fenomena hajar

Upload: ainiomar9

Post on 10-Jan-2016

343 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

islam

TRANSCRIPT

Fenomena Hajar Aswad

Fenomena HajarAswad

Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.

Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari KaBah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara KaBah di di planet Bumi dengan Kabah di alam akhirat.

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama Zero Magnetism Area,artinyaadalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.

Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi KaBah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari KaBah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. (Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877)

Nilai SegelasAirDan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup (QS. 21:30)Ayat ini merupakan ayat popular. Kerap dikutip orang saat menyatakan betapa pentingnya eksistensi air. Tidak satu pun makhluk hidup di dunia ini yang tidak butuh air. Bahkan komponen terbesar dalam tubuh manusia dan banyak makhluk lainnya adalah air.Air merupakan nikmat yang tiada ternilai. Proses sebuah air hingga bisa dinikmati oleh manusia sering digambarkan oleh Allah Swt dalam ayatNya dengan skema yang tidak main-main. Negeri kering nan tandus, kemudian Allah Swt kumpulkan debit air dalam sebuah wadah terbang-bergerak bernama awan. Lalu awan tersebut ditiup dan digiring menuju negeri yang Dia Swt kehendaki. Maka atas izinNya hujan pun turun membawa ribuan ton debit air. Membasahi bumi lalu setelah itu manusia menggunakannya untuk minum, mencuci, mandi, masak dan lain-lain. Duh andai saja manusia menyadari proses ini, pasti mereka wajib bersyukur.Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (QS. 56 : 68-70)***Seorang raja bernama Harun Ar Rasyid sedang dalam sebuah perjalanan melintasi sebuah gurun pasir menunggangi unta. Bersamanya ada sebuah lelaki bijak sang penasehat raja bernama Ibnu As Samak. Perjalanan panjang di siang yang panas. Terik matahari membuat dehidrasi dan sang khalifah pun kehausan. Pada satu tempat yang teduh, Harun ar Rasyid menepi. Disuruhnya As Samak untuk menggelar tikar dan membawa minuman untuknya.Ibnu Samak menggelar tikar untuk sang raja dan menuangkan segelas air untuknya. Saat gelas sudah terisi oleh air, lalu Ibnu As Samak berujar, Khalifah, dalam kondisi panas dan tenggorokan kehausan seperti ini, andaikata bila kau tidak dapatkan air untuk minum kecuali dengan harus mengeluarkan separuh kekayaanmu, sudikah engkau membayar dan mengeluarkannya? ! Hari terik dan panas mencekat kerongkongan, tanpa pikir panjang khalifah ar Rasyid menjawab, Saya bersedia membayarnya seharga itu asal tidak mati kehausan!Maka usai mendengarnya, Ibnus Samak memberikan segelas air itu dan khalifah pun tidak lagi kehausan.Ibnu Samak lalu duduk di sisi khalifah Harun. Sejurus kemudian Ibnu Samak melontarkan pertanyaan lagi, Khalifah, andai air segelas yang kau minum tadi tidak keluar dari lambungmu selama beberapa hari tentulah amat sakit rasanya. Perut jadi gak keruan dan semua urusan jadi berantakan karenanya. Andai kata bila kau berobat demi mengeluarkan air itu dan harus menghabiskan separuh kekayaanmu lagi, akankah kau sudi membayarnya? Mendengar itu, sang khalifah merenungi kondisi yang disebut oleh Ibnus Samak. Seolah mengamini maka khalifah menjawab, Saya akan membayarnya meski dengan separuh harta saya!Mendengar jawaban dari sang khalifah, maka Ibnus Samak sang penasehat raja yang bijak kemudian berkomentar, O., kalau begitu seluruh harta yang tuan khalifah miliki itu rupanya hanya senilai segelas air saja!***Saudaraku,Saat puasa di Bulan Ramadhan, di sana selama beberapa hari Anda akan merasakan betapa segelas air akan menjadi tiada ternilai harganya. Setelah menahan haus dan lapar sehari penuh. Saat waktu maghrib menjelang, maka segelas air putih pun akan menjadi sesuatu yang bermakna. Saat air membasahi tenggorokan yang kering dan kehausan, maka Anda pun akan bersyukur kepada Allah Swt dengan suara lantang dengan lantunan doa:Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa alaa rizqika afthartu birahmatika yaa Arhamar Rahimin.Di bulan ramadhan segala nikmat menjadi indah terasa, demikian juga nikmat seteguk air. Alangkah bagusnya bila ini terus berlangsung sepanjang masa.Puji syukur untukMu ya Rabb!***Teka Teki ImamGhazaliSuatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanyaImam Ghazali : Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?Murid 1 : Orang tuaMurid 2 : GuruMurid 3 : TemanMurid 4 : Kaum kerabatImam Ghazali : Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahawa setiap yang bernyawa pasti akan mati (Surah Ali-Imran :185).Imam Ghazali : Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?Murid 1 : Negeri CinaMurid 2 : BulanMurid 3 : MatahariMurid 4 : Bintang-bintangIman Ghazali Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASALALU. Bagaimana pun kita, apa pun kenderaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.Iman Ghazali : Apa yang paling besar di dunia ini?Murid 1 : GunungMurid 2 : MatahariMurid 3 : BumiImam Ghazali : Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al Araf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.Imam Ghazali : Apa yang paling berat di dunia?Murid 1 : BajaMurid 2 : BesiMurid 3 : GajahImam Ghazali : Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.Imam Ghazali : Apa yang paling ringan di dunia ini?Murid 1 : KapasMurid 2 : AnginMurid 3 : DebuMurid 4 : Daun-daunImam Ghazali : Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali di dunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat Imam Ghazali : Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? Murid- Murid dengan serentak menjawab : PedangImam Ghazali : Itu benar, tapi yang paling tajam sekali di dunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri Dialog Abu Hanifah Dengan Ilmuan Kafir TentangKetuhananImam Abu Hanifah pernah bercerita: Ada seorang ilmuwan besar, Atheis dari kalangan bangsa Rom, tapi ia orang kafir. Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, yaitu Hammad guru Abu Hanifah, oleh karena itu dia segan bila bertemu dengannya.Pada suatu hari, manusia berkumpul di masjid, orang kafir itu naik mimbar dan mau mengadakan tukar fikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf-shaf masjid bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat depan mimbar, dia berkata: Inilah saya, hendak tukar fikiran dengan tuan. Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri kerana usia mudanya. Namun dia pun angkat berkata: Katakan pendapat tuan!. Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya:Atheis : Pada tahun berapakah Rabbmu dilahirkan?Abu Hanifah : Allah berfirman: Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkanAtheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya? , Pada tahun berapa Dia ada?Abu Hanifah : Dia berada sebelum adanya sesuatu.Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan?Atheis : Ya.Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?Atheis : Tidak ada angka (nol).Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahuluiNya?Atheis : Dimanakah Rabbmu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada tempatnya.Abu Hanifah : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, apakah di dalam susu itu keju?Atheis : Ya, sudah tentu.Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bahagian mana tempatnya keju itu sekarang?Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bahagian.Abu Hanifah : Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Taala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!Pernyataan tentang Allah tidak bertempat dan ditempatkan, Madzab Ahlussunnah (Manhaj salaf) mengimani bahwa Allah istiwa di atas Arsy, mengenai kaifiahnya tidak perlu kita bahas karena itu sudah di luar kemampuan kita.Atheis : Tunjukkan kepada kami zat Rabbmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?Abu Hanifah : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?Atheis : Ya, pernah.Abu Hanifah : Sebelumnya ia berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?Atheis : Kerana rohnya telah meninggalkan tubuhnya.Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?Atheis : Ya, masih ada.Abu Hanifah : Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seprti gas?Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.Abu Hanifah : Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat mahupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Taala?!!Atheis : Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?Abu Hanifah : Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.Abu Hanifah : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Taala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?Abu Hanifah : Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.Atheis : Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?Abu Hanifah : Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?Abu Hanifah : Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang? tanya Atheis.Tuan menjawab pertanyaan-pertanya an saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan, pinta Abu Hanifah.Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?. Ilmuwan kafir mengangguk.Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahawa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu.Para hadirin puas dengan jawapan yang d iberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang kafir itu.Keutamaan Sedekah HariAsyuraAthiah bin Khalaf adalah seorang saudagar Mesir terkenal. Semula ia kaya raya, namun belakangan jatuh pailit. Satu-satunya kekayaan yang masih tertinggal padanya adalah sepasang busana yang dikenakannya.Pada Asyura, 10 muharram, Athiah bin Khalaf menunaikan shalat subuh di masjid Amru bin Ash. Ketika ia sedang duduk sendirian disalah satu sudut masjid, datanglah seorang ibu bersama beberapa orang anak yang masih kecil-kecil. Tuan, tolong lepaskanlah aku dan anak-anakku dari kesulitan hidup. Suamiku telah meninggal tanpa mewariskan apa-apa. Pekerjaan meminta-minta baru aku lakukan sekali ini. Aku juga keluar rumah karena terpaksa. Tolonglah tuan.Sejenak Athiah berpikir,apa yang mesti diberikan pada wanita itu? Sedangkan ia sendiri tidak memiliki apa-apa, kecuali busana yang melekat di badan. Jika pakaian ini kusumbangkan, akan terbukalah auratku, pikirnya. Tapi jika kutolak permintaannya, bagaimana nanti kata Rasulullah saw. terhadapku. Baiklah, ayo ikut aku ke rumah, ajak Athiah lembut. Sesampai di rumah ia menyuruh wanita tersebut menunggu diluar. Setelah melepas busananya, Athiah menyerahkan kepada wanita itu dari balik pintu. Mudah-mudahan Allah SWT memberi tuan pakaian dan perhiasan dari surga. Tuan tidak akan lagi memerlukan bantuan dari orang lain selama hidup.Athiah sangat gembira mendengarnya. Setelah itu ia hanya mengunci diri dalam kamar. Ia berzikir siang malam. Sampailah pada suatu malam ia bermimpi melihat seorang bidadari yang cantik molek. Tangan kiri bidadari itu memegang apel beraroma harum dan setelah dibelah keluarlah sejumlah perhiasan surga.bidadari itu mengenakan perhiasan surga kepada Athiah, lantas duduk menghiburnya. Siapakah engkau? Tanya Athiah. Saya Asyura, istri engkau dalam surga ini, jawab bidadari itu. Bagaimana saya bisa mendapatkan kebahagiaan seperti ini? Berkat doa wanita yang engkau tolong kemarin. Athiah tersentak. Ia bangun dari tidurnya dengan riang gembira. Lantas mengambil air wudlu dan shalat dua rakaat, sebagai pernyataan syukur kepada Allah SWT. Usai shalat, Athiah bin Khalaf berdoa. Ya Allah, andai benar mimpiku tadi dan bidadari itu yang akan menjadi istriku, cabutlah nyawaku sekarang juga, supaya aku segera mendapatkannya. . Belum sampai ia menutup doanya, Allah mengabulkan permintaannya. Pada waktu itulah Athiah meninggal dunia.***KucingBerhajiAlkisah, ada seekor kucing dewasa yang sudah berkecukupan. Ia hendak menunaikan ibadah haji karena merasa ada sebuah kewajiban dan tentu untuk menyambut seruan Tuhan. Berangkatlah ia dengan semangat ketertundukan.Setelah menunaikan segala macam rukunnya, pulanglahlah ke tempat tinggal semula. Setelahnya, lebih banyak berdzikir, tak lupa mengenakan aksesoris layaknya para pelaku haji. Dan di luaran, tampilan mendadak shaleh. Berhajinya seekor kucing itu terdengar sampai berbagai penjuru. Termasuk sampai terdengar pada sarang segerombolan tikus. Pemimpin tikus, sebagai yang dituakan, berinisiatif untuk berekonsiliasi dengan sang kucing. Wahai rakyat tikus semuanya, dengarlah, sang kucing telah berhaji, sudah saatnya kita berdamai dengannya.Salah satu rakyat tikus menjawab, Tuanku, jangan, kucing tetap kucing, dia tetap akan memburu kita.Apa salahnya kita mencoba menjalin komunikasi, siapa tahu ada peta jalan damai antara warga tikus dan kucing.Walaupun rakyat tikus amat gelisah dengan pendapat pemimpin tikus, tapi tetap memutuskan untuk berangkat menemui sang kucing.Berangkatlah ia dengan hati-berdebar- debar. Sesampainya di sarang kucing, pemimpin tikus mencoba tersenyum dan menyampaikan niat baiknya untuk berdamai. Awalnya, sang kucing diam saja. Semakin lama didiamkan, pemimpin tikus mulai gelisah.Lalu, sang kucing memandangi sang tikus dengan tatapan beringas, lantas melompat, mencoba menerkam dan memangsa tikus. Untung sang tikus sudah siap sedia dan berhasil meloloskan diri dari terkaman sang kucing. Berlari dan terus berlari meninggalkannya. Sampai di sarang tikus, rakyat yang sejak awal khwatir bertanya,Bagaimana, tuanku, apakah perdamaian berhasil?Celaka, benar katamu, sang kucing tetap kucing, dia tetap akan memangsa kita.Renungan :Kisah ini adalah sindiran bagi kita semuanya. Haji bagi umat Islam memang sebuah kewajiban untuk yang mampu. Kita pasti mempunyai niat untuk menunaikannya, alangkah bahagianya kita bisa pergi ke tanah suci.Tapi, ada dimensi lain yang patut kita ingat. Haji bukanlah sebuah trend atau bahkan sebuah gaya hidup agar dipandang wah. Juga bukan melulu berdimensi ketuhanan semata. Ada dimensi lain yang perlu kita amalkan, yaitu dimensi sosial dengan menterjemahkan simbol-simbol haji yang telah dilaksanakan. Salah satunya seperti dituturkan Ustadz Quraish Shihab, pakaian biasa ditanggalkan dan pakaian ihram dikenakan.Artinya, menanggalkan segala macam perbedaan dan menghapus keangkuhan.Dengan berhaji, kita belajar menghargai sesama manusia, tidak melakukan lagi penghisapan atau penindasan terhadap manusia lain. Kita semua hakikatnya sama, miskin kaya, pejabat tinggi atau rakyat biasa.Dan, kita juga perlu meninggalkan karakter-karakter jahat yang barangkali sudah melekat erat dalam diri sekian lamanya. Kalau setelah berhaji tetap punya karakter dan perilaku sama, maka sia-sialah semuanya.Sedekah Yang SalahAlamatSuatu ketika, Rasulullah Saw., seperti yang kerap beliau lakukan, berbincang-bincang dengan para sahabat di serambi Masjid Nabawi, Madinah. Selepas berbagi sapa dengan mereka, beliau berkata kepada mereka,Suatu saat ada seorang pria berkata kepada dirinya sendiri, Malam ini aku akan bersedekah! Dan benar, malam itu juga dia memberikan sedekah kepada seorang perempuan yang tak dikenalnya. Ternyata, perempuan itu seorang pezina. Sehingga, kejadian itu menjadi perbincangan khalayak ramai.Akhirnya, kabar tersebut sampai juga kepada pria itu. Mendengar kabar yang demikian, pria itu bergumam, Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu.Ternyata, sedekahku jatuh ke tangan seorang pezina. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!Maka, pria itu kemudian mencari seseorang yang menurutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sedekah itu, tanpa diketahuinya, adalah orang kaya. Sehingga, kejadian itu lagi-lagi menjadi perbincangan khalayak ramai, lalu sampai juga kepada pria yang bersedekah itu.Mendengar kabar yang demikian, pria itu pun bergumam,Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu. Ternyata, sedekahku itu jatuh ke tangan orang kaya. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!Maka, dia kemudian, dengan cermat, mencari seseorang yang menurutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sedekah yang ketiga, tanpa diketahuinya, adalah seorang pencuri. Tak lama berselang, kejadian itu menjadi perbincangan khalayak ramai, dan kabar itu sampai kepada pria yang bersedekah itu.Mendengar kabar demikian, pria itu pun mengeluh, Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu! Ya Allah, sedekahku ternyata jatuh ke tangan orang-orang yang tak kuduga: pezina, orang kaya, dan pencuri!Pria itu kemudian didatangi (malaikat utusan Allah) yang berkata, Sedekahmu telah diterima Allah. Bisa jadi pezina itu akan berhenti berzina karena menerima sedekah itu. Bisa jadi pula orang kaya itu mendapat pelajaran karena sedekah itu, lalu dia menyedekahkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya. Dan, bisa jadi pencuri itu berhenti mencuri selepas menerima sedekah itu.(Diceritakan kembali dari sebuah hadis yang dituturkan oleh Muslim dan Abu Hurairah dalam Teladan indah Rasullulah dalam ibadah, Ahmad Rofi Usmani)Sayidatina Fatimahr.haDia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah kepada Allah S.W.T. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya pula dengan sholat, puasa, membaca Al Quran dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia dikawinkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu dibantu oleh Rasulullah S.A.W.Setelah berkawin kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridho dengan suaminya. Isteri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah S.W.T untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang dibangunkan.Sepanjang pemergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussin, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang pasir.Kadangkala dia lapar sepanjang hari. Sering dia berpuasa dan tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu meceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah S.A.W. Betapa dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Sayidina Ali,kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah. Rasulullah saw merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu.Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan Allah S.W.T mengangkat darjatnya. Sayidatina Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghilang Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga digelar sebagai Bapa bagi janda dan anak yatim di Madinah.Namun, pernah suatu hari, Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh puluh kali dia tawaf sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan isterinya itu.Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu, Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah S.W.T sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah disengaja. bukan juga dia membentak bentak, marah-marah, meninggikan suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali k.w. meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan Haji Wada pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatnya tersenyum.Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa, gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi, Madinah.Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah S.W.T. Sengaja dibuat begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahawa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta membangga diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa merasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain.Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah S.W.T. Justru, wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.***KeluargaLumpuh

