fertilisasi (embriologi)

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fertilisasi adalah proses bersatunya kedua jenis sel kelamin (jantan dan betina), dimana masing- masing gamet mengandung 1n kromosom yang disebut haploid sehingga menghasilkan sel baru yang disebut zigot. Karena itu, fertilisasi merupakan proses yang sangat penting dan merupakan titik puncak dari serangkaian proses yang terjadi sebelumnya dan kadang-kadang merupakan proses yang cukup kompleks. Penting diingat bahwa fertilisasi merupakan proses dengan kekhususan yang tergantung pada spesies. Artinya, spermatozoa dari satu spesies tidak dapat membuahi ovum dari spesies yang berlainan. Fertilisasi diawali dengan proses pembentukan gamet yang disebut dengan gametogenesis. Gametogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa (spermatogenesis) pada mahluk jantan dan pembentukan ovum (oogenesis) pada mahluk betina. Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa dan proses ini berlangsung didalam testis tepatnya didalam tubulus seminiferus, sedangkan oogenesis adalah proses pembentukan ovum dan proses ini berlangsung didalam ovarium. 1

Upload: ni-kadek-wiwik-anggreni

Post on 24-Oct-2015

839 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

Paper fertilisasi

TRANSCRIPT

Page 1: Fertilisasi (embriologi)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fertilisasi adalah proses bersatunya kedua jenis sel kelamin (jantan dan

betina), dimana masing-masing gamet mengandung 1n kromosom yang

disebut haploid sehingga menghasilkan sel baru yang disebut zigot. Karena

itu, fertilisasi merupakan proses yang sangat penting dan merupakan titik

puncak dari serangkaian proses yang terjadi sebelumnya dan kadang-kadang

merupakan proses yang cukup kompleks. Penting diingat bahwa fertilisasi

merupakan proses dengan kekhususan yang tergantung pada spesies. Artinya,

spermatozoa dari satu spesies tidak dapat membuahi ovum dari spesies yang

berlainan.

Fertilisasi diawali dengan proses pembentukan gamet yang disebut

dengan gametogenesis. Gametogenesis merupakan proses pembentukan

spermatozoa (spermatogenesis) pada mahluk jantan dan pembentukan ovum

(oogenesis) pada mahluk betina. Spermatogenesis adalah proses pembentukan

spermatozoa dan proses ini berlangsung didalam testis tepatnya didalam

tubulus seminiferus, sedangkan oogenesis adalah proses pembentukan ovum

dan proses ini berlangsung didalam ovarium.

Peran utama fertilisasi adalah penggabungan konstitusi gen yang

terdapat pada spermatozoa dan ovum. Lebih lanjut, peran lainnya adalah

sebagai perangsang perkembangan selanjutnya dari hasil fertilisasi. Proses

fertilisasi ini kemudian dilanjutkan dengan embriogenesis sampai pada proses

organogenesis yaitu pembentukan organ-organ tubuh.

Sebelum mencapai proses fertilisasi, spermatozoa yang berasal dari

tubuh jantan harus melalui perjalanan panjang dan mengalami proses

persiapan serta tempat pertemuan harus memenuhi syarat bagi sel

spermatozoa. Begitu pula dengan sel ovum yang berasal dari ovarium juga

mengalami perjalanan panjang untuk menuju ke tempat fertilisasi.

1

Page 2: Fertilisasi (embriologi)

Ovum dari berbagai macam species mempunyai ratusan tempat

perlekatan spermatozoa pada selubung vitelinnya. Tempat pelekatan ini

memungkinkan terjadinya fertilisasi oleh spermatozoa. Namun, tempat

perlekatan yang jumlahnya banyak ini memungkinkan pembuahan ovum lebih

dari satu oleh spermatozoa. Kejadian ini disebut dengan polyspermi, akibatnya

terjadi kematian embrio secara dini.

Dari proses fertilisasi antara ovum dan sperma, kemudian akan terbentuk

individu baru yang disebut dengan zigot. Zigot ini kemudian akan terus

berkembang dan membelah hingga terbentuknya fetus.

Beberapa hewan dapat menghasilkan keturunan melalui proses yang

disebut dengan parthenogenesis. Parthenogenesis merupakan proses

terbentuknya embrio tanpa proses fertilisasi. Umumnya kejadian tersebut

alami terjadi pada serangga dan kadal.

