selama 6-8 minggu; sesudah itu pembebanan penuh dapat dilakukan jika gips
pelindung digunakan.
Setelah fiksasi luar hanya pembebanan sebagian yang diperbolehkan
hingga tanda timbulnya kalus terlihat pada pemeriksaan sinar-X. Kemudian alat
itu didinamisasi dan dilakukan pembebanan yang semakin meningkat, dipandu
oleh rasa nyaman. Setelah 6-8 minggu (kadang lebih) alat ini dilepas dan dipasang
gips atau brace penahan tendon patela dan dipakai hingga fraktur berkonsolidasi.
Kalau tidak ada penyembuhan fraktur setola 8 minggu, gips sebaiknya dilepas dan
diganti dengan bantu fiksasi internal tertentu dengan pencangkokan tulang.
24
Terapi pada fraktur terbuka
Penanganan fraktur terbuka yang berat diwujudkan dalam kata-kata
berikut:
1. antibiotika
2. debridemen
3. stabilisasi
4. penundaan penutupan
5. penundaan rehabilitasi
Antibiotik dimulai dengan segera. Dilakukan debridemen pada luka dan luka
dibersihkan seluruhnya. Cedera tingkat 1 Gustilo dapat ditutup dengan sangat baik
dan kemudian diterapi seperti pada cedera tertutup. Luka yang lebih berat
dibiarkan terbuka dan diperiksa setelah 3 hari; kalau perlu, dilakukan debridemen
selanjutnya. Luka patah tulang terbuka tidak pernah boleh ditangani dengan
jahitan primer.
Fraktur perlu distabilkan. Hal ini terbaik dicapai dengan memasang
fiksator luar, sehingga luka dapat diperiksa dengan leluasa dan diterapi bila
diperlukan. Segera setelah ada kepastian bahwa luka itu bersih dan bergranulasi,
cedera dapat ditutup dengan penjahitan langsung (tanpa tegangan) atau dengan
pencangkokan kulit.
Fiksator luar dipertahankan sampai fraktur itu “lengket”, kemudian dapat
diganti dengan gips. Pembebanan sebagian boleh dilakukan. Gips boleh dilepas
bila fraktur telah berkonsolidasi.
Komplikasi
DINI
1. Infeksi
Fraktur terbuka selalu menghadapi resiko, perforasi yang kecil sekalipun
harus diterapi dengan seksama dan debridemen harus dilakukan sebelum luka
ditutup. Laserasi yang besar membutuhkan eksisi yang lebar, dan luka harus
dibiarkan terbuka sampai resiko infeksi telah lewat.
2. Cedera vaskular
25
Fraktur pada setengah bagian proksimal tibia dapat merusak arteri
poplitea. Keadaan ini merupakan kedaruratan tingkat pertama, memerlukan
eksplorasi dan perbaikan.
3. Sindroma kompartemen
Fraktur sepertiga bagian proksimal cenderung menyebabkan perdarahan
dan perluasan jaringan lunak dalam kompartemen fasial kaki, sehingga
menyebabkan iskemia otot. Gips yang ketat pada kaki yang bengkak dapat
mempunyai efek yang sama. Dekompresi lewat operasi pada semua kompartemen
perlu dilakukan. Fraktur itu kemudian diterapi seperti fraktur terbuka tingkat III
yang memerlukan fiksator luar dan penundaan penutupan luka.
Sindrom kompartemen sering ditemukan pada patah tulang tungkai bawah
tahap dini. Tanda dan gejala lima P harus diperhatikan siang malam pada hari
pertama pascacedera atau pascabedah, yaitu nyeri (pain) di keadaan istirahat,
parestesia karena rangsangan saraf perasa, pucat karena iskemia, paresis atau
paralisis karena gangguan saraf motorik, dan denyut nadi (pulse) tidak dapat
diraba lagi. Selain itu, didapatkan peninggian tekanan intrakompartemen yang
dapat diukur (pressure), gangguan perasaan yang nyata pada pemeriksaan yang
membandingkan dua titik (points) dan kontraktur jari dalam posisi fleksi karena
kontraktur otot fleksor jari. Operasi fasiotomi ketiga kompartemen tungkai bawah
merupakan operasi darurat yang harus dikerjakan segera setelah diagnosis
ditegakkan sebab setelah kematian otot tidak ada kemungkinan faalnya pulih
kembali.
