file.upi.edufile.upi.edu/.../manusia_dalam_prespektif_al-qur'an.docx · web viewallah swt ke...

31
MANUSIA DALAM PERSFEKTIF AL-QUR’AN Lili sholihat, SH PENDAHULUAN “Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. adz -Dzaariat: 21) Manusia merupakan salah satu aktor utama dalam al-Qur'an. Keutamaannya itu terletak dari sisi kemuliaannya, 1 dengan banyak disebutkan peristilahan di dalamnya, 2 potensi yang dimilikinya, 3 khitab atau amanah dari Allah Swt. yang harus dipikulnya, 4 tempat yang harus dipelihara dan dirawatnya, 5 pedoman atau aturan yang harus dipegang dan diamalkannya. 6 Bagaimanapun, manusia merupakan, salah satu dari makhluk-makhluk ciptaan Allah Swt. la juga sebagian besar mempunyai sifat-sifat yang sama dengan makhluk lain dan diciptakan dengan unsur-unsur yang ada juga pada mahkluk lain. 1 QS. AI-Isra: 70, lihat QS. AI-Tiin: 4. 2 Istilah-Istilah yang sering disebut al-Qur'an yang menunjuk kepada manusia di antaranya: basyar, insane (Unas, Anasy, Ins) 3 QS. Al-Tiin: 4 QS. M-Mulk: 23, OS. AI-Isra 36. 4 QS. Al Ahjab 72 5 QS. Maryam 40 QS- AI-Baqarah: 11, 60; al-A'raf. 55, 84. 6 QS. Al-Baqarah, 2, 185, QS, al-Maidah 50 1

Upload: lyxuyen

Post on 07-Jun-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MANUSIA DALAM PERSFEKTIF AL-QUR’AN Lili sholihat, SH

PENDAHULUAN

“Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

(QS. adz -Dzaariat: 21)

Manusia merupakan salah satu aktor utama dalam al-Qur'an.

Keutamaannya itu terletak dari sisi kemuliaannya,1 dengan banyak disebutkan

peristilahan di dalamnya,2 potensi yang dimilikinya,3 khitab atau amanah dari

Allah Swt. yang harus dipikulnya,4 tempat yang harus dipelihara dan dirawatnya,5

pedoman atau aturan yang harus dipegang dan diamalkannya.6

Bagaimanapun, manusia merupakan, salah satu dari makhluk-makhluk

ciptaan Allah Swt. la juga sebagian besar mempunyai sifat-sifat yang sama

dengan makhluk lain dan diciptakan dengan unsur-unsur yang ada juga pada

mahkluk lain.

Apabila kita menelusuri tentang substansi manusia, maka Kita akan

menemukan tiga substansi pokok, yaitu , pertama, substansi material dan kedua

substansi imaterial, dan ketiga substansi fungsional. Secara mateital, manusia

disebut dengan al-Basyar yang ujungnya berakar ke tanah. Sementara dipandang

dari sudut imaterial, manusia terdiri unsur ruhaniah seperti ruh, akal, indra, d1l.

Sedangkan dipandang dari sudut fungsional al-Qur'an menyebut manusia sebagai

abdun atau 'abid yang artinya hamba yang tugasnya mengabdi. Di samping itu

1 QS. AI-Isra: 70, lihat QS. AI-Tiin: 4.2 Istilah-Istilah yang sering disebut al-Qur'an yang menunjuk kepada manusia di antaranya:

basyar, insane (Unas, Anasy, Ins)3 QS. Al-Tiin: 4 QS. M-Mulk: 23, OS. AI-Isra 36. 4 QS. Al Ahjab 725 QS. Maryam 40 QS- AI-Baqarah: 11, 60; al-A'raf. 55, 84. 6 QS. Al-Baqarah, 2, 185, QS, al-Maidah 50

1

al-Qur'an menyebut sebagai khalifah manusia memiliki potensi dalam

mengembangkan karya dan ilmu.

Dari paparan di atas penulis mencoba membongkar tentang hal-hal yang

berkaitan dengan basic pokok manusia menurut al-Qur'an. Maka untuk lebih

terperinci pembabasan masalah manusia dibagi menjadi beberapa sub bahasan

berikut ini :

1. Hakikat manusia dalam Al-Qur’an

2. Proses penciptaannya

3. Istilah-istilah untuk manusia

4. Potensi manusia

5. Pedoman hidup manusia

6. Tugas manusia

7. Kesimpulan.

1. Hakikat Manusia dalam al-Qur'an

Pembicaraan tentang hakikat manusia pada dasarnya membicarakan

persoalan yang selalu menarik untuk dibicarakan karena tidak pemah habis selama

manusia masih berpikir. Pembicaraan pada-dasarnya membabas pokok persoalan

yang bersifat radikal, yaitu berusaha menemukan akan pengertian manusia yang

mungkin saja melewati batas-batas pengertian yang hanya menekan pada salah

satu aspek kehidupannya. Seperti yang terdapat dalam kajian berbagai disiplin

ilmu, umpamanya antropologi, sosiologi, biologi dan psikologi. Hakikat manusia

adalah sesuatu yang amat vital yang menemukan kehidupannya di tengah kancah

kehidupan sosial .7

Prof Dr. M. Quraish Shihab telah mengutip pendapat Dr. A. Carrel dalam

bukunya Man The Unknown yang menjelaskan tentang kesukaran yang dihadapi

untuk mengetahui hakikat manusia. Dia mengatakan bahwa pengetahuan tentang

makhluk-makhluk hidup secara umum dan manusia khususnya belum mencapai

7 Syahidin, metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi. (Jakarta: misaka Gazila 1999), cet ke-1 h. 27

2

kemajuan, seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya.8

Kesukaran itu menurut Quraish Shihab disebabkan oleh tiga hal yaitu:

1. Pembahasan tentang masalah manusia terlambat dilakukan karena pada

mulanya perhatian manusia hanya tertuju pada penyelidikan alam.

