filsafat ilmu

13
FILSAFAT ILMU TUGAS I 0

Upload: rizky-nabila

Post on 19-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tugas Filsafat Ilmu

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat ilmu

FILSAFAT ILMU

TUGAS I

0

Page 2: Filsafat ilmu

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1

A. Cara Memperoleh Hukum dan Teori 2

B. Kritik Chalmers terhadap Induksi dan Deduksi 2

1. Induksi 2

2. Deduksi 3

C. Pandangan Metodologis Karl Popper 3

1. Pembelaan Popper yang Tidak Memadai 4

2. Popper Tentang Pendekatan ke Kebenaran

6

D. Implikasi Pandangan Karl Popper terhadap Pengembangan

Prodi Gizi & Kesehatan 6

1

Page 3: Filsafat ilmu

A. Cara Memperoleh Hukum dan Teori

Pengetahuan ilmiah ialah pengetahuan yang telah dibuktikan kebenarannya. Teori-

teori ilmiah ditarik dengan cara ketat dari fakta-fakta pengalaman yang diperoleh lewat

observasi dan eksperimen. Dari pernyataan-pernyataan yang dihasilkan lewat observasi atau

yang bisa disebut dengan keterangan-keterangan observasi, kemudian menjadi dasar untuk

menarik hukum-hukum dan teori-teori yang membentuk pengetahuan ilmiah.

"Ilmu berpijak pada suatu dasar yang kukuh yang diperoleh melalui observasi dan

eksperimen, dan pada pikiran bahwa ada semacam prosedur penarikan kesimpulan yang

memungkinkan kita menarik teori teori ilmiah lewat observasi dan eksperimen dengan cara

yang dapat dipercaya."

Teori-teori dapat berubah seiring dengan penemuan fakta-fakta baru yang dapat

menyangkal teori sebelumnya.

B. Kritik Chalmers terhadap Induksi dan Deduksi

1. Induksi

Menurut Chalmers, pandangan kaum induktivis sangat keliru dan bahkan

menyesatkan secara berbahaya karena menurut mereka ilmu bertolak dari observasi.

Keterangan-keterangan observasi menjadi dasar untuk menarik hukum dan teori yang

membentuk pengetahuan ilmiah. Penyimpulan induktif yang jelas valid karena

memenuhi kriteria yang telah dispesifikasi oleh prinsip induksi, dapat membawa ke satu

keimpulan yang salah, sekali pun fakta menunjukkan bahwa semua premisnya benar.

Dengan demikian, jelas induksi tidak dapat dibenarkan berdasarkan logika semata.

Disamping berputar-putar dalam usaha untuk membenarkan prinsip induksi,

prinsip induksi masih menderita banyak kekurangan dan kelemahan. Kelemahan-

kelemahan tersebut berpangkal pada kekaburan dan kebimbangan dari tuntutan bahwa

“sejumlah besar” observasi harus dilakukan pada “variasi keadaan yang luas”. Variasi

kondisi yang luas dalam prinsip induksi telah menimbulkan persoalan-persoalan serius

bagi kaum induktivis.

Makin besar jumlah observasi yang membentuk dasar suatu induksi, makin

besar variasi kondisi di mana observasi dilakukan, maka makin besarlah pula probabilitas

2

Page 4: Filsafat ilmu

hasil generalisasi itu benar. Sekalipun, prinsip induksi dalam bentuk versi probabilitas

dapat dibenarkan, ia tetap masih menimbulkan persoalan lanjutan yang harus dihadapi

oleh kaum induktivis yang sangat berhati-hati. Persoalan itu berhubungan dengan

kesulitan yang dijumpai bila mencoba menentukan secara persis bagaimana probabilitas

suatu hukum atau teori dilihat dari segi pembuktian yang terperinci.

