fraktur colles sinistra ami

45
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya shingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “ fraktur colles sinistra“ sebagai salah satu syarat mengikuti ujian di bidang studi ilmu bedah dalam menyelesaikan program pendidikan dokter muda FK UWKS di RSUD IBNU SINA Gresik. Dalam kesempatan ini saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar besarnya kepada : 1. Dekan fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya program studi kedokteran 2. dr. Budi Setiawan. SpB, selaku kepala SMF ilmu bedah di RSUD IBNU SINA atas arahan serta bimbingan kepada saya selama ini. 3. dr. Peter Paulus Pantouw,Sp.OT selaku pembimbing saya yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. 4. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran tugas selama ini. Akhirnya saya mohon maaf yang sebesar besarnya kepada semua pihak bilamana saya telah melakukan kesalahan baik yang 1

Upload: kira-sin

Post on 26-Oct-2015

583 views

Category:

Documents


45 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa

melimpahkan karunia-Nya shingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “ fraktur

colles sinistra“ sebagai salah satu syarat mengikuti ujian di bidang studi ilmu bedah dalam

menyelesaikan program pendidikan dokter muda FK UWKS di RSUD IBNU SINA Gresik.

Dalam kesempatan ini saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar

besarnya kepada :

1. Dekan fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya program studi

kedokteran

2. dr. Budi Setiawan. SpB, selaku kepala SMF ilmu bedah di RSUD IBNU SINA atas

arahan serta bimbingan kepada saya selama ini.

3. dr. Peter Paulus Pantouw,Sp.OT selaku pembimbing saya yang dengan penuh

kesabaran memberikan arahan kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan laporan

kasus ini.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran tugas selama ini.

Akhirnya saya mohon maaf yang sebesar besarnya kepada semua pihak bilamana saya

telah melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja selama

proses penulisan laporan kasus ini.

Gresik, 3 januari 2013

Penyusun

1

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : FRAKTUR COLLES SINISTRA

Penyusun : Ni Luh Ary Purnami

Bidang Studi : Bedah Orthopedi

Pembimbing : dr. Peter Paulus Pantouw, Sp.OT

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing

Gresik, ... Januari 2013

Pembimbing

dr. Peter Paulus Pantouw,Sp.OT

2

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................... 1

KATA PENGANTAR............................................................................ 2

DAFTAR ISI.......................................................................................... 3

BAB I. PENDAHULUAN

Pengertian fraktur……………………………………………... 4

Etiologi fraktur………………………………………………… 4

Klasifikasi fraktur……………………………………………… 5

Patogenesa……………………………………………………… 8

Komplikasi……………………………………………………… 10

Penanganan……………………………………………………… 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………. 15

BAB III. LAPORAN KASUS

Identitas penderita……………………………………………….. 14

Anamnesa………………………………………………………… 15

Pemeriksaan fisik………………………………………………… 15

Status general dan lokalis………………………………………… 16

Pemeriksaan penunjang………………………………………….. 16

Diagnosa kerja…………………………………………………… 17

Terapi……………………………………………………………... 17

BAB 1V. PEMBAHASAN……………………………………………… 26

DAFTAR PUSTAKA

3

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian fraktur

Pengertian fraktur menurut Dorland (1994) adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang

disebabkan karena trauma atau keadaan patologis, sedangkan menurut Apley (1995) adalah suatu

patahan pada kontinuitas struktur tulang.

1 .2 Etiologi

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

A. Cedera traumatic

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara

spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit

diatasnya.

2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,

misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

B. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat

mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

dan progresif.

4

2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat

timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.

3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang

mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,

tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh

karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah

C. fraktur secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada

penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

1.3 Klasifikasi

Fraktur dapat diklasifikasikan dalam dua jenis klasifikasi, yaitu menurut kondisi permukaan kulit

dan yang kedua menurut bentuk patahan yang terjadi. Klasifikasi fraktur menurut kondisi

permukaan kulit adalah:

1. Fraktur Terbuka

Yaitu fraktur dengan kondisi kulit ekstremitas pada daerah yang mengalami fraktur ditembus

oleh tulang yang patah.

