farmakologi respirologi
DESCRIPTION
pembahasanTRANSCRIPT
Kasus
Indra, anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa ke rumah IGD oleh ibunya
karena terjadi dispnue dan wheezing sejak tadi malam. Ia juga menderita
batuk yag produktif dengan sputum yang purulen dan demam sejak tiga hari
yang lalu.
Pemeriksaan fisik didapatkan diaphoresis, dispnue, takikardia, dan takipnue.
Respiratory rate 42 x/menit dan denyut nadi 120 x/menit dan suhu tubuhnya
39,2°C. BB 20 kg dan TB 110 cm.
Diagnosis: serangan akut asma bronchial.
Dokter memberinya Efedrin, Dexamethasone, Acetaminophen, Glyceril
guayakolat, dan Ampisilin.
1
LO
1. Sebutkan obat-obatan yag berperan dalam pengobatan asma!
2. Jelaskan pharmacological properties dari oabt-oabat bronkodilator
(agonis adrenergik)!
3. Bandingkan pharmacological properties adrenalin dengan
isoproterenol, salbutamol diantara obat-obat bronkodilator!
2
PEMBAHASAN
1. Obat-obatan yang digunakan dalam mengobati asma:
2. Obat yang digunakan dalam penggunaan asma (penjelasan nomor 1):
Dalam menetapkan rencana pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan
menjaga agar gejala asma terkontrol dengan memakai obat-obatan asma. Obat
asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan
obstruksi saluran nafas, terdiri dari obat controller dan reliever.
OBAT CONTROLLER
Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan
tujuan untuk mencapai dan menjaga asma persisten yang terkontrol. Terdiri
dari obat antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasi
merupakan controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut
sebagai obat profilaksis, preventif atau maintenance. Obat controller termasuk
Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat dan
sodium nedokromil, teofilin lepas lambat, beta2-agonist long acting inhalasi
3
bronkodilator
beta agonismetilxantinantikolinergik
antiinflamasi
kortikosteroidpenstabil sel mastanti-antibodi
antileukotrien
lipooksigenase inhibitorreceptor inhibitor
dan oral, dan mungkin ketotifen atau antialergi oral lain.
Kortikosteroid
Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau
parenteral). Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum
diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan
dengan metabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan
prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovaskuler, menghambat
produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang
dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas.
Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam
memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan
memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang
kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat
karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang
dan mengurangi efek samping sistemik.
Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding
parenteral. Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang,
harus diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison,
prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan
karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang
relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lain
menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan
penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik memakai
bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek
walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik.
Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring,
disfonia dan kadang batuk. Efek samping sistemik tergantung dari potensi,
bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktu
4
paruhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari
beclometason dipropionat atau budesonid atau dosis ekuivalen
kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik termasuk
penebalan kulit dan mudah luka, supresi adrenal dan penurunan
metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka panjang
kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes
melitus, supresi HPA aksis, katarak, obesitas, penipisan kulit dan
kelemahan otot.
Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian
kortikosteroid untuk pencegahan jangka panjang berdasarkan beratnya
asma pada orang dewasa sebagai berikut:
1
.
Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan
steroid preventif, bila perlu dapat dipakai steroid oral jangka
pendek.
2
.
Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400
mcg/hari beclometason dipropionat, budesonid atau
ekuivalennya.
3
.
Asma persisten sedang (step 3) memerlukan inhalasi 800-2000
mcg/hari
4
.
Asma persisten berat (step 4) memerlukan 800-2000 mcg/hari
atau lebih.
Sesuai dengan anjuran ini, pengobatan dengan dosis maksimal (800-1500
mcg/hari) selama 1-2 minggu diperlukan untuk mengendalikan proses
inflamasi secara cepat, dan kemudian dosis diturunkan sampai dosis terendah
(200-800 mcg/hari) yang masih dapat mengendalikan penyakit.