Seorang diri, sang ibu merawat dan menghidupi empat anak dan suaminya yang lumpuh selama puluhan tahun.

Bayangkan kalau semua anak Anda menderita lumpuh. Tentu, Anda akan sangat bingung dengan masa depan mereka. Di Purwakarta, ada seorang ibu yang bukan hanya empat anaknya yang lumpuh. Melainkan juga, suami yang menjadi tulang punggung keluarga. Allahu Akbar.

Hal itulah yang kini dialami seorang ibu usia 70 tahun. Namanya Atikah. Di rumahnya yang sederhana, ia dan keluarga lebih banyak berbaring daripada beraktivitas layaknya keluarga besar.

Mak Atikah bersyukur bisa menikah dengan seorang suami yang alhamdulillah baik dan rajin. Walau hanya sebagai pencari rumput, Mak Atikah begitu menghargai pekerjaan yang dilakoni suaminya. Bahkan, tidak jarang, ia membantu sang suami ikut mencari rumput.

Beberapa bulan setelah menikah, tepatnya di tahun 1957, Allah mengaruniai Mak Atikah dengan seorang putera. Ia dan suami begitu bahagia. Ia kasih nama sang putera tercinta dengan nama Entang.

Awalnya, Entang tumbuh normal. Biasa-biasa saja layaknya anak-anak lain. Baru terasa beda ketika anak sulung itu berusia 10 tahun.

Waktu itu, Entang sakit panas. Bagi Mak Atikah dan suami, anak sakit panas sudah menjadi hal biasa. Apalagi tinggal di daerah pedesaan yang jauh dari pelayanan medis. Entang pun dibiarkan sakit panas tanpa obat.

Panas yang diderita sang anak ternyata kian hebat. Tiba-tiba, Entang merasakan kalau kakinya tidak bisa digerakkan. Setelah dicoba beberapa kali, kaki Entang memang benar-benar lumpuh.

Musibah ini ternyata tidak berhenti hanya di si sulung. Tiga adik Entang pun punya gejala sakit yang sama dengan sang kakak. Dan semuanya sakit di usia SD atau kira-kira antara 7 sampai 10 tahun. Satu per satu, anak-anak Mak Atikah menderita lumpuh.

