filsafat pancasila laporan
TRANSCRIPT
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
Realita Pemahaman Masyarakat Terhadap Pancasila dan Dampak Negatifnya......................................3
SEJARAH PANCASILA................................................................................................................................7
SIFAT-SIFAT PANCASILA.........................................................................................................................16
FUNGSI PANCASILA................................................................................................................................18
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................22
Lampiran Pertanyaan Dan Diskusi.........................................................................................................24
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah dasar negara Indonesia dan sekaligus ciri kepribadian bangsa Indonesia.
Kelima sila yang dinisbatkan dalam alinea ke-4 pembukaan Undang-undang Dasar 1945 sebagai
dasar pendirian negara Kesatuan Republik Indonesia haruslah dipahami secara utuh karena
kelima sila tersebut merupakan satu kesatuan yang mencerminkan ciri kepribadian bangsa
Indonesia. Sejarah pembentukan negara dan bangsa Indonesia memperlihatkan bahwa pluralitas
bangsa Indonesia merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, namun hal itu dipersatukan
dalam satu wadah (bangsa) karena memiliki kesamaan nilai-nilai dasar yang dihayatinya, dan
dirumuskan sebagai lima sila dalam Pancasila. Seloka Bhineka Tunggal Ika mengungkapkan jati
diri bangsa yang terdiri dari beraneka suku, agama, bahasa, dan budaya, namun tetap
membuatnya satu sebagai bangsa Indonesia.
Sejak tahun 1945 Pancasila telah menjadi dasar berbangsa dan bernegara Indonesia. Ir.
Soekarno menyebut pancasila sebagai Philosofische Grondslag ataufundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya dari Indonesia merdeka yang
akan berdiri kekal abadi. Selain itu Ir. Soekarno juga menyebut Pancasila sebagai
weltanschauung bangsa dan negara Indonesia. Di dalam Pancasila terkandung cita-cita, harapan,
dan tujuan dari terbentuk dan berdirinya Indonesia yang satu. Melalui nilai-nilai Pancasila
terciptalah sebuah masyarakat Indonesia yang kokoh dan harmonis. Oleh karena itu seharusnya
pancasila menjadi pandangan dasar bersama seluruh masyarakat Indonesia. Karena sejarah
perumusan dan pemikiran tentang Pancasila sejatinya merupakan sejarah penciptaan dan
penentuan identitas serta roh kebangsaan Indonesia.
Proses pemikiran dan perumusan Pancasila dipengaruhi oleh interaksi dengan sistem
berpikir dan nilai-nilai budaya, baik lokal maupun global. Dalam penggalian Pancasila, para
founding fathers selain diperkaya oleh berbagai pengalaman dalam pergulatan dengan nilai-nilai
yang terpendam dalam khazanah budaya sendiri, juga diwarnai oleh perjumpaan maupun
1
benturan dengan berbagai ideologi asing seperti liberalisme, kapitalisme, sosialisme,
komunisme, nazisme, facisme, konfusianisme, taoisme, dan sebagainya. Cara berpikir global
tersebut selain memperkaya dan mempertajam paradigma mereka, juga semakin memperteguh
keyakinan akan kekuatan dan kekayaan nilai-nilai yang bersumber dari idealisme dan budaya
sendiri.
Harus diakui bahwa saat ini kesadaran masyarakat Indonesia terhadap eksistensi
pancasila sebagai ideologi dan dasar negara terpecah antara setuju dan tidak, antara menerima
dan menolak, menyadari atau mengabaikan. Bahkan suatu fakta ironis pernah terjadi dalam
suatu acara hearing calon wakil bupati di salah satu kabupaten di Sulawesi. Hampir semua dari
para calon itu tidak hapal kelima sila yang ada dalam Pancasila, padahal mereka adalah calon
pemimpin masyarakat, salah satu pemimpin bangsa yang harusnya mampu memurnikan kembali
penerapan nilai-nilai Pancasila. Hal ini perlu diperhatikan dengan serius, sebab di zaman modern
ini yang penuh dengan nuansa globalisasi dan pengaruh asing, Pancasila semakin terabaikan.
Padahal kelima dasar negara ini benar-benar dimusyawarahkan dan disusun dengan prinsip
universalitas sehingga nilai-nilainya mampu diterima segenap bangsa Indonesia dan berlaku
sepanjang waktu. Sebagai tujuan dan juga instrumen untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia.
Maka Untuk kembali memurnikan penerapan Pancasila dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diperlukan suatu usaha bersama yang melibatkan
segenap elemen bangsa. Diawali dari suatu pemahaman yang benar tentang Pancasila maka
diharapkan mampu memberikan pengamalan nilai-nilainya dalam tindakan, budaya, sikap, dan
kebijakan yang sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu diperlukan pemahaman individu untuk
membangun pemahaman secara masif dalam konteks bangsa dan negara, sehingga Pendidikan
memiliki fungsi yang sangat penting untuk menjadi sarana pemerataan pemahaman masyarakat
tentang pancasila.
Dalam makalah ini dibahas mengenai Filsafat pancasila yang pada hakikatnya bertujuan
untuk memurnikan kembali pemahaman dan penerapan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan memulai dari sebuah realita tentang
pemahaman masyarakat terhadap pancasila, diharapkan mampu memberikan kesadaran secara
individu untuk mulai memaknai Pancasila sebagaimana mestinya, dengan memahami sejarah,
sifat, dan fungsi Pancasila.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Realita Pemahaman Masyarakat Terhadap Pancasila dan Dampak Negatifnya
Dibandingkan dengan lima belas tahun yang lalu sekarang persepsi dan pemahaman
masyarakat terhadap pancasila sudah jauh berbeda, masyarakat cenderung memandang pancasila
hanya sekedar simbol negara tanpa memahami nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya,
padahal pancasila merupakan dasar negara yang berarti fondasi awal dari hukum perundang-
undangan di Indonesia dan merupakan nafas bagi eksistensi bangsa Indonesia.
Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa segala upaya dan bentuk makar yang
dilakukan untuk menggantikan Pancasila akan kandas dan berakhir fatal bagi para pelakunya.
