forum teknik ugm

80
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta - INDONESIA Vol. 32, No. 3, September 2008 KELOMPOK TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN KELOMPOK TEKNNOLOGI INDUSTRI KELOMPOK TEKNNOLOGI ENERGI Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan Arang Kasus Pemukiman Pinggir Kota di Dusun Grobogan Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” dalam Pembangunan Wilayah Pedesaan Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda (Penerapan Teknologi Informasi) Perancangan Sistem Penilaian Akademik Untuk Memantau Kemajuan Studi Mahasiswa Perbandingan Analisis FFT ( dan Penghapusan Isyarat Suara Kendaraan Jenis Diesel dan Isyarat Sinus Pengaruh Durasi terhadap Konsumsi Bahan Bakar, Torsi dan Daya Mesin pada Mesin Bensin Pengaruh Perubahan Sudut Pengapian terhadap Prestasi Mesin Motor 4 Langkah Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data pada Sistem Pengukuran Radiasi Jarak-Jauh Endang Setyowati 167 Diyono 174 Afrizal Mayub, Adhi Susanto, Paul Suparno & Lukito Edi Nugroho 185 Mingsep Sampebua'199 Sri Arttini Dwi Prasetyowati, Adhi Susanto, Thomas Sriwidodo & Jazi Eko Istiyanto 208 FX. Sukidjo 214 I Gusti Gde Badrawada 221 Sunarno 232 Virtual Classroom Fast Fourier Transform) Camshaft Emisi Gas Buang,

Upload: sunu-wibirama

Post on 21-Oct-2015

217 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Contoh jurnal forum teknik UGM

TRANSCRIPT

Universitas Gadjah MadaYogyakarta - INDONESIA

Vol. 32, No. 3, September 2008

KELOMPOK TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

KELOMPOK TEKNNOLOGI INDUSTRI

KELOMPOK TEKNNOLOGI ENERGI

Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan ArangKasus Pemukiman Pinggir Kota di Dusun Grobogan

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” dalam Pembangunan Wilayah Pedesaan

Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda(Penerapan Teknologi Informasi)

Perancangan Sistem Penilaian AkademikUntuk Memantau Kemajuan Studi Mahasiswa

Perbandingan Analisis FFT ( dan Penghapusan Isyarat SuaraKendaraan Jenis Diesel dan Isyarat Sinus

Pengaruh Durasi terhadap Konsumsi Bahan Bakar,Torsi dan Daya Mesin pada Mesin Bensin

Pengaruh Perubahan Sudut Pengapian terhadap Prestasi Mesin Motor 4 Langkah

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data pada Sistem Pengukuran Radiasi Jarak-Jauh

Endang Setyowati 167

D i y o n o 174

Afrizal Mayub, Adhi Susanto, Paul Suparno & Lukito Edi Nugroho 185

Mingsep Sampebua'199

Sri Arttini Dwi Prasetyowati, Adhi Susanto, Thomas Sriwidodo & Jazi Eko Istiyanto 208

FX. Sukidjo 214

I Gusti Gde Badrawada 221

Sunarno 232

Virtual Classroom

Fast Fourier Transform)

Camshaft Emisi Gas Buang,

Vol. 32, No. 3, September 2008

PENANGGUNG JAWAB

Ir. Tumiran, M.Eng., D.Eng.

KETUA PENYUNTING

Prof. Ir. I Made Bendiyasa, M.Sc., Ph.D.

WAKIL KETUA PENYUNTING

Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng.

SEKRETARIS

Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si.

Naskah publikasi dikirim melalui e-mail dan harus merupakan naskah ilmiah yang belum dipublikasikansebelumnya atau tidak sedang dalam proses publikasi di media cetak lain. Jika sebagian dari isi naskahpublikasi telah pernah dipublikasikan, harus diberitahukan kepada pembaca. Misal dengan catatan kaki

ALAMAT REDAKSI

Biro Dekan Fakultas Teknik UGM, Jl. Grafika 2, Kampus UGMTelp. 0274 513665 atau 6492193 Fax (0274) 589659 Yogyakarta 55281

e-mail:[email protected] ; [email protected]

HAK DAN KEWAJIBAN REDAKSI

Redaksi berhak menetapkan tulisan yang akan dimuat, mengadakan perubahan susunan naskah,memperbaiki bahasa, meminta penulis untuk memperbaiki naskah, dan menolak naskah yang tidakmemenuhi syarat.

PELAKSANA TATA USAHA

Sri Untari, Dra. Kuncorowati,

Surahmanto, Wijayanto

BENDAHARA

R. Djiwo Isnanto, S.Sos

WAKIL PENANGGUNG JAWAB

Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP., M.Sc., Ph.D.

DAFTAR PENYUNTING FORUM TEKNIK VOL. 32; NO. 1, 2 DAN 3 TAHUN 2008

Ir. Prayitno, MT Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Samiadji Herdjunanto, M.Sc. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP., M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Dr. Ir. Marzan Aziz Iskandar, M.Eng. Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material

(TIEM), BPPT, Jakarta

Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Sri Suning Kusumawardani, ST., MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Prof. Dr. Ir. Djoko Wahyu Karmiadji, MSME., APU Bidang Kajian Struktur, B2TKS, BPPT

Prof. Dr. Ananto Yudono Program Pascasarjana UNHAS

Ir. Sujoko Sumaryono, MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Sunarno, M.Eng., Ph.D. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Djoko Wijono, M.Arch. Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Bambang Sutopo, M.Phil. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ashar Saputra, ST., MT., D.Eng. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Rudi Hartono, MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Dr. Ir. Samsul Kamal, M.Sc. Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Subagyo, M.Sc. Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Dr. Ir. Sobar Sutisno, M.Surv.Sc. (Bidang Pemetaan Batas Wilayah) BAKOSURTANAL, Cibinong

Ir. Risanuri Hidayat, M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Ir. Agus Budhie Wijatna, M.Si. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

DAFTAR PENYUNTING FORUM TEKNIK VOL. 32; NO. 1, 2 DAN 3 TAHUN 2008

Ir. Prayitno, MT Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Samiadji Herdjunanto, M.Sc. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP., M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Dr. Ir. Marzan Aziz Iskandar, M.Eng. Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material

(TIEM), BPPT, Jakarta

Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Sri Suning Kusumawardani, ST., MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Prof. Dr. Ir. Djoko Wahyu Karmiadji, MSME., APU Bidang Kajian Struktur, B2TKS, BPPT

Prof. Dr. Ananto Yudono Program Pascasarjana UNHAS

Ir. Sujoko Sumaryono, MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Prof. Ir. Sunarno, M.Eng., Ph.D. Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Djoko Wijono, M.Arch. Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Bambang Sutopo, M.Phil. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ashar Saputra, ST., MT., D.Eng. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Rudi Hartono, MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Dr. Ir. Samsul Kamal, M.Sc. Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Ir. Subagyo, M.Sc. Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Dr. Ir. Sobar Sutisno, M.Surv.Sc. (Bidang Pemetaan Batas Wilayah) BAKOSURTANAL, Cibinong

Ir. Risanuri Hidayat, M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan Arang – Setyowati

ISSN : 0216 - 7565

167

Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan Arang

Kasus Pemukiman Pinggir Kota di Dusun Grobogan

Endang Setyowati Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Widya Mataram Yogyakarta

(Dalem Mangkubumen KT III/237 Yogyakarta, Tlp. 377150. Email: [email protected])

Abstrack

In the urban society, there is a gap between the facility the town provided and the development of the culture of society. One of the problems is the unavailability of the clean water to meet the daily water people need. The ‘low cost’ technique of water purification becomes one of the unavoided needs. One of the methods is by using the natural stones and charcoal as one of alternatives to solve the problem.

The method needs materials, equipments and experiment. The main material is charcoal husk, coconut shell charcoal, zeolite stone, sand and coconut fibre. These materials are needed in a certain composition which are used as catalysator in the proses of water purification. The equipment is an 1 meter PVC pipe in height and 4 inch in diameter. The pipe is installed at the top and the bottom of the PVC pipe. The process of purifying water is by flowing the unclean water through the pipe. The result shows that the water becomes clean, and can be used for bathing and washing, but it is not recommended as drinking water.

Keywords: clean water, rocks, charcoal

1. Pendahuluan

Pemukiman pinggir kota adalah pemukiman yang terletak di kawasan perbatasan antara kota dengan desa. Masyarakat yang tinggal di kawasan ini biasanya sudah mengalami perubahan budaya ke arah budaya masyarakat kota. Sementara itu fasilitas kawasan belum sepenuhnya dapat meng-akomodasi kebutuhan yang sesuai dengan peru-bahan budaya tersebut. Salah satu kebutuhan ini adalah air bersih. Masyarakat terbiasa mengguna-kan air sungai.

Air bersih merupakan kebutuhan utama da-lam hidup manusia. Air dapat diperoleh dari sumber-sumber alam dan dari air tanah (sumur). Kualitas air sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis dan kondisi lingkungan.

Dusun Grobogan adalah salah satu pemukim-an penduduk di pinggir kota Magelang. Karakter masyarakatnya merupakan masyarakat peralihan antara kota dan desa. Kondisi ekonomi masyara-

katnya termasuk pada tingkat ekonomi rendah. Sebagian penduduk bekerja sebagai buruh penggarap sawah. Dalam kesehariannya penduduk dusun memakai air sungai untuk kebutuhan mandi, gosok gigi, mencuci, buang air besar, dan kecil. Pada musim kemarau, karena air tanah sangat sulit didapatkan, tidak jarang masyarakat menggunakan air sungai untuk seluruh kebutuhan harian.

Kualitas air sungai yang digunakan oleh masyarakat buruk secara fisik. Air berwarna cok-lat keruh, bercampur dengan sampah. Sungai sering digunakan untuk membuang sampah, buang hajat, dan memandikan ternak. Kondisi ini meng-akibatkan beberapa masalah kesehatan masya-rakat. Air bersih yang “tidak berbiaya” menjadi harapan masyarakat. Ketergantungan masyarakat pada air yang berkualitas buruk menjadi masalah utama.

Untuk memperbaiki kondisi air pada pemu-kiman pinggiran kota dengan studi kasus pada

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

168

masyarakat dusun Grobogan, perlu dicari solusi pemecahan masalah, yaitu teknik penjernih air sungai dengan bahan –bahan yang relatif “tidak berbiaya”(berbiaya rendah). Bahan-bahan batu, pasir, kerikil, arang, tanah liat, ijuk, kapur, tawas, biji kelor dan lain-lain merupakan bahan-bahan yang dapat dipakai untuk penjernih air (PDII-LIPI,1991).

Arang batok kelapa dapat digunakan pada pengolahan limbah air, untuk mencapai standart lingkungan, yang dapat mengurangi TOX, BOD dan COD (Nick, 2008). Arang tempurung kelapa yang sudah diolah menjadi arang aktif, dalam industri air dipakai sebagai bahan penghilang bau, warna, logam berat, amonia, nitrit dan fenol (Hasanudin ,2008).

Dengan memanfaatkan kemampuan bahan-bahan batuan dan arang yang akan digunakan untuk memperbaiki kualitas air pada pemukiman masyarakat di pinggiran kota, diharapkan dapat menjawab permasalahan ketergantungan masya-rakat pada air sungai yang berkualitas buruk. Bahan-bahan batuan dan arang merupakan bahan-bahan yang relatif “tidak berbiaya”, karena mudah didapatkan di lingkungan sekitar pemukiman, dan merupakan bahan-bahan sisa.

Perumusan masalah

Beberapa kawasan pemukiman pinggir kota belum tersedia fasilitas air bersih. Masyarakat yang tinggal di kawasan ini membutuhkan fasilitas air bersih yang cenderung “tidak berbiaya” atau yang tidak memberikan beban ekonomi bagi masyarakat. Pengolahan air sungai menjadi air bersih menjadi harapan masyarakat.

Penggunaan bahan-bahan alam seperti batu dan arang merupakan salah satu alternatif solusi yang diperkirakan mampu meningkatkan kualitas air sungai yang ada.

Tujuan penalitian

Meningkatkan kualitas air sungai yang kotor dan bau menjadi air bersih, dengan menggunakan batuan, arang, dan sabut kelapa dengan teknik penjernih yang berbiaya rendah.

Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian mencakup percobaan untuk membuktikan bahwa komposisi arang tempurung kelapa, batu zeolit, pasir, sabut kelapa, dan arang sekam mampu menjernihkan air sungai yang bau dan kotor, hingga menjadi air yang jernih, bersih, dan layak dikonsumsi oleh masya-rakat.

Gambaran hasil yang ingin dicapai

Hasil yang ingin dicapai adalah air bersih dengan kualitas layak (minum) skala labortorium.

2. Fundamental

a. Pengertian arang

Arang merupakan padatan berpori yang mengandung 85 – 95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan mengandung karbon dengan pema-nasan pada suhu tinggi. Untuk membuat arang, dapat dilakukan dengan membakar bahan arang pada tempat yang tertutup rapat, sehingga hanya terjadi proses karbonisasi. Arang selain dapat digunakan sebagai bahan bakar, juga menjadi alternatif absorben. Limbah arang secara fisika memiliki permukaan yang lebih luas dibanding materi lain (Meilia, 2009).

Hasil pembakaran bahan untuk arang dapat berupa arang biasa dan atau arang aktf. Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengan-dung karbon. Arang ini memiliki permukaan yang lebih luas dibanding dengan arang yang dibakar biasa. Luas permukaan arang akif berkisar antara 300–3.500 m2/gram. Denga permukaan yang relatif luas ini sangat terkait dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif memiliki sifat adsorben. Arang aktif dapat mengadsorbsi gas dan senyawa-senyawa tertentu atau sifat adsobsinya selektif tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25–1000% terhadap berat arang (Dwi,2009).

Menurut LIPI (1998), arang aktif adalah arang dengan daya serap yang tinggi terhadap larutan dan gas. Arang aktif dapat dibuat dari

Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan Arang – Setyowati

ISSN : 0216 - 7565

169

bahan yang mengandung karbon, baik organik maupun bahan anorganik. Arang aktif yang banyak beredar di pasaran adalah arang yang dibuat dari tempurung kelapa, batu bara dan kayu.

Banyak kegunaan arang aktif terutama seba-gai bahan penyerap dan penjernih. Dalam jumlah kecil, arang aktif dipakai sebagai katalisator. Arang aktif disebut juga karbon aktif. Karbon aktif banyak digunakan di industri-industri besar, misalnya untuk pemurnian gas, karbon aktif digunakan untuk menghilangkan belerang, gas beracun, bau busuk, asap dan pencegahan beracun. Arang atau karbon aktif ini juga dipakai pada industri pengolahan gas alam cair (LNG) sebagai katalisator untuk mengaktifkan vinil klorida dan vinil asetat (Hasanudin, 2008).

Arang aktif juga sering digunakan untuk bahan pembersih udara dalam ruang yang kandungan uap air dan gas berbau/beracun tinggi antara lain pada ruang dalam mobil, kamar pendingin, botol obat-obatan, serta peralatan yang harus dilindungi dari proses perkaratan. Pada industri obat dan makanan, arang aktif dipakai sebagai penyaring, penghilang warna, bau, dan rasa tidak enak pada makanan.Di bidang permi-nyakan karbon aktif dipakai sebagai bahan penyuling bahan mentah dan zat perantara. Dalam industri pembersihan air arang aktif dipakai sebagai bahan penghilang bau, warna, dan logam berat serta menghilangkan ammonia, nitrit dan fenol.

Arang atau sering juga disebut karbon aktif juga digunakan pada industri pulp (bahan kertas) dan tambang emas, yang digunakan sebagai bahan pemurnian. Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Karbon aktif adalah arang yang telah melalui aktifasi dengan menggu-nakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka. Dengan pori-pori yang terbuka, maka daya adsorbsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif mengandung 5–15% air, 2–3% abu, dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon aktif berbentok amorf terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovelen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C di

setiap sudutnya. Pelat-pelat tersebut bertumpuk–tumpuk satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lain yang tertinggal pada permukaannya.

b. Macam arang dan kegunaannya

Arang aktif dibagi 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat biasanya ber-bentuk bubuk yang sangat halus, digunakan dalam fase cair. Arang ini digunakan untuk memin-dahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, dan membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu. Kegunaan lain banyak dimanfaatkan dalam industri kimia dan industri baru. Arang ini diperoleh dari serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan struktur yang lemah.

Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras, dengan diameter pori antara 10 – 200 A. Pada arang ini tipe pori lebih halus, digunakan dalam rase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisah, dan pemurnian gas. Arang aktif diperoleh dari tempurung kelapa, batu bata, batu, kayu, dan bahan–bahan lain yang memiliki struktur keras.

Arang tempurung kelapa dapat digunakan untuk penjernih atau penyaring kekeruhan air. Arang sekam memiliki fungsi sebagai penyaring bau-bauan pada zat cair dan gas (Meilita, 2003). Arang sekam juga merupakan salah satu jenis arang yang sering digunakan sebagai media tanam dalam pertanian. Hal ini karena arang sekam mampu menahan air. Cara pembuatan arang sekam dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: (Agrica, 2009) Dengan cara disangrai. Dengan cara dibakar di dalam tong yang tertu-

tup. Arang sekam memiliki kemampuan menye-

rap (absorben) molekul-molekul radikal bebas pada minyak goreng bekas (Ambar,2003 dalam Setyowati, 2008).

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

170

c. Arang dan Batuan untuk Penjernihan Air

Sistem pemurnian air minum banyak dilaku-kan dengan menggunakan batuan alam yaitu batu zeolit yang dimodifikasi dengan arang aktif. (Sutisna, dkk, 2001). Zeolit dapat mengeliminasi bakteri coli dalam air.

Daya serap arang cenderung dipengaruhi oleh pH larutan, tetapi pengaruh tersebut tidak berban-ding luas. Daya serap arang (arang kayu, arang tempurung kelapa dan arang aktif) rata-rata adalah > 60% untuk ion-ion Al3+, Cr3+, Ag1+, dan Pb2+. Untuk ion-ion Mn2+, FE3+, Se4+, Cd2+ dan Ba2+ berkisar antara 20%–60%. Untuk ion-ion Mg, Na1+, Ca2+ dan Zn2+ adalah kurang dari 20%. Pada umumnya daya serap arang kayu dan arang tempurung kelapa lebih kecil dalam larutan pH 4 dibanding dalam larutan pH 5–7 (Saryati, dkk, 2002).

Sekam padi banyak terdapat di daerah pede-saan, termasuk di daerah pinggiran kota. Penggu-naan sekam padi belum secara maksimal. Salah satu penggunaan sekam padi adalah untuk menjer-nihkan air dengan teknologi tepat guna.

Batu zeolit banyak kegunaannya, antara lain adalah pada tahapan proses pengolahan air meli-puti proses netralisasi, flokulasi/koagulasi, sedi-mentasi, dan filtrasi. Dalam pengolahan air zeolit digunakan dalam tahap tersier, yakni untuk meng-olah air yang sudah jernih dengan kandungan logam berat yang tidak terlalu tinggi.

Pada bidang pengolahan limbah Zeolit yang telah diaktifkan mampu meredam/menurunkan kandungan logam Fe, Mn, Zn, dan Pb yang terda-pat dalam air tanah. Selain itu juga mampu menu-runkan kandungan amoniak dalam air buangan (Herry, 2007) Dua sifat zeolit yang penting, yaitu kapasitas pengikat ion NH4+ yang berasal dari ammonia sangat besar dan afinitas zeolit terhadap ion-ion yang bersifat racun.

3. Metode

Bahan percobaan terdiri dari arang sekam, arang tempurung kelapa, sabut kelapa, pasir dan batu zeolit dalam bentuk butiran kecil. Bahan-

bahan tersebut digunakan dalam komposisi 1 arang sekam : 2 arang tempurung kelapa : 1 sabut kelapa : 1 pasir : 2 batu zeolit.

Bahan-bahan tersebut diletakkan dalam alat berupa tabung yang terbuat dari pipa PVC diame-ter 4”, tinggi tabung 1 meter sebanyak 2 tabung. Masing-masing tabung diisi bahan-bahan tersebut di atas. Kedua tabung disusun berdampingan pada ketinggian yang berbeda. Pada masing-masing tabung dibuat lobang dibagian atas dan dibagian bawah tabung sebesar 1”. Letak lobang atas dan lobang bawah berada pada sisi tabung yang berbeda. Masing-masing lobang dihubungkan oleh pipa PVC diameter 1”. Lobang atas tabung pertama adalah tempat memasukkan air sungai.

Air sungai dialirkan melalui pipa diameter 1” dengan debit 2,856 m3/dt. Selanjutnya air sungai akan mengalir pada tabung pertama ke tabung kedua melalui katalisator bahan-bahan pasir, arang sekam, sabut, arang tempurung kelapa dan batu zeolit. Penggunaan bahan-bahan ini di dalam tabung masing-masing adalah: 10 cm pasir, 10 cm arang sekam, 10 cm sabut kelapa, 20 cm arang tempurung kelapa dan 20 cm batu zeolit. Sisa ruang di bagian atas tabung digunakan sebagai ruang udara, agar air dapat mengalir. Air pada tabung pertama akan mengalir dalam tabung dan keluar melalui lobang bawah yang dihubungkan oleh pipa PVC diameter 1” ke lobang atas tabung kedua. Pada tabung kedua air juga akan mengalir dengan melalui katalisator bahan-bahan dengan susunan pasir, arang kelapa, sabut, arang sekam dan batu zeolit. Selanjutnya air akan keluar melalui lobang bawah tabung kedua, yang sudah berupa air yang bersih dan jernih.

Percobaan dilakukan sebanyak 9 (sembilan) kali, dengan pengambilan sampel masing-masing pada percobaan ke 3, ke 6, dan ke 9. Jumlah per-cobaan diambil dari hasil fisik air yang sudah terlihat jernih dan bersih pada percobaan ke 3.

Pengujian kualitas air dimulai dari pengujian terhadap air sungai yang digunakan sebelum dilakukan proses pengujian. Pengujian dilakukan dengan Standart Baku Mutu Air Minum, yang terdiri dari :

Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan Arang – Setyowati

ISSN : 0216 - 7565

171

1) Persyaratan Fisika, dengan pengujian terha-dap: a) Kekeruhan b) Bau dan rasa c) Jumlah padatan terapung d) Suhu normal e) Warna

2) Persyaratan Kimia, dengan pengujian terha-dap: a) Derajad keasaman b) Kandungan bahan an organik

c) Tingkat Kesadahan air 3) Persyaratan Biologi

Pengujian hasil dilakukan dengan perban-dingan antara kondisi air sebelum dilakukan kegiatan dengan kondisi air setelah dilakukan kegiatan (dengan 3 sampel), yang masing-masing diujikan secara akurat di laboratorium pengujian air. Proses pengujian di laboratorium tidak dilaku-kan pengamatan, tetapi hanya menerima hasil uji.

Berikut Gambar 1 adalah skema jalannya percobaan:

Air sungai yangtelah diuji awaldi laboratorium

Ruang hampaudara

pasir

Arang sekam

Sabut kelapa

Arang tempurung

Batu zeolit

Ruang hampa

pasir

Arang tempurung

sabut

Arangsekam

Air hasil

Uji laboratorium

Hasil akhir

25 cm

15 cm

15 cm

15 cm

15 cm

15 cm

20 cm

20 cm

20 cm

Dia=1”

Dia=1”

20 cm

20 cm

Gambar 1. Skema Jalannya Percobaan

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

172

4. Hasil dan Pembahasan

a. Hasil

Percobaan menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Percobaan yang telah Diuji di Laboratorium

No Unsur kandungan air sebelum sesudah standart

1. 2. 3. 4. 5.

Kekeruhan Bau & rasa Jumlah padatan terapung Suhu normal Warna (jml DHL)

14,37 FTU Bau

(tidak diuji) (tidak diuji)

352 μmhos/cm

8,36 FTU Tidak bau

- -

257 μmhos/cm

5 FTU Tidak bau

91.000 mg/l 270C

15 skala FTU

6. 7. 8. 9.

Keasaman (PH) Bahan kimia organik Bahan kimia an-organik Tingkat kesadahan

7,55 Tidak diuji 35,4 mg/l

129,9 mg/l

7,35 -

25,0 mg/l 150,6 mg/l

6,5 – 9,0

600 mg/l 500 mg/l

10. Kandungan bakteri coli ≥ 2.400 MPN/100ml ≥ 800 MPN/100ml 0 b. Pembahasan

Kekeruhan air hasil percobaan menunjukkan angka > 5 FTU. Dari kondisi awal, kekeruhan sudah dapat dikurangi sebesar 50%. Penggunaan bahan arang yang memiliki sifat sebagai adsorben (Meilia,2009) dapat mengabsorb kandungan kotoran dalam air. Batu dan sabut kelapa juga dapat menyaring jumlah padatan terapung pada air, sehingga air dapat menjadi jernih. Pasir, ba-tuan zeolit dan arang dapat menjernihkan air (Herry ,2007). Untuk mendapatkan tingkat kejer-nihan air yang lebih tinggi, diperlukan jumlah bahan pasir, zeolit dan arang yang lebih banyak lagi. Air yang dihasilkan tidak direkomendasikan untuk diminum, tetapi dapat digunakan untuk mandi dan mencuci.

Bau air sudah berubah menjadi air yang tidak berbau. Karena rasa tidak dilakukan pengujian, maka air tidak direkomendasikan untuk diminum, tetapi dapat dipakai untuk mandi dan mencuci.

Bau dan rasa dapat dieliminir oleh bahan arang aktif, baik arang sekam maupun arang tempurung kelapa (Hasanudin,2008). Dalam hal ini penggunaan komposisi arang sudah memenuhi kebutuhan.

Warna air disebabkan oleh bahan kimia atau plankton yang terlarut dalam air. Warna yang disebabkan oleh bahan kimia berbahaya bagi tubuh manusia, sedang warna yang disebabkan oleh plankton tidak berbahaya. Batu-batuan alam dapat menyerap warna. Penggunaan batu zeolit dan pasir dapat menyerap warna yang terjadi pada air sungai. Kandungan bahan kimia dapat dinetralisir oleh bahan arang aktif dari tempurung kelapa dan sekam (Meilita, 2003).

Hasil pengukuran pH air menunjukkan bahwa dari derajad keasaman air dapat diminum.

Kandungan bahan kimia an organik pada air layak minum tidak melebihi batas yang diten-tukan. Termasuk bahan kimia an organik adalah Fe, Al, Cr, Mg, Ca, Cl, K, Pb, Hg, dan Zn. Hasil uji laboratorium awal/sebelum percobaan menun-jukkan kandungan Cl=35,4 mg/l, Cl=8,8 mg/l. Air hasil proses penjernihan menunjukkan kandungan Ca=25 mg/l dan Cl=8 mg/l. Air hasil uji/setelah percobaan, menurut PP no. 82 tahun 2001 tentang standart baku mutu air minum, termasuk pada kualitas air kelas II, yaitu air yang direkomendasi untuk mandi dan mencuci. Tidak dapat diminum sebelum dimasak sampai mendidih terlebih dahulu.

Meningkatkan Kualitas Air Sungai dengan Katalisator Batuan dan Arang – Setyowati

ISSN : 0216 - 7565

173

Pada pH larutan > 4, arang memiliki daya serap yang cukup besar terhadap bahan-bahan kimia an organik. Daya serap arang pada pH larutan = 4 lebih kecil dibandingkan pada larutan dengan pH=5–7 (Saryati, dkk, 2001). Air pada kondisi pH=7,3 bahan arang memiliki kemam-puan menyerap cukup besar.

Persyaratan biologi untuk air yang layak un-tuk minum adalah tidak mengandung organisme patogen dan non patogen. Organisme patogen ber-bahaya bagi kesehatan manusia. Beberapa mikro-organisme patogen yang terdapat dalam air berasal dari bakteri protozoa dan virus penyebab penyakit. Beberapa mikro organisme yang ada di dalam air antara lain adalah bakteri coli, bakteri besi, ganggang dan cacing.

Pada hasil percobaan, menunjukkan penu-runan jumlah bakteri coli. Tetapi kandungan bak-teri coli pada air masih cukup tinggi, sehingga air tidak bisa diminum.

Penurunan jumlah bakteri coli dimungkinkan karena terjadi penyerapan oleh arang sekam. Seperti pada percobaan penggunaan arang sekam pada minyak goreng bekas, arang sekam mampu menyerap radikal bebas dalam minyak goreng bekas (Ambar,2003 dalam Setyowati, 2008).

Batuan zeolit juga mampu mengeliminasi bakteri coli dalam air (Sutisna, dkk, 2002). Karena kandungan bakteri coli pada air percobaan ma- sih tinggi,maka dimungkinkan untuk kasus ini jumlah batuan zeolit belum memenuhi kebutuhan.

5. Kesimpulan

Bahan batuan zeolit, arang sekam, arang tem-purung kelapa, sabut kelapa dan pasir, mampu meningkatkan kualitas air, menjadi air yang layak dikonsumsi untuk mandi dan mencuci.