Tanda dan gejala sindrom kompartemen:
- Nyeri pada keadaan istirahat (pain)
- Parestesia
- Pucat (pale)
- Paresis atau paralisis
- Denyut nadi hilang (pulse)
- Jari di posisi fleksi
- Gangguan diskriminasi dua titik (two point discrimination test)
- Tekanan tinggi di dalam kompartemen (pressure)
26
LANJUT
1. Malunion
Sedikit pemendekan (sampai 1,5 cm) biasanya tidak banyak membawa
akibat, tetapi rotasi dan deformitas angulasi, selain buruk, mengakibatkan cacat,
karena lutut dan pergelangan kaki tidak lagi bergerak dalam bidang yang sama.
Dalam jangka panjang deformitas dapat menyebabkan predisposisi untuk
osteoartritis pada lutut atau pergelangan kaki.
Angulasi harus dicegah di semua stadium, angulasi yang bila lebih dari 7
derajat pada bidang manapun tak dapat diterima, alignment rotasi harus sempurna.
Angulasi ke belakang (akibat fraktur dibiarkan melengkung ke bawah di
saat memasang gips) sering terjadi, jika disertai pergelangan kaki ekuinus yang
kaku, akan berbahaya, karena kalau pasien mencoba memaksa mengangkat kaki
saat berjalan, tibia cenderung mengalami fraktur ulang. Hal ini dapat terjadi secara
pelan-pelan dan mengakibatkan non-union.
2. Penyatuan lambat
Penyatuan akan lambat jika fraktur terbuka (terutama jika disertai infeksi),
jika pergeseran awal banyak, jika tibia mengalami fraktur pada dua tempat atau
jika fraktur bersifat kominutif. Penyatuan dapat dipercepat dengan pembebanan
(terutama dengan penyangga) tetapi kalau kelambatan tampak terlalu lama,
pencangkokan tulang dan fiksasi intramedula dapat diindikasikan. Kalau fraktur
fibula telah menyambung dan tibia dibebat secara terpina, maka 2,5 cm fibula
dapat dieksisi dan cangkokan tulang peluncur dipasang pada fraktur tibia.
3. Non-union
Dapat terjadi setelah kehilangan tulang atau infeksi dalam, tetapi
penyebabnya sering merupakan akibat kesalahan terapi, karena penyatuan lambat
tak diketahui dan pembebatan dihentikan terlalu awal, atau karena pasien dengan
fraktur yang baru saja menyatu telah berjalan dengan pergelangan kaki ekuinus
yang kaku.
Sekali non-union terjadi, pasien harus memakai bebat permanen atau
fraktur harus dioperasi. Non-union hipertrofik dapat diterapi dengan pemasangan
paku intramedula atau pemasangan plat kompresi; selain itu, non-union atrofik
27
memerlukan pencangkokan tulang. Kalau fibula telah menyatu, segmen yang kecil
harus dieksisi untuk memungkinkan kompresi pada fragmen tibia.
4. Kekakuan sendi
Sering diakibatkan oleh kelalaian dalam terapi aringa lunak, tetapi bila
pembebatan yang lama diperlukan, dan terutama bila terdapat sepsis, kekakuan
mungkin tak dapat dihindari. Keterbatasan gerakan pada pergelangan kakidan
kaki dapat berlanjut selama 6-12 bulan setola gips dilepas, meskipun telah
dilakukan latihan aktif.
5. Osteoporosis
Osteoporosis pada fragmen distal, dan kadang juga tulang tarsal, demikian
sering menyertai semua bentuk terapi sehingga dianggap sebagai penyerta yang
“normal” pada fraktur tibia. Pembebanan aksial pada tibia diperlukan dan
penahanan berat harus dilakukan secepat mungkin. Setelah fiksasi luar yang lama,
perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah fraktur tekanan distal.
6. Algodistrofi
Pada fraktur sepertiga bagian distal, algodistrofi sering terjadi. Harus
dilakukan latihan disepanjang masa terapi.
Patah tulang tibia tunggal umumnya disebabkan oleh cedera langsung.
Diagnosis dan penanganan sama dengan patah tulang kruris. Kadang terjadi
perlambatan penyatuan yang mungkin disebabkan fibula yang utuh yang
menghalangi kompresi yang cukup pada sumbu tibia. Pada keadaan ini biasanya
dianjurkan fiksasi interna. Sewaktu operasi, fibula digergaji secara miring
sehingga dapat terjadi pertemuan kedua ujung patah tulang tibia dengan cukup
tekanan sumbu.
Patah tulang diafisis fibula tunggal biasanya disebabkan oleh trauma
langsung seperti sewaktu pertandingan sepak bola. Penanganannya cukup dengan
analgetik. Umumnya tidak dibutuhkan tindakan reposisi dan imobilisasi. Istirahat
dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi dan latihan ekskursi sendi lutut
dan kaki akan menghasilkan penyembuhan tanpa gangguan. Penderita biasanya
dapat menopang berat badan dalam 1 minggu walaupun tentu masih ada nyeri.
