filsafat matematika pengertian logisisme_formalisme_konstruktivisme
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat untuk mencerninkan dan
meliputi sifat alami matematika. Filsafat matematika meliputi pernyataan-pernyataan
seperti apa yang merupakan dasar untuk pengetahuan matematika? Apa sifat
kebenaran matematika? Apa ciri-ciri dari kebenaran matematika? Apa pertimbangan
atas peryataan berikut? Mengapa kebenaran matematika, kebenarannya diperlukan?
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan
untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan, lambang-lambang matematika bersifat
artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa
itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafati tentang pendidikan.
Dapat mengkonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat pula pada ilmu pendidikan.
Jika mengutamakan proses pendidikan, yang dibicarakan adalah cita-cita, bentuk dan
metode serta hasil proses belajar itu. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang
menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide dan metode yang digunakan dalam
menelaah ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang
membicarakan proses pendidikan matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Matematika
Tujuan utama dari bab ini adalah untuk menguraikan secara terperinci dan
mengeritik prespektif epistemologi dominan dari matematika. Penganut kemutlakan
memandang bahwa kebenaran matematika adalah mutlak. Bahwa matematika adalah
satu dan satu-satunya dunia pengetahuan yang tertentu, objek dan yang tidak
diragukan lagi.
Dibanding dengan sangat berlawanan yang menandang bahwa kebenaran
matematika adalah dapat dibenarkan dan tidak pernah dihormati sebagai hal yang
direvisi dan koreksi.
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat untuk mencerninkan dan
meliputi sifat alami matematika. Filsafat matematika meliputi pernyataan-pernyataan
seperti apa yang merupakan dasar untuk pengetahuan matematika? Apa sifat
kebenaran matematika? Apa ciri-ciri dari kebenaran matematika? Apa pertimbangan
atas peryataan berikut? Mengapa kebenaran matematika, kebenarannya diperlukan?
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika . Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan
untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.
2.2 Matematika
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan, lambang-lambang matematika bersifat
artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa
itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan untuk mengatasi kekurangan
yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling pada matematika. Dalam hal ini kita
katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat
mejemuk dan emosional dari bahasa verbal, matematika mengembangkan bahasa
numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif
sementara dalam bahasa verbal kita hanya bisa membandingkan objek yang
berlainan. Umpamanya gajah dan semut maka kita hanya bisa mengatakan bahwa
gajah itu lebih besar dari semut. berbeda halnya dengan matematika kita bisa
menelusuri lebih jauh seberapa besar gajah dengan mengadakan pengukuran.
Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berpikir deduktif. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa artificial yakni bahasa buatan, keistimewaan bahasa ini
adalah terbebas asfek emotif dan efektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya.
Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pertanyaan-pertanyaan mempunyai
sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah
maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang di
dasarkan pada premis-premis yang kebenarnnya telah ditentukan, misalnya jika
diketahui A termasuk dalam lingkaran B sedangkan B tidak ada hubungan dengan C
maka A tidak ada hubungan dengan C.
2.3 Ontologi Matematika
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal
seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum
membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya
bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga
sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua
macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau
jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut
memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan,
bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme,
empirisme. Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
yang-ada (being)
kenyataan/realitas (reality)
eksistensi (existence)
esensi (essence)
substansi (substance)
perubahan (change)
tunggal (one)
jamak (many)
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh
tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).
2.4 Hubungan Matematika Dengan Filsafat
Secara filosofis bisa dilihat ketika dunia Islam dalam keemasan, banyak
orang-orang Eropa (Barat) pada umumnya, sekitar kurang lebih abad pertengahan,
negara-negara Barat mengalami kegelapan dan kemunduran, setelah beberapa saat
mengalami kemajuan dibidang filsafat-khususnya di negara Yunani-diawal abad
Masehi. Alam pikir mereka cenderung mengarah pada profanistik. Sehingga Barat
harus mengakui kemundurannya.
Kemajuan yang terjadi didunia Islam, ternyata memiliki daya tarik tersendiri
bagi mereka orang-orang Barat. Maka pada masa seperti inilah banyak orang-orang
Barat yang datang ke dunia Islam untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan.
