farmasi interaksi obat

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi obat merupakan masalah penting yang mengakibatkan ribuan orang harus di rumah sakit di Amerika Serikat setiap tahun. Penelitian selama satu tahun baru-baru ini disejumlah apotek menunjukkan bahwa hampir satu dari 4 pasien yang mendapatkan resep pernah mengalami interaksi obat yang berarti pada suatu saat tertentu dalam tahun tersebut. Interaksi demikian telah menimbulkan gangguan yang serius sehingga kadang-kadang menyebabkan kematian. Yang lebih sering terjadi adalah interaksi yang meningkatkan toksisitas atau turunya efek terapi pengobatan sehingga pasien tidak merasa sehat kembali atau tidak cepat sembuh sebagaimana seharusnya (Harknoss, 1989). Saat kita mendapatkan obat dari apotik, kita sering diberi tahu bahwa obat sebaiknya diminum sebelum atau sesudah makan. Kita kadang tidak tahu, untuk apa sebenarnya hal tersebut harus dilakukan. Mengapa obat tertentu harus diminum sebelum makan dan obat lainnya harus diminum sesudah makan. Hal itu sebenarnya berkaitan dengan masalah interaksi obat, sebagai salah satu langkah unttuk menghindari terjadinya interaksi dari suatu obat yang merugikan ( Lulukria, 2010). Secara singkat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat yang lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang efektif (Harknoss, 1989). Untuk

Upload: dina-auliya-amly

Post on 08-Feb-2016

173 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Farmasi

TRANSCRIPT

Page 1: farmasi Interaksi obat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Interaksi obat merupakan masalah penting yang mengakibatkan ribuan orang harus di rumah

sakit di Amerika Serikat setiap tahun. Penelitian selama satu tahun baru-baru ini disejumlah

apotek menunjukkan bahwa hampir satu dari 4 pasien yang mendapatkan resep pernah

mengalami interaksi obat yang berarti pada suatu saat tertentu dalam tahun tersebut. Interaksi

demikian telah menimbulkan gangguan yang serius sehingga kadang-kadang menyebabkan

kematian. Yang lebih sering terjadi adalah interaksi yang meningkatkan toksisitas atau turunya

efek terapi pengobatan sehingga pasien tidak merasa sehat kembali atau tidak cepat sembuh

sebagaimana seharusnya (Harknoss, 1989).

Saat kita mendapatkan obat dari apotik, kita sering diberi tahu bahwa obat sebaiknya

diminum sebelum atau sesudah makan. Kita kadang tidak tahu, untuk apa sebenarnya hal

tersebut harus dilakukan. Mengapa obat tertentu harus diminum sebelum makan dan obat lainnya

harus diminum sesudah makan. Hal itu sebenarnya berkaitan dengan masalah interaksi obat,

sebagai salah satu langkah unttuk menghindari terjadinya interaksi dari suatu obat yang

merugikan ( Lulukria, 2010).

Secara singkat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat yang

lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang efektif (Harknoss, 1989). Untuk

mendapatkan efek obat harus berinteraksi dengan reseptor tetapi adakalanya obat berinteraksi

dengan faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi efek dari obat tersebut, antara lain:

faktor lingkungan, kondisi fisiologi tubuh, metabolisme tubuh, farmakodinamik, farmakokinetik,

dan makanan

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana interaksi obat dengan makanan ?

2. Bagaimana interaksi obat dengan obat ?

3. Bagaimana interaksi obat dengan tubuh ?

Page 2: farmasi Interaksi obat

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tentang interaksi obat dengan makanan.

2. Mengetahui tentang interaksi obat dengan obat.

3. Mengetahui tentang interaksi obat dengan tubuh.

Page 3: farmasi Interaksi obat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Interaksi Obat dengan Makanan

Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi interaksi obat.

Pengaruh makanan terhadap kerja obat masih sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan obat

masih belum jelas bagaimana pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama pada kinetika

obat. Pada sejumlah senyawa makanan menyebabkan peningkatan, penundaan, dan penurunan

absorbsi obat (Mutschler, 1999).

Makanan dapat berikatan dengan obat, sehingga mengakibatkan absorbsi obat berkurang

atau lebih lambat. Sebuah contoh diskusi tentang makanan yang berikatan dengan obat adalah

interaksi tetrasiklin dengan produk-produk dari susu. Akibatnya adalah penurunan konsentrasi

tetrasiklin dalam plasma. Oleh karena adanya efek pengikatan ini, maka tetrasiklin harus

dimakan satu jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dan tidak boleh dimakan dengan susu

(Hayes et al., 1996).

