fosil jejak wimbo

24
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LOKASI PENELITIAN I.1.1 KESAMPAIAN LOKASI Lokasi pengamatan terletak di Kali Ngalang, Nglipar , Gunung Kidul tepatnya disebelah timur kota Yogyakarta. Lokasi ini dapat dijangkau dengan menggunakan sepeda motor kurang lebih 40 menit dari Kota Yogyakarta a. Lokasi Penelitian I (stop site I) Kali Ngalang I, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di sebelah bawah jembatan Kali Ngalang. b. Lokasi Penelitian II (stop site II) Kali Ngalang II, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di sebelah utara stop site I. I.1.2 FORMASI LOKASI PENELITIAN Lokasi pengamatan terletak pada Formasi Sambipitu.Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari

Upload: wimbo-prakoso-jati

Post on 16-Feb-2015

108 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

...

TRANSCRIPT

Page 1: Fosil Jejak Wimbo

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 LOKASI PENELITIAN

I.1.1 KESAMPAIAN LOKASI

Lokasi pengamatan terletak di Kali Ngalang, Nglipar , Gunung Kidul tepatnya

disebelah timur kota Yogyakarta. Lokasi ini dapat dijangkau dengan menggunakan

sepeda motor kurang lebih 40 menit dari Kota Yogyakarta

a. Lokasi Penelitian I (stop site I)

Kali Ngalang I, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di

sebelah bawah jembatan Kali Ngalang.

b. Lokasi Penelitian II (stop site II)

Kali Ngalang II, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya

di sebelah utara stop site I.

I.1.2 FORMASI LOKASI PENELITIAN

Lokasi pengamatan terletak pada Formasi Sambipitu.Lokasi tipe formasi ini

terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer

27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi

Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian

menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.

Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,

kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan

serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak

mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir,

Page 2: Fosil Jejak Wimbo

mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari

dan selaras di atas Formasi Nglanggran.

Fosil yang ditemukan pada formasi ini diantaranya Lepidocyclina

verbeekiNEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE,

Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus comunis MARTIN, Miogypsina

polymorphaRUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan

umur Miosen Tengah (Bothe, 1929). Namun Suyoto dan Santoso (1986, dalam Bronto

dan Hartono, 2001) menentukan umur formasi ini mulai akhir Miosen Bawah sampai

awal Miosen Tengah. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya

percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya

tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi

Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di

Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).

I.1.3. GEOMORFOLOGI

Morfologi daerah penelitian menunjukkan perbukitan dengan sungai berstadia

dewasa. Pada lokasi pengamatan I dan II berada pada daerah sungai.

I.1.4 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari dua penelitian yakni di lokasi I (Kali Ngalang) dan penelitian di

lokasi II (Kali Ngalang) adalah untuk memperkenalkan atau untuk memahami

kenampakan fosil-fosil jejak di daerah pengamatan dengan melihat dan mendeskripsi

secara langsung fosil jejak yang ada pada perlapisan batuan dan lebih mengenal jenis

dari organisme yang telah lama membatu (menjadi fosil).

Tujuan dari penelitian ini adalah praktikan mampu menganalisa lingkungan

pengendapan berdasarkan fosil jejak.

Selain itu, tujuan lain mempelajari fosil adalah :

a. Untuk mempelajari perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka

bumi sepanjang sejarah bumi.

b. Mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat fosil tersebut hidup.

c. Menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam didasarkan atas

kandungan fosilnya

Page 3: Fosil Jejak Wimbo

d. Untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan didasarkan atas sifat

dan ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan tersebut.

e. Untuk korelasi antar batuan-batuan yang terdapat di alam (biostratigrafi)

yaitu dengan dasar kandungan fosil yang sejenis atau seumur.

Page 4: Fosil Jejak Wimbo

BAB II

DASAR TEORI

II.1 FOSIL JEJAK

Ichnofossil atau trace fossil didefinisikan sebagai : Suatu struktur sedimen

berupa track, trail, burrow, tube, boring atau tunnel yang terawetkan (terfosilisasi)

sebagai hasil dari aktifitas kehidupan (selain tumbuh) hewan.

Contoh :

tanda/jejak yang dibuat hewan-inventerbrate saat bergerak, merayap, makan,

memanjat, lari atau istirahat, pada atau di dalam sedimen lunak.

Struktur sedimen ini seringkali terawetkan sehingga membentuk tinggian atau

rendahan (a raised or depressed form) pada batuan sedimen.

