farmakologi respirologi

35
Kasus Indra, anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa ke rumah IGD oleh ibunya karena terjadi dispnue dan wheezing sejak tadi malam. Ia juga menderita batuk yag produktif dengan sputum yang purulen dan demam sejak tiga hari yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan diaphoresis, dispnue, takikardia, dan takipnue. Respiratory rate 42 x/menit dan denyut nadi 120 x/menit dan suhu tubuhnya 39,2°C. BB 20 kg dan TB 110 cm. Diagnosis: serangan akut asma bronchial. Dokter memberinya Efedrin, Dexamethasone, Acetaminophen, Glyceril guayakolat, dan Ampisilin. 1

Upload: ummi-kaltsum-barchia

Post on 28-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembahasan

TRANSCRIPT

Page 1: farmakologi respirologi

Kasus

Indra, anak laki-laki berusia 4 tahun dibawa ke rumah IGD oleh ibunya

karena terjadi dispnue dan wheezing sejak tadi malam. Ia juga menderita

batuk yag produktif dengan sputum yang purulen dan demam sejak tiga hari

yang lalu.

Pemeriksaan fisik didapatkan diaphoresis, dispnue, takikardia, dan takipnue.

Respiratory rate 42 x/menit dan denyut nadi 120 x/menit dan suhu tubuhnya

39,2°C. BB 20 kg dan TB 110 cm.

Diagnosis: serangan akut asma bronchial.

Dokter memberinya Efedrin, Dexamethasone, Acetaminophen, Glyceril

guayakolat, dan Ampisilin.

1

Page 2: farmakologi respirologi

LO

1. Sebutkan obat-obatan yag berperan dalam pengobatan asma!

2. Jelaskan pharmacological properties dari oabt-oabat bronkodilator

(agonis adrenergik)!

3. Bandingkan pharmacological properties adrenalin dengan

isoproterenol, salbutamol diantara obat-obat bronkodilator!

2

Page 3: farmakologi respirologi

PEMBAHASAN

1. Obat-obatan yang digunakan dalam mengobati asma:

2. Obat yang digunakan dalam penggunaan asma (penjelasan nomor 1):

Dalam menetapkan rencana pengobatan jangka panjang untuk mencapai dan

menjaga agar gejala asma terkontrol dengan memakai obat-obatan asma. Obat

asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan

obstruksi saluran nafas, terdiri dari obat controller dan reliever.

OBAT CONTROLLER

Controller adalah obat yang diminum harian dan jangka panjang dengan

tujuan untuk mencapai dan menjaga asma persisten yang terkontrol. Terdiri

dari obat antiinflamasi dan bronkodilator long acting. Kortikosteroid inhalasi

merupakan controller yang paling efektif. Obat controller juga sering disebut

sebagai obat profilaksis, preventif atau maintenance. Obat controller termasuk

Kortikosteroid inhalasi, Kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat dan

sodium nedokromil, teofilin lepas lambat, beta2-agonist long acting inhalasi

3

bronkodilator

beta agonismetilxantinantikolinergik

antiinflamasi

kortikosteroidpenstabil sel mastanti-antibodi

antileukotrien

lipooksigenase inhibitorreceptor inhibitor

Page 4: farmakologi respirologi

dan oral, dan mungkin ketotifen atau antialergi oral lain.

Kortikosteroid

Rute pemberian bisa secara inhalasi ataupun sistemik (oral atau

parenteral). Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum

diketahui secara pasti. Beberapa yang ditawarkan adalah berhubungan

dengan metabolisme asam arakidonat, juga sintesa leukotrien dan

prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovaskuler, menghambat

produksi dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang

dan meningkatkan respon reseptor beta pada otot polos saluran nafas.

Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam

memperbaiki fungsi paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas,

mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan

memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang

kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat

karena dapat menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang

dan mengurangi efek samping sistemik.

Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding

parenteral. Jika kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang,

harus diperhatikan mengenai efek samping sistemiknya. Prednison,

prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid oral pilihan

karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang

relatif pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lain

menyatakan kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan

penyakit akut, pasien yang tidak tertangani dengan baik memakai

bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi lebih jelek

walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik.