Kandungan material yang masih tinggi di dalam air, dimungkinkan perbandingan komposisi bahan yang digunakan belum memenuhi kebu-tuhan.

6. Daftar Pustaka

Ambar,R,2005, Kemampuan Arang Sekam seba-gai bahan absorbsi unsur radikal bebas pada minyak goreng bekas, LPPM Univ. Widya Mataram Yogyakarta

I PDII-LIPI,1991, Penjernihan Air dengan meng-gunakan Sekam Padi, Cooperation, Jakarta

Proyek Sistem Informasi Iptek Nasional, 1998/ 1999, Arang Aktif, dari tempurung kelapa, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, LIPI

Setyowati, dkk,2008, Kemampuan arang sekam sebagai bahan pendingin ruang,Jurnal Ilmiah Forum Teknik, vol. 8 edisi Januari 2008, UGM, Yogyakarta

Sutisna, dkk, 2001, Karakteristik Arang Pasaran untuk Pemurnian Air, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 3 No 1, Oktober

Saryati, dkk, 2002, Penerapan Arang Aktif dan Zeolit untuk Sistem Pemurnian Air Minum, Proseding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengeta-huan dan Teknologi Bahan, Jakarta

Peraturan Pemerintah,PP, Standart Baku Mutu AirMinum, PP No. 82, th 2001

Agrica,2009, Arang Sekam, Januari, XHTML, Google.com

Agus,Dwi,2009,http://devel.jurnalnasionalcom.med.Teknologi.

Herry, R., 2007, Potensi dan Pemanfaatan Zeolit, http://www.indonesia-stone.com, oktober 2009

Hasanudin, M.,2008, Karbon Aktif/Actived Carbon, [email protected],21 Februari, 2008

Meilita, dkk, 2003, Arang aktif, Pengenalan dan Proses Pembuatannya, http://www.dbriptek. ristek.go.id/cgi/penjaga.cgi?tampildetil&publikasi&1065371081&344&&&

Meilia Tryana Tuti Sarma S, 2009, Arang Aktif, Pengenalan dan Proses Pembuatannya, Google.com, Agustus, Fakultas Teknik Indus-tri USU.

Nick,2008, Fungsi dan Kegunaan Arang Batok Kelapa, group yahoo, 6 September

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

174

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” dalam Pembangunan

Wilayah Pedesaan

D i y o n o Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM

Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281

Abstract

Desa / Kelurahan as the smallest unit of government are in need of maps and information contained in it to see the potential they had. In order for the information contained in a complete and accurate map of the unit required a detailed mapping of land parcels. Meanwhile, to the information already available safe, simple storage, easily accessible and can be used optimally to support the planning, implementation and control of development in the Desa needed the support of information technology as a tool. For that, there is need for Sistem Informasi Pertanahan di tingkat Desa (SINTADES) or the Land Information System in the Desa as a means of supporting sustainable development process in the region.

The purpose of this paper is to give you an idea about the need SINTADES built in rural public service unit/desa that begins to fulfill the basic needs and to support the desa-level development planning and can be developed and can be applied to a broader range gradually. This idea is based on study of literature and research that I did it before.

Expected results of SINTADES administrative support and management for rural land in the context of planning and development control area. In addition, the presence SINTADES can also be developed to support the level of the broader Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS) and sustained if supported by the existence of a national spatial data infrastructure (NSDI) and IDS adequate local level, government regulations & policies that are consistent, good governance is a good organization, and community participation. Keywords: SINTADES, land management, planning and development).

1. Pendahuluan

Desa sebagai unit administrasi pemerintahan terkecil di wilayah NKRI merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasar asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI (Anonim, 2007). Desa merupakan kawasan yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan taraf hidup masyarakatnya. Di Indonesia ada ±65.000 Desa dari sekitar 375 jumlah Kabupaten (Adisasmita, 2006). Desa sebagai unit terkecil pemerintahan dan sebagai ujung tombak pemba-ngunan untuk mensejahterakan masyarakatnya

memerlukan dukungan data, informasi dan sistem yang dapat menggambarkan dan merencanakan penggunaan potensi-potensi yang milikinya dengan menganut pada adat-istiadat setempat.

Hubungan suatu bangsa dengan tanah adalah hubungan yang bersifat abadi. Bagi bangsa Indo-nesia, tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanah sebagai unit keruangan perlu dikelola dengan bijaksana, karena merupakan sumberdaya alam yang unik yakni luasnya tetap dan tidak dapat diproduksi. Tanah merupakan aset masyarakat, aset rakyat dan aset bangsa, sehingga merupakan unsur vital dalam kehidupan dan bernegara (Sadyohutomo, 2008). Tanah mempunyai makna yang sangat strategis

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” – Diyono

ISSN : 0216 - 7565

175

karena di dalamnya terkandung tidak saja aspek fisik tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, bahkan politik serta pertahanan keamanan dan aspek hukum, sehingga keberadaannya perlu dikelola dan diatur secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di dalam kegiatan pembangunan tidak lepas dari kegiatan perencanaan. Didalam perencanaan pembangunan tata ruang wilayah memerlukan informasi keruangan (tanah) dan dukungan tata kelola yang baik. Informasi dan tata kelola yang baik adalah dua elemen penting untuk mendukung pengambilan keputusan yang efektif sebagai landasan proses pembangunan berkelanjutan (Ting dalam Williamson, et al., 2003),. Cakupan dari sistem, tata kelola, dan ketersediaan data dan informasi tentang tanah disebut manajemen infor-masi pertanahan (MIP).

Para pakar berpendapat bahwa untuk men-dukung tata kelola yang baik dalam pembangunan khususnya bidang pertanahan diperlukan suatu manajemen di bidang pertanahan. Manajemen bidang pertanahan dapat berjalan efektif jika didukung adanya teknologi informasi yang mampu mengelola data-data dengan cakupan yang luas. Selain itu, kemampuan merumuskan dan merealisasikan kebijakan tata ruang wilayah (tanah) hanya dapat terselenggara dengan lengkap dan komprehensip jika tersedia data bidang tanah (Sadyohutomo, 2008). Tidak tersedianya informa-si (data) bidang tanah yang memuat informasi lengkap tentang pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan baik dalam skala nasional, regional, lokal hingga unit desa/kelurahan berakibat kurang efisiennya proses perencanaan dalam pemba-ngunan wilayah (Yasa, 2009).

Untuk mendukung operasionalnya MIP perlu menerapkan teknologi informasi. Di Indonesia, penggunaan teknologi sistem informasi spasial (SIS) sebagai alat bantu dalam perencanaan tata ruang untuk pembangunan wilayah sudah lazim dilakukan, walaupun dengan memanfaatkan sum-ber data spasial yang terbatas dan dikerjakan secara parsial. Demikian juga, sifat dari kegiatan tersebut untuk pemenuhan kebutuhan internal dan menggunakan data spasial yang sangat bervariatif

dan masih diusahakan sendiri oleh institusi masing-masing. Dampaknya sebagaimana disam-paikan Silalahi, dkk., (2002) menimbulkan adanya “egoisme kelembagaan” dan sulit dikoordinasikan, tanpa memikirkan dan sadar bahwa banyak kegiatan yang sebenarnya dapat dipadukan. Konsekuensinya informasi sulit diintegrasikan dan sulit diakses oleh pihak lain, serta banyaknya duplikasi informasi (data) yang menyebabkan sistem jadi mahal dan tidak efektif. Hal ini menimbulkan kerawanan untuk pengembangan dan keberlanjutan dari sistem yang dibangun karena masih tergantung pada kebijakan bersifat sektoral dan bukan pada kebutuhan dan saling melengkapi antar institusi pada berbagai tataran.

Prinsip dasar dari sistem informasi perta-nahan yang dikembangkan Enemark (2007), Foster et al. (2002), dan Yasa (2009) mencakup informasi bidang penguasaan dan pemilikan tanah (land tenure); penggunaan tanah/ pemanfaatan tanah (land use); dan (c) nilai tanah (land value). Selain itu menurut Anonim (2002); Hadley (2005); dan Enemark, (2007) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni sistem informasi yang dibangun harus dapat melakukan pertukaran data, mudah di akses, memiliki standardisasi yang jelas, efisien dalam pembiayaan serta dapat dikembangkan secara berkelanjutan agar dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dibangun-nya sistem tersebut.

Di era otonomi daerah, peranan desa menjadi penting kedudukannya dalam membangkitkan pembangunan wilayah sesuai mandat Permendagri No. 66 tahun 2007 tentang perencanaan pemba-ngunan desa yang harus didasarkan pada beberapa aspek, seperti: (a) pemberdayaan, (b) partisipatif, (c) berpihak pada masyarakat, (d) terbuka, (e) akuntabel, (f) selektif, (g) efisien dan efektif, (h) keberlanjutan, (i) cermat, (j) proses berulang, dan (k) penggalian informasi.

Berdasarkan uraian di atas, bagaimanakah mengembangkan sistem informasi pertanahan yang dapat mendukung sinerginya administrasi dan manajemen pertanahan dalam rangka mendukung pembangunan di kawasan pedesaan yang disebut sistem informasi pertanahan tingkat desa (SINTADES). Ada beberapa hal yang perlu

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

176

mendapat perhatian untuk mewujudkan SINTADES, yaitu: (a) organisasi dan kerangka kelembagaan, (b) standardisasi infrastruktur data, alat, prosedur dan sumber daya manusia, (c) keter-sediaan data dan informasi, dan (d) partisipasi masyarakat.

2. Perencanaan Pembangunan dan Kebutuhan Informasi Pertanahan di Pedesaan

Pembangunan desa merupakan dasar dari pembangunan nasional. Di era desentralisasi dan otonomi daerah saat ini perencanaan pemba-ngunan desa memiliki peran yang strategis dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional secara merata. Sesuai Permendagri 66/2007 perencanaan pembangunan desa diwujudkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) yang disusun setiap 5 tahun sekali untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Adapun tujuannya sesuai pasal 6 Permendagri tersebut adalah: (a) mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat, (b) menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap program pembangunan desa, (c) memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa, dan (d) menumbuhkem-bangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa.

Permasalahan pembangunan desa menurut Hadi, Agus P. adalah masih lemahnya kelemba-gaan, yakni pendekatan terpusat (top down) dan adanya ego sektoral antar pemangku kepentingan yang membuat setiap Dinas/Instansi melakukan kegiatannya sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi dan komunikasi pada saat melakukan proses pembangunan yang dilaksanakan pada unit peme-rintahan desa. Adanya koordinasi dan kerjasama antar pemangku kepentingan diharapkan dapat membantu proses konvergensi pemanfaatan sum-berdaya bagi proses pembangunan pedesaan. Oleh sebab itu didalam perencanaan, implementasi, evalusi pembangunan desa hendaknya juga dikem-bangkan struktur partisipasi dan pemberdayaan masing-masing pemangku kepentingan sehingga

akan melahirkan suatu komitmen dan tanggung-jawab.

Dalam pelaksanaan pembangunan wilayah secara baku dilaksanakan melalui suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian/ pengawasan. Di dalam manajemen wilayah yang terkait dengan pembangunan penataan ruang mencakup 3 proses: (a) perencanaan tata ruang, (b) pemanfaatan ruang, dan (c) pengendalian pemanfaatan ruang (Sadyohutomo, 2008). Penekanan manajemen wilayah pada operasional penyediaan pelayanan publik dan intervensi pada publik, terutama dalam bentuk pengaturan. Bidang pertanahan merupakan hal yang paling menonjol dalam manajemen wilayah, karena segala kegiatan yang dikelola berada di atas permukaan tanah (ruang). Mengingat kompleksnya permasalahan dan harus melibatkan banyak pihak maka diper-lukan pendekatan dengan suatu sistem yang bersifat holistik dan terpadu yang didukung dengan penerapan teknologi.

Sejarah pengelolaan pertanahan di Indonesia telah dilakukan sebelum Pemerintah RI terbentuk. Saat itu dalam sejarahnya, pengelolaan data bidang tanah sesungguhnya telah dilakukan di tingkat desa dengan sistem penatausahaan yang cukup baik yang sering disebut sistem klasiran (untuk Jawa, Madura, Bali dan Lombok (Yasa, 2009). Pada saat itu desa/kelurahan sudah menja-lankan pengelolaan tanah dalam sistem informasi pertanahan walaupun masih sederhana dalam wujud peta rincik sebagaimana hasil penelusuran yang dilakukan peneliti di Kabupeten Bantul, DIY tahun 2004. Kondisi saat sekarang justru sebaliknya yakni desa mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan peta sebagai sumber infor-masi. Hasil kajian menujukan bahwa pemerintah desa menghendaki adanya peta yang terkini dan berkualitas baik, namun belum didukung dengan ketersediaan peta-peta yang sesuai, misalnya peta bidang tanah (peta rincikan) untuk memenuhi kebutuhan administrasi pertanahan di desa (Diyono, 2006).

Terkait dengan perencanaan pembangunan wilayah pedesaan, dalam sistem pendekatan holistic, menurut Korten (dalam Sadyohutomo, 2008) pendekatan pengelolaan wilayah harus

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” – Diyono

ISSN : 0216 - 7565

177

menekankan prinsip-prinsip pembangunan berke-lanjutan. Hakekat pembangunan berkelanjutan menurut Brundtland (1987) dalam Budiharjo, dkk (2005) adalah pembangunan yang mampu meme-nuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumber-daya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseim-bangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Untuk itu perlu diperhatikan 3 asas dalam pembangunan berkelanjutan yang saling terkait (Sadyohutomo, 2008), yaitu : 1. Secara ekonomi menguntungkan, aspek pen-

ting yang perlu dipedomani antara lain: (a) pembangunan ekonomi berwawasan jangka panjang, (b) peningkatan pendapatan masya-rakat, (c) peningkatan lapangan kerja, (d) pemerataan kesempatan berusaha dan penda-patan, pembangunan berbasis sumberdaya lokal dan berorientasi eksport.

2. Ramah lingkungan, aspek penting yang perlu dipedomani antara lain: (a) konservasi dan pelestarian tanah dan lingkungan, (b) efisiensi penggunaan sumberdaya yang sekali pakai ke sumber daya yang dapat diperbaharui, (c) mengurangi dan memanfaatkan limbah, (d) teknologi tepat guna dan selalu berkembang.

3. Secara sosial dan politik dapat diterima masya-rakat serta sensistif terhadap budaya. Penggu-naan aspek-aspek sosial, politik, dan budaya setempat akan merangsang partisipasi masya-rakat dalam perencanaan dan pengelolaan tata ruang. Aspek penting yang perlu dipedomani adalah: (a) demokrasi perencanaan dan penge-lolaan tata ruang, (b) pemberdayaan masya-rakat, (c) desentralisasi perencanaan dan pengelolaan ruang, (d) pemanfaatan pengeta-huan asli daerah, (e) pemerataan sosial men-cakup integrasi isu fisik dan isu sosial, dan (f) integritas budaya.

Perencanaan penggunaan lahan kawasan pedesaan lazimnya lebih difokuskan untuk

keperluan pertanian rakyat, industri pertanian serta kawasan lindung yang tidak lepas dengan unsur keruangan (lahan/tanah). Adanya SINTADES yang berisi basisdata pertanahan yang lengkap pada tiap-tiap desa dapat digunakan sebagai sarana media komunikasi dan koordinasi serta dapat mendokumentasikan semua tahapan didalam pengambilan keputusan oleh institusi dan para pemangku kepentingan yang terkait dalam rangka pengelolaan pembangunan wilayah desa secara terintegrasi dan berkelanjutan.

3. Sistem Informasi Pertanahan di Tingkat Desa (SINTADES)

Beberapa pakar berpendapat bahwa Sistem Informasi Pertanahan (SIP) adalah suatu sistem kadaster yang dikelola oleh berbagai institusi dan didesain untuk keperluan membantu dalam admi-nistrasi informasi pertanahan, misalnya pemilikan/ penguasaan, perpajakan, dan penggunannya yang diwadahi dalam unit keruangan bidang tanah. Dalam lingkup manajemen informasi pertanahan (MIP), SIP merupakan sistem informasi spasial berbasis bidang tanah (persil) yang digunakan sebagai alat bantu untuk mendukung kegiatan pengambilan keputusan yang terkait dengan aspek hukum, administratif dan ekonomi untuk mem-bantu perencanaan dan pembangunan wilayah.

Tanah tidak dengan sendirinya memberikan manfaat kepada manusia, terutama jika hal tersebut menyangkut keberlanjutan penggunaan tanah serta minimasi konflik diantara warga masyarakat yang berkaitan dengan masalah tanah. Agar tanah dapat memberikan manfaat kepada manusia maupun komponen lingkungan lainnya, tanah tersebut perlu dikelola dengan baik (Subaryono dan Istarno, 2004), sedangkan untuk keperluan efisiensi dan efektifitas didalam pengeloaan perlu didukung teknologi. Hal yang mendorong dikembangkannya SIP menurut Subaryono dan Istarno (2004), yaitu: (a) jumlah dan informasi pertanahan yang semakin besar, (b) adopsi cara berpikir ilmiah dan sistematis (al. kemampuan untuk mengkaitkan satu informasi dengan informasi lainnya, kemampuan dalam memanfaatkan informasi), (c) sistem informasi pertanahan yang dinamis, (d) tuntutan perubahan

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

178

sistem administrasi dari tertutup menjadi terbuka (transparan), (e) perubahan hubungan birokrasi dari hirarkis (top down) menjadi tersebar (distributed), (f) perubahan sikap dari independent menjadi dependent (saling tergantung), (g) kebutuhan kecepatan dan ketepatan dalam memperoleh informasi, (h) ketersediaan teknologi.

Di Indonesia, adanya Keppress 34/2003 tentang Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) menunjukkan keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan transparansi informasi pertanahan melalui Parcel Based GIS. Namun sampai saat ini banyak kendala yang dihadapi untuk mewujudkan hal tersebut, di antaranya : (a) ketersediaan data, dan (b) kesiapan sumberdaya manusia.

Dalam kontek pembangunan SIP secara luas di era keterbukaan teknologi saat ini tidak terlepas dari kebutuhan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) sebagai acuan dasarnya. Banyak definisi tentang IDSN, misalanya (Groot & McLaughlin, 2000 dalam Aditya, 2008) mendefinisikan seperangkat kelembagaan, teknis, dan ekonomis pengaturan bagi masyarakat pada tingkat lokal, nasional, regional, dan tingkat global untuk mengakses dan menggunakan sumber daya geospasial (data, jasa, sensor, dan aplikasi) dalam mendukung proses pengambilan keputusan.

Tujuan utama dari IDS adalah untuk mencip-takan sebuah lingkungan dimana pemangku kepentingan dapat bekerjasama dan berinteraksi dengan teknologi untuk mencapai tujuan yang lebih baik pada tingkatan politis maupun adminis-tratif (Williamson, et al., 2003). Komponen utama IDS menurut Williamson et al. (2003), mencakup empat unsur: (a) kerangka kelembagaan, (b) standar teknis, (c) data dasar utama, dan (d) jaringan geoportal.

Terkait dengan bagaimana tingkatan IDS dikembangkan dan dikelola, serta bagaimana hubungannya antara kebutuhan tingkat kedetilan data dan kebutuhan penggunaan sistem untuk tingkatan perencanaan yang akan dilakukan, diilustrasikan pada gambar 1 (Williamson, et al., 2003).

Gambar 1. Hubungan tingkat perencanaan, kedetilan

data, dan tingkatan IDS

Kerangka kelembagaan dalam IDS merupa-kan komponen yang berkaitan dengan penentuan kebijakan dan berbagai aturan dalam membangun, mengelola, mengakses serta menggunakan data dasar dan berbagai standar yang diperlukan. Terkait kelembagaan tersebut perlu juga didukung peraturan perundangan yang dilaksanakan secara konsiten guna memberikan kepastian aturan yang saling menguntungkan antar pengguna dan penye-dia data.

Standard teknis, mengatur dan menggambar-kan karakteristik teknis dari data utama. Sedang-kan komponen data utama diproduksi didalam kerangka kelembagaan dan mengacu sepenuhnya kepada standar teknis. Jenis data utama yang perlu ada didalam IDS paling tidak mencakup: (a) kerangka dasar, yang didalamnya adalah kerangka dasar geodetik sebagai pondasi dibangunnya basis data spasial yang bergeoreferensi, (b) data batas, yang dalam kontek IDS untuk SIP didalamnya mencakup data batas bidang tanah dan batas administrasi, (c) data lingkungan alam, (d) data sosial ekonomi, (e) data tentang kategori ling-kungan terbangun, dsb.

Jaringan geoportal didefinisikan sebagai gateway yang memfasilitasi penemuan dan akses ke sumber data geospasial, telah dianggap penting dalam mempertahankan keberadaan ISD (Maguire & Longley, 2005; Nebert, 2004 dalam Aditya, 2008). Portal merupakan koleksi metadata geo-spasial yang menggambarkan sumber daya yang tersedia di mana pengguna dapat menentukan kesesuaian mereka untuk menggunakan sumber daya tersebut. Selain meningkatkan aksesibilitas dari berbagai besar sumber data geospasial,

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” – Diyono

ISSN : 0216 - 7565

179

geoportals dapat meningkatkan pertukaran data dan berbagi antara organisasi-organisasi untuk mencegah redundansi dan meningkatkan koordi-nasi upaya pengumpulan data dan menawarkannya melalui web. Geoportals tidak hanya akan digu-nakan untuk satu pengguna saja, tetapi juga dalam kelompok, sehingga memungkinkan geocolla-boration (Aditya, 2008).

3.1. Organisasi dan kerangka kelembagaan SINTADES

Organsisasi pada tingkatan tertentu (sebagai-mana tingkatan pada gambar 1) diperlukan untuk mengembangkan standarisasi prosedur, pengadaan dan pengembangan sumberdaya, serta memper-tanggungjawabkan proses dan hasil dari suatu sistem (Anonim, 2002).

Dari studi literatur yang disarikan dari Anonim (2005), diuraikan bahwa pengembangan SIS/SIP dengan pendekatan terpusat (top down) yang selama ini dilakukan di Indonesia terbukti belum dapat memenuhi kebutuhan untuk proses integrasi berbagai sistem informasi spasial yang dibangun oleh berbagai institusi. Demikian juga pembangunan SIP yang berbasis “proyek” dari dana bantuan (grant, loan dsb.) keberlanjutan dan pengembangannya kurang mendapat perhatian, salah satu alasannya adalah keterbatasan biaya. Sebagaimana disampaikan Saido (2002) terkait dengan pembangunan SIP kota Semarang yang sudah diawali sejak tahun 1986 sebagai proyek percontohan SIP terintegrasi wilayah kota pertama di Indonesia, serta pembangunan SIP di kota Surakarta yang merupakan kebelanjutan proyek paket SIP kota Semarang-Surakarta atas bantuan loan Bank Dunia ditahun 1996/1997.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukan bahwa pola pengembangan SIP yang berbasis kebijakan terpusat atau pola pengembangan SIP berbasis “proyek” di era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang kurang tepat diterapkan. Terkait dengan pengembangan SIP sebagaimana kerangka konsep pembangunan IDS, sistem dibuat berjenjang (lihat gambar 1). Pemerintah pusat terkait berfungsi sebagai penghubung antara kebutuhan nasional, regional atau global, serta

sebagai inisiator, fasilitator dan regulatornya untuk pengembangan SIP pada level di bawahnya. Sedangkan pada unit kelembagaan terbawah desa/kelurahan perlu dikembangkan konsep SINTADES sesuai kaidah IDS untuk pemenuhan kebutuhan informasi pertanahan pada unit pemerintahan tersebut terlebih dahulu.

Secara nasional konsep SIP terintegrasi yang dapat dipakai untuk berbagai kepentingan pela-yanan publik maupun perencanaan pembangunan sudah diatur sesuai mandat Keppres 34 tahun 2003 tentang kebijakan nasional di bidang pertanahan pasal 1 bagian b, yaitu pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan di antaranya adalah: (a) penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah yang dihubungkan dengan e-government, e-commerce dan e-payment; (b) pemetaan kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi pengua-saan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk menunjang kebijakan pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah; (c) pembangunan dan pengem-bangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografis, dengan mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional.

Berkaitan dengan tatakelola (kewenangan) sesuai pasal 2 Keppres 34 tahun 2003 tentang aturan sebagian kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi: (a). pemberian ijin lokasi; (b). penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; (c) penyelesaian sengketa tanah garapan; (d) penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pemba-ngunan, (e) penetapan subyek dan obyek redis-tribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee; (f) penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; (g). Peman-faatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; (h) pemberian ijin membuka tanah; (i) perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/ Kota. Di era desentralisasi dan otonomi daerah dimana

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

180

desa/kelurahan memiliki peranan yang besar da-lam partisipasi pembangunan, maka SINTADES menjadi hal yang relevan jika dikembangkan.

Dalam perencanaan dan pengelolaan bidang tanah (a.l., sertifikasi tanah, pajak bumi dan bangunan, perencanaan wilayah, dsb.), secara kelembagaan sistem informasi pertanahan (SIP) cukup rasional jika dibangun pada tataran SIP lokal daerah otonom kabupaten/kota terlebih dahulu untuk memenuhi keperluan pelayanan publik. Pada tingkatan ini cakupan SIP dikem-bangkan dan diaplikasikan pada unit pemerintahan desa/kelurahan secara bertahap, misalnya di buat level kelurahan (untuk perkotaan), hal yang sama dikembangkan pula ke tingkat desa secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, SINTADES dengan mengadopsi keselarasan antara pendekatan bottom up dan top down menjadi pilihan karena banyak potensi yang terkait dengan efisiensi dan efektifi-tas pemanfaatan data, serta partisipasi yang dapat direalisasikan. Hal ini disampikan pula oleh Magel (2004) dan Foster et al. (2002) bahwa pengem-bangan SIP dapat mendukung kebijakan pemba-ngunan berkelanjutan apabila ada pendekatan keseimbangan kebijakan yang selaras dalam tata kelola secara bottom up dan top down.

Secara kelembagaan wilayah pedesaan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius, karena diwilayah inilah harapan keseimbangan pembangunan berkelanjutan desa dan kota dapat diwujudkan. Adanya SINTADES maka sistem koordinasi antar fungsi organisasi pada berbagai tataran dapat difasilitasi, sehingga perencanaan dan pengendalian pembangunan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, adanya SINTADES yang didukung IDS yang secara konsisten dijalankan pada berbagai tataran, di era otonomi daerah munculnya “egoisme” antar insti-tusi dalam pembangunan wilayah dapat dihindari.

3.2. Standardisasi dalam SINTADES

Standardisasi adalah suatu proses merumus-kan, menetapkan, menerapkan dan merevisi stan-dar yang dilaksanakan secara tertib dan kerjasama antar pihak (Bakosurtanal, 2004). Cakupan standar diperlukan untuk keperluan pengumpulan dan

penetapan data geospasial yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan antara pengumpul dan pengguna data untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan teknologi.

Dalam pengembangan SINTADES agar sistem dapat diintegrasikan dengan sistem lainnya diperlukan adanya standardisasi dari komponen-komponen yang diperlukan dalam mendukung berjalannya sistem. Secara umum standardisasi mencakup: (a) infrastruktur data, (b) alat, (c) prosedur, dan (d) sumber daya manusia. Pada tataran SINTADES seperti halnya pengembangan SIP pada umumnya, infrastruktur data merupakan hal yang paling menonjol permasalahnnya yang juga akan melibatkan komponen lainnya.

Standarisasi didalam pengembangan SIP, menurut (Wyatt et al., 2003) mencakup : (a) Interopability, kemampuan untuk mengkomu-

nikasikan antara sistem yang tidak sama dengan suatu cara sistem menyediakan layanan kepada pengguna secara jelas;

(b) Portability, kemampuan perpindahan sebagian data dan manusianya. Portabilitas data adalah perpindahan data dari perangkat lunak yang berhubungan dengan satu jenis perangkat keras ke jenis lainnya, sedang portabilitas manusia yaitu kemampuan perpindahan yang mudah antara sistem dan jaringan yang berbeda tanpa memerlukan pelatihan ulang;

(c) Scability, kemampuan untuk menjalankan perangkat lunak yang sama atau menggunakan data dengan pencapaian yang dapat diterima dalam beragam ukuran sistem. Masalah yang perlu diatasi untuk mewujud-

kan SINTADES adalah penyediaan data dan informasi spasial yang mudah diakses, dipertukar-kan dan digunakan bersama. Hal ini tidak mudah diwujudkan, diantara penyebabnya adalah : a. belum lengkapnya peraturan pelaksanaan yang

mendukung perolehan dan penggunaan data bersama sesuai dengan perkembangan tekno-logi informasi;

b. belum sinergisnya kegiatan pengadaan data spasial pertanahan dalam antar institusi penye-dia dan pengguna informasi pertanahan;

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” – Diyono

ISSN : 0216 - 7565

181

c. keterbatasan dan belum meratanya sumber daya manusia yang profesional dibidang penga-daan dan pengelolaan data spasial, khususnya data spasial pertanahan.