Jadi interaksi obat merupakan sarana bagi semua pihak. Pasien, dokter dan farmasis harus

bekerjasama, untuk upaya memaksimalisasi pemakiaan obat demi kepentingan pasien. Di era

informasi yang serba cepat dan mudah seperti sekarang ini, masyarakat mestinya semakin

menyadari untuk menjadi mitra aktif dalam menjaga pemeliharaan kesehatannya sendiri dan

keluarga (Harknoss, 1989).

Dasar yang menentukan apakah obat diminum sebelum, selama atau setelah makan

tentunya adalah karena absorpsi, ketersediaan hayati serta efek terapeutik obat bersangkutan,

yang amat tergantung dari waktu penggunaan obat tersebut serta adanya kemungkinan interaksi

obat dengan makanan itu sendiri. Cukup banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelidiki

hal ini. Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi obat dengan

makanan adalah :

• Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan lambung dari

saat masuknya makanan

• Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu

• Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna

• Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan kompleks

Page 4: farmasi Interaksi obat

• Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan

• Perubahan biotransformasi dan eliminasi. (Widianto, 1989)

Dari semua pengaruh ini, ada beberapa factor yang mempengaruhi interaksi obat dan

makanan antara lain:

a. Pengosongan lambung

Pada kasus tertentu misalnya setelah pemberian laksansia atau penggunaan preparat

retard, maka di usus besarpun dapat terjadi absorpsi obat yang cukup besar. Karena

besarnya peranan usus halus dalam hal ini, tentu saja cepatnya makanan masuk ke dalam

usus akan amat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi. Peranan jenis

makanan juga berpengaruh besar di sini. Jika makanan yang dimakan mengandung

komposisi 40% karbohidrat, 40% lemak dan 20% protein maka walaupun pengosongan

lambung akan mulai terjadi setelah sekitar 10 menit. Proses pengosongan ini baru

berakhir setelah 3 sampai 4 jam. Dengan ini selama 1 sampai 1,5 jam volume lambung

tetap konstan karena adanya proses-proses sekresi.

Tidak saja komposisi makanan, suhu makanan yang dimakanpun berpengaruh pada

kecepatan pengosongan lambung ini. Sebagai contoh makanan yang amat hangat atau

amat dingin akan memperlambat pengosongan lambung. Ada pula peneliti yang

menyatakan pasien yang gemuk akan mempunyai laju pengosongan lambung yang lebih

lambat daripada pasien normal. Nyeri yang hebat misalnya migren atau rasa takut, juga

obat-obat seperti antikolinergika (missal atropin, propantelin), antidepresiva trisiklik

(misal amitriptilin, imipramin) dan opioida (misal petidin, morfin) akan memperlambat

pengosongan lambung. Sedangkan percepatan pengosongan lambung diamati setelah

minum cairan dalam jumlah besar, jika tidur pada sisi kanan (berbaning pada sisi kiri

akan mempunyai efek sebaliknya,) atau pada penggunaan obat seperti metokiopramida

atau khinidin. Jelaslah di sini bahwa makanan mempengaruhi kecepatan pengosongan

lambung, maka adanya gangguan pada absorpsi obat karenanya tidak dapat diabaikan

.

Page 5: farmasi Interaksi obat

b. Komponen makanan

Efek perubahan dalam komponen-komponen makanan :

1. Protein (daging, dan produk susu)

Sebagai contoh, dalam penggunaan Levadopa untuk mngendalikan tremor pada penderita

Parkinson. Akibatnya, kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan baik.

Hindari atau makanlah sesedikit mungkin makanan berprotein tinggi (Harknoss, 1989).

2. Lemak

Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolisme obat adalah bahwa apa saja

yang dapat mempengaruhi jumlah atau komposisi asam lemak dari fosfatidilkolin

mikrosom hati dapat mempengaruhi kapasitas hati untuk memetabolisasi obat. Kenaikan

fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak tidak jenuh dari fosfatidilkolin cenderung

meningkatkan metabolism obat (Gibson, 1991). Contohnya : Efek Griseofulvin dapat

meningkat.interaksi yang terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan grieseofluvin

sebaiknya dimakan pada saat makan makanan berlemak seperti daging sapi, mentega,

kue, selada ayam, dan kentang goring (Harkness, 1989).