Efek samping lokal kortikosteroid inhalasi adalah kandidiasis orofaring,

disfonia dan kadang batuk. Efek samping sistemik tergantung dari potensi,

bioavailabilitas, absorpsi di usus, metabolisme di hepar dan waktu

4

Page 5: farmakologi respirologi

paruhnya. Beberapa studi menyatakan bahwa dosis diatas 1 mg perhari

beclometason dipropionat atau budesonid atau dosis ekuivalen

kortikosteroid lain, berhubungan dengan efek sistemik termasuk

penebalan kulit dan mudah luka, supresi adrenal dan penurunan

metabolisme tulang. Efek sistemik pemakaian jangka panjang

kortikosteroid oral adalah osteoporosis, hipertensi arterial, diabetes

melitus, supresi HPA aksis, katarak, obesitas, penipisan kulit dan

kelemahan otot.

Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian

kortikosteroid untuk pencegahan jangka panjang berdasarkan beratnya

asma pada orang dewasa sebagai berikut:

1

.

Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan

steroid preventif, bila perlu dapat dipakai steroid oral jangka

pendek.

2

.

Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400

mcg/hari beclometason dipropionat, budesonid atau

ekuivalennya.

3

.

Asma persisten sedang (step 3) memerlukan inhalasi 800-2000

mcg/hari

4

.

Asma persisten berat (step 4) memerlukan 800-2000 mcg/hari

atau lebih.

Sesuai dengan anjuran ini, pengobatan dengan dosis maksimal (800-1500

mcg/hari) selama 1-2 minggu diperlukan untuk mengendalikan proses

inflamasi secara cepat, dan kemudian dosis diturunkan sampai dosis terendah

(200-800 mcg/hari) yang masih dapat mengendalikan penyakit.

Kortikosteroid 2

Macam Potensi

Antiinfla

masi

Potensi 

Ekuiva

len

Pote

nsi

Rete

nsi

Wakt

u

Paruh

Biolo

5

Page 6: farmakologi respirologi

(mg) Na gik

Cortisol 1 20 2+ 8-12

Cortison 0.8 25 2+ 8-12

Prednison 3.5 5 1+ 18-36

Prednisolon 4 5 1+ 18-36

Methylpredniso

lone5 4 0 18-36

Triamcinolon 5 4 0 18-36

Parametason 10 2 0 36-54

Betametason 25 0.6 0 36-54

Dexamethason 30 0.75 0 36-54

Sodium Kromoglikat dan Sodium Nedokromil

Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme

kerja yang pasti belum diketahui. Obat ini terutama menghambat

pelepasan mediator yang dimediasi oleh IgE dari sel mast dan mempunyai

efek supresi selektif terhadap sel inflamasi yang lain (makrofag, eosinofil,

monosit). Obat ini diberikan untuk pencegahan karena dapat menghambat

reaksi asma segera dan reaksi asma lambat akibat rangsangan alergen,

latihan, udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian jangka panjang

menyebabkan penurunan nyata dari jumlah eosinofil pada cairan BAL dan

penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik. Bisa digunakan jangka

panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan frekuensi

eksaserbasi.

Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih

besar dibanding sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul,

nedokromil menghambat aktivasi dan pelepasan mediator dari beberapa

sel inflamasi. Juga sebagai pencegahan begitu asma timbul.

6

Page 7: farmakologi respirologi

Teofilin Lepas Lambat

Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada

penatalaksanaan asma. Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator

masih belum diketahui, tetapi mungkin karena teofilin menyebabkan

hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE IV, yang

berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan menyebabkan

bronkodilatasi.

Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar,

termasuk efek antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi

asma segera dan lambat segera setelah paparan dengan alergen. Beberapa

studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik terhadap inflamasi kronis

pada asma.

Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan

teofilin lepas lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan

memperbaiki fungsi paru. Karena mempunyai masa kerja yang panjang,

obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal yang menetap

walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.

Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan

banyak sistem organ yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan

muntah adalah gejala awal yang paling sering. Pada anak dan orang

dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek kardiopulmoner adalah

takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat pernafasan.