Berkaitan dengan hal tersebut, tindakan yang perlu ditempuh diantaranya adalah perlu : (a) adanya standardisasi prosedur, mulai dari proses perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan pengawasan SINTADES harus dalam satu tujuan yang sama untuk berbeda dalam penggunaan, (b) adanya standardisasi mekanisme penyediaan data, keamanan data dan prosedur penggunannya, (c) adanya aturan-aturan mencakup keseluruhan operasional sistem informasi secara terbuka, (d) standardisasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan sistem, (e) standarisasi sumberdaya manusia melalui sertifikasi sesuai kompetensinya. Selain itu, tidak kalah penting yaitu penegakan peraturan yang telah disepakati secara konsisten.

3.3. Ketersediaan data utama dalam SINTADES

Dalam pengembangan SINTADES salah satu problem yang akan dihadapi adalah ketersediaan data utama. Untuk mengawali penyediaan data utama dalam pemenuhan kebutuhan SINTADES, perlu dimulai langkah terpadu, misalnya dengan melakukan pendaftaran tanah secara terpadu yang di inisiasi oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan wadah infrastruktur data spasial (IDS) yang sudah disiapkan oleh peme-rintah.

Bentuk kegiatan tersebut di atas mencakup: (a) menyatukan kegiatan pendataan dan pendaf-taran fisik, fiskal dan legal; (b) menyatukan tanggungjawab terkait dengan hak dan kewajiban dalam urusan tanah; (c) menciptakan identitas unik (ID) yang berlaku secara luas dan menye-luruh untuk setiap bidang tanah; (d) menyusun sistem informasi pertanahan yang didukung infrastruktur dengan prinsip, prosedur, dan meka-nisme yang baku yang mampu beradaptasi dengan perkembangan modern.

Data utama yang perlu tersedia adalah peta bidang tanah (persil) yang telah bergeoreferensi sesuai standar sistem nasional yang disepakati, sedangkan informasi yang melekat pada bidang tanah tersebut, misalnya penguasaan/pemilikan, penggunaan dan properti yang ada di atasnya, nilai atas tanah dan properti yang ada diatasnya, utilitas yang dimanfaatkan oleh properti tersebut, dlsb. Data dan informasi tersebut sebenarnya tersedia, namun berada di institusi yang berbeda-beda sesuai dengan tugas dan fungsinya sehingga sangat sulit jika diintegrasikan, disinilah peranan unit pemerintahan terkecil (desa/kelurahan) merangkum seluruh kebutuhan data-data termasuk pertanahan dalam satu sistem yang di bakukan oleh pemerintah.

Selain yang telah disebutkan di atas, hal penting yang diperlukan untuk pembangunan SINTADES adalah adanya inisiasi oleh peme-rintah dalam melakukan koordinasi terhadap akses informasi pertanahan dan keterlibatan masyarakat dalam penyediaan data.

4. Partisipasi Masyarakat dalam pengembang-an SINTADES

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Pembangunan nasional yang selama ini dilakukan oleh peme-rintah kurang memperhatikan hak-hak dan aspirasi masyarakat setempat yang memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai wilayahnya, sehingga pembangunan yang dihasilkan tidak mencerminkan aspirasi masyarakat setempat dan sering menimbulkan berbagai permasalahan. Penempatan masyarakat sebagai subjek pemba-ngunan sangat diperlukan supaya masyarakat dapat berperan serta secara aktif dalam pemba-ngunan wilayahnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pemba-ngunan.

Adanya partisipasi masyarakat dalam pem-bangunan dapat mengubah paradigma, yang dulunya masyarakat dianggap sebagai obyek pembangunan, saat ini masyarakat sudah harus

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

182

berperan aktif sebagai pelaku pembangunan. Paradigma ini diyakini dapat disinergikan untuk menyatukan pemahaman arti pentingnya pemba-ngunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sedangkan pemerintah adalah sebagai inisiator, fasilitator dan regulatornya. Oleh sebab itu, pembangunan bidang pertanahan menjadi penting jika partisipsasi masyarakat yang diwadahi oleh organisasi pada unit pemerintahan terkecil desa/kelurahan dilibatkan secara langsung untuk mendukung keberlanjutan sistem yang diinisiasi dan dibangun pemerintah.

Berkembangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya tanah sebagai bagian dari kehidupan, serta adanya dukungan teknologi yang semakin maju, pendekatan manajemen pertanahan secara partisipatif saat ini mulai di pahami dapat mendukung keberlanjutan program pemerintah di bidang pertanahan. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk pemetaan partisipatif dan juga penerapan Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat (MPBM) seperti dikemukakan oleh Yasa (2009).

MPBM adalah sistem pengelolaan data bidang tanah (lokasi, ukuran, bentuk bidang, pemilikan/penguasaan, penggunaan dan peman-faatan tanah) untuk tujuan pemberian informasi keperluan pembangunan, dengan manajemen yang dibangun berbasis masyarakat. MPBM dibangun di setiap desa/kelurahan guna mengadministrasi-kan semua perubahan penggunaan dan pemanfa-atan, mencatat perbuatan-perbuatan hukum berkaitan dengan penguasaan dan pemilikannya. MPBM dikelola oleh tim khusus yang dibentuk berasal dari perangkat desa beserta orang-orang yang dipilih dan ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah desa/kelurahan (Yasa, 2009). Perlu ditegaskan bahwa program MPBM akan memiliki nilai tambah dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan jika dalam pelaksanannya dibarengi dengan pengembangan SINTADES serta mene-rapkan standardisasi untuk pengembangan IDS pertanahan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Dalam konsep otonomi daerah sesuai pasal 2 Keppres 34 tahun 2003 tentang aturan sebagian kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/

Kota, maka hasil dan pemaanfaatan MPBM sangat dibutuhkan di daerah. Adanya dukungan data dan informasi pertanahan didesa yang diperoleh dari hasil MPBM yang terstandardisasi jika diwadahi dalam SINTADES maka akan mampu memenuhi kebutuhan administrasi pertanahan dan program-program perencanaan serta peningkatan pendaya-gunaan tanah untuk kesejahteraan di wilayah tersebut. Jika dalam pengembangan MPBM sudah menerapkan kesepakatan-kesepakatan dalam IDS yang baku sesuai tatarannya, maka perwujudan SIP untuk tataran lebih tinggi dan cakupan lebih luas dapat diwujudkan.

5. Kesimpulan

Dari hasil kajian literatur yang telah diurai-kan di atas, sistem informasi pertanahan yang dibangun pada tingkat desa (SINTADES) menurut pendapat penulis perlu dirintis dan dikembangkan sesuai kemajuan teknologi dan kondisi perkem-bangan jaman yang terkini. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari sejarahnya, dimana administrasi pertanahan tingkat desa pada awalnya sudah dibangun sebelum pemerintah RI terbentuk untuk keperluan perpajakan (sistem klasiran). Namun mengapa kondisi di era modern sekarang justru kondisinya berbalik, dimana desa/kelurahan mengalamai krisis informasi/data tentang tanah yang merupakan unsur vital didalam penata kelolaan dan perencanaan pembangunan.

Oleh sebab itu, SINTADES dengan berbasis MPBM menjadi relevan dibangun karena memiliki peranan yang strategis untuk mendukung tertib administrasi dan manajemen pertanahan bagi desa dalam rangka perencanaan dan pengen-dalian pembangunan wilayah tersebut. Di era keterbukaan dan otonomi daerah sekarang, serta dukungan pesatnya kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), harapannya rumitnya masalah administrasi pertanahan dapat di atasi, sehingga penatakelolaan yang baik dengan dukungan TIK pada level unit pemerintahan terkecil desa dan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi sangat logis jika diwujudkan.

Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terlebih dahulu agar SINTADES dapat

Arti Pentingnya Pengembangan “SINTADES” – Diyono

ISSN : 0216 - 7565

183

diwujudkan serta dikembangkan untuk mendu-kung SIMTANAS dalam rangka mendukung kebijakan tertib administrasi pertanahan dan pembangunan berkelanjutan, yaitu: a. Keinginan yang kuat dari seluruh pihak para

pemangku kepentingan yang terkait baik langsung maupun tidak dengan pengelolaan bidang pertanahan dan pembangunan pada semua tataran pemerintahan (desa/kelurahan hingga tingkat nasional);

b. Pembangunan infrastruktur data spasial nasio-nal (IDSN) dan IDS tingkat lokal yang mema-dai dengan cara melakukan adaptasi dan mengadosi standart yang berlaku secara global yang disesuaikan dengan kondisi lokal;

c. Adanya dukungan peraturan & kebijakan pemerintah yang memadai serta konsisten dibidang penata kelolaan pertanahan dan penerapan teknologi;

d. Pengembangan tata kelola organisasi yang baik, dari tataran terendah desa/kelurahan hingga tingkat nasional;

e. Dukungan dan partisipasi masyarakat.

Daftar Pustaka

Adisasmita, R., 2006, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Graha Ilmu.

Aditya, T., 2008, A Usable local geospatial data infrastruktur for improved public participatory & collaborative efforts in enhance comunity preparedness and mitigation, International Conference on Tsunami Warning (ICTW) Bali, Indonesia, November 12-14.

Anonim, 2002, Kajian Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan (Land Information System) di Direktorat PBB dan BPHTB, Laporan Penelitian : Jurusan Teknik Geodesi FT UGM (tidak dipublikasikan).

Anonim, 2003, Keppres 34 tahun 2003 : Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, di unduh 20 Agustus 2009.

Anonim, 2005, Strategi Pengembangan Corporate Wide GIS di Institusi Pelayanan Publik di Indonesia, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Geodesi FT UGM (tidak dipublikasikan).

Anonim, 2007, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 tahun 2007: Tentang Perencanaan Pembangunan Desa, http://www.forumdesa. org/kebijakan/kepmen/permen662007. pdf, di akses 24 September 2009.

Bakosurtanal, 2004 , Pedoman Penyeleng-garaan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN), Cibinong: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Budihardjo, E. dan Sujarto, Dj., 2005, Kota Berkelanjutan, Penerbit Alumni, Bandung.

Diyono, Basuki, S, Rahardjo, U., 2006, Tinjauan atas pemenuhan kebutuhan dan penggunaan peta di desa, Seminar FIT ISI, Desember 2006, Balikpapan.

Enemark, S, 2007, Integrated land use managemen for sustainable development, FIG Commission 3 Workshop, Athens, Grece, 28-31 March. http://www.fig.net/council/enemark_papers/ Athens.%20Enemark.paper.%20March.2007.pdf, di akses 14 Agustus 2009.

Magel, H., 2004, Marrakech Declaration : Urban –Rural Interrelationship for Sustainable Development, The International Federaion of Surveyor (FIG), Denmark, https://www.fig. net/pub/figpub/pub33/figpub33.pdf di akses 14 Agustus 2009.

Foster, R.W., Ryttersgaard, J., and Dale, P., 2002, Land Information Management for Sustai-nable Developemnt of Cities, FIG Commission 3: Spatial Information Mana-gement in co-operation with UN HABITAT,

Hadi, Agus P.,--, Revisi Mekanisme dan peningkatan Kualitas Perencanaan Desa menuju pembangunan desa yang partisipatif dan berkelanjutan di era Otonomi Daerah, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Hadley, C. 2005 Sustainable land information for sustainable development http://www.comar-chitect.org/BEPIC-ocs/sustainable-landinformation for sustainable development-ch.pdf di akses 13 Agustus 2009

Sadyohutomo, M., 2008, Manajemen Kota dan Wilayah : Realita & Tantangan, Bumi Aksara, Jakarta.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

184

Saido, Agus P., 2002, LIS Surakarta : Sejarah dan Status Perkembangannya, Prosiding FIT ISI, 2-3 Oktober, Yogyakarta.

Silalahi, S.B., Hadi, S., dan Lumempouw, R.J.. 2002. Pertanahan dan Perpajakan Tanah di Propinsi Jakarta, Prosiding FIT ISI, 2-3 Oktober, Yogyakarta.

Subaryono dan Istarno, 2004, Manajemen Infor-masi Pertanahan, Bahan Ajar, Jurusan Teknik Geodesi FT UGM (tidak dipublikasikan).

Williamson, I., Rajabifard, A., Feeney, M.E.F, 2003, Developing Spatial Data Infrastructures:

From Concept to Reality, CRC Press, Boca Rato, London, New York, Washington, D.C. pp.183 – 210.

Wyatt, P., and Ralphs, M., 2003, GIS in Land and Property Management, Spon Press Taylor & Francis Group, London and New York, pp.9.

Yasa, I.,M., 2009, Artikel Manajemen Pertanahan berbasis masyarakat sebagai upaya mengatasi ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia, http://www.Landpolicy. or.id/ kajian/2/tahun 2009/bulan/04/ tanggal/12/id/144 di akses 18 Agustus 2009.

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

185

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda (Penerapan Teknologi Informasi)

Afrizal Mayub1), Adhi Susanto2), Paul Suparno3), Lukito Edi Nugroho2)

1) Jurusan Teknik Informatika Universitas Bengkulu, Bengkulu Peserta Progran Doktor Teknik Elektro UGM, Yogyakarta

2) Jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3) Jurusan Fisika Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Abstract

Multiple Intelligence theory has a notion that human being have 9 intelligence type. Recognized with “Multiple Intelligences”. With this definition, process learns have to can peep out atmosphere learn facility able to expand all intelligence type. Information Technology with progress can be exploited to make study which is varieties, this matter e-learning. E-Learning earn implementation, either through computer network (Web Course Model, Web Centric Course Model, and Web Enhanced Course Model), and also with stand lone (Computer-Based Training (CBT), Computer-Managed Learning, Integrated Learning System (ILS), Intelligent Tutoring System (ITS), Job Aids, Computer-Aided Assessment (CAA), Drill & Practice, Multimedia, Hypermedia, Resource-Based Learning, and Simulation. Virtual Classroom represent one of the e-learning implementation able to personate media learns which is varieties, so that all intelligence type can expand in an optimal fashion Keywords: multiple intelligence, e-learning, classroom virtual

1. Pendahuluan

1.1. Pengantar

Berabad-abad manusia beranggapan bahwa, seseorang yang mempunyai IQ tinggi akan sukses dalam hidup, namun anggapan itu tidak selamanya benar, ada orang yang IQ relatif rendah tetapi karena tekun dan ulet ia sukses dalam hidup, bahkan lebih sukses dari orang yang ber-IQ lebih tinggi. Sekarang disadari bahwa disamping IQ, masih ada faktor lain yang menentukan kesuk-sesan seseorang yaitu faktor EQ dan SQ. Bahkan akhir-akhir ini muncul teori inteligensi ganda, dimana teori ini berpendapat bahwa manusia mempunyai 9 jenis intelegensi. Jenis inteligensi yang dominan pada diri seseorang satu sama lain tidak sama, karena itu, dalam proses pendidikan dan pembelajaran diperlukan metoda dan strategi yang bervariasi. Variasi dalam penyampian materi pembelajaran sangat penting agar proses pendi-dikan dapat mewadahi tumbuh kembangnya inteligensi yang dominan pada diri anak, sehingga

anak dapat berkembang secara optimal. Sejalan dengan temuan teori inteligensi ganda tersebut, saat ini peran teknologi informasi dalam segala aspek kehidupan sangat dominan. Peran dan kemampuan teknologi informasi dapat digunakan untuk membuat sistem e-learning, yang berfungsi sebagai wadah bagi perkembangan semua jenis intelegensi.

Permasalahan

Mengingat jenis inteligensi yang dikemuka-kan Gardner ada 9 jenis, maka untuk membuat suatu sistem e-learning yang dapat berperan bagi tumbuh-kembangnya semua jenis inteligensi terse-but, diperlukan suatu perencanaan yang baik. Sistem e-learning harus mampu berperan sebagai media presentasi informasi bentuk teks, grafik, gambar, tabel, simulasi, animasi, latihan, analisis kuantitatif, umpan-balik,, aktif, reaktif, instruksi bersifat individual, audio, dialog maya, dan lain-lain. Salah satu implemen tasi e-learnig dapat

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

186

berbentuk virtual classroom. Dari uraian diatas dirumuskan permasalahannya sebagai berikut; ”Sejauh mana sistem e-learning dapat berperan bagi tumbuh-kembangnya inteligensi ganda yang dimiliki siswa”

2. Fundamnetal

2.1. Teori inteligensi ganda Gardner

Tahun 1993 Gardner mempublikasikan buku-nya “Multiple Intelligences”, yang berisi tentang teori inteligensi ganda. Gardner mendifinisikan inteligensi sebagai, Kemampuan untuk meme-cahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. (Suparno, P, 2004). Dengan definisi di atas jelas bahwa kemampuan IQ seseorang tidak dapat diukur hanya dengan mengerjakan soal tes tertulis saja, melainkan harus mengukur semua jenis inteligensi yang terwujud dalam semua aktifitas kehidupan. Dari penelitian, Gardner menyimpulkan ada 9 jenis inteligensi yaitu; Inteligensi Linguistik, Inteligensi Matema-tis-logis, Inteligensi Ruang-visual, Inteligensi Kinestetik-badani, Inteligensi Musikal, Inteligensi Interpersonal, Inteligensi Intrapersonal, Inteligensi Lingkungan, dan Inteligensi Eksestensial.

2.2. Kriteria suatu inteligensi

Menururt Gardner, suatu kemampuan dikata-kan inteligensi bila sesorang menu-njukkan suatu kemahiran dan keterampilan untuk memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya. Dengan demikian kemampuan inteli-gensi mencakup ranah yang sangat luas, misalnya masalah seni, pergaulan, konflik, sains, teknologi, psikologi, humaniora, bahkan mencakup semua aktivitas dan kemampuan manusia dipengaruhi oleh kemampuan inteligensi. Gardner mengatakan inteligensi bersifat universal dan biologis, karena itu kemampuan dikatakan sebagai inteligensi harus memenuhi/mempunyai kreteria, yaitu (1) Terisolasi dalam bagian otak tertentu; otonom, lepas, dan teisolasi, dari yangain kerusakannya tidak dapat digantikan, (2) Kemampuan itu inde-penden; tiap kemampuan berdiri sendiri dan tidak kaitan secara ketat, (3) Memuat satuan operasi

khusus; tiap intelegensi punya satuan opersi khu-sus dalam merespon input yang datang, (4) Mempunyai sejarah perkembangan sendiri; mempunyai waktu perkembangan sendiri untuk mencapai prestasi puncak, (5) Berkaitan dengan sejarah evolusi zaman dulu; tiap inteligensi mempunyai sejarah perkembangan/evolusi tersen-diri, (6) Dukungan psikologi eksperimental; setiap inteligensi bekerja saling terisolasi, (7) Dukungan dari penemuan psikometrik, (8) Dapat disimbol-kan; setiap inteligensi dapat disimbolkan secara berbeda.

2.2.1. Jenis-jenis Inteligensi

Menurut Teori Inteligensi Ganda Gardner, inteligensi terbagi atas 9 jenis yaitu; Inteligensi Linguistik: Kemampuan yang berkenaan dengan cara menggunakan dan mengolah kata baik secara lisan mapun tertulis, Inteligensi Matematis-logis; Kemampuan yang berkenaan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, sehinngga mudah untuk membuat abstraksi, menalar, sebab-akibat, matematika, filsafat, simbol, sains, teknologi, dan lain-lain, Inteligensi Ruang-visual; Kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat, islanya pemburu, arsitek, dekorator, pelukis, dan navigator, Inteligensi Kinestetik-badani; kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan, misalnya aktor, pemahat, atlit, ahli bedah dan lain-lain yang sejenis, Inteligensi Musikal; kemampuan untuk mengembangkan, mengeskpresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara, misalnya melodi, intonasi dan ritme, kemampuan menyanyi mencipta lagu, menimati lagu, musik dan nyanyian, Inteligensi Interpersonal; kemampuan unutk mengerti dan menjadi peka terhadap persaan, intensi, motivasi, watak dan temperamen orang lain. Orang ini mampu membangun relasi dengan baik, sehingga mampu menjadi komunikator, fasilitator, dan menggerakkan massa dengan baik, Inteligensi Intrapersonal;Kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri dan kemampuan bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan itu. Orang ini suka berfikir, menyendiri, tenang, mandiri, dan spritualnya baik, Inteligensi Lingkungan;.

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

187

Kemampuan untuk mengenal flora dan fauna dengan baik, mrmahami dan menikmati alam, dan menggunakannya untuk hal yang produktif, seba-gai petani, berburu, dan membudidayakan alam, dan Inteligensi Eksestensial; Berkenaan dengan kepekaan dan kemampuan untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan manuis, biasanya orang ini berbakat untuk menjadi ahli filsafat.

2.3. Dampak Teori Inteligensi Ganda

Penerapan teori intelgensi ganda akan ber-dampak pada kurikulum, pembelajaran, pengatur-an kelas, evaluasi, pendidikan nilai, dan sekolah individual.

2.4. Mengembangkan integensi ganda

2.4.1. Prinsip umum: Inteligensi siswa dapat dikembangkan kearah yang lebih baik dan bermanfaat untuk kehidupannya; caranya adalah (1) Pendidikan dan pengajaran harus memper-hatikan semua jenis inteligensi siswa, (2) Pendidikan dan pengajaran harus memperhatikan azaz individu alitas, (3) Pendidikan dan pengajaran harus memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan cara bejaranya, (4) Penyelengara pendidikan dan pengajaran harus menyediakan fasilitas belajar, (5) Penyelengara pendidikan dan pengajaran memberikan evaluasi secara kontektual, (6) Pendidikan dan pengajaran tidak hanya dibatasi di sekolah. 2.4.2. Mengembangkan Inteligensi Ganda: Penyelengara pendidikan dan pengajaran harus dapat mengembangkan semua inteligensi siswa, meliputi inteligensi; (1) Linguistik; dikembang-kan dengan cara banyak mambaca, menulis, bercerita, dan lain sebagainya, (2) Matematis-logis; memberi siswa dengan berbagai masalah (problem solving) untuk melatih berfikir logis, nalar, abstak, sistematis, menggunakan sket, lambang, dan klain sebagainya, (3) Musikal; pembelajaran dikemas dengan menggunakan alat musik, siswa dilibatkan secara langsung, (4) Ruang-visual; dikembangkan dengan mengguna-kan warna, bentuk design, pola, gambar, grafik, simbol, sketsa, dan laon sebagainya, (5)

Kinestetik-badani; Sebaiknya proses belajar dicobakan/dirasakan secara fisik oleh siswa, karena pengalaman mencoba secara fisik akan sangat bermanfaat, (6) Interpersonal; dikembang-kan suatu cara belajar kelompok, siswa sebaiknya menyimpulkan pendapatnya berdasarkan hasil kerja kelompok, (7) Intrapersonal, dalam belajar guru harus dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksi, strategi berfikir, meng-olah emosi, mengenal diri, melatihn konsentrasi, (8) Lingkungan; sekolah/guru harus dapat memotivasi siswa untuk menjadikan alam dan prilaku alam sebagai sarana belajar, “alam terkembang jadi guru”, dan (9) inteligensi Eksestensial, suatu arahan dari sekolah untuk menyadarkan siswa tentang keberadaan dirinya, dan untuk apa dirinya, sedikit mengarah ke filsafat.

2.5. Mempersiapkan pembelajaran

2.5.1. Mengenal inteligensi siswa; Dalam proses pembelajaran guru harus mengetahui semua jenis dan tingkat kemampuan integensi siswa, caranya adalah; (1) Dengan tes: Sebaiknya sebelum mengajar guru memberikan tes sederhana yang dapat dijawab siswa dengan cara memberikan tanda “ ”, dari jawaban siswa guru dapat menyimpulkan jenis inteleigensi yang dominan di kelas, (2) Mengajar dengan inteteligensi ganda; guru menggunakan inteligensi ganda di kelas, dari rekasi siswa, guru dapat menyimpulkan jenis inteligensi kelas secara umum, (3) Mengamati apa yang dikerjakan siswa di kelas; Sambil mengajar sebaiknya seorang guru mengamati siswa secara individu di kelas supaya guru dapat mengetahui inteligensi setiap siswa, (4) Mengamati apa yang dikerjakan siswa di luar kelas; seorang guru harus dapat memonitor siswa di luar kelas, karena kegiatan siswa di luar kelas biasanya spontan dan menggamabarkan inteligensi siswa yang sesung-guhnya, hal ini dapat dimanfatkan guru sebagai bahan dalam pembelajaran, (5) Dokumen siswa, dokumen kegiatan yang pernah dibuat siswa dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru untuk menentukan inteligensi siswa tersebut. 2.5.2. Mempersiapkan Pengajaran; Dalam meng-ajar seorang guru harus melakukan persiapan dan

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

188

mempertimbanghkan inteligensi ganda yang dapat digunakan: persiapan itu adalah (1) Berfokus pada topik tertentu, (2) Menentukan jernis inteligensi ganda yang ccock untuk topik itu, (3) Membuat skema dan kemungkin yang dapat dibuat, (4) Memilih dan mengurutkan dalam pembelajaran 2.5.3. Strategi Pengajaran; Strategi pembelajaran harus dikembangkan secara bervariasi, agar semua jenis inteligensi siswa dapat berkembang optimal yaitu; (1) Linguistik; dikembangkan dengan cara banyak mambaca, menulis, bercerita, dan lain sebagainya, (2) Matematis-logis; memberi siswa dengan berbagai masalah (problem solving) untuk melatih berfikir logis, nalar, abstak, sistematis, menggunakan sket, lambang, dan lain sebagainya, (3) Musikal; pembelajaran dikemas dengan menggunakan alat musik, siswa dilibatkan secara langsung, (4) Ruang-visual; dikembangkan dengan menggunakan warna, bentuk design, pola, gambar, grafik, simbol, sketsa, dan lain seba-gainya, (5) Kinestetik-badani; Sebaik- nya proses belajar dicobakan/dirasakan secara fisik oleh siswa, karena pengalaman mencoba secara fisik akan sangat bermanfaat, (6) Interpersonal; dikem-bangkan suatu cara belajar kelompok, siswa sebaiknya menyimpulkan pendapatnya berdasar-kan hasil kerja kelompok, (7) Intrapersonal, dalam belajar guru harus dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksi, strategi berfikir, mengolah emosi, mengenal diri, melatihn konsentrasi, (8) Lingkungan; sekolah/guru harus dapat memotivasi siswa untuk menjadikan alam dan prilaku alam sebagai sarana belajar, “ alam terkembang jadi guru”, dan (9) inteligensi Eksestensial, suatu arahan dari sekolah untuk menyadarkan siswa tentang keberadaan dirinya, dan untuk apa dirinya, sedikit mengarah ke filsafat. 2.5.4. Menentukan Evaluasi; Evaluasi untuk mengukur perkembangan inteligensi Ganda dapat meliputi, (1) Fortopolio; memuat semua tugas siswa selama proses pembelajaran, (2) Penilaian selama proses pembelajaran; Guru harus meman-tau dan memeberi nilai secara terus menerus selama proses pelajar berlangsung, (3) Tes tertulis; sebaiknya soal yang diberikan mencakup semua

jenis intelegensi siswa, dan siswa dapat memilih sesuai kemampuan inteligensinya. 2.5.5. Model Pembelajran lain; Model pembela-jaran yang dapat dilakukan untuk berkembangnya semua inteligensi Ganda adalah (1) Model Proyek; satu topik/proyek dapat dipelajari dengan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan jenis inteligensi, (2) Model Interdisipliner; Satu topik pelajaran dapat didekati dengan bermacam pende-katan misal, secara fisika, matematis, biologi, kimia, sosial, bahasa, dan sebagainya, (3) CD-ROM; berdasar teori inteligensi di atas, maka untuk mengimplementasi-kannya di lapangan tidak mudah, namun akan menjadi sangat mudah, efisien, dan efektif bila diwujudkan dalam suatu sistem e-learning (sekolah maya) berbentuk Virtual Classroom.

2.6. Tanggapan terhadap teori inteligensi ganda

2.6.1. Tanggapan Positif; Kelompok ini dipelo-pori oleh sekolah dan pusat pendidikan yang merasakan dampak positif dari teori inteligensi ganda, karena banyak siswa yang sebelum menerapkan teori inteligensi ganda bernilai kurang bagus (tidak berkembang), namun setelah menerapkan teori inteligensi ganda nilai siswa dapat terangkat (mengalami perkembangan yang baik)

2.6.2. Tanggapan Kritis; Beberapa ahli psikologi pendidikan mengatakan bahwa tidak semua inteli-gensi yang dikemukakan Gardner dapat digolong-kan sebagai inteligensi, dan bukan merupakan hal baru, karena menurut mereka hal itu telah ada/difikirkan semenjak Plato, misalnya inteligen-si visual, inteligensi musikal, dan inteligensi interpersonal. Sebagian ahli mengatakan teori inteligensi Gardner, kurang definitif secara ketat, kurang saintifik, tidak eksak, dan masih dalam perdebatan. Disamping itu ada juga yang menga-takan teori ini tidak praktis untuk laksanakan dilapangan. 2.6.3. Kesimpulan; Dari uraian di atas termasuk yang pro maupun yang kontra, dapat dipetik hikmah bahwa setiap orang mempunyai beberapa jenis inteligensi yang berbeda, untuk itu dalam

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

189

proses belajar berlu adanya variasi. Oleh sebab itu, dalam membantu anak berkembang, kita perlu mengenal dan menyesuaikan dengan keadaan mereka.

