faradillah desniawati jnjnj
DESCRIPTION
hghgyTRANSCRIPT
PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES
AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA
TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH:
Faradillah Desniawati
NIM : 1110101000095
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1435 H
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Agustus 2014
Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095
Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014
xx + 105 Halaman + 26 Tabel + 2 Grafik + 5 Gambar + 3 Bagan + 4 Lampiran
ABSTRAK
Kecamatan Ciputat merupakan salah satu dari kecamatan yang paling banyak
ditemukan kasus DBD setiap tahunnya. Pada tahun 2010-2013 jumlah kasus DBD di
Puskesmas Ciputat adalah 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Menurut data
surveilans DBD Puskesmas Ciputat tahun 2010-2013 nilai ABJ sebesar 89,96%,
91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Salah satu upaya pencegahan penyakit DBD adalah
memutuskan rantai penularan dengan cara mengendalikan vektor melalui kegiatan
pelaksanaan 3M plus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja
Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional, sampel yang diambil sebanyak 235 rumah tangga. Pengambilan sampel
yang dilakukan menggunakan teknik purposive sampling terhadap RW yang terpilih
dan random sampling terhadap masing-masing rumah tangga. Metode pengumpulan
data menggunakan data primer berupa wawancara dengan instrumen penelitian
kuesioner dan observasi, dan data sekunder berupa profil Puskesmas Ciputat tahun
2010-2013 dan Laporan Bulanan data kesakitan (LB I) tahun 2010-2013. Waktu
penelitian dilaksanakan bulan Mei-Juni 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan larva Aedes aegypti 15,3%.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada lima variabel yang berhubungan
dengan keberadaan larva Aedes aegypti yaitu variabel menguras tempat penampungan
air (p value 0,000), mengubur barang bekas (p value 0,002), mengganti air vas bunga
dan tempat minum hewan (p value 0,007), memperbaiki saluran dan talang air yang
tidak lancar (p value 0,001), mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
(p value 0,000). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah variabel menutup
tempat penampungan air, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang
kawat kasa, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian (p value > 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan sebaiknya pihak
puskesmas meningkatkan pemeriksaan jentik secara berkala, dan meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan. Hal ini
dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menekan angka
kejadian DBD.
Kata kunci: Larva Aedes aegypti, 3M plus, DBD
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, August 2014
Faradillah Desniawati, NIM: 1110101000095
The Implementation Of 3M Plus Against The Presence Of Larvæ Aedes Aegypti
In The Work Area Health Center Of Ciputat South Tangerang City In May-
June 2014.
xx + 105 Pages + 26 Tables + 2 Graphic + 5 Images + 3 Chart + 4 Appendices
ABSTRACT
Subdistrict Ciputat is one of the most frequently found DBD cases every year.
In 2010-2013 the number of cases of DBD Health Center of Ciputat is 71 cases, 7
cases, 31 cases, and 24 cases. According to the surveillance data DBD health center
of Ciputat in 2010-2013 the value of ABJ 89,96%, 91,06%, 90,86%, and 93,13%. One of the dengue disease prevention is to break the chain of transmission by vector
control through implementation of 3M plus activity. The purpose of the study was to
determine the relationship between the condition of the implemantation of 3M plus
with presence of larvae in work area of Health Center of Ciputat, South Tangerang
city in May-June 2014.
This study was the quantitative cross-sectional study design. The samples
were 235 household, and sampling methode used purposive sampling of selected RW
and random sampling of each household. The research used primary data from
interview with an questionnaire and observation, and secondary data from profile of
Health Center of Ciputat in 2010-2013 and monthly reports I (LB I) in 2010-2013.
The research was conducted in May-June 2014.
The result showed that presence of Aedes aegypti larvae was 15,3%. There
were five variables significantly associated with presence of Aedes aegypti larvae
were drained container (p value 0,000), buried the used goods (p value 0,002),
replaced water vase and drinking animals pot (p value 0,007), repaired unsmoothed
water channel and drain (p value 0,001), and sought adequate lighting and ventilation
(p value 0,000). While unrelated variables were closing water pot, closed the holes on
a piece of bamboo and trees with soil, sowed powder abate, kept fish larva eater, put
on the wire netting, and avoided the habit of hanging clothes (p value > 0,05)
Based on the result, then it is recommended health center should checkings
larva periodically, and increase public awareness of the conduction of 3M plus
activity simultaneously and continuously. It is intended to break the mosquito life
cycle and reduces the incidence of dengue.
Keyword: Aedes aegypti larvae, 3M plus, DBD
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Faradillah Desniawati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Desember 1992
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemandoran IV No. 26 RT 08/09 Kedaung,
Pamulang, Tangerang Selatan
Telepon : (021) 7494056 / 085781777220
e-mail : [email protected]
Pendidikan
1997 - 1998 : TK Perwanida
1998 – 2004 : SDN 1 Ciputat
2004 – 2007 : MTsN Tangerang 2 Pamulang
2007 – 2010 : MAN 4 Model Jakarta
2010 – Sekarang : S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak
kita mendapat syafa’atnya.
Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
Bulan Mei-Juni Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan. Namun dengan
bantuan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Papaku Drs. H. Abdul Rauf N, MM., dan Mamaku
Hj. Rosmalina S yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril dan
materil kepada penulis dalam penulisan skripsi sehingga dapat menyelesaikan
studi S1 ini.
2. Kakak, dan adikku tercinta, Nurputri Septiardina S.E.Sy., Moehammad Arfandi
SH, dan Naila Fitriah Khairunnisa yang selalu mendoakan, dan memberikan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. DR (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Ibu Catur Rosidati, MKM dan Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, pengarahan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
viii
6. Ibu Febrianti, SP, M.Si, Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D dan Bapak dr. Sholah
Imari, M.Sc selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran
untuk perbaikan skripsi ini.
7. Pihak Puskesmas Ciputat yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian serta bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan penulis.
8. Pihak Kelurahan Ciputat yang telah memberikan izin penelitian serta arahan
maupun dukungannya.
9. Pihak Kelurahan Cipayung yang telah memberikan izin dan dukungannya.
10. Teman-teman Kebabers, yaitu Eliza, Siva, Iwed, Tika, Dini, Anin, Mawar,
Asri, Furi, Karlin yang selalu memberikan semangat, bantuan, serta tempat
berbagi suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman Kesling 2010, yaitu Nida, Annis, Alya, Tuti, Yuni, Fitri, Rizka,
Misyka, Ifa, Reka, Elfira, Angger, Fuad, Ilham, Febri, dan Akbar yang sama-
sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, terima kasih atas semangat yang
diberikan.
12. Teman-teman Kesmas 2010 yang menjadi teman seperjuangan dan berbagi
ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan.
13. Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan
skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan
kritik senantiasa diharapkan penulis agar menjadi masukan di masa mendatang.
Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi penulis maupun berbagai pihak. Terima
kasih.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. i
ABSTRAK............................................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ ........ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................ vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiv
DAFTAR GRAFIK...................................................................................... ........ xvi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ........ xvii
DAFTAR BAGAN................................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xix
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.......................................................................................................
1.1 Rumusan Masalah...........................................................................................
1.2 Pertanyaan Penelitian......................................................................................
1.3 Tujuan..............................................................................................................
1.4.1 Tujuan Umum........................................................................................
1.4.2 Tujuan Khusus........................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................
1.6 Ruang Lingkup.................................................................................................
1
6
7
7
7
7
8
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti...............................................................
2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti........................................................
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti.........................................................
2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti.....................................................
2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti....................................................................
2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan........................................
10
10
11
11
15
15
x
2.2.1.1 Tempat Penampungan Air (TPA)..............................................
2.2.1.2 Iklim..........................................................................................
2.2.2 Perilaku Menghisap Darah.....................................................................
2.2.3 Perilaku Istirahat............................................................................ ........
2.2.4 Penyebaran.............................................................................................
2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti............................................................. ........
2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular..............................................................
2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengeu (DBD)....................... ........
2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus....................................................................... ........
2.6 Kerangka Teori................................................................................................
17
18
19
21
22
23
24
28
28
39
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1Kerangka Konsep..............................................................................................
3.2 Definisi Operasional........................................................................................
3.3 Hipotesis Penelitian..........................................................................................
40
42
45
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain dan Penelitian.......................................................................................
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................................
4.2.1 Tempat Penelitian...................................................................................
4.2.2 Waktu Penelitian....................................................................................
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian.......................................................................
4.3.1 Populasi Penelitian.................................................................................
4.3.2 Sampel Penelitian...................................................................................
4.4 Metode Pengumpulan Data..............................................................................
4.4.1 Data Primer............................................................................................
4.4.2 Data Sekunder........................................................................................
4.5 Instrumen Penelitian........................................................................................
4.6 Pengolahan Data..............................................................................................
4.7 Analisis Data....................................................................................................
47
48
48
48
48
48
48
52
52
52
53
53
54
xi
4.7.1 Analisis Univariat..................................................................................
4.7.2 Analisis Bivariat.....................................................................................
55
55
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................................
5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian..............................................
5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti...........................................................
5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air....................................................
5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air......................................................
5.2.4 Mengubur Barang Bekas........................................................................
5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................
5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air....................................................
5.2.7 Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon................
5.2.8 Menabur Bubuk Abate...........................................................................
5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................
5.2.10 Memasang Kawat Kasa........................................................................
5.2.11 Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................
5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang.............................
5.3 Analisis Bivariat...............................................................................................
5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menguras Tempat Penampungan Air....................................................
5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menutup Tempat Penampungan Air......................................................
5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Mengubur Barang Bekas.......................................................................
5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................
