fishbone - membedahkompetensi.pdf
DESCRIPTION
Oleh: Hindri AsmokoTRANSCRIPT
1
MEMBEDAH KOMPETENSI IN-DEPTH
PROBLEM SOLVING AND ANALYSIS Oleh: Hindri Asmoko1
Kementerian Keuangan merupakan salah satu kementerian yang menjadi
pelopor dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di pemerintahan. Reformasi
birokrasi ini sendiri mulai digulirkan sejak Menteri Keuangan dipimpin oleh Ibu
Sri Mulyani. Upaya perubahan birokrasi di Kementerian Keuangan dilakukan
melalui penataan kembali tiga pilar utama. Ketiga pilar utama tersebut adalah
penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis dan peningkatan manajemen
sumber daya manusia (SDM).
Pada tahun 2012, reformasi birokrasi ini dilanjutkan dengan reformasi
birokrasi dan transformasi kelembagaan sesuai Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 55/KMK.01/2012 Tahun 2012 tentang Reformasi Birokrasi dan
Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2012.
Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian
Keuangan Tahun Anggaran 2012, sering disebut Program Reformasi Tahun 2012
mencakup sembilan bidang. Kesembilan bidang ini adalah manajemen perubahan,
penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi,
penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM Aparatur, penguatan
pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan kualitas pelayanan
publik, dan monitoring dan evaluasi.
Pilar pertama reformasi birokrasi, penataan organisasi dilakukan untuk
membangun organisasi yang mampu beradaptasi dengan dinamika lingkungan.
Tujuan penataan organisasi adalah mewujudkan organisasi yang lebih efektif,
efisien, responsif, transparan, akuntabel, check and balances, right sizing, sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat dan kemajuan teknologi serta
1 Penulis adalah Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Kepemimpinan, Pusdiklat Pengembangan SDM, BPPK, Magelang
2
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan pelayanan yang
terbaik bagi stakeholders.
Pilar kedua reformasi birokrasi, penyempurnaan proses bisnis diarahkan
untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta
mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, Kementerian Keuangan
menyusun SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran
pekerjaan secara komprehensif, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk
memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan,
serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai
waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Selain hard competency yang disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan fungsi,
setiap pemangku jabatan struktural dan pelaksana dipersyaratkan memiliki soft
competency, yaitu kompetensi seperti yang dijelaskan pada kamus kompetensi
jabatan Kementerian Keuangan.
Pilar ketiga reformasi birokrasi, peningkatan manajemen sumber daya
manusia dimaksudkan agar Kementerian Keuangan ke depan akan memiliki SDM
yang profesional dan bertanggung jawab yang akan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pelayanan kepada masyarakat. Prinsip peningkatan manajemen SDM
meliputi peningkatan kualitas, penempatan SDM yang kompeten pada tempat dan
waktu yang sesuai, sistem pola karir yang jelas dan terukur, pengelolaan SDM
berbasis kompetensi, serta keakuratan dan kecepatan penyajian informasi SDM
sesuai kebutuhan manajemen.
Tulisan ini akan membahas salah satu bagian dari pilar kedua yaitu
mengenai soft competency yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas
dan fungsi. Bahasan dalam tulisan ini akan difokuskan pada salah satu kompetensi
yaitu in-depth problem solving and analysis. Pembahasan mengenai kompetensi
ini merupakan pemikiran dari sudut pandang penulis. Harapan penulis, pokok-
pokok pemikiran dalam tulisan ini dapat membantu meningkatkan kompetensi in-
depth problem solving and analysis bagi pembaca.
3
Kompetensi
Kompetensi merupakan suatu hal yang penting dalam pelaksanaan tugas.
Pentingnya kompetensi ini terlihat dari dimasukkannya kompetensi dalam nilai
kedua dari nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu profesionalisme.
Profesionalisme mengandung makna bahwa pimpinan dan seluruh pegawai dalam
bekerja harus melakukannya dengan tuntas dan akurat atas dasar kompetensi
terbaik, penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi (Buku Panduan
Perilaku Pegawai Kementerian Keuangan).
