fenomena perataan laba di indonesia: garbling vs...

41
i FENOMENA PERATAAN LABA DI INDONESIA: GARBLING VS SIGNALLING Oleh : SETHA OCTATIASARI PRATIWI NIM : 232009153 KERTAS KERJA Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013

Upload: vuongdien

Post on 15-May-2019

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

i

FENOMENA PERATAAN LABA DI INDONESIA:

GARBLING VS SIGNALLING

Oleh :

SETHA OCTATIASARI PRATIWI

NIM : 232009153

KERTAS KERJA

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2013

Page 2: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan
Page 3: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan
Page 4: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan
Page 5: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya

penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Fenomena Perataan

Laba di Indonesia: Garbling vs Signalling”. Kertas kerja ini disusun guna

memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata

1 pada progdi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen

Satya Wacana.

Penulis menyadari bahwa pada kertas kerja ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kelemahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kertas kerja ini lebih

baik di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca dan berbagai pihak yang membutuhkan.

Salatiga, Juli 2013

Setha Octatiasari Pratiwi

Page 6: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari

berbagai macam kesulitan. Banyak pihak yang telah membantu penulis

terlepas dari kesulitan tersebut dan tanpa bantuan dari mereka maka

skripsi ini tidak dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu,

dengan tulus hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-

pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Allah SWT atas rahmat dan anugerahNya sehingga penulis dapat

menempuh dan menyelesaikan perkuliahan serta dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Hari Sunarto, SE, MBA, Ph.D selaku Dekan Fakultas

Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

3. Bapak Usil Sis Sucahyo, SE, MBA selaku Ketua Program Studi

Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya

Wacana.

4. Ibu Linda Ariany Mahastanti, SE, M.Sc selaku dosen

pembimbing yang senantiasa bersabar, meluangkan waktu,

pikiran, dan tenaga untuk membimbing penulis dari awal hingga

akhir pembuatan skripsi ini.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama

masa perkuliahan di Universitas Kristen Satya Wacana.

6. Kedua orang tua tercinta penulis yang sangat luar biasa kasih

sayang, doa dan dukungannya, Ayahanda Setyadi Widhi Atmoko,

SE, MM dan Ibu Hartini.

7. Adik penulis Awan Setho Raharjo yang senantiasa menghibur dan

mendukung penulis.

8. Seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa menyemangati

penulis.

Page 7: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

vi

9. Teman-teman asisten dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana angkatan 2009.

10. Teman-teman penulis Redina Yulia Wardhani, Ayriska Septia, Dita

Puspitasari, Handita Rachma, Rika Muliawanti, Citra Dwi Estry,

Risky, Sheilla Ramadhani, Erlyna, Cristhina, Gian Javier, Yulius

Ardy, Oktaviana Budi. Terimakasih atas dukungan, doa dan

semangatnya.

11. Teman-teman penulis saat berkuliah maupun di luar perkuliahan dan

kerabat-kerabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Page 8: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

vii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i

Surat Pernyataan Keaslian Skripsi ............................................................... ii

Halaman Persetujuan ................................................................................... iii

Kata Pengantar ............................................................................................. iv

Ucapan Terimakasih .................................................................................... v

Daftar isi ...................................................................................................... vii

Daftar Lampiran .......................................................................................... viii

Abstract ........................................................................................................ ix

Saripati ......................................................................................................... x

Pendahuluan................................................................................................. 1

Telaah Teoritis ............................................................................................. 4

Metode Penelitian ........................................................................................ 9

Hasil dan Pembahasan ................................................................................. 12

Kesimpulan dan Saran ................................................................................. 19

Daftar Pustaka.............................................................................................. 20

Lampiran-lampiran ...................................................................................... 24

Page 9: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perusahaan Manufaktur yang Memenuhi Kriteria Tucker &

Zarowin

Lampiran 2 Menentukan Perataan Laba pada Masing-Masing Perusahaan

(Contoh: PT Nippon Indosari Corporindo Tbk dan PT Tunas Baru

Lampung Tbk)

Lampiran 3 Yield Obligasi

Page 10: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

ix

Abstract

The purpose of this study is to analyze whether the phenomenon of income

smoothing in Indonesia is signalling or garbling. The sample in this study was 10

manufacture companies which released financial statement since 2010-2012 and

published obligation.

Using Tucker and Zarowin’s income smoothing statistic, this study discovered

companies with high level of income smoothing and companies with low level of

income smoothing. Descriptive statistic test with mean, maximum and minimum

analysis tools were used in this study to analyze the difference between companies with

high yield and companies with low yield and to analyze the difference of company

characteristics of companies with signaling income smoothing and companies with

garbling income smoothing.

Study results showed that the income smoothing phenomenon in Indonesia

tended to be garbling. It showed that investors in Indonesia were more selective in

making investment decision.

Keywords: income smoothing, cost of debt, garbling, signalling, profit

Page 11: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

x

Saripati

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis fenomena perataan laba yang

terjadi di Indonesia apakah signalling atau garbling. Sampel perusahaan ini adalah 10

perusahaan manufaktur yang mengeluarkan laporan keuangan dari tahun 2010-2012 dan

menerbitkan obligasi.

Dengan menggunakan statistik perataan laba Tucker and Zarowin, penelitian ini

menemukan perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan laba yang tinggi dan

perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan laba yang rendah. Uji statistik deskriptif

dengan alat analisis mean, maximum dan minimum digunakan untuk menganalisis

perbedaan antara perusahaan dengan yield tinggi dan perusahaan dengan yield rendah

dan untuk menganalisis perbedaan karakteristik perusahaan antara perusahaan dengan

perataan laba yang bersifat signalling dan perusahaan dengan perataan laba yang bersifat

garbling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena perataan laba di Indonesia lebih

cenderung pada garbling. Hal ini menunjukkan bahwa investor di Indonesia semakin

selektif dalam membuat keputusan berinvestasi.

Kata Kunci: income smoothing, cost of debt, garbling, signalling, laba

Page 12: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

1

Pendahuluan

Setiap perusahaan dalam membangun dan mengembangkan aktifitas usahanya

membutuhkan dana. Terdapat dua sumber utama pendanaan yaitu pendanaan internal

dan eksternal perusahaan (Nasution, 2008). Pendanaan secara internal berasal dari laba

(retained earnings) perusahaan sebagai sumber pendanaan investasi sedangkan sumber

pendanaan eksternal berasal dari luar perusahaan. Dua sumber utama pendanaan

eksternal antara lain investor ekuitas (pemilik atau pemegang saham) dan kreditur

(pemberi pinjaman).

Obligasi merupakan salah satu dari pendanaan eksternal perusahaan. Obligasi

adalah surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi

janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode

tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak

pembeli obligasi tersebut (Bursa Efek Indonesia, 2012). PT Bursa Efek Indonesia (BEI)

memperkirakan penerbitan obligasi pada semester II-2012 semakin ramai. Rendahnya

tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang masih di level 5,75 persen

bakal mendorong korporasi mencari pendanaan dari pasar modal dibandingkan

perbankan (Koran Jakarta, 2012).

Semakin meningkatnya penerbitan obligasi yang terjadi di Indonesia, mendorong

investor untuk semakin selektif dalam menentukan pada perusahaan mana akan

berinvestasi. Keputusan investor dalam menentukan perusahaan, terletak pada

keyakinannya terhadap performa perusahaan dengan melihat laporan keuangan

khususnya pada bagian laba. Investor harus memiliki keyakinan bahwa perusahaan

tersebut dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek yang baik kedepannya.