3. Karbohidrat

Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada metabolism obat, walaupun banyak

makan glukosa, terutama sekali dapat menghambat metabolism barbiturate, dan dengan

demikian memperpanjang waktu tidur. Kelebihan glukosa ternyata juga mengakibatkan

berkurangnya kandungan sitokrom P-450 hati dan memperendah aktivitas bifenil-4-

hidroksilase (Gibson, 1991). Sumber karbohidrat: roti, biscuit, kurma, jelli, dan lain-lain

(Harkness, 1989).

4. Vitamin

Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk sintesis protein

dan lemak, keduanya merupakan komponen vital dari system enzim yang memetabolisasi

obat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa perubahan dalam level vitamin,

terutama defisiensi, menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi obat.

Contohnya :

a. Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan penyerapan vitamin berkurang.

b. Vit C dengan besi, akibatnya penyerapan besi meningkat.

c. Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit D berkurang.

Page 6: farmasi Interaksi obat

d. Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E menurun.(Harkness, 1989)

5. Mineral

Mineral merupakan unsur logam dan bukan logam dalam makanan untuk menjaga

kesehatan yang baik. Unsur – unsure yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme

obat ialah: besi, kalium, kalsium, magnesium, zink, tembaga, selenium, dan iodium.

Makanan yang tidak mengandung magnesium juga secara nyata mengurangi kandungan

lisofosfatidilkolin, suatu efek yang juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas

memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat juga menghambat

metabolisme obat. Kelebihan tembaga mempunyai efek yang sama seperti defisiensi

tembaga, yakni berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme obat dalam beberapa

hal. Jadi ada level optimum dalam tembaga yang ada pada makanan untuk memelihara

metabolism obat dalam tubuh (Gibson, 1991).

c. Ketersediaan hayati

Penggunaan obat bersama makanan tidak hanya dapat menyebabkan perlambatan

absorpsi tetapi dapat pula mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi (ketersediaan hayati

obat bersangkutan). Penisilamin yang digunakan sebagai basis terapeutika dalam

menangani reumatik, jika digunakan segera setelah makan, ketersediaan hayatinya jauh

lebih kecil dibandingkan jika tablet tersebut digunakan dalam keadaan lambung kosong.

Ini akibat adanya pengaruh laju pengosongan lambung terhadap absorpsi obat (Gibson,

1991).

Interaksi antara obat dan makanan disini dapat dibagi menjadi :

1. Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan mengganggu

traktus gastrointestinal atau saluran pencernaan.

2. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi absorbsi, metabolisme dan eksresi zat gizi.

Contoh Interaksi Obat dengan Makanan

Makanan mengandung tiramin (keju tua, ekstrak yeast, daging asap, bir, alpukat, anggur

merah, minuman berkafein, yogurt, coklat, kecap) à berinteraksi dengan obat MAOI (mono

amin oksidase inhibitor).

Tiramin adalah asam amino yang ditemukan dalam bermacam makanan di atas, yang

merupakan senyawa simpatomimetik tak langsung à dapat menyebabkan hipertensi pada pasien

yang menerima MAOI.

Page 7: farmasi Interaksi obat

Tiramin terbentuk dalam berbagai makanan di atas melalui degradasi susu atau protein

oleh bakteri, mula-mula menjadi tirosin dan asam amino lain (interaksi tidak terjadi pada

makanan segar). Tiramin adalah suatu amin simpatomimetik tak langsung yang dapat

melepaskan NE dari neuron adrenergik à vasokonstriksi à TD >>

Antibiotik

• Sefalosporin, penisilin à minum saat lambung kosong untuk mempercepat absorpsi

• Eritromisin à jangan minum bersama jus buah atau anggur à menurunkan efektivitas

obat

• Tetrasiklin à produk susu menurunkan efektivitas obat.

