fisiologi reproduksi

52
Fisiologi Reproduksi Drh. Yuda Heru Fibrianto, MP., PhD. Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Laboratorium In vitro maturasi dan stem cell Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 240508 Fisiologi Reproduksi 1. Control of gonadal and gamete development 2. Control of ovulation and the corpus luteum 3. Reproductive cycle 4. Pregnancy and parturition KONTROL TERHADAP GONAD DAN PERKEMBANGAN GAMET Perkembangan Sistem Reproduksi Organisasi gonad di bawah kontrol genetik Organisasi seks genitalia dan otak tergantung pada ada tidaknya testoteron Kontrol Hipotalamopituitari Terhadap Reproduksi Hipotalamus dan adenohipofisis menyekresikan hormon protein dan peptid yang mengontrol aktivitas gonad Adenohipofisis menghasilkan FSH, LH, dan prolaktin. Mengontrol proses reproduksi Pelepasan Gonadotropin Perkembangan Folikel Ovarium Perkembangan gamet mula-mula terjadi tanpa dukungan gonadotropin, selanjutnya didukung oleh sekresi gonadotropin secara pulsatil Di dalam folikel pra-antrum, reseptor gonadotropin untuk LH berkembang pada teka yang mengakibatkan sintesis androgen; FSH mengarahkan granulosa sehingga mengubah androgen menjadi estrogen Pada akhir fase folikuler ovarium, berkembanglah reseptor LH di granulosa; ini menimbulkan lonjakan LH pra-ovulasi dan mengakibatkan ovulasi

Upload: donata-asta

Post on 24-Jun-2015

1.492 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fisiologi Reproduksi

Fisiologi Reproduksi

Drh. Yuda Heru Fibrianto, MP., PhD.

Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran HewanLaboratorium In vitro maturasi dan stem cell Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada240508

Fisiologi Reproduksi1. Control of gonadal and gamete development2. Control of ovulation and the corpus luteum3. Reproductive cycle4. Pregnancy and parturition

KONTROL TERHADAP GONAD DAN PERKEMBANGAN GAMET

• Perkembangan Sistem Reproduksi– Organisasi gonad di bawah kontrol genetik– Organisasi seks genitalia dan otak tergantung pada ada tidaknya testoteron

• Kontrol Hipotalamopituitari Terhadap Reproduksi – Hipotalamus dan adenohipofisis menyekresikan hormon protein dan peptid yang

mengontrol aktivitas gonad– Adenohipofisis menghasilkan FSH, LH, dan prolaktin.– Mengontrol proses reproduksi

• Pelepasan Gonadotropin• Perkembangan Folikel Ovarium

– Perkembangan gamet mula-mula terjadi tanpa dukungan gonadotropin, selanjutnya didukung oleh sekresi gonadotropin secara pulsatil

– Di dalam folikel pra-antrum, reseptor gonadotropin untuk LH berkembang pada teka yang mengakibatkan sintesis androgen; FSH mengarahkan granulosa sehingga mengubah androgen menjadi estrogen

– Pada akhir fase folikuler ovarium, berkembanglah reseptor LH di granulosa; ini menimbulkan lonjakan LH pra-ovulasi dan mengakibatkan ovulasi

Organisasi Gonad di Bawah Kontrol Genetik• Perkembangan inisial ovari embrio melibatkan migrasi sel-sel induk ke genital ridge dari

kantung kuning telur. Sel-sel induk primordial ini menduduki sex cord yang telah terbentuk dalam daerah korteks gonad embrio dari proliferasi sel-sel epitel terminal genital ridge. Sex cord memberikan sel yang pada awalnya dikenal sebagai sel folikel, kemudian sebagai sel granulosa, yang segera mengelilingi oosit. Mesenkim genital ridge menyumbang sel yang akan menjadi teka. Seluruh struktur ini diberi nama folikel yang meliputi sel-sel oosit, granulosa dan teka.

• Tidak ada hubungan langsung terbentuk antara oosit dan tabung yang akan menjadi oviduk yang berasal dari duktus mulleri. Hasil akhirnya ialah dilepaskannya oosit lewat permukaan ovari dengan pecahnya jaringan pembungkus ovari. Peristiwa ini diberi nama ovulasi. Ujung atas oviduk bernama fimbria, bentuknya istimewa seperti corong dan mampu mengambil oosit dari permukaan ovari. Beberapa spesies hewan memindahkan oosit ke fimbria menggunakan bursa, yang cenderung menyelubungi ovari dan mengarahkan oosit ke lubang kecil pada bursa.

Page 2: Fisiologi Reproduksi

• Perkembangan testis embrio mirip perkembangan ovari; sel-sel induk bermigrasi ke genita ridge dan menduduki sex cord yang telah terbentuk dari invaginasi permukaan epitel. Sel sertoli (sel granulosa pada betina) terbentuk dari sex cord, sedangkan sel leydig (sel teka pada betina) terbentuk dari mesenkim genital ridge. Perbedaan pokok dengan perkembangan ovari ialah bahwa invaginasi sex cord pada jantan berlanjut sampai medula gonad embrio; di sini terbentuk hubungan dengan pita medula dari mesonefros, atau ginjal primitif. Saluran mesonefros (duktus wolfi) menjadi epididimis, vas deferens, dan uretra yang mempunyai hubungan langsung dengan tubulus seminiferus. Karena itu, sel kelamin jantan keluar dari tubuh hewan melalui sistem pipa tertutup.

Organisasi Seks Genitalia dan Otak Bergantung pada Ada Tidaknya Testoteron • Perkembangan sistem tubulus genital dan genitalia eksterna di bawah kontrol gonad yang

sedang berkembang. Jika hewannya betina, gonad yang berkembang adalah ovari, duktus mulleri berkembang menjadi oviduk, uterus, serviks dan vagina, sedangkan duktus wolfi mengecil; tidak adanya testoteron penting untuk kedua perubahan itu. Jika hewannya jantan, rete testis menghasilkan faktor penghambat muller, yang menyebabkan pengecilan duktus mulleri. Pada hewan jantan duktus wolfi dipelihara oleh pengaruh hormon androgen yang dihasilkan oleh testis. Kesimpulannya, duktus mulleri merupakan struktur “pemanen”, sedangkan duktus wolfi struktur “sementara”, kecuali jika ada hormon jantan yang mempengaruhinya. Terdapatnya enzim 5a - reduktase penting untuk pengaruh androgen, karena testoteron di dalam sel harus diubah menjadi dihidro-testoteron agar terjadi maskulinisasi jaringan.

• Perkembangan genitalia eksterna mengikuti pengembangan dan pengarahan gonad. Jika hewannya bergenotip betina, lipatan jaringan yang bernama labia membentuk vulva, dan klitoris berkembang. Jika hewannya jantan, androgen dari testis mengarahkan pembentukan penis (pasangan klitoris) dan skrotum (pasangan labia). Sekali lagi, ada tidaknya androgen merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembentukan genitalia eksterna.

• Organisasi final hewan yang menyangkut jantina (jenis kelamin, gender) tergantung pada diferensiasi seks hipotalamus. Pemaparan hipotalamus kepada androgen pada saat janin akan lahir menyebabkan hipotalamus diorganisasi menjadi jantan. Ironisnya ialah bahwa konversi (aromatisasi) androgen menjadi estrogen esensial agar hewan menjadi jantan; ini diperantarai oleh enzim di dalam jaringan saraf. Tidak adanya androgen menyebabkan hipotalamus diorganisasi menjadi betina.

• Konsep mendasar organisasi sistem reproduksi yang menyangkut genotip ialah bahwa sistem betina diorganisasi jika testis tidak ada. Jika hewan akan menjadi jantan, harus ada intervensi aktif oleh testes lewat terbentuknya androgen dan enzim-enzim jaringan yang serasi di dalam dua lingkungan: (1) di dalam genitalia interna untuk mengubahnya menjadi androgen lebih poten; dan (2) di dalam hipotalamus untuk mengubahnya menjadi estrogen.

Kontrol Hipotalamopituitari Terhadap Reproduksi • Hipotalamus dan adenohipofisis menyekresikan hormon protein dan peptid yang mengontrol

aktivitas gonad– Aktivitas gonad ada di bawah kontrol hipotalamus dan adenohipofisis. Hipotalamus

merupakan struktur yang relatif kecil, terletak midsentral pada dasar otak. Hipotalamus dibagi ke dalam dua bagian oleh ventrikel III dan sesungguhnya membentuk dinding ventral dan lateral ventrikel III tadi. Hipotalamus mempunyai himpunan-himpunan neuron yang disebut nukleus, menyekresikan hormon peptid yang penting untuk mengontrol aktivitas pituitari. Seperti yang akan diurai lebih rinci, peptid ini bergerak menuju ke pituitari baik secara langsung (lewat akson) atau secara tak langsung lewat sistem porta pembuluh darah. Pituitari menanggapi peptid hipotalamus dengan menghasilkan hormon yang penting untuk mengontrol gonad.

• Adenohipofisis menghasilkan FSH, LH dan prolaktin; ketiganya mengontrol proses reproduksiPituitari terdiri atas tiga bagian: lobus anterior yang diberi nama adenohipofisis atau pars-distalis; lobus intermedius yang diberi nama pars-intermedia; dan lobus posterior yang diberi nama

Page 3: Fisiologi Reproduksi

neurohipofisis atau pars-nervosa. Lobus-lobus itu asal embriologinya lain-lain: pars-distalis dari endo-ektoderm (asalnya dari lipatan kecil pada bagian dorsal faring yang bernama kantong rathke) sedangkan pars-intermedia dan pars-nerfosa asalnya dari neuro-ektoderm. Adenohipofisis menghasilkan hormon protein yang penting untuk mengontrol reproduksi, yakni 2 gonadotropin (FSH dan LH), dan hormon ke 3 bernama prolaktin. Hormon pituitari lainnya ialah GH, ACTH, dan TSH. Dalam mempersiapkan ovulasi FSH dan LH bekerja sinergestik: FSH memegang peran lebih dominan selama pengembangan folikel, sedangkan LH memegang peranan lebih dominan selama stadium akhir pemasakan folikel sampai ovulasi. Gonadotropin dan TSH diberi nama glikoprotein karena molekulnya mengandung gugus karbohidrat yang mendukung fungsinya. Oksitosin yang dihasilkan oleh neurohipofisis adalah hormon yang penting untuk reproduksi. Di samping merupakan pusat penting pengatur reproduksi, hipotalamus mengatur nafsu makan dan suhu tubuh serta memadukan aktivitas sistem saraf otonom. Karena asal embriologinya sama, hipotalamus mempunyai hubungan langsung dengan neurohipofisis. Hubungan ini melalui tangkai saraf yang mengandung akson berasal dari tubuh sel yang terletak di hipotalamus. Dua pasang neuron dalam hipotalamus, yakni nukleus supraoptikus dan nukleus sparaventrikularis bertanggung jawab terhadap sintesis vasopresin dan oksitosin. Hormon peptid yang kecil ini digabungkan ke molekul peptid yang lebih besar bernama neurofisin dan diangkut dari lokasi sintesis di hipotalamus (tubuh sel) melalui akson ke lokasi penyimpanan dan pelepasan, yakni neurohipofisis. Hubungan antara hipotalamus dan adenohipofisis tidak secara langsung lewat akson, tetapi lewat sistem portal vena yang menghubungkan eminensia media di hipotalamus ke adenohipofisis. Zat dari hipotalamus yang mengontrol adenohipofisis diangkut dari eminensia media ke pituitari lewat sistem porta vena. Misalnya GnRH (gonadotropin-releasing hormone; suatu peptid) dihasilkan di dalam nukleus-preoptikus, sedangkan dopamin –suatu asam amino– dihasilkan oleh nukleus arkuatus. Akson mengangkut kedua zat itu dari hipotalamus ke eminensia media; dari sini keduanya dicurahkan ke sistem porta vena. Sintesis GnRH, seperti halnya oksitosin dan vasopresin, melibatkan produksi molekul prekursor yang lebih besar, dengan daerah terminal-C dari 50 asam amino bernama peptid terkait-GNRH, atau GAP (GnRH-associated Peptide). Meskipun GAP dapat merangsang pelepasan FSH dan LH, GnRH tetap dianggap sebagai hormon kritis bagi pelepasan gonadotropin. Fungsi GAP yang lebih penting ialah kemampuannya menghambat sekresi prolaktin.

MODIFIKASI PELEPASAN GONADOTROPIN• Pola sekresi utama gonadotropin pulsatil. Pola ini ditimbulkan oleh sekresi GnRH yang

pulsatil dari hipotalamus. Pentingnya cara pelepasan yang pulsatil ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa jika GnRH diberikan secara kontinyu, sistemnya dapat dihambat. Pendudukan terus menerus reseptor GnRH yang ada di permukaan gonadotrop oleh GnRH menganggu sinyal intrasel untuk sintesis dan pelepasan gonadotropin.

• Umumnya, sistem generator pulsa untuk sekresi gonadoptropin meningkat selama fase folikular dan menurun selama fase luteal siklus estrus. Estrogen mengurangi amplitudo pulsa, sedangkan progesteron mengurangi frekuensi pulsa sekresi gonadotropin. Ini berarti bahwa selama fase folikular, frekuensi pulsa meningkat karena tidak adanya progesteron, sedangkan amplitudo pulsa menurun karena adanya estrogen. Kombinasi meningkatnya frekuensi pulsa dan menurunnya amplitudo pulsa ini penting untuk memelihara fase pertumbuhan final folikel yang sedang berkembang.

• Hipotalamus dan adenohipofisis mampu menanggapi sekresi estrogen yang terus meningkat dengan meningkatkan sekresi gonadotropin. Hubungan ini diberi nama umpan balik positif. Kadar estrogen yang meningkat secara tiba-tiba dan terus-menerus terjadi selama satu sampai beberapa hari ketika folikel mengalami perkembangan finalnya. Ini menyebabkan meningkatnya sekresi gonadotropin dengan menambah frekuensi pelepasan GnRH secara pulsatil yang sebagai akibatnya sekresi gonadotropin meningkat. Pada hakikatnya pelepasaan gonadotropin secara pulsatil yang meningkat frekuensinya dapat mengatasi laju klirens metabolisme. Maksud

Page 4: Fisiologi Reproduksi

lonjakan gonadotropin ialah untuk menimbulkan perubahan di dalam folikel yang berakhir dengan pecahnya folikel (ovulasi). Durasi lonjakan gonadotropin relatif singkat (biasanya 12 sampai 24 jam), barangkali karena faktor utama yang menimbulkan tanggapan –yakni estrogen- menurun konsentrasinya sementara folikel menanggapi lonjakan gonadotropin praovulasi. Mekanisme fisiologi khusus untuk menginisiasi timbulnya ovulasi ini efektif karena folikel mampu memberi sinyal stadium kematangannya kepada hipotalamus dan adenohipofisis dengan produknya (estrogen) yang makin bertambah banyak dengan makin matangnya folikel.

• Sekresi gonadotropin diubah-ubah oleh hormon steroid ovari, estrogen dan progesteron. Dengan makin bertambahnya waktu, efek hormon ini menekan sekresi gonadotropin. Terutama estrogen mampu mempengaruhi atau mampu memberi hambatan umpan balik negatif kepada sekresi gonadotropin yang khas dengan kepekaannya (efektif pada kadar rendah) dan kecepatan kerjanya (dalam beberapa jam). Sangat bertambahnya kadar gonadotropin yang terjadi setelah ovariektomi terutama disebabkan oleh hilangnya estrogen.

• Karena progesteron mempengaruhi frekuensi gonadotropin, diduga pengaruh modulasinya terdapat pada tataran hipotalamus. Estrogen diduga mempengaruhi sekresi gonadotropin lewat efeknya pada pituitari dan hipotalamus. Meskipun ada perbedaan dalam lokasi kerjanya antar-spesies, tampaknya tapak hipotalamus untuk hambatan umpan balik negatif terhadap gonadotropin oleh progesteron dan estrogen ada pada area tepat di atas eminensia media yang diberi nama nukleus arkuatus. Tapak hipotalamus untuk rangsangan umpan balik positif terhadap pelepasan gonadotropin oleh estrogen tampaknya lebih ke arah anterior, yakni daerah preoptik hipotalamus anterior.

• Sekresi gonadotropin dapat diubah-ubah oleh hormon peptid dan protein yang dihasilkan oleh hipotalamus dan ovari. Beta-endorfin dapat menghambat sekresi LH bila diberikan sistemik. Namun, perannya dalam mengubah-ubah sekresi gonadotropin fisiologis belum diketahui. Hormon lain, inhibin, -suatu protein yang dihasilkan oleh sel granulosa folikel yang sedang tumbuh- juga menghambat sekresi gonadotropin terutama FSH selama stadium akhir perkembangan folikel. Seperti yang diuraikan pada folikulogenesis, penekanan terhadap sekresi FSH ini barangkali penting bagi hewan untuk mengontrol jumlah folikel yang akan dikembangkan sampai matang.

• Pengontrolan sekresi gonadotropin pada hewan jantan mirip pada hewan betina: pulsa GnRH yang muncul di hipotalamus mempengaruhi sekresi pulsatil gonadotropin. Ini sebaliknya, menyebabkan sekresi testoteron oleh testis juga pulsatil. Salah satu perbedaan utama antar-jantina ialah bahwa pada hewan jantan tidak diperlukan umpan balik positif untuk melepas gonadotropin: gamet diproduksi dan dilepas secara terus-menerus dalam sistem tubulus yang terbuka ke eksterior. Ini membuat lonjakan pelepasan gonadotropin tidak diperlukan, sedang pada hewan betina diperlukan untuk memecah permukaan ovari agar oosit dapat dikeluarkan.

• Prolaktin adalah hormon ketiga yang dihasilkan oleh adenohipofisis dan penting dalam proses reproduksi, terutama efeknya terhadap kelenjar susu dan laktasi pada mamal. Meskipun sekresi prolaktin pulsatil, kontrol terhadap sekresi lebih menekankan kepada hambatan ketimbang rangsangan sekresi. Konsep ini didukung oleh temuan bahwa sekresi prolaktin meningkat jika pituitari dipisahkan dari hipotalamus baik dengan jalan memotong tangkai pituitari atau memindah pituitari ke bagian lain tubuh (misalnya pada kapsula ginjal). Dengan demikian, perhatian terbesar diberikan kepada faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin. Katekolamin dopamin yang dihasilkan oleh neuron hipotalamus bagian ventral (nukleus arkuatus), merupakan penghambat sekresi prolaktin yang kuat. Faktor lain yang menghambat sekresi prolaktin ialah GABA ( g Amino Butyric Acid) dan GAP. Agonis dopamin, seperti bromokriptin, dapat dipakai untuk menekan sekresi prolaktin dalam kasus hiperprolaktinemia.

• Salah satu faktor yang diketahui melepas prolaktin ialah TRH. Kepentingan fisiologi TRH dalam sekresi prolaktin belum diketahui meskipun reseptor untuk TRH telah diidentifikasi pada laktotrop dalam adenohipofisis. Peptid usus vasoaktif (VIP), yakni perangsang kuat sekresi prolaktin, dapat memegang peran fisiologi pada sekresi prolaktin lewat hambatannya terhadap sintesis dopamin dalam hipotalamus. Estrogen dapat menambah sekresi prolaktin oleh laktotrop dengan mengurangi kepekaan laktotrop terhadap dopamin dan memperbanyak reseptor TRH.

Page 5: Fisiologi Reproduksi

Yang menarik perhatian ialah bahwa anjing betina yang sudah mengalami ovariohisterektomi dan bedah cesar biasanya memelihara kemampuannya berlaktasi secara efektif.

Modified from R. Guillemin & R. Burgus (1972)

The hormones of the hypothalamus, Sci Am 227:24-

33.

Modified from R. Guillemin & R. Burgus (1972)

The hormones of the hypothalamus, Sci Am 227:24-

33.

Page 6: Fisiologi Reproduksi

Supports late follicular development, ovulation, & corpus luteum function (especially progesterone synthesis); Supports testosterone synthesis, Leydig cell 

+ GnRH (LHRH); - Sex steroids (via LHRH in & ); + Estradiol in near midcycle

Gonadotrope

Lutropin, Luteinizing Hormon

Supports growth of ovarian follicles & estradiol production; Supports Sertoli cell function & spermatogenesis

+ Gonadotropin Releasing Hormone, Luteinizing Hormone Releasing Hormone, Gonadoliberin (GnRH, LHRH); - Inhibin; - Sex steroids (via LHRH)

Gonadotrope

Follitropin, Follicle Stimulating Hormon

Stimulates milk synthesis by secretory epithelium of breast; supports corpus luteum function

-Dopamine; + TRH; - SS; + Estrogens; + Oxytocin

Lactotrope; Mammotrope

Prolactin, Mammotropin, Luteotropin

Hormonal FunctionHypothalamic Regulator

Hypophysial Cell Type

Hormon

Page 7: Fisiologi Reproduksi
Page 8: Fisiologi Reproduksi
Page 9: Fisiologi Reproduksi

Differensiasi genitalia interna manusia 6 minggu

Page 10: Fisiologi Reproduksi

Interaksi hypotalamus-pituitari-ovary selama fase folikuler

PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM

• Pengembangan gamet mula-mula terjadi tanpa dukungan gonadotropin, selanjutnya dengan sekresi gonadotropin pulsatil

• Di dalam folikel preantrum, reseptor gonadotropin untuk LH berkembang pada teka, dan ini mengakibatkan sintesis androgen; arahan FSH pada sel granulosa menyebabkan sel itu mengubah androgen menjadi estrogen

• Pada akhir fase folikuler ovari, berkembanglah reseptor LH pada granulosa yang menimbulkan lonjakan pra-ovulasi LH untuk menyebabkan ovulasi

Pengembangan Gamet Mula-mula Terjadi Tanpa Dukungan Gonadotropin, Selanjutnya dengan Sekresi Gonadotropin Pulsatil

• Proliferasi oosit yang terjadi dengan pembelahan mitosis selama perkembangan fetus pada kebanyakan spesies mamal berakhir kira-kira menjelang saat kelahiran. Oosit memulai proses pengurangan jumlah kromoson sehingga menjadi haploid secara meiosis segera sesudah lahir di bawah pengaruh faktor penginisiasi meiosis yang diduga dihasilkan oleh rete ovari. Proses ini segera diinterupsi saat diploten atau diktiat atau stadium diktiat meiosis I oleh faktor penghambat

Page 11: Fisiologi Reproduksi

meiosis yang tampaknya dihasilkan oleh sel folikel yang sedang berkembang. Oosit tetap dalam stadium ini sampai folikel mengalami perkembangan finalnya, yang pada manusia dapat sampai 50 tahun lebih. Dalam posisi demikian ini, folikel dibatasi oleh membrana propria atau membrana basalis yang disekresikan oleh sel-sel folikel.

• Perkembangan awal folikel melibatkan pertumbuhan oosit yang diiringi aktivitas sintesis intensif dengan menyintesis sejumlah besar RNA. Sel-sel folikel mulai berbelah dan membentuk granulosa sampai beberapa sel tebalnya, kemudian menyekresikan zat pembatas lainnya, zona pelusida, yang letaknya lebih dalam ketimbang granulosa dan mengelilingi oosit. Sel granulosa memelihara kontak dengan oosit melalui zona pelusida lewat pengembangan tonjolan sitoplasma. Interaksi antara sel-sel granulosa dipermudah oleh pengembangan gap junction. Bentuk komunikasi seperti ini penting, karena granulosa tidak disuplai oleh darah; pembuluh darah hanya sampai membrana basalis. Lapisan teka folikel terbentuk mengelilingi membrana basalis untuk melengkapi lapisan folikel. Folikel dalam stadium ini disebut folikel primer, atau folikel preantrum. Faktor yang mengontrol awal pertumbuhan folikel tidak diketahui. Faktor eksternal, seperti gonadotropin, tidak diperlukan karena hewan yang diambil hipofisisnya dapat mengembangkan folikel preantrum.

• Pada spesies seperti sapi dan kuda (mungkin juga kambing dan domba) yang beberapa folikel dominannya berkembang selama siklus estrus, beberapa folikel tumbuh setiap hari. Pada hewan yang beberapa folikelnya berkembang secara serentak (babi, kucing, anjing), tampaknya kurang cenderung memiliki gelombang pertumbuhan folikel yang bersaingan selama fase luteal (babi), dan hanya sejumlah folikel saja selama periode praovulasi (kucing dan anjing). Jadi, pengembangan sejumlah folikel dapat mengekang, atau membatasi, perkembangan folikel dari keadaan primordia, paling tidak selama periode perkembangan aktif folikel yang menjurus kepada ovulasi.

• Jelas bahwa perkembangan folikel awal di bawah kontrol gen, dan polanya mencerminkan kebutuhan spesies tertentu.

Di Dalam Folikel Preantrum, Reseptor Gonadotropin Untuk LH Berkembang pada Teka, dan Ini Mengakibatkan Sintesis Androgen; Arahan FSH Pada Sel Granulosa Menyebabkan Sel Itu Mengubah Androgen Menjadi Estrogen

• Agar folikel dapat terus berkembang melebihi stadium preantrum, granulosa dan teka perlu mengembangkan reseptor untuk gonadotropin. Reseptor FSH berkembang pada granulosa, sedangkan reseptor LH berkembang pada teka. Mulainya timbul folikel antral ditandai dengan munculnya cairan yang mulai membagi granulosa. Cairan folikel, suatu produk granulosa, melebur untuk membentuk rongga yang makin lama makin besar (antrum) di dalam granulosa. Pada perkembangan selanjutnya folikel antral, oosit tetap dikelilingi oleh lapisan sel granulosa diberi nama kumulus ooforus dan terikat ke dinding folikel oleh tangkai kecil sel-sel granulosa.

• Terdapatnya reseptor yang berbeda untuk gonadotropin pada sel teka dan sel granulosa mengakibatkan adanya upaya kerja sama terkait dengan sintesis estrogen. Teka menghasilkan androgen (testoteron dan androstendion) di bawah pengaruh LH, yang berdifusi melintasi membrana basalis menuju ke granulosa; di sini androgen diubah menjadi estrogen (estradiol-17). Dalam perkembangan saat itu, granulosa tidak mampu membentuk androgen, yakni prekursor untuk biosintesis estrogen, dan kapasitas teka untuk menghasilkan estrogen terbatas. Konsep ini yang diberi nama mekanisme dua sel untuk sekresi estrogen yang mempunyai efek umpan balik positif pada granulosa; yakni merangsang sel untuk mengalami pembelahan mitosis sehingga ukuran folikel bertambah sementara granulosa berproliferasi menanggapi produk sekresinya sendiri (estrogen).

• Salah satu efek estrogen ialah pembentukan reseptor-reseptor tambahan teruntuk FSH sementara perkembangan folikel berlanjut shg folikel antral makin lama makin sensitif terhadap FSH dan mampu tumbuh di bawah pengaruh FSH yang sekresinya relatif ajek.

Page 12: Fisiologi Reproduksi

Pada Akhir Fase Folikolar Ovari, Berkembanglah Reseptor LH Pada Granulosa yang Menimbulkan Lonjakan Pra-ovulasi LH Untuk Menyebabkan Ovulasi

• Pada akhir perkembangan folikel antral, FSH dan estrogen memulai pembentukan reseptor LH pada granulosa, sementara reseptor FSH jumlahnya berkurang. Meningkat-nya sekresi estrogen oleh folikel antral akhirnya mengakibatkan dimulainya lonjakan gonadotropin pra-ovulasi. Jadi, pada stadium akhir perkembangan, berangsur-angsur folikel berkurang jumlahnya di bawah kontrol LH sementara folikel itu tumbuh atau melakukan pertumbuhan cepat terakhir sampai terjadi ovulasi

Page 13: Fisiologi Reproduksi

PENGONTROLAN OVULASI DAN KORPUS LUTEUM• Ovulasi

– Folikel ovulatori dipilih pada saat timbulnya luteolisis (ternak besar)– Ovulasi ditimbulkan oleh lonjakan gonadotropin praovulasi yang diinduksi oleh

estrogen• Korpus Luteum

– Korpus luteum menyekresikan progesteron yang esensial untuk kebuntingan– LH penting untuk pemeliharaan korpus luteum– Regresi korpus luteum pada ternak besar nirbunting dikontrol oleh sekresi

prostaglandin F2a– Perubahan umur korpus luteum pada ternak besar terjadi karena ada perubahan

sintesis prostaglandin F2a oleh uterus • Siklus Ovari

– Pada hewan yang ovulasinya spontan, siklus ovari mempunyai dua fase: folikular dan luteal; hewan yang memerlukan kopulasi agar terjadi ovulasi hanya dapat mempunyai fase folikular saja

– Pada beberapa spesies fase luteal dapat dipengaruhi oleh kopulasi

Page 14: Fisiologi Reproduksi

OVULASI: Folikel ovulatori dipilih pada saat timbulnya luteolisis (ternak besar).

• folikel ovulatori yang dipilih, secara kebetulan, adalah folikel dominan yang sedang berkembang pada saat korpusluteum mulai lisis. Durasi yang diperlukan untuk perkembangan folikel antral sampai ovulasi telah ditaksir dengan berbagai teknik kira-kira 10 hari pada hewan ternak, pada primata sedikit lebih banyak. Folikel yang tumbuh cepat memerlukan pemaparan kepada laju pulsa gonadotropin yang lebih cepat pada hari ketiga atau keempat agar folikel dapat menyelesaikan pola pertumbuhan normalnya dan berovulasi. Keadaan ini biasanya terjadi dalam kaitannya dengan mulainya regresi korpusluteum, yang secara pasif memungkinkan meningkatnya laju pulsatil sekresi gonadotropin.

• Salah satu cara folikel dominan memelihara statusnya ialah menghasilkan zat yang menghambat perkembangan folikel antral lainnya. Salah satu zatnya ialah inhibin, suatu hormon peptid yang dihasilkan oleh granulosa, yang menghambat sekresi FSH. Folikel yang dominan mampu mengimbangi kadar FSH yang lebih rendah ini dan terus tumbuh oleh adanya penambahan reseptor FSH yang telah dibuatnya. Pertumbuhan folikel ini dinamis setelah fase pertumbuhan cepat tercapai; folikel harus dipelihara oleh rangsangan gonadotropin yang wajar dalam beberapa hari; jika tidak, folikel mati. Jika folikel antral yang tumbuh cepat tidak terpapar kepada lingkungan gonadotropin yang wajar, hampir serta merta terjadilah atresia (regresi). Folikel yang beregresi diserbu oleh sel-sel radang, dan daerah yang dulunya diduduki oleh folikel antral akhirnya dipenuhi jaringan pengikat sehingga folikel diganti oleh jejas ovari.

Diameter dominan folikel dan area luteinasi CL

Page 15: Fisiologi Reproduksi

Perkembangan folikel dominan dan folikel kedua terbesar selama siklus estrus kuda

Ovulasi disebabkan lonjakan gonadotropin pra-ovulasi yang diinduksi oleh estrogen

• Lonjakan LH praovulasi yang mulai terjadi kira-kira 24 jam sebelum ovulasi pada kebanyakan spesies ternak (sapi, anjing, kambing, babi, dan domba) menginisiasi perubahan kritis pada folikel sehingga mempengaruhi status organ endokrin dan berakibatkan dilepaskannya oosit. Dua jaringan penting oosit dan granulosa, sudah dijaga oleh produksi zat penghambat yang barangkali asalnya dari granulosa. Salah satunya ialah faktor penghambat oosit yang mencegah oosit meneruskan meiosis. Zat lainnya ialah faktor penghambat luteinisasi yang mencegah granulosa secara prematur diubah menjadi jaringan luteal. Dampak lonjakan LH ialah blokade terhadap produksi dua faktor penghambat itu. Pada kebanyakan hewan, diteruskannya meiosis berakibat terjadinya pembelahan pertama meiosis (meiosis I), atau terbentuknya benda kutub pertama, yang selesai sebelum ovulasi. Pada hewan dengan potensi reproduksi yang cukup panjang, misalnya sapi, inisiasi proses meiosis dapat dimulai 10 tahun atau lebih sebelum prosesnya selesai.

• Pengaruh lonjakan LH pada granulosa ialah dimungkinkannya inisiasi proses luteinisasi, yaitu proses yang mengubah sel dari pemroduksi estrogen menjadi pemroduksi progesteron. Proses ini terjadi sebelum ovulasi. Dengan datangnya lonjakan LH, secara serentak sekresi estrogen menurun dengan dimulainya sekresi progesteron.

• Fungsi lain lonjakkan LH praovulasi ialah dibuatnya granulosa membentuk zat seperti relaksin dan prostaglandin F2a yang mempengaruhi kesinambungan jaringan pengikat lapisan teka folikel.

• estrogen dipakai oleh folikel (1) untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan granulosa; dan (2) untuk memberi sinyal kepada hipotalamus dan pituitari anterior bahwa folikel sudah siap untuk berovulasi

Page 16: Fisiologi Reproduksi

KORPUS LUTEUM

• Korpus luteum menyekresikan progesteron àpenting untuk kebuntingan, Pada kebanyakan spesies hewan ternak, produksi progesteron oleh korpus luteum yang signifikan dimulai dalam waktu 24 jam pascaovulasi. Pada beberapa spesies, termasuk anjing dan primata, sejumlah kecil progesteron diproduksi selama lonjakan LH praovulasi; pada anjing, ini penting untuk perilaku kesediaan melakukan hubungan kelamin.

• LH àpenting untuk pemeliharaan korpus luteum, Bagi kebanyakan hewan ternak, LH merupakan luteotropin yang penting, dan korpus luteum dipelihara –pada hewan nirbunting maupun bunting– oleh pola pelepasan LH pulsatil yang relatif lamban (1 pulsa per 2 – 3 jam). Pada rodensia, prolaktin merupakan luteotropin penting; pelepasan prolaktin harian berfase ganda diinisiasi oleh kopulasi, dan ini penting untuk pemeliharaan korpus luteum. Di antara spesies ternak, domba merupakan satu-satunya spesies yang luteotropinya adalah prolaktin.

Regresi Korpus Luteum pada Hewan Ternak Besar Nirbunting Dikontrol oleh Prostaglandin F2a dari Sekresi Uterus

• Regresi korpus luteum pada hewan ternak besar nirbunting penting, agar hewan memasuki kembali status fertilnya sesegera mungkin. Umur kehidupan korpus luteum sesudah ovulasi harus cukup panjang sampai konseptus mampu menyintesis dan melepas faktor yang mempertahankan korpus luteum, tetapi harus cukup pendek agar hewan nirbunting dapat kembali ke status fertilnya. Pada hewan ternak besar durasi fase luteal kira-kira 14 hari jika tidak bunting. Ini memungkinkan hewan ternak mempunyai siklus estrus dengan interval relatif sering, yakni kira-kira 3 mingguan

• PGF2a –suatu asam amino 20-C nirjenuh– merupakan zat yang dikeluarkan uterus dan menyebabkan regresi korpus luteum pada hewan ternak besar, termasuk sapi, kambing, kuda, babi dan domba. Pada kucing, anjing dan primata PGF2a tidak menimbulkan regresi korpus luteum. Terapi prostaglandin telah dipakai secara klinis untuk menyebabkan luteolisis pada anjing betina, untuk mengobati piometra atau untuk menimbulkan keguguran. Pada spesies ternak besar regresi korpus luteum diinisiasi oleh sintesis dan pelepasan PGF2a oleh uterus (asalnya dari endometrium) kira-kira 14 hari pascaovulasi. Pemindahan PGF2a dari uterus ke ovari diduga terjadi secara arus balik lokal atau sistemik umum. Transfer secara arus balik (counter current) yang melibatkan gerakan molekul melintaasi sistem pembuluh darah dari kadar lebih tinggi dalam vena (vena otero-ovaria) ke daerah berkonsentrasi lebih rendah (arteri-ovaria). Transfer sistemik melibatkan pelintasan molekul lewat sirkulasi umum. Pada beberapa spesies (sapi dan domba), sintesis PGF2a dari suatu tanduk uterus hanya mempengaruhi umur korpus luteum pada ovari ipsilateral. Pada spesies lain (babi dan barangkali kuda), sintesis PGF2a dari satu tanduk sudah cukup untuk menimbulkan regresi korpusluteum pada kedua ovari. Efek ini dapat terjadi barangkali karena produksi PGF2a yang lebih besar oleh uterus; juga karena perbedaan laju metabolisme PGF2a. PGF2a dengan cepat dimetabolisasi secara sistemik; sekali melintasi paru 90% PGF2a rusak. Jadi, sistem yang memerlukan PGF2a sebagai zat yang menimbulkan luteolisis pada spesies ternak besar mewajibkan PGF2a dihemat lewat sistem transfer khusus, atau PGF2a diproduksi dalam jumlah yang relatif besar.

• Pola sintesis dan pelepasan PGF2a penting untuk efek luteolisisnya. Misalnya, sintesis dan pelepasan PGF2a harus pulsatil, dengan pulsa berinterval kira-kira 6 jam, agar terjadi luteolisis. Telah berkembang konsep bahwa ada minimal 4 sampai 5 pulsa dalam 24 jam jika ingin terjadi luteolisis sempurna. Jika interval pulsa bertambah lama sebelum terjadi luteolisis sempurna, misalnya 12 jam, korpus luteum dapat sembuh dan terus berfungsi, meskipun hanya menyintesis sedikit saja steroid. Uterus harus terpapar kepada estrogen dan progesteron agar terjadi sintesis dan pelepasan PGF2a. Meskipun inisiasi sintesis PGF2a yang berakhir dengan luteolisis tidak sepenuhnya dipahami, salah satu penjelasannya ialah bahwa estrogen (dari folikel antral) menyebabkan sintesis awal dan pelepasan PGF2a. Pada domba, diduga terjadi permainan antara uterus dan ovari setelah timbul pulsa PGF2a awal. PGF2a mempengaruhi korpus luteum untuk

Page 17: Fisiologi Reproduksi

mengurangi produksi progesteron dan melepaskan oksitosin luteal. Oksitosin kemudian berinteraksi dengan reseptor di dalam uterus untuk memulai lagi sintesis PGF2a. Sintesis PGF2a berhenti 6 – 12 jam sesudah kadar progesteron mencapai kadar basal, yakni setelah luteolisis selesai. Pada anjing dan kucing terkait dengan regresi korpus luteum tidak ada sistem untuk membuat siklus estrus terjadi awal; fase luteal kira-kira 70 hari pada anjing, sedangkan pada kucing 35 hari.

Perubahan umur korpus luteum pada ternak besar terjadi àkarena adanya perubahan sintesis PGF 2α

• Perubahan penting dalam usia korpus luteum pada spesies ternak besar nirbunting terjadi hanya oleh perubahan di dalam uterus. Terdapatnya embrio mengakibatkan blokade terhadap sintesis PGF2a dan dilanjutkannya aktivitas korpus luteum. Bertambah panjangnya fase luteal lazim juga terjadi pada kuda betina meskipun tak ada infeksi. Keanehan pada kuda betina ini tampaknya ditimbulkan oleh kecenderungan genetik, yakni sintesis dan pelepasan PGF2a kurang mencukupi

• Pada hewan ternak besar nirbunting, tanggapan endometrium terhadap radang yang ditimbulkan oleh bakteri dapat mengakibatkan disintesis dan dilepaskannya PGF2a secara signifikan, sehingga timbul luteolisis prematur dan pemendekan siklus estrus. Harus disadari bahwa aktivitas korpus luteum hampir selalu normal jika tidak ada keabnormalan uterus pada spesies ternak besar. Jadi, siklus estrus yang lebih pendek pada hewan ternak besar merupakan pertanda adanya infeksi uterus.

SIKLUS OVARI

• Pada hewan yang berovulasi secara spontan, siklus ovari punya 2 fase: folikular dan luteal • Hewan yang memerlukan kopulasi agar terjadi ovulasi hanya dapat punya fase folikuler• Fase luteal pada beberapa spesies diubah-ubah oleh kopulasi

Pada Hewan yang Beroperasi Secara Spontan, Siklus Ovari Punya Dua Fase: Folikular dan Luteal; Hewan yang Memerlukan Kopulasi Agar Terjadi Ovulasi Hanya Dapat Punya Fase Folikular

• Siklus ovari pada hewan nirbunting didefinisikan sebagai interval antara dua ovulasi yang berturutan. Siklus terdiri atas dua fase, yakni fase folikular (awal) dan fase luteal (lanjutannya), dengan ovulasi memisahkan kedua fase itu. Pada kebanyakan hewan ternak dan primata, proses

Page 18: Fisiologi Reproduksi

ovulasi diatur oleh mekanisme internal: estrogen dari folikel antral menginisiasi dilepaskannya gonadotropin untuk ovulasi. Hewan demikian ini diberi nama ovulator spontan.

• Terdapat perbedaan mendasar antar-hewan berkaitan dengan hubungan antara fase folikular dan fase luteal siklus estrus. Pada primata terdapat pemisahan sempurna fase folikular dari fase luteal, tanpa adanya pertumbuhan folikel yang terjadi sampai luteolisis terjadi. Pada hewan ternak besar, terjadi pertumbuhan folikel yang signifikan selama fase luteal siklus. Misalnya, pada sapi ada folikel antral ketika mulai terjadi luteolisis, dan pada kuda betina dapat terjadi pertumbuhan folikel yang berakhir dengan ovulasi selama fase luteal (± 5% siklus). Jadi, pada ternak besar, banyak pertumbuhan folikel timbul pada fase luteal. Keadaan demikian ini berakibat lebih pendeknya siklus pada hewan ternak besar dibanding primata (17 –21 hari vs 28 hari). Interval dari luteolisis ke ovulasi lebih pendek pada hewan ternak besar (5 –10 hari) ketimbang pada primata (12 – 13 hari). Periode pertumbuhan folikel antral yang berlanjut ke ovulasi tidak banyak berbeda, tetapi dengan pertumbuhan final folikel antral memerlukan waktu ± 10 hari pada hewan ternak besar dan ± 12 –13 hari primata.

• Hewan yang memerlukan kopulasi untuk timbulnya ovulasi diberi nama ovulator terinduksi. Hewan-hewan ini termasuk kucing, kelinci, onta, alpaka dan llama. Kopulasi menggantikan estrogen sebagai perangsang dilepaskannya gonadotropin untuk ovulasi. Akan tetapi, hewan-hewan itu memerlukan paparan terhadap kadar estrogen tinggi sebelum dapat menanggapi kopulasi dengan dilepaskannya gonadotropin. Ovulator terinduksi mempunyai pola pertumbuhan folikel (jika tak ada kopulasi) yang ditandai dengan berkembangnya sejumlah folikel dan dipeliharanya dalam keadaan masak selama beberapa hari, kemudian mengalami regresi. Pola pertumbuhan folikel dapat dipisah secara jelas, misalnya pada kucing, yang folikelnya berkembang dan meregresi setelah 6 – 7 hari, dan minimal 8 – 9 hari antara gelombang pertumbuhan folikel. Gelombang folikel juga dapat mengalami tumpang tindih sedikit (pada alpaka dan llama), atau sangat bertumpang tindih (kelinci).

Fase Luteal pada Beberapa Spesies Diubah-ubah oleh Kopulasi• Pada rodensia fase luteal siklus ovari bertambah panjang oleh adanya kopulasi. Umur korpus

luteum hanya 1 – 2 hari jika tak ada kopulasi. Kopulasi menginisiasi dilepaskannya prolaktin yang mengakibatkan bertambah panjangnya aktivitas korpus luteum sampai 10 – 11 hari jika tidak ada kebuntingan. Fenomena ini sering diberi nama bunting semu. Pada anjing, regresi spontan korpus luteum merupakan pertanda berakhirnya diestrus dan mengakibatkan meningkatnya kadar prolaktin sehingga terjadilah bunting-semu klinis. Anjing betina nirbunting dapat membuat sarang, mengeluarkan air susu, dan merawat objek bukan anaknya selama waktu itu

Siklus Estrus Anjing• Empat fase estrus

– Proestrus– Estrus– Diestrus– Anestrus

Page 19: Fisiologi Reproduksi

Anestrus

Pregnancy Metestru

s

EstrusProestrus

Diestrus

Metestrus terjadi selama estrus

63 3-5

109

Psedudopregnancy

Kawin dengan pejantan subur

Kawin dg pejantan tidak subur atau tidak ada kawin

120

57

Page 20: Fisiologi Reproduksi

Anjing

Page 21: Fisiologi Reproduksi

Kuda

Page 22: Fisiologi Reproduksi

SIKLUS REPRODUKSI

Dua Tipe Siklus Reproduksi ialah Siklus Estrus dan Siklus Menstruasi• Pubertas dan Senilisasi Reproduksi

– Pubertas adalah saat hewan pertama kali melepas sel induk masak– Senilisasi reproduksi pada primata terjadi karena ketakcukupan ovari, bukan

ketakcukupan sekresi gonadotropin• Perilaku Seks

– Kesediaan seks pada hewan betina diatur oleh estrogen dan GnRH, pada hewan jantan oleh testoteron.

• Faktor Eksternal Pengontrol Siklus Reproduksi– Foto periode, laktasi, nutrisi, dan interaksi hewan merupakan faktor penting yang

mempengaruhi reproduksi– Nutrisi yang tak cukup berakibatkan ketakaktifan ovari, terutama pada sapi

Dua Tipe Siklus Reproduksi: Siklus Estrus dan siklus Menstruasi

• Dikenal dua tipe siklus reproduksi, siklus estrus dan siklus menstruasi, dan interval antara kedua ovulasi berturut-turut diberi nama siklus ovari. Terminologi ini berkembang agar dapat dipakai ciri tertentu untuk mengidentifikasi secara akurat stadium tertentu siklus reproduksi, dan yang terpenting mengaitkannya dengan waktu ovulasi.

• Pada hewan ternak, yang siklus estrusnya terbatas (kesediaan perkelamin) dipakai istilah siklus estrus, dan mulainya pro-estrus didefinisikan sebagai awal mulainya siklus. Pada primata, yang bersedia kawin selama sebagian besar siklus reproduksi, dipakai istilah siklus menstruasi, dan mulainya menstruasi (keluarnya kotoran vagina berupa cairan dan jaringan bersimbah darah) ditandai sebagai awal siklus. Pada banyak spesies, hari pertama siklus menstruasi maupun estrus, dimulai segera sesudah fase luteal berakhir. Pada anjing, periode anestrus normal berakhir kira-kira 3 bulan; ini memisahkan diestrus dari porestrus (stadium akan diuraikan di belakang).

• Pada hewan ternak, proestrus biasanya dimulai dalam 40 jam setelah fase luteal berakhir; anjing dan babi merupakan kekecualian, yakni proestrus babi tidak terjadi selama 5 – 6 hari. Pada primata, mentruasi biasanya dimulai dalam 24 jam pada akhir fase luteal. Meskipun kedua siklus dimulai pada saat yang bersamaan dalam kaitannya dengan fase luteal (yakni segera sesudah berakhir), saat ovulasinya berbeda. Ini lantaran fase luteal dan folikular pada primata terpisah; ovulasi terjadi minimal 12 – 13 hari sesudah dimulainya mens. Pada kebanyakan hewan ternak, fase folikular tumpang tindih dengan fase luteal, dan sebagai akibatnya ovulasi terjadi relatif pada awal siklus estrus. Dibanding primata, ovulasi lebih mudah diramal pada hewan ternak, karena estrus biasanya sangat terkait dengan pelepasan gonadotropin praovulasi dan ovulasi. Mulainya perkembangan folikel pada primata dapat ditunda oleh berbagai alasan, termasuk stres, sehingga saat ovulasi kurang dapat diramal pada primata.

• Siklus estrus telah dibagi ke dalam stadium-stadium yang mewakili peristiwa perilaku atau gonad. Istilah itu awalnya dikembangkan untuk marmut, tikus dan mencit. Urutannya demikian: proestrus –periode pengembangan folikel yang terjadi mengikuti regresi korpus luteum dan berakhir pada estrus; estrus –periode kesediaan kawin; metestrus –periode pengembangan awal korpos luteum; dan diestrus –periode fase masaknya korpus luteum.

• Untuk hewan ternak istilah tersebut tidak begitu bermanfaat. Istilah umum yang dipakai untuk hewan ternak melibatkan aktivitas perilaku atau gonad. Siklus dapat dilukiskan secara perilaku dengan menunjukkan apakah hewan itu dalam keadaan estrus (bersedia berkelamin) atau tidak, termasuk stadium proestrus, metestrus, dan diestrus. Siklus juga dapat dilukiskan dengan merujuk kepada aktivitas gonad, jika diferensiasi folikel dan korpus luteum dapat ditunjukkan. Hewan dapat disebut dalam fase folikular (proestrus dan estrus) atau fase luteal (metestrus dan diestrus). Karena korpus luteum kuda relatif sulit diidentifikasi secara palpasi rektal, kuda biasanya diklasifikasi berdasar perilaku seksnya, yakni estrus atau nonestrus. Klasifikasi

Page 23: Fisiologi Reproduksi

berdasar perilaku juga dipakai pada spesies ternak lain, termasuk kambing, domba, dan babi karena sulitnya menentukan status ovari. Status ovari sapi dapat ditentukan secara akurat dengan palpasi rektal sehingga sapi biasanya diklasifikasi berdasar status ovari, yakni folikular atau luteal. Status ovari anjing dan kucing dapat ditentukan dengan mengukur kadar progesteron serum. Jika korpus luteum dapat diidentifikasi, penetapan dapat dibuat bahwa aktivitas ovari normal pada hewan tertentu, karena korpus luteum merupakan kulminasi pertumbuhan folikel dan ovulasi.

Pubertas: Waktu Ketika Hewan Pertama Kali Melepas Sel Induk Masak• Agar hewan betina dapat memulai siklus reproduksi, dia harus mengalami proses yang disebut

pubertas. Istilah pubertas dipakai untuk memberi definisi dimulainya kehidupan reproduksi. Meskipun pada hewan betina datang aktivitas seks (pada hewan ternak) atau pendarahan mens pertama (pada primata) sering dipakai sebagai permulaan pubertas, definisi yang paling tepat ialah saat ovulasi pertama.

• Untuk semua spesies terdapat persyaratan kritis menyangkut ukuran tubuhnya: tubuh harus mencapai ukuran tertentu agar pubertas dapat diinisiasi, misalnya pada sapi berat badannya harusa kira-kira 275 kg, dan pada domba kira-kira 40 kg. Jika persyaratan kritis ini tidak dipenuhi karena hewan kekurangan nutrisi, pubertas tertunda. Umur pubertas pada hewan ternak adalah sbb.: kucing, 6 – 12 bulan; sapi, 8 – 12 bulan; anjing, 6 – 12 bulan; kambing, 7 – 8 bulan; kuda, 12 – 18 bulan; dan domba, 7 – 8 bulan.

• Mekanisme fisiologi yang melibatkan pengontrolan pubertas pada hewan ternak diketahui paling banyak pada domba. Salah satu konsep mendasar dimulainya pubertas melibatkan peningkatan sintesis dan pelepasan GnRH dari hipotalamus, yang mendorong sekresi gonadotropin (dalam

Page 24: Fisiologi Reproduksi

bentuk pulsatil) dan pertumbuhan folikel. Sebelum pubertas, sekresi GnRH dan gonadotropin belum ada, karena hipotalamus sangat peka terhadap hambatan umpan balik estrogen. Salah satu kunci timbulnya pubertas pada domba ialah matangnya hipotalamus, yang menjadikannya kurang peka terhadap estrogen. Dimulainya pubertas tidak dihalang-halangi oleh ketiadaan tanggapan gonad prapubertas, karena perkembangan folikel ovari dapat ditimbulkan oleh pemberian gonadotopin.

• Perubahan fotoperiode penting bagi domba untuk memasuki pubertas. Telah ditunjukkan bahwa domba harus pernah terpapar pada fotoperiode panjang selama perkembangan prapubertasnya. Periode ini cukup 1 – 2 minggu saja (di bawah kondisi eksperimen). Berakhirnya fotoperiode panjang, yang terjadi selama musim panas, memungkinkan kepekaan hipotalamus menurun dalam menanggapi umpan balik negatif estrogen. Interval minimal dari akhir paparan kepada fotoperiode sampai dimulainya pubertas adalah 10 minggu (di bawah kondisi eksperiman). Ini sesuai dengan pubertas spontan: ovulasi pertama sering terjadi pada minggu terakhir September atau kira-kira 13 minggu dari berakhirnya musim panas. Perhatikan bahwa konsep inisiasi pubertas tidak melibatkan menurunnya fotoperiode itu sendiri. Tekanannya ialah pada titik balik, yakni berhentinya paparan terhadap fotoperiode panjang.

• Dengan paparan yang wajar terhadap fotoperiode, sekresi gonadotropin pada domba menyebabkan pertumbuhan folikel yang signifikan. Pertumbuhan ini dipelihara oleh menurunnya kepekaan hipotalamus terhadap estrogen yang dihasilkan oleh folikel. Peristiwa endokrin pertama pubertas pada domba betina ialah munculnya lonjakan gonadotropin tipe praovulasi, barangkali diinduksi oleh estrogen yang dihasilkan oleh folikel. Lonjakan gonadotropin mengakibatkan produksi struktur korpusluteum, lewat luteinisasi folikel yang mempunyai umur pendek, yakni 3 – 4 hari sesudah kematian struktur korpus luteum awal, timbul lonjakan gonadotropin lainnya, yang menimbulkan ovulasi dan pembentukan korpus luteum, lazimnya berumur normal. Pada saat ini, aktivitas ovari siklis akhirnya terjadi pada domba betina.

• Fotoperiode dapat mempunyai efek supresif terhadap saat datangnya pubertas pad hewan yang siklus ovarinya dikontrol oleh cahaya. Anak kucing yang lahir pada musim semi, pada akhir musim gugur sudah cukup besar untuk memasuki pubertas, tetapi pubertas dapat ditunda beberapa bulan jika anak kucing itu ada di bawah fotoperiode alami.

• Fotoperiode mempengaruhi saat timbulnya pubertas pada monyet makakus, tergantung pada kematangan fisiologi individu. Ovulasi pertama, atau mulai timbulnya pubertas, dapat terjadi pada akhir musim gugur atau awal musim dingin, ketika umurnya kira-kira 30 bulan (20% hewan) atau 12 bulan kemudian, atau umur kira-kira 42 bulan (80% hewan). Hewan yang timbulnya pubertas pada umur kira-kira 30 bulan sistem neuroendokrinnya masak lebih awal, dan sekresi gonadotropin yang signifikan dimulai pada musim semi sebelumnya. nampaknya dimulainya pubertas lebih awal ditentukan oleh nutrisi dan pertumbuhan.

• Dimulainya pubertas biasanya mengakibatkan terjadinya aktivitas ovari yang siklis dalam waktu yang relatif dekat, yakni pada domba dalam beberapa minggu sampai satu bulan. Umumnya, dimulainya siklus ovari lebih lambat dan berakhirnya lebih awal pada domba muda dibandingkan dengan domba dewasa pada hewan yang rasnya sama. Lebih awalnya aktivitas ovari berhenti disebabkan oleh tanggapan lebih awal terhadap umpan balik negatif estrogen.

• Inisiasi aktivitas ovari siklis pada primata dewasa terjadi lebih lama; pertumbuhan folikel pertama yang signifikan biasanya diakhiri dengan kegagalan ovulasi. Pada monyet, waktu 3 – 6 bulan biasanya diperlukan sesudah dimulainya menarke (keluarnya darah dari vagina untuk pertama kali), sebelum terjadinya ovulasi pertama. Pada manusia, pertumbuhan folikel tanpa ovulasi dapat terjadi sampai 1 tahun sebelum timbulnya siklus ovari normal, yakni ovulasi dan pembentukan korpus luteum.

Page 25: Fisiologi Reproduksi

Senilitas Reproduksi pada Primata Terjadi karena Ketakcukupan Ovari, Bukan Ketak-cukupan Sekresi Gonadotropin

• Akhir aktivitas ovari yang terjadi pada primata diberi nama menopause. Pada manusia, ini lazimnya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun. Menopause timbul karena habisnya oosit, yang timbul selama proses kehidupan reproduksi wanita. Pada hakikatnya ini merupakan kegagalan ovari. Tidak jelas apakah folikel gagal berkembang dari keadaan primordialnya lantaran jumlah absolut folikel, jumlah relatif folikel, atau tidak adanya reseptor gonadotropin mencegah folikel untuk tidak memasuki stadium pertumbuhan yang tergantung pada gonadotropin. Inisiasi menopause sering melibatkan ketakteraturan siklus lantaran terjadinya kegagalan perkembangan folikel dan ovulasi. Sekresi gonadotropin dapat bertambah, atau normal saja, karena kekurangan estrogen sehingga tidak ada umpan balik negatif terhadap sekresi gonadotropin. Akhirnya, aktivitas folikel ovari berhenti, kadar estrogen menurun, dan dengan tidak adanya hambatan umpan balik negatif, kadar gonadotropin sangat meningkat.

• Senilitas reproduksi tidak dikenal pada hewan ternak. Ini mungkin karena beberapa spesies ternak umurnya diperpendek untuk alasan ekonomi atau perikehewanan. Meskipun demikian, tampaknya jelas bahwa fenomena menopause tidak terjadi pada hewan ternak. Satu-satunya efek umur dapat dilihat pada anjing; siklus estrus anjing intervalnya makin lama makin bertambah dari keadaan normal 7,5 bulan menjadi 12 – 15 bulan ke arah berkhirnya siklus.

Page 26: Fisiologi Reproduksi

Kesediaan Kawin Ditentukan oleh Estrogen dan GnRH pada Hewan Betina dan Testosteron pada Hewan Jantan

• Timbulnya perilaku seks tergantung pada ada tidaknya pemaparan hipotalamus kepada testosteron selama periode neonatal. Testosteron menimbulkan maskulinisasi pusat seks di hipotalamus. Tidak adanya testosteron menyebabkan hipotalamus menjadi betina. Suatu area di dalam hipotalamus –area preoptika media– telah diidentifikasi pada tikus sebagai area yang strukturnya dimodifikasi oleh pemaparan kepada testosteron.

• Ada beberapa asas berkaitan dengan efek hormon terhadap perilaku seks hewan ternak. Pertama, besarnya perubahan kadar hormon yang mempengaruhi perilaku seks kecil saja; misalnya pada kucing, peningkatan kadar estradiol–17b dari 10 menjadi 20 pg/ml plasma menimbulkan gejala proestrus. Kedua, sinergisme antar-hormon sering penting untuk terjadinya kesediaan kawin; misalnya pada anjing pemaparan kepada estrogen diikuti oleh progesteron penting. Ketiga, runtutan pemaparan terhadap hormon penting; misalnya pemaparan terhadap progesteron lebih dulu diperlukan sebelum pemaparan kepada estrogen agar timbul estrus pada domba.

• Estrogen dari folikel antral yang berkembang merupakan hormon yang diperlukan untuk kesediaan kawin pada semua ternak. Pada beberapa spesies hewan progesteron yang berasal dari granulosa folikel atau dari korpus luteum juga penting untuk timbulnya estrus.

• Pada domba estrus terjadi hanya menanggapi estrogen jika hewan sebelumnya sudah terpapar kepada progesteron (lewat adanya korpus luteum sebelumnya). Estrus biasanya mulai terjadi segera sesudah akhir fase luteal, yakni 24 – 36 jam, karena terdapatnya folikel besar antral saat terjadinya luteolisis. Maka, periode dari pemaparan terakhir periode kepada progesteron dan mulai timbulnya estrus singkat saja. Perlunya progesteron untuk reseptivitas seks (kesediaan kawin) berarti bahwa fase folikular pertama musim kawin –yang berlanjut dengan ovulasi pada domba betina– tidak disertai estrus. Kebanyakan domba betina dewasa menunjukkan estrus sesudah fase luteal pertama. Domba betina muda sering memerlukan pemaparan kepada fase luteal dua kali atau lebih sebelum menunjukkan estrus.

• Di antara spesies hewan piara, anjing luar biasa karena kesediaannya kawin ditentukan oleh progesteron,yang dihasilkan mula-mula oleh granulosa ketika terjadi lonjakan LH praovulasi, dilanjutkan oleh korpus luteum yang berkembang. Sebelum pemaparan terhadap estrogen membuat anjing betina menarik bagi anjing jantan, tetapi tidak menghasilkan kesediaan kawin; estrus memerlukan pemaparan tambahan kepada progesteron. Estrus sering dipelihara sampai seminggu jika ada fase luteal yang berkembang. Pada spesies hewan piara lain, progesteron menghambat aktivitas estrus.

• Pentingnya pemaparan lebih dulu kepada progesteron untuk manifestasi estrus adalah dinyatakan berlaku untuk sapi perah dengan temuan bahwa kejadian estrus berkurang pada ovulasi pertama pasca lahir (hari ke-15 saampai ke 20). Penarikan progesteron secara sempurna terjadi pada sapi segera sebelum melahirkan, dan dalam situasi begini hewan tidak akan terpapar kepada progesteron selama 2 – 3 minggu. Babi betina juga menunjukkan berkurangnya kejadian estrus pada ovulasi pertama, yang biasanya tidak terjadi sampai anaknya disapih; lazimnya paling sedikit 45 hari pascalahir. Spesies hewan piara lain, yakni kucing, kambing, dan kuda semuanya menunjukkan estrus pada ovulasi pertama musim kawin tanpa perlu pemaparan terlebih dahulu kepada progesteron.

• Testosteron penting untuk libido pada primata betina. Lapisan teka dari folikel yang berdegenerasi menunjukkan sel interstisial yang aktif yang menyekresikan androstendion dan testosteron. Kedua androgen itu juga penting untuk pemeliharaan libido pada hewan jantan.

• Pada kesediaan kawin menunjukkan bahwa GnRH memegang peranan penting. Pemberian GnRH kepada tikus yang mengalami ovariektomi menghasilkan tanggapan seks (lordosis), sedangkan pada babi dara prapubertas, pemberian GnRH menimbulkan esrtus dalam waktu 24 jam. Bukti tak langsungnya ialah bahwa awal kesediaan kawin pada hewan terkait erat dengan timbulnya lonjakan gonadotropin praovulasi. Karena lonjakan gonadotropin praovulasi merupakan hasil meningkatnya laju pelepasan pulsatil gonadotropin yang didorong oleh sintesis

Page 27: Fisiologi Reproduksi

dan pelepasan GnRH, maka ada dugaan bahwa meningkatnya aktivitas sekresi GnRH mempengaruhi pusat seks di hipotalamus untuk menimbulkan kesediaan kawin. Ini memungkinkan mulainya proses ovulasi –yang dipicu oleh lonjakan gonadotropin– terkait erat dengan kesediaan kawin

Fotoperiode• Fotoperiode mengontrol terjadinya siklus reproduksi pada sejumlah spesies hewan piara,

termasuk kucing, kambing, kuda dan domba. Hasilnya ialah bahwa hewan-hewan ini mempunyai periode tahunan dengan aktivitas ovari terus-menerus (siklis) dan periode lain tanpa aktivitas ovari, diberi nama anestrus. Tanggapan terhadap fotoperiode berbeda antar-spesies; kucing dan kuda dipengaruhi secara positif oleh meningkatnya pencahayaan, sedangkan kambing dan domba dipengaruhi secara positif oleh berkurangnya pencahayaan (fotoperiode).

• Tanggapan positif terhadap perubahan fotoperiode lazimnya terjadi relatif segera sesudah munculnya musim panas atau musim dingin, yakni dalam 1 – 2 bulan. Tanggapan negatif terhadap perubahan fotoperiode lazimnya membutuhkan waktu yang lebih lama, yakni 2 – 4 bulan untuk menekan aktivitas ovari sesudah timbulnya musim tertentu. Hasil nettonya ialah bahwa jika tak ada kebuntingan, aktivitas ovari siklis biasanya menduduki waktu lebih dari setengah tahun pada spesies yang punya musim kawin.

• Pada kucing aktivitas ovari siklis dapat berkisar dari minggu akhir Januari sampai Oktober (di belahan bumi utara). Pada kuda, kisaran aktivitas ovarinya ialah dari Maret sampai Oktober.

Page 28: Fisiologi Reproduksi

Sebaliknya, kambing dan domba punya aktivitas ovari dari minggu akhir Juli sampai Februari atau Maret (tergantung pada ras). Seperti sudah dibicarakan, pemaparan kepada progesteron segera sebelum perkembangan folikel diperlukan agar terjadi reseptivitas seks pada domba. Panjangnya musim reproduksi pada domba tidak kentara secara eksternal karena (1) ovulasi pertama tidak didahului oleh adanya korpus luteum; dan (2) fase folikular terakhir dapat ditunda oleh fotoperiode negatif dengan efek pemaparan terhadap progesteron sudah hilang sebelum folikel tumbuh.

• Penerjemah utama fotoperiode ialah kelenjar pineal, yang menghasilkan melatonin dalam menanggapi kegelapan. Jalur sistem saraf sentral yang terlibat dalam penerjemahan cahaya termasuk retina, nukleus suprakiasmatikus, ganglion servikalis superior dan kelenjar pineal. Sementara melatonin dulu dilukiskan sebagai zat anti-gonad, sekarang ternyata tidak betul, karena hasil fase kegelapan pendek dan panjang sekresi melatonin dapat mempunyai efek positif pada siklus reproduksi. Akan tetapi, pada domba pemaparan kepada bertambahnya kegelapan jadi penting hanya untuk memelihara aktivitas ovari. Dimulainya aktivitas ovari diduga terjadi untuk menanggapi perkembangan sifat refrakter terhadap fotoperiode panjang. Dikembangkannya sifat refrakter terhadap cahaya untuk fotoperiode panjang merupakan syarat untuk siklisitas seiring dengan kenyataan bahwa domba dapat memulai aktivitas ovari siklis bahkan sebelum dimulainya musim panas.

• Di antara hewan-hewan yang kawin musiman, kucing merupakan hewan yang paling peka terhadap perubahan fotoperiode: estrus –jika disertai adanya folikel antral yang masak– dapat terjadi pada tanggal 15 Januari. Kelihatan di sini bahwa aktivitas folikel sudah dimulai paling tidak 10 hari sebelum estrus menampakkan diri, atau 15 hari sesudah mulainya musim dingin. Maka perubahan total fotoperiode 15 menit saja dapat ditangkap oleh kucing dan diterjemahkan ke dalam aktivitas ovari.

• Efek supresif fotoperiode dapat diatasi oleh pemaparan kepada dosis pencahayaan. Ini relatif mudah pada kucing dan kuda yang lingkungannya berfotoperiode senada dengan aktivitas ovari, yakni paling sedikit 12 jam cahaya per hari. Jika fotoperiode ditentukan sebelum akhir aktivitas ovari pada musim gugur, aktivitas ovari siklis berlanjut sampai tiba pada keadaan estrus. Jika kuda dibuat anestrus pada musim gugur, dia dapat mengambil paling tidak pemaparan 2 bulan terhadap meningkatnya pencahayaan untuk menggiatkan kembali aktivitas ovari. Saat yang lazim dipakai untuk menempatkan kuda betina di bawah pencahayaan ialah tanggal 1 Desember (pada belahan bumi utara), dan aktivitas ovari siklis diharap terjadi awal Februari.

• Biasanya tidak mungkin menempatkan kambing dan domba di dalam kandang yang kedap cahaya untuk meningkatkan pemaparannya kepada kegelapan agar efek supresif pencahayaan dapat diatasi. Perkembangan terbaru berkaitan dengan masalah ini ialah pemberian secara oral atau sistemik (implan) melatonin kepada domba selama musim semi. Pemaparan kepada melatonin ini mengakibatkan dimulainya lebih awal aktivitas ovari dan ditingkatkannya jumlah ovulasi ganda di atas yang biasanya terjadi pada awal musim kawin.

Laktasi

• Laktasi dapat mempunyai efek supresif pada aktivitas ovari. Pada babi, supresi aktivitas ovari sempurna: babi betina tidak mengalami estrus sampai genjik disapih. Kucing dapat mengalami supresi aktivitas ovarinya selama berlaktasi, meskipun kucing kadang-kadang dapat juga mengalami estrus pada bagian akhir laktasi. Aktivitas ovari cenderung ditekan pada sapi perah yang berlaktasi, dan estrus maupun ovulasi pertama tidak terjadi sebelum 45 hari pascalahir. Proses penyusuan tampaknya penting untuk supresi ovari; sapi perah tidak ditekan oleh laktasi kecuali jika ada defisiensi nutrisi yang hebat.

• Kambing dan domba biasanya memulai laktasi selama fotoperiode yang makin supresif terhadap aktivitas ovari sehingga berlangsungnya kembali aktivitas ovari pada spesies ini diganggu oleh fotoperiode. Akan tetapi, ditemukan bahwa domba yang melahirkan anaknya pada musim gugur berovulasi pada hari ke-12 pascalahir, padahal rata-rata ovulasi pascalahir terjadi pada hari ke-23. Dengan demikian nyata bahwa laktasi hanya sedikit saja mempunyai efek

Page 29: Fisiologi Reproduksi

supresif terhadap aktivitas ovari pada domba. Kuda betina biasanya berovulasi 10 – 13 hari pascalahir, dan laktasi tidak punya efek supresif pada aktivitas ovari dalam kaitannya dengan interval ovulasi ini.

• Salah satu konsep tentang supresi laktasi terhadap aktivitas ovari melibatkan pentingnya penyusuan dalam kaitannya dengan rangsangan terhadap sintesis prolaktin. Faktor penghambat terhadap sintesis prolaktin, termasuk dopamin dan peptid terkait GnRH, perlu ditekan agar sintesis prolaktin dapat berlangsung. Input sensori dari penyusuan menekan faktor penghambat dari prolaktin ini. karena dopamin dan GnRH tadi penting dalam sintesis gonadotropin, berkurangnya output mengakibatkan berkurangnya aktivitas ovari dengan cara mengurangi sintesis dan pelepasan gonadotropin.

Feromon

• Feromon adalah senyawa kimia yang memungkinkan terjadinya komunikasi antar-hewan lewat sistem olfaktori. Bila perilaku seks dipengaruhi, senyawa itu diberi nama feromon seks. Feromon muncul dari beberapa jaringan: yang paling menonjol bagi hewan adalah glandula sebasea, saluran reproduksi dan saluran kencing.

• Eksperimen pertama yang menunjukkan potensi bau hewan jantan dalam mempengaruhi perilaku reproduksi dilakukan pada mencit. Salah satu sindromnya diberi nama efek whitten, menyebabkan sinkronisasi estrus pada mencit betina jika dimasukkan mencit jantan ke dalam kandang besar yang berisi banyak mencit betina. Sejumlah besar mencit betina mulai bersiklus 3 hari kemudian. Efek feromon dalam hal ini ialah merangsang sintesis dan pelepasan gonadotropin. Sindrom lain, bernama efek bruce, melibatkan blokade perkembangan kebuntingan oleh dimasukkannya atau didatang-kannya berbagai mencit jantan lain yang masih asing di dekat mencit betina yang baru saja dikawinkan. Efek bau dari hewan jantan asing itu memblok pelepasan prolaktin, yakni hormon yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan korpus luteum dalam kaitannya dengan kebuntingan pada rodensia. Regresi korpus luteum dalam hal ini menghasilkan hilangnya fetus. Jadi, kiranya mungkin bahwa feromon sangat mempengaruhi siklus reproduksi.

• Feromon penting agar hewan jantan tertarik kepada hewan betina saat hewan betina itu bersedia dikawin. Menariknya hewan betina dipandang dari segi seks berkisar pada feromon yang dikeluarkannya secara terbatas dan siklis dalam kaitannya dengan estrus. Misalnya metil-p-hidroksibenzoat, yang diisolasi dari sekret vagina anjing selama proestrus dan estrus, jika dioleskan ke hewan-hewan betina anestrus menimbulkan ketertarikan hewan jantan kepada anus dan genital hewan betina itu. Hewan betina juga dipengaruhi oleh bau hewan jantan: misalnya babi betina yang sedang estrus mengambil sikap bersedia dikawin (kekakuan) bila diberi bau urine jantan. Androgen dapat bertindak sebagai feromon, atau hormon itu dapat mempengaruhi produksi zat di dalam ginjal yang mempengaruhi perilaku seks hewan betina. Ketertarikan hewan betina kepada hewan jantan melibatkan perubahan persepsi terhadap hewan jantan oleh hewan betina lantaran ada perubahan status fisiologi di dalam tubuh hewan betina, bukan karena adanya perubahan yang terjadi di alam tubuh hewan jantan.

• Salah satu cara klasik bagi hewan jantan untuk memberi batas teritorinya ialah menandai wilayah itu dengan urine. Umumnya, feromon yang mempengaruhi perilaku seks cenderung mempunyai bau bertipe musk (baunya menyengat, diperoleh dari rusa jantan, banyak dipakai untuk bahan dasar parfum). Feromon klasik yang dipakai oleh manusia ialah parfum, yang berasal dari cifetone, yakni senyawa 17-C siklis yang diperoleh dari kucing civet.

• Efek whitten telah dipakai untuk memanipulasi siklus estrus hewan. Pada domba, domba jantan dimasukkan ke dalam gerombolan domba betina sebelum mulainya musim kawin untuk memajukan atau membuat pasti siklus ovari pada awal musim kawin. Dulu diduga bahwa efek dimasukkannya domba jantan sebentar saja, yakni suatu tanggapan gonadotropin hanya dapat diperoleh dalam beberapa hari pertama dari hewan betina yang punya folikel antral. Sekarang jelas bahwa interaksi antara domba jantan dan betina yang telah terjadi dalam periode panjang selama anestrus menghasilkan aktivitas ovari lebih awal.

Page 30: Fisiologi Reproduksi

• Seperti sudah dikatakan, feromon dapat bertanggung jawab terhadap efek hewan jantan. Akan tetapi, kajian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa dilihatnya hewan jantan oleh hewan betina, demikian juga kontak fisik merupakan faktor penting yang mempengaruhi sekresi gonadotropin sehingga menimbulkan aktivitas ovari.

• Efek whitten telah juga dipakai untuk mempengaruhi dimulainya pubertas pada babi. Dimasukkannya babi jantan ke dalam kelompok babi betina beberapa minggu sebelum datangnya pubertas (180 – 200 hari) telah dipakai untuk membuat pasti atau memajukan datangnya pubertas.

Nutrisi• Kekurangan nutrisi berakibatkan inaktivitas ovari, terutama pada sapi • Pada sapi perah yang secara genetis diseleksi untuk produksi tinggi, kemapuan menghasilkan

kira-kira 45 kg air susu per hari merupakan pretasi gemilang. Hampir pasti tidak mungkin sapi perah mengkonsumsi cukup pakan selama bagian pertama siklus laktasi untuk memelihara berat badannya dan sapi sering mengalami keseimbangan nutrisi negatif sampai 100 hari pascalahir. Karena hewan harus mempunyai kadar nutrisi yang cukup untuk menginisiasi aktivitas ovari, aktivitas ovari ditekan sampai diperoleh kesetimbangan energi yang positif. Jika orang ingin agar sapi perah memroduksi sejumlah besar air susu, dia harus mau menuggu sampai nutrisi dapat mengejar produksi air susu.

• Nutrisi yang kurang cukup dapat mempengaruhi aktivitas ovari pada periode pascalahir. Praktek manajemen yang terkadang dipakai untuk meningkatkan efisiensi produksi ialah dalam musim dingin sapi pedaging dipelihara dengan dosis makanan marginal. Pendekatan ini bermaksud untuk memaksa hewan memakai lemaknya yang sudah disintesis dan disimpan selama musim merumput. Jika sapi pedaging yang bunting tidak dikembalikan kepada kesetimbangan nutrisi positif pada bulan terakhir kebuntingannya, datangnya siklus ovari yang biasanya terjadi antara hari ke-45 dan ke-60 pascalahir, akan tertunda. Situasi lain yang dapat mempengaruhi aktivitas ovari melibatkan sapi pedaging dara yang bunting. Sapi-sapi dara tersebut sering memerlukan nutrisi ekstra selama periode pascalahir, karena sapi-sapi itu mempunyai keperluaan untuk pertumbuhan anaknya dan untuk laktasi.

After a248.e.akamai.net/.../pubs/mmanual_home/ illus/i232_1.gif

Page 31: Fisiologi Reproduksi

Kebuntingan dan kelahiran

• Kebuntingan 1. Perkembangan embrio meliputi bersatunya oosit dan spermatozoon dalam oviduk2. Kelanjutan kehidupan korpus luteum pada hewan besar dan kucing penting untuk

mempertahankan kebuntingan3. Plasenta beraksi sebagai organ endokrin

• Kelahiran1. Kortisol fetus mengawali kelahiran melalui peningkatan sekresi estrogen dan

prostaglandin F2α

Perkembangan embrio meliputi bersatunya oosit dan spermatozoon dalam oviduk

• Perkembangan individu baru membutuhkan transfer gamet jantan ke saluran reproduksi betina untuk fertilisasi gamet betina

• Sperma diejakulasikan di vagina, pada anjing, kuda danbabidiejakulasi langsung didalam cervik dan kedalam uterus

• Gerakan sperma dibantu oleh rangsangan estrogen dalam mukus servik yang memberikan informasi saluran yg memfasilitasi gerakan sperma, primata mukus ada saat sebelum ovulasi

• Ada reservoir sperma dalam saluran reproduksi betina, servik dan oviduk, uterotubule junction dan dalam ampulla

• Sperma mengalami “kapasitasi” pelepasan glikoprotein dari permukaan sperma à reaksi akrosom saat kontak dengan oosit

Page 32: Fisiologi Reproduksi

• Reaksi akrosome meliputi:– Pelepasan enzim hidrolitik dari akrosom à penting untuk menerobos sel granulosa dan

zona pelusida pada membran oosit– Hyaluronidase à penghancuran asam hyaluronik, komponen penting matrik

interseluler granulosa sel– Acrosin à enzim proteolitik yg mencerna selimut aselluler yg mengelilingi oosit– Merubah permukaan sperma shg dapat menyatu dengan oosit– Pergerakan ekor sperma shg gerakan sperma lurus kedepan

• Gamet jantan sudah ada sebelum gamet betina menunjukkan bahwa oosit siap untuk fertilisasi begitu datang di ampulla, sebuah persyaratan sebelum fertilisasi “pembelahan meiotik” yang terjadi sebelum ovulasi kecuali pada kuda dan anjing

• Fertilisasi à embrio à morula à blastosis dalam oviduk 4-5 hari à uterus : glandula endometrium mensekresi nutrien dibawah pengaruh progesteron

Page 33: Fisiologi Reproduksi
Page 34: Fisiologi Reproduksi

Kelanjutan kehidupan korpus luteum pada hewan besar dan kucing penting untuk mempertahankan kebuntingan

• Untuk hewan domestik (sapi, domba, kuda, babi dan kambing) aktivitas luteal dikontrol oleh uterus, modifikasi sintesa PGF2a uterus dan pelepasannya kritis untuk kelangsungan kebuntingan

• Embrio memproduksi zat yg memodifikasi produksi PGF uterus. Sintesa estrogen salah satu jalan untuk mengenalkan adanya embrio di uterus

• Protein khusus dari embrio “trophoblastin” diproduksi sebelum hari ke-14 kebuntingan (postovulasi) pada domba dan sapi yg struktur mirip interferon penting untuk adanya kebuntingan

• Gerakan embrio dalam saluran/uterus juga penting untuk penandaan kebuntingan; pada kuda embrio bergerak dikedua tanduk uteri sebelum implantasi hari ke 16. pada babi minimal 4 embrio à proses kebuntingan

• Hasil akhir ditekannya sintesa PGF atau modus sekresinya spt pada kambing è perpanjangan fungsi CL

• Kucing CL akhir 35-40 hari setelah ovulasi, modifikasi awal aktivitas luteal tidak penting untuk kebuntingan.

• Implantasi hari ke 13 diikuti dg fetoplasenta dan aktivitas luteal yg panjang, LH yg bertanggung jawab untuk menjaga kerja luteal tidak diketahui. Relaksin bersinergi dengan progesteron untuk mensuport kebuntingan, reaksin diproduksi sekitar heri ke 20 kebuntingan

• Pada anjing fase lutealtidak diperpanjang selama kebuntingan; tidak bunting fase luteal 70 hari, bunting 56-58 hari. Aktivitas luteal terjadi melalui relaksin, progesteron sekresi 20 hari atai beberapa setelah implantasi

• Pada primata diproduksi luteotropin “chorionik gonadotropin (hCG)” oleh sel trophoblas embrio à interstitial implantation, embrio memasuki endometrium ± 8-9 hari setelah fertilisasi di manusia dan primata. Sekresi hCG mulai 24-48 jam setelah implantasi dengan peningkatan progesteron

• Hewan domestik lebih tergantung pada sekresi endometrium untuk mendukung kebuntingan daripada primata. Kuda dan sapi indikasi pertama kebuntingan ± 25-30 hari setelah fertilisasi dan butuh 7-10 hari sebelumdapat nutrisi penuh melalui tempat implantasi

• Type plasenta anjing, kucing eccentric, ruminansia caruncle, vilus pada babi dan kuda• Bentuk servik merupakan penahan thd kontaminasi uterus baik bunting ataupun tidak bunting à

seal servik

Plasenta beraksi sebagai organ endokrin

• Selain berperan penting untuk penyediaan nutrisi dan oksigen untuk metabolisme embrio, plasenta juga berfungsi sbg organ endokrin

• Penghasil progesteron. Primata awal kebuntingan s/d 2-3 minggu setelah implantasi dan di akhir pada hewan domestik (kambing 50 dari 150 hari; kuda hari ke 70 dari 340 hari kebuntingan; kucing hari ke 45 dari 65 hari)

• Pregnenolone (prekursor P4 –fetus– adrenal cortek—androgen, dehydroepiandrosterone à plasenta – estrogen/estriol )

• Relaksin• Chorionic gonadotrophin, eCG/PMSG (35 hari) à peningkatan P4 oleh CL• Laktogen : domba dan kambing à growth hormon dan prolaktin-like properties. Pada sapi

penting untuk pertumbuhan alveolus glandula• Prolaktin

Page 35: Fisiologi Reproduksi

Kortisol fetus mengawali kelahiran melalui peningkatan sekresi estrogen dan PGF2α

• Selama kebuntingan, uterus secara progresif membesar dan meregang karena perkembangan fetus. P4 berperan penting utk menjaga ketenangan myometrium dan kontraksi servik

• Akhir kebuntingan, estrogen mempengaruhi otot uterus dg merangsang memproduksi kontraktil protein dan pembentukan gap junction; bentukan peningkatan potensi kontraksi uterus yang akhirnya memfasilitasi proses kontraksi melalui peningkatan hubungan diantara otot polos. OKI, Perubahan penting terjadi dalam pengaturan stadium kelahiran dimulai minggu sebelum proses sebenarnya dimulai

• Pada akhirnya, uterus dari tenang menjadi organ kontraktil dan servik relaksasi dan membuka diikuti fetus untuk dilahirkan

• Awal prosesnya bagaimana?• Kuncinya ada pada adrenal kortek fetus, hypothalamus dan adenohypofise berperan mensuport• Sekresi kortisol fetus à sintesa dan pelepasan PGF2α dari uterus à kontraksi otot dan relaksasi

servik

Pemanjangan dan pemendekan kebuntingan

• Pemasakan kortek adrenal fetus menjadi sensitif thd ACTH. Kortisol fetus menginduksi enzim plasenta (17-hydroksilase dan C17-20 lyase) yang langsung disintesa dari P4 ke estrogen

• dimulai pada 25-30 hari prepartus pada sapi, 7-10 pada babi 2-3 hari pada doba• Sekresi prostaglandin PGF2α pada myometrium melepaskan Ca dalam sel yg berikatan aktin

dan myosin untuk inisiasi proses kontraksi, relaksasi dan dilatasi servik

Page 36: Fisiologi Reproduksi

• Pada sapi, domba, anjing dan kucing sintesa dan pelepasan PGF menginisiasi regresi CL mulai 24-36 jam sebelum kelahiran, P4 hilang 12-24 jam sebelum kelahiran. Pada kuda spt pada primata kelahiran tjd walaupun P4 tinggi

• Oksitosin disekresi karena fetus melalui saluran kelahiran – kontraksi uterus• Relaksin : relaksasi ligamen pubis

Refleks sintesa dan sekresi oksitosin

• Stadium pertama kelahiran– Servik terbuka dan fetus melewati saluran pelvis– Tekanan abdomen dg menutup epiglotis dan kontraksi otot perut induk

• Stadium kedua kelahiran– Proses kelahiran yang sebenarnya dg keluarnya fetus

• Stadium ketiga kelahiran– Keluarnya membran fetus

Page 37: Fisiologi Reproduksi