Dosis golongan methyl xantine adalah 5 mg/Kg BB dalam 10-15 menit

untuk loading dose dan 20 mg/Kg BB/24 jam untuk dosis pemeliharaan

dengan dosis maksimum 1500 mg/24 jam. Adapun therapeutic dose

adalah 10-20 mg/dl.

Beta2-Agonis Long Acting

Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai

7

Page 8: farmakologi respirologi

durasi kerja panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah

melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang menyebabkan aktivasi

dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik AMP . Beta2-

agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos saluran

nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas

vaskuler dan dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Juga menghambat reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi induksi

oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat

induksi histamin. Walaupun posisi beta2-agonis inhalasi long acting masih

belum ditetapkan pasti dalam penatalaksanaan asma, studi klinis

mendapatkan bahwa pengobatan kronis dengan obat ini dapat

memperbaiki skor gejala, menurunkan kejadian asma nokturnal,

memperbaiki fungsi paru dan mengurangi pemakaian beta2-agonis

inhalasi short acting. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler,

tremor otot skeletal dan hipokalemi.

Mekanisme aksi dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat

inhalasi. Obat ini dapat menolong untuk mengontrol gejala nokturnal

asma. Dapat dipakai sebagai tambahan terhadap obat kortikosteroid

inhalasi, sodium kromolin atau nedokromil kalau dengan dosis standar

obat-obat ini tidak mampu mengontrol gejala nokturnal. Efek samping

bisa berupa stimulasi kardiovaskuler, kelemahan dan tremor otot skeletal.

Reseptor Leukotrien Antagonis 

Adalah suatu reseptor peptida leukotrien antagonis (LTRA) dengan nama

kimia 4-(5-cyclopentyloxy-carbonylamino-1-mathyl-indol-3l methylll) -3-

methoxy-N-o-tolysulfonyl benzizamide, dengan berat molekul 575,7

dengan rumus empiriknya C31H33N3O6S. Dibuat secara sintetis dengan

nama Zafirlikast. LTRA adalah suatu reseptor leukotrien (LTD4dan LTE4)

antagonis yang selektif dan kompetitif, dimana LTD4 dan LTE4 adalah

komponen dari SRS-A yang berperan besar terhadap patofisiologi

8

Page 9: farmakologi respirologi

terjadinya serangan asma yang menimbulkan bronkokonstriksi, udema

saluran nafas, kontraksi otot polos dan aktivasi sel-sel radang sehingga

terbentuk mediator inflamasi yang menimbulkan keluhan pada penderita

asma. Penderita asma mempunyai kepekaan terhadap LTD4 25 sampai

100 kali disbanding orang normal. Diserap cepat bila diberikan peroral,

konsentrasi dalam darah mencapai puncak setelah 3 jam, 99% terikat pada

albumin, disekresi lewat feses setelah melewati proses enzimatik pada

jalur cytocrome P450 2c9 (CYP2C9). Waktu paruhnya 8-16 jam, pada

penderita dengan gangguan faal hati, waktu paruhnya menjadi lebih

panjang. LTRA pada penderita asma dapat digunakan sebagai obat asma

dan pencegahan asma.

LTRA bukanlah bronkodilator dan digunakan untuk asma kronis disaat

bebas keluhan. Kemasan berupa tablet 20 mg dan 10 mg, diminum 2 kali

sehari untuk dewasa dan anak, pagi dan sore hari. Indikasinya untuk

pencegahan dan pengobatan asma kronis. Tidak boleh diberikan pada saat

serangan akut dan saat terjadi status asmatikus, namun boleh diberikan

saat terjadi eksaserbasi. Dapat dipakai untuk mencegah terjadinya exercise

induce asthma.

OBAT RELIEVER

Obat reliever bekerja cepat untuk menghilangkan bronkokonstriksi dan gejala

akut lain yang menyertai. Yang termasuk dalam golongan ini adalah inhalasi

beta2-agonis short acting, kortikosteroid sistemik, antikolinergik inhalasi,

teofilin short acting dan beta2-agonis oral short acting.