• Linkomisin à makanan menurunkan kadar plasma à hindari

Isoniazid

Pasien yang minum INH bersama makanan seperti keju dan berbagai jenis ikan (tuna,

makarel, salmon) yang tidak segar à resiko toksisitas histamin (sakit kepala hebat, gatal dan

kemerahan pada kulit, nyeri abdomen, takikardi, mata kabur, sesak nafas, diare, muntah , dsb)

Mekanismenya adalah makanan di atas kaya akan histidin, pada penyimpanan diubah

menjadi histamin oleh bakteri. Pada kondisi normal histamin diuraikan di tubuh oleh

histaminase, tapi pada peminum INH (suatu inhibitor enzim) à aktivitas enzim dihambat à

kadar histamin tinggi

Antidepresan

Litium à Diet rendah garam meningkatkan resiko toksisitas Litium. Konsumsi garam

berlebih mengurangi efektivitas obat.

MAO Inhibitor à Makanan kaya tiramin (keju tua, daging olahan, anggur, bir, dan lain-

lain) à resiko krisis hipertensi.

Trisiklik à Beberapa makanan terutama daging, ikan dan makanan kaya vit. C à

menurunkan absorpsi obat.

Obat kardiovaskuler

ACE inhibitor à diminum saat lambung kosong untuk meningkatkan absorpsi obat

Alfa-bloker à minum bersama cairan atau makanan untuk menghindari turunnya TD

yang berlebihan.

Antiaritmia à Hindari kafein yang akan meningkatan resiko detak jantung tak normal

Page 8: farmasi Interaksi obat

Beta-bloker à Minum saat perut kosong. Makanan terutama daging à meningkatkan

efek obat & dapat menyebabkan rendahnya TD.

Digitalis à Hindari diminum bersama susu dan makanan berserat tinggi karena akan

mengurangi absorpsi obat & meningkatkan terbuangnya K.

Diuretik à peningkatan resiko defisiensi vit.K

Diuretik hemat K à jangan minum bersama suplemen K à dpt menyebabkan kelebihan

K.

Furosemid à makanan menurunkan bioavaolabilitas & efek diuretik

Diuretik tiazid à peningkatan reaksi terhadap MSG

Obat –obat asma

Pseudoefedrin à hindari kafein karena akan meningkatkan cemas dan nervous.

Teofilin à Diet kaya aprotein akan mengurangi absorpsi obat. Kafein meningkatkan

resiko toksisitas obat

Obat antikolesterol

Kolestiramin à meningkatkan ekskresi asam folat, dan vitamin A, D, E, K.

Gemfibrozil à hindari makanan berlemak karena akan menurunkan efektivitas obat.

Antikoagulan

Efek antikoagulan dapat dikurangi oleh makanan yang kaya vitamin K (brokoli, kobis,

kacang hijau, selada, hati sapi, bayam, dsb). Mekanismenya adalah antikoagulan oral

berkompetisi dengan suplai normal vit.K untuk mengurangi sintesis faktor pembekuan darah

oleh hati. Jika asupan vit K tinggi à sintesis faktor pembekuan normal à penurunan efek

antikoagulan.

Obat tukak lambung

Antasida à mengganggu absorpsi berbagai mineral à minum 1 jam sesudah makan.

Simetidin, famotidin, sukralfat à Hindari makanan kaya protein, kafein dan makanan

lain yang dapat meningkatkan keasaman lambung.

Hormon

Kontrasepsi oral à Makanan asin meningkatkan retensi cairan tubuh. Obat ini

mengurangi absorpsi asam folat, vit. B6 dan zat gizi lain. Konsumsi makanan dengan

kadar zat-zat ini yang cukup tinggi untuk menghindari defisiensi.

Page 9: farmasi Interaksi obat

Steroid à Makanan asin meningkatkan retensi cairan. Perbanyak konsumsi makanan

kaya Ca, vit. K, K dan protein untuk menghindari defisiensi.

Obat-obat thiroid à Makanan kaya iodium akan menurunkan efektivitas obat.

Analgesik

Asetosal dan NSAID kuat lain à jika diminum bersama makanan untuk mengurangi

resiko iritasi saluran cerna. Tapi jika diminum bersama dapat mengurangi absorpsi à

jika diinginkan efek cepat

Jangan dikonsumsi bersama alkohol à dapat meningkatkan resiko perdarahan.

Pemakaian sering obat-obat ini à menurunkan absorpsi asam folat dan vit. C.

Kodein à perbanyak asupan serat dan air untuk menghindari konstipasi.