Kamus kompetensi Departemen Keuangan (2007) mengartikan
kompetensi sebagai kemampuan (capability) atau keahlian yang lebih dari sekedar
keterampilan belaka, namun merupakan hasil dari pengalaman yang melibatkan
pemahaman/pengetahuan, tindakan nyata, serta proses mental yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu serta berulang-ulang sehingga menghasilkan kemampuan
dalam bidang tertentu.
Secara umum, kamus kompetensi Departemen Keuangan dibagi menjadi
tiga cluster kompetensi yaitu kelompok kompetensi yang berhubungan dengan
aspek thinking, working, dan relating. Cluster kompetensi tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut ini.
4
Tabel 1 Cluster Kompetensi
Cluster Kompetensi
Thinking Working Relating Visioning or
innovation In-depth problem
solving and analysis or decisive judgment
Championing change or adapting to change
Courage of convictions
Business acumen Functional acumen
planning and organizing
driving for results or delivering results
quality focus or continuous improvement or policies, processes, and procedures
safety stakeholder focus or
stakeholder service integrity resilience continuous leaning
team work and collaboration
influencing and persuading
managing others or team leadership
coaching and developing
motivating others organizational savvy
or relationship management
negotiation or conflict management
interpersonal communication
written communication
prersentation skill meeting leadership or
meeting contribution
Sumber: Kamus Kompetensi, Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Kompetensi in-depth problem solving and analysis (pemecahan dan
analisis masalah) merupakan bagian dari kompetensi thinking. Penjelasan
kompetensi ini dalam Kamus Kompetensi Departemen Keuangan dijelaskan
sebagai berikut;
Pemecahan dan Analisis Masalah Memecahkan masalah yang sulit melalui evaluasi yang seksama dan sistematis terhadap informasi, alternatif yang mungkin dan konsekuensinya. Orang-orang yang kompeten, secara mendalam mampu menghasilkan solusi yang tepat untuk masalah-masalah yang sulit. Mereka mempertimbangkan banyak sumber informasi, secara sistematis mengolah dan mengevaluasi informasi dengan membandingkan berbagai arah
5
tindakan, dan secara hati-hati mendiskusikannya sebelum membuat keputusan akhir.
Penjelasan di atas menunjukkan beberapa poin penting dari kemampuan dalam
kompetensi pemecahan dan analisis masalah,
1. kemampuan mengenali, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah;
2. kemampuan mengembangkan alternatif pemecahan masalah;
3. kemampuan mengambil keputusan atas alternatif yang ada;
4. kemampuan mengantisipasi masalah potensial ke depan atas keputusan
yang diambil pada saat ini (sekarang).
Identifikasi dan Analisis Masalah
Kemampuan pertama dalam kompetensi pemecahan dan analisis masalah
adalah kemampuan mengenali, mengidentifikasi, dan menganalisis masalah.
Mengenali Masalah
Sebelum kita mengenali masalah, pertanyaan pertama adalah apa itu
masalah? Definisi masalah diartikan berbagai pengertian oleh para pakar. Definisi
paling sederhana, masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus dicarikan
penyelesaiannya. Definisi lain, masalah merupakan suatu pertanyaan yang
diajukan untuk diberikan solusi atau pertimbangan jawaban. Dalam kajian
manajemen dan bisnis, masalah dianggap sebagai terjadinya kesenjangan antara
peristiwa yang diharapkan terjadi (expected condition) dengan peristiwa yang
sebenarnya terjadi (real condition). Pounds dalam Robbin (2009) menyatakan
setiap keputusan mulai dengan masalah, yaitu suatu perbedaan antara kondisi
yang ada dengan kondisi yang diinginkan.