Untuk mengetahui hal itu secara lebih mendalam perlu pembelajaran

yang lebih lanjut. Hal inilah yang melatar belakangi pembuatan paper ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul

sebagai berikut :

1. Apa itu fertilisasi?

2. Apa fungsi fertilisasi?

3. Bagaimana perjalanan spermatozoa ke tempat fertilisasi?

4. Bagaimana perjalanan ovum ke tempat fertilisasi?

5. Bagaimana proses fertilisasi?

6. Bagaimana pencegahan polyspermy?

7. Apa itu parthenogenesis?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat memahami dan menjelaskan pengertian dari fertilisasi.

2. Untuk dapat memahami dan menjelaskan fungsi dari ferilisasi.

3. Untuk dapat memahami dan menjelaskan perjalanan spermatozoa ke

tempat fertilisasi.

2

Page 3: Fertilisasi (embriologi)

4. Untuk dapat memahami dan menjelaskan perjalanan ovum ke tempat

fertilisasi.

5. Untuk dapat memahami dan menjelaskan proses fertilisasi.

6. Untuk dapat memahami dan menjelaskan cara pencegahan polispermy.

7. Untuk dapat memahami dan menjelaskan pengertian dari parthenogenesis.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1. Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas Udayana,

khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai dasar

komunikasi khususnya mengenai keterampilan berkomunikasi non verbal.

2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk

mengerjakan tugas yang berhubungan dengan dasar komunikasi

khususnya mengenai keterampilan berkomunikasi non verbal.

3

Page 4: Fertilisasi (embriologi)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fertilisasi

Fertilisasi atau pembuahan adalah proses peleburan antara satu sel

sperma dan satu sel ovum yang sudah matang atau spermatozoa membuahi

ovum yang bertempat di tuba fallopii yang menghasilkan zigot. Fertilisasi

terjadi di tuba fallopi. Saat fertilisasi berlangsung, hanya kepala sperma yang

mengandung inti sel yang masuk ke dalam dinding sel telur, sedangkan

ekornya tertinggal di luar. Fertilisasi biasanya melibatkan penggabungan

sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Zigot

membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan

seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula terdapat rongga

yang disebut blastosoel yang berisi cairan yang dikeluarkan oleh tuba fallopii,

bentuk ini kemudian disebut blastosit dan akan terus berkembang dan

berdiferensiasi membentuk organ-organ tubuh sampai akhirnya membentuk

fetus. Setelah mencapai dewasa kelamin atau pubertas, maka akitivitas

reprodukso dimulai kembali melalui proses gametogenesis dan fertilisasi,

sehingga membentuk suatu siklus yang saling berkaitan.

Gambar 1. Proses fertilisasi hingga implantasi

4

Page 5: Fertilisasi (embriologi)

2.2 Fungsi Fertilisasi

Ada dua fungsi utama fertilisasi yaitu :

a. Fungsi reproduksi

Fertilisasi memungkinkan pemindahan unsur-unsur genetik dari para

tetuanya. Jika pada gametogenesis terjadi reduksi (pengurangan) unsur

genetik dari 2n (diploid) menjadi n (haploid), maka pada fertilisasi

memungkinkan pemulihan kembali unsur genetiknya, n dari tetua jantan

dan n dari tetua betina sehingga diperoleh individu normal 2n. Tanpa

fertilisasi (kecuali pada kasus-kasus tertentu), kesinambungan keturunan

suatu spesies tidak akan terjadi.

b. Fungsi perkembangan

Fertelisasi menyebabkan gertakan atau rangsangan pada sel telur untuk

menyelesaikan proses pembelahan meiosisnya, dan membentuK

pronukleus betina yang akan melebur (syngami) dengan pronukleus

jantan (berasal dari inti spermatozoa) membentuk zigot dan seterusnya

berkembang menjadi embrio, fetus, lahir dan dewasa. Jika fertilisasi tidak

terjadi maka sel telur tetap akan bertahan pada tahap metafase II yang

selanjutnya akan berdegenerasi tanpa mengalami proses perkembangan

selanjutnya.