Mercaptopurin

Makanan menunda dan mengurangi absorpsi merkaptopurin à minum saat perut kosong

untuk memaksimalkan absorpsinya

2.2 Interaksi Obat dengan Obat

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat berubah karena kehadiran obat lain,

makanan, minuman, atau zat kimia lainnya (Stockley,2005). Interaksi obat dapat didefinisikan

sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan

bersamaan; atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau

toksisitas suatu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat

diantaranya; lansia, orang yang minum lebih dari 1 obat, yang mempunyai gangguan fungsi

ginjal, penyakit akut, penyakit yang tidak stabil, pasien yang mempunyai karakteristik penyakit

genetik tertentu dan pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter. Banyak pasien yang sakit

parah memperoleh bermacam-macam obat dan ini akan sulit membedakan antara toksisitas dan

gejala atau tanda-tanda penyakit yang dideritanya. Bila kondisi pasien berubah, terutama jika

pasien tersebut sakit parah atau pasien tersebut lansia, semua obat dalam terapi harus ditinjau

sebagai penyebab masalah, terutama bila ada lebih dari 1 dokter yang menangani pengobatan

pasien tersebut (Fradgley, 2003).

Waktu timbulnya reaksi dapat sangat bervariasi tergantung dosis, rute pemberian, adanya

metabolit aktif dan waktu paruh obat yang bersangkutan. Mekanisme interaksi juga dapat

mempengaruhi waktu mulai munculnya reaksi. Penginduksi enzim menstimulasi produksi enzim

Page 10: farmasi Interaksi obat

metabolisme yang baru dan ini memerlukan waktu antara 2-3 minggu sebelum efek interaksinya

maksimum. Sebaliknya penghambatan enzim mempengaruhi metabolisme hepatik dalam 24 jam

(Fradgley, 2003). Tidak semua interaksi obat bermakna klinis beberapa obat secara teoritik

mungkin terjadi sedangkan interaksi obat yang lain harus dihindari kombinasinya atau

memerlukan pemantauan yang cermat. Banyak interaksi obat kemungkinan besar berbahaya

terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Seorang farmasis seharusnya lebih memperhatikan

kemungkinan terjadinya interaksi obat bila pasien tersebut memperoleh obar yang termasuk

dalam kelompok ini. Banyak zat yang berinteraksi tidak dianggap sebagai obat oleh pasien

meliputi obat-obat yang dibeli untuk pengobatan sendiri, obat tradisional atau sediaan

homeopati. Semua memiliki kemungkinan berinteraksi dengan obat obat yang telah diresepkan

untuk pasien tersebut. Beberapa jenis makanan tertentu dapat myebabkan interaksi (Fradgley,

2003).

Bilamana kombinasi terapi mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan atau

komplikasi terhadap kondisi pasien, maka interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi yang

bermakna klinis. Kejadian interaksi obat yang bermakna klinis biasanya kecil, namun sejuml;ah

pasien mempunyai resiko yang besar terhadap morbiditas dan mortalitas. Interaksi obat dapat

membahayakan baik dengan meningkatkan toksisitas obat atau dengan mengurangi khasiatnya.

Namun interaksi beberapa obat menguntungkan dengan meningkatkan sinergisitas efek obat

(Fradgley, 2003).

Contoh Interaksi Obat dengan Obat

Page 11: farmasi Interaksi obat
Page 12: farmasi Interaksi obat
Page 13: farmasi Interaksi obat

2.3 Interaksi Obat dengan Tubuh

Interaksi obat dengan tubuh berupa farmakokinetik dan farmakodinamik

Interaksi secara Farmakokinetik

  Interaksi farmakokinetik terjadi apabila salah satu obat mempengaruhi absorbsi,

distribusi, metabolisme, ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau

menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan aktivitas obat tersebut.

Interaksi farmakokinetik tidak dapat di ekstra polasikan ke obat lain yang segolongan dengan

obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya mirip, karena antar obat segolongan terdapat

variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya.

A. Interaksi obat pada proses absorbsi

· Interaksi langsung

Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorbsi dapat

mengganggu proses absorbsi. Interaksi dapat dihindarkan/sangat dikurangi bila obat yang

berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2jam.