Pentingnya informasi laba bagi investor menjadi salah satu alasan manajemen

perusahaan melakukan beberapa tindakan disfungtional behaviour (perilaku tidak

semestinya), yaitu dengan melakukan praktik perataan laba untuk mengatasi konflik

yang timbul antara manajemen dengan berbagai stakeholder (pihak yang

berkepentingan) dengan perusahaan. Praktik perataan laba meliputi usaha untuk

memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih besar dari laba normal,

Page 13: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

2

dan usaha untuk memperbesar jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil

dari laba normal (Prasetio, dkk, 2002). Tindakan manajemen untuk melakukan perataan

laba umumnya didasarkan atas berbagai alasan di antaranya untuk memuaskan

kepentingan pemilik perusahaan seperti menaikkan nilai perusahaan sehingga muncul

anggapan bahwa perusahaan yang bersangkutan memiliki risiko ketidakpastian yang

rendah (Juniarti dan Corolina, 2005).

Perataan laba (income smoothing) didefinisikan sebagai suatu sarana yang

digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan target yang terlihat

karena adanya manipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau (transakasi) riil

(Kock,1981 ; Salno dan Baridwan, 2000) dalam Silviana (2011). Salah satunya dengan

pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya

dianggap normal bagi perusahaan (Suranta dan Merdistusi (2004)). Fenomena perataan

laba di Indonesia terjadi pada salah satu perusahaan manufaktur, yaitu PT Kimia Farma

Tbk. Pada tahun 2001, Kementerian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih

yang telah dilaporkan sebesar 132 milyar tersebut terlalu besar dan mengandung unsur

rekayasa. Kesalahan pada laporan yang telah disajikan PT Kimia Farma Tbk berkaitan

dengan persediaan, karena nilai yang terdapat dalam daftar harga persediaan yang

digelembungkan (Parsaoran, 2009).

Sebagian besar penelitian di Indonesia mengenai perataan laba dikaitkan dengan

beberapa faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba dan pengaruh perataan laba

terhadap stock return. Sebagai contoh antara lain, penelitian Prabayanti dan Yasa (2009)

yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan, Financial Leverage, kepemilikan

institusional, dan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

Namun hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana

(2011) yang menyatakan bahwa profitabilitas (ROI), Net Profit Margin, Financial

Leverage, dan Debt to Equity merupakan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap

praktik perataan laba. Windasari (2012) menyatakan hanya profitabilitas dan Debt to

Equity Ratio yang berpengaruh signifikan terhadap perusahaan yang melakukan dan

tidak melakukan praktik perataan laba dan pertumbuhan return saham perusahaan sama

dari waktu ke waktu.

Page 14: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

3

Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, dimana perataan laba

dikaitkan dengan biaya hutang. Menurut Li dan Richie (2009), terdapat dua motivasi

manajemen perusahaan melakukan praktik perataan laba yaitu perataan laba sebagai

informasi (signalling) dan perataan laba sebagai garbling atau memutarbalikkan.

Informasi laba yang diberikan dari perusahaan dengan perataan laba sebagai signalling

kepada investor, lebih bersifat informatif dan dapat dipercaya dibandingkan dengan

informasi yang diberikan pada perusahaan dengan perataan laba sebagai garbling.

Sehingga bagi perusahaan dengan perataan laba yang cenderung signalling, dapat

memberikan dampak yang baik terhadap minat investor dalam penawaran dan

permintaan pada obligasi yang diterbitkan. Tingginya minat investor tersebut dapat

berpengaruh terhadap yield yang menjadi rendah dibandingkan dengan yield yang akan

diperoleh jika perataan laba pada perusahaan dengan perataan laba yang lebih cenderung

garbling. Hal ini dapat dikarenakan, menurunnya minat investor akibat

ketidakpercayaan investor terhadap laba yang disajikan dalam laporan keuangan.

Investor menganggap jika laba pada perusahaan dengan perataan laba garbling

merupakan laba yang diputarbalikkan dari keadaan perusahaan yang sebenarnya.

Investor yang cenderung curiga terhadap laba perusahaan tersebut dapat terjadi karena

investor mengetahui adanya kendala atau kasus yang terjadi pada perusahaan tersebut.

Dengan masalah yang sedang dihadapi perusahaan, bagaimana mungkin laba yang

dihasilkan smooth setiap tahunnya. Hasil penelitian Li dan Richie (2009) menunjukkan

bahwa fenomena perataan laba yang terjadi di Amerika lebih didominasi oleh perataan

laba sebagai signalling. Perataan laba (income smoothing) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap biaya hutang (cost of debt).

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Li dan Richie (2009), tetapi

dengan contoh kasus negara yang berbeda, masalah dan tujuan penelitian yang berbeda.

Masalah penelitian pada penelitian Li dan Richie (2009) adalah bagaimana pengaruh

antara perataan laba (income smoothing) dengan biaya hutang (cost of debt)?.

Sedangkan masalah pada penelitian ini lebih untuk melihat bagaimana fenomena

perataan laba di Indonesia apakah lebih cenderung kepada perataan laba garbling atau

kepada perataan laba signalling ?. Penelitian ini juga membahas tentang perbedaan

Page 15: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

4

antara perusahaan dengan perataan laba garbling dan perataan laba signaling, dengan

membandingkan karakteristik perusahaan antara lain DEBT, ROA dan peringkat

obligasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis fenomena

perataan laba di Indonesia lebih cenderung bersifat garbling atau bersifat signalling.

Telaah Teoritis

Telaah Teoritis

Agency theory merupakan teori suatu pendekatan yang dapat menjabarkan

praktik perataan laba. Perataan laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi

kredibilitas laporan keuangan. Masalah yang menjadi dasar dalam teori keagenan adalah

adanya konflik keagenan antara agent dan principal. Terdapat perbedaan tujan dan

kepentingan antara manajer yang bertindak sebagai agent dan pemilik perusahaan

sebagai principal. Pemilik perusahaan sebagai principal memiliki motivasi untuk

melakukan kontrak dengan tujuan untuk memenuhi mensejahterahkan dirinya dengan

mengharapkan profitabilitas yang semakin meningkat (Amanza, 2012). Sedangkan

manajer yang bertindak sebagai agent, memiliki kontrak untuk memenuhi kepentingan

ekonomi.

Scott (1997) dalam penelitian Mursalim (2005), menyatakan bahwa perusahaan

memiliki banyak kontrak misalnya, kontrak kerja antara perusahaan dengan manajernya

dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan para krediturnya. Kontrak kerja tersebut

seringkali dibuat berdasarkan angka laba, sehingga dikatakan bahwa Agency theory

memiliki implikasi terhadap akuntansi (Amanza, 2012). Kontrak kerja yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah kontrak kerja antara manajemen perusahaan dengan investor

yang membeli obligasi. Investor (principal) dan manajemen perusahaan (agent)

memiliki informasi masing-masing dalam mencapai kemakmuran. Perbedaan informasi

ini menyebabkan munculnya asimetri informasi. Dibandingkan dengan principal, Agent

memilki informasi tentang perusahaan yang lebih banyak. Sehingga perbedaan

Page 16: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

5

informasi tersebut dapat menyebabkan timbulnya asimetri informasi. Informasi yang

dimiliki oleh manajemen perusahaan dapat memicu tindakan sesuai dengan kepentingan

dan keinginan untuk mencapai kemakmuran (Mursalim, 2005). Sedangkan akan sulit

bagi investor untuk mengontrol tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh manajemen

perusahaan karena adanya keterbatasan informasi. Sehingga tindakan-tindakan yang

dilakukan manajemen perusahaan misalnya perataan laba, terkadang tidak diketahui

oleh investor. Akan tetapi jika investor mengetahui jika laba yang dihasilkan terjadi

akibat adanya perataan laba, maka akan berpengaruh pada minat investor untuk

berinvestasi dan berpengaruh pada yield yang akan diterima nantinya.