Beta2-Agonis Inhalasi Short Acting (SABA)

Seperti beta2-agonis yang lain, obat ini menyebabkan relaksasi otot polos

saluran nafas, meningkatkan klirens mukosilier, mengurangi permeabilitas

vaskuler dan mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.

9

Page 10: farmakologi respirologi

Merupakan obat pilihan untuk asma eksaserbasi akut dan pencegahan

exercise induced asthma. Juga dipakai untuk mengontrol bronkokonstriksi

episodik. Pemakaian obat ini untuk pengobatan asma jangka panjang tidak

dapat mengontrol gejala asma secara memadai, juga terhadap variabilitas

peak flow atau hiperrespon saluran nafas. Hal ini juga dapat menyebabkan

perburukan asma dan meningkatkan kebutuhan obat antiinflamasi.

Kortikosteroid Sistemik

Walaupun onset dari obat ini adalah 4-6 jam, obat ini penting untuk

mengobati eksaserbasi akut yang berat karena dapat mencegah

memburuknya eksaserbasi asma, menurunkan angka masuk UGD atau

rumah sakit, mencegah relaps setelah kunjungan ke UGD dan

menurunkan morbiditas.Terapi oral lebih dipilih, dan biasanya dilanjutkan

3-10 hari mengikuti pengobatan lain dari eksaserbasi. Diberikan 30 mg

prednisolon tiap hari untuk 5-10 hari tergantung derajad eksaserbasi. Bila

asma membaik, obat bisa dihentikan atau ditappering.

Antikolinergik

Obat antikolinergik inhalasi (ipratropium bromida, oxitropium bromida)

adalah bronkodilator yang memblokade jalur eferen vagal postganglion.

Obat ini menyebabkan bronkodilatasi dengan cara mengurangi tonus

vagal intrinsik saluran nafas. Juga memblokade refleks bronkokonstriksi

yang disebabkan iritan inhalasi. Obat ini mengurangi reaksi alergi fase

dini dan lambat juga reaksi setelah exercise. Dibanding beta2-agonis,

kemampuan bronkodilatornya lebih lemah, juga mempunyai onset kerja

yang lambat (30-60 menit untuk mencapai efek maksimum). Efek

sampingnya adalah menyebabkan mulut kering dan rasa tidak enak.

Teofilin Short Acting

Aminofilin atau teofilin short acting tidak efektif untuk mengontrol gejala

10

Page 11: farmakologi respirologi

asma persisten karena fluktuasi yang besar didalam konsentrasi teofilin

serum. Obat ini dapat diberikan pada pencegahan exercise induced asthma

dan menghilangkan gejalanya. Perannya dalam eksaserbasi masih

kontroversi. Pada pemberian beta2-agonis yang efektif, obat ini tidak

memberi keuntungan dalam bronkodilatasi, tapi berguna untuk

meningkatkan respiratory drive atau memperbaiki fungsi otot respirasi dan

memperpanjang respon otot polos terhadap beta2-agonis short acting.

Beta2-Agonis Oral Short Acting

Merupakan bronkodilator yang merelaksasi otot polos saluran nafas.

Dapat dipakai pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat inhalasi.

OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN PADA KASUS:

A. Gliseril Guaiakolat (Guaifenesin / GG)

nama dagang Gliseril guaikolat

Dosis dewasa :

liquid/syrup, dosis secara oral 200 to 400 mg setiap 4 jam; dosis maksimum

2400 mg/hari

Dosis anak-anak :

11

Page 12: farmakologi respirologi

12 tahun keatas : liquid/syrup, dosis secara oral 200 sampai 400

mg setiap 4 jam; dosis maksimum 2400 mg/hari.

6-12 tahun : liquid/syrup, dosis secara oral 100 sampai 200 mg

setiap  4 jam; dosis maksimum 1200 mg/hari.

2-6 tahun : liquid/syrup, dosis secara oral 50 sampai 100 mg setiap

4 jam; dosis maksimum 600 mg/hari

2 tahun kebawah perlu penyesuaian dosis secara individual, pada

umumnya digunakan dosis 25 sampai 50 mg secara oral setiap 4 jam; dosis

maksimum 300 mg/hari.

