fixed drug eruption

22
IXED DRUG ERUPTION Fixed drug eruption adalah suatu reaksi pada kulit yang memiliki karakteristik adanya keterlibatan lokasi kulit yang sama pada pengulangan penggunaan obat-obatan yang sama. Daerah kulit yang mengalami kelainan dapat meluas. Fixed drug eruption merupakan suatu reaksi alergi di dalam tubuh, dan biasanya hanya satu macam obat yang menjadi penyebab, namun dapat juga oleh beberapa obat. Ada beberapa variasi FDE yang diklasifikasikan berdasar bentuk klinis dan penyebaran lesi, diantaranya: pigmenting FDE, generalized FDE, linear FDE, wandering FDE, non- pigmenting FDE, bullous FDE, eczematous FDE, dan urticarial FDE. Fixed drug eruption dapat terjadi pada segala usia, mulai dari usia 1,5 tahun hingga 87 tahun.Insidensi pada wanita sebanding dengan pria. Penyakit ini tidak memiliki predileksi ras manapun. Frekuensi fixed drug eruption sekitar 16-21% dari semua penyakit kulit yang disebabkan oleh erupsi obat. Adapula penelitian yang menyebutkan bahwa dari 200 pasien dengan erupsi obat, didapatkan 61 pasien (30%) mengalami fixed drug eruption, dengan cotrimoxazol menjadi penyebab terseringnya. Hingga saat ini belum pernah ada kematian yang disebabkan oleh fixed drug eruption. Mekanisme patofisiologi fixed drug eruption belum diketahui secara pasti. Namun penelitian terakhir menyebutkan adanya peran sel mediator yang mengawali munculnya lesi yang aktif. Proses ini meliputi suatu antibodi-dependent dan reaksi sel mediator sitotoksik. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, defisiensi enzim, dan hipersensitivitas terhadap zat, dapat menjadi bagian dari proses patofisiologi fixed drug eruption. Obat-obat yang masuk dianggap sebagai hapten yang berikatan dengan sel basal keratinosit atau dengan melanosit pada lapisan basal epidermis, yang menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi. Melalui pelepasan sitokin, seperti tumor necrosis factor - alpha, keratinosit mengekspresikan intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1). Pengaturan ICAM-1 akan mendorong sel T (CD4 dan CD8) berpindah ke lokasi lesi. Datangnya sel CD8 dan bertahan di lokasi lesi akan menyebabkan kerusakan jaringan yang terus- menerus akibat produk inflamasi, seperti sitokin interferon gamma dan TNF-α. Sel yang diisolasi pada lesi aktif juga mengekspresikan alpha E beta 7, suatu molekul permukaan, seperti CLA/alpha 4 beta 1/CD4a, yang mengikat ICAM-1, yang membantu menarik sel CD8 ke lokasi lesi.