Kortikosteroid 2
Macam Potensi
Antiinfla
masi
Potensi
Ekuiva
len
Pote
nsi
Rete
nsi
Wakt
u
Paruh
Biolo
5
(mg) Na gik
Cortisol 1 20 2+ 8-12
Cortison 0.8 25 2+ 8-12
Prednison 3.5 5 1+ 18-36
Prednisolon 4 5 1+ 18-36
Methylpredniso
lone5 4 0 18-36
Triamcinolon 5 4 0 18-36
Parametason 10 2 0 36-54
Betametason 25 0.6 0 36-54
Dexamethason 30 0.75 0 36-54
Sodium Kromoglikat dan Sodium Nedokromil
Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme
kerja yang pasti belum diketahui. Obat ini terutama menghambat
pelepasan mediator yang dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai
efek supresi selektif terhadap sel inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil,
monosit). Obat ini diberikan untuk pencegahan karena dapat menghambat
reaksi asma segera dan reaksi asma lambat akibat rangsangan alergen,
latihan, udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian jangka panjang
menyebabkan penurunan nyata dari jumlah eosinofil pada cairan BAL dan
penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka
panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi
eksaserbasi.
Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih
besar dibanding sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul,
nedokromil menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa
sel inflamasi. Juga sebagai pencegahan begitu asma timbul.
6
Teofilin Lepas Lambat
Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada
penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator
masih belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan
hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang
berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan menyebabkan
bronkodilatasi.
Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar,
termasuk efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi
asma segera dan lambat segera setelah paparan dengan alergen. Beberapa
studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis
pada asma.
Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan
teofilin lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan
memperbaiki fungsi paru. Karena mempunyai masa kerja yang panjang,
obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal yang menetap
walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.
Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan
banyak sistem organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan
muntah adalah gejala awal yang paling sering. Pada anak dan orang
dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek kardiopulmoner adalah
takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat pernafasan.
Dosis golongan methyl xantine adalah 5 mg/Kg BB dalam 10-15 menit
untuk loading dose dan 20 mg/Kg BB/24 jam untuk dosis pemeliharaan
dengan dosis maksimum 1500 mg/24 jam. Adapun therapeutic dose
adalah 10-20 mg/dl.
Beta2-Agonis Long Acting
Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai
7
durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah
melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang menyebabkan aktivasi
dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-
agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos saluran
nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas
vaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Juga menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi induksi
oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat
induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih
belum ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma, studi klinis
mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat
memperbaiki skor gejala, menurunkan kejadian asma nokturnal,
memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian beta2-agonis
inhalasi short acting. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler,
tremor otot skeletal dan hipokalemi.
Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat
inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol gejala nokturnal
asma. Dapat dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid
inhalasi, sodium kromolin atau nedokromil kalau dengan dosis standar
obat-obat ini tidak mampu mengontrol gejala nokturnal. Efek samping
bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor otot skeletal.
Reseptor Leukotrien Antagonis
Adalah suatu reseptor peptida leukotrien antagonis (LTRA) dengan nama
kimia 4-(5-cyclopentyloxy-carbonylamino-1-mathyl-indol-3l methylll) -3-
methoxy-N-o-tolysulfonyl benzizamide, dengan berat molekul 575,7
dengan rumus empiriknya C31H33N3O6S. Dibuat secara sintetis dengan
nama Zafirlikast. LTRA adalah suatu reseptor leukotrien (LTD4dan LTE4)
antagonis yang selektif dan kompetitif, dimana LTD4 dan LTE4 adalah
komponen dari SRS-A yang berperan besar terhadap patofisiologi
8
terjadinya serangan asma yang menimbulkan bronkokonstriksi, udema
saluran nafas, kontraksi otot polos dan aktivasi sel-sel radang sehingga
terbentuk mediator inflamasi yang menimbulkan keluhan pada penderita
asma. Penderita asma mempunyai kepekaan terhadap LTD4 25 sampai
100 kali disbanding orang normal. Diserap cepat bila diberikan peroral,
konsentrasi dalam darah mencapai puncak setelah 3 jam, 99% terikat pada
albumin, disekresi lewat feses setelah melewati proses enzimatik pada
jalur cytocrome P450 2c9 (CYP2C9). Waktu paruhnya 8-16 jam, pada
penderita dengan gangguan faal hati, waktu paruhnya menjadi lebih
panjang. LTRA pada penderita asma dapat digunakan sebagai obat asma
dan pencegahan asma.