2.7. Temuan ilmiah tentang pemanfaatan e-leanring dalam pembelajaran

Sasaran pendidikan yang dirumuskan dengan baik membantu pengembangan program pembe-lajaran yang efektif, menarik, membantu sekolah, dan relevan (Shanon, Susan, 2003). Keaktifan siswa melibatkan panca-indera dalam e-learning perlu diwujudkan dengan baik, karena hal tersebut akan membantu pencapaian tujuan pelajaran. Proses pembelajaran yang melibatkan panca-indera lebih banyak, akan memotivasi siswa untuk menyelidiki dan bertanya (Gallus, William A Jr; Yarger, Douglas N, 2003). Pelajaran tidak dimi-nati siswa dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan bakat, kebutuhan, kecakapan, ataupun daya tarik penyajian materi pelajaran. Hasil riset menunjukkan, siswa di Iowa lebih menyukai penggunaan simulasi dari pada ceramah kuliah. Mereka merekomendasikan bahwa, siswa meng-gunakan simulasi sebagai aktivitas kelompok kecil dan mengizinkan mereka untuk tidak mengikuti kuliah yang pasif tapi menggantinya dengan belajar lebih aktif (Yarger, Douglas, 2003).

Simulasi komputer dibuat realistis, menyer-takan emosi, keinginan pemakai, eksplorasi, pela-jaran, tantangan, dan petualangan akan menarik minat siswa dalam belajar, sehingga memung-kinkan terwadahinya inteligensi siswa secara optimal (Stapleton, dkk., 2003). Animasi sebaik-nya ditambahkan ke kurikulum untuk mening-katkan mutu pelajaran tanpa memerlukan revisi materi dan teks yang ada. Animasi dapat mem-bantu perbaikan proses belajar karena lebih dapat mengembangkan inteligensi ganda siswa (Catrambone, dkk., 2002).

Selain itu ada perangkat lunak yang dinama-kan STEVE yang dapat beroperasi dalam bentuk 3 dimensi serta dapat berinteraksi dengan pemakai melalui sebuah komputer workstation maupun dengan headmounted display. Selanjutnya perang-

kat lunak ini dapat menjawab pertanyaan dari pemakai (Mahoney, Diana Philips, 2001).

Artikel yang membahas tentang teknologi informasi untuk bidang e-learning dan aplikasi menyimpulkan, diantaranya (1) time-step size parameter memberikan efek angle-time curva plots untuk choatic pendulum dan algoritma nuclear decay dapat diperuntukkan bagi ilmu pendidikan (Neill, 2001), (2) software (e-learning) yang mempresentasikan pekerjaan dan dokumen membantu karyawan dalam bekerja dan belajar bersama, lebih baik dari pada melakukan pertemuan dan pelatihan (Mulholland, 2001), (3) software yang mendukung organisasi karyawan, dapat menangani perawatan alat, mengevaluasi kerja, dan karakteristik karyawan, sehingga memberikan konstribusi pada lembaga yang bersangkutan (Kletke, 2001).

2.8. Virtual Classroom sebagai implementasi e-learning

Virtual Classroom merupakan salah satu implementasi dari e-learning dan di definisikan sebagai ruang atau tempat tersendiri di dunia maya (online) dalam jaringan internet dengan bantuan perangkat komputer dan multimedia, yang dapat digunakan pengajar untuk mendukung pembela-jaran siswa (Hernawo,T., 2007). E-learning fisika yang ideal dan memenuhi kaedah-kaedah peda-gogis dan metodis di lingkungan pendidikan harus mampu berperan sebagai guru, sekolah/kelas, dan materi ajar dapat diimplementasikan dalam bentuk Virtual Classroom. Virtual Classroom fisika harus mampu bertindak sebagai guru yang dapat mena-rik perhatian siswa, menjelaskan materi, menunjukkan gejala fisis (eksperimen maya), menganalisis materi secara kuantitatif, mengaju-kan pertanyaan, memberikan umpan balik terha-dap jawaban siswa dan memotivasi siswa. Berfungsi sebagai sekolah/kelas, Virtual Class-room harus mampu menampilkan suatu lingkungan nyaman dan menyenangkan siswa. Virtual Classroom fisika seharusnya dapat membawa siswa ke suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan. Virtual Classroom fisika yang telah dibuat digunakan untuk proses belajar mengajar, selanjutnya

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

190

dilakukan evaluasi serta revisi sehingga diperoleh Virtual Classroom fisika ideal yang dapat digunakan di sekolah-sekolah, lembaga pendi-dikan dan instansi yang berkepentingan. Disamping itu akan diperoleh juga suatu konsep yang berkaitan dengan Virtual Classroom fisika di sekolah dalam bentuk ilmu pengetahuan. Bila dibandingkan dengan model-model alat bantu pembelajaran, baik dengan menggunakan jaringan (Web Course Model, Web Centric Course Model, dan Web Enhanced Course Model) maupun dengan standlone (Computer-based Training (CBT), Computer-managed Learning, Integrated Learning System (ILS), Intelligent Tutoring System (ITS), Job aids, Computer-aided assesment (CAA), Drill & Practice, Multimedia Hypermedia, Resource-based Learning, dan Simulation, maka Virtual Classroom memiliki beberapa keunggukan yaitu; dapat dirancang dan dibuat dengan program sederhana, sistem multimedia baik, pengguna-annya mudah, dan portabilitas tinggi. harganya relatif mudah, tidak memerlukan internet (jaringan) namun dapat juga di akses di internet, manfaatnya cukup besar dalam rangka penyebaran dan pemerataan kesempatan belajar, relevan dengan keadaan geografis wilayah Indonesia yang luas dan tersebar di banyak pulau. Disamping itu, Virtual Classroom memiliki hampir semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar yaitu; mampu memuat dan menampilkan informsi dalam bentuk teks, grafik, tabel, animasi, simulasi, hasil perhitungan (angka), dialog maya, memberi-kan jawaban terhadap masalah, bersifat interaktif, reaktif, aktif, indivual, evaluatif, audio, bahkan menghibur.

2.9. Model Virtual Classroom

Model Implementasi e-learning Fisika dalam virtual Classroom seperti gambar 1

2.10. Disain Virtual Classroom

Pada tahap ini tugas perancang adalah berusaha untuk merencanakan sistem Virtual Classroom mulai dari awal sampai akhir, sehingga kita dapat mengetahui langkah-langkah apa yang akan dilakukan, untuk itu hal yang sangat menda-sar dilakukan adalah; Menentukan topik yang akan dibuat Menentukan animasi,simulasi dan analisis yang

akan digunakan Menganalisis materi yang akan ditampilkan Menentukan jenis demo yang akan dibuat Merencanakan alur informasi sistem secara

prosedur perancangan, dan tampilan. Mengevaluasi desain-desain yang telah dibuat Melakukan merevisi, bila ditemukan permasa-

lahan Memutuskan software apa yang akan digu-

nakan Agar Virtual Classroom yang dihasilkan

sesuai dengan yang diharapkan perlu dibuat suatu disain yang dapat, struktur rancang an database, proses memuat beberapa modul yaitu; Modul Presentasi untuk Materi, Modul animasi untuk Demo, Modul animasi untuk Analisis, Modul Jawaban masalah, Modul Ujian Materi, Modul Modul Examination, Modul Practice Test, dan Modul Program Help.

Gambar 1 Model Virtual Classroom 

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

191

3. Metodologi Penelitian

Bagian ini akan menguraikan proses pene-litian mulai dari pembuatan sistem Virtual Classroom sampai kepada uji perangkat lunak. Secara sederhana tahap dan proses dalam pene-litian Virtual Classroom ini meliputi: Analysis, Design, Code, dan Testing.

Perancangan dan pengembangan teknologi informasi untuk e-learning.

Untuk membuat sebuah sistem e-learning fisika dalam bentuk Virtual Classroom maupun pembuatan perangkat-lunak, beberapa hal yang harus benar-benar dimengerti oleh peneliti, (1) Batasan penyusunan sistem Virtual Classroom yang akan dikerjakan, (2) Sumber daya yang diperlukan, (3) Tugas yang akan dikerjakan, (4) Kendala dan batasan, (5) Biaya dan jadwal kerja. Langkah yang akan dilakukan pada tahap

pengembangan model e-learning dalam bentuk Virtual Classroom adalah: Memilih pola dasar teknologi informasi untuk

model e-learning dalam bentuk Virtual Classroom yang tepat.

Membuat model e-learning dalam bentuk Virtual Classroom yang sesuai dengan pola dasar yang telah ditetapkan berdasarkan kaedah teknologi e-learning dan konsep fisika.

Meninjau-ulang model e-learning dalam ben-tuk Virtual Classroom, hal ini untuk menghin-dari kekeliruan, agar model Virtual Classroom dapat dibuat sesuai dengan yang diharapkan serta lengkap dengan langkah-langkah pem-buatannya

Ketiga hal di atas merupakan suatu kesatuan yang lengkap, dan merupakan pedoman untuk dapat digunakan. Selanjutnya dalam proses perencanaan dan pengembangan akan dilakukan langkah-langkah operasional berikut ini:

3.1. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan Virtual Classroom meli-puti: Dasar analisis, Fungsi analisis, Domain informasi, Analisis berorientasi pada aliran data, Data Flow diagram.

Gambar 2 Model Posisi Virtual Classroom dalam e-learning

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

192

3.2. Desain dan analisa alur informasi sebuah program Virtual Clasroom.

Pada tahap ini tugas perancang adalah ber-usaha untuk merencanakan sistem Virtual Classroom mulai dari awal sampai akhir, sehingga dapat diketahui langkah-langkah apa yang akan dilakukan. Untuk itu hal yang sangat mendasar dilakukan adalah (1) menentukan topik yang akan dibuat, (2) menentukan model sistem animasi yang akan digunakan, (3) menganalisis materi yang akan ditampilkan, (4) menentukan jenis-jenis demo yang akan dibuat, (5) merencanakan alur infor-masi sistem yang akan dibuat secara prosedur, struktur, dan tampilan yang diharapkan, (6) mengevaluasi desain-desain yang telah dibuat, (7) melakukan revisi, bila ditemukan masalah, dan (8) memutuskan software apa yang akan digunakan. Adapun pekerjaan desain ini adalah (1) Membuat model animasi sistem Virtual Classroom, (2) Membuat rancangan Arsitektural, Prosedural, dan rancangan tampilan, (3) Merencanakan proses perancangan, dan (4) Menetapkan rancangan database.

Perancangan Arsitektural

Tujuan dari perancangan arsitektur adalah mengembangkan struktur program secara modular dan menen tukan hubungan kontrol antar modul. Perancangan arsitektur akan mengga-bungkan struktur program dengan struktur data serta men-definisikan interface yang digunakan sehingga memungkinkan data mengalir dalam program, dengan demikian kita dapat melihat program secara utuh. Untuk perancangan sistem e-learning dengan materi fisika untuk topik Gerak Dua dimensi yang meliputi gerak peluru, gerak satelit/planet dan gerak roket, dapat dilihat seperti gambar 3. Informasi dipeoleh mulai dari Modul Program e-learning Gerak Dimensi, selanjutnya akan tampil beberapa pilihan yang dapat di akses dengan cara mengklik tanda panah kanan.

Menu yang tersedia meliputi modul gerak parabola, gerak satelit/planet, gerak roket dan modul ujian materi. Selanjutnya tiap modul mempunyai sub modul. Untuk modul gerak

peluru, gerak satelit/planet dan gerak roket masing-masing terdapat sub modul presentasi untuk materi, animasi untuk demo, dan animasi untuk analisis, serta sub modul presentasi materi memuat lagi sub modul 1 Jawaban masalah. Pengguna dapat mengaksesnya dengan cara mengklik tanda panah kanan. Sedangakn modul ujian materi mempunyai sub modul examination dan practice tes. Sub modul Prctice test memuat lagi sub modul 1 Program Help. Modul, sub modul, dan sub modul 1 di atas dibuat berbasiskan Macromedia Flash. Pada modul animasi untuk demo dilengkapi dengan “button” yang menggu-nakan tanda kapsul/pil yang berfungsi untuk interaktivitas dengan user. Pengguna dapat mema-sukkan input pada program secara bebas terken-dali, sistem/program akan mengeksekusinya

3.3. Menulis Program

Program yang akan dibuat meliputi program demo dan program analisis kuantitatif dengan mengunakan pemrograman ActionScript. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam menulis program dengan menggunakan ActionScript adalah Buka software Macromedia Flash MX Buat objek yang dijadikan bagian movie Buat button yang diperlukan; dengan ketentuan

static teks, dynamic teks dan input teks Seleksi objek untuk dijadikan instance dengan

arrow tool Sorot menu insert dan klik create motion tween Sorot window pilih panel dan klik intance Pilih movie klip dan buat nama dan sorot

window dan klik action

Gambar 3 Perancangan Arsitektur

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

193

Pilih expert Mode, dan sorot action dan klik 2x salah satu menu

Tulis program, dan lakukan test movie Untuk menguji interaktivitas sistem dengan pengguna, gunakan button yang telah dibuat, dan lakukan penilaian tentang kesesuaian hasil dengan rencana yang telah ditetapkan. Sekiranya hasil uji belum memuaskan lakukan revisi seperlunya, selanjutnya dilakukan pengujian sampai diperoleh hasil sesuai rencana. Hasil penulisan program dengan menggunakan ActionScript, lihat pada Gambar 4.

3.4. Uji coba sistem e-learning

Uji coba dilakukan untuk membuktikan bahwa e-learning dalam bentuk Virtual Clasroom yang telah dibuat benar, terbukti dapat dioperasi-kan dan digunakan untuk proses pembalajaran fisika. Adapun tujuan pengujian program yang sudah dibuat adalah; menguji apakah program berjalan sesuai

dengan yang direncanakan. menguji apakah semua button yang dibuat

dapat berfungsi untuk interaktivitas yang telah

ditentukan sebelumnya. menguji apakah hasil eksekusi program sesuai

dengan konsep ilmu fisika yang akan di demontrasikan/divisualisasikan. Pengujian pro-gram dapat dilakukan dengan cara Play, digu-nakan hanya untuk yang menggunakan tool, Test movie yang akan mengasil file dalam bentuk movie flash, Test Scene, Test dengan file html, dapat mengkoversikan program ke bentuk html, view dan normal.

menguji apakah tampilan hasil eksekusi pro-gram sesuai dengan minat dan motivasi user. Karena itu perlu tahap-tahap pembuatan seperti Gambar 5

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil

Belajar merupakan proses mengkon-struksi pengetahuan, sikap, dan keteram-pilan oleh diri seseorang, berhasil tidaknya proses mengkons-truksi pada diri seseorang ditentukan/ dipengaruhi oleh seberapa besar keterlibatan inteligensi dalam proses itu. Proses belajar seharusnya dapat memanfaatkan dan mengembangkan semua inteli-gensi yang dimiliki setiap anak secara optimal.

onClipEvent ( keyDown ){ var g=10; vo=100; sudut=45;

} onClipEvent ( keyDown ) {

function parabola (keyDown) { x=vo*(math.sin((math.PI/180)*sudut))*t; y=vo*(math.cos((math.PI/180)* sudut))*t-0.5*g*t*t;} }

onClipEvent (enterFrame) { t=0;t +=1; sudut -=0.2;

perubahany = ((vo*(math.sin ((math.PI/180) *sudut)) *t)-(0.5*g*t*t))/100;

perubahanx = (vo*(math.cos((math.PI/180) *sudut))*t)/150;

Gambar 4 Menulis program pada panel

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

194

Mengingat inteligensi yang dimilki siswa satu sama lain telatif berbeda, maka dalam proses pembelajaran perlu variasi yang memungkinkan semua potensi inteligensi anak dapat dimanfaatkan dan dikembangkan. Keberhasilan proses pembela-jaran pada hakekat adalah, seberapa jauh proses itu dapat memfasilitasi dan mewadahi peman-faatan dan pengem-bangan semua jenis inteligensi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ada 9 jenis inteligensi yang dimiliki manusia, namun jenis inteligensi itu tidak merata untuk setiap orang, melainkan satu sama lain selatif berbeda. Jenis inteligensi itu adalah Inteligensi Linguistik, Matematis-logis, Ruang-visual, Kinestetik-badani, Musikal, Interpersonal, Intrapersonal, Lingkungan, dan inteligensi Eksestensial. Inteligensi bersifat bawaan, dan independen namun dapat dikembangkan, karena itu suatu sistem pembelajaran (e-learning) haruslah dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat mewadahi dan memfasilitasi perkembangan semua jenis inteligensi siswa. Sistem e-learning yang visual dapat berfungsi sebagai media presentasi informasi dalam bentuk teks, grafik, gambar, tabel, simulasi, animasi, latihan-latihan, analisis kuantitatif, umpan-balik langsung, aktif, reaktif, instruksi yang bersifat individual sesuai dengan kemajuan belajar siswa, audio (musik

latar), dialog maya, dan lain-lain. Karena itu sistem e-learning yang dikemas dalam CD dapat menjadi wadah bagi pemanfaatan dan perkembangan semua inteligensi siswa, pemanfaatan dan pengembangan semua jenis inteligensi dalam sistem e-learning dapat diwujudkan, Inteligensi Linguistik; dikembangkan dengan cara banyak mambaca, menulis, bercerita, dan lain sebagainya. Dalam sistem e-learning dapat diwujudkan dalam bentuk teks, grafik, simulasi, animasi, dan lain-lain.

Inteligensi Matematis-logis; memberi siswa dengan berbagai masalah (problem solving) untuk melatih berfikir logis, nalar, abstrak, sistematis, menggunakan sket, lambang, dan lain

1. Program Virtual Classroom awal

2. Pelaksanaan program Virtual Classroom

3. Pengamatan dan analisa

4. Refleksi

5. Perencanaan dan Tindakan baru

Pengkajian terhadap hasil pelaksanaan dan melakukan revisi perbaikan terhadap program awal

Realisasi rerncana

Mengamati dan menganalisa hasil pelaksanaan virtual Classroom

Identifikasi dan perumusanMasalah serta fomulasi solusi

Dalam pelaksanaan mungkin timbul masalah baru dan diperlulkan tindakan baru

Gambar 5. Tahap pembuatan Virtual Classroom

Gerak peluru merupakan perpaduan antara gerak lurus beraturan (GLB) di sumbu-x dengan gerak lurus berobah beraturan (GLBB) di sumbu-y. Dikatakan gerak parabola karena grafik y = f(x) berbentuk kurva.

375

400

300

200

100

466

33,5

15

B

60

30

B

45oo

o

B12575o

1 2 3 4 5 6 7 800 9 1000 (m)

B250

A

F

y

kembali

tekan tanda panah untuk menggerakkan

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

195

Inteligensi Musikal; pembelajaran dikemas dengan menggunakan alat musik, siswa dilibatkan secara langsung. Dalam e-learning dapat diwu-judkan dalam bentuk suara.

Ruang-visual; dikembangkan dengan meng-gunakan warna, bentuk design, pola, gambar, grafik, simbol, sketsa, dan lain sebagainya Dalam e-learning dapat diwujudkan dalam bentuk teks, grafik, simulasi, animasi, latihan-latihan, analisis kuantitatif, dan lain-lain.

Inteligensi Kinestetik-badani; Sebaiknya pro-ses belajar dicobakan/dirasakan secara fisik oleh siswa, karena pengalaman mencoba secara fisik akan sangat bermanfaat. Dalam sistem e-learning dapat diwujudkan dalam simulasi, animasi, yang dapat dipraktekkan siswa.

Inteligensi Interpersonal; dikembangkan suatu cara belajar kelompok, siswa sebaiknya menyim-pulkan pendapatnya berdasarkan hasil kerja kelompok. Dalam sistem e-learning dapat diwu-judkan dalam bentuk, latihan-latihan kelompok, analisis kuantitatif, umpan-balik langsung, aktif, reaktif, instruksi yang bersifat kelompok, dan lain-lain.

Inteligensi Intrapersonal, dalam belajar guru harus dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk merefleksi, strategi berfikir, mengolah emosi, mengenal diri, melatihn konsentrasi. Dalam sistem e-learning dapat diwujudkan dalam bentuk teks, grafik, simulasi, animasi, latihan-latihan, analisis kuantitatif, umpan-balik langsung, aktif, reaktif, instruksi yang bersifat individual sesuai dengan kemajuan belajarnya, dan lain-lain.

Inteligensi Lingkungan; sekolah/guru harus dapat memotivasi siswa untuk menjadikan alam dan prilaku alam sebagai sarana belajar, “alam terkembang jadi guru”. Dalam sistem e-learning dapat diwujudkan dalam, simulasi lingkungan, animasi, latihan-latihan, analisis kuantitatif.

Masalah1. Apakah yang dimaksud dengan gerak

roket dan hukum apa saja yang beleku pada gerak roket jelaskan

2. Pada gerak roket, semenjak ditembak kan sampai bahan bakarnya habis, jenis gerak apa saja yang ditemukan, Jelaskan

3. Jelaskan pengertian kinematika rotasi pada gerak roket

Gerak Peluru

250

121

65

250 B

A

X

y

176202

Perhatikan tabel dan gambar berikut: posisi 0dt 1dt 2dt 3dt 4dt 5dt 6dt 7dt 8dt 9dt 10dt 11dt 12dt 13dt 14dt x 0 70,7 141,4 212,1 282,8 353,5 424,2 500 565,6 636,4 707,1 777,8 848,5 919,2 1000 y 0 65,7 121,4 176,1 202,8 228,5 244,2 250 244,2 228,5 202,8 176,1 121,4 65,7 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 dt

Data di atas menunjukkan ada hubungan x dan y, yaitu grafik y = f(x) berbentuk kurva, bentuk ini dinamakan parabola.

Untuk menggerakkan, tekan tanda panah kanan di key board

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1000 (m)

375

400

300

200

100

466

33,5

15

B

Gerak Peluru

60

30

B

45oo

o

B12575o

1 2 3 4 5 6 7 800 9 1000 (m)

B250

A

F

Program ini dibuat oleh Afrizal Mayub

action Scripty

Play

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dt

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 m0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dt

900

850

800

750

700

650

600

550

500

450

400

350

300

250

200

150

100

50

0

Perbandingan jarak tempuh GLB dengan GLBBBAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 BAB 5 BAB 6 BAB 7 BAB 8 BAB 9 BAB 10 BAB 11 BAB 12 BAB 13 BAB14 BAB15

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

196

Inteligensi Eksistensial, suatu arahan dari

sekolah untuk menyadarkan siswa tentang kebe-radaan dirinya, dan untuk apa dirinya, sedikit mengarah ke filsafat. Dalam sistem e-learning dapat diwujudkan dalam bentuk, simulasi, ani-masi, latihan membandingkan, analisis kuantita-tif/kualitatif, umpan-balik langsung, dan lain-lain

Dari data terlihat bahwa, hampir semua inteligensi siswa dapat terwadahi, dan terwu-judkan dalam sistem e-learning, namun wujud yang ada pada sistem e-learning belum dapat secara tegas diperuntukkan pada jenis inteligensi tertentu. Karena memang tidak ada batasan yang tegas tentang jenis inteligensi seseorang, maksud-nya seseorang dapat saja memiliki beberapa jenis inteligensi, tetapi tentu ada jenis inteligensi yang menonjol pada orang tersebut, secara umum sistem e-learning dapat mewadahi perkembangan inteligensi ganda secara relatif mudah, efisien, efektif, indivualitas, dan murah.

Perbaikan kosep fisika dalam e-learning

E-learning diharapkan mampu berperan baik sebagai sarana perbaikan kesalahan konsep atau perubahan konsep fisika siswa yang meliputi asimilasi dan akomudasi lihat tabel di 1 bawah.

4.2. Pembahasan

Hasil penelitisn memperlihatkan bahwa, hampir semua inteligensi siswa dapat terwadahi, dan terwujudkan dalam sistem e-learning, namun wujud yang ada pada sistm e-learning belum dapat secara tegas diperuntukkan pada jenis inteligensi tertentu. Karena memang tidak ada

batasan yang tegas tentang jenis inteligensi seseorang, maksudnya seseorang dapat saja memiliki beberapa jenis inteligensi, tetapi tentu ada jenis inteligensi yang menonjol pada orang tersebut, secara umum sistem e-learning dapat mewadahi perkem bangan inteligensi ganda secara relatif mudah, efisien, efektif, indivualitas, dan murah. Lihat tabel 2

Tabel 2. virtual classroom sebagai wadah pengembngan intelitgensi ganda

No inteligensi Ya/Tidak Keterangan1 Linguistik Ya 2 Matematik-logis Ya 3 Ruang-visual Ya 4 Kinestetik-badani Ya*) Secara maya5 Musikal Ya 6 Interpersonal Ya 7 Intrapersonal, Ya 8 Lingkungan Ya 9 Eksestensial Ya

Daftar Pustaka

AENC Multiple Intelligences, Educational Philosophy-Recognitioan Of Howard Gard-ner, http://www.aenc.org/ KE-Intelligences, html.

Bogod,E, 2002, “Learning Styles and Multiple Intelligence” http://www/ idpride.net/ learningstyles.

Campbell.B, 2005; Multiplying Intelligen ce in the classroom, http://www.new horizons.org/art_miclsrm.html

E-learning Team, 2004., Buku Panduan WebCT 4.1 Untuk Pengajar, Universiteit Utrecht dan Universitas Padjadjaran, Bandung.

Catrambone, Richard; Seay, A. Fleming, 2002, Using animation to Help Students Learn Computers, Vol: 44 Iss: p: 495-551

Gallus, William A Jr; Yarger , Douglas N; Cruz-Neira carolina; 2003, an example of avirtual reality learning environment, Bulletin of the american meteorological society Vol: 84, p:18.

Mahoney, Diana Phillips, 2001, “Virtual Teacher: an animated agenthelps studentsgrasp

1.Jawabannya adalah: Tinggi (hMax.)= (Vo2 sin2a/2g ), maka untuk (hMax.) nilai sin2a = max = 1, akibatnya a = 90, ini berarti Peluru akan mencapai tinggi max. jika sudut elevasi 90o

Jangkauan Max.(RMax)= (Vo2 sin2a/g), maka untuk(RMax.) nilai sin2a = max = 1, akibatnya 2a = 90,a = 45 ini berarti Peluru mencapai jangkauan max. jika sudut elevasi 45o

kembali

375

400

300

200

100

60

30

B

45oo

o

B125

1 2 3 4 5 6 7 800 9 1000 (m)

B250

A

F

y

tekan tanda panah untuk menggerakkanVo=100 m/dt, sudut elevasi 30o, 45o dan 60o

Virtual Classroom Sebagai Wadah Pengembangan Inteligensi Ganda – Mayub, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

197

complex tasks”, Computer Graphics world Vol.24, p:15-16.

Moore, M. (1973), “Toward a theory of independent learning and teaching”, Journal of Higher Education , 44 (12), 661-79.

Pressman, Roger S,1995, “Software Engineering”, A Pratitioner’s, Fourth Edition, MGraw Hill Book Company.

Purbo O.W., Hartanto, A.A., 2001, “Teknologi e-Learning”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Rahardjo,B., 2002,“Memahami Teknologi Informasi”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Rene L. Pattiradjawane., 2003, ”Apa yang Baru dari Teknologi Informasi”.

Scaife., 2001, “Informing the design of a virtual environment to support learning in children”, International Journal of Human-Computer Studies.

Suparno P; 1997, “ Filsafat Konstruktivime dam Pendidikan”, Kanesius,Yogyakarta

Suparno P; 2005, “Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah”, Kanesius, Yogya-karta

Suparno P; 2005, “ Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika”, Grasindo, Gramedia Jakarta Tavri D, M,1991., “Analisis dan Perancangan Perangkat Lunak”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Wijaya, D., 2002, “Macromedia Flash 5.0 dengan Action Script”. PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Yarger, Douglas, 2003., Simulations as learning tools: Education, learning, Bulletein Of The American Meteorological Society, Vol. 84, p. 1489.

Zeembry, 2001, “Animasi Web dengan Macaro-media Flash 5”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

En.wikipedia.org/wiki/E-learning. En.wikipedia.org/wiki/Virtual-education.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

198

Tabel 1.

 

Peru-bahan

Cara yang dilakukan

Peran dalam sistem e-learning

Hasil Program dalam sistem e-learning

a. Memberikan informasi baru

informasi bentuk teks, grafik, gam-bar, tabel, simulasi, animasi,

Gerak peluru merupakan perpaduan antara gerak lurus beraturan (GLB) di sumbu-x dengan gerak lurus berobah beraturan (GLBB) di sumbu-y. Dikatakan gerak parabola karena grafik y = f(x) berbentuk kurva.