Dunn (1994) mengemukakan bahwa masalah menunjukkan kesenjangan
antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dalam bahasa statistik yang dimaksud
dengan masalah adalah adanya deviasi antara standar pelaksanaan dengan
pelaksanaannya. Supranto (1998) mendefinisikan masalah sebagai sesuatu yang
terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan. Atmosudirdjo (1990)
mengemukakan masalah adalah sesuatu yang menyimpang dari apa yang
6
diharapkan atau direncanakan atau ditentukan untuk dicapai, sehingga merupakan
rintangan atau hambatan untuk mencapai tujuan. McLeod (1996) mendefinisikan
masalah sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan
kerugian yang luar biasa atau menghasilkan keuntungan yang luar biasa.
Gasperz (2007) menyatakan, dalam bidang kualitas, masalah adalah
kesenjangan antara output dari proses sekarang dan kebutuhan pelanggan
(customer needs). Masalah pelayanan kualitas didefinisikan sebagai kesenjangan
antara situasi sekarang dan target atau antara output proses jasa sekarang dan
kebutuhan pelanggan.
Menurut Dunn (1994) terdapat tiga kelompok masalah, yaitu masalah yang
sederhana, masalah yang agak sederhana, dan masalah yang rumit.
1. Masalah yang sederhana, yaitu masalah yang melibatkan satu atau
beberapa pembuat keputusan dan seperangkat kecil alternatif-alternatif
kebijakan
2. Masalah yang agak sederhana, yaitu masalah yang melibatkan satu atau
beberapa pembuat keputusan dan sejumlah alternatif yang secara relatif
terbatas.
3. Masalah yang rumit, yaitu masalah yang mengikutsertakan banyak
pembuat keputusan.
McLeod (1996) menyatakan masalah dapat dibedakan menjadi tiga.
Pertama, masalah terstruktur yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan
hubungan-hubungan antar elemen yang dipahami oleh pemecah masalah. Kedua,
masalah tidak terstruktur, yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan
hubungan-hubungan antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah masalah.
Ketiga, masalah semi terstruktur yaitu masalah yang berisi elemen-elemen dan
hubungan-hubungan antar elemen yang sebagian saja dipahami oleh pemecah
masalah.
Dari berbagai pengertian di atas, masalah dapat diartikan sebagai
kesenjangan antara hasil yang diperoleh atau kondisi yang terjadi dengan hasil
yang diinginkan atau kondisi yang diinginkan. Dalam bidang kualitas, masalah
7
adalah perbedaan antara output yang dihasilkan organisasi dengan output yang
diinginkan pelanggan.
Pengertian masalah ini sering kali dihadapkan dengan pengertian
kesempatan. Kadang-kadang tidak selalu jelas apakah situasi yang dihadapi oleh
seorang atau organisasi merupakan masalah atau kesempatan. David B. Gleicher
dalam Stoner (1996) menjelaskan cara membedakan antara keduanya. Dia
mendefinisikan suatu masalah sebagai sesuatu yang membahayakan kemampuan
organisasi untuk mencapai tujuannya, dan suatu kesempatan adalah sesuatu yang
menawarkan tantangan untuk melampaui tujuan.
Banyak sekali penelitian yang telah ditujukan pada pemecahan masalah,
sedangkan sedikit sekali perhatian terhadap penemuan masalah dan bahkan lebih
sedikit lagi perhatian pada menemukan kesempatan. Sekalipun demikian, seperti
yang dijelaskan oleh Peter Drucker, kesempatan merupakan kunci sukses
organisasi dan manajerial. Drucker mengamati bahwa memecahkan suatu masalah
hanya mengembalikan normalitas, sedangkan kemajuan harus berasal dari
menjajaki kesempatan. Drucker menghubungkan penjajakan kesempatan dengan
efektivitas – menemukan “hal-hal yang tepat untuk dikerjakan, dan memusatkan
sumber daya serta usaha padanya”. Kalau pembuatan keputusan dihubungkan
dengan penemuan kesempatan, hal ini jelas melibatkan memilih tindakan yang
dapat membantu membuat masa depan bagi organisasi.
