fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/keputusan kepala badan/kep...i pedoman...

47

Upload: duongtram

Post on 31-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat
Page 2: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat
Page 3: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat
Page 4: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat
Page 5: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

i

PEDOMAN

PEMERIKSAAN/IDENTIFIKASI

JENIS IKAN DILARANG TERBATAS

(KEPITING BAKAU/Scylla spp.)

PUSAT KARANTINA DAN KEAMANAN HAYATI IKAN

BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU

DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2016

Page 6: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

ii

Pedoman Pemeriksaan/Identifikasi Jenis Ikan Dilarang Terbatas (Kepiting

Bakau/

Scylla spp.)

Pengarah:

Kepala Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan

Penanggung Jawab:

Kepala Bidang Keamanan Hayati Ikan

Editor:

Heri Yuwono

Penyusun:

Sulistiono

Etty Riani

Aries Asriansyah

Wawing Walidi

Djoko Darman Tani

Awliya Prama Arta

Sri Retnoningsih

Yeni Anggraeni

Risman Ferdiansyah

Atit Wistati

Enggar Rahayuningsih

Anton Ojak Panjaitan

Adang Supardan

Diterbitkan oleh:

Pusat Karantina dan Keamanan Hayati Ikan

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan

2016

ISBN 978-602-97141-1-1

Page 7: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

iii

KATA PENGANTAR

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki

nilai ekonomis penting dan sebagai sumber pendapatan nelayan serta devisa bagi

negara. Indonesia sebagai negara dengan lahan hutan bakau yang luas,

mempunyai potensi kepiting bakau yang sangat menjanjikan.

Tingginya permintaan pasar terhadap kepiting bakau khususnya pasar luar

negeri, berakibat terhadap semakin tingginya tingkat eksploitasi biota tersebut di

alam. Eksploitasi yang tidak bertangungjawab akan menyebabkan terancamnya

kelestarian sumberdaya kepiting bakau. Guna mengantisipasi hal tersebut,

pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

1/PERMEN-KP/2015 telah menetapkan kepiting bakau (Scylla spp.) sebagai salah

satu jenis ikan (krustasea) yang dilarang penangkapan maupun peredarannya

dalam kondisi bertelur dan di bawah ukuran (layak tangkap).

BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan) sebagai benteng terakhir pengeluaran produk perikanan, perlu

membekali petugasnya di UPT-KIPM (Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan,

Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan) dalam mengidentifikasi

kepiting bakau (Scylla spp.) baik jenis maupun stadianya dalam kondisi bertelur

atau tidak bertelur. Oleh karena itu, guna menghindari kesalahan dalam

pemeriksaan/identifikasi dan penegakan hukum, diperlukan Pedoman

Pemeriksaan/Identifikasi Jenis Ikan Dilarang Terbatas (Kepiting Bakau/Scylla

spp.). Pedoman ini disusun dalam rangka memberikan acuan bagi petugas

karantina ikan di UPT-KIPM dalam melakukan pemeriksaan/identifikasi jenis dan

stadia kepiting bakau (Scylla spp.)

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan sehingga penyusunan pedoman ini dapat berjalan dengan

baik dan lancar. Semoga pedoman ini bermanfaat bagi petugas karantina ikan dan

pemangku kepentingan terkait lainnya di lapangan dalam

memeriksa/mengidentifikasi kepiting bakau (Scylla spp.).

Jakarta, Agustus 2016

Kepala Pusat Karantina dan

Keamanan Hayati Ikan

Dr. Ir. Riza Priyatna, M.P.

Page 8: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

iv

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------- iii

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------- iv

DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------- v

DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- vi

I. PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------ 1

1.1. Latar Belakang ---------------------------------------------------------- 1

1.2. Tujuan -------------------------------------------------------------------- 2

1.3. Sasaran ------------------------------------------------------------------- 2

1.4. Ruang Lingkup ---------------------------------------------------------- 2

1.5. Dasar Hukum ------------------------------------------------------------ 2

1.6. Definisi Istilah ---------------------------------------------------------- 3

II. JENIS-JENIS KEPITING BAKAU -------------------------------------- 4

III. MORFOLOGI DAN ANATOMI KEPITING BAKAU -------------- 8

3.1. Morfologi Kepiting Bakau -------------------------------------------- 8

3.2. Anatomi Kepiting Bakau ---------------------------------------------- 12

IV. DISTRIBUSI DAN HABITAT -------------------------------------------- 14

4.1. Distribusi ----------------------------------------------------------------- 14

4.2. Habitat -------------------------------------------------------------------- 15

V. BIOLOGI ---------------------------------------------------------------------- 18

5.3. Sumber Makanan dan Kebiasaan Makan ---------------------------- 18

5.4. Siklus Hidup ------------------------------------------------------------- 18

5.5. Tingkat Kematangan Gonad ------------------------------------------ 20

DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------------ 30

Page 9: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

v

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Jenis-jenis Kepiting Bakau menurut Estampador (1949) dan

Keenan dkk (1998) ------------------------------------------------------ 5

Tabel 2. Perbedaan Kepiting Bakau Jantan dan Betina ---------------------- 9

Page 10: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

vi

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Jenis-jenis Kepiting Bakau menurut (Keenan dkk. 1989) ------ 5

Gambar 2. Morfologi Kepiting Bakau spesies Scylla serrata

(Keenan dkk. 1999) ---------------------------------------------------- 6

Gambar 3. Morfologi Kepiting Bakau spesies Scylla paramamosain

(Keenan dkk. 1999) ------------------------------------------------- 6

Gambar 4. Morfologi Kepiting Bakau spesies Scylla tranquebarica (Keenan

dkk. 1999) ------------------------------------------------------------ 7

Gambar 5. Morfologi Kepiting Bakau spesies Scylla olivacea (Keenan

dkk. 1999) ------------------------------------------------------------- 7

Gambar 6. Bagian-bagian Tubuh Kepiting Bakau --------------------------- 9

Gambar 7. Perbedaan Secara Morfologis Kepiting Bakau Jantan dan

Betina ------------------------------------------------------------------ 10

Gambar 8. Tiga Bentuk Penutup Abdomen. A. Tipe Meruncing dan

Triangular (V shape), B. Tipe Lebar dan Globular (U shape),

dan C. Tipe Antara V dan U (intermediate V-U) --------------- 10

Gambar 9. Morfologi Kepiting Bakau (tampak atas) ------------------------ 11

Gambar 10. Morfologi Kepiting Bakau (tampak bawah) --------------------- 12

Gambar 11. Bagian Organ Dalam Kepiting Bakau ---------------------------- 13

Gambar 12. Distribusi Kepiting Bakau di Dunia ------------------------------ 14

Gambar 13. Jumlah Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla spp.)