375

400

300

200

100

466

33,5

15

B

60

30

B

45oo

o

B12575o

1 2 3 4 5 6 7 800 9 1000 (m)

B250

A

F

y

kembali

tekan tanda panah untuk menggerakkan

b. Memberi bahan baru dan menga jak siswa mem-pelajarinya

informasi bentuk teks, grafik, gam-bar, tabel, simulasi, animasi, latihan-latihan, analisis kuantitatif, umpan-balik langsung, aktif, reaktif.

c. Memberi siswa kesempatan mencari bahan baru yang disediakan

informasi dalam bentuk teks, grafik, gambar, tabel, simulasi, animasi.

a. Membuka konsep awal siswa

informasi dalam bentuk teks, grafik, gambar, tabel, simu lasi,animasi, latihan analisis kuantitatif, umpan-balik lang- sung, aktif, reaktif

1.Jawabannya adalah: Tinggi (hMax.)= (Vo2 sin2a/2g ), maka untuk (hMax.) nilai sin2a = max = 1, akibatnya a = 90, ini berarti Peluru akan mencapai tinggi max. jika sudut elevasi 90o

Jangkauan Max.(RMax)= (Vo2 sin2a/g), maka untuk(RMax.) nilai sin2a = max = 1, akibatnya 2a = 90,a = 45 ini berarti Peluru mencapai jangkauan max. jika sudut elevasi 45o

kembali

375

400

300

200

100

60

30

B

45oo

o

B125

1 2 3 4 5 6 7 800 9 1000 (m)

B250

A

F

y

tekan tanda panah untuk menggerakkanVo=100 m/dt, sudut elevasi 30o, 45o dan 60o

b. Membantu siswa merubah kerang ka berfikir awal

informasi dalam bentuk teks, grafik, gambar, tabel, simulasi, animasi, latihan-latihan, analisis kuantitatif, umpan-balik langsung, aktif, reaktif.

Masukan derajat sudut dan kecepatan

sudut 15,30, 45,60,75 (15,30,45,60,75) atau sudut 30_, 45_ (30,45) kecepatan (75,100,110) atausudut 15m,30m, 45m kemiringan 30 kecepatan 100

Gerak Peluru

Nama :

derajat :

kecepatan :

kemiringan :

Play

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dt

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 m0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dt

900

850

800

750

700

650

600

550

500

450

400

350

300

250

200

150

100

50

0

Perbandingan jarak tempuh GLB dengan GLBBBAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 BAB 5 BAB 6 BAB 7 BAB 8 BAB 9 BAB 10 BAB 11 BAB 12 BAB 13 BAB14 BAB15

Gerak Peluru

250

121

65

250 B

A

X

y

176202

Perhatikan tabel dan gambar berikut: posisi 0dt 1dt 2dt 3dt 4dt 5dt 6dt 7dt 8dt 9dt 10dt 11dt 12dt 13dt 14dt x 0 70,7 141,4 212,1 282,8 353,5 424,2 500 565,6 636,4 707,1 777,8 848,5 919,2 1000 y 0 65,7 121,4 176,1 202,8 228,5 244,2 250 244,2 228,5 202,8 176,1 121,4 65,7 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 dt

Data di atas menunjukkan ada hubungan x dan y, yaitu grafik y = f(x) berbentuk kurva, bentuk ini dinamakan parabola.

Untuk menggerakkan, tekan tanda panah kanan di key board

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1000 (m)

Perancangan Sistem Penilaian Akademik – Sampebua

ISSN : 0216 - 7565

199

Perancangan Sistem Penilaian Akademik

Untuk Memantau Kemajuan Studi Mahasiswa

Mingsep Sampebua’ Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Informatika UKI-Paulus Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km.13 Daya Makassar, Indonesia. [email protected]

Abstract

Programmed learning process is the important part of higher education system to produce qualified and professional human resources. Learning quality can be identified through students evaluation to measure lecturers’ competences in performing their jobs and students’ competence level. The evaluation involve several evaluation parameters that should be processed to make final decision on the result of students’ achievement.

The parameters of evaluation involve assignment score, quiz score, mid test score, final test score, standard reference scoring, normal reference scoring, passing grade, scoring weight, and student presence data. When the process of student score is manually conducted, this will create some problems, among others, errors in computation, complicated scoring process, less objective scoring due to manually handling, inefficiency, difficult analysis on students’ progress during their study due to non-integrated score data in one system, longer score reporting, and other possible problems. Solution on such problems is to develop an academic scoring information system that is transformable into a software to perform data processing on students’ scores. Keywords: Decission Support System, Java Web Service, Academic Evaluation, Academic

Information System

1. Pendahuluan

Proses pembelajaran yang dilaksanakan secara terprogram adalah bagian penting pada sistem pendidikan tinggi untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional. Dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik, dosen bertanggung jawab memberikan penilaian terhadap mahasiswa sebagai evaluasi atas hasil proses belajar mengajar. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah mahasiswa mengerti materi-materi kuliah yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Hasil evaluasi dijadikan sebagai indikator untuk mengukur kemampuan dosen dalam menjalankan tugasnya dan mengukur tingkat kemampuan setiap maha-siswa.

Evaluasi terhadap mahasiswa meliputi bebe-rapa parameter penilaian yang harus diolah seba-gai nilai akhir. Hasil evaluasi akan menentukan keputusan final atas hasil yang dicapai oleh mahasiswa selama satu semester pada setiap mata kuliah yang diprogramkan.

Parameter-parameter penilaian terhadap mahasiswa meliputi nilai tugas, nilai kuis, nilai ujian tengah semester (UTS), nilai ujian akhir semester (UAS), penilaian acuan patokan (PAP), penilaian acuan normal (PAN), nilai kelulusan, bobot penilaian, dan data absensi mahasiswa.

Jika proses pengolahan nilai mahasiswa dilakukan secara manual, hal ini mengakibatkan berbagai permasalahan antara lain terjadi kekeliruan perhitungan, proses penilaian rumit, penilaian kurang obyektif karena dilakukan secara

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

200

manual, tidak efisien, sulit melakukan analisis atas kemajuan mahasiswa selama menempuh kuliah karena data nilai tidak terintegrasi pada suatu sistem, pelaporan nilai membutuhkan waktu yang lama, dan berbagai hal lain yang dapat terjadi.

Pengolahan data nilai mahasiswa memer-lukan perancangan sistem penilaian akademik yang dapat ditransformasi ke dalam bentuk perangkat lunak (software). Perangkat lunak tersebut diharapkan dapat membantu pendidikan tinggi membuat keputusan penilaian terbaik dan rencana strategi untuk peningkatan mutu pendi-dikan berdasarkan pada parameter-parameter yang telah ditentukan.

Perancangan sistem penilaian akademik sa-ngat diperlukan untuk memantau kemajuan studi setiap mahasiswa, sehingga bisa diambil tindakan-tindakan tertentu apabila hasil evaluasi tidak sesuai dengan yang ditargetkan oleh dosen yang bersangkutan. Penilaian akademik mahasiswa yang dilaksanakan pada setiap semester adalah salah satu indikator penting untuk mengevaluasi mutu pembelajaran dalam satu semester.

Tugas pokok penyelenggaraan pendidikan tinggi yaitu menyelenggarakan pendidikan, pene-litian, pengabdian kepada masyarakat, membina tenaga pendidik, mendidik mahasiswa, mendidik tenaga administrasi, dan membina hubungan de-ngan lingkungannya. Tujuan utama dari penye-lenggaraan pendidikan tinggi yaitu menghasilkan SDM yang berkualitas, profesional, dan dapat bersaing didunia kerja. Ukuran standar untuk mengukur kualitas setiap mahasiswa ditunjukkan dari hasil evaluasi pada setiap semester dan IPK yang dicapai oleh mahasiswa.

Data-data penilaian mahasiswa diproses oleh perangkat lunak sistem penilaian akademik dan menghasilkan output sebagai hasil analisis. Berda-sarkan pada output hasil analisis penilaian aka-demik, kemudian disusun suatu rencana strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.

Analisis penilaian akademik dirancang berda-sarkan parameter-parameter penilaian dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil nilai mahasiswa. Hasil rancangan ditransformasi ke dalam bentuk software.

Perancangan sistem penilaian akademik dapat diimplementasikan dalam bentuk aplikasi desktop, aplikasi web, atau aplikasi handphone. Hal ini dapat dilakukan karena dukungan teknologi Web Service.

Teknologi web service (Java Web Service) adalah sekumpulan application logic beserta object-object dan method-method yang dimili-kinya, yang terletak di suatu server dan terhubung ke internet sehingga dapat diakses menggunakan protokol HTTP dan protokol SOAP (Simple Object Access Protocol).

Tujuan dari teknologi web service adalah untuk memudahkan interoperabilitas antara apli-kasi dalam sebuah organisasi maupun diluar orga-nisasi yang tidak terikat pada platform dan bahasa pemrograman yang digunakan (Ade 2005).

Interoperabilitas (Kominfo, 2009) didefinisi-kan sebagai kemampuan organisasi pemerintah untuk saling berbagi data dan mengintegrasikan informasi dan proses kerjanya, dengan meman-faatkan sekumpulan aturan standar yang baku. Hal ini dimaksudkan untuk integrasi data dan informasi yang saling bekerja sama membentuk sistem yang fleksibel dan komprehensif.

Penggunaan teknologi web service menawar-kan banyak kelebihan dan fleksibilitas antara lain: lintas platform, pengembangan aplikasi menggu-nakan bahasa pemrograman yang independen, jembatan penghubung antara aplikasi dengan berbagai database, mempermudah proses pertu-karan data, dan penggunaan kembali komponen aplikasi yang telah ada.

Sun Microsystem (2007), meluncurkan pus-taka kelas Java™API for XML-Based Web Services versi 2.1 yang digunakan untuk pengem-bangan berbagai aplikasi web service. Pustaka tersebut menyediakan metode-metode (fungsi) yang diperlukan untuk pengembangan berbagai aplikasi berbasis web service.

Perancangan sistem penilan akademik dengan teknologi Java Web Service memugkinkan inter-operabilitas antara aplikasi akademik yang dapat dikembangkan secara independen oleh para developer. Mahasiswa, dosen, pegawai, atau orang tua/wali mahasiswa dapat mengelola / mengakses

Perancangan Sistem Penilaian Akademik – Sampebua

ISSN : 0216 - 7565

201

informasi penilaian akademik mahasiswa dari berbagai lokasi yang terhubung dengan internet, sesuai dengan hak akses masing-masing peng-guna. Antarmuka pengguna dapat berupa aplikasi desktop, aplikasi web, atau aplikasi yang menggu-nakan handphone.

2. Fundamental

Secara umum hirarki manajemen untuk pengambilan keputusan dibagi atas tiga bagian yaitu keputusan strategis, keputusan administratif / taktik, dan keputusan operasional. Keputusan strategis yaitu keputusan-keputusan untuk menja-wab tantangan dan perubahan lingkungan dan biasanya bersifat jangka panjang. Keputusan administratif yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya keuangan, teknik, maupun personalia. Keputusan operasional yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kegiatan operasional sehari-hari.

Keputusan berdasarkan tingkat regularitas meliputi keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram. Keputusan terprogram adalah keputusan-keputusan yang berkaitan dengan persoalan yang telah diketahui sebelumnya berda-sarkan parameter-parameter penilaian tertentu. Keputusan tidak terprogram adalah keputusan-keputusan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan baru yang tidak memiliki parameter-parameter tetap untuk pengambilan suatu kepu-tusan (variabel parameter penilaian berubah-ubah).

Proses pengambilan keputusan terdiri atas lima tahapan yaitu formulasi tujuan, evaluasi situasi keputusan, pengembangan pemilihan alter-natif, implementasi, dan evaluasi/tindak lanjut (Dadan 2001).

Sistem Pendukung Keputusan berbasis komputer adalah sebuah sistem informasi yang interaktif, efisien, efektif, fleksibel, objektif yang didesain secara khusus untuk mendukung pengam-bilan keputusan masalah yang bersifat terstruktur dan tidak terstruktur untuk memperbaiki pengam-bilan keputusan.

Bambang (2004) mengemukakan bahwa sis-tem perangkat lunak secara inherent adalah kompleks dan sering melampaui kapasitas

intelektual manusia untuk dipahami secara menyeluruh, sehingga memerlukan upaya untuk mengelola kompleksitas tersebut.

Budi Sutedjo (2002) menjelaskan sistem informasi sebagai kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, mempro-ses, dan menyimpan data serta mendistribusikan informasi. Pengolahan data menjadi informasi merupakan suatu siklus yang terdiri atas pengum-pulan data, input data, pengolahan data, output data, dan distribusi data atau informasi.

Layanan informasi akademik menggunakan Balanced Scorecard bertujuan untuk mempermu-dah pengelolaan data nilai akademik dan strategi peningkatan mutu pendidikan (Libri, 2008). Hal ini bermanfaat untuk: Mengidentifikasi dan menerapkan strategi visi,

misi, dan tujuan penyelenggaraan pendidikan. Memudahkan proses pengelolaan administrasi

akademik dan strategi pembelajaran. Secara garis besar sistem informasi penilaian

akademik dibangun oleh empat komponen utama, yaitu: a. Model Dasar. Merupakan suatu model yang

merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan

b. Database. Sistem Database berisi kumpulan dari semua data yang akan diproses, baik yang berasal dari transaksi sehari-hari maupun data dasar (master file).

c. Perancangan sistem penilaian akademik de-ngan teknologi Java Web Service. Teknologi java web service dapat menyediakan ling-kungan interoperabilitas antara aplikasi untuk mendukung pengembangan aplikasi yang terintegrasi dan independen terhadap bahasa pemrograman.

d. Perancangan antarmuka pengguna. Antarmuka pengguna adalah software yang diperlukan oleh pengguna untuk berinteraksi dengan sistem penilaian akademik.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

202

3. Metodologi

Metode penelitian untuk membuat pemodelan sistem informasi penilaian akademik mahasiswa dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: 1. Tahapan pertama adalah studi literatur dan

melakukan pengamatan pada UKI-Paulus Makassar tentang model dasar dan penilaian terhadap mahasiswa berdasarkan parameter-parameter standar penilaian akademik.

2. Tahapan kedua yaitu melakukan identifikasi kebutuhan sistem penilaian akademik maha-siswa Identifikasi kebutuhan adalah aktivitas yang dilakukan untuk menentukan parameter-parameter penilaian akademik mahasiswa yang diperlukan dalam proses analisis. Parameter-parameter penilaian terhadap mahasiswa meliputi data nilai tugas, data nilai kuis, data nilai ujian tengah semester (UTS), data nilai ujian akhir semester (UAS), penilaian acuan patokan (PAP), penilaian acuan normal (PAN), nilai kelulusan, bobot penilaian, dan absensi mahasiswa.

3. Tahapan ketiga yaitu perancangan sistem penilaian akademik mahasiswa. Perancangan sistem penilaian akademik mahasiswa meliputi perancangan model dasar, perancangan sistem database, perancangan sistem penilaian aka-demik dengan teknologi java web service, dan perancangan program aplikasi sebagai antarmuka pengguna.

4. Hasil dan Pembahasan.

Sistem informasi penilaian akademik maha-siswa dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Perancangan aplikasi penilaian akademik de-

ngan teknologi web service dapat mendukung mobilitas pengguna, karena dapat melakukan transaksi dari berbagai lokasi sepanjang terhu-bung dengan Internet.

Meningkatkan kualitas dan obyektivitas peni-laian terhadap mahasiswa.

Mendukung pengambilan keputusan berdasar-kan perameter-parameter tertentu untuk pemberian nilai kepada mahasiswa.

Membantu dosen membuat keputusan peni-laian yang cepat dan tepat untuk mengevaluasi hasil proses belajar mengajar berdasarkan pada parameter-parameter yang telah ditentukan

Mempercepat proses pembuatan laporan nilai mahasiswa.

Dapat digunakan sebagai tools untuk melaku-kan analisis penilaian kemajuan proses belajar mengajar.

Dapat digunakan untuk menghitung ideks presetasi setiap mahasiswa baik untuk setiap semester maupun indeks prestasi keseluruhan hasil nilai yang telah dicapai oleh setiap mahasiswa.

Data nilai mahasiswa yang terintegrasi dengan baik pada suatu database server dapat diguna-kan untuk melakukan berbagai analisis sesuai kebutuhan. Contohnya yaitu analisis kemajuan proses belajar mengajar pada setiap matakuliah atau analisis perbandingan hasil yang dicapai oleh setiap mahasiswa dalam proses pembela-jaran. Analisis dilakukan secara otomatis oleh program aplikasi dan ditampilkan ke pengguna berdasarkan data atau informasi yang disimpan pada database server.

Perancangan sistem informasi penilaian aka-demik mahasiswa meliputi tiga bagian yaitu perancangan model dasar, perancangan database, dan perancangan antarmuka pengguna.

Desain Model Dasar

Parameter-parameter penilaian terhadap mahasiswa meliputi data nilai tugas, data nilai kuis, data nilai ujian tengah semester (UTS), data nilai ujian akhir semester (UAS), penilaian acuan patokan (PAP), penilaian acuan normal (PAN), nilai kelulusan, dan bobot penilaian.

Tabel 1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

No Rentang Nilai Nilai 1 ≥ 80 A 2 65,00 – 79,99 B 3 50,00 – 64,99 C 4 40,00 – 49,99 D 5 0,00 - 39,99 E

Perancangan Sistem Penilaian Akademik – Sampebua

ISSN : 0216 - 7565

203

Tabel 2. Penilaian Acuan Normal (PAN)

No Rentang Nilai Nilai 1 N > X+1,5 SD A 2 (X + 0,5 SD) < N ≤ (X + 1,5 SD) B 3 (X – 0,5 SD) < N ≤ (X + 0,5 SD) C 4 (X – 1,5 SD) < N ≤ (X – 0,5 SD) D 5 N ≤ (X – 1,5 SD) E

Keterangan : N = Nilai X = Nilai Rata-rata SD = Standar Deviasi

Tabel 3. Nilai Kelulusan

No Grade Angka Keterangan 1 A 4 Sangat Baik 2 B 3 Baik 3 C 2 Cukup 4 D 1 Kurang 5 E 0 Tidak Lulus

Tabel 4. Bobot Penilaian

Jenis Nilai Bobot Nilai Tugas 20 % Nilai Kuis 10 % Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) 30 % Nilai Ujian Akhir Semester (UAS) 40 %

Desain Database

Desain database sistem informasi penilaian akademik terdiri atas lima tabel yaitu tabel Mahasiswa, tabel Bobot_nilai, tabel Nilai_mahasiswa, tabel Matakuliah, dan tabel Absensi_mahasiswa.

Tabel 5. Mahasiswa

No Nama Field Type Keterangan 1 Nim karakter NIM mahasiswa 2 Nama karakter Nama mahasiswa 3 J_kelamin karakter Jenis kelamin 4 Thn_masuk karakter Tahun masuk 5 No_tlp karakter Nomor telepon

Tabel 6. Bobot_nilai

No Nama Field Type Keterangan 1 No_bobot karakter Kode bobot

penilaian 2 Jenis_nilai karakter Jenis penilaian

(tugas, kuis, UTS, UAS)

3 Bobot numerik Bobot penilaian dari masing-masing jenis penilaian

Tabel 7. Matakuliah

No Nama Field Type Keterangan 1 KodeMK karakter Kode matakuliah 2 Matakuliah karakter Nama matakuliah 3 Sks numerik SKS matakuliah 4 Semester karakter Semester

Tabel 8. Nilai_mahasiswa

No Nama Field Type Keterangan 1 Nim karakter Nim mahasiswa 2 No_bobot karakter Kode bobot penilaian Tugas numerik Nilai tugas Kuis numerik Nilai Kuis UTS numerik Nilai ujian tengah

semester UAS numerik Nilai ujian akhir

semester PAP karakter Grade berdasarkan

metode PAP PAN karakter Grade berdasarkan

metode PAN Nilai_akhir karakter Nilai akhir mahasiswa

(diperoleh dari nilai tugas, nilai kuis, nilai uts, dan nilai uas)

KodeMK karakter Kode matakuliah

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

204

Tabel 8. Absensi_mahasiswa

No Nama Field Type Keterangan 1 Nim karakter Nim mahasiswa 2 Tanggal date Tanggal perkuliahan 3 Kehadiran karakter Kehadiran mahasis-

wa Gambar 1. berikut ini menunjukkan relasi

antara tabel-tabel pada database sistem informasi penilaian akademik.

Gambar 1. Desain Tabel Database

Desain Sistem Penilaian Akademik Dengan Menggunakan Teknologi Web Service.

Layanan aplikasi akademik terus berkembang untuk menyediakan sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang terintegrasi.

Teknologi web service cocok untuk menye-lesaikan masalah pada sistem akademik yang terintegrasi, sehingga dengan satu model konsep, dapat diakses dan dipergunakan oleh bermacam-

macam layanan aplikasi akademik. Dengan model web service memungkinkan fungsi-fungsi yang telah dirancang sebelumnya dapat digunakan kembali untuk pengembangan layanan aplikasi akademik yang lain tanpa perlu mengetahui detail rancangan yang terdapat didalamnya.

Salah satu sub layanan akademik yaitu sistem penilaian akademik mahasiswa. Pada dasarnya desain sistem penilaian akademik berbasis web service adalah perancangan kerangka kerja untuk pengembangan aplikasi-aplikasi akademik yang berhubungan dengan data nilai akademik.

Teknologi web service (Endrei 2004) menje-laskan komponen-komponen yang diperlukan untuk membangun sistem berbasis web service yaitu: Extendsible Markup Language (XML), Simple Object Access Protocol (SOAP), Web Service Description Language (WSDL), dan Universal Description Discovery and Integration (UDDI).

XML adalah sebuah bahasa universal yang dapat mengigrasikan sistem dalam skala yang besar untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi. SOAP merupakan suatu format standar dokumen berbentuk XML yang digunakan untuk melakukan proses request dan response antara web service dengan aplikasi yang memanggilnya. Sebuah dokumen SOAP memiliki struktur standar. Struktur dokumen SOAP yaitu sebuah SOAP Envelope. Didalam SOAP envelope tersebut terdapat SOAP Header dan SOAP Body. Jadi XML adalah bahasa yang digunakan oleh web service dan aplikasi, sedangkan SOAP adalah tata bahasa yang digunakan sehingga antara web service dan aplikasi bisa saling memahami untuk melakukan pertukaran data dan informasi.

WSDL adalah sebuah dokumen dalam format XML yang isinya menjelaskan informasi detail web service. Dalam WSDL dijelaskan metode-metode apa saja yang tersedia dalam web service, parameter-parameter yang diperlukan untuk memanggil sebuah metode, dan apa hasil atau tipe data yang dikembalikan oleh metode yang dipanggil. UDDI merupakan suatu direktori servis yang digunakan untuk meregistrasi dan mencari layanan web service.

Mahasiswa

Pengguna Absensi_mahasiswa

Nilai_mahasiswa

User_id Password Tipe_user

Nim No_bobot Tugas Kuis UTS UAS PAP PAN Nilai_akhir KodeMK

Nim Tanggal Kehadiran

Nim Nama J_kelamin Thn_masuk No_telp

KodeMk Matakuliah Sks Semester

Matakuliah

Bobot_nilai

No_bobot Jenis_nilai Bobot

Nim KodeMk smtAmbil thnAmbil

Tabel KRS

Perancangan Sistem Penilaian Akademik – Sampebua

ISSN : 0216 - 7565

205

Perancangan web service sistem penilaian akademik diawali dengan membuat semua fungsi-fungsi (berupa Web method) yang dapat diguna-kan untuk mengakses dan mengolah data. Web method-Web method tersebut diuji fungsionalitas-nya, apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. Langkah berikutnya adalah membuat aplikasi client yang mengakses Web Service tersebut.

Fasilitas atau fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk pengembangan layanan aplikasi akademik yaitu: 1. Fungsi-fungsi untuk penambahan, penghapus-

an, dan pengeditan data. 2. Fungsi-fungsi untuk menampilkan data

berdasar kriteria tertentu. 3. Fungsi-fungsi untuk pengolahan data. 4. Fungsi-fungsi untuk pencarian data berdasar

kriteria tertentu. Gambar 2 berikut ini menunjukkan rancangan

sistem penilaian akademik.

Berdasarkan pada rancangan layangan sistem

penilaian akademik, maka dapat dibuat daftar Web method-Web method yang diimplementasikan pada sistem akademik yaitu sebagai berikut:

1. Web method dengan kegunaan untuk penam-bahan, penghapusan, dan pengeditan data Tambah data mahasiswa Tambah data dosen Tambah data jadwal kuliah Edit data mahasiswa Edit data dosen Edit data jadwal kuliah Hapus data mahasiswa Hapus data dosen Hapus data jadwal kuliah KRS Registrasi

2. Web method dengan kegunaan menampilkan data Tampil jadwal kuliah berdasar kriteria

tertentu Tampil data dosen berdasar kriteria tertentu Tampil data mahasiswa berdasar kriteria

tertentu Tampil data hasil studi berdasar kriteria

tertentu Tampil batas pengambilan SKS

3. Web method dengan kegunaan pengolahan data nilai akademik Hitung IPK Analisis Kemajuan Studi Mahasiswa Setiap

Semester Analisis Kemajuan Studi Mahasiswa Secara

Keseluruhan

4. Web method dengan kegunaan pencarian data Pencarian jadwal kuliah berdasar kriteria

tertentu Pencarian data mahasiswa berdasar kriteria

tertentu Pencarian data dosen berdasar kriteria

tertentu Pencarian data hasil studi berdasar kriteria

tertentu

Desain Antarmuka Pengguna Berbasis Web

Perancangan antarmuka pengguna adalah proses yang dilakukan untuk membuat desain

Mahasiswa Pegawai Dosen

Mengisi KRS & Melihat Informasi

Mengisi, Mengelola

Data & Melihat Informasi

Mengisi Nilai & Melihat Informasi

Data Mahasiswa

Data Dosen

Data Pegawai

Data Ruangan

Data Jadwal

Data Nilai

Data Matakuliah Data Registrasi User

Gambar 2. Rancangan Layanan Sistem Penilaian Akademik

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

206

tampilan pada setiap halaman web. Pengguna berinteraksi dengan sistem informasi penilaian akademik melalui tampilan setiap halaman web yang disediakan dan berdasarkan hak akses dari setiap pengguna.

Kemampuan merancang antarmuka pengguna merupakan suatu hal yang penting agar dapat menarik perhatian pengunjung web tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam desain antarmuka yaitu menarik perhatian pengguna, mudah menelusuri informasi, content dari web tersebut, kecepatan akses, reliabilitas, dan lain-lain.

UNIVERSITAS KRISTEN

INDONESIA PAULUS MAKASSAR

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 13 Daya Makassar, Indonesia Halaman Depan Tentang UKIP Akademik

Portal Universitas Kristen Indonesia Paulus Kontak webmaster: [email protected]

Gambar 3. Halaman Utama

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS MAKASSAR

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 13 Daya Makassar, Indonesia Halaman Depan Tentang UKIP Akademik

Sisem Penilaian Akademik

Login User

Portal Universitas Kristen Indonesia Paulus Kontak webmaster: [email protected]

Gambar 4.Halaman Akademik

5. Kesimpulan

Sistem informasi penilaian akademik berbasis web service dapat mendukung inter oprabilitas antar aplikasi dan mobilitas pengguna, karena dapat melakukan transaksi dari berbagai lokasi sepanjang terhubung dengan Internet. Sistem ini mendukung pengambilan keputusan untuk pemberian nilai kepada mahasiswa berdasarkan perameter-parameter penilaian dan membantu pegawai serta dosen dalam pengolahan dan integrasi data nilai mahasiswa.

Perancangan sistem penilaian akademik mahasiswa meliputi empat bagian utama yaitu perancangan model dasar, perancangan sistem database, perancangan model sistem dengan teknologi web service, dan perancangan antar-muka pengguna berbasis web.

Sistem informasi penilaian akademik maha-siswa perlu diterapkan pada lingkungan pendi-dikan tinggi untuk mendukung berbagai keperluan yang berhubungan dengan sistem penilaian akademik mahasiswa.

Daftar Pustaka

Ade Anom, 2005. ”Java Web Service Menggu-nakan Apache Axis”, Artikel Ilmu Kompu-ter.com.

Bambang., H. 2004, ”Rekayasa Sistem Berorien-tasi Obyek”, Informatika Bandung.

Budi Sutedjo. 2002, “Perencanaan dan Pemba-ngunan Sistem Informasi”, Yogyakarta, Andi Offset.

Dadan Umar Daihani. 2001, ”Komputerisasi Pengambilan Keputusan”, Elex Media Komputindo.

Ian Sommerville. 2003, “Software Engineering”, Edisi 6. Jakarta, Erlangga.

Endrei, M., Ang, J., Arsanjani, A., Chua, S., Comte P., Krogdahl, P., Luo, M., Newling, T. 2004, ”Patterns: Service-Oriented Architec-ture and Web Services”, IBM Corp, New York.