Kemudian hal ini menjadi jembatan informasi antara Barat dan Islam. Dari
pemikiran-pemikiran ilmiah, rasional dan filosofis, atau bahkan sains Islam mulai
ditransfer ke-daratan Eropa. Kontak antara dunia Barat dan Islam pada lima Abad
berikutnya ternyata mampu mengantarkan Eropa pada masa kebangkitannya kembali
(renaisance) pada bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Selanjutnya berkembang
pada era baru yaitu era-modern.
Pada era-modern kali ini pun ilmu filsafat yang dijadikan sebagai ilmu
pengetahuan yang dapat merubah paradigma berfikir manusia mengalami
perkembangan. Hal ini dikarenakan sifat berfikir kritis yang dilakukan para filosof
tak terkecuali filosof atau ilmuwan sains dan matematika yang mampu melahirkan
ide-ide dan metode pembelajarannya.
Oleh karena itu filsafat umum dan filsafat matematika dalam sejarahnya
adalah saling melengkapi. Filsafat matematika saling bersangkut-paut dengan fungsi
dan struktur teori-teori matematika.teori-teori tersebut terbebas dari asumsi-asumsi
spekulatif atau metafisik.
Filsuf matematika yang dikenal adalah Phytagoras, Plato, Aristoteles, Leibniz
dan Kant. Adapaun pemikiran atau pandangan mereka terhadap ilmu matematika
yaitu :
Pandangan Plato
Bagi plato yang penting adalah tugas akal untuk membedakan tampilan
(penampakan) dari realita (kenyataan) yang sebenar-benarnya. Menurutnya
ketetapan abadi/permanent, bebas untuk dipahami adalah hanya merupakan
karakteristik pernyataan-pernyataan matematika. Plato yakin bahwa terdapat
objek-objek yang permanent, tertentu bebas dari pikir yang anda sebut “satu”,
“dua”, “tiga” dan sebagainya. Bagi Plato Matematika bukanlah idealisasi aspek-
aspek tertentu yang bersifat empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian
realitanya.
Aristoteles
Menolak pembedaan Plato antara dunia ide yang disebutnya realita kebenaran,
Aristotheles menekankan menemukan ‘dunia ide’ yang permanent dan merupakan
realita daripada ‘abstraksi’ dari ‘apa’ yang tampak.
Leibniz
Leibniz setuju dengan Aristhoteles, bahwa setiap proposisi didalam analisis
terakhir berbentuk subjek-predikat. Konsep Leibniz tentang bidang study
matematika murni sangat berbeda dengan pandangan Plato dan aristotheles karena
menurutnya semua boleh mengatakan bahwa proposisi-proposisi adalah perlu
benar untuk semua objek, semua kejadian yang mungkin, atau dengan
menggunakan phrasenya yaitu ‘dalam semua dunia yang mungkin’.
Kant
Kant membagi proposisi ke dalam tiga kelas :
1. Proposisi Analitis
2. Proposisi sintet
3. Proposisi Aritmatika dan geometri murni.
Phytagoras
Doktrin Phytagoras antara lain bahwa fenomena yang tampak berbeda dapat
memiliki representative matematika yang identik (cahaya,magnet,listrik dapat
mempunyai persamaan diferensial yang sama).
Untuk perkembangan selanjutnya filsafat matematika pun merambah kepada
filsafat pendidikan matematika akan tetapi sebelum membahas ke filsafat pendidikan
matematika kita akan membahas terlebih dahulu filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafati tentang pendidikan.
Dapat mengkonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat pula pada ilmu pendidikan.
Jika mengutamakan proses pendidikan, yang dibicarakan adalah cita-cita, bentuk dan
metode serta hasil proses belajar itu. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang
menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide dan metode yang digunakan dalam
menelaah ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang
membicarakan proses pendidikan matematika.
Filsafat pendidikan matematika mempersoalkan permasalahan-permasalahan
sebagi berikut :
1. Sifat-sifat dasar matematika
2. Sejarah matematika
3. Psikologi belajar matematika
4. Teori mengajar matematika
5. Psikologis anak dalam kaitannya dengan pertumbuhan konsep matematis.
6. Pengembangan kurikulum matematika sekolah
7. Penerapan kurikulum matematika di sekolah.
2.5 Pandangan Penganut Kemutlakan dari Pengetahuan Matematika
Pandangan penganut kemutlakan dari Pengetahuan matematika adalah bahwa
hal itu terdiri dari kepastian dan kebenaran yang tidak menantang. Menurut
pandangan ini, pengetahuan matematika terdiri dari kebenaran mutlak, dan
menghadirkan kenyataan yang unik dari pengetahuan tertentu, terlepas dari logika
dan pernyataan kebenaran berdasarkan arti istilah, seperti ‘semua bujangan adalah
yang belum menikah ‘.
Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, berpegang pada pandangan
absolutis pengetahuan matematika. Dengan demikian, menurut Hempel:
Validitas matematika berasal dari ketentuan yang menentukan
Makna dari konsep-konsep matematika, dan bahwa proposisi dari matematika adalah
hal yang penting atau defenisi dari kebenaran.
(Feigl dan Sellars, 1949, page225)
Pendukung lain kepastian matematika AJAyer yang mengklaim berikut.
Sedangkan generalisasi ilmiah adalah mudah mengakui menjadi keliru, kebenaran
Matematika dan logika muncul untuk semua orang untuk menjadi perlu dan pasti.
Kebenaran logika dan matematika analitis proporsi atau tautologies.
Kepastian suatu proposisi apriori tergantung pada kenyataan bahwa mereka
tautologies. Sebuah proposisi [adalah] sebuah tautologi jika analitis. Sebuah
propotion adalah analitik jika benar Semata-mata keutamaan makna dari simbol-
simbol consistituent, dan kucing tidak Oleh karena itu berupa dikonfirmasi dari
disanggah oleh fatc pengalaman. Ayer, 1946, pages72, 77and 16, reppectively)
Metode yang deduktif memberikan surat perintah untuk pernyataan
pengetahuan matematika. Alasan untuk mengklaim bahwa matematika (dan logika)
benar-benar memberikan pengetahuan tertentu, itu adalah kebenaran, karena itu
sebagai berikut. Pertama-tama, pernyataan dasar yang digunakan dalam bukti-bukti
yang dianggap benar. Aksioma matematis diasumsikan benar, untuk tujuan
pengembangan sistem yang sedang dipertimbangkan, mathematicaldefinitions yang
benar oleh fiat, dan aksioma logis diterima sebagai benar. Kedua, aturan-aturan
inferensi logis melestarikan kebenaran, yang memungkinkan mereka tidak lain
hanyalah kebenaran yang disimpulkan dari kebenaran.
Berdasarkan kedua fakta, setiap pernyataan dalam deduktif bukti, termasuk
kesimpulan, adalah benar. Jadi, karena semua teorema matematika didirikan oleh alat
bukti deduktif, mereka semua kebenaran tertentu. Ini merupakan dasar dari banyak
filsuf klaim bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran tertentu.
Pandangan absolutis ini pengetahuan matematika isbesad pada dua jenis asumsi:
orang matematika, asumsi mengenai aksioma anddefinitions, dan orang-orang dari
logika mengenai asumsi aksioma, aturan-aturan formal inferencend bahasa dan
sintaks. Ini adalah mikro-lokal atau asumsi. Ada juga kemungkinan global atau
asumsi-asumsi makro, seperti apakah deduksi logis sudah cukup untuk menetapkan
semua kebenaran matematika. Saya akan kemudian berpendapat bahwa masing-
masing asumsi klaim weakeng kepastian untuk matematika knowlegde.
Pandangan absolutis matematika knowligde mengalami masalah pada awal
abad kedua puluh ketika sejumlah kontradiksi antinomies dan diturunkan dalam
matematika (Kline, 1980; kneebone, 1963; liar, 1965). Dalam serangkaian publikasi
Gottlob Frege (1879, 1893) yang didirikan oleh yang paling ketat perumusan logika
matematika dikenal waktu itu, sebagai landasan untuk pengetahuan matematika.
Russell (1902), bagaimanapun, mampu menunjukkan bahwa sistem Frege tidak
konsisten. Masalahnya terletak pada Kelima Frege Undang-Undang Dasar, yang
memungkinkan satu set untuk dapat dibuat dari perluasan konsep apapun, dan untuk
konsep-konsep atau properti yang akan diterapkan untuk mengatur ini (Furth, 1964).
Russell diproduksi-nya yang terkenal paradoks dengan mendefinisikan properti of'not
menjadi unsur itu sendiri. Hukum Frege memungkinkan perluasan properti ini
dianggap sebagai satu set. Tapi kemudian menetapkan ini adalah elemen itu sendiri
jika, dan hanya jika, tidak; acontradiction. Frege hukum tidak dapat dijatuhkan tanpa
serius melemahnya sistem nya, namun hal itu tidak bisa dipertahankan.