(Sunarto, 2015) ------------------------------------------------------ 16

Gambar 14. Siklus Hidup Kepiting Bakau ------------------------------------- 19

Gambar 15. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Belum Matang

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 21

Gambar 16. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Belum Matang

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 21

Gambar 17. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Berkembang

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 22

Gambar 18. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Berkembang

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 22

Gambar 19. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Matang Awal

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 23

Page 11: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

vii

Gambar 20. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Matang Awal

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 24

Gambar 21. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Matang Akhir

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 24

Gambar 22. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Matang Akhir

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 25

Gambar 23. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Matang Sempurna

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 26

Gambar 24. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Matang Sempurna

(M. S. Islam dkk. 2010) -------------------------------------------- 26

Gambar 25. Perkembangan Gonad Melalui Pengamatan Luar

(Tanpa Pembedahan - Karapas) Gonad Mulai Matang Kuning

(a,b) dan Gonad Sudah Matang Kuning-Oranye (c,d,e) -------- 28

Gambar 26. Perkembangan Telur yang telah dibuahi, Mulai Dari

Telur Berwarna Kuning (Gambar. a) Hingga Telur

Berwarna Kehitaman (Gambar. f) ---------------------------------- 29

Page 12: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

viii

Page 13: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 1980-an, kepiting bakau telah menjadi komoditas perikanan

penting, mempunyai nilai ekonomis penting, dan memiliki harga yang tinggi baik

di pasar dalam negeri maupun luar negeri, antara lain di Asia (seperti Singapura,

Thailand, Taiwan, Hongkong dan China) (Rusdi dan Hanafi, 2009), maupun di

Amerika dan Eropa. Dalam perdagangan internasional jenis kepiting bakau

dikenal sebagai Mud Crab atau bahasa Latinnya Scylla spp.

Perkembangan usaha perdagangan kepiting bakau sampai saat ini terus

meningkat karena peluang pasar ekspor yang terbuka luas (dengan lebih dari 10

negara konsumen), potensi lahan bakau yang merupakan habitat hidupnya cukup

besar, pengetahuan dan teknologi yang semakin meningkat baik budidaya

(pembenihan, pembesaran), maupun teknologi penangkapannya. Peluang pasar

yang cukup besar dengan harga tinggi tersebut menyebabkan bisnis kepiting

berkembang di banyak tempat di negara kita seperti di Kalimantan (Kalimantan

Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara), Sulawesi (Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah), Jawa (Subang, Indramayu, Cilacap,

Pemalang, Gresik, Sidoarjo), Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Utara, Lampung),

Papua, Papua Barat dan lain-lain, dengan target pemasaran lokal maupun ekspor

(antara lain Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia,

Australia dan Prancis).

Sebagai salah satu sumber pendapatan nelayan dan devisa negara, kepiting

perlu mendapatkan perhatian dari segi kelestarian dan keberlangsungan hidupnya

di alam. Dalam rangka perlindungan dan menjaga kelestarian kepiting bakau,

Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang

Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan

(Portunus pelagicus spp.).

Dalam penerapan peraturan tersebut, petugas Unit Pelaksana Teknis

Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (UPT-KIPM)

di lapangan menemukan beberapa kendala diantaranya dalam mengidentifikasi

Page 14: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

2

jenis kepiting bakau yang terdapat di Indonesia serta stadia bertelur dan tidak

bertelur. Oleh karena itu, perlu disusun Pedoman Pemeriksaan/Identifikasi Jenis

Ikan Dilarang Terbatas (Kepiting Bakau/Scylla spp.).

1.2. Tujuan

Tujuan penyusunan pedoman ini adalah untuk memberikan acuan bagi

petugas UPT-KIPM dalam mengidentifikasi jenis dan stadia bertelur kepiting

bakau.

1.3. Sasaran

Sasaran pedoman ini adalah petugas UPT-KIPM agar mampu

mengidentifikasi jenis dan stadia bertelur kepiting bakau.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman ini meliputi morfologi, jenis, habitat dan

distribusi, serta biologi kepiting bakau (Scylla spp.).

1.5. Dasar Hukum

Dasar hukum penyusunan pedoman ini adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,

Ikan, dan tumbuhan;

3. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United

Nation Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan

Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati);

4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Pengesahan

Cartagena Protocol on Biosafety to The Convention on Biological

Diversity (Protokol Cartagena Tentang Keamanan Hayati Atas

Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati);

5. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun

2009;

Page 15: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

3

6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi

Sumberdaya Ikan;

9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 1/PERMEN-

KP/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting

(Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.).

1.6. Definisi Istilah

Berikut ini beberapa istilah yang umum ditemukan pada kepiting bakau:

Capit (Claw atau Chela) : bagian kaki pertama yang umumnya paling

besar;

Kaki jalan : kaki kepiting yang umumnya berjumlah 4,

yang berfungsi untuk berjalan;

Kaki renang : kaki kepiting yang ujungnya berbentuk

dayung, berfungsi untuk berenang;

Merus : bagian kaki kepiting yang dekat denga

bagian badan;

Corpus : bagian kaki kepiting yang terletak atara

merus dan propodus;

Propondus : bagian kaki kepiting yang posisinya jauh dari

badan

Dactylus : bagian propondus yang dapat digerakkan;

Duri kepala (frontal spine) : duri yang terdapat pada bgian dahi kepala

kepiting bakau;

Duri lengan : duri yang terdapat pada bagian lengan

corpus;

Duri samping (lateral spine): duri yang terdapat pada bagian samping

badan kepiting bakau;

Karapas : cangkang keras yang melindungi organ

dalam;

Perut (abdomen) : bagian perut yang umumnya terdapat pada

bagian bawah dari kepiting bakau.

Page 16: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

4

II. JENIS-JENIS KEPITING BAKAU

Menurut Stephenson dan Campbell (1960), Motoh (1977), Warner (1977),

Moosa (1980) dan Keenan dkk (1998), kepiting bakau dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Klass : Crustacea

Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Scylla (de Han)

Spesies : Scylla serrata (Forskal, 1775), S. tranquiberica

(Fabricus, 1798), S. paramamosain (Estampador,

1949), dan S. olivacea (Herbst, 1796).

Menurut Keenan dkk. (1998), terdapat paling sedikit 4 (empat) spesies

kepiting bakau di bawah genus Scylla yang terdiri atas S. serrata, S. olivacea, S.

paramamosain dan S. tranqueberica (Gambar 1), dengan ciri-ciri pokok atau

pembeda di antara jenis tersebut berupa duri pada dahi dan lengan corpus yang

disampaikan pada Gambar 1. Hal ini didasarkan pada hasil deskripsi morfologi

maupun investigasi metode genetik yakni mitokondria DNA dan allozim

elektroforesis. Pemberian nama tersebut berbeda dengan nama-nama spesies yang

disampaikan oleh Estampador (1949), dan hingga kini paling layak untuk diacu

sebagai kunci identifikasi di alam. Perbandingan pemberian nama Estampador

(1949) dan Keenan dkk (1998) disampaikan pada Tabel 1.