Kominfo, “Pedoman Interoperabilitas Sistem Informasi Instansi Peerintahan”, http://www.depkominfo.go.id, Diakses Desember 2009.

Perancangan Sistem Penilaian Akademik – Sampebua

ISSN : 0216 - 7565

207

Libri, 2008. ”Using The Balanced Scorecard to Facilitate Strategic Management at an Academic Information Service”, Vol. 50, pp.202-209, ISSN 0024-2667, Printed in Germany.

Sun Microsystem. 2007, “The Java API for XML-Based Web Service (JAX-WS) 2.1, Santa Clara, Califonia USA.

Silberschatz A., Korth H.F., and Sudarshan S. 2002, “Data Base System Concepts”, New York, McGraw-Hill.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

208

Perbandingan Analisis FFT (Fast Fourier Transform) dan Penghapusan

Isyarat Suara Kendaraan Jenis Diesel dan Isyarat Sinus

Sri Arttini Dwi Prasetyowati1), Adhi Susanto2), Thomas Sriwidodo2), Jazi Eko Istiyanto3) 1)Mahasiswa S3 Jurusan Teknik Elektro, FT UGM, 2)Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro, FT, UGM,

3)Staf Pengajar Jurusan Elektronika dan Instrumentasi, MIPA, UGM

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spektrum suara kendaraan jenis diesel, pada tiga bidang frekuensi, yaitu dari frekuensi 1 sampai 5.000, 5000 sampai 15.000, dan 15.000 sampai 20.000, yang secara khusus dilihat nilai riil dan imajinernya. Kaitan nilai riil dan imajiner tersebut dibandingkan dengan yang ditampilkan oleh isyarat berbentuk sinus.

Isyarat berbentuk sinus merupakan isyarat yang paling mudah dihapuskan dengan menggunakan LMS (Least Mean Square) Adaptif. Sesuai kesederhanaan bentuk grafik hubungan nilai riil dan imajinernya maka dengan membandingkan grafik kaitan nilai riil dan nilai imajiner antara isyarat sinus tertentu dengan isyarat suara kendaraan berjenis diesel dapat disimpulkan sejauh mana isyarat suara kendaraan berjenis diesel dapat dihapus dengan LMS Adaptif. Kata Kunci: Spektrum, nilai riil dan imajiner, Prediktif LMS Adaptif

1. Pendahuluan

Isyarat berbentuk sinus adalah isyarat yang bersifat periodis, sehingga banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian-penelitian dengan isyarat yang acak namun masih memiliki sifat periodis. Dari pemikiran di atas, dicoba diban-dingkan antara isyarat sinus dengan isyarat kendaraan jenis diesel yang bersifat acak namun periodis, secara grafik.

Penelitian ini bertujuan untuk membanding-kan keberhasilan penghapusan bising kendaraan dengan penghapusan bising sinus apabila pemro-sesan dilakukan dengan LMS adaptif ditinjau dari nilai-nilai riil dan imajiner kebalikan dari nilai abolut FFT nya.

Penelitian tentang FFT juga dilakukan oleh Afton Antabany dkk, yang berjudul Dampak Getaran Pada Pertumbuhan dan Tingkah Laku Makhluk Hidup, Pasca Sarjana IPB, 2002, yang menggunakan FFT untuk mendeteksi pengaruh getaran terhadap pertumbuhan dan tingkah laku makhluk hidup. Penelitian lain dilakukan oleh D F

He et al, pada tahun 2003 dengan judul A method of background noise cancellation for SQUID (Superconducting Quantum Inference Devices) applications. Metode yang digunakan adalah Algoritma Pengurangan Spektral (A Spectral Subtraction Algorithm). Bising yang dihapuskan adalah bising latar belakang (background noise). Penelitian Santika Wiguna, 2009, yang berjudul Deteksi Frekuensi Nada Dasar Piano Berbasis Korelasi, Discrete Cosine Transform, dan Fast Fourier Transform menunjukkan manfaat FFT dalam mendeteksi nada dasar alat musik piano dengan noise yang besar (SNR lebih kecil dari 30 dB). Penelitian-penelitian diatas semuanya meng-gunakan FFT sebagai tolok ukur kriteria yang diinginkan, tergantung pada tujuan dan data yang akan diteliti. Dalam penelitian ini pun FFT digu-nakan sebagai alat untuk mendeteksi keberhasilan penghapusan bising dengan sumber bising suara kendaraan bermotor yang akan dilakukan dengan algoritma LMS Adaptif.

Perbandingan Analisis FFT dan Penghapusan Isyarat Suara – Prasetyowati, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

209

2. Fundamental

Dalam mencari spektrum maupun nilai-nilai riil dan imajinernya cukup digunakan perintah-perintah yang terdapat di software Matlab. Spektrum diperoleh dengan mencari FFT-nya. Untuk menghubungkan nilai riil dan imajiner cukup diproses kebalikan dari nilai FFT (perintah IFFT) namun terbatas untuk frekuensi-frekuensi tertentu. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai-nilai riil dan imajiner fungsi sinus yang telah diketahui mudah dihapuskan.

3. Metodologi

Dalam penelitian ini sebagai alat utama adalah komputer dengan spesifikasi: Prosesor Intel Pentium M, 1,5 GHz, RAM minimum 128 MB, dan Hard Disk Seagate minimum 20 GB. Sound card dengan 16 bit stereo full-duplex yang ber-fungsi sebagai Analog/Digital (A/D) dan Digital/Analog (D/A) adalah Creative Vibra de-ngan port PCI atau On Board. Data yang diguna-kan adalah bising yang bersifat multifrekuensi.

Penelitian dimulai dengan merekam suara kendaraan jenis diesel sebagai sumber bising dengan mikrofon diletakkan di dalam ruang kerja lebih kurang pada jarak 3 meter dari kendaraan diesel tersebut. Hasil rekaman langsung disimpan dalam komputer (file wav). Adapun hasil rekaman dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Isyarat kendaraan jenis Diesel dari Dalam

Ruang

Apabila dilihat spektrumnya dengan FFT, maka hasilnya terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Spektrum Suara Kendaraan Jenis Diesel

dari dari Jarak 3 meter

Dari Gambar 2, selanjutnya diambil nilai riil dan imajinernya di ketiga bidang frekuensi 1 sampai 5000, 5000 sampai 15.000, dan 15.000 sampai 20.000 Hz, untuk menghubungkan nilai riil dan imajinernya.

4. Hasil dan Pembahasan

Nilai-nilai riil dan imajiner yang dihasilkan dengan mengambil potongan spektrum tertentu dapat dilihat dalam Gambar 3 sampai Gambar 6.

Gambar 3. Hubungan nilai kompleks hasil FFT

Keseluruhan

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

210

Gambar 4. Hubungan Nilai kompleks hasil FFT Suara Kendaraan Jenis Diesel di Bidang Frekuensi 1 – 5.000

Hz.

Gambar 5. Nilai kompleks hasil FFT Suara Kendaraan

Jenis Diesel di Bidang frekuensi (5.000 – 15.000)

Gambar 6: Nilai kompleks hasil FFT Suara Kendaraan

Jenis Diesel di Dalam (15.000 – 20.000)

Dapat dilihat bahwa ketiga pola variasi

isyarat suara kendaraan jenis diesel semuanya terpusat pada (0,0), karena komponen DC telah dikeluarkan. Gambar-gambar tersebut berbentuk lingkaran namun tidak sempurna. Dari analisis di atas juga dapat disimpulkan bahwa yang berbentuk lingkaran sempurna, yang berarti berbentuk periodis harmonis adalah FFT isyarat yang dapat dihapuskan sedangkan sisanya yaitu yang bersifat acak (yang tampak melesat adalah komponen-komponen yang impulsif) adalah suara kendaraan jenis diesel yang tidak dapat dihapuskan (cenderung menjadi error). Hal ini disebabkan karena FFT yang berbentuk lingkaran sempurna dimiliki oleh fungsi sinus yang mudah diprediksi atau diadaptasi. Untuk lebih dapat membandingkan, selanjutnya ditampilkan FFT untuk fungsi sinus. Diberikan fungsi sinus dengan k=1:1:45.000 dan x = sin(2*pi*(1/20)*k) seperti terlihat dalam Gambar 7.

Perbandingan Analisis FFT dan Penghapusan Isyarat Suara – Prasetyowati, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

211

Gambar 7. Fungsi Sinus

Selanjutnya nilai absolut dari fft sinus dan ifft dari absolut fft sinus pada frekuensi 40.000 sampai 45.000 dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Nampak bahwa FFT fungsi sinus yang diambil pada frekuensi tertentu, yaitu 40.000 – 45.000 membentuk lingkaran dengan pusat (0,0).

Untuk membuktian bahwa isyarat sinus memang lebih mudah dihapus dengan LMS adaptif daripada isyarat suara kendaraan jenis diesel, maka selanjutnya dilakukan prediktif penghapusan isyarat sinus maupun isyarat suara kendaraan jenis diesel.

Gambar 8. Absolut FFT Fungsi Sinus

Gambar 9. Hubungan Nilai kompleks FFT Fungsi

Sinus Pada Frekuensi 40.000 – 45.000

Diambil isyarat sinus dengan tiga gelombang

seperti terlihat dalam Gambar 10 dan hasil pemrosesan penghapusan isyarat dengan LMS adaptif prediktif yang terdapat dalam Gambar 11 sampai dengan Gambar 13.

Gambar 10. Sinus dengan 3 Gelombang

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

212

Gambar 11. Nilai ε untuk L=3, tunda=1,μ =0,01.

Gambar 12. Output y untuk L=3, tunda=1,μ =0,01.

Gambar 13. Nilai ε untuk L=3, tunda=2, μ =0,01.

Dari hasil diatas dapat diamati untuk nilai L = 3, μ =0,01, dan tundaan (delay) dua sampel nilai ε sudah mendekati nol. Selanjutnya diandingkan dengan proses LMS adaptif prediktif untuk penghapusan suara kendaraan jenis diesel, yang dapat dilihat dalam Gambar 14. Prediktif pada proses LMS adaptif dilakukan tanpa delay satu sampelpun (sehingga d = x, atau input referens sama dengan desired inputnya). Akan tetapi hasil ε yang paling optimal tetap saja tidak dapat mencapai nilai nol, seperti dalam isyarat berbentuk sinus.

Gambar 14. Nilaiε untuk d = x, L = 10 dan

μ =0,001.

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa spektrum isyarat kendaraan jenis diesel memiliki pasangan titik nilai-nilai riil dan imajiner yang tidak bulat sempurna seperti isyarat sinus. Hal ini menyebabkan apabila dilakukan pengha- pusan isyarat kendaraan jenis diesel dengan LMS adaptif prediktif, isyarat tersebut tidak dapat dihapus dengan sempurna, tetapi masih tetap menyisakan error, walau telah sangat menurun apabila dibandingkan dengan isyarat aslinya. Hal ini mengukuhkan bahwa dari hasil nilai riil dan imajiner yang ada dapat diputuskan dapat atau tidaknya suatu isyarat berhasil dihapus dengan baik.

Perbandingan Analisis FFT dan Penghapusan Isyarat Suara – Prasetyowati, dkk.

ISSN : 0216 - 7565

213

Daftar Pustaka

Antabany, A., dkk., Dampak Getaran Pada Pertumbuhan dan Tingkah Laku Makhluk Hidup Makalah Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, November 2002.

He, D, F, et al., A method of background noise cancellation for SQUID applications, Supercond. Sci. T, 2003.

Ifeachor, Emmanuel, C., Jervis, Barrie, W., Digital Signal Processing: A Practical Approach, Addison-Wesley Publishing Company, 1993.

Moonen, M., dan Ian,P., An Introduction to Adaptive Signal Processing, Course Notes, 1998-1999.

Widrow, B., and S.D. Stearns, Adaptive Signal Processing, Prentice-Hall, Inc., Englewood Clifts, New Jersey. 1985.

Wiguna, S., Deteksi Frekuensi Nada Dasar Piano Berbasis Korelasi, Discrete Cosine Transform, dan Fast Fourier Transform, 2009.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

214

Pengaruh Durasi Camshaft terhadap Konsumsi Bahan Bakar, Emisi Gas Buang, Torsi dan Daya Mesin pada Mesin Bensin

FX. Sukidjo1)

Program Diploma Teknik Mesin FT UGM, Jl Grafika 2A Yogyakarta

Abstract

The exhausting gas of the motor vehicle contents some components which may disturb human’s health. The other side that availability of oil fuel is also limited, so it needed some efforts for saving of fuel consumption and controling of exhausting gas emission of motor vehicle.

This research study is about the change of the value of the exhausting gas emission, the fuel consumption, torsion and the power generated for some duration of the camshaft. This research needs some camshafts of 210o, 240o, 270o, and 290o crank angle of duration at some speed of engine, these are 4000, 5000, 6000, 7000, 8000, 9000, and 10000 rpm. Camshaft of Daiheiyo 110 is used for this research.

The data needed are the exhausting gas emission, those are concentration of CO, CO2, HC, the time needed, torsion and the power generated, for 10 cubic centimeter of fuel was burnt.

Based on the data analysis it may be concluded that the enlargement of camshaft duration up to 290o can decrease the concentration of the exhausting gas emission especially CO and HC, while concentration of CO2 trend increase, the power and torsion of engine increase, and the fuel consumption increase. Keywords: camshaft, duration

1. Pendahuluan

Berdasar data yang dikeluarkan oleh sebuah Dealer resmi sepeda motor di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Nopember 2007, bahwa dalam tahun 2008 ini diperkirakan akan terjual sebanyak 7 juta unit sepeda motor dan 400.000 unit mobil di seluruh Indonesia. Dalam pengope-rasiannya motor-motor itu memerlukan bahan bakar minyak (premium), dan akan dihasilkan emisi bersama gas buang yang dilepaskan ke udara bebas.

Beberapa usaha untuk mengendalikan emisi gas buang antara lain penggunaan sistem injeksi bahan bakar, pemasangan konverter katalitik, dan modifikasi saluran venturi pada karburator. Seiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, maka kebutuhan bahan bakar semakin meningkat, sehingga diperlukan usaha-usaha

penghematan konsumsi bahan bakar dan pemba-tasan emisi gas buang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan nilai durasi katub terhadap daya mesin, torsi, konsumsi bahan bakar dan konsentrasi emisi gas buang yang dilepas ke atmosfir. Secara teoritis apabila durasi katub semakin besar, maka jumlah campuran bahan bakar dan udara yang terisap ke dalam silinder mesin meningkat sehingga efisiensi volumetris menaik. Kenaikan efisiensi volumetrik akan mengakibatkan jumlah bahan bakar yang terbakar menjadi lebih banyak, sehingga daya mesin meningkat. Namun apabila durasi katub lebih besar lagi, maka langkah kompresi sebenarnya menjadi lebih pendek. Akibatnya adalah tekanan dan suhu akhir kompresi lebih rendah. Apabila hal ini terjadi maka tekanan gas

Pengaruh Durasi Camshaft terhadap Konsumsi Bahan Bakar – Sukidjo

ISSN : 0216 - 7565

215

hasil pembakaran menjadi lebih rendah, dan berakibat daya mesin justru turun. Diperlukan penelitian berapa besar durasi katub tetbaik sehingga daya mesin lebih tinggi. Durasi katub yang lebih besar akan menghasilkan efisiensi volumetrik lebih besar, sehingga jumlah bahan bakar yang tercampur dan terisap ke dalam silinder mesin akan lebih banyak. Akibatnya adalah konsumsi bahan bakar menjadi lebih boros. Bila konsumsi bahan bakar boros, maka dapat diduga ada sebagian bahan bakar yang tidak terbakar, sehingga emisi hidrokarbon meningkat. Homoginitas campuran bahan bakar dan udara sangat menentukan kualitas pembakaran. Apabila campuran bahan bakar dan udara kurang homogin, diperkirakan emisi karbonmonoksida akan meningkat.

2. Fundamental

Mathur dan Sharma (1980) menjelaskan bahwa mekanisme katub pada mesin 4 langkah terdiri dari katub (valve), pegas katub, pelatuk (rocker arm), batang pendorong (push rod), poros nok (camshaft) dan nok (cam). Putaran poros nok diambil dari putaran poros engkol. Ada 2 macam katub, yaitu katub hisap (intake valve) dan katub buang (exhaust valve). Katub hisap berfungsi untuk mengatur aliran campuran udara dan bahan bakar masuk ke dalam silinder motor, sedangkan katub buang berfungsi untuk mengatur aliran gas buang ke luar dari silinder motor. Gerakan untuk membuka katub dilakukan oleh poros nok. Nok (cam) disatukan dengan poros nok. Bagian-bagian dari nok adalah lingkaran dasar, kontur, dan puncak nok (nose). Tinggi puncak nok menen-tukan tinggi angkat (lift) katub.

Ganesan (2004) menjelaskan bahwa pada langkah hisap, katub hisap mulai dibuka ketika piston tepat di titik mati atas (TMA) dan menutup ketika piston tepat di titik mati bawah (TMB). Pada langkah hisap ini, sejumlah campuran udara dan bahan bakar terhisap masuk ke dalam silinder. Pada langkah buang, katub buang mulai terbuka ketika piston tepat di TMB, dan menutup ketika piston di TMA. Karena mekanisme katub mem-punyai inersia, maka ketika piston mulai mening-galkan TMA, katub hisap belum terbuka. Katub

hisap mulai terbuka beberapa derajat engkol setelah piston meninggalkan TMA. Hal demikian terjadi pula pada saat katub hisap menutup. Demikian juga pembukaan dan penutupan katub buang tidak tepat ketika piston di TMB dan di TMA. Oleh karena pengaruh kelembaman, katub hisap harus mulai dibuka beberapa derajat sebelum TMA dan menutup beberapa derajat setelah TMB. Hal ini dimaksudkan agar jumlah campuran bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam silinder cukup (Wiranto, 2002), sehingga efisiensi volumetriknya lebih tinggi. Demikian pula katub buang harus terbuka beberapa derajat sebelum TMB dan tertutup beberapa derajat setelah TMA, agar proses pembuangan gas bekas dari dalam silinder berlangsung baik.

Besar sudut antara saat katub hisap mulai terbuka, α1 dan saat tertutup penuh, α2, disebut durasi katub hisap. Besar sudut antara saat katub buang mulai terbuka, β1 dan saat tertutup penuh, β2, disebut durasi katub buang. Gambar 1 menunjukkan konstruksi suatu nok dan durasi katub hisap maupun katub buang.

(a) kontur nok (b) durasi nok

Gambar 1. Nok ( cam )

Premium terdiri dari unsur besar karbon (C) dan Hidrogen (H2) yang berbentuk senyawa hidrokarbon (Crouse dan Anglin, 1976). Di samping unsur besar tersebut, di dalam bahan bakar juga terdapat unsur belerang (S), Nitrogen (N2) dan timbal. Heywood (1989) menjelaskan bahwa hasil pembakaran campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang bakar, berupa karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), hidrokarbon tak terbakar (UHC), belerang oksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx). Gas CO amat

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

216

berbahaya terhadap kesehatan manusia. Karbon monoksida dapat terbentuk bila jumlah udara yang bercampur dengan bahan bakar tidak cukup.

Konsumsi bahan bakar diartikan sebagai jumlah volume atau berat bahan bakar yang terbakar tiap menitnya. Bahan bakar tercampur dengan udara di dalam karburator, sehingga ketika masuk ke dalam silinder berupa campuran bahan bakar dan udara (fuel-air mixture). Kalor yang dihasilkan pada proses pembakaran campuran bahan bakar dan udara di dalam ruang bakar, diubah menjadi energi mekanik pada poros engkol mesin. Daya mesin adalah besar usaha yang dihasilkan oleh mesin tiap satuan waktu, dengan satuan HP (horse power). Dalam analisa daya pada motor, dikenal 3 macam daya, yaitu daya indikator (indicated power), ip, daya hilang karena friksi (friction power), fp, dan daya efektif atau daya rem (brake power), bp. Daya terukur oleh dinotes merupakan daya efektif, bp. Apabila T adalah torsi (Newton. meter) dan ω adalah kecepatan sudut poros engkol (radial / detik), daya mesin P (HP) ditunjukkan oleh persamaan (1). Besar ω = 2 π n / 60, dengan n adalah putaran mesin (rpm).

746TP ω×

= (1)

Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption), sfc didifinisikan sebagai berat bahan bakar yang diperlukan (Wf) tiap HP daya mesin tiap jam (Ganesan, 2004). Konsumsi bahan bakar spesifik yang didasarkan pada daya efektif disebut brake specific fuel consumption, bsfc. Persamaan (2) menunjukkan besar bsfc.

jamHPWbsfc f×

= (2)

Hubungan putaran mesin dengan daya, torsi dan konsumsi bahan bakar spesifik ditunjukkan Gambar 2.

Prestasi suatu mesin ditentukan oleh beberapa variabel perancangan dan variabel pengoperasian.

Variabel-variabel tersebut adalah saat penyalaan (spark timing), perbandingan udara dan bahan bakar (air-fuel ratio, afr), perbandingan kompresi (compression ratio), putaran mesin,

banyaknya massa campuran yang terinduksi dan rugi-rugi kalor di dalam mesin. Secara teoritis atau ideal, katub hisap dibuka saat piston tepat di TMA, dan ditutup saat piston tepat di TMB. Durasi katub hisap sebesar 180o. Pada langkah kompresi, katub hisap dan katub buang tertutup. Proses kompresi diawali saat piston di TMB. Jika Vs adalah volume langkah piston, dan Vc adalah volume ruang bakar, perbandingan kompresi atau compression ratio didifinisikan sebagai perbandingan antara volume silinder dan volume ruang bakar, ditunjukkan oleh persamaan (3).

c

csV

VVCR

+= (3)

Gambar 2. Karakteristik mesin bensin

Untuk mengisi silinder motor dengan cam-

puran bahan bakar dan udara pada kondisi hisap (tekanan dan temperatur), diperlukan kecepatan aliran di saluran hisap tinggi, sehingga hambatan di saluran hisap besar.

Dua hal penting pada camshaft adalah durasi dan tinggi angkat atau lift (http://www.querycat. com). Durasi kecil lebih sesuai bila putaran mesin rendah sehingga dihasilkan daya mesin optimum, dan durasi lebih besar sesuai pada putaram mesin tinggi, sehingga daya mesin yang dihasilkan tinggi pula. Tinggi angkat katub berpengaruh terhadap nilai hambatan aliran campuran bahan bakar dan udara ketika masuk ke dalam silinder. Tinggi angkat yang lebih tinggi akan menurunkan hambatan aliran. Aktualnya katub hisap terbuka beberapa derajat engkol sebelum TMA dan

Pengaruh Durasi Camshaft terhadap Konsumsi Bahan Bakar – Sukidjo

ISSN : 0216 - 7565

217

menutup beberapa derajat engkol setelah TMB. Dari gambar 1 tampak bahwa durasi katub hisap = α1+180o+α2. Durasi katub hisap yang lebih besar dari 180o memperpanjang waktu angkat katub rata-rata, sehingga kecepatan aliran di saluran hisap menurun dan hambatannya menurun pula. Di samping itu efisiensi volumetrisnya meningkat, sehingga massa campuran udara dan bahan bakar yang terhisap masuk ke dalam silinder motor lebih banyak, sehingga daya mesin meningkat, tetapi konsumsi bahan bakar menjadi lebih banyak.

Katub buang terbuka beberapa derajat engkol sebelum TMB, tekanan di dalam silinder turun cepat mendekati tekanan hisap dan tertutup bebe-rapa derajat engkol setelah TMA, memungkinkan proses pembuangan lebih baik, sehingga gas bekas tidak tersisa di dalam silinder. Penutupan katub buang beberapa derajat setelah TMB, mengaki-batkan sebagian campuran segar terdorong ke luar silinder dan awal proses pemampatan campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder mundur. Mundurnya awal kompresi ini akan mengakibat-kan CR berubah. Perubahan CR akan berakibat tekanan akhir kompresi juga berubah dan berpe-ngaruh pada awal terjadinya proses penyalaan (ignition ).

3. Metodologi

Bahan utama penelitian ini adalah camshaft sepeda motor dan premium sebagai bahan bakar. Camshaft yang digunakan adalah camshaft standar berdurasi 210o dan camshaft yang telah dimodi-fikasi. Modifikasi dalam penelitian ini adalah mengubah besar durasinya dengan cara memper-kecil diameter lingkaran dasarnya sehingga durasi menjadi 240o, 270o dan 290o.

Alat-alat yang digunakan adalah satu unit sepeda motor 4 langkah merek Daiheiyo 110, Tachometer digital, tabung gelas ukur bahan bakar, stopwatch, Exhaust Gas Analyzer, dinotest inertia, termokopel, dial indikator, kunci T, kunci pas, dan obeng, tuner up, dan kipas angin untuk mengalirkan udara pendingin ke arah mesin.

Sebelum dilakukan penelitian, diperlukan persiapan. Persiapan meliputi menyiapkan bahan bakar di dalam tabung gelas ukur, pemasangan

takometer, perakitan instalasi dinotest, pema-sangan probe termokopel pada kepala silinder, dan pemanasan Exhaust Gas Analyzer .

Penelitian pertama dilakukan terhadap unit sepeda motor dengan camshaft standar. Mesin distart, kemudian secara bertahap putaran mesin dinaikkan. Setelah mencapai putaran 4000 rpm, emisi gas buang diukur dengan Exhaust Gas Analyzer untuk pemakaian 10 mililiter bahan bakar. Pada saat yang sama diambil data lain, yaitu torsi, daya mesin dan suhu gas di dalam ruang bakar. Putaran mesin dinaikkan sampai putaran 10000 rpm dengan kenaikan putaran sebesar 1000 rpm. Pada putaran-putaran tersebut dicatat data seperti pada putaran 4000 rpm. Penelitian berikutnya dilakukan terhadap unit motor yang sama tetapi camshaftnya telah dimodifikasi. Dari data yang diperoleh kemudian dibuat grafik. Analisis hasil penelitian dilakukan dengan memperbandingkan antara kurva hasil ukur camshaft standar dan hasil ukur mesin dengan camshaft termodifikasi.

a. Camshaft

b.

b. Camshaft dan alat-alat ukur

Gambar 3. Camshaft dan alat-alat ukur durasi

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

218

0

200

400

600

800

1000

1200

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin ( rpm )

Kon

sent

rasi

HC

( pp

m )

210 240 270 290

Gambar 4. Alat uji penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian ini berupa gambar 5 sampai dengan gambar 11. Putaran mesin terukur dari 4000 sampai 10.000 rpm. Gambar 5 menunjukkan nilai konsumsi bahan bakar pada berbagai durasi katub. Gambar 6 sampai gambar 8 menunjukkan nilai konsentrasi emisi gas buang. Suhu gas di dalam ruang bakar ditunjukkan oleh gambar 9. Gambar 10 dan 11 memperlihatkan performance mesin.

05

10

15202530

354045

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin ( rpm )

Kon

sum

si b

ahan

bak

ar

( mili

liter

/men

it )

210 240 270 290

Gambar 5. Konsumsi bahan bakar pada berbagai

durasi katub

0

1

2

3

4

5

6

7

8

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin ( rpm )

Kon

sent

rasi

CO

( %

vol

ume

)

210 240 270 290

Gambar 6. Konsentrasi CO pada berbagai durasi katub

Gambar 7. Konsentrasi HC pada berbagai durasi katub

0

2

4

6

8

10

12

14

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin

Kon

sent

rasi

CO

2( %

vol

ume

)

210 240 270 290

Gambar 8. Konsentrasi CO2 pada berbagai durasi katub

Pengaruh Durasi Camshaft terhadap Konsumsi Bahan Bakar – Sukidjo

ISSN : 0216 - 7565

219

020406080

100120140160180200

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin ( rpm )

Suhu

di d

alam

ruan

g ba

kar (

oC )

210 240 270 290

Gambar 9. Suhu di dalam ruang bakar pada berbagai durasi katub

0

1

2

3

4

5

6

7

8

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin ( rpm )

Day

a m

esin

( H

P )

210 240 270 290

Gambar 10. Daya mesin pada berbagai durasi katub

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

Putaran mesin ( rpm )

Tors

i ( n

ewto

n.m

eter

)

210 240 270 290

Gambar 11. Torsi pada berbagai durasi katub

Konsumsi bahan bakar

Konsumsi bahan bakar pada motor meru-pakan fungsi dari beberapa variabel, antara lain penyetelan posisi katub gas pada karburator, besar celah antara cincin kompresi dengan dinding silinder, putaran dan beban mesin. Dalam pene-litian ini posisi katub gas dan celah antara cincin kompresi dengan dinding silinder tidak dilakukan pengubahan, hanya putaran mesin yang diubah. Semakin cepat putaran mesin akan meningkatkan konsumsi bahan bakar tiap menitnya, seperti tampak pada Gambar 5. Penambahan durasi katub amat berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar. Semakin besar durasi katub, efisiensi volume-trisnya meningkat. Akibatnya ialah massa bahan bakar yang terhisap bersama udara ke dalam silinder cenderung bertambah. Apabila Gambar 2 dan Gambar 5 dipadukan, akan diperoleh nilai konsumsi bahan bakar ( mililiter ) tiap HP tiap menitnya meningkat. Sebagai ilustrasi pada putaran 10000 rpm, untuk durasi 210o sebesar 3,32 mililiter/HP.jam, durasi 240o sebesar 4,35 mililiter/HP.jam, durasi 270o sebesar 5,17 mililiter/HP.jam dan durasi 290o sebesar 5,48 mililiter/HP.jam. Apabila Gambar 5 diperban-dingkan dengan Gambar 2, nampak bahwa ke dua grafik mempunyai kecenderungan yang mirip.