5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Memperbaiki Saluran dan Talang Air...................................................
5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu................
56
57
57
58
59
59
60
61
61
62
63
63
64
65
65
66
67
68
69
70
71
xii
5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menabur Bubuk Abate...........................................................................
5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................
5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Memasang Kawat Kasa.......................................................................
5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................
5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Yang Memadai...
72
73
74
75
76
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian....................................................................................
6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti.....................................................................
6.3 Analisis Bivariat...............................................................................................
6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menguras Tempat Penampungan Air....................................................
6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menutup Tempat Penampungan Air......................................................
6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Mengubur Barang Bekas.......................................................................
6.4.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan........................
6.4.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Memperbaiki Saluran dan Talang Air...................................................
6.4.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menutup Lubang-lubang Pada Pohon dan Potongan Bambu...............
6.4.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menabur Bubuk Abate...........................................................................
6.4.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Memelihara Ikan Pemakan Jentik..........................................................
77
77
79
79
82
84
87
88
90
91
93
xiii
6.4.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Memasang Kawat Kasa.........................................................................
6.4.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian..................................
6.4.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai....
95
97
99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan..........................................................................................................
7.2 Saran.................................................................................................................
7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat...............................................................
7.2.2 Saran Bagi Masyarakat..........................................................................
7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya.............................................................
102
102
102
104
105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................................... 42
Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun
2013.............................................................................................................
50
Tabel 5.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
57
Tabel 5.2 Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva Aedes
aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
58
Tabel 5.3 Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat Penampungan
Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014...........................................................................................................
58
Tabel 5.4 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat Penampungan
Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
59
Tabel 5.5 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
60
Tabel 5.6 Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas Bunga dan
Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-
Juni Tahun 2014..........................................................................................
60
Tabel 5.7 Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran dan Talang
Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014...........................................................................................................
61
Tabel 5.8 Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang Pada
Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan
Mei-Juni Tahun 2014..................................................................................
62
Tabel 5.9 Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
62
Tabel 5.10 Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan Pemakan Jentik
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
63
Tabel 5.11 Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014............................................................................................................
64
Tabel 5.12 Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan
Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-
Juni Tahun 2014..........................................................................................
64
Tabel 5.13 Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi yang
Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun
2014.............................................................................................................
65
Tabel 5.14 Gambaran Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air dengan
xv
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................
66
Tabel 5.15 Gambaran Hubungan Menutup Tempat Penampungan Air dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................
67
Tabel 5.16 Gambaran Hubungan Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan
Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-
Juni Tahun 2014..........................................................................................
68
Tabel 5.17 Gambaran Hubungan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum
Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................
69
Tabel 5.18 Gambaran Hubungan Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................
70
Tabel 5.19 Gambaran Hubungan Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu
dan Pohon dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................
71
Tabel 5.20 Gambaran Hubungan Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014.................................................................................................
72
Tabel 5.21 Gambaran Hubungan Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei-Juni Tahun 2014.......................................................................
73
Tabel 5.22 Gambaran Hubungan Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014.................................................................................................
74
Tabel 5.23 Gambaran Hubungan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian
dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014...........................................................
75
Tabel 5.24 Gambaran Hubungan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang
Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014........................................
76
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Angka Kesakitan DBD Per 100.000 Penduduk Tahun 2007-
2012..............................................................................................
2
Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia Tahun 2008-2012....... 3
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti.................................................................. 10
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti............................................ 12
Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti....................................................................... 13
Gambar 2.4 Jentik Aedes aegypti...................................................................... 13
Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti........................................................................ 14
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori............................................................................ 39
Bagan 3.1 Kerangka Konsep........................................................................ 41
Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel.......................................... 52
xix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian
2. Kuesioner Peneliitian
3. Ouput Analisis Data
4. Foto
xx
DAFTAR SINGKATAN
ABJ : Angka Bebas Jentik
DBD : Demam Berdarah Dengue
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
HI : House Index
CI : Container Index
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
TPA : Tempat Penampungan Air
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat sampai saat ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi
sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah Demam
Berdarah Dengue (DBD).
Pada tahun 1953 penyakit DBD pertama kali ditemukan di Manila
(Filipina), dan kemudian menyebar ke berbagai negara. Data dari seluruh
dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
DBD setiap tahunnya. Sementara itu, World Health Organization (WHO)
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 mencatat bahwa negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara
(Achmadi, 2011).
Penyakit DBD mulai melanda Indonesia sejak tahun 1968. Sejak itu
penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue ini telah menyebar ke seluruh
provinsi di Indonesia dan menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang
berarti. Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, ini kerap menimbulkan kepanikan di masyarakat karena
penyebarannya yang cepat dan potensinya yang dapat menyebabkan kematian.
2
Dalam siklus hidupnya, nyamuk Aedes aegypti mengalami empat stadium
yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di
dalam air tawar yang jernih serta tenang. Tempat Penampungan Air (TPA)
potensial sebagai tempat perindukannya (breeding place) adalah genangan air
yang terdapat di dalam suatu wadah atau container (Ridha, MR,. dkk, 2013).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2013, jumlah angka
kesakitan DBD di Indonesia dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan
dan penurunan tiap tahunnya (fluktuatif). Berikut merupakan grafik tren DBD
dari tahun 2007-2012:
Grafik 1.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue di Indonesia Per
100.000 Penduduk Tahun 2007-2012
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Jumlah Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 2008-2012 juga mengalami
peningkatan dan penurunan tiap tahunnya dan masih belum sesuai dengan
target nasional yaitu sebesar ≥ 95%, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh
dalam jumlah angka kesakitan DBD. Berikut merupakan grafik ABJ di
Indonesia tahun 2008-2012:
Tahun
3
Grafik 1.2 Angka Bebas Jentik/ABJ (%) di Indonesia
Tahun 2008-2012
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Jumlah penderita DBD di wilayah provinsi Banten pada tahun 2011
sebanyak 1.979 kasus. Kemudian mengalami peningkatan di tahun 2012
dengan 3.486 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Banten, 2012). Sedangkan
untuk kota Tangerang Selatan diketahui jumlah kasus DBD pada tahun 2011
sebanyak 750 kasus dan mengalami peningkatan di tahun 2012 dengan jumlah
781 kasus dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak lima orang
(Dinkes Tangsel, 2012). Hal ini dikarenakan nilai ABJ di wilayah tersebut
pada tahun 2011-2012 masih ≤ 95% yaitu 90,6% dan 93,62%, sehingga resiko
terjadinya DBD tinggi.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2012,
diketahui bahwa tiga dari tujuh kecamatan di Tangerang Selatan hingga kini
masih dalam status zona merah yang berarti bahwa di wilayah tersebut setiap
tahunnya sering ditemukan banyak kasus DBD. Ketiga kecamatan itu adalah
Pondok Aren, Ciputat, dan Pamulang. Angka kejadian DBD yang paling
banyak adalah kecamatan Pondok Aren. Tiga kecamatan lain yang tidak
Tahun
4
masuk zona merah adalah Ciputat Timur, Serpong, Serpong Utara, dan Setu
(Dinkes Tangsel, 2012).
Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD
Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD
yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih ≤
95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Sehingga jumlah kasus
DBD dan nilai ABJ di wilayah kerja Puskesmas Ciputat selalu mengalami
peningkatan maupun penurunan tiap tahunnya. Akan tetapi, penyakit DBD
tidak termasuk kedalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas Ciputat. Namun,
penyakit ini merupakan masalah yang harus diatasi ataupun dicegah
penularannya agar tidak menyebabkan kematian.
Upaya pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan
istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD yang dilakukan dengan
cara pelaksanaan 3M Plus terdiri dari: menguras Tempat Penampungan Air
(TPA), menutup TPA, mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan
tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan
tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang
kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian, mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu, dan
memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk (Depkes, 2005).
5
Keberadaan jentik Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi
keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik dapat berkembang biak pada
wadah-wadah TPA di sekitar pemukiman (Hardayanti, W. et. al., 2011).
Keberadaan kontainer di lingkungan rumah sangat berperan dalam
kepadatan jentik Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer akan
semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk
Aedes aegypti. Semakin padat populasi nyamuk Aedes aegypti, maka semakin
tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat
sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya
mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD (Maria, Ita. et.al.,
2013).
Hasil penelitian Suprianto (2011), didapatkan bahwa praktik PSN
berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti (p value=
0,03). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulina (2012)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan keberadaan jentik terhadap penyakit
DBD (p value= 0,002) serta terdapat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap
penyakit DBD (p value= 0,047).
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan penulis, pada 9
rumah yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menunjukkan bahwa
55,56% (5 dari 9 rumah) terdapat larva Aedes aegypti dan belum
melaksanakan 3M Plus secara keseluruhan. Sedangkan 44,44% (4 dari 9
rumah) tidak terdapat larva Aedes aeypti dan sudah melaksankan 3M Plus.
6
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif
untuk penyakit DBD, sehingga PSN-3M Plus merupakan cara pengendalian
vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit DBD (Depkes, 2005).
Oleh karena itu, pencegahan DBD sangat diperlukan dengan melakukan
pengendalian di tempat-tempat berkembang biaknya jentik Aedes aegypti
melalui 3M Plus. Berdasarkan hal tersebut di atas maka, peneliti merasa
tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun
2014.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data Laporan Bulanan I (LB I) dan surveilans DBD
Puskesmas Ciputat Tahun 2010-2013, diketahui bahwa jumlah kasus DBD
yaitu 71 kasus, 7 kasus, 31 kasus, dan 24 kasus. Sedangkan nilai ABJ masih ≤
95% yaitu 89,96%, 91,06%, 90,86%, dan 93,13%. Dalam studi pendahuluan
yang dilakukan oleh penulis diperoleh hasil bahwa 55,56% (5 dari 9 rumah)
terdapat larva Aedes aegypti dan belum melaksanakan 3M plus secara
keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan tempat-tempat perindukan nyamuk
dapat dijadikan indikator kejadian DBD, sehingga PSN-3M plus dianggap
sebagai cara paling efektif menangani DBD. Atas dasar pemikiran di atas
maka penulis ingin mengetahui “Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan
7
Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014.”