Cara pemberian :

Secara oral : minum bersama dengan segelas penuh air, dapat digunakan

bersamaan atau tidak bersama makanan

indikasi: Produksi sputum yang tidak normal. Batuk.

kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap produk guaifenesin

Efek samping yang sering muncul adalah mual dan muntah

interaksi

Dengan Obat Lain : -

Dengan Makanan : -

mekanisme kerja

12

Page 13: farmakologi respirologi

GG memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan

mengurangi kekentalan sputum yang terdapat di trakhea dan bronki. Dapat

meningkatkan reflek batuk dan memudahkan untuk membuang sputum. Akan

tetapi bukti objektif masih sedikit.

bentuk sediaan

Tablet, Larutan

parameter monitoring

1. Produktivitas batuk, konsistensi dan volume sputum.

2. Tingkat keparahan batuk

3. Efek samping (nausea, mengantuk).

stabilitas penyimpanan

Serbuk Guaifenesin cenderung menggumpal pada saat penyimpanan.

Simpan dalam wadah yang tertutup rapat.

informasi pasien

Gunakan segelas air untuk membantu menelan

13

Page 14: farmakologi respirologi

B. Efedrin

Efedrin adalah alkaloid dari tumbuhan Ephedra vulgaris. Penggunaan

utamanya adalah pada asam berkat efek bronchodilatasi kuat (β2), sebagai

decongestivum dan midriatikum yang kurang merangsang dibandingkan

dengan adrenalin. Resorpsinya dari usus baik, bronchodilatasi sudah nampak

dalam 15-60 menit dan bertahan 2-5 jam. Plasma t ½ nya 3-6 jam tergantung

dari pH. Dalam hati sebagian zat dirombak; ekskresinya berlangsung lewat

urin khusus secara utuh. Dosis pada asma 3-4 dd 25-50 mg (-HCl), anak-anak

2-3 mg/kg sehari dalam 4-6 dosis. Tetes hidung larutan-sulfat 0,5-2%, dalam

tetes mata 3-4%.

KONTRA INDIKASI

Hipertiroidisme, hipertensi, gangguan jantung, glaukoma sudut sempit.

PERHATIAN

Wanita hamil, ibu menyusui, anak berusia kurang dari 5 tahun.

Gangguan fungsi hati.

Bukan untuk serangan asma parah.

Interaksi obat : penghambat mono amin oksidase (MAOI), Guanetidin.

EFEK SAMPING

Takhikardia, gelisah, insomnia (susah tidur), sakit kepala, eksitasi, aritmia

ventrikular.

INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL

C: Penelitian pada hewan menunjukkan efek samping pada janin ( teratogenik

atau embriosidal atau lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada

wanita atau penelitian pada wanita dan hewan belum tersedia. Obat

14

Page 15: farmakologi respirologi

seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan

terhadap bahaya potensial pada janin.

KEMASAN

Tablet 25 mg x 1000 butir.

DOSIS

Dewasa : 3 kali sehari 1 tablet.

Anak berusia 6-12 tahun : 3 kali sehari 1/2 tablet.

PENYAJIAN

Dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau tidak.

C. Parasetamol (acetaminophen)

Indikasi:

Parasetamol digunakan untuk mengobati berbagai kondisi seperti sakit kepala,

nyeri otot, artritis, sakit punggung, sakit gigi, pilek, dan demam.

Acetaminophen juga dapat digunakan untuk tujuan yang tidak tercantum

dalam panduan pengobatan.

Mekanisme Aksi:

Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus

hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para. Senyawa ini

dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam

sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-

aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.

 

Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan

perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa

penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti

15

Page 16: farmakologi respirologi

inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk

teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk

membentuk senyawa penyebab inflamasi. Sebagaimana diketahui bahwa

enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat

menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat

berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

 

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol

menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut

terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang

tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga

menghambat aksi anti inflamasi.

 

Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada

tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk

menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.

Rute Pemberian: Oral

Farmakokinetik: Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya

meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang

dikeluarkan lewat ginjal.

