four score ok
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Penilaian koma merupakan keterampilan klinis penting bagi
dokter. Skala telah dibuat untuk meningkatkan komunikasi antara
personil kesehatan dan sebagai standar pemeriksaan pasien yang
tidak sadar. Skala yang paling umum digunakan adalah Glasgow
Coma Scale (GCS). Meskpiun pencetus GCS telah menyatakan GCS
sebagai skala yang praktis, penlitian lain telah menunjukkan
beberapa kesulitan aplikasi skala ini oleh staf perawat yang tidak
terlatih. Personil yang terlatih cenderung menerapkan GCS dengan
baik meskipun interpretasi skor intermediate GCS tetap sulit
dilakukan terutama dalam keadaan darurat.1
Kekurangan lain dari GCS telah diakui. Pertama, karena
pasien koma banyak diintubasi, komponen verbal tidak dapat diuji.
Beberapa dokter akan menggunakan skor terendah sedangkan
yang lainnya akan menentukan respon lisan pasien berdasarkan
temuan neurologis lainnya. Kedua, reflex batang otak yang
abnormal, perubahan pernafasan, dan kebutuhan ventilasi mekanik
dapat mencerminkan keparahan koma yang terjadi, tetapi GCS
tidak dapat mendeteksi indikator-indikator klinis tersebut. Ketiga,
GCS tidak dapat mendeteksi perubahan-perubahan halus dalam
1
pemeriksaan neurologis. Baru-baru ini, sebuah studi cedera kepala
traumatik menemukan kurangnya korelasi antara skor GCS dan
hasil akhir pada pasien.1,2
Upaya-upaya telah dilakukan dalam memodifikasi GCS,
namun sebagian besar modifikasi ini lebih rumit dan jarang
digunakan. Penyederhanaan GCS telah disarankan karena kurang
handalnya GCS dalam melakukan penilaian terhadap cedera kepala
traumatik. Keprihatinan dan upaya-upaya sebelumnya dilakukan
untuk merancang suatu penilaian baru yang dapat memberikan
informasi neurologis yang rinci pada koma, mudah digunakan, dan
interpretasinya dapat digunakan dalam memprediksi hasil akhir
pada pasien. Adanya skala koma baru yaitu FOUR (Full Outline of
UnResponsiveness) Score akan dibandingkan dengan GCS.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan Coma Skale
Coma skale telah dikembangkan di seluruh dunia untuk standarisasi baik
komunikasi antara anggota tim kesehatan sebagai penilaian dari perubahan klinis
pasien sangat berpengaruh. Sejauh ini skala yang paling umum digunakan adalah
Glasgow Coma Scale. Berbagai skala lain telah dikembangkan, beberapa di antaranya
adalah jarang digunakan di luar negara asal mereka. Contohnya adalah Innsbruck
Coma Scale dan Japanese Coma Scale Mereka semua umumnya menilai pasien
denagn pemberian skor yang memberikan gambaran keseluruhan tingkat kesadaran.