Pengkhianatan terhadap Pancasila bagi bangsa Indonesia sama halnya dengan membunuh
eksistensi diri sendiri. Karena selain nilai-nilai Pancasila merupakan pegangan fundamental,
sekaligus juga merupakan tujuan akhir dari pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya.
Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya
dijadikan slogan di bibir para pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari
nilai-nilai luhur Pancasila. Contoh yang tidak baik dari para pemimpin bangsa dalam
pengamalan Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat.
Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa melaksanakan nilai-nilai
Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya kekuatan baru yang tidak melihat Pancasila
sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Akibatnya, terjadilah kekacauan dalam
tatanan kehidupan berbangsa, di mana kelompok tertentu menganggap nilai-nilainya yang paling
bagus.
3
Sejarah negara kesatuan Republik Indonesia menunjukkan republik ini merupakan hasil
interaksi di antara seluruh elemen bangsa yang sangat majemuk di seluruh wilayah Nusantara,
dan telah melahirkan sebuah komitmen bersama berupa semangat kebangsaan. Ironisnya dalam
perjalanan bangsa ini dikemudian hari, kadar semangat kebangsaan dalam seluruh aspek
kehidupan sangat menurun. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa terabaikan,
pelaksanaan demokrasi kebablasan, terjadinya kesenjangan kehidupan ekonomi teramat luas,
berkembangnya budaya korupsi dan stabilitas keamanan pun terganggu.
Lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian masyarakat dapat berarti awal sebuah
malapetaka bagi bangsa dan negara kita. Fenomena itu sudah bisa kita saksikan dengan mulai
terjadinya kemerosotan moral, mental dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa terutama
pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, perbedaan
pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi untuk memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya
cenderung mengundang tindak anarkhis.
Penerapan ekonomi Pancasila dinilai semakin relevan di tengah ketidakadilan dalam
sistem ekonomi nasional dan global saat ini. Namun, untuk dapat diimplementasikan perlu
penafsiran-penafsiran baru serta kebijakan politik dari para pengambil kebijakan. Praktik-praktik
liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak 1980-an bersamaan dengan serangan
globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat
ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun, sejauh ini gagal, karena politik
ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan
ekonomi tinggi, ketimbang pemerataan hasil-hasilnya. Berangkat dari hal itu, saat ini ekonomi
Pancasila yang paling relevan diterapkan. Namun, untuk dapat diimplementasikan maka perlu
penafsiran baru atas sistem ekonomi Pancasila ini dan kebijakan politik dari para pengambil
kebijakan di Indonesia saat ini.Pancasila merupakan ideologi negara, sehingga sampai kapan pun
sistem yang dikembangkan berdasarkan ideologi tersebut masih relevan diterapkan di Indonesia.
Sistem apa pun yang digunakan, apakah disebut ekonomi Pancasila atau apa pun, yang
4
terpenting adalah bagaimana menyejahterahkan rakyat. Sebab kita tahu Pancasila itu
menginginkan bagaimana kita mampu memanusiakan manusia.
Dampak dari lunturnya nilai-nilai Pancasila yang nampak secara jelas dalam sebagian
besar masyarakat kita adalah tumbuhnya gaya hidup yang materialistik konsumtif dan cenderung
melahirkan sifat ketamakan atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap
individualistik. Di sisi lain, dampak buruk terhadap ekonomi, sosial budaya dan politik semakin
parah dengan lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian elit politik. Reformasi yang
diharapkan mampu menciptakan keadilan sosial sehingga da-pat memperbaiki kesejahteraan
rakyat se-cara keseluruhan, ternyata masih tepat di-sebut sebagai impian belaka. Partai-partai
yang berkuasa ternyata hanya meneruskan budaya primordialisme baru yang berorientasi pada
kekuasaan dan pemaksaan kehendak. Para elit politik dan birokrasi masih cenderung berorientasi
mempertahankan kekuasaan dan disibukkan untuk memikirkan strategi agar dalam setiap
pergantian kekuasaan bisa tetap mempertahan kekuasaannya. Budaya politik yang jauh dari
harapan reformasi tersebut mengakibatkan masih sulitnya penegakan hukum dan pemeliharaan
keamanan, akibatnya stabilitas nasional pun masih rapuh bahkan dengan mudah sering
digoyahkan oleh kelompok-kelompok kecil separatis. Dengan kondisi yang masih seperti itu,
investor juga mejadi ragu untuk menanamkan modal mereka di Indonesia. Maka tanpa investasi,
sektor riel pun tak akan berjalan, akibatnya tak terbuka peluang kerja baru, sementara jumlah
angkatan kerja yang semakin bertambah akan lebih meningkatkan angka pengangguran yang
berarti berpotensi untuk memicu timbulnya masalah yang baru lagi.
Kondisi dan situasi ekonomi, sosial budaya dan politik yang cenderung tak bernuansa
Pancasila itu sebenarnya tak perlu terjadi jika reformasi dilakukan secara konsisten, yakni
pembaharuan yang dijiwai Pancasila dengan tetap berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan
bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Karena pada hakekatnya persatuan dan kesatuan
bangsa adalah bagian dari Pancasila yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Munculnya
berbagai masalah disebabkan reformasi hanya digunakan sebagai promosi menarik simpati
rakyat, kemudian tampuk kekuasaan yang berhasil diraih hanya dimanfaatkan untuk mendukung
kepentingan partai atau golongan tertentu. Selama pemegang kekuasaan masih belum
berorientasi pada kepentingan seluruh bangsa sebagai suatu kesatuan dan persatuan, yang nota
5
bene adalah salah satu sila dari Pancasila, maka selama itu pula kondisi yang dialami bangsa dan
negara ini masih akan tetap kacau dan amburadul.
Di era reformasi ini, Pancasila menghadapi ujian bagaimana mewujudkan kembali nilai
nasionalisme dan demokrasi yang hilang belakangan ini. Di satu sisi rakyat dihadapkan
fenomena globalisasi, kapitalisme. Nila universal memasuki sendi-sendi kehidupan
berbangsa. Tantangan global kian dirasakan menjadi musuh nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Pada saat yang sama dihadapkan pada pembangunan bangsa yang sarat dengan KKN
telah menghasilkan kemiskinan di mana-mana.