Merumuskan Masalah
Langkah kedua setelah kita mengenali masalah adalah, bagaimana
merumuskan suatu masalah. Charles F. Kettering dalam Siagian (1980)
mengatakan suatu masalah yang terdefinisikan dengan baik adalah separoh
pemecahan masalah itu sendiri. Patton dan Sawicki (1986) menjelaskan bahwa
definisi masalah merupakan langkah kunci.
Mendefinisikan suatu masalah bukanlah suatu perkara mudah sebab tidak
semua orang memandang hal yang sama sebagai masalah bahkan bila hal tersebut
terjadi pada situasi yang serupa. Sebagian orang akan mengatasi masalah itu dan
berupaya memecahkannya, sedangkan yang lain akan mengabaikan atau menunda
8
masalah. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu tujuan yang diharapkan
dari pemecahan masalah, ruang lingkup organisasi, dan keuntungan potensial
yang diharapkan dari pemecahan masalah. Oleh karena itu menurut Ackoff dalam
Dunn (1994), keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah memerlukan
penemuan solusi yang tepat terhadap masalah yang juga tepat. Kita lebih sering
gagal karena kita memecahkan suatu masalah yang salah daripada menemukan
solusi yang salah terhadap masalah yang tepat. Dengan demikian dalam
merumuskan masalah terlebih dahulu harus memahami hakikat dari suatu
masalah.
Perumusan masalah dapat dipandang sebagai suatu proses. Dunn (1994)
menyebutkan ada empat fase yang saling berkaitan, yaitu
1. Pencarian masalah (problem search), adalah proses penemuan dan
penyatuan beberapa representasi masalah, atau metaproblem, yang
dihasilkan oleh para pelaku kebijakan.
2. Pendefinisian masalah (problem definition), adalah proses
mengkarakteristikkan masalah-masalah substantif ke dalam istilah-istilah
yang paling dasar dan umum.
3. Spesifikasi masalah (problem specification), adalah tahap pemahaman
masalah dimana analis mengembangkan representasi masalah substantif
secara formal (logis atau matematis)
4. Penghayatan masalah (problem sensing), adalah tahapan perumusan
masalah dimana analisis kebijakan mengalami kekhawatiran dan gejala
ketegangan dengan cara mengenali situasi masalah.
9
Proses ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 1. berikut:
Gambar 1. Tahapan Perumusan Masalah
Sumber: Dunn, William N. (1994). Public Policy Analysis: An Introduction (2nd ed.). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall. p-149
Patton dan Sawicki (1986) menyebutkan ada 7 tahapan yang disarankan
dalam merumuskan masalah, yaitu: 1) Pikirkan masalah, 2) Gambarkan batasan-
batasan masalah, 3) Kembangkan fakta, 4) Urutkan tujuan (goals) dan sasaran
(objectives), 5) Identifikasi ukuran permasalahan, 6) Tunjukkan biaya dan
keuntungan potensial, dan 7) Bahas pernyataan masalah.
Atmosudirdjo (1990), menjelaskan proses analisis masalah terdiri atas
langkah-langkah: 1) menentukan identitas masalah, 2) menentukan posisi
masalah, 3) menentukan nilai masalah, 4) menentukan urgensi masalah, 5)
menentukan penyebab-penyebab masalah, 6) menentukan struktur masalah, 7)
menentukan dinamika masalah, 8) menentukan adanya masalah tertentu atau sub
masalah.
Uraian di atas menunjukkan langkah strategis yang harus dilakukan
terlebih dahulu dalam perumusan masalah adalah menyadari adanya suatu
masalah. Bagaimana menyadari adanya suatu masalah? Terdapat empat cara
Problem Search
Problem Sensing Problem Specification
PROBLEM SITUATION
FORMAL PROBLEM
META PROBLEM
Problem Definition
SUBSTANTIF PROBLEM
10
untuk menyadari adanya masalah yaitu:
1. Konfrontasi Berhadapan. Suatu masalah dapat dikaji dari fenomena yang
terjadi. Fenomena prestasi peserta diklat yang rendah misalnya,
menyimpan sejumlah masalah yang melekat pada strategi belajar mengajar
yang digunakan atau pada motivasi belajar peserta diklat.