2.3 Perjalanan Spermatozoa ke Tempat Fertilisasi

Perjalanan spermatozoa meliputi tiga tahapan sebagai berikut :

a. Dalam Tubuh Jantan

Spermatozoa yang telah dihasilkan di dalam tubulus seminiferus melalui

proses spermatogenesis akan keluar dari tubulus seminiferus bercampur

dengan plasma semen masuk ke vas efferent. Proses ini terjadi akibat

adanya tekanan volume dari dalam tubulus. Dari vas efferent, spermatozoa

selanjutnya masuk ke duktus epididimis. Dalam tahapan ini, spermatozoa

juga mengalami proses maturasi atau pematangan. Tahap selanjutnya

spermatozoa yang sebelumnya pada duktus epididimis selanjutnya masuk

ke vas deferent. Di daerah ini, spermatozoa akan menerima sekreta yang

dihasilkan oleh glandula vesikula seminalis untuk selanjutnya bermuara di

duktus ejakulatorius. Tahap perjalanan selanjutnya sebelum diejakulasikan

5

Page 6: Fertilisasi (embriologi)

dalam bentuk semen, spermatozoa juga akan menerima sekreta dari

kelanjar prostate dan bulbouretralis.

b. Di Luar Tubuh Jantan

Peristiwa ini hanya ditemukan pada hewan-hewan tertentu, yaitu pada

hewan yang mengalami pembuahan diluar tubuh seperti ikan, amfibia.

Peristiwa ini diawali dengan dikeluarkannya spermatozoa oleh hewan

jantan ke dalam medium berupa air dan secara serentak juga betina akan

mengeluarkan ovum. Spermatozoa yang dikeluarkan kemudian bergerak

aktif untuk melakukan pembuahan. Untuk hewan-hewan lainnya yaitu

reptilia, aves dan mamalia, peristiwa ini tidak terjadi karena proses

pembuahannya terjadi di dalam tubuh betina.

c. Dalam Tubuh Betina

Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina, serviks, ataupun uterus pada

saat perkawinan harus mempunyai kemampuan untuk mencapai tempat

terjadinya fertilisasi di ampula bagian caudal dari uterus. Beberapa peniliti

menyatakan bahwa kemampuan spermatozoa untuk mencapai tempat

fertilisasi adalah karena pergerakan spermatozoa itu sendiri, sedangkan

pendapat lain menyatakan bahwa itu akibat pengaruh saluran reproduksi

betina. Beberapa factor fisiologi yang berpengaruh terhadap kecepatan

perjalanan spermatozoa adalah volume ejakulat, tempat deposisi, dan

anatomi saluran reproduksi betina. Lama waktu yang dibutuhkan

spermatozoa agar sampai ke tempat fertilisasi berkisar antara 2-60 menit.

Tabel 1. di bawah ini menunjukkan perkiraan waktu yang diperlukan

oleh spermatozoa dari beberapa spesies hewan untuk mencapai tuba falopii,

tempat terjadinya fertilisasi.

Hewan Volume ejakulasi (ml)

Tempat deposisi Interval waktu dari ejakulasi oleh sampai di tuba falopii

Mencit >0.1 Uterus 15 menit

Hamster >0,1 Uterus 2-60 menit

Tikus 0,1 Uterus 15-30 menit

Kelinci 1.0 Vagina Beberapa menit

6

Page 7: Fertilisasi (embriologi)

Anjing 10,0 Uterus Beberapa menit

Kambing 1,0 Vagina 6 menit

Sapi 4,0 Vagina 2-13 menit

Babi 250 Seviks dan badan uterus

15-30 menit

Dari sekian banyak spermatozoa yang diejakulasikan, hanya sedikit yang

mampu mencapai ampula dan kebanyakan mati pada saluran reproduksi

betina. Hal ini mungkin sebagai akibat adanya fagositosis oleh sel darah putih

dan arah balik ke vagina. Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina harus

melewati serviks sebelum mencapai oviduk. Mekanisme pergerakan

spermataozoa melewati serviks masih diperdebatkan. Ada yang menyatakan

bahwa pergerakan yang cepat melewati serviks adalah akibat kontraksi vagina

dan uterus selama kopulasi. Teori yang lain menjelaskan bahwa spermatozoa

yang motil mampu malakukan penetrasi dan migrasi melewati mukus serviks.

Perjalanan spermatozoa melintasi uterus sampai ke tautan uterus tuba sangat

cepat dan hal ini disebabkan oleh adanya bantuan kontraksi otot uterus.

Seperti pada serviks, isthmus pada oviduk diperkirakan juga sebagai tempat

penampungan spermatozoa untuk beberapa waktu sebelum bergerak ke

ampula berlangsungnya fertilisasi. Pergerakan spermatozoa dari isthmus ke

ampula berlangsung terutama akibat kontraksi otot.