Persoalannya, siapa yang menjadikan lunturnya rasa nasionalisme? Pancasila sarat
dengan nilai-nilai kejuangan. Pertama, secara kodrati bangsa Indonesia memiliki tingkat
pluralitas tinggi. Kondisi ini dapat memberikan implikasi positif bagi tumbuh dan
berkembangnya negara dan bangsa, kalau rakyat dengan segala perangkat mampu mengelolanya.
Namun jika salah pengelolaan, apalagi diperparah oleh ketiadaan "zat perekat'' bangsa,
kemajemukan itu justru berisiko tinggi. Bahkan bukan tidak mungkin kehancuran negara akan
terjadi. Karena itu, bangsa Indonesia harus berani melakukan reideologisasi terhadap Pancasila.
Artinya, kalau rezim Orde Baru telah mendegradasi nilai-nilai fundamental Pancasila melalui
idealisasi sekaligus memperlakukannya sebagai "agama politik", kiranya saat ini Pancasila harus
diposisikan kembali pada fungsinya sebagai ideologi perekat bangsa. Kedua, jika era ini
diabstraksikan sebagai era ilmu pengetahuan dan teknologi, ia akan mengalami proses
transformasi budaya dari tradisional ke modern. Dari mitos ke logos, dari nasional ke
transnasional, lalu ke global mondial.
Pada titik tertentu, manusia Indonesia dapat terombang-ambing, bahkan kehilangan jati
diri, jika tidak memiliki pedoman hidup bernegara. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan
Pancasila sebagai ideologi yang telah mengaktualisasikan diri dengan cara mengintegrasikan
norma-norma dasar, teori ilmiah, dan fakta objektif (Kuntowibisono, 1993), sehingga
memungkinkan berlangsung proses interpretasi dan reinterpretasi secara kritis dan jujur. Tingkat
akhir akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang dinamis, akomodatif, dan antisipatif
terhadap kecenderungan zaman. Ketiga, gelombang keoptimisan proses transformasi masyarakat
6
tradisional ke masyarakat modern, masih menyisakan "bom-bom" keresahan yang sewaktu-
waktu meledak. Memang, fenomena modernitas menjanjikan kemudahan hidup, rasio
terninabobokkan, lalu perburuan atas materi dan hedonisme diperbolehkan.
Namun seiring dengan itu, beraneka ragam deviasi perilaku kelompok masyarakat yang
merefleksikan keterasingan dan kekosongan jiwa makin menyeruak ke permukaan. Yang
mencolok adalah munculnya budaya kekerasan dan pendewaan kepada daging. Begitu banyak
orang terisolasi dari kehidupan yang sebenarnya. Persoalan hidup kian berat. Solidaritas dan
persaudaraan sesama manusia kian luntur. Nilai kebersamaan, kerjasama, gotong royong bahkan
keadilan sosial dipandang sebagai nilai yang kadaluwarsa (Kuntjaraningrat, 2004). Karena itulah,
sebagai komunitas bangsa yang inklusif, rakyat membutuhkan Pancasila sebagai ideologi
humanitas semesta, yang mampu menjadi filter atas berbagai pengaruh negatif fenomena
modernitas.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, hendaknya agar semua pihak melakukan
empat hal untuk mengembalikan kemurnian nilai-nilai Pancasila. Yang pertama adalah
mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara demi menjamin pluralitas dan demokrasi
dalam kehidupan berbangsa. Kedua, mendesak elite politik dan pemerintah agar mampu
menjalankan roda kekuasaan sesuai dengan Pancasila demi tegaknya nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial. Ketiga adalah mendukung pemerintah
untuk mengambil tindakan tegas terhadap tindakan yang menyimpang dari Pancasila, seperti
korupsi dan kekerasan bernuansa suku, agama dan budaya. Yang terakhir, imbauan agar semua
pihak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang dilakukan oleh partai politik, yaitu korupsi,
kolusi dan nepotisme.
2.2 SEJARAH PANCASILA
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (bahasa kaum brahmana di India, yaitu : Panca
(lima) dan Syila : asas, dasar, batu sendi, Syiila : aturan tingkah laku yang baik/ ajaran kebajikan,
sehingga dapat diartikan bahwa Pancasila adalah 5 aturan tingkah laku yang baik mengenai
ajaran kebajikan. Pancasila sudah disetujui sebagai dasar Negara Indonesia oleh para pendiri
7
bangsa terdahulu. Hal ini dikarenakan, mereka menginginkan agar pemerintahan Indonesia
berjalan dengan sistematis, maka dari itu diperlukan suatu tolak ukur/ tata nilai/ dasar dari
tingkah laku kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Penting bagi kita untuk mengetahui sejarah Pancasila, sesuai dengan pernyataan Soekarno
yaitu bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Pancasila merupakan ciptaan
dari bangsa Indonesia). Hal ini terbukti dari nilai-nilai yang ada pada Pancasila sudah hidup di
tengah masyarakat dari dulu. Selain itu, yang mengilhami founding fathers lebih jauh tentang
pancasila ini adalah sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia seperti:
1. kejayaan majapahit yang menghasilkan karya sastra yang berisi ajaran yang baik
(Semboyan majapahit “ gemah ripah loh jinawi “ artinya kehidupan makmur merata.
Karya Sastra Mpu Tantular (kitab sutasoma, negarakertagama) dan Mpu Prapanca yang
menggambarkan kehidupan dan toleransi beragama serta ajaran kebajikan)
2. saat Islam masuk, tetap dipakai (5 ajaran) untuk menyebarkan agama Islam, namun 5
ajaran tersebut dikenal dengan mo-limo ojo : mateni, main, madat, maling, madon
3. Secara normal, manusia memiliki 5 jari tangan
4. Konsep keberadaan manusia yang memiliki 5 indra
5. 5 rukun Islam yang terdiri dari shayadat, sholat, puasa, zakat, naik haji.