Emisi karbon monoksida

Emisi gas karbon monoksida terjadi karena selama proses pembakaran jumlah oksigen tidak mencukupi atau proses pencampuran bahan bakar dan udara tidak sempurna. Dari Gambar 6 tampak bahwa konsentrasi CO cenderung meningkat sesuai kenaikan putaran mesin. Hal ini menunjuk-kan bahwa jumlah udara pembakar tidak sepadan dengan kenaikan putaran mesin, karena sifat lembam yang dimiliki oleh makanisme katub dan pengaruh suhu mesin. Suhu mesin yang lebih tinggi berpengaruh terhadap kerapatan udara yang masuk ke saluran hisap atau intake manifold. Mulai putaran 7000 rpm, konsentrasi CO menurun seiring bertambahnya durasi katub, dan pada putaran 10000 rpm, konsentrasi CO terkecil pada durasi camshaft 290o.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

220

Konsentrasi hidrokarbon, HC

Pada suhu mesin yang semakin tinggi, proses atomising menjadi lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan konsentrasi HC yang relatif kecil pada berbagai putaran mesin. Pada camshaft berdurasi 240o, nilai konsentrasi HC terrendah. Bila konsentrasi HC dalam gas buang tinggi, warna gas buang cenderung gelap kehitaman dan dapat membentuk jelaga. Konsumsi bahan bakar pada kondisi ini akan boros.

Konsentrasi karbon dioksida, CO2

Gas karbon dioksida terjadi bila proses pencampuran bahan bakar dan udara sempurna, dan jumlah udara lebih dari cukup, sehingga ter-jadi proses pembakaran yang sempurna. Pemba-karan yang sempurna hanya akan menghasilkan gas CO2 dan H2O. Pada Gambar 8 tampak bahwa konsentrasi CO2 cenderung menaik seiring dengan putaran mesin dan bertambahnya durasi camshaft. Pada durasi 290o, nilai konsentrasi CO2 cenderung tertinggi.

Daya mesin dan torsi

Torsi atau momen puntir pada poros engkol mesin terjadi karena ada gaya kerja hasil pembakaran. Daya mesin diukur dengan dinotes jenis inertia, artinya hasil pengukuran dinotes hanya dapat terukur ketika mesin mengalami percepatan putaran. Dari persamaan (1) diperoleh bahwa apabila putaran mesin tetap, percepatan putarnya nol, maka nilai daya tak terukur. Gambar 10 menunjukkan bahwa daya mesin cenderung lebih tinggi pada camshaft yang berdurasi lebih besar pada putaran tinggi, demikian pula torsinya.

Kesimpulan Dari data dan pembahasan penelitian ini,

dapat disimpulkan bahwa bila durasi katub ditam-bah sampai 290o: 1. Konsumsi bahan bakar lebih banyak, dari 3,32

mililiter/HP.jam pada durasi 210o menjadi 5,48 mililiter/HP.jam pada durasi 290o.

2. Konsentrasi CO dan HC menurun pada putaran tinggi, yaitu mulai pada putaran 7000 rpm sampai putaran 10.000 rpm.

3. Konsentrasi CO2 meningkat seiring kenaikan putaran mesin dan durasi camshaft, hal ini menandakan bahwa proses pemakarannya semakin baik

4. Daya mesin dan torsi meningkat. Daya mesin terbesar 7,3 HP, pada putaran 10.000 rpm dengan durasi camshaft 290°.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada Isworojati, Apris Wijiantoro yang telah dengan tekun membantu mempersiapkan dan melaksanakan penelitian ini. Terima kasih pula kepada teman-teman di laboratorium otomotif atas dukungan pemikiran sehingga penelitian ini dapat terwujud.

Daftar Pustaka

Crouse W.H., Anglin D.L., 1976, Automotive Engine, Fifth Edition, Mc Graw-Hill Book Company, New York, USA

Crouse W.H., Anglin D.L., 1983, Automotive Emission Control, Third Edition, Mc Graw-Hill Book Company, New York, USA

Ferguson C.R., 1986, Internal Combustion Engines, Applied Thermosciences, John Wiley & Sons, New York

Ganesan V., 2004, Internal Combustion Engine, Second Edition, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi

Heywood J. B., 1989, Internal Combustion Engine Fundamentals, McGraw-Hill Book Company, New York

http://www.rbracing-rsr.com, camshaft Technolo-gy and Calculations

http://www.quarycat.com/faq, Question What is duration of camshaft?

Mathur M.L., dan Sharma R. P., 1980, A Course in Internal Combustion Engines, Dhanpat Rai & Sons, Nai Sarak, Delhi

Pulkrabek W. W., 2004, Engineering Funda-mentals of the Internal Combustion Engine, Second Edition, Pearson Education International, New Jersey

Wiranto, 2002, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Edisi ke lima, ITB, Bandung

Pengaruh Perubahan Sudut Timing Pengapian – Badrawada

ISSN : 0216 - 7565

221

Pengaruh Perubahan Sudut Pengapian Terhadap Prestasi Mesin Motor 4 Langkah

I Gusti Gde Badrawada Jurusan Teknik Mesin, IST Akprind, Jl. Kalisahak 28 Yogyakarta

[email protected]

Abstract

The aim of this research is to find the influence of ignition timing to engine performance of 4 stroke motorcycle. The engine performance is affected by several variables such as octane number, time taken in intake stroke, compression ratio and ignition timing. The optimum engine performance can be achieved by using a variable, timing ignition in this case, that is set into optimum.

To understand the influence of ignition timing to the engine performance, a research was conducted by experimental method. In this research timing ignition was varied by 10o, 15o and 20o. For each timing ignition the engine rotation was set from 3000 rpm to 6000 rpm. The data were then taken by using measurement apparatus.

The research showed that ignition timing in 10o had engine performance value (power and torque) higher relatively than others but has lowest fuel conversion efficiency. Keywords: ignition timing, engine performance, engine rotation.

1. Pendahuluan

Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat transportasi yang memerlukan engine sebagai penggerak mulanya, baik roda dua maupun roda empat. Motor bakar merupakan salah satu engine yang digunakan sebagai penggerak mula tersebut, yang merupakan suatu mesin konversi energi yang merubah energi kalor menjadi energi mekanik. Dengan adanya energi kalor sebagai suatu peng-hasil tenaga maka sudah semestinya memerlukan bahan bakar dan sistim pembakaran yang terjadi sebagai sumber kalor tersebut. Dalam hal ini bahan bakar yang sering digunakan pada kenda-raan bermotor maupun engine pada industri adalah bensin dan solar, meskipun banyak dijumpai bahan bakar non oil, seperti coal dan gas sebagai bahan bakar alternatif. Berkaitan dengan kenaikan jumlah kendaraan yang sebagaian besar berbahan bakar minyak tersebut memacu kenaikan permin-taan serta penggunaan bahan bakar semakin meningkat, hal ini bertolak belakang dengan ketersediaan cadangan minyak didalam perut bumi

yang semakin menipis. Oleh karena itu perlu adanya pemikiran dalam mendisain suatu engine dengan efisensi yang tinggi.

Cara untuk mendapatkan unjuk kerja mesin yang optimal dapat bermacam-macam, salah satunya adalah merubah sudut pengapian. Data yang digunakan untuk pedoman untuk mengeset mesin, yang berhubungan dengan sudut pengapian, agar mendapat unjuk kerja mesin yang optimum perlu ditambah. Dengan demikian peng-guna dapat mengatur mesin sesuai dengan tujuan pengunaannya.

Motor bakar torak merupakan salah satu jenis motor bakar yang menggunakan efek dari loncatan bunga api untuk sistem penyalaan dalam proses perolehan kalornya. Pengapian didalam sistem tersebut sangat berpengaruh terhadap daya yang dihasilkan, hal ini berkaitan dengan proses pemba-karan yang terjadi didalam ruang bakar (combustion chamber), hasil dari proses pemba-karan yang sempurna akan menghasilkan daya efektif yang lebih optimal.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

222

Agar penelitian terfokus pada hal-hal yang diteliti dan dibahas maka penulis membatasinya agar tidak keluar dari pokok pembahasan. Adapun untuk batasan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Motor yang digunakan untuk penelitian adalah

motor Kawasaki Blitz (4 langkah, 1 silinder) 2. Variasi perubahan sudut timing pengapian

sebesar 10°, 15°, 20° sebelum Titik Mati Atas (TMA)

3. Cara penggeseran timing pengapian dengan menggeser posisi pulser.

4. Tidak menjelaskan tentang terjadinya reaksi kimia

5. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin. Penelitian oleh Suryanto (2001) tentang

“Pengaruh Variasi Sudut Penyalaan Terhadap Daya Engine Toyota K-4 Dengan Bahan Bakar Gas”, dengan variasi sudut 5°, 10°, 15° sebelum TMA mendapatkan hasil dengan variasi putaran dan variasi perubahan sudut derajat pengapian menghasilkan daya yang meningkat sebesar 12,96% pada perubahan sudut 10°.

Penelitian tentang “Pengaruh Sudut Timing Pengapian Dengan Inklinasi Port Venture Mixer 5° Pada Engine Toyota K-4 Bahan Bakar Gas Terhadap Emisi Gas Buang” oleh Setyawan (2001), dengan perubahan sudut timing pengapian 5°, 10°, 15°, 20° sebelum TMA, menghasilkan; pada sudut pengapian 10° menunjukkan pembakaran yang lebih sempurna dibanding dengan sudut pengapian lainnya, yang ditunjukkan oleh kadar emisi gas CO, CO2, dan HC paling rendah dibanding yang lain setiap putaran.

Pada peneliti yang lain Gunawan, (2002), yang meneliti tentang perbedaan antara pemakaian bahan bakar premium dan super TT terhadap Specific Fuel Consumtion, Air Fuel Ratio dan kinerja pada engine Toyota K-4, dimana peneliti memvariasikan derajat sudut pengapian dan menyimpulkan bahwasannya torsi, daya dan tekanan efektif yang dihasilkan mengalami kenaikan pada setiap kenaikan putaran dan perubahan derajat sudut pengapian. Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui seberapa besar pengaruh peru-bahan sudut pengapian terhadap momen torsi, daya poros, laju konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi perubahan bahan bakar (fuel conversion efficiency).

2. Sebagai acuan dalam pengembangan teknologi otomotif khususnya modifikasi mesin.

3. Setelah didapat sudut pengapian yang optimal maka analisa tersebut dapat diaplikasikan pada motor bakar, khususnya sepeda motor 4 langkah.

2. Fundamental

Salah satu penggerak mula yang banyak digunakan adalah mesin kalor, yaitu mesin konversi energi yag memanfaatkan energi thermal menjadi energi mekanik sehingga menghasilkan usaha yang dapat dimanfaatkan untuk membantu kinerja manusia. Energi kalor pada sistim ini diperoleh dengan adanya proses pembakaran, proses fisi bahan bakar nuklir atau proses yang lain. Ditinjau dari cara memperoleh energi termal ini mesin kalor dibagi menjadi dua golongan yaitu mesin pembakaran luar atau external combustion engine (ECE) dan mesin pembakaran dalam atau internal combustion engine (ICE).

Motor bakar torak merupakan jenis alat kon-versi energi yang kadang menggunakan beberapa silinder atau single silinder yang didalamnya terdapat piston atau torak yang bergerak translasi didalam silinder, kemudian gerak translasi ditrans-misikan ke poros engkol (crank shaft) melalui batang torak (connecting rod) yang dirubah menjadi gerakan rotasi didalam crank shaft. Konversi energi yang terjadi pada motor bakar torak berdasarkan pada siklus termodinamika. Proses termodinamika yang terjadi sangat kom-pleks untuk dianalisis secara teori. Untuk memu-dahkan analisis tersebut dengan asumsi suatu keadaan yang ideal.

Siklus Otto (siklus udara volume konstan) dapat digambarkan dengan grafik P-v, pada siklus Otto atau siklus volume konstan, proses pemba-karan terjadi pada volume konstan. Sedangkan siklus Otto tersebut ada yang berlangsung dengan

Pengaruh Perubahan Sudut Timing Pengapian – Badrawada

ISSN : 0216 - 7565

223

4 langkah atau 2 langkah. Adapun langkah dalam siklus Otto yaitu gerakan piston dari Titik Mati Atas (TMA) ke posisi Titik Mati Bawah(TMB) dalam silinder. Siklus ini dianggap “tertutup” artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama; atau, gas yang berada di dalam silinder pada titik 1 dapat dikeluarkan dari dalam silinder pada waktu langkah buang, tetapi pada langkah hisap berikutnya akan masuk sejumlah fluida yang sama. Proses siklus Otto sebagai berikut:

(Cengel & Boles, 1994: 458)

Gambar 1. Diagram P – v siklus Otto

Proses 1 – 2 adalah proses kompresi, berlangsung secara isentropik. Proses 2 – 3 adalah proses pemasukan kalor dimana besarnya kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Qin = m.Cv.(T3 - T2). Proses 3 – 4 adalah proses ekspansi berlangsung secara isentropik. Proses 4 – 1 adalah proses pembuangan kalor yang berlangsung secara isovolume. Besar kalor yang dibuang adalah Qout = m.Cv.(T4 - T1).

Dalam kenyataan tidak ada satu siklus pun merupakan siklus volume konstan, siklus tekanan konstan. Diagram P-v siklus sebenarnya diperoleh sebagai hasil dari pengukuran tekanan gas didalam silinder dengan menggunakan alat ukur yang khu-sus dibuat untuk keperluan itu, diagram tersebut biasa disebut dengan diagram indikator

Sistem pengapian dalam motor bakar bensin merupakan piranti yang sangat penting, karena pengapian merupakan suatu awal dari terciptanya usaha didalam silinder. Saat pengapian harus dipilih sedemikian rupa sehingga motor membe-rikan daya terbesar dan pembakaran berlangsung tanpa pukulan. Penghentian pembakaran gas sebaiknya terjadi pada akhir langkah kompresi atau sedikit sesudahnya. Ini disebabkan oleh pengembangan gas terbesar akibat suhu tinggi harus terjadi pada volume terkecil, sehingga piston mendapatkan tekanan besar.

Pembakaran terjadi di ruang bakar oleh busi yang memercikkan bunga api selanjutnya api membakar campuran bahan bakar dan merambat keseluruh ruang bakar dengan kecepatan tetap. Besarnya kecepatan ini biasanya antara 15 sampai 20 meter tiap detik dan disebut nyala api rata-rata (rate of flame propagation). Tetapi pada kenya-taannya ada waktu yang diperlukan antara saat percikan api dari busi dengan saat awal penyebar-an api, hal ini disebut keterlambatan pembakaran (ignition delay)

Sistem pengapian pada motor bensin terdapat dua jenis, yaitu sistem pengapian baterai dan sistem pengapian magnetto. Kedua sistem ini mempunyai prinsip dan tujuan yang sama yaitu sama–sama memakai arus listrik yang tinggi untuk menciptakan loncatan bunga api di antara kedua ujung elektroda busi. Gambar 2 menunjukkan skematik sistim penyalaan konvensional, sistim ini terdiri dari sebuah baterai sebagai sumber energi listrik, kontak penyalaan kumparan, tahanan, distributor, busi dan kabel-kabel penghubung. Kumparan penyalaan atau lazim disebut koil ber-fungsi menaikkan tegangan dari baterai menjadi tegangan tinggi didalam kumparan–kumparannya. Tahanan terkadang dibutuhkan untuk mengatur arus primer pada koil agar jangan naik terlalu tinggi. Distributor yang didalamnya terdapat beberapa komponen seperti pemutus arus, kam, kodensor, rotor, dan alat pengatur penyalaan berfungsi membagi tegangan pada masing-masing busi, yaitu apabila terdapat lebih dari satu silinder.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

224

Gambar 2. Sistem penyalaan baterai (Arismunandar, 2002: .63)

Gambar 3. Skema sistem maggneto tegangan rendah, dua kutub

(Arismunandar, 2002: .63)

Sistim magneto (gambar 3) memanfaatkan medan magnet dan kumparan sebagai penghasil energi listrik. Medan magnet didalam teras kumparan primer dan sekunder dibangkitkan oleh putaran magnet permanen. Pada waktu magnet permanen berputar menjauhi kutub terasnya, pada saat mencapai kedudukan tertentu arus primer mencapai harga maksimum, akan tetapi pemutus arus segera terbuka sehingga arus primer itupun terputus. Didalam kumparan sekunder akan terinduksi tegangan tinggi sehingga terjadi loncatan listrik diantara kedua elektroda busi.

(a) (b) (c) a. Pengapian tepat b. Pengapian cepat c. Pengapian lambat

Gambar 4. Berbagai saat pengapian

(Arens & Brenschot, 1980 : 101)

Pada umumnya performa atau prestasi suatu mesin bisa diketahui dengan membaca dan meng-analisa parameter yang ditulis dalam sebuah laporan, entah itu dalam bentuk brosur, laporan test drive dari media tabloid atau majalah otomotif atau acara otomotif di televisi, dsb. Biasanya kita akan mengetahui daya, torsi dan konsumsi bahan bakar spesifik dari mesin tersebut. Parameter itulah yang menjadi pedoman praktis prestasi sebuah mesin.

Dinamometer biasanya digunakan untuk mengukur torsi sebuah mesin. Adapun mesin yang akan diukur torsinya tersebut diletakan pada sebuah testbed dan poros keluaran mesin dihubungkan dengan rotor dinamometer. Prinsip kerja dari sebuah dinamometer dapat dilihat pada Gambar 5. Rotor dihubungkan secara elektro-magnetik, hidrolis, atau dengan gesekan mekanis terhadap stator yang ditumpu oleh bantalan yang mempunyai gesekan kecil. Torsi yang dihasilkan oleh stator ketika rotor tersebut berputar diukur dengan cara menyeimbangkan stator dengan alat pemberat, pegas atau pneumatik.

Pengaruh Perubahan Sudut Timing Pengapian – Badrawada

ISSN : 0216 - 7565

225

Gambar 5. Skema dari prinsip operasi dari sebuah

dinamometer. (Heywood, 1988: 46)

Torsi yang dihasilkan mesin (Heywood, 1988: 46) adalah:

T = F x b (1)

Adapun daya yang dihasilkan mesin atau diserap oleh dinamometer adalah hasil perkalian dari torsi dan kecepatan sudut:

P = 2 πN x T x 10-3 (2)

Dalam satuan SI, yaitu: T = Torsi (Nm) P = Daya (kW) F = Gaya penyeimbang (N) b = Jarak lengan torsi (m) N = Putaran kerja (rev/s)

Catatan: torsi adalah ukuran dari kemampuan sebuah mesin melakukan kerja sedangkan daya adalah angka dari kerja yang telah dilakukan. Besarnya daya mesin yang diukur seperti dengan yang didiskripsikan di atas dinamakan dengan brake power. Daya disini adalah daya yang dihasilkan oleh mesin untuk mengatasi beban, dalam kasus ini adalah sebuah brake.

Unjuk kerja mesin relatif yang terukur, dapat diperoleh dari pembagian kerja per siklus dengan perpindahan volume silinder per siklus. Parameter ini merupakan gaya per satuan luas dan dinamakan dengan mean effective pressure (mep) (Heywood, 1988: 50).

Kerja per siklus = N

PnR (3)

Dimana: n R = Jumlah putaran engkol untuk setiap langkah kerja

(2 untuk siklus 4 langkah; 1 untuk siklus 2 langkah)

mep = Nx V

x10n P

d

3R (4)

dalam satuan SI: mep = Tekanan effektif rata-rata (kPa) Vd = Volume langkah (dm3)

Tekanan efektif rata-rata juga dapat dinyatakan dengan torsi

mep = d

RV

Tn 6,28 (5)

Brake mean effective pressure (bmep) didefinisi-kan sebagai tekanan konstan teoritis yang dapat dibayangkan terjadi pada setiap langkah kerja dari mesin untuk menghasilkan output daya yang sama dengan brake horse power / BHP (kadang disebut dengan effective horsepower). BHP itu sendiri didefinisikan sebagai jumlah daya yang terdapat pada poros, sedangkan indicated horsepower/IHP didefinisikan sebagai daya yang dikonsumsi oleh motor.

Dalam pengujian mesin konsumsi bahan bakar diukur sebagai aliran massa bahan bakar per unit waktu (mf). Konsumsi bahan bakar spesifik/ specific fuel consumption (sfc) adalah laju aliran bahan bakar per satuan daya. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana efisiensi mesin dalam menggunakan bahan bakar untuk menghasilkan daya (Heywood, 1988: 51) adalah:

sfc = P

mf

.

(6)

Dengan sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (mg/J)

.m f = Massa bahan bakar (g/detik) P = daya (kW) Laju konsumsi bahan bakar dapat diperoleh

dengan persamaan sebagai berikut

bbf

.ρx

t1m = (7)

dengan:

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

226

t = Waktu konsumsi bahan bakar setiap 1 ml (dt)

bbρ = Massa jenis bahan bakar (gr/cm3)

premρ = 0,73 gr/cm3 untuk premium

Efisiensi adalah perbandingan antara daya yang dihasilkan per siklus terhadap jumlah energi yang disuplai per siklus yang dapat dilepaskan selama pembakaran. Suplai energi yang dapat dilepas selama pembakaran adalah massa bahan bakar yang disuplai per siklus dikalikan dengan harga panas dari bahan bakar (QHV). Harga panas bahan bakar ditentukan dalam sebuah prosedur tes standar dimana diketahui massa bahan bakar yang terbakar sempurna dengan udara dan energi dilepas oleh prosses pembakaran yang kemudian diserap dengan kalorimeter. Pengukuran efisiensi ini dinamakan dengan fuel conversion efficiency (η f) (Heywood, 1988: 52) dan didefinisikan sebagai:

η f = N)Q / .n(m

N)/ n (P

.QmW

HVRf

R

HVf

c =

HVf .Qm

P = (8)

dimana mf adalah massa bahan bakar yang dima-sukkan per siklus. Substitusi untuk P/mf berdasar-kan persamaan (6) didapatkan:

η f = HVsfc.Q

1 (9)

dalam efisiensi ini besarnya QHV merupakan harga panas rendah (QLHV) dari bahan bakar yang digu-nakan dalam MJ/kg (Heywood, 1988: 52).

4. Metodologi

Mesin uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah mesin sepeda motor 4 langkah (2) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut: Merek Kawasaki Blitz-R 2004, jumlah silinder 1 buah, diameter silinder dan langkah 53,0 x 50,6 mm, volume langkah 112 ml (cc), perbandingan kompresi 9,5 : 1, sistem pengapian CDI (Capasitive Discharge Ignition)

Sedangkan alat bantu yang digunakan adalah dinamometer tipe SD 325 (6), output screen data dinamometer (3), console Dyno 325 (1), stop-wacth (4), buret ukur (5), dan busur derajat.

1 4 5 2 3 6

Gambar 6. Skema Penggunaan Alat Uji

Pengaruh Perubahan Sudut Timing Pengapian – Badrawada

ISSN : 0216 - 7565

227

Ada dua tahapan yang dilakukan pada pengujian ini yaitu langkah persiapan dan langkah peng-ujian: Persiapan dan pemeriksaan bagian mesin 1. Melakukan pengecekan kondisi mesin uji yang

meliputi kondisi minyak pelumas mesin, busi, kabel CDI, kabel koil, dan kabel-kabel sistem kelistrikan yang lainnya.

2. Melakukan servis atau tune up pada mesin uji yang meliputi penyetelan karburator, sudut pengapian dan bukaan katup ruang bakar.

Persiapan dan pemeriksaan pada bagian alat uji 1. Memeriksa pemasangan mesin uji dan perang-

kat alat uji. 2. Menyiapkan dan memeriksa alat ukur dan alat-

alat tambahan lainnya. 3. Memeriksa selang dan sambungan-sambungan

untuk memastikan tidak terdapat kebocoran ataupun hal lain yang dapat menghambat pro-ses pengujian.

4. Memastikan semua instrument bisa bekerja dengan baik untuk mendapatkan hasil yang optimal dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

Langkah-langkah pengujian kinerja mesin sebagai berikut: 1. Menaikkan dan memasang motor yang meng-

gunakan busi standar pada alat uji Dynometer. 2. Pengisian bahan bakar premium, bahan bakar

diisikan langsung pada buret ukur tanpa melalui tangki bahan bakar.

3. Pemanasan mesin dengan menghidupkan mesin tanpa beban yang dimaksudkan agar suhu mesin dalam keadaan ideal, untuk mencapai kondisi operasi mesin. Dilakukan sekitar 2-3 menit.

4. Setelah proses pemanasan selesai, gigi pers-neleng dimasukkan pada posisi gigi 3. Dikare-nakan pada posisi gigi 3 power band lebih luas/besar dan tenaga puncak lebih cepat terasa.

5. Mengatur putaran mesin dengan membuka katup gas hingga mencapai putaran mesin 3000 rpm. Setelah putaran mesin yang diinginkan sudah tercapai, mulai pengambilan data yaitu

torsi, konsumsi bahan bakar dan putaran output pada dinamometer diawali dengan melakukan pergeseran sudut timing 10°.

6. Menaikan putaran mesin setiap kenaikan 500 rpm dengan memutar bukaan gas sampai putaran 6000 rpm

7. Mencatat data operasi meliputi putaran mesin, torsi yang dihasilkan serta waktu untuk meng-habiskan 1 ml bahan bakar. Pada setiap putaran mesin dilakukan satu kali pengambilan data

8. Setelah mencapai 6000 rpm dan pencatatan data selesai dilakukan, maka putaran mesin sedikit demi sedikit dikurangi dan mematikan mesin setelah mencapai putaran stasioner

9. Pengambilan data kembali dilakukan dengan melakukan pergeseran sudut pengapian 15° dan 20° pada mesin.

4. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1 Hasil pengujian torsi

Putaran 100 150 200

3000 3.2 3.1 3.1 3500 4.6 4.5 4.2 4000 5.4 5.2 4.9 4500 6.6 6.1 6.3 5000 7.4 7.7 8.1 5500 9.7 9.3 9.1 6000 11.8 11.8 11.4

Dari tabel 1 diatas, kemudian dapat ditampilkan dalam bentuk grafik seperti gambar 7 di bawah.

Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi putarannya maka torsi akan semakin naik, baik untuk sudut pengapian 10o, 15o, 20o. Tetapi torsi untuk sudut pengapian 10o relatif lebih tinggi dari sudut pengapian yang lain.

Dengan menggunakan persamaan (2) maka diperoleh hasil daya poros sebagai berikut:

P = 2 πN x T x 10-3

= 1000x 60

3.2 x 3000 x 3.14 x 2

= 1.005 kW

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

228

Tabel 2. Hasil perhitungan daya poros

Putaran 100 150 200

3000 1.005 0.973 0.977 3500 1.685 1.649 1.535 4000 2.262 2.178 2.058 4500 3.110 2.874 2.977 5000 3.874 4.031 4.252 5500 5.587 5.536 5.255 6000 7.414 7.414 7.182

Identik dengan hubungan putaran dengan torsi, maka pada grafik putaran dengan daya juga mengalami hal yang sama. Semakin tinggi putaran maka daya yang dihasilkan juga akan mengalami kenaikan. Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa sudut pengapian 10o mempunyai daya yang relatif lebih tinggi dari sudut pengapian yang lain.

Dengan menggunakan persamaan (4) maka diperoleh hasil tekanan efektif rata-rata sebagai berikut:

bmep =

N x V10 x n P

d

3Rb

= ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

603000 x 0.1

x102 x 1.005 3

= 402 kPa

Tabel 3. Hasil perhitungan tekanan efektif rata-rata (bmep)

Putaran 100 150 200

3000 402 389.20 390.6 3500 577.747 565.403 529.21 4000 678.566 653.367 617.399 4500 829.333 766.4 793.813 5000 929.797 967.478 1020.96 5500 1218.94 1168.54 1146.59 6000 1482.80 1482.8 1436.4

Identik dengan hubungan putaran dengan torsi, maka pada grafik putaran dengan tekanan efektif rata-rata juga mengalami hal yang sama. Semakin tinggi putaran maka tekanan efektif rata-rata yang dihasilkan juga akan mengalami kenaikan. Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa sudut pengapian 10o mempunyai tekanan efektif rata-rata yang relatif lebih tinggi dari sudut pengapian yang lain.