Upload: rabiatull-adawiyah

Post on 25-Oct-2015

130 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fixed Drug Eruption

IXED DRUG ERUPTION

Fixed drug eruption adalah suatu reaksi pada kulit yang memiliki karakteristik adanya keterlibatan lokasi kulit yang sama pada pengulangan penggunaan obat-obatan yang sama. Daerah kulit yang mengalami kelainan dapat meluas. Fixed drug eruption merupakan suatu reaksi alergi di dalam tubuh, dan biasanya hanya satu macam obat yang menjadi penyebab, namun dapat juga oleh beberapa obat. Ada beberapa variasi FDE yang diklasifikasikan berdasar bentuk klinis dan penyebaran lesi, diantaranya: pigmenting FDE, generalized FDE, linear FDE, wandering FDE, non-pigmenting FDE, bullous FDE, eczematous FDE, dan urticarial FDE.Fixed drug eruption dapat terjadi pada segala usia, mulai dari usia 1,5 tahun hingga 87 tahun.Insidensi pada wanita sebanding dengan pria. Penyakit ini tidak memiliki predileksi ras manapun. Frekuensi fixed drug eruption sekitar 16-21% dari semua penyakit kulit yang disebabkan oleh erupsi obat. Adapula penelitian yang menyebutkan bahwa dari 200 pasien dengan erupsi obat, didapatkan 61 pasien (30%) mengalami fixed drug eruption, dengan cotrimoxazol menjadi penyebab terseringnya. Hingga saat ini belum pernah ada kematian yang disebabkan oleh fixed drug eruption.Mekanisme patofisiologi fixed drug eruption belum diketahui secara pasti. Namun penelitian terakhir menyebutkan adanya peran sel mediator yang mengawali munculnya lesi yang aktif. Proses ini meliputi suatu antibodi-dependent dan reaksi sel mediator sitotoksik. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, defisiensi enzim, dan hipersensitivitas terhadap zat, dapat menjadi bagian dari proses patofisiologi fixed drug eruption.Obat-obat yang masuk dianggap sebagai hapten yang berikatan dengan sel basal keratinosit atau dengan melanosit pada lapisan basal epidermis, yang menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi. Melalui pelepasan sitokin, seperti tumor necrosis factor-alpha, keratinosit mengekspresikan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Pengaturan ICAM-1 akan mendorong sel T (CD4 dan CD8) berpindah ke lokasi lesi. Datangnya sel CD8 dan bertahan di lokasi lesi akan menyebabkan kerusakan jaringan yang terus-menerus akibat produk inflamasi, seperti sitokin interferon gamma dan TNF-α. Sel yang diisolasi pada lesi aktif juga mengekspresikan alpha E beta 7, suatu molekul permukaan, seperti CLA/alpha 4 beta 1/CD4a, yang mengikat ICAM-1, yang membantu menarik sel CD8 ke lokasi lesi.Sel CD4 memproduksi IL-10, yang menekan sistem imun, yang menyebabkan lesi yang terus aktif.  Jika respon inflamasinya sudah hilang, IL-15 yang diekspresikan keratinosit akan membantu mempertahankan sel CD8, yang akan memberikan memori fenotipe. Sehingga ketika paparan obat berulang, respon akan berkembang lebih cepat pada lokasi yang sama.Penyebab terjadinya fixed drug eruption meliputi antibiotik, antiepileptik, AINS, dan fenotiazin, meskipun zat lain dan makanan tertentu juga dapat menjadi penyebab. Obat-obat AINS, seperti paracetamol, asam mefenamat, naproxen, oxicam, dan derivat pirazolon memiliki predileksi di bibir. Sedangkan sulfonamide dan trimethoprim (cotrimoxazole), penyebab tersering munculnya fixed drug eruption. Masuknya zat ke dalam tubuh dapat melalui berbagai cara, diantaranya melalui oral, rectal, atau intravena.

IV.    PEMERIKSAAN TES ALERGI

Page 2: Fixed Drug Eruption

Pemeriksaan untuk diagnosis alergi inhalan dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro untuk alergi terhadap alergen yang spesifik. Tes ini diindikasikan tidak hanya pada pasien alergi saja, namun juga pada terkena alergen yang spesifik. Tes pada inhalasi relatif lebih sederhana, sejak mekanisme terjadinya diketahui (IgE – mediator reaksi tipe I) dan reaksi alergi inhalasi bisa didapatkan dalam beberapa menit. Bagaimanapun bisa didapatkan sebuah hasil yang positif walaupun tanpa gejala klinik.(5)

A.   METODE IN VIVO

Berbagai metode in vivo digunakan dalam penelitian sistem immunoglobulin maupun sistem seluler.(1)  tes alergi secara in vivo terdiri atas dua kategori : uji kulit dan uji tantangan pada organ (tes provokasi).(9) Uji kulit merupakan cara in vivo utama dalam mengenali IgE atau antibodi reagenik. Reaksi ini terjadi beberapa menit setelah masuknya alergen. Alergen berinteraksi dengan antibodi reagenik yang melekat pada sel pelepas zat mediator. Akibatnya terjadi suatu peradangan atau pembengkakan segera, demikian pula suatu reaksi fase lambat. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan suatu jarum atau garukan dan injeksi intradermal.(1)