Tanda/jejak hasil aktifitas atau kebiasaan organisma sebagai trace fossil atau

ichofossil dikenali berupa : tracks, trail, burrow, tube, boring atau tunnel.

a) Track = struktur fosil jejak berupa bekas atau jejak yang tercetak pada material

lunak, terbentuk oleh kaki burung, reptil, mamalia atau hewan lainnya. Istilah lain

untuk track adalah footprint.

b) Trail = struktur fosil jejak berupa jejak atau tanda lintasan satu atau beberapa

hewan yang berbentuk tanda seretan menerus yang ditinggalkan organisma pada saat

bergerak di atas permukaan.

c) Burrow = struktur fosil jejak berupa liang di dalam tanah, biasanya untuk

bersembunyi

d) Tube = struktur fosil jejak berupa pipa

e) Borring = struktur fosil jejak berupa (lubang) pemboran, umumnya berarah

vertikal.

Page 5: Fosil Jejak Wimbo

f) Tunnel = struktur fosil jejak berupa terowongan sebagai hasil galian

Kegunaan:

Trace fossils tidak mengawetkan tubuh atau morfologi organisma, tapi memiliki

kelebihan dibandingkan fosil kerangka, yaitu :

- Trace fossils biasanya terawetkan pada lingkungan yang berlawanan dengan

pengendapan fosil rangka (misalnya : perairan dangkal dengan energi tinggi,

batupasir laut dangkal dan batulanau laut dalam)

- Trace fossils umumnya tidak dipengaruhi oleh diagenesa, dan bahkan

diperjelas secara visual oleh proses diagenesa.

- Trace fossils tidak tertransport sehingga menjadi indikator lingkungan

pengendapan yang sebenarnya.

Determinasi :

Trace fossil dapat terawetkan dalam sejumlah relief.

Umumnya dapat dikenali dengan baik secara 3 dimensi di dalam sedimen; atau

kadang-kadang pun telah terisi oleh mineral yang lebih resisten.

Bagian yang terawetkan disebabkan oleh pergerakan organisma di dalam atau di luar

depositional interface.

Semi relief mungkin terjadi di bagian atas permukaan lapisan (concave epirelief, atau

cetakan convex hyporelief), atau di bagian bawah lapisan (concave hyporelief)

Klasifikasi:

1. Ethological Classification

2. Klasifikasi berdasarkan perilaku hwean yang menghasilkannya dan

hubungannya dengan fosil rangka

3. Klasifikasi berdasarkan pengawetannya

Selain tracefossil, dikenal tipe lain yang semula diklasifikasikan sebagai ichnofosil,

seperti :

Page 6: Fosil Jejak Wimbo

1. Artifact dan oddballs

Jenis ini diklasifikasikan sebagai fossil terutama ketika istilah fosil belum

terdefinisikan dengan baik. Contoh : senjata

2. Pseudofossils, adalah struktur yang terbentuk secara an-organik, secara kebetulan,

mirip kerangka ataupun fosil jejak. Misalnya : dendrites - endapan an-organik oksida-

mangan yang semula diduga berasal dari fosil alga.

II.2 KLASIFIKASI FOSIL JEJAK

Klasifikasi dalam fosil jejak dapat didasrkan pada 4 hal yaitu, taksonomi, model

pengawetan, pola hidup dan lingkungan pengendapan.

II.3 TAKSONOMI

Penggunaan taksonomi dalam fosil jejak disebut dengan Ichnotaxonomy. Sampai

sekarang taksonomi di dalam fosil jejak masih dalam perdebatan, hal ini disebabkan

oleh beberapa hal, yaitu :

ï Jejak yang sama dapat saja dihasilkan oleh lebih dari satu jenis organis.

Contoh : Ophiomorpha

ï Satu organism dapat menghasilkan berbagai jejak. Contoh : Nereites,

Scalarituba dan lain-lain.

ï Bagian-bagian struktur biogenic dapat dihasilkan oleh dua atau lebih organism

berbeda yang hidup bersama-sama. Contoh : Thalassinoides.

II.3.1 Model Pengawetan

Beberpa peneliti telah memberikan berbagai usulan mengenai kategori dan

pengertian dari aspek-aspek model pengawetan. Salah satunya adalah Seilacher ( 1964

) membedakan bentukan-bentukan fosil-fosil jejak berdasarkan posisi stratum. Dalam

klasifikasi ini dihasilkan kelompok-kelompok full relief, semirelief dan hyporelief.

