fctc

8
FCTC LATAR BELAKANG DAN PENDAHULUAN Konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC, Framework Convention on Tobacco Control) merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, World Health Organization) yang berisi seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. FCTC berbasis data ilmiah yang menegaskan kembali hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. FCTC menandai suatu pergeseran paradigma dalam mengembangkan strategi dalam mengendalikan dan mengatasi zat adiktif; yang berbeda dengan traktat pengendalian obat masa lalu. Pasal-pasal dalam FCTC menegaskan pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap produk tembakau. Karena itu fokus FCTC adalah mencegah orang merokok ketimbang mengobati kecanduan. FCTC dibuat untuk menghadapi globalisasi epidemi tembakau. Penyebaran epidemi tembakau difasilitasi melalui sejumlah faktor yang kompleks dengan efek lintas batas, termasuk perdagangan bebas dan investasi asing secara langsung. Faktor lain seperti pemasaran global, iklan, promosi, sponsor tembakau yang bersifat lintas- negara, dan pergerakan internasional rokok ilegal dan palsu juga telah berkontribusi pada meledaknya peningkatan penggunaan tembakau. Semua faktor itu kini tengah berlangsung di negara-negara berkembang karena aturan pengendalian tembakau masih sangat longgar, termasuk Indonesia TUJUAN Tujuan dari Konvensi dan protokol-protokolnya adalah untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena konsumsi tembakau dan paparan kepada asap tembakau, dengan menyediakan suatu kerangka bagi upaya pengendalian tembakau untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait di tingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi secara berkelanjutan dan bermakna prevalensi penggunaan tembakau serta paparan terhadap asap rokok

Upload: fadli-ilham

Post on 27-Sep-2015

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

r

TRANSCRIPT

FCTCLATAR BELAKANG DAN PENDAHULUANKonvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC, Framework Convention on Tobacco Control) merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO, World Health Organization) yang berisi seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. FCTC berbasis data ilmiah yang menegaskan kembali hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.FCTC menandai suatu pergeseran paradigma dalam mengembangkan strategi dalam mengendalikan dan mengatasi zat adiktif; yang berbeda dengan traktat pengendalian obat masa lalu. Pasal-pasal dalam FCTC menegaskan pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap produk tembakau. Karena itu fokus FCTC adalah mencegah orang merokok ketimbang mengobati kecanduan.FCTC dibuat untuk menghadapi globalisasi epidemi tembakau. Penyebaran epidemi tembakau difasilitasi melalui sejumlah faktor yang kompleks dengan efek lintas batas, termasuk perdagangan bebas dan investasi asing secara langsung. Faktor lain seperti pemasaran global, iklan, promosi, sponsor tembakau yang bersifat lintas-negara, dan pergerakan internasional rokok ilegal dan palsu juga telah berkontribusi pada meledaknya peningkatan penggunaan tembakau. Semua faktor itu kini tengah berlangsung di negara-negara berkembang karena aturan pengendalian tembakau masih sangat longgar, termasuk Indonesia