1.    Pemeriksaan Tes Kulit

Uji kulit sampai saat ini masih dilakukan secara luas untuk menunjang diagnosis alergi terhadap alergen-alergen tertentu. Metode ini dapat dilakukan secara massal dalam waktu singkat dengan hasil cukup baik. Prinsip test ini adalah adanya IgE spesifik pada permukaan basofil atau sel matosit pada kulit akan merangsang pelepasan histamin, leukotrien dan mediator lain bila IgE tersebut berikatan dengan alergen yang digunakan pada uji kulit, sehingga menimbulkan reaksi positif berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare).(2,8) Tetapi uji kulit tidak selalu memberikan hasil positif walaupun pemeriksaan dengan cara lain berhasil positif, terutama alergi terhadap obat.(2)

Tujuan tes kulit pada alergi adalah untuk menentukan macam alergen sehingga dikemudian hari bisa dihindari dan juga untuk menentukan dasar pemberian imunoterapi.(8)

Macam tes kulit untuk mediagnosis alergi antara lain :

Ø  Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi oleh karena allergen inhalan, makanan atau bisa serangga.

Ø  Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga.

Ø  Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis kontak.(8,10)

a.    Scracth : Epicutaneus Tes

Page 3: Fixed Drug Eruption

Ini merupakan tehnik yang paling awal ditemukan oleh Charles Blackley pada tahun 1873. Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2 mm pada kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.

Keuntungan :

o   Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik

o   Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat

o   Konstrate yang digunakan  nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai daya hidup yang lama.

Kerugian :

o   Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi)

o   Lebih menyakitkan

o   Tidak reproducible sebagai intradermal skin test

Karena kurang reproducibility  dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini tidak direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dari AMA Council Of Scientific Affairs.(5)     

b.    Prick : Epicutaneus

            Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Grant pada tahun 1926. Hal ini digambarkan dimana satu tetesan konsentrat antigen ke dalam kulit . kemudian jarum steril 26 G melalui tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial sehingga tidak berdarah. Variasi dari tes ini adalah dengan menggunakan applikator sekali pakai dengan delapan mata jarum yang bisa digunakan. Digunakan secara simultan dengan 6 antigen dan control positif (histmin) dan kontrol negative (glyserin). (5)

Keuntungan :

o   Cepat

o   Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal

o   Relative lebih aman

Kerugian :

o   Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi

o   Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah (false – negatif)

o   Grade pada kulit bersifat subjektif

Page 4: Fixed Drug Eruption

Prick tes merupakan jalan cepat untuk menyeleksi antigen yang banyak. Jika skin tes positif, kemudian pasien lebih sering alergi, tetapi konversi yang didapat tidak benar. Jika pasien mempunyai sejarah yang positif dan negative pada prick test, maka dokter harus menggabungkan prosedur dengan pemeriksaan tes intradermal.(5)

Kontraindikasi Skin Prick Test (8,11)

Ø  Penderita dengan riwayat yang meyakinkan adanya reaksi anafilaksis terhadap allergen.

Ø  Penderita dengan gejala alergi terhadap makanan sampai dengan gejala yang timbul stabil.

Ø  Penderita dengan penyakit kulit  misalnya urtikaria, SLE dan lesi yang luas pada kulit.

Persiapan tes   cukit (Skin Prick Test)

Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan penyakit pasien, gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa memperkirakan jenis alergen, apakah alergi ini terkait secara genetik dan bisa membedakan apakah justru penyakit non alergi, misalnya infeksi atau kelainan anatomis atau penyakit lain yang gambarannya menyerupai alergi.(8)

Persiapan yang harus dilakukan antara lain(3,8,11) :

1.    Persiapan bahan/material ekstrak alergen :

Ø  Gunakan material yang belum kadaluwarsa

Ø  Gunakan esktrak alergen yang terstandarisasi

2.    Persiapan penderita :

Ø  Menghentikan pengobatan antihistamin 3 hari sebelum tes(11) atau 5 – 7 hari sebelum tes.(8)

Ø  Menghentikan pengobatan lain seperti trisiklik antidepressant, stabilizer sel mast, ranitidine, anti muntah atau beta bloker, antihistamin topical, cream imunomodulator, dan topical steroid minimal 7 hari sebelum tes. Steroid oral dan obat inhalasi untuk asma tidak perlu dihentikan.