2.4 Perjalanan Ovum ke Tempat Fertilisasi

Perjalanan ovum menuju tempat berlangsungnya fertilisasi

dikelompokkan menjadi tiga daerah yaitu (i) perjalanan melalui peritonium,

(ii) perjalanan melalui tuba fallopii, dan (iii) perjalanan ke luar tubuh induk

bagi hewan yang fertilisasinya berlangsung secara eksternal.

Setelah berlangsungnya ovulasi sel telur jatuh ke peritoneum dan

ditangkap oleh infundibulum. Infundibulum berbentuk menjari dan berperan

untuk menangkap sel telur yang keluar dari ovarium dengan tepat, dan kecil

kemungkinan untuk gagal atau jatuh ke dalam rongga abdomen.

Infundibulum dapat melakukan gerakan dan bersifat mengisap.

7

Page 8: Fertilisasi (embriologi)

Pada mamalia ovarium terpisah dari tuba fallopii ketika ovulasi

berlangsung. Infundibulum bergerak mendekati dan mengelilingi ovarium.

Selain itu ovarium dapat pula mengalami perubahan posisi sehingga dapat

masuk ke arah infundibulum ketika ovulasi berlangsung. Sementara itu cairan

infundibulum juga memiliki daya adhesi terhadap ovum yang keluar dari

ovarium.

Gerakan ovum dari ovarium menuju tuba fallopii disebabkan oleh gerak

mengayuh dari silia pada epitel dinding tuba dan konstraksi otot pada dinding

tuba. Pada berbagai species, daya tahan ovum setelah diovulasikan bervariasi.

Pada manusia umumnya hanya bertahan sekitar 24 jam. Pada mamalia

rendah (monotrematan dan marsupialia), hanya bertahan selama beberapa jam.

Pada kera hanya dapat hamil bila ovulasi berlangsung pada saat ovulasi.

Ovum yang tidak dibuahi akan mengalami penyusutan dan berdegenerasi.

Sebelum fertilisasi berlangsung keadaan dari telur pada berbagai species

sangat bervariasi. Pada anjing dan serigala, fertilisasi berlangsung pada saat

oosit masih dalam stadium oosit primer, lalu miosis pertama dan kedua

berlangsung setelah fertilisasi. Pada amphioxus, miosis pertama sudah selesai

ketika sperma masuk, sedangkan pada beberapa invertebrata oosit sekunder

sudah terbentuk sebelum sperma masuk.

2.5 Proses Fertilisasi

Tempat penyatuan ovum dengan spermatozoa adalah didalam ampula.

Sel telur dilapisi bukan saja oleh membran plasma tetapi oleh lapisan-lapisan

lain, dimana seharusnya hanya dapat ditembus dalam suatu proses yang

memerlukan waktu agak lama sebelum spermatozoa dapat masuk. Oleh karena

itu spermatozoa haruslah dapat menempel pada permukaan telur cukup lama

sampai reaksi penghancuran.

Pada kebanyakan mamalia, untuk keberhasilan fertilisasi, spermatozoa

harus mempunyai kemampuan menembus kumulus ooforus, korona radiata,

dan zona pellusida sebelum masuk ke membran vitelin oosit. Spermatozoa

yang mengelilingi ovum akan menghasilkan enzim hialuronidase, yaitu enzim

yang memecah protoplasma pelindung ovum agar dapat menembus ovum

dengan sedikit lebih mudah. Enzim tersebut merusak korona radiata dan

8

Page 9: Fertilisasi (embriologi)

memudahkan penembusan zona pellucida hanya untuk satu sperma saja.

Enzim ini berperan menghancurkan matrix kumulus ooforus sehingga

spermatozoa dapat mencapai zona pelusida. Enzim akrosin berperan dalam

perusakan zona pellusida. Badan dan ekor sperma terpisah dari kepala segera

setelah masuk ke dalam ovum. Tapi pada beberapa jenis hewan bagian ekor

tinggal diluar, hanya bagian kepala, leher dan badan masuk seperti pada

kelinci. Segera setelah kedua sel bersatu, kumparan kutub kedua dalam inti

(nukleus) ovum mengalami pembelahan meiosis kedua dan mampu bersatu

dengan inti sperma, sehingga terbentuk kromosom diploid (2n).