Asimetri informasi yang terjadi dalam konflik antara investor dan manajemen

perusahaan, dapat menjadi dasar munculnya signalling theory. Signalling theory adalah

langkah-langkah manajemen dari perusahaan yang sebenarnya memberikan petunjuk

secara implisit kepada investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek

perusahaan (Steven dan Lina, 2011). Petunjuk tersebut dapat menjadi signal apakah laba

perusahaan yang stabil setiap tahunnya merupakan laba yang sebenarnya, atau laba yang

stabil tersebut hanya merupakan hasil dari perataan laba yang telah dilakukan oleh

manajemen perusahaan. Sehingga pada akhirnya petunjuk tersebut dapat menjadi

pemicu tinggi rendahnya minat investor dalam berinvestasi dan berdampak pada yield.

Perataan Laba

Perataan laba adalah tindakan sukarela manajemen yang dimotivasi oleh aspek-

aspek perilaku di dalam perusahaan dan lingkungannya (Wijayanti dan Rahayu, 2008).

Menurut Eckel (1981) dalam Silviana 2011, jenis perataan laba dibagi menjadi dua,

yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah perataan laba yang

dilakukan melalui transaksi ekonomi dengan melakukan perubahan kebijakan operasi

beserta waktunya. Sedangkan Artificial smoothing atau yang sering juga disebut

accounting smoothing, yaitu praktik perataan laba yang dilakukan secara sengaja dengan

perubahan prosedur dan kebijakan akuntansi yang telah diterapkan untuk memindahkan

biaya dan atau pendapatan dari suatu periode ke periode yang lain yang dianggap

memerlukan tambahan atau pengurangan jumlah laba sehingga dapat terlihat lebih rata

dari tahun ke tahun.

Page 17: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

6

Menurut Ronen dan Sadan (1981) dan Barnea dalam Belkaoui (2007) perataan

laba dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

Manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu untuk

mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan.

Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan dan beban tertentu pada periode

akuntansi yang berbeda.

Manajemen dengan kebijaksanaannya mengelompokkan item laba tertentu ke

dalam kategori yang berbeda.

Perataan laba pada umumnya merupakan pemahaman manajemen terhadap

discretionary accounting dan prinsip-prinsip manajemen untuk mengurangi variabilitas

laba (Si dan Li, 2009). Tucker dan Zarowin (2006) mengestimasi perataan laba sebagai

hubungan yang negatif antara perubahan discretionary accruals proxy ( ) dan

perubahan pre-discretionary income ( ) pada perusahaan.

Biaya Hutang

Cost of debt dapat didefinisikan sebagai tingkat yang harus diterima dari

investasi untuk mencapai tingkat pengembalian (yield rate) yang dibutuhkan oleh

kreditur (Juniarti dan Sentosa, 2009) atau tingkat bunga yang harus dibayar oleh

perusahaan ketika melakukan pinjaman (Rebecca dan Siregar, 2012). Penelitian ini

menggunakan sampel data obligasi, khususnya yield dari setiap perusahaan yang telah

ditentukan. Estimasi data harian yield yang telah diperoleh, menggunakan titik tengah

(mid-point) dari semua transaksi yang telah terjadi.

Terdapat 3 pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan sampel data

obligasi menurut Bessimber et al (2008) dalam penelitian Li dan Richie (2009), yaitu

pendekatan yang mewakili obligasi, pendekatan berdasarkan tingkatan obligasi, dan

pendekatan berdasarkan tingkatan perusahaan. Penelitian Li dan Richie (2009)

menggunakan pendekatan berdasarkan tingkatan obligasi dan pendekatan berdasarkan

tingkatan perusahaan. Kelebihan dari pendekatan berdasarkan tingkatan obligasi yaitu

pendekatan ini mengobservasi obligasi yang diterbitkan dari setiap perusahaan atau

tidak hanya dengan salah satu obligasi yang dipilih. Namun kekurangan yang akan

Page 18: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

7

dihadapi yaitu dapat terjadi kesalahan korelasi dari observasi yang dilakukan dalam

setiap perusahaan. Hal ini dapat terjadi pada perusahaan-perusahaan besar, karena

perusahan tersebut tidak mungkin hanya menerbitkan satu obligasi saja mmelainkan

dapat menerbitkan beberapa obligasi. Sedangkan pendekatan berdasarkan tingkatan

perusahaan menggunakan data pasar dari rata-rata yield setiap harinya.

Garbling vs Signalling

Salah satu penyebab yang dapat mendorong manajer untuk melakukan perataan

laba adalah adanya perhatian investor yang selama ini cenderung terpusat pada

informasi laba tanpa memperhatikan proses yang digunakan untuk mencapai tingkat

laba tersebut (Mursalim,2005). Pentingnya informasi laba, memotivasi manajemen

perusahaan untuk mempercantik laporan keuangannya (window dressing), salah satunya

dengan melakukan tindakan manipulasi laba atau praktik perataan laba untuk membuat

laba perusahaan terlihat smooth setiap tahunnya. Teori keagenan dapat menjadi dasar

pada penelitian ini, karena munculnya konflik kepentingan antara agent dan principal

yang dapat menimbulkan kebijakan perataan laba yang dilakukan oleh agent.

Konflik yang terjadi juga menimbulkan adanya asimetri informasi antara agent

dan principal. Asimetri informasi yang terjadi, dapat menjadi dasar munculnya

signalling theory. Signal atau petunjuk-petunjuk yang muncul dari informasi laporan

keuangan perusahaan, dapat diartikan menjadi suatu peringatan akan adanya perataan

laba yang terjadi pada laporan keuangan perusahaan. Jika signal berupa informasi dari

perataan laba signalling, maka akan berdampak pada rendahnya yield obligasi. Karena

perataan laba signalling memiliki informasi yang lebih bersifat personal, yang dapat

membuat investor percaya dengan kebenaran penyajian laporan laba yang terlihat

smooth dari tahun ke tahun meskipun pada sebenarnya laba tersebut merupakan hasil

dari perataan laba. Laba yang terlihat stabil dapat menjadi sinyal informasi bagi investor

tentang bagaimana performa perusahaan. Investor tidak tertarik dengan laba perusahaan

yang fluktuatif. Karena semakin smooth atau semakin stabil laba dari tahun ke tahun,

menunjukkan bahwa perusahaan memiliki performa yang semakin baik. Meningkatnya

aktifitas perusahaan membuat investor semakin menaruh harapan yang tinggi terhadap

Page 19: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

8

perusahaan tersebut, sehingga dapat berdampak pada semakin meningkatnya minat

investor untuk berinvestasi dengan membeli obligasi. Tingginya permintaan dan

penawaran obligasi, mendorong pasar untuk meningkatkan harga obligasi. Dengan

meningkatnya harga obligasi, dapat menyebabkan yield yang menjadi rendah.

Berbeda dengan signal berupa informasi dari perataan laba garbling, yang akan

berdampak pada tingginya yield obligasi. Hal tersebut dapat disebabkan, karena perataan

laba garbling memiliki informasi yang lebih bersifat memutarbalikkan atau informasi

yang diberikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Investor

cenderung memperhatikan proses yang digunakan dalam mencapai laba yang terlihat

smooth tersebut. Investor mengetahui adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak

manajemen yaitu dengan melakukan perataan laba. Tindakan yang dilakukan oleh

manajemen perusahaan membuat investor tidak percaya dengan kebenaran penyajian

laporan laba yang terlihat smooth dari tahun ke tahun. Karena investor kurang percaya

dengan laba yang telah disajikan, menimbulkan dampak pada semakin menurunnya

minat investor untuk berinvestasi dengan membeli obligasi. Rendahnya permintaan dan

penawaran obligasi, mendorong pasar untuk menurunkan harga obligasi. Dengan

menurunnya harga obligasi, dapat menyebabkan yield yang menjadi tinggi.

Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Yield selain Perataan Laba

Penelitian Li dan Richie (2009), menjelaskan jika terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi biaya hutang selain perataan laba. Faktor-faktor tersebut antara

lain, ROA, DEBT, dan peringkat obligasi. Hasil penelitian Li dan Richie (2009),

menunjukkan bahwa ROA memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan biaya

hutang. Hubungan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi.

Dengan profit yang tinggi, membuat investor semakin tertarik untuk berinvestasi pada

perusahaan tersebut dan berpengaruh terhadap menurunnya biaya hutang. DEBT

menunjukkan bahwa memiliki hubungan yang positif dengan biaya hutang. Tingginya

hutang perusahaan mempengaruhi semakin tingginya biaya hutang. Hutang perusahaan

yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki banyak kewajiban yang harus

dipenuhi, sehingga membuat investor tidak tertarik dengan dengan obligasi perusahaan

Page 20: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

9

tersebut. Selain DEBT dan ROA, investor juga melihat peringkat obligasi perusahaan.

Peringkat obligasi menunjukkan bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajibannya, khususnya dalam memberikan yield.

Metode Penelitian

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur yang listing di

BEI tahun 2010-2012. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Dalam

penelitian ini kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Pemilihan Sampel Perusahaan

Kriteria Jumlah Perusahaan

Perusahaan manufaktur yang menerbitkan Laporan

Keuangan dan Catatan Atas Laporan Keuangan tahun 2010-

2012

143

Perusahaan mengalami company restructuring seperti

merger / akuisisi

(1)

Perusahaan mengalami kerugian selama tahun 2010-2012 (32)

Laporan Keuangan Perusahaan tidak menggunakan satuan

mata uang Indonesia (Rupiah)

(18)

Data Perusahaan yang dibutuhkan peneliti tidak tersedia

seperti operating cash flow, sales, net income dll

(2)

Perusahaan yang tidak menerbitkan obligasi (80)

Total Sampel: 10

Sumber : data diolah

Berdasarkan tabel 3.1 di atas, diperoleh 10 sampel observasi penelitian dari

tahun 2010-2012 dan telah dikelompokkan menjadi dua kategori sesuai dengan model

Page 21: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

10

Jones (1991) yang telah dimodifikasi oleh Kothari, Leone dan Wasley (2005). Yaitu,

perusahaan dengan tingkat perataan laba yang tinggi (kode 1) dan perusahaan dengan

tingkat perataan laba yang rendah atau tidak melakukan praktek perataan laba (kode 0).

Perataan laba dengan nilai Pre-discretionary income ( ) negatif,

menunjukkan tingginya tingkat perataan laba perusahaan tersebut. Perusahaan-

perusahaan tersebut melakukan perataan laba selama 2 tahun berturut-turut. Sedangkan

perataan laba dengan nilai Pre-discretionary income ( ) positif, menunjukkan

tingkat perataan laba yang rendah. Perusahaan hanya melakukan perataan laba pada

tahun-tahun tertentu saja atau tidak melakukan perataan laba sama sekali.

Model Penelitian

Perataan laba dalam penelitian ini diukur dengan memperkirakan discretionary

accruals, menggunakan statistik Tucker dan Zarowin (2005) dengan menggunakan

metode cross-sectional dari Jones (1991) model tersebut telah dimodifikasi oleh

Kothari, Leone dan Wasley (2005).

Total akrual untuk periode dinyatakan dalam persamaan :

(1)

Estimasi total akrual pada perusahaan i dari pendapatan bersih

dikurangi dengan operating cash flow

Total Assets pada

Perubahan penjualan

Gross Property, Plant and Equipment perusahaan i pada tahun

Laba bersih selama periode total aset

Dari persamaan diatas, Non discretionary accruals dapat dihitung dengan

memasukkan nilai-nilai dari regresi pertama dalam persamaan :

Page 22: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

11

(2)

dan discretionary accruals ( ) direpresentasikan dengan deviations akrual yang

sebenarnya dari :

Pre-discretionary income ( ) merupakan perhitungan dari net income dikurangi

dengan discretionary accruals, atau :

(3)

Statistik TZ merupakan korelasi antara perubahan discretionary accruals dengan

perubahan Pre-discretionary income. Perusahaan yang korelasinya negatif merupakan

perusahaan dengan perataan laba yang lebih tinggi, sedangkan perusahaan yang

korelasinya positif merupakan perusahaan dengan perataan laba yang lebih rendah atau

bahkan tidak melakukan perataan laba. Bagi perusahaan dengan perataan laba tinggi

akan diberi kode 1, akan tetapi bagi perusahaan dengan perataan laba rendah atau tidak

melakukan perataan laba diberi kode 0.

Biaya hutang dapat didefinisikan sebagai pengembalian yang dapat diterima oleh

investor atas investasi yang telah diberikan. Biaya hutang dalam penelitian ini diukur

dengan menggunakan rata-rata yield dari masing-masing obligasi yang telah diterbitkan

oleh setiap perusahaan. Pengukuran yield dengan menggunakan current yield.

Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif dengan alat analisis mean, maximum dan minimum

digunakan untuk menganalisis tingkat perataan laba yang bersifat garbling dan perataan

laba yang bersifat signalling. Selain itu juga untuk menganalisis tingkat biaya hutang

pada masing-masing perusahaan yang menerbitkan obligasi dan menganalisis perbedaan

karakteristik perusahaan antara perusahaan dengan perataan laba yang bersifat garbling

dan perusahaan dengan perataan laba yang bersifat signalling.

Page 23: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

12

Hasil dan Pembahasan

Sesuai dengan tabel 3.1, sampel yang telah diperoleh hanya sebanyak 10

perusahaan. Berikut ini merupakan 10 sampel perusahaan tersebut:

Tabel 4.1

Sampel Perusahaan

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, perusahaan manufaktur dengan sektor industri food

and beverages lebih mendominasi penerbitan obligasi dibandingkan dengan sektor

industri lain. Investor lebih tertarik dengan aktifitas perusahaan pada sektor industri food

and beverages, karena perusahaan dengan sektor industri food and beverages tidak

terpengaruh dengan adanya krisis ekonomi. Sehingga, apabila terjadi penurunan

permintaan terhadap makanan dan minuman tidak terlalu berpengaruh terhadap aktifitas

perusahaan dalam menghasilkan laba (Devita, 2012). Laba yang stabil merupakan salah

satu faktor Investor dalam membuat keputusan berinvestasi.

