farid esack dan pluralisme agama - institutional...

106
FARID ESACK DAN PAHAM PLURALISME AGAMA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.) Oleh Tati Castiah NIM: 9933116554 PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H./2008 M.

Upload: dangkiet

Post on 08-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

FARID ESACK DAN PAHAM PLURALISME AGAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.)

Oleh

Tati Castiah

NIM: 9933116554

PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H./2008 M.

Page 2: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

FARID ESACK DAN PAHAM PLURALISME AGAMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I.)

Oleh

Tati Castiah

NIM: 9933116554

Pembimbing,

Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan

NIP: 150062821

PROGRAM STUDI AQIDAH-FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H./2008 M.

Page 3: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA telah

diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Filsafat Islam (S. FIL. I) pada program studi Akidah Filsafat.

Jakarta, 12 Juni 2004 Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Uhulluddin dan

Filsafat

Prof. DR. H. Hasanuddin, AF,

M.A. NIP. 150 050 917

Panitian Ujian Munaqasyah

Ketua, Sekretaris,

Halimah Ismail. Hj. Dra .H.S, Asep Syarifuddin. Drs

NIP. NIP.

Pembimbing,

Abdul Aziz Dahlan. DR. Prof NIP.

Penguji I, Penguji II,

. Drs .Drs

NIP. NIP.

Page 4: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, penulis

panjatkan kepada-Nya karena atas kehendak-Nya, dan kuasa-Nya-lah akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin

menghaturkan banyak terimakasih yang tulus kepada pihak-pihak yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini:

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A.;

Pudek I Bapak Dr. Hamid Nasuhi M.A.; Pudek III Bapak Dr. Masri Mansoer,

M.A.; Ketua Jurusan Akidah Filsafat Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils.; dan

Sekretaris Jurusan Akidah Filsafat Bapak Drs. Ramlan Abdul Gani M.Ag. Penulis

juga haturkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing akademik, Bapak

Dr. Fariz Pari, M.Fils., yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing

penulis dalam proses penulisan proposal skripsi. Penulis juga sangat bersyukur

dan sangat berterimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan sebagai

dosen pembimbing, beliau telah banyak membimbing penulis dalam proses

penulisan skripsi, khususnya dalam teknik penulisan. Atas masukan dan

bimbingannya selama ini penulis haturkan banyak terimakasih yang tulus kepada

beliau.

Penulis juga tak kan pernah lupa kepada sahabat-sahabat yang telah

mensupport dan berbagi dalam banyak hal dengan penulis: “Loi” April dan

Vivannya; Ka ul, “kue pukis” Maya, “karkata” V, Fahim, Susi (terimakasih

karena mau direcokin, terutama dalam hal pinjam-meminjam buku di

perpustakaan Pasca); Tina dan nDe, yang selalu memotivasi dari jauh; T’ neng

Sri, Wati, Neli, Hida, Rositoh, Mun Ari, Chotib May, Mukhlis, Maftuhah dan si

Bontot Lis; kemudian kepada sahabat-sahabat di kelas AF: Iqbal Hasanuddin,

Page 5: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

teman semasa sekolah hingga kuliah (terimakasih ya Iq, sudah mau berbagi dalam

banyak hal, terutama ilmu); Nanang, terimakasih karena telah banyak membantu

penulis, di saat kelimpungan, khususnya dalam menghadapi urusan perkuliahan;

Tantowi, yang selalu mensupport (kapan giliran kamu wi?); “mamad” Jafar al-

Hadar, terimakasih atas pertemanannya selama ini; Hamid dan Eemnya; Pranyoto,

Baehaqi, Sun, Anita, Iik, dan Pay. Tak lupa juga sahabat-sahabat Fomacian

lainnya, tempat diskusi dan berbagi dalam banyak hal: Te Piti (nuhun nya…),

Neng Indri dan Saidimannya; Biya, Linda, Ayi, Zen, Ridwan, Empi, Ken Husni

dan Yangnya; Akib dan lisnya; Adri, Mud, Nana, Dedi, Didi, Arif dan pujinya.

Akhirnya penulis ucapkan terimakasih yang tak terkira kepada ayah, ibu,

kakak-kakak, dan ade yang telah mensupport dan mendo’akan penulis dalam

banyak hal, terutama dalam menghadapi masa perkuliahan di Universitas ini, serta

keponakan-keponakan tercinta, yang selalu dirindu disetiap saat: Hanoy, Ebi,

Kekeh, Ge Ima, Desiti, Neng, Dean, Pitpit, Bulan, dan Si Bongsor Dafiq Ar.

Terimakasih ya …

Ciputat, 10 Juli 2008

Tati Castiah

Page 6: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

PEDOMAN TRANSLITERASI

Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan Tidak dilambangakan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis di bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

Page 7: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

m Em م

n En ن

w We و

� h Ha

Apostrof ` ء

y Ye ي

Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan a ahhfat

i kasrah

u ammahd ـ

Vokal Rangkap

ai a dan i ي___

au a dan u و_ __

Vokal Panjang

â a dengan topi di atas ــ$

î i dengan topi di atas &ـــ

û u dengan topi di atas ــ'ـ

Kata Sandang

Page 8: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Kata sandang dalam sistem tulisan arab ا ل dialih akasrakan menjadi

huruf /L/, baik yang diikuti huruf syamsiyyah maupun qamariyyah.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah dalam sistem tulisan arab dialihaksarakan dengan menggandakan

huruf.

Page 9: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia, sebagai negara kepulauan, mempunyai ragam bahasa, suku,

adat istiadat dan agama, dan hal ini merupakan fenomena kini, dulu dan akan

datang yang tidak bisa dihindari dan dipungkiri.1 Dengan kondisi semacam itu,

Indonesia berada dalam situasi yang rawan bagi timbulnya pertentangan-

pertentangan sosial. Apalagi jika sudah menyentuh persoalan agama.2

Telah banyak disaksikan konflik dan kekerasan yang terjadi di bumi ini

karena alasan agama. Kerusuhan yang terjadi di Ambon dan di Poso beberapa

tahun lalu, atau pengeboman di Bali dan Hotel JW. Marriot di Kuningan adalah

fakta, yang tidak bisa bisa dipungkiri, bahwa agama menjadi salah satu faktor

pendukung terjadinya hal tersebut.3 Bahkan peristiwa 11 September 2001 yang

1Clive Gifford, “Indonesia,” dalam Henry P, dkk., ed., Ensiklopedi Geografi Dunia untuk

Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas, dkk., (Jakarta: Lentera Abadi., 2006), h. 328-333.

2Azyumardi Azra, dkk., Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia (Ciputat: INCIS,

2003), h. 25. 3“Kerusuhan Ambon,” diakses pada 10 September 2007 dari

www.hamline.edu/apakabar/basis data/1999/08/26/0037.html, sedangkan kerusuhan poso adalah

sebutan bagi serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso Sulawesi Tengah yang melibatkan

kelompok Muslim dan Kristen. Peristiwa tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu Poso I terjadi

pada 25-29 Desember 1998, Poso II 17-21 April 2000, dan Poso III 16 Mei-15 Juni 2000.

“Kerusuhan Poso,” diakses pada 10 september 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso. Peristiwa terakhir kerusuhan di Poso terjadi pada 28

Mei 2005. Pelaku kerusuhan adalah dari golongan Muslim yang membunuh pendeta dan mutilasi siswa Kristen. “Pengeboman Poso Divonis 18 Tahun,” Media Indonesia, 4 Desember 2007, h. 3.

Kemudian peristiwa pengeboman di Bali terjadi pada malam hari 12 Oktober 2002 di Kuta Pulau

Bali. “Bom Bali,” diakses pada 10 September 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2002 dan tahun 2005 terjadi tiga kali pengeboman di

Jimbaran dua kali dan di Kuta satu kali. “Bom Bali,” diakses pada 10 September 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2005. selanjutnya pengeboman JW. Marriot terjadi pada 5

Page 10: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

meruntuhkan gedung WTC di New York telah mengubah pandangan dunia

tentang agama karena pada saat peristiwa tersebut terjadi para pelakunya adalah

dari golongan kaum beragama, yakni Islam.4

Konflik dan kekerasan atas nama agama pun bisa terjadi dalam satu

agama. Dahulu, pada perempat kedua abad ke-16 M Syaikh Siti Jenar dihukum

mati di Masjid Demak oleh kelompok-kelompok Muslim bersenjata yang

dipimpin oleh Jakfar Shadiq, Susuhunan Kudus, dengan tuduhan telah

menyebarkan ajaran bid’ah yang, menurut mereka, ajarannya tersebut akan

membahayakan kerajaan dan masyarakat Muslim lainnya.5

Peristiwa serupa pun terjadi di Aceh, yakni menimpa pada para pengikut

Syaikh Hamzah al-Fansuri dan Syamsudin Sumatrani (w.1630). Mereka dihukum

bunuh karena pemikiran mereka dianggap telah membahayakan syariat oleh al-

Raniri (w.1658).6 Selain mereka dihukum bunuh, literatur yang mereka miliki

dibakar.7

agustus 2003 sekitar pukul 12.45. “Bom JW. Marriot,” diakses pada 10 September 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_ Marriot _2003 4Karen Armstrong, Perang Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk. Penerjemah

Hikmat Darmawan (Jakarta: Serambi, 2003), h. 27. 5Pemikiran Syaikh Siti Jenar yang dianggap menyesatkan adalah ajaran tauhid yang

bersifat universal khususnya tentang ajaran sasyahidan atau wahdatusyuhud. Lebih lanjut lihat

Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar, Buku Satu (Yogyakarta:

LkiS, 2003), h. xxiii-xxiv. 6Pemikiran yang dianggap menyesatkan kedua tokoh ini di antaranya adalah yang

menyatakan bahwa: alam dan manusia sama saja dengan Tuhan; wujud alam dan manusia adalah

wujud Tuhan; Tuhan itu imanen; alam itu qadim; dan ketika mereka mengatakan shatiyyat;

menurut al-Raniri mereka tidak berada dalam keadaan fana; selain itu menurut al-Raniri, keilmuan

mereka dalam pencapaian makrifat masih rendah. Lihat Abdul Hadi Widji Muthari, “Estetika

Sastera Sufistik Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-Karya Shaikh Hamzah Fansuri,” (Tesis S2

Universitas Sains Malaysia, 1996), h. 272-273. Lihat juga pemahaman lebih jauh mengenai pembahasan wahdat al-wujud Syamsuddin al-Sumatrani dan kontroversinya dengan al-Raniri,

dalam Abdul Aziz Dahlan, Penilaian Teologis atas Paham Wahdat Al Wujud (Kesatuan Wujud):

Tuhan Alam Manusia dalam Tasawuf Syamsuddin Sumatrani (Padang: IAIN IB-Press, 1999), h.

35-159. 7Lihat, Dahlan, Penilaian Teologis atas Paham Wahdat Al Wujud (Kesatuan Wujud), h.

24.

Page 11: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Peristiwa-peristiwa tersebut cukup menjelaskan bahwa ketegangan yang

terjadi di antara penganut agama yang sama dapat menimbulkan tindak kekerasan

dan kekejaman, jika terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Walaupun

misalnya, kematian Syekh Siti Jenar telah banyak menimbulkan kontroversi yang

sangat membingungkan.8 Demikian juga halnya, yang menimpa kepada para

pendahulunya sufi, al-Hallaj (w. 308 H). Pada usia 53 tahun, telah dibunuh

dengan sangat kejam oleh pemerintahan Dinasti Abbasiyah tahun 922 M/308 H.

Selain ia dipenjara dan dipertontonkan di khalayak ramai, tubuhnya disalib,

dicameti dan dilempari batu. Tangan, kaki dan lidahnya dipotong, dan matanya

dicukil. Bahkan setelah meninggal, jasadnya dibakar dan abunya di buang ke

sungai Tigris.9

Sejak dulu, hingga sekarang sejarah terus berulang-ulang menyaksikan

peristiwa tersebut. Tidak saja di negara kita, di negara lain pun sama. Hanya

karena alasan agama, manusia saling membunuh, merusak, dan mencaci.

Peperangan yang terjadi di Palestina antara umat Yahudi dan Muslim yang

berlangsung sampai sekarang adalah peperangan atas nama agama.10

Demikian

8Pasalnya tokoh-tokoh yang menentukan hukum bunuh terhadap Syaikh Siti Jenar, seperti

Sunan Giri, Sunan Bonang, Raden Fatah dan Sunan Ampel telah meninggal belasan, bahkan

puluhan tahun sebelum peristiwa tersebut terjadi, dan dikabarkan bahwa susuhunan Kudus yang

membunuh Syaikh Siti Jenar bersama bala tentaranya adalah orang yang sangat menghormati dan

memuliakan Syaikh Siti Jenar. Lihat Sunyoto, Suluk Abdul Jalil, h, xvi-xx. 9Tak jauh beda dengan pembunuhan sufi-sufi lainnya, ia pun dibunuh oleh penguasa

karena ajarannya dipandang menyesatkan. Lebih jauh lihat, Fathimah Usman, Wahdat Al-Adyan:

Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 27-30. 10Mereka berperang memperebutkan tanah suci, Israel. Salah satu alasan umat Yahudi

memerangi Palestina adalah karena secara religius mereka telah dijanjikan oleh Tuhan, bahwa

satu-satunya tempat suci yang diperuntukan bagi mereka adalah Israel. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, mereka harus mengusir dan mengosongkan tanah Palestina dari

orang-orang yang bukan Yahudi. Sedangkan di daerah tersebut telah lebih dulu umat Muslim

tinggal dan bermukim di sana. Oleh karena itu, mereka menolaknya karena mereka telah lebih

dulu tinggal dan bermukim di sana selama beratus-ratus tahun, maka terjadilah peperangan di

antara mereka sampai sekarang demi memperebutkan tanah suci Israel. Lihat, Huston Smith,

Agama-Agama Manusia. Pengantar Djohan Effendi. Penerjemah Yayasan Obor Indonesia

Page 12: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

juga, pertentangan yang terjadi di Irlandia adalah pertentangan antara kaum

Katolik dan Protestan. Kemudian konflik yang terjadi antara pemerintahan Iran

dan Irak, juga didominasi oleh Islam Sunni dan Syii’. Demikian pula yang terjadi

di Pakistan, adalah konflik antara Islam Sunni dengan Islam Syii’.11 Sedangkan di

Philipina, konflik antar Katolik dengan Hindu, dan di Thailand, adalah konflik

antara Islam dengan Buddha.12

Jauh sebelum itu, sejarah telah mencatat bahwa perang Salib yang

dilakukan oleh umat Kristen terhadap umat Muslim dan Yahudi beberapa abad

yang lalu, atau hukum bunuh yang dilakukan oleh golongan Mutakallimin adalah

karena alasan agama. Di antara golongan Mutakalimin yang telah melakukan

hukum bunuh adalah kaum Khawarij Muhakkimah dan Azariqah. Ketegangan ini

bermula dari peristiwa arbitrase antara pihak Ali dan pihak Muawiyah. Bagi kaum

Khawarij Muhakkimah, orang yang menerima arbitrase adalah kafir dan telah

murtad, maka mereka wajib dibunuh. Selanjutnya permasalahan ini bagi

Azariqah, berkembang menjadi faham yang sangat ekstrem. Selain mereka

membunuh orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka, mereka pun

membunuh orang Islam yang telah masuk golongan mereka dan tidak tinggal di

daerah kekuasaan mereka. Bahkan untuk menguji orang yang mengaku-ngaku

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985), h. 341-352. Untuk penjelasan mengenai sejarah Yahudi

lihat juga Armstrong, Perang Suci, h. 29-65. 11

Kedua mazhab ini satu sama lain suka saling mencela. Celaan yang sering dilontarkan

oleh siswa-siswa di Karachi, Pakistan yang bermazhab Syi’ah mengatakan, bahwa orang-orang

Sunnah melipat tangan mereka ketika shalat karena mereka menyembunyikan berhala-berhala

kecil di dalamnya. Sementara celaan yang dilontarkan oleh seorang Maulana yang bermazhab Sunnah ketika mengajar murid-muridnya di kelas tiga mengatakan, bahwa orang-orang Syi’ah

tidak percaya terhadap al-Quran karena mereka percaya, bahwa kambing milik istri nabi memakan

sepuluh surat. Lihat, Farid Esack, On Being A Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-

Plural. Penerjemah Nuril Hidayah (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h. 232. 12

Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru

Islam Indonesia (Jakarta:Paramadina, 2003), h. 125.

Page 13: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

pengikutnya pun, terlebih dahulu mereka mengujinya dengan disuruh membunuh

tawanan. Jika ternyata tidak membunuhnya, maka kepalanya orang tersebutlah

yang akan mereka penggal. Tak hanya itu, mereka juga membunuh, menawan dan

menjadikan budak, anak, istri dan keluarga mereka yang tidak sefaham dengan

mereka, golongan Azariqah.13

Tampaknya undang-undang kerukunan umat beragama14

atau Pancasila

bagi masyarakat Indosesia tidak bisa menahan kaum beragama untuk tidak saling

melakukan tindak kekerasan. Padahal di setiap periode beberapa kepengurusan

Menteri Agama sering diadakan dialog agama-agama, tentang pentingnya

kerukunan hidup umat beragama. Di antara keputusan Menteri Agama pada

kepengurusan Menteri Agama Prof. Dr. A. Mukti Ali adalah ditanamkannya

prinsip agree with disagree (setuju dalam perbedaan).15

Namun tampakmya

belum berhasil.16

Bahkan dialog agama-agama tidak saja dilakukan di dalam

Negeri, di tingkat dunia pun seringkali dilakukan. Namun sayang, pada tingkat itu

13

Lihat Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa dan Perbandingan

(Jakarta: UI-Press, 1986), h.5-15. 14Hal tersebut tercantum dalam pasal 29 ayat I dan 2 UUD (Undang-Undang Dasar) 45

berikut, “Negara berdasarkan Tuhan yang maha Esa”, dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya

dan kepercayaannya itu. Lihat, Badan Litbang Agama Dan Diklat Keagamaan, Kompilasi

Perundang-Undang Kerukunan Hidup Umat Beragama Departemaen Agama RI, Edisi Ketujuh

(Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 7. 15

MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jakarta, Kerukunan Beragama dari Perspektif Negara,

Ham, dan Agama-Agama. Pengantar Quraish Shihab (Jakarta: MUI, 1996), h. xii-xiv. 16Data yang dihasilkan dari penelitian yang diadakan oleh Badan Litbang Agama dan

Diklat Keagamaan di beberapa propinsi mengenai kerukunan hidup umat beragama di Indonesia,

masih menunjukan adanya potensi konflik yang setiap saat bisa muncul. Konflik tersebut di antaranya adalah isu Kristenisasi dan Islamisasi yang diadakan oleh umat Kristen atau Islam;

penolakan pendirian rumah ibadah oleh penganut yang berbeda agama; dendam karena

pembakaran gereja atau masjid yang dilakukan oleh salah satu umat beragama tersebut; konflik

antara Hindu Bali dengan Hindu yang berafiliasi ke India; Protestan dengan Katolik. Lihat, Badan

Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Riuh di Beranda Satu Peta Kerukunan Umat Beragama di

Indonesia, Seri II (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), h. 75-270.

Page 14: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

pun tampaknya dialog belum berhasil karena ironisnya ketika kegiatan tersebut

berlangsung, ada sebagian peserta dialog yang menghina agama lain.17

Ada dua hal penting, khususnya bagi Indonesia, yang menjadi alasan

mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Pertama karena sebagian besar

penduduknya masih percaya terhadap agama dan mengkaitkan hidup dalam aturan

dan keyakinan agama. Kedua, terlebih lagi jika dalam setiap kelompok agama ada

kelompok yang mempunyai klaim kebenaran, yang menyatakan bahwa ajarannya

merupakan totalitas sistem makna yang berlaku bagi seluruh kehidupan, baik

individual maupun sosial. Namun keyakinan tersebut ketika hadir dalam pluralitas

keagamaan, maka akan membawa dampak yang berbahaya dalam hubungan

beragama.18

Pengaruhnya sangat dahsyat kepada kelangsungan hidup manusia.

Sama dahsyatnya, seperti pengaruh narkotika kepada manusia. Namun bahayanya

berbeda, tapi keduanya sama-sama akan mengancam kelangsungan daya tahan

sebuah kehidupan. Jika narkotika memberi pengaruh kepada pribadi saja, maka

klaim kebenaran, selain memberi pengaruh pada pribadi, juga akan mengasilkan

gerakan sosial, yaitu suatu gerakan yang melahirkan sikap eksklusif dan intoleran

bagi penganutnya.19 Mereka memandang bahwa hanya pandangan mereka sajalah

yang benar, keselamatan hanya ada pada diri mereka dan tidak ada keselamatan

bagi orang lain. Oleh karena itu, untuk menyampaikan misi mereka, mereka

melakukan ekspansi dan penetrasi, yang kemudian dikenal dengan konsep jihad

dalam Islam, atau misionaris dalam Kristen. Mereka sama-sama membawa misi

17

Penganut Islam menghina penganut agama lain. Lebih lanjut lihat, MUI (Majelis Ulama

Indonesia) Jakarta, Kerukunan Beragama, h. 91-96. 18

Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2001), h. xxi. 19

Nurcholis Madjid, “Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan untuk Generasi

Mendatang,” Ulumul Quran IV, no. 1 (1993): h. 10-12.

Page 15: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

keselamatan, maka tak heran jika setiap penganut keyakinan saling memaksakan

pandangannya. Mereka tak segan-segan mencaci, mengejar, dan membunuh orang

yang tidak sepaham dengan mereka.20

Jika pandangan seperti itu dibiarkan dan dipertahankan, maka konflik dan

kekerasan yang terjadi di bumi ini akan terus berlangsung. Apalagi jika melihat

perkembangan sejarah, Indonesia merupakan lahan subur untuk pertumbuhan dan

perkembangan agama atau aliran kepercayaan,21 maka untuk menopang

kehidupan yang damai, dibutuhkan wawasan yang membawa masyarakat ke

dalam suasana rukun, damai egaliter, toleran dan saling menghargai tanpa harus

ada konflik dan kekerasan.

Di antara beberapa pemikir yang telah berusaha keras untuk mengatasi hal

itu adalah Wilfred Cantwell Smith. Ia adalah seorang teolog Kristen dan

sejarawan yang telah menyusun teori-teori teologis dan meyakinkan secara

akademis bahwa semua agama, baik itu dari golongan Islam, Kristen, Yahudi atau

Buddha akan mengarah kepada tujuan akhir, yakni Allah. Allah adalah tujuan

akhir dari semua agama. Kemudian pahamnya tersebut dikenal dengan paham

pluralisme agama. Oleh karena itu, agama manapun menurutnya, tidak berhak

mengklaim kebenaran agamanya atas agama lain, dan pada tataran itu,

menurutnya, konsep agama berakhir.22

Ia juga mengatakan bahwa kebenaran

20M. Syafii Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang

Cendikiawan Muslim Orde Baru (Jakarta: Paramadina, 995), h. 229. 21

Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, h. 229. 22

Mengenai pengertian agama, lihat juga Armstrong. Menurutnya, terlepas dari sifat non

duniawinya, agama sesungguhnya bersifat pragmatik karena pada kenyataannya seringkali

disaksikan bahwa sebuh ide tentang Tuhan tidak harus bersifat logis atau ilmiah yang penting bisa

diterima. Lihat, Karen Armstrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh

Orang-Orang Yahudi, Kristen dan Islam Selama 4000 Tahun. Penerjemah Zainul Am (Bandung:

Mizan, 2002), h. 22.

Page 16: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

agama bersifat relatif dan mempunyai nilai yang sama sehingga kita harus

berusaha menghilangkan hambatan-hambatan, menjembatani perbedaan-

perbedaan, dan mengakui semua orang sebagai sesama dan anak-anak Allah Bapa

yang sedang berupaya menemukan Dia yang sedang dicari-cari oleh-Nya, dan

mustahil jika orang Kristen mengatakan, kami diselamatkan, kalian orang Islam,

Hindu atau Buddhis dihukum. Padahal mereka semua, orang Islam, Hindu atau

Buddhis adalah orang-orang yang saleh dan cerdas. Baginya tidak logis jika

mereka dihukum dengan alasan mereka bukan seorang Kristiani.23

Smith mendasarkan pandangannya tersebut pada Allah yang diwahyukan

melalui Kristus, yakni yang menyatakan bahwa Allah mengulurkan tangan

kepada semua orang dalam cinta, dan sebagai makhluk Allah yang terbatas,

menurutnya, kita tidak dibatasi oleh cinta itu. Kemudian wahyu Allah yang lain

adalah yang menyatakan, bahwa Allah menghendaki rekonsiliasi dan rasa

kebersamaan yang dalam, dan Hendaknya agama dipandang sebagai suatu

perjumpaan yang penting dan berubah-ubah antara yang Ilahi dan manusia.24

Selanjutnya salah satu tokoh muslim Indonesia yang mempopulerkan

paham tersebut adalah Nurcholish Madjid (1939-2005). Ia menyatakan, bahwa

pluralisme adalah suatu sistem nilai, yang bernilai positif-optimis terhadap

kemajemukan, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik

mungkin berdasarkan kenyataan itu,25

dan tidak boleh hanya dipahami sebagai

bentuk kemajemukan, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama,

23

Coward, Pluralisme, h. 61-64. 24

Coward, Pluralisme, h. 62-63. 25

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta: Paramadina, 2000), h. Ixxv.