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni Tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014?
3. Adakah hubungan pelaksanaan 3M Plus dengan keberadaan larva Aedes
aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
bulan Mei-Juni tahun 2014?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan
larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang
Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan bulan Mei-
Juni tahun 2014.
2. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan 3M Plus di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat bulan Mei-Juni tahun 2014.
8
3. Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan 3M Plus terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan bulan Mei-Juni tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Dapat memberikan informasi tentang hubungan pelaksanaan 3M
plus terhadap keberadaan larva Aedes aegypti agar dapat menjadi
bahan masukan dalam menentukan kebijakan serta perencanaan
kesehatan pada masyarakat untuk penanggulangan penyakit DBD.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan masukan untuk dapat berpartisipasi dalam
penanggulangan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan secara nyata teori-teori yang telah didapat
di perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang
penelitian serta menambah wawasan dalam pengalaman menulis dan
meneliti.
4. Bagi Peneliti Lain
Dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam melakukan
pengembangan ilmu dan menyelesaikan penelitian.
9
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dan
dilakukan pada Mei – Juni 2014 dengan populasi penelitian adalah semua
rumah tangga yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
yaitu Kelurahan Ciputat dan Cipayung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan desain cross sectional, dengan
tujuan untuk melihat hubungan pelaksanaan 3M plus terhadap keberadaan
larva Aedes aegypti yang diteliti pada waktu yang bersamaan. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini dengan data primer melalui wawancara
tertutup kepada responden menggunakan kuesioner dan juga dengan cara
observasi serta data sekunder berupa profil Puskesmas tahun 2010-2013 dan
Laporan Bulanan I (LB I) tahun 2010-2013.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti
2.1.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh
Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam
klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes, RI 2013
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006)
11
2.1.2 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Gillot (2005), nyamuk Aedes aegypti (Diptera:
Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai
dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam.
Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik hitam dan
putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih pada
bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak
yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis
lengkung di tepinya. Bentuk abdomen nyamuk betinanya lancip
pada ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci
pada nyamuk-nyamuk lainnya. Ukuran tubuh nyamuk betinanya
lebih besar dibandingkan nyamuk jantan.
2.1.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan
perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga
termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola (Soegijanto,
2006).
12
Gambar 2.2
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
1. Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval
memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak
memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan
telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada
tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di
atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat
menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah
manusia. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan
sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi
jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air (Herms, 2006, dalam
Sulina, 2012).
13
Gambar 2.3
Telur Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
2. Stadium Larva (Jentik)
Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas
memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva
ini tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis
negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak
lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air
dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan
oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat
berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006, dalam Sulina, tahun
2012).
Gambar 2.4
Jentik Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
14
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat
tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut,
yaitu:
1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2. Instar II : 2,5-3,8 mm
3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
4. Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm (Depkes
RI, 2005)
3. Stadium Pupa
Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti
mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada
(cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian
perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ‘koma’. Tahap
pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama
2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi
perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke
permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk
persiapan munculnya nyamuk dewasa.
Gambar 2.5
Pupa Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
15
4. Nyamuk dewasa
Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru
muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas
permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan
menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan
betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1. Nyamuk
jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat
tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan
kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah
kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan
untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah
manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan
(Achmadi, 2011). Pada umumnya nyamuk betins hanya kawin
satu kali selama hidupnya, biasanya perkawinan terjadi setelah
24 – 28 jam setelah keluar dari kepompong (Sumantri, 2010).
2.2 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti
2.2.1 Tempat Perindukan atau Perkembang biakan
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat
perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-
tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah,
berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana
16
seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-
barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan
akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di
genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Supartha,
2008, dalam Sulina, 2012).
Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama dapat
dikelompokkan menjadi: (1) Tempat Penampungan Air (TPA)
untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi,
bak WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air
(TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman
hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan
sebagainya, dan (3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang
terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung
kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain.
Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada
kontainer berair yang berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang
terletak di tempat-tempat yang terlindung dari sinar matahari. Telur
diletakkan di dinding kontainer di atas permukaan air, bila terkena
air telur akan menetas menjadi larva atau jentik, setelah 5-10 hari
larva berubah menjadi pupa dan 2 hari kemudian menjadi nyamuk
dewasa (Depkes R1, 2005).
Nyamuk betina mempunyai kemampuan memilih tempat
perindukan atau tempat berkembang biak yang sesuai dengan
17
kesenangan dan kebutuhannya. Aedes aegypti senang meletakkan
telur di air tawar yang bersih dan tidak langsung menyentuh tanah,
begitu selanjutnya masih banyak banyak variasi lain. Oleh karena
itu, perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka
diperlukan suatu survei yang intensif untuk inventarisasi tempat
perindukan, yang sangat membantu dalam program pengendalian
vektor (Sumantri, 2010).
2.2.1.1 Tempat Penampungan Air
Tempat penampungan air (TPA) adalah berbagai
macam tempat yang digunakan untuk menamapung air guna
kebutuhan sehari-hari, seperti: drum, tempayan, bak mandi,
ember, dan lain-lain (Roose, 2008).
Tempat penampungan air berfungsi sebagai tempat
perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti. Pada musim
hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti ini dapat meningkat
karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas
ketika tempat perkembang biakannya, yaitu tempat
penampungan air, khususnya TPA bukan untuk keperluan
sehari-hari dan alamiah, mulai terisi air hujan. Kondisi
seperti ini akan dapat meningkatkan populasi nyamuk,
sehingga penularan penyakit DBD dapat meningkat pula
(Kusumawardani, 2012).
18
Secara fisik tempat penampungan air dibedakan lagi
berdasarkan bahan tempat penampungan air (logam, plastik,
porselin, fiberglass, semen, tembikar, dan lain-lain), warna
tempat penampungan air (putih, hijau, coklat, dan lain-lain),
volume tempat penampungan air (kurang dari 50 lt, 51-100
lt, 101-200 lt, dan lain-lain), letak tempat penampungan air
(di dalam atau di luar rumah), penutup tempat
penampungan air (ada atau tidak), pencahayaan pada tempat
penampungan air (terang atau gelap) (Depkes RI, 2005).
2.2.1.2 Iklim
Terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan, dan
kecepatan angin.
a. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah,
tetapi metabolismenya menurun bahkan terhenti bila
suhunya turun sampai di bawah 10oC. Pada suhu yang
lebih tinggi dari 35oC, nyamuk juga akan mengalami
perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses
fisiologis. Rata-rata suhu ideal untuk pertumbuhan
nyamuk adalah 25oC-27
oC. Pertumbuhan nyamuk akan
terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10oC atau
lebih dari 40oC.
19
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara yang terlalu tinggi di dalam
rumah mengakibatkan berkembang biaknya bakteri
penyebab penyakit. Kelembaban nyamuk berkisar antara
60%-80%. Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk
tidak dapat bertahan hidup akibatnya umur nyamuk jadi
lebih pendek sehingga nyamuk tidak dapat menjadi
vektor.
c. Curah hujan
Hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara dan
juga memperbanyak tempat perindukan nyamuk untuk
berkembang biak.
d. Kecepatan angin
Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh
terhadap kelembaban dan suhu udara serta arah
penerbangan nyamuk.
2.2.2 Perilaku Menghisap Darah
Menurut Sumantri (2010), perilaku mencari atau
menghisap darah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:
a. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu
Nyamuk pada umumnya mencari darah pada malam
hari, sebagian spesies nyamuk aktif mencari darah siang
20
hari seperti nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang aktif
mencari darah malam hari, ternyata setiap spesies berbeda
dan mempunyai sifat tertentu. Ada spesies yang aktif mulai
dari senja hingga menjelang tengah malam, adapula yang
aktif mulai menjelang tengah malam hingga pagi hari, dan
adapula yang aktif mulai dari senja hingga menjelang pagi.
b. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat
Apabila metode yang sama kita adakan di dalam
atau di luar rumah, maka dari hasil penangkapan ini dapat
diketahui ada dua golongan nyamuk:
1. Exophagic, yang lebih senang mencari darah di luar
rumah.
2. Endophagic, golongan nyamuk yang lebih senang
mencari darah di dalam rumah.
c. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah
Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita
dapat membedakan sebagai berikut:
1. Anthropophilic, nyamuk senang dengan darah manusia.
2. Zoophilic, nyamuk senang dengan darah hewan.
3. Nyamuk yang tidak mempunyai pilihan tertentu.
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk
betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya.
Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan
21
darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk
betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali.
Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari
dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB.
Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina
sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap
darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan
kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar
100 meter (Depkes RI, 2004).
2.2.3 Perilaku Istirahat
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai
menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-
3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti
hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam
rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang
disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab
dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di
dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang
digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah
nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di
luar rumah (Depkes RI, 2004).
22
Menurut Sumantri (2010), beristirahat bagi nyamuk
mempunyai arti dua macam, yaitu:
1. Beristirahat yang sebenarnya, selama waktu menunggu
proses perkembangan telur.
2. Beristirahat yang hanya sementara, yaitu pada waktu
nyamuk sedang aktif mencari darah.
Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat
yang teduh, lembab, dan aman untuk beristirahat, tetapi
apabila diteliti lebih lanjut tiap spesies ternyata mempunyai
perilaku yang berbeda. Ada spesies yang hanya hinggap di
tempat-tempat dekat tanah, tetapi adapula spesies yang
hinggap di tempat-tempat yang lembab dan terlindung dari
cahaya.
2.2.4 Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter,
maksimal 100 meter, namun karena angin atau kendaraan
dapat berpindah lebih jauh (Widodo, 2012).
Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti
tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia,
nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun
tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari
23
permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini
tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian
tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI,
2005).
Menurut Sumantri (2010), Penyebaran vektor
mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang
ditularkan oleh serangga. Penyebaran nyamuk dapat
berlangsung dengan dua cara yaitu:
1) Cara aktif, yang dilakukan nyamuk dengan
menggunakan kekuatan terbang.
2) Cara pasif, dengan perantaraan dan bantuan transportasi
angin.
2.3 Keberadaan Larva Aedes aegypti
Keberadaan larva atau jentik nyamuk merupakan indikator dari
potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat
berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayati, W.
et. al., 2011).
Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan
vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang
memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan
24
semakinpadat pula jentik nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air
tersebut (Wati, 2009).
Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah
sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan
tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan
menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah,
2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena
DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada.
2.4 Kepadatan Populasi Nyamuk Penular
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), untuk mengetahui
kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan
beberapa survei di beberapa rumah, seperti:
a. Survei Nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk
dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing
selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di
dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya
dilakukan dengan menggunakan aspirator. Indeks nyamuk yang
digunakan:
1. Biting/Landing Rate:
Jumlah Aedes agypti betina tertangkap umpan orang
Jumlah Penangkapan x Jumlah jam penangkapan
25
2. Resting per rumah:
Jumlah Aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap
Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan
b. Survei Jentik (Pemeriksaan Jentik)
Menurut Depkes RI (2005), untuk mengetahui keberadaan jentik
Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan survei jentik sebagai
berikut:
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata
telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar,
seperti: bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air
lainnya, jika pandangan atau penglihatan pertama tidak menemukan
jentik, tunggu kira-kira ½-1 menit untuk memastikan bahwa benar
jentik tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil,
seperti vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali
airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh
biasanya digunakan senter.
Metode survei jentik antara lain:
a. Single larva methode
26
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap
genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih
lanjut.
b. Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya
jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Ukuran kepadatan populasi jentik dapat ditentukan dengan
mengukur:
1. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Jumlah rumah bangunan yang tidak ditemukan jentik
X 100% Jumlah rumah bangunan yang diperiksa
Jika nilai ABJ ≥ 95%, maka sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Depkes (2005).
2. House Index (HI)
Jumlah rumah bangunan yang ditemukan jentik
X 100% Jumlah rumah bangunan yang diperiksa
Jika nilai HI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah.
sedangkan, jika nilai HI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD
tinggi.
3. Container Index (CI)
Jumlah container dengan jentik
X 100% Jumlah container yang diperiksa
27
Jika nilai CI ≤ 5%, maka resiko terjadinya DBD rendah.
sedangkan, jika nilai CI ≥ 5% maka resiko terjadinya DBD
tinggi.
4. Breteau Index (BI)
Jumlah container dengan jentik
X 100% Jumlah rumah yang diperiksa
c. Survei Perangkap Telur
Menurut Depkes RI (2005), survei perangkap telur dilakukan
dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, seperti potongan
bambu, kaleng, atau gelas plastik, yang bagian dalam dindingnya dicat
warna hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut
dimasukkan padel berupa potongan bambu yang berwarna gelap
sebagai tempat untuk meletakkan telur bagi nyamuk. Kemudian ovitrap
diletakkan di tempat gelap di dalam dan luar rumah. Setelah 1 minggu
dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel. Perhitungan
ovitrap index adalah:
Jumlah padel dengan telur X 100%
Jumlah padel diperiksa
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular
secara lebih tepat, telur-telur pada padel tersebut dikumpulkan dan
dihitung jumlahnya.
Kepadatan populasi nyamuk berdasarkan jumlah telur pada padel:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ ovitrap 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 = .......... telur per ovitrap
28
2.5 Pencegahan Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut Soedarto (2009), pencegahan terhadap penularan DBD dapat
dilakukan dengan pemberantasan larva dan nyamuk Aedes aegypti dewasa.
2.5.1 Pelaksanaan 3M Plus
Menurut Depkes RI (2005), pemberantasan terhadap jentik
Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dapat dilakukan
dengan cara melalui pemberantasan jentik yang dikenal dengan
kegiatan 3M plus, yaitu:
1. Menguras tempat penampungan air (TPA)
Menguras tempat penampungan air (TPA) seperti bak
mandi, bak WC, dan lain-lain perlu dilakukan secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan menyikat dan
menggunakan sabun dalam pengurasannya agar nyamuk tidak
dapat berkembang biak di tempat tersebut. Sebagaimana juga
yang dijelaskan oleh Sutaryo (2005) pada saat pengurasan atau
pembersihan tempat penampungan air dianjurkan menggosok atau
menyikat dinding dindingnya.
Dalam penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada
hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air (TPA)
dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air
29
(TPA) dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam
penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di Wilayah
Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara menguras tempat penampungan air
dalam rumah dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Tempat penampungan air terdiri dari tempat penampungan
air dalam rumah dan tempat penampungan air luar rumah. Tempat
penampungan air dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan,
dan bak mandi. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah
yaitu vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007). Tempat
penampungan air yang sering ditemukan larva Aedes aegypti
adalah bak mandi (Fatimah, 2006).
Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar
rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes
aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi
tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga
dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006).
Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di
tempat penampungan air. Silvia (2007), menyebutkan bahwa
keberadaan jentik dalam penampungan air, menguras tempat
penampungan air lebih dari satu minggu sekali berpengaruh
terhadap kejadian DBD.
30
2. Menutup tempat penampungan air (TPA)
Menutup rapat tempat penampungan air dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN
DBD) yaitu seperti menutup rapat ember, tempayan, baskom, bak
mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di
wilayah Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara menutup rapat tempat penampungan air
dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Sementara dalam
penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota
Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes
aegypti.
3. Mengubur barang-barang bekas
Mengubur barang-barang bekas merupakan praktik
pemberantasan nyamuk DBD yang dilakukan dengan cara
mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menampung air
dan terdapat larva Aedes aegypti seperti kaleng bekas, botol
bekas, ban bekas, dan lain-lain (Depkes, 2005).
Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol
bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka
peluang terhadap kejadian DBD.
31
Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat
menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk
tempat perkembang biakan nyamuk. Karena semakin banyak
tempat bagi nyamuk yang dapat menampung air, semakin banyak
tempat bagi nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak,
sehingga makin meningkat pula risiko kejadian DBD (Widodo,
2012).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009)
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan praktik
mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa non
endemis penyakit DBD. Namun, dalam penelitian yang dilakukan
oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota
Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes
aegypti. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yudhastuti, dkk (2005) di Surabaya.
4. Mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung
Dalam mengganti air vas bunga, dan tempat minum burung
seminggu sekali, hal yang perlu dilakukan tidak hanya mengganti
air tersebut akan tetapi harus mencucinya dengan menyikat
tempat-tempat tersebut agar jentik Aedes aegypti tidak dapat
hidup ataupun berkembang biak di dinding-dindingnya.
32
Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, Keman, dan Wahyuni
(2005) menunjukan bahwa keberadaan kontainer atau tempat
penampungan air, baik yang berada di dalam maupun di luar
rumah, merupakan faktor yang berperan penting dalam penularan
ataupun terjadinya KLB DBD.
Saniambara et al. (2003) menyatakan bahwa nyamuk Aedes
aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih
dan yang tidak beralaskan tanah, seperti: bak mandi/wc, drum dan
kaleng bekas, tempat minum burung dan pot tanaman hias.
Kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang
pagar/bambu dan lubang tiang bendera.
5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau
rusak agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembang biak di
tempat tersebut (Depkes, 2005).
Tempat penampungan air positif larva yang juga penting
diperhatikan adalah talang air. Hal ini dikarenakan letak talang air
yang tinggi dan terletak di atas sehingga sulit dijangkau untuk
dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang
digemari nyamuk untuk meletakkan larva nyamuk (Ramadhani,
dkk., 2009).
6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan
tanah.
33
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak dapat
berkembang biak (Depkes, 2005).
Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat
menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pada
potongan bambu, pohon, dan bekas tempurung kelapa yang
berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan
nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat (Duma,
dkk, 2007).
7. Menabur bubuk larvasida
Dalam menaburkan bubuk larvasida dapat dilakukan di
tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau
dibersihkan dan di daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1
ppm atau 10 gram (lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap
100 liter air. Abatisasi dengan themephos ini mempunyai efek
residu 3 bulan dan aman digunakan meskipun diberikan pada
tempat-tempat penampungan air baik untuk mencuci atau air
minum sehari-hari (Depkes, 2005).
WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan larva
nyamuk Aedes aegypti dengan penaburan butiran temephos
dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup
efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti
34
atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan
risiko terjadinya KLB penyakit DBD.
Hasil penelitian Yunita K.R dan Soedjajadi K (2007),
menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik Aedes aegypti pada
rumah yang tidak diberi abate pada tempat penampungan airnya
adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan dengan rumah yang diberi
abate pada tempat penampungan airnya terhadap kejadian DBD.