2. Monitoring Pencegahan. Setiap keputusan yang diambil selalu
mengandung risiko. Suatu masalah dapat muncul dari risiko ini.
3. Gangguan Eksternal. Masalah dapat ditemukan dari adanya reaksi
eksternal terhadap keputusan terdahulu yang telah diambil.
4. Pencarian Acak. Bila tidak ada masalah yang dapat ditemukan oleh cara
lain, kita mencarinya. Pencarian seperti itu biasanya diprediksi pada
proposisi bahwa "tidak ada yang sempurna".
William Pounds dalam Stoner dkk. (1995) mengatakan bahwa proses
menemukan masalah sering kali informal dan intuitif. Empat macam situasi
biasanya memberi peringatan kepada manajer tentang kemungkinan adanya
masalah.
1. Deviasi dari pengalaman masa lalu. Contoh: penjualan tahun ini turun di
bawah tahun lalu, biaya produksi tiba-tiba meningkat, jumlah karyawan
yang keluar meningkat.
2. Deviasi dari rencana yang ditetapkan. Contoh: laba perusahaan lebih
rendah daripada yang ditargetkan, pelaksanaan proyek tidak sesuai dengan
jadwal. Peristiwa seperti ini memberi tahu manajer bahwa ada yang harus
dilakukan untuk mengembalikan rencana ke jalur semula.
3. Orang lain sering kali memberi tahu masalah kepada manajer. Contoh:
pelanggan mengeluh mengenai keterlambatan penyerahan barang,
karyawan mengundurkan diri.
4. Prestasi pesaing. Kalau perusahaan lain mengembangkan proses baru atau
ada perbaikan dalam prosedur pengoperasian, manajer mungkin harus
mengevaluasi ulang proses atau prosedur dalam organisasi.
11
Gould (2006) menyatakan terdapat lima ciri pernyataan masalah yang
baik. Kelima ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1. diungkapkan dengan jelas, singkat, obyektif, dan dapat diperhitungkan;
2. tidak melibatkan penilaian dan emosi;
3. menjelaskan dampak negatif yang diakibatkan masalah terhadap situasi
yang ada;
4. menghindari pendekatan terhadap spekulasi;
5. mengharuskan hasil yang berarti dicapai dalam waktu tiga sampai enam
bulan.
Lebih lanjut, Gould mengemukakan tanda-tanda pernyataan masalah yang
buruk:
1. mengidentifikasi solusi ..., bukan masalah
2. tidak lebih dari sebuah daftar harapan
3. terlalu banyak generalisasi (selalu, tidak pernah, dll)
4. terfokus pada keluhan tertentu saja dan bukan pada masalah yang
berkaitan dengan tujuan perusahaan
5. berupa pertanyaan dan bukan satu kalimat sederhana (pernyataan)
6. menduga-duga penyebab masalah
7. tidak segaris dengan tujuan utama
Contoh perumusan masalah dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini,
Tabel 2. Contoh Perumusan Masalah
No. Dinyatakan dengan salah Dinyatakan dengan benar
1 Ganti lampu di ruang makan Lampu di ruang makan terlalu terang atau
terlalu redup.
Lampu di ruang makan tidak menyala.
2 Kita membutuhkan sistem
pengawasan barang
Barang-barang banyak yang hilang dari tempat
kerja.
Sistem pengawasan barang buruk.
12
3 Menetapkan prosedur penerimaan
yang lebih baik untuk karyawan
baru
Karyawan baru tidak memiliki ketrampilan
dasar yang diperlukan.
4. Perusahaan harus meningkatkan
penjualan
Penjualan tahun ini menurun.
Target penjualan tahun ini tidak tercapai.
Mengidentifikasi Masalah
Langkah selanjutnya setelah kita kenali dan rumuskan masalah adalah
mengidentifikasi masalah. Identifikasi masalah adalah menelusuri sebab-sebab
munculnya permasalahan. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya masalah.