2. Fraktur Tertutup

Yaitu fraktur dengan kondisi kulit yang tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi

terjadinya fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.

Klasifikasi fraktur menurut bentuk dan pola patahannya adalah sebagai berikut:

1. Fraktur transversal

Fraktur yang terjadi karena benturan langsung pada titik fraktur dengan bentuk patahan fraktur

adalah lurus melintang pada batang tulang. Fraktur ini pada umumnya menjadi stabil kembali

setelah direduksi.

2. Fraktur oblik

5

Fraktur ini terjadi karena benturan tak langsung ketika suatu kekuatan pada jarak tertentu

menyebabkan tulang patah pada bagian yang paling lemah. Fraktur ini berbentuk diagonal

sepanjang tulang dan biasanya terjadi karena pemelintiran pada ekstremitas.

3. Fraktur spiral

Fraktur spiral terjadi ketika sebuah anggota gerak terpuntir dengan kuat dan biasanya disertai

dengan kerusakan pada jaringan lunak. Bentuk patahan dari fraktur spiral hampir sama dengan

fraktur obilk, akan tetapi pada fraktur spiral patahannya mengelilingi tulang sehingga seolah-olah

terpilin seperti spiral.

4. Fraktur komunitiva

Fraktur komunitiva merupakan kondisi di mana tulang yang patah pecah menjadi dua bagian

atau lebih; serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua

fragmen tulang.

5. Fraktur kompresi

Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ketiga yang berada

di antaranya, contoh fraktur jenis ini adalah tumbukan antara tulang belakang dengan tulang

belakang lainnya.

6. Fraktur greenstick

Fraktur di mana garis fraktur pada tulang tersebut hanya parsial (tidak lengkap) pada sisi

konveks bagian tulang yang tertekuk (seperti ranting pohon yang lentur). Fraktur jenis ini hanya

terjadi pada anak-anak.

Contoh fraktur:

6

Retak spiral komunitif tranversal displaced

klasifikasi patah tulang terbuka: menurut Gustilo

Tipe I

Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda

trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal,

oblik pendek atau komunitif

Tipe II

Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit.

Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan

Tipe III

Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler

dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe:

1. tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah

7

2. tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat do cover soft

tissue

3. tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera

1.4 Patogenesis

Secara umum fraktur dapat terjadi akibat terkena gaya langsung pada tulang (direct force),

kerusakan pada tulang yang terjadi karena ada bagian tulang yang terpelintir (torsio injury), serta

karena kontraksi yang berlebihan pada anggota gerak. Pada dasarnya tulang mempunyai

mekanisme sendiri untuk beradaptasi terhadap gaya yang dikenakan kepadanya. Tulang

mempunyai mekanisme stress and strain. Stress yaitu jumlah gaya yang diterima oleh tulang,

sedangkan strain yaitu reaksi tulang terhadap gaya tersebut. Kemampuan tulang untuk

mengkompensasi gaya yang mengenainya menentukan apakah tulang akan patah atau tidak.

Apabila kekuatan yang mengenai tulang seimbang dengan kemampuan tulang mengkompensasi

maka tidak akan terjadi fraktur, namun sebaliknya bila kekuatan yang diterima tulang lebih besar

dari kemampuan tulang untuk mengkompensasi maka terjadilah fraktur.

Tulang yang patah dapat menjadi utuh kembali melalui proses penyembuhan tulang. Tahap-tahap

penyembuhan tulang meliputi tahap inflamasi (hematoma), proliferasi sel (pembentukan

fibrokartilago), pembentukan kalus, osifikasi (penulangan kalus), dan konsolidasi serta

remodeling.