Ø  Usia : Pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan reaksi, walaupun sebenarnya tes ini tidak mempunyai batasan umur.

Ø  Pada penderita dengan keganasan, limfoma, sarkoidosis, diabetes neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes kulit ini.

3.    Persiapan pemeriksa :

Page 5: Fixed Drug Eruption

Ø  Tehnik dan keterampilan pemeriksa perlu dipersiapkan agar tidak terjadi interprestasi yang salah akibat tehnik dan pengertian yang kurang dipahami oleh pemeriksa.

Ø  Keterampilan tehnik melakukan cukit

Ø  Tehnik menempatkan lokasi cukitan karena ada tempat yang reaktivitas tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari lokasi yang reaktifitasnya tinggi sampai rendah : bagian bawah punggung >  lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi radial > pergelangan tangan.

Prosedur Tes Cukit (4,8,11)

Sebelum melakukan tes cukit pada penderita dilakukan terlebih dahulu inform consent. Pada penderita dewasa yang telah mengerti dapat dijelaskan secara langsung prosedur pemeriksaan dan apa yang akan mereka rasakan. Sedangkan pada penderita yang masih kecil maka diberikan penjelasan kepada orang tua mereka.

Tes cukit sering kali dilakukan pada bagian volar lengan bawah. Pertama dilakukan desinfeksi dengan alkohol pada area volar dan ditandai area yang akan ditetesi dengan ekstrak allergen. Tanda yang diberikan mempunyai jarak antara satu dengan yang lain sekitar 2-3 cm. Ekstrak allergen diteteskan satu tetes larutan allergen (histamine/control positif) dan larutan kontrol (buffer/control negative) menggunakan jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.

Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 0 menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15 – 20 menit dengan menilai bentol yang timbul.

A

Page 6: Fixed Drug Eruption

                                                     

Gambar 2. Keterangan :

A.    Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet

B.    Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit

Interprestasi tes cukit (4,8)

Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut :

-          Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)

-          Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)

-          Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol.

-          Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin dinilai ++++ (+4).

Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001) seperti dikutip Rusmono  sebagai berikut :

            - 0        : reaksi (-)

            - 1+      : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)

B

Page 7: Fixed Drug Eruption

            - 2+      : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)

            - 3+      : diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)

            - 4+      : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.

Kesalahan yan sering terjadi pada Skin Prick Test (8)

a.    Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan ( < 2 cm )

b.    Terjadi perdarahan, yang memungkinkan terjadi false positive.

c.    Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang, memungkinkan terjadinya false-negative.

d.    Menguap dan memudarnya larutan alergen selama tes.

Kelebihan Skin Prick Test Dibandingkan dengan Tes Kulit yang lain (8) :

1.    karena zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika dibandingkan dengan zat pembawa berupa air.

2.    Mudah dilaksanakan dan bisa diulang bila perlu.

3.    Tidak terlalu sakit dibandingkan suntikan intradermal

4.    Resiko terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume yang masuk ke kulit sangat kecil.

5.    Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini mampu dilaksanakan kurang dari 1 jam.

c.    Intradermal test

Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika terdapat kenaikan sensitivitas merupakan tujuan pokok dari pemeriksaan (misalnya ketika skin prick test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai riwayat yang cocok terhadap paparan). Tes intradermal lebih sensitive namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin prick test terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih baik daripada uji kulit lainnya dalam mengakses hipersensitivitas terhadap Hymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau alergen dengan potensi yang rendah.(3,9,)