Untuk mengulas sejarah Pancasila lebih jauh, maka akan dipaparkan secara periodic:
1. Periode 1945 (29 Mei 1945-17 Juli 1945)
Latar belakang pembentukan Pancasila yaitu founding fathers akan mendirikan suatu
negara maka dibutuhkan dasar negara yang mampu menopang/ menampung pluralitas
Indonesia. Yang terlibat perumusannya secara personal adalah Ir. Soekarno, Muh.
Yamin, Soepomo dan secara kelompok adalah anggota BPUPKI, PPKI, Panitia 9/ panitia
kecil.
Pada saat sidang BPUPKI yang pertama 29 mei s.d. 1 juni 1945, beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk memberikan ide/ rancangan awal dasar Negara Indonesia. Hingga
akhirnya awal mula dasar Negara dirumuskan secara personal oleh Muh, Yamin (29
Mei), Soepomo (30 Mei), dan Soekarno (1 Juni).
Muh. Yamin:
8
1. Tertulis
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Kebangsaan Persatuan Indonesia
c. Rasa kemanusiaan yang Adil dan Beradab
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyarawatan perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Lisan
a. Peri kebangsaan
b. Peri kemanusiaan
c. Peri ketuhanan
d. Peri kerakyatan
e. Kesejahteraan rakyat
Soepomo:
1. Paham Negara kesatuan
2. Perhubungan Negara dan agama
3. Sistem badan permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar bangsa
Soekarno:
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme
3. Mufakat
4. Kesejahteraan
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Soekarno juga mengatakan, rumusan dasar Negara nilai-nilainya diambil dan
digali dari budaya bangsa Indonesia. Jumlah sila diilhami dari 5 ajaran dari
buku Sutasoma yaitu 5 ajaran kebajikan. (jangan mencuri, jangan membunuh/
jangan melakukan tindakan kekerasan).
9
Yang disepakati dalam sidang BPUPKI I hanyalah istilah dasar Negara “
Pancasila” dan pembentukkan panitia Sembilan. Pada masa reses, BPUPKI membuat 8
orang panitia kecil yang bertugas untuk menampung semua usulan saat sidang
BPUPKI.Kemudian, ke-8 orang ini mengadakan rapat informal pada tanggal 22 Juli 1945
dengan ke 38 orang panitia lainnya yang membuahkan hasil menunjuk 9 orang untuk
melanjutkan sidang BPUPKI I yang dinamakan Panitia Sembilan. (reses = masa jeda
sidang)
Anggota panitia Sembilan (22 Juni 1945):
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil)
3. Kahar Muzakar
4. Mr. achmad Soebardjo
5. Mr. A. A. Maramis
6. Mr. Moh. Yamin
7. K.H. Wahid Hasyim
8. H. Agus Alim
9. Abikusno Tjokrosujojo
Tugas panitia Sembilan adalah melanjutkan pembahasan isi dari dasar Negara “
Pancasila”. Hasil kerja panitia 9 yaitu rumusan Pancasila dan rancangan pembukaan
UUD yang isinya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, pernyataan kemerdekaan
Indonesia, pernyataan keberadaaan Tuhan/ anugerah dari Tuhan dan juga usaha rakyat
Indonesia, dan tujuan Negara Indonesia dan secara implisit Pancasila dicantumkan dalam
UUD.
Pada akhirnya dasar Negara rancangan panitia 9 yang disetujui, bukan rancangan
Muh. Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno karena ide-ide tersebut berdasarkan ide
masing-masing sehingga belum mewakili pluraritas bangsa Indonesia sehingga
dikhawatirkan akan menimbulkan konflik. Selain itu, rumusan dasar Negara tersebut
merupakan hasil dokumen yang berisi asas dan tujuan Negara Indonesia merdeka dan
juga merupakan filsafat dasar Negara Indonesia. 9 tokoh ini dapat mewakili pluralitas
10
bangsa Indonesia. Selain itu juga mereka berasal dari dari daerah dan agama yang
berbeda.
Kendala yang dihadapi saat persidangan ini yaitu perbedaan pandangan mengenai isi
sila pertama, maka panitia 9 terbelah menjadi 2 kelompok yaitu kelompok agama dan
kelompok nasionalis:
a. Argumentasi kelompok agama
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar maka untuk membangun moral bangsa
akan lebih baik perilaku bangsa mencerminkan ajaran agama.
b. Argumentasi kelompok nasionalis
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka dibutuhkan dasar negara yang
mewakili pluralitas bangsa, kalau berdasarkan dasar agama justru dapat menimbulkan
perpecahan. Selain itu bangsa Indonesia tidak akan mendirikan negara agama.
Pada sidang kedua BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945 isinya:
1. Menerima hasil persidangan panitia 9 yang masih menyisakan persoalan
2. Membahas batang tubuh UUD
3. Membentuk tiga panitia
a. Panitia hukum dasar untuk membahas kelanjutan tubuh UUD = Dr. Soepomo
b. Panitia ekonomi dan keuangan = Drs. Moh. Hatta (memperkenalkan ekonomi
rakyat)
c. Panitia pembelaan tanah air = Abikusno Tjokrosoejoso
Lalu sampailah pada sidang PPKI, dimana sebelum sidang dimulai, 2 kubu yang berbeda
pendapat telah berdamai.
Periode 1945-1949 (18 Agustus 1945-26 Desember 1949)
Tanggal 18 Agustus 1945 : sidang PPKI
1. Antara 2 kelompok yang berbeda pendapat mengenai sila pertama pancasila tersebut
telah berdamai yaitu dengan mengubah sila pertama “ dengan kewajiban menjalankan
11
syariat Islam bagi para pemeluknya” yang kemudian diganti “dengan berdasarkan
pada Ketuhanan Yang Maha Esa.” Setelah itu UUD disahkan dan diberi nama UUD
1945.
2. Hasil sidang :
a. Mengesahkan UUD sebagai konstitusi Negara Indonesia dengan memberikan
nama UUD 1945. Bangsa Indonesia memaknai “1945” sebagai peristiwa
monumental berdasarkan tahun pembuatan dan pengesahan UUD.
b. Mengangkat Ir. Soekarno menjadi presiden dan Drs. Moh. Hatta menjadi wakil
presiden.
c. Mengesahkan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.