Usut punya usut, ternyata anak-anak yang tinggal di Desa Cileunca, Kecamatan Bojong, Purwakarta itu sebagian besar terserang penyakit polio. Tapi, semuanya sudah serba terlambat. Lagi pula, apa yang bisa dilakukan Mak Atikah dengan suami yang hanya seorang pencari rumput.

Sejak itu, Mak Atikah mengurus empat anaknya sekaligus seorang diri. Dengan sarana hidup yang begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan, keluarga ini mengarungi hidup puluhan tahun dengan kesibukan anak-anak yang lumpuh.

Ujian Allah buat Mak Atikah ternyata tidak berhenti sampai di situ. Di tahun 90-an, giliran suami Bu Atikah yang mengalami musibah. Saat mencari rumput, Pak Didin terjatuh. Orang-orang sekitar pun menggotong Pak Didin pulang. Dan sejak itu, Pak Didin tidak bisa lagi menggerakkan kaki dan tangannya. Ia cuma bisa berbaring.

Lalu, bagaimana dengan pemasukan keluarga kalau sang suami tidak lagi bisa berkerja. Bu Atikah pun tidak mau diam. Kalau selama ini ia hanya bisa mengurus anak-anak di rumah, sejak itu, ibu yang waktu itu berusia hampir enam puluh tahun pun menggantikan sang suami dengan pekerjaan yang sama. Di usianya yang begitu lanjut, Bu Atikah mengais rezeki dengan mencari rumput.

Sehari-hari, ia berangkat pagi menuju tanah-tanah kosong yang dipenuhi rumput. Ia kumpulkan rumput-rumput itu dengan sebilah arit, kemudian dibawa ke pemesan. Tidak sampai sepuluh ribu rupiah ia kumpulkan per hari dari mencari rumput. Dan itu, ia gunakan untuk mengepulkan asap dapur rumahnya. Hanya sekadar menyambung hidup.

Di bulan Mei tahun ini, sang suami yang hanya bisa berbaring dipanggil Allah untuk selamanya. Kini, tinggal Mak Atikah yang mengurus keempat anaknya yang tidak juga sembuh dari lumpuh.

Allah menguji hambaNya dengan sesuatu yang mungkin sulit untuk dicerna pikiran orang lain. Subhanallah. (saad/mnh)

***

MiskinSyukur

Pagi hari masih bisa beli nasi uduk, lengkap dengan bihun, tempe goreng atau semur jengkol sebenarnya sudah bagus. Tetapi kerap mulut berbicara lain, Nasi uduk melulu, nggak ada makanan lain? Akhirnya sampai sore sepiring nasi uduk itu tak disentuh sama sekali.

Sudah sepuluh tahun bekerja dan punya penghasilan tetap saja mengeluh, Kerja begini-begini saja, nggak ada perubahan, gaji sebulan habis seminggu Belum lagi `nyanyian isteri di rumah, cari kerja tambahan dong pak, biar hidup kita nggak susah terus

Dikaruniai isteri yang shaleh dan baik masih menggerutu, baik sih, rajin sholat, tapi kurang cantik Tidak beda dengan seorang perempuan yang menikah dengan pria bertampang pas-pasan, Sudah miskin nggak ganteng pula. Masih untung saya mau nikah sama dia

Punya kesempatan memiliki rumah meski hanya type kecil dan rumah sangat sederhana tentu lebih baik dari sekian orang yang baru bisa mimpi punya rumah sendiri. Disaat yang lain masih ngontrak dan nomaden, mulut ini berceloteh, Ya rumah sempit, gerah, sesak. Sebenarnya sih nggak betah, tapi mau dimana lagi?

Sudah bagus suaminya tidak naik angkot atau bis kota berkali-kali karena memiliki sepeda motor walau keluaran tahun lama. Eh, bisa-bisanya sang isteri berkomentar, Jual saja pak, saya malu kalau diboncengin pakai motor butut itu.

Ada lagi yang dikaruniai anak, sudah bagus anaknya terlahir normal, tidak cacat fisik maupun mental. Gara-gara anaknya kurang cantik atau tidak tampan, ia mencari kambing hitam, Bapak salah milih ibu nih, jadinya wajah kamu nggak karuan begini. Padahal di waktu yang berbeda, ibunya pun berkata yang hampir mirip, Maaf ya nak, waktu itu ibu terpaksa menikahi bapakmu. Habis, kasihan dia nggak ada yang naksir.

Kita, termasuk saya, tanpa disadari sudah menjadi orang-orang miskin. Bukan karena kita tidak memiliki apa-apa, justru sebaliknya kita tengah berlimpah harta dan memiliki sesuatu yang orang lain belum berkesempatan memilikinya. Kita benar-benar miskin meski dalam keadaan kaya raya, karena kita tak pernah bersyukur dengan apa yang dianugerahkan Allah saat ini. Ya, kita ini miskin rasa syukur.

Punya sedikit ingin banyak, boleh. Dapat satu, ingin dua, tidak dilarang. Merasa kurang dan mau lebih, silahkan. Tidak masalah kok kalau merasa kurang, sebab memang demikian sifat manusia, tidak pernah merasa puas. Pertanyaannya, yang sedikit, yang satu, yang kurang itu sudah disyukuri kah?

Pada rasa syukur itulah letak kekayaan sebenarnya. Berangkat dari rasa syukur pula kita merasa kaya, sehingga melahirkan keinginan membagi apa yang dipunya kepada orang lain. Kita miskin karena tidak pernah mensyukuri apa yang ada. Meski dunia berada di genggaman namun kalau tak sedikit pun rasa syukur terukir di hati dan terucap di lisan, selamanya kita miskin.

Coba hitung, duduk di teras rumah sambil sarapan pagi, ditambah secangkir kopi panas yang disediakan isteri shalihah. Sesaat sebelum berangkat ke kantor menggunakan sepeda motor, lambaian tangan si kecil seraya mendoakan, hati-hati Ayah. Subhanallah, ternyata Anda kaya raya! (gaw)

RumahSeekor kura-kura tampak tenang ketika merayap di antara kerumunan penghuni hutan lain. Pelan tapi pasti, ia menggerakkan keempat tapak kakinya yang melangkah sangat lamban: Plakplak. ..plak !

Tingkah kura-kura itu pun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa, dan mengejek. Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur! ucap kelinci yang terlebih dulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.

Hei, kura-kura! suara tupai ikut berkomentar. Kalau jalan jangan bawa-bawa rumah. Berat tahu! Sontak, hampir tak satu pun hewan yang tak terbahak. Ha..ha..ha. .ha! Dasar kura-kura lamban! komentar hewan-hewan lain kian marak.

Namun, yang diejek tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali, kura-kura menoleh ke kiri dan kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum. Apa kabar rekan-rekan? ucap si kura-kura ramah.

Teman, tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu jalan. Kamu jadi begitu lambat, ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang akhirnya menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.

Tak mungkin aku melepas rumahku, suara kura-kura begitu tenang. Inilah jatidiriku. Melepas rumah, berarti melepas jatidiri. Inilah aku. Aku akan tetap bangga sebagai kura-kura, di mana pun dan kapan pun! jelas si kura-kura begitu percaya diri.

***

Menangkap makna hidup sebagai sebuah pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa merasa tanpa musuh pun kita sebenarnya sedang bertarung. Karena musuh dalam hidup bisa berbentuk apa pun: godaan nafsu, bisikan setan, dan berbagai stigma negatif. Inilah pertarungan yang merongrong keaslian jatidiri: sebagai muslim, aktivis, dan dai.

Pertarungan tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuh sekali pun. Karena orang-orang yang kalah dalam pertarungan jatidiri bisa lebih dulu mati sebelum benar-benar mati. Ia menjadi mayat-mayat yang berjalan.

Bagian terhebat dari pertarungan jatidiri ini adalah orang tidak merasa kalah ketika sebenarnya ia sudah mati: mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati kebijaksanaan, dan mati identitas.

Karena itu, tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan: inilah aku! Isyhaduu biannaa muslimiin.

KatakAda kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap? ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.

Anakku, ucap sang induk kemudian. Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik. jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu? tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.

Anakku. Itu cuma angin, ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang! tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.

Blarrr!!! suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. Buuu, aku sangat takut. Takut sekali! ucapnya sambil terus memejamkan mata.

Sabar, anakku! ucapnya sambil terus membelai. Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang, ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!

***

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.

Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.

Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu, insya Allah, akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan. (mnuh)

PuyuhDi sebuah tepian hutan, seekor burung puyuh muda sedang termenung. Tiap hari, ia menghabiskan siangnya untuk cuma tergolek di atas bayangan dahan. Ia kerap membandingkan dirinya dengan siapa pun yang tertangkap lewat penglihatannya.

Suatu kali, serombongan anak itik berlalu bersama induknya. Mereka begitu asyik menikmati pagi yang cerah. Satu per satu, rombongan keluarga itik itu menceburkan diri ke telaga. Mulai dari sang induk, hingga semua anak itik tampak berenang penuh riang.

Andai aku seperti itik, ucap si puyuh miris. Itulah komentar pertama dari tangkapan penglihatannya. Sontak, ketidakpuasan pun menyeruak. Enak sekali jadi itik. Bisa berenang. Bisa mencari makan sambil bersantai! keluh kesah puyuh pun tak lagi terbendung. Ia sesali keadaan dirinya. Jangankan berenang, tersentuh air pun tubuhnya bisa menggigil.

Tak jauh dari telaga yang rimbun, seekor burung kutilang tiba-tiba hinggap di sebuah dahan. Ia seperti memakan sesuatu. Setelah itu, sang kutilang pun terbang tinggi ke udara.

Puyuh muda lagi-lagi berandai. Andai aku bisa seperti kutilang! keluhnya pelan. Enaknya bisa melihat bumi dari atas sana. Bisa menemukan makanan sambil menikmati indahnya udara lepas, ucap si puyuh sambil tetap tak beranjak dari duduknya. Ia pun melirik sayap kecilnya. Sayap itu ia gerakkan sebentar, dan si puyuh duduk lagi. Ah, tak mungkin aku bisa terbang!