Keuntungan utama dari skala Jouvet adalah bahwa hal itu memungkinkan hubungan
antara anatomo-klinik diwujudkan. Namun, skala tersebut rumit, sulit untuk
digunakan dan memakan waktu lama sehingga dengan demikian tidak cocok untuk
3
keadaan darurat seperti pada traumatic brain injury (TBI). Dibandingkan dengan
Glasgow Coma Scale, skala tersebut lebih sensitif untuk tingkat kesadaran yang
mendekati normal.2
Skala Moskow jarang digunakan saat ini. Dalam sebuah studi dalam suatu
makalah mengatakan, 58 korban cedera otak traumatis (TBI) yang dinilai dengan
Glasgow Coma Sclae juga dinilai dengan skala Moskow. Dari jumlah 58 pasien
tersebut, hanya 69% meninggal, dimana pada Skala Moskow dengan skor kurang dari
15 dinyatakan meninggal. Temuan ini menyebabkan definisi nilai kritis dari 15 poin,
sebagai prognosis mati batang otak. Studi ini menyimpulkan bahwa Moskow skala
memiliki nilai prediktif yang baik.2
Glasgow Coma Scale dikembangkan dengan menggunakan parameter
sederhana untuk tujuan khusus yang memungkinkan dokter dan profesional kesehatan
lainnya untuk menghasilkan laporan yang akurat dari kesadaran pasien. Namun
demikian, hal itu telah menjadi sasaran kritik diberbagai hal dalam beberapa dekade
terakhir, dan sejumlah studi telah menggambarkan kekuatan dan kelemahan
Membuka mata, misalnya, dianggap mengindikasikan terjaga, tetapi harus diingat
bahwa membuka mata tidak berarti bahwa isi dari kesadaran yang utuh (seperti dalam
keadaan vegetatif persisten). FOUR Score dapat mendeteksi locked-in
syndrome serta adanya keadaan vegetatif yang ditandai oleh
terbukanya mata secara spontan namun tidak dapat melacak jari
pemeriksa. Faktanya adalah bahwa skala Glasgow tidak menyediakan baik dalam
4
jumlah yang memadai atau alat yang sesuai untuk menutupi seluruh spektrum
perubahan dalam kesadaran. Keterbatasan pada diagnosis status koma dan perbedaan
dalam membuat status kesadaran. Karena kegunaannya untuk menyimpulkan
prognosis terbatas, terutama pada pasien dengan intermediate skor. Dalam keadaan
tersebut, skala Glasgow tidak cocok untuk memantau perubahan hal tertentu dalam
keadaan kesadaran.2
Selain itu, Jennett dan Teasdale mengatakan bahwa skor harus dihitung
berdasarkan pemeriksaan pada pasien enam jam setelah cedera otak traumatis
(traumatic brain injury TBI). Pasien dengan TBI yang stabil lebih cepat, dan obat
penghambat neuromuscular sering digunakan untuk membuatnya lebih mudah untuk
diangkut dan intubasi pada pasien gelisah. Semua situasi ini mengganggu validitas
dari skor awal yang diperoleh.2
Masalah lain ketika menerapkan Glasgow Coma Skale adalah bahwa komponen
verbal tidak dapat diuji pada pasien diintubasi. Beberapa dokter mungkin
menggunakan skor terendah. Sementara yang lain menyimpulkan respon verbal
berdasarkan temuan lain dari pemeriksaan neurologis. Lebih jauh lagi, reflex batang
otak abnormal, pola pernapasan tertentu pada pasien, atau yang emerlukan ventilasi
mekanik dapat diindikasikan pada koma yang dalam, tetapi Glasgow Coma Scale
tidak dapat mewakili parameter tersebut.2
Bozza-Marrubini Scale merupakan upaya untuk menggabungkan standar
Glasgow Coma Scale dengan tepat terhadap deskripsi dari masing-masing tingkat
klinis. Hal ini adalah upaya yang dilakukan oleh Bozza-Marrubini untuk menemukan
5
cara-cara alternatif untuk menilai item yang sama, seperti dalam kasus respon
terhadap perintah verbal, di mana perintah dapat mencakup alternatif "menutup mata"
dan “julurkan lidah Anda keluar ", seperti yang terlihat di tingkat 2 pada skala.2
2.2. Penggunaan FOUR Score dalam Penilaian Kesadaran
Penentuan prognosis pada saat perawatan di Unit Perawatan Intensif merupakan
suatu hal yang perlu diperhatikan. Dengan mengetahui prediksi prognosis maka
penanganan menjadi lebih optimal dan motivasi untuk menangani secara maksimal
lebih tinggi. Selama ini telah dikenal sistem skor yang sudah dipergunakan secara
luas yaitu Glasgow Coma Scale (GCS) atau modifikasi GCS namun memiliki
keterbatasan. Keterbatasan GCS adalah komponen verbal pasien yang berada dalam
keadaan koma dan terintubasi tidak dapat dinilai. Penelitian menunjukkan sekitar
20%-48% pasien yang menggunakan GCS sebagai alat untuk menilai kesadaran,
menjadi kurang berguna karena mereka diintubasi. Selain itu, GCS hanya menilai
orientasi, yang dengan mudah menjadi abnormal pada pasien yang mengalami agitasi
dan delirium.3
Skor GCS tidak mempunyai indikator klinis untuk refleks batang otak yang
abnormal, perubahan pola napas, serta tidak mampu mendeteksi perubahan minimal
dari pemeriksaan neurologis. Dengan keterbatasan tersebut maka diperlukan suatu
alternatif lain yang dapat menggantikan GCS dengan menambahkan beberapa
kelemahan komponen pada GCS. Dilaporkan FOUR score dapat memberikan lebih
banyak informasi dibandingkan dengan GCS dengan penilaian empat komponen
6
yaitu: penilaian refleks batang otak, penilaian mata, respon motorik dengan spektrum
luas, dan aadanya pola napas abnormal serta usaha napas, dengan skala penilaian 0-4
untuk masing-masing komponen.3
Pada tahun 2005, Wijdicks et al. menerbitkan skala koma baru FOUR Score.