Pada beberapa perairan di Indonesia, jenis-jenis tersebut dapat ditemukan,

di utara Jawa dapat ditemukan S. serrata, S. olivacea dan S. paramamosain, di

selatan Jawa juga ditemukan ketiga jenis tersebut. Di wilayah Papua ditemukan

empat jenis yaitu S. serrata, S. olivacea, S. paramamosain dan S. tranqueberica.

Page 17: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

5

Tabel 1. Jenis-jenis Kepiting Bakau Menurut Estampador (1949) dan Keenan

dkk (1998)

Gambar 1. Jenis-jenis Kepiting Bakau Menurut Keenan dkk (1998)

Penamaan oleh Estampador (1949) Penamaan oleh Keenan dkk (1998)

Scylla oceanica

S. serrata

S. tranquebarica

S. serrata var. paramamosain

Scylla serrata

S. olivacea

S. tranquebarica

S. paramamosain

Scylla paramamosain Scylla serrata

Scylla tranquebarica Scylla olivacea

Page 18: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

6

Gambar 2. Morfologi Kepiting Bakau Spesies Scylla serrata (Keenan dkk.

1999)

Kepiting bakau jenis Scylla serrata memiliki duri yang tinggi dengan

warna kemerahan hingga oranye terutama pada capit dan kakinya. Pada duri

bagian depan kepala umumnya lancip, dan memiliki duri tajam pada bagian

corpus.

Gambar 3. Morfologi Kepiting Bakau Spesies Scylla paramamosain (Keenan

dkk. 1999)

Kepiting bakau jenis Scylla paramamosain memiliki duri yang relatif agak

tinggi/sedang, memiliki warna karapas cokelat kehijauan, sumber pigmen

polygonal terdapat pigmen putih pada bagian terakhir dari kaki-kaki.

Page 19: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

7

Gambar 4. Morfologi Kepiting Bakau Spesies Scylla tranquebarica (Keenan dkk.

1999)

Kepiting bakau jenis Scylla transquebarica memiliki warna karapas

kehijauan sampai kehitaman dengan sedikit garis-garis berwarna kecoklatan pada

kaki renangnya. Duri bagian depan kepala umumnya tumpul, dan memiliki duri

tajam bagian bagian corpus.

Gambar 5. Morfologi Kepiting Bakau Spesies Scylla olivacea (Keenan dkk.

1999)

Kepiting bakau jenis Scylla olivacea memiliki warna karapas hijau keabu-

abuan, rambut atau setae melimpah pada bagian karapas, duri bagian kepala

umumnya tumpul, dan memiliki duri tajam bagian bagian corpus. Secara ringkas

perbedaan perbandingan karakter kepiting genus Scylla dijelaskan pada Tabel 2

berikut.

Page 20: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

8

Tabel 2. Perbandingan Karakter Pada Genus Scylla

Karakter Scylla olivacea Scylla paramamosain Scylla serrata Scylla tranquebarica

Capit

Muka

karapas

Sumber: Carpenter dkk., 1998

Page 21: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

9

III. MORFOLOGI DAN ANATOMI KEPITING BAKAU

3.1. Morfologi Kepiting Bakau

Kepiting bakau merupakan salah satu kelompok Crustacea. Tubuh kepiting

ditutupi dengan karapas, yang merupakan kulit keras atau exoskeleton (kulit luar)

dan berfungsi untuk melindungi organ bagian dalam kepiting (Prianto, 2007).

Kulit yang keras tersebut berkaitan dengan fase hidupnya (pertumbuhan) yang

selalu terjadi proses pergantian kuit (moulting). Kepiting bakau genus Scylla

ditandai dengan bentuk karapas yang oval bagian depan pada sisi panjangnya

terdapat 9 duri di sisi kiri dan kanan serta 4 yang lainnya diantara ke dua matanya.

Spesies-spesies di bawah genus ini dapat dibedakan dari penampilan morfologi

maupun genetiknya. Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi di bawah

karapas. Anggota badan berpangkal pada bagian cephalus (dada) tampak mencuat

keluar di kiri dan kanan karapas, yaitu 5 (lima) pasang kaki.

Pasangan kaki pertama disebut cheliped (capit) yang berperan sebagai alat

memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga

sebagai senjata dalam menghadapi musuh, pasangan kaki kelima berbentuk

seperti kipas (pipih) berfungsi sebagai kaki renang yang berpola poligon dan

pasangan kaki selebihnya sebagai kaki jalan (Gambar 6). Pada dada terdapat

organ pencernaan, organ reproduksi (gonad pada betina dan testis pada jantan).

Bagian tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) dari dada. Pada ujung

abdomen itu bermuara saluran pencernaan (dubur).

Page 22: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

10

Gambar 6. Bagian-bagian Tubuh Kepiting Bakau

Berdasarkan morfologinya, perbedaan pada kepiting bakau jantan dan

betina dapat dilihat pada Tabel 3. dan Gambar 7.

Tabel 3. Perbedaan Kepiting Bakau Jantan dan Betina

Bagian tubuh Jantan Betina

Capit Lebih besar dan panjang Lebih kecil dan relatif

lebih pendek

Abdomen berbentuk segitiga, ruas

abdomen sempit dan agak

meruncing di bagian

ujungnya dengan sudut

menyerupai huruf “V”,

berbentuk seperti tugu

berbentuk membulat, ruas

abdomen lebih melebar

pada bagian ujungnya atau

menyerupai bentuk huruf

“U”, berbentuk seperti

stupa di bawahnya terdapat

bulu-bulu atau umbai-

umbai sebagai tempat

pengeraman telur

Pleopod (kaki renang) berfungsi sebagai alat

kopulasi

berfungsi sebagai tempat

meletakkan telur

Ukuran Tubuh Memiliki ukuran tubuh yang

besar

Memiliki ukuran tubuh

cenderung lebih kecil

Page 23: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

11

Gambar 7. Perbedaan Secara Morfologis Kepiting Bakau Jantan (kiri) dan Betina

(kanan)

Pada kepiting betina, berdasarkan bentuk penutup abdomen terdapat 3

jenis atau tipe meruncing dan triangular (V shape), tipe lebar dan globular (U

shape), dan tipe antara V dan U (intermediate V-U) (Gambar 8).

A

B

C

Gambar 8. Tiga Bentuk Penutup Abdomen. A. tipe Meruncing dan Triangular (V

shape), B. Tipe Lebar dan Globular (U shape), dan C. Tipe Antara V

dan U (intermediate V-U)

Menurut Siahainenia (2008), kepiting bakau memiliki warna karapas yang

bervariasi dari ungu, hijau, sampai hitam kecoklatan. Hal itu karena habitat alami

hewan ini yang berada di kawasan mangrove yang bertekstur tanah pasir

berlumpur. Kepiting bakau jantan memiliki sepasang capit yang dalam keadaan

normal capit (cheliped) sebelah kanan lebih besar dibandingkan capit sebelah kiri

(Kasry, 1996).