Page 14: farmasi Interaksi obat

Obat A Obat B Efek

Tetrasiklin Kation multivalen (Ca2+ ,

Mg2+, Al3+dalam antasid,

Ca2+dalam susu,

Fe2+dalam sediaan besi)

Terbentu kelat yang tidak

di absorbsi "jumlah

absorbsi obat A dan Fe2+$

Digoksin, digitoksin Kolestiramin

Kortikosteroid, tiroksin

Obat A diikat oleh obat

B " jumlah absorbsi

obat A$

Digoksin, linkomisin Kaolin-pektin Obat A diabsorbsi oleh

obat B " jumlah absorbsi

obat A$

· Perubahan pH cairan saluran cerna

Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya akibat antacid, akan meningkatkan kelarutan obat

bersifat asam yang sukar larut dalam cairan tersebut, misalnya aspirin. Dalam suasana alkalis,

aspirin lebih banyak terionisasi sehingga absorbsi per satuan area absorbsi lebih lambat, tetapi

karena sangat luas area absorbsi di usus halus maka kecepatan abrsorbsi secara keseluruhan tidak

banyak dipengaruhi. Dengan demikian, dipercepatnya disolusi aspirin oleh basa akan

mempercepat absorbsinya. Akan tetapi, suasana alkali di saluran cerna akan mengurangi

kelarutan beberapa obat bersifat basa (misalnya tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, dangan

akibat mengurangi absorbsinya. Berkurangnya keasaman lambung oleh antasid akan mengurangi

pengrusakan obat yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya, dan

mengurangi absorbsi Fe, yang di absorbsi paling baik bila cairan lambung sangat asam.

Obat A Obat B Efek

NaHCO3 Aspirin Kecepatan disolusi B # " kecepatan absorbsi obat

B #

Page 15: farmasi Interaksi obat

NaHCO3 Tetrasiklin Kelarutan obat B $ " jumlah absorbsi obat B $

Antasit Penisilin G,

eritromisin

pH lambung # " pengrusakan obat B$ " jumlah

absorbsi obat B #

· Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus (motilitas saluran

cerna).

Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat termasuk obat bersifat asam. Disini

absorbsi terjadi jauh lebih cepat dari pada di lambung. Oleh karena itu, makin cepat obat sampai

di usus halus, makin cepat pula absorbsinya. Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya

mempengaruhi kecepatan absorbsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbi. Ini berarti,

kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mengubah tinggi kadar puncak dan waktu

untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas obat. Karena kapasitas

metabolisme dinding usus halus lebih terbatas dibandingkan kapasitas absorbsinya, maka makin

cepat obat ini sampai di usus halus, makin tinggi bioavailibilitanya.

Obat A Obat B Efek

Metoklopramid Parasetamol, diazepam,

propanolol

Obat A memperpendek

waktu pengosongan

lambung" mempercepat

absorbsi obat B

Antikolinergik

Antidepresi trisiklik

Parasetamol, diazepam,

propanolol, fenilbutazon

Obat A memperpanjang

waktu pengosongan

lambung" memperlambat

absorbsi obat B

Antikolinergik

Antidepresi trisiklik

Levodopa Obat A memperpanjang

waktu pengosongan

lambung" bioavailibilitas

obat B $

Page 16: farmasi Interaksi obat

B. Interaksi obat pada ikatan protein plasma

Banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama pada albumin,

sedangkan obat yang bersifat basa pada asam a1-glikoprotein. Oleh karena jumlah protein

plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat bersifat asam maupun antara obat bersifat

basa untuk berikatan dengan protein yang sama. Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya

terhadap protein, maka suatu obat dapat digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, dan

peningkatan kadar obat bebas menimbulkan peningkatan efek farmakologinya. Akan tetapi

keadaan ini hanya berlangsung sementara karena peningkatan kadar obat bebas juga

meningkatkan eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang baru dimana kadar

obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali seperti sebelumnya (mekanisme konpensasi).

Obat A Obat B Efek

Tolbutamid,

klorpropamid

Fenilbutazon,

oksifenbutazon, salisilat

Hipoglikemia

Fenitoin Fenilbutazon,

oksifenbutazon, salisilat,

valproat

Toksisitas fenitoin #

C. Interaksi obat pada proses metabolisme

a. Metabolisme obat dipercepat

Setiap seaksi metabolisme dikatalis oleh beberapa jenis enzim yang berbeda dalam spesifitas

substratnya dan kemampuannya untuk diinduksi. Oleh karena itu, tergantung dari jenis enzim

yang diinduksinya, suatu zat penginduksi dapat mempercepat metabolisme beberapa obat tetapi

tidak mempengaruhi metabolisme obat-obat yang lain.

