final research

59
EVALUASI PERTUMBUHAN IN VITRO DAN PRODUKSI UMBI MIKRO BEBERAPA KLON KENTANG (Solanum tuberosum L.) HASIL PERSILANGAN KULTIVAR ATLANTIK DAN GRANOLA Oleh : Ika Sri Kusumaningrum A34303024 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Upload: ichacxmail

Post on 19-Jun-2015

376 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Final Research

EVALUASI PERTUMBUHAN IN VITRO

DAN PRODUKSI UMBI MIKRO BEBERAPA KLON KENTANG (Solanum tuberosum L.) HASIL PERSILANGAN

KULTIVAR ATLANTIK DAN GRANOLA

Oleh :

Ika Sri Kusumaningrum

A34303024

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

Page 2: Final Research

RINGKASAN

IKA SRI KUSUMANINGRUM. Evaluasi Pertumbuhan In Vitro dan Produksi Umbi Mikro Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Persilangan Kultivar Atlantik dan Granola. Dibimbing oleh Agus Purwito dan Awang Maharijaya

Salah satu masalah dalam produksi kentang di Indonesia adalah

terbatasnya bibit bermutu dan mahalnya harga bibit yang mencapai 40-50% dari

biaya produksi. Sampai sekarang, petani masih tergantung kepada bibit impor

antara lain kultivar Atlantik (Amerika Serikat) dan kultivar Granola (Jerman).

Salah satu alternatif pemecahan masalah produksi kentang di Indonesia adalah

dengan membentuk kultivar baru melalui pemuliaan tanaman. Kultivar baru ini

diharapkan mampu menjadi kultivar unggul yang mempunyai sifat genjah,

produksi tinggi, kadar air rendah, bentuk umbi baik, dan tahan penyakit.

Persilangan antara Atlantik dan Granola diharapkan mampu menciptakan kultivar

unggul tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan

dan produksi umbi mikro beberapa klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola.

Penelitian ini dilakukan pada Februari 2007 sampai dengan Juni 2007 di

Laboratorium Bioteknologi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB,

Darmaga. Bahan yang digunakan adalah stek mikro 11 klon kentang hasil

persilangan kultivar Atlantik dan kultivar Granola, dan tetuanya (kultivar Atlantik

dan kultivar Granola). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan

acak lengkap (RAL). Percobaan ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertumbuhan

tunas dan tahap pengumbian mikro. Pada tahap pertumbuhan tunas, satu satuan

percobaan adalah satu eksplan dengan ulangan sebanyak 20 sehingga terdapat 260

satuan percobaan. Sedangkan pada tahap pengumbian mikro, satu satuan

percobaan adalah satu botol berisi dua eksplan dengan ulangan sebanyak 15

sehingga terdapat 195 satuan percobaan. Parameter yang diamati adalah tinggi

tanaman, jumlah daun, jumlah buku, jumlah tunas, jumlah akar, waktu inisiasi,

keserempakan, jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah mata tunas,

bobot basah umbi dan bobot kering umbi.

Page 3: Final Research

Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan dan

produksi umbi mikro pada semua klon kentang yang diuji dibandingkan kedua

tetuanya (kultivar Atlantik dan Granola). Terdapat klon-klon kentang yang

memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi umbi mikro yang lebih baik

dibandingkan kedua tetua yaitu Atnola 12 (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah

buku, jumlah tunas, jumlah akar, waktu inisiasi, jumlah umbi, diameter umbi,

jumlah mata tunas, bobot basah dan bobot kering); Atnola 9 (tinggi tanaman,

jumlah daun, jumlah buku, jumlah akar, jumlah umbi, diameter umbi, bobot

basah, bobot kering); Atnola 2 (keserempakan, diameter umbi, jumlah mata tunas,

bobot basah dan bobot kering); Atnola 22 (tinggi tanaman, waktu inisiasi,

diameter umbi dan jumlah mata tunas); Atnola 4 (waktu inisiasi, jumlah umbi,

diameter umbi dan bobot basah); Atnola 5 (tinggi tanaman, jumlah umbi dan

bobot kering); Atnola 1 (jumlah umbi, diameter umbi dan bobot basah); Atnola 25

(jumlah akar, diameter umbi dan bobot kering); Atnola 3 (diameter umbi dan

jumlah mata tunas); dan Atnola 26 (diameter umbi dan bobot kering). Klon-klon

kentang di atas berpotensi menjadi calon klon unggul yang mempunyai

pertumbuhan dan produksi lebih baik daripada kedua tetua (kultivar Atlantik dan

Granola).

Page 4: Final Research

LEMBARAN PENGESAHAN

Judul : Evaluasi Pertumbuhan In Vitro dan Produksi Umbi Mikro

Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil

Persilangan Kultivar Atlantik dan Granola

Nama : Ika Sri Kusumaningrum

NRP : A34303024

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Awang Maharijaya, SP. Msi.

NIP: 131 681 405 NIP. 132 311 730

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.

NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus : 25 September 2007

Page 5: Final Research

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di ”Kota Wali” Demak, pada tanggal 23 Nopember

1985. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Sri Harwanto dan Ibu Yayuk

Kelaswara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SD Negeri Buko 1 Wedung, kemudian pada

tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 2 Demak. Tahun 2003

penulis lulus dari SMU Negeri 1 Demak. Pada tahun yang sama, penulis diterima

di IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Hortikultura, Departemen

Budidaya Pertanian (sekarang Departemen Agronomi dan Hortikultura) Fakultas

Pertanian.

Selama menjalani studi di IPB, penulis pernah menjadi trainer dalam

Pelatihan Terarium yang diadakan LPPM IPB di SMU Rimba Bogor pada tahun

2005 dan instruktur pada Pelatihan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung

(THST) pada Festival Tanaman tahun 2006. Penulis juga menjadi asisten mata

kuliah Sosiologi Umum selama 3 semester (2005-2007) dan asisten praktikum

pada mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura pada tahun 2007.

Penulis juga aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2003

penulis menjabat sebagai staf Departemen Rumah Tangga dan Kesekretariatan,

BEM TPB 40. Pada tahun 2004 penulis menjadi staf Kementerian Kebijakan

Daerah, BEM KM IPB. Pada tahun 2005 penulis menjadi kepala Biro Prohumasi,

Departemen Informasi dan Komunikasi, BEM Fakultas Pertanian. Penulis juga

aktif pada kepengurusan organisasi daerah IKAMADE (Ikatan Mahasiswa

Demak) di IPB dari tahun 2003. Penulis juga berperan aktif sebagai panitia di

berbagai kegiatan kemahasiswaan baik tingkat internal kampus maupun nasional.

Selama studi di IPB, penulis pernah meraih beberapa prestasi. Bulan Juli

2006, penulis meraih medali setara perunggu kelompok PKMK pada PIMNAS

XIX di UMM Malang. Bulan Februari 2007, penulis berhasil menjadi Juara 1

pada Lomba Penulisan Artikel Populer Perkebunan yang diadakan oleh Lembaga

Pendidikan Perkebunan Yogyakarta bekerjasama dengan surat kabar Republika.

Bulan Maret 2007, penulis menjadi finalis Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan

(LITL) tingkat Nasional yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik

Page 6: Final Research

Lingkungan, ITS Surabaya. Bulan Mei 2007, penulis berkesempatan mengikuti

program Indonesia Sampoerna Best Student (ISBS) 2007 yang diadakan oleh PT.

HM. Sampoerna Tbk. Bulan Juli 2007, penulis menjadi bendahara Tim Pameran

IPB pada PIMNAS XX di Unila Lampung dan meraih Juara 1 Gelaran Produk

Non PKM (Pameran). Pada bulan yang sama, penulis berkesempatan mengikuti

progran Intensive Student Technopreneurship Program (i-STEP) 2007 yang

diadakan oleh RAMP Indonesia (The Lemelson Foundation). Pada bulan Agustus

2007, penulis berhasil menjadi 15 besar finalis Bayer Young Environment Envoy

(BYEE) 2007 yang diadakan oleh PT. Bayer Indonesia.

Page 7: Final Research

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi

berjudul “Evaluasi Pertumbuhan In Vitro dan Produksi Umbi Mikro

Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Persilangan Kultivar

Atlantik dan Granola”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pertanian (SP) di Fakultas Pertanian, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. dan

Awang Maharijaya, SP. MSi. sebagai dosen pembimbing, serta Dr. Ir. Winarso D.

Widodo, MS sebagai dosen penguji atas semua bimbingan dan pengarahan dalam

menyusun skripsi ini. Kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga (keluarga

Wedung, Demak, Salatiga, Bintaro, Utan Kayu, Tangerang) yang selalu

memberikan dukungan moril dan materiil, semangat, cinta dan nasehat yang tiada

henti-hentinya, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya (karya kecil

ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta). Kepada seorang manusia yang

selalu memberi cinta yang indah, pengertian yang tulus dan hati yang luas, penulis

mengucapkan terima kasih dari hati terdalam (semoga Allah SWT meridhoi kisah

kita sampai akhir). Kepada teman-temanku tercinta (Yulia, Wida, Puspa, Hilmi,

Uul, Akhlis, Puji, dll), terima kasih atas perhatian, kasih sayang, persahabatan dan

dorongan semangat kepada penulis. Kepada teman-teman Hortikultura 40, penulis

mengucapkan terima kasih atas semua pelajaran hidup dan kebersamaan selama

menuntut ilmu di IPB. Tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu (dosen

AGH dan HPT, tim Laboratorium Biotek, PAU, LSI, dll), penulis mengucapkan

terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT

membalas kebaikan itu dengan kebaikan yang lebih berlimpah. Amien

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak yag membutuhkan.

Bogor, September 2007

Penulis

Page 8: Final Research

DAFTAR ISI Halaman

PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. 1 Tujuan.............................................................................................. 3 Hipotesis .......................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kentang ................................................................. 4 Perbanyakan Kentang Secara In Vitro............................................... 5 Pengumbian Mikro........................................................................... 6 Media Pengumbian Mikro ................................................................ 7 Pemuliaan Tanaman Kentang ........................................................... 7 Kultivar Granola dan Atlantik .......................................................... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 10 Bahan dan Alat................................................................................ 10 Rancangan Percobaan...................................................................... 10 Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum................................................................................ 14 Tahap Pertumbuhan Tunas ............................................................. 15 Tahap Pengumbian Mikro .............................................................. 26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ..................................................................................... 36 Saran .............................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 37

LAMPIRAN ............................................................................................. 40

Page 9: Final Research

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekapitulasi analisis ragam terhadap parameter yang diamati pada tahap pertumbuhan tunas dan pengumbian mikro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola.............. 15

2. Tinggi tanaman klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST... 16

3. Jumlah daun klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST... 19

4. Jumlah buku klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST... 21

5. Jumlah tunas klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST... 23

6. Jumlah akar klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST... 25

7. Waktu inisiasi dan keserempakan umbi klon-klon kentang

hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro ......................................................................................... 27

8. Jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah mata tunas per umbi, bobot basah dan bobot kering umbi mikro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola............. 30

Page 10: Final Research

Lampiran

Nomor Halaman

1. Komposisi media Murashige-Skoog ...................................... 41

2. Komposisi media Murashige-Skoog yang telah dimodifikasi sebagai media pengumbian...................................................... 42

3. Sidik ragam tinggi tanaman klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada 1-5 MST............................ 43

4. Sidik ragam jumlah daun klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada 1-5 MST............................ 43

5. Sidik ragam jumlah buku klon-klon kentang hasil persilangan

kultivar Atlantik dan Granola pada 1-5 MST............................ 44

6. Sidik ragam jumlah tunas klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada 1-5 MST............................ 44

7. Sidik ragam jumlah akar klon-klon kentang hasil persilangan

kultivar Atlantik dan Granola pada 1-5 MST............................ 45

8. Sidik ragam waktu inisiasi, keserempakan umbi, jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah mata tunas per umbi, bobot basah, bobot kering klon-klon kentang hasil persilanga kultivar Atlantik dan Granola.................................................................... 46

Page 11: Final Research

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Umbi kentang kultivar Atlantik dan Granola ..................... 9 2. Tinggi tanaman klon-klon kentang hasil persilangan

Atlantik dan kultivar Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST................................................................. 17

3. Perbedaan ukuran daun antara klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola dan tetuanya....... 18 4. Jumlah daun klon-klon kentang hasil persilangan Atlantik

dan kultivar Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST.......................................................................................... 20

5. Jumlah buku klon-klon kentang hasil persilangan Atlantik dan kultivar Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST.......................................................................................... 22

6. Jumlah tunas klon-klon kentang hasil persilangan Atlantik dan kultivar Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST.......................................................................................... 24 .

7. Jumlah akar klon-klon kentang hasil persilangan Atlantik dan kultivar Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST.......................................................................................... 26

8. Umbi mikro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola ............................................................... 31 9. Keragaman bentuk umbi pada Atnola 22........................ 32 10. Perbedaan umbi mikro kentang yang terbentuk dalam

media dan jauh dengan media.................................................. 32

Lampiran

Nomor Halaman

1. Vigor in vitro klon-klon kentang hasil persilangan Atlantik dan kultivar Granola pada 5 MST ................................................ 47 2. Perbedaan klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada 10 MSP (Minggu Setelah Pengumbian)......... 48

Page 12: Final Research

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman

pangan utama dunia dan diproduksi di 130 negara. Kentang berperan dalam

mencukupi kebutuhan karbohidrat dan berpotensi besar untuk menunjang program

diversifikasi pangan karena menghasilkan kalori lebih banyak dengan biaya lebih

murah dibandingkan dengan tanaman serealia. Dalam satuan volume produksi

tanaman pangan, kentang menempati posisi keempat setelah gandum, jagung, dan

padi.