2. Ciri khas akal manusia yang lebih cenderung memainkan hal-hal yang tidak

kompleks

3. Multikompleksnya masalah manusia

Namun demikian, Pencarian hakikat manusia ini akan melahirkan

kesadaran bahwa dirinya memiliki asal yang sangat terkait dengan unsur-unsur

manusia itu sendiri.

Upaya pencarian hakikat manusia tidak cukup berhenti pada suatu

pandangan untuk menjelaskan tentang unsur pokok yang secara internal ada di

dalam dirinya atau pun ada pada apa yang dimilikinya yang sesungguhnya bersifat

eksternal. Untuk itu, diperlukan sandaran pemikiran yang lebih mendasar guna

memahami dan menentukan hakikat manusia itu, yaitu suatu sandaran yang dapat

membawa ke arah pemahman yang lebih mendasar dan berada pada tingkat yang

lebih tinggi dari hasil pemikiran manusia (ilmu dan filsaftat). Sandaran yang

dimaksud lebih tinggi dan lebih kuat dari sekadar hasil pemikiran manusia itu

adalah firman-firman Tuhan (wahyu ilahi).9

Konsep manusia dalam Islam, diambil dari ayat al-Qur’an dan Hadits.

Menurut surat al- Mu'minun ayat 12-16, manusia diptakan Allah dari intisari tanah

yang dijadikan nuhtfah dan disimpan di tampat yang kokoh. Kemudian nuthfah itu

dijadikan darah beku, darah beku Itu dijadian mudghah,, mudghah dijadikan

tulang, tulang yang dibalut dengan daging dan kemudian dijadikan Allah makhluk

lain. Surat as-Sajdah ayat 7-9 selanjutnya menjelaskan bahwa setelah kejadian

manusia dalam kandungan mengambil bentuk, ditiupkanlah ruh oleh Allah Swt.

ke dalamnya dan dijadikannya pendenganran, penglihatan, dan perasaan. Hadits

yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan

8 M. Quraish Shihab, wawasan Quran, (Bandung Mizan, 1996) cet. Ke-1, hal 2779 Syahidin, op. Cit h. 28

3

Allah Swt ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40

hari darah beku, dan 40 ha ri mudhgah.10

Berdasarkan ayat dan hadits tersebut di atas, jelas bahwa manusia terdiri

dari dua unsur, macam dan material, jasmani dan ruhani. Pembicaraan mengenai

kedua unsur ini sangat menarik karena banyak istilah dan pendapat yang

dikemukakan para ilmuwan.

Prof Dr. Harun Nasution misalnya menjelaskan tentang kedua unsur

manusia itu dengan jelas. menurutnya manusia tersusun dari unsur materi yaitu

tubuh yang mempunyai hayat dan unsur imateri yaitu ruh yang mempunyai dua

daya: daya rasa di dada dan daya pikir di kepala. Daya rasa jika diasah dengan

baik, mempertajam hati nurani, daya pikir jika dilatih mempertajam penalaran.11

Senada dengan pendapat Harun Nasution, Dr. H. Afif Muhammad 12berpendapat bahwa hakikat substansi manusia terdiri dari dua unsur yaitu : unsur

bawah dan unsur atas. Unsur bawah yang dimaksud adalah tanah, jasad (turab,

basyor) Sedangkan unsur atas adalah ruh yang dimasukan ke janin.13

Dengan demikian, Apabila kita menghubungkan ayat dan hadits juga

pendapat-pendapat di atas dengan QS. adz-Dzaari ayat: 56, maka kita dapat

mengatakan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang terdiri unsur jasmani dan

ruhani yang berkewajiba untuk mengabdi (lbadah).

2 . Proses Penciptaan Manusia

AI-Quran telah menjelaskan dua unsur manusia yaitu jasad dan ruh.

Keduanya diciptakan oleh Allah Swt melalui proses atau tahapan tertentu. Namun

kebanyakan ayat al-Qur’an yang bertebaran di surat-surat yang berkenaan dengan

penciptaan manusia membicarakan tentang proses penciptaan, unsur jasad. Proses

atau tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

10 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995), cet ke-1, hal 37.11 Harun Nasution, op, cit. hal 38.12 Dr. H. Afif Muhammad, MA. Adalah mantan ketua jurusan Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuluddin dan sekarang menjabat sdebagai Asisten Direktur 1 pasca Sarjana IAIN “SGD” Bandung.13 Sari tulisan wawancara dengan mantan Ketua Tafsir Hadist, Dr. H. Afif Muhammad, MA. Oada tanggal 8 maret 2004.

4

Penciptaan jasad pertama diawali dari tanah, hal tersebut dijelaskan al-

Qur’an dalam surat al-Hajj ayat 5 yang artinya :

“Hai sekalian manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan, maka

(ketahuilah) sesungguhnya telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari

setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging

yang sempurna kejadiaannya dan yang tida sempurna, agar kami jelaskan kepada

kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu

yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagi bayi, kemudian

(dengan berangsur-angsur) sampailah kamu kepada kedewasaan, dan diantara

kamu ada yang diwafatkan (umur pendek) dan ada pula diantara kamu yang

dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi

sesuatupun yang dahulunya telah diketahui... (QS. Al-Hajj: 5)

Ayat tersebut turun (nuzul) berkenaan dengan ungkapan-ungkapan orang

kafir yang meragukan bahkan tidak mempercayai adanya kehidupan akhirat.