Bila metabolit hanya sedikit atau tidak mempunyai efek farmakologi, maka zat penginduksi

mengurangi efek obat. Sebaliknya, bila metabolik lebih aktif atau merupakan zat yang toksik,

maka zat penginduksi meningkatkan efek atau toksisits obat.

Page 17: farmasi Interaksi obat

Obat A Obat B Efek

Fenitoin Korikoseroid,hormon

seks steroid, kuinidin

Obat A menginduksi

sintesis enzim

metabolisme obat

B " metabolisme obat

B# " kadar plasma obat

B $sedangkan

metabolitnya#

Kabamazepin Fenitoin, warfarin

Merokok,makanan

panggang arang

Teofilin,

dekstroproposifen

b. Metabolisme obat dihambat

Penghambatan metabolisme suatu obat menyebabkan peningkatan kadar plasma obat tersebut

sehingga meningkatkan efek atau toksisitas. Kebanyakan interaksi demikian terjadi akibat

kompetisi antar substrat untuk enzim metabolisme yang sama.

Obat A Obat B Efek

Fenitoin Dikumoral,disurfiram,

kloramfenikol,

fenilbutazon, simetidin,

dekstrorpopoksifen, INH

(pada asetilator lamban),

PAS,sikloserin,

klorpromazin, imipramin.

Obat B menghambat

metabolisme obat

A" efek / toksisitas obat

A#

Lidokain Simetidin

Warfarin Fenilbutazon,

Page 18: farmasi Interaksi obat

oksifenbutazon,

kotrimoksazol,disulfiram,

metronidazol, simetidin,

dekstropropoksifen.

D. Interaksi Dalam Ekskresi

Ekskresi melalui empedu dan sirkulasi enterohepatik. Gangguan dalam ekskresi melalui empedu

terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transport yang sama.

Sedangkan sirkulasi enterohepatik dapat diputuskan dengan mensupresi bakteri usus yang

menghidrolisis konyugat obat atau dengan mengikat obat dibebaskan sehingga tidak dapat

diabsorbsi.

Sekresi tubuli ginjal. Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat

untuk sistem transportasi aktif yang sama, terutama sistem transport untuk obat asam dan

metabolit yang bersifat asam.

Perubahan pH urin. Perubahan ini akan menghasilkan perubahan bersihan ginjal (melalui

perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal ) yang berarti secara klinik hanya bila : (1)

fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih dari 30%), dan (2) obat berupa

basa lemah dengan pKa 7,5-10 atau asam lemah dengan pKa 3,0-7,5.

Interaksi Obat secara Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamika hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang saling

mempegaruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada suatu organ sasaran atau

pada suatu rangkaian pengaturan. Jika sifat-sifat farmakodinamika, yang kebanyakan dikenal

baik, dari obat-obat yang diberikan secara bersamaan diperhatikan, interaksi demikian dapat

berupa secara teraupetik apabila menguntungkan atau dapat dicegah apabila tidak diinginkan.

Karena itu berikut ini hanya dikemukakan beberapa contoh yang kurang dikenal atau contoh

yang secara teori terkenal tetapi secara praktek kadang-kadang disebabkan oleh keteledoran.

1.      Pengaruh berlawanan terhadap kadar gula darah

Page 19: farmasi Interaksi obat

 Dalam beberapa hal telah dikemukakan  suatu penurunan kebutuhan insulin setelah

pemberian oksitetrasiklin dan guanetidin. Karena itu pemberian obat-obat ini pada penderita

kencing manis harus diikuti dengan perhatian khusus. Pemblok-β yang tidak kardioselektif,

misalnya propranolol,  memperlambat kenaikan kadar gula darah kembali setelah pemberian

insulin dan karena itu dapat menimbulkan reaksi hipoglikemi yang berkepanjangan.

2.      Pengaruh berlawanan terhadap tekanan darah

Penderita tekanan darah tinggi umumnya memperoleh obat antihipertensi selama

bertahun-tahun atau berpuluh tahun. Sehubungan dengan itu kemungkinan interaksi besar.