1. Tahap inflamasi (hematoma)

Yaitu munculnya perdarahan dalam jaringan yang cedera yang memicu pembentukan hematoma.

Pada ujung fragmen tulang terjadi devitalisasi akibat terputusnya pasokan darah. Tempat cedera

akan diinvasi oleh makrofag yang bertugas membersihkan daerah tersebut. Tahap inflamasi ini

berlangsung 1-3 hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Jika suplai

darah ke pembuluh darah tidak adekuat tahap pertama dari pemulihan tulang ini gagal dan proses

penyembuhan tulang akan terhambat.

2. Tahap proliferasi sel (pembentukan fibrokartilago)

Tahapan ini berlangsung 3 hari- 2 minggu. Ketika memasuki hari ke-5 pasca fraktur, hematoma

akan mengalami organisasi. Organisasi dari proses hematoma kemudian berlanjut ke

8

pembentukan tahap dua penyembuhan tulang dan jaringan. Terbentuk benang-benang fibrin

dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast serta

osteoblast. Fibroblast, osteoblast, dan kondroblast berpindah tempat ke bagian yang fraktur

sebagai hsil dari inflamasi akut dan membentuk fibrokartilago. Fibroblast dan osteoblast akan

menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patah tulang. Bentuk awal

jaringan fibrosa biasanya disebut kalus primer. Kalus tersebut berperan dalam peningkatan

penyembuhan stabilitas fraktur. Pada periosteum tampak pertumbuhan melingkar kaus tulang

rawan. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikrominimal pada bagian fraktur.

Gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus.

3. Tahap pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai

celahh terhubungkan. Fragmen patahan tulang dihubungkan dengan jaringan fibrosa, tulang

rawan, dan serat tulang imatur. Tahapan ini sangat penting karen berhubungan dengan

kesuksesan pembentukan dan penyembuhan tulang. Perlu waktu sekitar 2-6 minggu agar

fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa. Jika prosesnya lambat atau

terhambat, tahap akhir dari tahap ketiga penyembuhan tulang tidak terjadi, maka terjadi

kegagalan penyatuan terhadap tulang yang fraktur.

4. Tahap osifikasi (penulangan kalus)

Kalus mulai mengalami penulangan dalam 3 minggu-6 bulan pasca terjadinya patah tulang yaitu

melalui proses penulangan endokondrial. Kalus permanen dari tulang yang telah kaku menyilang

pada celah fraktur antara periosteum dan korteks untuk membentuk fragmen. Formasi dari kalus

secara internal bertujuan untuk membentuk kesatuan pada rongga sumsum. Mineral terus

menerus ditimbun sampain tulang benar-benar bersatu dengan keras.

5. Tahap remodeling/ konsolidasi

Tahapan ini berlangsung mulai 6 minggu-1 tahun meliputi pengambilan jaringa mati dan

reorganisasi tulang baru ke susunan struktural baru sebelumnya.

9

1.5 Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang dapat dikenali pada bagian anggota tubuh yang mengalami fraktur adalah

sebagai berikut:

1. Mobilitas yang abnormal pada tulang yang seharusnya tidak bergerak pada keadaan

normal (tidak terjadi patah tulang)

2. Krepitus (suara gesekan antara tulang)

3. Deformitas

4. Ekimosis (trauma jaringan lunak dan pembuluh darah)

5. Edema

6. Kehilangan fungsi normal yang berasal dari kerusakan saraf, ketidakstabilan fraktur, dan

nyeri

7. Spasme otot (kontraksi otot yang berlebihan)

8. Syok yang berasal dari kehilangan darah, nyeri yang sangat dan kerusakan jaringan lunak

yang luas

9. Penyusutan ekstremitas

10. Nyeri

1.6 Komplikasi

Komplikasi fraktur dan imobilitas dapat dibagi menjadi kompliaksi segera dan komplikasi

lambat.