II.4. POLA HIDUP

Page 7: Fosil Jejak Wimbo

Sejak diketemukan hubungan antara fosil jejak dengan perilaku organism, maka salah

satu tujuan mempelajari fosil jejak adalah mengenali perilaku dari organism yang

sudah mati. Perilaku-perilaku tersebut dapat tercermin pada struktur sedimen dan

dapat dibedakan dalam beberapa jenis perilaku. Seilacher mengelompokan jenis-jenis

perilaku menjadi :

ï Domichnia, merupakan jejak-jejak tempat tinggal dari suatu organism.

ï Repichnia, merupakan jejak yang dibentuk oleh pergerakan organism

termasuk berlari, merayap, berjalan. Bentuk dapat memotong perlapisan, sejajar,

berkelok atau berpola tidak beraturan.

ï Cubichnia, merupakan jejak yang dibentuk pada saat organism istirahat selama

beberapa waktu.

ï Fodinichnia, jejak yang terbentuk pada infaunal deposit feeders. Merupakan

kombinasi tempat tinggal sementara dengan pencarian makanan.

ï Pascichnia, jejak yang terbentuk dari kombinasi antara mencari makan dan

berpindah tempat.

ï Fugichnia, merupakan jejak yang terbentuk dari aktivitas melepaskan diri dari

kejaran organism pemangsa.

ï Agrichnia, jejak yang berbentuk tidak teratur, belum dapat ditentukan jenis

aktivitasnya.

II.5. Lingkungan Masa Lampau atau Pengendapan

Kegunaan utama dari studi fosil jejak adalah sebagai penentu lingkungan masa

lampau. Seilacher ( 1967 ) memperkenalkan konsep Ichnofasies yaitu hubungan

antara lingkungan pengendapan dengan kemunculan fosil-fosil jejak. Konsep ini

kemudian lebih dikembangkan lagi oleh Pemberton, dkk ( 1984 )

Berdasarkan lingkungannya, fosil jejak dikelompokkan ke dalam lima Ichnofasies.

Kelima fasies tersebut pembentukannya bukan hanya dikontrol oleh batimetri dan

salinitas saja, namun juga dikontrol oleh bentuk permukaan dan jenis lapisan

batuannya. Pada umumnya Ichnofasies terbentuk pada substrat yang lunak, namun

ada beberapa yang terbentuk pada substrat yang keras. Kelima fsies tersebut adalah :

Page 8: Fosil Jejak Wimbo

1. Scoyenia, terbentuk pada lingkungan darat ataupun air tawar. Beberapa genus

yang masuk dalam fasies ini antara lain :Scoyenia, Planolites, Isopdhichnus dan

beberapa yang lainnya.

2. Skolithos, terbentuk pada daerah intertidal dengan substrat berupa pasir

dengan fluktuasi air tinggi. Didominasi oleh fosil jejak jenis vertical. Beberapa genus

yang masuk kelompok ini antara lain : Skolthos, Diplocraterion, Thallasinoides dan

Ophiomorpha.

3. Cruziana, terbentuk pada laut dangkal dengan permukaan air laut surut. Sangat

dipengaruhi oleh gelombang. Hampir semua bentuk baik vertical maupun horizontal

dapat terbentuk. Beberapa genus yang termasuk kelompok ini antara lain :

Rusophycus, Cruziana dan Rhizocorallium

4. Zoophycos, terbentuk pada lingkungan laut bathyal, tidak dipengaruh oleh

pengaruh gelombang. Biasanya didominasi oleh jenis horizontal. Genus yang masuk

dalam fasies ini antara lain : Zoophycos.

5. Nereites, terbentuk pada lingkungan laut abyssal. Biasanya terbentuk pada

substrat lempung daripada distal turbidity beds. Genus yang masuk dalam kelompok

ini antara lain : Nereites dan Scalarituba.

BAB III

Page 9: Fosil Jejak Wimbo

PEMBAHASAN

III.1 LOKASI PENGAMATAN I (STOP SITE I)

Kali Ngalang I, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di

bawah jembatan Kali Ngalang.

Zona Pegunungan Selatan, Formasi Sambipitu.