8. Memelihara ikan pemakan jentik
Pengendalian jentik Aedes aegypti adalah dengan
memelihara ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala timah, ikan
mujair, ikan nila (Depkes, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) menyatakan
tidak terdapat hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik
dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2005) yang menunjukkan
bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara ikan pemakan
jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Sebagaimana juga dalam penelitian yang dilakukan
Mahardika (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas
Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009.
Nilai Odd Ratio (OR) = 1,179 (95% CI =0,383-3,630),
35
menunjukkan bahwa responden yang tidak memelihara ikan
pemakan jentik mempunyai risiko 1,179 kali lebih besar
menderita DBD daripada responden yang memelihara ikan
pemakan jentik tetapi karena 95%CI mencakup angka 1 maka
variabel tidak memelihara ikan pemakan jentik belum tentu
merupakan faktor risiko timbulnya penyakit DBD.
9. Memasang kawat kasa
Memasang kawat kasa merupakan salah satu upaya
pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005).
Hasil penelitian Azwar (2009) menemukan bahwa pada
responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah
18 responden (28,6%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat
sebanyak 38 responden (46,9%), sehingga hal ini berarti ada
hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi dengan
kejadian DBD.
Sementara menurut Widodo (2012) dalam penelitiannya
menyebutkan jika penggunaaan kawat kassa nyamuk juga akan
berpengaruh dengan kejadian DBD. Demikian pula dengan
penelitian (Tamza, R.B., et. al. 2013, dalam Maria, Ita., et.al.
2013) di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung
menyimpulkan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi
mempunyai hubungan dengan kejadian DBD.
10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian
36
Menurut Harianto dkk (1989) mengatakan bahwa kebiasaan
menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempat-tempat yang
disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu
waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan sedikit
angin. Nyamuk Aedes aegypti hinggap di baju-baju yang
bergantungan dan benda-benda lain di rumah.
Penelitian Cendrawirda (2003) menyatakan bahwa ada
hubungan kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah dengan
kejadian DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Perich
et. al. (2000) dari hasil penelitiannya di Panama seperti dikutip
oleh Widjana (2003), bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai
sebagai tempat beristirahat nyamuk yakni permukaan semen,
kayu, pakaian, dan logam.
11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
Pencahayaan dan ventilasi ruangan di rumah harus
memadai sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak dapat
berkembang biak (Depkes, 2005).
Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas
lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah.
Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah
mempengaruhi pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat
37
yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat
(Soegijanto, 2003).
12. Menggunakan kelambu.
Menggunakan kelambu saat tidur terutama pada pukul
09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00, sehingga dapat tercegah
terkena penyakit DBD (Depkes, 2005).
Hasil penelitian Mahardika (2009) menyatakan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara memakai kelambu dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas
Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009.
Nilai Odd Ratio (OR) = 1,138 (95% CI = 0,420-3,084),
menunjukkan bahwa responden yang tidak memakai kelambu
mempunyai risiko 1,138 kali lebih besar menderita DBD dari
pada responden yang memakai kelambu saat tidur tetapi karena
95%CI mencakup angka 1 maka variabel tidak memakai
kelambu belum tentu merupakan faktor risiko timbulnya
penyakit DBD.
13. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan repellent,
obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik (Depkes, 2005).
WHO (2005) menyatakan bahwa penolak serangga
merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan
serangga yang umum digunakan. Benda ini secara garis
38
besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan
kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman merupakan
bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat
memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti,
Aedes albopictus, dan spesies Anopheles selama beberapa jam.
Teori Nadesul (2004) menyatakan bahwa cara lain untuk
menghindari gigitan nyamuk adalah dengan membaluri kulit
badan dengan obat anti nyamuk (repellent).
Menurut Sitio (2008), dalam penelitiannya menyebutkan
penggunaan obat anti nyamuk di siang hari (OR= 4,343)
berpengaruh terhadap kejadian DBD. Dalam penelitian
Mahardika (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara memakai lotion anti nyamuk dengan kejadian
Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Cepiring
Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai Odd
Ratio (OR)= 6,000 (95% CI= 1,787-20,147), menunjukkan
bahwa responden yang tidak memakai lotion anti nyamuk
mempunyai risiko 6,000 kali lebih besar menderita DBD dari
pada responden yang memakai lotion anti nyamuk.
39
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka
teori sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi teori dan penelitian dari Depkes (2005), Anggara (2005),
Dewi, dkk (2013), Sulina (2012), dan Widodo (2012)
DBD
Sumber Penular
Virus Dengue
Aedes aegypti
Keberadaan Larva
Aedes aegypti
1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)
2. Menutup Tempat Penampungan Air (TPA)
3. Mengubur barang bekas
4. Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan
5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan
tanah
7. Menaburkan bubuk abate
8. Memelihara ikan pemakan jentik
9. Memasang kawat kasa
10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian
11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
12. Menggunakan kelambu
13. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
Bionomik Vektor:
1. Perilaku Istirahat
2. Perilaku Menghisap Darah
3. Penyebaran
4. Tempat Perkembang biakan:
1). TPA
2). Iklim
40
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada beberapa teori
dan penelitian dari Depkes (2005) Anggara (2005), Dewi, dkk (2013),
Sulina (2012), dan Widodo (2012). Berdasarkan teori dan penelitian yang
ada, diketahui bahwa terdapat berbagai macam yang mempengaruhi
keberadaan larva Aedes aegypti.
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti,
yaitu TPA dan iklim karena adanya keterbatasan penelitian dan khawatir
data yang didapatkan bias. Selanjuntnya, variabel menggunakan kelambu
dan memakai obat anti gigtan nyamuk tidak diteliti karena secara teori
tidak mempunyai hubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Maka
peneliti menetapkan beberapa variabel saja variabel yang akan diteliti.
Variabel yang dimaksud adalah untuk variabel independen berupa
menguras Tempat Penampungan Air (TPA), menutup Tempat
Penampungan Air (TPA), mengubur barang bekas, mengganti air vas
bunga dan tempat minum hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang
tidak lancar atau rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan
pohon dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan
jentik, memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung
41
pakaian, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai,
sedangkan variabel dependen berupa keberadaan larva Aedes aegypti.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Keberadaan Larva
Aedes aegypti
Menguras Tempat Penampungan Air
Menutup Tempat Penampungan Air
Mengubur barang bekas
Mengganti air vas bunga, dan tempat
minum hewan
Memperbaiki saluran dan talang air
yang tidak lancar atau rusak
Menutup lubang-lubang pada
potongan bambu dan pohon dengan
tanah
Menabur bubuk abate
Memelihara ikan pemakan jentik
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung
pakaian
Mengupayakan pencahayaan dan
ventilasi ruang yang memadai
42
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
Keberadaan
larva Aedes
aegypti
Larva Aedes aegypti yang
ditemukan baik di dalam
rumah maupun di luar rumah
pada tempat penampungan air.
Observasi
jentik
Lembar
observasi
0. Ada larva
Aedes aegypti
yang
ditemukan
1. Tidak ada
larva Aedes
aegypti yang
ditemukan
Ordinal
Variabel Independen
Menguras
Tempat
Penampungan
Air
Kegiatan pengurasan tempat-
tempat penampungan air (TPA)
sekurang-kurangnya seminggu
sekali dengan menyikat
dinding-dindingnya dan
menggunakan sabun agar
nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat
tersebut (Depkes, 2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Menutup
Tempat
Penampungan
Air
Kegiatan menutup tempat
penampungan air seperti
ember, bak mandi, tempayan,
drum, dan lain-lain dengan
rapat (Depkes, 2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
43
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Mengubur
barang bekas
Kegiatan mengubur barang-
barang bekas (kaleng, ban, dan
lain-lain) yang dapat
menampung air hujan (Depkes,
2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Mengganti air
vas bunga, dan
tempat minum
hewan
Kegiatan mengganti air vas
bunga, tempat minum hewan
seperti burung atau lainnya
yang sejenis seminggu sekali
dengan menyikat dinding-
dindingnya (Depkes, 2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Memperbaiki
saluran dan
talang air yang
tidak lancar
atau rusak.
Kegiatan memperbaiki saluran
dan talang air yang tidak lancar
atau rusak agar nyamuk Aedes
aegypti tidak dapat
berkembang biak di tempat
tersebut (Depkes, 2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Menutup
lubang-lubang
pada potongan
bambu dan
pohon dengan
tanah
Kegiatan menutup lubang-
lubang pada potongan bambu
dan pohon dengan tanah
sehingga nyamuk Aedes
aegypti tidak dapat
berkembang biak (Depkes,
2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
44
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Menabur
bubuk abate
Kegiatan menaburkan bubuk
abate yang dilakukan 2 – 3
bulan sekali di tempat-tempat
penampungan air yang sulit
dikuras atau dibersihkan dan di
daerah yang sulit air (Depkes,
2005).
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Memelihara
ikan pemakan
jentik
Terdapat ikan gabus, ikan
guppy, ikan kepala timah, ikan
mujair, ikan nila yang dapat
mengendalikan jentik Aedes
aegypti (Depkes, 2005).
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Memasang
kawat kasa
Adanya kawat kasa yang
terpasang pada lubang ventilasi
rumah (Depkes, 2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Menghindari
kebiasaan
menggantung
pakaian
Kegiatan menghindari
kebiasaan menggantung
pakaian dalam rumah (Depkes,
2005)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
Mengupayakan
pencahayaan
dan ventilasi
ruang yang
memadai
Adanya cahaya efektif dapat
diperoleh dari jam 08.00-16.00
dan ventilasi memiliki ukuran
10% dari luas lantai rumah
(KepMenkes, 1999)
Wawancara Lembar
kuesioner
0. Tidak
1. Ya
Ordinal
45
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara menguras tempat penampungan air terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
2. Ada hubungan antara menutup tempat penampungan air terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
3. Ada hubungan antara mengubur barang bekas terhadap keberadaan
larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan tahun 2014.