Page 17: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

tetapi hal itu harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-

ikatan keadaban. Bahkan ia mengatakan, pluralisme merupakan keharusan bagi

keselamatan umat manusia26 yang tidak akan berubah sehingga tidak mungkin

dilawan atau diingkari.27

Selain dalam Islam dan Krisrten, paham pluralisme agama pun terdapat

dalam Hindu dan Buddha. Dalam Hindu dikatakan bahwa setiap konsep adalah

benar dalam perpektifnya sendiri. Oleh karena itu, setiap pandangan merupakan

suatu kesimpulan logis yang didasarkan pada praanggapan pada perspektifnya

sendiri. Namun karena keterbatasan manusiawi, terpaksa manusia harus memilih

salah satu bentuk dari sekian banyak bentuk untuk menyalurkan apresiasi

kecintaanya pada Yang Ilahi,28

dan dalam Bhagawad-Ghita dikatakan bahwa

Yang Ilahi menerima orang-orang yang datang kepada-Nya melalui jalan agama

yang berbeda-beda, dan Hindu menurutnya telah menyesuaikan dirinya dengan

rahmat yang tak terbatas untuk setiap kebutuhan manusia tersebut.29

Salah satu

tokohnya adalah Radhakrishnan, sedangkan dalam Buddha dinyatakan terdapat

pengakuan nilai-nilai yang terdapat dalam agama-agama lain, serta tidak perlu

merubah label-labelnya, dan yang menyatakan hal tersebut adalah sang Buddha

sendiri.30

26

Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta: Paramida, 2001), h. 31.

27Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ixxvii- Ixxviii.

28Coward, Pluralisme, h. 118.

29Coward, Pluralisme, h. 138-139.

30Fazlur Rahman, dkk., Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 129.

Page 18: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Sebenarnya jauh sebelum itu pun, pendekatan esoteris yang dibawa oleh

al-Hallaj dan pengikutnya, Ibnu Arabi (1165-1240)31 melalui konsep wahdatul

wujudnya,32

telah membawa mereka kepada konsep wahdatul al adyan, satunya

semua agama. Menurut al-Hallaj, keanekaragaman agama di dunia ini hanya

sekedar bentuk, hakekatnya sama, bertujuan sama, yakni mengabdi kepada Tuhan

pencipta alam semesta. Bahkan Allahlah menurutnya, yang telah menetapkan dan

memilihkan agama untuk masing-masing orang sehingga manusia tidak memiliki

kemampuan untuk memilihnya. Oleh karena itu, manusia menurutnya, tidak boleh

saling mencela dan menyalahkan agama yang dianut oleh orang lain,33

sementara

Ibnu Arabi mengatakan, bahwa yang ada di balik semua agama yang hanya

merupakan bayangan itu adalah Al-Haqq, yang dipuja oleh orang Nasrani Yahudi,

Hindu, Buddha dan lain-lain adalah sama, dengan yang dipuja oleh orang Islam,

yaitu hakikat yang satu, Al-Haqq. Dia adalah Allah, Tuhan seluruh manusia (rabb

al-nas), Tuhan alam semesta (rabb al-‘alamin), dan Tuhan seluruh langit dan

bumi (rabb al-samawat wal al-ard).34 Oleh karena itu, menurutnya, hamba Tuhan

merasakan ketentraman yang sama di dalam sinagog, kuil, gereja, atau masjid

31

Nama lengakap Ibnu Arabi Adalah Muhiddin Abu Abdullah Muhammad Bin Ali Bin

Muhammad Bin Ahmad Bin Abdullah Hatimi Al-Thai. Dia adalah seorang sufi terbesar dalam dunia Islam, bahkan seorang pemikir mistik besar dalam dunia Islam. Untuk penjelasan ini, lihat

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, “Ibnu Arabi,” dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed., Ensiklopedi

Islam, vol. II (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve., 1997), h. 150. 32

Konsep wahdatul wujud Ibnu Arabi yaitu yang menyatakan bahwa hakikat segala

sesuatu adalah Tuhan. Di sebalik benda, manusia, alam, langit atau bumi Ia-lah yang sebenarnya

ada. Dia menampakan diri melalui alam. Alam adalah bayangan-Nya. Melalui bayangan-Nyalah Ia

dikenal. Perumpamaannya, seperti pohon dan bayangannya. Pohonlah yang mempunyai wujud,

bayangan pohon tidak mempunyai. Dengan demikian, yang ditangkap oleh sufisme adalah Al

Haqq itu sendiri. Sedangkan bagi non sufi, yang ditangkap oleh mereka hanyalah bayangannya

saja. Lihat Harun Nasution, dkk., Agama dalam Pergumulan Masyarakat Dunia, Penyunting

Imran Rasyidi (Jogja: Tiara Wacana, 1997), h. 252. Lihat juga Armstrong mengenai penjelasan wahdatul wujud Ibnu Arabi. Menurutnya Arabi mendasarkan pemikirannya tersebut kepada hadits

Qudsi yang menyatakan, bahwa aku adalah perbendaharaan tersebunyi dan aku ingin dikenal

kemudian aku diciptakan makhluk-makhluk agar dikenal oleh mereka. Armstrong, Sejarah Tuhan,

h. 315. 33

Usman, Wahdat Al-Adyan, h. 11-14. 34Nasution, Agama dalam Pergumulan Masyarakat Dunia, h. 253-253.

Page 19: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

karena semuanya menyediakan pemahaman yang sama tentang Tuhan. Ia juga

mengecam sikap eksklusif karena sama artinya dengan mengingkari yang lain,

dan telah gagal menemukan kebenaran sejati. Baginya, Tuhan yang Maha Berada

tidak dibatasi oleh keyakinan apa pun, sebagaimana firman-Nya, “Kemanapun

engkau memalingkan pandanganmu, maka di sanalah ada wajah Allah” (Q.S. al-

Baqarah/2: 102.).35

Namun dalam hal ini penulis akan meneliti paham pluralisme agama

dalam perpektif Farid Esack. Adapun alasan penulis memilih Esack sebagai bahan

kajian penulisan skripsi ini, pertama adalah karena ia mempunyai perspektif yang

lebih progress dalam memahami pluralisme agama, yakni untuk mendukung

pahamnya tersebut, selain ia membahas pluralisme agama melalui pembuktian al-

Quran, ia juga meredifinisi pengertian iman, islam dan kafir dengan penggunaan

dan pemaknaan yang kontekstual dan eksistensial dengan situasi sekarang,

khususnya pluralitas agama. Alasan kedua, adalah latar belakang budaya Esack

ada kemiripan dengan konteks Indonesia, yakni memiliki kekayaan budaya,

agama, dan aliran kepercayaan yang beragam,36

sedangkan alasan terakhir adalah

karena konflik dan kekerasan yang terjadi di kedua negeri ini kebanyakan

didominasi oleh faktor agama, dan Esack adalah salah satu sosok intelektual

Muslim Afrika Selatan yang telah ikut andil besar dalam meruntuhkan sistem

apartheid,37 yakni dengan mengusung gagasan pluralisme agama berdasarkan

35

Armstrong, Sejarah Tuhan, h, 317. 36

Gifford, “Afrika Selatan,” dalam Henry P, dkk., ed., Ensiklopedi Geografi Dunia untuk

Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas, dkk., (Jakarta: Lentera

Abadi., 2006), h. 380-383. 37

Apartheid secara harfiah artinya keterpisahan, yakni suatu politik pemisahan rasial

antara golongan warna kulit yang dijalankan oleh pemerintah Afrika Selatan. Tujuannya adalah

untuk memisahkan perkembangan dan pembangunan orang kulit berwarna dari orang kulit putih

Page 20: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

perspektif al-Quran, setidaknya pada waktu itu masyarakat Afrika Selatan dari

berbagai agama telah sadar akan pentingnya bergabung bersama dan berjuang

dalam meruntuhkan sistem apartheid di Afrika Selatan yang telah

menyengsarakan kehidupan mereka semua. Pasalnya, ada juga sebagian kelompok

agama yang tidak bersedia ikut bergabung karena takut terjerumus pada

kekufuran, khususnya Islam. Bagi mereka agama yang diterima disisi Allah

hanyalah Islam, dan kaum yang berada di luar diri mereka adalah kafir. Oleh

karena itu, orang Muslim yang ikut bergabung dengan Call of Islam38

adalah

kafir. Padahal menurut Esack, mereka juga sama-sama telah mengalami

penderitaan dan telah menumpahkan darah akibat kekejaman apartheid.39

Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim yang punya tanggungjawab

moral terhadap umatnya, maka dalam bukunya yang pertama,40

sebagaimana yang

telah dikemukakan di muka, selain ia membahas pluralisme agama melalui

pembuktian al-Quran, termasuk juga di dalamnya ia banyak membahas

penggunaan dan pemaknaan istilah iman, islam dan kafir, namun dengan

terutama dalam bidang politik dan ekonomi, misalnya secara politik orang kulit hitam yang

mayoritas tidak diperbolehkan duduk di pemerintahan; secara ekonomi tidak diperbolehkan

mempunyai pekerjaan, sebagaimana yang diperuntukan untuk orang kulit putih; dan dilarang tinggal di lokasi yang tidak ditentukan untuk mereka. Sistem aparteid telah dipraktikkan sebelum

tahun 1948 diberlakukan. Lihat, Tim Penyusun Ensiklopedi Nasional Indonesia, “Apartheid,”

dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, vol. II (Jakarta: Delta Pamungkas., 2004), h. 187-188. 38

Call of Islam adalah nama kelompok yang didirikan oleh Adli Jacobs, Ebrahim Rasool,

Shamiel Manie dan Farid Esack sendiri pada Juni 1984. Sebenarnya nama The Call of Islam

adalah nama yang dipakai pada lembar beritanya, sedangkan pertama kali kelompok tersebut

dinamakan Muslims Against Oppression. Nama tersebut dipakai untuk keperluan resmi publikasi

pamflet. Komunitas tersebut sangat berperan penting dalam membujuk kaum Muslim untuk

menerima keharusan politik dan legitimasi teologis bagi solidaraitas antar iman dan menerima

tanpa ragu kaum Kristen dan Yahudi sebagai saudara dan kaum beriman, dan hal tersebut

merupakan babak baru bagi kehidupan agama-agama di Afrika Selatan, yakni ketika dari berbagai penganut agama ikut bersedia bergabung bersama dalam meruntuhkan aparteid di Afrika Selatan.

Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme. Penerjemah

Watung A. Budiman (Badung: Mizan, 2000), h.h. 66-79. 39

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 66. 40

Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligous Solidarity

Against Oppression, Oxford: Oneworld Publications, 1997.

Page 21: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

penggunaan dan pemaknaan yang kontekstual dan eksistensial dengan situasi

sekarang, khususnya dengan konteks pluralisme agama. Terlebih lagi al-Quran

bagi umat Islam adalah satu-satunya kitab suci yang dipercaya sebagai yang betul-

betul otentik,41 maka diharapkan dengan adanya penelusuran makna tersebut,

menurut Esack orang atau sekelompok orang tidak sembarang untuk mengatakan

orang lain sebagai kawan dan lawan, juga agar kaum lain dari agama apa pun

tidak akan menderita akibat ketidakberimanan oleh golongan lain karena ia yakin,

bahwa al-Quran memperhatikan dan menampilkan Tuhan sebagai yang

memperhatikan apa yang dilakukan manusia, yang artinya Tuhan telah ikut

campur dalam sejarah manusia.42

Ia tidak berbicara pada ruang yang hampa.

Terlebih manusia itu lebih banyak dibentuk oleh konteks dari pada teks.43

Selain

itu, ia juga ingin memperlihatkan bahwa adalah mungkin kaum beriman dari

berbagai agama hidup berdampingan dalam keimanan kepada al-Quran dalam

konteks kekinian dan bekerja bersama mereka untuk membentuk masyarakat yang

lebih manusiawi.44

Maka dengan sosok dan pemikirannya tersebut, penulis tertarik untuk

menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul, “Farid Esack dan Paham

Pluralisme Agama”. Diharapkan dengan pengalaman dan keberhasilan Esack,

khususnya dalam menghadapi pluralitas agama di Afrika Selatan dapat menjadi

kontribusi pemikiran dan alternatif pembacaan, juga rujukan bagi khasanah

pemikiran intelektual Indonesia, dan masyarakat umumnya dalam mewujudkan

proses demokrasi yang rukun, aman dan damai, serta berkeadaban.

41

Esack, Membebaskan yang Tertindas. h. 39-40. 42

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 34. 43

Esack, Membebaskan Yang Tertindas, h. 131. 44Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 38.

Page 22: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan beberapa alasan dan pemilihan judul tersebut, maka penulis

akan membatasi pembahasan paham pluralisme agama dalam perspektif Esack

dan agama-agama pada umumnya. Namun pada pembahasan paham pluralisme

agama dalam perpektif agama-agama penulis membatasinya pada empat agama,

yakni Islam, Buddha, Hindu dan Kristen.

Adapun perumusan masalah yang akan dirumuskan adalah pertama,

bagaimana paham pluralisme agama dalam perspektif Farid Esack, kedua

bagaimana paham pluralisme agama dalam perspektif agama-agama pada

umumnya, yakni dalam perspektif Islam, Buddha, Hindu dan Kristen.

C. Tinjauan Kepustakaan

Terdapat beberapa karya ilmiah, yang penulis telusuri yang berkaitan

dengan paham pluralisme agama dalam perspektif agama-agama dan yang

berkaitan dengan Farid Esack. Di antara buku yang membahas pluralisme agama

dalam perpektif Islam adalah Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman

(Jakarta: Paramadina, 2001), karya Budi Munawar Rahman. Buku tersebut, di

antaranya memuat tulisan mengenai prinsip-prinsip pluralisme agama yang

diusung oleh gurunya, Nurcholish Madjid, seperti pentingnya pemikiran

pluralisme dalam teologi agama-agama demi tercapainya kedamaian dan keadilan

di bumi ini, sedangkan Nurcholish Madjid sendiri membahas pluralisme agama

yang terangkum lengkap dalam bukunya yang berjudul Islam Doktrin dan

Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan

Page 23: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Kemoderenan (Jakarta: Paramadina, 2000). Dalam buku tersebut ia menyatakan

bahwa pluralisme adalah suatu sistem nilai, yang bernilai positif-optimis terhadap

kemajemukan, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik

mungkin berdasarkan kenyataan itu, dan tidak boleh hanya dipahami sebagai

bentuk kemajemukan, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, tapi

hal itu harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan

keadaban. Bahkan ia mengatakan, pluralisme merupakan keharusan bagi

keselamatan umat manusia karena merupakan sebuah aturan, sunatullah yang

tidak akan berubah sehingga tidak mungkin dilawan atau diingkari.

Kemudian buku Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama

(Yogyakarta: LkiS, 2002) karya Fathimah Usman. Buku tersebut berisi gagasan

pluralisme agama dalam al-Quran, dan gagasan wahdat al-adyan yang diusung

oleh al-Hallaj.

Selanjutnya buku The Children of Adam: An Islamic Perspektif on

Pluralism (Washington DC: Center for Muslim-Christian Understanding,

Georgetown University, 1996) karya Mohamed Fathi Osman, dan telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menjadi Islam, Pluralisme, dan

Toleransi Keagamaan: Pandangan Al-Quran, Kemanusiaan, Sejarah dan

Perdaban (Jakarta: Paramadina, 2006). Buku tersebut mengusung gagasan

pluralisme agama berdasarkan al-Quran dan sejarah kehidupan agama-agama

pada masa pemerintahan Islam di Yasrib, sekarang Madinah. Pembahasan

pluralisme agama dalam konteks pemerintahan Islam, ia banyak menguraikan

pluralisme dari banyak hal; sisi agama, sosial, hukum, sampai bagaimana caranya

melaksanakan pemilihan-pemilihan umum dalam suatu negara.

Page 24: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Secara garis besar pada dasarnya buku-buku tersebut sama-sama

menggagas nilai-nilai pluralisme agama berdasarkan perpektif al-Quran dan

sejarah kehidupan agama-agama pada masa pemerintahan Islam. Demikian juga

dengan bukunya Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Islam dan Pluralisme: Akhlak

Quran Menyikapi Perbedaan (Jakarta: Serambi, 2006), isi pembahasannya hampir

sama dengan penulis sebelumnya. Namun masing-masing penulis dalam merujuk

ayat-ayat pluralisme agama dalam al-Quran berbeda-beda, ada yang sama dan ada

yang menambahkannya, misalnya dalam buku Fathimah Usman dan Jalaluddin

Rakhmat sama-sama merujuk Q.S. al-Baqarah/2: 62 untuk menjelaskan

pengakuan atas eksistensi agama-agama. Kemudian Jalal menambahkannya

dengan Q.S. al-Maidah/5: 69 dan Q.S. al-Hajj/22: 17. Fathimah Usman merujuk

Q.S. al-Baqarah/2: 256 untuk menjelaskan tidak ada paksaan dalam beragama,

Q.S. al-Anam/6: 108, dan Q.S. al-Syuro ayat 13 untuk menjelaskan kesatuan

kenabian, Q.S. al-Nisa/3: 131.

Selanjutnya pluralisme agama dalam bentuk skripsi di antaranya adalah

yang berjudul: Gagasan Pluralisme dalam Pemikiran Nurcholish Madjid (Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003)

ditulis oleh Sutisna; Pluralisme Agama dalam Penafsiran Sayyid Quthb Kajian

Tematik atas Tafsir fi Zhilal Al-Quran (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004) ditulis oleh Akbar Imanuddin;

Konsep Pluralisme Agama Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, (Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004) ditulis

oleh Muhammad Arham Mursidin. Isi ketiga skripsi tersebut sama-sama

membahas pluralisme agama dengan merujuk ayat-ayat yang sama, sebagaimana

Page 25: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

yang telah dirujuk oleh penulis-penulis buku sebelumnya, yang berbeda hanyalah

pada pemikiran tokohnya saja. Demikian juga dengan skripsi yang berjudul

Konsep Al-Quran Tentang Pluralisme (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004) ditulis oleh Faturrahman.

Walaupun ia tidak merujuk pada pemikiran tokoh, tapi ayat-ayat yang ia rujuk

dalam menjelaskan pluralisme agama sama, sebagimana yang telah dirujuk oleh

penulis-penulis skripsi dan buku yang telah disebutkan di muka. Namun dalam

membahas kesatuaan keagamaan, ia menambahkannya dengan merujuk pada Q.S.

al-Baqarah /2: 132 dan Q.S. Ali Imran/3: 85, pesan kenabian, Q.S. al-Baqarah 2:

132, dan pesan Tuhan Q.S. al-Nisa/3: 131.

Sedangkan buku yang membahas pluralisme agama dalam perpektif

agama-agama di antaranya adalah buku Harold Coward. Pluralisme, Tantangan

bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco Carvallo. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Di dalamnya di jelaskan tentang kandungan paham pluralisme agama dari

berbagai agama-agama dunia.

Kemudian yang menulis tokoh pemikiran Farid Esack adalah Burhanuddin

dan Irwandi dalam bentuk skripsi. Keduanya tidak membahas pluralisme agama

dalam pemikiran Farid Esack, tapi keduanya sama-sama membahas hermeneutik

dalam pemikiran Farid Esack. Mereka sama-sama menjelaskan prinsip-prinsip

hermeneutik yang digunakan oleh Farid Esack berdasarkan perspektif al-Quran.

Prinsip-prinsip hermeneutiknya adalah taqwa (integritas dan kesadaran akan

kehadiran Tuhan), tauhid (keutuhan dan kesatuan ketuhanan), al-nâs (manusia),

al-mustada’fun fi al-ard (yang tertindas dan tersisih di dunia), qist dan ‘adl

(keseimbangan dan keadilan), terakhir adalah jihad (perjuangan dan praksis).

Page 26: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Letak perbedaan tulisan Burhanuddin dan Irwandi adalah dalam tulisan

Burhanuddin, selain membahas prinsip-prinsip hermeneutik Farid Esack, ia juga

menyandingkannya dengan hermeneutik Charles Kurzman, sedangkan Irwandi,

khusus membahas prinsip-prinsip hermeneutik Farid Esack saja. Lebih lanjut

skripsi Burhanuddin berjudul Tafsir Liberatif dan Prinsip Wahyu Progresif:

Perpektif Farid Esack dan Charles Kurzman tentang Islam, Modernitas, dan

Masa Lalu yang Diciptakan (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003), sedangkan skripsi Irwandi berjudul

Reception Teori Hermeneutika Farid Esack (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui paham

pluralisme agama dalam perspektif Farid Esack, dan menjelaskan paham

pluralisme agama dalam perspektif agama-agama sebagai bahan pengantar.

Adapun tujuan lain dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah

kontribusi pemikiran dan alternatif pembacaan, juga rujukan bagi khasanah

pemikiran intelektual Indonesia dalam mewujudkan proses demokrasi yang aman

dan damai di Indonesia.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode pustaka (library research), yakni penulis melakukan

Page 27: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

penelitian kepustakaan terhadap buku-buku, jurnal-jurnal, majalah-majalah, atau

data-data yang berkaitan dengan penulisan karya tulis ini, baik itu yang bersumber

dari penulis asli atau penulis lain.45 Buku yang dijadikan rujukan utama adalah

buku yang ditulis oleh penulis asli dan telah diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia yaitu Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme

dan On Being a Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-Plural,

sedangkan untuk pluralisme agama-agama, menggunakan buku Harold Coward.

Pluralisme, Tantangan bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco Carvallo.

Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Selanjutnya setelah penulis melakukan pengumpulan data melalui

penelitian kepustakaan, penulis melakukan analisa. Analisa data yang digunakan

penulis adalah analisa data deskriptif,46 yakni penulis berusaha menggambarkan

dan menggali penjelasan pluralisme agama baik itu dalam perpektif agama-agama

dan Farid Esack.

Adapun dalam teknik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman,

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang ditulis oleh

Tim Penyusun Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.47

F. Sistematika Penulisan

45

John W. Creswell, Desain Penelitian, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaf. Pengantar

Supardi Suparlan. Penerjemah Angkatan III dan IV KIK-UI dengan Nur Khabibah (Jakarta: KIIK

Press, 2003), h. 21. 46

Creswell, Desain Penelitian, h. 147-150. 47

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)

(Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2007.

Page 28: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Uraiannya sebagai berikut: bab

pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah;

pembatasan dan perumusan masalah; tinjauan kepustakaan; tujuan penelitian;

metode penelitian dan teknik penulisan; terakhir adalah sistematika penulisan.

Pada bagian latar belakang masalah di antaranya berisi tentang alasan penulis

mengambil judul skripsi. Kemudian pada bagian pembatasan masalah berisi

tentang batasan permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini, yakni

membatasinya pada pembahasan pluralisme agama dalam perpektif agama-agama

dan khususnya dalam perpektif Farid Esack. Pada bagian tinjauan kepustakaan

berisi tentang siapa saja orang yang telah membahas pluralisme agama dan

menulis tokoh Farid Esack, sedangkan pada metode penelitian dan teknik

penulisan berisi tentang metode penelitian dan teknik penulisan yang digunakan

oleh penulis, dan yang terakhir dari penulisan bab pertama ini adalah sistematika

penulisan yang berisi tentang pembagian bab dari skripsi ini, disertai dengan

uraian singkat pada masing-masing babnya.

Selanjutnya pada bab dua berisi tentang riwayat hidup Farid Esack, yang

terdiri dari: latar belakang sosial; latar belakang intelektual; dan karya-karyanya.

Pada bab ini sangat diperlukan untuk mengetahui landasan pemikiran dia

mengenai pluralisme agama. Oleh karena itu, pada bab ini penulis berusaha

menguraikan sekilas faktor sosial dan intelektual Esack yang berkaitan dengan

lahirnya pemikiran dia mengenai paham pluralisme agama.

Pada bab tiga berisi tentang pembahasan pluralisme agama perspektif

agama-agama; dibatasi hanya empat agama saja yaitu Islam, Hindu, Buddha, dan

Kristen. Pembahasan pluralisme agama dalam perspektif agama-agama ini sangat

Page 29: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

penting untuk dibahas, yakni untuk mendukung dan mengimbangi pemikiran

pluralisme agama dalam pemikiran Farid Esack yang notabene seorang pemikir

pluralisme agama dari Muslim. Lebih lanjut sistematika penulisan bab tiga ini

sebagai berikut: pluralisme agama dalam perspektif Islam; pluralisme agama

dalam perspektif Hindu; pluralisme agama dalam perspektif Buddha; pluralisme

agama dalam perspektif Kristen.

Kemudian, bab empat berisi tentang konsep pluralisme agama dalam

pemikiran Farid Esack dan pengertian pluralisme agama dalam beberapa

perspektif. Adapun isinya adalah sebagai berikut: pengertian pluralisme agama;

konsep pluralisme agama dalam perspektif Esack, alasan dan argumentasinya, dan

diakhiri dengan kritik terhadapa pemikiran Esack.

Selanjutnya bab terakhir dari penulisan ini adalah bab lima sebagai

penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Dalam simpulan penulis

berusaha menyimpulkan hasil penelitian mengenai paham pluralisme agama

dalam perpektif Esack dan agama-agama, yakni dengan merujuk kepada rumusan

masalah yang telah disebutkan pada penulisan skripsi ini. Kemudian diakhiri

dengan penulisan saran-saran.