Selain sebagai makanan pokok, kentang juga dimanfaatkan sebagai

campuran sayur, salad, fast food (french fries, potato chip), bahan baku industri

(pati, tekstil, alkohol), dan biofarmaka (Wattimena, 2000). Di Indonesia, kentang

umumnya dikonsumsi sebagai sayuran. Nilai gizi kentang relatif lebih berimbang,

yaitu mengandung air (78%), karbohidrat (18%), protein (2%), mineral dan

vitamin C, bahkan kultivar dengan umbi berwarna kuning juga mengandung

karoten (Rubatzky dan Yamaguci, 1998).

Meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri restoran fast

food di Indonesia memberikan peluang peningkatan produksi kentang yang lebih

besar. Sentra produksi kentang di Indonesia antara lain adalah Lembang,

Pangalengan, Batu Malang, dan Lampung Barat. Data yang dikeluarkan Badan

Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikutura (2005)

menyebutkan bahwa produktivitas kentang Indonesia cenderung meningkat dalam

kurun waktu 2000-2005. Akan tetapi data dari FAO (2006) menyebutkan bahwa

produktivitas kentang di Indonesia lebih rendah dibandingkan produktivitas

kentang di Asia pada tahun 2005. Produktivitas kentang Indonesia hanya berkisar

pada angka 14.6 juta ton/ha, lebih rendah dibandingkan produktivitas kentang di

Asia yang mencapai 16.6 juta ton/ha dan produktivitas dunia yang mencapai 17.2

juta ton/ha.

Salah satu kendala dalam produktivitas kentang adalah terbatasnya bibit

bermutu dalam jumlah cukup, tepat waktu dan tepat kultivar, serta mahalnya

harga bibit yang bisa mencapai 40-50% biaya produksi. Saat ini petani kentang di

Page 13: Final Research

Indonesia masih bergantung kepada bibit impor kultivar Granola (asal Jerman)

dan Atlantik (asal Amerika Serikat). Kultivar Granola cocok untuk konsumsi

segar, berumur pendek, produksi tinggi, bentuk umbi baik, tahan virus PVX dan

PVY, serta agak tahan hawar daun dan penyakit layu. Kelemahan kultivar Granola

adalah kadar air tinggi sehingga tidak cocok untuk kentang olahan (Jossten, 1991).

Kultivar Atlantik memiliki kualitas umbi yang baik dan kadar air rendah sehingga

cocok untuk french fries dan potato chip. Namun kultivar Atlantik peka terhadap

virus PVY, hawar daun dan serangan bakteri.

Salah satu alternatif pemecahan masalah produksi kentang di Indonesia

adalah dengan membentuk kultivar baru melalui pemuliaan tanaman konvensional

maupun non konvensional. Kultivar baru ini diharapkan mampu menjadi kultivar

unggul yang mempunyai sifat genjah, produksi tinggi, kadar air rendah, bentuk

umbi baik, dan tahan penyakit. Persilangan antara Atlantik dan Granola

diharapkan mampu menciptakan kultivar unggul tersebut.

Kultivar Atlantik dan Granola mempunyai genom tetraploid sehingga

persilangan keduanya akan menghasilkan keragaman genetik yang sangat tinggi.

Kegiatan seleksi awal harus dilakukan untuk mendapatkan klon unggul. Kegiatan

seleksi secara konvensional umumnya dilakukan di lapang dengan beberapa lokasi

yang berbeda selama beberapa tahun. Cara seleksi tersebut tidak praktis,

membutuhkan waktu dan tenaga yang besar (Gopal and Minocha, 1998).

Beberapa teknik karakterisasi dan seleksi in vitro dilaporkan telah dapat

digunakan pada tanaman kentang. Pemanfaatan karakter seleksi pada kultur in

vitro berpeluang untuk mempercepat kegiatan seleksi. Bagian ekonomis dari

kentang adalah umbi sehingga optimalisasi produktivitas lebih ditekankan kepada

produksi umbi kentang. Produksi umbi dapat dilakukan dengan teknik in vitro

dengan media terbaik untuk pengumbian adalah media MS, sukrosa 90g/l,

kombinasi sitokinin dan retardan. Sedangkan lingkungan pengumbian terbaik

adalah suhu 150C-200C dan tanpa cahaya. Perbanyakan secara in vitro dan

pengumbian mikro merupakan metode perbanyakan yang tidak membutuhkan

banyak bahan tanaman, dapat dilakukan dengan waktu cepat dan lahan yang

relatif kecil, serta tidak tergantung musim (Wattimena et al., 1992; Gopal and

Minocha, 1998; Wattimena, 2000).

Page 14: Final Research

Penampilan genotipe kentang dalam kondisi in vitro mencerminkan

penampilan di lapangan untuk karakter hasil dan pertumbuhan. Beberapa karakter

berkorelasi sangat nyata yaitu warna umbi, jumlah mata, jumlah umbi dan bobot

umbi. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi in vitro dapat digunakan sebagai salah

satu teknik seleksi untuk tanaman kentang (Alsadon et al., 1988; Lentini, 1988;

Gopal and Minocha, 1998; dan Gopal, 2001).

Penelitian ini merupakan salah satu seleksi awal untuk mendapatkan klon

kentang unggul dari klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan

Granola, terutama dalam karakter pertumbuhan dan produksi umbi mikro. Teknik

in vitro digunakan untuk mempercepat kegiatan seleksi. Hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai rekomendasi untuk seleksi lebih lanjut di lapang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan

produksi umbi mikro beberapa klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik

dan Granola dibandingkan kedua tetuanya (kultivar Atlantik dan Granola).

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan dan produksi umbi mikro pada

beberapa klon kentang hasil silangan kultivar Atlantik dan Granola

dibandingkan kedua tetuanya.

2. Terdapat satu atau lebih klon yang mempunyai pertumbuhan dan produksi

umbi mikro lebih baik dari tetua untuk menghasilkan calon klon unggul.

Page 15: Final Research

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kentang

Tanaman kentang merupakan tanaman dikotil yang menghasilkan umbi.

Kentang komersial memiliki genom tetraploid (2n=4x=48) sedangkan 70% dari

kentang liar adalah diploid (2n=2x=24) dengan sifat self incompatible dan sekitar

15% adalah tetraploid dengan sifat self fertil (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman kentang yang dibudidayakan di seluruh dunia dapat digolongkan ke

dalam dua kelompok sub spesies yaitu S. tuberosum susp. tuberosum yang

beradaptasi terhadap hari panjang dan S. tuberosum subsp. andigena yang

beradaptasi terhadap hari pendek (Wattimena, 2000). Ahli botani

mengklasifikasikan kentang dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi

Angiospermae, Kelas Dycotyledon, Ordo Tubliforae (tanaman berumbi), Famili

Solanaceae (tanaman berbunga seperti terompet), Genus Solanum (daun mahkota

saling berlekatan), dan Spesies Solanum tuberosum L.

Tanaman ini merupakan terna tahunan pendek, berbatang lemah tetapi

bercabang banyak berwarna hijau, kemerahan atau ungu. Daun menyirip majemuk

dengan lembar daun bertangkai yang memiliki ukuran, bentuk, dan tekstur yang

seragam. Daun pertama merupakan daun tunggal, daun berikutnya yang muncul

merupakan daun majemuk dengan anak daun primer dan anak daun sekunder

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Bunga bersifat protogeni (putik lebih cepat

masak daripada tepung sari), zygomorph (mempunyai bidang simetris), dan

hermaprodite (Rukmana, 1997 dan Tjitrosoepomo, 1997). Bunga kentang juga

tidak menghasilkan madu dan sebagian besar bunga menyerbuk silang dengan

perantara angin dan serangga (Thompson and Kelly, 1957).

Perakaran kentang berupa akar tunggang dengan banyak akar lateral.

Umbi kentang merupakan umbi batang yang berasal dari pembengkakan ujung

stolon, tetapi tidak semua stolon menghasilkan umbi. Stolon adalah batang yang

tumbuh secara plagiotropi dalam tanah. Warna kentang bervariasi, ada yang

berwarna putih, merah muda, ungu, dan biru, sedangkan warna daging umbi

biasanya kuning atau putih. Bentuk umbi juga beragam, ada yang memanjang dan

bulat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Page 16: Final Research

Perbanyakan Kentang Secara In Vitro

Kultur jaringan atau yang biasa disebut juga kultur in vitro merupakan

suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel,

sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi

aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Gunawan, 1988). Dasar pemikiran

teknik kultur jaringan adalah teori totipotensi sel, yaitu kemampuan sel tumbuhan

membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.

Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih

juvenil, muda, dan banyak dijumpai pada daerah meristematik (Santoso dan

Nursandi, 2003). Keunggulan sistem mikropropagasi tanaman adalah dapat

menghasilkan propagul tanaman dalam jumlah banyak dalam waktu singkat bebas

hama dan penyakit (sistemik dan non sistemik) serta identik dengan induknya

(Wattimena, 2000).

Secara klonal tanaman kentang dapat diperbanyak dengan umbi bibit,

umbi mini, true potato seed (TPS), umbi mikro, maupun stek mikro. Tujuan dari

perbanyakan mikro kentang adalah memproduksi sejumlah besar bahan tanaman

dengan gen identik, produksi tanaman bebas virus, produksi senyawa metabolit

sekunder (solasodine pada kentang), perbaikan tanaman (manipulasi jumlah

kromosom, polinasi in vitro, penyelamatan embrio) dan pelestarian plasma nutfah

(Wattimena, 1992).

Menurut Wattimena (2000) mikropropagasi kentang dapat berupa stek

mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku tunggal

pada media MS padat tanpa ZPT. Stek mikro dapat digunakan untuk

memproduksi umbi bibit atau umbi mini. Hussey dan Stacey (1981) menyatakan

bahwa laju perpanjangan dan penebalan batang, jumlah buku, dan morfologi tunas

mikro dipengaruhi oleh panjang hari, intensitas cahaya dan suhu. Selanjutnya

Hutabarat (1994) menyatakan bahwa kondisi suhu optimum pembentukan buku

adalah 20-250 C dengan penyinaran terus-menerus. Semakin lama penyinaran

akan membuat batang tunas mikro kentang semakin tebal dan pendek. Batang

yang tebal dan pendek lebih muda disubkultur daripada batang yang panjang dan

kurus.

Page 17: Final Research

Pengumbian Mikro

Armini et al. (1992) menyatakan bahwa umbi mikro adalah umbi kecil

dengan bobot basah 50-150 mg/umbi yang dihasilkan secara in vitro (aseptik).

Wattimena (1992) juga menyatakan bahwa kriteria umbi mikro berkualitas baik

adalah umbi dengan bobot basah lebih dari 100 mg per umbi dan atau berdiameter

5-10 mm serta mempunyai bahan kering lebih dari 14%. Menurut Wattimena

(1986) umbi mikro dapat tumbuh secara langsung dari ketiak tunas eksplan dan

secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru, sedangkan Appeldoorn

(1999) menyatakan bahwa umbi mikro dapat diinisiasi dari sub apikal stolon,

tunas meristem, tunas apikal dan atau tunas aksilar.

Eksplan untuk pembentukan umbi mikro dapat berupa batang, umbi, dan

stek mikro buku tunggal (Espinoza, 1986). Sedangkan menurut Roca et al. (1987),

eksplan berupa meristem dan tunas pucuk kentang sering digunakan karena

memiliki kestabilan genetik tinggi. Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap

keberhasilan kultur dimana ukuran eksplan yang lebih besar lebih menguntungkan

karena jumlah selnya lebih banyak sehingga keberhasilannya lebih besar (Winata,

1987).

Menurut Wetherell (1982), kondisi aseptik, kelembaban nisbi, suhu ruang

simpan, dan penyinaran yang sesuai perlu dijaga dalam masa kultur in vitro.

Lingkungan terbaik untuk pengumbian in vitro adalah lingkungan bersuhu 15-

200C dan tanpa cahaya (Wattimena, 1983). Secara umum pengumbian juga

dipercepat oleh hari pendek (Thompson and Kelly, 1957).

Ahli fisiologi tumbuhan menguraikan empat tahap pembentukan umbi,

yaitu induksi dan pertumbuhan awal stolon, pertumbuhan stolon (pemanjangan

dan pembentukan cabang), berhentinya pertumbuhan membujur, dan induksi serta

pertumbuhan awal umbi yang menghasilkan pertumbuhan melebar pada ujung

stolon membentuk umbi (Vrengdenhl dan Struik, 1989 dalam Riksanto, 2003).

Menurut Wattimena et al. (1992) terdapat empat tahap persiapan umbi mikro

untuk sampai ke lapang, yang terdiri dari produksi tunas mikro secara aseptis (4

minggu) dan produksi umbi mikro (8 minggu), kemudian tahap non aseptis yaitu

pertunasan umbi mikro (8-16 mingggu) dan pembuatan semai atau seedling (4-6

minggu).