Secara garis besar, permasalahan organisasi disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor penyebab
permasalahan yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri. Secara umum faktor
internal bersumber dari kurang baiknya unsur-unsur dan atau fungsi-fungsi
manajemen. Faktor eksternal adalah penyebab munculnya permasalahan yang
berasal dari luar organisasi, misalnya peraturan pemerintah, kondisi ekonomi,
pesaing, dan lain-lain.
Faktor-faktor munculnya permasalahan yang berasal dari internal
organisasi berupa unsur-unsur manajemen adalah kurang optimalnya unsur-unsur
manajemen tersebut berjalan. Apa saja unsur manajemen tersebut? Gasperz
(2007) menyatakan masalah yang terjadi selalu bersumber dari elemen-elemen
proses yang dikenal dengan 7M, yaitu:
1. Manpower (tenaga kerja). Penyebab masalah yang berhubungan dengan
sumber daya manusia (SDM). Penyebab masalah ini berkaitan dengan
kekurangan pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan
dalam keterampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik,
kelelahan, stres, ketidakpedulian, dll.
2. Machines (mesin dan peralatan). Penyebab masalah yang berkaitan dengan
tidak adanya sistem perawatan preventif terhadap mesin-mesin produksi,
termasuk fasilitas dan peralatan lain, ketidaksesuaian mesin dengan
13
spesifikasi tugas, mesin tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu
panas, dll.
3. Methods (metode kerja). Penyebab masalah yang berkaitan dengan
prosedur dan metode kerja yang tidak benar, tidak jelas, tidak diketahui,
tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll.
4. Materials (bahan baku dan bahan penolong). Penyebab masalah yang
berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan
penolong yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas
bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan
yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong, dll.
5. Media. Penyebab masalah yang berkaitan dengan tempat dan waktu kerja
yang tidak memperhatikan aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan
kerja, lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampu
penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.
6. Motivation (motivasi). Penyebab masalah yang berkaitan dengan ketiadaan
sikap kerja yang benar dan profesional (tidak kreatif, bersikap reaktif,
tidak mampu bekerja sama dalam tim, dll).
7. Money (keuangan). Penyebab masalah yang berkaitan dengan ketiadaan
dukungan keuangan.
Disamping bersumber dari tujuh elemen tersebut, masalah juga dapat
muncul dari kurang berjalannya fungsi manajemen pada organisasi. Apa saja
fungsi-fungsi manajemen pada suatu organisasi. Banyak pendapat ahli yang
mengemukakan fungsi-fungsi manajemen tersebut. Salah satunya adalah fungsi
manajemen yang mencakup empat hal, yaitu:
1. Perencanaan (Planning). Perencanaan adalah fungsi manajemen untuk
merencanakan program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
organisasi.
2. Pengorganisasian (Organizing). Pengorganisasian adalah fungsi
manajemen untuk mengorganisir program dan kegiatan sehingga dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
14
3. Pelaksanaan (Actuating). Pelaksanaan adalah fungsi manajemen terkait
dengan pelaksanaan program dan kegiatan
4. Pengendalian (Controlling). Pengendalian adalah fungsi manajemen untuk
memonitor dan mengendalikan program dan kegiatan yang sedang atau
telah berjalan.
Pada tahap identifikasi masalah ini, kita akan menelusuri apa saja faktor
internal dan faktor eksternal yang menyebabkan munculnya masalah. Dengan
mengetahui sebab musabab munculnya masalah, kita akan dapat mengambil
langkah untuk memecahkan permasalahan ini dari akar penyebabnya. Harapannya
dengan memecahkan akar penyebab permasalahan ini, maka permasalahan akan
dapat terselesaikan juga.
Alat Analisis Masalah
Tidak ada manajer yang mampu menangani setiap masalah yang muncul
dalam kegiatan organisasi sehari-hari. Oleh karena itu manajer perlu menentukan
prioritas masalah. Prioritas ini dapat membantu seorang manajer menentukan
seberapa cepat, seberapa intensif, dan sejauh mana harus terlibat dengan masalah
tadi.