Kontradiksi lain juga muncul dalam teori set dan teori fungsi. Temuan-temuan
seperti memiliki, tentu saja, makam implikasi bagi pandangan absolutis pengetahuan
matematika. Sebab matematika yang pasti, dan semua teorema yang pasti, bagaimana
bisa kontradiksi (yaitu, dusta) harus di antara para teorema? Karena tidak ada misteke
tentang munculnya kontradiksi-kontradiksi ini, pasti ada yang salah dalam dasar
matematika. The outcame dari krisis ini adalah pengembangan dari sejumlah sekolah
dalam filsafat matematika yang bertujuan adalah untuk menjelaskan sifat dari
pengetahuan matematika dan untuk membangun kembali yang pasti. Tiga sekolah
utama yang dikenal sebagai logicism, formalisme dan konstruktivisme (termasuk
intuisionisme). Prinsip-prinsip mazhab ini dan belum sepenuhnya berkembang
sampai abad kedua puluh, tapi Korner (1960) menunjukkan bahwa akar filosofis
mereka dapat ditelusuri kembali setidaknya sejauh Leibniz dan Kant.
a. logicism
logicism adalah aliran pemikiran yang menganggap matematika murni
sebagai bagian dari logika. Pendukung utama pandangan ini adalah G. Leibniz, G.
Frege (1893), B. Russell (1919), ANWhitechead dan R. Carnap (1931). Di tangan
Bertrand Russell klaim logicism receved yang paling jelas dan eksplisit perumusan.
Ada dua klaim:
1. Semua konsep matematika pada akhirnya dapat direduksi menjadi konsep-konsep
logis, asalkan ini diambil untuk memasukkan konsep teori himpunan atau
beberapa smilar sistem kekuasaan, seperti teori Russell jenis
2. Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan inferensi
logika sendiri.
Tujuan dari klaim ini adalah jelas. Jika semua dapat matematika murni
axpressed dalam istilah logis dan terbukti dari logika sendiri, maka kepastian
pengetahuan matematika dapat dikurangi dengan logika. Logika dianggap untuk
memberikan landasan untuk kebenaran tertentu, terlepas dari terlalu ambisius upaya
untuk memperluas logika, seperti Frege hukum kelima. Jadi, jika dilakukan demikian,
program logicist akan memberikan dasar logis tertentu untuk pengetahuan
matematika, membangun kembali inmathematics kepastian mutlak.
Whitehead dan Russel (1910-13) mampu mendirikan pertama dari dua klaim melalui
rantai definisi. Namun logicism karam di klaim kedua. Matematika membutuhkan
non-logis aksioma seperti aksioma infinty (produk yang cartesain keluarga non-
empaty set itu sendiri tidak kosong) Russell expressedit dirinya sebagai berikut.
Tetapi meskipun semua logis (atau matematika) proposisi dapat dinyatakan
sepenuhnya.
Dalam jangka konstanta logis bersama-sama dengan variabel, bukan kasus itu,
Sebaliknya, semua proporsi yang dapat dinyatakan dalam cara ini adalah logis.
Fouds sejauh yang diperlukan tetapi tidak cukup kriteria dari gagasan primitif
Persyaratan yang semua ide-ide matematika dapat didefinisikan, tetapi tidak dari
Proposisi primitif dari mana semua proposisi matematika dapat
Menyimpulkan. Ini adalah masalah yang lebih sulit, karena untuk yang belum
diketahui apa yang Kendali Jawabannya adalah.
Kita dapat mengambil aksioma infinity sebagai contoh dari proposisi yang,
walaupun dapat diucapkan dalam istilah logis, tidak dapat dinyatakan oleh logika
benar. (Russell, 1919, halaman 202-3, penekanan asli) Dengan demikian tidak semua
teorema matematika dan karenanya tidak semua truthsof matematika dapat
diturunkan dari aksioma logika sendiri. Ini berarti bahwa aksioma matematika tidak
alimimable mendukung logika tersebut. Teorema matematika dapat diminimalkan
bergantung pada seperangkat asumsi matematis. Memang, anumber dari aksioma
matematika yang penting adalah independen, dan baik mereka atau mereka dapat
adolted negasi, tanpa ketidakkonsistenan (Cohen, 1966). Jadi klaim kedua adalah
logicism ditentang.