Kontraindikasi: gangguan fungsi hati berat, hipersensitif terhadap parasetamol

dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase.

Efek Samping: Jarang, nausea, reaksi hipersensitivitas

16

Page 17: farmakologi respirologi

Ibu hamil: Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui

namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar

benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.

D. AMPICILIN

Obat ( Antimikroba)

Farmakodinamik Absorpsi :Peroral, diabsorpsi

secara tidak lengkap.

Distribusi : keseluruh tubuh

baik.semua penisilin melewati

plasenta,tetapi tidak satupun

menimbulkan efek teratogenik

Metabolisme: Metabolisme obat

pada tubuh penjamu biasanya tidak

bermakna,tetapi beberapa penisilin

G seperti ditunjukan terjadi pada

penderita gagal fungsi ginjal.

Ekskresi : Jalan utama

eskresi melalui sistem eskresi asam

organik (tubulus) di ginjal,sama

seperti filtrasi glomerulus.

Mekanisme kerja obat Penisilin mempengaruhi langkah

akhir sintesis dinding sel

bakteri(transpeptidase atau ikatan

silang) ; sehingga membran kurang

stabil secara osmotik lisis sel dapat

terjadi.

Spektrum Broad spectrum.

Aktivitas Bakteriosidal.

17

Page 18: farmakologi respirologi

Indikasi - Pnemonia Pnemokokal

(Gram positif coccus),

- Listeriosis (gram postif

basilus),

- Gonorrhea(gram negative

coccus),

- sifilis (gram negative

basilus)

Indikasi lainnya meningitis yang mengalami

inflamasi.

Efek samping - Hipersensitivitas

- Diare

- nefritis

- gangguan fungsi ginjal

- Gangguan pembekuan

darah

- Toksisitas kation

Kontraindikasi terhadap bakteri yang kurang

mengandung peptidoglikan

Peringatan -

Regimen dosis Dewasa: 250-500 mg/hari

Frekuensi pemberian 4 kali sehari

Rute pemberian obat Peroral

Durasi terapi 10-14 hari

E. DEXAMETHASONE

Mekanisme kerja:

18

Page 19: farmakologi respirologi

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan

dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametason bekerja dengan

menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-

inflamasi Deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon

jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang

mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormone memasuki sel melewati membrane plasma secara difusi

pasif. Hanya di jaringan target hormone ini bereaksi dengan reseptor protein

yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-

steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak

menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin.

Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi

sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid.

Metabolisme :Hati

Distribusi : 90% terikat protein plasma

Ekskresi : di Ginjal

INDIKASI :

Deksametason digunakan sebagai imunosupresan/antialergi, anti-inflamasi

pada keadaan-keadaan yang memerlukan terapi dengan glukokortikoid :

Reaksi alergi, seperti asma bronkial, dermatitis atopik, alergi obat, rinitis

alergi.

Gangguan kolagen, seperti reumatik, karditis akut, lupus eritematosus

sistemik.

Reumatik, seperti rematoid arthritis, ankilosing spondilitis, arthritis gout akut.

Gangguan dermatologik, seperti eksim, neurodermatitis, pemfigus.

19

Page 20: farmakologi respirologi

Alergi dan inflamasi akut dan kronik pada mata, seperti konjungtivitis,

keratitis, neuritis optik.

Gangguan pernafasan, seperti gejala-gejala sarkoidosis, pneumonitis.

Gangguan hematologik, seperti trombositopenia, eritoblastopenia.

Gangguan neoplastik, seperti leukemia, limfoma.

Gangguan gastrointestinal, seperti kolitis, enteritis.

Edema serebral.

DOSIS :

* Dosis dewasa : - Dosis awal bervariasi : 0,75 – 9 mg sehari

tergantung pada berat ringannya penyakit.

- Pada penyakit yang ringan : dosis dibawah 0,75 mg sehari.

F. - Pada penyakit yang berat : dosis diatas 9 mg sehari.

* Dosis anak-anak : = 1 tahun : 0,1 – 0,25 mg

1 – 5 tahun : 0,25 – 1 mg

6 – 12 tahun : 0,25 – 2 mg

EFEK SAMPING :

Efek samping terapi jangka pendek hampir tidak ada.