Masih dalam posisi agak berbaring, si puyuh mendongak. Ia seperti menatap langit. Tuhan, kenapa kau ciptakan aku tak berdaya seperti ini! Tak mampu berenang. Tak bisa terbang! ucap sang puyuh mengungkapkan isi hatinya.

Entah datang dari mana, tiba-tiba pemandangan sekitar telaga penuh dengan asap hitam. Udara menjadi begitu panas. Pengap. Api! Api! Hutan terbakar! teriak hewan-hewan bersahutan. Tanpa aba-aba, semua penghuni telaga menyelamatkan diri. Ada yang berenang. Ada yang terbang. Dan ada yang berlari kencang. Kencang sekali.

Menariknya, dari sekian hewan yang mampu berlari kencang justru si puyuhlah yang di barisan depan. Langkah cepatnya seperti tak menyentuh bumi. Ia berlari seperti terbang. Saat itulah, ia tersadar. Ah, ternyata aku punya kelebihan! ucap si puyuh menemukan kebanggaan.

**

Hidup dalam kerasnya belantara dunia kadang membuat seseorang tak ubahnya seperti burung puyuh. Merasa diri tak berdaya. Tak punya sayap untuk terbang meraih cita-cita. Tak punya sirip untuk berenang melawan badai kehidupan. Tak punya taring untuk melindungi diri dari para pesaing.

Kalau saja ia mau menggali. Karena pada kaki kecil potensi diri, boleh jadi, di situlah ada kekuatan besar. Sekali lagi, gali dan kembangkan. Perlihatkanlah kegesitan kaki potensi yang teranggap kecil itu. Dan jangan pernah menunggu hingga kebakaran datang. Karena bisa jadi, api bisa lebih dulu sampai. (mnuh)**

Gusti Allah TidaknDeso

Emha Ainun NadjibOleh: Emha Ainun Nadjib***

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun. Cak Nun, kata sang penanya, misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu: pergi ke masjid untuk shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?

Cak Nun menjawab lantang, Ya nolong orang kecelakaan.

Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang? kejar si penanya.

Ah, mosok Allah ndeso gitu, jawab Cak Nun. Kalau saya memilih shalat jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak, katanya lagi. Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi. Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu. Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang.

Kata Tuhan: kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu. Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.

Seraya bertanya balik, Emha berujar, Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini.

Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran, membangun masjid, tapi korupsi uang negara.

Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran, menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan.

Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?

Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi menginjak Tuhan. Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca Al-Quran. Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya : kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama.

Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti shalat, ikut misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.

Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian, ikut misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan social pada kaum mustadhafin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya.

Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa social tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

***

Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

Taubat dan Istighfar Untuk Dosa 200 KaliZina

Katakanlah: Hai hamba-hamba- Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 39:53)

***

Pagi itu di Madinah Al Munawarah dalam sebuah kesempatan Umrah di tahun 2007, seorang ustadz pembimbing dihadang oleh seorang jemaahnya saat sarapan pagi di restoran hotel. Jemaah tersebut meminta waktu sang ustadz untuk berkonsultasi sedikit dari permasalahan.

Ustadz, apakah bila seseorang mempunyai dosa yang menggunung kemudian dia bertaubat dan minta ampun kepada Allah maka taubatnya akan diterima?

Sambil tersenyum sang ustadz menjawab enteng, Tentu taubatnya akan Allah terima!

Tapi ustadz, ada seorang sahabat saya yang kebetulan sedang berumrah dan ada di Madinah saat ini, dan ia ragu kalau taubatnya tidak diterima oleh Allah! sambung sang jemaah.

Mengapa ia masih ragu?! sahut pak ustadz.

Sebab dia pernah melakukan dosa zina, Ustadz! tandas sang jemaah.

Sambil menampakkan wajah penuh keteduhan dan keseriusan, sang ustadz berkomentar, Peluang untuk bertaubat akan senantiasa terbuka untuknya!

Tapi ustadz, zina yang dia lakukan nggak cuma sekali! jelas sang jemaah. Memangnya berapa kali zina yang dilakukannya. ..? tanya sang ustadz penasaran.

100 kali zina mungkin pernah dia lakukan, Ustadz! imbuh sang jemaah.

Astaghfirullahal Adzhiim.! terdengar sang ustadz beristighfar sebab kaget mendengarnya. Terlihat rona dan mimik wajah sang ustadz berubah sebab keterjutan itu.

Mendapati hal itu sang jemaah bertanya sekali lagi kepada gurunya tadi, Kalau dosa zina sebanyak itu, apakah ada kesempatan bertaubat untuknya, Ustadz?!

Sang ustadz mengela nafas kemudian berkata, Tentu, kesempatan bertaubat akan selalu terbuka untuknya. Kedua tangan Allah Swt akan terbentang di waktu malam, agar orang yang berdosa di waktu siang sempat bertaubat. Kedua tanganNya pun akan selalu terbuka di waktu siang, agar orang yang berdosa di waktu malam sempat untuk bertaubat.[1] Pintu taubat selalu terbuka untuk hamba Allah sepanjang waktu. Baik siang, malam, pagi ataupun petang!!!

Mendengar penjelasan ini sang jemaah merasa agak nyaman. Terdengar jemaah itu bergumam lalu ia pun melanjutkan bicara, Kayaknya sahabat saya itu tidak berzina sebanyak 100 kali deh, Ustadz!

Mendengarnya sang ustadz berharap dalam hati bahwa angka zina yang dilakukannya tidak mencapai sebanyak itu. Namun sang ustadz teramat kaget begitu mendengar sang jemaah melanjutkan kalimatnya.

Kayaknya 200 kali zina juga lebih dia lakukan!! ! imbuh sang jemaah.

ASTAGHFIRULLAHAL AZHIM.!!! sang ustadz beristighfar kepada Allah dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. Tak terbayang oleh sang ustadz tentang sosok hamba Allah Swt yang berani melakukan dosa zina sebanyak itu. Sang ustadz merenung dan memikirkan kelakukan manusia bejat ini, hingga rona wajah sang ustadz sungguh berubah secara drastis.

Mendapatinya sang jemaah kembali mengejar, Ustadz, kalau dosa sebanyak itu. apakah bila ia bertaubat maka akan diterima oleh Allah?!

Berat sebenarnya sang ustadz menata hati saat mendengar peristiwa ini. Namun sang ustadz mencoba untuk tersenyum dan meyakinkan jemaahnya dengan ucapan, Meski dosa tiada terhitung. Meski dosa setinggi langit, bahkan bila dosa itu sepenuh bumi. Selagi sang hamba bertaubat dan beristigfar kepada Allah, maka pasti Allah Swt akan menerima taubat dan memberi ampunan untuknya![2]

Jawaban ustadz terakhir membuat sang jemaah merasa lega. Ia mulai tersenyum dan kemudian mengatakan, Alhamdulillah. , kalau memang demikian maka saya akan menyampaikan kabar ini kepada sahabat saya itu. Semoga ia yakin bahwa taubatnya akan Allah terima. Tapi ustadz, supaya dia bisa dengar langsung bisakah saya ajak dia untuk bertemu dengan ustadz?

Dengan senang hati saya bersedia berjumpa dengannya. Silakan datang ke kamar 709. Saya tunggu ya di kamar pukul 8 pagi ini! terang pak Ustadz.

Sejurus kemudian sang ustadz meninggalkan jemaahnya di meja restoran. Beliau pergi menuju kamarnya sambil terus berucap istighfar kepada Allah Swt karena sulit membayangkan betapa besar dosa yang dilakukan oleh hamba Allah Swt seperti yang diceritakan jemaahnya. Beliau masuk ke kamar, lalu tepat pukul 8 pagi, sang ustadz mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Sang ustadz sigap bangkit untuk membuka pintu, dan ia menduga di balik pintu kini sudah berdiri dua orang manusia. Pertama adalah jemaah yang sudah dikenalnya, dan satunya lagi adalah sahabat jemaahnya yang katanya pernah melakukan dosa zina bahkan 200 kali lebih!

***

Sayang, begitu sang ustadz membuka pintu ternyata di sana hanya berdiri sesosok pria yang tiada lain adalah jemaahnya sendiri. Mana sahabatmu yang mau konsultasi.. .? sang ustadz menanyakan.

Tadinya dia sudah mau ke sini, namun setelah berpikir beberapa lama ia mengutusku saja untuk menemui ustadz. Dia bilang, ia malu berjumpa dengan ustadz! jelas sang jemaah.

Ya sudah kalau begitu, silakan masuk! sahut pak ustadz.

Jemaah itu kemudian masuk kekamar sang ustadz. Dia duduk di salah satu kursi yang ada dalam kamar itu. Sedikit pembicaraan awal pembuka suasana mulai terdengar, hingga sang jemaah itu kembali bertanya hal yang sama kepada sang ustadz, Apakah bila dosa zina bahkan hingga lebih 200 kali akan bisa diampuni oleh Allah bila sang hamba mau bertaubat ?!

Sang ustadz mencoba meyakinkan dengan berbagai macam dalil Al Quran dan hadits yang menyatakan bahwa Allah Swt adalah Maha Penerima taubat. Berkali-kali usai membacakan dalil sang ustadz menegaskan, Pasti Allah Swt akan menerima taubat hambaNya!!!

Jawaban-jawaban ustadz itu rupanya sudah cukup melegakan bagi sang jemaah. Usai berdiskusi selama setengah jam lamanya akhirnya sang jemaah kemudian menyalami tangan sang ustadz. Dengan mata berkaca-kaca jemaah itu kemudian berkata, Ustadz mohon maaf ya, orang durjana yang berzina lebih dari 200 kali itu tiada lain adalah saya orangnya!!!