Morfologi kepiting bakau secara detail dapat dilihat pada Gambar 9 dan

Gambar 10. Jika dilihat dari bagian atas, terdapat bagian-bagian antara lain: capit,

manus, carpus, merus, ischium, daerah propogastric, daerah hati, daerah

mesogastric, daerah metagastric, daerah jantung, daerah anterolateral, daerah

Page 24: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

12

usus, tepi posterior, daerah protobranchial, daerah mesobranchial, daerah

metabranchial, propodus, dactylus, kaki jalan, dan kaki renang.

Foto: Asriansyah, 2016

Gambar 9. Morfologi Kepiting Bakau (tampak atas)

Keterangan:

1. Capit 7. Daerah orbital 13. Daerah metagastric 19. Badan

2. Manus 8. Mata majemuk 14. Daerah jantung, 20. Daerah protobranchial,

3. Carpus 9. Daerah epigastric, 15. Daerah

anterolateral

21. Daerah mesobranchial,

4. Merus 10. Daerah propogastric 16. Branchial Lobe 22. Daerah metabranchial,

5. Ischium 11. Daerah hati 17. Usus 23. Propodus,

6. Daerah frontal 12. Daerah mesogastric 18. Tepi Posterior 24. Dactylus, B-D. kaki jalan,.

dan E. kaki renang

Jika dilihat dari bawah, tampak beberapa bagian antara lain: dactylus,

propodus, carpus, merus, ischium, basis, coxa, thorax, badan, daerah sub hepatic,

merus dengan 3 mexilliped, ischium dengan 3 mexiliiped, tiga mexilliped, manus,

cheliped, a-d sternum ke 7, 6, 5, 4. (Gambar 10).

Page 25: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

13

Foto: Asriansyah, 2016

Gambar 10. Morfologi Kepiting Bakau (tampak bawah)

Keterangan:

1. Dactylus 7. Coxa 13. Ischium dengan 3 Maxiliped

2. Propodus 8. Thorax 14. Tiga Maxiliped

3. Carpus 9. Badan 15. Manus

4. Merus 10. Daerah subhepatic a-d. Sternum ke 7,6,5,4

5. Ischium 11. Hepatic

6. Basis 12. Merus

3.2. Anatomi Kepiting Bakau

Berdasarkan anatomi tubuh bagian dalam, mulut kepiting terbuka dan

terletak pada bagian bawah tubuh. Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut

berfungsi dalam memegang makanan dan memompakan air dari mulut ke insang.

Kepiting memiliki rangka luar yang keras, sehingga mulutnya tidak dapat dibuka

lebar. Hal ini menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan capit dalam

memperoleh makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan

menggunakan capit, kemudian baru dimakan. Anatomi tubuh kepiting bagian

dalam dapat dilihat pada Gambar 11. Pada gambar tersebut, dapat dilihat antara

lain lambung, hepatopankreas, insang, pembersih insang, dan jantung.

Page 26: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

14

Gambar 11. Bagian Organ Dalam Kepiting Bakau

Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchiate),

mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda. Insang yang

terdapat di dalam tubuh berfungsi untuk mengambil oksigen biasanya sulit dilihat

dari luar. Insang terdiri dari struktur yang lunak terletak di bagian bawah karapas.

Sedangkan mata menonjol keluar berada di bagian depan karapas.

Page 27: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

15

IV. DISTRIBUSI DAN HABITAT

4.1. Distribusi

Kepiting bakau mempunyai habitat hidup di daerah pantai dengan vegetasi

bakau di sekitar muara sungai. Genus Scylla spp. memiliki penyebaran yang

sangat luas (Gambar 12). Menurut Moosa dkk. (1985) dalam Mardjono dkk.

(1994) kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis mulai dari Pantai

Barat Afrika Selatan, Madagaskar, India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara

sampai kepulauan Hawaii; Di sebelah Utara: dari Jepang bagian Selatan sampai

Pantai Utara Australia, dan di Pantai Barat Amerika bagian Selatan. Kepiting

bakau sesuai dengan jenisnya, memiliki wilayah habitat yang juga spesifik.

Scylla serrata merupakan spesies kepiting bakau yang memiliki distribusi

penyebaran paling luas dibanding spesies lainnya (Hubatsch dkk., 2015). S.

serrata dapat ditemukan di wilayah pesisir perairan tropis dan subtropis,

diantaranya adalah pantai selatan dan timur Afrika, Laut Merah, Teluk Aden,

Teluk Persia, Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australia. Selain itu, S. serrata juga

ditemui di kepulauan Indo Pasifik seperti Kepulauan Mariana, Kepulauan Fiji,

Kepulauan Samoa, Kepulauan Seychelles, Kepulauan Maladewa, dan Pulau

Mauritius. Populasi S. serrata menyebar hingga wilayah perairan sampai 38°

Lintang Selatan, sedangkan 3 spesies lainnya berpusat di perairan sekitar garis

khatulistiwa (Hubatsch dkk., 2015).

Distribusi kepiting bakau jenis S. tranquebarica, S. olivacea, dan S.

paramamosain menyebar di wilayah perairan Landasan Kontinen (wilayah laut

dangkal di sepanjang pantai dengan kedalaman kurang dari 200 meter) Asia dan

hanya jenis S. olivacea yang dapat ditemukan di wilayah perairan bagian utara

Australia. Ketiga spesies tersebut menyebar di Laut Cina Selatan, dan Laut Jawa

dimana kepiting bakau jenis S. serrata jarang ditemukan di wilayah tersebut

(Keenan dkk., 1998).

Page 28: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

16

Sumber: Hubatsch dkk., 2015

Gambar 12. Distribusi Kepiting Bakau di Dunia

Indonesia dengan potensi hutan bakau yang sangat besar (4,25 juta ha)

tersebar di beberapa pulau seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku

dan Papua, diduga merupakan habitat dan fishing ground kepiting bakau. Kepiting

bakau terdapat di wilayah perairan pantai estuari dengan kadar garam 0 sampai 35

ppt. Hewan ini menyukai perairan yang berdasar lumpur dan lapisan air yang

tidak terlalu dalam (sekitar 10-80 cm) dan terlindung, seperti di wilayah hutan

bakau. Di habitat seperti itu kepiting bakau hidup dan berkembang biak.

Ekosistem hutan bakau atau mangrove merupakan ekosistem hutan yang

tumbuh di lingkungan pantai dan sebagai sumber produktivitas primer, sehingga

berfungsi sebagai daerah untuk mencari makan (feeding ground), tempat

berlindung/daerah asuhan (nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning

ground) berbagai biota perairan, termasuk kepiting bakau. Ekosistem mangrove

juga berfungsi menghasilkan berbagai makanan yang dibutuhkan oleh kepiting

bakau dalam bentuk material organik maupun jenis pakan alami lainnya.