Penggunaan Deksametason jangka panjang dapat mengakibatkan kelemahan

otot, mudah terkena infeksi, gangguan keseimbangan cairan tubuh dan

elektrolit, kelainan mata, gangguan sistem endokrin, gangguan saluran

pencernaan, sakit kepala atau atropi kulit.

KONTRA INDIKASI :

Penderita yang hipersensitif terhadap Deksametason dan penderita infeksi

jamur sistemik.

20

Page 21: farmakologi respirologi

INTERAKSI OBAT :

Obat penginduksi enzim mikrosomal hati, seperti rifampisin, fenitoin,

fenobarbital, meningkatkan metabolisme Deksametason.

Obat anti-inflamasi nonsteroid, seperti indometasin dapat meningkatkan

resiko tukak gastrointestinal, dan dengan salisilat dapat menurunkan

konsentrasi salisilat dalam serum. Anti-diabetik, seperti tiasida, furosemida

dan amfoterisina B akan meningkatkan pengurangan kalium. Efek vaksin dan

toksoid diminimalkan karena efek Deksametason menghambat respon

antibodi.

 

PERHATIAN :

Hati-hati penggunaan pada penderita diabetes melitus, tuberculosis,

osteoporosis, kelainan mental, kardiomiopati, hipertensi, insufisiensi ginjal,

wanita hamil, ibu menyusui dan anak-anak.

Penghentian terapi harus secara bertahap.

Sebelum dan selama terapi jangka panjang harus dilakukan kontrol terhadap

ECG, tekanan darah, radiogram dada dan tulang punggung, kadar gula darah,

hematopoieitic, keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.

3. Perbandingan antara adrenalin, isoproterenol dan salbutamol:

a. Adrenalin : adrenalin adalah bronkodilator non spesifik yag bekerja pada

reseptor beta1 maupun beta2-adrenergik. Adrenalin tidak boleh digunakan

pada orang dengan penyakit jantung karena bersifat inotropik dan

kronotropik bagi jantung.

b. Isoproterenol : isoproterenol adalah bronkodilator beta2-adrenergik yang

relatif selektif. Isoproterenol diindikasikan untuk menghilangkan

bronkospasme yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif kronik.

21

Page 22: farmakologi respirologi

Efek farmakologis obat agonis adrenergik beta, termasuk isoproterenol,

paling tidak sebagian disebabkan oleh stimulasi melalui reseptor

adrenergik beta siklase adenyl intraseluler, enzim yang mengkatalisis

konversi dari adenosin trifosfat (ATP) untuk siklik-3 ', 5'-adenosin

monofosfat (AMP c-). Peningkatan c-AMP tingkat berhubungan dengan

relaksasi otot polos bronkus dan penghambatan pelepasan mediator dari

sel-sel hipersensitif, terutama dari sel mast.

c. Salbutamol : Salbutamol adalah agen 2-adrenomimetic selektif

merangsang terutama 2-adrenergik reseptor dan pada tingkat lebih rendah

1-adrenergik reseptor dalam miokardium. Stimulasi dari 2 reseptor

menyebabkan aktivasi adenilat siklase dan akumulasi cAMP, perubahan

dalam aktivitas transferase metil, penurunan konsentrasi ion kalsium

intraseluler. Karena ini relaksasi otot polos bronkus perubahan dan

penghambatan degranulasi sel mast berkembang. Tindakan antiasthmatic

dari salbutamol adalah terkait dengan penurunan edema dan sekresi

lendir. Obat ini tidak memiliki pengaruh pada aktivitas jantung, dan tidak

ada takikardia dan peningkatan tekanan darah.

22

Page 23: farmakologi respirologi

DAFTAR PUSTAKA

http://www.mims.com/Indonesia/drug/search/

Mycek Mary J, 2000, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika:Jakarta.

Soedarmo, Poorwo, S, dkk,. (2008). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.

Tjay Tan Hoan, 2002, Obat – Obat Penting, PT.Elex Media Komputindo : Jakarta.

23