Sampel perusahaan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1)

perusahaan dengan nilai Pre-discretionary income ( ) negatif, menunjukkan

tingginya tingkat perataan laba perusahaan tersebut (kode 1) dan 2) perusahan dengan

nilai Pre-discretionary income ( ) positif, menunjukkan tingkat perataan laba yang

rendah (kode 0). Untuk mengetahui hasil pengelompokan dari 10 sampel perusahaan,

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

1 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk Food and Beverages

2 TBLA PT Tunas Baru Lampung Jaya Tbk Food and Beverages

3 AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Food and Beverages

4 SMAR PT Sinar Mas Agro Resources Technology TbkFood and Beverages

5 ROTI PT Nippon Indosari Corporindo Tbk Food and Beverages

6 FAST PT Fast Food Indonesia Tbk Food and Beverages

7 MYOR PT Mayora Indah Tbk Food and Beverages

8 SMSM PT Selamat Sempurna Tbk Automotive and Allied Products

9 AKRA PT AKR Corporindo Tbk Chemical and Allied Products

10 LTLS PT Lautan Luas Tbk Chemical and Allied Products

No Kode Perusahaan Nama Perusahaan Jenis Industri

Sumber: Indonesian Capital Market Directory

Page 24: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

13

Tabel 4.2

Pengelompokan Perusahaanberdasarkan tingkat Perataan Laba

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan manufaktur di Indonesia

melakukan perataan laba. Terdapat 7 perusahaan manufaktur dengan tingkat perataan

laba yang tinggi, sedangkan 3 perusahaan sisanya merupakan perusahaan manufaktur

dengan tingkat perataan laba rendah/ perusahaan yang hanya melakukan praktek

perataan laba hanya pada tahun-tahun tertentu. Setelah menganalisis perataan laba pada

masing-masing perusahaan, selanjutnya adalah menganalisis besar kecilnya yield yang

akan diterima oleh investor sebagai timbal hasil atas investasinya dalam membeli

obligasi. Tabel di bawah ini merupakan analisis dari yield 10 sampel perusahaan:

Tabel 4.3

Analisis Yield 10 Sampel Perusahaan Manufaktur

1 FAST (69.512) 1 (43.220) 1 1

2 MYOR (590.354) 1 (1.005.988) 1 1

3 INDF (3.578.080) 1 (2.849.749) 1 1

4 ROTI (216.085) 1 (388.486) 1 1

5 AISA (515.154) 1 (443.571) 1 1

6 SMSM (167.885) 1 (282.759) 1 1

7 TBLA (571.686) 1 (154.267) 1 1

8 SMAR (2.022.723) 1 647.592 0 0

9 AKRA (3.503.474) 1 1.755.943 0 0

10 LTLS 107.535 0 (169.396) 1 0

Kode 1: Perataan laba tinggi

PDI: Pre Discretionary Income

Tingkat perataan

laba 2011-2012

Hasil akhir tingkat

perataan laba

Sumber: Data olahan

Kode 0: Perataan laba rendah/ tidak

melakukan praktek perataan laba

No Kode Perusahaan ΔPDI (2010-2011)Tingkat perataan

laba 2010-2011ΔPDI (2011-2012)

Mean 9,36%

Standard Error 0,003

Median 0,09

Standard Deviation 0,01

Range 0,03

Minimum 7,96%

Maximum 10,50%

Sum 0,94

Count 10

Sumber: Data olahan Yield 10 sampel perusahaan

Page 25: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

14

Tabel 4.3 menunjukkan, nilai rata-rata yield dari 10 sampel perusahaan adalah

sebesar 9,36%. Dengan menggunakan nilai rata-rata tersebut, sampel dikelompokkan

menjadi 2 yaitu perusahaan dengan biaya hutang yang rendah dan perusahaan dengan

biaya hutang yang tinggi (Li dan Richie, 2009). Terdapat 5 perusahaan dengan biaya

hutang yang rendah dan 5 perusahaan dengan biaya hutang yang tinggi. Berikut ini

merupakan pengelompokan tingkatan yield dari 10 sampel perusahaan:

Tabel 4.4

Pengelompokan Perusahaan berdasarkan Yield

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) dari

sektor industri food and beverages merupakan perusahaan dengan yield terendah sebesar

7,96%. Sedangkan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dari sektor industri yang sama

yaitu food and beverages merupakan perusahaan dengan yield tertinggi sebesar 10,50%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun kedua perusahaan berada dalam

satu industri yang sama yaitu food and beverages yang merupakan sektor industri yang

paling menarik minat investor, tapi yield yang diberikan dapat berbeda. Bahkan

perbedaan tersebut cukup besar. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh tingginya

minat investor terhadap obligasi yang diterbitkan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

(ROTI) dibandingkan dengan minat investor terhadap PT Tunas Baru Lampung Tbk

(TBLA). Menurut penelitian Handayani dan Artini (2013), menyatakan bahwa

No Kode Perusahaan Yield Tingkat

1 ROTI 7,96% Rendah

2 MYOR 8,28% Rendah

3 AKRA 8,65% Rendah

4 FAST 9,02% Rendah

5 SMAR 9,13% Rendah

6 INDF 9,77% Tinggi

7 LTLS 9,75% Tinggi

8 AISA 10,22% Tinggi

9 SMSM 10,27% Tinggi

10 TBLA 10,50% Tinggi

Sumber: Data olahan Current Yield

Page 26: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

15

keputusan investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap yield obligasi. Apabila

semakin tinggi minat investor untuk memutuskan berinvestasi pada suatu perusahaan,

maka yield pada perusahaan tersebut akan semakin rendah.

Setelah dikelompokkan berdasarkan tingkatan yield, 10 sampel perusahaan

dikelompokkan kembali menurut sifat perataan laba dari masing-masing perusahaan.

Tabel di bawah ini menunjukkan sifat perataan laba dari masing-masing perusahaan:

Tabel 4.5

Pengelompokan Perusahaan berdasarkan sifat Perataan Laba

Tabel di atas merupakan hasil analisis dari tabel 4.2 dan tabel 4.4, terdapat 60%

perusahaan manufaktur yang bersifat garbling dan 40% perusahaan yang bersifat

signalling. Menurut Li dan Richie (2009), perusahaan yang bersifat garbling merupakan

hubungan antara perataan laba dan biaya hutang dengan arah positif. Sedangkan

signalling merupakan hubungan antara perataan laba dan biaya hutang dengan arah

negatif. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa fenomena perataan laba di Indonesia lebih

dominan kepada perataan laba yang bersifat garbling. Berbeda dengan hasil penelitian

Li dan Richie (2009) yang menunjukkan di Amerika lebih dominan bersifat signalling.

Pada tabel 4.5, PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) sebagai perusahaan

dengan yield terendah termasuk dalam perusahaan dengan perataan laba yang bersifat

signalling. Investor lebih tertarik dan lebih percaya dengan laporan keuangan yang

disajikan oleh manajemen perusahaan. Sedangkan PT Tunas Baru Lampung Tbk

No Kode Perusahaan IS COD Keterangan

1 INDF tinggi tinggi garbling

2 SMSM tinggi tinggi garbling

3 TBLA tinggi tinggi garbling

4 AISA tinggi tinggi garbling

5 AKRA rendah rendah garbling

6 SMAR rendah rendah garbling

7 ROTI tinggi rendah signalling

8 FAST tinggi rendah signalling

9 MYOR tinggi rendah signalling

10 LTLS rendah tinggi signalling

Sumber: Data olahan IS: Income Smoothing

COD: Cost Of Debt

Page 27: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

16

(TBLA) dengan yield tertinggi, termasuk dalam perusahaan dengan perataan laba yang

bersifat garbling. Investor mengetahui adanya perataan laba yang dilakukan oleh pihak

manajemen perusahaan, sehingga tidak terlalu tertarik dengan obligasi yang diterbitkan

oleh perusahaan tersebut. Untuk lebih mengetahui perbedaan karakteristik perusahaan

antara perusahaan dengan perataan laba yang bersifat signalling dan perusahaan dengan

perataan laba yang bersifat garbling, dapat dilihat pada tabel di berikut ini:

Tabel 4.6

Perbandingan perusahaan jika dilihat dari karakteristik perusahaan

(dalam jutaan rupiah)