TUJUAN Tujuan dari Konvensi dan protokol-protokolnya adalah untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena konsumsi tembakau dan paparan kepada asap tembakau, dengan menyediakan suatu kerangka bagi upaya pengendalian tembakau untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait di tingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi secara berkelanjutan dan bermakna prevalensi penggunaan tembakau serta paparan terhadap asap rokokREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI), Abdillah Ahsan, mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia yang belum menandatangani Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC). Padahal, sebanyak 177 negara telah meratifikasinya.FCTC merupakan konvensi internasional untuk membatasi produksi rokok yang telah ditandatangani dan diratifikasi 177 negara, termasuk sejumlah negara besar seperti Cina, India, Rusia dan Brasil, tutur Abdillah Ahsan saat dihubungi Republika Online pada Selasa (11/3).Abdillah merasa aneh dengan sikap Indonesia yang justru belum menandatangani dan meratifikasi FCTC. Pemerintah terkesan ragu-ragu untuk membatasi jumlah peredaran rokok.Sikap pemerintah ini menunjukkan tidak adanya komitmen terhadap kesehatan rakyatnya Indonesia, kata Abdillah.Pemerintah lebih pro kapitalisme dan perusahaan rokok asing di Indonesia daripada kesehatan rakyatnya sendiri, tegas Abdillah.Dengan tidak diratifikasinya FCTC, jelas Abdillah, Indonesia akan menjadi target pemasaran industri rokok asing.sama dengan PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau, FCTC hanya mengatur soal perilaku merokok agar tidak mengganggu kesehatan orang yang tidak merokok, remaja, ibu hamil, dan anak-anak.PP 109 dan FCTC sama sekali tidak mengatur soal peraturan pertanian tembakau, industri tembakau, dan perdagangan tembakau seperti yang akan diatur dalam RUU Pertembakauan. Dengan demikian, lanjut dia, FCTC dan RUU Pertembakauan adalah dua hal yang tidak berhubungan.Kendati tidak mengatur tentang pertanian dan perdagangan tembakau, FCTC menurut Nafsiah sebetulnya dapat melindungi industri tembakau di dalam negeri. Nafsiah menjelaskan inti dari draf ratifikasi FCTC itu sejatinya hampir sama dengan isi dari PP No 109/2012.ISI FCTCFCTC mengaur banyak hal yang sifatnya krusial komperhensif, lebih komperhensif jika dibandingkan dengan peraturan hukum nasional yang telah ada. FCTC memiliki beberapa pokok-pokok isi yang akhirnya membuatnya semkin penting dan urgen untuk segera diaksesi. Beberapa pokok pokok isi FCTC diantaranya :a. Pengendalian harga dan pajakDalam peraturan nasional yang telah ada di Indonesia, belum ada yang mengatur dalam pasal mengenai pajak produk tembakau. FCTC mengatur strategi pengendalian produk tembakau melalui pengendalian harga dan pajak, Implementing tax policies and, where appropriate, price policies, on tobacco products so as to contribute to the health objectives aimed at reducing tobacco consumption (6:2a) b. Lingkungan bebas asap rokokFCTC menyatakan pelaksanaan upaya legislatif, eksekutif, administratif dan/atau aturan lainnya yang efektif, serta langkah-langkah untuk menyediakan perlindungan dari paparan asap rokok di tempat kerja tertutup, tempat umum tertutup dan tempat umum lainnya serta transportasi umum.