Page 18: Final Research

Media Pengumbian Mikro

Media merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam

teknik kultur jaringan. Media kultur yang memenuhi syarat adalah media yang

mengandung nutrisi makro, unsur mikro, sumber tenaga (pada umumnya sukrosa),

vitamin, zat pengatur tumbuh, dan pengkelat. Terdapat tiga jenis media dalam

kultur in vitro, yaitu media padat, media cair, dan media semi padat. Gunawan

(1988) menyatakan bahwa formulasi media kultur jaringan yang banyak

digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS). Media ini mengandung 40

mM Nitrogen dalam bentuk NO3 dan 29 mM dalam bentuk NH4+. Kandungan ini

lima kali lebih tinggi dari N total pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari

media tembakau Hildebrant dan 19 kali lebih tinggi dari media White.

Roca et al. (1987) menyatakan bahwa tunas pucuk kentang yang ditanam

pada media agar 0,7% b/v (media padat) tumbuh lebih cepat daripada yanag

ditumbuhkan di media cair. Sedangkan media untuk pengumbian adalah satu

macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau cair-cair).

Pada sistem satu media, eksplan buku tunggal langsung dikulturkan pada media

pengumbian, sedangkan pada sistem dua media eksplan dikulturkan selama 3-4

minggu pada media pertunasan (cair atau padat) setelah itu media pengumbian

dituangkan ke dalam plantet yang tumbuh pada media tunas. Hasil penelitian

Wattimena (1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in

vitro akan menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan

kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.

Pemuliaan Tanaman Kentang

Salah satu alternatif pemecahan masalah produksi kentang di Indonesia

adalah dengan merakit kultivar baru melalui program pemuliaan tanaman.

Kegiatan pemuliaan perlu dilakukan untuk mendapatkan kultivar unggul yang

mempunyai sifat-sifat umur genjah, hasil tinggi, persentase bahan kering tinggi,

gula reduksi rendah serta tahan terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia

solanacearum), hawar daun (Phytoptora infestans), busuk lunak (Erwinia spp.),

busuk kering umbi (Fusarium spp.), dan nematoda bengkak akar (Meloidogyne

spp.) (Wattimena et al., 2001).

Page 19: Final Research

Uraian tentang pemuliaan tanaman didapatkan dari Sutjahjo et al. (2006).

Pemuliaan tanaman dapat didefinisikan sebagai suatu metode atau teknis secara

sistematik untuk merakit keragaman genetik, baik secara konvensional maupun

non konvensional agar diperoleh bentuk-bentuk tanaman unggul baru yang lebih

bermanfaat bagi manusia. Salah satu komponen penting dalam pemuliaan

tanaman adalah keragaman genetik. Secara umum keragaman genetik dapat

diperoleh melalui koleksi plasma nutfah lokal atau spesies liar, introduksi,

persilangan, atau mutasi. Tujuan utama melakukan persilangan adalah 1)

menggabungkan semua sifat baik ke dalam satu genotipe baru; 2) memperluas

keragaman genetik; 3) memanfaatkan vigor hibrida; 4) menguji potensi tetua (uji

turunan).

Setelah tercipta keragaman genetik, tahapan berikutnya adalah melakukan

seleksi. Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman

yang membutuhkan waktu, tenaga, dan dana (Poehlman, 1979). Beberapa teknik

karakterisasi dan seleksi in vitro dilaporkan telah dapat digunakan pada tanaman

kentang. Seleksi secara in vitro memiliki kelebihan dibandingkan seleksi di

lapang. Kelebihan tersebut adalah bahan tanaman yang digunakan sedikit, tidak

memerlukan lahan luas, waktu yang dibutuhkan cepat dan tidak tergantung musim

(Gopal dan Minocha, 1998).

Hasil penelitian Alsadon et al (1988) dan Lentini (1988) menyatakan

bahwa pengujian terhadap beberapa kultivar mengindikasikan produksi umbi dan

beberapa karakter terkait dapat dievaluasi secara in vitro dan dapat direfleksikan

di lapang. Menurut Gopal dan Minocha (1998) dan Minocha (2001), vigor klon

kentang in vitro memiliki korelasi positif dan nyata dengan vigor tanaman di

lapangan, termasuk dalam dua musim berbeda. Pada penelitian yang sama, Gopal

dan Minocha (1998) juga menyatakan bahwa hasil pengujian in vitro terhadap

jumlah umbi, bobot umbi dan jumlah mata memiliki korelasi yang sangat nyata.

Kultivar Granola dan Atlantik

Banyak kultivar kentang komersial yang tersebar di dunia namun hanya

beberapa yang dikembangkan di Indonesia. Sebagian besar merupakan introduksi

dari Eropa dan Amerika. Lama penyinaran yang pendek dan intensitas cahaya

Page 20: Final Research

yang rendah di Indonesia menyebabkan kentang dipanen lebih awal sehingga

produksinya lebih rendah dibandingkan produksi di negara 4 musim. Di daerah

tropik, tipe daerah yang memproduksi kentang adalah daerah dingin dengan

temperatur berfluktuasi tinggi dan kelembaban relatif tinggi pula. Pembentukan

umbi kentang memerlukan suhu udara dan suhu tanah yang dingin berkisar 10-

200C.

Salah satu kultivar kentang yang sering dibudidayakan adalah kultivar

Granola. Kultivar ini dirakit pada tahun 1975 di Jerman. Kultivar Granola

mempunyai kadar gula tinggi sehingga lebih disukai untuk konsumsi segar. Hasil

panen rata-rata berkisar 30-35 ton/ha dengan umur panen genjah yaitu 80-90 hari.

Menurut Hartus (2001), Granola termasuk kultivar tahan penyakit dengan potensi

hasil tinggi, umbi berbentuk oval dengan kulit dan daging berwarna kuning.

Kultivar Granola tahan terhadap penyakit PVX, PVY, layu bakteri, dan agak

sedikit tahan terhadap penyakit hawar daun. Kelemahan utama dari Granola

adalah kadar airnya yang cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk kentang

olahan.

Kentang kultivar Atlantik dirakit pada tahun 1974 di Amerika Serikat dan

merupakan hasil persilangan antara kultivar Wanseon dengan kultivar Venape.

Atlantik merupakan varietas kentang yang sangat mulus, bulat dan digunakan

sebagai kentang potato chips. Kelemahannya adalah umbinya agak jauh dari

batang dan produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan Granola. Menurut

Jossten (1991), bobot basah kultivar Atlantik lebih besar dibandingkan kultivar

Granola.

A B

Gambar 1. Umbi kentang kultivar Atlantik dan Granola (A = kultivar Atlantik, B = kultivar Granola)

Page 21: Final Research

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2007 sampai dengan Juni

2007 di Laboratorium Bioteknologi, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Institut Pertanian Bogor, Darmaga.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah stek mikro 11 klon kentang hasil

persilangan kultivar Atlantik dan Granola (Atnola 1, Atnola 2, Atnola 3, Atnola 4,

Atnola 5, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 12, Atnola 22, Atnola 25 dan Atnola 26)

serta kedua tetuanya (kultivar Granola dan Atlantik). Tetua digunakan sebagai

pembanding. Semua bahan tanaman merupakan kentang koleksi in vitro

Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Bahan yang digunakan untuk media perbanyakan adalah media MS

(Lampiran 1) dengan penambahan sukrosa 30 g/l, agar-agar 7 g/l dan dan Ca-

pantotenat 8g/l. Sedangkan media pengumbian adalah MS cair dengan

penambahan sukrosa 90 g/l, air kelapa 15%, Alar 10 ppm, dan BAP 5 mg/l

(Lampiran 2). Sterilisasi ruang menggunakan alkohol 70% sedangkan sterilisasi

eksplan menggunakan air steril dan betadine (Iodine 10%). Bahan pelengkap lain

adalah KOH, HCl, air akuades, wrapping, plastik, karet, dan tissue.

Alat yang digunakan adalah autoklaf, laminar air flow, bunsen, korek api,

cawan petri, labu takar, pipet, bulb, botol kultur, gelas ukur, handsprayer, alat

tanam, pH-meter, timbangan analitik, ruang kultur bersuhu 18-200 C, rak kultur

dengan lampu fluorescent, oven, jangka sorong, kaca pembesar dan plastik hitam

untuk ruang gelap saat pengumbian. Alat pelengkap lain adalah alat tulis untuk

pencatatan dan kamera untuk dokumentasi.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL). Percobaan ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertumbuhan tunas dan

tahap pengumbian mikro. Pada tahap pertumbuhan tunas, satu satuan percobaan

Page 22: Final Research

adalah satu eksplan dengan ulangan sebanyak 20 sehingga terdapat 260 satuan

percobaan. Sedangkan pada tahap pengumbian mikro, satu satuan percobaan

adalah satu botol berisi dua eksplan dengan ulangan sebanyak 15 sehingga

terdapat 195 satuan percobaan. Model liniernya adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Pi + + Gij

Keterangan :

i = nomer klon (1, 2, 3, ..., i)

j = ulangan (1, 2, 3, ..., j)

Yij = nilai pengamatan karena pengaruh klon ke-i ulangan ke-j

µ = nilai rataan umum

Pi = nilai tambahan karena klon ke-i

Gij = galat pada perlakuan klon ke-i ulangan ke-j

Data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam (software SAS versi

6.12). Jika menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan uji beda nilai tengah DMRT

pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Sterilisasi Alat

Alat tanam, botol kultur, dan cawan petri dibersihkan dengan air, dicuci

dengan deterjen, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C dan

tekanan 17.5 psi selama satu jam. Air akuades dan media yang akan digunakan

juga harus disterilkan terlebih dahulu dalam autoklaf selama 30 menit.

Pembuatan Media

Percobaan ini terdiri dari dua tahap, yaitu 1) tahap pertumbuhan tunas

untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan tunas; 2) tahap pengumbian untuk

melihat produksi umbi mikro. Media yang digunakan berupa media MS padat-

cair.

Media pertumbuhan tunas adalah media MS tanpa penambahan zat

pengatur tumbuh (MS0). Media MS dibuat dengan larutan stok yang sudah

dipersiapkan sebelumnya. Komposisi MS dapat dilihat pada lampiran 1.

Page 23: Final Research

Pengambilan larutan stok sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan. Pembuatan

1 liter media memerlukan 30 gram gula dan pH diatur pada angka 5.6-5.8 dengan

penambahan KOH atau HCl. Setelah semua bahan tercampur dan pH-nya sesuai,

ditambahkan agar sebanyak 7 gram ke dalam campuran dan dimasak hingga larut,

kemudian dituang ke dalam botol kultur. Botol berisi media ditutup dengan plastik

dan diikat dengan karet gelang, kemudian diautoklaf kembali pada suhu 121 0C

dan tekanan 17.5 psi selama 30 menit.

Media pengumbian berupa media MS cair dengan penambahan sukrosa 90

g/l, air kelapa 15%, Alar 10 ppm, dan BAP 5 ppm. Semua bahan dicampur

kemudian dituang ke dalam botol kultur di dalam laminar untuk menghindari

kontaminasi. Botol berisi media ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet

gelang, kemudian diautoklaf kembali pada suhu 121 0C dan tekanan 17.5 psi

selama 30 menit.

Penanaman

Stek mikro satu buku hasil perbanyakan awal disubkultur ke dalam media

pertunasan (MS padat) dan diamati pola pertumbuhannya selama 5 MST (Minggu

Setelah Tanam). Setiap botol kultur terdapat dua eksplan. Botol yang berisi stek

mikro disimpan di ruang kultur dengan penyinaran penuh selama 24 jam dengan

intensitas cahaya sekitar 1000 luks dan suhu 180C-20 0C.

Pengumbian

Media pengumbian sebanyak ± 25 ml dituangkan ke dalam botol berisi

stek mikro yang telah berumur 6 MST. Penuangan dilakukan dalam laminar,

kemudian botol ditutup kembali dengan plastik dan diikat dengan karet gelang.

Selanjutnya botol diletakkan dalam ruang gelap (rak kultur yang dibungkus

plastik hitam tidak tembus cahaya). Pengumbian dilakukan selama 10 MSP

(Minggu Setelah Pengumbian).

Pengamatan

Pengamatan pada tahap pertumbuhan tunas dilakukan selama 5 MST, yaitu :

1. Tinggi tanaman (diamati seminggu sekali mulai dari atas permukan media

sampai titik tumbuh)

2. Jumlah daun (diamati seminggu sekali)

3. Jumlah buku (diamati seminggu sekali)

Page 24: Final Research

4. Jumlah tunas (diamati seminggu sekali)

5. Jumlah akar (diamati seminggu sekali)

Pengamatan pada tahap pengumbian dilakukan selama 10 MSP, yaitu:

1. Waktu inisiasi umbi

Waktu inisisiasi umbi dicatat saat pertama kali umbi terbentuk setelah

penyiraman media pengumbian.

2. Keserempakan pembentukan umbi

Keserempakan pembentukan umbi merupakan selisih antara waktu dimana

jumlah umbi mencapai 100% dengan waktu inisiasi umbi. Jumlah umbi

pada pengamatan terakhir diasumsikan sebagai jumlah umbi total (100%)

3. Jumlah umbi per tanaman

Umbi diamati dua hari sekali dengan cara menghitung jumlah umbi yang

terbentuk dalam botol kultur.