1. Komplikasi segera antara lain:

Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen adalah tekanan tinggi pada kompartemen otot dalam ruang tertutup fascia

yang menyebabkan berkurangnya perfusi darah hingga di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk

viabilitas jaringan. Naiknya tekanan menyebabkan iskemi dan nyeri. Ada dua penyebab utama

dari sindrom kompartemen, yaitu berkurangnya ukuran kompartemen dan meningkatnya isi

dalam kompartemen.

10

Trombosis vena dalam

Adanya bekuan di vena profunda dari ekstremitas bawah dapat menyebabkan trombosis vena

dalam. Faktor resiko munculnya kondisi ini berhubungan dengan mekanisme pembekuan darah,

kerusakan vaskular, dan stasis vena.

Sindrom emboli lemak

Sindrom emboli lemak adalah presentasi lemak globulin dalam parenkim paru dan sirkulasi

perifer, hal ini muncul setelah terjadinya fraktur pada tulang pipa, trauma mayor atau prosedur

pembedahan ortopedi. Teori yang mendalami sumber dari lemak globulin menyatakan bahwa

trauma langsung merusak sel lemak dalam sumsum tulang yang fraktur atau luka pada jaringan

lunak yang kemudian hasil pecahan sel lemak tersebut bermigrasi ke paru-paru.

Emboli pulmonal

Emboli pulmonal adalah suatu bekuan atau penyebab lain (udara, lemak, cairan) yang tersangkut

dalam pembuluh darah arteri pulmoner. Karena trombosis vena dalam merupakan penyebab

utama dari emboli pulmonal, maka faktor resiko keduanya adalah sama. Efek dari emboli

pulmonal adalah hipoksia sampai dengan kematian.

Infeksi

Infeksi umumnya terjadi pada patah tulang terbuka di mana kondisi jaringan yang terluka dapat

dengan mudah terpapar oleh bakteri-bakteri patogen.

2. Komplikasi yang terjadi secara lambat antara lain:

Kekakuan sendi

Penyebab umum dari kekakuan sendi adalah ketidakadekuatan aktivitas dari otot dan tungkai,

edema dependen yang diperpanjang, infeksi, serta imobilisasi yang lama dari fraktur intra

artikular.

Sindrom kompleks nyeri regional

11

Sindrom ini merupakan sebuah disfungsi yang sangat menyakitkan dan sindrom dari tidak

digunaknnya suatu bagiantubuh dengan karakteristik nyeri abnormal dan bengkak dari

ekstremitas dan biasanya dipresipitasi oleh trauma minor.

Miosistis ossifikans

Adalah pembentukan abnormal dari tulang heterotopik (abnormal dan bukan pada tempatnya)

dekat tulang dan otot, biasanya merupakan respon terhadap trauma.

Malunion

Kondisi ini merupakan sembuhnya tulang dengan bentuk abnormal. Hal ini dapat terjadi ketika

ketidakseimbangan stres menekan tarikan otot dan gravitasi sehingga menyebabkan penjajaran

yang tidak tepat pada fragmen fraktur.

Delayed union (penyatuan terlambat)

Merupakan kelanjutan dari nyeri tulang dan kerapuhan yang melewati sebuah periode

penyembuhan yang konsisten dengan tingkat trauma dan jaringan. Kondisi ini mungkin

disebabkan oleh disfraksi fragmen fraktur atau penyebab sistemik eperti infeksi.

Non union

Terjadi apabila penyembuhan fraktur tidak tercapai setelah 4-6 bulan pasca fraktur dan

penyembuhan spontan fraktur tidak memungkinkan terjadi.

Kehilangan reduksi fraktur

Refraktur

Osteomielitis

Mungkin terjadi pada femur atau tubia mengikuti fraktur terbua dan fiksasi

internal. Staphylococus aureus merupakan organisme bakteri yang dapat menyebabkan infeksi

kronis dan berulang pada tulang.

1.7 Prinsip Penanganan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.

12

1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umu; riwayat kecelakaan,

parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang

yang patah dan adanya krepitus.