Untuk mengatasi masalah ini Russell mundur Toa versi yang lebih lemah
logicism dipanggil jika-thenism ', yang menyatakan bahwa matematika murni terdiri
dari pernyataan implikasi from'AT'. Menurut pandangan ini, seperti sebelumnya,
matematika adalah kebenaran teorema oleh establisthed sebagai bukti-bukti logis.
Setiap thesetheorems (T) menjadi konsekuensi dalam sebuah pernyataan implikasi.
Gabungan dari matematika axioms9A) yang digunakan dalam pembuktian
dimasukkan ke dalam pernyataan sebagai theimplication yg di atas (lihat Carnap,
1931). Jadi semua asumsi matematika (A) di mana teorema 9T) depensare sekarang
dimasukkan ke dalam baru dari dari teorema (AT), menghindarkan kebutuhan
aksioma matematika.
Kecerdasan ini jumlah untuk sebuah pengakuan bahwa matematika adalah
sebuah sistem hypotheticodeductive, di mana konsekuensi dari aksioma diasumsikan
set dieksplorasi, tanpa menyatakan kebenaran niscaya mereka. Sayangnya, perangkat
ini juga mengarah pada kegagalan, karena tidak semua kebenaran matematika, seperti
aritmatika as'Peano konsisten, 'dapat dinyatakan dengan cara ini pernyataan
asimplications, sebagai Machover (1983) berpendapat.
Keberatan yang kedua, yang terus terlepas dari validitas dari dua logicist
klaim, merupakan alasan utama untuk penolakan dari formalisme. Ini adalah teorema
ketidaklengkapan Godel, yang menetapkan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk
menunjukkan semua kebenaran matematika. Maka pengurangan sukses aksioma
matematika logika orang-orang masih tidak cukup untuk derivasi dari semua
kebenaran matematika.
Ketiga yang mungkin keberatan menyangkut kepastian dan kehandalan logika
yang mendasarinya. Hal ini tergantung pada unexarmined dan, seperti yang akan
berpendapat, asumsi tidak berdasar. Dengan demikian program logicist mengurangi
kepastian pengetahuan matematika dengan logika gagal dalam prinsip. Logika tidak
memberikan dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
b. formalisme
Dalam istilah populer, formalisme adalah pandangan bahwa matematika
adalah permainan yang dimainkan meaninglees formal dengan tanda-tanda di atas
kertas, aturan berikut. Jejak-jejak filsafat yang formalis matematika dapat ditemukan
dalam tulisan-tulisan Uskup Berkeley, tapi pendukung utama formalis adalah David
Hilbert (1925) awal J. von Neumann (1931) dan H. Curry (1951). Hilbert's formalis
program matematika bertujuan untuk menerjemahkan ke dalam sistem formal
ditafsirkan. Dengan sarana terbatas namun bermakna meta-matematika sistem formal
itu harus ditunjukkan sebagai memadai untuk matematika, oleh mitra resmi yang
berasal dari semua kebenaran matematika, dan aman untuk matematika, meskipun
bukti-bukti konsistensi.
Tesis yang formalis terdiri dari dua klaim.
1. Matematika murni dapat dinyatakan sebagai ditafsirkan sistem formal, di mana
kebenaran matematika yang diwakili oleh teorema formal.
2. Keamanan sistem formal ini dapat dibuktikan dalam trems dari theirfreedom dari
inkonsistensi, dengan menggunakan meta-matematika.
Kurt Gödel's ketidaklengkapan Teorema (Godel, 1931) menunjukkan bahwa
program tidak dapat terpenuhi. Teorema pertama menunjukkan bahwa tidak semua
aritmetika truts dapat diturunkan dari Peano's Aksioma (atau yang lebih besar
aksioma rekursif diatur). Bukti-teori ini hasil sejak saat itu telah dicontohkan dalam
matematika oleh Paris yang Harrington, yang versi Teorema Ramsey benar, tetapi
tidak dapat dibuktikan dalam pean Aritmetika (Barwise, 1977). Teorema
Incomleteness kedua menunjukkan bahwa dalam kasus thedesired memerlukan bukti
konsistensi meta-matematika lebih kuat daripada sistem yang akan dijaga, yang
dengan demikian tidak menjaga sama sekali. Sebagai contoh, untuk membuktikan
konsistensi Arithmetic Peano diperlukan semua aksioma dari sistem itu dan lebih
lanjut asumsi, seperti prinsip induksi atas dihitung oftrasfinite ordinal (Gentzen,
1936)
Program yang formalis, sudah itu berhasil, akan memberikan dukungan bagi
pandangan absolutis kebenaran matematis. Bukti formal, yang berbasis di sistem
matematika formal konsisten, akan memberikan matematika touchtone untuk
kebenaran. Namun, dapat dilihat bahwa baik tuntutan formalisme telah ditentang.
Tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai teorema dalam sistem
formal dan lebih jauh lagi, sistem itu sendiri tidak dapat dijamin aman.
Untai yang konstruktivis dalam filsafat matematika dapat ditelusuri kembali
setidaknya sejauh Kant dan Kronecker (Korner,1960). Program yang konstruktivis
adalah salah satu matematika merekonstruksi pengetahuan (dan mereformasi praktik
matematika) untuk menjaganya aman dari kehilangan makna, dan dari kontradiksi.
Untuk tujuan ini, konstruktivis menolak argumen non-konstruktif seperti Cantor bukti
bahwa bilangan real yang tak terhitung, dan Hukum logis Dikecualikan Tengah.
Konstruktivis yang paling terkenal adalah intuitionists L.E.J.Brouwer dan A. Heyting.
Baru-baru ini ahli matematika E. Bishop(1967) telah membawa program
konstruktivis jauh, dengan merekonstruksi sebagian besar analisis, dengan
constuctivism berarti. Berbagai bentuk konstruktivisme masih berkembang saat ini,
seperti dalam karya filosofis M. intuisionis Dummett. Konstruktivisme mencakup
keseluruhan berbagai pandangan yang berbeda, dari ultra-intuitionists, melihat apa
yang dapat disebut filosofis intuitionists ketat, tengah jalan intuitionists, intuitionists
logis modern untuk berbagai macam kurang lebih konstruktivis termasuk liberal.
Matematikawan ini berbagi pandangan bahwa matematika klasik mungkin
tidak aman, dan bahwa hal itu perlu dibangun kembali oleh metode konstruktif dan
penalaran. Konstruktivis menyatakan bahwa kedua matematika kebenaran dan objek
matematika axistence harus ditetapkan oleh metode konstruktif. Ini berarti bahwa
konstruksi matematis diperlukan untuk menetapkan kebenaran atau keberadaan,
berlawanan dengan metode mengandalkan bukti oleh kontradiksi, berdasarkan
konstruktivis Pembatasan logika, dan makna dari istilah matematika / objek terdiri
dari prosedur formal yang mereka arre dibangun.
Meskipun beberapa konstruktivis berpendapat bahwa matematika adalah studi
tentang proses konstruktif dilakukan dengan pensil dan kertas, pandangan yang lebih
ketat dari intuitionists, dipimpin oleh Brouwer, adalah bahwa matematika terjadi
terutama dalam pikiran, dan bahwa matematika tertulis sekunder. Satu konsekuensi
dari itu adalah bahwa Brouwer menganggap semua axiomatizations dari logika
intuitionistic menjadi tidak lengkap. Refleksi dapat selalu menemukan secara intuitif
lebih lanjut dari intuitionistic benar aksioma logika, dan sehingga tidak pernah dapat
dianggap sebagai berada dalam bentuk akhir.
Intuisionisme mewakili konstruktivis dirumuskan paling penuh filosofi
matematika. Dua dipisahkan klaim intuitiuonism dapat dibedakan, yang istilah
Dummett positif dan negatif tesis. Yang positif adalah efek bahwa cara intuitionistic
matematika construiring gagasan dan operasi logis koheren dan sah satu, bahwa
matematika intuitionistic membentuk tubuh dimengerti teori. Tesis negatif yang
menyatakan bahwa cara klasik costuiring gagasan matematis dan operasi logis
inkoheren dan illegimate, itu matematika klasik, sementara yang mengandung, dalam
bentuk menyimpang, banyak nilai, yang tetap, karena berdiri tidak dapat dimengerti.