Page 30: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

BAB II

RIWAYAT HIDUP FARID ESACK

A. Latar Belakang Sosial Farid Esack

Esack adalah seorang aktivis dan intelektual Muslim asal Afrika Selatan

yang dikenal luas oleh dunia melalui pemikiran-pemikirannya mengenai persoalan

agama, politik dan sosial,48

terutama yang tertuang dalam karyanya yang berjudul

Quran Liberation And Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious

Solidarity Agains Oppression (England: Oneworld, 1997). Bahkan beberapa kali

ia pernah datang ke Indonesia dalam rangka mensosialisasikan pemikiran-

pemikirannya tersebut, salah satunya datang ke Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tanggal 23 Maret 2001. Ia dilahirkan di South Road, Cape

Town, Wynberg, Afrika Selatan, tahun 1959,49

dan dibesarkan di Bonteheuwel,

Cape Flats. Ia tinggal bersama ibu dan kelima saudara laki-lakinya. Ia adalah anak

ketiga dari perkawinan ibunya yang kedua. Namun ayahnya meninggalkanya

ketika ia baru mencapai usia tiga minggu sehingga ibunyalah yang mengurus

semua keenam anaknya, sedangkan tiga saudara laki-lakinya yang lain adalah

hasil dari pernikahan ibunya yang pertama. Namun pernikahan pertama ibunya

kandas ketika anak ketiganya baru berusia tiga bulan.50 Menurut Esack, inilah

48

Farid Esack. On Being A Muslim: Menjadi Muslim di Dunia Modern. Penerjemah Dadi

Darmadi dan Jajang Jamroni (Jakarta: Erlangga, 2004), h. xii. 49

The Helen Suzman Foundation, “Profile of Farid Esack,” artikel diakses tanggal 10

September 2007 dari http://www.hsf.org.za/%23article_view.asp?id=34 50

Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme.

Penerjemah Watung A. Budiman (Badung: Mizan, 2000), h. 24.

Page 31: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

kebetulan-kebetulan serba tiga yang cukup untuk mendorong orang pada

trinitarianisme.51

Menurut Esack peranan agama dalam seluruh lapisan masyarakat Afrika

Selatan sangat memainkan peranan penting. Bahkan sistem apartheid yang

diberlakukan oleh pemerintahan tersebut pun disebabkan atas nama dan terkadang

dukungan kitab suci agama. Salah satunya adalah umat Kristen. Tidak sedikit

mereka dengan kitab sucinya ikut mendukung tindakan tersebut, tapi tidak

seluruhnya karena ada juga organisasi, seperti Christian Institute atau individu-

individu, seperti pendeta Theo Kotze dan Beyers Naude yang tidak ikut

mendukung tindakan tersebut.52

Bonteheuwel, Cape Flats, tempat Esack dibesarkan adalah salah satu

bentuk pemberlakuan sistem apartheid. Daerah tersebut merupakan daerah

pembuangan bagi orang kulit hitam, keturunan India dan kulit berwarna, dan

merupakan daerah yang tanahnya paling tandus yang berada di Afrika Selatan.

Tidak ada apa pun di sana, selain terdapat bukit-bukit pasir dan pohon Port

Jackson. Di sanalah Esack dan keluarganya beserta sekian banyak penduduk

tinggal. Mereka dipaksa pindah ke daerah tersebut oleh Akta Wilayah Kelompok

(Group Areas Act) ketika pada tahun 1961 daerah mereka, Milford Road,

dideklarasikan sebagai kawasan kulit putih (South Road White).53

Pengusiran tersebut menurut Esack adalah salah satu bentuk pemberlakuan

sistem apartheid yang sangat menghancurkan dan menyengsarakan kehidupan

51

Rasisme, kapitalisme, dan patriarkhi. Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 7. 52

Esack, Membebaskan yang Tertindas h. 27. 53

Farid Esack, On Being A Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-Plural.

Penerjemah Nuril Hidayah (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), h.187. Lihat juga Esack, Membebaskan

yang Tertindas, h. 24.

Page 32: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

mereka. Dua juta orang manusia tidur di lantai, tanah berdebu, dan tumpukan

jerami. Mereka tertidur dalam keadaaan perut kosong. Terkadang untuk

mengenyangkan perut, mereka terpaksa mencampur pasir dengan tepung.54

Bahkan kekejaman yang dilakukan oleh rezim apartheid tidak itu saja, pada tahun

1980-an, orang kulit hitam yang jumlahnya hampir tiga perempat total populasi,

hanya mendapat seperempat dari pendapatan nasional. Sementara orang kulit

putih yang jumlahnya hanya seperenam total populasi, memperoleh hampir dua

pertiganya. Jutaan orang penganggur, tidur dimana saja. Mereka tertidur dengan

perut kosong, dan bangun tanpa ada yang bisa dimakan. Jika keesokan hari

mereka mencari-cari kerja, kemudian tidak mendapatkanya, maka ketika pulang,

mereka mencari-cari sesuatu di tempat sampah yang kira-kira bisa dikunyah.55

Selama Esack dan keluarganya tinggal di daerah pengusiran, kehidupan

mereka tak jauh berbeda dengan yang lainnya, sangat mengkhawatirkan. Apalagi

jika musim dingin tiba. Jika Esack dan kakaknya hendak pergi ke sekolah, mereka

harus berlari agar kaki mereka tidak sempat membeku karena mereka tidak

memakai alas kaki, dan biasanya pada musim itu, tidak ada makanan di rumah

sehingga terpaksa mereka harus memungut sisa apel yang dibuang di jalanan atau

pun di selokan. Jika mereka tidak menemukannya, maka terpaksa mereka harus

berkeliling rumah mengetuk pintu untuk meminta sepotong roti.56

Beruntunglah tetangganya, Nyonya Ellen Batista yang selalu membantu di

masa-masa sulit mereka selama mereka tinggal di tempat pengusiran. Ia selalu

memberi mereka secangkir gula, minyak ikan, atau pinjaman uang. Terkadang ia

54

Esack, On Being A Muslim, h. 33. Lihat juga, Esack, Membebaskan yang Tertindas, h.

24. 55

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 24 56Esack, On Being A Muslim, h. 219.

Page 33: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

hanya sekedar teman berbincang ibunya, sedangkan tetangganya yang lain adalah

Tuan Frank. Dia adalah orang yang selalu memberi perpanjangan waktu

pembayaran pinjaman uang kepada mereka, yang seolah tanpa akhir.57

Sebenarnya ibu Esack bekerja. Namun pekerjaannya tidak bisa mencukupi

kebutuhan hidup beserta keenam anaknya. Walaupun ia bekerja dari pagi buta

hingga malam gelap.58

Bahkan mulai sejak kecil pun ibunya sudah bekerja di

sebuah binatu Wynberg. Namun upah mingguannya amat kecil. Perjalanan yang

ia tempuh menuju tempat pekerjaannya pun sangatlah jauh. Ia harus berlari

mengejar kereta di pagi hari, jauh sebeum fajar menyingsing, di saat para

mandornya masih asyik menikmati kopi hangat dan membaca koran pagi. Yang

dipedulikan para bosnya, hanyalah produksi, produksi, dan produksi. Tidak ada

waktu untuk istirahat. Kalaupun ada, hanyalah sekotak kecil coklat di Hari Natal.

Itupun hanya sebagai pengganti bonus istirahat.59

Sebenarnya, sebagian anak-anaknya yang lain membantu pekerjaan

ibunya. Namun tugas-tugas mereka hanya sebatas mencuci, membersihkan rumah,

dan menyeterika. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan yang berat tetap dipikul oleh

ibunya karena menurut tradisi mereka, pekerjaan berat bukanlah panggilan utama

bagi hidup laki-laki. Laki-laki adalah sultan dalam keluarga, dan merupakan

syahadat yang harus selalu diikuti oleh tradisi mereka.60

Ibunya meninggal dalam

57

Mereka adalah tetangga Esack yang berlainan agama dengannya di tempat pengusiran,

South Road Wynberg, Cape. Nyonya Ellen Batista adalah seorang Katolik yang taat, juga sahabat

ibunya. sedangkan Tuan Frank adalah berdarah Yahudi dan Tahiroh. Dia berprofesi sebagai

tukang kredit. Kemudian teman sekolah dasarnya adalah seorang gadis Baha’i yang orang tuanya

melarang anak tersebut untuk membicarakan agamanya kepada siapa pun. Esack, Membebaskan

yang Tertindas, h. 25. 58

Esack, On Being A Muslim, h. 188. 59

Esack, On Being A Muslim, h. 187. 60

Mengenai sistem patriarki di Afrika Selatan sangatlah kuat, hal tersebut terlihat dalam

pemikiran mereka mengenai kepemerintahan: perempuan boleh memerintah jika mereka mampu,

Page 34: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

usia lima puluh dua tahun, tepat sebelum Hari Raya ‘Id. Pada saat ibunya

meninggal, ibunya sedang bekerja sebagai tukang seterika di Parow.61

B. Latar Belakang Intelektual Farid Esack

Esack dididik di sekolah berdasarkan Pendidikan Nasional Kristen yang

mempunyai sebuah ideologi keagamaan konservatif. Tujuan pendidikan mereka

adalah untuk membentuk warga apartheid yang patuh dan takut pada Tuhan.62

Sebagaimana tradisi di Cape Town, sejak usia dini ia dikirim oleh ibunya

ke madrasah dan berpindah-pindah dari satu madrasah ke madrasah yang lain.

Sampai kemudian ketika usianya mencapai dua belas tahun ia bertemu dengan

Boeta Samodin Friseslar, gurunya di sekolah baru. Di sekolah tersebut, Esack

mendapat pengalaman yang melukai hatinya, yaitu ditertawakan oleh teman-

temannya saat membaca al-Quran di depan kelas karena ia tidak bisa

membedakan antara alif dan ba. Padahal menurut pendapatnya, ia sudah bisa

membaca, meskipun surat-surat pendek di bagian akhir al-Quran. Bahkan di

sekolah lamanya, ia adalah termasuk anak yang paling pandai di antara teman-

temannya. Maka, setibanya di rumah, Esack menceritakan peristiwa tersebut

kepada ibunya sambil memperlihatkan buku kaidah membaca al-Quran yang ia

beli dari gurunya tersebut. Kemudian ibunya berkonsultasi dengan bibinya yang

juga guru di sebuah madrasah. Namun menurut bibinya, buku tersebut tidak baik.

Dengan alasan tersebut, keesokan harinya, Esack tidak kembali lagi ke sekolah

sementara untuk laki-laki tidak ada prasarat “jika mampu” karena dengan gender laki-laki sudah

cukup memenuhi persyaratan untuk jadi penguasa dalam pemerintahan tersebut. Esack, On Being

A Muslim, h. 189. 61

Esack, On Being A Muslim, h. 219. 62Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 25.

Page 35: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

tersebut. Sebenarnya lebih jauh, menurut Esack karena buku tersebut adalah milik

Ahmadiyah Qodaniyah63 yang keberadaan mereka dianggap bid’ah oleh

kebanyakan Muslim lainnya.64

Sejak kanak-kanak sampai remaja Esack sudah dianggap alim oleh

masyarakat Muslim sekitarnya. Saat masih sekolah, ia pernah menjadi guru

madrasah, dan ketika dewasa, ia menjadi wakil masyarakat yang mengelola

masjid. Bahkan, di saat usianya masih kecil, pada umur sembilan tahun, demi

kecintaannya pada Islam ia sudah bergabung dengan Jama’ah Tabligh. Namun

secara formal, ia bergabung dengan jama’ah tersebut pada usia sepuluh tahun.

Semua hari libur dan akhir pekan ia habiskan dengan jama’ah tersebut selama

sebelas tahun. Namun karena alasan absolutisme, akhirnya ia keluar, yakni yang

menyatakan bahwa “hanya kita, dan kegiatan kita yang penting dan bermakna”.

Sedangkan alasan lain adalah ia merasa bahwa selama bergabung dengan jama’ah

tersebut, spiritualitasnya hanya merupakan upaya menghindar dari kenyataan-

kenyataan yang tidak menyenangkan tentang dirinya.65 Namun ia juga tidak

menghindar untuk mengatakan bahwa ia merasa senang selama sepuluh tahun

berada dalam jama’ah tersebut.66

Ketika masih sekolah, Esack pernah ditahan oleh polisi keamanan karena

bergabung dengan Aksi Pemuda Nasional (National Youth Action) dan Asosiasi

Cendikiawan Kulit Hitam Afrika Selatan (South African Black Scholars

Association). Kedua organisasi ini menuntut adanya perubahan sosial politik

63

Ahmadiah Qodian adalah salah satu sekte yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad, yang menganggap bahwa ia adalah Nabi. Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, “Ahmad, Mirza

Ghulam,” dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed., Ensiklopedi Islam, vol. I (Jakarta: Ikhtiar Baru van

Hoeve, 1997), h. 81. 64

Esack, On Being A Muslim, h. 83. 65

Esack, On Being A Muslim, h. 35. 66Esack, On Being A Muslim, h. 216.

Page 36: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

radikal. Markas yang biasa mereka gunakan untuk berkumpul, adalah gedung

Christian Institut, yang dipimpin oleh pendeta Theo Kotze. Pendeta Theo Kotze

sangat baik. Dialah yang memberikan fasilitas beribadah bagi para Muslim, dan

pendeta Theo jualah yang datang mengunjungi keluarganya setelah ia lepas dari

tahanan untuk menghibur dan meyakinkan keluarganya bahwa berurusan dengan

polisi sebenarnya merupakan suatu kehormatan.67

Setelah menyelesaikan sekolah madrasahnya, pada umur lima belas tahun

Esack mendapatkan beasiswa untuk belajar teologi selama delapan tahun (1974-

1982)68

di sebuah Institut Karachi, Pakistan, yang sebagian besar, menurutnya,

teramat konservatif, yang memandang jelek sesuatu yang berbau duniawi.69

Di

sana, Esack belajar di dua tempat yang berbeda, yaitu di Jama’ah Al-Islamiyah

dan Jama’ah ‘Alimiyah. Di Jama’ah Al-Islamiyah ia mendapat gelar BA dalam

hukum Islam, dan di Jama’ah ‘Alimiyah Al-Islamiyah ia juga mendapat gelar BA

dalam bidang teologi. Di sana juga ia mendapatkan gelar Maulana.70

Selain belajar di Pakistan, Esack juga pernah belajar hermeneutik di

Jerman dan teologi di Inggris selama beberapa tahun. 71

Ia mendapat gelar Ph.D-

nya dari University of Birmingham, Inggris dalam bidang Tafsir al-Quran dan

pernah tercatat sebagai associate professor dalam studi Islam di University of

Western Cape, Afrika Selatan.72

Selama belajar di Pakistan dan tetap aktif di Jama’ah Tabligh yang

dipimpin oleh Haji Bhai Padia, ia juga aktif terlibat dalam gerakan Islam Ittihad

67

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 26. 68

The Helen Suzman Foundation, “Profile of Farid Esack.” 69

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 27. 70

Irwandi, “Reception Hermeneutik Maulana Farid Esack,” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2002), h. 16. 71

Esack, On Being A Muslim, h. 19-20. 72Esack, On Being A Muslim, h. xiv.

Page 37: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Al-Tulaba Al-Muslimin (Persatuan Pelajar Muslim),73

dan sering ikut dalam

diskusi yang diadakan oleh kelompok pelajar Kristen yang bernama

Breakthrough,74kemudian bergabung bersama mereka, melibatkan para medis di

penjara pusat Karachi, dan mengajar di perkampungan kumuh Hindu dan Kriten,

serta merawat anak-anak terlantar di sebuah rumah75 hingga kemudian pada tahun

1970-an, dia diundang dan diminta oleh Norman Wray untuk mengajar Studi

Islam di sekolah yang ia pimpin.76

Selama delapan tahun tinggal di Pakistan dan bergaul dengan orang-

orangnya. Esack telah banyak menyaksikan penderitaan yang disebabkan oleh

agama, khususnya penderitaan yang dialami kaum minoritas Kristen oleh kaum

Muslim. Mereka dilecehkan secara secara sosial maupun agama.77

Padahal

73

Esack, On Being A Muslim, h. 19-20. 74

Breakthrough adalah kumpulan pemuda Kristen yang peduli dengan nasib kaum yang

tertindas dan yang berjuang menegakkan keadilan di Pakistan dengan iman mereka. Para

pendirinya adalah Norman Wray, Derrick Dean, Lucia Gomes, Kenny Fernandes. Esack, On Being

A Muslim, h. 18. 75Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 27-28. 76

Esack diminta untuk mengajar di Sekolah Menengah Teknik St. Patrick, Karachi. Dia

ditawari untuk mengelola studi Islam di Sekolah tersebut dan mentransformasikannya menjadi

suatu program diskusi perkemahan dan kegiatan darmawisata. Lihat Esack, On Being A Muslim, h.

16. 77

Secara sosial, mereka dilarang makan di café-cafe pinggir jalan. Mereka juga dilarang

minum dari sumber air kepunyaan kaum Muslim sehingga mereka, Kristen Punjab, harus berjalan

bermil-mil jauhnya demi mendapatkan air, padahal sumber air yang dimiliki kaum Muslim lebih dekat. Alasan kaum Muslim melakukan hal itu adalah karena mereka beragama Kristen ketika

peristiwa tersebut sampai ke telinga Jerman, maka Jerman membuatkan sumur untuk saudara

mereka sesama Kristen di Pakistan. Namun setelah sumur itu selesai dibangun, ternyata perlakuan

mereka sama persisnya seperti perlakuan kaum Muslim terhadap mereka. Bedanya yang mereka

balas adalah orang Hindu yang dekil dan lemah. Tindakan chauvinisme yang dilakukan oleh kaum

Muslim lainya adalah mereka menutup mata pada kebenaran. Anak seorang Kristen yang berusia

delapan tahun diadili dan di hukum mati di depan regu penembak ketika umurnya mencapai empat

belas tahun. Dia dituduh oleh teman sebayanya, seorang Muslim karena telah menulis kata-kata

penghinaan kepada Nabi. Padahal jelas-jelas anak Kristen itu tidak bisa menulis dan membaca.

Namun karena desakan dan kekuatan masa dari beratus-ratus tokoh agama serta pengikutnya,

pengadilan tidak bisa menyelamatkan anak tersebut karena mereka mengepung pengadilan dan menuntut hukuman mati. Jika para hakim tidak mengikutinya, maka mereka akan mengirimkannya

pula pada kematian. Alasan mereka menuntut hukuman mati adalah karena menurut mereka ada

konspirasi Kristen untuk menjatuhkan Islam. Setelah pengadilan selesai, kemudian beberapa

gereja dan sekolah yang dijalankan oleh penganut Kristen dibakar. Setelah itu sebuah

perkampungan Krstiani termasuk sebuah gereja diratakan oleh Buldozer. Pada beberapa desa yang

sebelumnya anak-anak Kristen diizinkan untuk bersekolah meskipun duduk secara terpisah di

Page 38: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

mereka pun, umat Islam Pakistan pernah mengalami perlakuan tidak adil selama

berabad-abad oleh kaum Hindu kelas atas ketika mereka masih bersatu dengan

India, dan menjadi kaum minoritas.78 Namun pengalaman tersebut ternyata tidak

menyadarkan mereka untuk tidak berlaku adil terhadap mereka, kaum minoritas

Kristen. Perlakuan mereka sama buruknya, sebagaimana yang pernah dilakukan

kaum Hindu kelas atas terhadap mereka saat itu.79

Kasus serupa pun menurut Esack, pernah menimpa kaum minoritas

beragama di Afrika Selatan, tapi kebalikannya. Di Afrika Selatan, kaum minoritas

Muslimlah yang pernah mendapat perlakuan tidak adil oleh penguasa Kristiani

yang mayoritas, dan akibat pemberlakuan apartheid yang dijalankan oleh mereka,

hampir dua abad kaum minoritas Muslim mengalami penderitaan; perkawinan

mereka dianggap tidak sah dan dihinakan; kewarganegaraannya ditolak; mereka

juga tidak boleh memiliki tanah atau menetap di wilayah koloni, walaupun

mereka dilahirkan di sana; mereka juga melakukan kerja paksa tanpa dibayar;

dihukum sekehendak tuannya dengan cambuk dan dipenjara; mereka juga tidak

bisa keluar dari kampung halamannya tanpa izin, dan rumah-rumah mereka

dimasuki dan dijamah oleh polisi dengan sewenang-wenang.80

Menurut Esack, tindakan-tindakan buruk tersebut yang dilakukan oleh

kaum beragama karena ditopang oleh paham keagamaan mereka masing-masing

karena tidak yakin orang Muslim melakukan hal itu karena mereka Muslim,

belakang murid-murid Muslim dikeluarkan dari sejumlah sekolah. Lebih jauh lihat Esack, On Being A Muslim, h. 222-232.

78Pemisahan kedua daerah tersebut terjadi pada tahun 1948. Para penganut Hindu

mendirikan negara sendiri yaitu Republik India, sedangkan para penganut Islam mendirikan

Republik Islam Pakistan. Esack, On Being A Muslim, h. 222. 79

Esack, On Being A Muslim, h. 222-223. 80Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 74.

Page 39: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

ataupun orang Kristen karena mereka Kristen,81

maka sekembalinya dari Pakistan,

tepatnya tahun 1982, untuk menyalurkan aspirasinya, ia bergabung dengan

Gerakan Pemuda Muslim (Muslim Youth Movement),82 tapi hanya sebentar karena

ternyata pemikiran Esack dengan organisasi tersebut, tidaklah cocok. Oleh karena

itu, untuk melanjutkan aspirasinya, pada Juni 1984, ia bersama temannya Adli

Jacobs, Ebrahim Rasool dan Syamiel Manie mendirikan Call of Islam.83

Di sana

mereka membangun kembali apresiasi yang baru terhadap al-Quran. Mereka

melakukan pembacaan ulang terhadap ajaran Islam, seperti bagaimana seharusnya

memaknai teks al-Quran dalam konteks perjuangan dan kebebasan dari eksploitasi

ekonomi, penindasan rasial, atau penindasan terhadap kaum wanita, dan

ketidakadilan politis yang dilakukan oleh rezim apartheid karena Esack percaya,

bahwa Tuhan telah dan sedang ikut dalam sejarah.84

Call, hanyalah satu dari sekian banyak organisasi berbasis agama yang

terlibat dalam perjuangan dalam Front Demokasi Bersatu (United Democratic

Front). UDF adalah organisasi pergerakan Muslim terbesar untuk kemerdekaan

yang berdiri pada tahun 1983. Organisasi ini paling aktif dalam memobilisasi

aktivitas perjuangan dalam menentang apartheid, diskriminasi gender, dan

pencemaran lingkungan, serta menggalang usaha antar iman.85

Selanjutnya untuk mendukung perjuangan tersebut, Call mengajak kaum

beriman dari semua golongan untuk bergabung membentuk solidaritas antar iman

dan berjuang bersama melawan apartheid tanpa memandang apakah ia beragama

81

Esack, On Being A Muslim, h. 223. 82

MYM adalah gerakan pemuda Muslim yang didirikan pada 1670. 83

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 79. 84

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 31-32. 85Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 29.

Page 40: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Islam atau bukan karena mereka pun, baik itu dari golongan Kristen, Yahudi atau

Islam sama-sama mengalami penindasan dan telah menumpahkan darah yang

disebabkan oleh kebrutalan apartheid, maka apa salahnya jika para penganut

berbagai agama itu bergabung dan berjuang bersama menentang apartheid.86 Oleh

karena itu, peranan Call dalam konteks Afrika Selatan yang apartheid paling

signifikan dalam membujuk kaum Muslim lainnya untuk berjuang bersama-sama

dengan para penganut agama lain dalam menghancurkan apartheid karena

apartheid pun dilarang oleh agama, dan menerima secara tanpa ragu mereka,

kaum Kristen atau Yahudi sebagai saudara dan kaum beriman.87

Apartheid menurut Esack jelas-jelas telah melanggar al-Quran karena telah

dengan sengaja memilah-milah dan memecah orang secara etnis, yang berarti

telah menolak kesatuan umat manusia yang merupakan refleksi tauhid, “manusia

adalah bangsa yang satu” (Q.S. al-Baqarah/2: 213), sedangkan orang yang telah

mempraktikannya menurut Esack termasuk syirk.88

Namun sangat disayangkan ajakan Call tersebut ditentang oleh kaum

konservatif Muslim lainnya. Ternyata hidup berdampingan dengan penganut

agama lain meski sama-sama tertindas, menurut Esack, tidak cukup mengubah

86

Ketika sembilan belas pemimpin agama dijebloskan ke sel-sel di Pengadilan Tinggi

Wynberg karena telah melanggar larangan memasuki kota Kulit Hitam Gugulethu, pengalaman

tersebut telah menjadikan pengalaman penting bagi antar agama di Afrika Selatan. Pasalnya, di

sana mereka dari berbagai penganut agama telah mengalami dialog pada tataran tertinggi, dan

hanya dalam delapan jam, kecurigaan dan ketidakpercayaan di antara mereka selama bertahun-

tahun pun luluh. Mereka sama-sama menemukan komitmen bersama pada dan kebutuhan akan

Tuhan. Kemudian Allan Boesak pemimpin Kristen membacakan kitab suci, Pendeta Lionell Louw

memimpin koor bersama, Hassan Solomon berdoa dan Esack sendiri berkhutbah dan selanjutnya

mereka semua bersatu bahu-membahu mengupayakan masyarakat yang adil. Yakni di antaranya

adalah dengan melakukan berbagai aksi jalanan dan kehadiran pendeta-pendeta di pertemuan Call dan ulama-ulama Islam di gereja-gereja, serta sejumlah besar layanan antar iman, memperkuat

citra antar agama dalam menentang penindasan di Afsel. Sebagai simbol komitmen keterlibatan

mereka, mereka membentuk World Conference Religion and Peace (WCRP) cabang Afrika

Selatan pada Agustus 1984. Lihat Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 66. 87

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 66-67. 88Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 130.