2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah

jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.

Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:

Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan untuk

menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya

saling berhubungan)

Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya traksi di

sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan

aproksimasi fragmen tulang

Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu fiksasi

internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi ekterna

(pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips

3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

cara fiksasi internal dan eksternal.

4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:

Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan

Memantau status neorovaskular

Mengontrol kecemasan dan nyeri

Latihan isometrik dan setting otot

Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

13

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA LENGAN BAWAH (ANTERBRACHII)

14

Definisi : yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna

Klasifikasi fraktur antebrachii :

1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang radius dan ulna

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna

3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi

radioulna proksimal

4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal

1. Fraktur antabrachii

a. Diagnosa :

Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas. “false

movement”, krepitasi dan nyeri.

Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas

tulang.

15

b. Prosedur tetap :

1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi

dengan gips (long arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada

fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi supinasi 1/3 tengah

dalam posisi netral, dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips

dipertahankan 4-6 minggu.

2. Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 100 pada semua arah)

maka dilakukan internal fiksasi.

3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian

dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III

dilakukan eksternal fiksasi.

2. Fraktur Ulna (nightstik fracture) :

a. Diagnosa :

Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas. “false

movement”, krepitasi dan nyeri.

Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapakan adanya diskontinuitas

tulang.

b. Prosedur tetap :

1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan

gips ( long arm cast) dengan posisi lengan netral, selama 4-6 minggu.

2. Bila reposisi tertutup gagal atau komplikasi nonunion dilakukan fiksasi

internal.

3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian

dilakukan tindakan seperti diatas, kecuali pada fraktur terbuka derajat III

dilakukan eksternal fiksasi.

3. Fraktur montegia

16

a. Diagnosa :

Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema, neyeri terutama

pada tempat fraktur dan sendi radioulnar proksimal, deformitas, “false

movement” dan krepitasi

Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas

pada tulang.

Klasifikasi : Bado 1, dislokasi kaput radius ke lateral

Bado 2, dislokasi radius ke kaput posterior

Bado 3, dislokasi kaput radius ke lateral

Bado 4, dislokasi kaput radius disertai fraktur radius dan ulna

b. Prosedur tetap

1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan gips (long

arm cast) dengan posisi lengan supinasi, selama 4-6 minggu.

2. Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi internal, post operasi dilakukan tes

pada sendi radioulnar bila tidak stabil imobilisai dengan gips pada posisi lengan supinasi

selama 3 minggu dilakukan fiksasi internal.

3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian imobilisasi,

sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi.

4. Fraktur radius

a.Diagnosa :

Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas “false

movement”, krepitasi dan nyeri.

Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang.

17

b. Prosedur tetap :

1. Dilakukan reposisi tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan pronasi

pada fraktur 1/3 distal, netral pada fraktur 1/3 tengan dan supinasi pada fraktur 1/3

proksimal, imobilisasi selama 4-6 minggu.

2. Bila reposisi tertutup dilakukan fiksasi internal.

3. Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi,

sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.

5. Fraktur Galeazzi

a. Diagnosa :

Klinis : didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas, “false

movement”, krepitasi dan nyeri.

Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas

pada tulang radius disertai dislokasi sendi radioulnardistal.

b. Prosedur tetap :

1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum kemudian imobilisasi

dengan gips (long arm cast) pada posisi supinasi selama 4-6 ming

2. Bila reposisi tertutup gagal dilakukan fiksasi interna, post operasi diperiksa

stabilitas sendi radioulnar, bila tidak stabil di imobilisasi dengan gips pada

posisi supinasi selama 3 minggu.

3. Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi,

sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.

Perawatan :

1. Pada reposisi tertutup segera dilakukan fisioterapi dengan kontraksi isometrik pada otot-

otot lengan, dan gerakan aktif pada tangan. Observasi tanda-tanda adanya kompartemen

7-10 dengan kontrol radiologis terlebih dahulu. Kontrol radiologis diulang pada minggu

18

ke 4,6 dan 10. Biasanya gips dibuka pada minggu ke 4. Pada dislokasi tanpa fraktur gips

dapat dibuka pada minggu ke 3.