Tabel 4.6 merupakan perbandingan perusahaan jika dilihat dari karakteristik

perusahaan dari tahun 2010-2012. Penelitian Li dan Richie (2009) menggunakan

karakteristik perusahaan tersebut untuk menganalisis pengaruh perataan laba terhadap

biaya hutang. Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan rata-rata DEBT dari 10 sampel

perusahaan manufaktur mengalami penurunan setiap tahunnya. Penurunan tersebut

menunjukkan bahwa kewajiban perusahaan semakin berkurang setiap tahunnya

Sedangkan laba yang dihasilkan mengalami fluktuasi setiap tahunnya yang ditunjukkan

dengan rata-rata dari ROA pada tabel 4.6 diatas. Rata-rata rating obligasi dari sampel

berada pada tingkat A, rating tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membayar

masing-masing perusahaan cukup bagus. Untuk lebih mempermudah dalam

menganalisis perbedaan berdasarkan karakteristik, maka dibuat grafik perbandingan

seperti di bawah ini:

2012 2011 2010 2012 2011 2010

1 INDF 0,42 0,41 0,47 0,09 0,10 0,10 AA+ garbling

2 SMSM 0,43 0,35 0,47 0,20 0,21 0,16 AA- garbling

3 TBLA 0,66 0,62 0,66 0,06 0,12 0,09 A garbling

4 AISA 0,47 0,49 0,70 0,07 0,08 0,05 A- garbling

5 AKRA 0,64 0,56 0,62 0,07 0,30 0,05 AA- garbling

6 SMAR 0,45 0,50 0,52 0,15 0,14 0,12 AA garbling

7 ROTI 0,16 0,28 0,20 0,20 0,20 0,29 AA- signalling

8 FAST 0,25 0,46 0,35 0,13 0,19 0,19 AA signalling

9 MYOR 0,63 0,63 0,54 0,11 0,11 0,15 AA- signalling

10 LTLS 0,72 0,76 0,72 0,03 0,03 0,04 A- signalling

Mean: 0,49 0,51 0,52 0,11 0,15 0,12

Maximum: 0,72 0,76 0,72 0,20 0,30 0,29

Minimum: 0,16 0,28 0,20 0,03 0,03 0,04

Peringkat

Sumber: Data olahan

DEBTKode PerusahaanNo

ROAKeterangan

Page 28: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

17

Grafik 4.1

Perbandingan antara DEBT dan ROA (2012)

Analisis perbandingan dalam grafik di atas, mengambil contoh perbandingan

antara PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) sebagai perusahaan dengan yield

terendah yang termasuk dalam perusahaan dengan perataan laba yang bersifat signalling

dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) dengan yield tertinggi yang termasuk dalam

perusahaan dengan perataan laba yang bersifat garbling. Meskipun kedua perusahaan

berada pada satu sektor industri yang sama yaitu food and beverages, namun terdapat

perbedaan pada sifat perataan laba yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan.

Berdasarkan grafik 4.1 di atas, pada tahun 2012 PT Nippon Indosari Corporindo

Tbk (ROTI) memperoleh laba yang lebih tinggi yaitu sebesar 20% di bandingkan

dengan kewajiban yang harus dipenuhi sebesar 16%. PT Nippon Indosari Corporindo

Tbk (ROTI) dengan produk unggulannya berbagai jenis roti dengan brand yang terkenal

yaitu “SARI ROTI”, mampu menghasilkan laba yang besar dan relatif stabil. Perusahaan

yang termasuk dalam sektor industri food and beverages ini memiliki tingkat perataan

laba yang tingi, namun investor masih memberikan minat yang besar terhadap aktifitas

perusahaan tersebut. Investor percaya dengan laba dalam laporan keuangan yang

disajikan oleh manajemen, karena investor mengetahui bahwa permintaan dan

kebutuhan konsumen terhadap roti semakin meningkat (www.anneahira.com). Selain

itu, pangsa pasar “SARI ROTI” yang semakin meluas, mampu membuat penjualan

Page 29: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

18

semakin meningkat. Sehingga, meskipun manajemen melakukan perataan laba yang

cukup tinggi, investor tidak terlalu terpengaruh. Investor percaya, bahwa dengan

semakin meningkatnya penjualan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) yang

disebabkan oleh tingginya kebutuhan roti, akan berpengaruh terhadap semakin

lancarnya perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, khususnya dalam memenuhi

yield obligasi. Rating obligasi PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI)

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya cukup bagus,

karena memiliki peringkat AA-.

Sedangkan pada PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), kewajiban yang harus

dipenuhi oleh perusahaan sebesar 66%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laba yang

diperoleh yang hanya sebesar 6%. Menurut www.etraddinggallery.com , penurunan laba

bersih PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) merupakan yang paling besar

dibandingkan perusahaan yang lainnya yaitu sebesar 42,31%. Perusahaan dengan

produk unggulannya yaitu minyak goreng “ROSE BRAND” ini, sempat mengalami

kendala akibat harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang

melemah (www.sawit-indonesia.com). Kendala tersebut membuat aktifitas perdagangan

terganggu, sehingga berdampak pada semakin rendahnya laba yang dihasilkan dan

mendorong semakin tingginya kewajiban yang harus dipenuhi. PT Tunas Baru Lampung

Tbk (TBLA) juga melakukan perataan laba dengan tingkat yang cukup tinggi. Akan

tetapi minat investor terhadap PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) berbeda dengan

PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI). Karena masalah yang ditimbulkan akibat

semakin melemahnya harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO),

membuat investor tidak percaya dengan laba yang telah dihasilkan oleh perusahaan

tersebut. Selain itu investor memiliki keyakinan jika PT Tunas Baru Lampung Tbk

(TBLA) tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam memberikan yield obligasi. PT

Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) memiliki rating obligasi A, rating tersebut lebih

rendah apabila dibandingkan dengan rating obligasi PT Nippon Indosari Corporindo

Tbk (ROTI). Rating tersebut menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan TBLA dalam

memenuhi kewajibannya masih cukup bagus.

Page 30: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

19

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Sebagian besar perusahaan manufaktur di Indonesia melakukan praktek perataan

laba berturut-turut dari tahun ke tahun, namun ada juga yang hanya pada tahun-tahun

tertetu saja atau bahkan tidak melakukan praktek perataan laba sama sekali. Berdasarkan

perbandingan antara tingkat peratataan laba dengan biaya hutang perusahaan, fenomena

perataan laba di Indonesia didominasi dengan perataan laba yang bersifat garbling. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa investor cukup berhati-hati membuat keputusan dalam

berinvetasi. Investor dan analis perusahaan tidak mudah percaya dengan laporan

keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan.

Karakteristik perusahaan menunjukkan perbedaan antara perataan laba yang

bersifat garbling dan perataan laba yang bersifat signalling. Perbedaan tersebut dapat

terlihat dari perbandingan grafik antara DEBT dan ROA masing-masing perusahaan

pada tahun 2012.

Saran

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat membantu investor untuk lebih selektif dan

teliti dalam membuat keputusan berinvestasi. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah

rentang waktu yang hanya 3 tahun. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

menggunakan rentang waktu yang lebih panjang. Selain itu, dapat menggunakan

statistik deskriptif untuk menguji perbedaan antara perusahaan dengan perataan laba

yang bersifat signalling dan perataan laba yang bersifat garbling. Karakteristik

perusahaan yang semakin ditambah misalnya seperti ROE, LEVERAGE, dan faktor-

faktor lainnya yang mampu mempengaruhi perataan laba. Atau dapat pula menggunakan

regresi untuk menganalisis pengaruh income smoothing terhadap cost of debt, sesuai

dengan penelitian Li dan Richie 2009.