2. Periode 1945-1950 (Desember 1949-17 Agustus 1950) : Periode Republik Indonesia
Serikat
Pada periode ini, hampir tidak ada perkembangan mengenai Pancasila. Dalam
pembukaan Konstitusi RIS disebut tentang dasar negara, yaitu “ Pengakuan ke-Tuhanan
yang Maha Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial…”.
Sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945 tidak disebut nama Pancasila, tetapi tetap ada
kesepakatan bahwa dasar negara adalah Pancasila.
Gambar . Republik Indonesia Serikat
12
3. Periode 1950-1959 : Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Dalam Mukadimah UUD 1950, rumusan sila-sila Pancasila disebutkan di alinea keempat
dan tetap ada kesepakatan bahwa dasar negara adalah Pancasila. Perkembangan ini
semakin jelas ketika diterima lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara
Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No.66 tanggal 17 Oktober 1951
yang dinyatakan berlaku surut sejak tanggal 17 Agustus 1950. Di dalam lambang itu ada
lima perisai yang masing-masing mengungkapkan lima sila Pancasila.
a. Dasar ketuhanan Yang Maha Esa dilukiskan denga nur cahaya di ruangan tengah
berbentuk bintang bersudut lima.
b. Dasar perikemanusiaan dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi.
c. Dasar kebangsaan dilukiskan dengan pohon beringin tempat berlindung.
d. Dasar kerakyatan dilukiskan dengan kepala banteng sebagai lambang tenaga
rakyat.
e. Dasar keadilan sosial dilukiskan dengan kapas dan padi sebagai tanda tujuan
kemakmuran.
4. Periode 1959-1965 : Periode Soekarno/ Demokrasi Terpimpin
13
Dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembalinya Indonesia pada
UUD 1945. Dengan ini, kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum dikukuhkan, namun
pernyataan bahwa Pancasila adalah ideologi nasional tidak dinyatakan secara eksplisit.
Hal ini membuat pergumulan tentang ideologi nasional tidak berakhir. Saat ini tidak ada
penolakan secara terbuka tetapi banyak proses penafsiran terhadap Pancasila dengan
berbagai ideologi.
5. Periode 1966-1998 : Periode Soeharto/ Orde Baru
Ditandai dengan konsesus (kesepakatan bersama yang melibatkan berbagai pihak)
nasional awal ORBA. Isi konsensus yaitu tekad untuk melaksanakan pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Pihak yang terlibat adalah pemerintah, parpol+golkar,
ABRI, pemuka agama, dan cendekiawan. Banyaknya pihak yang terlibat ini agar
mewakili komponen di Indonesia, adanya dukungan, dan semata-mata bukan keputusan
ORBA tetapi bangsa dan negara, jadi jika konsensus itu tidak berhasil maka yang
bertanggung jawab adalah pihak-pihak tersebut bukan Soeharto. Tujuannya untuk
memperjelas fungsi-fungsi pancasila dan mempertegas batas-batas hukum keberadaan
pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Strategi yang ditempuh:
A. Menetapkan landasan yuridis formal:
1. TAP MPRS No. XX/ MPRS/ 1966 pancasila sebagai segala sumber
hukum
2. INPRES No. 12 tahun 1968 karena ada banyak versi rumusan pancasila
3. UU No. 3 tahun 1975 mengakui asas ciri-ciri masing parpol
4. Tap MPR No. II/ MPR/ 1978 tentang P4
5. Tap MPR No. II/ MPR/ 1983 menetapkan pancasila sebagai asas
pembangunan negara dalam GBHN
6. UU No. 3 tahun 1985 asas pancasila terhadap parpol dan golongan.
7. UU No. 8 tahun 1985 asas pancasila terhadap ormas
B. INPRES No. 12 tahun 1968. Factor pendorong : banyak versi rumusan dasar
negara
C. UU No. 3 tahun 1975 isinya mengakui asas masing-masing cirri-ciri parpol di
samping pancasila (Islam seperti PPP, Golongan seperti golkar, dan nasionalisme
14
domkrasi seperti PDI). Faktor pendorong tanggal 5 dan 10 Januari 1973 terjadi
fusi penggabungan partai
D. Tap MPR No II/ MPR/ 1978 tentang P4 (pedoman, penghayatan, dan pengamalan
pancasila). Faktor pendorong : ada gerakan yang menolak pancasila sebagai dasar
negara Indonesia.
E. Tap MPR No. II / MPR/ 1983 isinya menetapkan pancasila sebagai asas
pembangunan nasional dalah GBHN. Jangka panjang per 25 tahun sedangkan
jangka pendek 5 tahun.
F. UU No. 3 tahun 1985 tentang penetapan asas tunggal pancasila terhadap partai
dan golongan.
G. UU No. 8 tahun 1985 terhadap ormas
6. Periode 1998-Sekarang
Era reformasi mengawali diri dengan sikap yang tidak begitu mempromosikan Pancasila.
TAP MPR No. II/ MPR/ 1978 tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan
Pancasila, yang pada zaman orde baru merupakan sebuah kewajiban, dihapuskan pada
sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Oktober 1998. TAP MPR No. XVIII/ MPR/
1998 tentang pencabutan pencabutan P4 dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara. Bila disimak baik maka posisi Pancasila dengan TAP ini tetap
kuat, tetapi karena dipakai rezim Orde Baru untuk kepentingan kekuasannya maka
Pancasila pun dijauhi.
Dalam era reformasi, 4 pilar kehidupan bernegara yaitu: Pancasila, UUD NRI 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dicanangkan secara bersama oleh lembaga negara dan
terus didengungkan di tengah masyarakat. Presiden ke-4 RI, Megawati Soekarnoputri,
pada pidato 1 Juni 2012 menegaskan pula bahwa 4 pilar kenegaraan harus menjadi
tanggung jawab bersama. Ia mendorong agar secara khusus lembaga-lembaga yang
bertanggung jawab pada pendidikan nasional dapat memastikan bahwa mata pelajaran
ideologi Pancasila beserta penggalinya dapat diajarkan secara baik dan benar mengikuti
benang merah sejarah bangsa di setiap jenjang pendidikan. Maka dapat disimpulkan
bahwa di era reformasi pun Pancasila tetap menjadi falsafah bangsa ini, ideologi bangsa
ini, dan dasar negara Republik Indonesia.