Cuaca : Cerah

Waktu : 08.00 - 09.30

Kedudukan Batuan : N 79∫ E / 16∫

Struktur Batuan : silang-siur

III.1.2 Litologi Lokasi Penelitian I

Terdiri dari 3 unit litologi. Unit litologi ini (dari tua ke muda) yaitu:

a. unit litologi batu pasir karbonatan

warna : abu-abu kekuningan

struktur : perlapisan silang siur

tekstur : klastik

komposisi : karbonat,kalsit

ketebalan : 1,65 meter

ciri khas : bereaksi dengan HCL (berbuih)

nama batuan : batupasir karbonatan

b. Unit litologi breksi karbonatan

warna : coklat kehitaman

struktur : masif

tekstur : klastik

komposisi : fragmen andesit,matrik pasir,semen karbonatan

ketebalan : 3,24 meter

Page 10: Fosil Jejak Wimbo

ciri khas : memiliki fragmen, matriks, dan bereaksi dengan HCL

nama batuan : breksi karbonatan

c. Unit litologi batupasir karbonatan

warna : abu-abu terang

struktur : berlapis, silang siur

tekstur : klastik

komposisi : karbonatan, kalsit

ketebalan : 3 meter

ciri khas : bereaksi dengan HCL,terdapat perselingan

batulempung dibawah lapisan ini

nama batuan : batupasir karbonatan

III.1.3. Fosil Jejak Lokasi Penelitian I

Secara umum keterdapatan fosil jejak di daerah ini, baik kualitas maupun

kuantitasnya cukup representatif untuk dianalisis dalam menentukan lingkungan

pengendapan purba. Fosil jejak ditemukan hampir di setiap lapisan batuan yang

sebagian besar sejajar perlapisan dan berelief semi relief dengan kenampakan

negative dan positif epirelief. Fosil jejak dengan kedudukan full relief jarang

dijumpai. Berdasarkan klasifikasi ethologi atau tingkah laku, fosil jejak di daerah

penelitian terdiri dari grazing traces (Pascichnia) dan crawling traces (Repichnia).

a. Fosil pertama

Model Pengawetan : semi relief

Pola Hidup : repichnia

Ciri-ciri : - ada sekat-sekat pada tubuh

- memiliki bentuk curve / cembung pada tubuhnya

Genus : Nereites

b. Fosil kedua

Model Pengawetan : semi relief

Page 11: Fosil Jejak Wimbo

Pola Hidup : Pascichnia

Ciri-ciri : - ada sekat-sekat pada tubuh

- memiliki bentuk curve / cembung pada tubuhnya

Genus : Zoophycos

III.1.4. Analisa Lingkungan Pengendapan Lokasi I

Terdapat fosil jejak berupa Nereites yang merupakan penciri dari lingkungan

pengendapan laut dalam (deep marine) atau bathyal. Sedangkan fosil jejak berupa

Zoophycos yang merupakan bentuk transisi, dapat sebagai penciri lingkungan

pengendapan offshore shelf sampai deep marine (abysal-bathyal).

III.2 LOKASI PENELITIAN II (STOP SITE II)

Kali Ngalang II, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya

di sebelah utara stop site I.Tepatnya pada arah N 355∫ E dari stop site I.

Zona Pegunungan Selatan, Formasi Sambipitu.

Cuaca : Cerah berawan

Waktu : 11.30 ñ 13.00

Kedudukan Batuan : N 152∫ E / 11∫

Struktur Batuan : Berlapis, terdapat pola singkapan batuan yang tidak teratur

pada sekitar area stop site II ini.Hal ini menunjukkan adanya pengaruh gejala Struktur

yang kuat didaerah ini,berupa sesar interpretasi).

III.2.1 Litologi Lokasi Penelitian II

Terdiri dari 2 unit litologi. Unit litologi ini (dari tua ke muda) yaitu:

a. Unit litologi batulempung karbonatan

warna : coklat merah muda

struktur : berlapis, silang siur,

terdapat kekar dengan pola berpasangan

Page 12: Fosil Jejak Wimbo

tekstur : klastik

komposisi : karbonatan

ketebalan : - meter

ciri khas : bereaksi dengan HCL (berbuih)

nama batuan : kalsilutite

III.2.1 Fosil Jejak di Daerah Penelitian

Keterdapatan fosil jejak di lokasi penelitian boleh dikata sangat banyak sekali.

Akan tetapi karena kondisi singkapan tergenang air akibat arus yang cukup

deras,mengakibatkan hanya beberapa fossil yang dapat di amati.

III.2.2 Fosil Jejak Lokasi Penelitian II

Fosil jejak yang ditemukan di lokasi penelitian II berupa:

Model Pengawetan : semi relief

Pola Hidup : Agrichnia

Ciri-ciri : seperti jejak kaki ayam

Genus : Chondrite

III.3 ANALISA LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Setiap fosil selalu terdapat pada lingkungan pengendapan tertentu, dimana

lingkungan pengendapan itu sesuai dengan kemampuan organisme itu hidup,

berkembang biak dan mati. Sehingga fosil bisa menjadi penentu lingkungan

pengendapan pada masa lampau.