LTRA bukanlah bronkodilator dan digunakan untuk asma kronis disaat
bebas keluhan. Kemasan berupa tablet 20 mg dan 10 mg, diminum 2 kali
sehari untuk dewasa dan anak, pagi dan sore hari. Indikasinya untuk
pencegahan dan pengobatan asma kronis. Tidak boleh diberikan pada saat
serangan akut dan saat terjadi status asmatikus, namun boleh diberikan
saat terjadi eksaserbasi. Dapat dipakai untuk mencegah terjadinya exercise
induce asthma.
OBAT RELIEVER
Obat reliever bekerja cepat untuk menghilangkan bronkokonstriksi dan gejala
akut lain yang menyertai. Yang termasuk dalam golongan ini adalah inhalasi
beta2-agonis short acting, kortikosteroid sistemik, antikolinergik inhalasi,
teofilin short acting dan beta2-agonis oral short acting.
Beta2-Agonis Inhalasi Short Acting (SABA)
Seperti beta2-agonis yang lain, obat ini menyebabkan relaksasi otot polos
saluran nafas, meningkatkan klirens mukosilier, mengurangi permeabilitas
vaskuler dan mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
9
Merupakan obat pilihan untuk asma eksaserbasi akut dan pencegahan
exercise induced asthma. Juga dipakai untuk mengontrol bronkokonstriksi
episodik. Pemakaian obat ini untuk pengobatan asma jangka panjang tidak
dapat mengontrol gejala asma secara memadai, juga terhadap variabilitas
peak flow atau hiperrespon saluran nafas. Hal ini juga dapat menyebabkan
perburukan asma dan meningkatkan kebutuhan obat antiinflamasi.
Kortikosteroid Sistemik
Walaupun onset dari obat ini adalah 4-6 jam, obat ini penting untuk
mengobati eksaserbasi akut yang berat karena dapat mencegah
memburuknya eksaserbasi asma, menurunkan angka masuk UGD atau
rumah sakit, mencegah relaps setelah kunjungan ke UGD dan
menurunkan morbiditas.Terapi oral lebih dipilih, dan biasanya dilanjutkan
3-10 hari mengikuti pengobatan lain dari eksaserbasi. Diberikan 30 mg
prednisolon tiap hari untuk 5-10 hari tergantung derajad eksaserbasi. Bila
asma membaik, obat bisa dihentikan atau ditappering.
Antikolinergik
Obat antikolinergik inhalasi (ipratropium bromida, oxitropium bromida)
adalah bronkodilator yang memblokade jalur eferen vagal postganglion.
Obat ini menyebabkan bronkodilatasi dengan cara mengurangi tonus
vagal intrinsik saluran nafas. Juga memblokade refleks bronkokonstriksi
yang disebabkan iritan inhalasi. Obat ini mengurangi reaksi alergi fase
dini dan lambat juga reaksi setelah exercise. Dibanding beta2-agonis,
kemampuan bronkodilatornya lebih lemah, juga mempunyai onset kerja
yang lambat (30-60 menit untuk mencapai efek maksimum). Efek
sampingnya adalah menyebabkan mulut kering dan rasa tidak enak.
Teofilin Short Acting
Aminofilin atau teofilin short acting tidak efektif untuk mengontrol gejala
10
asma persisten karena fluktuasi yang besar didalam konsentrasi teofilin
serum. Obat ini dapat diberikan pada pencegahan exercise induced asthma
dan menghilangkan gejalanya. Perannya dalam eksaserbasi masih
kontroversi. Pada pemberian beta2-agonis yang efektif, obat ini tidak
memberi keuntungan dalam bronkodilatasi, tapi berguna untuk
meningkatkan respiratory drive atau memperbaiki fungsi otot respirasi dan
memperpanjang respon otot polos terhadap beta2-agonis short acting.
Beta2-Agonis Oral Short Acting
Merupakan bronkodilator yang merelaksasi otot polos saluran nafas.
Dapat dipakai pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat inhalasi.