15
Dari sejarah Pancasila ini, kita mengetahui bahwa Pancasila berasal dari Indonesia dan menjadi
milik bangsa. Oleh karena itu, Pancasila perlu dirawat, dipelihara, termasuk juga dikritisi secara
rasional kritis sehingga nilai itu sungguh menjadi nilai yang hidup dan menghidupkan bangsa ini.
2.3 SIFAT-SIFAT PANCASILASecara umum Pancasila memiliki karakteristik atau sifat-sifat sebagai berikut:
A. Sistematis : sila-sila pancasila menempati urutan masing-masing dan antar sila saling
berkaitan, tak dapat dipisah-pisah.
B. Kesatuan kausalitas yang organis : kelima sila pancasila kedudukannya tak boleh
dibolak-
balik
dan
masing-
masing
sila
menunjukkan isi serta kedalaman sifat dari masing-masing sila.
C. Hierarkis piramida. Bentuknya menyerupai piramida.
16
K ea di l a
n s o
s i al
b ag i s e
l u ru h r ak ya t I n
d on es i a
K e ra k ya t a
n y a n
g d i p im p i
n o l e
h h i km a
h k e bi j a ks a na a n d a la m p e rm us y a
w a ra t a
n p e rw ak i l a
n
Persatuan Indonesia
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Ketuhanan Yang Maha Esa
Berdasarkan Hierarkis piramida tersebut, masing-masing sila ternyata memiliki makna
tersendiri dan perannya satu sama lain sebagai berikut:
1. Sila 1 : dasar sekaligus menjiwai sila 2,3,4, dan, 5. Hakekatnya:
a. Negara mengakui adanya Tuhan YME sebagai causa prima.
b. Negara memberikan kebebasan berkembangnya agama.
c. Negara memberikan kebebasan WN memeluk dan menjalankan
agama.
d. Negara memberikan jaminan hukum kebebasan beragama.
Barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan penodaan/
penghinaan terhadap agam lain maka akan dihukum penjara selama-
lamanya 5 tahun (KUHP Pasal 156 a)
Barang siapa yang menghalangi pelaksanaan penguburan mayat dan
uparaca keagamaan dihukum dengan hukuman penjara selama-
selamanya 1 tahun 4 bulan (KUHP Pasal 170)
2. Sila 2 : dijiwai sila 1 dan menjiwai sila 3,4,5. Hakekatnya:
a. Negara mengakui nilai-nilai humanisme secara universal
b. Negara mengakui harkat, derajat, dan martabat sebagai unsur-
unsur HAM
c. Negara memperjuangkan nilai-nilai humanisme
3. Sila 3 : dijiwai sila 1,2 dan menjiwai sila 4,5. Hakekatnya:
a. Negara Indonesia mengakui pluralisme
b. Negara Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
c. Negara Indonesia memiliki selboyan Bhinneka Tunggal Ika
4. Sila 4 : dijiwai sila 1,2,3 dan menjiwai sila 5. Hakekatnya:
a. Negara Indonesia melaksanakan prinsip demokrasi Pancasila
b. Negara Indonesia mengembangkan unsur-unsur mesyawarah
mufakat
5. Sila 5 : dijiwai sila 1,2,3,4. Hakekatnya:
a. Negara Indonesia memperjuangkan nilai keadilan
17
b. Nilai keadilan berlaku bagi semua manusia secara umum dan bagi
bangsa Indonesia secara khusus
2.4 FUNGSI PANCASILA
Refleksi atau pandangan tentang Pancasila seharusnya menguat dalam konteks kehidupan
dan perkembangan bangsa dan Negara Indonesia. Untuk itu perlu dipahami bersama terkait
fungsi atau peranan Pancasila dalam menyumbang kesatuan dan keutuhan Negara Republik
Indonesia. Secara garis besar Pancasila memiliki fungsi pokok sebagai dasar Negara dan ideologi
Negara.
1. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sebagai dasar Negara, Pancasila memiliki beberapa fungsi turunan diantaranya:
Sebagai Landasan Fundamental Negara
Pandangan ini menegaskan bahwa Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia.
Sejak awal pergulatan di seputar perumusan Pancasila, para founding fathers
memikirkan untuk merumuskan sebuah dasar Negara. Di atas dasar itulah akan
didirikan Negara Indonesia merdeka. Penegasan tersebut tercermin dalam kalimat
Soekarno yang mengatakan bahwa, “Namanya bukan Pancadharma, namanya adalah
Pancasila. Sila artinya azas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
Negara Indonesia, kekal dan abadi.”1 Maksud dari dasar Negara adalah bahwa
Pancasila menjadi pokok pikiran untuk membangun Negara Indonesia. Ibarat gedung
dasar adalah alas dan penopangnya. Di atas dasar itulah gedung yang tinggi dan
megah dibangun. Oleh karena itu, sebuah dasar haruslah kuat untuk menopang
semua itu. Demikian pula halnya bangsa ini, Indonesia yang besar hanya dapat
berdiri kuat dan tegak di atas dasar Pancasila.2 Pancasila merupakan dasar yang
fundamental bagi bangsa ini dan terbukti benar secara yuridis, filosofis, historis, dan
kultural. Sebab Pancasila adalah isi jiwa, intisari dari peradaban bangsa Indonesia
1 Anjar Ani, Siapa Penggali Pancasila, hlm 26.2 Bdk. Prof. Mr. Soediman K, Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,Gatra Pustaka, hlm. 120-122.
18
yang bercita-cita luhur dan digali dari khazanah budaya serta kehidupan masyarakat
Indonesia sendiri.
Bukti autentik mengenai Pancasila sebagai dasar Negara tercantum di dalam
rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pada alinea ke-4 Pembukaan
UUD 1945 disebutkan lima dasar Negara, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan kaidah Negara
yang fundamental artinya kedudukannya paling tinggi, oleh karena itu Pancasila
jugamerupakan landasan ideal penyusunan aturan – aturan di Indonesia. Oleh karena
itu semua peraturan perundangan baik yang di pusat maupun daerah tidak
menyimpangdari nilai Pancasila atau harus bersumber dari nilai -nilai Pancasila.