4. Diameter umbi

Diameter umbi dihitung dalam satuan milimeter (mm) dengan cara

pengukuran dengan jangka sorong pada akhir pengamatan (panen).

5. Jumlah mata tunas

Jumlah mata tunas dihitung setelah umbi dipanen dengan bantuan kaca

pembesar.

6. Bobot basah umbi (BB)

Bobot basah umbi dihitung dalam satuan gram (g) dengan cara

penimbangan pada akhir pengamatan (panen).

7. Bobot kering umbi (BK)

Umbi dibungkus dalam kantong kertas kemudian dikeringkan dalam oven

pada suhu 700C sampai bobot kering konstan. Selanjutnya umbi

dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Penghitungan dilakukan saat

pada akhir pengamatan (panen).

Rumus bobot kering umbi = Bobot kering umbi x 100%

Bobot basah umbi

Page 25: Final Research

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini menggunakan eksplan steril berupa stek buku tunggal

tanaman kentang. Penelitian diawali dengan perbanyakan eksplan dengan media

MS0 selama kurang lebih satu bulan untuk menjamin ketersediaan eksplan.

Penelitian utama mulai dilakukan pada minggu terakhir bulan Februari 2007

dengan penanaman stek buku tunggal ke dalam media pertunasan (MS0 padat).

Setiap klon kentang ditanam sebanyak 20 botol dengan tiap botol ditanam 2

ekplan sehingga total terdapat 260 botol satuan percobaan.

Selama penelitian suhu di ruang kultur berkisar antara 16-20 0C.

Penyinaran sebesar 1000 lux selama 24 jam setiap hari dilakukan selama tahap

pertunasan sedangkan perlakuan ruang gelap dilakukan saat tahap pengumbian

mikro. Selama penelitian dilakukan fumigasi sebanyak satu kali dan pembersihan

ruang kultur untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

Pada tahap pertumbuhan tunas, secara umum eksplan tumbuh dengan baik.

Pada minggu pertama setelah penanaman eksplan sudah terlihat pertambahan

tinggi dan buku kentang. Pada tahap pengumbian mikro, umbi mulai terbentuk

setelah 1 MSP. Semua klon kentang yang diamati menghasilkan umbi meskipun

tidak semua botol berumbi. Hal ini diduga karena media pengumbian yang

diberikan tidak cocok untuk semua jenis klon kentang. Setiap klon memiliki

genotipe yang berbeda sehingga respon setiap klon terhadap media yang diberikan

juga berbeda. Menurut Leopold and Kriedemann (1978), selain faktor lingkungan,

pembentukan umbi juga dipengaruhi pula oleh faktor genetik.

Analisis ragam menunjukkan bahwa semua parameter yang diamati

menunjukkan nilai yang berbeda sangat nyata, kecuali parameter jumlah tunas

pada 2 MST yang menunjukkan nilai berbeda nyata (Tabel 2). Hal ini

mengindikasikan bahwa terdapat klon yang lebih baik dalam hal pertumbuhan

serta produksi umbi mikro dibandingkan klon lain.

Page 26: Final Research

Tabel 1. Rekapitulasi analisis ragam terhadap parameter yang diamati pada tahap pertumbuhan dan pengumbian mikro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola

Tahap Parameter Waktu Uji F

I. Pertumbuhan Tinggi tanaman 1 MST ** 2 MST ** 3 MST ** 4 MST ** 5 MST ** Jumlah buku 1 MST ** 2 MST ** 3 MST ** 4 MST ** 5 MST ** Jumlah daun 1 MST ** 2 MST ** 3 MST ** 4 MST ** 5 MST ** Jumlah tunas 1 MST ** 2 MST * 3 MST ** 4 MST ** 5 MST ** Jumlah akar 1 MST ** 2 MST ** 3 MST ** 4 MST ** 5 MST ** II. Pengumbian mikro Jumlah umbi/tanaman ** Diameter umbi ** Jumlah mata tunas ** Bobot basah/umbi ** Bobot kering (%) ** Inisiasi ** Kerempakan ** Keterangan : * = berbeda nyata pada analisis ragam dengan taraf 5%; ** = berbeda sangat nyata pada analisis ragam dengan taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Tahap Pertumbuhan Tunas

Pengujian pada tahap pertumbuhan tunas yang dilakukan melalui

pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buku, jumlah tunas dan jumlah

akar menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata dari semua klon yang diuji.

Semua parameter tersebut menunjukkan vigor tanaman. Beberapa faktor yang

Page 27: Final Research

mempengaruhi vigor tanaman antara lain adalah media, jenis eksplan, zat

pengatur tumbuh, cahaya, dan suhu. Pada penelitian ini semua faktor tersebut

relatif sama sehingga perbedaan respon yang terjadi disebabkan oleh perbedaan

genotipe. Setiap klon yang diuji mempunyai genotipe yang berbeda karena

merupakan hasil persilangan kultivar Atlantik dan kultivar Granola. Klon yang

memiliki vigor baik berdasarkan pengujian in vitro diharapkan memiliki vigor

yang baik di lapangan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gopal dan Minocha

(1998) yang menyatakan bahwa vigor klon kentang in vitro memiliki korelasi

positif dan nyata dengan vigor tanaman di lapangan, termasuk dalam dua musim

yang berbeda.

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman mulai bertambah setelah 1 MST dan pertambahannya

diamati setiap minggu sampai 5 MST. Tinggi tanaman diamati dari permukaan

media sampai titik tumbuh paling tinggi dari eksplan. Analisis ragam

menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada 1-5 MST (Tabel 2).

Tabel 2. Tinggi tanaman klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Klon 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

…………….……….……..….cm…...………...….….……………. Atlantik 0.94 dc 3.46 bc 5.12 cd 7.94 bc 9.57 cb Granola 1.27 bc 3.95 ab 5.26 bc 7.85 bc 9.94 cb Atnola 1 0.69 def 3.47 bc 5.42 b 7.85 bc 9.75 cb Atnola 2 0.41 f 1.87 e 3.74 cde 5.45 d 6.75 d Atnola 3 1.37 abc 3.64 bc 5.26 bc 6.71 bcd 7.67 cb Atnola 4 0.44 ef 2.66 cde 4.64 bcde 6.52 bcd 7.75 d Atnola 5 0.91 cde 3.49 bc 5.64 b 7.92 bc 10.17 b Atnola 9 0.73 def 3.87 abc 5.92 b 8.41 b 10.33 b Atnola 10 0.61 def 2.28 de 3.61 de 5.12 d 6.08 d Atnola 12 1.79 a 4.81 a 8.53 a 10.89 a 14.75 a Atnola 22 1.47 ab 4.96 a 7.41 a 10.87 a 12.66 a Atnola 25 1.03 bcd 3.37 bcd 4.91 bcde 6.42 cd 7.03 d Atnola 26 0.64 def 2.25 de 3.43 e 5.06 d 6.02 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%; MST = Minggu Setelah Tanam.

Page 28: Final Research

Tabel 2 menunjukkan bahwa Atnola 12 dan Atnola 22 mengalami

pertumbuhan tinggi paling cepat diantara semua klon yang diamati mulai dari 1-5

MST. Nilai rata-rata tinggi tanaman Atnola 12 dan Atnola 22 paling tinggi

diantara semua klon yang diamati, bahkan melebihi tetuanya yaitu kultivar

Atlantik dan kultivar Granola. Nilai rata-rata tinggi tanaman pada Atnola 12 dan

tidak berbeda nyata dengan Atnola 22. Secara umum, tinggi tanaman bertambah

rata-rata 3 cm per minggu. Beberapa klon yang menunjukkan respon pertumbuhan

lebih baik dibandingkan tetua dalam karakter tinggi tanaman adalah Atnola 5,

Atnola 9, Atnola 12 dan Atnola 22. Meskipun tinggi Atnola 5 dan Atnola 9 tidak

berbeda nyata dengan tetua, namun nilai rata-rata tinggi tanaman klon-klon

tersebut lebih tinggi dibandingkan tetuanya.

Gambar 2 menunjukkan pola pertambahan tinggi klon-klon yang diamati

dengan pertambahan tinggi terbaik terdapat pada Atnola 12 dan Atnola 22.

Sedangkan klon-klon yang memiliki pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik dari

tetua adalah Atnola 5, Atnola 9, Atnola 12 dan Atnola 22 sehingga klon-klon

tersebut berpotensi menjadi klon kentang unggul dalam karakter tinggi tanaman.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 1 2 3 4 5

Minggu Setelah Tanam

Ting

gi ta

nam

an (c

m) Atlantik

GranolaAtnola 5Atnola 9Atnola 12Atnola 22Atnola 26

Gambar 2. Tinggi tanaman klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Page 29: Final Research

Hussey dan Stacey (1981) menyatakan bahwa laju perpanjangan dan

penebalan batang, jumlah buku, dan morfologi tunas mikro dipengaruhi oleh

panjang hari, intensitas cahaya dan suhu. Pada percobaan ini semua perlakuan

yang diberikan relatif sama sehingga perbedaan yang terjadi disebabkan oleh

perbedaan genotipe dari setiap klon yang diuji. Genotipe yang berbeda akan

memberikan respon pertumbuhan yang berbeda pula sehingga terjadi

keanekaragaman dan pada akhirnya dapat dilakukan seleksi untuk mendapatkan

klon terbaik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gopal (2001) yang menyatakan

bahwa karakter morfologi dipengaruhi oleh lingkungan, dan interaksi lingkungan

dengan genotipe merupakan informasi yang penting untuk kondisi in vivo maupun

in vitro.

Jumlah Daun

Pengamatan jumlah daun dilakukan pada 1-5 MST. Daun mulai terbentuk

sejak 1 MST. Secara umum ukuran daun yang terbentuk pada masing-masing klon

berbeda, beberapa klon berdaun kecil dan sedangkan klon lain berdaun lebar

(Gambar 3).

A B C D

Gambar 3. Perbedaan ukuran daun antara klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola dan tetuanya (A : Atnola 1; B : kultivar Atlantik; C: kultivar Granola; D: Atnola 12)

Analisis ragam jumlah daun menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

pada semua minggu pengamatan. Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah daun

terbanyak pada 1 MST terdapat pada Atnola 9 yaitu 3.1 daun. Pada 2-4 MST,

jumlah daun Atnola 9 dan Atnola 12 lebih banyak diantara semua klon yang

Page 30: Final Research

diamati dan jumlah daun pada kedua klon tersebut tidak berbeda nyata. Akan

tetapi pada 5 MST jumlah daun paling banyak terdapat pada Atnola 12 yaitu 17.5

daun. Rata-rata jumlah daun bertambah sebanyak 2.5 daun per minggu untuk

Atnola 9 dan 3.8 daun per minggu untuk Atnola 12.

Tabel 3. Jumlah daun klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan

Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST Klon 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Atlantik 1.9 bcd 4.0 bcd 5.7 ef 7.9 cd 10.4 cd Granola 1.7 bcde 4.4 bc 6.9 cd 9.7 b 11.9 bc Atnola 1 1.8 bcd 4.2 bcd 6.0 ef 8.9 bc 9.9 cde Atnola 2 1.1 de 4.1 bcd 5.7 def 7.5 cd 9.9 cde Atnola 3 2.1 bc 3.8 cd 6.1 def 8.8 bc 10.7 cd Atnola 4 0.8 e 4.0 b 5.8 def 7.6 cd 9.7 def Atnola 5 1.4 bcde 4.3 bc 6.1 def 7.5 cd 10.7 cd Atnola 9 3.1 a 5.7 a 8.4 ab 12.1 a 13.1 b Atnola 10 1.5 bcde 3.9 cd 7.4 bc 7.4 cd 8.3 ef Atnola 12 2.3 b 5.5 a 9.3 a 11.9 a 17.5 a Atnola 22 1.9 bcd 5.1 ab 5.5 ef 8.7 bc 11.1 bcd Atnola 25 1.3 cde 3.2 d 4.9 f 6.6 d 7.8 f Atnola 26 1.8 bcd 4.4 bc 6.6 cde 9.1 bc 11.2 bcd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%; MST = Minggu Setelah Tanam.

Jumlah daun Atnola 9 dan Atnola 12 juga lebih banyak dibandingkan

kedua tetuanya, yaitu kultivar Atlantik dan kultivar Granola. Jumlah daun pada

Atnola 9 berbeda nyata dibandingkan tetuanyanya pada 1-5 MST. Sedangkan

jumlah daun pada Atnola 12 tidak berbeda nyata dibandingkan tetuanyanya pada 1

MST, tetapi mulai 2 MST sampai 5 MST jumlah daun pada Atnola 12 berbeda

nyata dengan tetua. Hal ini menunjukkan bahwa Atnola 9 dan Atnola 12

mempunyai respon pertumbuhan lebih baik dari daripada tetua dalam karakter

jumlah daun sehingga berpotensi menjadi klon kentang unggul.

Gambar 4 menunjukkan pola pertambahan jumlah daun pada 1-5 MST

terhadap semua klon yang diuji. Atnola 9 dan Atnola 12 menunjukkan pola

pertambahan jumlah daun terbanyak dari semua klon yang diamati termasuk

tetuanya, yaitu kultivar Atlantik dan Granola. Sedangkan Atnola 25 memiliki

pertambahan jumlah daun paling sedikit dari semua klon yang diamati.