Ketersediaan pakan alami, produktivitas maupun kualitas habitat ekosistem

Page 29: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

17

mangrove sangat mempengaruhi keberlangsungan kehidupan kepiting bakau di

dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Kepiting bakau yang sudah dewasa dan mengandung telur terdapat di

daerah laut dekat pantai yang merupakan tempat melakukan perkawinan

(spawning ground). Selain itu kepiting bakau banyak dijumpai berkembangbiak di

daerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu dangkal (lebih dari

0,5 m).

4.2. Habitat

Habitat hutan bakau merupakan habitat utama kepiting untuk tumbuh dan

berkembang (nursery ground) dikarenakan terdapat organisme kecil yang menjadi

makanan dari kepiting bakau. Habitat alami kepiting bakau adalah daerah

perairan payau yang dasarnya berlumpur dan berada di sepanjang garis pantai

yang banyak ditumbuhi pohon bakau (mangrove). Vegetasi mangrove yang umum

dijumpai di wilayah pesisir Indonesia, antara lain api-api (Avicennia sp.), nyrih

(Xylocarpus sp.), bakau (Rhizophora sp.), pedada (Sonneratia sp.), tanjang

(Brugueira sp.), tengar (Ceriops sp.) dan buta-buta (Exoecaria sp.).

Berdasarkan hasil penelitian Sunarto (2015), di wilayah pertambakan dan

hutan bakau Kabupaten Indramayu ditemukan 2 jenis kepiting bakau, yaitu Scylla

paramamosain dan S. olivacea. Jenis S. paramamosain umumnya mendominasi

wilayah di Indramayu dengan habitat dominan Rhizopora sp. ataupun Avicenia

sp., namun demikian pada kanal dominan Avicenia sp., jenis S. olivacea dijumpai

cukup banyak dibandingkan dengan habitat lain (Gambar 13).

Page 30: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

18

Keterangan Lokasi Stasiun:

1 = Tambak silvofishery dominan Rhizopora sp. (TSDR)

2 = Tambak silvofishery dominan Avicennia sp. (TSDA)

3 = Kanal dominan Rhizopora sp. (KDR)

4 = Kanal dominan Avicennia sp. (KDA)

5 = Pinggiran Hutan Mangrove (PHM)

Gambar 13. Jumlah Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla spp.) (Sunarto, 2015)

Di wilayah hutan mangrove Sancang, Kabupaten Garut (Jawa Barat),

dijumpai 3 jenis spesies kepiting bakau (Avianto dkk, 2013), yaitu S. serrata, S.

tanquaberica, S. olivacea. Jenis kepiting bakau S. serrata diperkirakan

mendominasi di wilayah zona dekat laut, dengan kadar salinitas >28 ‰. Di Zona

penelitian yang agak ke tengah (yang merupakan kawasan tengah hutan mangrove

dengan toleran pada salinitas 24 - >28 ‰) ditemukan S.tanquaberica. Pada zona

agak jauh dari pantai (yang merupakan wilayah belakang hutan mangrove dan

diduga toleran pada salinitas cukup rendah 22,44 ‰) ditemukan cukup banyak

jenis S. olivacea. Pada wilayah hutan mangrove yang dekat dengan pantai,

umumnya didominasi oleh jenis Avicenia sp. dan Sonneratia sp., pada zona agak

ke tengah ditemukan banyak jenis Rhizopora sp., sedangkan wilayah yang agak

jauh dari pantai umumnya ditemukan cukup banyak Bruguiera sp. dan Rhizopora

sp.

Page 31: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

19

V. BIOLOGI

5.1. Sumber Makanan dan Kebiasaan Makan

Di dalam habitat alaminya kepiting bakau mengkonsumsi berbagai jenis

pakan antara lain alga, daun-daun yang telah membusuk, akar serta jenis kacang-

kacangan, jenis siput, kodok, katak, daging kerang, udang, ikan, bangkai hewan

(Kasry, 1996), sehingga kepiting bakau bersifat omnivore (pemakan segala).

Kepiting bakau aktif makan pada waktu malam hari, namun sebenarnya waktu

makannya tidak beraturan. Pada saat stadia larva, kepiting bakau lebih cenderung

mengkonsumsi pakan dari jenis planktonik seperti Diatom sp., Tetraselmis sp.,

Chlorella sp., Rotifer (Brachionus sp.), serta larva Echinodermata, Moluska,

cacing dan lain-lain (Kasry, 1996; Kordi, 1997).

5.2. Siklus hidup

Amir (1994) dalam Agus (2008), menyatakan bahwa kepiting bakau

dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan pantai ke laut, kemudian

induk berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai, atau hutan bakau untuk

berlindung, mencari makanan, atau tumbuh berkembang. Kepiting betina matang

pada ukuran lebar karapas antara 80-120 mm sedangkan kepiting jantan matang

secara fisiologis ketika lebar karapas berukuran 90-110 mm, namun tidak cukup

berhasil bersaing untuk pemijahan sebelum dewasa secara morfologis (yaitu dari

ukuran capit) dengan lebar karapas 140-160 mm.

Kepiting bakau yang telah siap melakukan perkawinan akan memasuki

hutan bakau dan tambak. Proses perkawinan kepiting tidak seperti pada udang

yang hanya terjadi pada malam hari (kondisi gelap) tetapi kepiting bakau juga

melakukan perkawinan pada siang hari (Ditjen Perikanan 1994). Spermatofor

kepiting jantan akan disimpan di dalam spermateka kepiting betina sampai telur

siap dibuahi. Jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali perkawinan berkisar 2-8

juta butir telur (Kordi 2012), bergantung dari ukuran dan umur kepiting. Siklus

hidup kepiting bakau disampaikan pada Gambar 14.

Page 32: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

20

Sumber: Hubatsch dkk., 2015

Gambar 14. Siklus Hidup Kepiting Bakau

Setelah telur menetas, maka muncul larva tingkat I (zoea I) yang terus

menerus berganti kulit sebanyak lima kali sambil terbawa arus ke perairan pantai

sampai (zoea V). Kemudian kepiting tersebut berganti kulit lagi menjadi

megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa, tetapi

masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat megalopa ini, kepiting

mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai. Zoea

membutuhkan waktu pergantian kulit kurang lebih sebanyak 20 kali untuk

menjadi kepiting dewasa.

Proses pergantian kulit pada zoea berlangsung relatif cepat sekitar 3-4 hari

tergantung pada kemampuan tubuhnya. Pada fase megalopa, proses pergantian

kulit berlangsung relatif lama sekitar 15 hari. Setelah fase megalopa, kemudian

akan tumbuh menjadi juvenil dan bentuknya sudah sempurna sampai remaja

hingga kepiting dewasa. Kemudian, pada saat dewasa kepiting beruaya ke

perairan berhutan bakau untuk kembali melangsungkan perkawinan (Kanna,

2002).