Sebagai Pandangan Hidup, artinya nilai Pancasila merupakan weltanschauung3yakni
sebuah pandangan hidup masyarakat Indonesia tentang eksistensi dirinya di tengah
dunia atau kehidupan bersama dalam ruang publik Indonesia. Sehingga Pancasila
sebagai pandangan hidup mampu menjadi pedoman dan pegangan dalam
pembangunan bangsa dan Negara agar tetap berdiri kokoh dan mengetahui arah
dalam memecahkan masalah ideologi, politik, ekonomi, soaial dan budaya
sertapertahanan dan keamanan.
Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai pancasila itu mencerminkan
kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya merupakan kristalisasi nilai budaya bangsa
Indonesia asli, bukan diambil dari bangsa lain.
Sebagai Perjanjian luhur bangsa Indonesia, pancasila lahir dari hasil musyawarah
para pendiri bangsa dan negara (founding fathers) sebagi para wakil bangsa,
3 Prof. Dr. N. Driyakara, SJ., Pancasila dan Religi, hlm. 36-37.
19
Pancasila yang dihasilkan itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan
sosiokultural. Moral dalam arti tidak bertentangan dengan nilai agama yang berlaku
di Indonesia, sosiokultural berarti cerminan dari nilai budaya bangsa Indonesia,
karena itu Pancasila merangkul segenap lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk
ini dan merupakan substansi perekat dan pemersatu bangsa. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara merupakan norma dasar dalam
kehidupan bernegara yang menjadi sumber dasar, landasan norma, serta memberi
fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusunan hukum-hukumNegara.
2. Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Dalam kehidupan sehari-hari istilah ideologi umumnya digunakan sebagai pengertian
pedoman hidup baik dalam berpikir maupun bertindak. Dalam hal ini ideologi dapat
dibedakan mejadi dua pengertian yaitu ideologi dalam arti luas dan ideologi dalam arti
sempit. Dalam arti luas ideologi menunjuk pada pedoman dalam berpikir dan bertindak
atau sebagai pedoman hidup di semua segi kehidupan baik pribadi maupun umum.
Sedangkan dalam arti sempit, ideologi menunjuk pada pedoman baik dalam berpikir
maupun bertindak atau pedoman hidup dalam bidang tertentu misalnya sebagai
ideologiNegara.
Ideologi Negara adalah ideologi dalam pengertian sempit atau terbatas. Ideologi Negara
merupakan ideologi mayoritas waga Negara tentang nilai -nilai dasar Negara yang ingin
diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. Ideologi Negara sering disebut sebagai
ideologi politik karena terkait dengan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang tidak lain adalah kehidupan politik.Pancasila adalah ideologi Negara yaitu
gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup bernegara milik seluruh bangsa Indonesia
bukan ideologi milik Negara atau rezim tertentu.Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya
sebagai dasar Negara kesatuan republikIndonesia Pancasila berkedudukan juga sebagai
ideologi nasional Indonesia yangdilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara.Sebagai ideologi bangsa Indonesia, artinya Pancasila berperan sebagai ikatan
20
budaya (cultural bond)yang berkembang secara alami dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, bukan secarapaksaan.
Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalammenghadapi perubahan masyarakat
tergantung daya tahan dari ideologi itu. Alfian mengatakan bahwa kekuatan ideologi
tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimilikioleh ideologi itu, yaitu dimensi realita,
idealisme, dan fleksibilitas. Pancasila sebagaisebuah ideologi memiliki tiga dimensi tersebut:
Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu yang mencerminkan
realita atau kenyataan yang hidup dalam masyarakat dimana ideologi itu lahir atau
muncul untuk pertama kalinya paling tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan
realita masyarakat pada awal kelahirannya.
Dimensi idealisme, adalah kadar atau kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai
dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan
masyarakat tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik
kehidupan bersama sehari-hari.
Dimensi Fleksibilitas atau dimensi pengembangan, yaitu kemampuan ideologi dalam
mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya.
Mempengaruhi artinya ikut mewarnai proses perkembangan zamantanpa menghilangkan jati
diri ideologi itu sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya.Mempengaruhi berarti
pendukung ideologi itu berhasil menemukan tafsiran –tafsiranterhadap nilai dasar dari
ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru yangmuncul di hadapan mereka sesuai
perkembangan zaman.
Menurut Dr.Alfian Pancasila memenuhi ketiga dimensi ini sehingga pancasiladapat
dikatakan sebagai ideologi terbuka. Fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara, yaitu :
1. Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2. Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan menggerakkan serta
membimbingbangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3. Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai dorongan dalam
pembentukan karakter bangsa berdasarkan Pancasila.
4. Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai keadaan bangsa dan Negara.
21
BAB III
PENUTUP
Keanekaragaman adalah warna bagi Indonesia. Hal tersebut merupakan kekuatan dan
kekayaan bangsa yang memerlukan unsur perekat yang menjadi identitas, pegangan, dan
orientasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa yang majemuk, sangat
diperlukan unsur perekat atau identitas yang mampu mempersatukan. Untuk bangsa
Indonesia, pancasila adalah unsur perekat dalam keragaman identitas. Pancasila mampu
menjadi variabel integrasi yang ideal sebab dapat mempersatukan semua golongan di
Indonesia sehingga memungkinkan terciptanya keharmonisan dalam keanekaragaman
identitas.
Menjadi manusia Indonesia beridentitas Pancasila seharusnya tidak hanya menjadi
slogan, tetapi merupakan suatu ajakan dan panggilan bagi segenap manusia di Indonesia.
Seruan itu tentunya bukan tanpakonsekuensi. Pada level vertikal hal ini bermakna adanya
kewajiban manusia di Indonesia untuk percaya kepada Tuhan YME. Sementara pada level
horizontal, Pancasila menegaskan pentingnya menempatkan penghormatan terhadap
manusia.