Bagai disambar petir sang ustadz teramat kaget mendengarnya. Seolah tak percaya mendengar penuturan itu, kedua mata sang ustadz memandangi jemaahnya yang kini sedang menangis di hadapannya mulai dari atas ke bawah hingga dia pandangi dengan cara yang sama berulang-ulang. Kok bisa ya, ia melakukan semua dosa ini?! gumam sang ustadz dalam hati. Namun sang ustadz menyadari bahwa ia sudah menjamin pintu taubat bagi pelaku zina sebanyak ini. Ia tidak akan menarik ucapannya lagi! Akhirnya sang ustadz memeluk jemaahnya dan ada kehangatan iman yang kini menjalar masuk menembus relung hati sang jemaah.

***

Maafkan saya, Ustadz! Saya harus berbohong dalam masalah ini. Saya semula khawatir ustadz akan marah kepada saya bila tahu saya melakukan dosa sebanyak ini Makanya saya berpura-pura bahwa yang melakukan ini adalah sahabat saya. Sungguh saya ingin bertaubat kepada Allah Swt atas semua dosa zina yang pernah saya lakukan. Apalagi sekarang Allah Swt sudah beri saya seorang istri shalihah yang berjilbab. Bahkan dua orang anak saya adalah perempuan. Setiap kali mau pergi meninggalkan rumah, saya merasa amat khawatir bila mereka bertiga akan digagahi oleh pria lain, seperti yang sering saya lakukan dengan banyak wanita. Saya gak sanggup menanggung dosa ini, Ustadz!!!

Sang ustadz merasa iba dan haru mendengar penuturan taubat seorang jemaahnya. Beberapa petuah untuk bertaubat dan beristighfar diajarkan oleh sang ustadz untuk ketenangan hati jemaahnya.

Akhirnya usai mendapatkan ketenangan batin itu, sang jemaah berpamitan dan ustadz pun melepasnya hingga ke depan pintu kamar. Lalu pintu itu pun tertutup kembali.

***

Sang ustadz menghirup nafas yang dalam usai tamunya pergi. Kini sang ustadz mulai mengerti betapa berat beban dosa yang dipikul orang pelakunya. Dan betapa usai bertaubat dan beristighfar kepada Allah terdapat banyak kedamaian, ketenangan dan ketentraman jiwa.

Sungguh taubat & istighfar akan membawa orang yang melaksanakannya bersih jiwa dan pikiran!!! simpul pak Ustadz.

***

Ketika Iblis MembentangkanSajadah

Siang menjelang dzuhur. Salah satu Iblis ada di Masjid. Kebetulan hari itu Jumat, saat berkumpulnya orang. Iblis sudah ada dalam Masjid. Ia tampak begitu khusyuk. Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk dan masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk lewat lubang pembuangan air.

Pada setiap orang, Iblis juga masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir. Iblis juga menempel di setiap sajadah. Hai, Blis!, panggil Kiai, ketika baru masuk ke Masjid itu. Iblis merasa terusik : Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau larang-larang saya. Ini hak saya untuk menganggu setiap orang dalam Masjid ini!, jawab Iblis ketus.

Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci, kalau kau mau ganggu, kau bisa diluar nanti!, Kiai mencoba mengusir.

Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru. Kiai tercenung. Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu. Dengan apa?

Dengan sajadah!

Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, Blis?

Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah. Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi keuntungan besar!

Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru, Blis?

Bukan itu saja Kiai

Lalu?

Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang lebar-lebar

Untuk apa?

Supaya, saya lebih berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang Kau pimpin, Kiai! Selain itu, Saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat. Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada dalam kerenganggan itu. Di situ Saya bisa ikut membentangkan sajadah.

Dialog Iblis dan Kiai sesaat terputus. Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara, satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan-kirinya. Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya.

Keduanya masih melakukan sholat sunnah.

Nah, lihat itu Kiai!, Iblis memulai dialog lagi.

Yang mana?

Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk diantara mereka.

Iblis lenyap.

Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf.

Kiai hanya memperhatikan kedua orang yang sedang melakukan sholat sunah. Kiai akan melihat kebenaran rencana yang dikatakan Iblis sebelumnya. Pemilik sajadah lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia membuka sajadahya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di bawahnya. Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang lebih kecil, melakukan hal serupa.

Ia juga membuka sajadahnya, karena sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu beberapa kali terihat di beberapa masjid. Orang lebih memilih menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar, maka, ia akan meletakkan sajadahnya diatas sajadah yang kecil. Sajadah sudah dijadikan Iblis sebagai pembedaan kelas.

Pemilik sajadah lebar, diindentikan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat harus lebih di atas dari pada yang lain. Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.

Di atas sajadah, Iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.

Astaghfirullahaladziiiim , ujar sang Kiai pelan.