Skala koma ini melibatkan penilaian dari empat komponen berikut, masing-masing
pada skala dengan nilai maksimal empat: respon mata, respon motorik, refleks batang
otak dan pernapasan. Skala ini mampu mendeteksi kondisi seperti lock in syndrome
dan keadaan vegetatif, yang tidak terdeteksi oleh GCS.2
7
Skala koma baru ini dinamakan FOUR Score. Skor ini memiliki
4 komponen uji berbeda dengan GCS. Jumlah komponen dan nilai
maksimal untuk masing-masing kategori adalah 4 (E4, M4, B4, R4),
hal ini lebih mudah diingat daripada GCS dengan berbagai nilai
maksimal untuk komponen-komponennya (E4, M6, V5) dan
diperkuat oleh akronim. FOUR Score dapat mendeteksi locked-in
syndrome serta adanya keadaan vegetatif yang ditandai oleh
8
terbukanya mata secara spontan namun tidak dapat melacak jari
pemeriksa.1
Pemeriksaan respon motorik sebaiknya dilakukan pada
ekstremitas atas. Kategori motorik meliputi adanya status
epileptikus myoklonus (persisten, multisegmental, aritmik, dan jerk-
like movements) yang merupakan tanda prognostik yang buruk
pada pasien koma yang berhasil diselamatkan setelah dilakukan
resusitasi kardiak. Komponen motorik ini merupakan kombinasi
dekortikasi dan respon penarikan (perbedaan ini sulit untuk
diketahui). Pemeriksaan posisi tangan (mengarahkan jempol ke
atas, mengepal seperti meninju, maupun membentuk tanda damai)
telah divalidasi sebelumnya dan dapat digunakan dalam menilai
suatu kewaspadaan.2
Tiga refleks batang otak dapat dilakukan untuk memeriksa
fungsi mesensefalon, pons, dan medulla oblongata digunakan
dalam berbagai kombinasi. Tanda klinis disfungsi N.III akut (dilatasi
pupil unilateral) juga ikut disertakan. Tidak adanya reflex batuk
terjadi ketika kedua refleks baik refleks kornea maupun pupil tidak
ada. Penilaian pola pernafasan sangatlah penting. Pola pernafasan
Cheyne-Stokes dan pernafasan ireguler dapat mewakili disfungsi
bihemisfer atau struktur lain yang terletak di bawah batang otak
9
yang berfungsi sebagai kontrol pernafasan. Pada pasien yang
diintubasi, ventilator mekanik yang menunjukkan peningkatan
pernafasan mewakili gangguan pada pusat pernafasan. Adanya nilai
0 untuk semua kategori mengharuskan pemeriksa untuk
mempertimbangkan evaluasi kematian otak. Penilaian dengan
FOUR score dapat dilakukan dalam beberapa menit.1
Ketika menilai respon mata, yang terbaik dari tiga kali pemeriksaan yang
digunakan. E4 menunjukkan setidaknya tiga gerakan dalam menanggapi perintah
pemeriksa (misalnya, meminta pasien untuk melihat ke atas, melihat ke bawah dan
berkedip dua kali). Jika mata pasien ditutup, pemeriksa harus membukanya dan
mengamati apakah mereka melacak benda bergerak atau jari telunjuk pemeriksa. Jika
salah satu dari mata dipengaruhi oleh edema kelopak mata atau trauma, respon dari
mata sehat saja dapat digunakan. Jika tidak ada gerakan horisontal, periksa gerakan
vertikal. E3 menunjukkan tidak adanya gerakan dengan mata terbuka. E2
mengindikasikan membuka mata dalam menanggapi suara keras, dan E1 sesuai
dengan membuka mata dalam menanggapi stimulus nyeri. E0 mengindikasikan tidak
ada membuka mata bahkan setelah stimulus yang menyakitkan.2
Respon motorik dinilai sebaiknya di ekstremitas atas. Sebuah tes dilakukan
untuk menentukan apakah pasien dapat pertama untuk mengabduksikan ibu jari
mereka dan sekaligus secara stimulan melipat empat jari mereka (thumbs up),
melipat jari-jari mereka dan jempol bersama-sama (membentuk gerakan tinju) dan
10
kemudian melebarkan jari telunjuk mereka dan jari tengah (V sign). Jika mereka
mampu melakukan hal ini, pasien diklasifikasikan sebagai M4. Jika satu-satunya
tanggapan pasien adalah lokalisasi rasa sakit, mereka diklasifikasikan sebagai M3.