Gambar 2. Proses fertilisasi

Perjalanan panjang untuk fertilisasi harus diselesaikan dalam waktu 12

sampai 48 jam, sebelum sperma mati. Sperma harus melintasi penghalang dari

leher rahim, yang tipis dan berair pada betina yang baru saja ovulasi. Setelah

sperma telah melintasi lendir leher rahim, sperma melakukan perjalanan

sampai lapisan lembab dari rahim ke saluran telur (hanya salah satu saluran

telur berisi telur, sperma banyak sehingga perjalanan ke arah yang salah).

Kurang dari 1.000 sperma keluar dari jutaan dalam air mani benar-benar

mencapai saluran telur. Banyak sperma mengelilingi telur dalam tabung telur.

Kepala setiap sperma (akrosom) menghasilkan enzim yang mulai memecah

jeli, seperti lapisan luar membran telur, yang mencoba untuk menembus telur.

Isi membengkak, mendorong sperma lain jauh dari telur (reaksi kortikal).

Sperma lainnya mati dalam waktu 48 jam. Reaksi kortikal memastikan bahwa

hanya satu sperma menyuburkan telur.

9

Page 10: Fertilisasi (embriologi)

Perpaduan ovum dan spermatozoa merangsang dimulainya pembelahan

mitosis. Pertama, dihasilkan embrio 2 sel, sel itu disebut blastomer. Pada

blastomer dari 2 sel membelah lagi menjadi 4 sel. Dengan demikian 1

blastomer, mempunyai ukuran seperempat ukuran zigot. Selanjutnya, terjadi

pembelahan lagi menjadi 8 sel kemudian menjadi 16 sel. Setelah berulang kali

mengalami pembelahan, ukuran sel akan menjadi semakin kecil dan nampak

sebagai bola padat yang disebut morula. Pada kebanyakan spesies, morula

terbentuk dari kira-kira 16 sampai 32 sel. Terjadinya pembelahan mitosis yang

berlanjut menyebabkan jumlah sel semakin banyak, tetapi ukuran sel semakin

kecil. Selama perjalanan dalam tuba fallopi menuju ke uterus morula

berkembang menjadi blastosis. Blastosis memperoleh makanan dari sekret

kelenjar uterus. Semua sel yang terdapat dalam blastosis sangat identik.

Sampai tahap itu, belum terjadi diferensiasi sel. Diferensiasi akan mulai terjadi

setelah embrio mengalami gastrulasi, yaitu pembentukan 3 lapis sel, yaitu

ektoderm, mesoderm, dan endoderm.

2.6 Pencegahan Polyspermy

Ovum dari berbagai macam species mempunyai ratusan tempat

perlekatan spermatozoa pada selubung vitelinnya. Tempat perlekatan ini

memungkinkan terjadinya fertilisasi oleh spermatozoa. Namun, tempat

perlekatang yang jumlahnya banyak ini memungkinkan terjadinya pembuahan

ovum oleh lebih dari satu spermatozoa. Keadaan ini disebut dengan

polyspermy. Akibat dari polyspermy ini adalah kematian embrio secara dini.

Pada beberapa spesies seperti Reptilia, Aves, Monotremata, Urodela dan

beberapa insekta terjadi polyspermy secara alami dimana hanya satu sperma

saja yang berfungsi sedangkan sisanya akan berdegenerasi

Mekanisme pencegahan polispermy ini ada yang cepat dan ada yang

lambat.

1. Blokade polispermy cepat adalah semacam hambatan listrik yang timbul

setelah terjadinya fusi ovum dengan spermatozoa pertama. Hal ini

menyebabkan spermatozoa selanjutnya tidak dapat menempel pada

permukaan ovum. Peritiwa ini terjadi ketika sperma dan ovum bertemu.

Pros blokade cepat polispermi dilakukan dengan mengubah potensial

10

Page 11: Fertilisasi (embriologi)

listrik pada membran telur (Ovum). Membran sel telur tersebut memiliki

barier selektif antara sitoplasma dengan lingkungan luar, sehingga hali

ini meyebabkan kadar ion di dalam sel telur berbeda dengan kadar ion di

luar sel. Di dalam sel telur tersebut terdapat kadar ion Na dan K. Ion Na

memiliki kadar yang relatif rendah sedangkan ion K memiliki kadar

yang tinggi. perbedaan kadar ion ini dikendalikan oleh membran sel

yang berfungsi mencegah masuknya ion Na kedalam sel, dan mencegah

lepasnya ion K ke luar sel. Blokade cepat polispermi ini juga dapat

ditahan dengan menurunkan kadar Na di lingkungan luar sel. Bila suplai

ion seodium tidk mencukupi karena potensial membran berubah menjadi

positif maka dapat terjadi Polispermi (Gould.SOmero

dkk.1979.Jeffe.1980).