c. Pengaturan Pengujian dan Pencantuman Isi Produk FCTC menegaskan perlunya pemberitahuan tentang isi dan emisi produk tembakau kepada pejabat yang berwenang serta pencantuman informasi tentang kandungan bahan beracun dari produk tembakau dan emisi yang dihasilkannya kepada umum. Pencantuman kandungan isi juga dilakukan di bagian luar setiap kemasan dan pelabelan produk tersebut. Setiap negara anggota diharapkan melaksanakan ketentuan ini dalam waktu 3 tahun setelah negara tersebut memberlakukan Konvensi ini. d. Pengaturan Kemasan dan Pelabelan Teks FCTC mewajibkan 50% atau lebih, tetapi tidak kurang dari 30% dari area lebar pada bungkus rokok yang tampak, dipakai untuk mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk teks, gambar atau kombinasi keduanya. Peringatan kesehatan juga diharuskan ada di setiap kemasan pelabelan dari produk tembakau yang dijual eceran. Persyaratan pembungkusan dan label juga melarang tulisan yang memberikan kesan yang memperdayai bahwa produk tertentu adalah lebih aman dari yang lainnya. Termasuk istilah seperti light, mild atau low tare. Edukasi, Komunikasi, Pelatihan dan Kesadaran Masyarakat FCTC mengharapkan Pemerintah setiap negara anggota bertanggung jawab mempromosikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penanggulangan masalah tembakau dengan menggunakan semua perangkat komunikasi yang ada. f. Larangan Komprehensif Terhadap Iklan, Promosi dan Pemberian Sponsor FCTC pasal 13 butir 3 memberikan catatan bagi negara-negara yang tidak dapat menerapkan larangan menyeluruh terhadap iklan, promosi dan kegiatan sponsor rokok berdasarkan konstitusi atau prinsip-prinsip konstitusional negara tersebut dengan melakukan pembatasan pada semua iklan tembakau, promosi dan kegiatan sponsor. g. Upaya Penurunan Ketergantungan pada Tembakau dan Berhenti Merokok h. Perdagangan Ilegal Produk Tembakau Artikel 15 FCTC menekankan pentingnya menghapus perdagangan ilegal produk tembakau dalam semua bentuk termasuk penyelundupan, pengolahan ilegal dan pemalsuan, tidak saja menyangkut kepentingan negara bersangkutan tetapi berkaitan pula dengan kepentingan negara lain. Karena itu, disamping perlunya melakukan upaya legislatif, eksekutif dan administratif yang efektif sesuai undang-undang nasional dan persetujuan bilateral serta multilateral, mutlak dibutuhkan kerjasama regional, subregional dan global sebagaimana tercantum dalam pasal 15 ayat 1 FCTC, serta melakukan pengawasan dan memberikan sanksi. Secara rinci, ayat 2a menyebutkan bahwa setiap paket dan kemasan produk tembakau untuk penjualan eceran (retail) dan grosir (wholesale) di pasar domestik perlu menuliskan pernyataan: Hanya diperkenankan untuk dijual di (masukkan nama negara, daerah (propinsi), regional atau unit federal) atau cantumkan tanda efektif lain yang menunjukkan tujuan akhir yang akan membantu petugas untuk menentukan apakah produk ini legal untuk dijual di pasar domestik.i. Penjualan kepada dan oleh Anak dibawah Umur (minors) FCTC secara jelas mencantumkan larangan penjualan kepada anak di bawah umur, dan larangan penjualan rokok batangan. FCTC juga melarang promosi penjualan pada anak di bawah umur. j. Strategi Sumber danaNegara-negara yang telah meratifikasi FCTC harus saling bekerjasama-berkoordinasi serta saling tolong menolong dalam hal finansial agar strategi pengendalian tembakau yang dibuat dapat dilaksanakan dengan efektif dan mencapai tujuan. Bantuan terutama diberikan kepada negara-negara yang perekonomiannya tergunang karena usaha penegndalian tembakau, misalnya negara yang didalamnya banyak terdapat pekerja tembakau atau yang sumber finansialnya banyak didapat dari produk tembakau. Sejumlah negara dan badan yang bergerak di bidang pembangunan, telah membuat komitment untuk memasukkan usaha pengendalian tembakau sebagai prioritas pembangunan. Negara berkembang dan negara dalam transisi ekonomi, atas permintaan Sekretariat dapat memberikan saran sumber dana yang dapat dimobilisasi setelah terlebih dahulu melakukan telaah dan mengajukannya ke COP (Konperensi Negara Anggota yang telah Meratifikasi). COP akan menentukan apakah akan menambah anggaran dengan meningkatkan mekanisme yang sudah ada atau merintis voluntary global funds atau mekanisme penyaluran dana lain.KESIMPULAN Pada dasarnya ada dua kelompok masyarakat yang menentang regulasi pengendalian konsumsi rokok.Pertama, industri rokok yang ketakutan bisnisnya akan tutup. Kedua, pencandu rokok yang takut akan sulit mendapatkan rokok yang sudah menjeratnya. Di antara kedua kelompok itu terdapat politisi dan birokrat korup yang menikmati dana dari industri rokok.Bahwa industri rokok akan dengan senang hati mengucurkan uang agar tak ada kebijakan yang membatasi geraknya, bukan rahasia lagi dan terjadi di banyak negara. Kegerahan industri rokok akibat munculnya regulasi pengendalian konsumsi rokok pertama kali terjadi di Amerika Serikat, negara produsen rokok terbesar dunia. Itu dimulai setelah mencuatnya penelitian-penelitian kesehatan yang membuktikan adanya kaitan antara konsumsi rokok dan meningkatnya kanker paru-paru di AS.Mulailah muncul pendapat di kalangan Pemerintah AS untuk mengendalikan konsumsi rokok. Industri rokok melawan pendapat itu dengan menyebarkan keraguan dan sanggahan bahwa produk mereka tidak berbahaya bagi kesehatan. Perlawanan itu dibarengi dengan penyebaran keraguan bahwa rokok dapat menyebabkan kanker.Namun, kebohongan industri rokok terungkap setelah