Kemudia Allah Swt meyuruh rasul-Nya untuk menjawab problem ini dengan

memperhatikan proses permulaan penciptaan manusia. Adapun munasabah sabab

nuzul ini dengan QS. 36: 79 dan QS 17- 51 yang intinya menjelaskan keraguan

orang kafir terhadap hari kebangkitan (akhirat)

Ayat ini dengan jelas menceritakan proses penciptaan manusia mulai dari

Adam as yang diciptakan dari tanah sampai kepada anak cucu Adam yang

diciptakan dengan proses reproduksi yaitu sperma.

Proses tersebut menurut al-Qur’an menjelaskan berkaitan dengan penciptaan asal

manusia dari tanah.14 Yang dimaksud disini adalah manusia pertama yaitu Adam

as. 15 munasabah pernyataan in dijelaskan dalam surat ali-Imran (3) ayat 59 yang

artinya “ sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti Adam

yakni Allah menciptakan Adam dari Tanah. Penciptaan Adam dari tanah

menurut ayat yang lain, terbuat dari tanah liat, dan lumpur hitan (QS. Al-Hijr: 28-

29)

14 Ibid hal. 15815 QS. 23 : 12

5

Jadi sampai disini, kita dapat melihat asal penciptaan manusia (Adam As.)

adalah dari tanah. Tanah ini merupakan unsur pembentuk jasad yang dalam istilah

Afif Muhammad disebut unsur bawah.

Kedua, al-Qur’an rnenjelaskan dalam proses penciptaan setelah Adam As

(anak cucu Adam) melalui proses penjabaran yang cukup panjang. Proses tersebut

diawali dengan penciptaan sperma dari sari pati tanah16, kemudian Allah

menciptakan dari sari pati itu sperma yang ditumpahkan17 dalam ayat lain sperma

yang hina18, sperma yang memancar19.

Ketiga, kemudiaan sperma, berproses menjadi alaqah (segumpal darah),

kemudian 'alaqah diproses menjadi mudghah (segumpal daging), setelah itu

menjadi bayi. Surat al-Mu'minun 14 melanjutkan proses reproduksi yang

dijelaskan dalam QS al- Hajj: 5 yaitu dengan tambahan informasi bahwa setelah

'alaqah menjadi mudhgah, dan sebelum menjadi bayi, ada proses mudghah

menjadi 'idhamafa kasauna al-idhama lahman (tulang belulang yang dibungkus

kulit). Kemudian tulang belulang dibungkus kulit itu berbentuk bayi dan akhirnya

keluarlah (thifla)

Dalam ayat lain terkadang al-Qur’an menginformasikan proses penciptaan

manusia secara singkat , misalnya dalam surat al-Kahfi: 38 , proses penciptaan

manusia berawal dari tanah kemudian Sperma, kemudian manusia sempurna.

Selama proses berlangsung dari muthfah ke ‘alaqah dst, al-Qur’an

menyebutkan ada satu peristiwa yang hanya Allah Swt. yang tahu. Peristiwa ini

adalah ditiupkan atau dimasukan ruh oleh Allah Swt. ke janin tersebut20. Tidak

ada satu ayatpun yang memberikan jawaban atas Pertanyaan kapan dan

bagaimana cara masuknya ruh tersebut. Namun ada keterangan hadits yang

menyatakan bahwa masuknya ruh pada usia janin berumur tiga bulan atau 120

hari. Selanjutnya setelah ditiupkan ruh, Allah menciptakan atau memberikan

indra pendengaran dan penglihatan.(QS. 32:9), bahkan dalam ayat lain

ditambahkan dengan qaib atau fuadh (QS, 67:23, 17:36)16 QS. Al-Qiyamah (75): 2717 QS. As-Sajdah (32): 8, lihat juga al-Mursalat (87): 2018 AS. At-Tariq: 619 QS. 15:29; 38:71-7220 QS 15: 29, 3 8: 7 1 - 7 2.

6

Maurice Bucaille memiliki argumen yang sistematis dalam menjelaskan

proses penciptaan manusia. Ia berpendapat bahwa disamping pernyataan yang

sangat umum teks Quran menarik perhatian kita mengenai soal-soal teks

reproduksi yang dapat kita kelompokan sebagai berikut:

1) Adanya setetes cairan yang menyebabkan terjadinya pembuahan QS. 16: 4;

77 37; 23 : 13.

2) Watak dari zat yang membuahi QS.86: 6; 87: 20; 76: 2, 32: 8

3) Menetapnya telor yang sudah dibuahi QS.22: 5: 96: 2; 23: 14; 75.-38

4) Perkembangan embrio QS. 23.; 14; 32 ; 9, 53: 45- 4621

Berdasarkan kepada penjelasan di atas, kita dapat mengurutkan proses

penciptaan manusia itu sebagai berikut:

1) Adam as sebagai manusia pertama diciptakan dari tanah liat dan lumpur hitam

2) Anak cucu Adam as. diciptakan dari sari pati tanah yang kemudian menjadi

sperma yang tertumpah, memancar, dan hina.

3) Kemudian setelah sperma menjadi 'alaqah, alaqah menjadi mudhdah, lalu ia

menjadi ‘idhaman lahman.