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN PADA KASUS:
A. Gliseril Guaiakolat (Guaifenesin / GG)
nama dagang Gliseril guaikolat
Dosis dewasa :
liquid/syrup, dosis secara oral 200 to 400 mg setiap 4 jam; dosis maksimum
2400 mg/hari
Dosis anak-anak :
11
12 tahun keatas : liquid/syrup, dosis secara oral 200 sampai 400
mg setiap 4 jam; dosis maksimum 2400 mg/hari.
6-12 tahun : liquid/syrup, dosis secara oral 100 sampai 200 mg
setiap 4 jam; dosis maksimum 1200 mg/hari.
2-6 tahun : liquid/syrup, dosis secara oral 50 sampai 100 mg setiap
4 jam; dosis maksimum 600 mg/hari
2 tahun kebawah perlu penyesuaian dosis secara individual, pada
umumnya digunakan dosis 25 sampai 50 mg secara oral setiap 4 jam; dosis
maksimum 300 mg/hari.
Cara pemberian :
Secara oral : minum bersama dengan segelas penuh air, dapat digunakan
bersamaan atau tidak bersama makanan
indikasi: Produksi sputum yang tidak normal. Batuk.
kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap produk guaifenesin
Efek samping yang sering muncul adalah mual dan muntah
interaksi
Dengan Obat Lain : -
Dengan Makanan : -
mekanisme kerja
12
GG memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan
mengurangi kekentalan sputum yang terdapat di trakhea dan bronki. Dapat
meningkatkan reflek batuk dan memudahkan untuk membuang sputum. Akan
tetapi bukti objektif masih sedikit.
bentuk sediaan
Tablet, Larutan
parameter monitoring
1. Produktivitas batuk, konsistensi dan volume sputum.
2. Tingkat keparahan batuk
3. Efek samping (nausea, mengantuk).
stabilitas penyimpanan
Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat penyimpanan.
Simpan dalam wadah yang tertutup rapat.
informasi pasien
Gunakan segelas air untuk membantu menelan
13
B. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid dari tumbuhan Ephedra vulgaris. Penggunaan
utamanya adalah pada asam berkat efek bronchodilatasi kuat (β2), sebagai
decongestivum dan midriatikum yang kurang merangsang dibandingkan
dengan adrenalin. Resorpsinya dari usus baik, bronchodilatasi sudah nampak
dalam 15-60 menit dan bertahan 2-5 jam. Plasma t ½ nya 3-6 jam tergantung
dari pH. Dalam hati sebagian zat dirombak; ekskresinya berlangsung lewat
urin khusus secara utuh. Dosis pada asma 3-4 dd 25-50 mg (-HCl), anak-anak
2-3 mg/kg sehari dalam 4-6 dosis. Tetes hidung larutan-sulfat 0,5-2%, dalam
tetes mata 3-4%.
KONTRA INDIKASI
Hipertiroidisme, hipertensi, gangguan jantung, glaukoma sudut sempit.
PERHATIAN
Wanita hamil, ibu menyusui, anak berusia kurang dari 5 tahun.
Gangguan fungsi hati.
Bukan untuk serangan asma parah.
Interaksi obat : penghambat mono amin oksidase (MAOI), Guanetidin.
EFEK SAMPING
Takhikardia, gelisah, insomnia (susah tidur), sakit kepala, eksitasi, aritmia
ventrikular.
INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL
C: Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik
atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada
wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat
14
seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan
terhadap bahaya potensial pada janin.
KEMASAN
Tablet 25 mg x 1000 butir.
DOSIS
Dewasa : 3 kali sehari 1 tablet.
Anak berusia 6-12 tahun : 3 kali sehari 1/2 tablet.
PENYAJIAN
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak.
C. Parasetamol (acetaminophen)
Indikasi:
Parasetamol digunakan untuk mengobati berbagai kondisi seperti sakit kepala,
nyeri otot, artritis, sakit punggung, sakit gigi, pilek, dan demam.
Acetaminophen juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum
dalam panduan pengobatan.