Page 31: Final Research

02468

101214161820

0 1 2 3 4 5Minggu Setelah Tanam

Jum

lah

daun

AtlantikGranolaAtnola 9Atnola 12Atnola 25

Gambar 4. Jumlah daun klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Jumlah daun akan mempengaruhi fotosintesis tanaman karena daun pada

tumbuhan tingkat tinggi merupakan alat fotosintesis. Proses fotosintesis akan

menghasilkan fotosintat yang digunakan sebagai cadangan makanan. Pada

tanaman kentang, sebagian fotosintat digunakan untuk proses pertumbuhan dan

sebagian disimpan dalam bentuk umbi sehingga diindikasikan pembentukan umbi

akan semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah daun.

Jumlah Buku

Jumlah buku diamati setiap minggu sampai 5 MST. Buku mulai terbentuk

setelah 1 MST. Analisis ragam menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada

pengujian in vitro selama 1-5 MST.

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah buku terbanyak pada 1 MST terdapat

pada Atnola 9 yaitu 2.3 buku per eksplan. Akan tetapi Atnola 12, Atnola 22,

kultivar Atlantik dan kultivar Granola juga menunjukkan jumlah buku yang tidak

berbeda nyata dengan Atnola 9 pada 1 MST. Pada 2-5 MST, Atnola 12

menunjukkan jumlah buku paling banyak diantara semua klon yang diuji. Pada 2-

4 MST, jumlah buku Atnola 9 dan Atnola 12 tidak berbeda nyata dan nilainya

Page 32: Final Research

menunjukkan jumlah buku terbanyak diantara semua klon yang diamati, termasuk

tetuanya. Hal ini menunjukkan bahwa Atnola 12 dan Atnola 9 menunjukkan

tingkat pertumbuhan lebih baik dalam jumlah buku dibandingkan tetuanya yaitu

kultivar Atlantik dan Granola. Ruas buku pada klon yang diamati bertambah

antara 2-4 buku setiap minggunya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wattimena

(2000) yang menyatakan bahwa stek mikro kentang akan bertambah rata-rata 4

buku per eksplan setiap minggunya.

Tabel 4. Jumlah buku klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan

Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Klon 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Atlantik 1.9 ab 4.0 bc 5.7 def 7.8 bc 10.4 bcd Granola 1.7 abcd 4.4 b 6.9 bc 8.8 b 11.9 bc Atnola 1 1.6 abcd 3.9 bc 6.0 def 8.7 b 9.9 cde Atnola 2 1.1 cd 4.1 bc 5.7 cdef 6.5 c 10.3 bcde Atnola 3 2.1 ab 3.8 bc 6.0 de 8.7 b 10.7 bcd Atnola 4 0.9 d 3.9 bc 5.8 cdef 6.5 c 9.7 def Atnola 5 1.5 bcd 4.3 b 6.1 cdef 7.3 bc 10.7 bcd Atnola 9 2.3 a 4.7 ab 7.8 ab 11.5 a 12.3 b Atnola 10 1.5 abcd 3.9 bc 5.5 ef 7.2 bc 8.3 ef Atnola 12 2.1 abc 5.5 a 9.4 a 11.4 a 17.5 a Atnola 22 1.9 ab 4.4 b 6.8 bc 8.0 bc 11.1 bcd Atnola 25 1.4 bcd 3.2 c 4.9 f 6.6 c 7.8 f Atnola 26 1.8 abc 4.4 b 6.6 bcd 8.5 b 11.2 bcd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%; MST = Minggu Setelah Tanam.

Gambar 5 menunjukkan pola pertumbuhan jumlah buku dari semua klon

kentang yang diuji. Pola pertumbuhan buku terbanyak terdapat pada Atnola 9 dan

Atnola 12. Atnola 9 dan Atnola 12 menunjukkan pola pertambahan jumlah daun

terbanyak dari semua klon yang diamati termasuk tetuanya, yaitu kultivar Atlantik

dan Granola. Sedangkan Atnola 25 memiliki pertambahan jumlah daun paling

sedikit dari semua klon yang diamati.

Page 33: Final Research

02468

101214161820

0 1 2 3 4 5Minggu Setelah Tanam

Jum

lah

buku

AtlantikGranolaAtnola 9Atnola 12Atnola 25

Gambar 5. Jumlah buku klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Jumlah buku akan mempengaruhi pembentukan umbi mikro karena umbi

pada umumnya terbentuk pada stolon yang muncul dari ketiak buku. Menurut

Appeldoorn (1999) umbi mikro dapat diinisiasi dari sub apikal stolon, tunas

meristem, tunas apikal dan atau tunas aksilar. Hutabarat (1994) menyatakan

bahwa kondisi suhu optimum pembentukan buku adalah 20-250 C dengan

penyinaran terus-menerus. Semakin lama penyinaran akan membuat batang tunas

mikro kentang semakin tebal dan pendek. Batang yang tebal dan pendek lebih

mudah disubkultur daripada batang yang panjang dan kurus.

Jumlah Tunas

Pengamatan jumlah tunas dilakukan setiap minggu sampai 5 MST. Tunas

yang diamati merupakan tunas yang tumbuh dari ketiak daun. Pada 1 MST, belum

semua klon membentuk tunas meskipun terdapat beberapa klon yang mampu

membentuk tunas mulai 1 MST yaitu Atnola 3, Atnola 9, Atnola 22 dan Atnola

25. Analisis ragam menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada semua minggu

pengamatan kecuali pada 2 MST yang menunjukkan hasil berbeda nyata (Tabel

5).

Page 34: Final Research

Tabel 5. Jumlah tunas klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Klon 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Atlantik 0.9 a 1.0 b 1.2 b 1.3 bcd 1.7 cde Granola 1.0 a 1.1 ab 1.9 a 2.2 a 2.8 b Atnola 1 0.8 a 0.9 b 1.4 b 1.8 ab 2.8 b Atnola 2 0.8 ab 1.2 ab 1.2 b 1.6 bcd 2.1 bcd Atnola 3 1.0 a 1.0 b 1.4 b 1.9 ab 2.5 bc Atnola 4 0.6 b 1.0 b 1.2 b 1.8 ab 2.2 bc Atnola 5 0.9 a 1.0 b 1.0 b 1.1 d 1.2 e Atnola 9 1.0 a 1.0 b 1.1 b 1.3 bcd 1.4 de Atnola 10 0.9 a 1.0 b 1.1 b 1.2 cd 1.3 e Atnola 12 0.9 a 1.3 a 1.8 a 1.9 ab 3.9 a Atnola 22 1.0 a 0.9 b 1.2 b 1.5 bcd 2.2 bc Atnola 25 1.0 a 1.0 b 1.1 b 1.7 abc 2.3 bc Atnola 26 0.8 a 1.1 b 1.4 b 1.8 ab 2.4 bc

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%; MST = Minggu Setelah Tanam.

Tabel 5 menunjukkan hasil bahwa jumlah tunas pada 1 MST tidak berbeda

nyata untuk semua klon yang diuji. Jumlah tunas terbanyak pada 2 dan 5 MST

terdapat pada Atnola 12 yaitu 1.25 tunas per eksplan (2 MST) dan 3.85 tunas per

eksplan (5 MST). Pada 4 MST jumlah tunas terbanyak terdapat pada kultivar

Granola yaitu 2.15 tunas per eksplan. Pada 3 MST, jumlah tunas pada Atnola 12

dan kultivar Granola tercatat paling banyak diantara semua klon yang diamati

yaitu 1.95 tunas per eksplan (kultivar Granola) dan 1.8 tunas per eksplan (Atnola

12). Nilai ini tidak berbeda nyata. Secara umum, jumlah tunas pada semua klon

yang diamati tidak berbeda jauh, yaitu antara 1-3 tunas per eksplan. Akan tetapi,

Atnola 12 menunjukkan respon pertambahan jumlah tunas paling cepat diantara

semua klon yang diuji. Meskipun nilainya tidak berbeda nyata dengan kultivar

Granola, rata-rata pertambahan tunas untuk Atnola 12 lebih tinggi dibandingkan

kultivar Granola yaitu 0.75 tunas (Atnola 12) dan 0.44 tunas (kultivar Granola).

Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan Atnola 12 yang lebih baik

dibandingkan tetuanya dalam parameter jumlah tunas.

Gambar 6 menunjukkan pola pertumbuhan jumlah tunas pada 1-5 MST

klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola. Pola

Page 35: Final Research

pertumbuhan tunas tertinggi terdapat pada Atnola 12. Atnola 1 dan Atnola 3 juga

menunjukkan pola pertumbuhan tunas yang lebih baik daripada tetuanya yaitu

kultivar Atlantik. Hal ini menunjukkan bahwa Atnola 1, Atnola 3 dan Atnola 12

mempunyai potensi sebagai klon kentang unggul dalam karakter jumlah tunas

dibandingkan tetuanya.

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

0 1 2 3 4 5Minggu Setelah Tanam

Jum

lah

tuna

s

AtlantikGranolaAtnola 1Atnola 3Atnola 5Atnola 12

Gambar 6. Jumlah tunas klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Menurut Wattimena (1986) umbi mikro dapat tumbuh secara langsung

dari ketiak tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal

tunas baru. Tunas yang muncul adalah tunas aksilar karena berasal dari ketiak

daun (Kusumaningrum, 2004). Tunas tersebut berwarna putih pucat dan tunas

yang tumbuh akan membentuk individu baru sehingga membuat kemungkinan

terbentuknya buku semakin besar.

Jumlah Akar

Jumlah akar diamati setiap minggu sampai 5 MST. Akar mulai terbentuk

pada 1 MST. Perakaran kentang berupa akar tunggang dengan banyak akar lateral

sehingga akar yang diamati adalah akar primer (akar tunggang yang melekat

langsung pada batang tanaman), hal ini dimaksudkan untuk mempermudah

Page 36: Final Research

penghitungan. Analisis ragam menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata pada

1-5 MST (Tabel 6).

Tabel 6. Jumlah akar klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Klon 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Atlantik 0.8 cd 2.1 cd 2.4 d 2.4 de 2.4 de Granola 0.9 cd 3.6 b 4.4 b 4.4 b 4.4 bc Atnola 1 0.7 cd 1.9 cd 2.4 d 2.4 de 2.7 de Atnola 2 0.5 cd 2.2 c 2.4 d 2.5 de 2.6 de Atnola 3 1.4 c 1.9 cd 3.1 cd 3.5 bcd 3.7 bcd Atnola 4 0.4 d 1.6 cd 2.6 d 2.8 de 3.2 cde Atnola 5 1.0 cd 2.6 c 3.3 cd 3.4 bcde 3.4 bcd Atnola 9 0.8 cd 1.9 cd 3.4 bcd 4.5 b 4.6 b Atnola 10 1.2 cd 1.9 cd 2.2 d 2.2 e 2.2 e Atnola 12 4.6 a 5.6 a 6.3 a 6.5 a 6.9 a Atnola 22 1.2 cd 2.4 c 3.2 cd 3.4 bcde 4.5 b Atnola 25 2.4 b 3.7 b 3.9 bc 4.0 bc 4.4 bc Atnola 26 0.5 d 1.1 d 2.7 d 3.0 cde 3.3 bcde

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%; MST = Minggu Setelah Tanam.

Tabel 6 menunjukkan bahwa semua klon mampu membentuk akar. Pada

umumnya pertambahan akar primer rata-rata tiap minggu adalah 0.58 akar per

eksplan. Atnola 12 memiliki jumlah akar terbanyak pada 1-5 MST dibandingkan

semua klon yang diuji, termasuk kedua tetua. Pada 1 MST, Atnola 12 dan Atnola

25 memiliki jumlah akar lebih banyak dari kedua tetua, sedangkan klon-klon lain

memiliki jumlah akar yang tidak berbeda nyata dengan tetua (kultivar Atlantik

dan Granola). Pada 2-5 MST, Atnola 25 memiliki jumlah akar tidak berbeda nyata

dibandingkan kultivar Granola tetapi jumlah akar Atnola 25 lebih banyak dari

kultivar Atlantik. Pada 3-5 MST, Atnola 5 dan Atnola 9 memiliki jumlah akar

tidak berbeda nyata dengan kultivar Granola tetapi kedua klon tersebut memiliki

jumlah akar lebih banyak dari kultivar Atlantik. Hal ini berarti tingkat

pertumbuhan Atnola 5, Atnola 9, Atnola 12, Atnola 22 dan Atnola 25 lebih baik

dibandingkan tetua dalam jumlah akar.

Gambar 7 menunjukkan pola pertumbuhan jumlah akar semua klon yang

diuji pada 1-5 MST. Pertumbuhan jumlah akar tertinggi terdapat pada Atnola 12.