28
3.6 Fraktur Pada Fibula Saja
Sebagian besar fraktur fibula spiral menyertai cedera pergelangan kaki
atau lutut, terutama pada fraktur tinggi, pergelangan kaki harus diperiksa dan
difoto dengan sinar-X.
Fraktur fibula yang terisolasi (biasanya melintang) dapat diakibatkan oleh
tekanan atau pukulan langsung. Terdapat nyeri tekan lokal, tetapi pasien dapat
berdiri dan menggerakkan lutut dan pergelangan kaki. Analgesik akan
mengurangi nyeri; terapi lain tak diperlukan
3.7 Fraktur Pada Tibia Saja
Pada anak-anak cedera pemuntiran dapat mennyebabkan fraktur spiral
pada tibia tanpa fraktur fibula; keadaan ini jarang ditemukan pada orang dewasa.
Pada usia berapa saja cedera langsung, misalnya akibat tendangan, dapat
menyebabkan fraktur melintang atau fraktur yang sedikit oblik pada tibia saja,
ditempat yang terkena.
Memar dan pembengkakan lokal biasanya jelas tetapi gerakan lutut dan
pergelangan kaki dapat dilakukan. Anak dengan fraktur spiral mungkin dapat
berdiri pada satu kaki, dan, karena fraktur mungkin hampir tak kelihatan pada foto
anteroposterior, kecuali kalau dilakukan dua foto, cedera itu dapat terlewatkan
beberapa hari kemudian ibunya sambil marah-marah membawa anak yang kini
menderita benjolan, yang ternyata adalah kalus. Fraktur melintang dan yang
sedikit oblik mudah ditemukan pada pemeriksaan sinar-X tetapi pergeseran hanya
sedikit.
Terapi
Pada pergeseran, reduksi harus dicoba. Gips atau lutut dipasang seperti
halnya pada fraktur di kedua tulang pertama gips belahan dan kemudian, bila
pembengkakan telah mereda, gips yang lengkap. Fraktur pada tibia saja
memerlukan waktu penyatuan yang sama seperti pada fraktur yang kedua
tulangnya patah; jadi sekurang-kuranya diperlukan 12 minggu untuk
berkonsolidasi dan kadang-kadang jauh lebih lama. Tetapi, anak dengan fraktur
29
spiral dapat dilepaskan dengan aman setelah 6 minggu; dan bila mengalami
fraktur melintang pada batang-pertengahan, ahli bedah (kalau terampil
membentuk gips dan reduksinya sempurna) dapat mengganti gis atas lutut dengan
gaiter gips yang pendek.
Komplikasi
Fraktur terbuka tentu saja membutuhkan eksisi; bila disertai infeksi,
penyatuan akan lambat. Bila fraktur tibia tertutup dan terisolasi, terutama pada
sepertiga bagian bawah, penyambungan mungkin lambat, dan kita tergoda untuk
melepas pembebatan dengan segera. Pergeseran yang sedikit sekalipun dapat
menunda penyatuan, maka reduksi terbuka dengan fiksasi internal sering menjadi
pilihan. Untuk menangani kelambatan, penyatuan biasanya dapat dipercepat
dengan mengeksesi 2,5 cm fibula, yang memungkinkan fragmen tibia mengalami
impaksi.
3.8 FRAKTUR KELELAHAN PADA TIBIA
Tekanan yang berulang dapat menyebabkan fraktur kelelahan pada tibia.
Keadaan ini ditemukan pada calon tentara, pelari dan penari balet, yang mengeluh
nyeri di bagian depan kaki. Terdapat nyeri tekan lokal dan sedikit pembengkakan.
SINAR-X
Selama 4 minggu pertama mungkin tak ada yang abnormal pada
pemeriksaan sinar-X, tetapi skan tulang dapat menunjukkan peningkatan aktivitas.
Setelah beberapa minggu periosteum tulang baru dapat terlihat, diserta cacat
melintang kecil pada korteks. Terdapat bahaya bila keadaan ini disalahkirakan
dengan keadaan osteosarkoma; akibatnya akan tragis. Kalau diagnosis untuk
fraktur-tekanan tetap diingat, kesalahan itu tak mungkin terjadi.
Terapi
Pasien diminta untuk menghindari aktivitas penuh tekanan. Biasanya setelah 8-10 minggu gejala berkurang.
30