4) Pada saat proses di atas (poin 2 dan 3) berlangsung ditiupkanlah ruh.22 di

samping ruh Allah menciptakan atau memberikan indra pendengaran, dan

penglihatan, dan hati23

5) Setelah sampai pada masa yang telah ditetapkan Allah Swt. (kelahiran paling

cepat 6 bulan, mayoritas 9 bulan, dan pendapat lain satu tahun)24, lalu lahirlah

bayi atau manusia sempurna (thifl, rajul)

C. Istfiah-Istilah untuk Manusia

Ada tiga kata yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukan kepada manusia

21 Dr, Maurice Bucaille, Bibel, Quran. dan Snain Modern, (Terj. Prof Dr, HM. Rasyidi), (jakarta,

Bintang, 1978), Cet. 1, hal. 232 - 239.22 QS. 17 : 8523 QS 76: 2, 32: 924 Wahbah Juhaeli, op. cit., juz 17,h. I09.

7

1. menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan Sin, semacam insan.

ins, nas, atau unas.

2. menggunakan kata basyar

3. menggunakan kata Bani Adam, dzurirat Adam.25

Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukan kepada manusia

dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seorang

dengan lain akibat perbedaan fisik dan mental, dan kecerdasan.

Ada beberapa kali al-Qur'an mengungkapkan yang menunjukan kepada

pengertian manusia, istilah insan yang disebut 65 kali dalam al-Qur’an berakar

dari kata. "ins" yang disebutkan sebanyak 18 kali jamaknya disebutkan anas yang

hanya disebut sekali pada surat al-Furqan ayat 49 yaitu dalam hubungan rizki

Allah baik yang diturunkan kepada binatang maupun manusia yang banyak

menurut al-Tobary yang dikutip oleh Jalaludin memberikan keterangan;

"annas"adalah bentuk jamak dari "insan" dengan mengganti nun oleh ya atau

boleh jadi bentuk jamak dari “insy” Seperi yang menjadi "karasy" bentuk lain

insan adalah insiy yang disebut sekali yakni dalamhubungan nadzar maryam

yakni saum dengan tidak berbicara dengan manusia lain.

Dengan demikian ungkapan insan dalam al-Qur'an dikelompokan ke

dalam katagori:

a) Insan sebagai khalifah yakni pemikul amanah

b) Insan dengan sifat-sifat negatifnya

c) Insan dalam proses penciptaannya

Pertama, insan sebagai khalifah, pemikul amanah ini didasari bahwa

manusia telah diberi bekal dalam menjankan hidupnya yang bersifat abstraktif, tak

dapat dilihat dan tak pula dapat diraba, akan tetapi hanya dapat dirasakan dan

diketahui efek setelah fungsi dari hal tersebut bekerja. Bekal berikutlah yang

diperistilahkan al-Qur’an sebagai ruhaniyah (komponen hati dan akal). Setelah

Allah membentuk manusia dari tanah atau ada yang menyebutkan manusia dari

lumpur, kemudian Allah memberikan kesempurnaan dengan meniupkan ruhnya

kepada jasa (bentuk) yang dibuat dari tanah tadi, maka barulah mahluk manusia

25 M. Quraish Shihab, Op. cit hal. 278

8

itu menjadi hidup. Adam as lah yang menjadi tokoh sentral dalam penciptaan

manusia pertama ini dan Beliau pun dipercaya Allah untuk memegang tanpuk

amanah untuk mengisi bumi ini “khalifah fi al-ardh”. Potensi ini menjadi nilai

membedakan manusia dengan mahluk lain.

Kedua, insan dikaitkan dengan sifat-sifat negative banyak dijumpai dalam

al-Qur’an yang disebut secara tegas dan gamblang. Sifat-sifat tersebut

diantaranya:

1. bodoh (at-Ahzzab: 78)

2. pembantah dan suka berdebat (al-Kahfi: 54, al-Nahl: 4; Yaasin 77)

3. resah, gelisah dan segan membantu (al-Ma'arij: 19-21)

4. kurang berterima kasih. (al-Adiyah: 6)

5. dzalim dan kafir (Ibrahim: 34, al-Haj: 66; az-Zuhruf 1555)

6. tergesa-gesa (al-Isra 11; al-Anbiya: 77)

7. bakhil (al-Isra: 100)

8. pembuat dosa (al-AIaq: 5; al-Qiyamah: 5)

9. ragu-ragu terhadap hari pembalasan (Maryam: 66)

Sifat-sifat negatif inilah bahwa manusia makhluk ciptaan yang sekali-kali

akan terjerumus kepada sifat-sifat tersebut. Hal ini tergantung kepada manusia

seoptimal mungkin untuk menghindarinya. Namun dengan demikian perlu

diketahui bahwa karakteristik manusia tersebut tidak intern dengan kejadiannya

manusia tidak berdosa, tidak bersifat jelek. Sebaliknya manusia secara fitrahnya

memiliki sifat bersih, suci dan potensial menerima dan melaksanakan kebenaran.

Hal ini bermakna bahwa sifat negatif ini tumbuh dan berkembang sebagai

pengaruh dan interaksi-interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan manusia lain atau pun makhluk lain.