2. Pada penderita dengan internal fiksasi, bila dapat dicapai fiksasi yang stabil dapat segera

dilakukan fisioterapi dengan gerakan aktif setelah bebas nyeri. Evaluasi radiologi pada

minggu ke 2,4,8

BAB III

19

LAPORAN KASUS

Identitas Penderita

Nama : Nn. Ella

Umur : 22 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : Jl. Karang rejo, Gresik

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Tanggal MRS : 21 desember 2012

Anamnesa

Keluhan Utama

Nyeri pergelangan tangan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan bahwa mengalami kecelakann lalu lintas sepeda motor vs

sepeda motor pukul 15.30 wib. Saat kejadian pasien tidak sadar, muntah(+), gelisah (+). Pasien

merasakan nyeri pada pergelangan tangan kiri dan tidak bias digerakkan.

Riwayat Penyakit Dahul

Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit seperti ini, diabetes melitus dan hipertensi

juga tidak ada.

Riwayat alergi :

Tidak ada

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : delirium, GCS 334

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 87 x/Menit

20

Pernafasan : 23 x/Menit

Suhu : 36,5 °C

Status General

1. Kepala – Leher

Mata

Konjungtiva : anemis -/-

Sklera : ikterus -/-

Pupil : isokor bulat

Refleks cahaya : +/+

Hidung

Epistaksis ( + )

Sekret ( - )

Mulut

Sianosis ( - )

Telinga

Bloody othorea ( - )/( - )

Leher

Deviasi trachea ( - )

Pembesaran KGB ( - )

Stroma ( - )

2. Thorax

Dada : simetris

Paru paru :

Inspeksi : pergerakan dada simetris

Palpasi : fremitus raba simetris

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, wh -/-, rh -/-

Jantung S1S2 tunggal , murmur ( - ), gallop ( - )

3. Abdomen

21

Inspeksi : Tampak buncit, Distensi dinding abdomen ( - )

Auskultsi : Bising usus menurun.

Palpasi : defans muskular ( - ), nyeri tekan ( - ).

Perkusi : Meteorismus ( - ), Nyeri ketuk ( - ).

4. Ekstremitas

Atas : Oedema ( - ), akral hangat, Excoriasi (+), Vulnus apertum (+)

Bawah : Oedema ( - ), akral hangat, Excoriasi (-), Vulnus apertum (+)

Status Lokalis

Look : deformitas (+), Oedema (+), Laserasi (-). Vulnus(+), hiperemi(-)

Feel : Nyeri tekan (+), False movement (+). Arteri radialis (+) normal,

akral hangat(+), capillary refill < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

Darah Lengkap

Tanggal 22/12/12

Hb 9,1

Leukosit 17.900

Laju Endap Darah 17-36

Hitung Jenis 0/0/0/90/10/0

PCV 28

Trombosit 249.000

MCV 83

MCH 28

MCHC 34

Faal Hati Perempuan

Bilirubin Total 1.00

Bilirubin direct 0,49

SGOT 34,8

SGPT 19,2

Albumin 4,33

22

HbSag negatif

Faal Ginjal Perempuan

BUN 9,7

Serum creatinin 0.7

Pemeriksaan radiologi: 1.Terdapat fraktur pada radius melintang pada sambungan

kortikokanselosa.