Karena itu pada tiap pemberian obat untuk mengatur sirkulasi dan obat jantung disamping

pemberian obat ngkatan antihipertensi, harus diperhatikan apakah karena pemberian itu tekanan

darah berubah secara tak diinginkan, khususnya apakah tekanan darah turun di bawah angka

yang diinginkan dan karena itu kadang-kadang terjadi keadaan hipotonik. Hal ini dapat

berbahaya misalnya dam lalu lintas. Disini yang khusus harus diperhatikan

adalah  antiaritmikadan obat-obat terapeutika koronar. Selanjutnya kepada pasien dengan

tekanan darah tinggi harus dijelaskan bahwa alkohol tidak hanya memperburuk penyakit tekanan

darah melainkan dalam beberapa hal juga menyebabkan penurunan tekanan darah yang tidak

dapat dikontrol. Demikian juga banyak psikofarmaka mempengaruhi tekanan

darah. Antidepresiva terisiklik mengantagonis kerja menurunkan tekanan darah guanetidin, α

metildopa, reserpin dan klonidin. Selanjutnya kerja hipotensif guanetidin diperlemah oleh

amfetamin dan efedrin. Pemberian inhibitor monoaminoksidase dan simpatomimetika tak

langsung secara bersamaan dapat menyebabkan perubahan tekanan darah yang parah (kenaikan

tekanan darah atau penurunan takanan darah).

3.       Peningkatan nefrotoksisitas dan ototoksisitas

Antibiotika aminoglikosida, misalnya gentamisin dan streptomisin, yang diberikan

bersama diuretika jerat Henle, misalnya furosemida atau asam etakrinat, menaikkan

nefrotoksisitas sefalotin, selain itu menaikkan ototoksisitas antibiotika aminoglikosida kenaikan

ototoksisitas terjadi karena diuretika jerat henle mengubah komposisi elektrolit endolimfe dalam

telinga bagian dalam.

4.       Peningkatan relaksasi otot

Page 20: farmasi Interaksi obat

Bagi ahli anestesi, interaksi obat relaksan otot yang menstabilkan dengan antibiotika,

yang tersedia karena kerja jenis kurare (misalnya antibiotika aminoglikosida) mempunyai arti,

karena harus memperhitungkan peningkatan kerja merelaksasi otot.

5.      Peningkatan toksisitas glikosida jantung

Hiperkalsemia dan hipokalemia meningkatkan kerja glikosida jantung. Ini berarti,

bahwa pasien dengan terapi glikosida jantung tak boleh disuntik dengan larutan yang

mengandung kalsium, dan selain itu pada pemberian glikosida jantung secara bersamaan dengan

senyawa-senyawa, yang dapat menyebabkan kehilangan kalium, terapi glikosida jantung harus

diawasi dengan sangat ketat. Ini berlaku, misalnya untuk laksansia dan saluretika, yang sering

diberikan bersama dengan glikosida jantung. Demikian juga berlaku untuk glukokortikoid.

Amfoterisin B juga mempertinggi toksisitas glikosida jantung karena mekanisme mengurangi

kalium.

6.      Peningkatan kecenderungan perdarahan

Pada terapi dengan obat antikoagulan jenis dikumarol, berdasarkan

interaksi farmakodinamika, kecenderungan perdarahan meningkat jika diberikan bersamaan obat

berikut: dengan asam asetilsalisilat akibat penghambatan agregasi trombosit dan pada dosis lebih

dari 1,5 gram akibat menurunnya sintesis protombin ; dengan kuinidin karena menurunnya

sintesis faktor-faktor  pembekuan yang bergantung pada vitamin K dengan sefalosporin yang

berstruktur N-alkil-tetrazol, misalnya Lamoxactam atau Cefamandol, karena sintesis protombin

dan fungsi trombosit dikurangi dengan asam valproinat karena penghambatan agregasi trombosit

dan pengurangan jumlah lempeng darah.

Page 21: farmasi Interaksi obat

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi

obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang

signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.

Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat

atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga

dapat menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan.

Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan

farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan

itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada

orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak.

Page 22: farmasi Interaksi obat

DAFTAR PUSTAKA

http://awapt.blogspot.com/2010/06/contoh-interaksi-obat-dalam-resep.html

http://afdalgizi1c.blogspot.com/2013/01/interaksi-obat-dan-makanan.html

http://defiandhayani.blogspot.com/2012/10/interaksi-obat.html

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi

dan

Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

http://titianputri.blogspot.com/2010/02/interaksi-obat.html

http://yessykh.blogspot.com/2011/12/farmakologi.html