2. Blokade polispermi lambat Adalah suatu reaksi yang di perankan oleh bagian korteks ovum (pada mamalia disebut zona rection). Pelepasan sperma dilakukan dengan reaksi granula kortikel. Enzim-enzim dari granula memisahkan lapisan vitalin dari membran plasma dan mukopolisakarida menghasilkan gradien osmotik, yang menarik air ke dalam ruang perivitalin dan membengkakkan daerah tersebut. Pembengkakan itu mendorong lapisan vitelin menjauhi membran plasma, dan lapisan lain mengeraskan daerah tersebut. Ketika voltase yang mengalir di sepanjang membran plasma telah kembali normal, dan pemblokiran cepat polispermi tidak lagi berfungsi. Akan tetapi membranfertilisasi itu bersama sama dengan perubahan lain pada permukaan sel telur berfungsi sebagai pemblokiran lambat terhadap polis. Reaksi ini adalah mekanisme blokade polispermi secara lambat dan proses ini mulai aktif sekitar 1 menit setelah fusi antara sel sperma dan sel telur pertama. Reaksi ini ditemukan hampir di semua spesies mamalia. (Campbell jilid 2).

2.7 Parthenogenesis

Phartenogenesis adalah tipe khusus reproduksi seksual, dimana ovum

berkembang tanpa melalui pembuahan. Phartenogenesis diartikan sebagai

fenomena perkembangan sel gamet betina menjadi embrio tanpa mendapatkan

konstribusi genetik dari sel gamet jantan. Individu yang dihasilkan dari proses

phartenogenesis ini disebut phartenotes. Umumnya, phartenogenesis secara

alami terjadi pada golongan serangga dan kadal tertentu yang hidup dipadang

11

Page 12: Fertilisasi (embriologi)

pasir. Secara buatan phartenogenesis telah berhasil dilakukan pada golongan

molusca, cacing, amfibi, dan mamalia.

1. Parthenogenesis Alami

a. Complete parthenogenesis

Pada platyhelminthes dan beberapa golongan kerang-keranga,

parthenogenesis adalah satu-satunya cara untuk bereproduksi. Kejadian

ini dikenal dengan sebuata complete parthenogenesis. Pada complete

parthenogenesis setiap individu berasal dari telur yang tidak dibuahi.

Organisme yang melakukan cara reproduksi seperti ini umumnya

kehilangan daya seksualitasnya.

b. Cyclic parthenogenesis

Cylclic parthenogenesis dapat dijumpai pada golongan kerang-

kerangan. Golongan organisme yang melakukan ini juga dapat

melakukan reproduksi secara seksual. Organisme yang melakukan hal

ini mendapat keuntungan karena dapat melakukan parthenogenesis bila

lingkungan mendukung dan reproduksi seksual pada kondisi yang lain.

2. Parthenogenesis Buatan

Parthenogenesis buatan adalah usaha mendapatkan ovum yang telah

berkembang tanpa proses fertilisasi tetapi dengan menambahkan bahan

tertentu. Telur dari beberapa golongan hewan telah berhasil diaktivasi

dengan berbagai cara seperti berikut ini.

a. Pemberian cairan kimia

Bahan-bahan kimia yang umumnya digunakan untuk tujuan agar

terjadi parthenogenesis adalah larutan hipotonik dan hipertonik, asam

organic, alkalis, garam klorida, sodium, natrium, kalsium,

magnesium, zat pelarut lemak (ether, alcohol, benzene, dan aseton),

dan zat lain seperti klorofom, urea, sukrosa, dan lain sebagainya.

b. Agen fisik

Agen fisik yang biasa digunakan untuk tujuan ini adalah agen yang

dapat menimbulkan shock pada ovum. Agen tersebut antara lain

pemanasan atau pendinginan, aliran listrik, pengocokan, dan lain

sebagainya.

12

Page 13: Fertilisasi (embriologi)

c. Radiasi

Agen radiasi yang umum digunakan adalah sinar ultraviolet.

13

Page 14: Fertilisasi (embriologi)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fertilisasi adalah proses bersatunya kedua jenis sel kelamin (jantan dan

betina), dimana masing-masing gamet mengandung 1n kromosom yang

disebut haploid sehingga menghasilkan sel baru yang disebut zigot. Ada dua

fungsi utama fertilisasi, yaitu : fungsi reproduksi dan fungsi perkembangan.