4. Ada hubungan antara mengganti air vas bunga, dan tempat minum
hewan terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
5. Ada hubungan antara memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar atau rusak terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
6. Ada hubungan antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu
dengan tanah terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
7. Ada hubungan antara menabur bubuk abate terhadap keberadaan larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang
Selatan tahun 2014.
46
8. Ada hubungan antara memelihara ikan pemakan jentik terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
9. Ada hubungan antara memasang kawat kasa terhadap keberadaan larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang
Selatan tahun 2014.
10. Ada hubungan antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian
terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
11. Ada hubungan antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang
yang memadai terhadap keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
47
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis survei analitik
dengan desain studi cross sectional, karena pada penelitian ini variabel
independen dan dependen akan diamati pada waktu yang bersamaan.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah menguras Tempat
Penampungan Air (TPA), menutup Tempat Penampungan Air (TPA),
mengubur barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum
hewan, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau
rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah, menabur bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik,
memasang kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian,
dan mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah keberadaan
larva Aedes aegypti.
48
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja
Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan Ciputat dan kelurahan
Cipayung.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan adalah Mei sampai
dengan Juni 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga
yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan
Ciputat dan kelurahan Cipayung dengan jumlah sebanyak 15 RW
untuk kelurahan Ciputat dan 12 RW untuk kelurahan Cipayung.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian rumah tangga
yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, yaitu kelurahan
Ciputat dan kelurahan Cipayung. Besar sampel dalam penelitian
ini menggunakan rumus (Dahlan, M.Sopiyudin., 2010)
𝑛 = Z1−α/2 2PQ + Z1−β P1Q1 + P2Q2
P1 – P2
2
49
Keterangan:
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1 : Proporsi kejadian pada variabel 3M plus terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti sebesar 0,609 dari
penelitian terdahulu (Anggara, 2005).
P2 : Proporsi kejadian pada variabel 3M plus terhadap
keberadaan larva Aedes aegypti sebesar 0,364 dari
penelitian terdahulu (Anggara, 2005).
Q1 : 1 – P1
Q2 : 1 – P2
P : Rata-rata proporsi 𝑃1+𝑃2
2
Q : 1 – P
Z1-α/2 : Derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu
sebesar 5%= 1,96
Z1-β : Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 95%= 0, 84
Perhitungan:
𝑛 = Z1−α/2 2PQ + Z1−β P1Q1 + P2Q2
P1 – P2
2
× 2
𝑛 = 1,96 2 × 0,4865 × 0,5135 + 0,84 0,609 × 0,391 + 0,364 × 0,636
0,609 − 0,364
2
× 2
𝑛 = 1,3854 + 0,5756
0,245
2
× 2
50
𝑛 = 1,961
0,245
2
× 2
𝑛 = 8 2 × 2 𝑛 = 128
128 = 60% 𝑥 𝑛′
𝑛′ = 128
60%
𝑛’ = 213,53 ≈ 214
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini setelah ditambah
10% adalah 235 sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian
ini dengan menggunakan metode purposive sampling untuk
menentukan RW yang terpilih dan random sampling untuk
menentukan masing-masing rumah tangga.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini berdasarkan dari RW
yang pernah ada kasus DBD maupun tidak dan tidak berada di
wilayah perbatasan. Berikut merupakan tabel jumlah kasus DBD di
wilayah kerja Puskesmas Ciputat tahun 2013:
Tabel 4.1 Jumlah Kasus DBD di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2013
RW Kelurahan
Ciputat Cipayung
1 1 1
2 - -
3 1 2
4 - -
5 - -
6 - 1
7 1 3
8 1 4
9 - 3
10 2 -
11 - -
12 - 1
13 1
14 -
15 3
Sumber: LB I Puskesmas Ciputat tahun 2013
51
Jumlah sampel yang diambil didapatkan melalui rumus sebagai
berikut:
Kelurahan Ciputat:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔 × 235
=18.764
(18.764 + 21.180)× 235 = 110,35 ≈ 110
Perhitungan sampel tiap RW:
RW 15= 95
390× 110 = 26,79 ≈ 27
RW 10 = 110
390× 110 = 31,02 ≈ 31
RW 8 = 90
390× 110 = 25,38 ≈ 25
RW 2 = 95
390× 110 = 26,79 ≈ 27
Kelurahan Cipayung:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑢𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑝𝑎𝑦𝑢𝑛𝑔× 235
=21.180
(18.764 + 21.180)× 235 = 125
Perhitungan sampel tiap RW:
RW 8 = 120
407× 125 = 36,85 ≈ 37
RW 7 = 98
407× 125 = 30
RW 3 = 95
407× 125 = 29,17 ≈ 29
RW 2 = 94
407× 125 = 28,86 ≈ 29
52
Adapun langkah-langkah penentuan sampelnya adalah sebagai
berikut:
Bagan 4.1 Langkah-langkah Penentuan Sampel
4.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
dengan data primer dan data sekunder yang akan diuraikan sebagai
berikut:
4.4.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
responden dengan teknik wawancara tertutup melalui alat ukur
kuesioner, dan observasi atau survei jentik.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Ciputat berupa
profil puskesmas tahun 2010 - 2013 dan Laporan Bulanan (LB)
1 tahun 2010 – 2013.
Puskesmas Ciputat
Kelurahan Cipayung Kelurahan Ciputat
RW 15 RW 10 RW 8 RW 8 RW 9
29 sampel 37 sampel 25 sampel 27 sampel 31 sampel
RW 7
30 sampel
RW 2
27 sampel
RW 2
29 sampel
53
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan
bentuk pertanyaan tertutup yang terdiri dari beberapa item pertanyaan,
yaitu mengenai pelaksanaan 3M Plus (Menguras Tempat
Penampungan Air (TPA), Menutup Tempat Penampungan Air (TPA),
Mengubur barang bekas, Mengganti air vas bunga dan tempat minum
hewan, Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau
rusak, Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah, Menabur bubuk abate, Memelihara ikan pemakan jentik,
Memasang kawat kasa, Menghindari kebiasaan menggantung pakaian,
dan Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai).
Selanjutnya, untuk variabel keberadaan larva Aedes aegypti dilakukan
observasi dengan menggunakan senter.
4.6 Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan alat
bantu komputer dengan program olah data statistik. Langkah-langkah
pengolahan data tersebut meliputi:
1. Editing
Mengecek kembali kebenaran dan kelengkapan data, dari
konsistensi dan relevan pengisian setiap jawaban kuesioner,
kelengkapan pengisian, kejelasan tulisan, kejelasan makna jawaban,
kesesuaian antar jawaban, dan kesalahan pengisian.
54
2. Coding
Memberi kode pada setiap variabel independen dan
dependen pada kuesioner untuk mempermudah proses pemasukan
dan pengolahan data selanjutnya. Mengkode jawaban adalah
merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka,
sehingga mempermudah dalam meng-entry data serta menganalisis
data tersebut.
3. Entry data
Membuat template data terlebih dahulu melalui Epidata,
setelah itu masukkan atau entry data yang sudah diberi kode pada
kuesioner, kemudian input ke dalam komputer dengan
menggunakan program (software) olah data statistic, yaitu SPSS
versi 16.
4. Cleaning
Memeriksa kembali data yang telah di-entry, seperti
jawaban yang missing, nilai-nilai ekstrim, atau data yang out of
range. Hal ini dilakukan untuk memastikan data tersebut tidak ada
yang salah, sehingga data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
4.7 Analisis Data
Data yang telah diolah tersebut kemudian dianalisis yang juga
menggunakan alat bantu komputer dengan program olah data statistik.
Kegiatan analisis data tersebut dilakukan secara univariat, dan bivariat.
55
4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang telah diteliti, baik
variabel independen (pelaksanaan 3M plus) maupun dependen
(keberadaan larva Aedes aegypti).
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan variebel independen dengan variabel dependen. Adapun
statistik uji yang digunakan adalah Chi Square dengan
menggunakan test kemaknaan 5%. Jika P value ≤ 0,05 maka ada
hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan
dependen. Sedangkan jika P value ≥ 0,05 berarti tidak ada
hubungan yang bermakna variabel independen dengan dependen.
Persamaan Chi Square:
𝑋2 = 𝑂 − 𝐸
𝐸
2
Keterangan: X2 = Chi Square
O = Nilai yang diamati
E = Nilai yang diharapkan
56
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah utara Kota Tangerang
Selatan. Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 ha dengan
sebagian besar berupa tanah darat atau kering, sisanya adalah tanah rawa
atau danau. Puskesmas Ciputat merupakan salah satu dari 3 Puskesmas
yang ada di wilayah Kecamatan Ciputat. Letaknya berbatasan dengan:
a. Sebelah utara: Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah
b. Sebelah selatan: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
c. Sebelah barat: Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang
d. Sebelah timur: Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur
Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Kihajar Dewantara No.7
Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi
Banten. Dibangun di atas tanah seluas 693 m2
dengan luas bangunan lebih
kurang 1200 m2
terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan dipusatkan di
lantai 1, sedangkan lantai 2 difungsikan sebagai ruang pimpinan, staff,
data, dan ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan
pengobatan TB paru, klinik sanitasi, klinik PTRM, dan laboratorium.