Mekanisme Aksi:
Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus
hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para. Senyawa ini
dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam
sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-
aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan
perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa
penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti
15
inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk
teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk
membentuk senyawa penyebab inflamasi. Sebagaimana diketahui bahwa
enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat
menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat
berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol
menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut
terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang
tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga
menghambat aksi anti inflamasi.
Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada
tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk
menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.
Rute Pemberian: Oral
Farmakokinetik: Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya
meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang
dikeluarkan lewat ginjal.
Kontraindikasi: gangguan fungsi hati berat, hipersensitif terhadap parasetamol
dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase.
Efek Samping: Jarang, nausea, reaksi hipersensitivitas
16
Ibu hamil: Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui
namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar
benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.
D. AMPICILIN
Obat ( Antimikroba)
Farmakodinamik Absorpsi :Peroral, diabsorpsi
secara tidak lengkap.
Distribusi : keseluruh tubuh
baik.semua penisilin melewati
plasenta,tetapi tidak satupun
menimbulkan efek teratogenik
Metabolisme: Metabolisme obat
pada tubuh penjamu biasanya tidak
bermakna,tetapi beberapa penisilin
G seperti ditunjukan terjadi pada
penderita gagal fungsi ginjal.
Ekskresi : Jalan utama
eskresi melalui sistem eskresi asam
organik (tubulus) di ginjal,sama
seperti filtrasi glomerulus.
Mekanisme kerja obat Penisilin mempengaruhi langkah
akhir sintesis dinding sel
bakteri(transpeptidase atau ikatan
silang) ; sehingga membran kurang
stabil secara osmotik lisis sel dapat
terjadi.
Spektrum Broad spectrum.
Aktivitas Bakteriosidal.
17
Indikasi - Pnemonia Pnemokokal
(Gram positif coccus),
- Listeriosis (gram postif
basilus),
- Gonorrhea(gram negative
coccus),
- sifilis (gram negative
basilus)
Indikasi lainnya meningitis yang mengalami
inflamasi.
Efek samping - Hipersensitivitas
- Diare
- nefritis
- gangguan fungsi ginjal
- Gangguan pembekuan
darah
- Toksisitas kation
Kontraindikasi terhadap bakteri yang kurang
mengandung peptidoglikan
Peringatan -
Regimen dosis Dewasa: 250-500 mg/hari
Frekuensi pemberian 4 kali sehari
Rute pemberian obat Peroral
Durasi terapi 10-14 hari
E. DEXAMETHASONE
Mekanisme kerja:
18
Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan
dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametason bekerja dengan
menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-
inflamasi Deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon
jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang
mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormone memasuki sel melewati membrane plasma secara difusi
pasif. Hanya di jaringan target hormone ini bereaksi dengan reseptor protein
yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-
steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak
menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin.
Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi
sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid.
Metabolisme :Hati
Distribusi : 90% terikat protein plasma
Ekskresi : di Ginjal
INDIKASI :
Deksametason digunakan sebagai imunosupresan/antialergi, anti-inflamasi
pada keadaan-keadaan yang memerlukan terapi dengan glukokortikoid :
Reaksi alergi, seperti asma bronkial, dermatitis atopik, alergi obat, rinitis
alergi.
Gangguan kolagen, seperti reumatik, karditis akut, lupus eritematosus
sistemik.
Reumatik, seperti rematoid arthritis, ankilosing spondilitis, arthritis gout akut.
Gangguan dermatologik, seperti eksim, neurodermatitis, pemfigus.
19
Alergi dan inflamasi akut dan kronik pada mata, seperti konjungtivitis,
keratitis, neuritis optik.
Gangguan pernafasan, seperti gejala-gejala sarkoidosis, pneumonitis.
Gangguan hematologik, seperti trombositopenia, eritoblastopenia.
Gangguan neoplastik, seperti leukemia, limfoma.
Gangguan gastrointestinal, seperti kolitis, enteritis.
Edema serebral.
DOSIS :
* Dosis dewasa : - Dosis awal bervariasi : 0,75 – 9 mg sehari
tergantung pada berat ringannya penyakit.
- Pada penyakit yang ringan : dosis dibawah 0,75 mg sehari.
