fisioterapi akreditasi.docx

71
BAB I PENDAHULUAN Paralisis saraf fasialis dapat terjadi akibat kelainan congenital, neoplastik, trauma, infeksi atau iatrogenik. Kelumpuhan ini dapat bersifat sentral atau perifer. Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahuidengan pasti atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat menyebabkan lesi nervus fasialis. Bells palsy tercatat Secara statistik insiden bells palsy di USA adalah kira- kira 23 kasus per 100.000 populasi. Kebanyakan studi populasi menunjukan insiden 15-30 kasus per 100.000 populasi. Tidak terdapat perbedaan kejadian antara wanita dengan pria. Insidens yang tertinggi terjadi pada usia 60 tahun atau lebih dan yang terendah pada usia kurang dari 10 tahun. Paralisis fasialis dapat terjadi pada penyakit – penyakit tertentu misalnya anestesis local pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian bawah, syndrome guillain barre, meningitis dan trauma. Gambaran klinik dapat membantu membedakannya dari penyebab paralisis saraf fasialis lainnya

Upload: anna-kavari

Post on 28-Jan-2016

300 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Paralisis saraf fasialis dapat terjadi akibat kelainan congenital, neoplastik, trauma, infeksi atau

iatrogenik. Kelumpuhan ini dapat bersifat sentral atau perifer. Bells palsy adalah kelumpuhan

nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahuidengan pasti atau

tidak menyertai penyakit lain yang dapat menyebabkan lesi nervus fasialis. Bells palsy

tercatat

Secara statistik insiden bells palsy di USA adalah kira-kira 23 kasus per 100.000

populasi. Kebanyakan studi populasi menunjukan insiden 15-30 kasus per 100.000 populasi.

Tidak terdapat perbedaan kejadian antara wanita dengan pria. Insidens yang tertinggi terjadi

pada usia 60 tahun atau lebih dan yang terendah pada usia kurang dari 10 tahun.

Paralisis fasialis dapat terjadi pada penyakit – penyakit tertentu misalnya anestesis

local pada pencabutan gigi, infeksi telinga bagian bawah, syndrome guillain barre, meningitis

dan trauma. Gambaran klinik dapat membantu membedakannya dari penyebab paralisis saraf

fasialis lainnya meliputi paralisis fasialis unilateral yang terjadi tiba-tiba ( kuarang dari 48

jam ) tanpa tanda – tanda dan gejala dari gangguan telinga atau fossa posterior.

Page 2: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

Saraf fasialis memiliki 4 komponen yang memiliki fungsi yang bebeda : cabang

motorik, Visero mottorik, special sensory, general sensory.

Serabut saraf fasialis meninggalkan batang otak bersama n. VII dan n. intermedius

masuk ke dalam os petrosum melalui meatus akustikus internus tiba di kavum timpani untuk

bergabung dengan ganglion genikulatum sebagai induk sel pengecap 2/3 bagian depan lidah.

Dari ganglion ini saraf fasialis memberi cabangnya ke ganglion otikum dan ganglion

ptegopalatinum yang menghantarkan impuls ke kelenjar salivarius dan kelenjar lakrimalis.

M. Facialis mempunyai 5 komponen fungsional yaitu 3 afferent dan 2 efferent. 2

afferen pertama datang dari sekitar kuping berupa sensasi sakit dan temperatur. Afferent ke

tiga datang dari 2/3 depan lidah membawah sensori taktil. Efferent pertama nucleus nervus

facialis di dalam pons menuju kanalis facialis dan keluar dari foramen stylomastoideus serta

bercabang-cabang menginervasi otot-otot wajah. Efferent ke dua datang dari nucleus

salivatorius superior di dalam pons.

Nervus Facialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot – otot wajah.

Nervus Facialis merupakan salah satu dari 12 pasang Saraf Cranialis . Otot-otot yang di

persyarafi :

1. M. Frontalis

Fungsinya untuk alis mata dan mengerutkan dahi ( ekspresi heran )

2. M. Orbicularis Oculi

Fungsinya, Menutup mata (ekspresi memejamkan mata)

3. M. Orbicularis Oris

Fungsinya, menguncupkan mulut ke depan (ekspresi bersiul)

4. M. Proserus

Page 3: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Fungsinya, mengangkat hidung (ekspresi benci)

5. M. Nasalis

Fungsinya, melebarkan daun hidung (ekspresi mencium bau)

6. M. Currogator Supercili

Fungsinya, menarik alis mata ke tengah dan menurun sehingga membentuk lipatan atau

kerutan diantara kedua alis mata (eksoresi wajah)

7. M. Zygomaticum

Fungsinya, menarik sudut mulut dengan memperlihatkan gigi (ekspresi senyum)

8. M. Rizorius

Fungsinya, menarik sudut mulut ke lateral (ekspresi wajah meringis)

9. M. Buccinator

Fungsinya, menekan pipi ke dalam dan untuk bersiul

10. M. Depressor Labii Inferior

Fungsinya, menjolokan bibir ke bawah keluar (ekspresi mencibir)

11. M. Mentalis

Fungsinya, meruncingkan dagu

12. M. Depressor Anguli Oris

Fungsinya, menarik sudut mulut ke bawah secara kuat

Tulang Tengkorak (Cranium)

Tulang tengkorak mempunyai beberapa bagian - bagian yang biasanya ditinjau dari

beberapa aspek yakni aspek anterior, posterior, superior, inferior serta lateral. Untuk

membahas di sini hanya ditinjau dari arah lateral karena dihubungkan perjalanan N. VII ke

perifer tulang wajah yaitu :

Os. Temporalis

Canalis Spasialis

Foramen Stylomastoideus

Ramos Mandibularis Aspek Lateral

Page 5: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB III

PATOLOGI TERAPAN

A. Patofisiologi

Bells palsy diperkirakan akibat udem dan iskemia yang di sebabkan oleh

kompresi n. fasialis ketika melewati kanal tulang. Penyebab udem dan iskemia masih

terjadi perdabatan. Pada masa lampau, terpapar udara dingin dianggap penyebab bells

palsy. Mc. Cronik ( 1972 ) pertama-tama berpendapat bahwa HSV bertanggung jawab

atas paralisis fasialis yang idiopatik. Autopsi menunjukan HSV terdapat pada ganglion

genikulatum penderita bells palsy. Murakami et al melakukan pemeriksaan polymerase

chain reaction ( PCR ) untuk HSV dalam cairan endoneural n. fasialis pada penderita

bells palsy yang dioperasi, 11 dari 14 penderita ditemukan HSV dalam cairan

endoneural. Asumsi bahwa HSV adalah etiologi dari bells palsy cukup beralasan. Pada

saat stress virus akan menjadi reaktif dan menyebabkan kerusakan local pada myelin.

Bells palsy merupakan efek sekunder dari virus dan atau reaksi autoimun yang

menyebabkan demyelinisasi n. fasialis dan menyebabkan paralisis fasial unilateral.

B. Proses patologinya

Dengan adanya proses cuaca yang dingin tersebut maka dapat menyebebkan

menjadi nervus facialis menjadi sehingga terjadi penekanan atau terjepitnya nervus

facialis diforamen stilomastoideus akibat penekanan atau penjepitan saraf akan

mengalami kelumpuhan facialis LMN dan kelumpuhan tersebut dinamakan Bells Pallsy.

Pada kondisi ini masih digolongkan dalam paresis ringan sebagian mengalami

kelumpuhan komplit atau digolongkan dalam tipe 1. Hal ini disebabkan adanya blok

konduksi saraf yang refersible, ini di sebut dengan Neoropraksia dan terjadi akibat

adanya kompresi akut oleh cairan oedem di sekitar saraf.

Gejala bells palsy sering kali di temukan oleh keluarga atau teman sejawat

sementara pasien tidak mengetahui sebelumnya. Kelumpuhan perifer facialis melibatkan

semua otot wajah sesisi dan sangat mudah dibuktikan dengan tanda-tanda :

Kerutan lipat kulit dahi hanya sesisi yang sehat

Kelompok mata tidak dapat menutup rapat pada wajah yang sakit dan nampak bola

mata berputar-putar keatas

Page 6: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Mulut merot kesisi yang sehat, jika mulut terbuka dan mudah di julurkan nampak

lidah normal gerakannya ,namun gerakan bibir menyimpang kesisi yang tidak sehat.

Ketika mengembungkan pipi dengan mulut tertutup maka gembungan besar pada sisi

yang sakit, dalam waktu seketika ketupan kedua bibir terbuka karena kelemahan otot

pipi dan otot bibir yang sesisi wajah terserang.

Air mata sering keluar pada sisi wajah yang sakit akibat iritasi pada konjungtiva

karena kelopak mata sulit menutup mata bila berlangsung terus kadang kala mata

mengalami infeksi.

Kadang kala di sertai gangguan pengecap, apabila oedem yang mengenai nervus

facialis pada foamen stylomastoideus sampai ke corda tympani.

Page 7: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB IV

ASSESMENT FISIOTERAPI

A. Data Medis Rumah Sakit

1. Diagnostik Medis :

2. Catatan Klinis

Tekanan Darah : mmHg

Pernapasan : x / menit

Temperatur :

3. Terapi Umum : Medika Mentosa

B. Pemeriksaan FT

1. Anamnesis

a) Umum

Nama :

Umur :

J.k :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat :

b) Khusus

K.U :

L.K :

Lama keluhan :

Sifat keluhan :

RPP :

c) Sistem :

Kepala dan leher :

Kardivascular :

Respirasi :

Gastrointestinalis :

Page 8: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Urogenitalis :

Nervorum : Ada gangguan pada N .Facialis

2. Inspeksi

a) Statis

Muka merot ke sisi yang sehat dan wajah asimetris

b) Dinamis

Sulit mengangkat alis sebelah kanan

Mata tidak tertutup rapat pada sisi kanan

Sulit mengerutkan kening sebelah kanan

Jika pasien bicara sudut bibir asimetris

Pasien sulit menarik bibir kearah yang lemah

3. Pemeriksaan Fungsi Dasar

a) Tes Orientasi

Mengembungkan pipi

Menutup mata dengan rapat

Mengangkat alis

b) Aktif

Tujuan : Mengetahui koordinasi gerakan, kekuatan otot

Hasilnya : Gangguan koordinasi gerakan (ADL), kelemahan

otot.

Mengangkat alis mata

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Frontalis kanan

Mengerutkan dahi/kening

Hasil :

Interpretasi : kelemahan M. Curogator Supercili kanan

Menutup mata

Hasil :

Interpretasi : kelemahan M. Orbicularis Oculi kanan

Mengembang kembiskan lubang hidung

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Nasalis kanan

Mengerutkan hidung

Page 9: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Proserus kanan

Menarik sudut bibir ke arah atas

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Levator labii superior kanan

Mengangkat sudut mulut

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Levator anguli kanan

Menarik sudut mulut ke samping kanan

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Risorius kanan

Menekan ke bawah sudut mulut kanan

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Depressor Labii inferior

Kanan

Menyuruh tersenyum

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Zigomaticum Mayor kanan

Menggembungkan pipi

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Bucinator kanan

Bersiul

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan otot M. Orbocularis Oris kanan

Mengerutkan dagu

Hasil :

Interpretasi : Kelemahan M. Mentalis kanan

4. PemeriksaanSpesifik

Manual Muscle Tes

M.Depressor Labii Kanan :

M. Bucinator Kanan :

M. Orbicularis Oris Kanan :

M. Frontalis Kanan :

Page 10: FISIOTERAPI akreditasi.docx

M. Orbicularis Oculi Kanan :

M. Proserus Kanan :

M. Nasalis Kanan :

M. Levator Anguli Oris :

M. Levator Labii kanan :

M. Curogator Supercili kanan:

M. Bucinator kanan :

M. Zigomaticum Mayor kanan :

Tes Sensorik

a. Tes Tajam Tumpul

Hasil :

b. Tes Panas Dingin

Hasil :

5. Diagnostik Fisioterapi

Gangguan fungsional wajah akibat Bells Palsy

6. Problematik Fisioterapi

Kelemahan otot wajah

Gangguan koordinasi gerakan pada wajah

Gangguan fungsional wajah

7. Perencanaan Fisioterapi

Tujuan jangka pendek

Meningkatkan kekuatan otot wajah sisi

Memperbaiki koordinasi gerakan pada wajah

Memperbaiki fungsi ADL wajah

Tujuan jangka panjang

Mengembalikan kemampuan fungsional pada wajah.

8. Pelaksanaan Fisioterapi

IRR

Electrical Stimulasi

Massage

Exercise Terapi ( stretching / PNF wajah )

IRR

Page 11: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang di atas bad, kemudian fisioterapi

memberikan IRR pada sisi wajah bagian kiri dan kanan.

Tujuan : Sebagai pre eliminari exercise.

F : 3 X Seminggu

I : 20 - 40 cm

T : non luminous

T : 10 Menit

Electrical Stimulasi

Teknik : Pasien dalam posisi tidur terlentang di atas bad, dimana fisioterapi

berdiri di samping di samping bad kemudian memasangkan satu pet

pada titik motor neuron padawajah yang mengalami gangguan dan

satu di bagian servical.

Tujuan : Merangsang kontraksi otot

F : 3 X Seminggu

I : 10

T : 2 Ped

T : 10 menit

Massage

Teknik : Pasien dalam keadaan tidur terlentang di atas bad, dimana fisioterapi

berdiri di samping bad di atas bagian kepala pasien.

Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah pada wajah

F : Setiap hari

I : Toleransi pasien

T : Force passive movement

T : 5 menit

Exercise Terapi

Teknik : Pasien dalam keadaan tidur terlentang di atas bad, dimana

fisioterapi bediri di samping bad atau di ujung bad

F : Setiap hari

I : Toleransi pasien

Page 12: FISIOTERAPI akreditasi.docx

T : Force active movement

T : 5 menit

9. Prognosis

Quo ad vitam :

Quo ad sanam :

Quo ad fungsional :

Quo ad cosmetik :

10. Evaluasi

1) Sesaat

Setelah di terapi wajah pasien terasa ringan

2) Berkala

Setelah beberapa kali di terapi pasien merasa adanya penurunan nyeri

peningkatan otot pada wajah yang mengalami gangguan terutama pasien

sudah mulai bisa menutup matanya

11. Home program

1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

2. Massage wajah yang sakit kearah atas dengan menggunakan tangan dari sisi

wajah yang sehat di depan cermin

3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,

minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata :

Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari

Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari

Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

Page 13: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Page 14: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia dapat ditempuh dengan berbagai cara,

salah satu diantaranya dengan meningkatkan standar kesehatan masyarakat. Hal ini tentunya dapat

dicapai apabila terjadi keseimbangan dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mulai dari

lingkungan, gizi, sosial, budaya serta ekonomi yang berperan dalam mekanisme pertahanan diri

manusia. Namun, pada kenyataannya kombinasi dari faktor-faktor di atas justru menjadi indikator

manusia untuk lebih produktif di dalam memenuhi segala keperluannya tanpa batasan ruang dan

waktu hingga memasuki usia senja, akibatnya bukan sehat yang diperoleh tetapi sakit.

Bila menyinggung masalah sakit tentunya kita membayangkan berbagai penyakit. Terkait

dengan masalah produktivitas dan usia, penyakit degeneratif seperti osteoarthritis merupakan salah

satu jenis penyakit yang paling sering di temukan. Pada usia 45-64 tahun diperkirakan mencapai 30 %

dan presentasinya mengalami peningkatan pada usia di atas 65 tahun sekitar 63-85 %. Bahkan ada

yang menyebutkan bahwa hampir semua orang yang berusia 60 tahun keatas memperlihatkan tanda-

tanda osteoarthritis pada berbagai persendian.

Osteoarthritis bukan merupakan ancaman hidup tetapi dapat menurunkan kualitas hidup

seseorang akibat nyeri yang ditimbulkan serta gangguan gerak sendi yang di alami. Bila tidak

dilakukan tindakan pengobatan maka penderita dengan osteoarthritis lanjut dapat menyebabkan

terjadinya penurunan kemampuan fungsional penderita.

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

Page 15: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Pada regio lutut terdapat sendi tibiofemoral dan sendi patellofemoral. Sendi tibiofemoral

dibentuk oleh 2 condylus femoral yang besar yang bersendi dengan permukaan atau dataran tibia yang

konkaf. Dua condylus femoral dipisahkan kearah posterior dan inferior oleh fossa intercondylaris.

Sedangkan sendi patellofemoral dibentuk oleh patella yang bersendi dengan bagian anterior femur.

Tibiofemoral joint merupakan sendi engsel (hinge joint) sinovial antara 2 condylus femur yang

konveks dan permukaan artikular tibia yang sedikit konkaf. Kedua meniskus (meniskus medialis dan

lateralis) merupakan dua cartilago semilunar yang dapat memberikan kongruenitas sendi. Kedua

meniskus tersebut dapat memfasilitasi transmisi beban, shock absorbsi, lubrikasi dan stabilitas. Tepi

perifer dari setiap meniskus melekat serabut kapsular yang dalam yaitu ligamen-ligamen

meniskotibial atau coronary. Ligamen-ligamen tersebut adalah kuat, tetapi cukup lentur untuk

memberikan axial rotasi terhadap permukaan meniskotibial. Ligamen coronary lateral lebih panjang

daripada ligamen coronary medial untuk memberikan keleluasaan yang besar dari meniskus lateral.

Pada bagian perifer dari meniskus medialis melekat secara jelas dengan bagian dalam dari ligamen

collateral medial, yang membentuk bagian dan kapsul fibrous knee joint. Meniskus lateral terpisah

dari kapsul knee joint pada bagian perifernya. Kearah posterior, meniskus lateral berhubungan dengan

suatu ligamen yang dikenal sebagai ligamen meniscofemoral posterior. Stabilitas pada bagian lateral

dan medial knee diberikan oleh ligamen collateral lateral dan ligamen collateral medial.

Ligamen collateral medial merupakan ligamen yang kuat dan besar, berjalan dari epicondylus

medial femur tepatnya di distal dan tuberculum adduktor yang berjalan ke bawah melewati garis sendi

dan melekat pada condylus medial. Serabut ligamen ini relatif kuat dan memberikan 80% tahanan

terhadap gaya valgus. Peran stabilisasi utama dari ligamen collateral medial adalah mencegah valgus

knee yang berlebihan dan peran stabitisasi sekunder adalah mencegah eksorotasi tibia, translasi

anterior tibia terhadap femur dan hiperekstensi knee.

Ligamen collateral lateral merupakan ligamen yang pendek, seperti batang, yang terpisah dari

kapsul knee joint oleh adanya tendon popliteus. Ligamen ini berjalan dari epicondylus lateral femoral

ke caput fibula. Peran stabilisasi utama dari ligamen collateral lateral adalah mencegah terjadinya

stress varus pada knee dan peran stabilisasi sekunder adalah mengontrol posterior drawing dan

eksorotasi tibia.

Ligamen cruciatum adalah ligamen intrakapsular yang kuat tetapi ekstra sinovial, yang benjalan

menyilang dari fossa intercondylaris. Ligamen cruciatum terdiri dari ligamen cruciatum anterior dan

posterior. Peran stabilisasi utama dari ligamen cruciatum adalah menahan gerakan tibia ke anterior

dan posterior dibawah femur, sedangkan peran stabilisasi sekundernya adalah bekerja sebagai internal

terhadap ligamen collateral untuk mengontrol varus, valgus dan rotasi.

Patellofemoral joint merupakan suatu sendi dari mekanisme extensor knee. Patella memberikan

2 fungsi biomekanik yang penting pada knee yaitu:

Page 16: FISIOTERAPI akreditasi.docx

1. Patella dapat menghasilkan perpindahan ke anterior dari tendon quadriceps pada seluruh gerakan,

membantu ekstensi knee melalui peningkatan lengan lever dari gaya otot quadriceos.

2. Patella dapat meningkatkan area kontak antara tendon patella dan femur sehingga dapat

mendistribusi gaya kompresi diatas area yang lebih luas.

Dibawah ini adalah gambar sendi knee yang normal dan yang mengalami osteoarthritis.

BAB III

PATOLOGI TERAPAN

Page 17: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Osteoartritis (OA) merupakan gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang

rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan progrsif yang diikuti pertambahan, pertumbuhan pada

tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit yang diikuti dengan fibrosis pada kapsul

sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal pada proses penuaan, trauma, atau akibat

kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Kelainan ini tidak berkaitan dengan

faktor sistemik ataupun infeksi.

Insidensi osteoarthritis lutut sangat besar akibat mikrotrauma karena baik secara anatomis

maupun fungsional berhubungan dengan adanya beban yang harus disanggah oleh sendi lutut,

misalnya pada posisi berjalan, menumpu berat badan dan naik turun tangga serta aktivitas sehari-hari

secara terus-menerus.

Perubahan Patologis Osteoarthritis

Pada sendi, termasuk sendi lutut, ujung-ujung tulang kerasnya biasanya dilapisi tulang rawan

(kartilago). Tulang rawan tersebut tidak memiliki jaringan saraf, jaringan limfe, dan tidak ada

pembuluh darah. Di dalam sendi juga terdapat cairan yang disebut cairan synovial, yang berfungsi

sebagai pelumas dan mencegah terjadinya gesekan ujung-ujung tulang tersebut yang dapat

menyebabkan terkikisnya tulang tersebut.

Pada keadaan kekurangan cairan synovial akibat suatu proses degenerasi maka akan terjadi

gesekan-gesekan antar tulang rawan tersebut sehingga tulang rawan menjadi terkikis habis, maka akan

timbul rasa nyeri. Biasanya nyeri akan dirasakan setelah kondisi sudah kronis dimana kartilago sudah

sangat tipis dan ujung tulang keras sudah saling bergesekan. Hal ini tidak mudah diketahui secara dini

karena pada kartilago tidak terdapat jaringan saraf, jaringan limfe, dan pembuluh darah sehingga pada

awal kerusakan tidak terdeteksi karena tidak adanya rasa nyeri

Kartilago yang sudah hancur mengakibatkan sela persendian menjadi sempit. Disamping itu

tulang bereaksi terhadap lesi kartilago dengan pembentukan tulang baru (osteofit) yang menonjol

ketepi persendian.

Kelainan yang dapat menimbulkan osteoarthritis berupa terjadinya kerusakan pada tulang sub-

artikuler :

1. Meningkatnya tekanan pada titik tertentu pada rawan sendi

2. Beban berlebihan atau kerusakan tulang rawan sendi

Manifestasi dari osteoarthritis antara lain adanya nyeri dan kekakuan sendi. Pada osteoarthritis

stadium dini nyeri dirasakan setelah melakukan aktivitas dan menghilang setelah istirahat. Pada tahap

selanjutnya nyeri dirasakan pada gerakan yang minimal bahkan pada waktu istirahat.

Page 18: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Pembagian osteoarthritis ada dua yaitu :

1.Osteoarthritis primer

Osteoarthritis yang tidak di dahului oleh trauma atau proses patologi lain yang

menimbulkan kerusakan struktural pada unsur-unsur persendian, khususnya persendian

kecil di jari-jari. Pada beberapa kasus sering terjadi deformitas yang cukup mencolok, tetapi

fungsinya tidak terlalu terganggu.

2.Osteoarthritis sekunder

Disebabkan oleh penyakit yang mengakibatkan kerusakan pada synovial. Osteoarthritis

timbul menyusul terjadinya cedera yang pernah dialami, terutama jika terjadi cedera

persendian. Bisa menyerang satu persendian atau lebih, tergantung dari penyebab

utamanya.

Pada orang yang menderita osteoarthritis untuk mengangkat sesuatu yang berat akan

menimbulkan rasa nyeri pada persendian yang terserang dan dapat mengganggu waktu berjalan, saat

tidur serta menyebabkan iritasi. Bagi penderita osteoarthritis pada lutut, jalan-jalan pagi merupakan

kegiatan olah raga yang tidak boleh dilakukan.

Osteoarthritis lutut pada tahap dini sering disertai oleh efusi, tapi jarang menunjukkan tanda-

tanda inflamasi. Pada tahap lanjut nyeri di lutut tidak disertai oleh kelainan pada unsur lunak

persendian, melainkan tulang persendian memperlihatkan perubahan bentuk dan terdengar adanya

krepitasi.

Tanda dan Gejala yang sering muncul, berupa :

a. Sendi-sendi panggul dan lutut, dominan untuk terkena.

b.Nyeri pada waktu bergerak.

c. Nyeri menjalar.

d.Spasme otot.

e. Krepitasi kadang-kadang terdengar.

f. Deformitas pinggul, biasanya :

- Adduksi

- Fleksi

- Rotasi lateral

g.Deformitas lutut biasanya

- Varus – valgus

- Fleksi

h.Ketidaksesuaian panjang tungkai karena fleksi itu

Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab terjadinya osteoarthritis yaitu :

Page 19: FISIOTERAPI akreditasi.docx

1. Usia

Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor resiko terjadinya OA lutut.

Hal ini disebabkan karena sendi lutut yang digunakan sebagai penumpu berat badan sering

mengalami kompresi atau tekanan dan gesekan, sehingga dapat menyebabkan kartilago yang

melapisi tulang keras pada sendi lutut tersebut lama-kelamaan akan terkikis dan rentan terjadi

degenerasi.

2. Obesitas

Jelas sekali bahwa kelebihan berat badan atau obesitas bisa menjadi faktor resiko terjadinya OA

lutut. Berat badan yang berlebih akan menambah kompresi atau tekanan atau beban pada sendi

lutut. Semakin besar beban yang ditumpu oleh sendi lutut, semakin besar pula resiko terjadinya

kerusakan pada tulang.

3. Herediter atau faktor bawaan

Struktur tulang rawan dan laxity pada sendi, serta permukaan sendi yang tidak teratur yang

dimiliki seseorang sebagai faktor bawaan merupakan faktor resiko terjadi OA lutut.

4. Trauma pada sendi dan kerusakan pada sendi sebelumnya

Terjadinya trauma, benturan atau cedera pada sendi lutut juga dapat menyebabkan kerusakan atau

kelainan pada tulang-tulang pembentuk sendi tersebut.

5. Kesegarisan tungkai

Sudut antara femur dan tibia yang > 180 derajad dapat berakibat beban tumpuan yang disangga

oleh sendi lutut menjadi tidak merata dan terlokalisir di salah satu sisi saja, dimana pada sisi yang

beban tumpuannya lebih besar akan beresiko lebih besar terjadi kerusakan.

6. Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari

Pekerjaan dan akifitas yang banyak melibatkan gerakan lutut juga merupakan salah satu penyebab

osteoarthritis pada lutut.

7. Olahraga yang berat, terutama sepak bola

8. Faktor hormonal dan penyakit metabolic

Perubahan degeneratif pada sendi lutut bisa terjadi akibat perubahan hormonal yang terjadi pada

wanita yang sudah menopause. Selain itu, seseorang yang memiliki diabetes mellitus juga bisa

terkena OA lutut ini.

9. Arthritis yang berlangsung lama

Page 20: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Arthritis (peradangan sendi) yang sudah berlangsung lama dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya pula OA lutut.

BAB IV

ASSESMENT FISIOTERAPI

A. Data-Data Medis RS

Diagnosa Medis : OA (Osteoartritis)

Page 21: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Catatan Klinis :

Terapi Umum :

Rujukan :

B. Pemeriksaan Fisioterapi

1. Anamnesis

a. Umum

N a m a :

U m u r :

Jenis Kelamin :

A g a m a :

Pekerjaan :

Alamat :

b. Khusus

Keluhan Utama :

Kapan Terjadinya :

Lokasi Keluhan :

Sifat Keluhan :

Riwayat Penyakit Sekarang :

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit Penyerta :

Riwayat Keluarga :

c. Sistem

Musculoskeletal :

Cardiovaskuler :

Respirasi :

2. Pemeriksaan Fungsional

a. Vital Sign

Tekanan Darah :

Denyut Nadi :

Pernafasan :

Tinggi Badan :

Berat Badan :

b. Inspeksi

1) Statis

Page 22: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Dilihat dari anterior

- Posisi kedua patella :

- Bentuk tungkai :

- Perubahan warna kulit :

- Perubahan kontur otot :

- Hydrops (cairan) :

Dilihat dari lateral

- Perubahan warna kulit : apakah ada oedema

Dilihat dari posterior

- Posisi kedua patella :

- Bentuk tungkai :

- Perubahan warna kulit :

- Perubahan kontur otot :

- Hydrops (cairan) :

2) Dinamis

c. Palpasi

d. Tes Orientasi

Pasien diminta melakukan gerakan jongkok ke berdiri

Hasil :

e. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Aktif

Tujuan : Untuk mengetahui koordinasi, nyeri dan ROM gerakan aktif

Kiri :

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Eksorotasi :

- Endorotasi :

Kanan :

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Eksorotasi :

- Endorotasi :

Pasif

Page 23: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Tujuan : Untuk mengetahui ROM pasif, stabilitas sendi, nyeri dan endfeel

Kiri :

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Varus :

- Valgus :

- Eksorotasi :

- Endorotasi :

Kanan :

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Varus :

- Valgus :

- Eksorotasi :

- Endorotasi :

TIMT

Tujuan : Mengetahui/membantu menentukan kualitas akar saraf

Kiri :

- Fleksi :

- Ekstensi :

Kanan :

- Fleksi :

- Ekstensi :

f. Pemeriksaan Spesifik

Ballotement Test

- Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya cairan di dalam sendi

- Teknik : Resessus suprapatellaris dengan menekan satu tangan, dan sementara

itu dengan jari-jari tangan lainnya patella ditekan kebawah

- Hasil : Patella seperti terangkat/tidak ada cairan

Fluktuasi Test

- Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya cairan di dalam sendi

- Teknik : Resessus suprapatellaris dikosongkan dengan cara ibu jari dan jari

telunjuk dari satu tangan di letakkan di sebelah kiri dan kanan

patella, kemudian oleh jari-jari tersebut lakukan gerakan menggeser

patella ke arah medial dan lateral secara bergantian

- Hasil :

Laci Sorong Test

- Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya ruptur pada ligament cruciatum

- Teknik : Pasien tidur terlentang, flexi 900, fisioterapi mengganjal kaki pasien

dengan cara mendudukinya. Kedua ibu jari fisioterapi pada dataran

tibia dan jari-jari yang lain pada lipatan lutut (fossa poplittea),

kemudian gerakkan tibia kearah depan dan belakang

- Hasil :

Clarke’s Test

- Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya keutuhan pada cartilago patella

Page 24: FISIOTERAPI akreditasi.docx

- Teknik : Pasien tidur terlentang, dengan knee rileks ekstensi, kemudian pasien

diminta untuk mengkontraksikan otot quadriceps sementara

fisioterapis mendorong patella ke arah bawah.

- Hasil : jika ada nyeri yang dirasakan pasien (indikasi condro malaysa

patella)

Plica “Stutter” Test

- Tujuan : Untuk mendeteksi arthrokinematika patello femoral joint

- Teknik : Pasien duduk dipinggir meja, pemeriksa dengan kedua knee fleksi

900, pemeriksa meletakkan salah satu jari tangan diatas patella untuk

mempalpasi patella selama gerakan, kemudian pasien diminta untuk

menggerakkan kneenya ke arah ekstensi secara perlahan.

- Hasil : jika ada nyeri (indikasi condro malaysa patella)

Vas Test

(kanan)

0

( kiri )

0

Ket :

0 : tidak ada nyeri

1-3 : sedikit nyeri

4-6 : nyeri sedang

7-10 : sangat nyeri

MMT

M. Quadriceps kiri : M. Quadriceps kanan :

M. Hamstring kiri : M. Hamstring kanan :

Page 25: FISIOTERAPI akreditasi.docx

ROM/LGS aktif pada knee joint kiri :

ROM/LGS aktif pada knee joint kanan :

C. Diagnosa Fisioterapi

Gangguan fungsional knee joint bilateral akibat osteoarthritis

D. Problematik

1. Nyeri pada kedua lutut

2. Kelemahan otot quadriceps dan hamstring

3. Keterbatasan ROM

4. Gangguan ADL berjalan,

E. Perencanaan Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

Menurunkan nyeri

Meningkatkan kekuatan otot quadriceps dan hamstring

Meningkatkan ROM

Memperbaiki ADL berjalan

2. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional knee joint

3. Rencana Tindakan

a. Teknologi fisioterapi

MWD

TENS

Strengthening

Traksi -Translasi

Pasif exc.

ADL exc.

b. Edukasi

1. meminta pasien untuk mengompres air hangat pada kedua lututnya.

Page 26: FISIOTERAPI akreditasi.docx

2. meminta pasien menekan bantalan kecil dibawah lututnya.

3. pasien disarankan untuk menghindari jalan jauh dan naik turun tangga

4. Rencana Evaluasi

a. Pengukuran nyeri dengan VAS

b. Pengukuran kekuatan otot dengan MMT

c. Pengukuran ROM dengan Goniometer

d.Pengukuran ADL dengan tes ADL

F. Pelaksanaan Fisioterapi.

1 .MWD

Tujuan : pre eliminary exercise

Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian di sinari pada kedua lututnya menggunakan MWD.

Dosis : F :1x sehari

I : 100 watt

T : co planar

T : 10 menit

2.TENS

Tujuan : Menurunkan nyeri

Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian pada kedua lututnya dipasangkan pad pada

bagian medial dan lateralnya

Dosis : F : 3x / minggu

I : 25 mA

T : 2 pad kiri / 2 pada kanan

T : 10 menit

3.Strengthening

Page 27: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot yang lemah

Teknik : Pasien tidur terlentang dengan knee fleksi 900 tangan fisioterapis berada di bawah

fossa poplitea untuk menyanggah knee dengan tangan bertumpu pada knee yang

lain, kemudian tangan yang satu pada distal tibia lalu pasien di minta melawan

tahanan yang diberikan.

Dosis : F : 3x / minggu

I : Tahanan sesuai toleransi

T : kontraksi isotonik konsentrik

T : 3 x repetisi

4.Traksi – Translasi

Tujuan : Meningkatkan ROM

Teknik : Penarikan sampai tegang disekitar persendian, kemudian ditambah gaya yang

lebih besar lagi, sehingga jaringan disekitar persendian teregang

Dosis : F : 3x / minggu

I : Beban sedang

T : secara pasif

T : 3 x pengulangan

5. Pasif exc.

Tujuan : Untuk menambah ROM

Teknik : Pasien tidur tengkurap dengan knee fleksi 60°, dalam keadaan rileks tangan kanan

fisioterapis menarik tungkai bawah pasien dan tangan lain memfiksasi daerah distal femur

yang disertai pemberian penekanan secara pasif exc.

F : 1x sehari

I : Pasien Fokus

Page 28: FISIOTERAPI akreditasi.docx

T : Force pasive movement

T : 5x pengulangan tiap sendi.

6. ADL Exc

Tujuan : Melatih ADL berjalan , jongkok ke berdiri

Teknik : Latihan mengayun tungkai di samping bed dengan tahanan minimal

Dosis : F : setiap hari

I : aktif exc

T : kontraksi isotonik kosentrik

T : 10 menit

7. Home Program

1. Penderita diminta untuk mengontrol berat badannya dan

mengkonsumsi makanan yang bebas kolesterol serta mengompres air

hangat tiap pagi dan sore hari.

2. Pasien diminta pula untuk menghindari naik turun tangga dan

jongkok dalam waktu yang lama.

3. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat serta mengurangi beban

pada sendi yang nyeri

4. Melakukan latihan penguatan otot dan latihan luas gerak sendi

Page 29: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri pinggang bawah merupakan permasalahan yang sering dijumpai dan mengenai

60-80 % populasi dalam suatu masa selama hidupnya. Dari semua kasus, hampir 20-30 % kasus

yang dapat ditemukan kelainan anatominya salah satu akibat spondilosis, sisanya sebanyak 70-80

% tidak diketahui penyebabnya. Namun demikian, etiologi dari kelompok yang semula idiopatik

dapat ditujukan dengan jelas penyebab dari nyeri punggung bawah tersebut seiring dengan adanya

Page 30: FISIOTERAPI akreditasi.docx

pengetahuan mengenai biomekanik tulang belakang dan struktur yang erat hubungannya dengan

vertebra tersebut.

Anatomi vertebra sangatlah komplek sehingga nyeri punggung bawah mempunyai

banyak sebab. Pemeriksaan sederhana seperti foto polos dapat membantu menegakkan diagnosis

berbagai kasus nyeri punggung bawah. Keluhan nyeri punggung bawah dengan perubahan bentuk

tulang yang terjadi tampaknya juga dipengaruhi oleh perkembangan tulang belakang itu sendiri

sejak individu lahir sampai dewasa, termasuk kebiasaan invidu sesudah dewasa.

LBP (Low Back Pain) atau nyeri punggung bawah tidaklah merupakan suatu

penyakit, melainkan gejala dari sekelompok penyakit yang terdapat pada punggung yaitu Th 12-

1.1 (thoracolumbal) antar vertebra 1.1-1.5 dan lumbosakral (1.5-S1).

Nyeri punggung bawah banyak hal yang menyebabkan, antara lain factor degeneratif,

misalnya spondilosis yaitu suatu keadaan, dimana terjadi degenerasi progresif discus intervertebra

yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang vertebra dab

ligament. Penyempitan foramen intervertebra dari depan dan belakang karena lipatan-lipatan

ligament longitudinal posterior dan lipatan-lipatan ligament flavum atau karena osteofit yang

kemudian mendasari timbulnya nyeri radikuler pada spondilosis. Degenerasi merupakan suatu

proses yang pasti dialami oleh setiap manusia seiring dengan pertambahan usia dan degenerasi

vertebra tidak semuanya menimbulkan gejala nyeri punggung bawah.

Spondilosis ini biasanya terjadi akibat proses degenerasi yang dipengaruhi oleh factor

pertambahan usia, di mana pada umur 20 tahunan mulai timbul degenerasi pada tulang belakang.

Jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak terlalu berpengaruh terhadap degenerasi dari tulang

belakang ini. Degenerasi tulang belakang yang terkesan terjadi pada lumbai (I.4-5) dan

lumbosakral (I.5-SI) 75% hal ini berkaitan dengan mobilitas lumbal (Cailiet, 1981).

Page 31: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB II

ANATOMI FUNGSIONAL

Lumbal sendiri tersusun atas lima vertebra lumbal yang masing-masing ruas dipisahkan oleh

adanya discus intervertebralis. Vertebra pada region ini ditandai corpus yang besar dan

kuat.corpusnya jika dilihat dari atas tampak seperti ginjal dan faromen vertebra bervariasi mulai dari

oval (VLI) sampai triangular (VL5).

Prosessus spinosus lumbal lebih pendek, tumpul dan mengarah ke posterior dan prosessus

articularis vertebra lumbalis, facet inferiornya mengarah ke antero lateral (atau lateral) seperti halnya

vertebra lain antar segmen vertebra lumbai juga dipisahkan oleh discus yang dibentuk oleh nucles

pilposus pada bagian centralnya dan annulus fibrosis pada bagian tepinya. Nucleus pulposus

merupakan suatu masa geletinosa yang berfungsi sebagai peredan getaran.

Ligament yang memperkuat persendian di region lumbal adalah :

a. Ligament Longitudinal anterior

Ligament ini melekat pada bagian anterior pada tiap discus dan bagian tengah corpus,

dimana pada tepi bagian corpus lepas.. ligament ini ikut mengontrol gerakan ekstensi.

b. Ligament longitudinal posterior

Melekat pada bagian posterior discus dan tepi korpus, dimana pada bagian tengah korpus

lepas. Ligament ini berfungsi menjaga sifat fisiologis discus serta berfungsi untuk

gerakan fleksi.

c. Ligament flavum

Ligament ini sangat elastis terletak pada bagian dorsal kolum vertebra dan merupakan

bagian dari hanalis vertebralis, makin ke kaudal makin luas. Kelenturan sangatlah penting

untuk tetap melindungi m.spinalis.

d. Ligament interspinosus

Ligament ini menghubungkan processus spinosus mulai dari basis hingga apexnya,

merupakan ligament yang lemah hamper menyerupai membrane.

e. Ligament supraspinosus

Ligament ini menghubungkan processus spinosus di daerah apex vertebra cervical 7

sampai sacrum. Ligamen menyerupai tali.

f. Ligament inter transverses

Page 32: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Ligament ini menghubungkan processus tranversus yang berdekatan ligament ini di

daerah tipis dan bersifat membranosa (Kapandji, 1974).

Otot yang ada pada daerah lumbal secara garis besar yang sesuai dengan fungsinya

masing-masing untuk gerakan-gerakan yang terjadi pada lumbal :

1. M. Quadratun limborum

Origo : Crista iliaka

Insertion : Processus transverses L4

Fungsi : Ekstansi vertebra lumbal

Nervus : Flexus lumbalis

2. M. Psoas mayor

O : Permukaan lateral corpus vertebra L1-L4, corpus vertebra Th I2

I : Trochanter mayor

F : Lateral fleksi pada vertebra lumbal

N : Flexus lumbal L1-L4

3. M. Psoas minor

O : Permukaan lateral corpus vertebra Thorakal I2 lumbal I

I : Trochanter mayor

F : Lateral fleksi pada vertebra lumbal

N : Flexus lumbal S1,2

4. M. Obligus internus abdominalis

O : Fascia lumbodorsalis crista alba

I : Ujung costa W, line alba

F : Fleksi vertebra lumbal

N : Intercostal 8-12,N, iliongiunal

5. M. Obligus eksternus abdominalis

Page 33: FISIOTERAPI akreditasi.docx

O : Dataran luas costa 5-12

I : Linea alba, crista pubica

F : Fleksi vertebra lumbal

N : Intercostal 7-12

Nervum pada region lumbal ini terdiri dari :

1. N. Femoralis; Femoralis meninggalkan pelvic menuju femur anterior melalui ligament

inguinalis saraf sensoriknya menginervasi kulit dari aspek medial 2/3 bagian distal bagian

paha.

2. N. Obtiratorius; N. Obtiratorius keluar dari pelvic menuju arah dorsal melalui faromen

abturatorius ke caudal, saraf sensoriknya menginervasi kulit paha medial 1/3 cranialinya.

3. Plexus lumbo sacralis; plexus lumbo sacralis yang dibentuk oleh akar saraf Th I2-S4 yang

terbagi atas plexus lumbalis (Th I2-L4) dan sacralis (I4-S4)

Page 34: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB III

PATOLOGI TERAPAN

A. Defenisi

Low back pain atau nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri, pegal linu, ngilu atau

terasa tidak enak di daerah punggung berikut pantat yang factor pencetusnya oleh berbagai sebab,

mulai dari yang jelas, seperti sikap posisi tubuh yang salah, sampai kepada penyebab yang tidak

jelas, seperti karena cemas, dan lain-lain. Sementara spondilosis adalah suatu kondisi dimana

terdapat perubahan degeneratif tulang belakang.

B. Patofisiologis

Spondilosis suatu keadaan dimana terjadi degeneratif dari discus intervebralis secara progresif

yang kemudian mengarah terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang terjadinya

perubahan pada daerah perbatasan tulang dan ligament. Hal ini terjadi karena penekanan

berlebihan dan terus menerus pada vertebra lumbal dan mengakibatkan kemunduran, jaringan

elastis dari anulus fibrosis berkurang dan digantikan oleh jaringan fibrosis. Sehingga elastisitas

dan fleksibilitas dari pergerakan antara ruas-ruas ruling belakang menurun. Tekanan intra distal

menyebabkan saling mendekatnya ruas-ruas tulang belakang sehingga kemampuan untuk

meredam (shock absorber) berkurang. Discus intervetebralis menekan keluar sehingga mendorong

ligament longitudinal posterior, ligament yang memperkuat vertebra tersebut menjadi kendor dan

tubuh mengalami suatu iritasi (refance mekanisme) dengan pergantian jaringan di sekitar vertebra

dan diikuti proses pengapuran dan akhirnya menjadi osteofit yang dapat dilihat ndengan rongent.

Pada proses lebih lanjut osteofit tersebut dapat menjepit saraf dan menimbulkan keluhan pada

punggung bawah; yang kadang dapat menjalar hingga ke tungkai dan terjadi penurunan

fleksibilitas pada trunk.

C. Tanda dan Gejala Klinis

1. Adanya nyeri yang bersifat terlokalisir atau refered pain.

2. Adanya gangguan mobilitas/keterbatasan gerak dari punggung

3. Adanya gangguan otot panggul

4. adanya gangguan ADL, misalnya berjalan.

5. Adanya spasme otot

Page 35: FISIOTERAPI akreditasi.docx

D. Etiologi

Faktor penyebab nyeri punggung bawah secara umum dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

1. Akibat tumor

Tumor sering terjadi pada daerah pinggul atau di columma vertebralis. Akibat tumor

tersebut memberikan proyeksi nyeri punggung.

2. Akibat infeksi

Akibat kuman tersebut maka akan dapat menyebabkan munculnya nyeri, misalnya

akibat gangguan alat visceral seperti ginjal, kandu kemih uruter dan rectum.

3. Akibat degenerasi

Secara alami, orang yang berusia 20 tahun ke atas mengalami penurunan fungsi

jaringan tubuh termasuk juga dari discus intervebralis yang kemudian mengarah kepada

terjadinya perubahan-perubahan pada daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan ligament.

4. Akibat gangguan biomekanik atau gerakan

Sekitar 60% dari jumlah populasi LBP diakibatkan oleh kesalahan biomekanik atau

gerakan.

5. Akibat trauma

Trauma berbeda dengan biomekanik, namun yang dimaksud disini adanya ruda

paksa, jatuh terkena benda tajam, dan lain-lain.

6. Akibat gangguan psikis

Gangguan psikis erat kaitannya dengan gangguan kejiwaan pada seseorang dengan

munculnya LBP.

Page 36: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB IV

ASSESMENT FISIOTERAPI

A. DATA-DATA MEDIS RS

1. Diagnosis Medis : LBP akibat dari Spondylosis L3-L4

2. Catatan klinis :

Tekanan Darah :

Denyut Nadi :

Pernafasan :

Suhu :

B. PEMERIKSAAN FT

1. Anamnesis

a. Anamnesi Umum

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat :

b. Anamnesis Khusus

Keluhan Utama :

Lokasi Keluhan :

Terjadi Sejak :

Sifat keluhan :

RPP :

c. Anamnesis System

Page 37: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Kardiovaskular : -

Respirasi : -

Musculoskeletal : ada spasme M. Piriformis

2. Inspeksi

Statis :

Dinamis :

3. Pemeriksaan Fungsi

a. Tes Orientasi

Pasien diminta melakukan gerakan dari jongkok ke berdiri

Hasil :

b. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Lumbal

1) Aktif

Fleksi :

Ekstensi :

Lateral Fleksi ka/ki :

Rotasi ka/ki :

2) Pasif

Fleksi :

Ekstensi :

Lateral Fleksi ka/ki :

Rotasi ka/ki :

3) TIMT

Fleksi : Sedikit nyeri

Ekstensi :

Page 38: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Lateral Fleksi ka/ki :

Rotasi ka/ki :

c. Pemeriksaan Spesifik

1) Straigt Leg Raising

Tujuan : Untuk mengetahui adanya penjepitan N. Ischiadicus

Hasil : +

IP : Ada penjepitan pada N. Ischiadicus

2) Patric test

Tujuan :Untuk mengetahui apakah ada joint blok pada ligament

sacroiliaca anterior

Hasil : +

IP : Ada nyeri pada lig. Anterior hip joint dan lig. Anterior SIJ

3) Anti Patrick test

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada gangguan pada ligament

sacroiliaca posterior

Hasil : +

IP : Ada nyeri pada lig. Posterior SIJ

4) Tes Connective tissue

Tujuan : Untuk mengetahui adanya spasme pada M. Erector spine

Hasil : +

IP : Ada spasme pada M. Erector spine

5) Tes kompressi L3-L4

Tujuan : Untuk mengetahui apakah terjadi spondylosis

Hasil : +

Page 39: FISIOTERAPI akreditasi.docx

IP :Ada spondylosis pada L3-L4

6) Palpasi

Tujuan : Untuk mengetahui adanya spasme

Hasil : +

IP : Spasme pada M. Piriformis

d. Pemeriksaan Tambahan

X-Ray : Adanya spondylosis pada L3-L4

e. VAS

0 10

Keterangan:

1-2 : Tidak nyeri

3-4 : Kurang nyeri

5-6 : Nyeri

7-8 : Lebih nyeri

9-10 : sangat nyeri

C. DIAGNOSIS FT

Gangguan aktivitas fungsional tungkai akibat ischialgia karena spondylosis L3-L4

D. PROBLEMATIK FT

1. Nyeri pada pinggang dan kedua tungkai

2. Spasme M. Piriformis dan M. Erector spine

3. Gangguan fungsional kedua tungkai pada saat berjalan.

Page 40: FISIOTERAPI akreditasi.docx

E. PERENCANAAN FT

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi nyeri

b. Menghilangkan spasme pada M. erector spine dan M. Piriformis

c. Mengembalikan fungsional kedua tungkai pada saat berjalan

2. Tujuan Jangka Panjang

Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional kedua tungkai.

F. PELAKSANAAN FT

1. SWD

Tujuan : sebagi pre eliminary exercise, meningkatkan metabolisme jaringan,

meningkatkan elastisitas jaringan, melancarkan sirkulasi jaringan.

Teknik : pasien posisi tengkurap, dengan kondensator diletakkan di daerah

pinggang, dan kondensator yang satunya diletakkan di daerah tungkai.

Dosis :

F : 3x/minggu

I : 50 mA/cem

T : co planar,

T : 10 menit

2. TENS

Tujuan : Untuk menurunkan nyeri

Teknik : Pasien dalam posisi tidur tengkurap, kemudian fisioterapis

meletakkan 4 pad pada daerah pinggang.

Dosis :

F : 3x/minggu

I : 10 mA

Page 41: FISIOTERAPI akreditasi.docx

T : 4 Pad coplanar

T : 10 menit

3. Vibrator

Tujuan : untuk mengurangi spasme M. Erector spine

Teknik : pasein tidur tengkurap di atas bed dan fisioterapis berada di samping

bed dengan menggunakan vibrator dengan teknik transversal.

Dosis :

F : 3x/minggu

I : tekanan yang keras, 30 kali

T : transversal

T : 5 menit

4. Stretching

Tujuan : Untuk mengurangi spasme dan meningkatkan fleksibilitas otot

Dosis :

F : 3x/minggu

I : penguluran maksimal

T : Pasif Stretching

T : 3 x repetisi

5. Bugnet Exercise

Tujuan : Untuk mengurangi nyeri, merileksasikan otot erector spine,

menguatkan otot abdominal.

Teknik : Pasien tidur terlentang, lalu kaki di dorso fleksikan, tangan saling

menarik di atas perut dan kepala dekatkan dagu dengan dada (angkat kepala 15º)

Dosis :

F : 3x/minggu

Page 42: FISIOTERAPI akreditasi.docx

I : 8 x hitungan, 3 x repetisi

T : aktif exercise

T : 5 menit

G. PROGNOSIS

- Quo ad Vitam :

- Quo ad Sanam :

- Quo ad Fungsional :

- Quo ad Cosmetican : S

H. EVALUASI

- Sesaat :

- Berkala :

Page 43: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Home Program (Edukasi)

Memberikan home program kepada pasien berupa latihan latihan antara lain :

- Pasien di minta melakukan latihan ringan seperti tidur dalam posisi crook lying

kemudiaan kontraksikan otot perut sampai lumbal terasa menyentuh bad.

- Mengajarkan pasien untuk melakukan posisi yang benar seperti : saat duduk harus

tegak, baring dengan menggunakan kasur yang agak keras dan rata, berdiri dari

posisi duduk dengan mencondongkan badan terlebih dahulu kedepan, mengangkat

barang dengan cara jongkok terlebih dahulu dan cara bangun tidur yang benar

yaitu miring terlebih dahulu baru bangun.

Page 44: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit stroke merupakan problem kesehatan yang utama, karena merupakan penyebab

kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor dua sesudah serangan jantung. Sekitar satu

dari tiga penduduk akan menderita stroke dan satu dari tujuh penduduk akan meninggal karena

serangan ini.

Stroke dapat menjadi malapetaka bagi penderita dan keluarganya. Seorang penderita stroke

tidak mungkin kembali bekerja seperti sebelumnya. Dia akan kehilangan kemampuan untuk

berkomuniaksi dengan orang lain dan merawat dirinya. Stroke menjadi keadaan kompot

(disability) yang paling sering dijumpai diantara orang-orang usia menengaj dan lanjut.

Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga dan dapat terjadi pada

siapa saja dan apabila terserang, maka tidak ada lagi tindakan yang efektif yang dilakukan untuk

mengatasinya. Namun dekade terakhir ini terdapat terapis efektif yang dapat memperbaiki hasil

akhir stroke. Pada kenyataannya sekitar sepertiga pasien stroke dapat pulih sempurna. Dan

proporsi ini dapat meningkat jika pasien selalu mendapat terapi darurat dan rehabilitasi yang

memadai.

Walaupun penyakit stroke merupakan penyakit yang mematikan, akan tetapi sebagian

penderitanya akan pulih sempurna dan sebagian besar akan meninggalkan gejala sisa seperti

kelemahan separuh abdan atau yang dikenal dengan nama hamiparese

Hemiplegia pasca stroke merupakan salah satu masalah terbesar mengenai efisit

sensomotorik berupa gangguan fungsi gerak, keseimbangan, kekuatan otot dan lingkup sendi,

koordinasi aktivitas keseimbangan, kekuatan otot dan lingkup sendi, koordinasi aktivitas

kesehatan dan pemeliharaan diri.

Page 45: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

Susunan Saraf Pusat Meliputi :

A. Otak

Otak merupakan organ tubuh yang paling penting menyangkut fungsi seperti berfikir,

bergerak, berbicara, melihat, mendengar dan merasa apabila mengalami kerusakan sedikit saja,

akibatnya sungguh fatal. Kerusakan sel otak setempat yang hanya sedikit saja, akan berakibat

gangguan fungsi tubuh yang lebih luas melebihi daerah yang sesungguhnya rusak, karena sel otak

yang rusak tadi akan mengeluarkan toksikasi glutamat yang akan merusak fungsi sel otak

sekitarnya secara berantai yang tadinya masih baik.

Otak terletak di rongga tengkorak (cavum cranii) dan bertanggung jawab dalam mengurus

organ dan jaringan untuk daerah kepala dan leher.

B. Medulla Spinalis

Medulla spinalis adalah massa jaringan saraf berbentuk silindris memanjang menempati 2/3

cranalis vertebralis kurang lebih 42-45 cm dari C1 s/d L1,2 ujung rostral diteruskan oleh medulla

oblongata sedangkan ujung distal diteruskan oleh Conus Medullaris. Dari sana keluar serabut

saraf berbentuk ekor kuda disebut cauda equine bersifat LMN .

Fisiologi Peredaran Darah Cerebral

Aliran darah akan membawa O2, makanan dan substansi lain yang dibutuhkan ke otak.

Kebutuhan otak sangat mendesak dan sangat vital, kekurangan O2 kurang lebih 6 menit saja di otak

akan mengakibatkan kematian sel otak, sementara tidak ada sistem pembantu pengambilan fungsi dari

area yang lain yang terdekat melalui mekanisme adaptasi tetapi tidaklah sempurna. Karena itu

sirkulasi darah ke otak haruslah cukup dan konstan.

Page 46: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Arteri carolis interna dan arteri vertebralis beranastomosis di circulus Willici di substansia Alba

dan mendapat tambahan dari arteri Bacillaris. Metabolisme otak butuh kurang lebih 18% O2 dari total

kebutuhan O2, tubuh untuk oksidasi glukosa dan metabolisme karbohidrat dalam otak merupakan

sumber tenaga yang utama, sedangkan metabolisme lemak dan protein hanya sedikit

Page 47: FISIOTERAPI akreditasi.docx

BAB IV

ASSESMENT FISIOTERAPI

I. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

1) Diagnosa medis :

2) Catatan klinis :

3) Terapi umum :

4) Rujukan :

II. SEGI FISIOTERAPI

Tanggal :

a) Anamnesis(Auto/Hetero)

Keluhan utama :

Lokasi Keluhan :

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit penyerta :

Riwayat pribadi :

Riwayat keluarga :

Anamnesis sistem

Muskuluskeletal :

Respirasi :

b) Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda vital

Tekanan darah :

Denyut nadi :

Pernapasan :

Temperatur :

Tinggi badan :

Berat badan :

b. Inspeksi

1). Statis :

Page 48: FISIOTERAPI akreditasi.docx

2). Dinamis :

3). Tes Orentasi : - menyisir ( ), - makan dan minum ( )

c. Palpasi :

d. Gerakan dasar

Shoulder

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Abduksi :

- Adduksi :

Elbow

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Abduksi :

- Adduksi :

Wrist

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Abduksi :

- Adduksi :

Hip

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Eksorotasi :

- Endorotasi :

Knee

- Fleksi :

- Ekstensi :

- Abduksi :

Page 49: FISIOTERAPI akreditasi.docx

- Adduksi :

Ankle

- Dorso Fleksi:

- Plantar Fleksi :

- Eversi :

- Inversi :

e. Kognitif,intrapersonal, dan interpersonal

Kognitif : Pasien mampu mengetahui orientasi waktu dan tempat, memory

dan perhatian,bahasa baik,pasien dapat mengikuti instruksi

terapis dengan baik saat latihan.

Intrapersonal : pasien mempunyai motivasi untuk sembuh

Interpersonal : pasien mampu berkomunikasi dengan baik, baik dengan

keluarga maupun pegawai rumah sakit yang lain.

f. Lingkungan aktifitas dan kehidupan sosial yang mudah dalam bergaul

(bersosialisasi) terutama pada terapis saat treatment

g. Aktifitas fungsional dari pasien terganggu sehingga pasien tidak bisa

melakukan pekerjaanya.

Pemeriksaan spesifik

1. Tes motorik

Reaksi ADL

- pasien disuruh membuka kancing baju :

- pasien disuruh menyisir rambut :

Tes keseimbangan

Pasien tidur terlentang, menekuk kedua lutut dan disuruh mengangkat

pantat

Hasil :

Tes koordinasi

- Finger to finger :

- finger to nose :

Page 50: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Tes kekuatan otot

Untuk Lengan

Fisioterapi menggerakkan bahunya dengan memberikan tahanan siku di

gerakkan keatas

Hasil :

Untuk Tungkai

Fisioterapis menyuruh pasien menggerakkan tungkainya ke kanan dan

kedalam.

Hasil :

2. Tes sensorik

Tes rasa sakit

Fisioterapi mencubit bagian yang lumpuh

Hasil :

Tes rasa gerak

Extremitas pasien digerakkan kemudian ditanyakan pada pasien apakah

dia merasakan adanya gerakan

Hasil :

Tes rasa beda titik

Letakkan dua atu lebih jari di extremitas yang lemah, kemudian tanyakan

berapa titik yang bersentuhan

Hasil :

3. Tes tonus

Fisioterapi mempalpasi muscle belly yang lemah dan membandingkan dengan

sisi yang sehat.

Hasil :

4. Tes Reflex

Dilakukan sambil pasien diajak bicara :s

Biseps : ( )

Page 51: FISIOTERAPI akreditasi.docx

Trisep : ()

Apr : ( )

KPR : ()

Babinski : ()

c) Diagnosis

d) Problematik Fisioterapi

Gangguan Tonus

Gangguamn Keseimbangan

Gangguan ADL dan Koordinasi

Gangguan Pernafasan

Gangguan Postur

e) Program rencana tindakan fisioterapi

1. Tujuan

- Meningkatkan kekuatan otot

- Memperbaiki keseimbangan

- Memperbaiki koordinasi

- Memperbaiki fungsi ADL

- Memperbaiki Postur

2. Tindakan :

a). Teknologi Alternatif

IRR

Muscle Stimulasi

PNF

Strengthening Exercise

Breathing Exercise

b). Teknologi yang dilaksanakan

IRR : F = 3 seminggu

I = 50 Hz

T = Fokus

T = 10 meni

Muscle Stimulasi

Page 52: FISIOTERAPI akreditasi.docx

F = 3 seminggu

I = 8

T = Fokus

T = 10 menit

PNF : F = 3X seminggu

I = penguluran

T = Posisi fokus

T = 10 menit

Exercise therapy

F = 3X seminggu

I = penguluran

T = Fokus

T = 05 menit

Breating Exercise

F = 3X seminggu

I = Pernafasan

T = Fokus

T = 10 menit

c). Edukasi

pasien diminta untuk melakukan exercise teraphy untuk dilakukan pada

waktu senggang pasien baik dirumah sakit atau setelah kembali kerumah.

f) Prognosis

Quo ad vitan :

Quo ad sanam :

Quo ad fungsionam :

Quo ad cosmeticam :

Page 53: FISIOTERAPI akreditasi.docx

g) Pelaksanaan fisioterapi

IRR : Pasien tidur terlentang, kemudian diberikan penyinaran

pada daerah lengan dan tungkai Dextra dengan faktor

penghambat dihilangkan

F = 3 seminggu

I = 50 Hz

T = Fokus

T = 10 meni

Muscle Stimulasi : Pasien tidur terlentang, kemudian diberikan Muscle

Stimulasi pad diletakkan didaerah sepertiga distal humeri

dan di ekstensor carpi Radialis.

F = 3 seminggu

I =

T =

T = 05 menit

PNF : Pasien tidur terlentang,kemudian tangan

fisioterapi berada pada persendian lengan dan tungkai

pasien,fisioterapi memberikan tahanan sebagian dengan

menyuruh pasien melawan tahanan yang diberikan

sambai batas ROM pasien.

F = 3X seminggu

I = penguluran

T = Posisi fokus

T = 15 menit

Exercise rherapy : pasien tidut terlentang, kemudian fisioterpis menggerakkan

tiap sendi yang mengalami kelemahan dimulai dari

aktif,pasif dan TIMT.

F = 3X seminggu

Page 54: FISIOTERAPI akreditasi.docx

I = penguluran

T = Fokus

T = 15 menit

h) Evaluasi

Evaluasi sesaat :

Evaluasi berkala :

i) Hasil terapi akhir :

Home Programe :

1. Latihan ADL dengan melibatkan extremitas

yang lemah

2. Latihan penguatan otot

3. Positioning dan kontrol postur

4. Partisipasi sosial

5. Latihan berjalan dengan pola yang benar