Page 37: Final Research

Atnola 5, Atnola 9 dan Atnola 25 menunjukkan pola pertumbuhan jumlah akar

lebih baik dari tetuanya yaitu kultivar Atlantik.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 1 2 3 4 5Minggu Setelah Tanam

Jum

lah

akar Atlantik

GranolaAtnola 9Atnola 12Atnola 25

Gambar 7. Jumlah akar klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Akar merupakan komponen pokok dari tanaman, baik dalam hal fungsi

maupun dalam jumlah besarnya. Harjadi (1996) menyatakan bahwa akar

berfungsi sebagai alat absorpsi, pengukuhan tegaknya tanaman dan tempat

penyimpanan sehingga diindikasikan jumlah akar pada pengujian in vitro akan

berkorelasi positif dengan jumlah akar di lapang dan membuat tanaman lebih

tegak saat ditanam dalam kondisi in vivo.

Tahap Pengumbian

Parameter yang diamati pada tahap pengumbian adalah waktu inisiasi

umbi, keserempakan umbi, jumlah umbi per botol, diameter umbi, jumlah mata

tunas, bobot basah per umbi, dan bobot kering umbi. Inisiasi dan keserempakan

umbi adalah parameter yang digunakan untuk menentukan umur suatu kultivar

kentang. Jumlah umbi, diameter umbi, jumlah mata tunas, bobot basah/umbi, dan

bobot kering umbi merupakan parameter untuk menduga produksi dan kualitas

umbi. Alsadon et al (1988) dan Lentini (1988) menyatakan bahwa pengujian

terhadap beberapa kultivar mengindikasikan produksi umbi dan beberapa karakter

Page 38: Final Research

terkait dapat dievaluasi secara in vitro dan dapat direfleksikan di lapang. Menurut

Gopal dan Minocha (1998) hasil pengujian in vitro terhadap jumlah umbi, bobot

umbi dan jumlah mata memiliki korelasi yang sangat nyata.

Waktu Inisiasi dan Keserempakan Umbi

Inisiasi umbi adalah proses diferensiasi tunas pada stolon menjadi

primordia umbi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998), pada tahap selanjutnya umbi

terbentuk akibat deposisi pati atau karbohidrat yang disebabkan pembelahan sel

(Arteca, 1996). Keserempakan tumbuh umbi yang cepat mengacu pada

mekanisme deposisi (pengisian) karbohidrat yang seragam dalam perlakukan yang

sama dan merupakan salah satu cara untuk menduga umur suatu kultivar kentang.

Pada penelitian ini, semua klon yang diuji mampu membentuk umbi dan

hal ini menunjukkan bahwa media yang digunakan mampu merangsang

pembentukan umbi dengan baik. Waktu inisisiasi umbi dicatat saat pertama kali

umbi terbentuk setelah penyiraman media pengumbian. Sedangkan keserempakan

umbi dihitung dari selisih waktu saat pembentukan umbi mencapai 100% dengan

inisiasi umbi. Analisis ragam menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata untuk

waktu inisiasi dan keserempakan umbi (Tabel 7).

Tabel 7. Waktu inisiasi dan keserempakan umbi klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro

Klon Inisiasi (hari) Keserempakan (hari) Atlantik 46.5 b 7.7 cde Granola 41.1 cd 6.6 de Atnola 1 36.3 d 10.6 bc Atnola 2 38.0 cd 0.0 f Atnola 3 48.7 b 6.7 de Atnola 4 26.0 e 12.2 b Atnola 5 40.7 cd 4.2 e Atnola 9 38.4 cd 11.9 b Atnola 10 54.3 a 0.0 f Atnola 12 25.5 e 16.0 a Atnola 22 23.2 e 18.1 a Atnola 25 41.6 c 8.8 bcd Atnola 26 48.5 b 6.5 de

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%.

Page 39: Final Research

Umbi mulai terbentuk setelah 3 MSP dan pengamatan umbi dilakukan

pada 1-10 MSP. Tabel 8 menunjukkan bahwa waktu inisiasi umbi yang

dibutuhkan berkisar antara 23.2 hari sampai 54.3 hari tergantung klon. Waktu

inisiasi umbi tercepat terjadi pada Atnola 22 yaitu 23.2 hari sedangkan inisiasi

terlama terjadi pada Atnola 10 yaitu 54.3 hari. Inisiasi umbi pada Atnola 12 (25.5

hari) dan Atnola 4 (26.0 hari) menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dari

Atnola 22. Waktu inisiasi tersebut lebih cepat dari waktu inisiasi tetuanya yaitu

kultivar Atlantik (46.5 hari) dan kultivar Granola (41.1 hari). Hal ini menunjukkan

bahwa Atnola 4, Atnola 12 dan Atnola 22 berpotensi untuk memiliki umur panen

yang lebih pendek (genjah) dibandingkan tetuanya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kultivar Granola memiliki

waktu inisiasi yang lebih singkat dibandingkan kultivar Atlantik. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Jonssten (1991) bahwa kultivar Granola memiliki umur genjah

sedangkan kultivar Atlantik memiliki umur sedang atau agak genjah. Pernyataan

Jonston diperkuat dengan hasil penelitian Ade (2003) yang menyatakan bahwa

kultivar Atlantik lebih lambat membentuk umbi dibandingkan kultivar Granola.

Beberapa klon yang memiliki waktu inisiasi tidak berbeda nyata dengan

kultivar Granola adalah Atnola 1, Atnola 2, Atnola 5, Atnola 9 dan Atnola 25.

Klon-klon tersebut diharapkan akan menjadi klon kentang unggulan yang

memiliki umur genjah seperti kultivar Granola. Pernyataan ini didukung oleh

Alsadon et al. (1988) dan Alsadon (1989) yang menyatakan bahwa terdapat kaitan

erat antara produksi umbi in vitro dengan produksi umbi di lapang.

Selisih waktu antara pembentukan umbi 100 % dengan inisiasi umbi

menunjukkan tingkat keserempakan umbi, dimana semakin kecil nilai selisih

tersebut maka semakin tinggi pula tingkat keserempakan klon tersebut. Nilai

keserempakan berkisar antar 0 hari sampai 18.1 hari. Selisih paling pendek dari

semua klon yang diuji terdapat pada Atnola 2 dan Atnola 10 yaitu 0 hari

sedangkan selisih paling panjang adalah Atnola 22 yaitu 18.11 hari (Tabel 7).

Waktu keserempakan 0 hari pada Atnola 2 dan Atnola 10 menunjukkan bahwa

jumlah umbi 100% tercapai saat inisiasi umbi terjadi. Setelah itu, umbi tidak akan

terbentuk kembali. Jika dibandingkan dengan tetuanya, kultivar Atlantik (nilai

selisih 7.67 hari) dan kultivar Granola (nilai selisih 6.58 hari), Atnola 2 dan

Page 40: Final Research

Atnola 10 terlihat lebih serempak dalam pembentukan umbi sehingga diharapkan

Atnola 2 dan Atnola 10 mampu menjadi klon kentang unggul dengan tingkat

keserempakan tinggi dibandingkan tetuanya.

Pengumbian mikro dipengaruhi oleh media, suhu dan cahaya. Menurut

Wetherell (1982), kondisi aseptik, kelembaban nisbi, suhu ruang simpan, dan

penyinaran yang sesuai perlu dijaga dalam masa kultur in vitro. Selanjutnya

Wattimena (1983) menyatakan bahwa lingkungan terbaik untuk pengumbian in

vitro adalah lingkungan bersuhu 15-200C dan tanpa cahaya. Pada tahap

pengumbian, semua klon yang diuji diberikan perlakuan yang relatif sama yaitu

suhu 16-200C dan tanpa cahaya sehingga diharapkan perbedaan yang muncul

merupakan respon dari genotipe masing-masing klon.

Jumlah Umbi

Jumlah umbi yang dihitung adalah jumlah umbi per tanaman. Analisis

sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata dari semua klon yang diuji.

Rata-rata jumlah umbi per tanaman yang dihasilkan bervariasi antara 0.7 sampai

2.4 umbi. Jumlah umbi terbanyak terdapat pada Atnola 12 dengan 2.4 umbi per

tanaman sedangkan jumlah umbi paling sedikit adalah Atnola 2 dengan 0.7 umbi

per tanaman (Tabel 8).

Hasil pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa terdapat klon yang

mempunyai jumlah umbi lebih banyak dari tetuanya. Atnola 12 memiliki jumlah

umbi lebih banyak dari kedua tetua meskipun jumlah umbi Atnola 12 tidak

berbeda nyata dengan kultivar Atlantik. Sedangkan Atnola 1, Atnola 4, Atnola 5,

Atnola 9 memiliki jumlah umbi lebih banyak dari kultivar Granola (Tabel 9).

Hasil pengujian secara in vitro ini dapat digunakan untuk menduga produksi klon

tersebut di lapang. Hal ini sesuai dengan penelitian Alsadon et al (1988) dan

Lentini (1988) yang menyatakan bahwa produktivitas umbi dapat dicerminkan

dari hasil umbi mikro secara in vitro. Menurut Naik et al. (1988), jumlah umbi

mikro lebih berperan dalam menentukan produksi di lapang sehingga Atnola 1,

Atnola 4, Atnola 5, Atnola 9 dan Atnola 12 diharapkan akan menjadi klon

kentang unggul berproduksi tinggi.

Page 41: Final Research

Tabel 8. Jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah mata tunas per umbi, bobot basah dan bobot kering umbi mikro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro

Klon Jumlah

umbi/tanaman Diameter

umbi (mm) Jumlah mata tunas/umbi

BB (gram)

BK (%)

Atlantik 2.0 b 4.43 defg 4.6 g 0.11 de 18.20 de Granola 1.3 de 4.06 efg 5.9 d 0.06 f 16.21 e Atnola 1 1.4 cd 5.55 b 5.2 ef 0.17 c 20.54 cd Atnola 2 0.7 g 5.41 b 6.7 b 0.19 b 25.74 a Atnola 3 0.9 fg 4.69 cde 6.2 bcd 0.07 ef 21.05 cd Atnola 4 1.5 cd 4.54 cdef 5.9 d 0.14 cd 18.27 de Atnola 5 1.7 c 3.94 fg 5.2 e 0.07 ef 20.78 cd Atnola 9 1.4 cd 6.89 a 5.2 ef 0.16 c 22.22 bc Atnola 10 0.8 fg 5.13 bc 4.8 fg 0.06 f 22.55 bc Atnola 12 2.4 a 6.84 a 6.5 bc 0.24 a 20.49 cd Atnola 22 1.6 cd 6.93 a 9.7 a 0.13 bcd 18.29 de Atnola 25 1.1 ef 3.78 g 5.9 d 0.04 f 24.64 ab Atnola 26 0.9 fg 4.75 cd 4.9 efg 0.11 de 21.03 cd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 5%; BB = Bobot Basah; BK = Bobot Kering.

Diameter Umbi

Diameter umbi dari semua klon yang diuji bervariasi dari 3.78 mm sampai

6.93 mm. Rata-rata diameter umbi terbesar terdapat pada Atnola 22 yaitu 6.93 mm

sedangkan rata-rata diameter terkecil terdapat pada Atnola 25 yaitu 3.78 mm.

Terdapat beberapa klon yang memiliki diameter tidak berbeda nyata dari Atnola

22 yaitu Atnola 9 (6.89 mm) dan Atnola 12 (6.84 mm). Sebagian besar klon yang

diuji memiliki diameter lebih besar daripada tetua yaitu Atnola 1, Atnola 2,

Atnola 3, Atnola 4, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 22, Atnola 25 dan Atnola 26

(Tabel 8). Menurut Mustika (2005), diameter umbi berkorelasi positif dengan

bobot basah umbi sehingga klon-klon yang berdiameter besar diharapkan akan

menjadi klon kentang unggul berproduksi lebih tinggi dari tetuanya. Gambar 8

menunjukkan perbedaan diameter umbi mikro klon-klon kentang hasil persilangan

kultivar Atlantik dan Granola.

Page 42: Final Research

Gambar 8. Umbi mikro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola

Menurut Wattimena (1992), diameter umbi mikro berkualitas baik adalah

5-10 mm. Akan tetapi dalam penelitian ini, penghitungan diameter umbi

dilakukan tanpa pengelompokan umbi. Hal ini didasarkan pada informasi bahwa

komposisi media yang digunakan bukanlah media yang optimum untuk semua

klon yang diuji. Genotipe yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda

pula. Menurut Leopold dan Kriedemann (1978) selain faktor lingkungan

(fotoperiodisme, cahaya dan suhu) pembentukan umbi dipengaruhi pula oleh

faktor genetik.

Secara umum umbi berbentuk bulat dan daging umbi berwarna putih

dengan nilai 5Y.9/6 berdasarkan Munsell Colour Chart. Namun ada terdapat klon

dengan umbi berbentuk lonjong, yaitu Atnola 22. Bentuk umbi pun mengalami

keunikan tersendiri karena terdapat umbi yang tumbuh di atas umbi (Gambar 9).

Terjadinya keanekaragaman bentuk umbi tersebut menunjukkan potensi

pembentukan kultivar kentang unggul sebagai bahan baku industri. Umbi

Page 43: Final Research

berbentuk panjang dan lonjong cocok digunakan untuk bahan baku industri

pengolahan kentang seperti potato chip dan french fries.