Page 41: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

seseorang untuk hidup bersama dalam damai. Apalagi pengembangan rasa hormat

pada keanekaragaman agama bisa dipastikan tidak akan terjadi.89

Alasan mereka menentang dan menolak ajakan tersebut karena menurut

mereka, keikutsertaan orang-orang yang bergabung dengan solidaritas semacam

itu akan mengaburkan iman Islam seseorang. Bagi mereka, hanya pembebasan

melalui jalan Islamlah yang dapat berhasil karena Islam mempunyai jawaban

terhadap masalah-masalah di seluruh dunia, dan MYMlah menurut mereka, yang

pantas mewarisi kepemimpinan untuk membebaskan manusia dari pengekangan

manusia lain. Oleh karena itu, kaum Muslim punya hak untuk memimpin. Dengan

demikian, menurut mereka, orang-orang yang bergabung dengan komunitas

semacam, Call of Islam itu adalah kafir, arogan, penuh nafsu dan bathil.90

Maka dengan alasan itulah dalam tulisannya, Esack merumuskan kembali

isu-isu teologisnya yang mendasar mengenai istilah iman, islam dan kafir secara

sistematis. Diharapkan dengan adanya pembacaaan ulang terhadap istilah-istilah

tersebut, adalah mungkin untuk hidup dalam keimanan kepada al-Quran sekaligus

dalam konteks kekinian bersama orang-orang yang berbeda agama, bekerja

bersama mereka untuk membentuk masyarakat yang lebih manusiawi, terhindar

dari segala macam diskriminasi dan eksploitasi, dan bisa jadi untuk alasan itu

pula, Esack keluar dari MYM.91

Perubahan pemikiran Esack ke arah yang liberal tersebut, selain dari

pengalaman refleksi sosial dan pendidikannya, juga mendapat pengaruh yang

89

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 270-271. 90

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 68-79. 91Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 16.

Page 42: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

kukuh dari beberapa tokoh pemikir progresif. Di antaranya adalah Paul Knitter,92

Gustavo Gutierrez,93 Juan Luis Segundo,94 Hassan Hanafi95 Amina Wadud,96

Abdullah Ahmed al-Na’im97dan Fatima Mernissi.98 Mereka adalah termasuk

orang-orang yang memiliki kerangka acuan yang sama dengan Esack dalam

92

Paul F. Knitter adalah seorang ahli studi agama dari Xavier University, Cincinnati,

Amerika Serikat. Ia banyak menulis dan melakukan riset tentang tema

pluralisme dan dialog antar agama dibeberapa negara. “Paul F. Knitter,” diakses tanggal 11

dari 2007 November -omfreed.www://http

224=id&diskusi=detail&kegiatan=page?php.index/id/org.instituteHalaman Utama » Pelayanan

Gereja 93

Gustavo Gutierrez adalah pastor dari Peru, lahir tahun 1928. Ia banyak menerbitkan

buku di antaranya adalah buku Teologia de la Liberacion pada 1971. buku tersebut yang telah

menginspirasi para uskup di Amerika Latin. “Gustavo Gutierrez,” diakses dari

http://fppi.blogspot.com/2007/07/teologi-pembebasan.htmlPerihal Teologi Pembebasan 94Juan Luis Segundo, S. J (lahir di Montevideo, Uruguay 31 Maret 1925-meninggal 17

Januari 1996) adalah seorang imam Yesuit dan teolog pembebasan. Ia menulis banyak buku

tentang teologi, ideologi, iman, hermeneutika, dan keadilan sosial. Ia juga merupakan teman

Gustavo Gutiérrez selama belajar di seminari-seminari Yesuit di Argentina, di Louvain, Belgia dan di Sorbonne. “Luis Segundo,” diakses tanggal 11 November dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Juan_Luis_Segundo 95

Hassan Hanafi lahir dari leluhur Berber dan Badui, Mesir pada 1935. Ia banyak terlibat

dalam aksi kehidupan nasional Mesir daripada kehidupan pribadi dan keluarganya. Ia pernah

masuk dalam organisasi al-Ikhwan al-Muslimun(IM). Ia juga Pernah menjadi mahasiswa teladan

pada jurusan Filsafat di Universitas Kairo, tapi dicabut statusnya karena dianggap telah

melecehkan sejumlah guru besarnya. Ia menciptakan metodologi dan teologi baru Islam dengan

pendekatan berdarkan rasionalias, yakni kontemporer filosofis yaitu suatu pendekatan

fenomenologi. Hassan Hanafi, Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita Terhadap Tradisi Lama

(Jakarta: Paramadina, 2003), h. xvi-xvii. 96

Amina Wadud adalah profesor pada Universitas Commonwealth di Richmond, Virginia,

lahir di Amerika Serikat tahun 1952. Ia adalah seorang Feminis Muslim Afrika-Amerika yang melakukan pendekatan historis terhadap al-Quran, yakni dengan cara mengkombinasikan bacaan-

bacaan gender di dalam al-Quran dengan pengalaman kaum perempuan Afrika-Amerika. Charles

Kurzman, Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer Tentang Isu-Isu Global.

Penerjemah Bahrul Ulum dan Heri Junaedi. Penyunting E. Kusnadiningrat dan Din Wahid

(Jakarta: Paramadina, 2001), h. 185. 97

Abdullah Ahmed al-Na’im adalah seorang pemikir Muslim terkemuka asal Sudan-

Amerika Serikat lahir tahun 1946, dan dikenal luas sebagai pakar Islam dan HAM dalam

perspektif lintas budaya. Penelitiannya mencakup isu-isu ketatanegaraan di negeri-negeri Islam

dan Afrika. Disamping isu-isu tentang Islam dan politik, dia juga menekuni riset-riset lain yang

difokuskan pada advokasi strategi reformasi. Ia mendapat gelar doktor di bidang hukum dari

Universitas Khartoum, Sudan dan dari Universitas Cambridge, Inggris serta dari Edinburgh, Skotlandia dalam bidang yang sama, hukum. Kurzman, Wacana Islam Liberal, h. 369.

98Fatima Mernissi adalah seorang Feminis Arab-Muslim, lahir di Maroko tahun 1940. Dia

merupakan generasi pertama perempuan Maroko yang mendapat kesempatan memperoleh

pendidikan tinggi. Dia kuliah di Universitas Muhammad V di Rabat, kemudian mendapat gelar

doktor dalam bidang sosiologi di Amerika Serikat tahun 1973. Kurzman, Wacana Islam Liberal, h.

156.

Page 43: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

pencarian, peninjauan dan pembentukan hakikat dan peran agama demi keadilan

dan pluralisme keagamaan.99

C. Karya-Karya Farid Esack

Di antara gagasan-gagasan Esack yang berbentuk esai terdapat dalam

buletin-buletin: buletin bulanan al-Qalam yang diterbitkan di Afrika Selatan,100

Assalamualaikum yang diterbitkan di New York, dan Islamica yang diterbitkan di

London.101

Selain menulis esai, Esack juga menulis dalam bentuk buku. Jumlah buku

yang penulis temukan di media elektronik terdapat tujuh buah, yaitu: Quran

Liberation And Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity

Agains Oppression, diterbitkan oleh Oneworld, Oxford, England tahun 1997; The

Struggle Islam and Politic, London tahun 1988; The Quran: A Short Introduction,

diterbitkan oleh Oneworld, Oxford tahun 2002; On Being a Muslim: Finding a

Religious Path in the World Today diterbitkan oleh Oneworld, Oxford, England

tahun 1999; The Quran: A User’s Guide, Oxford tahun 2005; But Musa Went to

Fir’aun!: A Compilation of Questions and Answers about the Role of Muslims in

the South African Struggle for Liberation; Children of Africa Confront AIDS:

From Vulnerability, Editor Stephen Howard, Ohio University Press tahun 2003.102

99

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 37-38. 100

Esack, On Being A Muslim, h. 16. 101

Esack, On Being A Muslim, h. 11. 102

Artikel diakses pada 10 September 2007 dari http:/en. Wikipedia,

org./wiki/farid_Esak/2007/1110

Page 44: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Sementara ini, terdapat dua buah buku yang telah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia, yaitu Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective

of Interreligous Solidarity Against Oppression dan On Being a Muslim: Finding a

Religious Path in the World Today, buku yang pertama diterjemahkan menjadi

Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme, penerjemah

Watung A. Budiman diterbitkan oleh Mizan, Bandung tahun 2000, sedangkan

buku yang keduanya telah diterbitkan oleh dua penerbit, yaitu oleh IRCISoD

tahun 2003 dan Erlangga tahun 2004. Yang diterbitkan oleh IRCISoD

diterjemahkan oleh Nuril Hidayah menjadi On Being a Muslim: Fajar Baru

Spiritualitas Islam Liberal-Plural. Sedangkan yang diterbitkan oleh Erlangga

diterjemahkan oleh Dadi Darmadi dan Jajang Jahroni menjadi On Being a

Muslim: Menjadi Muslim di Dunia Modern sekaligus, pengantar oleh Dadi

Darmadi dan Farid Esack sendiri. Namun dalam penulisan skripsi ini penulis

banyak merujuk pada buku yang telah diterbitkan oleh IRCISoD dari pada

Erlangga. Alasannya adalah karena penulis lebih dulu menemukan buku yang

telah diterbitkan oleh IRCISoD dari pada buku yang telah diterbitkan oleh

Erlangga.

Adapun mengenai isi kedua buku tersebut, merupakan hasil refleksi dari

perjalanan intelektual dan aktivitas Esack selama ia tinggal di Afrika Selatan dan

di berbagai negeri yang ia singgahi. Dalam bukunya yang pertama, di antaranya

adalah Esack lebih banyak berbicara dalam konteks Afrika Selatan, sedangkan

pada bukunya yang kedua, selain dalam konteks Afrika Selatan, ia juga bebicara

dalam konteks berbagai negeri, seperti India, Pakistan, dan Makkah.

Page 45: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Kemudian dalam bukunya yang pertama, Esack banyak menuliskan

gagasan-gagasan teologisnya yang sudah mapan, seperti bagaimana seharusnya

memaknai dan menggunakan istilah iman, islam, dan kafir agar terhindar dari

pemaknaan dan penggunaan yang sempit. Ia juga menjelaskan tentang pentingnya

perangkat hermeneutika dalam memahami al-Quran demi tercapainya keadilan

dan kesejahteraan, hidup berdampingan dengan orang-orang yang berbeda agama

tanpa harus menjauh dari kitab suci, dan bukunya yang kedua, lebih berisi catatan-

catatan yang gamblang dan ringan, semacam catatan keseharian (diary) karena

penjelasan yang ia tulis lebih rinci lagi, seperti bagaimana ia mengomentari

ketidakadilan dan penderitaan yang ia lihat dan rasakan selama ia tinggal di

Afrika Selatan dan Pakistan. Kemudian kecurigaan-kecurigaan yang ia

pertanyakan dalam hatinya terhadap kebaikan di luar agamanya. Ia

mempertanyakan apakah adil jika Tuhan menempatkan tetangganya, nyonya

Batista atau tuan Frank dalam Neraka.103 Padahal mereka telah banyak membantu

dan meringankan beban penderitaan keluarganya di saat mereka kelaparan dan

tidak punya uang. Tidak itu saja, mereka juga adalah orang-orang yang taat dalam

beribadah.104

Bisa dikatakan buku yang keduanya ini, On Being a Muslim: Fajar Baru

Spiritualitas Islam Liberal-Plural sebagai pelengkap buku yang pertama,

Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme karena

penjelasannya saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Terkadang jika

orang membaca bukunya yang kedua kemudian tidak paham, maka ia bisa

103

Mengenai profil nama-nama tersebut, telah dijelaskan pada bagian latar belakang sosial

Farid Esack pada halaman 2 dari tulisan ini. 104Esack, On Being A Muslim, h. 219.

Page 46: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

membacanya dan memahaminya pada buku pertama. Begitu pula sebaliknya jika

ia membaca buku yang pertama kemudian tidak memahaminya, maka dianjurkan

untuk membaca bukunya yang kedua.

Selanjutnya dalam buku The Quran: A Short Introduction, Esack

mengatakan, bahwa realitas mempunyai otoritas yang lebih penting dari pada

teks,105

dan dalam bukunya But Musa Went to Fir’aun!: A Compilation of

Questions and Answers about the Role of Muslims in the South African Struggle

for Liberation, Esack menjelaskan tentang pentingnya politik sebagai medium

untuk menyampaikan aspirasi serta mengubah stuktur eksploitatif melalui

prosedur-prosedur demokratis, untuk mengkampanyekan ide-ide perlawanan

terhadap rezim apartheid, ia tuliskan kisah-kisah para Nabi tentang perjuangannya

melawan penindasan dan ketidakadilan di masyarakatnya. Buku ini berukuran

kecil dan berisi tanya jawab hanya berjumlah 84 halaman karena sebenarnya,

buku ini ditulis untuk keperluan Call of Islam yang sedang gencar-gencarnya

mengkampanyekan perlawanan terhadap rezim Apartheid.106

105

“Esack Books,” diakses pada 10 September 2007 dari

http://books.goole.com/books?id=6 106Burhanudin, “Tafsir Liberatif dan Prinsip Wahyu Progresif,” h. 29-30.

Page 47: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

BAB III

PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF AGAMA-AGAMA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan pluralisme agama dalam perpektif

agama-agama; Islam dalam al-Quran, Hindu di antaranya dalam Bhagawad-Ghita,

Buddha dalam ajaran dhammanya dan Kristen dalam wahyu Allah dalam Kristus,

Matius, Yohanes dan metafora astronominya. Di bab ini pula penulis sedikit akan

menyinggung pembahasan mengenai alasan orang atau sekelompok orang yang

tidak menyetujui pluralisme agama yang terdapat dalam beberapa agama-agama.

Namun untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan pembahasan-pembahasan

tersebut sebagai berikut:

A. Pluralisme Agama dalam Perspektif Islam

Pluralisme agama dalam perspektif Islam tercantum dalam Q.S al-

Baqarah/2: 62107, Q.S. al-Maidah/5: 69108 dan Q.S. al-Hajj/22: 17109. Teks-teks

tersebut menjelaskan tentang pengakuan terhadap keanekaragaman agama-agama,

baik itu agama Yahudi, Sabi’in, Nasrani atau Najusi. Yang terpenting menurut

107

Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa

saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka

akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan

tidak pula mereka akan bersedih hati”. 108

Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, Yahudi, Sabi’in dan

Nasrani, siapa saja yang benar-benar beriman, kepada Allah dan Hari Kemudian, dan beramal

saleh, maka tak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” 109

Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang beriman, orang Yahudi, orang Sabiin,

orang Nasrani, orang majusi, dan orang musyrik, Allah pasti memberi keputusan di antara mereka

pada hari kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu”.

Page 48: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

teks tersebut adalah beriman kepada Allah, Hari Akhir dan berbuat kebajikan,

mereka akan mendapatkan balasan di sisi Tuhan. Oleh karena itu, mereka tidak

perlu khawatir dan bersedih hati.110

Selain penjelasan tentang pengakuan terhadap keanekaragaman agama-

agama, pesan ketuhanan yang disampaikan oleh para nabi, sejak Ibrahim sampai

Muhammad adalah sama, yakni berserah diri kepada Tuhan. Hal tersebut

tercantum dalam Q.S. al-Anam/6: 108111

, Q.S. al-Syuro/42: 13112

, Q.S. al-Nisa/4:

131113

, Q.S. al-Baqarah /2: 132114

dan Q.S. Ali Imran/3: 85115

, sedangkan Q.S al-

Baqarah/2: 256116

menjelaskan legitimasi tidak ada paksaan dalam beragama.117

Salah satu tokoh muslim Indonesia yang mendukung gagasan tersebut

adalah Nurcholis Madjid (1939-2005), atau yang sering disapa Cak Nur.

Pluralisme menurutnya, adalah sistem nilai yang memandang secara positif-

110

Jalaluddin Rakhmat, “Menundukkan Makna Pluralisme Agama,” Buletin Kebebasan

V, no. 3 (Mei 2007), h. 22. 111

Terjemahannya: “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah

selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar

pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat mengangap baik pekerjaan mereka.

Kemudian kepada tuhan tempat kembali mereka, lalu dia akan memberitahukan kepada mereka

apa yang trelah mereka kerjakan. 112

Terjemahannya: “Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah

diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa

yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan

ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memiliah orang yang

dia kehendaki kepada agama tauhid dan dan memberi petunjuk kapada (agama)-nya bagi orang

yang kembali kepada-Nya”. 113

Terjemahannya: “dan milik Allahlah apa yang ada di langit baik yang di bumi dan

sungguh kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab sebelum kamu dan jiga

kepadamu gar bertaaqwa kepada Allah”. 114

Terjemahannya: “Dan Ibrahim mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,

demikian pula Yakub “wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini

untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim”. 115

Terjemahannya: “Siapa saja yang mencari din selain Islam dia tidak akan diterima dan

diakhirat ia temasuk orang yang rugi. 116

Terjemahnnya: “Tidak ada pakasaaan dalam din, sesunguhnya telah jelas perbedaan

antar jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada tagut dan beriman kepada

Allah, maka sungguh ia telah berpengang kepada tali yang kuat yang tidak akan putus. Allah Maha

mendengar, Maha mengetahui”. 117

Usman, Fatimah, Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama (Yogyakarta: LkiS,

2002), h. 36.

Page 49: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

optimis terhadap kemajemukan dengan menerimanya sebagai kenyataaan dan

berbuat baik sesuai dengan kenyataan itu,118 dan tidak boleh hanya dipahami

sebagai bentuk kemajemukan, beraneka ragam terdiri dari berbagai suku dan

agama, tapi hal tersebut harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan

dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan ia mengatakan, hal tersebut merupakan

keharusan bagi keselamatan umat manusia119

karena merupakan sebuah aturan,

sunatullah120

yang tidak akan berubah sehingga tidak mungkin dilawan atau

diingkari, dan Islam adalah agama yang kitab sucinya dengan tegas mengakui

hak-hak agama lain.121

Bangunan epistemologi Cak Nur tentang pluralisme diawali dengan

tafsiran al- Islam. Al-Islam menurutnya adalah sebagai sikap pasrah terhadap

kehadiran Tuhan. Kepasrahanlah yang menjadi karakteristik pokok semua agama

yang benar. Karakter tersebut dalam al-Quran diistilahkan dengan kalimatun

sawâ, titik temu, ajaran bersama yang menjadi titik pertemuan, common platform

antar berbagai kelompok manusia, dan hal tersebut menurutnya telah diisyaratkan

dalam Q.S. Ali Imran/3: 64.122

118

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan (Jakarta: Paramadina, 2000), h. Ixxv. 119

Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman

(Jakarta: Paramida, 2001), h. 31. 120

Sunatullah adalah hukum Allah yang tidak pernah berubah dan bersifat pasti.

Tercantum dalam Qs. Fathir/35: 43: “Karena kesombongan mereka di muka bumi dan karena

rencana mereka yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang

merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan berlakunya kepada

orang-orang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah

Allah dan sekali-kali tdak pula tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 176.

121Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. Ixxvii- Ixxviii.

122Terjemahannya: "Katakanlah (Muhammad) wahai Ahli Kitab marilah kita menuju

kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kamu bahwa kita tidak menyembah selain Allah

dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan bahwa kita tidak menjadikan satu

sama lain Tuhan-Tuhan selain Allah". Lihat Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 184-188.

Page 50: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Dalam al-Islam terkandung dua makna yaitu al-Istislam (sikap berserah

diri) dan al- Inqiyad (tunduk patuh).123 Kedua makna tersebut mengacu kepada

sikap penuh pasrah dan berserah diri serta tunduk dan patuh kepada dzat yang

Maha Esa yaitu Allah dan tiada serikat bagi-Nya.124

Hal tersebutlah menurut Cak Nur, intisari ajaran agama yang benar disisi

Allah. Tanpa sikap tersebut, menurutnya, suatu keyakinan keagamaan akan tidak

memiliki kesejatian, sekalipun secara sosiologis dan formal kemasyarakatan

seseorang beragama Islam. Ia tetap akan tertolak,125

dan hal tersebut telah

disampaikan oleh para nabi kepada umatnya, meskipun syariatnya berbeda-

beda.126

Pendapat Cak Nur tersebut disambut baik oleh Romo Magnis.127

Dalam

tulisannya ia menyatakan dukungan atas dobrakan Cak Nur yang menyatakan

bahwa istilah Islam tidak ditujukan kepada orang yang secara formal menjadi

anggota agama Islam, melainkan sikap orang yang menyerahkan hatinya dengan

tulus kepada yang Ilahi sesuai dengan keyakinan agamanya, itulah orang Islam,

maka implikasinya, siapa saja yang menyerahkan hatinya dengan tulus kepada

123Ia mengutip pernyataan Ibn Taymiyah (1263-1328) mengenai pengertian al-islam.

Menurut bn Taymiyah, perkataan al-islam mengandung pengertian al-istislam (sikap berserah diri)

dan al-inqiyad (tunduk patuh) serta al-ikhlash (tulus). Ia juga menyatakan bahwa “Pangkal agama

yaitu al-islam, itu satu, meskipun syariatnya bermacam-macam, maka Nabi Muhammad bersabda

dalam hadis shahih, “kami, golongan para nabi, agama kami adalah satu, dan para nabi itu

bersaudara tunggal, ayah dan lain ibu bersaudara”. Lebih jauh lihat Madjid, Islam Doktrin dan

Peradaban, h. 181-182. 124

Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182. 125Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 182. 126

Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 2-3. 127

Nama lengkapnya adalah Franz Magnis-Suseno. Ia adalah rohaniawan yang lahir tahun 1936 di Eckersdorf, Jerman, dan sejak tahun 1961 hidup di Indonesia. Ia adalah guru besar Filsafat

Driyarkara di Jakarta dan guru besar luar biasa di Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Ia

juga adalah salah satu teman dekatnya Cak Nur (almarhum). Selain ia seorang rohaniawan, ia juga

adalah seorang penulis yang sangat produktif. Telah banyak karangan ilmiah dan populer yang ia

tulis, mulai dari etika, sosial, sampai filasafat. Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx dari

Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 283.

Page 51: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

yang ilahi, dia akan masuk surga. Dengan demikian, menurut Romo Magnis, Cak

Nur telah memperlihatkan bahwa paham keselamatan Islam bukan eksklusif,

seperti lazimnya anggapan umat Islam, melainkan inklusif sekaligus pluralis.

Oleh karena itu, orang Kristiani, Yahudi, Budha, Hindu, Konghucu dan penganut

agama lain dapat masuk surga, asal mereka menyerahkan diri pada Yang Ilahi.128

Adapun perbedaan pendapat yang terjadi kemudian antara sesama kaum

beriman, menurut Muhammad Asad, adalah akibat dari kebanggaan sektarian dan

saling menolak karena pada mulanya, intisari yang terkandung dalam agama

adalah paham kemahaesaan Tuhan. Bagi Asad, satu-satunya agama yang benar

dalam penglihatan Tuhan adalah sikap berserah diri manusia kepada-Nya.129

Menurut Cak Nur, jika berselisih, maka harus selalu diusahakan ishlah

karena kitab suci telah mengajarkan prinsip bahwa semua orang yang beriman

adalah bersaudara dan jika berselisih maka harus selalu diusahakan ishlah.130

Terlebih lagi al-Quran menegaskan, bahwa siapa pun dapat memperoleh

keselamatan asalkan dia beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berbuat

baik, akan mendapat keselamatan tanpa memandang apakah dia keturunan

Ibrahim atau bukan.131

Beriman kepada Allah adalah mempercayai

kualitas-Nya sebagai satu-satunya yang bersifat keilahian atau ketuhanan dan

sama sekali tidak memandang adanya kualitas serupa kepada sesuatu apa pun

128

Franz Magnis-Suseno, “Terima Kasih, Cak Nur, Kesaksian Intelektual,” dalam

Muhammad Wahyuni Nafis dan Ahmad Rifki, ed., Kesaksian Intelektual Mengiringi Kepergian

Sang Guru Bangsa (Jakarta: Paramadina, 2005), h. 102-103. 129

Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 183-184. 130

Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. xii. 131Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 187-188.

Page 52: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

yang lain sehingga konsekuensi dari percaya kepada Allah, adalah harus bersandar

dan menggantungkan harapan hanya pada-Nya (tawakal).132

Iman menurut Cak Nur, tidak hanya sekedar percaya karena setan pun

percaya kepada Tuhan. Bahkan iblis sempat berdialog dan berargumentasi

langsung dengan Tuhan. Sikap hidup yang memandang Tuhan sebagai tempat

menyandarkan diri dan menggantungkan harapan yang menjadikan Tuhan satu-

satunya arah dan tujuan kegiatan hidup dengan jalan ridla dan lillahita’ala adalah

wujud dari iman,133

sedangkan yang dimaksud dengan kategori perbuatan baik

adalah amal saleh dan budi luhur. Amal saleh adalah setiap tingkah laku pribadi

yang menunjang usaha mewujudkan tatanan hidup sosial yang teratur dan

berkesopanan, dan budi luhur adalah konsekuensi nyata dari taqwa.134

Taqwa adalah kesadaran ketuhanan yang bersifat monoteisik, yaitu

kesadaran tentang adanya Tuhan yang Maha Hadir dalam hidup. Pengertian

mendasarnya adalah sejajar dengan pengertian rabbâniyyah (semangat ketuhanan)

sehingga dengan kesadaran tersebut mendorong seseorang untuk berbuat sesuai

dengan hati nuraninya dan menempuh hidup mengikuti garis yang diridlai-Nya

dan sesuai dengan ketentuan-Nya karena pada dasarnya takwa berasal dari

semangat ketuhanan. Dalam konteks sosial bentuknya, seperti zakat. Terlebih lagi

Nabi Muhammad mengatakan bahwa yang paling banyak memasukkan seseorang

ke dalam surga adalah taqwa kepada Allah dan budi luhur.135

132

Nurcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 4 -5. 133

Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 94. 134

Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 45. 135Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 45.