Pada lokasi II ini Terdapat fosil jejak berupa Chondrites yang merupakan

penciri dari lingkungan pengendapan laut pada zona bathyal.

BAB IV

Page 13: Fosil Jejak Wimbo

KESIMPULAN

Dari lokasi pengamatan I dan II dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut

dulunya merupakan lingkungan laut berupa bathyal dan abissal. Hal ini ditunjukan

dengan adanya fosil yang terkandung dalam batuan, yakni fosil Nereites dan

Zoophycos. Fosil ini merupakan organisme yang hidup di lingkungan laut dalam .

Pada lokasi II ditemukan fosil Chondritess . dimana fosil tersebut merupakan

organisme yang hidup pada lingkungan laut bathyal

Hubungan antara lokasi I dan lokasi II  menunjukan kedudukan dimana

seakan-akan  batuan pada lokasi II lebih tua dibandingkan dengan lokasi I, tetapi

berdasarkan fosil yang terkangdung, fosil pada lokasi I  lebih tua dari fosil yang

terkandung pada batuan di lokasi II.  Hal ini menunjukan bahwa dulunya lokasi ini

merupakan lingkungan laut dalam yang mengalami pengangkatan akibat aktivitas

tektonik sehingga lapisan batuan yang tersingkap pada saat sekarang telah mengalami

pembalikan .

KATA PENGANTAR

Page 14: Fosil Jejak Wimbo

Puji dan syukur kehadirat ALLAH Yang Maha Kuasa karena hanya oleh

Rahmat-Nya yang dilimpahkan kepada penyusun, maka dengan demikian penyusun

dapat menyelesaikan laporan Praktikum Paleontologi ini.

Maksud dan tujuan dari disusunnya laporan resmi praktikum Paleontologi ini

adalah untuk memenuhi syarat guna mendapatkan nilai praktikum Paleontologi, bagi

mahasiswa jurusan Teknik Geologi yang mengambil mata kuliah tersebut. Selain itu

sebagai syarat untuk menyelesaikan Praktikum Paleontologi dan agar dapat mengikuti

praktikum-praktikum selanjutnya yang ada di STTNAS Yogyakarta. Selain itu

pembuatan Laporan Praktikum Paleontologi ini adalah sebagai bukti hasil dari

percobaan-percobaan yang dilakukan saat praktikum, dan untuk melengkapi tugas

dari Praktikum Paleontologi.

Laporan ini disusun berdasarkan data – data yang diperoleh selama mengikuti

praktikum Paleontologi dan buku – buku yang membahas Paleontologi serta referensi

lain yang sangat menunjang dalam penyusunan laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, karena

terbatasnya kemampuan dan pengetahuan dari penyusun. Oleh karena itu penyusun

sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

laporan ini.

Dan pada kesempatan ini, penyusun juga ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada :

1. Bu Bernadeta Subandini Astuti selaku dosen penanggung jawab sekaligus

pembimbing praktikum yang telah banyak memberikan masukan yang sangat

berarti.

2. Asisten-asisten dosen yang telah banyak membantu dan membimbing

praktikan dalam melaksakan praktikum dan penyusunan laporan.

3. Rekan – rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu selama

praktikum dan penyusunan laporan ini.

Laporan ini merupakan tulisan yang dibuat berdasarkan percobaan yang telah

dilakukan. Tentu ada kelemahan dalam teknik pelaksanaan maupun dalam tata

penulisan laporan ini. Maka saran-saran dari pembaca dibutuhkan dalam tujuan

Page 15: Fosil Jejak Wimbo

menemukan refleksi untuk peningkatan mutu dari laporan serupa di masa mendatang.

Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih.

Yogyakarta, 15 Januari 2013

Penyusun

Page 16: Fosil Jejak Wimbo

DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………………………….

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………

1.1. Lokasi Penelitian

1.1.1. Formasi lokasi penelitian

1.2. Lokasi Analisis Fosil Jejak

1.2.1. Lokasi Pengamatan I

1.2.2. Lokasi Pengamatan II

1.3. Maksud dan Tujuan

BAB II DASAR TEORI………………………………………………………………..

2.1. Fosil Jejak

2.2. Klasifikasi Fosil Jejak

2.3. Taksonomi Fosil Jejak

2.4. Pola Hidup

2.5. Lingkungan Pengendapan

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………………

3.1. Litologi Daerah Penelitian 1

3.2. Fosil Jejak di daerah penelitian

3.3 Analisa Lingkungan Pengendapan

BAB IV KESIMPULAN……………………………………………………………….

LAMPIRAN…………………………………………………………………………….

Page 17: Fosil Jejak Wimbo