Gambar 9. Keragaman bentuk umbi pada Atnola 22 (A = umbi yang tumbuh di atas umbi; B = bentuk umbi lonjong)

Ukuran umbi juga dipengaruhi jarak umbi dengan media

(Kusumaningrum, 2004). Pada umumnya umbi yang dekat dengan media atau

bahkan terendam dalam media mempunyai ukuran lebih besar dari umbi yang

terbentuk jauh di atas media. Hal ini dikarenakan umbi yang mengalami kontak

dengan media akan lebih luas menyerap hara sehingga ukuran umbi semakin

membesar. Penelitian yang dilakukan kali ini juga menunjukkan fenomena yang

sama. Umbi yang terbentuk dalam media (kontak dengan media), berukuran lebih

besar dibandingkan umbi yang terbentuk jauh di atas permukaan media (Gambar

10).

Gambar 10. Perbedaan umbi mikro kentang yang terbentuk dalam media dan jauh dengan media (A = umbi yang terbentuk jauh dari

A B

A

B

Page 44: Final Research

media terlihat lebih kecil; B = umbi yang terbentuk di dalam media terlihat lebih besar dan dipenuhi kalus)

Jumlah Mata Tunas

Analisis sidik ragam jumlah mata tunas menunjukkan hasil berbeda sangat

nyata dari semua klon yang diuji. Jumlah mata tunas bervariasi berkisar antara 4.6

sampai 9.7 mata tunas per umbi. Jumlah mata tunas paling banyak terdapat pada

Atnola 22 yaitu sebanyak 9.7 mata tunas per umbi sedangkan jumlah mata tunas

paling sedikit terdapat pada kultivar Atlantik yaitu 4.6 mata tunas per umbi.

Atnola 2, Atnola 3, Atnola 12 dan Atnola 22 memiliki jumlah mata tunas lebih

banyak dari kedua tetuanya sehingga klon-klon tersebut berpotensi menjadi klon

kentang unggul dengan produksi tinggi (Tabel 9).

Jumlah mata tunas menentukan kualitas bibit kentang. Bibit berkualitas

baik memiliki mata tunas sekitar 3-5 mata (Setiadi dan Nurulhuda, 1993).

Berdasarkan pernyataan tersebut, semua klon yang diuji termasuk ke dalam bibit

berkualitas. Banyaknya mata tunas menentukan jumlah rumpun tanaman dimana

setiap rumpun akan menghasilkan umbi. Akan tetapi perlu diperhatikan, jika

terlalu banyak umbi maka ukuran umbi tidak akan maksimal (umbi berukuran

kecil). Gopal dan Minocha (1998) menyatakan bahwa hasil pengujian in vitro

terhadap mata tunas berkorelasi positif pada jumlah mata tunas saat pengujian di

lapang sehingga umbi mikro dengan mata tunas yang banyak akan memiliki mata

tunas yang banyak pula dalam kondisi in vivo.

Bobot Basah Umbi

Bobot basah umbi rata-rata berkisar antara 0.04 gram sampai 0.24 gram.

Bobot basah rata-rata terbesar terdapat pada Atnola 12 dengan bobot 0.24 gram

sedangkan bobot basah rata-rata terkecil terdapat pada Atnola 25 dengan bobot

0.04 gram. Dari pengujian didapatkan bobot basah rata-rata umbi kultivar Atlantik

sebesar 0.11 gram, lebih besar dibandingkan bobot basah kultivar Granola yaitu

sebesar 0.06 gram. Atnola 1, Atnola 2, Atnola 4, Atnola 9, Atnola 12, Atnola 22

dan Atnola 26 memiliki bobot basah lebih tinggi dibandingkan kultivar Atlantik.

Hampir semua klon mempunyai bobot basah lebih besar dari kultivar Granola

(Tabel 9). Klon yang memiliki bobot basah lebih besar daripada tetua berpotensi

menjadi klon kentang unggul dengan produksi tinggi.

Page 45: Final Research

Bobot basah umbi dipengaruhi oleh jumlah umbi dan ukuran umbi

(diameter umbi). Klon yang memiliki jumlah umbi banyak akan menyebabkan

distribusi asimilat menyebar ke setiap umbi, sehingga umbi berukuran kecil.

Sedangkan klon yang berumbi sedikit, distribusi asimilat akan terfokus kepada

pertumbuhan umbi sehingga umbi berukuran lebih besar. Pernyataan tersebut

sejalan dengan hasil penelitian Kusumaningrum (2004) dan Mustika (2005),

keduanya menyatakan bahwa umbi yang berdiameter besar memiliki bobot basah

yang tinggi pula.

Dengan demikian, jumlah umbi banyak belum tentu lebih menguntungkan

karena propagul bibit mikro kentang harus memenuhi standar kualitas tertentu

yaitu berdiameter > 5mm, bobot basah > 100 mg, dan bahan kering > 14%

(Wattimena, 1992). Berdasarkan hal tersebut, maka Atnola 1, Atnola 2, Atnola 9,

Atnola 12 dan Atnola 22 memenuhi standar untuk menjadi bibit mikro berkualitas

baik. Menurut Gopal dan Minocha (1998), bobot umbi mikro berkorelasi sangat

nyata dengan bobot umbi di lapangan sehingga klon-klon yang mempunyai umbi

mikro dengan bobot basah lebih tinggi dari tetua berpotensi menjadi klon unggul

yang berproduksi lebih baik dari tetuanya saat diuji di lapang. Atnola 1, Atnola 2,

Atnola 4, Atnola 12, Atnola 22 dan Atnola 26 berpotensi dikembangkan menjadi

kultivar kentang untuk konsumsi segar karena bobot basah klon-klon tersebut

relatif tinggi yaitu di atas 100 mg per umbi.

Bobot Kering Umbi

Bobot kering umbi menggambarkan banyaknya hasil-hasil metabolisme,

terutama karbohidrat (pati) yang diakumulasikan ke dalam umbi

(Kusumaningrum, 2004). Pengukuran bobot kering dilakukan dengan pengovenan

umbi pada suhu 700C sampai bobot umbi konstan. Proses pengovenan pada

penelitian ini dilakukan selama 3 hari. Analisis sidik ragam bobot kering per umbi

menunjukkan perbedaan sangat nyata untuk semua klon yang diuji.

Berdasarkan hasil pengujian bobot kering, bobot kering umbi rata-rata

berkisar antara 16.21% sampai 25.74%. Bobot kering rata-rata terbesar terdapat

pada Atnola 2 dengan bobot 25.74% sedangkan bobot kering rata-rata terkecil

terdapat pada kultivar Granola dengan bobot 16.21%. Hasil rata-rata bobot kering

Page 46: Final Research

umbi lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Bobot kering rata-rata umbi

kultivar Atlantik (18.20%) lebih besar dibandingkan kultivar Granola (16.21%).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Jossten (1991) di atas. Klon yang memiliki

bobot kering lebih tinggi dari kultivar Atlantik adalah Atnola 1, Atnola 2, Atnola

3, Atnola 5, Atnola 9, Atnola 10, Atnola 12, Atnola 25 dan Atnola 26. Klon-klon

tersebut berpotensi dikembangkan menjadi kultivar sebagai bahan baku industri

pengolahan kentang.

Wattimena (1992) menyatakan bahwa kriteria umbi mikro berkualitas baik

adalah umbi dengan bahan kering lebih dari 14%. Pada penelitian ini, bobot

kering klon-klon kentang yang diuji lebih besar dari 14 %. Hal ini diduga karena

akumulasi karbohidrat dalam umbi sangat besar. Bobot kering umbi terkait

dengan pemanfaatan umbi kentang. Konsumsi segar kentang menghendaki bobot

kering kecil sedangkan umbi kentang untuk industri pengolahan menghendaki

umbi kentang dengan bobot kering besar. Hal ini berhubungan dengan kandungan

air dan pati di dalam umbi saat diolah lebih lanjut. Pada umumnya kultivar

Granola digunakan untuk konsumsi segar karena berbahan kering kecil dan

mengandung kadar air besar sedangkan kultivar Atlantik cocok untuk bahan baku

industri karena berbahan kering tinggi dan kadar air kecil (Jossten, 1991). Dengan

demikian pengembangan dan pemanfaatan setiap klon akan berbeda tergantung

kepada kandungan air dan bahan kering umbi.

Page 47: Final Research

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola

memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi umbi mikro yang berbeda-beda

dibandingkan kedua tetuanya (kultivar Atlantik dan Granola). Terdapat klon yang

memiliki tingkat pertumbuhan dan produksi umbi mikro yang lebih baik daripada

tetuanya yaitu Atnola 12 (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buku, jumlah

tunas, jumlah akar, waktu inisiasi, jumlah umbi, diameter umbi, jumlah mata

tunas, bobot basah dan bobot kering); Atnola 9 (tinggi tanaman, jumlah daun,

jumlah buku, jumlah akar, jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah, bobot

kering); Atnola 2 (keserempakan, diameter umbi, jumlah mata tunas, bobot basah

dan bobot kering); Atnola 22 (tinggi tanaman, waktu inisiasi, diameter umbi dan

jumlah mata tunas); Atnola 4 (waktu inisiasi, jumlah umbi, diameter umbi dan

bobot basah); Atnola 5 (tinggi tanaman, jumlah umbi dan bobot kering); Atnola 1

(jumlah umbi, diameter umbi dan bobot basah); Atnola 25 (jumlah akar, diameter

umbi dan bobot kering); Atnola 3 (diameter umbi dan jumlah mata tunas); dan

Atnola 26 (diameter umbi dan bobot kering).

Saran

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian lebih

lanjut. Perlu dilakukan pengujian di lapang dan uji multilokasi terhadap klon-klon

kentang unggul hasil seleksi in vitro untuk mendapatkan kultivar unggul baru.

Selain itu, jumlah ulangan yang digunakan bisa dikurangi untuk mendapatkan

data yang lebih baik dan memudahkan dalam pengamatan.

Page 48: Final Research

DAFTAR PUSTAKA Alsadon, A. A., K. W. Knutson, J. C. Wilkinson. 1988. Relationship between

microtuber and minituber production and yield characteristics of six potato cultivar. Am. Potato. J. 65:468

Appeldoorn, N. J. G. 1999. Development Changes in carbohydrate Metabolism

During Early Tuberization of Potato. Tesis. Wageningen University. Netherlands. 133p.

Armini N. M., G. A. Watimena dan L. W. Gunawan. 1992. Perbanyakan

Tanaman. Hal 12-104 dalam G. A. Wattimena (Ed.). Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Espinoza, N. O., R. Estrada, D. Silva-Rodriquez, P. Tovar, R. Lizarraga and J. H.

Dodds. 1986. The Potato: a model crop plan for tissue culture. Agric. 15(1):21-26.

Gopal, J. 2001. In vitro and in vivo genetic parameters and character association

in potato. Euphytica 118:145-151. Gopal, J and J. L. Minocha. 1988. Effectiveness of in vitro selection for

agronomist characters in potato. Euphytica 103:67-74. Gunawan, L. W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Departemen

Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 303 hal.

Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta. 197hal. Hartus, T. 2001. Usaha Pembibitan kentang Bebas Virus. Penebar Swadaya.

Jakarta. 132hal. Hussey, G. and N. J. Stacey. 1981. In vitro propagation of potato (Solanum

tuberosum L.). Ann. Bot. 48:787-796. Hutabarat, R. 1994. Pengaruh media, BAP, dan Paclobotrazol terhadap produksi

umbi mini kentang (Solanum tuberosum) kultivar Red Pontianac. (Tesis). Program Paca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jossten, A. 1991. Genteurs Lyst Voor Aaudapped Vagger. CPRO-DLO.

Wagenningen, Netherland. Kawakami, J., K. Iwama, T. Hasegawa, and Y. Jitsuyama. 2003. Growth and yield

of potato plant grown from microtubers in field. Amer. J. Of Potato Res. 80:371-378.

Page 49: Final Research

Kusumaningrum, L. 2004. Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya dan Air Kelapa pada Media Pertunasan terhadap produksi Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Granola Secara In Vitro. (Skripsi). Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50hal.

Leoplod, A. C. and P. E. Kriedemann. Plant Growth and Development Mc Graw-

Hill Book Company. New York. 545p. Lentini, Z. 1988. In vitro screening for early tuberization of potatoes. Agricell

Rep. 11:11. Mustika, H. 2005. Pengaruh Kombinasi Beberapa Taraf Nitrogen dengan

Inhibitor terhadap Pengumbian Kentang (Solanum tuberosum L.). (Skripsi). Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53hal.

Naik, R. E. and W. H. Lindhout. 2006. Breeding for Resistence Againts Disease

and Pests. Laboratorium of Plant Breeding Wageningen University. Wageningen.

Pierik, R. L. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus Nyhoff Publ.

Dordrecht. Poehlman, J. M. 1993. Breeding Field Crops. Van Nostrand Reinhold. New York. Riksanto, D. 2003. Pendugaan Umur Beberapa Kultivar Kentang (Solanum

tuberosum) Melalui Teknik Pengumbian In Vitro. (Skripsi). Juruan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 39hal.

Roca, W. M., N. Espinoza, M. R. Roca and J. E. Bryan. 1987. A tissue culture

methods for the rapid propagation of potatoes. Am. Potato J. 55:691-701.

Rubatzky, V. E. dan Yamaguci. 1998. Sayuran Dunia 1. Prinsip, Produksi, dan

Gizi. Penerbit ITB. Bandung. 313hal. Rukmana, R. 1997. Kentang: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta. 90hal. Santoso, U. dan F. Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press.