salah seorang peneliti utama mereka membocorkan hasil-hasil penelitian industri rokok kepada University of California San Francisco yang menerbitkannya menjadi buku berjudul Cigarette Paper. Di awal 2000-an, industri rokok AS kemudian divonis Mahkamah Agung sebagai industri penipu dan telah melanggar UU Racketeer Influenced and Corrupt Organizationsyang semula ditujukan terhadap organisasi kejahatan seperti mafiakarena sebenarnya mereka tahu bahaya rokok bagi kesehatan sejak 1950 seperti yang terungkap dari dokumen-dokumen mereka.Ketika pasar rokok di dalam negeri terancam akibat berkurangnya jumlah perokok dan meningkatnya tuntutan ganti rugi perokok terhadap industri rokok, Pemerintah AS di bawah Presiden Bush mendorong dan membantu mereka mencari pasar di negara lain, terutama negara berkembang. Oleh karena itu, hampir tidak ada perwakilan AS di luar negeri yang mendukung gerakan pengendalian rokok di negara tempat mereka bertugas. Dengan kata lain, upaya mempertahankan pasar rokok AS di luar negeri adalah bagian dari kepentingan AS juga, termasuk melakukan strategi pembohongan, pembelokan isu, penolakan Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC), dan penyuapan.Ide negara berkembangKerangka Konvensi Pengendalian Tembakau disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setelah banyak negara melihat bahwa penyakit yang terkait konsumsi rokok kian meningkat. Usul ini bukan datang dari negara-negara maju, melainkan dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia ketika itu yang merasakan bahwa beban kesehatan mereka membengkak akibat penyakit terkait rokok. Indonesia bahkan duduk sebagai anggota tim perumus yang aktif.Gagasan konvensi ini lalu didukung negara-negara Eropa yang juga merasakan hal serupa. Konvensi ini makin mewujud ketika WHO dipimpin oleh Gro Harlem Brundtland, mantan PM Norwegia. Pemerintah AS, di bawah Presiden Bush, justru menolak konvensi ini karena takut pasar industri rokok di luar negeri terancam. Brundtland mengatakan, Inilah pertama kali WHO membuat kesepakatan besar yang berbasis bukti.Industri rokok besar menolak dengan dalih biarkan setiap negara mengatur sendiri soal pasar rokok ini, jangan WHO ikut campur. Pandangan yang neoliberalistik. Perlawanan industri rokok tidak selamanya dilakukan secara frontal. Mereka menggerakkan front runner seperti membentuk asosiasi perokok di banyak negara dan International Tobacco Growers Association (ITGA) yang Indonesia ikut menjadi anggotanya.Dengan menggunakan front runner, industri rokok berusaha mengalihkan isu kesehatan jadi isu hak perokok dan ancaman terhadap petani tembakau. Sudah tentu disertai upaya menyuap para politisi untuk mencegah terbentuknya peraturan yang hendak mengendalikan konsumsi rokok. Di AS, wartawan berhasil mengungkap bahwa mereka menyuap calon presiden dari Partai Republik, Robert Dole, sebesar 477.000 dollar AS. Dole dalam kampanyenya sangat antusias membela industri rokok ketika Clinton justru ingin mengendalikan rokok demi melindungi kesehatan rakyat.Di Indonesia pun banyak politikus yang terbeli dan percaya bahwa FCTC akan mematikan petani tembakau tanpa menyebutkan pasal mana yang menyatakan demikian. Tampak bahwa penolak FCTC di Indonesia bersuara tanpa dia sendiri membaca isi FCTC. Kecuali Siswono Yudo Husodo yang menyebut bahwa Pasal 17 dan 26 FCTC mengancam kehidupan petani tembakau.Mari kita simak Pasal 17 FCTC, yang berbunyi: Negara penanda tangan saling bekerja sama atau dengan organisasi antarpemerintah, jika dipandang perlu promote usaha alternatif yang menguntungkan untuk pekerja tembakau, petani tembakau dan, jika diperlukan, juga penjual tembakau.Dari pasal ini tak ada kata atau kalimat yang hendak mematikan petani tembakau. Kata promote dapat berarti menawarkan, memperkenalkan, atau paling keras menganjurkan, tetapi sama sekali tidak mengandung makna menghapuskan atau mematikan. Kata kunci di sana adalah economically viable, yang artinya jika petani tembakau masih merasa nyaman dan untung dengan bertani tembakau, ya, biarlah mereka bertani tembakau.Adapun Pasal 26, khususnya ayat 3, yang oleh Siswono juga dicurigai untuk mematikan petani tembakau, sebenarnya mem- bahas tentang saling bantu pendanaan. Pasal ini juga tidak mengandung kalimat, baik tersurat maupun tersirat, akan mematikan pertanian tembakau. Kata kunci ayat ini adalah economically viable, crop diversification, in the context of nationally developed strategies of sustainable development. Perhatikan kata nationally yang artinya terserah kepada kepentingan setiap negara.Kata diversifikasi tanaman tidak juga berarti mematikan tembakau dan menggantinya dengan tanaman lain. Diversifikasi lebih berarti memperbanyak ragam tanaman, bukan hanya tembakau. Namun, jika ada petani tembakau yang ingin alih tanam, ia harus didukung dan dicarikan tanaman alternatif yang menguntungkan.Industri rokok besar dan multinasional memang berusaha menolak FCTC dengan segala akal. Mulai dari mencoba mengaitkannya dengan sentimen nasionalismesementara mereka sendiri mencari keuntungan untuk dirinya atau negara lain, memanfaatkan ketidaktahuan petani tembakau tetapi juga menindas merekasampai menyuap politikus dan birokrat.DAFTAR PUSTAKAhttp://bem.fkm.ui.ac.id/sites/default/files/FCTC%20_%20Indonesia%20Segera%20Aksesi%20!.pdfhttp://indonesiabebasrokok.org/tag/fctc/http://bpmpt.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/ch.10-march_.ino_SB1_.mar04_.pdf