F. - Pada penyakit yang berat : dosis diatas 9 mg sehari.
* Dosis anak-anak : = 1 tahun : 0,1 – 0,25 mg
1 – 5 tahun : 0,25 – 1 mg
6 – 12 tahun : 0,25 – 2 mg
EFEK SAMPING :
Efek samping terapi jangka pendek hampir tidak ada.
Penggunaan Deksametason jangka panjang dapat mengakibatkan kelemahan
otot, mudah terkena infeksi, gangguan keseimbangan cairan tubuh dan
elektrolit, kelainan mata, gangguan sistem endokrin, gangguan saluran
pencernaan, sakit kepala atau atropi kulit.
KONTRA INDIKASI :
Penderita yang hipersensitif terhadap Deksametason dan penderita infeksi
jamur sistemik.
20
INTERAKSI OBAT :
Obat penginduksi enzim mikrosomal hati, seperti rifampisin, fenitoin,
fenobarbital, meningkatkan metabolisme Deksametason.
Obat anti-inflamasi nonsteroid, seperti indometasin dapat meningkatkan
resiko tukak gastrointestinal, dan dengan salisilat dapat menurunkan
konsentrasi salisilat dalam serum. Anti-diabetik, seperti tiasida, furosemida
dan amfoterisina B akan meningkatkan pengurangan kalium. Efek vaksin dan
toksoid diminimalkan karena efek Deksametason menghambat respon
antibodi.
PERHATIAN :
Hati-hati penggunaan pada penderita diabetes melitus, tuberculosis,
osteoporosis, kelainan mental, kardiomiopati, hipertensi, insufisiensi ginjal,
wanita hamil, ibu menyusui dan anak-anak.
Penghentian terapi harus secara bertahap.
Sebelum dan selama terapi jangka panjang harus dilakukan kontrol terhadap
ECG, tekanan darah, radiogram dada dan tulang punggung, kadar gula darah,
hematopoieitic, keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
3. Perbandingan antara adrenalin, isoproterenol dan salbutamol:
a. Adrenalin : adrenalin adalah bronkodilator non spesifik yag bekerja pada
reseptor beta1 maupun beta2-adrenergik. Adrenalin tidak boleh digunakan
pada orang dengan penyakit jantung karena bersifat inotropik dan
kronotropik bagi jantung.
b. Isoproterenol : isoproterenol adalah bronkodilator beta2-adrenergik yang
relatif selektif. Isoproterenol diindikasikan untuk menghilangkan
bronkospasme yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif kronik.
21
Efek farmakologis obat agonis adrenergik beta, termasuk isoproterenol,
paling tidak sebagian disebabkan oleh stimulasi melalui reseptor
adrenergik beta siklase adenyl intraseluler, enzim yang mengkatalisis
konversi dari adenosin trifosfat (ATP) untuk siklik-3 ', 5'-adenosin
monofosfat (AMP c-). Peningkatan c-AMP tingkat berhubungan dengan
relaksasi otot polos bronkus dan penghambatan pelepasan mediator dari
sel-sel hipersensitif, terutama dari sel mast.
c. Salbutamol : Salbutamol adalah agen 2-adrenomimetic selektif
merangsang terutama 2-adrenergik reseptor dan pada tingkat lebih rendah
1-adrenergik reseptor dalam miokardium. Stimulasi dari 2 reseptor
menyebabkan aktivasi adenilat siklase dan akumulasi cAMP, perubahan
dalam aktivitas transferase metil, penurunan konsentrasi ion kalsium
intraseluler. Karena ini relaksasi otot polos bronkus perubahan dan
penghambatan degranulasi sel mast berkembang. Tindakan antiasthmatic
dari salbutamol adalah terkait dengan penurunan edema dan sekresi
lendir. Obat ini tidak memiliki pengaruh pada aktivitas jantung, dan tidak
ada takikardia dan peningkatan tekanan darah.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mims.com/Indonesia/drug/search/
Mycek Mary J, 2000, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika:Jakarta.
Soedarmo, Poorwo, S, dkk,. (2008). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
Tjay Tan Hoan, 2002, Obat – Obat Penting, PT.Elex Media Komputindo : Jakarta.
23