Fleksor respon terhadap rasa sakit diklasifikasikan sebagai M2, respon ekstensor
sebagai M1 dan kurangnya respon lengkap atau status myoclonus umum
diklasifikasikan sebagai M0.2
Refleks batang otak yang diuji adalah pupil dan kornea refleks. Refleks kornea
diuji dengan mennggunakan dua atau tiga tetes larutan garam steril dari jarak 4
sampai 6 inci (untuk meminimalkan trauma kornea sebagai hasil pemeriksaan ulang).
Usapan kapas dapat juga digunakan. Ketika keduanya (pupil dan kornea) refleksnya
tidak ada, refleks batuk juga diuji. B4 menunjukkan adanya refleks pupil dan kornea.
B3 mengindikasikan bahwa salah satu pupil membesar dan menetap. B2
menunjukkan tidak adanya salah satu refleks. B1 tidak ada reflex batuk. B0
menunjukkan bahwa semua refleks tidak ada, termasuk refleks batuk.2
Untuk respirasi, non-intubasi pasien dengan pola pernapasan normal
diklasifikasikan sebagai R4, non-intubasi pasien dengan pola pernapasan Cheyne-
Stokes sebagai R3 dan non-intubasi pasien dengan pola napas irregular sebagai R2.
Pasien yang menggunakan ventilasi mekanik diklasifikasikan dalam R1 jika mereka
bernapas di atas rata-rata ventilator (menunjukkan bahwa pusat pernafasan masih
bekerja) dan R0 jika mereka bernapas pada tingkat ventilator atau memiliki apnea.
Jika skor pasien nol di semua kategori, pemeriksa harus mempertimbangkan
kemungkinan diagnosis mati batang otak.2
11
2.3. Kelebihan FOUR Score
FOUR score diciptakan untuk memenuhi kebutuhan akan skala penilaian
tanda-tanda neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada pasien dengan
penurunan kesadaran. Skala ini mengabaikan disorientasi atau delirium pada
penilaian verbal, namun memberikan kemampuan penilaian yang baik untuk
pergerakan mata, refleks batang otak, dan usaha napas pada pasien dengan ventilator.2
12
Kelebihan lain dari FOUR score adalah tetap dapat digunakan pada pasien
dengan gangguan metabolik akut, syok, atau kerusakan otak nonstruktural lain karena
dapat mendeteksi perubahan kesadaran lebih dini. Dengan rentang skala penilaian
yang sama di tiap komponen yakni 0-4, FOUR score juga memiliki keunggulan lain
dibandingkan GCS karena menjadi lebih mudah diingat. 2
Skala koma yang ideal seharusnya linear (memiliki bobot yang sama bagi setiap
komponen), reliabel (mengukur yang seharusnya diukur), valid (menghasilkan nilai
yang sama pada pemeriksaan berulang), dan mudah digunakan (memiliki instruksi
yang simpel tanpa memerlukan alat bantu atau kartu). Selain itu skala koma harus
dapat memprediksi luaran walaupun angka kematian di ruang rawat intensif dapat
dipengaruhi dengan withdrawal bantuan hidup. Penggunaan FOUR score memiliki
kelebihan untuk pasien ruang rawat intensif dalam setiap hal tersebut. FOUR score
dibuat untuk memenuhi kebutuhan skala penilaian tanda neurologis yang cepat dan
mudah digunakan pada pasien dengan penurunan kesadaran. Penelitian yang
dilakukan selama ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai total dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat, residen, ataupun dokter baik untuk FOUR
score maupun GCS.1,2
Terakhir, FOUR Score mudah digunakan dan memberikan detail neurologis
lebih dibandingkan Glasgow Coma Scale, sebagian karena termasuk refleks batang