Hume telah menunjukkan bahwa induksi tidak dapat dibenarkan dengan

mengajukan appeal kepada logika atau pengalaman lalu menyimpulkan bahwa ilmu

tidak dapat dibenarkan secara rasional. Selain itu, salah satu yang melemahkan

induktivitas adalah bahwa semua pengetahuan non-logis mesti berasal dari pengalaman

dan menentang masuk akalnya prinsip induksi atas dasar beberapa pertimbangan lain.

Bagaimanapun, menganggap prinsip induksi sebagai suatu hal yang sudah jelas tidaklah

diterima. Karena “jelas” itu relatif dan banyak tergantung pada tingkat pendidikan

seseorang. Respon ketiga terhadap problema induksi melibatkan penolakan bahwa ilmu

didasarkan pada induksi.

2. Deduksi

Menurut Chalmers, prinsip deduktif bagi kalangan ilmuwan adalah hukum-

hukum dan teori yang bersifat universal, maka dari situ dimungkinkan baginya menarik

konsekuensi-konsekuensi yang bisa digunakan untuk memberikan penjelasan-penjelasan

dan ramalan-ramalan. Prinsip dari suatu deduksi apabila premis-premis suatu deduksi

benar secara logis, maka kesimpulan mesti benar. Akan tetapi, logika dan deduksi saja

tidak dapat mengukuhkan kebenaran mengenai keterangan fakta-fakta. Suatu argumen

bisa merupakan deduksi logis yang sempurna, walau pun ada premis yang tidak sesuai

dengan kenyataan sebenarnya. Oleh karenanya, deduksi logika saja tidak dapat berlaku

sebagai sumber suatu keterangan yang benar tentang dunia. Deduksi berkaitan dengan

penarikan keterangan-keterangan dari keterangan-keterangan lain yang sudah diketahui.

C. Pandangan Metodologis Karl Proper

Pada masa itu, Karl Popper melakukan kritik terhadap kecenderungan metodologi

sains yang didominasi oleh Positivisme. Positivisme adalah sebuah aliran filsafat yang

bahkan sampai detik ini masih berjaya dan dianggap sebagai aksioma oleh para saintis

maupun masyarakat umum. Karl Popper mengajukan sebuah gagasan yang menarik

mengenai falsifikasi. Penggunaan istilah falsifikasi adalah untuk menyatakan bahwa setiap

3

Page 5: Filsafat ilmu

penelitian ilmiah dituntun oleh teori tertentu yang mendahuluinya atau suatu keadaan yang

salah, tidak benar, tidak correct.

Dalam filsafat ilmu Karl Popper, selama suatu teori belum bisa difalsifikasi, maka ia

akan dianggap benar. Artinya, keyakinan kebenaran teori tersebut tidak mutlak, hanya

merupakan keyakinan yang memadai. Namun ketika teori itu difalsifikasi, maka akan

menimbulkan keyakinan mutlak bahwa  teori tersebut salah. Artinya yang akan memberikan

keyakinan mutlak adalah falsifikasi, bukan verifikasi. Contoh, “Semua zat akan memuai jika

dipanaskan”. Teori ini telah menjadi sebuah mitos selama berabad-abad dalam dunia fisika.

Namun dalam paradigma filsafat ilmu Popper, teori tersebut tidaklah dianggap sebagai

kebenaran mutlak. Namun ia akan dianggap benar dengan keyakinan yang memadai.

Kemudian terjadi penemuan air yang mendekati titik beku dapat menggugurkan teori itu.

Inilah yang dimaksud dengan falsifikasi oleh Karl Popper.

“Dengan senang hati saya mengakui bahwa falsifikasionis seperti saya sendiri jauh

lebih suka berusaha memecahkan persoalan yang menarik dengan melakukan dugaan yang

berani, walaupun (dan terutama) apabila tidak lama kemudian ternyata salah, daripada

mengulang suatu rangkaian kebenaran-basi yang tidak relevan. Kami lebih suka ini karena

kami percaya bahwa begitulah caranya kita dapat belajar dari kesalahan – kesalahan kita,

dan setelah mengetahui bahwa dugaan kita salah, kita akan belajar banyak tentang

kebenaran, dan akan makin mendekati kebenaran.”