Page 33: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

21

5.3. Tingkat Kematangan Gonad

Kepiting bakau merupakan organisme yang dioceous, artinya mempunyai

jenis kelamin jantan dan betina pada individu yang berbeda. Perbedaan kepiting

jantan dan betina dapat diketahui secara morfologi.

Sistem reproduksi kepiting betina terdiri atas ovarium, saluran telur, dan

spermateka, sedangkan pada kepiting jantan terdiri atas testis, saluran sperma, dan

alat ejakulasi. Pada betina, ovarium terletak di dalam rongga abdomen, melintang

tepat di atas kelenjar pencernaan, demikan juga pada kepiting jantan. Ujung

spermateka mengarah pada koksa dari pasangan kaki ketiga, sedangkan saluran

sperma terbuka kearah koksa pada pasangan kaki terakhir. Ujung dari saluran

telur mengalami modifikasi membentuk spermateka dan vagina untuk menangkap

pleopod jantan. Ukuran spermateka berubah-ubah sesuai volume sperma yang

dikandungnya (Diesel, 1991).

Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) pada kepiting bakau betina

dapat dilakukan dengan dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan secara morfologis

dan histologis. Pengamatan secara morfologis dilakukan dengan melihat

perubahan ukuran dan warna yang tampak pada bagian bawah abdomen. Kedua

teknik penentuan tingkat kematangan gonad dari kepiting bakau ini berdasarkan

Kasry (1996) yang dikombinasikan dengan Islam dkk. (2010) dan Ikhwanuddin

dkk. (2014) yaitu:

1. TKG I belum matang (immature, polyferation)

Pada tingkat kematangan gonad pertama, gonad memiliki ciri morfologis

antara lain ovarium berbentuk sepasang filamen yang mengarah ke punggung,

berwarna kuning keputihan, seluruhnya ditutupi selaput peritoneum tipis (Gambar

15).

Sedangkan ciri histologisnya antara lain epitel folikel yang menutupi sel

telur tidak begitu jelas, sitoplasma berwarna agak lemah, nukleus dan nukleolus

sangat jelas. Sebagian besar ovarium yang belum matang mempunyai bentuk yang

tidak beraturan, sel telur yang mengalami asteria (ketidakjelasan bentuk) relatif

banyak, ukuran diameter telur sekitar 35-50 µm (Gambar 16).

Page 34: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

22

Keterangan: O: Ovary; D: Digestive gland

Gambar 15. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Belum Matang (M. S.

Islam dkk. 2010).

Keterangan: O: Ovary

Gambar 16. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Belum Matang (M. S.

Islam dkk. 2010).

Pada perkembangan gonad dari tidak matang menjadi berkembang

diperlukan waktu sekitar 5-10 hari. Pada kondisi praktis di lapang, kepiting yang

tidak matang gonad dapat ditempatkan dalam suatu kolam tertutup atau wadah

Page 35: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

23

plastik di kolam air tambak atau saluran tambak, setelah 5-10 hari, gonad sudah

mulai agak berkembang.

2. TKG II berkembang (developing, previtellogeneisis, early maturing)

Gonad memiliki ciri morfologis antara lain.ukuran ovarium bertambah dan

meluas baik ke arah lateral maupun antero posterior, butiran telur belum kelihatan

dan warnanya menjadi kuning keemasan (Gambar 17).

Keterangan: O: Ovary; D: Digestive gland; Cs: Cardiac stomach

Gambar 17. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Berkembang (M. S.

Islam dkk. 2010).

Sedangkan ciri histologisnya berupa ovari yang masih kecil dan terlihat

kuning telur dengan ukuran kecil. Kuning telur tersebut menyebar di dalam

sitoplasma, ukuran diameter telur sekitar 45-100µm (Gambar 18).

Page 36: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

24

Keterangan: P: Primary oocytes; V: Vacuolated globule

Gambar 18. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Berkembang (M. S.

Islam dkk. 2010).

Pada perkembangan gonad dari kondisi berkembang menjadi menjelang

matang diperlukan waktu 10-15 hari. Pada kondisi tersebut tersebut, gonad sudah

mulai berkembang, namun masih belum besar (kurang dari 20%).

3. TKG III menjelang matang (maturing, primary vitellogenesis)

Pada fase ini gonad memiliki ciri morfologis antara lain ovarium semakin

membesar. Warnanya mulai orange muda dan butiran telurnya sudah terlihat,

namun masih dilapisi oleh kelenjar minyak (Gambar 19).

Sedangkan ciri histologis gonad pada fase ini antara lain butiran kuning

telurnya makin membesar dan hampir seluruh sitoplasma tertutup kelenjar

minyak, ukuran diameter telur sekitar 80-150 µm (Gambar 20).

Page 37: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

25

Keterangan: O: Ovary; D: Digestive gland; Cs: Cardiac stomach

Gambar 19. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Matang Awal (M. S.

Islam dkk. 2010).

Keterangan: F: Follicle cell; N: Nukleus; Yg: Yolk globule; Nu: Nucleolus

Gambar 20. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Matang Awal (M. S.

Islam dkk. 2010).

Pada perkembangan gonad dari kondisi menjelang matang menjadi matang

diperlukan waktu 15-20 hari. Pada kondisi tersebut tersebut, gonad berkembang

sampai sekitar 50%.

Page 38: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

26

4. TKG IV matang sampai matang akhir (mature-fully mature, secondary-

tertiary vitellogenesis)

Gonad pada fase matang, gonad memiliki ciri morfologis antara lain

butiran telur semakin membesar dan terlihat jelas berwarna orange serta dapat

dipisahkan dengan mudah karena lapisan minyak sudah semakin berkurang

(Gambar 21).

Keterangan: O: Ovary; D: Digestive gland

Gambar 21. Kondisi Morfologis Gonad Dalam Keadaan Matang Akhir (M. S.

Islam dkk. 2010).

Ciri histologisnya antara lain butiran kuning telurnya lebih besar dari TKG

III dan lapisan minyaknya menutupi seluruh sitoplasma (Gambar 22). Pada fase

ini ukuran diameter telur berkisar 120-200 µm.

Page 39: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

27

Keterangan: F :Follicle cell; N: Nukleus; Yg: Yolk globule; Nu: Nucleolus

Gambar 22. Kondisi Histologis Gonad Dalam Keadaan Matang Akhir (M. S.

Islam dkk. 2010).

Pada perkembangan gonad dari kondisi menjelang matang menjadi matang

diperlukan waktu 20-30 hari. Pada kondisi tersebut tersebut, gonad berkembang

sampai 50% atau lebih.

Sedangkan pada fase matang akhir, gonad memiliki ciri morfologis yang

mirip dengan matang, namun ukurannya volume gonad mendekati penuh (Gambar

23). Ciri histologis gonad pada matang akhiir antara lain sel telurnya seperti pada

kondisi matang, namun ukuran sel telur sekitar 150-250 µm (Gambar 24).