Pada daerah terlarang di mana terdapat baik klasik dan bukti contructivist
hasil, yang terakhir sering lebih disukai karena lebih informatif. Sedangkan
keberadaan klasik mungkin hanya menunjukkan bukti logis perlunya eksistensi,
eksistensi yang konstruktif bukti menunjukkan bagaimana untuk membangun objek
matematika yang eksistensinya ditegaskan. Hal ini meminjamkan kekuatan untuk
tesis positif, dari sudut pandang matematika. Namun, tesis negatif jauh lebih
bermasalah, karena tidak hanya gagal untuk menjelaskan tubuh substansial non-
konstruktif matematika klasik, tetapi juga menyangkal validitasnya.
Para konstruktivis tidak menunjukkan bahwa ada masalah yang dihadapi tidak
bisa dihindari matematika klasik atau bahwa inkoheren dan valid. Inded baik murni
dan terapan matematika klasik memiliki kekuatan untuk pergi dari kekuatan sejak
program konstruktivis diusulkan. Oleh karena itu, tesis negatif intuisionisme ditolak.
Masalah lain untuk pandangan konstruktivis, adalah bahwa sebagian dari hasil yang
tidak konsisten dengan matematika klasik. Jadi, misalnya, bilangan real kontinum,
seperti yang didefinisikan oleh intuitionists, adalah dihitung. Ini bertentangan dengan
hasil klasik bukan karena ada kontradiksi yang melekat, tetapi karena definisi
bilangan real berbeda. Pengertian konstruktivis sering memiliki arti yang berbeda dari
pengertian klasik yang sesuai.
Dari perspektif epistemologis, baik positif dan negatif dari intuisionisme tesis
cacat. Yang intuitionists klaim untuk menyediakan dasar tertentu untuk matematika
versi mereka kebenaran dengan menurunkan itu (mental) dari intuitif aksioma
tertentu, dengan menggunakan metode yang aman secara intuitif bukti. Pandangan ini
basis pengetahuan matematika secara eksklusif pada keyakinan subjektif. Tetapi
kebenaran mutlak (yang klaim untuk menyediakan intuitionists) tidak dapat
didasarkan pada keyakinan subjektif sendirian. Juga tidak ada jaminan bahwa berbeda
intuitionists 'intuisi kebenaran dasar akan sama, karena memang mereka tidak.
Intuisionisme mengorbankan sebagian besar matematika dalam pertukaran
untuk menenangkan kepastian bahwa apa yang tersisa dibenarkan oleh kami 'intuisi
primordial' (Urintuition). Tapi intuisi adalah subyektif, dan tidak cukup untuk
mencegah intersubjektif intuitionists dari berbeda-beda tentang apa yang mereka
'intuisi primordial' harus enshirine sebagai dasar matematika. (Kalmar, 1967, halaman
190) Dengan demikian tesis positif intuisionisme tidak menyediakan dasar tertentu
bahkan untuk subset dari pengetahuan matematika. Criticsm ini memanjang ke
bentuk konstruktivisme lain yang juga mengklaim kebenaran dasar matematika
konstruktif pada landasan konstruktivis jelas asumsi.
Tesis negatif intuisionisme (andof konstruktivisme, ketika memeluk),
mengarah ke penolakan tidak beralasan diterima pengetahuan matematika, dengan
alasan bahwa hal itu tidak dapat dimengerti. Tetapi matematika klasik dalam
dipahami. Ini berbeda dari sebagian besar matematika konstruktivis dalam asumsi-
asumsi yang didasarkan. Demikian contructivism bersalah dari apa yang analog
dengan Tipe I Kesalahan dalam statistik, yaitu penolakan terhadap pengetahuan yang
valid.
c. Kontruktivisme
Dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan
pemikiran dari teori konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan
perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan
mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luputdari pengaruh
teori ini. Paul Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan” mencoba
mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam praktik pendidikan. Berikut ini
adalah intisari buku tersebut, sekiranya bisa bermanfaat bagi para pendidik dan
orangtua.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld).
Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan
yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan
seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan
untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan
pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuanyang berkembang
sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep
dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat
siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua
tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar
bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau
fenomenayang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan
sesuatuyang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan
pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat
konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi
kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan
lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian jugastruktur pemikiran manusia.
Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang
harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus
mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan,
menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara
itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut
meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi
dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan
lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk
mengidentifikasikan rangsanganyang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan
konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah
tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata).
Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju
equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.