Page 8: Fixed Drug Eruption

Robert Cooke memberikan gambaran pertama kali untuk tes intradermal pada tahun 1915. Tehnik pemeriksaannya mengalami beberapa modifikasi sejak saat itu. Pada saat ini prosedur tes intradermal digambarkan dengan menggunakan jarum 26 G untuk menyuntikkan secara intradermal sebagian dari antigen, berbagai macam laporan mengatakan batasannya 0,01 – 0,05 ml. batasan dari konsentrasi ekstrak adalah 1 : 500 sampai 1 : 1000. Test di nilai setelah 10 – 15 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca setelah 24 – 48 jam. (10) Eritem dan bentol merupakan tanda dan tingkatan dalam skala subjektif adalah 0 - +4.(5,12)

Gambar 3. Intradermal skin test

http://www.allergycapital.com.au/Pages/alltest.html

Keuntungan :

Ø  Lebih sensitive (dapat mendeteksi alergi dengan kadar rendah)

Ø  Lebih reproducible dalam satu tempat

Kerugian :

Ø  Lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif

Ø  Tingkat dalam respon lebih bersifat subjektif

Ø  Tidak ada standarisasi dalam banyaknya dosis atau konsentrasinya

Ø  Mungkin dapat muncul reaksi positif palsu pada sensitivitas tinggi

Tes intradermal merupakan tes yang baik, sensitive dan lebihreproducible. Keakuratan lebih jelas didapatkan pada percobaan dengan berbagai macam dilusi dari ekstrak allergen. Tetapi mempunyai kekurangan dalam standarisasi protokol tes.(5)

d.    Pacth Test

Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat yang memberikan alergi  jika terjadi kontak langsung dengan kulit. Metode ini sering digunakan oleh para ahli kulit

Page 9: Fixed Drug Eruption

untuk mendiagnosa dermatitis kontak yang merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2 – 3 hari.(9,10,13)

Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan menggunakan skin prick tes memberikan hasil yang negative.(10)Pada pelaksanaan pemeriksaan disiapkan 25 – 150 material yang dimasukkan ke dalam kamar plastic atau aluminium dan di letakkan di belakang punggung. Sebelumnya pada punggung diberikan tanda tempat-tempat yang akan ditempelkan bahan allergen tersebut. Setelah ditempelkan, kemudian dibiarkan selama 48 sampai 72 jam. Kemudian diperiksa apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol yang muncul dan warna kemerahan.(10,14)

                  A

B

http://www.allergyclinic.co.uk/tests_skin.htm

Gambar 4. Keterangan :        

                        A. Alergen dimasukkan ke dalam ruang aluminium

                        B. Logam aluminium di tempelkan di punggung

Hasil yang dinilai atau didapatkan bisa berupa :

Page 10: Fixed Drug Eruption

Ø  Negatif (-)

Ø  Reaksi iritasi (IR)

Ø  Meragukan/tidak pasti (+/-)

Ø  Positif lemah (+)

Ø  Positif kuar (++)

Ø  Reaksi yang ekstrem (+++)

Reaksi iritasi terdiri dari sweat rash, follicular pustules dan reaksi seperti terbakar. Reaksi yang meragukan berupa warna merah jambu dibawah kamar tes. Reaksi positif lemah berupa warna merah jambu yang sedikit menonjol atau plak berwarna merah. Reaksi positif kuat berupa papulovesicle dan reaksi ekstrem berupa kulit yang melepuh atau luka. Reaksi yang relevan tergantung dari jenis dermatitis dan allergen yang spesifik. Interprestasi dari hasil yang didapatkan membutuhkan pengalaman dan latihan.(14)

                      

http://www.dermnetnz.org/procedures/patch-tests.html

Gambar 5. Keterangan :        

                        A & B Hasil positif dari tes tempel (Pacth Tes)

                        C. Reaksi ++

                        D. Reaksi +++

Yang harus dipersiapkan pada saat melakukan pemeriksaan adalah :

Persiapan penderita

Page 11: Fixed Drug Eruption

Ø  Bagian punggung tempat akan dilakukan pemeriksaan jangan terkena sinar matahari kurang lebih 4 minggu sebelum pemeriksaan.