Sedangkan kata yang menunjuk manusia yang kedua adalah basyar. Kata

itu terambil dan akar kata yang pada mulanya berarti penampakkan sesuatu

dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti

kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan

kulit binatang lain.26

26 M. Quraish Shihab, ibid

9

Apabila kita menghitung, kata basyar dalam al-Qur’an didapati 36 kali

dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsana. Salah satu ayat berkait

dengan kata basyar adalah sebagai berikut:

"Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu" (QS. At-Kahfi :

110)

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa sosok Muhammad dari segi

basyarnya sama dengan seluruh manusia. Dari sisi lain. kata basyar

mengisyaratkan suatu proses kejadian manusia melalui tahap-tahap sehingga

mencapai tahap kedewasaan.

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari tanah,

kemudian ketika kamu jadi basyar kamu bertebaran" (QS. al-Rum- 20)

Bertebaran di sini biasa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks

atau bertebaran mencari rejeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia

kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itu

pula Maryam As mengungkapkan keheranannya dapat memperoleh anak padahal

la belum pemah disentuh oleh basyar (manusia dewasa yang mampu berhubungan

seks ) (QS. ali-Imran: 47). Kata basyiru hunna yang digunakn oleh al-Qur’an

sebanyak dua kali (QS. Al-Baqarah: 187), juga diartikan dengan hubungan seks.

Jadi tampak jelas bahwa basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam

kehidupan manusia yang dijadikannya mampu memikul tanggung jawab. Dan

karena itu pula tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar (al-Hijr: 28) dan

(al-Baqarah: 30).

D. Potensi Manusia

Setelah kita membahas dan menganalisis tentang hakikat dan penciptaan

manusia, kita telah mencatat hal-hal penting bagaimana al-Qur'an menyingkap

dan menegaskan tentang hakikat manusia dalam proses penciptaannya atau asal

mulanya, Diantara catatan-catatan itu ialah bahwa dengan tegas al-Qur'an

menyatakan bahwa manusia berada pada posisi yang tinggi dan mulia, karena

10

manusia memiliki ciri khas yang membedakan dengan makhluk lainnya yaitu

berpikir.27 Sehingga para ahli manthiq misalnya mengatakan :

Artinya "Manusia adalah hewan yang berpikir"

Telah ditemukan sekian ayat yang memuji dan memuliakan manusia,

seperti pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang

sebaik-baiknya (QS. At-Tin: 5), dan penegasan tentang dimuliakannya makhluk

ini dibanding dengan makhluk-makhluk Allah yang lain (QS. Al-Isra , 70)28

Secara khusus ayat-ayat tersebut dapat diuraikan dan dianalisis dalam

berbagai tafsir berikut imi :

"Dan sesungguhnya kami telah muliakan anak cucu Adam, kami angkat mereka di

daratan dan di lautan, kami beri rizki mereka dari yang baik-baik dan kami

lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna, atas kebanyakan makhluk

Yang kami ciptakan" (QS. Al-Isra: 70).

Secara etimologis, "karromna" sepadan dengan makna "Fudhulna".

Artinya kemuliaan atau keutamaan. Kemuliaan atau keutamaan manusia itu di

antaranya adalah bentuk yang baik, seimbang, berdiri tegak, mampu membedakan

sesuatu dengan akal dan ilmu, memahami bahasa ataupun. isyarat, menguasai

bumi, disamping itu manusia memiliki akal, dengan akalnya manusia berilmu

pengetahuan, mencapai kemajuan dan berbudaya.29

Selanjutnya al-Juhaely menafsirkan "karromna Bani Adam”dengan

"Ja’alna lahum karoman aw syarofun wa fadlilan”30 artinya menjadikan bani

Adam mulia dan utama dalam bentuk yang terbaik dan sempurna.

Bentuk yang terbaik dan sempurna yang menunjuk kepada manusia ini

dalam surat at-Tiin sebagai berikut :

27 Shahidin op.cit., h. 4528M. Quraish Shihab, op. cit., hal. 282 lihat juga BUstanuddin Agus, Al-Islam (Jakarta: Rajawali Press 1993), hal 20.29 Wahbah juhaeli, tafsir munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, (Libanon: dar al-Fikr al-Ma’ashir, 1991), cet ke-1, jilid 16, h. 12030 Wahbah juhaeli, ibid.h.66

11

"Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik baiknya"(QS at-Tin: 4)

Maksud "ahsani taqwim" dalam ayat di atas menunjukan dan

menjelaskan tentang kemulyaan manusia baik sisi rupa, bentuk, dan lain-lain.31

Al-Qurthubi telah menceritakan sebuah kisah berkaitan dengan

sebaik-baik bentuk manusia sebagai berikut: " Isa bin Musa al-Hasimy adalah

seorang yang sangat mencintai istrinya. Suatu hari ia berkata kepada istrinya :

"Engkau akan kuceraikan dengan thalaq tiga. Jika tidak lebih baik dari pada bulan,

lalu istrinya bangkit dan menutupi wajahnya. Dan ia berkata: "Engkau

menceraikan aku lalu ia berenung sepanjang malam. Besok harinya ia melapor ke

Khalifah al-Mansur dan menceritakan peristiwa yang telah menimpanya lalu

Khalifah mengundang para fuqoha dan meminta fatwa mereka, kemudian seluruh

fuqaha memberi fatwa babwa perempuan itu telah tertalak, Namun ada seorang

fuqoha dari golongan sahabat Abu Hanifah yang tidak memberi komentar.