Indahnya Meminta Maaf a la siKecilOleh : Bu Tita***Pernah mengajari anak balita untuk meminta maaf? Setelah berantem dengan temannya, mungkin Anda hanya mengatakan, Ayo baikkan!, atau Ayo minta maaf! Bisakah mereka melakukannya? Mereka pasti tidak mengerti maksud Anda. Saya punya sebuah pengalaman bahwa mengajari meminta maaf kepada si kecil, bisa berhasil.Suatu hari, seperti biasa saya memandikan putri saya, Syanita (hampir 3 tahun). Dia masih senang menggunakan bak mandi plastik. Selesai mandi, saya bersihkan baknya. Syanita yang sudah memakai handuk, menunggu saya. Biasanya ia masih bermain dengan bebeknya. Tapi pagi itu saya kaget, karena ia bermain dengan sabun. Tangannya disabuni lagi. Wah, saya kesal. Langsung saya rebut sabunnya dengan kasar. Saya pukul tangannya. Saya basuh tangannya dengan air dingin. Ia kaget. Menangis keras. Saya gendong dia masuk ke kamar. Mengeringkan badannya dan mendandani seperti biasa. Ia terus meraung-raung, meronta, membuat saya tambah marah. Nggak boleh main sabun! Jangan nangis! Diem! Cepet pake baju, dingin! Kata-kata itulah yang keluar dari mulut saya, sementara puri saya terus menangis. Anak saya juga berteriak, Ibu nakal! Ibu nakal! Akhirnya saya mengalah. Iya, ibu nakal! Biasanya memang seperti itu. Kalau saya sudah mengaku nakal, nangisnya berhenti. Kejadian pagi itu sudah hilang dari ingatan saya. Tapi, rupanya tidak begitu bagi putri saya. Ia masih dendam. Ketika diajak tidur siang, dia menolak. Saya paksa dia tidur, dia malah minta jalan-jalan. Tapi saya tidak marah. Disuapi makan sore, malas-malasan. Saya pun tidak marah. Akhirnya ia mau makan. Tapi seharian itu ia memang terlihat uring-uringan, membuat saya sangat cape. Seharian itu ia tidak tidur siang, sehingga saya ingin cepat membuatnya tidur agar istirahatnya cukup. Rencananya, sehabis sholat Magrib saya akan menidurkannya. Setelah selesai sholat, biasanya anak saya akan mencium tangan saya dan saya mendoakannya. Tapi saat itu, anak saya diam saja. Rupanya ia masih dendam kepada saya. Ia bahkan tidak ikut sholat bersama. Tiba-tiba saya berinisiatif, saya raih tangan mungilnya. Saya cium tangannya dan saya berkata dengan lembut kepadanya. Ani, maafin ibu ya, tadi ibu bikin Ani sedih ya? Ani sedih dipukul tangannya sama ibu? Dia mengangguk lalu memeluk saya. Hmm saya merasa benar-benar bersalah.Karena itu saya ulangi lagi meminta maaf kepada anak saya. Ani maafin ibu ya! Kali ini dia menangis. Saya gendong Syanita, membaringkannya di tempat tidur. Setelah membuka mukena, saya ikut berbaring di sebelahnya. Ani yang kecapean karena tidak tidur siang rupanya benar-benar sudah ingin tidur. Tapi hatinya baru terasa nyaman setelah ucapan maaf mengalir dari mulut saya. Saya jadi merasa sangat bersalah. Saya tepuk-tepuk pantatnya. Saya tawarin untuk bercerita. Dia mengangguk. Maka saya pun bercerita, dan ia langsung tertidur sambil memeluk saya. Keesokan harinya entah kenapa anak saya sulit diatur. Pagi-pagi setelah mandi, ia ingin memakai baju piyama. Ia menangis memaksa saya memakaikan piyama. Setelah berkali-kali dijelaskan bahwa baju piyama untuk dipakai sore sebagai baju tidur akhirnya anak saya menyerah. Tapi ia masih marah-marah. Siang hari Syanita masih membuat saya jengkel karena mau main di luar pada jam tidur siang. Saya tidak memarahinya sama sekali. Saya turuti permintaan anehnya hari itu-jalan-jalan di siang hari. Tapi, ia tetap tidur siang, meskipun sudah agak sore. Saya memang menggerutu karena kesal dan mengadu kepada kakeknya soal tingkah laku Syanita. Ketika Maghrib, ia menolak sholat bersama. Tetapi ia memerhatikan sholat saya. Setelah saya selesai sholat, ia lari mendekat dan mencium tangan saya. Lalu ia berkata. Ibu, maafin Ani ya! Saya terperanjat. Hah, anak sekecil ini meminta maaf dengan cara begini? Dari mana ia belajar bersikap seperti ini?, hati saya bertanya-tanya. Ingatan saya langsung kembali pada peristiwa kemarin. Saya terpana. Oh, jadi ia ingat kemarin saya meminta maaf dengan cara seperti ini. Dan sekarang ia meminta maaf karena telah membuat saya jengkel sejak pagi sampai sore. Saya tidak bisa menjawab permintaan maaf anak saya. Segera saya peluk Syanita sambil saya ciumi pipinya. Anak pinter! Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut saya. Syanita telah belajar meminta maaf dari cara saya meminta maaf yang saya lakukan terhadapnya. ***Tolong Beli HandukIniDari Abdullah bin Masud Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, Sedekah akan jatuh di tangan Allah, sebelum sedekah itu di terima oleh tangan peminta (Al Hadits)***Pagi itu Yudi, -bukan nama asli- sedang menyantap sarapan pagi bersama istri dan dua orang anaknya. Waktu saat itu menunjukkan pukul 05.20 WIB. Mereka bergegas menyantap sarapan. Itulah kebiasaan Yudi sekeluarga setiap hari. Mereka harus meninggalkan rumah setengah enam pagi kalau tidak ingin terlambat dalam aktivitas keseharian.Namun dalam ketergesaan di pagi buta itu, terdengar suara pintu di ketuk oleh seseorang. Istri Yudi segera berhambur ke arah pintu depan. Di sana rupanya ada seorang ibu tetangga rumah beserta anaknya yang datang dengan sebuah bungkusan.Ada apa, ibu? tanya istri Yudi.Boleh saya bertemu dengan pak Yudi? tanya sang tamu.Perempuan itu dipersilakan masuk. Ia menunggu di ruang tamu, sementara Yudi menyelesaikan sarapan.Usai itu, Yudi datang menyapa. Ia menanyakan ada apa gerangan. Di sisinya sang istri turut mendengarkan.Ibu sang tamu kemudian berkata lirih, Pak Yudi, tolong beli handuk ini!***Yudi dan istri saling bertatapan heran. Setahu mereka sang tetangga ini tidak pernah berjualan. Sejak kapan sang ibu ini berjualan handuk? batin mereka berdua.Namun mereka berdua merasa aneh, saat mereka membuka bingkisan yang disodorkan tiada lain adalah sebuah handuk bukan baru melainkan usang terpakai.Yudi dan istri terheran. Mereka tidak mengerti apa maksud sang ibu menawarkan handuk usang. Setelah beberapa saat, Yudi pun mendapatkan sebuah pertanyaan untuk dilontarkan. Kenapa ibu mau jual handuk ini? Tanya Yudi.Suami saya sudah beberapa hari gak pulang, Pak! Saya gak tahu apakah dia kabur karena kawin lagi atau sudah meninggal di jalan. Biasanya kalau lagi bawa truk ke Jawa, 1 minggu paling lama dia sudah pulang. Sampai sekarang sudah dua minggu lebih gak ada kabar. Gak ada telpon, sms atau apapun. Padahal di rumah saya gak punya uang dan makanan. Sudah 2 hari saya bilang ke anak-anak untuk sabar menahan lapar. Tapi tadi malam saya sudah gak kuat mendengar jerit anak-anak saya kelaparan. Tolong beli handuk ini, Pak! Saya gak mau mengemis, saya juga gak berani ngutang. Tolong ya pak! ibu tadi menutup kalimatnya dengan nada memelas.Yudi dan istri merasa lemas mendengarnya. Keduanya menghela nafas panjang. Bergegas Yudi dan istri masuk ke dalam kamar. Mereka tidak kuat mendengar keluhan tetangga. Namun, celakanya uang yang mereka punya hanya Rp 200 ribu saja. Berapa yang pantas untuk diberikan? gumam mereka berdua.Akhirnya Yudi memutuskan untuk memberi uang sejumlah Rp 150 ribu. Padahal sebelumnya sang istri mengingatkan bahwa tanggal gajian masih seminggu lagi. Dari mana uang untuk makan dalam beberapa hari tersebut? Yudi menjawab singkat, Allah pasti menolong kita!Yudi memberikan sejumlah uang di atas kepada tetangganya. Setelah ibu itu berpamitan, Yudi dan seluruh anggota keluarga pergi meninggalkan rumah. Rute yang dilalui adalah; mengantarkan anak-anak ke sekolah, lalu ke tempat kerja istri dan terakhir menuju kantor.Yudi dan istri menikmati perjalanan rutin di pagi itu. Namun ada satu rasa di dalam hati mereka yang tengah bersemi. KEBAHAGIAAN& KEDAMAIAN, itu yang mereka rasakan.***Energi kebaikan itu dirasakan oleh Yudi sepanjang hari. Senyum terus terkembang di wajahnya. Semua orang yang ia jumpai selalu menyapanya. Alangkah berkah hari itu Yudi rasakan.Pukul 16.00 WIB hari itu usai shalat Ashar, Direktur SDM di kantornya memanggil Yudi datang ke ruangan. Tak terlintas di benak Yudi, ada apa gerangan?Yudi mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. Setelah duduk di sebuah kursi di ruang itu, Yudi bertanya ada apa gerangan ia dipanggil.Wajah sang direktur terlihat ceria. Beberapa kali senyuman terulas di wajahnya. Yudi bergumam, ini mungkin menjadi satu lagi penambah keberkahan hari Yudi.Setelah berbincang beberapa lama, sang direktur memberitahukan bahwa tahun ini seperti masa-masa sebelumnya perusahaan memberangkatkan 1 orang dari pegawai untuk berangkat ibadah haji. Direktur SDM itu memberitahukan bahwa pegawai yang beruntung tahun itu adalah YUDI!!!Allahu Akbar., ! tubuh Yudi berguncang hebat. Tak mampu menahan gemuruh dalam ruang batinnya. Ia pun bersyukur kepada Allah dan tersungkur sujud. Ia tidak hanya menjabat tangan sang direktur, saking girangnya ia memeluk tubuh sang direktur dan ia ucapkan terima kasih berulang kali.***Ia kembali ke rumah dengan hati berbunga. Rasanya kali itu adalah perjalanan pulang ke rumah yang paling indah yang pernah ia alami. Sambil memegang kemudi mobil, berkali-kali bulir air mata menetes di pipi Yudi. Alangkah murahnya Allah! hatinya memuji.Yudi pun tiba di rumah. Setelah mobil diparkir, ia pun lari berhambur mencari istrinya. Istrinya terheran-heran melihat gelagat suaminya, kemudia ia pun menanyakan Yudi apa yang terjadi?Yudi lalu menceritakan kabar gembira bahwa dirinya akan berangkat haji tahun ini. Setelah keduanya merasakan kegembiraan itu, keduanya pun mengerti bahwa Allah Swt memberikan anugerah yang amat berharga itu setelah Yudi dan istri memberikan bantuan kepada seorang ibu tetangga tadi pagi!Betapa pertolongan Allah amat cepat mendahului bantuan yang diberikan seorang hamba untuk saudaranya!***Satu Nasehat DuaPengertianDahulu kala ada 2 orang kakak beradik. Ketika ayahnya meninggal sebelumnya berpesan dua hal: pertama jangan menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadamu, dan kedua jika mereka pergi dari rumah ke toko jangan sampai mukanya terkena sinar matahari.Waktu berjalan terus. Dan kenyataan terjadi, bahwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi semakin miskin.Ibunya yang masih hidup menanyakan hal itu kepada mereka. Jawab anak yang bungsu:Inilah karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, dan sebagai akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh menagih. Juga ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik becak atau andong. Sebetulnya dengan jalan kaki saja cukup, tetapi karena pesan ayah demikian maka akibatnya pengeluaranku bertambah banyak.Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, ibupun bertanya hal yang sama. Jawab anak sulung:Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena ayah berpesan supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak menghutangkan sehingga dengan demikian modal tidak susut. Juga ayah berpesan agar supaya jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Akibatnya toko saya buka sebelum toko lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup. Sehingga karena kebiasaan itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris karena mempunyai jam kerja lebih lama.Perbedaan dalam menafsirkan sesuatu, itulah yang disebut dengan paradigma atau sudut pandang , dan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, nilai nilai, belief dan pembelajaran serta sikap seseorang dalam mengambil keputusan.Semakin positif unsur-unsur yang disebutkan diatas, maka semakin positif pula paradigma seseorang.Nah sekarang terserah anda, mau pilih yang mana ?Boleh Kami Numpang Shalat DiSini?!Terkadang untuk menyampaikan sebuah kebenaran tidak perlu ceramah dan retorika. Tutur kata yang santun & perilaku mengesankan dapat membuat seseorang simpati lalu jatuh hati.Ubaid adalah seorang pegawai. Belasan tahun sudah ia bekerja di sebuah bank swasta. Orangnya jujur, rajin dan taat beribadah. Agama baginya bukan hanya di masjid dan dinikmati sendiri. Namun agama menurutnya adalah dakwah, berbagi dengan sesama sehingga nilai dan sinarnya dapat dirasakan oleh orang lain.Ubaid beruntung karena mendapatkan fasilitas KPR dari kantornya. Dua minggu sudah ia mencari-cari rumah yang sesuai dengan plafond kantor dan sesuai pula dengan keinginannya. Allah Swt menunjukkan rumah yang sesuai untuknya di sebuah bilangan di Ciputat Tangerang, Cirendeu tepatnya.Ubaid menceritakan kepada istrinya rumah yang baru saja dilihat. Sore itu Ubaid berjanji untuk mengajak istrinya untuk melihatnya sekaligus meminta persetujuan atas rumah yang dimaksud.Setengah enam sore, Ubaid & istri berangkat dari rumah menuju Cirendeu. Baru separuh jalan, terdengarlah kumandang adzan Maghrib. Mendengarnya, Ubaid berujar kepada istrinya , Shalat Maghrib kita numpang saja ya di rumah yang mau kita lihat..! Istrinya pun mengiyakan usul Ubaid.Ubaid & istri sampai di rumah itu. Pemilik rumah menyambut mereka dengan seulas senyum. Mereka dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Dalam pembicaraan yg mereka lakukan, Ubaid & istri mengetahui bahwa ibu pemilik rumah adalah seorang janda usia 50 tahun lebih beranak dua.Berapa bu rumah ini mau dijual? tanya istri Ubaid kepada pemilik rumah. Saya mau lepas dengan harga 300 juta sahut pemilik rumah. Gak boleh kurang? tandas istri Ubaid. Itu juga sudah murah Kemarin ada yang tawar 260 juta saya gak kasih jawab pemilik rumah. Mendengarnya Ubaid & istri menjadi paham harga yang diinginkan pemilik rumah, namun plafond dari kantor untuk Ubaid hanya Rp 250 juta. Ubaid & istri saling berpandangan. Budget mereka tidak sesuai dengan harga rumah yg diinginkan.