Page 40: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

28

Keterangan: O: Ovary

Gambar 23. Kondisi morfologis gonad dalam keadaan matang sempurna (M. S.

Islam dkk. 2010).

Keterangan: F: Follicle cell; N: Nukleus; Vt: Vitellus

Gambar 24. Kondisi histologis gonad dalam keadaan matang sempurna (M. S.

Islam dkk. 2010).

Berdasarkan perkembangan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) di atas,

maka kepiting bakau dianggap bertelur apabila sudah mencapai TKG 3 sampai

dengan TKG 4.

Proses pemijahan telur dari kepiting bakau umumnya berlangsung

sepanjang tahun, akan tetapi ada perbedaan dari masa puncak bertelur pada setiap

Page 41: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

29

perairan. Di seluruh perairan tropis di Indonesia, hewan ini melakukan pemijahan

sepanjang tahun, namun karena adanya perbedaan musim hujan dan musim

kemarau, puncak kegiatan memijah tidak sama untuk setiap tempat dan setiap

tahunnya. Proses pemijahan biasa dilakukan pada dasar perairan, di sekitar

kawasan hutan mangrove di pinggir pantai, akan tetapi pada saat tertentu kepiting

ini juga ada di sekitar tambak dan estuaria. Berdasarkan penelitian Kasry (1996)

dan Kanna (2002), kepiting bakau juga dapat dipijahkan di laboratorium dengan

masa inkubasi 12 hari, namun tingkat kelulusan hidup (survival) larva hasil

pemijahan di laboratorium masih rendah. Tingkat perkembangan indung telur

(gonad) merujuk pada tingkat kematangan gonad, menjelang matang (mature)

belum dapat dilihat dengan mata telanjang dan terbentuk sepasang filamen seperti

sari susu berwarna kuning keputihan. Ketika telur matang sedang, ukuran gonad

bertambah besar dan mengisi hampir seluruh permukaan ruang bagian punggung

dan daerah dada, terlihat berwarna kemerahan atau kuning keemasan. Selanjutnya

telur itu akan berkembang dengan baik (Poovachiranon, 1991).

Perkembangan gonad juga dapat diamati dari luar, dengan memperhatikan

kondisi perkembangan gonad (betina) dan melihat morfologis abdomen bagian

belakang. Untuk menentukan tingkat perkembanagan gonad, dapat dilihat dengan

cara sedikit menekan bagian belakang abdomen. Jika bagian tersebut terlihat

warna kuning ataupun oranye, maka kepiting tersebut dipastikan adalah kepiting

bertelur (Gambar 25). Cara lain untuk mengetahui kepiting berpotensi telur adalah

dengan menggunakan cahaya lampu. Akan tetapi cara ini hanya dapat dilakukan

ketika kepiting memasuki TKG IV. Kepiting pembawa telur tidak tembus cahaya

pada bagian anterior karapasnya. Sementara telur yang telah dibuahi akan keluar

melalui gonopore dan disimpan di balik segmen abdomen (antara sternum dan

abdomen).

Page 42: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

30

Gambar 25. Perkembangan Gonad Melalui Pengamatan Luar (Tanpa

Pembedahan Karapas) Gonad Mulai Matang Kuning (a,b) dan

Gonad Sudah Matang Kuning-Oranye (c,d,e)

Kepiting betina yang sudah kawin dan memijah (melepaskan telur-

telurnya), telur tersebut dibuahi (fertilisasi) oleh sperma yang sudah disimpan

ketika perkawinan terjadi. Telur yang sudah terfertilisasi tidak dilepaskan ke

dalam air melainkan segera menempel pada rambut-rambut yang terdapat pada

umbai-umbai di bagian bawah abdomen. Di Indonesia yang beriklim tropika telur

itu “dierami” selama 20 - 23 hari sampai menetas (tergantung tingginya suhu air).

Seekor induk betina kepiting bakau yang beratnya 100 gram (lebar karapas 11 cm)

menghasilkan telur 1-1,5 juta butir. Semakin besar /berat induk kepiting, semakin

banyak telur yang dihasilkan.

a b

c d

e

Page 43: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

31

Telur yang baru difertilisasi (dibuahi) berwarna kuning-oranye. Semakin

berkembang embrio dalam telur, warna telur akan berubah menjadi semakin gelap

yaitu kelabu akhirnya coklat kehitaman ketika hampir menetas (Gambar 26).

Induk yang mengerami telur umumnya sedikit atau tidak makan sama

sekali. Induk itu selalu menggerakkan kaki-kaki renangnya dan sering tampak

berdiri tegak pada kaki dayungnya, agar telur-telur mendapat aliran air segar yang

cukup oksigen.

Gambar 26. Perkembangan Telur yang Telah Dibuahi, Mulai Dari Telur

Berwarna Kuning Hingga Telur Berwarna Kehitaman

a b c

d e f

Page 44: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

32

DAFTAR PUSTAKA

Agus M. 2008. Analisis Carring Capacity Tambak pada Sentra Budidaya

Kepiting Bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang-Jawa Tengah. Tesis.

Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas

Diponegoro, Semarang.

Avianto I, Sulistiono, I Setyobudiandi. 2013. Karakteristik Habitat Dan Potensi

Kepiting Bakau (Scylla serrata, S. transquaberica, dan S. olivacea) Di

Hutan Mangrove Cibako, Sancang, Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal

Ilmu Perikanan dan Sumberdaya perairan. Aquasains. 97-106 p.

Baliao, D.D., E.M. Rodriques and D.D. Gerochi. 1981. Culture of the Mud Crab,

Scylla serrata (Forskal) at Different Stocking Densities in Brackish

Waterpond. SEAFDEC. Quar, Res, Report, 5 : 10 - 14.

Carpenter, Kent E., and Volker H. Niem. 1998. The Living Marine Resources Of

The Western Central Pacific Volume 2: Cephalopods, crustaceans,

holothurians and shark. Food And Agriculture Organization of the United

States. Roma.

Catacutan, M. R. (2002). Growth and body composition of juvenile mud crab,

Scylla serrata, fed different dietary protein and lipid levels and protein to

energy ratios. Aquaculture, 208(1-2), 113-123.

Clark JE. 1974. Coastal Ecosystem : Ecological Consideration for Management

of the Coastal Zone. The Conservation Foundation Washington, D.C.

NOAA Office of Coastal Environment U.S. Dept. Of Commerce.

Diesel, R. 1991. Sperm Competition and the Evolution of Mating Behavior in

Brachyura, with Special Reference to Spider Crabs (Decapoda: Majidae).

In: Bauer, R. T. & Martin, J. W. (Hg.): Crustacean Sexual Biology, pp

145-163. Columbia University Press, New York.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau

(Scylla serrata). Balai Budidaya Air Payau, Direktorat Jenderal Perikanan.