Kemudian Khalifah berkata:"Mengapa engkau tidak berbicara?", lalu ia menjawab

dengan ayat al-Qur’an (surat at-Tin sampal ayat “laqod kholaknal insaana fil

ahsani taqwinn)", wahai Amirul Mu'minin manusia itu paling baik segalanya tidak

ada sesuatu yang lebih baik darinya. Kemudian khalifah berkata kepada Isa: "betul

apa yang kau katakan.32

Berkaitan dengan penjelasan laqod karonaa banii Adam dan luqod

kholaqnal insane fii ahsani taqwiin, Afif Muhamad mencoba menyusun

penjelasan yang dikutip dari Mu’jam Gharib al-Qur’an karya al-Ashfahani untuk

menjelaskan maksud ayat di atas. Maksud sebaik-baik bentuk itu dalam tiga hal,

yaitu

a. Fisik, dilihat dari sisi ini, manusia adalah makhluk yang paling sempurna

dibanding makhluk lainnya, seperti binatang (monyet). Maka, agar fisik ini

tunduk kepada Allah ia harus dilatih (riyadhah) sehingga menggerakkan seluruh

potensi lainnya untuk berbuat baik atau ibadah. Jika tidak dilatih berbuat baik,

31 Wahbah juhaely, op. cit. juz 30, h. 303-30432 Al-Qurthubi, tafsir qurthubi……….

12

maka fisik bisa menentang kepada hukum Allah. Oleh karena itu fisik

membutuhkan riyadhoh.

b. Akal, merupakan hidayah dari Allah. Dengan akal manusia, bisa menciptakan

budaya dan mendapatkan ilmu pengetahuan dan mencapai kemajuan. Dengan

akal yang terdidik maka ia menjadi potensi yang sangat besar mencapai kriteria

mu'min dan khalifah fil Ardh. Namun akal ini pun dapat menjadi sombong

karena tidak tunduk kepada hukum Allah seperti Fir'aun. Oleh karena itu akal

membutuhkan ta’lim

c. Hati, merupakan potensi manusia berkaitan dengan kesadaran atau perasaan.

Hati sangat berperan dalam membawa kebaikan fisik. Jika hatinya kurang baik

(buruk), maka cenderung berbuat kerusakan atau kejahatan. Tetapi jika

hatinya baik, maka baik pula gerak fisiknya. Jika hati tidak terpelihara, maka ia

akan dholal (gelap) bahkan bisa menjatuhkan harkat dan martabatnya lebih hina

dari binatang, oleh karena itu hati membutuhkan ta'dhib

Dengan mengemukakan ayat-ayat dan kisah di atas, Nampak jelas bahwa

Allah swt menciptakan manusia dengan segala kesempurnaan dan potensi yang

dimilikinya.

Dalam ayat lain kita jumpai potensi-polensi itu disebutkan al-Qur'an

yaitu sam'a (pendengaran), al-Bashar (penglihatan), dan af'idah atau faud

ayat-ayat tersebut ialah

artinya; "katakanlah! Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu

pendengaran, penglihatan, dan, hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur"(QS.

al-Mulk-. 23)

Menurut bahasa Ansya'a sepadan dengan khalaqa dan al fiduh semakin

dengan al-qulub (hati ).33

Maksud ayat di atas adalah bahwa manusia memiliki potensi sebagai

wujud kemuliannya, potensi tersebut ialah pendengaran, penglihatan dan hati.

Walaupun disitu ditegaskan bahwa manusia yang menggunakan potensi ini sedikit

dibanding dengan yang tidak menggunakannya. 33 Wahbah juhaely, op. cit. jus 29, h.30

13

Dalam penjelasan selanjutnya, Juhaely menjelaskan bahwa ayat tersebut

berkenaan dengan perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk

menyampaikan kepada kaum musyrikin yang tidak mau mensyukuri

potensi-lootensi itu yang telah diberikan Allah. Dimana Allah swt telah

mengadakan indra pendengaran supaya manusia dapat mendengar nasihat-nasihat,

menciptakan penglihatan supaya manusia bisa melihat alam jagat raya

ciptaan-Nya dan menciptakan hati dan akal untuk memikirkan ciptaan-Nya dan

menemukan hakikat segala sesuatu. Namun sedikit sekali orang yang dapat

menggunakan potensi-potensi tadi yakni potensi yang telah dianugrahkan Allah

Swt kepada manusia yang sebenarnya adalah berfungsi untuk menta’ati Allah

Swt, melaksanakan segala perintah-Nya dan Meninggalkan Segala larangan-

Nya.34

Oleh karena itu, sangat wajar dan pantas apabila potensi-potensi yang

dimiliki manusia akan diminta pertanggung jawaban. Posisi yang tinggi dan mulia

pada manusia menunjukan bahwa manusia memiliki potensi tersendiri yang

dimilikinya.

E. Tugas Manusia di Dunia

Al-Qur’an banyak menegaskan tentang tugas hidupnya yang harus

dilaksanakan di dunia (al-ardh) seperti mengabdi ('ibadah) dan memakmurkan

bumi (isti'mar). Di antara ayat tersebut misalnya:

............ Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: Hai

kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu, Tuhan selain Dia. Dia

telah menciptakan kamu dari tanah dan menciptakan kamu pemakmuran... (QS.