1. Pembelaan Popper yang Tidak Memadai

Buku Popper berjudul “The Problem of the Empirical Base”, ia menguraikan

suatu pandangan tentang observasi dan keterangan-observasi yang memperhitungkan

fakta bahwa keterangan-observasi yang tidak fallibel tidak dihasilkan langsung

melalui persepsi indera. Pandangan Popper menyoroti pentingnya perbedaan antara

keterangan-observasi publik di satu pihak dan pengalaman-pengalaman persepsual

pribadi pengaman individual di lain pihak.

“Tiap keterangan empiris ilmiah dapat dikemukakan (dengan menguraikan

aturan-aturan eksperimennya, dsb.) sedemikian rupa sehingga siapapun yang

mengetahui teknik bersangkutan dapat mengujinya. Apabila sebagai hasil, si penguji

menolak keterangan itu, maka hal itu tidak akan memberikan kepuasan kepada kita

apabila ia hanya memberitahukan kepada kita segala rasa sangsinya atau perasaan

keyakinannya akan persepsinya saja. Apa yang harus si penguji lakukan ialah

merumuskan suatu keterangan yang bertentangan dengan keterangan kita, dan

4

Page 6: Filsafat ilmu

memberikan instruksinya kepada kita untuk mengujinya. Apabila ia gagal beruat

demikian, kita hanya dapat menasehatinya untuk memandang sekali lagi dan mungkin

dengan lebih cermat eksperimen kita, dan memikirkannya sekali lagi.”

Inti sari dari pandangan Popper tentang keterangan-obsevasi adalah bahwa

akseptabilitas mereka diukur dengan kemampuannya untuk dapat tahan uji. Yang

gagal dalam ujian harus ditolak, sedangkan yang lulus dari segala ujian dipertahankan

dengan percobaan. Popper menekankan pada peranan keputusan individu-individu

atau grup-grup individu untuk menerima atau menolak apa yang disebut sebagai

“keterangan dasar”. Ia menulis :”Keterangan-keterangan dasar diterima sebagai hasil

suatu keputusan atau persetujuan dan dalam batas itu mereka adalah konvensi-

konvensi”.

Penekanan Popper pada kesadaran keputusan individual telah

memperkenalkan unsur subjektif yang sebenarnya bertentangan dengan apa yang ia

kemukakan tentang ilmu sebagai “suatu proses tanpa subjek”. Suatu keterangan –

observasi dapat diterima dengan percobaan , pada suatu tingkat tertentu

perkembangan ilmu apabila ia dapat bertahan terhadap segala ujian yang

dimungkinkan oleh ilmu bersangkutan pada tingkat perkembangan ilmu itu.

Menurut pandangan kaum Popperian, keterangan-observasi yang membentuk

dasar teori ilmiah adalah fallible. Popper menekankan hal ini dengan metafora yang

sangat menarik :

“Dasar empiris ilmu yang objektif dengan demikian tidak ada yang absolut.

Ilmu tidak terletak di atas satu batu besar yang kukuh. Struktur teorinya berdiri

seakan-akan diatas rawa. Bagaikan rumah yang dibangun diatas tiang-tiang. Tiang-

tiang itu dipancangkan ke dalam rawa, tapi tidak sampai pada suatu dasar yang

wajar, dan apabila kita berhenti memancangkan tiang-tiang itu lebih dalam, maka itu

bukan karena kita telah mencapai dasar rawa yang kukuh. Kita berhenti hanya

karena merasa puas bahwa tiang-tiang itu telah cukup kuat untuk menahan bangunan

itu, sekurang-kurangnya untuk sementara waktu.”

Akan tetapi justru karena keterangan-observasi adalah fallible dan

penerimaannya hanya secara percobaan serta terbuka untuk di revisi, maka ia

bertentangan dengan pandangan falsifikasionis. Teori - teori tidak dapat konklusif

difalsifikasi, karena keterangan-observasi yang menjadi dasar untuk falsifikasi itu

sendiri mungkin salah dilihat dari perkembangannya selanjutnya.