2. Fragmen radius bergeser dan miring ke belakang

Diagnosa kerja

Fraktur Colles sinistra

Terapi

Open Reduction, plating radius distal

Catatan penderita selama perawatan diruang dahlia

1. Tanggal 24 desember 2012

S: nyeri pada tangan kiri

O: Td: 100/60 mmhg

N: 72x/ menit

T: 36 C

RR: 20x/ menit

SLR manus sinistra

Look: Oedema (+), deformitas (+)

Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (-)

A: faktur colles sinistra

P : inj. Ceftriaxone 2x1 g

Inj antrain

Inj piracetam 6x3 g

23

2. Tanggal 25 desember 2012

S: nyeri pada tangan kiri, nyeri kepala

O: Td: 110/80 mmhg

N: 64x/ menit

T: 36 C

RR: 18x/ menit

SLR manus sinistra

Look: Oedema (+), deformitas (+)

Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)

A: faktur colles sinistra

P : inj. Ceftriaxone 2x1 g

Inj antrain

Inj piracetam 6x3 g

3. Tanggal 26 desember 2012

S: nyeri pada tangan kiri

O: Td: 100/60 mmhg

N: 71x/ menit

T: 36 C

RR: 18x/ menit

SLR manus sinistra

Look: Oedema (+), deformitas (+)

Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)

A: pre opx faktur colles sinistra

P : inj. Ceftriaxone 2x1 g

Inj antrain

Inj piracetam 6x3 g

4. Tanggal 27 desember 2012

S: nyeri pada luka operasi, nyeri kepala

O: Td: 120/70 mmhg

N: 84x/ menit

T: 37 C

24

RR: 18x/ menit

SLR manus sinistra

Look: luka terbalut perban

Feel: nyeri tekan (+), krepitasi (+)

A: faktur colles sinistra post operasi

P : inj. Ceftriaxone 2x1 g

Inj antrain

Inj piracetam 6x3 g

25

Bab IV

PEMBAHASAN

Fraktur radius distal merupakan 15% dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa. Abraham Colles

adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan

sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles (Armis, 2000). Ini adalah fraktur yang paling

sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan

osteoporosis pascamenopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh

pada tangan yang terentang (Apley&Solomon,1995). Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang

tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke

daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah

berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.

1V. 1 Definisi

Adalah fraktur metafisis distal radius yang sudah menaalami osteoporosis, garis fraktur

transversal, komplit, jaraknya 2-2,5 cm proximal garis sendi, bagian distal beranjak ke dorsal dan

angulasi ke radial serta fraktur avulsi dari processus styloideus ulna (Abraham Colles 1814).

Fraktur radius distal merupakan 15% dari seluruh kejadian fraktur pada dewasa. Fraktur Colles

adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal

fragmen distal. Pertama kali diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814. Fraktur ini paling

sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan

osteoporosis. Tersering pada usia dewasa, lebih dari 50 tahun, wanita, karena proses penuaan,

postmenopause, osteoporosis. Terjadi karena jatuh bertumpu pada tangan terbuka. Terjadi fraktur

transversal radius distal 2 cm, dengan fragmen distal deviasi ke dorsum manus.

Tanda-tanda:

a. Fraktur radius 1/3 distal dengan jarak kurang lebih 2, 5 cm dari permukaaan radius .

b. Dislokasi pragmen distalnya kearah poterior / dorsal

c.Subluksasi radioulnar distal

26

Secara klinik bentuk permukaan tangan seperti “GARPU MAKAN”, mekanisme terjadinya

fraktur colles yakni penderita jatuh dalam tangan terbuka, tubuh berserta lengan berputar ke

dalam

1V.2Epidemiologi

Fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita dan jarang ditemui sebelum usia 50 tahun.

Secara umum insidennya kira-kira 8-15% dari seluruh fraktur. Insidensi fraktur Colles sebelum

usia 50 tahun sama antara pria dan wanita. Setelah usia di atas 50 tahun, fraktur ini lebih banyak

ditemukan pada wanita dengan rasio wanita dibandingkan pria adalah 5:1.

1V.3 Etiologi dan factor resiko

1. usia lanjut

2. post menopause

3. massa otot rendah

4. osteoporosis

5. kurang gizi

6. olahraga seperti sepakbola

7. kekerasan

8. ACR (albumin-creatinin ratio) yang tinggi, efek ini kemungkinan disebabkan oleh gangguan

sekresi 1,25-dihidroksivitamin D, yang menyebabkan malabsoprsi kalsium.