Ø  Memakai baju yang sudah tua ; tanda dari ujung pulpen dapat melumuri baju

Ø  Jangan berenang, menggaruk atau melakukan latihan, sebab tempelan bisa lepas.

Ø  Biarkan punggung tetap kering, jadi jangan mandi, jangan berkeringat jika tidak dibutuhkan

Ø  Hindari pemakaian kosmetik, cream dan detergen untuk sementara waktu supaya tidak memberikan hasil positif palsu.

Ø  Menyuruh seseorang untuk mengatakan jika ada perubahan pada tanda yang telah diberikan dipunggung.(13,14)

Persiapan Bahan

Untuk mempersiapkan bahan yang akan digunakan biasanya penderita mendiskusikan dulu dengan pemeriksa. Terkadang penderita disuruh membawa bahan yang akan digunakan sendiri dari rumah.

Ø  Bawa atau kirim bahan yang akan dites paling lambat 1 minggu sebelum pertemuan pertama dilakukan sehingga pemeriksa bisa mempersiapkan untuk tes jika dibutuhkan.

Ø  Jumlah yang dibutuhkan sedikit hanya beberapa tetes atau butir.

Ø  Bahan diberikan label dan nama dan buatlah lembaran daftar bahan jika memungkinkan.

Ø  Identifikai jenis makanan dan tumbuhan (jika relevan) kalau bisa beli yang masih segar untuk pertemuan pertama; gunakan es untuk lebih membantu.

Ø  Bawa kosmestik yang telah diseleksi untuk dites (lebih dari 10 jenis) termasuk cat kuku, pelembab, cream matahari, parfum, sampho. Sabun tidak biasa digunakan untuk tes (karena biasa menyebabkan reaksi jika diletakkan di kulit untuk 2 hari)

Ø  Bawa semua ointment, cream dan lotion yang biasa digunakan baik yang diresepkan maupun yang tidak diresepkan.

Ø  Bagian dari pakaian seperti sarung tangan karet dan kaus kaki untuk di tes: 1 cm dari bahan tersebut perlu diambil.(14)

PEMERIKSAAN TPHA

(Treponema Pallidum Hemaglutination Assay)

1.1 Tujuan

Page 12: Fixed Drug Eruption

1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan TPHA

2. Mahasiswa dapat mendeteksi adanya antibody terhadap Treponema palidum dalamserum pasien secara kualitatif dan semi-kuantitatif

1.2 Metode

Metode yang digunakan adalah indirek hemaglutinasi

1.3 Prinsip

Antibodi spesifik untuk T.pallidum yang ada di dalam serum pasien akan beraglutinasi dengan awetan eritrosit burung yang terdapat dalam reageant Plasmatec TPHA yang telah dilapisi komponen antigenik patogen T.pallidum(Nichol Strain) dan menunjukkan pola aglutinasi pada sumur mikrotitrasi.

1.4 Dasar Teori

Pemeriksaan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA)

Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sifilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal atau primer) sifilis. Manfaat pemeriksaan TPHA sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sifilis dan mendeteksi respon serologis spesifik untukTreponema pallidum pada tahap lanjut atau akhir sifilis. Untuk skirining penyakit sifilis biasanya menggunakan pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi (Vanilla, 2011).

TPHA merupakan tes yang sangat spesifik untuk melihat apakah adanya antibodi terhadap treponema. Jika di dalam tubuh terdapat bakteri ini, maka hasil tes positif. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6 - 24 bulan setelah pengobatan. Bakteri-bakteri yang lain selain keluarga treponema tidak dapat membuat hasil tes ini menjadi positif (Anonim, 2013).

Pemeriksaan TPHA dilakukan berdasarkan adanya antibodi Treponema Palidumyang akan bereaksi dengan antigen treponema yang menempel pada eritrosit sehingga terbentuk aglutinasi dari eritrosit-eritrosit tersebut (Vanilla, 2011).