5

Page 7: Filsafat ilmu

2. Popper Tentang Pendekatan ke Kebenaran

Sumbangan penting Popper dalam usaha untuk menerangkan bahwa ilmu

adalah pencarian akan kebenaran,ialah pengakuannya akan arti penting ide untuk

mendekat ke kebenaran.Misalnya mereka ingin bisa berkata bahwa teori Newton lebih

dekat ke kebenaran daripada teori Galileo, walaupun kedua-duanya salah. Popper

menyadari bahwa penting baginya untuk membuat ide tentang mendekat ke kebenaran

itu sedemikian rupa, sehingga masuk akal untuk mengatakan, misalnya bahwa teori

Newton merupakan pendekatan ke kebenaran yang lebih baik daripada teori Galileo.

Popper menganggap kemajuan sebagai pendekatan beruntun ke kebenaran

mempunyai ciri instrumentalis yang menyimpang dari aspirasi-aspirasinya yang

realis.

Objektivitas Popper jika dibahas dari segi pandangan materialistis , dipandang

sebagai objektivitas yang kepalang-tanggung. Kesalahan utama terlihat pada Popper.

Bagi Popper, tujuan ilmu adalah “kebenaran”. Popper sering menulis seakan-akan

eksistensi suatu metode ilmiah yang tepat, ditentukan oleh ilmuwan individual yang

mempunyai sikap yang tepat. Popper menyebut hal ini sebagai metode ilmiah yang

tepat dengan istilah rasionalisme kritis. Subjektivisme Popper menjadi jelas secar

paradox, ketika ia membedakan tiga dunianya. Dunia 1 adalah dunia yang dihuni oleh

objek-objek fisik dan dunia. Dunia 2 dihuni oleh proses berpikir subjektif. Dunia 3

dihuni oleh teori, problema, argument, dsb. Keputusan-keputusan Popper hanya

mengenai penerimaan keterangan tunggal saja.

Notes :

a. Metodologi Popper tentang program-program riset ilmiah menjadikan pandangan

objektivis tentang ilmu didukung oleh Lakatos.

D. Implikasi Pandangan Karl Popper terhadap Pengembangan Prodi Gizi & Kesehatan

Ilmu berkembang maju melalui percobaan dan kesalahan serta melalui dugaan dan

penolakan. Hanya teori yang paling cocok yang dapat bertahan. Suatu hipotesa adalah

falsifiable apabila terdapat suatu keterangan observasi atau suatu perangkat keterangan

observasi yang tidak konsisten dengannya yakni, apabila ia dinyatakan sebagai benar maka ia

akan memfalsifikasi hipotesa itu. Kegiatan ilmu mengandung hipotesa-hipotesa yang tinggi

falsifiabilitasnya, diikuti dengan usaha-usaha yang matang dan tekun untuk memfalsifikasi.

6

Page 8: Filsafat ilmu

Seperti yang dikatakan oleh Popper, “Berusaha memecahkan persoalan yang menarik dengan

melakukan dugaan berani walaupun kemudian ternyata salah. Dengan begitu kita dapat

belajar dari kesalahan-kesalahan kita dan akan banyak belajar tentang kebenaran dan akan

semakin mendekati kebenaran”.

Jika dihubungkan dengan ilmu Gizi dan Kesehatan yang berkembang saat ini, pastinya

akan banyak penelitian baru yang muncul di permukaan atas dasar masalah-masalah yang

berkembang di masyarakat. Karena dasar itu akan makin banyak hipotesa atas penelitian

yang berkembang, semakin banyak kesalahan atas hipotesa tersebut maka penelitian yang

dilakukan akan terus berlanjut sehingga ilmu yang didapatkan semakin banyak dan penelitian

tersebut akan semakin dekat dengan titik kebenarannya.