Wilayah kerja Puskesmas Ciputat terdiri dari 2 kelurahan, yaitu
Kelurahan Ciputat, dan Kelurahan Cipayung. Jumlah penduduk di
Kelurahan Ciputat sebanyak 18.764 dengan jumlah RW sebanyak 15,
57
sedangkan jumlah penduduk untuk Kelurahan Cipayung sebanyak 21.180
dengan jumlah RW sebanyak 12.
5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian
5.2.1 Keberadaan Larva Aedes aegypti
Hasil penelitian mengenai keberadaan larva Aedes aegypti
pada rumah responden diperoleh dari observasi. Berdasarkan hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1
Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Keberadaan Larva Aedes
aegypti
N %
Ada
Tidak Ada
36
199
15,3
84,7
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa pada rumah
responden yang ditemukan ada larva Aedes aegypti sebanyak 36
orang (15,3%).
Berdasarkan hasil observasi jentik berdasarkan jenis
kontainer diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
58
Tabel 5.2
Gambaran Jenis Kontainer Berdasarkan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Jenis Kontainer Keberadaan Larva Total
Positif Negatif
N % N % N %
Bak Mandi 20 43,47 26 56,53 46 100
Ember 31 41,33 44 58,57 75 100
Tempat Penampungan Dispenser 3 33,33 6 66,67 9 100
Kaleng Bekas 11 44 14 56 25 100
Botol Bekas 5 35,72 9 64,28 14 100
Ban Bekas 8 40 12 60 20 100
Vas Bunga 1 25 3 75 4 100
Kolam Ikan 1 25 3 75 4 100
Total 80 35,98 117 64 197 100
Berdasarkan tabel 5.2 bahwa jenis kontainer yang paling
banyak ditemukan larva Aedes aegypti adalah bak mandi (43,47%).
5.2.2 Menguras Tempat Penampungan Air
Menguras tempat penampungan air yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah responden yang menguras tempat
penampungan air 1 kali dalam seminggu dengan menyikat dan
menggunakan sabun. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.3
Gambaran Upaya Responden Dalam Menguras Tempat
Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Menguras N %
Tidak
Ya
36
199
15,3
84,7
Total 235 100
59
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang
menguras tempat penampungan air lebih banyak yaitu berjumlah
199 orang (84,7%).
5.2.3 Menutup Tempat Penampungan Air
Menutup tempat penampungan air yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah responden yang menutup tempat
penampungan air dengan rapat-rapat. Berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4
Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Tempat
Penampungan Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Menutup N %
Tidak
Ya
193
42
82,1
17,9
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa responden tidak
menutup tempat penampungan air lebih banyak yaitu berjumlah
193 orang (82,1%).
5.2.4 Mengubur Barang Bekas
Mengubur barang bekas yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah responden yang mengubur barang-barang bekas seperti
kaleng bekas, botol bekas, dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
60
Tabel 5.5
Gambaran Upaya Responden Dalam Mengubur Barang Bekas
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni
Tahun 2014
Mengubur Barang-
barang Bekas
N %
Tidak
Ya
144
91
61,3
38,7
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa responden tidak
mengubur barang-barang bekas paling banyak yaitu berjumlah 144
orang (61,3%).
5.2.5 Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan
Mengganti air vas dan tempat minum hewan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah responden yang mengganti air vas
bunga dan tempat minum hewan 1 kali dalam seminggu dengan
menyikatnya. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 5.6
Gambaran Upaya Responden Dalam Mengganti Air Vas
Bunga dan Tempat Minum Hewan di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Mengganti Air Vas Bunga
dan Tempat Minum Hewan
N
%
Tidak
Ya
13
222
5,5
94,5
Total 235 100
61
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa responden yang
mengganti air vas bunga, dan tempat minum hewan paling bnayak
yaitu berjumlah 222 orang (94,5%).
5.2.6 Memperbaiki Saluran dan Talang Air
Memperbaiki saluran dan talang air yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah responden yang memperbaiki saluran dan
talang air yang tidak lancar atau rusak. Berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.7
Gambaran Upaya Responden Dalam Memperbaiki Saluran
dan Talang Air di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan
Mei – Juni Tahun 2014
Memperbaiki Saluran
dan Talang Air
N %
Tidak
Ya
7
228
3
97
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang
memperbaiki saluran dan talang air paling banyak yaitu berjumlah
228 orang (97%).
5.2.7 Menutup Lubang-lubang pada Potongan Bambu dan Pohon
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
yang dimaksud dalam penelitian adalah responden yang menutup
lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon yang berada di
sekitar rumah dengan menggunakan tanah. Berdasarkan hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
62
Tabel 5.8
Gambaran Upaya Responden Dalam Menutup Lubang-lubang
Pada Potongan Bambu dan Pohon di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Menutup Lubang-lubang Pada
Potongan Bambu dan Pohon
N %
Tidak
Ya
77
158
32,8
67,2
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa responden yang
menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon paling
banyak yaitu berjumlah 158 orang (67,2%).
5.2.8 Menabur Bubuk Abate
Menabur bubuk abate yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah responden yang memberikan bubuk abate tiap 2-3 bulan
sekali pada tempat penampungan air. Berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.9
Gambaran Upaya Responden Dalam Menabur Bubuk Abate di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni
Tahun 2014
Menabur Bubuk Abate N %
Tidak
Ya
193
42
82,1
17,9
Total 235 100
63
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa responden yang tidak
menabur bubuk abate paling banyak yaitu berjumlah 193 orang
(82,1%).
5.2.9 Memelihara Ikan Pemakan Jentik
Memelihara ikan pemakan jentik yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah responden yang memelihara ikan pemakan
jentik seperti ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala timah, ikan
mujair, dan ikan nila. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.10
Gambaran Upaya Responden Dalam Memelihara Ikan
Pemakan Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei – Juni Tahun 2014
Memelihara Ikan Pemakan
Jentik
N %
Tidak
Ya
205
30
87,2
12,8
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa responden yang
tidak memelihara ikan pemakan jentik paling banyak yaitu
berjumlah 205 orang (87,2%). Hampir semua responden yang
memelihara ikan pemakan jentik, jenis ikannya adalah ikan mujair.
5.2.10 Memasang Kawat Kasa
Memasang kawat kasa yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah responden yang memasang kawat kasa pada lubang ventilasi
rumah. Berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
64
Tabel 5.11
Gambaran Upaya Responden Dalam Memasang Kawat Kasa
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei – Juni
Tahun 2014
Memasang Kawat Kasa N %
Tidak
Ya
20
215
8,5
91,5
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa responden yang
memasang kawat kasa lebih banyak yaitu berjumlah 215 orang
(91,5%).
5.2.11 Menghindari Kebiasaaan Menggantung Pakaian
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah responden menghindari kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah.
Tabel 5.12
Gambaran Upaya Responden Dalam Menghindari Kebiasaan
Menggantung Pakaian di Wilayah Kerja Puskesmas Bulan
Mei - JuniCiputat Tahun 2014
Menghindari Kebiasaan
Menggantung Pakaian
N %
Tidak
Ya
209
26
88,9
11,1
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa responden yang
tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian paling banyak
yaitu berjumlah 209 orang (88,9%).
65
5.2.12 Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang
Memadai
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden
memiliki pencahayaan yang memadai dan ukuran luas ventilasi
10% dari luas lantai.
Tabel 5.13
Gambaran Upaya Responden Dalam Pencahayaan dan Ventilasi
yang Memadai di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan
Mei – Juni Tahun 2014
Mengupayakan
Pencahayaan dan Ventilasi
yang Memadai
N
%
Tidak
Ya
36
199
15,3
84,7
Total 235 100
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa responden yang
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
paling banyak yaitu berjumlah 199 orang (84,7%).
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat
yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Adapun uji statistik yang digunakan yaitu Chi
Square, hasilnya akan dijelaskan di bawah ini.
66
5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menguras
tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.14
Gambaran Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014
Menguras Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
13
23
36,1
11,6
23
176
63,9
88,4
36
199
100
100
0,000
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa responden yang
tidak menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva
Aedes aegypti ada 13 dari 36 orang (36,1%). Sedangkan responden
yang menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva
Aedes aegypti ada 23 dari 199 orang (11,6%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
bermakna antara menguras tempat penampungan air dengan
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat tahun2014.
67
5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup tempat
penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.15
Gambaran Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa responden yang
tidak menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes
aegypti ada 34 dari 193 orang (17,6%). Sedangkan responden yang
menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes
aegypti ada 2 dari 42 orang (4,8%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,063,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara menutup tempat penampungan air dengan
keberadaan larva Aedes aegypti.
Menutup Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
34
2
17,6
4,8
159
40
82,4
95,2
193
42
100
100
0,063
68
5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengubur Barang Bekas
Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengubur
barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.16
Gambaran Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan
Mei-Juni Tahun 2014
Mengubur Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
31
5
21,5
5,5
113
86
78,5
94,5
144
91
100
100
0,002
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden yang
tidak mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti
ada 31 dari 144 orang (21,5%). Sedangkan responden yang
mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 5
dari 91 orang (5,5%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,002,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
bermakna antara mengubur barang bekas dengan keberadaan larva
Aedes aegypti.
69
5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum
Hewan
Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengganti air
vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
sebagai berikut:
Tabel 5.17
Gambaran Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Mengganti Air Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
6
30
46,2
13,5
7
192
53,8
86,5
13
222
100
100
0,007
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa responden yang
tidak mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan
ditemukan larva Aedes aegypti ada 6 dari 13 orang (46,2%).