Untuk menentukan masalah prioritas tentunya perlu diketahui faktor-faktor
yang mempengaruhi prioritas masalah. Beberapa faktor yang umumnya perlu
diperhatikan untuk menentukan masalah prioritas. Diantara faktor tersebut adalah
pertama, kemudahan penanganan. Seorang manajer yang memberikan tingkat
perhatian yang sama pada setiap masalah hanya akan menyelesaikan pekerjaan
sedikit sekali. Akan tetapi, kebanyakan masalah hanya sedikit memerlukan
perhatian manajer. Bahkan bila keputusan kemudian ternyata keliru,
membenarkannya relatif mudah dan tidak mahal. Untuk menghindari terhenti
dalam rincian yang kecil-kecil, manajer yang efektif dan efisien hanya
menggunakan teknik pembuatan keputusan formal untuk masalah yang benar-
benar memerlukannya.
Faktor kedua adalah seberapa besar urgency dari masalah tersebut.
Manajer perlu menyadari bahwa sejumlah besar masalah yang menghabiskan
15
waktu dapat dihindari bila masalah tadi diabaikan saja. Oleh karena itu manajer
harus membuat peringkat masalah menurut kepentingannya. Masalah yang berada
pada daftar peringkat terbawah biasanya selesai dengan sendirinya atau dapat
ditangani oleh orang lain. Bila salah satu masalah memburuk, maka masalah itu
pindah ke prioritas yang lebih tinggi dalam daftar.
Faktor ketiga adalah pertumbuhan dari masalah itu sendiri. Suatu
permasalahan yang cepat berkembang menjadi lebih besar harus mendapat
prioritas untuk diselesaikan, demikian sebaliknya. Suatu permasalahan ada yang
cepat berkembang lebih besar, tetapi ada juga yang tidak berkembang.
Untuk lebih mudah kita menganalisis permasalahan yang menjadi
prioritas, terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan. Diantara alat
analisis tersebut adalah teknik urgency, seriousness, and growth atau yang sering
disingkat teknik USG. Teknik lain adalah komparasi.
Selain menggunakan teknik analisis di atas, cara lain untuk lebih
memudahkan kita memahami permasalahan dan faktor-faktor penyebab
munculnya permasalahan adalah dengan mengilustrasikan dalam suatu diagram
atau gambar. Terdapat beberapa cara untuk mengilustrasikan permasalahan dalam
suatu diagram atau gambar, diantara dengan diagram sebab akibat (causal & effect
diagram), diagram tulang ikan (fishbone diagram), diagram pohon (tree diagram),
dan lain-lain.
Bahasan mengenai alat analisis permasalahan dan diagram permasalahan
akan diuraikan pada tulisan selanjutnya yang merupakan rangkaian dari tulisan
ini.
Daftar Rujukan
Atmosudirdjo, S. Prajudi. 1990. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan (Decision Making). Jakarta: Ghalia Indonesia
Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction (2nd ed.). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Gasperz, Vincent. 2007. Team-Oriented Problem Solving Panduan Kreatif Solusi Masalah untuk Sukses. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
16
Gould, Bill. 2006. Transformational Thinking. Diterbitkan pertama kali dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Patton, Carl V. dan David S. Sawicki. 1986. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Robbin, Stephen P. dan Mary Coulter. 2009. Management. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
Siagian, S.P.. (1980), Sistem Informasi Untuk Pengambilan Keputusan, Jakarta: Gunung Agung
Stoner, James A.F., R. Edward Freeman, Daniel R. Gilbert Jr. 1996. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. Prentice Hall, Inc., A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey.
Supranto, Johanes. 1998. Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rineka Cipta
McLeod, Raymond. 1995. Management Information System. Science research Associates Inc., 1979.
Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2007. Kamus Kompetensi.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 55/KMK0.1/2012 tentang Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2012.
Buku Panduan Perilaku Pegawai Kementerian Keuangan.