Page 31: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

20

DAFTAR PUSTAKA

Amanza, Arya Hagaganta, 2012, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Praktik Perataan Laba (Income Smoothing)(Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2006-2010)”, Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro.

Belkaoui, Ahmed Riahi, 2007, “Accounting Theory”, Buku Satu dan Dua,

Salemba Empat; Jakarta.

Devita, Elisa, 2012, “Faktor- Faktor yang mempengaruhi Rasio Profitabilitas pada

Perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

Dewi, Kartika Shintia dan Prasetiono, 2012, “Analisis Pengaruh ROA, NPM, DER,

dan SIZE terhadap Praktik Perataan Laba”, Diponegoro Journal of

Management, Volume 1, Nomor 2, 2012, hlm. 172-180.

Dewi, Ratih Kartika dan Zulaikha, 2011, “Analisa Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan

Manufaktur dan Keuangan yang di BEI (2006-2009)”, Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro.

4 Emiten Perkebunan Catatkan Laba Turun Pada 2012, http://etradinggallery.com.

diunduh pada tanggal 01 Juli 2013.

Grant, Julia, Garen Markarian dan Antonio Parbonetti, 2009, “CEO Risk-Related

Incentives and Income Smoothing”. http://www.ssrn.com

Handayani, Ida Ayu Made Wiryandari Kusuma dan Luh Gede Sri Artini, 2012,

“Pengaruh Faktor Ekonomi Makro, Keputusan Investasi dan Keputusan

Pendanaan terhadap Yield Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia”,

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Hastuti, Sri, 2008, “Kualitas Disclosure, Biaya Hutang dan Bond Ratings”, Jurnal

Manajemen Gajayana, Volume 5, Nomor 1, 2008, hlm. 61-72.

Page 32: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

21

Juniarti dan Agnes Andriyani Sentosa, 2009, “Pengaruh Good Corporate Governance,

Voluntary Disclosure terhadap Hutang Biaya (Cost of Debt)”, Jurnal Akuntansi

dan Keuangan, Volume 11, Nomor 2, 2009, hlm. 88-100.

Juniarti dan Corolina, 2005, “Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap

Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan-Perusahaan Go Public”,

Jurnal Akuntansi & Keuangan Universitas Kristen Petra, Volume 7, Nomor 2,

2005, hlm. 148-162.

Li, Si dan Nivine Richie, 2009, “Income Smoothing and The Cost of Debt”,

http://www.ssrn.com.

Markarian, Garen dan Belén Gill-de-Albornoz, 2012, “Income Smoothing and

Idiosyncratic Volatility”, http://www.ssrn.com.

Mursalim, 2005, “Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada

Investor di BEJ”, SNA VIII Solo, 15-16 September 2005.

Nasution, Anggita Febriyanti, 2008, “Hubungan antara Pendanaan Internal dan

Eksternal pada Unconstrained and Constrained Firm; Industri Makanan dan

Minuman; Rokok dan Pertambangan”, Program S1 Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Obligasi, http://www.idx.co.id/. diunduh pada tanggal 10 September 2012.

Penerbitan Obligasi Bakal Ramai, http://koran-jakarta.com. diunduh pada tanggal 06

Juli 2012.

Prabayanti, Ni Luh Putu Arik dan Gerianta Wirawan Yasa, 2009, “Perataan Laba

(Income Smoothing) dan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi

pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.

Prasetio, J.E., S. Astuti dan A. Wiryawan, 2002, “Praktik Perataan Laba Dan Kinerja

Saham Perusahaan Publik Di Indonesia”.

Page 33: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

22

Rachmawati, Windasari, 2012, “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perataan

Laba dan Hubungannya dengan Return Saham Perusahaan yang Melakukan dan

tidak Melakukan Perataan Laba pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek

Jakarta”, Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Rebecca, Yulisa dan Sylvia Veronica Siregar, 2012, “Pengaruh Corporate

Governance Index, Kepemilikan Keluarga, dan Kepemilikan Institusional

terhadap Biaya Ekuitas dan Biaya Hutang: Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di BEI”, Universitas Indonesia.

Restuningdiah, Nurika, 2010, “Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar dengan

Mekanisme GCG dan CSR Disclosure Penelitian pada Perusahaan yang Listed

di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Bisnis Universitas Negeri Malang,

Volume 3, Nomor 3, Desember 2010 – Maret 2011, hlm. 241-260.

Sari Roti-Produk Roti Kebanggan Negeri, http://www.anneahira.com/sari-roti.htm.

diunduh pada tanggal 01 Juli 2013.

Silviana, 2011, “Analisis Perataan Laba (Income Smoothing): Faktor-Faktor yang

mempengaruhi Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur Sektor

Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Fakultas

Ekonomi Universitas Gunadarma.

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma Tbk,

www.davidparsaoran.wordpress.com, diunduh pada tanggal 28 Juli 2013.

Suranta, Eddy dan Pratana Puspita Merdistusi, 2004, “Income Smoothing, Tobin’s Q,

Agency Problems dan Kinerja Perusahaan”, Simposium Nasional Akuntansi

Denpasar.

Surya, Budhi Arta dan Teguh Gunawan Nasher, 2011, “Analisis Pengaruh

Tingkat Suku Bunga SBI, Exchange Rate, Ukuran Perusahaan, Debt To

Equity Ratio dan Bond terhadap Yield Obligasi Korporasi di Indonesia”. Jurnal

Manajemen Teknologi, Volume 10, Nomor 2, 2011, Institut Teknologi Bandung.

Page 34: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

23

Suwito, Edi dan Arleen Herawaty, 2005, “Analisis Pengaruh Karakteristik

Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh

Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. SNA VIII Solo, 15-16

September 2005.

Steven dan Lina, 2011, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang

Perusahaan Manufaktur”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi STIE TRISAKTI, Vol.

13, No. 3, 2011, hlm. 163-181.

Tucker, X. Jenny dan Paul Zarowin, 2005, “Does Income Smoothing Improve Earnings

Informativeness ?”.

Utami, Wiwik, 2005, “Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas

(Studi pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur)”, SNA VIII Solo, 15- 16

September 2005.

Wijayanti, Deni Linda dan Sovi Ismawati Rahayu, 2008, “Analisis Perataan Laba

(Income Smoothing) Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Pada

Sektor Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia)”.