11:61)

Hai manusia beribadahlah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan

orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa" (QS. 2:21)

34 Ibid, h.33

14

Secara global kita dapat menarik kesimpulan berkaitan dengan tugas

manusia berdasarkan dalam ayat al-Qur'an sebagai berikut:

1. Mengabdi (ibadah) kepadanya.35

2. Memelihara dan menjaga bumi, serta memakmurkannya (alam)36

3. Memurnikan Tauhid dari syirik37

4. Amar Ma'ruf Nahi Munkar 38

Beribadah sebenarnya merupakan konsekwensi manusia diciptakan oleh

Allah. Di mana Allah Swt. telah membuat "Ikrar Primordial" dengan manusia

berikut ini "Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari

sulni mereka dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya

berfirman): "Bukanlah Aku ini Tuhamnmu?" dan mereka menjawab : "Betul

(Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu )

agar di hari kiamat nanti kamu tidak mengatakan" Sesungguhnya kami (bani

Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesan Tuhan) (OS 7:

172 ).39

Jadi tugas pokok manusia sebagai hamba (abdun) adalah mengabdi

(ibadah) kepada kepada Allah Swt (ma'bud) dalam arti seluas-luasnya. lbadah

menjadi inti dari segala hal. Sebab baik memurnikan tauhid dari syrik,

memelihara bumi, dan amar ma’ruf merupakan bentuk pengabdian juga.

Di samping itu manusia memiliki tugas fungsional yaitu menjadi khalifah

di bumi. Hal ini berdasarkan QS. 2:30

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat sesungguhnya Aku

hendak menjadikan khalifah di bumi”

Khalifah jamaknya adalah khulafa atau khalaif dalam kamus al-Munawir berarti

pengganti40. Maksudnya menurut Imam Jalalen adalah Adam as.41

35 Lihat QS. 2:21, 128, 189, 200; 5:2; 6:162; 9:112; 13:14; 39:2; 40:14,65; 98:5.36 Lihat QS. 2:11, 5:56, 84; 5:64; 28: 7737 QS 40:1138 QS. 7:157; 3:104, 114.39 Fazlurrahman, (op. cit., h. 36-3740 Ahmad W. Munawir, Al-Munawwir, (Yogyakarta: pesantren krapyak al-Munawir, 1984) 41 Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Muhalla dan Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abi bakar al-Suyuthi, tafsir al-Qur’an al-‘Adzim (surabaya: Bengkul Indah, t.t) h. 6.

15

Dalam pandangan fungsionalnya, al-Qur’an memilah dan menyebutkan

manusia sebagai khalifah serta pengabdi yang pada ujungnya alam memberikan

pertanggung jawaban di hadapan Allah. Para ahli tafsir sepakat bahwa maksud

khalifah pada QS 2: 30 adalah Adam as. Selain Adam as, Daud as. juga disebut al-

Qur’an sebagai khalifah (QS 38: 22-25). Keduanya diberi kepercayaan dan

amanah untuk memimpin dan mengelola bumi. Namun dalam pejalanan hidupnya

keduanya digambarkan al-Qur’an pernah tergelincir tetapi diampuni Tuhan.42

Adam as ketika diangkat menjadi khalifah, malaikat menyangkal perlunya

seorang khalifah di bumi karana sudah ada mereka yang selalu bertasbih dan

memuji Allah serta mensucikannya, sedangkan khalifah mempunyai potensi untuk

membuat kerusakan di bumi dan selalu menumpahkan darah. Potensi inilah yang

diperhatikan malaikat. Kemudia Allah mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak

dapat diketahui sama sekali oleh malaikat mengenal khalifah itu. Hal itu adalah

kemampuan untuk menyebutkan nama-nama. Dengan kemampuan ini, yang

berarti juga kemampuan untuk berinisiatif.43

Sampai di sini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sementara,

bahwa kata khalifah dalam al-Qur'an digunakan untuk : a) siapa yang diberi

kekuasaan, dan, b) seorang khalifah berpotensi melakukan kekeliruan dan

kesalahan akibat mengikuti hawa nafsu.

Baqir Al-Shadr, dalam bukunya, al-Sunan al-Tarikhiyah fi al-Qur'an

mengemukakan bahwa kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling kait

mengkait. Kemudian ditambahkan unsur keempat yang berada di luar namun

sangat menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan al-Qur'an.

Keempat unsur tersebut adalah :

1). Manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifiah.

2). Alam raya, yang ditunjuk al-Baqarah sebagai ardh.

3). Hubungan anatara manusia dan alam raya serta seisinya.

4) yang memberi penugasan atau kekuasan yakni AIlah Swt.

42 QS 2:36-37 dan QS 38: 22-2543 Machasin, menyelami kebebasan manusia, (INHIS: pustaka Pelajar, 1996). Hal 9.

16

Sebagai khalifah, ia memikul beban tanggung jawab menciptakan tatanan

sosial yang bermoral di atas dunia yang di sebut al-Qur’an sebagai amanah.44

Amanah menurut penafsiran Musathafa al-Maraghi yang dinukil dari surat al-Nisa

ayat 38 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya" mengandung bermacam-macarn pengertian,

diantaranya:

1. Amanah manusia terhadap Tuhannya berupa taqwa, penggunan seluruh

potensi yang dimilikinya, anggota badannya dll. Sehingga seluruh

aktivitasnya menimbulkan manfaat bagi dirinya dan mendekatkan diri kepada.

Tuhannya, dan apabila ia melanggar merasa berkhianat kepada Tuhannya.

2. Amanah manusia terhadap sesama manusia berupa kepercayaan atau tanggung

jawab yang diberikannya.

3. Amanah manusia terhadap dirinya sendiri yakni berusaha melakukan hal-hal

yang lebih baik dan bermanfat untuk kepentingan agama dan kehidupannya.

Oleh karenanya ada suatu ayat yang bersifat umum dan dianggap dapat

mewakili ayat lain yang berbicara tentang hal di atas.

“orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi ini

niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang

ma'ruf dan mencegah berbuat yang munkar (QS. 22: 41).

E. Pedoman Hidup Manusia dan tempat Tinggalnya

Hal-hal lain yang sangat urgen berkaitan dengan manusia adalah al-

Qur’an itu sendiri sebagai pedoman hidup dan bumi sebagai tempat tinggalnya.

Pada pembahasan terdahulu dijelaskan bahwa manusia memiliki potensi yang

tinggi, dan mulia dibanding makhluk yang lainnya. Di antara kemuliaan itu adalah

diberinya akal dan hati. Namun akal dan hati harus tunduk kepada nilai-nilai yang

tinggi tidak boleh tunduk kepada nilai yang rendah. nilai yang tinggi itu tentu nilai

ilahiyah. Sehingga dalam perjalanan kembalinya selamat dan sampai kepada

44 Fazlul Rahman, tema-tema Pokok al-Qur’an, (bandung: Penerbit Pustaka, 1983), Cet ke-1. Hal 28

17

Allah. Untuk itu Allah Swt Yang Maha Mengetahui (al- 'Alim) menurunkan al-

Qur’an.

............. "Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi

manusia .... (QS. al-Baqarah: 185)

ayat tersebut menegaskan kepada kita bahwa al-Qur’an merupakan

pedoman hidup bagi manusia, lebih spesifik lagi bagi orang yang takwa.45

al-Qur'an menjadi pedoman rnanusia karena ia memberi petunjuk menuju jalan

yang sebaik-baiknya.46 Manusia menjadi berpikir untuk mencapai yang

dikehendakinya,47 menjadi aturan atau hukum (syari'at) dalam kehidupan manusia

sehingga lahir kehidupan yang tertib, damai, sejahtera, serta kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat48

Untuk dapat melaksanakan al-Qur'an itu, Allah swt menciptakan bumi sebagai

tempat kehidupan manusia.”dan bagi kamu tempat kediaman di Bumi, dan

kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan (QS alBaqarah: 36)

KESIMPULAN

Setelah Penulis mendeskripsikan secara sistematis berkaitan dengan

manusia, maka penulis dapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Hakikat manusia adalah makhIuk Allah yang memiliki dua unsur yaitu

material dan immaterial. Unsur material terbuat dari tanah kering, Lumpur

hitam Sedangkan unsur immatenal terdiri dari ruh, indra, akal, hati, dll.

2. Ada beberapa istilah al-Qur’an yang menunjuk kepada makhluk bernama

manusia, yaitu insan, basyar, dzurriyah (bani Adam)

3. AI-Qur'an. menyingkap tentang potensi yang diberikan Allah Swt kepada

manusia, seperti bentuk tubuh yang terbaik, akal, hati, fithrah, dll.

45 QS. 2:246 QS. 17:947 QS. 16:44 : 47:2448 QS. 36:2; 4:104

18

4. Dalam perjalanan kehidupannya, manusia memiliki tugas yang al-Qur’an

tegaskan seperti : ibadah, amar ma'ruf, memelihara dan memakmurkan bumi,

disamping ada tugas fungsional sebagai khalifah, Nabi, serta Rasul.

5. Manusia adalah makhluk yang lemah artinya terbatas dalam segala hal, baik

fisik, ilmu, dan lain sebagainya. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk

yang memiliki kelebihan, kemuliaan, dibekal al-Qur'an sebagi pedoman hidup

yang akan menghantarkannya kepada kebahagiaan baik di dunia maupun di

akhirat.

6. Untuk menjalankan tugasnya manusia diberi tempat yaitu bumi. la

diperbolehkan untuk memanfaatkan segala apa yang terkandung di dalamnya

sebagai sumber kehidupannya.

19

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Terjemah (hadiah dari Khadim al-Harmaen asy-Syarifain Raja fahd ibn

'Abd al-Aziz al-Sa'ud, 1971.

Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, al--Juami' al-Ahkam al-

Qur'an, Beirut: Dar al-Fikr, t.t

Al-Hasany, Fathurrahman li al-Thalib al-Qur’an, Maktabah Dahlan, t.t.

H.M,D. Dahlan, Kunci-kunci Menyingkap Isi al-Qur'an, Bandung: Yayasan

Pustaka Fithri, 2001M

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung- Mizan, 1992.

Wahbah Juhaeli, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa

al-Manhaj,Libanon: Dar al-Fikr al-Ma 'ashir. t.t

M. Hasan al-Hasimy, Tafsir wa bayan ma'a asbab an-nuzul, Beirut: Dar Rasyd, t.t

M. dawarn Rahario, Ensiklopedi al-Qur’an, Jakarta: Pondok Indah, 1996

Ahmad W. Munalwir, Al-Munawwir, Yogyakarta: Pesantren Krapyak

al-Munawir, 1984

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Muhalla dan jalaluddin bin Abdurrahman

bin Abi bakar al-Suyuthi, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Surabaya: Bengkul Indah,t. t

AI-Zamakhsari, al-Kasyaf, Beirut: Dar al-Fkir, t.t.

Ismail Haq, al-Buruswi, Ruh al-bayan, Beirut : Dar al-Fkir, t,t.

Aisyah Abdurrahman, Sentivilas Hermenelika al-Qur’an, alih bahasa oleh M.

Adib al-Arief, Yogyakarta, LKPSM, 1997.

Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, INHIS: Pustaka Pelajar, 1996

Said Qutb, Fi Dzilal al~Quran, Kairo: Dar as-Sarq, 1998

20