otak. Keuntungan lain adalah bahwa hal itu memungkinkan berbagai tahap herniasi
dan gangguan lainnya dalam lock in syndrome dan keadaan vegetative untuk
diidentifikasi. Ini tidak termasuk respon verbal, karena itu memiliki nilai prediktif
13
yang lebih tinggi untuk pasien di perawatan intensif. Sebuah penelitian baru
menunjukkan bahwa skala dapat berhasil digunakan oleh para profesional yang
berbeda dari luar bidang ilmu saraf.2
Meskipun skala sangat luar biasa penting dalam menilai gangguan kesadaran,
harus ditekankan bahwa instrumen yang digunakan dalam penilaian kesadaran alami
memiliki keterbatasan tertentu. Untuk beberapa penulis item pada skala dan nilai-nilai
yang ditugaskan kepada mereka masih belum mampu secara konsisten menentukan
dan mengukur dalam semua situasi koma dimana berbagai fungsi kortikal otak yang
berhubungan dengan tingkat kesadaran telah dipengaruhi.2
14
BAB III
PENUTUP
FOUR score mudah digunakan, meliputi pemeriksaan
neurologis minimal dalam gangguan kesadaran dan secara spesifik
menilai keadaan tidak sadar tertentu. FOUR score tidak seperti
GCS, tidak meliputi respon verbal sehingga lebih aplikatif pada
perawatan-perawatan di ICU yang sebagian besar diintubasi.
Sebaliknya, GCS yang menggunakan respon verbal merupakan
salah satu dari tiga komponen menjadi kurang berguna pasien-
pasien yang diintubasi. Pemeriksaan beberapa refleks batang otak
telah dimasukkan dalam modifikasi GCS (Glasgow-Liege Coma
Scale). Refleks ini meliputi pergerakan leher cepat untuk
memperoleh refleks okulovestibular dan tekanan bola mata untuk
memperoleh refleks okulokardiak. Pola pernafasan abnormal dan
ventilator dapat memberikan penilaian lokasi pada pasien-pasien
koma. Studi menunjukkan pola pernafasan dapat dikuasai oleh
dokter dan diinterpretasi dengan baik oleh perawat.1
Kelebihan yang signifikan atas antara FOUR score dan GCS
adalah FOUR score dapat digunakan dalam menilai keadaan pasien
kritis yang diintubasi. Intubasi adalah prosedur umum dalam bidang
15
gawat darurat dan ICU yang menggagalkan salah satu dari tiga
komponen GCS. Pemeriksaan refleks batang otak dalam FOUR score
memberi informasi penting mengenai tahapan cedera batang otak
yang tidak tersedia pada GCS. FOUR score meliputi tanda-tanda
herniasi uncus. Perhatian terhadap pola pernafasan pada FOUR
score tidak hanya menunjukkan kebutuhan akan bantuan
pernafasan pada pasien stupor maupun koma tetapi juga
memberikan informasi adanya respiratory drive. Penilaian dengan
skala ini juga dapat menilai tingkat keparahan pasien koma dengan
GCS terendah. Akhirnya probabilitas kematian di rumah sakit lebih
tinggi pada nilai FOUR score terendah dibandingkan dengan GCS.1
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijdicks EF, Willian RB, Boby VM, Edward MM, Robyn LM.Validation of a New Coma Scale: The FOUR Score. American Neurological Association 2005;58:585–593.
2. Bordini, AL, Luiz TF, Fernandes M, et al. Coma Scale a Historical Review. Arq Neuropsiquiatr 2010;68(6);930-937.
3. Dewi R, Mangunatmadja, Yuniar I. Perbandingan full outline of responsiveness score dengan Glasgow Coma Scale dalam menentukan prognostic pasien sakit kritis. Sari Pediatri 2011;13(3);215-220.
17