Pancasila memiliki karakteristik dan fungsi sebagaimana yang telah disebutkan dalam
Bab pembahasan. Karakteristik dan fungsi tersebut merupakan identitas pancasila yang harus
dipahami oleh segenap elemen bangsa agar orientasi setiap gerak bangsa ini mulai dari
individu, masyarakat, sampai tataran negara senantiasa dilandasi nilai-nilai luhur Pancasila.
Untuk menginternalisasi nilai-nilai tersebut, diperlukan upaya pengkajian nilai-nilai
pancasila secara intensif, sebab dalam pancasila terdapat nilai-nilai yang menjamin adanya
22
ruang untuk hidup bersama secara damai dan saling menghormati perbedaan yang
merupakan fakta dari sejarah peradaban.
Percaya kepada Tuhan YME tentu mengharuskan manusia Indonesia menghormati
keberagaman sebagai anugerah atau kehendak Tuhan. Kita harus bersatu di atas keragaman
sebab secara kodrati kita sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Dengan menghormati
keragaman, artinya kita menghormati kemanusiaan orang lain. Hormat terhadap kemanusiaan
orang lain menghantarkan seseorang pada kondisi manusia yang adil dan beradab. Dan hanya
manusia adil dan beradab yang mampu membangun komunitas yang majemuk dalam
semangat persatuan. Persatuan dalam keberagaman akan melahirkan manusia-manusia yang
bijaksana. Manusia-manusia yang bijaksana itulah yang kemudian akan menebar keadilan
dalam perspektif komunal bagi sesamanya. Demikianlah potret ideal manusia Indonesia yang
beridentitaskan pancasila. Menjadi manusia bijaksana adalah energi pembebeas manusia
Indonesia dari egoisme diri berupa kecenderungan primordial berdasarakan suku, ras, agama,
dan golongan. Dan itulah pintu masuk menuju kondisi masyarakat Indonesia yang adil,
makmur, dan sentosa.
Untuk itulah diperlukan suatu upaya untuk kembali memurnikan penerapan Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai berikut:
Pertama, mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara demi menjamin pluralitas
dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa.
Kedua, mendesak elite politik dan pemerintah agar mampu menjalankan roda kekuasaan
sesuai dengan Pancasila demi tegaknya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi dan keadilan sosial.
Ketiga adalah mendukung pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap tindakan
yang menyimpang dari Pancasila, seperti korupsi dan kekerasan bernuansa suku, agama
dan budaya.
Keempat, imbauan agar semua pihak meninggalkan segala praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme.
23
Lampiran Pertanyaan Dan Diskusi
1. Budi (Kelompok 14)Dari lima poin udah dilanggar seperti kasus HAM dan korupsi, masih sesuaikah pancasila dengan NKRI? (Realisasi belum ada real)
Dari pancasila dini, sekolah. Pemerintah pun harus memahami pancasila. Persatuan = pancasila = tujuan/instrumen dalam hidup. Masalah dari user pancasila yang mendatangkan masalah itu sendiri. Pancasila dirubah = Indonesia tidak ada. Indonesia tidak sekuler. Tugas kita sebagai tunas bangsa.
2. Ismail (Kelompok 6)Apa tolak ukur dari keberhasilan pancasila secara real untuk mahasiswa?
Tidak mencontek saat ujian. Tidak terlambat.
3. Sofie (Kelompok 9)Kalau Atheis, bagaimana hukumnya terhadap pancasila (sila 1)?
Atheis = dia tidak menemukan kabenaran dalam setiap agama. Atheis itu sebenarnya ga ada, politheis sebenarnya. Kebenaran sudah tertanam sebenarnya di dalam diri masing-masing. Pancasila BEBAS memeluk agam, TIDAK membebaskan atheis.
4. Imaniar (Kelompok 6)Sebenarnya poin-poin pancasila penting ga si? Apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk mensosialisaikan pancasila?
Kalau ga ingat, apa kita bisa memahami pancasila? Mangetahui = sadar = bisa menghayati = menjadi warga sesuai pancasila = semakin kuat. Presentasi, becara di himpunan, mengeundang masyarakat untuk kajian, mengajar, dan
pasti kita BISA!
5. Robi (Kelompok 2)Kenapa mahasiswa pintar dan lulus terus masuk kabinet negara, tapi pas lulus jadi koruptor?
Komunitas buruk = hasil personal buruk. Bisakah kia menjadi contoh yang baik? Ketuhanan = ga ada iman. (Darari – Kelompok 2)
24
Korupsi itu budaya Indonesia contoh, berbohong kepada orang tua. (Soni) Pengabdian masyarakat = hati tersentuh untuk tidak benrbuat korupsi. (Ismail) Pejabat korupsi belum PKN. Rohani sakit.
6. Sani Apa perbandingan pancasila dengan ideologi-ideologi besar yang lain?
Nilai-nilai pancasila dari kehidupan orang-orang Indonesia. Plural (suku) bisa dicakup dan jadi satu kesatuan. Pancasila paling sosok dengan Indonesia. Perubahan pancasila = Tidak ada Indonesia.
25
Daftar Pustaka
Dahm, Bernard. 1987. Soekarno dan perjuangan Kemerdekaan (terj.). Jakarta: LP3ES.
Kahin Mc Turnan, George. 1980. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Kartodirdjo, Sartono. 2005. Sejak Indische sampai Indonesia. Jakarta: Kompas.
Kartohadiprodjo, Soediman, Prof, Mr. 2010. Pancasila Sebagai pandangan Hidup bangsa
Indonesia. Jakarta: Gatra.
Kusuma, A.B, RM. 2004. Lahirnya Undang-undang Dasar 1945. Jakarta: Badan penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Nasution Buyung, Adnan. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia-Studi Sosio
Legal atas Konstituante. Jakarta: Grafiti
Pranarka, A.M.W. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta: CSIS.
Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1992. Risalah Sidang Badan Penyidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.Jakarta: Koperasi Pegawai Sekretariat Negara RI.
Simbolon T, Prakitri. 2006. Menjadi Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Driyakara, N. SJ. Pancasila dan Religi.
Ani, Anjar. 1981. Siapa Penggali Pancasila. Jakarta: CV. Mayasari.
26
27