Selain itu, Popper juga menguraikan bahwa “Suatu pandangan observasi dan

keterangan-observasi yang memperhitungkan fakta bahwa keterangan observasi yang tidak

falibel tidak dihasilkan langsung melalui persepsi indra”. Kaitannya dengan ilmu Gizi dan

Kesehatan ialah suatu penelitian dari sebuah masalah harus diteliti sedemikian detail dan

sesuai dengan fakta yang terjadi agar hasil atau ilmu yang didapatkan bisa berguna ataupun

bermanfaat untuk masalah yang sedang dipecahkan, dan bisa membuat ilmu itu bertahan

dalam jangka waktu yang lama bukan hanya untuk sekarang tapi untuk masa yang akan

datang pula.

Tujuan ilmu menurut Popper adalah “kebenaran”. Dia menulis seakan-akan eksistensi

suatu metode ilmiah yang tepat, ditentukan oleh ilmuwan individual yang mempunyai sikap

yang tepat. Dia menyebut metode ini dengan istilah rasionalisme kritis. Sehingga perlu

dilakukan praktek oleh para individu yang bersikap dan bertujuan tegas untuk mencapai

kebenaran dengan cara menemukan dan mengoreksi kesalahan-kesalahan mereka.

Apabila dihubungkan dengan perkembangan prodi Gizi dan Kesehatan, maka dapat

dikatakan tujuan dari ilmu Gizi dan Kesehatan adalah untuk mencapai sebuah kebenaran

ilmiah. Setiap tahunnya pasti akan ada suatu inovasi-inovasi baru yang mendukung kemajuan

ilmu Gizi dan Kesehatan agar selalu bisa mengikuti perkembangan zaman dan kasus yang

ada. Namun tentunya inovasi-inovasi tersebut butuh beberapa pengujian kritis dan

eksperimental secara tegas. Hal tersebut dimaksudkan agar nantinya inovasi-inovasi tersebut

tidak berdampak buruk di kemudian hari.

Kemudian salah satu hubungan antara teori-teori ilmiah dengan dunia yang menjadi

sasaran pentrapan teori ilmiah adalah realisme. Realisme adalah teori-teori yang bertujuan

untuk menguraikan bagaimana dunia ini sebenarnya. Bagi kaum realis, ilmu bertujuan untuk

membuat keterangan-keterangan yang benar tentang bagaimana keaadaan dunia ini

7

Page 9: Filsafat ilmu

sebetulnya. Kebenaran yang dipahami sebagai karakterisasi yang tepat mengenai realitas,

merupakan kebenaran yang objektif bagi kaum realis, seperti Popper.

Popper selalu berusaha untuk mempertahankan klaimnya yang menganggap penting

untuk berbicara tentang kebenaran sebagai tujuan ilmu dengan menjabarkan apa yang

dimaksud dengan klaim ilmiah bahwa ini adalah benar atau bahwa itu sesuai dengan fakta.

Contoh yang Popper berikan itu diambil dari kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan

perkembangan ilmu Gizi dan Kesehatan yang tentu saja membicarakan fakta-fakta dan

kebenaran yang bersumber dari pengetahuan serta penelitian. Ilmu ini tentu saja juga dapat

diaplikasikan di kehidupan sehari-hari karena memang subjek utama dari ilmu Gizi dan

Kesehatan adalah manusia.

Popper juga memandang bahwa fikiran manusia menjadi penentu dalam membentuk

hubungan antara dunia pertama tentang objek fisik dan dunia ketiga tentang teori, problema,

argumen, serta lainnya. Dengan demikian fikiran menjadi “mediator antara dunia pertama

dan dunia ketiga”. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa nantinya fikiran manusia akan

mengubungkan objek-objek di alam dengan teori-teori kegizian. Tentunya fikiran manusia

jugalah yang menentukan bagaimana perkembangan prodi Gizi dan Kesehatan untuk

kedepannya, apakah akan menjadi lebih baik atau lebih buruk dari masa sekarang.

8