Page 35: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

24

Lampiran 1

Perusahaan Manufaktur yang Memenuhi Kriteria Tucker & Zarowin

NO Kode Perusahaan Nama Perusahaan

1 ADES PT Akasha Wira International Tbk

2 CEKA PT Cahaya Kalbar Tbk

3 DLTA PT Delta Djakarta Tbk

4 FAST PT Fast Food Indonesia Tbk

5 MYOR PT Mayora Indah Tbk

6 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk

7 MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk

8 ROTI PT Nippon Indosari Corporindo Tbk

9 PTSP PT Pioneerindo Gourmet International Tbk

10 PSDN PT Prasidha Aneka Niaga Tbk

11 SKLT PT Sekar Laut Tbk

12 SMAR PT Sinar Mas Agro Resources Technology Tbk

13 AISA PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

14 TBLA PT Tunas Baru Lampung Tbk

15 ULTJ PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk

16 GGRM PT Gudang Garam Tbk

17 HMSP PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk

18 HDTX PT Panasia Indo Resources Tbk

19 SRSN PT Indo Acidatama Tbk

20 PBRX PT Pan Brothers Tex Tbk

21 BIMA PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk

22 RICY PT Ricky Putra Globalindo Tbk

23 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk

24 SPMA PT Suparma Tbk

25 AKRA PT AKR Corporindo Tbk

26 BUDI PT Budi Acid Jaya Tbk

Page 36: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

25

27 ETWA PT Eterindo Wahanatama Tbk

28 LTLS PT Lautan Luas Tbk

29 EKAD PT Ekadharma International Tbk

30 AKPI PT Argha Karya Prima Industry Tbk

31 AMFG PT Asahimas Flat Glass Tbk

32 APLI PT Asiaplast Industry Tbk

33 BRNA PT Berlina Tbk

34 IGAR PT Champion Pacific Indonesia Tbk

35 LMPI PT Langgeng Makmur Industri Tbk

36 SIAP PT Sekawan Inti Pratama Tbk

37 TRST PT Trias Sentosa Tbk

38 YPAS PT Yanaprima Hastapersada Tbk

39 SMCB PT Holcim Indonesia Tbk

40 INTP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk

41 SMGR PT Semen Gresik Tbk

42 ALMI PT Alumindo Light Metal Industry Tbk

43 BTON PT Betonjaya Manunggal Tbk

44 GDST PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk

45 INAI PT Indal Aluminium Industry Tbk

46 JPRS PT Jaya Pari Steel Tbk

47 LMSH PT Lion Mesh Prima Tbk

48 LION PT Lion Metal Works Tbk

49 PICO PT Pelangi Indah Canindo Tbk

50 TIRA PT Tira Austenite Tbk

51 KICI PT Kedaung Indah Can Tbk

52 KDSI PT Kedawung Setia Industrial Tbk

53 ARNA PT Arwana Citra Mulia Tbk

54 MITI PT Mitra Investindo Tbk

55 TOTO PT Surya Toto Indonesia Tbk

56 KBLM PT Kabelindo Murni Tbk

Page 37: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

26

57 KBLI PT KMI Wire and Cable Tbk

58 SCCO PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk

59 VOKS PT Voksel Electric Tbk

60 ASGR PT Astra Graphia Tbk

61 MTDL PT Metrodata Electronics Tbk

62 MLPL PT Multipolar Tbk

63 ASII PT Astra International Tbk

64 AUTO PT Astra Otoparts Tbk

65 GJTL PT Gajah Tunggal Tbk

66 IMAS PT Indomobil Sukses International Tbk

67 INDS PT Indospring Tbk

68 INTA PT Intraco Penta Tbk

69 LPIN PT Multi Prima Sejahtera Tbk

70 NIPS PT Nipress Tbk

71 PGLI PT Polychem Indonesia Tbk

72 PRAS PT Prima Alloy Steel Tbk

73 SMSM PT Selamat Sempurna Tbk

74 TURI PT Tunas Ridean Tbk

75 UNTR PT United Tractors Tbk

76 INTD PT Inter Delta Tbk

77 MDRN PT Modern International Tbk

78 KONI PT Perdana Bangun Pusaka Tbk

79 DVLA PT Darya-Varia Laboratoria Tbk

80 INAF PT Indofarma Tbk

81 KLBF PT Kalbe Farma Tbk

82 KAEF PT Kimia Farma Tbk

83 MERK PT Merck Tbk

84 PYFA PT Pyridam Farma Tbk

85 SQBI PT Taisho Phamaceutical Indonesia Tbk

86 TSPC PT Tempo Scan Pasific Tbk

Page 38: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

27

87 TCID PT Mandom Indonesia Tbk

88 MBTO PT Martina Berto Tbk

89 MRAT PT Mustika Ratu Tbk

90 UNVR PT Unilever Indonesia Tbk

Page 39: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

28

Lampiran 2

Menentukan Perataan Laba pada Masing-Masing Perusahaan

(Contoh: PT Nippon Indosari Corporindo Tbk dan PT Tunas Baru Lampung Tbk)

(1)

(2)

2010

NO Kode Perusahaan ACCRUALS β₀ β₁ β₂ β₃

8 ROTI -337.509 0,0000029 -126.272 432.106 0,29

14 TBLA -2.920.459 0,0000004 -167.541 1.839.376 0,09

2011

NO Kode Perusahaan ACCRUALS β₀ β₁ β₂ β₃

8 ROTI -599.894 0,0000018 -201.150 655.063 0,20

14 TBLA -4.068.447 0,0000003 -780.635 2.201.223 0,12

2012

NO Kode Perusahaan ACCRUALS β₀ β₁ β₂ β₃

8 ROTI -799.070 0,0000013 -377.484 1.043.696 0,20

14 TBLA -3.991.997 0,0000002 -74.182 2.716.196 0,06

Page 40: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

29

(3)

2010

NO Kode Perusahaan (DAP) β₀ (β₀) β₁ (β₁) β₂ (β₂) β₃ (β₃)

8 ROTI -384.682 0,0000028820 -0,022 -0,0000000634 -126.272 0,148 -18.688 432.106 -0,847 -365.994 0,29 0,04 0,012

14 TBLA -1.582.748 0,0000003589 -0,022 -0,0000000079 -167.541 0,148 -24.796 1.839.376 -0,847 -1.557.951 0,09 0,04 0,004

2011

NO Kode Perusahaan (DAP) β₀ (β₀) β₁ (β₁) β₂ (β₂) β₃ (β₃)

8 ROTI -584.609 0,0000017597 -0,022 -0,0000000387 -201.150 0,148 -29.770 655.063 -0,847 -554.838 0,20 0,040 0,008

14 TBLA -1.979.970 0,0000002739 -0,022 -0,0000000060 -780.635 0,148 -115.534 2.201.223 -0,847 -1.864.436 0,12 0,040 0,005

2012

NO Kode Perusahaan (DAP) β₀ (β₀) β₁ (β₁) β₂ (β₂) β₃ (β₃)

8 ROTI -939.878 0,0000013173 -0,022 -0,0000000290 -377.484 0,148 -55.868 1.043.696 -0,847 -884.011 0,20 0,04 0,008

14 TBLA -2.311.597 0,0000002356 -0,022 -0,0000000052 -74.182 0,148 -10.979 2.716.196 -0,847 -2.300.618 0,06 0,04 0,002

(DAP) NI (DAP) NI

8 ROTI -384.682 99.775 -584.609 115.933 199.927 -16.158 -216.085

14 TBLA -1.582.748 246.663 -1.979.970 421.127 397.222 -174.464 -571.686

DAP NI PDI2010 2011

NoKode

Perusahaan

(DAP) NI (DAP) NI DAP NI PDI

8 ROTI -584.609 115.933 -939.878 149.149 355.270 -33.216 -388.486

14 TBLA -1.979.970 421.127 -2.311.597 243.767 331.627 177.360 -154.267

2011 2012No

Kode

Perusahaan

Page 41: Fenomena Perataan Laba Di Indonesia: Garbling Vs Signallingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3725/2/T1_232009153_Full text.pdf · perusahaan-perusahaan dengan tingkat perataan

30

Lampiran 3

Yield Obligasi

10 Sampel Perusahaan Obligasi

No Kode Perusahaan COUPON PRICE YIELD

1 INDF 13.000 105.650 0,12

7.250 100.100 0,07

2 ROTI 8.000 100.500 0,08

3 AKRA 8.400 99.250 0,08

8.750 99.000 0,09

4 FAST 9.500 105.340 0,09

5 LTLS 9.750 100.000 0,10

6 MYOR 8.500 102.600 0,08

7 SMAR 9.000 100.000 0,09

9.250 100.000 0,09

8 SMSM 10.300 101.450 0,10

10.800 104.000 0,10

9 TBLA 10.500 100.000 0,11

10 AISA 10.250 100.300 0,10