Fungsi reproduksi adalah terjadinya pemindahan unsur- unsur genetik dari

orangtua atau induknya, sedangkan fungsi perkembangan adalah rangsangan

pada sel telur untuk menyelesaikan proses meiosisnya dan membentuk

pronukleus betina yang akan melebur (syngami) dengan pronukleus jantan

membentuk zigot dan seterusnya berkembang menjadi embrio dan fetus.

Perjalanan spermatozoa meliputi tiga tahapan sebagai berikut : dalam

tubuh jantan, di luar tubuh jantan, dalam tubuh betina. Didalam tubuh jantan,

Spermatozoa yang telah dihasilkan di dalam tubulus seminiferus melalui

proses spermatogenesis akan keluar dari tubulus seminiferus bercampur

dengan plasma semen masuk ke vas efferent. Diluar tubuh jantan yaitu

keluarnya spermatozoa oleh hewan jantan ke dalam medium berupa air dan

secara serentak juga betina akan mengeluarkan ovum. Dalam tubuh betina,

Spermatozoa yang dideposisikan pada vagina, serviks, ataupun uterus pada

saat perkawinan harus mempunyai kemampuan untuk mencapai tempat

terjadinya fertilisasi di ampula bagian caudal dari uterus.

Proses fertilisasi merupakan perpaduan ovum dan spermatozoa

merangsang dimulainya pembelahan mitosis. Pertama, dihasilkan embrio 2

sel, sel itu disebut blastomer. Pada blastomer dari 2 sel membelah lagi menjadi

4 sel. Dengan demikian 1 blastomer, mempunyai ukuran seperempat ukuran

zigot. Selanjutnya, terjadi pembelahan lagi menjadi 8 sel kemudian menjadi

16 sel. Setelah berulang kali mengalami pembelahan, ukuran sel akan menjadi

semakin kecil dan nampak sebagai bola padat yang disebut morula. Pada

kebanyakan spesies, morula terbentuk dari kira-kira 16 sampai 32 sel.

14

Page 15: Fertilisasi (embriologi)

Terjadinya pembelahan mitosis yang berlanjut menyebabkan jumlah sel

semakin banyak, tetapi ukuran sel semakin kecil. Selama perjalanan dalam

tuba fallopi menuju ke uterus morula berkembang menjadi blastosis. Blastosis

memperoleh makanan dari sekret kelenjar uterus. Sampai tahap itu, belum

terjadi diferensiasi sel. Diferensiasi akan mulai terjadi setelah embrio

mengalami gastrulasi, yaitu pembentukan 3 lapis sel, yaitu ektoderm,

mesoderm, dan endoderm.

3.2 Saran

Disarankan bagi masyarakat umum khususnya civitas akademika

kedokteran hewan untuk terus mengembangkan proses fertilisas atau membuat

terobosan yang inovatif mengenai fertilisasi. Dizaman yang sarat akan

kemajuan teknologi, inseminasi buatan pada sapi merupakan contoh dari

pengembangan proses fertilisasi. Agar nantinya masyarakat dipermudah untuk

melakukan proses pada ternaknya serta agar nantinya tetap menjaga

keberlangsungan hewan yang dilindungi.

15

Page 16: Fertilisasi (embriologi)

DAFTAR PUSTAKA

Bearden, H.J. and J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. 2nd ed. Reston Publishing Company. Reston, Virginia.

Christoph Vorbuger C, 2006. Geographic parthenogenesis: Recurrent patterns

down under. Current Biology 16 (16): 641-643

Isom SC, Prather RS and Rucker EB, 2009, Enchanced developmental potential of

heat-shocked porcine parthenogenetic embrios is related to accelerated

mitogen-activated protein kinase dephosphorylation. Reprod Fertil and

Dev. 21 (7): 892-900

Lagman, J. 1985. Embriologi Kedokteran. EGC. Jakarta

Puja, I Ketut dkk. 2010. Embriologi Modern: Bab VII Fertilisasi. Udayana

University Press. Denpasar. 63-76

Sirivaidyapong S, Cheng FP, Marks A, Voorhout WF, Bevers MM, dan

Colenbrander B, 2000. Effect sperm diluents on the acrosome reaction in

canine sperm. Theriogenology 53:792-802

16