Keunggulan metode TPHA untuk pemeriksaan Sifilis dibandingkan metode lain:

1. Teknik dan pembacaan hasilnya mudah, cukup spesifik dan sensitive (dapat mendeteksi titer – titer yang sangat rendah)

2. Bakteri lain selain dari family Treponema tidak dapat memberikan hasil positif

Namun, metode TPHA memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

Page 13: Fixed Drug Eruption

1. Harganya mahal

2. Pengerjaannya membutuhkan waktu inkubasi yang lama, hampir 1 jam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TPHA antara lain :

1. Jangan menggunakan serum yang hemolisis karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

2. Serum atau plasma harus bebas dari sel darah dan kontaminasi mikrobiologi

3. Jika terdapat penundaan pemeriksaan, serum disimpan pada suhu 2-80C dimana dapat bertahan selama 7 hari dan bila disimpan pada suhu -200C, serum dapat bertahan lebih lama.

4. Serum atau plasma yang beku sebelum dilakukan pemeriksaan harus dicairkan dan dihomogenkan dengan baik sebelum pemeriksaan.

5. Reagen harus disimpan pada suhu 2-80C jika tidak digunakan dan jangan disimpan di freezer.

6. Uji TPHA menunjukkan hasil reaktif setelah 1-4 minggu setelah terbentuknya chancre.

7. Dalam melakukan pemeriksaan harus menyertakan kontrol positif dan kontrol negatif

1.5 Alat, Bahan, dan Reagen

A. Alat

1. Mikropipet 190 µl, 10 µl, 25 µl, dan 75 µl

2. Microplate

3. Yellow tip

B. Bahan

1. Serum

C. Reagen

1. Plasmatec TPHA Test Kit mengandung:

- R1 : Test sel

- R2 : Control sel

- R3 : Diluent

- R4 : Control positif

- R5 : Control negatif

Page 14: Fixed Drug Eruption

1.6 Langkah Kerja

A. Uji Kualitatif

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar.

3. Semua reagen dihomogenkan perlahan

4. Diluents ditambahkan sebanyak 190 µl dan sampel ditambahkan sebanyak 10µl pada sumur 1 lalu dihomogenkan

5. Campuran pada sumur 1 dipipet sebanyak 25 µl dan ditambahkan pada sumur 2 dan 3

6. Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 2 lalu dihomogenkan

7. Test sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur 3 lalu dihomogenkan

8. Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit.

9. Aglutinasi yang terjadi diamati

10. Sampel yang menunjukan hasil aglutinasi positif dilanjutkan ke uji semi kuantitatif.

Note : control positif dan negatif selalu disertakan dalam setiap uji tanpa perlu diencerkan.

B. Uji Semi Kuantitatif

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Setiap komponen kit dan sampel dikondisikan pada suhu kamar

3. Semua reagen dihomogenkan perlahan

4. Sumur mikrotitrasi disiapkan dan diberi label no. 1 sampai 8

5. Pengenceran sampel dibuat pada sumur yang berbeda dengan sumur mikrotitrasi dengan mencampur 190 µl diluents dan 10 µl sampel

6. Sumur mikrotitrasi no. 1 dikosongkan

7. Sumur mikrotitrasi no. 2 – 8 ditambahkan 25µl diluent

8. Pada sumur mikrotitrasi no. 1 dan 2 ditambahkan 25 µl sampel yang telah diencerkan.

9. Campuran pada sumur 2 dipipet 25 µl dan ditambahkan pada sumur 3, lalu dihomogenkan. Begitu seterusnya sampai sumur 8

10. Campuran pada sumur 8 dipipet 25 µl dan dibuang

11. Control sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 1 lalu dihomogenkan

Page 15: Fixed Drug Eruption

12. Tes sel sebanyak 75 µl ditambahkan pada sumur mikrotitrasi no. 2-8 lalu dihomogenkan

13. Sumur diinkubasi pada suhu ruang selama 45 – 60 menit

14. Aglutinasi yang terjadi dibaca, dan ditentukan titernya

1.7 Interprestasi Hasil

A. Uji Kualitatif

Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah dipermukaan sumur, hasil negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah dasar sumur

Tingkatan aglutinasi:

+4 : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur

+3 : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur

+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin

+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang

+/- : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar

- : Tampak titik berwarna merah didasar sumur

B. Uji Semi Kuantitatif

Titer : pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi

Sumur 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 16: Fixed Drug Eruption

Titer (control cell)

1:80 1:160 1:320 1:640 1:1280 1: 2560 1: 5120

PENDAHULUAN

Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) / Serum atau Cerebrospinal Fluid (RPR) merupakan satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk neunurosipilis yang disetujui oleh Centers for Disease Control. Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan hasil negatif palsu pada tahap late sipilis dan kurang sensitif dari RPR. Penyakit Pemeriksaan VDRL merupakan pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana apabila VDRL positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA (Trophonema Phalidum Heamaglutinasi). Hasil uji serologi tergantung pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer hasil pemeriksaan serologi biasanya menunnjukkan hasil non reaktif. Troponema palidum dapan ditemukan pada chancre. Hasil serologi akan menunjukan positif 1-4 minggu setelah timbulnya chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi akan selalu pisitif dengan titer yang terus meningkat. Pasien yang terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang terjadi sebagai reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel. Andibody tersebut disebut regain.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN

Untuk mendeteksi adanya antibody nontreponema atau Reagin.

C. METODE PEMERIKSAAN

Slide

D. PRINSIF PEMERIKSAAN

Adanya antibody pada serum pasien akan bereaksi dengan antigen yang menempel pada eritrosit ayam kalkun atau domba membentuk flokulasi ( gumpalan) atau aglutinasi

E. SPESIMEN PEMERIKSAAN

Serum atau cairanotak

F. ALAT DAN BAHAN PEMERIKSAAN

1. Slide pemeriksaan berlatar belakan putih

2. Mikroskop

3. Mikropipet

4. Tip kuning

5. Rotator

6. Timer

Page 17: Fixed Drug Eruption

7. Batang pengaduk

G. CARA KERJA

1. Kualitatif

a. Siapkan alat dan bahan yad dibutuhkan

b. Ke dalam lingkaran slide dipipet 50 ul serum

c. Tambahkan 50 ul atau 1 tetes antigen (reagen VDRL )

d. Homogenkan dengan batang pengaduk

e. Putar pada rotator kecepatan 100 rpm selama 4-8 menit

f. Amati ada tidaknya flokulasi

2. Kuantitatif

a. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

b. Lakukan pengenceran berseri pada slide dengan cara 50 ul serum + 50 ul saline dihomogenkan kemudian hari campuran tersebut dipipet 50 ul dan diletakkan pada lingkaran ke dua pada slide yang sama kemudian tambahkan 50 ul salin dan homogenkan kembali lalu lakukan hal yang sam seperti pada lingkaran pertama sampai lingkaran terakhir dima pada pengenceran terakhir hasil pengenceran dibuang sebanyak 50 ul. Maka hasil pengenceran adalah 1/2 , 1/4 , 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128.

c. Kepada masing-masing pengenceran tambahkan 1 tetes ( 50 ul ) antigen VDRL ( reagen)

d. Kemudian dihomogenkan dan diputar dengan rotator kecepatan 100 rpm selam 5-8 menit

e. Amati ada tidaknya flokulasi setiap pengenceran dan tentukan titer pemeriksaannya ( yaitu pengenceran trerakhir yang masih menunjukkan flokulasi )

H. INTERPRETASI HASIL

1. Kualitatif

Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah ataureaktif

a. REAKTIF : Bila tampak gumpalan sedang atau besar

b. REAKTIF LEMAH: Bila tampak gumpalan kecil-kecil

c. NON REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan

2. Kuantitatif

Tentukan titernya ( amati pngenceran trakhir yang masih menunjukkan flokulasi ) misalnya 1/64

Page 18: Fixed Drug Eruption

`

I. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Apabila specimen yang diterima adalah cairan otak maka specimen tersebut harus disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm salam 5-10 menit

2. Apabila serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada kecepatan tinggi yaitu 10000 rpm selama 10 menit

3. Serum yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa