fisika dasar

Upload: dhany-laoh-damopolii

Post on 08-Jul-2015

1.558 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

Bab I Pendahuluan I.1 PengantarFisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam eksakta (Natural Sciences). Adalah Aristoteles (384-322 sebelum Masehi) yang diduga pertama kali memperkenalkan istilah ini melalui karyanya Physika (Ilmu Alam). Berbeda dengan awal masa sejarah dan masa pertengahan, kajian fisika pada masa kini bertumpu pada metoda ilmiah (scientific method) dan tidak lagi sekedar berdasar pada filsafat murni, yakni misalnya dengan pertanyaan dari mana, untuk apa, mengapa begini dan bukan begitu dan seterusnya. Hingga pada abad ke 18 ilmu fisika meliputi ilmu alam yang wilayah cakupannya lebih luas daripada apa yang ada sekarang; yakni meliputi bidang astronomi, astrologi, biologi, kesehatan, meteorologi dan bidang lainnya. Sedangkan kini bidang kajian fisika semakin menyempit, seperti misalnya bidang mekanika, balistik dan optika geometri yang telah mulai dipelajari secara intensif dalam bidang matematika. Fisika meneliti dan mengkaji fenomena alam tidak hidup. Bidang ini membatasi dirinya pada proses yang dapat diamati dan dapat dihasilkan ulang, serta menganalisisnya melalui sekumpulan istilah. Istilah-istilah ini seperti misalnya panjang, waktu, massa, muatan listrik dan medan magnet didefinisikan secara jelas dan tegas serta dituliskan secara kuantitatif melalui angka dan satuan. Ilmu fisika melakukan formulasi hukum dengan bantuan istilah tersebut serta mencari bentuk matematisnya. Secara mekanisme, prosesnya bermula dengan uji eksperimen, untuk membuktikan apakah hukum tersebut dapat dibuktikan. Hukum yang diperoleh dan telah dibuktikan tersebut, kemudian memungkinkan orang untuk melakukan prediksi atau perkiraan kuantitatif suatu proses fisika. Pada beberapa bidang dalam ilmu fisika dapat diamati adanya batas yang tidak jelas dengan bidang ilmu lain. Karakter transisi lalu muncul dan tampak pada nama yang diberikan pada bidang tersebut. Contohnya adalah biofisika, kimia fisika, fisika molekuler, astrofisika dan fisika ekstraterestial. Hingga kini terdapat beberapa penemuan mengagumkan telah diperoleh dalam bidang transisi ini. Menurut sejarah perkembangan dan penemuannya ada dua bagian dalam ilmu fisika yaitu fisika klasik dan fisika modern. Dalam fisika klasik, fenonema alam dilukiskan secara konkrit melalui logika "naif" dan "rasio akal sehat". Bidang ini mencakup mekanika Newton, teori elektronmagnetik Maxwell, optika geometri, optika gelombang dan sebagian termodinamika. Dalam fisika klasik, kecepatan pertikel yang diteliti dianggap sangat kecil dibanting kecepatan cahaya, dan selain itu besaran aksi dan energinya sangat besar dibanding bilangan kuantum Planck. Awal sejarah fisika modern secara umum ditandai pada tahun 1900 saat Max Planck mempublikasikan teori kuantumnya. Teori kuntum ini tidak dilukiskan secara konkrit. Interpretasi naif dari ruang dan waktu tidak lagi berlaku. Wilayah kajian fisika modern meliputi mekanika kuantum, teori relatifitas, fisika atom, fisika inti dan fisika partikel elementer serta optika elektron.

Batas pemisah kedua bagian fisika ini tidak cukup tajam, misalnya karena dalam wilayah fisika klasik terdapat masalah yang hanya dapat diselesaikan dengan metode fisika modern. Di lain pihak beberapa gejala dalam fisika modern dapat dimengerti secara klasik. Sehingga berlaku bahwa fisika klasik adalah kasus khusus dari fisika modern. Contohnya adalah prinsip relatifitas Einstein yang modern melingkupi mekanika klasik. Prinsip relatifitas klasik adalah kasus khusus untuk kecepatan yang nilainya sangat kecil dibandingkan kecepatan cahaya. Peningkatan kuantitas pengetahuan fisika selama 20 tahun terakhir telah mengakibatkan pertambahan jumlah bidang dalam fisika. Meski hukum Newton terdapat pada seluruh bidang fisika dan membuat formulasi dalam beberapa bidang, hal itu tidak mungkin lagi dilakukan kini. Spesialisasi dalam bidang berlangsung pesat, sehingga seorang fisikawan atom hampir tidak punya lagi titik kesamaan dengan seorang ahli termodinamika misalnya. Juga didalam bidang tertentu, berlansung spesialisasi bidang dengan pesat dan seiring dengan hal itu jumlah publikasi meningkat pesat. Contohnya adalah jurnal INIS indeks atom yang mempublikasi rangkuman singkat dan indeks dari karya orijinal pada bidang fisika atom inti dan radiasi. Dibanding pada tahun 1976 jumlah publikasi majalah ini adalah 26.000 setahun, maka pada tahun 1994 jumlahnya diatas 90.000. Saat ini dipublikasikan oleh lebih dari 10.000 jurnal dan majalah hasil penelitian dari beberapa ribu laboratorim dan institut. Pertumbuhan publikasi rata-rata sekitar 4-6% setahun. Tanpa komputer adalah tidak mungkin untuk dapat menemukan publikasi ilmiah dari masalah fisika tertentu di tengah "banjir publikasi". Ada dua fisikawan yang berperan penting dalam pengembagan pilar utama fisika yaitu Galileo Galilei (15641642) sebagai pendiri fisika eksperimental modern dan Isaac Newton (1643-1727) yang mengembangkan pemodelan dalam fisika dengan bantuan matematika.

I. 2 Besaran dan Sistem PengukuranBesaran (quantity) merupakan hal penting dalam fisika. Hal ini berhubungan dengan keberadaan fisika sebagai ilmu kuantitatif. Besaran didefisikan sebagai sesuatu yang secara konsep memiliki harga/nilai. Sebagai contoh kita menyebut umur si A 25 tahun, atau tinggi badan si B 1,70 m. Umur dan tinggi merupakan dua contoh besaran. Besaran dibedakan atas besaran pokok (dasar) dan besaran turunan. Dalam fisika, terdapat 7 besaran pokok dan 2 besaran tambahan. Panjang, massa, waktu, temperatur, arus listrik, kuat cahaya, dan jumlah zat merupkana besaran pokok, sedangkan sudut datar dan sudut ruang merupkan besaran tambahan. Besaran-besaran selain dari besaran ini merupakan besaran turunan (derived quantities), misalnya kecepatan, percepatan, gaya, dll. Untuk dapat mengetahui harga dari suatu besaran dilakukan pengukuran. Pengukuran merupakan aspek penting karena suatu hukum baru dapat diberlakukan apabila telah terbukti secara eksperimental, dan eksperimen tidak dapat dipisahkan dari pengukuran. Setiap pengukuran memiliki satuan. Contohnya, untuk mengetahui panjang suatu benda kita menggunakan alat pengukur panjang, misalnya meteran; untuk mengetahui waktu

tempuh pelari sprint, kita menggunakan stopwatch. Pengukuran dapat dilakukan baik terhadap besaran pokok, maupun terhadap besaran turunan. Secara umum, kita tidak harus mengukur masing-masing besaran untuk mengetahui harganya sebab terdapat besaran yang harganya dapat diketahui melalui perhitungan, yakni dengan mengetahui lebih dahulu ketergantungannya/hubungannya dengan besaran lain. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan kebutuhan dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan antar negara, maka sejak awal Abad XIX dipikirkan suatu sistem standar, yang kini dikenal sebagai satuan-satuan Sistem Internasional (Systeme International d'Unites), disingkat sistem SI.

I.3 Ketidakpastian Pengukuran dan Angka SignifikanHubungan antar besaran yang dinyatakan dalam hukum-hukum fisika baru dapat diyakini kebenarannya apabila didukung oleh ekperimen yang didasari oleh pengukuran yang baik. Karena itu, ketepatan pengukuran merupakan bagian penting dari fisika. Akan tetapi, tidak ada pengukuran yang secara mutlak tepat; selalu terdapat ketidakpastian dalam setiap pengukuran. Hasil dari suatu pengukurang yang kita lakukan mungkin lebih besar atau kecil daripada yang kita catat. Oleh karena itu, pemberian hasil dari suatu pengukuran harus disertai dengan estimasi ketidakpastian (estimated uncertainty). Misalkan lebar papan tulis ditulis 5.2 0.1 cm. Angka 0.1 cm menyatakan estimasi ketidakpastian dalam pengukuran. Pada umumnya estimasi ketidakpastian berhubungan dengan nilai skala terkecil alat ukur, dalam hal ini papan diukur menggunakan mistar). Lebar aktual papan berada antara 5.1 dan 5.3 cm. Prosentase ketidakpastian adalah rasio ketidakpastian terhadap harga terukur dikalikan dengan 100%. Misalkan kalau pengukuran adalah 5.2 cm dan ketidakpastian 0.1 cm, maka prosentase ketidakpastian adalah: (0.1/5.2) x 100% = 2%. Angka-angka di dalam suatu bilangan yang turut mempengaruhi hasil-hasil perhitungan dikenal sebagai angka signifikan . Sebagai contoh, terdapat empat angka signifikan pada bilangan 23.21; dan dua angka signifikan pada pengukuran 0.062 cm. Perlu diperhatikan bahwa angka signifikan tidak bisa dipisahkan dari angka pengukuran (skala terkecil alat ukur). Untuk alat ukur dengan 0.001 cm atau 0.002 cm sebagai skala terkecil, maka angka 6 (enam) dan 2 (dua) dalam 0.062 cm merupakan angka signifikan. Bilangan 36.900 memiliki jumlah angka signifikan yang tidak jelas, mungkin tiga, empat, atau lima angka signifikan. Kenapa demikian? Karena skala terkecil pengukuran dapat saja 100, 50, 20, 10, 5, 2, atau 1. Akan tetapi, kalau angka tersebut ditulis sebagai 3.69 x 104, kita dapat pastikan bahwa terdapat tiga angka signifikan. Dengan analogi yang sama berarti 3.690 x 104 memiliki empat angka signifikan, atau kalau terdapat bilangan 36.901, kita pastikan terdapat lima angka signifikan. Hasil perkalian, pembagian, pengurangan, dan penjumlahan dua bilangan atau lebih hendaknya ditulis dalam jumlah angka yang signifikan terkecil dari bilangan induk.

Bilangan induk hendaknya dalam keadaannya yang semula (tidak mengurangi angka signifikan) pada saat mengalami operasi matematik. Contoh 1: Hasil pengukuran panjang, lebar dan tinggi sebuah balok secara berurutan adalah 20,21 cm, 10,2 cm, dan 8,72 cm. Berapakah volume balok tersebut? Jawab: Volume = Panjang x Lebar x Tinggi = 20,21 x 10,2 x 8,72 = 1797,55824 cm3 Perhatikan bahwa panjang kotak mengandung 4 angka signifikan, lebar mengandung 3 angka signifikan dan tinggi mengandung 3 angka signifikan. Maka volume kotak harus mengandung 3 angka signifikan =1,80 x 104 cm3.

I.4 Sistem Satuan InternasionalPada mulanya satuan-satuan pengukuran hanya dinyatakan dengan perasaan atau organ tubuh manusia, misalnya depah atau langkah kaki untuk alat atau satuan pengukuran panjang. Sebenarnya metode pengukuran ini masih sering digunakan di daerah pedalaman di seluruh dunia. Akan tetapi, dalam ranah ilmiah di hampir semua negara, Sistem Satuan Internasional (SI) telah umum digunakan. Sistem ini didasarkan pada sistem MKS (meter, kilogram, second) yang menggantikan sistem CGS (centimeter, gram, second). Terdapat 3 komponen dalam SI, yakni satuan dasar dan satuan pelengkap (Lihat Tabel) serta satuan turunan. Sebagai konsekuensi dari terdapat 7 besaran pokok, maka ada 7 satuan pokok. Berikut akan diuraikan konvensi yang digunakan untuk standar panjang, standar massa dan standar waktu.

Standar PanjangSampai 200 tahun yang lalu, satuan-satuan pengukuran panjang tidak distandarkan, sehingga berbeda-beda untuk setiap tempat/negara. Barulah dalam dalam Tahun 1790 Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis menetapkan meter (disingkat m) sebagai Satuan Internasional (SI) panjang. Mula-mula standar 1 m dinyatakan sebagai sepersepuluh juta dari jarak khatulistiwa ke kutub utara melalui Dunkirk. Selanjutnya, dibuat balok platinum yang menunjukkan panjang ini. Pada tahun 1960 satu meter didefenisikan sebagai 1.650.763,73 kali panjang gelombang cahaya dalam ruang hampa yang terpancar akibat transisi antara tingkat energi 2p10 dan 5d5 oleh atom kripton 86. Pada tahun 1983 satu meter telah didefenisikan kembali sebagai panjang lintasancahaya dalam ruang vakum selama interval waktu dari 1/299.792.458 dari satu detik.

Standar MassaStandar SI untuk massa adalah sebuah silinder platinum- irridium yang disimpan di kota Serves, Prancis, tepatnya di International Bureau of Weight and Measures, dan berdasarkan perjanjian internasional disebut sebagai massa sebesar satu kilogram. Standar sekunder dikirim ke laboratorium standar di berbagai negara dan massa dari benda-benda lain dapat ditentukan dengan menggunakan teknik neraca berlengan sama.

Standar massa kedua adalah dalam skala atomik, bukan satuan SI, yaitu massa dari atom C12 yang berdasarkan perjanjian internasionaldiberikan harga sebesar 12 satuan massa atom terpadu (disingkat ; 1 = 1,660x10-27 kg). Massa atom lain dapat ditentukan secara teliti dengan menggunakan spektrometer massa.

Standar WaktuStandar waktu adalah second (s). Mula-mula satu detik didefenisikan sebagai 1/86.400 dari rata-rata dalam satu hari, waktu yang didasarkan atas rotasi bumi. Kemudian pada tahun 1955 digunakan jam atomik jenis tertentu yang didasarkan atas frekuensi karakteristik isotop Cs133 di Laboratorium Boulder di Lembaga Standar Nasional Inggris. Pada tahun 1967, detik yang didasarka atas jan cesium diterima sebagai SI oleh Konferensi Umum mengenai Berat dan Ukuran ke-13. Satu detik didefenisikan sebagai 9.192.631.770 kali periode transisi Cs133 tertentu. Hasil ini meningkatkan ketelitian pengukuran waktu menjadi 1 bagian dalam 1012, lebih baik sekitar 103 kali dari pada ketelitian dengan metode astronomis.

I.5 DimensiDimensi dari satuan besaran fisis adalah cara menyatakan suatu besaran fisis yang tersusun dari besaran dasar (besaran pokok). Persamaan matematis yang menghubungkan besaran-besaran fisis harus memenuhi prinsip kehomogenan dimensi. Sedangkan besaran dasar adalah besaran yang dimensinya ditentukan secara defenisi seperti pada tabel berikut:

Definisi besaran-besaran sewaktu-waktu diperbaiki sesuai dengan perkembangan metode pengukuran. Setiap definisi diusahakan agar hanya bergantung pada satu (atau beberapa) sifat alam fundamental yang tidak berubah keadaan dengan waktu, tempat, dan lain-lain.

Seringkali jika kita harus menyatakan besaran-besaran fisis, kita menjumpai bilanganbilangan yang sangat besar atau sangat kecil. Konvensi umum mengenai berat dan ukuran ke-14 menganjurkan penggunaan awalan berupa sepuluh berpangkat bilangan bulat, atau khususnya kelipatan 103n, dengan n bilangan bulat.

Uji PemahamanContoh 2: Tuliskan dalam satuan fundamental SI, besaran fluks magnetik. Jawab.

Contoh 3. Tunjukkanlah melalui analisis dimensi bahwa rumus fisika berikut ini benar;

dengan R adalah hambatan listrik, L = induktansi, t adalah waktu. Jawab. Dari hukum Ohm, I=(V/R) sudah benar, selanjutnya perlu ditunjukkan bahwa (t/RL) tidak berdimensi. Dari hubungan energi listrik pada hambatan R; W=I2Rt, maka R =kg m2 s-3 A-1 dan R=[M][L]2[T]-3[I]-2. Dari hubungan energi listrik pada hambatan induktor L; W=(1/2)LI2, maka L=kg m2 s-2 A-2 dan L=[M][L]2[T]-2[I]-2 Maka [t/RL] = [M]-2[L]-4[T]6[I]4 yang seharusnya tanpa dimensi. Jadi rumus tersebut diatas adalah salah dan yang benar adalah:

Contoh 4: Tentukan dimensi dari energi persatuan luas! Jawab. Energi persatuan luas mempunyai satuan (SI) Joule/meter2.

maka dimensinya: [M][T]-2

Bab II Kinematika dan Dinamika ZarrahKinematika dan Dinamika merupakan ranting dari Fisika, dari cabang Mekanika yang mempelajari tentang gerak benda. Persoalan-persoalan mekanika di antaranya mencakup tentang perhitungan lintasan peluruh dan gerak pesawat ruang angkasa yang dikirim ke luar bumi. Jika kita hanya menggambarkan gerak suatu benda, maka kita membatasi diri pada kinematika; sedangnkan jika kita ingin menghubungakan gerak suatu benda terhadap gaya-gaya penyebabnya dan juga sifat/karakteristik benda yang bergerak tersebut, maka kita menghadapi permasalahan dinamika. Jadi kinematika zarrah artinya penggambaran gerak suatu zarrah tanpa mennghubungkan dengan gaya penyebabnya, sedangkan dinamika adalah penggambaran gerak benda dengan mengaitkannya dengan gaya-gaya penyebabnya.

II. 1 Jarak dan PerpindahanJarak dan perpindahan adalah dua besaran (kuantitas) dengan maksud yang sama tetapi dengan definisi dan arti yang berbeda.

Jarak adalah besaran skalar yang menyatakan bagaimana jauhnya sebuah benda telah bergerak. Perpindahan adalah besaran vektor yang menyatakan seberapa jauh benda telah berpindah dari posisi awalnya.

Untuk lebih memantapkan pemahaman tentang perbedaan kedua konsep di atas, perhatikan diagram dibawah ini. Seorang dosen fisika berjalan 4 meter ke timur, 2 meter ke selatan, 4 meter ke barat, dan akhirnya 2 meter ke utara.

Total jarak yang ditempuh oleh dosen tersebut adalah 12 meter, perpindahannya adalah 0 meter. Selama kuliah dosen tersebut bergerak sesuai diagram di atas sejauh 12 meter (jarak = 12 m). Di akhir gerakannya dosen tersebut tidak bergeser dari tempat awalnya, berarti perpindahan 0 m. Oleh karena perpindahan merupakan besaran vektor maka harus ada arah. Gerakan 4 meter ke timur akan saling menghapus dengan 4 meter ke barat; dan 2 meter ke selatan akan saling menghapus dengan 2 meter ke utara.

Contoh lain adalah Kadir menonton sepak bola dari stadion terbuka. Dia seringkali berpindah ke belakang untuk menemukan tempat yang paling baik. Diagram dibawah ini memperlihatkan beberapa posisi Kadir vs waktu, yang membentuk "U" dan bergerak dalam arah yang berlawanan. Dengan kata lain Kadir bergerak dari posisi A ke B ke C ke D. Berapa perpindahan dan jarak yang dialami oleh Kadir? Tekan mouse untuk melihat jawabannya pada menu dibawah ini.

II. 2 Kinematika dalam Satu Dimensi A. Kecepatan Rata-Rata dan Kecepatan SesaatPada bagian ini kita hanya memandang benda bergerak dalam suatu garis lurus dan tidak berotasi. Gerak seperti ini disebut gerak translasi. Dalam suatu kerangka acuan atau sistem koordinat (kartesian), gerak satu dimensi digambarkan dalam sumbu-x saja. Seringkali kita tidak dapat membedakan kata kecepatan dan laju. Ada beberapa perbedaan mendasar antara dua kata tersebut, yaitu kecepatan adalah besaran vektor sedangkan laju belum tentu vektor. Kecepatan sendiri secara definisi adalah laju, tetapi tidak semua laju adalah kecepatan. Laju didefinisikan sebagai perubahan sesuatu persatuan waktu. Sesuatu bisa berarti perpindahan, massa, energi, volume dll. Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai perpindahan dibagi dengan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perpindahan tersebut. Perpindahan telah didefinisikan dalam bagian sebelumnya. Misalkan mula-mula suatu objek berada pada posisi x1 (lihat Gambar2.1). Maka perubahan posisi adalah

Gambar 2. 1 Perubahan Posisi Waktu yang dibutuhkan oleh obyek untuk berpindah dari posisi x1 ke x2 adalah

Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai:

(2.1) dengan v adalah kecepatan dan tanda garis datar ( - ) diatas v berarti rata-rata. Kecepatan sesaat didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata pada selang waktu yang sangat pendek. Dalam hal ini persamaan (2.1) dihitung dalam limit ?t secara infinitisimal sangat kecil, mendekati nol.

(2.2)

dihitung dalam limit t mendekati nol, tetapi tidak sama Notasi dengan nol. Contoh 1: Posisi seorang pelari sebagai fungsi waktu digambarkan dalam sumbu-x selama interval waktu tiga detik, posisi pelari berubah dari x1 = 50 m ke x2 = 30,5 m. Berapakah kecepatan rata-rata pelari? Jawab.

Gambar 2. 2 Perubahan Posisi Pelari

=30,5 m - 50,0m = -19,5 m dan

t = 3 s.

maka v=( x / t)=(-19,5m) / (3,00s) = -6,5 m/s.

B. Percepatan Rata-Rata dan SesaatPecepatan rata-rata didefinisikan sebagai laju perubahan kecepatan, atau perubahan kecepatan dibagi dengan waktu yang dibutuhklan selama perubahan tersebut.

(2.3) Sementara percepatan sesaat didefinisikan sebagai analogi dari kecepatan sesaat:

(2.4) dengan v menyatakan perubahan kecepatan secara infinitesimal selama selang waktu t yang sangat singkat secara infinitesimal. Pada umumnya konsep kecepatan dikaitkan dengan kecepatan ataupun laju. Percepatan yang membuat kecepatan suatu benda atau sistem makin kecil disebut perlambatan Contoh 2: Persamaan gerak suatu zarrah dinyatakan oleh fungsi x(t)= 0,1 t3, dengan x dalam meter dan t dalam detik. Hitunglah; 1. 2. 3. 4. Kecepatan rata-rata dalam selang waktu t = 3 s ke t = 4 s Kecepatan pada saat t = 3 s Percepatan rata-rata dalam selang waktu t = 3 s ke t = 4 s Percepatan pada saat t = 5 s

Jawab: 1. x(t=4s) = 0,1 (4)3m = 6,4m dan x(t=3s) = 0,1 (3)3m = 2,7m, maka: v = (6,4 2,7)m/1 s = 3,7 m/s 2. v = dx/dt = 0,3 t2= 2,7 m/s =0,3(4)2=4,8m/s dan vx(t=3s)=2,7 m/s, 3. vx(t=4s) 2 maka: ar = (4,8 - 2,7)m/1 s = 2,1 m/s 4. as=dv/dt=d/dt(0,3t2)=0,6t=0,6(5)m/s2=3m/s2 Contoh 3: Sebuah mobil bergerak sepanjang jalan lurus (arah sumbu x) dengan kecepatan 15 m/s. Kemudian sopir menginjak rem sehingga setelah 5 detik kecepatan mobil turun menjadi 5 m/s, berapakan percepatan rata-rata mobil? Jawab:

C. Gerak dengan Percepatan KonstanTinjaulah sebuah benda mula-mula (t0 = 0) berada pada posisi x0 dengan kecepatan v0. Pada saat t1 benda berada pada posisi x1 = x dengan kecepatan v1 = v. Kecepatan rata-rata dan percepatan rata-rata objek selama selang waktu t1 - t0 = t diberikan oleh:

(2.5)

(2.6) atau

(2.7)

(2.8) Oleh karena kecepatan berubah secara beraturan (uniform), maka kecepatan rata-rata v adalah setengah dari jumlah kecepatan akhir, yaitu

(2.9) Jika persamaan (2.9 disubtitusi ke dalam persmaan (2.7) diperoleh:

(2.10) Persamaan (2.8) disubtitusi ke persamaan (2.10), diperoleh:

(percepatan konstan) (2.11) Persamaan (2.11) ini dapat diperoleh dengan mengintegralkan persamaan (2.8) sebagai fungsi waktu. Selanjutnya persamaan (2.6) dapat ditulis sebagai

dan jika persamaan ini disubtitusi ke dalam persamaan (2.10) diperoleh:

atau

(2.12) Tanda vektor sudah dihilangkan karena pada gerak satu dimensi vektor arah bersesuaian dengan tanda positif atau negatif. Contoh 4: Sebuah bola dilemparkan vertikal keatas (ke arah sumbu y positif) dengan laju 20 m/s, hitunglah: 1. Tinggi bola maksimum dan waktu yang dibutuhkan bola untuk mencapai ketinggian tersebut. 2. Kapan bola berada pada ketinggian 15 meter diatas tanah, dalam hal ini tanah berada pada y=0. Jawab: 1. vy2 = v02 - 2gymax, vy = 0 2. y = v0t - (1/2)gt2 15 =20 t - 5 t2 , t2=4t+3, sehingga (t-1)(t-3) = 0 t1 = 1 s dan t2 = 3 s.

II. 3 Kinematika Dalam Dua atau Tiga Dimensi A. Analisis VektorGerak dalam dua dimensi dapat berupa antara lain: gerak pada bidang miring, gerak peluru dan gerak melingkar. Sedangkan gerak dalam tiga dimensi dapat ditemukan dalam kasus antara lain: gerak molekul, hamburan dan gerak revolusi bumi (gerak bumi mengelilingi matahari). Pembahasan gerak dalam dua dan tiga memerlukan konsep vektor. Besaran-besaran vektor yang membentuk sudut (misalkan ) terhadap sumbu-x, sumbuy maupun sumbu-z dalam koordinat kartesia, dapat diproyeksikan berdasarkan defenisi fungsi trigonometri berdasarkan Gambar 2.3 Segitiga Siku

Gambar 2.3

(2.13) C2 = A2 + B2 (dalil Phytagoras) (2.14) maka

(2.15) Pandang dua buah vektor D1 dan D2 (Gambar 2.4). Komponen-komponen vektor dapat diuraikan menjadi:

Gambar 2.4 Uraian komponen-komponen vektor D = D1 + D2 = iDx + jDy (2.16a) D1 = iD1x + jD1y (2.16b) D2 = iD2x + jD2y (2.16c) Dx = D1x + D2x (2.16d) Dy = D1y + D2y (2.16e) Berdasarkan Dalil Phytagoras:

(2.17) dan berdasarkan persamaan (2.13) diperoleh: (2.18a)

Dx = D cos Dy = D sin

(2.18b) (2.18c)

Contoh 5: Seorang eksplorer berjalan 22,0 km ke arah utara, kemudian berjalan 47,0 km ke arah 60o (arah tenggara), lalu berhenti. Berapa jauhakah ia dari posisi semula dan berapa sudut yang dibentuknya? Jawab:

Gambar 2.5 Uraian komponen vektor soal 5. D1x = 0 km, D1y = 22 km D2x = (47 km) (cos 60o) = 23,5 km D2y = (-47 km) (sin 60o) = -40,7 km Dx = D1x + D2x = 0 + 23,5 km = 23,5 km Dy = D1y + D2y = 22 km + (-40,7 km) = -18,7 km

B. Gerak peluruGerak peluru menggambarkan gerak benda yang dilepaskan ke udara dengan kecepatan awal yang membentuk sudut tertentu terhadap horozontal. Contoh gerakan benda yang mengikuti gerak peluru adalah bola yang dilemparkan atau ditendang, peluru yang ditembakkan dari moncong senapan, benda yang dijatuhkan dari pesawat udara yang sedang terbang. Apabila benda dilepaskan dari suatu ketinggian dengan kecepatan awal v0 = 0, maka benda dikatakan jatuh bebas. Pandang jejak suatu obyek yang bergerak di udara dengan kecepatan v0 dan membentuk sudut terhadap sumbu-x (Gambar 2.6)

Gambar 2.6 Gerak peluru Pada tabel 2.1 disajikan persamaan-persamaan umum kinematika untuk percepatan tetap dalam dua dimensi.

(arah-x positif, ax=0 dan ay = -g) Umumnya diambil y-yo = h untuk gerak peluru dan gerak jatuh bebas. Dari persamaan (2.18), vx0 = v0 cos dan vy0 = v0 sin . Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa lintasan peluru adalah parabolik, jika kita dapat mengandaikan gesekan udara dan menganggap percepatan gravitasi konstan. Misalkan xo = yo =0, berdasarkan Tabel 2.1 (persamaan (2.11) diperoleh x = vxot dan y = yo + vyot(1/2)gt2 dari kedua persamaan ini diperoleh:

atau y = ax - bx2 (2.19) dengan a = tan (tangen arah) dan masing-masing adalah konstan. Contoh 6: Sebuah bola ditendang sehingga memiliki kecepatan awal 20,0 m/s dan membentuk sudut 37,0o, hitunglah: 1. 2. 3. 4. 5. Tinggi maksimum bola Waktu lintasan bola hingga menyentuh tanah Jarak horizontal bola menyentuh tanah Vektor kecepatan pada tinggi maksimum Vektor percepatan pada tinggi maksimum.

Jawab. vxo = vo cos 37o = (20 m/s)(0,799) = 16,0 m/s vyo = vo sin 37o =(20 m/s)(0,602) = 12 m/s 1. Pada tinggi maksimum vy = 0; vy = vyo - gt, maka t = vyo/g = 12 / 9,8 =1,22 s y = vyo - (1/2) gt2 = (12)(1,22)-(1/2)(9,8)(1,22)2 =7,35 m atau y=(vyo2-vy2)/(2g)=[(12)2-(0)2] / 2(9,8)=7,35 m 2. Pada saat ditendang yo = 0, setelah menyentuh tanah kembali y =0, maka y = yo + vyot - (1/2)gt2 0 = 0 + vyot - 1/2)gt2, maka t=(2vyo)/g = [(2)(12)]/ 9,8 = 2,45 s 3. Jarak horizontal x = xo + vxot, dengan xo = 0 x = vxot = (16,0 m/s)(2,45 s) =39,2 m 4. Pada titik tertinggi, vy = 0 V = vx =vxo = vo cos 37o=16,0 m/s 5. a = -g =-9,8 m/s2

C. Gerak MelingkarSebuah benda yang bergerak pada lintasan berbentuk lingkaran mendapat percepatan yang dapat diuraikan menjadi komponen yang normal dan tangensial terhadap lintasan tersebut.

Gambar 2.7 Komponen gerak melingkar Segitiga ABC dan abc pada Gambar 2.7 adalah sebangun. Sudut antara v1 (ca) dan v2 (cb) pada Gambar 2.6b adalah sama dengan sudut antara CA dan CB pada Gambar 2.6a karena CA tegak lurus terhadap v1 dan CB tegak lurus terhadap v2. Oleh karena itu kita dapat menulis:

dimana v = v1 = v2 sebab harga kecepatan dianggap tidak berubah (hanya arahnya saja yang berubah terus menerus). Percepatan normal rata-rata aN diberikan oleh:

(2.20) Percepatan normal saat aN makin kecil menuju nol . Jadi sebuah obyek yang bergerak dalam satu lingkaran dengan jari-jari r dan laju v konstan mempunyai percepatan yang arahnya menuju pusat lingkaran dan besarnya adalah v2/r. Karena arahnya menuju pusat lingkaran sehingga percepatan ini disebut percepatan sentripetal E(sentripetal = arahnya sepanjang jari-jari lingkaran.

(2.21) Pada obyek yang bergerak melingkar dengan laju yang berubah, maka selain memiliki percepatan sentripetal, obyek juga memiliki percepatan tangensial yang arahnya sama dengan garis singgung. Percepatan tangensial didefinisikan sebagai

karena v1 =

r(

= kecepatan sudut), maka;

(2.22) dengan adalah percepatan sudut. Berdasarkan gambar 2.7 percepatan sesaat obyek diberikan oleh:

(2.23) Contoh 7: Sebuah bola berputar pada suatu lingkaran horizontal berjari-jari 0,600 m. Bola melakukan 2,00 putaran tiap detik. Berapa kecepatan sentripetal bola? Jawab. Waktu yang dibutuhkan bola untuk satu kali putaran adalah:

Percepatan sentripetal bola:

II. 4 Hukum-Hukum Newton tentang GerakPada dasarnya setiap benda mengalami gaya-gaya luar karena setiap benda pasti berinteraksi dengan benda lain dan sesungguhnya tidak ada satupun benda di alam yang diam secara mutlak. Akan tetapi kita menyaksikan ada benda yang diam (relatif) dan ada pula benda yang bergerak terus menerus tanpa berhenti. Kita juga kadang menyaksikan ada benda lain yang makin lama makin cepat atau makin lama makin lambat gerakannya. Benda tampak diam atau bergerak berdasarkan pengamatan dari suatu tempat atau kerangka acuan tertentu, bergantung pada resultan gaya ayng bekerja padanya. Konsep tentang gerak dan gaya telah dirangkum oleh Newton dalam suatu hukum yang disebut Hukum Newton, dan dipelajari dalam suatu cabang mekanika yang disebut Dinamika

A. Hukum Pertama NewtonPandangan bahwa gaya adalah penyebab benda bergerak telah diyakini oleh Aristoteles sejak 350 tahun sebelum masehi. Menurut Aristoteles, keadaan alamiah dari suatu benda adalah diam, dan suatu gaya diperlukan untuk membuat benda tersebut bergerak. Dua ribu tahun kemudian pandangan ini diperbaharui oleh Galileo yang menyimpulkan bahwa keadaan alamiah suatu benda adalah diam atau bergerak dengan kecepatan tetap (keadaan setimbang). Untuk mengubah kecepatan gerak benda dibutuhkan gaya luar, tetapi untuk mempertahankan kecepatan tidak dibutuhkan gaya luar sama sekali.

Prinsip ini kenmudian oleh Newton diangkat sebagai hukum yang pertama dari ketiga hukum geraknya. Newton menyajikan hukum pertamanya dalam ungkapan kata-kata sebagai berikut: Setiap benda akan tetap ebrada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika ia dipaksa untuk mengubah keadaan itu oleh gaya-gaya yang berpengaruh padanya. Kenyataan bahwa tanpa gaya luar suatua benda akan tetap diam atau tetap bergerak lurus beraturan sering dinyatakan memberikan suatu sifat benda yang disebut inersia (kelembaman), karena itu hukum Newton Pertama sering disebut Hukum Inersia (Hukum Kelembaman) dan kerangka acuan dimana hukum ini berlaku disebut kerangka inersia. Dalam hukum Newton pertama tersirat pula bahwa tidak ada perbedaan antara pengertian tidak ada gaya sama sekali dengan ada gaya-gaya yang resultannya nol. Dengan demikian, bentuk lain pernyataan hukum Newton pertama adalah jika tidak ada resultan gaya-gaya yang bekerja pada benda, maka percepatan benda sama dengan nol. Contoh 1. Gambar 2.1a. memperlihatkan sebuah beban w digantungkan dengan menggunakan tali. Pandanglah simpul pada titik temu ketiga tali sebagai "benda". Benda diam meskipun tiga buah gaya bekerja padanya. Jika w = 100 N, hitunglah T1 dan T2.

Gambar 2.1 (a) benda W digantungkan pada tali. (b) diagram gaya Jawab. Karena benda tidak mengalami percepatan, maka T1+T2+W=0. Jika diuraikan berdasarkan komponennya adalah: Proyeksi ke sumbu-x -T1x+T2x =0, T1x = T1 cos 30o dan T2x = T2 cos 45o, T1 cos 30o = T2 cos45o Proyeksi ke sumbu-y T1y+T2y-W=0, T1y = T1 sin 30o dan T2y = T2 sin 45o, T1sin30o+T2sin45o=w maka T2 = 89,7N dan T1 = 73,2 N

II.4. B Hukum Kedua NewtonKata inersia atau lembam pada hukum Newton pertama adalah sifat benda yang menyatakan keengganan benda tersebut terhadap perubahan gerak. Pada hukum Newton kedua, sifat inersia diberi definisi secara kuantitatif sebagai massa. Jadi massa suatu benda tidak lain merupakan pengertian kuantitatif dan operasional dari sifat inersia benda.

Untuk melawan atau mengganggu sifat inersia benda dibutuhkan gaya. Gaya inilah yang membuat kecepatan suatu benda berubah. Jika gaya dikenakan searah dengan kecepatan benda maka kecepatan benda bertambah, dikatakan benda mengalami percepatan. Jika dikenakan gaya berlawanan dengan kecepatan benda, maka kecepatan benda berkurang, dikatakan benda mengalami perlambatan atau percepatan kearah negatif. Dari suatu percobaan tentang garis lurus, diperoleh kesimpulan bahwa percepatan sebuah benda adalah berbanding lurus dengan resultan gaya-gaya yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah percepatan sama dengan arah resultan gaya. Kesimpulan ini tidak lain adalah ungkapan hukum Newton kedua yang secara matematika dituliskan . Kalau kita ambil konstanta proporsional sama dengan satu, maka maka pernyataan hukum Newton kedua ditulis sebagai berikut:

atau

(3.1)

Gaya Fi dapat diuraikan atas komponen-komponennya yang dapat dituliskan sebagai berikut:

(3.2a) (3.2b) (3.2c) Jika , maka resultan gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol. Dengan demikian, percepatan, a sama dengan nol dan berarti bahwa benda dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan. Ternyata bahwa hukum I Newton merupakan hal khusus dari hukum II Newton. Contoh 2. Tinjaulah sebuah balok bermassa m yang ditarik sepanjang bidang datar licin oleh gaya horizontal F, seperti ditunjukkan dalam gambar 3.2. N adalah gaya normal yang dikerjakan pada balok oleh lantai licin dan W adalah berat balok. a. Jika massa balok adalah 2,0 kg, tentukan besar gaya normalnya.

b. Berapa gaya F yang dibutuhkan agar balok mendapat kecepatan horizontal 4,0 m/s dalam 2,0 s mulai dari keadaan diam.

Gambar 3.2 Balok bermassa m ditarik sepanjang bidang datar Jawab. a. Dari hukum Newton kedua dengan ay = 0, kita peroleh; Fy = may atau FN=w=mg, sehingga FN=(2,0)(10)= 20N. b. Percepatan ax diperoleh dari dari hukum Newton kedua Fx=max = (2,0)(2,0)=4,0 N Contoh 3. Sebuah balok dengan massa m1 terletak pada suatu permukaan horizontal yang licin, dan ditarik dengan seutas tali yang dihubungkan dengan balok lain dengan massa m2 melalui sebuah katrol (Gambar 3.3a). Katrol dianggap tidak mempunyai massa dan gesekan, dan hanya berfungsi untuk membelokkan arah gaya tarik tali. Hitunglah percepatan sistem dan tegangan tali.

Gambar 3.3 (a) Benda m1 dan m2 dihubungkan dengan tali (b) Diagram gaya untuk m1 (c) Diagram gaya untuk m2 Jawab: Misalkan kita pandang lebih dulu balok dengan massa m1, dan kita selidiki geraknya. Gaya-gaya pada balok ditunjukkan pada gambar 3.3b. Gaya T yaitu gaya tarik di dalam tali, menarik balok ke kanan, sedangkan m1g adalah gaya tarik oleh bumi, yaitu berat balok m1. Gaya N adalah gaya normal oleh bidang datar pada balok. Balok hanya bergerak dalam arah-x, sehingga ay = 0. Sehingga dapat dituliskan: N-m1g = m1a1y = 0 T = m1a1x Dari persamaan di atas kita peroleh N = m1g. Untuk menentukan gaya tegangan tali T kita harus memandang gerak benda m2 yang tergantung pada tali. Gaya-gaya yang bekerja pada m2 ditunjukkan pada gambar 3.3c. Karena m2 bergerak dipercepat, maka kita dapat menganggap T sama dengan m2g. Persamaan gerak dari m2 adalah : M2g T = m2a2 y Karena panjang tali adalah tetap, maka balok m1 dan balok m2 mempunyai kecepatan sama, jadi percepatannya juga sama, sehingga a2 y = a1 x. Dan percepatan sistem dapat ditulis sebagai a, dapat diperoleh: m2g - T = m2a dan T = m1a. Akibatnya diperoleh:

dan

II.4. C Hukum Ketiga NewtonGaya yang bekerja pada suatu benda berasal dari benda-benda lain di sekitarnya. Secara eksperimen diketahui bahwa jika sebuah benda melakukan gaya pada benda kedua, maka benda kedua selalu membalas melakukan gaya pada benda yang pertama. Selanjutnya diketahui pula bahwa kedua gaya ini sama besar, tetapi arahnya berlawanan. Karena itu tidak mungkin memperoleh sebuah gaya tunggal terisolasi. Jika salah satu diantara dua gaya yang muncul secara serempak, misalnya interaksi antar massa (gaya tarik menarik gravitasi), maka yang mana saja dari salah satu gaya dapat disebut sebagai gaya "aksi" sedangkan lainnya merupakan gaya "reaksi". Menyangkut hal ini tidak terkandung pengertian sebab akibat sebab yang terjadi adalah interaksi timbal balik secara spontan. Sifat ini pertama kali diungkapkan oleh Newton dalam hukum geraknya yang ke tiga dalam rangkaian kalimat sebagai berikut: Untuk setiap aksi selalu terdapat reaksi yang sama besar dan berlawanan arah, atau reaksi timbal balik satu terhadap yang lain antara dua benda selalu sama besar, dan berarah ke bagian yang berlawanan. Kedua gaya aksi dan reaksi terletak sepanjang garis lurus yang menghubungkan kedua benda. Gaya aksi dan reaksi selalu terjadi berpasangan dan bekerja pada benda yang berbeda. Seandainya keduanya terjadi pada benda yang sama, tentu tidak pernah ada gerak dipercepat karena resultan gaya pada setiap benda selalu sama dengan nol. Secara matematis, hukum Newton ketiga dapat ditulis: Faksi = Freaksi (2.3)

II.5 Gaya Berat dan Gaya NormalGalileo mengemukakan bahwa semua benda yang dilepaskan di dekat permukaan bumi akan jatuh dengan percepatan yang sama dengan g, jika gesekan udara diabaikan. Gaya dengan percepatan g ini disebut gaya gravitasi atau sering pula disebut gaya berat. Gaya gravitasi dipandang sebagai penerapan Hukum II Newton dengan mengganti percepatan a dengan percepatan gravitasi g, arah gaya ini menuju pusat bumi. Jadi gaya gravitasi sebuah benda, Fg dapat ditulis: Fg = mg (3.4)

Dalam satuan SI, g = 9,80m/s2 = 9,80 N/kg, dengan demikian berat dari 1,00 kg massadi bumi adalah 1,00 kg x 9,80 m/s2 = 9,80 N. Harga g bervariasi ditempat-tempat yang berbeda dipermukaan bumi karena pengaruh bentuk bumi yang tidak benar-benar bulat. Gaya gravitasi akan terlihat pada obyek jika ia jatuh. Jika obyek diam di permukaan bumi, gaya gravitasi tidak terlihat. Namun jika obyek disimpan diatas permukaan maka gaya gravitasi akan terlihat meskipun obyek berada diatas permukaan bidang dan obyek diam. Ini berarti setiap obyek mengalami gaya gravitasisebagai konsekuensi hukum Newton kedua. Gaya tersebut disebut gaya kontak. Bila gaya kontak tegak lurus dengan permukaan kontak maka ia disebut gaya normal diberi simbol N.

Gambar 3.5 Diagram gaya normal dan gaya berat

II.6 Hukum Gravitasi NewtonSemula Newton menyimpulkan bahwa gaya gravitasi yang dialami sebuah obyek di permukaan bumi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak pusat obyek ke pusat bumi,

dengan mb adalah massa bumi, m adalah massa obyek, dan r adalah jarak dari pusat bumi ke pusat obyek. Newton kemudian menemukan bahwa kesimpulannya tentang gaya gravitasi yang dialami obyek di muka bumi berlaku pula pada benda-benda lain seperti matahari, bulan, Jupiter, dan lain-lain. Dengan kata lain, kesimpulan Newton diatas berlaku universal, dan ditulis:

(3.5) dengan m1 dan m2 merupakan massa dari masing-masing partikel, r adalah jarak antara keduanya, serta G adalah konstanta universal atau disebut juga tetapan graviatsi alam semesta. Dari ekperimen diperoleh G = 6,67x10-11 Nm2/kg2. Persamaan (3.5) disebut sebagai hukum gravitasi Newton. Jika persamaan (3.5) diterapkan di bumi:

maka berdasarkan persamaan (3.4) diperoleh

(3.6) Perubahan percepatan gravitasi bumi diberikan oleh:

atau

Tanda minus menyatakan bahwa jarak bertambah sebesar dr, maka percepatan gravitasi akan berkurang sebesar dg/2. Karena bumi tidak benar-benar berupa bola, harga g dipermukaan bumi bergantung pada lintang. Di khatulistiwa, yaitu untuk lintang 0o harga g = 9,75039 m/s2 dan untuk lintang 60o harga g = 9,81918 m/s2. Harga-harga tersebut hanyalah harga rata-rata g. Harga g masih berubah dari suatu tempat ke tempat yang lain pada lintang yang sama karena sifat lapisan-lapisan bumi. Perbedaan harga ini digunakan dalam eksplorasi bahan galian bumi. Contoh 5. Berapa besar gaya gravitasi pada benda bermassa 2000 kg yang melakukan orbit diatas permukaan bumi dua kali jari-jari bumi dari pusat bumi? Jari-jari bumi 6380 km, massa bumi mb = 5,98x1024 kg dan G = 6,67x10-11Nm/kg2. Jawab:

II.7 Gaya GesekanJika sebuah balok bermassa m diluncurkan dengan kecepatan awal vo sepanjang bidang horizontal, balok akhirnya akan berhenti. Hal ini berarti bahwa dalam gerakannya balok mengalami percepatan rata-rata a yang berlawanan arah dengan arah geraknya. Jika dalam kerangka inersial kita melihat suatu benda dipercepat, maka pada geraknya selalu kita kaitkan gaya, yang didefinisikan melalui hukum Newton kedua. Dalam hal ini kita katakan bahwa bidang melakukan gaya gesekan pada balok yang meluncur yang harga rata-ratanya adalah ma.

Gaya gesekan antara dua permukaan yang saling diam satu terhadap yang lain disebut gaya gesekan statis. Gaya gesekan statik maksimum sama dengan gaya terkecil yang dibutuhkan agar benda mulai bergerak. Gaya gesekan statik maksimum antara dua permukaan tidak bergantung pada luas daerah kontak, tetapi besarnya sebanding dengan gaya normal. Perbandingan antara besar gaya gesekan statik maksimum dengan besar gaya normal disebut koefisien gesekan statik E antar kedua p fsmenyatakan besar gaya gesek statik, maka fs =s

N (3.7)s

Dengan

adalah koefisien gesekan statik dan N adalah besar gaya normal.

Gaya yang bekerja antara dua permukaan yang saling bergerak relatif disebut gaya gesekan kinetik. Gaya gesekan kinetik fk juga tidak bergantung pada luas daerah kontak dan besarnya sebanding dengan gaya normal. Perbandingan antara besar gaya gesekan kinetik dengan gaya normal disebut koefisien gesekan kinetik yang diberikan sebagai fk = (3.8)k

N

Dengan fk adalah gaya gesekan kinetik. Contoh 6. Jika koefisien gesek kinetik antara lantai dan balok adalah 0,25, tentukanlah tegangan tali yang menghubungkan kedua balok dan percepatan sistem.

Gambar 3.7 Benda yang digandengkan dengan tali a. Dua buah benda dihubungkan dengan tali b. Diagram benda bebas untuk m1 c. Diagram benda bebas untuk m2 Jawab. Berdasarkan diagram gaya untuk balok m1 pada gambar 3.7b dengan menggunakan hukum Newton kedua maka; T-fges1=m1a T-m1a=?k m1 g = (0,25)(1)(10)=2,5 N Berdasarkan gambar 3.7c, diperoleh; F-T-fges2=m2a T+m2a=F-?k m2 g = 10N(0,25)(3kg)(10m/s2)=2,5N Maka diperoleh : a=0m/s2 dan T = 2,5 N

II.8 Dinamika Gerak MelingkarBedasarkan Hukum II Newton (F = m a), agar sebuah benda mengalami percepatan haruslah terdapat gaya yang bekerja padanya. Sebuah benda yang bergerak dalam suatu lingkaran akan mengalami percepatan sentripental ac yang besarnya adalah v2/r, dengan r adalah jari-jari lingkaran. Oleh karena itu diperlukan gaya yang memberikan pada benda tersebut percepatan sentripental. Gaya yang dimaksud adalah gaya sentripental yang arahnya sama dengan arah percepatan sentripental (menuju pusat lingkaran) dan besarnya adalah:

(2.9) Dengan ?F adalah gaya total dalam arah radial, dalam hal ini benda dipandang bergerak melingkar beraturan, yakni besar kecepatan sama tetapi arahnyaselalu berubah. Pada gerak melingkar sebenarnya paling sedikit dua buah gaya bekerja pada objek. Gayagaya tersebut adalah gaya sentripetal yang arahnya menuju pusat lingkaran dan gaya sentrifugal (segaris dengan gaya sentripetal tetapi arahnya berlawanan atau meninggalkan pusat lingkaran). Pada gerak melingkar tidak beraturan, yakni objek bergerak melingkar dengan besar dan arah kecepatan berubah, terdapat 2 percepatan, yakni percepatan sentripetal (ac) dan percepatan tangensial (aT). ac dan aT selalu tegak lurus satu sama lain. Vektor percepatan total untuk gerak melingkar tidak beraturan diberikan oleh: a = aT+aT (2.10) Harga percepatan total adalah

(2.11) Karena itu gaya yang menyebabkan objek bergerak melingkar adalah F = m a (2.12) Dengan besar gaya diberikan oleh (2.13) Contoh 7. Sebuah bola bermassa 150 gram diikatkan pada tali yang panjangnya 1,10 m lalu diputar secara vertika. Tentukan a. Laju minimum bola agar pada posisi tertinggi bola tetap berputar melingkar b. Tegangan tali pada saat posisi bola paling rendah dimana kecepatan bola sama dengan dua kali kecepatan pada posisi tertinggi.

Jawab: a. Pada posisi tertinggi TA=mg=mvA2/r, laju minimum diperoleh kalau TA=0, sehingga vA2=gr, maka vA=[(9,8m/s2)(1,1m)]1/2 vA =3,28m.s b. Pada posisi terendah: TBmg=mvB2/r, vB=2vA=6,56 m/s, diperoleh:

II.9 Hukum Kepler dan Sintesa NewtonSebelum Newton mengemukakan hukum gravitasi alam semesta dan hukum geraknya yang ketiga, seorang astronomi Jerman bernama Johannes kepler (1571-1630) telah membuat karya tulis astronomi berisi deskripsi detail tentang gerak planet-planet yang mengelilingi matahari. Karya Kepler ini dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Tycho Brahe. Intisari karya Kepler kemudian dikenal sebagai Hukum Kepler tentang gerak planet terdiri dari: 1. Hukum I Kepler: Lintasan tiap-tiap planet disekitar matahari adalah bebrbentuk ellips dengan matahari adalah salah satu fokusnya. 2. Hukum II Kepler: Luas yang dilalui garis hubung antara matahari dan planet dalam selang waktu yang sama adalah sama besar. 3. Hukum III Kepler: Perbandingan kuadrat periode dari dua planet yang mengelilingi matahari adalah sama dengan perbandingan pangkat tiga jarak ratarata masing-masing planet dari matahari. Jika T1 dan T2 menyatakan periode (waktu yang dibutuhkan planet untuk melakukan satu kali orbit atau putaran penuh) masing-masing planet, serta r1 dan r2 menyatakan jarak rata-rata mereka dari matahari, maka

Jarak rata-rata planet dari matahari adalah separuh jumlah p1M dan p3M (Gambar 2. 19).

Newton menunjukkan bahwa hukum Kepler dapat diturunkan secara matematika dari hukum gravitasi alam semesta. Dari hukum Newton kedua, kemudian mensubtitusi gaya dengan gaya gravitasi alam semesta dengan percepatan sentripetal.

Dengan m1 adalah masa planet, r1 adalah jarak rata-rata planet dari matahari, v1 adalah laju rata-rata orbit planet, dan Ms adalah massa matahari. Jika T1 adalah periode planet dengan panjang lintasan 2?r1, maka

Sehingga

atau

(2.15a) untuk planet kedua ditulis

(2.15b) Jika persamaan (2.15a) dibagikan dengan persamaan (2.15b) akan diperoleh persamaan (2.12) yang merupakan pernyataan hukum Kepler ketiga. Contoh 8. Periode Planet Mars yang dicatat pertama kali oleh Kepler sekitar 684 hari. Jika jarak dari matahari ke bumi rbm = 1,50x1011 m, tentukan jarak dari matahari ke planet Mars. Jawab.

Bab III Kerja, Energi dan Daya III.1 Definisi KerjaDalam berbagai hal kerja didefinisikan sebagai produk skalar antara vektor gaya dan perpindahan. Oleh karena itu kerja merupakan besaran skalar. Kerja adalah salah satu bentuk energi, yakni yang berpindah dari suatu sistem ke sistem lainnya melalui gaya yang mengakibatkan pergeseran posisi benda. Perpindahan energi semacam ini dikenal sebagai kerja mekanik atau disebut kerja saja. Sedangkan perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur disebut kalor. Satuan dari kerja dalam sistem internasional (SI) adalah Joule (Newton meter) dalam sistem satuan lain satuan kerja adalah dyne cm dan dalam sistem statika fps (Inggris) satuan kerja dinyatakan dalam foot-pound (ft-lb). Hubungan antara satuan kerja tersebut diatas adalah 1 Joule = 107 erg = 7376 ft-lb. Apabila sebuah gaya bekerja pada suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berpindah sejauh x, maka kerja yang dilakukan dituliskan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Gaya yang menyebabkan perpindahan benda sejauh (4.1) dengan W adalah Kerja (Joule), F = gaya (Newton), sudut arah gaya F

x

x = perpindahan (meter), dan

=

Contoh 1. Sebuah balok bermassa 10 kg dinaikkan dengan kecepatan konstan ke puncak suatu bidang miring sejauh 5 m dengan ketinggian 3 m di atas permukaan tanah (Lihat Gambar). Berapa besar kerja yang harus dilakukan bila; 1. 2. 3. 4. Gaya bekerja sejajar bidang miring Gaya membentuk sudut 37o dengan bidang miring. Pertanyaan seperti a dan b tetapi benda dipercepat 2 m/s2 (g= 10 m/s2) Sama soal c tetapi koefisien gesekan antara benda dengan bidang miring 0,2.

Gambar 3.2 Balok dinaikkan oleh gaya F Jawab: 1. Berdasarkan Gambar 3.2 diatas maka; F-mg sin = ma, karena benda bergerak dengan kecepatan konstan maka a (percepatan) = 0. Sehingga diperoleh F=mgsin?, maka W =F.x=mg sin .x =(10)(10)(3/5)(5)=300 J. 2. W = F x cos 37o = (60)(5)(0,8)=240 Joule 3. F = m(g sin +a) = (10)[(10)(3/5)+(2)] = 80 N Bila F sejajar dengan bidang miring, maka W = 400 Joule Bila F membentuk sudut 37o dengan bidang miring, maka W = 320 Joule. 4. F-(mg sin +f)=ma f = mg cos 480 Joule = (0,2)(10)(10)(0,8) = 16 N; F = (20 + 60 +16) = 96 N maka W =

Bila F membentuk sudut 37o dengan bidang miring maka; N = mg cos - Fsin Fcos37o-mg sin 37o-(mgcos37o-Fsin37o) = ma 0,29 F = (60+16+20), maka F = 96/0,92 = 104,35 N, sehingga W = (104,35)(5)cos37o) = 417,4 Joule.

III.2. Kerja oleh Gaya TaktetapBila suatu gaya bekerja pada suatu benda, menyebabkan benda berpindah sejauh dr maka akan menghasilkan kerja sebesar . Dalam hal ini dr cukup kecil, sehingga dalam pergeseran ini F dianggap tetap. Apabila pergeseran cukup besar, maka besar dan arah gaya F akan berubah. Misalkan F(x) adalah gaya yang berubah dan bekerja dalam arah x, dalam selang jarak antara x1 dan x2. Untuk menentukan besarnya kerja yang dilakukan oleh gaya, maka total pergeseran dibagi dalam interval kecil x, sehingga dalam setiap interval gaya F dapat dianggap tetap. Dengan demikian kerja yang dilakukan untuk interval dx1 diberikan oleh: W( x1) = F(x1) (3.2) x1

Gambar 3.3 Gaya sebagai fungsi dari pergeseran a. Pergeseran kecil, b. pergeseran besar Karena antara x1dan x2 terdapat N buah iterval, kerja yang dilakukan adalah: (3.3) Bila x1 --> 0, kurva F(x) sepanjang x1s/d x2dipandang sebagai sistem yang kontinyu, sehingga kerja yang dihasilkan adalah:

(3.4) Sebagai salah satu contoh kasus, tinjau sebuah pegas yang konstantapegas k diberi sebagai gaya F sehingga mengalami deformasi sepanjang x. Gaya yang dilakukan oleh pegas F = k x. Kerja yang dilakukan pada pegas yang menyebabkan terjadinya perubahan dari x1 s/d x2 adalah:

(3.5) Jika dipilih x1 = 0 dan x2 =x, akan diperoleh bahwa: W = 1/2 kx2 (3.6) Bila gaya yang bekerja berubah terhadap waktu maka kerja yang dilakukan dapat dituliskan sebagai: (4.7) Perubahan gaya terhadap waktu umumnya disebabakan karena adanya perubahan kecepatan terhadap waktu,atau dengan kata lain karena benda mengalami percepatan. Contoh 2: Suatu partikel bermassa m digantungkan pada ujung seutas tali tanpa berat dengan panjang l. Sistem ini disebut bandul sederhana seperti pada Gambar 3.4. Hitung kerja yang dilakukan oleh gaya F yang bekerja dalam arah horizontal

Gambar 3.4 (a) Bandul sederhana (b) Diagram gaya yang bekerja. Jawab. Misalkan partikel digeser sepanjang lintasan berbentuk busur-lingkaran berjejari l dari = 0 sampai = . Gaya seperti ini dapat diterapkan dengan menarik massa melalui seutas tali yang diusahakan selalu horizontal. Akibatnya partikel akan mengubah posisi vertikalnya sebesar h. Dengan menganggap bahwa selama gerak ini tidak ada percepatan, berarti dalam kenyataannya gerak ini haruslah sangat perlahan. Gaya F selalu pada horizontal, akan tetapi pergeseran ds terletak pada suatu busur. Arah ds bergantung pada nilai ? yang menyinggung lingkaran pada setiap titik. Gaya F akan berubah besarnya sedemikian rupa sehingga selalu mengimbangi komponen horizontal dari gaya tarik T. Dari hukum I Newton diperoleh: M g = T cos dan F = T sin ?

Dengan menghilangkan T dari kedua persamaan di atas, diperoleh: F = m g tan Kerja yang dilakukan untuk perpindahan ds adalah:

= m g sin

ds . Untuk menghitung kerja pada

Perhatikan bahwa sudut antara ds dan F adalah

perpindahan dari = 0 sampai pada . = . kita harus melakukan integrasi sepanjang lintasan. Pada lintasan ini kita mempunyai hubungan ds = 1 d?. Sehingga diperoleh:

akan tetapi

III.3. Energi KinetikSecara umum resultan gaya yang bekerja pada setiap benda tidak perlu sama dengan nol atau benda bergerak dipercepat sehingga F = m a. Artinya benda tersebut bergerak dengan keceoatan berubaha terhadap waktu. Kerja yang dilakukan oleh resultan gaya tersebut diberikan oleh: (3.8) Karena atau , kerja dilakukan diberikan oleh: (3.9)

Bila benda tersebut bergerak dari kecepatan v1 ke v2, kerja yang dilakukan oleh gaya adalah:

(3.10) Kerja ini setara dengan perubahan besaran (1/2mv2). Perubahan ini haruslah merupakan pertambahan atau pengurangan energi. Karena kerja adalah perpindahan energi, berarti besaran 1/2mv2 merupakan besaran energi, yakni bentuk energi yang berhubungan dengan gerak benda, yakni yang dikenal sebagai energi gerak atau energi kinetik yang disimbolkan dengan Ek: Ek = 1/2mv2 (3.11) Contoh 3: Anggap gaya gravitasi nilainya tetap untuk jarak yang tidak terlalu besar di atas permukaan bumi. Sebuah benda dijatuhkan tanpa kecepatan awal dari ketinggian h di atas permukaan bumi. Berapakah energi kinetik benda tepat sebelum sampai ke tanah. Jawab: Pertambahan energi kinetik adalah sama dengan kerja yang dilakukan oleh gaya resultan yang bekerja pada benda. Apabila gesekan udara diabaikan maka gaya resultan adalah gaya gravitasi. Gaya ini besarnya tetap dan mempunyai arah sama dengan arah gerak benda, sehingga kerja oleh gaya gravitasi: W = F . d = m g h cos 0o = m g h Kecepatan awal benda, yaitu V0 = 0, dan kecepatan akhir adalah V. Pertambahan energi kinetik, yaitu: Ek = 1/2m v2 - 1/2 m V02 = 1/2 m V2 Dengan menggunakan teorema kerja energi kita peroleh: 1/2 m V2 = m g h Kecepatan benda tepat sebelum sampai di tanah adalah:

III.4. Energi Potensial

Kemampuan melakukan kerja karena posisi atau letak disebut energi potensial. Sebagai contoh, benda yang terletak pada ketinggian tertentu berpotensi untuk jatuh. Pada saat benda tersebut jatuh, berarti telah mengubah energi poteansialnya menjadi energi kinetik. Pengertian energi potensial hanya berhubungan dengan gaya konservatif.

A. Energi Potensial GravitasiBesar gaya gravitasi (gaya berat) yang dialami oleh sebuah benda yang berada dekat permukaan bumi ditulis sebagai:

(3.12) Di dekat permukaan bumi g dianggap konstan. Besarnya kerja diperlukan untuk memindahkan suatu benda bermassa dari ketinggian h1 ke ketinggian h2 diatas permukaan bumi diperoleh sebagai:

(3.13)

Gambar 3.4 Kerja oleh perpindahan benda dari h1 ke h2 Dalam hal ini besaran mgh, merupakan besaran energi yang tersimpan pada benda tersebut pada posisi ketinggian h. Oleh karena itu besaran mgh dinamakan energi potensial graviatasi suatu benda yang massanya m dibawah percepatan gravitasi g yang terletak pada jarak h dari suatu kerangka acuan. Karena itu Ep = mgh(3.14)

Gambar 3.5 Benda bermassa m berjarak r dari pusat bumi Jika posisi jauh dari permukaan bumi, maka gaya gravitasi tidak lagi konstan, melainkan berubah menurut hubungan

dengan; G adalah konstanta gravitasi, MB adalah massa bumi, disebut energi potensial bumi. Sedangkan potensial gravitasi V didefenisikan sebagai usaha yang diperlukan untuk membawa satu satuan massa dari tak berhingga ke r dalam ruang dimana medan tidak lenyap, maka: Kerja yang dilakukan bila benda tersebut berpindah dari posisi r1 ke r2 diberikan oleh: (3.16a)

(3.16b)

III.4. Energi Potensial B. Energi Potensial PegasSeperti yang telah diturunkan pada persamaan (3.5), bila dalam keadaan posisi setimbang (kendur) panjang pegas x0. Pegas kemudian diberi gaya F sehingga pegas bertambah panjang menjadi x maka pegas akan memberikan gaya perlawanan sebesar F = -k (x - x0) yang berarti bahwa gaya yang diberikan pada pegas F = -F'= k(x - x0). Kerja yang dilakukan untuk merubah panjang pegas dari x0 menjadi x diberikan oleh:

(3.17)

Gambar 3.7 Perubahan panjang pegas menghasilkan kerja Bila x=xo merupakan posisi awal benda (x=0), berarti: W=(1/2)kx2 (3.18) Menurut persamaan (3.18), untuk mengubah panjang pegas sejauh x maka harus dilakukan usaha sebesar (1/2)kx2. Bila pegas dilepaskan dari kedudukan simpangannya, maka pada pegas terdapat potensi (kemampuan) untuk mengendalikan pegas ke keadaan

awal. Hal ini berarti bahwa jika perubahan panjang pegas adalah x, maka pegas menyimpan energi potensial (Ep) sebesar (1/2)kx2.

III.5 Hukum Kekekalan EnergiKerja yang dilakukan oleh gaya-gaya yang bersifat konservatif adalah memindahkan energi dari perilaku gaya menjadi energi tersimpan. Jika bendanya bergerak, maka energi kinetiknya akan dirubah menjadi energi potensial. Jadi dalam persoalan ini ada transfer (alih) energi dari energi kinetik menjadi energi potensial atau sebaliknya tanpa adanya kehilangan energi. Jadi kerja melawan gaya tidak membuang energi, atau dengan kata lain jumlah energi kinetik dan energi potensial selalu konstan. Ciri khas dari gaya konservatif adalah bahwa kerja yang dilakukan pada suatu lintasan tertutup adalah sama dengan nol atau:

(3.19) Arti fisis dari persamaan (3.19) adalah energi yang lenyap dalam suatu proses tertutup senantiasa sama dengan nol sejauh gaya-gaya yang bekerja adalah gaya konservatif. Ini berarti bahwa: d(Ek+Ep) = 0 atau, EK+EP = konstan (3.20) Untuk dua keadaan yang kondisi mekaniknya berbeda akan berlaku: EK1+EP1 = EK2+EP2 (3.21) (3.20) Persamaan (3.20) dikenal sebagai hukum kekekalan energi. Contoh 4. Sebuah benda massa 0,2 kg dijatuhkan dari ketinggian 50 cm menimpa sebuah pegas yang dipasang vertikal dengan konstanta k = 150 N/m. Hitunglah: 1. Kecepatan benda pada saat mengenai ujung pegas. 2. Berapa jauh pegas akan tertekan bila g = 10 m/s2. Jawab. 1. EKA+EPA=EKB+EPB 2. mg(h+xo) = (1/2)mvB2 + mgxo vB2=0,2x10x0,5= 1 m/s b. (1/2)mvB2 = (1/2)kx2 0,5x0,2x12 = 0,5x150x2 x2 = 0,0013, maka x = 0,036 m = 3,6 cm. Contoh 5. Sebuah benda massa 2 kg digantung pada pegas dan kemudian ditarik sejauh 20 cm dari posisi setimbang. Jika konstanta pegas k = 2N/cm. Hitung: a. Kecepatan benda pada saat mencapai titik setimbang.

b. Tinggi maksimum benda akan naik jika tarikan dilepas. Jawab. a. Dalam keadaan setimbang, mg= kzo maka zo= mg/k=20/200 = 20 cm. EA =EB, maka vB2=(-2x10x0,2)+(0,5x200x0,32)+ (-0,5x200x0,12) m2/s2 vB2=4 m2/s2, maka vB=2 m/s. b.

50 zm2 + 10zm - 10 10zm- 4 = 0, maka zm = 0,2 m. Contoh 6. Sebuah balok bermassa 10 kg didorong keatas bidang miring dengan sudut kemiringan 37o dengan kecepatan awal 5 m/s. Balok berhenti setelah menempuh jarak 2 m kemudian meluncur kembali ke kaki bidang miring. Hitunglah; a. Koefisien gesekan antara balok dan bidang miring. b. Kecepatan dan percepatan balok pada saat mencapai kaki bidang miring. Jawab: a.

sehingga diperoleh koefisien gesek ( )=2,5/80 = 0,0125

Contoh 7. Sebuah bola kehilangan 15% energinya pada saat melenting kembali ke arah datangnya bola. Berap kecepatan awal yang harus diberikan agar bola melenting kembali ke tinggi semula; Jawab. Energi kinetik lentingan

III.6 DayaMenurut definisi daya adalah banyaknya kerja yang dilakukan per satuan waktu. Daya rata-rata yang diberikan pada suatu benda adalah kerja total yang dilakukan benda dibagi dengan waktu total yang dipergunakan untuk melakukan kerja yang dimaksud. Andaikan besarnya kerja yang dilakukan dalam selang waktu t adalah W, maka daya rata-rata adalah:

, daya sesaat Buat untuk sistem yang berputar dengan kecepatan dengan M adalah momen gaya. Sistem satuan internasional satuan daya dinyatakan dengan Joule/det yang disebut Watt. Satuan lain yang sering digunakan untuk peralatan berat adalah satuan tenaga kuda (Horse Power) Hp dimana 1 Hp 746 Watt. Dari hubungan diatas maka kerja dapat pula dinyatakan daya kali waktu dan yang sering digunakan adalah kilo-Watt (KWh). Satu kilo watt adalah kerja yang dilakukan oleh suatu sistem yang bekerja dengan daya konstan 1 kilowatt selama satu jam. Contoh 8: Sebuah mobil menggunakan daya sebesar 150 hp bergerak dengan kecepatan 72 km/jam berapa gaya dorong mesin pada saat tersebut. Jawab: 150 x746 watt = Sehingga diperoleh bahwa: F = 5595 N Contoh 9: Sebuah elevator massa 500 kg, dirancang untuk mengangkut penumpang maksimum 25 orang dengan massa rata-rata perorang 60 kg, pada suatu gedung bertingkat 25. Bila tinggi gedung untuk tiap tigkatnya 4 m dan dibutuhkan waktu 20 detik dalam menempuh 25 tingkat, Hitung a. daya minimum yang diperlukan elevator b. daya yang diperlukan jika efisiensi mesin 50 % Jawab: a. berat elevator G = m g = 5000 N, berat penumpanng = 60 x 10 x 25 = 15000 N Berat sistem = berat elevator + Berat penumpang = 20000 N Kerja yang diperlukan untuk mencapai lantai 25 adalah W = 20000 x 25 x 4 = 2 x 106 Joule, Jadi daya minimum yang diperlukan adalah: watt = 100 Kwatt. b. Bila efesiensi 50% maka diperlukan daya 200 KW.

Bab IV Momentum Linear dan TumbukanHukum kekekalan energi yang dibahas dalam bab terdahulu, hanyalah salah satu hukum kekekalan di dalam fisika. Kuantitas lain yang ditemukan memiliki sifat kekal adalah momentum linier, momentum sudut dan muatan listrik. Pada bab ini kita akan membahas momentum linier dan kekekalannya. Selanjutnya dengan menggunakan hukum kekekalan momentum serta hukum kekekalan energi, kita akan menganalisis tumbukan. Dalam pengertiam umum, tumbukan melibatkan interaksi antara lebih dari satu obyek. Akan tetapi, dalam fisika, pembahasan tumbukan meliputi pula peristiwa ledakan (obyek tunggal terurai menjadi lebih dari satu obyek). Di samping itu, tumbukan yang melibatkan dua partikel tidak mengharuskan keduanya bersinggungan satu sama lain. Tumbukan seperti ini akan dijumpai dalam kajian interaksi medan dalam teori medan kuantum.

IV.1 Momentum dan GayaMomentum linier dari sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil kali antara massa dan kecepatan linear partikel tersebut. Momentum linier umumnya dinyatakan dengan simbol p. Jika m menyatakan massa partikel dan v adalah kecepatannya, maka momentum linier (selanjutnya disebut saja momentum p adalah: p = mv (4.1) Karena kecepatan adalah sebuah vektor, maka momentum pun demikian. Arah momentum sama dengan arah kecepatan, dan besar momentum adalah p = mv. Karena v bergantung pada kerangka acuan maka kerangka ini haruslah terdefinisikan. Sebuah gaya diperlukan untuk mengubah momentum dari sebuah partikel, baik besar maupun arahnya. Pernyataan Hukum II Newton tentang gerak dapat ditafsirkan dalam bahasa momentum sebagai berikut: Laju perubahan momentum dari sebuah partikel sebanding dengan gaya resultan yang bekerja padanya. Secara matematis ditulis:

(4.2) dengan F adalah gaya total yang bekerja pada obyek dan p adalah perubahan momentum resultan yang terjadi selama selang waktu t. Jika sistem terdiri dari sebuah partikel bermassa m konstan, maka dengan memasukkan persamaan (5.1) ke persamaan (5.2) kita dapatkan bentuk hukum kedua Newton yang lazim kita gunakan selama ini.

(4.3) Pada sistem partikel banyak yang terdiri dari n partikel dengan massa masing-masing m1, m2, m3 ...mn, sistem secara keseluruhan memiliki momentum total p. Momentum total didefinisikan sebagai jumlah vektor semua momentum partikel dalam kerangka acuan yang sama, yaitu; p = p1 + p2 + ...+ pn = m1v1 + m2v2 + ... mnvn (4.4) dengan v1 adalah kecepatan m1, v2 adalah kecepatan m2, dan vn adalah kecepatan partikel ke-n bermassa mn.

IV.2 Kekekalam Momentum LinearDalam Modul sebelumnya, telah kita jumpai hukum kekekalan energi. Dalam bagian ini kita akan membahas hukum kekekalan momentum linear, yang merupakan satu dari 7 hukum kekekalan (Energi, Massa, Momentum Linear, Momentum sudut, muatan listrik, bilangan lepton, bilangan barion) yang dikenal dalam Fisika. Dalam Gambar 4. 1 dicontohkan tumbukan antara dua bola biliard

Apabila total gaya eksternal pada sistem ini adalah nol, maka jumlah momentum dari kedua bola tidak berubah. Total momentum sebelum dan setelah tumbukan adalah sama. Meskipun momentum dari masing-masing bola berubah, tetapi total perubahan itu adalah nol. Artinya, mengecilnya momentum dari bola yang satu akan disertai membesarnya momentum dari bola yang lain. Jika m1 v1 adalah momentum dari bola 1 dan m2 v2 adalah momentum dari bola 2, keduanya diukur sebelum tumbukan, maka momentum total sebelum tumbukan adalah m1 v1+m2v2.

Setelah tumbukan, tiap-tiap bola mempunyai momentum yang berbeda, yakni m1v'1dan m2 v'2. Momentum total setelah tumbukan adalah m1 v'1 + m2 v'2. Dengan demikian tanpa gaya eksternal keadaan berikut berlaku: m1 v1+m2v2 = m1v1 + m2v2 (4.4) Dalam hal ini, vektor momentum total dari sistem dua bola adalah kekal atau konstan. Meskipun prinsip kekekalan momentum ditemukan secara eksperimental, namun kita dapat juga menurunkannya dari hukum gerak Newton. Dari Gambar 4.1, anggap gaya F terdapat pada satu bola dan mendorong bola lain selama tumbukan. Gaya rata-rata selama waktu tumbukan t diberikan oleh: F= p/ t atau F t = p (4.5)

Jika persamaan (4.5) diterapkan pada bola 1 (Gambar 4.1) dengan menandai kecepatan bola 1 sebelum tumbukan v1 dan v'1 sebagai kecepatan setelah tumbukan, maka F t=m1v'1 - m1v1. Dalam hubungan diatas, F adalah gaya pada bola 1 mendorong bola 2, dan t adalah waktu kontak kedua bola selama tumbukan. Selanjutnya berdasarkan hukum III Newton, gaya oleh bola 2 terhadap bola 1 adalah F, sehingga ditulis -F t=m2v'2-m2v2 Kombinasi persamaan untuk bola 1 dan bola 2 diperoleh: m1 v'1 - m1v1= -( m2 v'2-m2v2) atau m1v'1+ m2v'2 = m1v1+ m2v2. Persamaan terakhir diatas menunjukkan bahwa jika jumlah gaya-gaya yang bekerja pada sistem adalah nol, maka p=0, sehingga tidak ada perubahan momentum total. Jadi pernyataan umum hukum kekekalan momentum adalah momentum total dari suatu sistem terisolir adalah konstan. Contoh 1: Sebuah truk bermassa 10.000 kg berjalan dengan kecepatan 24,0 m/s menabrak mobil sejenis yang sedang mogok. Selanjutnya kedua mobil berjalan beriringan setelah bertabrakan. Berapa kecepatan kedua mobil? Jawab: Momentum total awal adalah m1v1+ m2v2 = (10.000 kg)(24,0m/s)+ (10.000 kg)(24,0m/s) =2,4x105 kgm/s. Setelah tumbukan, kedua mobil bergerak dengan kecepatan yang sama (mobil berjalan mendorong mobil mogok), jadi: (m1+m2)v' = 4x105kgm/s. Maka v'= (2,4x105kgm/s) / (2,0x104 kg) =12,0 m/s.

IV.3 Sistem dengan Massa yang BerubahPembahasan dalam pasal-pasal sebelumnya terbatas pada sistem dengan massa total M yang konstan terhadap waktu. Dalam bagian ini akan dibahas sistem dengan massa yang

berubah selama pengamatan. Jika sistem mengalami pertambahan massa (akibat adanya massa yang masuk ke dalam sistem), maka laju perubahan massa dM/dt positif. Sebaliknya perubahan massa bertanda negatif. Contoh yang cukup lazim adalah adalah roket yang diluncurkan, dimana terdapat pengurangan massa.

Gambar 4. 2 Roket Gambar 4.2a memperlihatkan sebuah roket bermassa M yang bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka acuan tertentu. Pada sistem bekerja juga gaya eksternal Feks. Pada saat t berikutnya, susunannya berubah menjadi seperti dalam gambar 4.2b. Massa sebesar M dikeluarkan dari roket dan bergerak dengan kecepatan u terhadap pengamat. Massa sistem berubah menjadi M-?M dan kecepatan sistem berubah dari v ke v+ v. Berdasarkan persamaan (4.2):

(4.6) Dengan pf adalah momentum akhir sistem (Gambar 4.2b) dan pi adalah momentum awal sistem (Gambar 4.2a). Momentum akhir sistem diberikan oleh:

(4.7a) Sedangkan momentum awalnya adalah: pi =Mvi (4.7b) Sehingga persamaan (4.6) menjadi:

(4.8)

Jika t dibuat menuju nol, keadaan Gambar 4.2b mendekati keadaan Gambar 4.2a, dalam hal ini v/ t mendekati dv/dt. Besaran M adalah massa yang ditolakkan dalam waktu ?t. Karena perubahan massa benda terhadap waktu, dM/dt, dalam hal ini harus berharga negatif, maka ketika t manuju nol, besaran positif M/ t kita ganti dengan M/dt. Akhirnya, v menuju nol bila t menuju nol. Dengan demikian persamaan (4.8) menjadi:

(4.9a) atau

(4.9b) Persamaan (4.9) merupakan pernyataan matematis dari hukum Newton kedua, yang mendefinisikan gaya luar pada obyek yang massanya berubah. Kita perhatikan bahwa jika laju perubahan massa adalah nol (massa konstan) maka pernyataan (4.9) akan kembali ke bentuk lazim kita kenal hukum Newton kedua F=Ma. Contoh 2. Sebuah senapan mesin dipasang di atas kereta yang dapat menggelinding bebas tanpa gesekan di atas permukaan horizontal. Massa sistem (kereta+senapan) pada suatu saat tertentu adalah M. Pada saat tersebut senapan memuntahkan perluru-peluru bermassa m dengan kecepatan u terhadap kerangka acuan. Kecepatan kereta dalam kerangka ini adalah v dan kecepatan peluru terhadap kereta adalah u-v. Banyaknya peluru yang ditembakkan terhadap satuan waktu adalah n. berapakah percepatan kereta tersebut? Jawab. Anggap tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada sistem, maka berdasarkan persamaan (4.19a) kita peroleh:

disini dv/dt = a (percepatan sistem), vreal =u-v, dan dM/dt = -mn yaitu laju pengurangan massa sistem tiap satuan waktu. Ma = (vreal)(-mn) atau

IV.4 Tumbukan dan ImpulsPada saat dua obyek bertumbukan, kedua obyek umumnya mengalami deformasi melibatkan gaya-gaya yang kuat. Gaya- gaya tersebut adalah gaya kontak berdasarkan hukum II Newton , persamaan (4.2), besar vektor gaya tersebut adalah: F=( p/ t) (4.10) Persamaan ini tentu saja diterapkan pada masing-masing obyek dalam suatu tumbukan. Kita pahami bahwa tumbukan umumnya terjadi dalam waktu yang sangat singkat

sehingga gaya kontak dapat ditulis dalam bentuk infinitesimal t --->0, yakni F=dp/dt. Jika kedua ruas persamaan (4.10) dikalikan dengan interval waktu t, diperoleh: F t= p (4.11) Kuantitas ruas kiri persamaan (4.11), yakni perkalian antara gaya F dengan interval waktu t, disebut impuls. Kita lihat bahwa perubahan total pada momentum sama dengan impuls. Konsep impuls hanya terdapat pada tumbukan yang berlangsung sangat singkat. Besar impuls dinyatakan oleh luas di bawh kurva Gambar 4.3. Contoh 3. a. Hitung impuls yang dialami oleh seseorang yang bermassa 70 kg pada tanah setelah melompat dari ketinggian 3,0 m. b. Kemudian perkiraan gaya rata-rata yang didorongkan kaki orang tersebut oleh tanah kalau mendarat dengan kaki tegak c. Sama dengan soal b tetapi kaki bengkok. Dalam hal ini, anggap tubuh bergerak 1,0 cm selama tumbukan, dan pada kasus kedua, bilamana kaki bengkok sekitar 50 cm. Jawab. a. Ambil percepatan tubuh orang tersebut a=g=9,8 m/s2, dan kecepatan awal vo =0. Maka kecepatan tubuh ditanah: v=[2a(y-yo)]1/2 = [2(9,8m/s2)(,0m)]1/2 = 7,7 m/s. Impuls pada tubuh orang tersebut: F t = p = p - po =0-(70 kg) (7,7 m/s) = -542 Ns Tanda negatif menunjukkan bahwa arah gaya berlawanan dengan arah momentum tubuh (gaya arahnya keatas) b. Tubuh berkurang kecepatnnya dari 7,7 m/s menjadi nol dalam jarak d=1,0 cm=1,0x102 m. Laju rata-rata selama perioda ini adalah v=(7,7+0)/2=3,8 m/s. sehingga waktu tumbukan diberikan oleh t=d/v =(1,0x10-2m)/(3,8m/s) = 2,6 x10-3t = (540 Ns)/(2,6x10-3)= 2,1x105 N dan F = F Emg, maka: tanah F = F + mg = (2,1x105N) + (70 kg)(9,8 m/s2) tanah = 2,1x105 N + 690 N =2,1x105N

c. d = 50 cm = 0,5 m.

?t =d / v = (0,5 m)/(3,8 m/s) = 0,13 s f =(540 Ns)/(0,13 s) = 4,2x103 N

f = F + mg = $,2x103 N + 0,6x103 N = 4,9x103 N. tanah

IV.5 Kekekalan Energi dan Momentum pada TumbukanPada Bagian IV.2 telah dikemukakan tentang adanya kekekalanm momentum total pada tumbukan antara dua obyek (bola biliard). Jika kedua obyek sangat keras dan elastis serta tidak ada panas yang dihasilkan pada saat kedua obyek bertumbukan, maka enerhi kinetik adalah kekal. Ini berarti bahwa energi kinetik sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama. Tumbukan dimana energi total adalah kekal disebut tumbukan elastik, sedangkan tumbukan dimana energi kinetik total tidak kekal disebut tumbukan tidak elastik. Untuk tumbukan elastik: (1/2)m1v12+ (1/2)m2v22 =(1/2)m1v'12+(1/2)m2v'22 m1 v1+m2v2 =m1 v'1m2v'2 (4.12) Untuk tumbukan tidak elastik: (1/2)m1v12+ (1/2)m2v22 = (1/2)m1 v12+ (1/2)m2v22 + energi termal + bentuk energi lain m1 v1+m2v2 =m1 v'1m2v2 Jadi pada tumbukan elastik berlaku hukum kekekalan energi kinetik dan hukum kekekalan momentum, pada tumbukan tidak elastik tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik namun berlaku hukum kekekalan momentum.

IV.6 Tumbukan Eleastik dalam Satu DimensiPada uraian berikut ini kita menerapkan kekekalan momentum dan energi kinetik guna menganalisis tumbukan elastik antara dua obyek kecil (partikel). Kita asumsikan bahwa semua gerak terjadi sepanjang garis lurus, yaitu bahwa kedua partikel bergerak dengan kecepatan awal v1 dan v2 sepanjang sumbu-x (Gambar 4.4a). Setelah tumbukan, kecepatannya masing-masing berubah menjadi v1' dan v2' (Gambar 4.4b).

Dari hukum kekekalan momentum, kita peroleh; m1 v1+m2 v2 =m1 v1' + m2 v2' Oleh karena tumbukan dianggap elastik, energi kinetik juga kekal; (1/2)m1v12+(1/2)m2v22 =(1/2)m1v12+(1/2)m2 v22. Jika kita mengetahui massa dan kecepatan awal, maka dengan

menggambarkan kedua persamaan di atas kita dapat menentukan kecepatan sesudah tumbukan, yakni v1'dan v2' Kita dapat menuliskan kembali persamaan kekekalan momentum dan energi kinetik sebagai berikut: m1( v1 - v'1=m2(v'2 - v2) (4.13) m1( v12 - v'12) =m2( v'22 - v22) (4.14a) Persamaan (4.14a) dapat dituliskan kembali seperti: m1( v1 - v'1) ( v1+ v'1 = m2 (v'2 - v2) (v'2 + v2) (4.14b) Jika persamaan (4.14b) dibagi dengan (4.13), diperoleh; v1+ v'1= v'2 + v2 atau v1 - v2= v'2 - v'1 (4.15) Dari persamaan (4.13) dan (4.15), dapat dinyatakan kecepatan akhir terhadap kecepatan awal. Contoh 4. Dari data pada gambar dibawah ini, hitunglah

Gambar 4.5 Tumbukan elastik satu dimensi a. Kecepatan m1 dan m2 setelah tumbukan, bila tumbukannya bersifat elastik satu dimensi b. Energi kinetik total sebelum tumbukan c. Energi kinetik total setelah tumbukan dari hasil jawaban pertanyaan a. Jawab. Karena bidang licin maka . Jadi kita dapat menggunakan hubungan-hubungan diatas dengan ketentuan v1 = 5 m/s dan v2 = - 10 m/s. a. b. Ek (total) = (1/2)m1 v12+ (1/2)m2v22 = (1/2)(30x10-3kg)(5m/s)2+(1/2)(20x10-3kg)(-10 m/s)2 = 1,375 J c. E'k(total) = (1/2)m1v'12+ (1/2)m2 v'22 = (1/2) (30x10-3kg)(-7m/s)2+(1/2)(20x103kg)(8m/s)2 = 1,375 J.

5.7 Tumbukan Eleastik dalam 2D atau 3DPrinsip kekekalan momentum dan energi dapat juga diterapkan terhadap tumbukan dalam dua atau tiga dimensi. Untuk kasus demikian, kaidah vektor kembali berperan penting. Contoh tumbukan semacam ini kita dapat lihat pada permainan billiar, serta tumbukan atom-atom. Gambar 5.5 memperlihatkan partikel 1 bermassa m1 bergerak sepanjang sumbu-x dan menumbuk partikel 2 bermassa m2 yang mula- mula dalam keadaan diam. 1 terhadap x dan m2 Setelah kedua partikel terhambur, m1= membentuk sudut membentuk sudut 2 terhadap sumbu-x.

Gambar 4.5 Tumbukan elastik dalam dua dimensi Dari kekekalan energi kinetik diperoleh hubungan: (1/2)m1v12+(1/2)m2v22 =(1/2)m1v1 Dari kekekalan momentum diperoleh: p1 = p1 - p2 Jika diuraikan dalam komponen vektornya, diperoleh: px = px1 py1 1 = m1v1 Epx2 m1v E+(1/2)m2v2E2

Ecos ?1E+m2 Epy2 0 = m1v1Esin ?1E+m2v2Esin

Dari ketiga persamaan (5.16a,b dan c) bebas satu sama lain dan dapat ditemukan tiga variabel yang tidak diketahui jika variabel lainnya diketahui. Contoh 5. Sebuah peluru bermassa 10 kg bergerak pada sumbu-x positif dengan kecepatan 140 m/s. jika peluru ini kemudian pecah menjadi 3 bagian dengan data sebagai berikut: m1 = 3kg, v1x = 210 m/s, v1y = -180 m/s, v1z = 80 m/s m2 = 4 kg, v2x = 105 m/s, v2y =40 m/s, v2z = -60 m/s 1. Nyatakan momentum linier awal peluru yakni pox, poy, poz. 2. Tuliskan persamaan komponen momentum linier akhir arah x,y,z (setelah peluru terpecah tiga abaikan gaya gravitasi)

3. Jika pecahan ketiga bermassa 3 kg tentukanlah besar dan arah kecepatan pecahan tersebut. Jawab. 1. Momentum awal peluru pox = mvox = (10 kg) (140 m/s) = 1400 kg m/s poy = mvoy = (10 kg) (0) = 0 poz = mvoz = (10 kg) (0) = 0 2. Momentum linier akhir yaitu; pfx = m1 v1x + m2 v2x + m3 v3x = (3x210)+(4x105)+ p3x=1400 pfy = m1 v1y+m2v2y+ m3 v3y = (3x(-180))+(4x40)+ p3y=0 pfz = m1 v1z + m2 v2z + m3 v3z =(3x80)+(4x(-60))+ p3z=0 pfx = 630 + 420 + p3x=1400 pfy =-540 + 160+ p3y=0 pfz = 240 E240 + p3z=0 c. 1050=350 kgm/s, maka v3x = 350/3=116,7 m/s p3y=0 + 380 = 380 kg m/s, maka v3y = 380/3 =126,7 m/s p3z=0, maka v3z = 0/3 = 0 m/s Besar kecepatan arahnya terhadap sumbu-x

5.8 Pusat MassaSejauh ini obyek yang kita tinjau diperlukan sebagai partikel tunggal. Dalam gerak translasi, tiap-tiap titik pada obyek mengalami pergeseran yang sama dengan titik lainnya sepanjang waktu, sehingga gerak dari satu partikel menggmbarkan gerak keseluruhan obyek. Tetapi, walaupun dalam geraknya obyek berotasi ataupunm bervibrasi, ada satu titik pada obyek yang bergerak serupa dengan gerak sebuah partikel bila dikenai gaya luar yang sama, titik tersebut dinamakan pusat massa E Tinjau sistem dan m2 yang masing-masing berjarak x1 dan x2 dari suatu titik awal 0, pusat massa sistem terletak pada jarak xcm dari titik asal 0, dengan xcm didefinisikan sebagai (lihat gambar 5.6). (5.17) Dengan M=m1+m2 adalah massa total sistem. Pusat massa terletak pada garis antara m1 dan m2. Jika kedua massa sama (m1=m2=m), xcm persis berada di tengah, karena dalam kasus ini . Jika m1>m2, maka pusat massa akan bergeser mendekati m1. Sebaliknya jika m1

IV.9 Pusat Massa dan Gerak TranslasiTinjau gerak sekumpulan partikel, masing-masing massanya m1, m2, ... mn dengan massa total M yang dianggap konstan. Dari persamaan (4.19b) dituliskan kembali: Mrcm = m1r1 + m2 r2 + ... + mn rn Dengan rcm vektor posisi yang menyatakan letak pusat massa partikel dalam suatu kerangka acuan tertentu. Kita diferensialkan persamaan ini terhadap waktu, kita peroleh:

atau Mvcm = m1v1 + m2 v2 + ... + mn vn (4.21)

Dengan massa.

adalah kecepatan partikel ke-n, dan

adalah kecepatan pusat

Dari persamaan (4.21) kita melihat bahwa momentum total dari sistem sama dengan hasil kali massa total dengan kecepatan pusat massa sistem. Persamaan (4.21) didefernsialkan terhadap waktu diperoleh:

atau Macm = m1a1 + m2 a2 + ...+ mn an (4.22) Dengan acm adalah percepatan pusat massa sistem, sedang an adalah percepatan partikel ke-n. Berdasarkan hukum gerak Newton kedua, persamaan (5.22) dapat ditulis menjadi: Macm = F1+ F2 + ...+ Fn = Ftotal (5.23) Jadi dengan semua gaya-gaya yang bekerja pada sistem sama denganmassa total dari sistem dikalikan dengan percepatan pusat massanya. Pusat massa dari sistem dengan massa total M bergerak seperti sebuah partiekl tunggal bermassa M disebabkan oleh gaya eksternal yang sama.

Bab V ELASTISITASPada bab ini kita akan mengkaji salah satu kasus dimana materi atau obyek dalam keadaan alamiah. Keadaan ini disebut obyek dalam keadaan seimbang baik translasi maupun rotasi. Karena sifat inersia, keadaan ini selalu berusaha dipertahankan oleh obyek. Namun jika jumlah gaya luar (eksternal) yang bekerja pada obyek makin besar. Maka suatu saat obyek mengalami deformasi, atau bahkan bisa patah yakni pada saat gaya-gaya luar lebih besar dari gaya ikat antara atom-atom yang menyusun obyek (gaya internal). Keadaan deformasi pada obyek juga dapat terjadi jika vektor gaya-gaya yang bekerja tidak berada pada garis yang sama. Dalam keadaan demikian kita memerlukan besaran yang disebut besaran tensor, yang baru dijumpai pada kuliah fisika lanjutan.

V.1 Elastisitas, Tegangan dan ReganganPada bagian ini kita mempelajari efek dari gaya-gaya yang bekerja pada suatu obyek. Beberapa obyek berubah bentuk akibat pengaruh gaya-gaya yang bekerja padanya. Jika sebuah obyek yang berupa kawat tembaga padanya digantungkan beban (lihat Gambar (5.1), maka kawat tersebut akan bertambah panjang.

Gambar 5.1 Apabila elongasi (perpanjangan) kawat L cukup kecil dibandingkan dengan panjang mula-mula, maka secara eksperimen diperoleh bahwa L sebanding dengan berat beban atau gaya yang dikenakan pada benda [dikemukakan pertama kali oleh Robert Hooke (1635-1707)]. Kesetaraan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan : F=k (5.1) L

Dengan F menyatakan gaya atau berat tarik pada obyek, dan k adalah tetapan.

L adalah pertambahan panjang

Persamaan (5.1) dikenal sebagai Hukum Hooke, berlaku untuk semua material padat; dari besi hingga tulang, tetapi hanya berlaku hingga titik tertentu. Jika gaya semakin diperbesar, obyek akan terus bertambah panjang dan akhirnya putus. Gambar (5.2) menunjukkan suatu tipe grafik elongasi terhadap gaya. Hingga titik yang disebut "batas kesetaraan", persamaan (5.1) merupakan pendekatan terbaik untuk beberapa jenis

material, dan kurvanya adalah garis lurus. Selama perpanjangan masih dalam daerah elastis, yakni daerah di bawah batas elastisitas, obyek akan kembali ke panjang semula jika gaya yang bekerja dihilangkan. Di luar batas elastisitas adalah daerah plastis. Jika perpanjangan dilanjutkan pada daerah plastis, maka obyek akan mengalami deformasi permanen. Perpanjangan maksimum dicapai pada titik putus yang juga dikenal sebagai kekuatan ultimasi (ultimate strength) dari material. Tabel 1 Kuat Ultimasi Beberapa Material

Tabel 2 Modulus Young, Modulus Puntir dan Modulus bulk beberpa Material

Besar elongasi dari suatu obyek, seperti batang yang ditunjukkan pada gambar 5.1, tidak hanya bergantung pada gaya yang dikenakan padanya, tetapi juga bergantung pada jenis material dan dimensi obyek. Jika kita bandingakan batang yang terbuat dari material yang sama tetapi berbeda panjang dan luas penampangnya, ditemukan bahwa jika gaya yang dikenakan sama, besar perpanjangan sebanding dengan gaya dan panjang mula-mula serta berbanding terbalik dengan luas penampangnya.

(5.2) dimana Lo adalah panjang mula-mula obyek, A adalah luas penampang dan L adalah perubahan panjang berkenaan dengan gaya yang dikenakan. Y adalah konstanta yang dikenal sebagai modulus elastis, atau "Modulus Young". Nilai Y hanya bergantung pada jenis material. Nilai Modulus Young untuk beberapa jenis material diberikan pada tabel 5.1. Persamaan (5.2) lebih sering digunakan untuk perhitungan praktis dari pada persamaan (5.1) karena tidak bergantung pada ukuran dan bentuk obyek.

Gambar 5. 2 Gambar 5.2 Elongasi terhadap gaya Persamaan (5.2) dapat ditulis kembali seperti berikut :

(5.3) Atau

dimana stress didefenisikan sebagai gaya per satuan luas, sedangkan strain sebagai ratio perubahan panjang terhadap panjang mula-mula. Batang yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 dikatakan berada di bawah tegangan merenggang (tensile stress). Bentuk tegangan lain adalah tegangan menekan (compressive stress), yang merupakan lawan dari tensile stress, dan tegangan memuntir (shear stress) yang terdiri dari dua gaya yang sama tetapi arahnya berlawanan dan tidak segaris (lihat Gambar 5.3).

Gambar 5.3 Tipe-tipe Tegangan : (a) Merenggang (b) Menekan (c) Menekan Persamaan 5.2 dapat diterapkan baik untuk tegangan menekan maupun tegangan memuntir, untuk tegangan memuntir kita dapat tulis persamaan menjadi:

(5.4) tetapi L, L0 dan A harus diinterpretasikan ulang sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.3c. ingat bahwa A adalah luas dari permukaan paralel terhadap gaya yang dikenakan, dan L tegak lurus terhadap Lo, konstanta porposionalitas adalah 1/G, dengan G dikenal sebagai Modulus Puntir (share modulus) dan umumnya mempunyai harga 1/2 hingga 1/3 harga Modulus Young Y (lihat Tabel 5.2). Obyek empat persegi panjang berada dibawah tegangan memuntir dalam Gambar 5.3c tidak secara aktual dalam keseimbangan di bawah gaya-gaya yang ditunjukkan, jika jumlah torsi tidak sama dengan nol. Kalau obyek ternyata dalam keadaan seimbang, berarti harus ada dua gaya yang bekerja padanya yang membuat jumlah torsi sama dengan nol. Satu gaya bekerja ke arah vertikal ke atas di sisi kanan, dan yang lain ke arah vertikal ke bawah pada sisi kiri seperti ditunjukkan pada gambar 5.4.

Gambar 5.4 Keseimbangan Gaya-gaya dan Torsi untuk Tegangan Memuntir Jika pada sebuah obyek bekerja gaya-gaya dari smua sisi, volume obyek akan berkurang. Keadaan seperti ini umumnya terjadi jika obyek berada di dalam fluida, dalam kasus ini fluida mendesakkan tekanan pada obyek di semua arah. Tekanan didefinisikan sebagai gaya persatuan luas, dan merupakan ekivalen dari tegangan (stress). Untuk keadaan ini perubahan volume V, ditemukan sebanding dengan volume mula-mula Vo dan penambahan tekanan P. Kita peroleh hubungan yang sama seperti persamaan (5.2) tetapi dengan konstanta proporsionalitas 1/B, dengan B adalah Modulus Bulk (bulk modulus ), dalam hal ini :

(5.5) Tanda minus menunjukkan bahwa volume berkurang dengan bertambahnya tekanan. Harga-harga Modulus Bulk untuk beberapa jenis material diberikan pada Tabel 5.2. Selanjutnya inversi Modulus Bulk (1/B), disebut kompresibilitas (conpressibility), diberikan simbol K yaitu :

(5.6) Contoh 1: Balok dengan luas penampang A ditarik pada kedua ujungnya dengan gaya F yang sama. Pandang sebuah bidang yang membentuk sudut seperti terlihat pada gambar.

1. Hitunglah tegangan tarik pada bidang tersebut, dan tuliskan dalam F, A, dan 2. Hitunglah tegangan geser pada bidang tersebut, dan tuliskan dalam F, A, dan 3. Untuk harga berapa, tegangan tarik maksimum Jawab : 1. Tegangan tarik pada A f :

2. Tegangan geser pada A' :

3. Tegangan tarik maksimum, bila cos2

= 1,

cos

= 1 dengan

1=0 dan

2=180o (salah) karena

(No) ruang benda maka bayangan diperbesar 2. Jika (No) ruang bayangan < (No) ruang benda maka bayangan diperkecil Jika Ob = s adalah jarak benda dan Ob' = s f adalah jarak bayangan, maka menurut hukum Gauss untuk cermin cekung berjejari kelengkungan R akan berlaku:

(8.2) Karena R = 2f

(8.3) Pada pembentukan bayanan ada kemungkinan bayangan diperbesar atau diperkecil. Perbesaran bayangan M dituliskan sebagai:

(8.4)

B.2 Cermin Cembung

Gambar 8.4 Sinar istimewa pada cermin cembung 1. Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah berasal dari titik api. 2. Sinar datang menuju titik api dipantulkan sejajar sumbu utama. 3. Sinar datang menuju titik pusat dipantulkan seakan berasal dari titik P juga. Persamaan yang berlaku pada cermin cekung juga berlaku pada cermin cembung. Yang membedakan adalah bahwa fokus dalam cermin cembung dinyatakan dalam bilangan negatif, jadi:

(8.5) Contoh 1: Sebuah benda berdiri tegak lurus sumbu utama sejauh 10 cm dari cermin cekung dengan jejari kelengkungan 40 cm. Jika tinggi benda 2 cm, hitung tinggi bayangan. Jawab: Diketahui : s = 10 cm ; R = 40 cm ; t = 2 cm Contoh 2:

Gambar 8.5 Cermin Gabungan Dua cermin cekung A dan B dipasang berhadapan dengan sumbu utama berimpit, masing-masing dengan jari-jari 25 dan 60 cm, sebuah benda berdiri tegak lurus sejauh 15 cm dari cermin A. Sinar datang dari benda ke cermin A dulu kemudian dipantulkan ke cermin B. Bayangan terakhir terbentuk diperbesar 15 kali. Hitung jarak antara kedua cermin tersebut. Penyelesaian: Diketahui : fA = RA/2 = 12,5 : fB = RB/2 = 30 cm ; sA = 15 cm : MT = 15 kali * Kemungkinan I Untuk cermin A Perbesaran bayangan cermin A dalam keadaan seperti ini adalah Karena perbesaran total 15 kali maka perbesaran cermin B = MB = 3 kali , sehingga SB' = dengan demikian akan diperoleh sebagai berikut: a. jarak antara kedua cermin adalah (75 + 45) cm = 120 cm b. Jarak antara kedua cermin adalah (75 + 20) cm = 95 cm Kemungkinan I :

(a) Kemungkinan II

(b) Gambar 8.5(a) dan (b) Pembentukan bayangan oleh cermin gabungan

VIII.2 Refraksi A. Refraksi oleh Medium Plan ParalelJika suatu gelombang datar tiba pada bidang batas suatu medium yang kerapatannya berbeda, maka sebagian gelombang akan direfleksikan dan seb again lagi akan diteruskan ke dalam medium kedua. Karena kerapatan medium pertama dan kedua berbeda, maka arah propagasi gelombang berubah (terbias).

Gambar 8.7 Pembiasan pada Kaca Plan paralel Bila intensitas gelombang datang Io, maka intensitas gelombang yang direfleksikan adalah rIo, dimana r disebut sebagai koefisien refleksi. Dengan demikian intensitas gelombang yang terbias diberikan oleh

Harga r harus memenuhi 1>r>0 Hubungan antara sinar datang dan sinar bias dapat diperoleh seagai berikut: Bila kecepatan propogansi gelombang dalam kedua medium masing-asing dinyatakan dengan V1 dan V2, maka menurut hukum Snellius akan berlaku:

(8.7) Ini adalah salah satu bentuk hukum pembiasan. Adalah lebih mudah untuk menulis hubungan di atas dalam indeks bias kedua medium, yakni dengan menulis indeks bias medium pertama dan kedua sebagai:

sehingga hukum pembiasan dapat ditulis sebagai:

atau n1 sin i = n2 sin r (8.8)

B. Refraksi oleh PrismaBila suatu gelombang cahaya dijatuhkan pada salah satu sisi prisma yang terbuat dari zat optik dan mempunyai sudut puncak (pembias) seperti pada gambar (8.8)

Gambar 8.8 Pembiasan pada Prisma Sudut yang dibentuk antara perpanjangan sudut datang dengan sudut refraksi disebut sudut deviasi yang besarnya diperoleh sebagai berikut: Andaikan bahwa = setengah sudut pembias sedang deviasinya sama dengan:

besarnya sudut deviasi diperoleh sebagai:

(8.9) Jika pada pengukuran dipergunakan sudut pembias yang kecil, sehingga sudutsudutnya bisa disamakan dengan perbandingan sudut-sudutnya. Dengan demikian akan diperoleh:

(8.10)

C. Refraksi oleh Suatu Permukaan Lengkung

Gambar 8.9 Pembiasan pada permukaan bidang lengkung

Bila berkas sinar B memancar menuju permukaan lengkung, maka sinar datang yang melalui P (pusat kelengkungan), tidak dibiaskan melainkan diteruskan. Sinar bias lain memotong sinar yang diteruskan di titik B f maka Bf me Dalam hal ini berlaku Hukum Snellius:

Bila diambil sinar paraxial, I dan r kecil, sehingga sin i = tan i dan sin r = tan r = r maka , dimana selanjutnya akan diperoleh:

dimana n1 dan n2 adalah indeks bias medium 1 dan 2, S adalah jarak benda dan S' adalah jarak bayangan dan R adalah jejari kelengkungan.

D. Refraksi oleh LensaLensa adalah suatu benda optik yang dibatasi oleh bidang lengkung atau satu bidang dan satu bidang datar. Bila suatu berkas cahaya jatuh pada salah satu permukaannya, maka cahaya cahaya teresbut akan terbias keluar dari permukaan lainnya. Dengan sendirinya lensa akan membentuk bayangan dari berkas tersebut. Pada umumnya lensa digolongkan atas dua jenis, yakni: a. Lensa Cembung (lensa positif)

Lensa cembung atau lensa konveks atau lensa konvergen terdiri dari 3 macam bentuk, yakni: lensa bikonveks, lensa plan konveks, dan lensa konveks-konkav.

Gambar 8.10 Jenis lensa cembung: (a) Bikonveks, (b) Plan konveks, (c) Konveks-konkaf Sinar istimewa utama lensa cembung untuk menentukan letak bayangan sebagai berikut: 1. Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus. 2. Sinar datang melalui fokus dibiaskan sejajar sumbu utama. 3. Sinar datang melaui pusat lensa diteruskan dengan arah tetap (tidak dibiaskan).

Gambar 8.11 Pembiasan pada lensa cembung Pembentukan bayangan dapat dihitung melaui urutan sebagai berikut: Untuk permukaan lengkung I:

Untuk permukaan lengkung II

Bila kedua persamaan di atas dijumlahkan akan diperoleh:

atau secara umum dapat ditulis sebagai

(8.12) dimana: S = jarak benda, S'= Jarak bayangan, n indeks bias