Malang. 191 hal. Setiadi dan S. F. Nurulhuda. 1993. Kentang: Varietas dan Pembudidayaan.

Penebar Swadaya. Jakarta. 89hal.

Page 50: Final Research

Sutjahjo, S. H., S. Sujiprihati dan M. Syukur. Diktat Kuliah Pengantar Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 199hal. (Tidak Dipublikasikan)

Thompson, H. C. and W. C. Kelly. 1957. Vegetable Crops. Mc Graw Hill Book

Company. New York. 611p Tjitrosoepomo, G. 1997. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta. 266hal. Wattimena, G. A. 1983. Micropropagation as an alternative technology for potato

production in indonesia. Phd. Thesis University of Wiscounsin. Madison. 201p.

. 1986. Pengadaan dan Peningkatan Mutu Bibit Kentang dengan

Sistem Pembiakan in vitro. Bekerjasama dengan direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarkat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor

. 2000. Pengembangan propagul kentang bermutu dan kultivar kentang unggul dakam mendukung peningkatan produksi kentang di Indonesia. Orasi Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattjik, E. Syamsudin, N. M. A.

Wiendi, dan A. Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 309 hal.

Wattimena, G. A., A. Purwito, H. M. Machmud dan Samanhudi, 2001. Perakitan

kultivar kentang unggul Indonesia secara cepat dengan metode turunan klonal biji tunggal dan pra evaluasi secara in vitro. Simp. Pemuliaan dan Seminar Hasil Penelitian Jurusan Budidaya Pertanian. Bogor, 24-25 April.

Wetherell, D. F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro, IKIP

Semarang Press. Semarang. 110 hal. Winata, L. 1984. Tissue Culture Techniques. Training course on seed technology

of forest tress. Seameo. Biotrop. Bogor. 10p. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikutura. 2005.

Produktivitas Kentang Menurut Provinsi. www.deptan.go.id [Diakses pada 22 Januari 2007]

FAO. 2005. FAO Statistic Database. www.faostat.org. [Diakses pada 22 Januari

2007]

Page 51: Final Research

LAMPIRAN

Page 52: Final Research

Tabel lampiran 1. Komposisi media Murashige-Skoog

Stok Bahan Konsentrasi Pemakaian ppm Larutan (g/l) ml/L media

A NH4NO3 82.500 20 1.650.000 B KNO3 95.000 20 1.900.000 C KH2PO4 34.000 170.000 H3BO3 1.240 6.200 KI 0.166 5 0.830 NaMoO4.2H2O 0.050 0.2500 CoCl2.6H2O 0.005 0.025 D CaCl.2H2O 88.000 5 440.000 E MgSO4.7H2O 74.000 370.000 MgSO4.4H2O 4.460 5 22.300 ZnSO4.7H2O 1.720 8.600 CuSO4.5H2O 0.005 0.025 F Na2EDTA.2H2O 3.730 10 37.300 FeSO4.7H2O 2.780 27.800 Myo Myo-inositol 10.000 10 100.000 Vitamin Thiamin 0.010 0.100 Niacin 0.050 10 0.500 Pyridoxine 0.050 0.500 Glycin 0.200 2.000

Sumber: Gunawan (1988)

Page 53: Final Research

Tabel lampiran 2. Komposisi media Murashige-Skoog yang telah

dimodifikasi sebagai media pengumbian

Stok Bahan Konsentrasi Pemakaian ppm Larutan (g/l) ml/L media

A NH4NO3 82.500 20 1.650.000 B KNO3 95.000 20 1.900.000 C KH2PO4 34.000 170.000 H3BO3 1.240 6.200 KI 0.166 5 0.830 NaMoO4.2H2O 0.050 0.2500 CoCl2.6H2O 0.005 0.025 D CaCl.2H2O 88.000 5 440.000 E MgSO4.7H2O 74.000 370.000 MgSO4.4H2O 4.460 5 22.300 ZnSO4.7H2O 1.720 8.600 CuSO4.5H2O 0.005 0.025 F Na2EDTA.2H2O 3.730 10 37.300 FeSO4.7H2O 2.780 27.800 Myo Myo-inositol 10.000 10 100.000 Vitamin Thiamin 0.010 0.100 Niacin 0.050 10 0.500 Pyridoxine 0.050 0.500 Glycin 0.200 2.000 Gula (Sukrosa) 90 Air Kelapa 15 Alar 10 10.000 BAP 5 5.000

Page 54: Final Research

Tabel lampiran 3. Sidik ragam tinggi tanaman klon-klon kentang hasil

persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 43.36 (6.74) 3.61 (0.56) 7.75 0.0001 72.39 1 MST Galat 247 115.24 (19.21) 0.47 (0.78) (7.22) (0.0001) (24.06) Total 259 158.59 (25.95) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 209.2 (14.38) 17.43 (1.19) 6.06 0.0001 50.04 2 MST Galat 247 710.19 (53.09) 2.88 (0.22) (5.57) (0.0001) (24.33) Total 259 919.39 (67.47) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 497.08 (20.21) 41.42 (1.68) 8.68 0.0001 41.24 3 MST Galat 247 1178.26 (54.86) 4.77 (0.22) (7.58) (0.0001) (20.08) Total 259 1675.35 (75.07) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 865.68 (25.91) 72.14 (2.16) 9.57 0.0001 36.78 4 MST Galat 247 1861.64 (56.51) 7.54 (0.22) (9.44) (0.0001) (17.29) Total 259 2727.32 (82.42) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 1712.14 (40.43) 142.68(3.37) 11.87 0.0001 38.43 5 MST Galat 247 2669.66 (71.48) 12.02 (0.29) (11.64) (0.0001) (17.84) Total 259 4681.81(111.91) **

Keterangan : x (y) = data asli (data transformasi √x 0.5); ** = tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Tabel lampiran 4. Sidik ragam jumlah daun klon-klon kentang hasil

persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 80.00 (7.8) 6.67 (0.65) 4.38 0.0001 70.99 1 MST Galat 247 376.20 (42.79) 1.52 (0.17) (3.75) (0.0001) (29.12) Total 259 456.22 (50.59) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 115.45 (5.10) 9.62 (0.42) 4.36 0.0001 34.19 2 MST Galat 247 545.40 (30.20) 2.20 (0.12) (3.46) (0.0001) (16.11) Total 259 660.85 (35.28) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 361.7 (11.6) 30.1 (0.96) 9.76 0.0001 27.1 3 MST Galat 247 763.2 (25.6) 3.01 (0.1) (9.34) (0.0001) (12.3) Total 259 1124.9 (37.2) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 679.6 (16.5) 56.6 (1.37) 9.38 0.0001 28.2 4 MST Galat 247 1490.9 (38.5) 6.06 (0.16) (8.82) (0.0001) (13.2) Total 259 2170.5 (55.0) **

Page 55: Final Research

Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 1396.3 (25.6) 116.4 (2.2) 12.83 0.0001 27.5 5 MST Galat 247 2240.2 (45.5) 9.06 (0.18) (12.04) (0.0001) (12.8) Total 259 3636.5 (72.2) **

Keterangan : x (y) = data asli (data transformasi √x 0.5); ** = tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Tabel lampiran 5. Sidik ragam jumlah buku klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 40.8 (5.02) 3.4 (0.42) 2.58 0.003 69.29 1 MST Galat 247 325.7 (39.6) 1.3 (0.16) (2.61) (0.002) (28.39) Total 259 366.5 (44.6) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 67.9 (3.27) 5.66 (0.27) 3.05 0.0005 32.68 2 MST Galat 247 458.6 (28.14) 1.86 (0.11) (2.39) (0.0061) (15.83) Total 259 526.6 (31.41) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 322.18 (4.98) 26.85 (0.41) 8.57 0.0001 27.69 3 MST Galat 247 773.8 (23.38) 3.13 (0.95) (4.38) (0.0001) (12.08) Total 259 1095.98 (28.36) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 649.49 (16.68) 54.12 (1.39) 10.13 0.0001 27.99 4 MST Galat 247 1320.25(35.99) 5.35 (0.15) (9.54) (0.0001) (13.05) Total 259 1969.74(52.68) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 1328.28 (25.22) 110.69(2.10) 12.29 0.0001 27.55 5 MST Galat 247 2224.70 (45.96) 9.00 (0.19) (11.30) (0.0001) (12.94) Total 259 3552.98 (71.19) **

Keterangan : x (y) = data asli (data transformasi √x 0.5); ** = tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Tabel lampiran 6. Sidik ragam jumlah tunas klon-klon kentang hasil

persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 4.25 (1.12) 0.35 (0.09) 2.65 0.002 41.53 1 MST Galat 247 33.05 (8.07) 0.13 (0.03) (2.86) (0.001) (15.58) Total 259 37.30 (9.19) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 1.73 (0.22) 0.14 (0.02) 1.89 0.03 26.77 2 MST Galat 247 18.95 (2.51) 0.07 (0.01) (1.80) (0.04) (8.16) Total 259 20.69 (2.73) * Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 19.44 (2.06) 0.62 (0.17) 4.32 0.0001 47.28 3 MST Galat 247 92.75 (9.52) 0.37 (0.04) (4.45) (0.0001) (14.83) Total 259 112.19 (11.58) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 23.34 ( 2.45) 1.95 (0.20) 3.06 0.0005 49.98

Page 56: Final Research

4 MST Galat 247 157.25 (2.45) 0.64 (0.06) (3.16) (0.0003) (17.86) Total 259 180.59 ( 18.42) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 130.11 (10.88) 10.84 ( 0.91) 7.79 0.0001 53.89 5 MST Galat 247 343.65 (26.75) 1.39 (0.11) ( 8.37) (0.0001) (20.63) Total 259 473.76 (37.63) **

Keterangan : x (y) = data asli (data transformasi √x 0.5); ** = tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Tabel lampiran 7. Sidik ragam jumlah akar klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro selama 1-5 MST

Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 306.15 ( 28.74) 25.51 (2.39) 24.04 0.0001 82.66 1 MST Galat 247 262.10 ( 31.95) 1.06 (0.13) (18.51) (0.0001) (29.28) Total 259 568.25 (60.69) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 334.54 ( 25.43) 27.87 ( 2.12) 13.71 0.0001 57.40 2 MST Galat 247 502.40 ( 46.71) 2.03 ( 0.19) (11.21) (0.0001) (26.26) Total 259 836.94 72.15) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 314.15 (18.54) 26.18 (1.54) 9.71 0.0001 50.83 3 MST Galat 247 666.00 (46.78) 2.69 ( 0.19) (8.16) (0.0001) (23.33) Total 259 980.15 (65.32) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 337.92 (19.36) 28.16 (1.61) 10.02 0.0001 48.75 4 MST Galat 247 694.10 (43.05) 2.81 ( 0.17) (9.25) (0.0001) (21.71) Total 259 1032.02 (62.41) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 408.45 ( 21.83) 34.04 ( 1.82) 9.66 0.0001 50.99 5 MST Galat 247 870.05 (6.45) 3.52 ( 0.19) (9.67) (0.0001) (21.91) Total 259 1278.50 ( 68.28) **

Keterangan : x (y) = data asli (data transformasi √x 0.5); ** = tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Page 57: Final Research

Tabel lampiran 8. Sidik ragam waktu inisiasi, keserempakan umbi, jumlah

umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah mata tunas per umbi, bobot basah dan bobot kering klon-klon kentang hasil persilangan kultivar Atlantik dan Granola pada pengujian in vitro

Parameter Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 16497.82 1374.82 32.82 0.0001 16.53 Waktu Galat 182 7623.46 41.89 ** inisiasi Total 194 24121.28 Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 5297.6(220.99) 441.4(8.42) 20.11 0.0001 55.77 Keseremapakan Galat 182 3995.6( 120.92) 21.95(0.66) (27.72) (0.0001) (30.47) umbi Total 194 9293.2(341.92) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 43.76 (5.49) 3.65( 0.45) 19.15 0.0001 32.45 Jumlah umbi Galat 182 34.65 (4.28) 0.19( 0.02) (19.45) (0.0001) (11.45) per tanaman Total 194 78.42 (9.78) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 226.96 18.91 26.92 0.0001 16.27 Diameter umbi Galat 182 127.86 0.70 ** Total 194 354.82 Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 311.73 25.98 81.84 0.0001 9.55 Jumlah mata Galat 182 57.77 0.32 ** tunas per umbi Total 194 369.49 Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 0.63 (0.29) 0.05 ( 0.02) 21.15 0.0001 42.15 Bobot basah Galat 182 0.45 ( 0.36) 0.00 ( 0.00) (12.49) (0.0001) (5.69) Total 193 1.08 (0.66) ** Sumber DB JK KT F-Hit Pr > F CV Klon 12 1276.78 106.39 7.96 0.0001 17.60 Bobot kering Galat 182 2432.59 13.36 ** Total 194 3709.37

Keterangan : x (y) = data asli (data transformasi √x 0.5); ** = tidak berbeda nyata pada uji beda nilai tengah DMRT taraf 1%; MST = Minggu Setelah Tanam

Page 58: Final Research

Gambar lampiran 9. Vigor in vitro klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam)

Page 59: Final Research

Gambar lampiran 10. Perbedaan klon-klon kentang hasil persilangan kultivar

Atlantik dan Granola pada 10 MSP (Minggu Setelah Pengumbian)