***Ubaid melirik jam di pergelangan tangannya. Masya Allah! Waktu Isya sebentar lagi tiba, padahal Ubaid & istri belum shalat Maghrib Ubaid lalu berkata kepada pemilik rumah, Ibu, boleh kami numpang shalat di sini? Mendengar kalimat itu rona wajah pemilik rumah berubah drastis. Tampak kebingungan & sedikit tegang. Ubaid merasakan hal itu, ia pun meralat kalimatnya, Kalo gak boleh shalat di sini, masjid yang terdekat dimana ya? Kalimat ini pun menambah kekikukan bagi pemilik rumah, dan ia pun menyergah Masjid jauh dari sini!!! Ubaid pun menjadi bingung atas sikap & jawaban dari pemilik rumah. Dalam hati ia menduga kalau-kalau pemilik rumah bukan seorang muslimah. Namun Ubaid & istrinya harus segera shalat Maghrib, ia pun berujar, Kalo gak boleh shalat di dalam rumah, bolehkah kami shalat di teras? Merasa terdesak, pemilik rumah akhirnya mengizinkan. Maka jadilah Ubaid & istrinya shalat Maghrib di teras rumah. Tanpa alas apapun sebagai sejadah mereka.***Usai shalat, Ubaid dan istri melanjutkan pembicaraan dengan pemilik rumah. Tidak berlangsung lama, mereka pun berpamitan. Sayang malam itu tidak ada angka yang disetujui oleh mereka, baik oleh Ubaid dan istri ataupun dari pemilik rumah. Masing-masing bertahan dengan harga dan uang yang mereka mau.Malam itu akhirnya gak ada angka yang pas buat kita, beliau maunya 300 juta, padahal saya hanya boleh ngambil KPR maksimal Rp250 juta demikian Ubaid bercerita kepada saya. Namun pak, aneh sungguh aneh luar biasa. keesokan paginya, ibu pemilik rumah menelpon ke hp saya! Ubaid melanjutkan ceritanya. Kalimat terakhir yang ia ucapkan membuat saya bertanya ada apa gerangan.Ubaid bercerita bahwa pemilik rumah itu bertanya lewat pembicaraan telpon pagi-pagi sekali, Pak Ubaid, saya nelpon cuma mau tanya, apakah setiap rumah yang hendak bapak beli harus disembahyangin dulu?! Saat Ubaid sampaikan kalimat itu, dahi saya berkernyit dan membuat saya berujar, Maksudnya apa? Itu dia pak, saya pun menanyakan hal yang sama kepada ibu itu?! sahut Ubaid. Lalu Ubaid menceritakan bahwa ibu pemilik rumah itu menanyakan kepadanya apakah setiap rumah yang mau dibeli harus dishalatin dulu? Saya bilang sama ibu tadi bahwa saat itu kami berdua belum shalat Maghrib padahal waktu Isya sudah hamper masuk jadi apa yang kami lakukan adalah sebuah kewajiban bukannya untuk menentukan rumah itu cocok atau tidak! Ubaid menjelaskan kalimat yang ia sampaikan kepada ibu pemilik rumah. Tapi pak, ibu itu berkata bahwa entah kenapa usai saya & istri pulang ia merasa cocok dan menjadi tenang hatinya, makanya pagi itu beliau menelpon ke hp saya Ubaid menambahkan.Lebih panjang Ubaid bercerita kepada saya bahwa ibu itu mengaku sudah hampir 30 tahun tidak pernah shalat sejak ia ditinggal oleh suaminya dan harus membesarkan kedua anaknya. Hidupnya panik dan sulit. Ia harus bekerja dan mencari nafkah. Duit dan duit yang ada dalam kepalanya, dia lupa sama sekali untuk menyembah Allah.Sekarang, ibu itu tidak kurang 3 kali dalam seminggu pasti menelpon atau berkunjung ke rumah. Dia mau belajar menjadi muslimah lagi katanya Ubaid menjelaskan kepada saya. Rumah itu sudah kami beli darinya. Harganya pun amat menakjubkan. ..! Jauh dari dugaan kami semula Kami membelinya dengan harga Rp 220 juta saja!!! tambah Ubaid. Saya takjub mendengarnya. Lebih hebatnya lagi, sampai sekarang rumah itu baru separuh kami bayar. Bukan karena keinginan kami, tapi keinginan ibu itu!!! tegas Ubaid. Saya langsung bertanya keheranan , Kok bisa begitu? Dia bilang bayar saja sisanya kalau saya sudah merasa puas belajar ibadah kepada pak Ubaid dan keluarga! Ubaid menutup kalimatnya sambil tersenyum.***Subhanallah. kisah itu begitu berarti bagi saya yang mendengarnya. Terkadang bila ibadah sudah mewujud dalam akhlak seseorang, maka simpati dari sesama akan terbit dan menyinari kehidupan yang kita jalani. Ternyata, semuanya menjadi makin indah dengan ibadah!!!Isteriku Tetap Yang PalingCantikPukul 4.05, alert di hpku membangunkan. Ia ikut bangun. Padahal, aku tahu baru pukul 23.30, ia bisa tidur setelah berjibaku dengan kerjanya, kerja rumah tangga, urusan dua anakku, dan mengurusi aku sebagai suami. Belum lagi, pukul 01.15 terbangun untuk sebuah interupsi.Ups, rupanya ia lupa menyetrika baju kantorku. Aku mandi, shalat lail dan shalat subuh, ia selesai pula menyelesaikan itu. Plus, satu stel pakaian kerjaku telah siap.Aku siap berangkat. Ah, ada yang tertinggal rupanya. Aku lupa memandangi wajahnya pagi ini. Nda, kamu cantik sekali hari ini, kataku memuji.Ia tersenyum. Bang tebak sudah berapa lama kita menikah? Aku tergagap sebentar. Melongo. Lho, koq nanya itu. hatiku membatin. Aku berhenti sebentar dan menghitung sudah berapa lama kami bersama. Karena, perasaanku baru kemarin aku datang ke rumahnya bersama ust. Bambang untuk meminangnya. Lho, baru kemarin aku datang untuk meminta kamu jadi istriku dan aku nyatakan aku terima nikahnya Herlinda Novita Rahayu binti Didi Sugardhi dengan mas kawin sebagaimana tersebut tunai. Kataku cuek sembari mengaduk kopi hangat rasa cinta dan perhatian darinya.Ia tertawa. Wuih, manis sekali. Mungkin, bila kopi yang aku sruput tak perlu gula. Cukuplah pandangi wajahnya. Kita sudah delapan tahun Bang. Katanya memberikan tas kerjaku.Aku berangkat yah, assalamualaikum, kataku bergeming dari kalimat terakhir yang ia ajukan.Aku buru-buru. Hati-hati yah dijalan. Sejatinya, aku ingin ngobrol terus. Sayang, KRL tak bisa menunggu dan pukul 7.00 aku harus sudah stand by di ruang studio sebuah stasiun radio di Jakarta.Aku di jalan bersama sejumlah perasaan. Ada sesuatu yang hilang. Mungkin benar kata Dewa, separuh nafasku hilang saat kau tidak bersamaku. Kembali wajahnya menguntit seperti hantu. Hm, cantiknya istriku. Sayang, waktu tidak berpihak kepadaku untuk lebih lama menikmatinya.Sekilas, menyelinap dedaunan kehidupan delapan tahun lalu. Ketika tarbiyah menyentuh dan menanamkan ke hati sebuah tekad untuk menyempurnakan Dien. Bahwa Allah akan memberikan pertolongan. Bahwa rezeki akan datang walau tak selembar pun kerja kugeluti saat itu. Bahwa tak masalah menerapkan prinsip 3K (Kuliah, Kerja, Kawin).Sungguh, kala itu kupikir hanya wanita bodoh saja yang mau menerimaku, seorang jejaka tanpa harapan dan masa depan. Tanpa kerja dan orang tua mapan. Tanpa selembar modal ijazah sarjana yang saat itu sedang kukejar. Tanpa dukungan dari keluarga besar untuk menanggung biaya-biaya operasional.Dan, ternyata benar. Kuliahnya dan kuliahku bernasib serupa. Berantakan. Waktuku habis tersita untuk mengais lembar demi lembar rezeki yang halal. Sementara ia harus merelakan kuliahnya di sebuah perguruan tinggi negeri untuk si Abang, anakku.Kehidupan harus terus berjalan. Kutarik segepok udara untuk mengisi paru-paruku. Kurasakan syukur mendalam. Walau tanpa kerja dan orang tua mapan, kapalku terus berlabuh. Bahkan, kini sudah mengarung lebih stabil dibanding dua dan tiga tahun pertama.Ternyata, memang benar Allah akan menjamin rezeki seorang yang menikah. Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak terduga. Walaupun tetap semua janji itu muncul dengan sunatullah, kerja keras. Kerja keras itu terasa nikmat dengan doa dan dampingan seorang wanita yang rela dan ikhlas menjadi istriku.Namun, aku tahu wajah cantik istri ku mungkin akan memudar dengan segala kesibukan, mempersiapkan makanan untuk si Abang dan Ade yang mau berangkat sekolah, mempersiapkan tugas-tugas untuk pekerjaanya, belum lagi mengurusi tetek bengek rumah tangga. Kelelahan seolah menggeser kecantikan dan kesegarannya. Untunglah, saat aku pulang, ia bisa mengembalikan semua keceriaan itu dengan seulas senyum yang menyelinap dibalik penat dan kelelahan.Istriku cantik sekali pagi ini. Maafkan aku tak bisa menemanimu. Namun, doa dan ridhaku selalu bersamamu.*Sayangku,kumohon dekat di sini temani jasadku yang belum mati Aku melayang****Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]Kisah SebuahKebenaranPada zaman dahulu, ada seorang pedagang yang mempunyai seorang istri jelita dan seorang anak laki-laki yang sangat dicintainya. Suatu hari istrinya jatuh sakit dan tak berapa lama meninggal. Betapa pedihnya hati pria tersebut. Sepeninggal istrinya, dia mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayangnya kepada anak laki-laki semata wayangnya. Suatu ketika pedagang tersebut pergi ke luar kota untuk berdagang; anaknya ditinggal di rumah.Sekawanan bandit datang merampok desa tempat tinggal mereka. Para penjarah ini merampok habis harta benda, membakar rumah-rumah, dan bahkan menghabisi hidup penduduk yang mencoba melawan; rumah sang pedagang pun tak luput dari sasaran. Mereka bahkan menculik anak laki-laki sang pedagang untuk dijadikan budak.Betapa terperanjatnya sang pedagang ketika ia pulang dan mendapati rumahnya sudah jadi tumpukan arang. Dengan gundah hati, ia mencari-cari anak tunggalnya yang hilang. Ia menjadi frustrasi ketika mendapati banyak tetangganya yang terbantai dan mati terbakar. Di tengah kepedihan dan keputusasaan, ia menemukan seonggok belulang dan abu di sekitar rumahnya, di dekat tumpukan abu itu tergolek boneka kayu kesayangan anaknya. Yakinlah sudah ia bahwa itu adalah abu jasad anaknya. Meledaklah raung tangisnya. Ia menggelepar- gelepar di tanah sembari meraupi abu jasad itu ke wajahnya. Satu-satunya sumber kebahagiaan hidupnya telah terenggut..Semenjak itu, pria tersebut selalu membawa-bawa abu anaknya dalam sebuah tas. Sampai setahun setelah itu ia suka mengucilkan diri, tenggelam dalam tangis sampai berjam-jam lamanya; kadang orang melihat ia tertawa sendiri, mungkin kala itu ia teringat masa-masa bahagia bersama keluarganya. Ia terus larut dalam kesedihan tak terperikan..Musim berlalu. sang anak akhirnya berhasil meloloskan diri dari cengkeraman para penculiknya. Ia bergegas pulang ke kampung halamannya. Sesampai di kediaman ayahnya, ia mengetuk pintu rumah sembari berteriak senang, Ayah, ini aku pulang!Sang ayah yang waktu itu lagi tertidur di ranjangnya, terbangun mendengar suara itu. Ia berpikir, Ini pasti ulah anak-anak nakal yang suka meledekku itu! Pergi! Jangan main-main!Mendengar sahutan itu, sang anak kembali berteriak, Ayah! Ini aku, anakmu!Dari dalam rumah terdengar lagi, Jangan ganggu aku terus! Pergi kamu!Sang anak menggedor pintu dan berteriak lebih lantang, Buka pintu ayah! Ini betul anakmu!Mereka saling bersahutan. sang ayah terus bersikeras tidak membuka pintu. Sang anak pun akhirnya putus asa dan berlalu dari rumah itu..*Sebagian orang begitu erat memegang apa yang mereka ANGGAP sebagai kebenaran. Ketika Kebenaran Sejati betul-betul datang, belum tentu mereka membuka pintu hati mereka.*HikmahTahajudSewaktu si fulan esok harinya akan melaksanakan test interview untuk sebuah pekerjaan pada jam 9.30 pagi esok hari, nenek si fulan pun sehari sebelumnya menyarankan untuk shalat tahajjud pada malam harinya. Dikarenakan bangun malam pada malam hari, maka sifulan ini mengantuk, eh ketiduran, malah sampai Orion dan ketika dilihat sudah jam 11.00 maka tidak sampailah dia di Wisma Nugra Santana, tempat dimana dia seharusnya interview, dan menggerutulah dia sambil menyalahkan neneknya.