40 hlm.

Estampador, E. P. 1949. "Studies on Scylla (Crustacea: Portunidae) I. Revision of

the genus. Philipp. J. Sci. 78(1): 95-108. pls. 1-3.

Giri, I.N.A, F. Johnny, K. Suwirya dan M. Marzuqi. 2002. Kebutuhan vitamin C

untuk pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan benih kerapu macan,

Epinephelus fuscoguttatus. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset

Perikanan Budidaya Laut Gondol-Bali. TA. 2003. Halaman: 133-143.

Hubatsch H.A., Lee S.Y., Meynecke J.O., Diele K., Nordhaus I., Wolff M. 2015.

Life-history, movement, and Habitat use of Scylla serrata (Decapoda,

Portunidae): Current Knowledge and Future Challenges. Journal of

Hydrobiologia (2016) 763:5-21.

Page 45: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

33

Hutabarat, R. B. 1983. Beberapa Segi Kehidupan Kepiting Bakau, Scylla serrata

(Forskal) di Perairan Mangrove Ujung Alang, Cilacap. Skripsi Fakultas

Biologi Universitas Jend. Sudirman, Purwokerto.

Hutasoit, B. 1991. Telaah Segi-Segi Ekologi Kepiting Bakau. Fakultas Perikanan

IPB, Bogor.

Ikhwanuddin, M., J. Nur-Atika, A.B. Abol-Munafi, H. Muhd-Farouk. 2014.

Reproductive biology on the gonad female orangemud crab Scylla

olivacea (Herbst, 1796) from the West Coastal Water of Peninsular

Malaysia. Asian Journal of Cell Biology 9 (1):14-22.

Juwana, S dan K. Romimohtarto. 2001. Cara Budidaya Kepiting, Rajungan dan

Menu Masakan. Djambatan, Jakarta.

Kanna, I. 2002. Budi Daya Kepiting Bakau Pembesaran dan Pembenihan.

Kanisius. Yogyakarta. 80 hlm.

Karim, M. Y. 2005. Kinerja pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata

Forsskal) pada Berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas

Optimum dengan Kadar Protein Pakan Berbeda. Disertasi. Institut

Pertanian Bogor, Bogor. 50 hal.

Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Bharata, Jakarta.

93 p.

Keenan, C. P., P. J. F Davie, dan D. L. Mann. 1998. ‘A Revision of The Genus

Scylla de Haan, 1833 (Crustacea : Decapoda : Brachyura : Portunidae)’,

Raffles Bulletin of Zoology 46 : 217-245.

Keenan C. P. 1999. The fouth spesies of scylla. Dalam Mud crab aquaculture and

biology. ACIAR proceedings. 78. ACIAR. Canberra. 48-58.

Kordi, G. H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistim

Polikatur. Dahara Press. Semarang.

Kordi G. H. 2012. Jurus Jitu Pengelolaan Tambak untuk Budi Daya Perikanan

Ekonomis. ANDI. Yogyakarta. 396 hlm.

M. S. Islam dkk. 2010. Ovarian Development of the Mud Crab Scylla

paramamosain in a Tropical Mangrove Swamps, Thailand. Hournal of

Scientific Research. 2 (2), 380-389.

Macnae. 1968. A General Account of Fauna of The Mangrove Swamps of Inhaca

Island, Mocambique. J. Ecol. 50 : 93-128.

Mardjono, M. 1994. Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau. Direktorat Jendral

Perikanan, Balai Budidaya Air Payau, Jepara.

Moosa, M. K. 1980. Systematical and zoogeographical observation the Indo-West

Pasific Portunidae. LON - LIPI. Jakarta. Hal 1-138.

Motoh, H. 1977. Biological synopsis of alimango, Genus Scylla. Quart. Res. Rep.

SEAFDEC. 3 : 136-157.

Motoh H. 1979. Edible crustaceans in the Philippines, 11th in a series. Asian

Aquaculture 2:5.

Page 46: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat

34

Nirmalasari I. W. 2011. Pengelolaan Zona Pemnafaatan Ekosistem Mangrove

Melalui Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Kepiting Bakau (Scylla

seratta) Di Taman Nasional Kutai Provinsi Kalimantan Timur. Disertasi

IPB, Hal: 1 – 293.

Poovachiranon, S. dan P. Tantichodok. 1991. The Role of Sesarmid Crabs in The

Mineralization of Leaf Litter of Rhizophora apiculata in a Mangrove,

Southern Thailand. Research Bulletin of Phuket Marine Biological Centre

56: 63-74.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Species Kunci (Keystone Spesies) pada

Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.

Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.

Retnowati, T. 1991. Menentukan Kematangan Gonad Kepiting Bakau (Scylla

serrata, Forskal) Secara Morfologis dan Kaitannya dengan

Perkembangan Gamet. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Fakultas

Perikanan, IPB.

Rusdi I., dan A. Hanafi, 2009. Pembesaran Krablet Kepiting Bakau Scylla

paramamosain Asal Hatchery di Lahan Mangrove. Balai Besar Riset

Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali 2009.

Siahainenia, L. 2000. Distribusi Kelimpahan Kepiting Bakau (S. serrata, S.

oceanica dan S. tranquebarica) dan Hubungannya dengan Karakteristik

Habitat pada Kawasan Hutan Mangrove Teluk Pelita Jaya, Seram Barat-

Maluku. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor. 95 p.

Siahainenia, L. 2008. Bioekologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Ekosistem

Mangrove Kabupaten Subang Jawa Barat. Disertasi Program Pascasarjana

IPB. Bogor.

Stephenson, W., B. Campbell. 1959.‘The Australians Portunids (Crustacea:

Portunidae) III, The genus Portunus’, Aust J.mar. Freshwat. Res. 10: 84 –

124.

Sunarto, 2015. Hubungan Antara Keberadaan Kepiting Bakau (Scylla spp.)

Dengan Kondisi Mangrove Dan Substrat Di Kawasan Tambak

Silvofishery, Eretan Indramayu. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Wahyuni, I. S. dan Sunaryo. 1981. Beberapa Catatan tentang Scylla serrata

(Forskal) di Daerah Muara Dua, Segara Anakan, Cilacap. Makalah pada

Kongres Nasional Biologi V di Semarang, 26-28 Juni.

Wahyuni I.S. dan W. Ismail. 1987. Beberapa Kondisi Lingkungan Perairan

Kepiting Bakau (Scylla serrata, Forskal) di Perairan Tanjung Pasir,

Tangerang. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 38: p. 59-68.

Warner, G. F. 1977. The Biology of crab. Elek Scientific Book Ltd. London.

Page 47: fqia-bali.bkipm.idfqia-bali.bkipm.id/karantina/regulasi/Keputusan Kepala Badan/Kep...i pedoman pemeriksaan/identifikasi jenis ikan dilarang terbatas (kepiting bakau/scylla spp.) pusat