Dengan menggunakan persamaan (7) maka diperoleh hasil laju konsumsi bahan bakar sebagai berikut:

bbf

.ρ x

t1m =

0,73 x 9.85

1 =

= 0.074 g/detik

PUTARAN VS TORSI

0

2

4

6

8

10

12

14

2000 3000 4000 5000 6000

Putaran (RPM)

Tors

i (N

m)

10 derajat15 derajat20 derajat

Gambar 7. Grafik putaran-torsi.

Pengaruh Perubahan Sudut Timing Pengapian – Badrawada

ISSN : 0216 - 7565

229

PUTARAN VS DAYA

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2000 3000 4000 5000 6000

Putaran (RPM)

Day

a (k

W)

10 derajat15 derajat20 derajat

Gambar 8. Grafik putaran-daya

PUTARAN VS TEKANAN EFEKTIF RATA-RATA

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

2000 3000 4000 5000 6000

Putaran (RPM)

Teka

nan

Efek

tif R

ata-

rata

10 derajat15 derajat20 derajat

Gambar 9. Grafik putaran-tekanan efektif rata-rata

PUTARAN VS LAJU KONSUMSI BAHAN BAKAR

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

2000 3000 4000 5000 6000

Putaran (RPM)

laju

kon

sum

si B

B (g

r/s)

10 derajat15 derajat20 derajat

Gambar 10. Grafik putaran-laju konsumsi bahan bakar

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

230

Tabel 4. Hasil perhitungan laju konsumsi bahan

bakar ( f.

m )

Putaran 100 150 200

3000 0.074 0.077 0.068 3500 0.082 0.078 0.082 4000 0.119 0.087 0.089 4500 0.162 0.133 0.145 5000 0.212 0.204 0.161 5500 0.296 0.304 0.275 6000 0.328 0.308 0.346

Jumlah laju bahan bakar yang diterima oleh masing-masing sudut pengapian mengalami kenaikan seiring dengan naiknya putaran mesin. Pada gambar 10 dapat dilihat bahwa jumlah laju bahan bakar yang diterima oleh sudut pengapian 10o mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi dari sudut pengapian yang lain.

Dengan menggunakan persamaan (6) maka diperoleh hasil konsumsi bahan bakar spesifik sebagai berikut:

sfc = b

f.

Pm

= 1.0050.074

= 0.073 mg/J

Tabel 5. Hasil perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (sfc)

Putaran 100 150 200

3000 0.073 0.079 0.064 3500 0.048 0.047 0.044 4000 0.053 0.040 0.047 4500 0.052 0.046 0.048 5000 0.054 0.051 0.042 5500 0.053 0.065 0.042 6000 0.044 0.042 0.041

Untuk hubungan putaran dengan konsumsi bahan bakar spesifik tidak mengalami kecenderungan seperti hubungan yang lain di atas. Dari gambar 11 dapat dilihat bahwa hubungan putaran dengan konsumsi bahan bakar spesifik terjadi fluktuasi. Tetapi tetap sudut pengapian 10o mempunyai nilai konsumsi bahan bakar spesifik yang relatif lebih tinggi dari sudut pengapian yang lainnya. Dengan menggunakan persamaan (9) maka diper-oleh hasil perhitungan efisiensi sebagai berikut: dengan nilai QHV = 45 MJ/kg (Arends & Baren-schot, 1980: 13).

HVf Qxsfc

1η =

45x 0.0731ηf = = 30.4 %

PUTARAN VS KONSUMSI BAHAN BAKAR SPESIFIK

00,010,020,030,040,050,060,070,080,09

2000 3000 4000 5000 6000

Putaran (RPM)

Kons

umsi

BB

spes

ifik

(mg/

J)

10 derajat15 derajat20 derajat

Gambar 11. Grafik putaran-konsumsi bahan bakar spesifik.

Pengaruh Perubahan Sudut Timing Pengapian – Badrawada

ISSN : 0216 - 7565

231

Tabel 6. Hasil perhitungan efisiensi

Putaran 100 150 200

3000 30.44 28.09 32.21 3500 46.30 46.98 41.93 4000 46.90 55.69 51.68 4500 42.74 48.1 45.35 5000 41.15 43.92 49.3 5500 42.01 34.14 42.74 6000 50.28 53.55 46.30

Dari gambar 12 dapat dilihat bahwa untuk nilai efisiensi berfluktuasi dan sudut pengapian 10o mempunyai nilai efisiensi yang paling rendah dari nilai efisiensi untuk sudut pengapian yang lain.

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat kita simpulkan bahwa: 1. Untuk masing-masing parameter unjuk kerja

mesin yang dihitung dengan persamaan yang telah ditentukan akan mengalami kenaikan seiring dengan naiknya putaran mesin.

2. Dari ketiga jenis sudut pengapian, maka sudut pengapian 10o akan menghasilkan torsi dan daya mesin yang paling besar dikarenakan laju konsumsi bahan bakar yang diterima juga paling besar. Tetapi peningkatan daya yang ditimbulkan oleh peningkatan laju konsumsi bahan bakar tidaklah signifikan sehingga sudut

pengapian 10o mempunyai nilai efisiensi paling rendah dibanding sudut pengapian yang lain.

Daftar pustaka

Arends, BPM. & Barenschot, H. 1980. Motor Bensin. Cetakan Keempat. Erlangga, Indone-sia. Vam.Voorschoten, Belanda.

Arismunandar, Wiranto. 2002, Motor Bakar Torak. ITB Bandung.

Buku Servis & Pedoman Pemilik PT. KAWASAKI MOTOR INDONESIA.

Cengel, Yunus A. & Boles, Michael A. 1994. Termodinamics – An Engineering Approach. McGraw, Hill Book Company. Singapore.

Gunawan, Saktia. 2002, Perbedaan antara Pemakaian Bahan Bakar Premium Dan Super TT Terhadap Specifik Fuel Consumtion, Air Fuel Ratio Dan Kinerja Pada Engine Toyota K-4. ISTA. Yogyakarta.

Heywood, Jhon B. 1988. Internal Combustion Engine Fundamental. McGraw, Hill Book Company. Singapore.

Setyawan, A. 2001. Pengaruh Sudut Timing Pengapian Dengan Inklinasi Port Venture Mixer 50 Pada Engine Toyota K-4 Bahan Bakar Gas Terhadap Emisi Gas Buang. ISTA. Yogyakarta.

Suryanto, D. Pengaruh Variasi Sudut Penyalaan Terhadap Daya Engine Toyota K-4 Dengan Bahan Bakar Gas. ISTA. Yogyakarta.

PUTARAN VS EFISIENSI

0

10

20

30

40

50

60

2000 3000 4000 5000 6000

Putaran (RPM)

Efis

iens

i (%

)

10 derajat15 derajat20 derajat

Gambar 12. Grafik putaran-efisiensi.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

232

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data

Pada Sistem Pengukuran Radiasi Jarak-Jauh

Sunarno Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik, UGM

Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281

Abstract

At radiation telemetry which was being developed at Engineering Physics, Engineering Faculty UGM, having problem constraint at its communications system quality. Among problem which require to be solved is antenna system. The optimal ability of antenna has a potency to improve the effective quality of telemetry communications and minimize the error in system of data communications.

From various parameter measurement of antenna that used at this research, is concluded that the antenna harmonious cavity at frequency 141.6 MHZ (A condition) is better than when harmonious cavity at frequency 145.0 MHZ (B condition). Antenna at A condition can reached ρ minimum value equal to 0.01 so that RL is measured at 53.98 and the field strength meter show 1.95 volt. It’s compared to antenna at B condition; ρ value can only reached at 0.19 so that RL is measured at 20.44 and measurement with the field strength meter shown only equal to 1.2 volt.

At this research, the same antenna has been cavity at various frequencies, but maximal value has shown which harmonious cavity at frequency 141.6 MHZ. Its conclusion is every antenna; only own one frequency optimal at one particular band (non at its harmonious band). This information is important and serves the purpose of reference to all practitioners at telemetry and telecontroll system and also to all practitioners at radio communications. Keywords: Antenna, resonance, antenna gain, SWR, telecontrolling

1. Pendahuluan

Pengukuran radiasi jarak jauh yang sedang dikembangkan di Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM, mempunyai kendala pada kualitas sistem komunikasinya. Masalah tersebut disebab-kan adanya noise/derau signifikan yang ditimbul-kan oleh aktifitas perangkat elektronik dan adanya radiasi pengion di fasilitas, maupun derau dari alam di mana sistem pengukuran tersebut dilakukan.

Pengiriman data sistem pengukuran radiasi jarak jauh menggunakan moda FSK (Frequency Shift Keying) dengan frekuensi pembawa pada band VHF (Very High Frequency). Data yang dikirimkan berupa data binary (digital), sehingga kesalahan pada salah satu bit data dapat merusak

data secara keseluruhan. Dari percobaan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa aktifitas radiasi dan elektronik dapat memberi gangguan berupa noise pada sistem penerima. Untuk itu diperlukan sistem pengiriman data dengan kualitas tinggi, sehingga signal yang membawa informasi digital tidak terganggu.

Antena sebagai bagian dari sistem komuni-kasi radio mempunyai tugas sangat penting, yakni untuk mengubah fenomena elektrik menjadi fenomena fotonik (gelombang elektromagnetik) pada saat memancar; dan sebaliknya, bertugas untuk mengubah dari fenomena fotonik menjadi fenomena elektrik pada saat menerima. Unjuk kerja antena yang optimal berpotensi mening-katkan kualitas komunikasi jarak jauh yang efektif

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data – Sunarno

ISSN : 0216 - 7565

233

dan minimnya kesalahan dalam sistem komunikasi data. Signal yang kuat dihasilkan dari antena yang resonan pada frekuensi kerjanya.

Saat ini kebanyakan para praktisi lapangan masih mengandalkan ukuran Standing Wave Ratio (SWR) sebagai tolok ukur kinerja antena, yakni dianggap resonan pada skala SWR serendah mungkin. Besaran SWR dapat diperoleh dengan menggunakan SWR meter. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi SWR 1,0 ternyata antena belum tentu resonan, sehingga efektifitas pancaran maupun penerimaan belum maksimal.

Pada penelitian ini pengukuran parameter impedansi, reaktansi, dan faktor -ρ pada antena yang resonan diukur dan di analisis. Teknik peng-ukuran dan penalaan antena mengacu pada ukuran impedansi, reaktansi serta faktor -ρ merupakan hal baru yang berkembang saat ini. Hal ini dapat dilakukan sebagai hasil dari teknologi komputasi dan perkembangan sistem pengukuran yang berbasis pada pengolah mikro yang diterapkan

pada Antenna Analyzer. Blok diagram sistem keseluruhan pada sistem telemetri dan sistem telekontrol tampak pada Gambar 1.

2. Fundamental

a. Resonansi pada Antena

Resonansi pada sistem antena diartikan sebagai kondisi di mana antena pada kondisi optimal sebagai alat untuk mengubah energi elektronik menjadi energi fotonik (pada moda PANCAR) atau sebaliknya yakni mengubah energi fotonik menjadi energi elektronik (pada moda TERIMA) secara optimal. Dengan demi-kian pada kondisi resonansi, hampir semua energi yang dipancarkan dari perangkat pemancar, setelah melalui kabel (feeder) dapat diubah “seluruhnya” menjadi energi foton yang dikenal sebagai gelombang elektromagnetik / gelombang radio. Sebaliknya, pada kondisi yang tidak resonan, tidak seluruh energi berubah menjadi gelombang elektromagnetik. Tergantung pada derajat resonansinya, sebagian energi akan

Gambar 1. Blok diagram sistem pemantau dan pengendalian jarak jauh[3]

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

234

dipantulkan balik dalam bentuk energi eletronik dan sebagian menjadi panas. Energi non fotonik tersebut selain merugikan kualitas komunikasi, juga mengakibatkan kerusakan pada unit peman-car maupun kerusakan pada elemen-elemen yang dilaluinya. Pada kasus antena sebagai sistem penerima, energi foton yang diterimanya tidak semuanya dapat diubah menjadi energi elektronik, sehingga berakibat pada lemahnya sinyal yang diterima oleh unit penerima. Sinyal yang lemah dan berada pada level di bawah level derau (noise), sinyal tersebut tidak berhasil membawa informasi yang dibawanya. Hal ini memberi kegagalan pada penyampaian informasi atau data dari sistem pemancar ke sistem penerima.

Saat ini, di tengah masyarakat telah banyak dijual berbagai jenis antena komunikasi, baik yang buatan luar negeri maupun buatan industri lokal, bahkan banyak para amatir radio yang membuat dan mengembangkan berbagai jenis antena. Namun, tidak semua antena yang dibuat berada pada kondisi resonansi. Hal itu terjadi akibat dari rancangan desain yang tidak tepat, atau karena pemaksaan antena tersebut dioperasikan bukan pada frekuensi kerjanya. Bahkan di kalangan pengguna antena komunikasi muncul istilah “lari” untuk antena dengan derajat resonansi tinggi dan sebaliknya istilah “ngendon” untuk antena yang mempunyai derajat resonansinya sangat rendah walaupun dengan ukuran SWR 1,0. Harus diakui, banyak kelemahan pada sistem rancang antena maupun pada sistem instalasinya yang terjadi di kalangan praktisi di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya tingkat pengetahuan tentang antena maupun alat ukur yang dimiliki para praktisi tersebut. Alat ukur yang relatif murah untuk mengetahui kinerja antena yang ada di masyarakat adalah SWR meter. Sehingga banyak para praktisi yang mengandalkan hasil pengukuran SWR meter dan sekaligus terlalu mempercayai hasil pengukuran tersebut untuk menilai unjuk kerja antena.

b. Standing Wave Ratio[1]

SWR atau Standing Wave Ratio terkadang juga disebut VSWR (Voltage Standing Wave Ratio). VSWR sebenarnya dapat menunjukkan

kinerja antena secara baik, tetapi SWR meter tidak mampu menunjukkan impedansi input suatu antena, sehingga dapat saja terjadi mismatch walau ukuran SWR meter menunjukkan 1:1. Bila impedansi saluran transmisi tidak sesuai dengan transceiver maka akan timbul daya refleksi (reflected power) pada saluran yang berinter-ferensi dengan daya maju (forward power). Interferensi ini menghasilkan gelombang berdiri (standing wave) yang besarnya tergantung pada besarnya daya refleksi.

VSWR didefinisikan sebagai perbandingan tegangan maksimum dan tegangan minimum gelombang berdiri pada saluran transmisi.

Minimum VoltageMaksimal VoltageVSWR = (1)

SWR juga dapat dinyatakan sebagai:

VrVfVrVf

−+

=SWR (2)

Vf : tegangan maju ke antena (forward) Vr : tegangan pantul dari antena (reflected)

Untuk pengukuran besar dari SWR ini, secara luas dipakai SWR meter. Terkadang SWR meter tidak menunjukkan harga standing wave ratio yang sebenarnya, terutama bila SWR jauh dari 1:1. Ini akibat rugi-rugi pada saluran transmisi. Gambar 2 menunjukkan gambar skematik peng-ukuran untuk penelitian ini.

Gambar 2. Skematik pengukuran SWR menggunakan SWR meter.

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data – Sunarno

ISSN : 0216 - 7565

235

SWR meter diletakkan dekat pemancar. Misalkan tegangan maksimum yang keluar dari TX adalah 10 volt. Karena rugi-rugi saluran, tegangan yang sampai di antena adalah 9 volt. Tegangan pantul dari antena 3 volt. Tegangan ini disalurkan ke TX yang juga mengalami redaman. Sampai di TX tinggal 2,7 volt. SWR yang terbaca:

VrVfVrVf

−+

=SWR

73,17,2107,210SWR =

−+

= (3)

Namun bila SWR diletakkan di dekat antena, SWR yang terbaca adalah:

0,23939SWR =

−+

= (4)

Gambar 3 menunjukkan bentuk fisik SWR meter yang digunakan dalam penelitian ini.

Pada dasarnya pengukuran SWR mengguna-kan SWR meter mempunyai prinsip untuk peng-ukuran daya yang hilang (power lost) pada suatu jalur komunikasi yang diterminasikan pada saat resistansinya (R) sama dengan karakteristik impe-dansi dari jalur tersebut, dan meningkat pada peningkatan SWR pada jalur komunikasi terse-but[4].

c. Impedansi Z[2]

Impedansi Z atau impedansi masukan meru-pakan perbandingan (rasio) antara tegangan dengan arus. Impedansi masukan ini bervariasi untuk nilai posisi tertentu. Sebuah Impedance 50 ohm dapat dikomposisikan dari resistansi dan

reaktansinya. Apabila impedansinya adalah 50 ohm, akan tetapi SWR tidak 1,0 (atau 1:1), reak-tansi yang timbul dapat merubah nilai impedansi sesungguhnya. Jadi, dapat disimpukan bahwa, tidak mungkin mendapatkan nilai SWR 1:1 yang sesungguhnya ketika antena dan saluran trans-misinya sedang reaktif[5].

Pada penelitian ini juga digunakan Dummy load[6] . Dummy load digunakan untuk kalibrasi sistem pengukur SWR maupun untuk Antenna Analizer. Pada dasarnya Dummy load adalah resistor murni dengan resistansi sebesar 50 ohm. Pada sistem kalibrasi dummy load bekerja sebagai pengganti antena, mengingat antena yang resonan menunjukkan impedansi sebesar 50 ohm. Impe-dansi 50 ohm adalah standar impedansi output radio komunikasi. Jadi selain output pemancar berimpedansi 50 ohm, kabel transmisi dan antena juga harus mempunyai impedansi sebesar 50 ohm juga, agar transfer energi yang disalurkan dapat maksimum. Gambar 4. menunjukkan gambar fisik dummy load yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 4. Dummy Load

d. Reaktansi (Xs)

Rasio dimana reaktansi dari antena mening-kat sebagai suatu panjang adalah bervariasi ber-gantung pada panjang/diameter konduktor yang dipakai dalam sistem antena. Jadi, panjang antena sangat berpengaruh pada reaktansi dari sistem. Antena akan bekerja maksimal apabila hampir semua energi yang disalurkan berubah menjadi energi elektromagnetik (bersifat foton), atau sering disebut antena yang resonan yaitu apabila reaktansinya sama dengan nol ( Xs = 0).

e. Faktor - ρ (ro factor)[4]

Faktor ρ atau reflection coefficient dapat diartikan sebagai rasio dari beda potensial yang

Gambar 3. SWR meter

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

236

dipantulkan (reflected voltage) dengan beda po-tensial awal (incident voltage); Dirumuskan sebagai berikut:

ρ : Er/Ef (4) dengan :

ρ = koefisien pantulan Er= Beda Potensial Pantulan (V) Ef= Beda Potensial Insiden awal (V)

Pada antena yang resonan, besarnya ρ mendekati nol. Semakin kecil harga ρ semakin tinggi unjuk kerja antena. Besaran r dan Xs secara bersama-sama pada Antenna Analyzer dapat mem-berikan ukuran RL (Return Loss) suatu antena pada frekuensi tertentu. Nilai RL apabila diban-dingkan dengan antena standar yang terkalibrasi dapat memberikan perkiraan besarnya Gain antena tersebut pada frekuensi tertentu.

3. Metodologi Penelitian

Prosedur penelitian adalah sebagai berikut: a) membuat antena b) meresonansikan kabel c) mengukur antenna d) tuning antena pada frekuensi kerja e) Alat yang digunakan adalah : f) SWR meter g) MFJ SWR Analyzer h) Anritsu Antenna Analyzer i) Field Strength Meter

4. Hasil Percobaan Dan Analisis

Pada penelitian ini, digunakan sebuah antena jenis 5/8 λ dengan panjang batang yang bersifat teleskopis dan ditala (matching) pada frekuensi 141,6 MHz, selanjutnya disebut antena dengan kondisi A, dan ditala pada frekuensi 145,0 MHz yang selanjutnya disebut dengan antena dengan kondisi B.

1) Pengambilan data SWR, Z, Xs, faktor –ρ, untuk antena pada kondisi A

Tabel 1 merupakan tabel hasil pengukuran antena pada kondisi A, yakni antena yang di-match-kan pada frekuensi 141,6 MHz.

Tabel 1 dan Gambar 5 menunjukkan SWR yang terendah yakni 1,0 atau (1:1) menurut dua analyzer yang berbeda. Antena mulai memburuk unjuk kerjanya (lebih dari 1,5) mulai dari frekuensi 144,0 MHz dan kurang dari frekuensi 138,0 MHz (rentang 6 MHz).

Besaran RL dan faktor � untuk antena dengan kondisi A, juga dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Sedangkan hasil pengukuran dengan menggunakan Field Strength Meter dapat dilihat pada Gambar 8.

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data – Sunarno

ISSN : 0216 - 7565

237

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran untuk Antena kondisi A

ANRITSU MFJ FREQUENCY

RL SWR RL SWR ρ (ro)

- FIELD STRENGTH

METER 131.00 8,47 2,2 RL 2,9 0,49 132.00 9,4 2,03 6,01 2,7 0,46 - 133.00 10,43 1,86 6,5 2,4 0,42 - 134.00 11,37 1,74 7,4 2,3 0,41 - 135.00 12,29 1,64 7,7 2,3 0,4 - 136.00 12,99 1,58 7,8 2,2 0,38 1,21 V 137.00 13,6 1,53 8,3 2 0,33 1,66 V 138.00 14,38 1,48 9,5 1,7 0,27 2,03 V 139.00 15,65 1,4 11 1,4 0,19 2,08 V 140.00 18,86 1,25 14 1,2 0,09 2,01 V 141.60 53,98 1 20 1 0,01 1,95 V 142.00 30,46 1,07 34 1,2 0,1 1,87 V 143.00 19,83 1,23 19 1,4 0,18 1,76 V 144.00 15,49 1,41 14 1,5 0,21 1,77 V 145.00 13,27 1,56 13 1,7 0,25 1,78 V 146.00 12,04 1,67 11 1,7 0,27 1,62 V 147.00 11,53 1,72 11 1,8 0,29 1,59 V 148.00 11,24 1,76 10 1,9 0,32 1,42 V 149.00 10,78 1,81 9,6 2,2 0,39 1,50 V 150.00 10,31 1,88 8,1 2,7 0,46 1,64 V

Gambar 5. Grafik hasil pengukuran antena pada berbagai frekuensi pada band VHF.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

238

Gambar 6. Pengukuran RL antena dengan kondisi A dengan analyzer buatan Anritsu dan buatan MFJ pada berbagai frekuensi uji.

Gambar 7. Faktor ρ Antena (A)

Gambar 8. Hasil ukur oleh field strength meter untuk antena (A)

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data – Sunarno

ISSN : 0216 - 7565

239

2) Pengambilan data SWR, Z, Xs, faktor ρ, untuk Antena pada kondisi B

Tabel 2. Menunjukkan data hasil pengukuran untuk antena kondisi B yang diresonansikan pada frekuensi 145.00 MHz.

ANRITSU MFJ FREQUENCY

RLANR SWR RLMFJ SWR ρ(ro)

FIELD STRENGTH METER (V)

135.00 9,66 1,98 5,5 3,2 0,52 136.00 9,92 1,93 5,6 3,2 0,52 0,97 137.00 9,98 1,92 5,8 3 0,57 1,17 138.00 9,9 1,93 6,2 2,9 0,48 1,42 139.00 9,76 1,95 6,9 2,6 0,45 1,74 140.00 10,14 1,89 8,2 2,2 0,38 1,94 141.00 11,24 1,25 10 1,8 0,3 1,78 142.00 13,1 1,56 12 1,5 0,22 1,63 143.00 15,6 1,39 14 1,4 0,18 1,44 144.00 18,56 1,26 15 1,4 0,17 1,36 145.00 20,44 1,21 14 1,4 0,19 1,2 146.00 19,17 1,24 13 1,5 0,2 1,16 147.00 17,14 1,32 14 1,4 0,19 1,37 148.00 15,81 1,38 15 1,3 0,16 1,3 149.00 15,39 1,4 16 1,3 0,14 1,29 150.00 15,44 1,4 14 1,4 0,18 1,33 151.00 14,89 1,44 12 1,6 0,25 1,46 152.00 13,51 1,53 9.4 2 0,33 1,72 153.00 11,84 1,68 7,4 2,4 0,42 1,78 154.00 10,31 1,87 6,2 2,9 0,48 1,75

Gambar 9. SWR Anritsu vs SWR MFJ

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

240

Gambar 10. RL Anritsu vs RL MFJ

Gambar 11. Faktor ρ Antena (B)

Gambar 12. Hasil Ukur oleh field strength meter untuk Antena (B)

Peningkatan Unjuk Kerja Antena Transmisi Data – Sunarno

ISSN : 0216 - 7565

241

Gambar 10 menunjukkan hasil pengukuran besarnya SWR untuk masing masing frekuensi kerja antena.

Tabel 2 dan Gambar 9 menunjukkan SWR yang terendah yakni 1,2 menurut dua analyzer yang berbeda. Antena mulai memburuk unjuk kerjanya (lebih dari 1,5) mulai dari frekuensi 151,0 MHz dan kurang dari frekuensi 143,0 MHz (rentang 8 MHz).

Besaran RL dan faktor ρ untuk antena dengan kondisi B, juga dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Sedangkan hasil pengukuran dengan menggunakan Field Strength Meter dapat dilihat pada Gambar 12.

Dari berbagai pengukuran parameter di atas, tampak bahwa antena pada kondisi A jauh lebih baik dibanding dengan antena pada kondisi B. Hal ini dapat dilihat pada tabel dan grefik hasil pengukurannya, antena pada kondisi A dapat mencapai nilai ρ minimal sebesar 0,01 sehingga RL terukur sebesar 53,98 dan field strength meter menunjukkan 1,95 volt dibandingkan dengan antena dengan kondisi B, di mana ρ minimal hanya dapat mencapai 0,19 sehingga RL terukur hanya sebesar 20,44 dan pengukuran dengan field strength meter hanya sebesar 1,2 volt pada jarak dan daya yang sama dengan antena pada kondisi A, yakni jarak 2m dengan daya sebesar 0.6 watt.

Pada penelitian ini antena yang sama telah ditala pada berbagai frekuensi, tetapi hasil yang maksimal diperoleh pada antena dengan kondisi A. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap antena hanya memiliki satu frekuensi kerja yang optimal pada suatu band (bukan pada band harmonisnya).

5. Kesimpulan

1) Antena sebagai bagian dari sistem komunikasi mempunyai tugas sangat penting yakni untuk mengubah fenomena elektrik menjadi feno-mena fotonik (gelombang Elektromagnetik) pada saat memancar dan sebaliknya, mengubah dari fenomena fotonik menjadi fenomena elektrik pada saat menerima. Unjuk kerja antena yang optimal berpotensi meningkatkan kualitas komunikasi jarak jauh yang efektif dan

minimnya kesalahan dalam sistem komunikasi data.

2) Dari berbagai pengukuran parameter dapat disimpulkan bahwa antena pada kondisi A jauh lebih baik dibanding dengan antena pada kondisi B. antena pada kondisi A dapat men-capai nilai ρ minimal sebesar 0,01 sehingga RL terukur sebesar 53,98 dan field strength meter menunjukkan 1,95 volt , dibandingkan dengan antena dengan kondisi B, di mana ρ minimal hanya dapat mencapai 0,19 sehingga RL ter-ukur hanya sebesar 20,44 dan pengukuran dengan field strength meter hanya sebesar 1,2 volt pada jarak dan daya yang sama dengan antena pada kondisi A (jarak 2m dengan daya sebesar 0,6 watt).

3) Pada penelitian ini antena yang sama telah ditala pada berbagai frekuensi, tetapi hasil yang maksimal diperoleh pada antena dengan kondisi A. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap antena hanya memiliki satu frekuensi kerja yang optimal pada suatu band (bukan pada band harmonisnya).

4) Informasi hasil penelitian ini sangat penting sebagai referensi bagi para praktisi di bidang telemetri dan telekontrol, serta bagi para praktisi di bidang komunikasi radio.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih kepada saudara Memory Motivanisman, Rony Wijaya, Dwi Joko Suroso, Winarno, Andi, dan Johan atas bantuannya dalam penelitian ini. Juga terimakasih kepada PT. Datto Asia Technology atas bantuan peminjaman peralatan untuk analisis.

Pustaka [1] http://www.elektroindonesia.com/elektro

/el02e.html [2] Kraus D. John and Ronald J. Marhefka,

Antennas For All Applications, 3rd edition, Mc Graw Hill; 2002.

[3] Sunarno, Instrumentasi, Diktat Mata Kuliah Instrumentasi, Jurusan Teknik Fisika, UGM ; 2009.

Forum Teknik Vol. 32, No. 3, September 2008

ISSN : 0216 - 7565

242

[4] ARRL Antenna Book, The American Radio Relay League Inc, 21st edition; 2007.

[5] MFJ HF/VHF/UHF Analyzer, MFJ Enter-prises, inc; 2002.

[6] http://www.migas-indonesia.com/files /article/%5BElectrical%5DDummyLoad.doc.