Page 53: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Namun tentunya ada juga dari beberapa golongan kaum eksklusif136

yang

tidak sependapat dengan pemahaman Cak Nur tersebut. Menurut golongan ini,

pengertian Islam hanyalah untuk nama sebuah agama yakni agama Islam. Makna

islam menurut golongan ini adalah sebatas bersaksi bahwa tiada Tuhan selain

Allah dan Muhammad dalah utusan Allah, menegakkan shalat, zakat, sahaum

ramadan, dan haji ke Baitullah jika mampu.137

B. Pluralisme Agama dalam Perspektif Hindu

Pluralisme agama dalam perspektif Hindu terdapat dalam sanata dharma,

yakni yang menyatakan, bahwa kebajikanlah yang harus jadi dasar

kontekstualisasi agama dalam situasi apa pun sehingga agama menjadi selalu

memanifestasikan diri dalam bentuk etis dan keluhuran hidup manusia.138

Pandangan tersebut telah dijelaskan dalam agama Hindu Klasik sejak

agama ini lahir. Alasannya adalah karena menurut agama tersebut, seluruh segi

dunia berasal dari satu leluhur yang sama. Oleh karena itu, tidak diperlukan

persamaan, baik itu berupa bunyi, bentuk, jumlah, warna, atau gagasan, termasuk

agama yang bermacam-macam tersebut.139

Bagi agama Hindu, agama haruslah dipahami sebagai perspektif-perspektif

yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan, maka dengan adanya paham

tersebut, agama Hindu mengajarkan keharusan bersikap toleran dan terbuka

136Golongan eksklusif adalah golongan yang tidak menerima keberadaan agama lain.

Mereka menganggap bahwa keselamatan hanya ada pada agamanya sendiri. Lihat, Budhy

Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 44.

137Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram Fatwa MUI Yang Tegas Dan Tidak

Kontroversial (Jakarta: Pustaka al Kaustar, 2005), h. 100. 138

Sukidi, New Age Wisata Spiritual Lintas Agama (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 28. 139

Harold Coward, Pluralisme:Tantangan bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco

Carvallo (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 117.

Page 54: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

terhadap agama-agama lain. Bahkan dalam agamanya sendiri, dituntut adanya

toleransi yang besar untuk merangkul semua sekte karena makin banyak segi Ilahi

yang dapat diamati, maka makin sempurnalah pemahaman kita.140

Pada dasarnya agama tersebut sudah memperkirakan adanya perbedaan

mengenai yang Ilahi. Hal tersebut terlihat dalam penjelasan mengenai pengertian

tentang konsep. Menurut ajaran ini, setiap konsep adalah benar dalam

perpektifnya sendiri. Artinya setiap pandangan merupakan suatu kesimpulan logis

yang didasarkan pada praanggapan pada perspektifnya sendiri. Dengan demikian

karena keterbatasan manusiawi, terpaksa manusia harus memilih salah satu bentuk

dari sekian banyak bentuk untuk menyalurkan apresiasi kecintaanya pada Yang

Ilahi.141

Terdapat dua perspektif pluralisme agama dalam agama Hindu, yakni

yang membiarkan eksistensi agama-agama dan yang menyatukan agama-agama.

Yang mengakui eksistensi agama-agama, selain Hindu Klasik adalah

Radhakrishnan.142 Ia mengatakan bahwa agama tidak harus sama dengan suatu

wahyu yang akan kita capai dalam iman sebagai suatu upaya untuk

menyingkapkan lapisan-lapisan terdalam keberadaan manusia dan menjalin

hubungan abadi dengan-Nya. Menurutnya, agama-agama yang berbeda harus

mengembangkan semangat saling mengerti dan menerima kultus-kultus mengenai

kelompok lain. Yang Nyata ada satu. Yang berpengetahuan menyebutnya dengan

bermacam-macam nama: Agni, Yama, Matarisvan, sebagaimana yang dikatakan

140

Coward, Pluralisme, h. 117-118. 141

Coward, Pluralisme, h. 118. 142

Radhakrishnan adalah seorang filosof dan apologi Hindu. Dia lahir tahun 1888 di India

Selatan. Dia juga merupakan profesor agama-agama timur dan budaya, dosen filsafat di Mysore

Calkuta dan di Universitas Hindu Banares. “Radhakrishnan” dalam Paul Edwards, ed., The

Encyclopedia of Philosophy, vol. VII-VIII (New York: Collier Macmillan, 1967), h. 62

Page 55: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

dalam Upanisad, Brahman ada satu; dewa-dewa yang beda hanyalah perwujudan

bermacam-macam aspek dari Brahman.143

Sikap demikian juga dinyatakan jelas dalam Bhagawad-Ghita, bahwa

Yang Ilahi menerima orang-orang yang datang kepada-Nya melalui jalan agama

yang berbeda-beda, dan agama Hindu menurutnya telah menyesuaikan dirinya

dengan rahmat yang tak terbatas untuk setiap kebutuhan manusia tersebut. Agama

ini mempunyai sikap simpati dan hormat sehingga agama ini tidak segan-segan

menerima setiap segi Allah yang dipahami manusia. Sikap tersebut telah mampu

menyatukan keanekaragaman agama. Agama ini juga menyatakan bahwa masalah

agama adalah masalah kepuasan pribadi. Syahadat dan dogma, kata dan lambang,

hanya berfungsi sebagai alat karena bagi ajaran ini, nama yang digunakan untuk

menyebut Allah dan upacara yang dilakukan untuk mendekati-Nya bukanlah

persoalan. Selain mengutip Bhagawad-Ghita, Radhakrishnan pun membenarkan

apa yang telah diucapkan oleh Yesus yang mengatakan bahwa orang yang

melakukan kehendak Allah adalah saudara-saudari-Ku dan ibu-Ku.144

Bagi Radhakrishnan, keabsahan setiap agama terdapat dalam nilainya

sebagai alat, yaitu jika setiap agama memungkinkan pengikutnya mencapai

kebahagiaan. Kebahagian adalah letak keabsahan dari sebuah agama. Letak

keabsahan orang Hindu terletak kepada melagukan Veda di tepi sungai Gangga,

sedangkan bagi orang Cina dengan merenungkan ajaran-ajaran Konghuchunya,

bagi orang Jepang adalah memuja patung Budha bagi orang Eropa adalah percaya

143

Coward, Pluralisme, h. 137. 144Coward, Pluralisme, h. 138-139.

Page 56: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

pada Kristus, bagi orang Arab membaca al-Quran, dan bagi orang Afrika adalah

memuja Fetis.145

Fakta tersebut merupakan penegasan setiap agama atas keabsahannya,

bahwa hanya melalui agama yang bersangkutan para pengikutnya menemukan

diri. Lebih jelasnya Radhakrishnan ingin mengatakan, bahwa pembebasan

manusia itu beraneka ragam sesuai dengan sifat dan latar belakang budayanya.

Agama Kristen sangat cocok untuk orang Eropa yang baginya tradisi lain seperti

agama Hindu atau Budha sama sekali tidak cocok.146

Lebih lanjut Radhakrishnan menjelaskan, bahwa kepercayaan terhadap

satu agama, akan membunuh kepercayaan terhadap agama-agama lain karena

tindakan tersebut cenderung berusaha memaksakan iman pada orang lain, dan

hanya akan merampok kekayaan agama, yakni keanekaragaman jalan menuju

Allah, dan tentu saja ajaran tersebut bertolak belakang dengan ajaran Hindu yang

mengakui kebenaran yang beragam pada setiap agama.147

Dengan demikian pemecahan masalah pluralisme keagamaan, menurut

Radhakrishnan, bukanlah dengan menghancurkan atau menghilangkan tradisi-

tradisi agama individu, melainkan dengan menegaskan dan menghormati

kepercayaan dari orang lain karena baginya tradisi adalah merupakan kenangan

masyarakat akan jalan dan sarana yang mereka gunakan untuk mencapai

pembebasan.148

Berbeda dengan Radhakrishnan, adalah Kabir dan Namdev, mereka adalah

dua orang Hindu sejati yang memadukan ajaran agama Islam dan Hindu. Kabir

145

Coward, Pluralisme, h. 139. 146

Coward, Pluralisme,, h. 139. 147

Coward, Pluralisme, h. 140. 148Coward, Pluralisme, h. 140.

Page 57: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

mengatakan bahwa Allah yang sama yang dicari dalam semua agama, yang

berbeda hanya cara menamakan-Nya. Beberapa ajaran yang diambil dari ajaran

Islam di antaranya adalah menjauhkan diri lambang-lambang kehidupan agama

termasuk kasta, berhala-berhala dan praktek-praktek ziarah termasuk penolakan

terhadap pemujaan berhala-berhala.149

Selain Namdev dan Kabir adalah Nanak. Ia adalah seorang penganut

Hindu yang menyatukan ajaran Islam dan Hindu, menjadi agama Sikh. Namun

latar belakang kebijaksanaannya lebih banyak dipengaruhi oleh agama Hindu. Ia

menyatakan bahwa kegiatan kasih sayang dan penuh semangat dituntut dari

semua orang. Allah adalah yang mutlak tanpa bentuk (nirguna) dan sekaligus

adalah realitas yang terwujud (saguna).150

Selanjutnya adalah Keshub Chunder Sen. Ia adalah seorang penganut Hindu

yang memadukan ketiga ajaran agama menjadi satu, yakni Islam, Hindu, dan

Kristen. Dasar pemikirannya adalah bahwa semua semua yang baik dan mulia

yang ada dalam yang lain harus diambil. Masukkan dan terimalah seluruh umat

manusia dan semua kebenaran. Ia mengatakan hendaknya orang Hindu dan

Kristen mengerti dan memahami keduanya. Tidak saling membenci dan

meniadakan.151

C. Pluralisme Agama dalam Perspektif Buddha

Paham pluralisme agama dalam agama Buddha termuat dalam sikap-sikap

yang ditujukan oleh sang Buddha ketika ia dituduh oleh seorang pertapa akan

149

Coward, Pluralisme, h. 126-128. 150

Coward, Pluralisme, h. 129-130. 151Coward, Pluralisme, h. 133-134.

Page 58: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

meruntuhkan sekte-sekte agama lain. Di antaranya adalah: ia hanya akan

menerima murid yang pandai, cerdik dan jujur, dari pada seorang murid yang

berakal licik dan penipu; ia tidak berharap dapat membuat orang lepas dari janji-

janji agama yang mereka anut; ia tidak berharap orang lain meninggalkan jalan

hidup yang mereka tempuh; ia tidak berharap dapat membuat jalan orang lain di

jalan yang salah atau meninggalkan jalan-jalan yang baik. Tidak sama sekali.152

Sikap-sikap yang diajarkan oleh sang Buddha tersebut menandakan bahwa

ia mengakui nilai-nilai yang terdapat dalam agama-agama lain, dan tidak perlu

merubah label-labelnya. Tujuan ia mengajar, hanya menginginkan para penganut

baru meningkatkan kebenaran dan kebaikan seperti yang diajarkan dalam agama

yang mereka anut sebelumnya. Dengan demikian tuduhan yang disampaikan oleh

sang pertapa tidak terbukti karena pada kenyataanya sikap-sikap yang diajarkan

oleh Sang Buddha, tidaklah seperti yang dituduhkan oleh sang pertapa.

Sebaliknya, sang Buddha sangat toleran terhadap agama lain.153

Sikap lainnya yang menunjukkan bahwa ia sangat pluralis adalah ketika ia

mengkritik para Pendeta Brahmin yang mengklaim kitabnya sajalah yang memuat

kebenaran, dan hanya dia sajalah yang harus mengajarkan kebenaran itu,

sekaligus menyatakan yang lain salah. 154

Sikap-sikap yang ditujukan oleh sang Buddha tersebut, sesuai dengan

ajarannya yakni dhamma. Ajaran tersebut selain mengajarkan sikap yang pluralis,

juga mengajarkan hal-hal yang baik yang harus diperbanyak dan menjauhkan diri

dari korupsi sehingga dengan kemampuan yang luar biasa orang akan mencapai

152

Rahman, Agama untuk Manusia, h. 123. 153

Rahman, Agama untuk Manusia, h. 129. 154Rahman, Agama untuk Manusia, h. 129.

Page 59: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

dan masuk dalam pengetahuan dan menyadari secara penuh kebijaksanaan yang

sempurna.155

D. Pluralisme Agama dalam Perspektif Kristen

Pluralisme agama dalam perpektif Kristen, selain menggunakan

pendekatan wahyu Allah dalam Kristus, ada juga yang menggunakan pendekatan

metafora astronomi. Salah satu tokoh Kristen yang membicarakan pluralisme

agama dengan menggunkan pendekatan metafora astronomi ini adalah John Hick.

Ia menggunakan pendekatan ini, sebagaimana yang dilakukan oleh Ptolemeus dan

Copernicus, yakni membicarakan tentang apa yang menjadi pusat tata surya di

planet ini, apakah matahari atau bumi. Ptolemeus mengatakan bumilah yang

menjadi pusat tata surya. Matahari dan planet lainnya mengelilingi bumi.

Sebaliknya, Copernicus mengatakan bahwa mataharilah yang menjadi pusat tata

surya, maka jika dikaitkan dengan agama-agama, Ptolemeus mengatakan, bahwa

agama Kristenlah yang menjadi pusat seluruh agama, dan agama lain berputar

mengelilinginya. 156

Lain halnya dengan Hick, ia mengatakan bahwa yang menjadi pusat

bukanlah agama Kristen atau pada salah satu agama-agama yang lain, melainkan

Allah. Dia adalah matahari, sumber azali dari cahaya dan kehidupan, yang

digambarkan oleh semua agama. Dengan caranya masing-masing agama-agama

mengelilingi pusat, sesuai dengan apa yang mereka pahami dan pengalaman

155

Rahman, Agama untuk Manusia, h. 125. 156Coward, Pluralisme, 57-59.

Page 60: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

mereka mengenai yang tak terbatas itu sekalipun ada perbedaan di antara

bermacam-macam wahyu. Menurutnya, kita dapat percaya bahwa dimana-mana

Allah sedang bekerja pada jiwa manusia. Sebagai bentuk kongkrit lainnya adalah

agama-agama mempunyai banyak nama untuk menyebut realitas yang tak terbatas

itu. Ada yang menggunakan nama Allah, Yahwe, Shiva, Vishnu, atau Bapa

Surgawi. Sedangkan Hick lebih suka menggunakan istilah “Yang Nyata” untuk

menunjukkan realitas yang tak terbatas itu.157

Selanjutnya salah satu tokoh yang pendekatan melalui wahyu Allah dalam

Kristus adalah Wilfred Smith. Menurutnya, secara moral wahyu Allah dalam

Kristus menghendaki rekonsiliasi dan rasa kebersamaan yang dalam. Oleh karena

itu, kita harus berusaha menghilangkan hambatan-hambatan, menjembatani

perbedaan-perbedaan, dan mengakui semua orang sebagai sesama dan anak-anak

Allah Bapa yang sedang berupaya menemukan Dia yang sedang dicari-cari oleh-

Nya sehingga mustahil jika orang Kristen mengatakan kami diselamatkan, kalian

orang Islam, Hindu atau Budhis dihukum. Padahal mereka semua, orang Islam,

Hindu atau Budhis adalah orang yang saleh dan cerdas. Tidak logis bagi Smith

jika mereka dihukum dengan alasan mereka bukan seorang Kristiani.158

Dasar yang menyatakan pandangan tersebut terdapat pada wahyu Kristus,

yang mengatakan bahwa Allah mengulurkan tangan kepada semua orang dalam

cinta, dan sebagai makhluk Allah yang terbatas karena menurrtnya, kita tidak

dibatasi oleh cinta itu. Ia juga mengatakan bahwa jika kita ingin berlaku adil

kepada sesama, agama haruslah dipandang sebagai suatu perjumpaan yang

157

Coward, Pluralisme, h. 59-60. 158Coward, Pluralisme, h. 62.

Page 61: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

penting dan berubah-ubah antara Yang Ilahi dan manusia karena semua agama

mengarah pada tujuan akhir, yakni Allah.159

Oleh karena itu, visi yang ia tawarkan kepada agama-agama adalah

pertemuan antarpribadi, bukan dalam kesunyian telaah para teolog karena

menurutnya, dengan hal itu kita akan mengenal Allah, dunia kita, dan diri kita

sendiri. Kita dapat mengenal satu sama lain dalam kebersamaan. Tentunya atas

dasar hormat, kepercayaan, persamaan dan kasih timbal balik. Ia juga mengatakan

bahwa kita harus berhenti membicarakan agama lain sebagai dia (objek), ke

mereka (subjek), tetapi harus berkembang menjadi kami. Aku dan kamu, kita

semua berbicara tentang kita karena kita adalah sesama anggota yang sederajat

dari komunitas keagamaan yang meliputi seluruh dunia.160

Selain Hick dan Smith adalah Hans Kung, Ia mengatakan, bahwa ada

suatu hukum yang tanpa syarat dan kategoris sehingga bisa dipraktikkan oleh

seluruh individu atau kelompok kita hidup dalam kedamaian. Hukum tersebut

adalah hukum emas. Dalam Konfusius dikatakan, bahwa apa yang kamu sendiri

tidak ingin lakukan jangan lakukan pada orang lain. Hal ini setara dengan yang

dikatakan dalam Yahudi, jangan lakukan pada orang lain apa yang kamu tidak

ingin orang lain lakukan padamu. Dalam khutbahnya dikatakan bahwa apa pun

yang kamu inginkan pada orang lain untuk dilakukan padamu, lakukan pula pada

mereka.161

Namun sebagaimana dalam pandangan Islam, pandangan eksklusifisme

dalam Kristen pun ada, yang terumus dalam Injil: akulah jalan kebenaran dan

159

Coward, Pluralisme, h. 63-64. 160

Coward, Pluralisme, h. 65. 161Rahman, Agama untuk Manusia, h. 259-261.

Page 62: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada bapak kalau tidak melalui aku

(Yohanes/ 14: 6), atau yang dikenal dengan exstra ecclesian nulla salus, tidak ada

keselamatan di luar Gereja.162

Bagi yang menganut paham tersebut, bagi mereka Yesus Kristus adalah

penjelmaan Allah yang unik. Wahyu universal untuk seluruh umat lain. Oleh

karena itu, menurut mereka agama lain adalah sebagai kegelapan rohani,

sedangkan pengikutnya dikutuk. Menurut mereka agama-agama lain dapat

memiliki pengetahuan alami mengenai Allah, tapi pengetahuan tersebut tidak

akan memberi keselamatan karena pengetahuan itu secara utuh ada dalam Kristus.

Mereka meyakini kebenaran hadir paling sempurna dalam Yesus Kristus. Selain

mendasarkan pandangan dalam Yohanes, mereka juga mendasarkan

pandangannya dalam Matius/ 28: 18-19: kepada-Ku telah diberikan segala kuasa

di surga dan di bumi karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan

baptislah mereka dalam bapak dan anak dan roh kudus.163

162

Rachman, Islam Pluralis, h. 44. 163Coward, Pluralisme, h. 68-70.

Page 63: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

BAB IV

PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF FARID ESACK

Pada bab ini penulis akan membahas pengertian pluralisme agama dalam

beberapa perspektif dan pluralisme agama dalam perspektif Esack, namun pada

bab ini penulis juga akan membahas pengertian ulang istilah iman, islam dan kafir

dalam perspektif Esack karena penggunaan maknanya sangat kontekstual dan

eksistensial dengan situasi sekarang, khususnya dalam memahami pluralisme

agama. Oleh karena itu, pembahasan mengenai istilah tersebut menjadi sangat

penting untuk terciptanya wawasan pluralisme agama dalam berbagai agama,

khususnya dalam Islam. Pasalnya, menurut Esack, selama ini istilah tersebut telah

mengalami pemaknaan yang sempit, tidak lagi dipahami sebagai kualitas yang

dapat dimiliki individu, dinamis dan beragam intesitasnya sesuai dengan tahapan

individu, tapi menjadi pagar karakteristik etnis tertentu yang mengakibatkan

terjadinya konflik antar kaum beragama. Oleh karena itu, dalam memaknai istilah

tersebut, Esack lebih menelusuri makna yang kontekstual dan eksistensial dalam

situasi sekarang, khususnya dengan pluralisme agama. 164

Adapun tujuan Esack menelusuri kembali makna-makna tersebut adalah

agar orang atau sekelompok orang tidak sembarang untuk mendefinisikan

siapapun sebagai kawan dan lawan, bekerja bersama mereka untuk membentuk

masyarakat yang lebih manusiawi.165

Selanjutnya, mengenai pembahasan-pembahasan tersebut akan dijelaskan

sebagai berikut:

164

Farid Esack, Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme.

Penerjemah Watung A. Budiman (Badung: Mizan, 2000), h. 155-156. 165Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 38.

Page 64: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

A. Pengertian Pluralisme Agama

Jika dilihat dari segi bahasa, pluralisme terdiri dari dua kata, plural dan

isme. Plural yang menyatakan jamak, lebih dari satu atau dua,166 sedangkan isme

yang menyatakan paham atau sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial,

ekonomi, yang biasa dipakai sebagai akhiran dan dapat dilambangkan pada setiap

kata atau agama.167

Oleh karena itu, jika kata tersebut dilambangan pada agama,

maka kata tersebut berarti paham tentang kemajemukan agama.

Dalam kamus ilmiah populer, plural adalah bentuk jamak yang berarti

banyak, yang menyatakan, bahwa realitas terdiri dari banyak substansi.168

Selanjutnya dalam kamus filsafat, pluralisme adalah pluralism, dalam

bahasa Inggris, sedangkan dalam bahasa Latinnya adalah pluralis. Keduanya

menyatakan arti jamak.169

Dalam kamus tersebut ditulis terdapat tiga ciri keyakinan-keyakinan yang

menyatakan pengertian pluralism. Di antaranya adalah pertama, yang menyatakan

bahwa realitas fundamental bersifat jamak, kebalikan dari dualisme dan

monisme.170

Ciri yang kedua, adalah menyatakan bahwa ada banyak tingkatan

hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat diredusir dan pada

dirinya independen. Ciri yang terakhir adalah menyatakan bahwa alam semesta

pada dasarnya tidak tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan atau

166

J. S Badudu, Kata-Kata Serapan Asing Dalam B. Indonesia (Jakarta: Kompas, 2003),

h. 279. 167

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P & K), Kamus

Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 340. 168

Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Surabaya: Karya Harapan, 2005), h. 505. 169

Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 853. 170

Dualisme menyatakan, bahwa realitas fundamental ada dua, sedangkan monisme

menyatakan, bahwa realitas fundamental hanya satu. Lihat, Bagus, Kamus Filsafat, h. 853-855.

Page 65: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional

fundamental.171

Jika merujuk pada tiga ciri tersebut, maka pengertian pluralisme agama,

dapat disimpulkan sebagai upaya membenarkan keragaman dengan menegaskan,

bahwa semua kebenaran bersifat relatif dan menganggap semua keyakinan

religius dalam pengertian relatifisme murni sebagai pendapat-pendapat pribadi

yang semuanya mempunyai nilai yang sama karena pada dasarnya pluralisme

agama mempunyai ciri, sebagaimana yang terdapat pada ciri dasar pluralisme,

yakni beragam, independen dan tidak tertentukan dalam bentuk. 172

Dalam bukunya, Siswanto mengatakan, bahwa dalam metafisika

pluralisme menerima prinsip azali banyak. Prinsip azali adalah prinsip yang

memberikan makna dan hukum kenyataan yang sesungguhya yang berada di

belakang gejala-gejala, bisa yang material, yang hidup, yang rohani dan yang

ilahi, maka pluralisme azali yang ilahi adalah prinsip yang memberikan makna

dan hukum kenyataan yang sesungguhnya yang berada di belakang gejala-gejala

yang memberikan watak kenyataan yang sama pada semua kenyataan yang ada.

Sebagai contoh dalam pandangan Yunani, mereka menyatakan bahwa dalam

hukum kosmos segala sesuatu mendapat tempat yang sesuai.173

Adapun paham pluralisme agama tersebut hadir, menurut Abd Al-Ghaffar

karena kenyataan yang menggambarkan bahwa agama-agama di dunia ini banyak

(plural), yang kemudian menimbulkan pertanyaan bagi para penganutnya

171

Bagus, Kamus Filsafat, h. 853-855. 172

Lebih jauh lihat dalam Bagus, yang menyatakan tipe-tipe pluralisme. Ia membaginya

dalam enam tipe. Dua di antaranya adalah yang membicarakan pluralisme dalam bidang sosial

dan filosofis. Bagus, Kamus Filsafat, h. 855. 173

Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida

(Yogayakarta: Pustaka Pelajar), h. 160-161.

Page 66: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

mengenai kedudukan agama-agama lain yang berada diluar agama yang

dianutnya.174

Jalaludin Rakhmat, membahas permasalahan tersebut ke dalam dua

bahasan yakni membicarakan tentang keselamatan dan kebenarannya. Apakah

kedudukan agama-agama yang berada di luar agama yang dianutnya adalah benar

dan akan mendapat keselamatan, atau hanya agama yang dianutnya saja yang

benar dan akan mendapat keselamatan,175

dan paham pluralisme agama bagi

Rakhmat, adalah paham yang memandang bahwa semua agama akan memperoleh

keselamatan, dan ia tidak sependapat kepada orang yang berfikir bahwa

pluralisme membuat orang boleh pindah-pindah agama karena pandangan tersebut

akan membawa ke arah sinkretisme, yaitu pandangan yang mencampurkan semua

agama sekaligus karena semuanya dianggap memberi jalan keselamatan,176

sedangkan Hans Kung177 membaginya ke dalam empat bagian. Pertama, tidak ada

satu pun agama yang benar atau semua agama sama-sama tidak benar. Kedua,

hanya ada satu agama yang benar atau semua agama lainnya tidak benar. Ketiga

hanya ada satu agama yang benar, dalam arti semua agama lainnya mengambil

bagian dalam kebenaran agama yang satu itu.178

Terakhir, setiap agama adalah

benar, semua agama sama-sama benar.179

174

Purwanto Abd Al-Ghaffar, Tuhan yang Menentramkan, Bukan yang Menggelisahkan:

Studi Banding Tauhid dan Trinitas (Jakarta: Serambi, 2006), h. 25. 175

Jalaluddin Rakhmat, “Menundukkan Makna Pluralisme Agama,” Buletin Kebebasan

V, no. 3 (Mei 2007), h. 19-21. 176

Rakhmat, “Menundukan Makna Pluralisme Agama,” h. 21. 177

Hans Kung adalah guru besar teologi fundamental di University of Tubingen. Dalam Konsili Vatikan kedua, ia ditunjuk oleh Paus XXIII menjadi penasehat resmi. Fazlur Rahman,

dkk., Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h.