1V.4 Patogenesis

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ dapat timbul setelah penderita terjatuh

dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan. Pada saat terjatuh sebahagian energi yang

timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal

radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang

kortikal dan tulang spongiosa

27

1V.5 Manifestasi klinis

Kita dapat mengenali fraktur ini – seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi diciptakan –

dengan sebutan deformitas garpu makan malam, yaitu penonjolan punggung pergelangan tangan

dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan

lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. (Apley & Solomon, 1995) Selain itu juga

didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan didaerah yang kena.

Gambar 1.mekanisme trauma pada fraktur coless

28

Gambar 2. Deformitas garpu makan malam pada fraktur Colles,

Diagnosis

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis

dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi

fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang.

Proyeksi AP dan lateral biasanya sudah cukup untuk memperlihatkan fragmen fraktur.

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif

dan mengetahui letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil

dan instabil

Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan.

Instabil bila patahnya kominutif dan “crushing” dari tulang cancellous

29

Gambar 3. Fraktur Colles – This term is not used in young adults; they are simply named distal

end radius fracture

Dinner fork deformity merupakan temuan klinis klasik dan radiologi pada fraktur colles.

Dislokasi dan angulasi dorsal dari fragmen distal radius mengakibatkan suatu bentuk garis pada

proyekasi lateral yang menyerupai kurva garpu makan malam

30

1V.6 Penatalaksanaan

Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang

dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam

posisinya.

Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan traksi

diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk

melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-

kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan

pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips

dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari

pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi

deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.

Gambar 4.    Reduksi dan Pembebatan pada fraktur colles

Reduksi : (a) Pelepasan impaksi, (b) Pronasi dan pergeseran ke depan, (c)

Deviasi ulnar

Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab

yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras

31

Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi. Latihan bahu dan jari segera dimulai

setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak

ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan

sinar-X yang baru. Pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi

ulang – sayangnya sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi

Gambar 5. (a) Film pasca reduksi

(b).Gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur.

Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi,

slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.

Indikasi operasi:

· Kominusi Dorsal lebih dari 50% dari dorsal ke palmar distance

· Kominusi metafiseal Palmar

· Initial dorsal tilt lebih dari 20°

· Pergeseran initial (fragment translation) lebih dari 1 cm

· Pemendekan Initial lebih dari 5 mm

· Disrupsi Intra-artikuler

· Disertai Fraktur ulna

· Osteoporosis massif

32

1V.7 Komplikasi

Umumnya akan selalu ada komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi:

1. Dini

Kompresi / trauma a. ulnaris dan medianus

Kerusakan tendon

Edema post reposisi

Redislokasi

2. Lanjut

Arthrodosis dan nyeri kronis

Shoulder hand syndrome

Defek kosmetik (penonjolan styloideus radii)

Malunion/ non union

Stiff hand

Volksman ischemic contraktur

Suddeck atropi

Mortalitas (tidak ada)

Perawatan Pasca reduksi tertutup

Imobilisasi dengan forearm splint selama 3 minggut,

Follow up

Pengawasan pasca pemasangan gips dan komplikasi pemasangannya. Latihan isometrik

segera dilakukan dan oposisi jari. Mengganti gips bila pembengkakan pergelangan tangan

telah mereda, biasanya setelah satu minggu, dan mengganti dengan forearm splint bila telah

clinical union

33

DAFTAR PUSTAKA

Apley, Graham. Ortopedi dan Fraktur system,Jakarta: Widya medika. 2005

Mansjoer, Arief et Kapita Selecta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

FK_UI 2000

Syamsudin, R, dan de jong, wim. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC,2003

Staf pengajar FK UI, Kumpulan kuliah Ilmu bedah, Jakarta: Binarupa Aksara, 1994

34