Kemudian menyebranglah dia untuk berganti bis untuk pulang sambil terus dalam hatinya menyalahkan neneknya, karena ternyata tahajjudnya tadi malam itu malah menyulitkannya hari ini, bukan memudahkan dia untuk lulus tapi benarkah??

Sesaat kemudian ada seseorang laki-laki yang berdasi dilonggarkan seperti kelelahan, dan berjas safari masuk. karena tidak punya tempat duduk dan dia berdiri didekat sifulan, maka sifulan ini mempersilahkan laki laki itu untuk duduk, kemudian terjadilah percakapan

Dari mana pak, kok kayaknya kecapean?"ini, sopir saya nggak bisa mengantar saya kekantor, karena harus mengantar istrinya, lalu mobilnya malah rusak sekalian , dan ketika saya perbaiki, ada beberapa kunci yang belum dimasukkan ke bagasi oleh sopir saya, jadinya malah nggak bisa apa apa, mending saya kekantor pakai bis saja

Lalu ade sendiri mau kemana?

Iya nih pak saya juga sebenarnya mau interview, di Nugra Santana, tapi karena tahajjud tadi malam, malah ketiduran sampe sini

saya juga mau ke Nugra Santana, memangnya interview dimana dek? sambil berfikir bahwa sifulan ini baik juga ahlaknya karena mau tahajjud

di PT.XXXX jawab si fulan

cuma dalam hitungan detik , bapak itu mencoba melihat formulir dari si fulan. dan kemudian dilihatnya sesuatu yang menarik baginya, lalu dikatannya kepada si fulan

dek, anda tahu? formulir pemanggilan ini yang ditanda tangani ini adalah formulir dari PT saya, dan sayalah yang bertanda tangan dibawah ini untuk memanggil adek

tanpa fikir panjang lagi, laki laki itu memutuskan sifulan pun langsung bisa masuk menjadi karyawan PT itu, tanpa susah susah wawancara. Subhanallah.

kemudian cerita yusuf sedikit dilanjutkan. .

pas sifulan ngikutin bapak itu untuk masuk kekantornya tuh, kan banyak orang yang lagi duduk nunggu untuk wawancara, mungkin dalam hati ada senyum kemenangan sambil berujar pada hatinya pada kagak tahajjud sih lu pada hehehee.. ..

Ibroh / hikmah : Ternyata ketika kita tahajjud, ada banyak persoalan yang dipecahkan. Allah punya solusi yang gak kita tahu dan gak pernah kita sangka, kita hanya memandang jeleknya saja, tak pernah tahu bahwa yang sedang kita laksanakan itu adalah jalan menuju solusi yang disediakan Allah.so mari mencoba untuk selalu tahajjud yukk semangatt !!!

Sepasang Angsa danKatakMusim kering telah tiba, sekelompok angsa bersiap-siap terbang bersama meninggalkan sebuah danau yang mulai dangkal untuk bermigrasi ke arah selatan ke sebuah tempat dimana air mengalir.

Seekor katak yang gelisah memohon kepada sepasang angsa yang sedang bersiap-siap agar turut membawa serta dirinya. Bagaimana caranya agar kita bisa membawa serta kamu, sementara kamu hanya bisa melompat? jawab si angsa jantan. Saya ada ide, kalian gigit erat-erat kedua ujung akar rumput ini dan saya menggigit ditengah kemudian terbang bawalah saya beserta kalian Sahut si katak seraya meletakkan sebuah akar rumput dihadapan mereka.

Baiklah, itu sungguh ide yang hebat, kami setuju terbang bersamamu jawab si angsa betina disertai anggukan setuju pasangannya.

Dan terbanglah mereka dengan membawa si katak yang tergantung ditengah akar rumput yang digigitnya. Dibawah sana banyak orang berdecak kagum keheranan serta memuji melihat kecerdikan mereka bertiga. Sampai kemudian tak luput dari angsa lain yang terbang bersama mereka juga turut memuji dan salah satunya berkata Kalian bertiga sungguh cerdik, siapa yang punya ide secemerlang ini?

Ide saya sahut si katak dengan spontan membuka mulutnya dan seketika itu lepaslah gigitannya dari akar rumput dan dalam sekejap tubuhnya meluncur deras ke bumi, hancur menghantam bebatuan dibawah sana.

Pepatah mengatakan, Tutuplah mulutmu maka orang takkan tahu seberapa tahunya kamu dan bukalah mulutmu maka mereka takkan meragukan ketidaktahuanmu Pepatah itu benar adanya, tapi bayangkanlah apa saja yang akan hilang seandainya tak ada yang buka mulut.

Hikmahnya adalah tentang kapan waktu yang tepat untuk berbicara dan kapan waktunya menjadi pendengar yang baikBertemu PengemisAnehKalau ada seorang pengemis minta uang, itu adalah biasa.

Kalau ada seorang peminta-minta, la mengharapkan makanan dari kita, itupun biasa

Tetapi kalau ada seorang pengemis, la bertanya kepada kita tentang jam..?

Suatu saat, saya pergi jalan-jalan ke pusat pertokoan untuk sekedar lihat-lihat keramaian. Tidak terasa hari sudah mulai petang. Dan terdengarlah adzan maghrib dari masjid Agung yang tidak jauh dari tempat saya berada.

Seperti orang-orang lain yang berada di pertokoan itu, saya langsung bergegas menuju masjid yang jaraknya memang tidak terlalu jauh. Saya langsung menuju ke tempat wudlu untuk bersuci, di tengah keramaian orang-orang yang juga berwudlu.

Karena masjid itu berada di pusat keramaian kota, maka tak ayal lagi yang melakukan shalat maghrib setiap harinya sangatlah banyak. Termasuk hari itu.

Selain jamaah tetap dari masjid Agung, jamaah yang shalat maghrib juga berasal dari pengunjung pertokoan / masyarakat umum. Apalagi, hari itu adalah hari Sabtu alias malam minggu. Jamaah shalat pun lebih banyak dibanding hari lainnya.

Setelah berwudlu, saya bergegas menuju shaf yang masih kosong, untuk mengikuti jamaah shalat maghrib. Shalat berjamaah sudah dimulai.

Saya berdzikir secukupnya. Dan kemudian melakukan shalat sunah. Saya pun bergegas keluar dari masjid kembali ke tempat pertokoan untuk belanja atau sekedar melihat-lihat barang. Siapa tahu ada yang cocok untuk dibeli.

Pada saat saya berjalan menuju ke kompleks pertokoan itu, dimana jarak tempat saya berada kurang lebih sekitar lima puluh meter dari pintu masjid, tiba-tiba saya di kejutkan oleh seorang peminta-minta. Ia laki-laki yang sudah tua, menengadahkan tangan kanannya untuk minta uang.

Dengan perasaan biasa tanpa berfikir apa-apa, saya ambilkan uang dari saku baju. Ketika saya hendak berlalu untuk meneruskan perjalanan ke kompleks pertokoan, tiba-tiba orang tua itu menanyakan sesuatu