269-270. 178

Menurutnya sikap ini termasuk pada kesombongan tersembunyi karena menganggap

orang lain sebagai kristen anonim, menganggap diri super. ST. Sunardi mendefinisikan sikap

tersebut kepada inklusifistik yang menyatakan bahwa hanya ada satu agama yang benar dalam arti

Page 67: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Sikap yang ditujukan oleh penganut paham pluralis tersebut biasanya

dalam memandang agama-agama lain sangat toleran karena bagi mereka, agama-

agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang

sama, walaupun berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran agama

yang sah, atau setiap agama menyatakan, bahwa ekspresi agama lain merupakan

bagian penting sebuah kebenaran.180

Adapun dalam jurnalnya, Hamid Fahmi Zarkasi menjelaskan, bahwa

terdapat dua paham pluralisme agama yakni pluralisme teologi global dan religius

filosofis. Pendekatan yang digunakan oleh kedua aliran ini berbeda, yang pertama

menggunakan pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua menggunakan

pendekatan religious filosofis.181

Paham pluralisme teologi global menawarkan konsep dunia yang tanpa

batas geografis kultural, ideologis, teologis, kepercayaan dan lain-lain; semua

akan melebur menjadi satu. Menurut paham ini, agama-agama yang ada di dunia

akan berevolusi dan kelak akan saling mendekat, yang pada akhirnya akan

melebur jadi satu dan tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan

yang lainnya, sedangkan paham pluralisme religius filosofis, adalah paham yang

membela eksistensi agama-agama. Bagi paham ini, agama-agama tidak bisa

diubah dan dilebur begitu saja karena di dalam setiap agama terdapat tradisi-

tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap

semua agama lainnya mengambil bagian dari kebenaran agama yang satu itu. Abdurrahman

Wahid, dkk., Dialog Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta: Interfidei, 1994), h. 63. 179

Abdurrahman Wahid, dkk., Dialog Kritik dan Identitas Agama (Yogyakarta: Interfidei, 1994), h. 63.

180Nurcholish Madjid, “Dialog Antara Ahli Kitab (Ahl Al-kitab) Sebuah Pengantar,”

dalam George B. Grose dan Benjamin J. Hubbard, ed., Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah Dialog.

Penerjemah Santi Indra Astuti (Bandung: Mizan, 1998), h. xix. 181

Hamid Fahmi Zarkasi, “Islam dan Paham Pluralisme Agama,” Majalah dan Pemikiran

Islam Islamia I, no. 3 (September-Nopember 2004): h. 6-7.

Page 68: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

salah satunya lebih superior dari yang lainnya karena menurut paham ini, agama-

agama adalah seperti jalan-jalan yang mengantarkan manusia pemeluknya ke

puncak yang sama. Semua agama adalah sama dan benar. Dengan caranya

masing-masing, agama-agama itu akan menyampaikan manusia pemeluknya

kepada satu surga yang sama.182 Selanjutnya, konsep pluralisme religius filosofis

disebut konsep sophia perrenis. Di antara tokoh-tokoh yang mewakili paham ini,

adalah Titus Buckhart, Fricthof Schuon, Huston Smith dan Sayyed Hossein

Nasr.183

B. Konsep Pluralisme Agama dalam Perspektif Farid Esack

1. Pengertian Pluralisme Agama

Pluralisme menurut Esack dapat dijabarkan sebagai pengakuan dan

penerimaan, bukan sekedar toleransi, atas keberbedaan dan keberagaman, baik

di antara sesama maupun pada penganut agama lain, maka dalam konteks

agama berarti, penerimaan perbedaan cara menanggapi dari dorongan, baik

yang terlihat maupun tidak, yang ada dalam diri setiap manusia ke arah yang

transenden.184

Argumentasi tersebut menurutnya, telah tertulis dalam al-Quran, baik

secara sosial maupun spiritual. Al-Quran menurutnya, mengakui dan

menerima keberadaan kehidupan religius komunitas yang lain; keberadaan

hukum-hukumnya, norma-norma sosial dan praktik-praktik keagamaannya.

182

Yesus Kristus adalah jalan keselamatan bagi Kristen, Sanata Dharma bagi Hindu, dan

Dharma bagi Budha. Lihat Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: Kompas, 2001), h. 22-23. 183

Fahmi Zarkasi, “Islam dan Paham Pluralisme Agama,” h. 6-7. 184Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 21.

Page 69: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Bahkan tidak itu saja, menurutnya, Al-Quran pun akan memberikan

keselamatan bagi pemeluk-pemeluk setia, meskipun jalan yang mereka lalui

berbeda-beda.185

2. Argumentasi Pluralisme Agama

Berikut ini adalah beberapa argumentasi mengenai penerimaan dan

pengakuan keberadaan kehidupan religius komunitas lain menurut Esack dalam

al-Quran, baik secara sosial maupun spiritual, dan sebagaimana telah diungkapkan

di muka bahwa pembahasan ulang mengenai istilah iman, islam, dan kafir dalam

pandangan Esack menjadi salah satu argumentasi yang sangat penting untuk

memahami pengertian pluralisme agama, khususnya dam Islam karena ia telah

menggunakan istilah-istilah tersebut dengan makna yang kontekstual dan

eksistensial dengan paham pluralisme agama. Adapun argumentasi-

argumentasinya adalah sebagai berikut:

a. Pengakuan dan Penerimaan Kaum Lain Sebagai Komunitas

Sosioreligius yang Sah

Menurut Esack, argumentasi mengenai pengakuan dan penerimaan

atas kaum lain sebagai komunitas sosioreligius yang sah, tertulis

185

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205-215.

Page 70: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

dalamteks Q.S. al-Baqarah/2: 62186

, dan ayat yang sejenis dalam Q.S. al-

Maidah/5: 69.187

Teks tersebut menjelaskan bahwa kaum Yahudi, Nasrani, dan

Sabi’in, diakui sebagai komunitas sosioreligius yang sah, dan siapa saja

akan mendapat keselamatan asalkan mereka beriman kepada Allah, Hari

Akhir dan berbuat kebajikan. Kebajikan yang mereka lakukan tidak akan

sia-sia. Allah akan memberi pahala sesuai dengan apa yang telah Ia

janjikan.188

Ia mengutip penjelasan tersebut yang dijelaskan oleh Ridha (1865-

1935)189

dan Al-Thabathaba’i (1903-1981)190

; mereka menyatakan bahwa

semua yang beriman kepada Allah dan beramal saleh tanpa memandang

afiliasi keagamaan formal mereka, akan diselamatkan sebab Allah tidak

mengutamakan satu kelompok seraya menzalimi kelompok yang lain.191

Bagi al-Thabathaba’i, tak ada nama dan tak ada sifat yang bisa

memberi kebaikan jika tidak didukung oleh iman dan amal saleh, dan

aturan ini berlaku untuk seluruh umat manusia. Satu-satunya kriteria dan

standar ketinggian martabat dan kebahagiaan menurutnya adalah keimanan

186

Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa

saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka

akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan

tidak pula mereka akan bersedih hati”. 187

Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, Yahudi, Sabi’in dan

Nasroni, siapa saja yang benar-benar beriman, kepada Allah dan Hari Kemudian, dan beramal

saleh, maka tak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” 188Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207. 189

Nama lengkapnya adalah Muhammad Rasyid Ridha, (Suriah, 1865-1935). Dia adalah

seorang pemikir dan ulama pembaru dalam Islam di Mesir pada awal abad ke 20. Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, “Rasyid Ridha, Syekh Muhammad,” Dalam Abdul Aziz Dahlan, dkk., ed.,

Ensiklopedi Islam, vol. IV (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 161. 190

Nama lengkapnya adalah Sayyid Muhammad Husain Al-Thabathaba’i, lahir pada 29

Zulhijjah 1321 H/1903-1401/1981 M. Rosihan Anwar, “Tafsir Esoterik Menurut Pandangan Al-

Thabathaba’i,” (Disertasi S3 Tafsir Hadits, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), h. 8. 191Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 212.

Page 71: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

yang benar kepada Allah dan Hari Kiamat, disertai dengan amal-amal

yang saleh. Begitupun dengan Ridha, ia menyatakan bahwa keselamatan

tidak dapat ditemukan dalam sektarianisme keagamaan, tetapi di dalam

keyakinan yang benar dan kebajikan. Aspirasi kaum Muslim, Yahudi, atau

Nasrani terhadap pentingnya keberagaman tak memberi pengaruh apa pun

bagi Allah, tidak juga menjadi dasar ditetapkannya suatu keputusan.

Adapun orang yang mengklaim agama dan kebajikannya saja yang dapat

memberi keselamatan, menurut keduanya, mereka adalah termasuk orang-

orang yang terkungkung dalam sektarianisme dan chauvinisme

keberagaman yang sempit.192

b. Pengakuan dan Penerimaan Kaum Lain Sebagai Komunitas Spiritual

yang Sah

Adapun argumentasi mengenai pengakuan dan penerimaan

spiritual komunitas lain yang sah, menurutnya, tertulis dalam Q.S. al-

Hajj/22: 40.193

Teks tersebut menjelaskan tentang perintah yang pertama

kali ketika diizinkannya berperang adalah keharusan memelihara kesucian

tempat-tempat ibadah, baik itu biara, gereja, sinagog ataupun masjid.

Pemeliharaan tempat-tempat tersebut, menurut Esack, tidak semata-mata

untuk menjaga integritas masyarakat multi agama saja, tapi selain itu

192

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 212-213. 193

Terjemahannya: “Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia

dengan sebagian yang lain tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja dan

sinagog-sinagog orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.”

Page 72: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

karena Tuhan merupakan zat tertinggi bagi agama-agama itu telah

disembah di dalam tempat-tempat tersebut.194

c. Pengakuan dan Penerimaan Aturan-Aturan dan Hukum-Hukum

Komunitas Lain

Selanjutnya argumentasi mengenai pengakuan dan penerimaan

aturan-aturan komunitas lain, menurut Esack, tertulis dalam Q.S. al-

Maidah/5: 42-43195

dan 47.196

Teks tersebut menjelaskan pengakuan dan

penerimaan aturan-aturan yang dibawa oleh Taurat dan Injil.197

Menurutnya, Tuhan telah menetapkan aturan dan jalan yang

berbeda-beda bagi semua orang, baik sebagai individu maupun komunitas

agama, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Maidah/5: 48.198 Dia telah

mengirimkan nabi-nabi-Nya kepada mereka sesuai dengan konteks situasi

umat mereka yang bermacam-macam dan berbeda-beda tersebut. Namun

194Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207. 195

Terjemahannya: “Mereka sangat suka berita bohong, banyak memakan makanan yang

haram. Jika orang Yahudi datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan) maka berilah

putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka,

maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikitpun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara

mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil dan

bagaimana mereka akan mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai

Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, nanti mereka berpaling (dari putusanmu) setelah itu?

Sungguh mereka bukan orang-orang yang beriman.” 196

Terjemahannya: “Dan hendaklah pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa

yang diturunkan Allah di dalamnya; barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang

diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang Fasik.” 197

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205. 198Terjemahannya: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa

kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)

dan batu ujian atas kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan

kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan syir’ah

dan minhaj. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu telah dijadikan-Nya satu umat (saja),

tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah

berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua, lalu diberitahukan-Nya

kepadamu tentang apa yang telah kamu perselisihkan itu.”

Page 73: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

misi yang dibawa oleh mereka sama, yaitu untuk menyadarkan kembali

komitmen umatnya kepada tauhid, dan mengingatkannya tentang

pertangungjawaban kepada Tuhan, juga untuk menegakkan keadilan,

sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Syuro/42: 13199 yang menjelaskan

bahwa din yang sama telah diwasiatkan kepada Nuh, Ibrahim, Musa dan

Isa.200

Oleh karena itu, dengan penjelasan-penjelasan tersebut, klaim

eksklusif yang ditujukan oleh sebagian, atau kelompok orang, menurutnya,

tidaklah dibenarkan karena secara eksplisit al-Quran benar-benar

mengakui keberadaan komunitas lain di luar komunitas Nabi Muhammad,

baik secara sosial maupun spiritual. Bahkan celaan Allah pun pernah

terlontar pada komunitas Yahudi dan Nasrani yang mengklaim keimanan

dan kepemilikan sosioreligius mereka adalah satu-satunya keimanan yang

diterima oleh Allah Swt. Celaan-celaan-Nya tersebut tertulis dalam Q.S.al-

Baqarah/2: 111-113 dan 135, Ali Imran/3 : 67 dan 69.201

199

Terjemahannya: “Dia Allah telah mensyariatkan kepadamu din yang telah diwasiatkan-

Nya kepada Nuh dan dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang

telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah din dan janganlah kamu pecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik din yang kamu serukan untuk

mereka. Allah memilih orang yang dia kehendaki dan dan memberi petunjuk kepada orang yang

kembali padanya.” 200

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 205. 201

Terjemahan QS. al-Baqarah 111-113 berikut: “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasroni. Itu hanya angan-angan

mereka, katakanlah tunjukanlah bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar. Barang siapa

tidak menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendpat pahala disisi

Tuhan-Nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Dan orang

Yahudi berkata, “orang-orang Nasrani itu tidak memiliki sesuatu (pegangan),” dan orang-orang

Nasrani juga berkata, “orang-orang Yahudi tidak memiliki sesuatu pegangan padahal Mereka membaca Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak berilmu, seperti ucapan mereka itu . Maka

Allah akan mengadili mereka pada hari kiamat, tentang apa yang mereka perselisihkan”. Ayat 135

Terjemahannya berikut: “Dan kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa

kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)

dan batu ujian atas kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang

Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan

Page 74: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Oleh karena itu, menurut Esack, kedatangan Nabi Muhammad

tidaklah menghapus keberimanan umat sebelumnya. Dia hanyalah sebagai

pemberi peringatan bagi umat sebelumnya karena sebenarnya menurut

Esack, jika Tuhan menghendaki tentu Dia telah membuat manusia menjadi

umat yang satu, dan alasan Tuhan menghendaki keanekaragaman jalan

keimanan, menurutnya adalah agar manusia berlomba-lomba dalam

kebaikan, dan sekiranya jalan itu penuh cobaan sehingga tidak

memungkinkan seseorang untuk melewatinya, maka dia bebas memilih

jalan lain yang telah ditetapkan oleh-Nya.202

d. Pengertian Ulang Iman

Sebagaimana yang telah dijelaskan di muka bahwa pengertian

ulang istilah iman dalam pemikiran Esack sangat kontekstual dan

eksistensial dengan paham pluralisme agama. Oleh karena itu, dalam

memahami istilah tersebut, Esack lebih menelusuri makna yang

sebenarnya yang terkandung dalam istilah tersebut.

Menurutnya, jika pengertian iman merujuk pada pengunaannya

dalam al-Quran dan teologi Islam, iman adalah bentuk kata benda verbal

kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan syir’ah

dan minhaj. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu telah dijadikan-Nya satu umat (saja),

tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah

berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua, lalu diberitahukan-Nya

kepadamu tentang apa yang telah kamu perselisihkan itu.” Q.S. Ali Imran/3: 67 Terjemahannya

berikut: “Ibrahim bukanlah Seorang yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, tetapi dia adalah

seorang yang lurus dan tidak lah termasuk orang-orang yang musyrik.” Ayat 69 Terjemahannya

adalah berikut: “Segolongan Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal sesungguhnya mereka tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak menyadar.” Esack,

Membebaskan yang Tertindas, h. 204-205. 201

Terjemahannya: “Dan mereka berkata, jadilah kamu penganut Yahudi atau Nasrani,

niscaya kamu mendapat petunjuk.“ katakanlah, “(tidak) tetapi (kami mengikuti) agama Ibrahim

yang lurus dan dia tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan.” 202Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 207.

Page 75: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

keempat dari akar kata a-m-n, pengertiannya merujuk pada aman,

mempercayakan, berpaling kepada. Kemudian dari pengertian tersebut

diperoleh makna keyakinan yang baik, ketulusan, ketaatan atau kesetiaan,

sedangkan dalam bentuk keempatnya adalah amanah, mempunyai makna

ganda, yaitu percaya dan menyerahkan keyakinan. Makna primernya

adalah menjadi setia pada apa yang telah dititipkan Tuhan kepada dirinya

dengan keyakinan teguh di dalam hati bukan hanya di lidah. Ketika a-m-n

yang diikuti oleh partikel bi, kata tersebut berarti mengakui atau

mengenali. Kata tersebut juga dipakai dalam makna percaya, yaitu ketika

orang merasa aman untuk mempercayakan sesuatu kepada seseorang.203

Penggunaan dalam arti menyerahkan sesuatu kepada seseorang

untuk disimpan (u΄tumina), tercantum dalam Q.S. al-Baqarah/2: 283.

Kemudian dima'nai sebagai rasa tentram dan kepuasan hati (âminatan),

tercantum dalam Q.S. an-Nahl/16: 112. Perlindungan terhadap ancaman

dari luar (amnan), tercantum dalam Q.S. al-Baqarah/2: 125. Iman kepada

Nabi Muhammad atau para nabi secara umum (âmana), tercantum dalam

Q.S. al-Baqarah/2: 177. Hari akhir (yu΄minûna) Q.S. al-Baqarah/2: 4.204

Dari beberapa pengertian tersebut, menurut Esack, dapat

diasumsikan bahwa objeknya dapat dipahami, dan penggunaan dalam

bentuk tersebut menghubungkan makna keamanan dan kepercayaan

dengan ide implisit bahwa siapapun yang beriman akan memperoleh

kedamaian dan perasaan aman. Dapat dikatakan iman menurut al-Quran

adalah tindakan hati, keputusan untuk menyerahkan diri kepada Tuhan

203

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 159. 204Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 159.

Page 76: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

dan firman-Nya, memperoleh kedamaian, rasa aman dan benteng

terhadap cobaan,205 sedangkan, kata Mu’min dalam al-Quran bentuk kata

bendanya adalah mu'minûn, yakni tercantum dalam Q.S. al-Anfal/8: 2-4

berikut:

“Sungguh mu'minûn adalah mereka yang apabila disebut nama Allah

gemetarlah hati mereka, dan bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,

semakin kuatlah iman mereka dan kepada Tuhanlah mereka menyerahkan

diri, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian

dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah mu'minûn yang

sebenar-benarnya mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian

disisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (ni'mat) yang mulia.”206

Menurut Esack, jika melihat teks tersebut, maka dapat dipetakan

tiga pengertian iman, yaitu iman dalam pengertian spiritual/personal secara

esensial, religius, dan sosioekonomi. Iman dalam pengertian

spiritual/personal secara esensial, dijelaskan dengan bergetarlah hati

mereka ketika disebut nama Allah, sedangkan pengertian religius,

dijelaskan dengan mereka tak henti-hentinya beribadah, dan dalam

pengertian sosioekonomi, menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan

kepadanya. Teks tersebut menggambarkan sifat orang yang benar-benar

beriman atau orang-orang yang benar-benar percaya. Menurut

Zamakhsyari, karakter ini adalah syarat bagi iman yang sempurna,

sedangkan menurut al-Razi, iman harus berakibat pada kepatuhan, dan

bagi Ibn al-Arabi, iman secara intrinsik terkait dengan pencarian

keyakinan yang lebih mendalam, tidak sekedar pengakuan rasional akan

205

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 159-160. 206Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 158.

Page 77: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

kehadiran Tuhan, tetapi lebih dari itu, perhatian pada kualitas dan

kehadiran hati yang harus mewarnai ibadah seseorang.207

Namun, persoalan yang paling penting mengenai iman, menurut

Esack, adalah iman merupakan pengakuan pribadi akan, dan respon aktif

terhadap kehadiran Tuhan di alam semesta dan di dalam sejarah. Aspek

aktif dan pribadi iman tersebut mengimplikasikan bahwa ia berfluktuasi

dan dinamis,208

yakni tetap terkait dengan kesadaran terdalam manusia,

sosok makhluk yang hingga tingkat tertentu senantiasa berubah oleh

berbagai pengalaman sosial maupun personalnya, meski sumber aslinya

adalah karunia dari Tuhan. 209

Beberapa penafsir merujuk dua hadis yang diriwayatkan oleh

Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa iman akan menyelamatkan

manusia di akhirat nanti, dan iman itu bermacam-macam dan punya tujuh

puluh cabang. Yang paling tinggi adalah berikrar bahwa tidak ada Tuhan

selain Allah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalan.

Kerendahan hati adalah salah satu cabangnya.210

e. Pengertian Ulang Islam

207

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 163-164. 208

Esack memberi tiga alasan bagi iman bersifat dinamis dan senantiasa berubah.

Pertama, pengertian iman dalam al-Quran dan Muslim awal lebih dalam satu jenis dan dalam

berbagai tingkatan. Kedua, ketika al-Qur’an menghimbau para pemeluk Islam awal sebagai “wahai

orang-orang yang beriman”, imbauan tersebut, mengajak mereka untuk membawa diri kearah

tertentu, menjauh dari berbagai kesesatan di dalam masyarakat dan mendekat kepada Tuhan. Mereka dituntut dengan cara tertentu, bukan untuk mengklaim diri sebagai pemilik substansi

khusus yang disebut iman itu. Ketiga, pemahaman bahwa iman merupakan sebuah atribut karakter

yang aktif, juga didukung oleh fakta lawan katanya, yaitu kufr. Esack, Membebaskan yang

Tertindas, h. 162. 209

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 161. 210Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 161-162.

Page 78: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Sebagaimana dalam memahami pengertian iman, pengertian istilah

islam pun dalam Esack sangat kontekstual dan eksistensial dengan paham

pluralisme agama. Oleh karena itu, dalam memaknai istilah tersebut Esack

lebih menelusuri makna yang sebenarnya.

Adapun teks al-Quran yang biasa dijadikan klaim kaum Muslim

sebagai satu-satunya ekspresi keagamaan yang diterima Tuhan sejak

kenabian Muhammad adalah Islam, menurut Esack, tercantum dalam Q.S.

Ali Imron/3: 19 adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya din di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih

orang-orang yang telah diberi kitab kecuali telah datang

pengetahuan kepada mereka, karena dengki di antara mereka.

Siapa saja yang menolak ayat-ayat Allah maka sesungguhnya

Allah amat cepat hisab-Nya.” 211

Padahal menurut Esack, penjelasan din tersebut menitikberatkan

pada proses, pada din sebagai penyerahan diri kepada Tuhan. Bukan pada

bentuk ekspresi kehidupan agama yang sistematis dan terlembagakan.

Smith menjelaskannya dengan ketundukan, kepatuhan, berbakti menuju

kebenaran dalam huda dan bayan-Nya, berbakti kepada Tuhan, respon

total kepada Tuhan itu sendiri, bukan diartikan sebagai agama Tuhan. 212

Demikian juga dengan penggunaan istilah islam dalam teks

tersebut, mengandung muatan universal. Istilah tersebut memberi

pemahaman bahwa teks tersebut ditujukan bagi siapa pun yang tunduk

pada kehendak Tuhan, lebih untuk menyebut kepada tindakan pribadi

211

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168. 212Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168-176.

Page 79: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

daripada untuk menyebut nama dari suatu sistem agama.213

Cakupan

tersebut menurut Esack, memasukkan agama lain serta beragam kewajiban

dan bentuk-bentuk praktik di dalamnya dan apa-apa yang telah menjadi

bagian dari mereka, dan penjelasan tersebut bisa dilihat dengan merujuk

teks selanjutnya,214 yang menjelaskan perintah kepada Nabi Muhammad

untuk mengatakan kepada para penentangnya bahwa ajaran yang

dibawanya adalah penyerahan diri kepada Tuhan, dan ajaran tersebut ini

juga ditujukan kepada mereka, orang Kristiani.215

Lagi pula, menurut Esack, pada masa-masa awal pemikir Muslim

dan istilah Arabnya arti islam adalah tunduk, menyerah memenuhi atau

melakukan, dan merupakan bentuk infinitif dari aslama, dan satu-satunya

orang yang membedakan secara eksplisit antara islam yang dilembagakan

dengan yang tidak, adalah Ridha. Munurutnya, penggunaan al islam

dengan makna doktrin, tradisi, dan praktik yang dilakukan oleh

sekelompok orang yang disebut muslim masih relatif baru, dan didasarkan

atas prinsip fenomenologi, yaitu agama sebagai apa yang dianut oleh para

213

Penjelasan tersebut tercantum dalam Q.S. al-Hujurat/49: 17 dan al-Taubah/9: 74. Q.S.

al-Hujurat/49: 17 Terjemahannya berikut: “Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka, katakanlah janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu sebenarmya

Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukan kamu kepada keimanan jika

kamu orang yang benar.” Sedangkan Q.S. al-Taubah/9: 74 berikut: “Mereka (orang munafik itu)

bersumpah dengan (nama) Allah bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti)

Muhammad. Sungguh mereka telah mengatakan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam,

dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya. Dan mereka tidak mencela Allah

dan rasulnya sekiranya Allah dan Rasulnya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka

jika mereka bertaubat itu adalah lebih baik bagi mereka. Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah

akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di Dunia dan Akhirat. Dan mereka tidak

mempunyai pelindung dan tidak pula penolong di bumi.” 214

Q.S. Ali Imran/3: 20 Terjemahannya berikut: “Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, “aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-

orang yang mengikuti.” Dan katakanlah orang-orang yang telah diberi Kitab dankepada orang-

orang buta hurufsudahkah kamu berserah diri? jika mereka sudah berserah diri berarti mereka telah

mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyapaikan. Dan

Allah Maha melihat hamba-hamba-Nya.” 215Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168-176.

Page 80: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

pemeluknya. Yang demikian, menurutnya, adalah al din dalam arti

komunitas (jinsi) atau kebiasaan (urf) etno-sosiologis, maka jika islam

dilakukan seperti itu, menurutnya, adalah penerimaan yang tidak kritis dan

tidak ada hubungannya dengan Islam yang sebenarnya, sebaliknya ia

menyimpang dari iman yang sejati.216

Bagi Ridha, muslim yang sejati adalah yang tak ternodai oleh dosa

syirk, tulus dalam tindakannya dan memiliki iman, dari komunitas apa

pun, dalam periode kapan pun dan tempat asal mana pun inilah makna

“Barang siapa yang mencari din selain Islam maka sekali-kali tidaklah

akan diterima pilihannya itu”. Q.S. Ali Imron/3: 85.217

Adapun penggunaan istilah din dalam al-Quran tidak

menggunakan kata adyan sebagai bentuk pluralnya, menurut Esack, hal

tersebut mencerminkan kenyataan bahwa kehidupan beragama pada saat

itu tidak sepenuhnya terlembagakan, seperti yang terjadi kemudian,218dan

hal tersebut menunjukkan bahwa al-Quran selalu berada dalam hubungan

yang dinamis dengan pendengarnya dan dapat dimengerti oleh komunitas

atau individu sesuai dengan tahapan tertentu perkembangan mereka,219

maka pengertian yang universal saat ini tentang din sebagai agama dan

216

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 172-174. 217

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 176. 218

Din mengalami perubahan makna dari komitmen pribadi menjadi komitmen kolektif

dan dipakai sebagai respon yang benar terjadi sejak akhir periode Makkah berlanjut hingga

periode Madinah. lihat perubahan makna din disetiap periode yang dijelaskan oleh Yvonne

Haddad dalam Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 171. 219

Menurut Esack istilah din dalam bahasa Arab selama abad ke tujuh sudah dipakai

dalam makna yang berbeda-beda dan selalu berubah. Ia memiliki beragam makna berbeda yang bisa dimasukan ke dalam tiga kelompok utama: pertama, konsep agama sistematik; kedua, kata

benda verbal, “menilai”, “melakukan penilaian”, “menetapkan keputusan”, dan, bersamaan dengan

ini, “penilaian”, “keputusan”; ketiga, kata benda verbal “mengarahkan diri”, “menjaga diri”,

“menjalankan praktik tertentu”, “mengikuti tradisi”, dan setelah itu kata benda abtrak,

“kesesuaian”, “kepatutan”, “ketaatan”, “kebiasan” dan “perilaku standar”. Lihat Esack,

Membebaskan yang Tertindas, h. 170.

Page 81: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

penghapusan pengertiannya sebagai respon pribadi kepada Tuhan,

menurutnya, tidak memiliki dasar di dalam teks al-Quran dan tafsir-tafsir

tradisional.220

Namun, menurut Esack, tafsir tradisional bukannya tidak memiliki

benih pluralisme sama sekali, mengingat konteks ketika para pemikir

tradisional merumuskan karyanya tidak berada dalam konteks yang

membangkitkan jenis persoalan-persoalan yang dimunculkan oleh

modernitas atau situasi apartheid Afrika Selatan.221

Oleh karena itu,

menurutnya, al-Quran memotret Muslim sebagai sosok yang tunduk pada

ketuhanan yang lebih dari sekedar Muslim dari sebuah agama reifikasi.

Menurutnya, Tuhan adalah akbar (lebih besar) dari pada konsepsi apa pun

tentang diri-Nya atau dari segala bentuk ketaatan terlembaga ataupun tidak

terlembaga kepada-Nya. Kepada Tuhanlah Islam yang dimaksud al-Quran

itu. Islam adalah untuk menyebut suatu tindakannya.222

Para pemikir Islam pun membenarkan ide bahwa istilah Islam di

dalam al-Quran bukan semata merujuk pada agama kaum Muslim. Mereka

juga membenarkan bahwa islam primordial dan universal, yaitu

penyerahan diri pada yang absolut, dapat dengan jelas ditemukan dan

dikenali di dalam berbagai simbol dan pola keberimanan dan tindakan di

dalam berbagai agama dan ideologi masa lalu maupun sekarang. Setiap

respon tulus terhadap panggilan dari sang misteri yang tersembunyi,

sumber segala yang ada, membuktikan islam eksistensial dan personal.

220

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 171-172. 221

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 176. 222Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 177.

Page 82: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Islam adalah agama yang dibawa semua nabi dalam beragam ajaran

mereka.223

Selanjutnya mengenai penjelasan din, Esack juga mengutip dari

beberapa pemikir Muslim, di antaranya adalah Ibn al-‘Arabi (1165-1240),

Ridha, dan al-Razi. Pengertian din menurut Ibn al-‘Arabi adalah sebagai

berikut:

“Sesungguhnya din yang benar disisi Allah adalah tawhid,

yang Dia telah tetapkan bagi Diri-Nya, maka din Allah adalah

ketundukan, keseluruhan wujud seseorang membebaskan diri dari

ego dan mencapai peniadaaan diri dalam Diri-Nya.”224

Sedangkan menurut al-Razi adalah sebagai berikut:

“Asal bahasa din adalah balasan, din berarti ketundukan

yang mengakibatkan balasan itu. Islam memiliki tiga makna:

masuk ke dalam Islam yaitu ke dalam penyerahan diri, dan ketundukan, masuk dalam kedamaiaan, dan mensucikan segala

tindakan hanya bagi Allah semata.” 225

Selanjutnya menurut Ridha, definisi din secara universal adalah

yang tidak mencakup identifikasi formal dengan Islam sosiohistoris,

sembari secara terbuka mengakui keabsahan jalan agama-agama lain di

luar Islam226

karena baginya al din adalah perintah Tuhan dan respon yang

diwajibkan hamba atas diri mereka sendiri, merupakan penyerahan diri

pribadi kepada Tuhan dan ruh universal yang ada di dalam semua

komunitas beragama. Ketundukan tersebut menurutnya tidak ada

hubungannya dengan Islam konvensional yang terjebak dalam imitasi dan

223

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 157. 224

Esack, Membebaskan Yang Tertindas, h. 169. 225

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 170. 226Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 171.

Page 83: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

dalam komunitas-komunitas etno-sosiologis. 227

Sedangkan bagi Esack, din adalah sebuah pola, sebuah jalan Tuhan

yang berlaku umum bagi seluruh kaum, sebagaimana tercantum dalam

Q.S. al-Syura/42: 13, yang menjelaskan bahwa ada kesatuan din yang

sama yang telah diwasiatkan oleh al-Quran kepada Nuh, Ibrahim, Musa

dan Isa. Nabi-nabi tersebut datang membawa misi yang sama, yang

mereka sampaikan dalam konteks situasi umat mereka yang bermacam-

macam dan berbeda-beda. Namun tetap berada dalam kesatuan din yang

sama, yakni jalan Tuhan.228

f. Pengertian Ulang Kafir

Sebagaimana istilah iman dan islam, penggunaan istilah kafir pun

dalam perspektif Esack, penggunaannya sangat kontekstual dan

eksistensial dengan pluralisme agama.

Adapun penggunaan istilah kafir sebagai penolak keyakinan,

Menurut Esack, pertama kali dipakai adalah untuk menunjuk beberapa

warga Makkah yang menghina Nabi Muhammad, sedangkan di Madinah

menunjuk kepada berbagai unsur di kalangan Ahli Kitab. Selanjutnya

setelah Nabi Muhammad wafat penggunaannya secara bebas diperluas

oleh berbagai kelompok untuk mengeluarkan kelompok lain yang berbeda

dengannya karena mereka telah mengidentifikasikan istilah tersebut

dengan makna tak percaya.229

227

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 170. 228

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 175-176. 229Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-180.

Page 84: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Menurutnya, dari sanalah awal mula penggunaan istilah kafir

dikaitkan sebagai pelabelan bagi kaum yang tertolak dari komunitas

Muhammad dan menjadi orang yang tidak percaya atau tak beragama.

Padahal menurutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan, baik itu dalam al-

Quran, literatur pra-Islam atau secara linguistik dan para pemikir,

penggunaan maknanya tidaklah demikian.230

Berdasarkan literatur pra-Islam, inti dari stuktur semantik dan

makna kata asalnya adalah menutup atau tak tahu terimakasih,231

,

sedangkan secara linguistik artinya menutup asal kata dari k-f-r, bentuk

kata bendanya (masdar) adalah kufr, sebagai pelaku (failnya) adalah kafir,

dan bentuk jamaknya kuffar atau kafirun.232

Kemudian, kata tersebut

digunakan untuk penutupan sesuatu untuk menghancurkannya. Demikian

juga yang telah disepakati oleh beberapa pemikir, mereka menyepakati arti

kufr sebagai menutup karena secara linguistik kufr benar-benar merujuk

pada perilaku penyangkalan atau penolakan yang disengaja atas suatu

pemberian dari Tuhan. Namun, pemakaian awal yang paling lazim adalah

penutupan perbuatan baik, yaitu tidak bersyukur. Kemudian ketika Islam

diartikan sebagai tindakan karena kebaikan Tuhan, kufr menjadi sinonim

penolakan. Seorang kafir berarti orang yang menerima kebaikan dari

230

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-180. 231Menurut Izutsu kufr arti dasarnya adalah tidak bersyukur lawan kata dari syakira

(bersyukur), untuk menunjukan rasa tidak bersyukur terhadap perbuatan baik atau pertolongan

yang ditujukan orang lain. Kemudian menyimpang menjadi makna tidak percaya. Perubahan tersebut menurutnya sepintas dipersiapkan untuk memainkan bagian terpenting dalam sejarah

pemikiran Islam berikutnya baik secara teologis maupun politis. Lebih jauh ia menjelasakan

tranformasi semantik kufr dari tidak bersyukur ke tidak percaya, lihat Toshihiko Izutsu, Relasi

Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik terhadap Al-Quran. Penerjemah Agus Fahri Husein,

dkk., (Jogja : Tiara Wacana, 1994), h. 258-261. 232Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 177.

Page 85: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Tuhan, tapi tak bersyukur atau malah mengingkarinya. Jadi, kafir adalah

orang yang tidak tahu terimakasih, tidak bersyukur atau malah

mengingkari dan menutupi atas kebaikan dari Tuhan.233

Demikian halnya dalam al-Quran, menurut Esack, penggunaan

maknanya digambarkan sebagai tak bersyukur dan menutup yang bersifat

aktif dan dinamis yang mengarah pada penolakan atas kebenaran Tuhan

secara sengaja dan intrinsik, terkait dengan suatu tingkah laku yang arogan

dan menindas.234

Beberapa contoh penggunaan arti tersebut tercantum

dalam Q.S. Azumar/39: 7235

(takfurû, kufr, taskurû), Q.S. al-Baqarah/2:

152236

(wasykurû lî walâ takfurûn), Q.S. Ibrahim/14: 7237

(lain syakartum,

walain kafartum); Q.S. al-Baqarah/2: 42 (taktumû), 159 dan 174

(yaktumûna),238 Q.S. al-‘Araf/7: 45239 (kâfirûn) sebagai sikap perilaku

orang yang mengalangi orang di jalan Tuhan dan menghalangi karunia

233

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 178-179. 234

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 180. 235

Terjemahannya: “Jika kamu kafir ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mengetahuimu,

dan dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya.. Jika kamu bersyukur, Dia meridai

kesyukuranmu itu. Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada

Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh Dia

mengetahui apa yang tersimpan dalam dadamu.” 236Terjemahannya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, “sesunguhnya jika

kamu bersyukur, nscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingakari,

maka pasti azab-Ku sangat berat.” 237

“(yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah dan ingin

membelokkannya. Mereka itulah yang mengingkari kehidupan akhirat.” 238

Q.S. al-Baqarah/2: 42 Terjemahannya berikut: “Dan janganlah kamu campuradukkan

kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu

mengetahuinya. Q.S. al-Baqarah/2: 159 Terjemahannya berikut: “Sungguh orang yang

menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan dan petunjuk-petunjuk, setelah

Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (al-Quran), mereka itulah yang dilaknat Allah dan

dilaknat pula oleh mereka yang melaknat.” Q.S. al-Baqarah/2: 174 Terjemahannya berikut: “Sungguh orang yang telah menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah, yaitu Kitab

dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya dan

Allah tidak akan menyapa mereka di hari kiamat, dan tidak akan mensucikan mereka. Mereka

akan mendapat azab yang sangat pedih.” 239

Terjemahannya: “Yaitu orang-orang yang menghalang-halangi orang lain dari jalan

Allah dan ingin membelokkannya. Mereka itulah yang mengingkari kehidupan akhirat.”

Page 86: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Tuhan kepada manusia; Q.S. al-Baqarah/2: 254240

, Q.S. Fussilat/41: 7241

,

Q.S. at-Taubah/9: 34-35242 (kâfirûna) sebagai orang yang menolak untuk

memberi sedekah kepada orang miskin; Q.S. al-Anfal/8: 36243 (kafarû)

sebagai orang yang menafkahkan hartanya demi menghalangi orang ke

jalan Tuhan dan kebaikan; Q.S. al-A’raf/7:48244, Maryam/19: 77245,

sebagai sikap kesombongan mereka dalam hal kekayaan dan status sosial.

Dengan kekayaan mereka yang berlimpah-ruah dan status sosial yang

tinggi mereka sama sekali tidak membutuhkan orang lain dan Tuhan.

Mereka juga mengira bahwa kekayaan yang mereka miliki akan

membebaskan mereka dari kewajiban moral apa pun terhadap kaum lain

dan pertanggungjawaban dihadapan Tuhan; Q.S. al-Nisa/4: 168246

(kafarû

wa zalamû), sebagai orang yang menindas kaum lemah dan berbuat zalim;

240

Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman infakkanlah sebagian dari rezeki

yang telah Kami berikan kapadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada

lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang

zalim.” 241

Terjemahannya: “(yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka inkar

terhadap kehidupan akhirat.” 242

Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-

orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan

merka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada

mereka, (bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih). Ingatlah pada hari ketika emas dan

perak dipaskan dalam nereka Jahanam lalu dengan itu diseterika dahi, lambung dan punggung

mereka, inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat

dari) apa yang telah kamu simpan.” 243

Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakan untu

menghalangi-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan terus menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan mereaka akhirnya akan dikalahkan. Ke dalam neraka

Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.” 244

Terjemahannya: “Dan orang-orang yang di atas A’raf (tempat yang tertinggi) menyeru

orang-orang yang mereka kenal dengan tanda-tandanya sambil berkata, harta yang kamu kumpulkan dan apa yang kamu sombongkan, (ternyata) tidak ada manfaatnya buat kamu.”

245Terjemahannya: “Lalu apakah engkau telah melihat orang yang telah mengingkari

ayat-ayat Kami dan dia mengatakan, “pasti aku akan diberi harta dan anak.” 246

Terjemahannya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman,

Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) akan menunjukkan kepada mereka jalan

yang lurus.”

Page 87: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Q.S. al-Maidah/5:79247

(lâ yatanâhauna ‘an munkarin), sebagai orang

yang berdiam diri dihadapan kejahatan dan penindasan.248

Kemudian, pengertian lain dari menutup adalah petani karena

biasanya para petani suka melakukan kegiatan menutup, yakni menutupi

biji-bijiannya dengan tanah.249

Pengunaan makna-makna tersebut, menurut Esack, mencerminkan

adanya hubungan yang dinamis antara wahyu dan masyarakatnya250

yang

dilakukan dalam konteks sosio-historis yang real dan yakin bahwa

kepercayaan yang tulus pada keesaan Tuhan dan pertanggungjawaban

akhir kepada-Nya akan membawa pada terwujudnya masyarakat yang

adil.251

Sikap penolakan merekalah menurut Esack, yang menyebabkan

mereka disebut kafir karena mereka telah menolak dan menutupi ajaran

yang dibawa Nabi Muhammad kepada mereka. Alasan mereka melakukan

hal tersebut adalah karena Tuhan yang disangkal oleh mereka saat itu

adalah Tuhan yang menuntut tranformasi kongkret masyarakat dari

eksploitasi ke keadilan, dari mementingkan diri ke sifat sebaliknya, dari

arogan ke kerendahan hati, dari kesukuan yang sempit menuju persatuan,

sedangkan Nabi Muhammad datang kepada mereka yang membawa ajaran

yang sebaliknya, yakni Islam, yang mengajarkan nilai-nilai keadilan dalam

hidup, baik secara ekonomi maupun sosial, mala dengan jelas mereka

247

Terjemahannya: “Mereka tidak saling mencegah perbuaan munkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh sangat buruk apa yang telah mereka perbuat.”

248Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-181.

249Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179. Lihat juga penggunaan predikat kafir

dalam Muhammad Galib M, Ahl Al-Kitab (Jakarta: Paramadina, 1998), h. 62. 250

Dalam konteks Makkah. 251Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 182.

Page 88: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

menolaknya mentah-mentah karena akan menggoyahkan tatanan sosial

secara radikal yang selama ini mereka pertahankan.252

Oleh karena itu, pemaknaan kufr dalam al-Quran menurut Esack

adalah pencelaan kepada perilaku yang bermusuhan kepada orang yang

memilih jalan Islam dan memperolok-olok Islam dan Muslim dalam

pengertian sebagai tunduk kepada Tuhan dan orang-orang yang ingin

mengorganisasikan keberadaan kolektif atas dasar ketundukan itu,

termasuk didalamnya yang mengajarkan nilai-nilai keadilan dalam hidup,

baik secara ekonomi maupun sosial.253

Adapun gambaran olok-olokkan mereka tersebut, tercantum dalam

Q.S. Yunus/10: 79254

, al-Hijr/15: 11255

, al-Kahfi/18: 106256

.257

Dengan

demikian, menurut Esack, ide tentang kafir jangan dicampuradukan

dengan penolakan teologis, rasional, atau filosofis atas ketuhanan karena

seorang kafir menurutnya, adalah sosok yang mengetahui kehadiran entitas

252

Karena pada saat Muhammad diutus, keadaan masyarakat Makkah saat itu sangat

arogan dan suka menindas. Diharapkan dengan kedatangnan Islam, keadaan masyarakat bisa

berubah ke arah keadilan, baik secara sosial maupun ekonomi. Esack, Membebaskan yang

Tertindas, h. 181-183. Dalam bukunya, Dawam menulis salah satu gejala sosial yang menonjol

dalam kalangan aristokrat pedagang Makkah zaman nabi adalah kecintaaan pada harta yang

melebihi batas. Mereka telah menuhankan hartanya, sehingga mengakibatkan timbulnya gejala

prilaku yang asosial, seperti kebiasaan memakan harta warisan dengan rakus, tidak memiliki rasa tanggungjawab terhadap kemiskinan, tidak menyantuni anak yatim, sebaliknya mereka malah

melakukan akumulasi kekayaan. Menyimpan harta dan menumpuknya. Mereka mengira kekayaan

akan menyebabkan mereka hidup abadi. Maka dengan kehadiran Islam diharapkan dapat memuai

ajaran humanis yang mementingkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Makkah saat itu.

Bagi Dawam, makna Islam dalam konteks sosial adalah menyerahkan diri kepada Allah berarti

pembebasan diri dari segala seauatu yang dipertuhankan. Baik itu berhala atau harta atau sesuatu

yang bisa membuat kehidupan kearah yang tidak adil dan sejahtera. Lihat M. Dawam Rahardjo,

Paradigma Al-Quran Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005),

h. 204-205. 253 Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181-183. 254

Terjemahannya: “Dan Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya), “datangkanlah kepadaku semua pesihir yang ulung!”

255Terjemahannya: "Dan setiap kali seorang rasul datang kepada mereka, mereka selalu

memperolok-olokknya." 256

“Demikianlah, balasan mereka itu neraka Jahanam karena kekafiran mereka, dan

karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai bahan olok-olok.” 257Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181-183.

Page 89: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

semacam itu, yakni mereka mengetahui keberadaan Tuhan dan para rasul-

Nya. Namun mereka memilih untuk menolak dan menutupinya.258 Bahkan

mereka bertekad menghancurkan misi-misinya dengan cara

membunuhnya.259

Jadi, kafir adalah sesuatu yang disadari, sesuatu yang disengaja

aktif bukan sekedar ketidakpedulian atau ketidaktahuan atas keberadaan

Tuhan, juga bukan merupakan label-label etnis tertentu, tapi lebih kepada

menunjukan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sikap-sikap kafir,

sebagaimana yang telah digambarkan dalam al-Quran.260

Esack menambahkan pengertian kafir yang dikutip dari Asad. Asad

mengatakan bahwa kafir adalah penunjukan bagi orang-orang yang

menyangkal kebenaran dalam arti yang paling luas, dan spiritual, tidak

terbatas pada pengertian orang yang tidak percaya atau tak beragama

karena menolak sistem doktrin dan hukum yang diajarkan al-Quran dan

disampaikan oleh Nabi, tapi lebih dari itu, memiliki makna yang lebih luas

dan umum.261

3. Status Iman dan Nilai Amal Saleh Penganut Agama Lain

Apabila iman bisa mencakup tindakan menyingkirkan duri dari

jalanan, sebagaimana telah dikemukakan di muka, maka menurut Esack,

mengapa iman tidak bisa mencakup pula tindakan seorang individu yang

sepanjang hidupnya merespon suara Tuhan. Terlebih lagi jika penganut agama

258

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181. 259

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 188. 260

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 188. 261Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 179-180.

Page 90: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

lain itu melakukan tindakan amal saleh. Menurutnya, sangat tidak mungkin

bagi Tuhan untuk berlaku tidak adil dan zalim pada yang lainnya.262

Dengan demikian, menurut Esack, status iman dan nilai amal saleh

penganut agama lain akan diterima dan mendapat pahala dari Tuhan,

sebagaimana yang telah Ia janjikan dan tegaskan bahwa Ia akan memberi

pahala bagi siapapun yang melakukan tindakan amal saleh walaupun mereka

tidak beriman seperti yang dibahas dalam teologi Islam, sedangkan ayat al-

Quran yang menjelaskan hal itu adalah Q.S al-Baqarah/2: 62.263

Bagi Esack, iman adalah keyakinan kepada Tuhan yang sama sekali

melampaui konsepsi kemanusiaan, suatu keyakinan yang diungkapkan dalam

kehidupan yang sesuai dengan etos al-Quran dan tuntutannya untuk beramal

saleh.264 Terlebih Ridha menyatakan, bahwa penggunaan kalimat siapa saja di

antara orang yang beriman adalah spesifikasi bagi tiga kelompok lain, yaitu

orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabi’in yang percaya dengan keimanan yang

benar, benar-benar hanya berserah diri pada Tuhan semata.265

Selanjutnya alasan lain yang menyatakan status iman komunitas lain

diterima oleh Tuhan, menurut Esack, dapat dipetakan ke dalam beberapa

alasan: pertama, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka bahwa

penggunaan istilah-istilah iman, seperti mu’minûn dalam al-Quran dan para

pemikir, pengertiannya tidak merujuk pada komunitas Nabi Muhammad saja,

tetapi juga di luar itu, mereka yang sepanjang hidupnya merespon suara

262

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 168. 263

Terjemahannya: “Sungguh orang-orang yang beriman, Yahudi, Nasrani, Sabi’in, siapa

saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebajikan, mereka

akan mendapatkan balasan mereka di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan

tidak pula mereka akan bersedih hati”. 264

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 167. 265Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 211-212.

Page 91: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Tuhan. Kedua, sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. al-Hujurat/49: 14-

15266, yakni yang menjelaskan peringatan terhadap tindakan kaum Badui yang

memeluk Islam secara formal berbeda dengan iman itu sendiri. Islam dalam

makna tunduk secara formal pada aturan baru yang dibawa Nabi Muhammad,

adalah awal dari terbitnya keyakinan yang masih menumbuhkan akarnya di

dalam hati. Bergabungnya mereka dengan komunitas Muslim secara formal

tidak lantas mencerminkan keyakinan personalnya karena kata "Muslim" bisa

saja merujuk pada identitas baru berdasarkan perjanjian itu, bukan karena

keyakinan, dan makna yakin dan mengakui adalah tafsiran lebih akurat bagi

iman dari pada sekedar percaya. Makna iman merupakan suatu kualitas yang

aktif yang membuat seseorang berada dalam hubungan yang dinamis dengan

penciptanya dan sesamanya, mencakup kemampuan untuk melihat yang

transenden dan memberi respon kepadanya, mendengar bisikan Tuhan dan

bertindak, seperti yang diperintahkan-Nya.267

Alasan ketiga, bentuk aktualisasi keberimanan individu atau kelompok

itu banyak dan berbeda-beda, namun penunjukan, seperti kata mu’minûn

terkadang hanya menunjuk pada komunitas kaum beriman yang sudah mapan,

sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-An’am/6: 82, berbicara tentang orang

beriman dan tidak mencampuradukan imannya dengan ketidakadilan dan Q.S.

al-Hujurat/49: 9, menunjuk satu kelompok mu’minûn yang berbuat aniaya.

266

Terjemahannya: “Orang Badui ini berkata kami telah beriman katakanlah kepada

mereka kamu belum beriman. Tetapi katakanlah kami telah tunduk karena iman itu belum masuk kedalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasulnya dia tidak akan mengurangi sedikit

pun amalanmu sesunguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya arang-

orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulnya kemudian

mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa. Raga mereka pada jalan Allah

mereka itulah orang-orang yang beriman.” 267Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 166-168.

Page 92: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Alasan keempat, adalah ada yang disebut mu’minûn sekalipun perilaku

individual mereka tidak sesuai dengan komitmen keimanannya, sebagaimana

dalam pandangan masyarakat Muslim, mereka yang dilahirkan di dalam

keluarga Muslim cukup untuk memasukkan seseorang sebagai anggota

kalangan mu’minûn, selama orang itu tak pernah secara verbal mengingkari

asal-usulnya sekalipun perilaku individual mereka tidak sesuai dengan

komitmen keimanannya. Ini berarti bahwa faktor pengakuan lewat mulut pun

dalam praktiknya tidak diperlukan karena tidak ada mekanisme formal untuk

menguji keimanan seseorang ketika dia telah menginjak usia dewasa.268

Alasan terakhir, adalah penggunaan kalimat "orang-orang yang

beriman" sudah dipakai di Makkah, sekalipun tidak sering, pada periode

ketika Muslim secara sosial berada dalam posisi paling rentan dan tidak aman.

Mereka membentuk kelompok mu’minûn dalam arti ketidakamanan, dan

mengapresiasikan komitmen tersebut dalam satu ikatan tanpa melihat

komitmen keimanannya, yakni merujuk kepada mu’minûn berasal dari amn,

yang artinya menjadi aman atau memperoleh perlindungan yang digunakan

untuk kaum yang berkelompok atas dasar ketidakamanan.269

Kata tersebut

digunakan bukan karena pilihan iman yang telah mereka ambil, tetapi karena

mereka berada pada posisi lemah dan rentan (Q.S. Saba/34: 32). Mereka juga

tidak merasa aman karena pemihakkan mereka kepada kaum lemah dan telah

menyedekahkan hartanya kepada golongan itu.270

268

Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 165-166. 269

Lihat Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 166. 270Esack, Membebaskan yang Tertindas, h. 181.

Page 93: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

C. Kritik Terhadap Farid Esack

Jika dilihat dari pernyataan-pernyataannya mengenai paham pluralisme

agama dan beberapa argumentasinya melalui penguatan al-Quran dan pemahaman

ulang istilah iman, islam dan kafir, serta pandangannya mengenai status iman dan

nilai amal saleh penganut agama lain, maka dalam perspektif Fahmi Zarkasi,

Esack dikelompokkan ke dalam penganut paham pluralisme religius filosofis atau

dalam ungkapannya Siswanto, menganut prinsip azali banyak karena ia

mengungkapkan pernyataan-pernyataan yang menyatakan pengakuan dan

penerimaan terhadap eksistensi agama-agama dan menyatakan prinsip yang

memberikan makna dan hukum kenyataan yang sesungguhnya yang berada di

belakang gejala-gejala yang memberikan watak kenyataan yang sama pada semua

kenyataan yang ada adalah ilahi.271

Adapun pernyataan-pernyataan yang menujukkan ia ke dalam paham

tersebut, jika diuraikan adalah pertama, pernyataannya mengenai pengertian

pluralisme agama; ia menyatakan bahwa pluralisme agama bukan sekedar

toleransi saja, tapi lebih dari itu adalah pengakuan dan penerimaan atas

keberbedaan dan keberagaman, baik di antara sesama maupun pada penganut

agama lain; ia juga mengakui dan menerima apa pun yang ada dalam diri setiap

manusia ke arah yang transenden, dari yang terlihat maupun tidak. Lebih jelasnya

pernyataan Esack yang menyatakan pengertian tersebut adalah sebagai berikut:

“Pluralisme dijabarkan sebagai pengakuan dan penerimaan, bukan sekedar toleransi, atas keberbedaan dan keberagaman, baik di antara

sesama maupun pada penganut agama lain, maka dalam konteks agama

271Mengenai penjelasan tersebut, lihat hal. 57-60 pada bab ini, IV.

Page 94: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

berarti, penerimaan perbedaan cara menanggapi dari dorongan, baik yang

terlihat maupun tidak, yang ada dalam diri setiap manusia ke arah yang transenden”.272

Kedua, pernyataannya mengenai alasan-alasan teologis komunitas lain dalam al-

Quran; Ia menyatakan bahwa al-Quran mengakui dan menerima keberadaan

kehidupan religius komunitas lain, baik itu dalam keberadaan hukum-hukumnya,

norma-norma sosial dan praktik-praktik keagamaannya; artinya jika dilihat dari

pernyataannya tersebut, Esack benar-benar mengakui keberadaan mereka, baik

dari segi sosial, religius dan hukum-hukumnya terlebih lagi jika al-Quran yang

menyatakan hal itu.273

Ketiga, pernyataannya mengenai pengertian istilah iman,

islam, dan kafir; Ia menyatakan bahwa pengertian iman tidak merujuk pada

komunitas Nabi Muhammad saja, tetapi juga di luar itu, adalah tindakan yang

merespon aktif kehadiran Tuhan dan alam semesta dan sejarah sepanjang

hidupnya;274 demikian juga dengan pengertian islam tidak diartikan sebagai label

nama dari salah satu agama, tapi istilah tersebut mengandung muatan universal

yang ditujukan bagi siapa pun yang tunduk pada kehendak Tuhan, yang hanya

berserah diri pada yang absolut, dan penyerahan diri pada yang absolut, menurut

Esack, dapat dengan jelas ditemukan dan dikenali di dalam berbagai simbol dan

pola keberimanan dan tindakan di dalam berbagai agama dan ideologi masa lalu

maupun sekarang sehingga cakupannya memasukkan agama lain serta beragam

kewajiban dan bentuk-bentuk praktik di dalamnya dan apa-apa yang telah menjadi

bagian dari mereka; yang terpenting menurut Esack adalah setiap tindakan respon

tulus terhadap panggilan dari sang misteri yang tersembunyi, sumber segala yang

272

Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 60 pada bab ini, IV. Bag. Pengertian Pluralisme

Agama. 273

Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 60-66 pada bab ini, IV. 274Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 66-69 pada bab ini, IV.

Page 95: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

ada.275

Demikian juga dengan pernyataan istilah kafir. Ia menyatakan bahwa

istilah tersebut tidak diartikan sebagai label bagi kelompok yang berbeda atau bagi

orang yang tidak percaya pada Tuhan, tapi lebih digunakan kepada tindakan-

tindakan yang menggambarkan tindakan yang tidak menghiraukan perintah

Tuhan, seperti berbuat kebaikan, berbagi kekayaan dengan orang miskin; orang

yang tidak tahu terimakasih, tidak bersyukur mengingkari dan menutupi atas

kebaikan dari Tuhan.276

Terakhir, adalah pernyataannya mengenai status iman dan nilai amal saleh

agama lain; ia menyatakan bahwa status iman dan nilai amal saleh agama lain

akan diterima dan mendapat pahala dari Tuhan, sebagaimana yang telah Tuhan

janjikan dan tegaskan bahwa Ia akan memberi pahala bagi siapapun yang

melakukan tindakan amal saleh walaupun tidak beriman seperti yang dibahas

dalam teologi Islam karena Islam tidak lantas semata-mata merujuk pada

kebetulan biologis yang dilahirkan dalam keluarga Muslim. Begitu juga dengan

kafir tidak lantas merujuk pada kebetulan dilahirkan bukan dari keluarga Muslim,

sebagaiman yang telah dijelaskan di muka, pengertian kufr tidak digunakan dalam

pengertian orang yang tidak percaya terhadap Nabi dan Tuhan, tetapi digunakan

sebagai penunjukan perilaku yang bermusuhan terhadap Islam dan Muslim

sebagai pengertian tunduk kepada Tuhan dan orang-orang yang ingin

mengorganisasikan keberadaan kolektif mereka atas dasar ketundukan itu, yakni

islam, yaitu ajaran yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang adil, baik secara

ekonomi maupun sosial: menuntut tranformasi kongkret masyarakat dari

eksploitasi ke keadilan, dari mementingkan diri ke sifat sebaliknya, dari arogan ke

275

Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 69-75 pada bab ini, IV. 276Mengenai penjelasan tersebut lihat hal. 75-81 pada bab ini, IV.

Page 96: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

kerendahan hati, dari kesukuan yang sempit menuju persatuan. Dengan kata lain

Esack lebih melihat tindakan seseorang yang merespon tulus kehadiran Tuhan

yang dilakukan oleh siapa pun.277

Demikianlah pernyataan-pernyataan Esack yang menunjukkan ia ke dalam

paham tersebut karena dari pernyataan-pernyataannya, ia telah mengemukakan

hal-hal yang mengedepankan eksistensi transenden di dalam diri setiap manusia di

sepanjang hidupnya. Dengan demikian, penulis memasukkan pandangan-

pandangannya tersebut ke dalam kelompok paham pluralisme agama religius

filosofis atau dalam bahasanya Siswanto, menganut prinsip azali banyak.

277Mengenai penjelasan tersebut lihat. hal. 81-84 pada bab ini, IV.

Page 97: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian terhadap paham pluralisme agama

dalam perspektif Esack, maka penulis mengambil simpulan bahwa pluralisme

agama menurutnya, tidak hanya sekedar toleransi atas keberbedaan, tapi lebih dari

itu adalah penerimaan perbedaan cara menanggapi dari dorongan, baik yang

terlihat maupun tidak, yang ada dalam diri setiap manusia ke arah yang

transenden, dan secara teologis al-Quran menurutnya, mengakui keberadaan

agama-agama lain, baik secara sosial maupun spritual; hukum-hukumnya, norma-

norma sosialnya dan praktik-praktik keagamaannya. Bahkan tidak itu saja, agama-

agama lain pun menurutnya akan mendapat keselamatan meskipun jalan yang

mereka lalui berbeda-beda. Yang terpenting menurutnya adalah keimanan yang

benar kepada Allah, Hari Akhir dan disertai dengan berbuat kebajikan, sedangkan

pluralisme agama dalam perspektif agama Hindu, Buddha, dan Kristen, secara

teologis di dalamnya dijelaskan tentang pengakuan paham pluralisme agama;

dalam Hindu dikatakan bahwa Yang ilahi menerima orang-orang yang yang

datang kepadanya melalui jalan agama yang berbeda-beda; dalam Buddha

dikatakan sang Buddha tidak berharap meninggalkan agama mereka sebelumnya,

ia hanya ingin meningkatkan kebenaran dan kebaikan, seperti yang diajarkan

agama mereka sebelumnya; demikian juga dalam Kristen, dikatakan Allah

mengulurkan tangan kepada semua orang dalam cinta.

Page 98: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Adapun penjelasan-penjelasan Esack yang menyatakan paham pluralisme

agama adalah selain mendasarkan pada al-Quran, adalah meredifinisi pengertian

iman, islam dan kafir dengan makna yang sangat kontekstual dan eksistensial

dengan paham pluralisme agama. Menurutnya, pengertian islam mengandung

muatan universal yang ditujukan bagi siapa pun yang tunduk pada kehendak

Tuhan, dan lebih untuk menyebut kepada tindakan pribadi daripada untuk

menyebut nama dari suatu sistem agama. Oleh karena itu, Islam tidak lantas

semata-mata merujuk pada kebetulan biologis yang dilahirkan dalam keluarga

Muslim. Begitu juga kafir tidak lantas merujuk pada kebetulan dilahirkan bukan

dari keluarga Muslim. Pengertian kufr tidak digunakan dalam pengertian orang

yang tidak percaya terhadap Nabi dan Tuhan, tetapi digunakan sebagai

penunjukan perilaku yang bermusuhan terhadap Islam dan Muslim sebagai

pengertian tunduk kepada Tuhan dan orang-orang yang ingin mengorganisasikan

keberadaan kolektif mereka atas dasar ketundukan itu, yakni islam, yaitu ajaran

yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang adil, baik secara ekonomi maupun

sosial: menuntut tranformasi kongkret masyarakat dari eksploitasi ke keadilan,

dari mementingkan diri ke sifat sebaliknya, dari arogan ke kerendahan hati, dari

kesukuan yang sempit menuju persatuan.

Demikian juga, dengan istilah din. Istilah tersebut tidak diartikan sebagai

agama Tuhan yang diekspresikan melalui kehidupan agama yang sistematis dan

terlembagakan, tetapi untuk menjelaskan proses. Pada din sebagai penyerahan diri

kepada Tuhan dengan ketundukan, kepatuhan, berbakti menuju kebenaran dalam

huda dan bayan-Nya. Begitupun pengertian iman. Iman merupakan pengakuan

pribadi akan, dan respon aktif terhadap kehadiran Tuhan di alam semesta dan di

Page 99: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

dalam sejarah yang mencakup tindakan seorang individu yang sepanjang

hidupnya merespon suara Tuhan, juga sebagai kualitas yang dapat dimiliki

individu, dinamis dan beragam intensitasnya sesuai dengan tahap-tahap dalam

hidup individu itu. Terlebih lagi Allah telah berjanji akan memberikan pahala bagi

siapa pun yang berbuat kebajikan sehingga tidak mungkin jika Ia ingkar janji

seraya menzalimi yang lain. Adapun alasan Tuhan menghendaki keanekaragaman

jalan keimanan, menurut Esack, agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan.

Namun sekiranya jalan itu penuh cobaan, yang tidak memungkinkan seseorang

untuk melewatinya, maka dia bebas memilih jalan lain yang telah ditetapkan oleh-

Nya. Oleh karena itu, para penganut agama apa pun tidak berhak mengklaim

kebenaran atas kebenaran yang lainnya karena selain itu pun Tuhan telah

mengutus para nabi-Nya dengan misi yang sama, yakni untuk menyadarkan

kembali komitmen umatnya kepada tauhid, dan mengingatkannya tentang

pertangungjawabannya kepada Tuhan, serta untuk menegakkan keadilan sesuai

dengan konteks situasi umat mereka yang bermacam-macam dan berbeda-beda,

dan kedatangan Nabi Muhammad tidak akan menghapus keberimanan umat

sebelumnya karena ia hanyalah sebagai pemberi peringatan yang sama,

sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Oleh karena itulah jika digolongkan, penulis

memasukkan Esack kepada kelompok yang menganut paham pluralisme agama

religius filosofis atau dalam bahasanya Siswanto, menganut prinsip azali banyak.

B. Saran

Page 100: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Dalam hal ini penulis menyarankan untuk lebih menggali literatur

perpektif agama-agama lain selain Islam karena sementara ini penulis sedikit

menemukan literatur yang berkaitan dengan pembahasan pluralisme agama dalam

perspektif agama-agama, seperti Hindu dan Buddha. Kemudian paham pluralisme

agama yang dijelaskan oleh Esack, juga tidak jauh berbeda dengan gagasan

pluralisme agama yang diusung oleh pemikir-pemikir Muslim lainnya, dalam

konteks Indonesia salah satunya adalah Nurcholis Madjid. Namun tetap Esack

memiliki keunggulan karena ia lebih berani mendefinisikan ulang istilah-istilah

iman, islam dan kafir secara bersamaan dengan makna yang lebih luas.

Selanjutnya dalam mengutip gagasan-gagasan pluralisme agama ia juga banyak

mengutip pemikir Muslim terdahulu, seperti Ridha, al-Razi, Ibn al-Arabi, Asad,

dan al-Thabathaba’i, seperti mengutip penggunaan dan pemaknaan istilah-istilah

iman, islam dan kafir. Walaupun demikian, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa

gagasan-gagasan yang diusung Esack mengenai paham pluralisme agama,

khususnya bagi Afrika Selatan tidak hanya sekedar wacana, tetapi telah menjadi

solusi bagi perubahan situasi politik dan agama di Afrika Selatan pada saat itu,

dan hal tersebut layak menjadi kontribusi pemikiran yang sangat berharga bagi

dunia, khususnya dunia Islam.

Page 101: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

DAFTAR PUSTAKA

Abd Al-Ghaffar, Purwanto. Tuhan yang Menentramkan, Bukan yang

Menggelisahkan: Studi Banding Tauhid dan Trinitas. Jakarta: Serambi,

2006.

Alex, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer. Surabaya: Karya Harapan, 2005.

Anwar, M. Rosihon. “Tafsir Esoterik Menurut Pandangan Al-Thabathaba’i.”

Disertasi S3 Tafsir Hadits, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2004.

Anwar, M. Syafii’. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik

Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru. Jakarta: Paramadina, 1995.

Arkoun, Mohammed. Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Armstrong, Karen. Perang Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk. Penerjemah Hikmat Darmawan Jakarta: Serambi, 2003.

-----. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan Oleh Orang-

Orang Yahudi, Kristen, dan Islam Selama 4000 Tahun. Penerjemah Zaimul Am Bandung: Mizan, 2002

Azra, Azyumardi. dkk. Mencari Akar Kultural Civil Society di Indonesia. Ciputat:

INCIS, 2003.

Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Riuh di Beranda Satu Peta

Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Seri II. Jakarta: Departemen

Agama RI, 2003.

-----. Kompilasi Perundang-Undang Kerukunan Hidup Umat Beragama

Departemaen Agama RI. Edisi Ketujuh. Jakarta: Departemen Agama RI,

2003.

Badudu, J. S. Kata-Kata Serapan Asing dalam B. Indonesia. Jakarta: Kompas, 2003.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1996.

Burhanudin. “Tafsir Liberatif dan Prinsip Wahyu Progresif: Perspektif Farid

Esack dan Charles Kurzman tentang Islam, Modernitas, dan Masa Lalu yang

Diciptakan.” Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.

Page 102: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

“Bom Bali 2002.” Diakses tanggal 10 September 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2002

“Bom Bali 2005.” Diakses tanggal 10 September 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2005

“Bom JW. Marriot.” Artikel diakses tanggal 10 September 2007 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bom_Bali_2002

Coward, Harold. Pluralisme, Tantangan bagi Agama-Agama. Penerjemah Bosco

Carvallo. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Creswell, John W. Desain Penelitian, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Pengantar Supardi Suparlan. Penerjemah Angkatan III dan IV KIK-UI dan

bekerjasama dengan Nur Khabibah. Jakarta: KIK Press, 2003.

Dahlan, Abdul Aziz. Penilaian Teologis atas Paham Wahdat Al Wujud (Kesatuan

Wujud): Tuhan Alam Manusia dalam Tasawuf Syamsuddin Sumatrani.

Padang: IAIN IB-Press, 1999.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnnya. Bandung: Syaamil, 2004.

Esack, Farid. Membebaskan yang Tertindas: Al-Quran, Liberalisme, Pluralisme.

Penerjemah Watung A. Budiman. Bandung: Mizan, 2000.

-----. Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligous

Solidarity against Oppression. Oxford: Oneworld Publications, 1997.

-----. On Being a Muslim: Fajar Baru Spiritualitas Islam Liberal-Plural.

Penerjemah Nuril Hidayah Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.

-----. On Being a Muslim: Menjadi Muslim di Dunia Modern. Penerjemah Dadi

Darmadi dan Jajang Jamroni. Jakarta: Erlangga, 2004.

Galib, M Muhammad. Ahl Al-Kitab: Makna dan Cakupannya. Jakarta:

Paramadina, 1998.

Gifford, Clive. “Afrika Selatan.” Dalam Henry P. dkk, ed. Ensiklopedi Geografi

Dunia untuk Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas,

dkk. Jakarta: Lentera Abadi., 2006: h. 380-383.

-----. “Indonesia.” Dalam Henry P. dkk, ed. Ensiklopedi Geografi Dunia untuk

Pelajar dan Umum, vol. IV. Penerjemah Dewi Susiloningtyas, dkk. Jakarta: Lentera Abadi., 2006: h. 328-333.

“Gustavo Gutierrez.” Diakses dari http://fppi.blogspot.com/2007/07/teologi-pembebasan.htmlPerihal Teologi Pembebasan

Hanafi, Hassan. Dari Akidah ke Revolusi: Sikap Kita terhadap Tradisi Lama.

Jakarta: Paramadina, 2003.

Page 103: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Husaini, Adian. Pluralisme Agama: Haram Fatwa MUI Yang Tegas Dan Tidak

Kontroversial. Jakarta: Pustaka al Kaustar, 2005. Irwandi. “Reception Hermeneutik Maulana Farid Esack.” Skripsi S1 Fakultas

Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002.

Izutsu, Toshihiko. Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik terhadap Al-

Quran. Penerjemah Agus Fahri Husein, dkk. Jogja: Tiara Wacana, 1994.

“Juan Luis Segundo.” Diakses tanggal 11 November dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Juan_Luis_Segundo

Kurzman, Charles. Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang

Isu-Isu Global. Penerjemah Bahrul Ulum dan Heri Junaedi. Penyunting E.

Kusnadiningrat dan Din Wahid. Jakarta: Paramadina, 2001.

“Kerusuhan Ambon.” Diakses pada 10 September 2007 dari

www.hamline.edu/apakabar/basis data/1999/08/26/0037.html

“Kerusuhan Poso.” Diakses pada 10 September 2007 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusuhan_Poso

Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi

Baru Islam Indonesia. Jakarta:Paramadina, 2003.

-----. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah

Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. Jakarta: Paramadina, 2000.

-----. “Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan untuk Generasi

Mendatang.” Ulumul Quran IV, no. 1 (1993): h. 10-12.

-----. “Dialog Antara Ahli Kitab (Ahl Al-kitab) Sebuah Pengantar.” Dalam George

B. Grose dan Benjamin J. Hubbard, ed. Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah

Dialog. Penerjemah Santi Indra Astuti. Bandung: Mizan, 1998.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jakarta. Kerukunan Beragama dari Perspektif

Negara, Ham, dan Agama-Agama. Pengantar Quraish Shihab. Jakarta: MUI,

1996.

Muthari, Abdul Hadi Widji. “Estetika Sastera Sufistik Kajian Hermeneutik terhadap Karya-Karya Shaikh Hamzah Fansuri.” Tesis S 2, University Sains

Malaysia, 1996.

Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi). Jakarta: CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Page 104: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.

Jakarta: UI-Press, 1986.

Nasution, Harun. dkk. Agama dalam Pergumulan Masyarakat Dunia. Jogja: Tiara Wacana, 1997.

Osman, Mohamed Fathi. Islam, Pluralisme, dan Toleransi Keagamaan:

Pandangan Al-Quran, Kemanusiaan, Sejarah dan Perdaban. Penerjemah Irfan Abubakar. Jakarta: Paramadina, 2006.

dari 2007 November 11 l Diakses tangga”.Knitter. Paul F“-freedom.www://http

224=id&diskusi=detail&kegiatan=page?php.index/id/org.instituteHalaman

maUta » Pelayanan Gereja

“Pengeboman Poso Divonis 18 Tahun.” Media Indonesia, 4 Desember 2007.

Rachman, Budhy Munawar. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.

Jakarta: Paramadina, 2001.

“Radhakrishnan.” Dalam Paul Edwards, ed. The Encyclopedia of Philosophy, vol.

VII-VIII. New York: Macmillan., 1967: h. 62.

Rahardjo, M. Dawam. Paradigma Al-Quran Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial.

Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005.

Rahman, Fazlur. dkk. Agama untuk Manusia. Penerjemah Ali Noer Zaman.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Rakhmat, Jalaluddin. “Menundukkan Makna Pluralisme Agama.” Buletin

Kebebasan V, no. 3 (Mei 2007): h. 19-21.

Siswanto, Joko. Sistem-Sistem Metafisika Barat dari Aristoteles sampai Derrida

Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Sukidi. New Age Wisata Spiritual Lintas Agama. Jakarta: Gramedia, 2002.

-----. Teologi Inklusif Cak Nur. Jakarta: Kompas, 2001.

Sunyoto, Agus. Suluk Abdul Jalil Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar. Buku Satu

Yogyakarta: LkiS, 2003.

Suseno, Franz Magnis. “Terima Kasih, Cak Nur!.” Dalam Muhamad Wahyuni

Nafis dan Ahmad Rifki, Penyunting. Kesaksian Intelektual Mengiringi

Kepergian Sang Guru Bangsa. Jakarta: Paramadina, 2005: h. 102-103.

-----. Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme.

Jakarta: Gramedia, 1999.

Page 105: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk

Smith, Huston. Agama-Agama Manusia. Pengantar Djohan Effendi. Penerjemah

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985.

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. “Ahmad, Mirza Ghulam.” Dalam Abdul Aziz Dahlan. dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve.,

1997: h. 161.

-----. “Ibnu Arabi.” Dalam Abdul Aziz Dahlan. dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. II. Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve., 1996: h. 150.

-----. “Rasyid Rida, Syekh Muhammad.” Dalam Abdul Aziz Dahlan. dkk, ed.

Ensiklopedi Islam, vol. IV. Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve., 1997: h. 161.

Tim Penyusun Ensiklopedi Nasional Indonesia. “Apartheid.” Dalam Ensiklopedi

Nasional Indonesia, vol. II. Jakarta: Delta Pamungkas., 2004: h. 187-188.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P & K).

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Umi Basiroh. dkk, peyunting. Jakarta:

Balai Pustaka., 1988: h. 340.

The Helen Suzman Foundation. “Profile of Farid Esack.” Artikel diakses pada 10

September 2007 dari http://www.hsf.org.za/%23article_view.asp?id=34

Usman, Fatimah. Wahdat Al-Adyan: Dialog Pluralisme Agama. Yogyakarta: LkiS, 2002.

Wahid, Abdurrahman. dkk. Dialog: Kritik dan Identitas Agama. Yogyakarta:

Interfidei, 1994.

Zarkasi, Hamid Fahmi. “Islam dan Paham Pluralisme Agama.” Majalah dan

Pemikiran Islam Islamia I, no. 3 (September-Nopember 2004): h. 6-7.

Page 106: FARID ESACK DAN PLURALISME AGAMA - Institutional ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8787/1/TATI... · menyebarkan ajaran bid’ah yang, ... Lihat Sunyoto, Suluk