Sedangkan responden yang mengganti air vas bunga dan tempat
minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 222
orang (13,5%)
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,007,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
70
bermakna antara mengganti air vas bunga dan tempat minum
hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air
Hasil penelitian mengenai hubungan antara memperbaiki
saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.18
Gambaran Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014
Memperbaiki
Saluran dan
Talang Air
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
5
31
71,4
13,6
2
197
28,6
86,4
7
228
100
100
0,001
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa responden yang
tidak memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan
ditemukan larva Aedes aegypti 5 dari 7 orang (71,4%). Sedangkan
responden yang memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti 31 dari 228 orang
(13,6%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,001,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
bermakna antara memperbaiki saluran dan talang air dengan
keberadaan larva Aedes aegypti.
71
5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu
dan Pohon
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup
lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan
keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.19
Gambaran Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon
dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Menutup
Lubang-
lubang
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
14
22
18,2
13,9
63
136
81,8
86,1
77
158
100
100
0,511
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa responden yang
tidak menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 14 dari 77
orang (18,2%). Sedangkan responden yang menutup lubang-lubang
pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan
larva Aedes aegypti ada 22 dari 158 orang (13,9%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,511,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
72
bermakna antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu
dan pohon dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menabur Bubuk Abate
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menabur bubuk
abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.20
Gambaran Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Menabur
Bubuk Abate
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
34
2
17,7
4,7
158
41
82,3
95,3
192
43
100
100
0,056
Berdasarkan tabel 5.20 diketahui bahwa responden yang
tidak menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti ada
34 dari 192 orang (17,7%). Sedangkan responden yang menabur
bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti 2 dari 43 orang
(4,7%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,056,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva
Aedes aegypti.
73
5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik
Hasil penelitian mengenai hubungan antaramemelihara ikan
pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.21
Gambaran Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa responden yang
tidak memiliki ikan pemakan jentik dan ditemukan larva Aedes
aegypti ada 32 dari 205 orang (15,6%). Sedangkan responden yang
memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan Aedes aegypti ada
4 dari 30 orang (13,3%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 1,000,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan
keberadaan larva Aedes aegypti.
Memelihara
Ikan
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
32
4
15,6
13,3
173
26
84,4
86,7
205
30
100
100
1,000
74
5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Memasang Kawat Kasa
Hasil penelitian mengenai hubungan antara memasang
kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.22
Gambaran Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Memasang
Kawat Kasa
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
6
30
30
14
14
185
70
86
20
215
100
100
0,095
Berdasarkan tabel 5.22 diketahui bahwa responden yang
tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada
6 dari 20 orang (30%). Sedangkan responden yang memasang
kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 215
responden (14%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,095,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva
Aedes aegypti.
75
5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menghindari
kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes
aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai
berikut:
Tabel 5.23
Gambaran Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.23 diketahui bahwa responden yang
tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan
larva Aedes aegypti ada 34 dari 209 orang (16,3%). Sedangkan
responden yang menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan
ditemukan larva Aedes aegypti ada 2 dari 26 orang (7,7%) .
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,387,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian
dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Menghindari
Kebiasaan
Menggantung
Pakaian
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
34
2
16,3
7,7
175
24
83,7
92,3
209
26
100
100
0,387
76
5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang
Memadai
Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengupayakan
pencahayaan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva
Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014
sebagai berikut:
Tabel 5.24
Gambaran Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai
dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Mengupayakan
Pencahayaan dan
Ventilasi yang
Memadai
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total
Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N %
Tidak
Ya
17
19
47,2
9,5
19
180
52,8
90,5
36
199
100
100
0,000
Berdasarkan tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang
tidak mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan
ditemukan larva Aedes aegypti ada 17 dari 36 orang (47,2%).
Sedangkan responden yang mengupayakan pencahayaan dan
ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 19
dari 199 orang (9,5%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000,
artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
bermakna antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang
memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
77
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu:
1. Observasi jentik yang dilakukan pada penelitian ini tidak menggunakan
metode single larva methode yaitu mengambil satu jentik di setiap TPA
yang ditemukan untuk diidentifikasi lebih lanjut, namun dalam
penelitian ini hanya dilihat dari ada tidaknya jentik pada TPA saja.
2. Pada variabel pelaksanaan 3M Plus menghindari kebiasaan
menggantung pakaian dapat terjadi bias karena tergantung dari
kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan di kuesioner.
6.2 Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat
Keberadaan larva Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi
keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat
berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayanti,
W. et. al., 2011).
Larva nyamuk Aedes aegypti merupakan cikal bakal nyamuk
dewasa yang dapat diamati di sarang-sarang nyamuk. Semakin banyak
larva nyamuk ditemukan, semakin banyak nyamuk dewasa yang akan
78
berterbangan, dan semakin pula besar risiko penularan penyakit DBD yang
terjadi.
Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan
vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang
memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan
semakin padat pula larva nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air
tersebut (Wati, 2009).
Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah
sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan
tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan
menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah,
2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena
DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada rumah
responden di wilayah kerja Puskesmas yang ditemukan ada larva Aedes
aegypti sebanyak 36 orang (15,3%) dan terdapat 199 orang (84,7%) yang
tidak ditemukan adanya larva Aedes aegypti. Tempat penampungan air
yang banyak ditemukan larva Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah
bak mandi (43,47%). Sebagaimana dalam penelitian Widagdo (2008)
menyatakan ada hubungan bermakna PSN 3M Plus di bak mandi, ember
dan gentong plastik dengan jumlah jentik di tempat penampungan air
tersebut.
79
Berdasarkan data surveilans DBD di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat tahun 2011-2013 nilai ABJ masih dibawah dari 95%, sementara
berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi larva Aedes aegypti
dalam penelitian ini nilai ABJ yang didapatkan sebesar 84,68%. Maka dari
itu, angka kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat masih
terbilang tinggi.
Dari hasil tersebut dimungkinkan bahwa responden belum secara
maksimal dalam memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara
membasmi jentik-jentik nyamuk dengan melakukan 3M plus sehingga
tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan
kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan.
Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti
dan menekan angka kejadian DBD, dan perlu diadakannya pemeriksaan
intensif jentik secara berkala yang dilakukan oleh pihak Puskesmas
Ciputat serta kader-kader posyandu ataupun juru pemantau jentik. Karena
program pemeriksaan jentik yang telah ditetapkan Puskesmas Ciputat
dalam pelaksanaannya masih belum sesuai, yaitu tidak satu bulan sekali.
6.3 Analisis Bivariat
6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air
Menguras Tempat Penampungan Air merupakan salah satu
cara pencegahan penyakit DBD. Menguras bak mandi, ember, dan
80
lain-lain perlu dilakukan secara teratur seminggu sekali dengan
menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut (Depkes
RI, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden menguras tempat
penampungan air.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara menguras tempat
penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana
dari hasil penelitian diperoleh 13 dari 36 orang (36,1%) yang tidak
menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes
aegypti. Sedangkan, 23 dari 199 responden (11,6%) yang
menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes
aegypti. Hal ini bisa jadi disebabkan karena secara umum nyamuk
meletakkan telurnya pada dinding tempat penampungan air, oleh
karena itu pada waktu pengurasan atau pembersihan tempat
penampungan air dianjurkan menggosok atau menyikat dinding-
dindingnya (Sutaryo, 2005).
Walaupun sebagian masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat telah melaksanakan pengurasan seminggu sekali, namun
tetap saja masih ada larva Aedes aegypti yang ditemukan di TPA
tersebut. Pelaksanaan pengurasannya masih belum baik seperti
hanya membuang air yang berada di TPA yang dianggap sudah
81
kotor kemudian langsung mengganti air TPA tersebut tanpa
dilakukan dengan menyikat TPA, sehingga menyebabkan adanya
larva Aedes aegypti yang ditemukan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi, dkk (2013)
didapatkan bahwa ada hubungan antara menguras TPA dengan
keberadaan larva Aedes aegypti. Hasil penelitian tersebut bertolak
belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di
Wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara menguras TPA dalam rumah
dengan keberadaan larva Aedes aegypti
Dalam penelitian ini larva Aedes aegypti yang paling banyak
ditemukan pada TPA adalah di bak mandi. Sebagaimana
dinyatakan oleh Fatimah (2006) bahwa salah satu tempat
penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak
mandi. Menguras TPA minimal sekali dalam seminggu dapat
mengurangi tempat berkembang biaknya larva Aedes aegypti.
Karena dalam siklus hidup nyamuk diketahui bahwa larva Aedes
aegypti dapat berkembang biak selama 6-8 hari (Herms, 2006,
dalam Sulina, 2012). Oleh karena itu, pelaksanaan menguras TPA
seminggu sekali berpengaruh dalam kemungkinan terjadinya DBD.
Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara keberadaan larva Aedes aegypti di TPA dengan
82
kejadian DBD, sedangkan menurut Silvia (2007) menyebutkan
bahwa menguras TPA berpengaruh terhadap kejadian DBD.
TPA terdiri dari TPA di dalam rumah dan TPA di luar rumah.
TPA dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan, dan bak mandi.
Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu vas bunga,
kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007).
Selain itu, keberadaan tempat penampungan air di dalam
maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva
Aedes aegypti, bahkan TPA tersebut bisa menjadi tempat
perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat
menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006).
Puskesmas Ciputat sudah mempunyai program penyuluhan
kesehatan tentang menguras TPA. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya belum maksimal dilakukan. Oleh karena itu, perlu
ditingkatkan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh pihak
Puskesmas Ciputat kepada masyarakat dalam hal penanggulangan
penyakit DBD dengan pengendalian di tempat-tempat berkembang
biaknya jentik Aedes aegypti melalui PSN-3M plus terutama dalam
hal ini yaitu menguras TPA.
6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air
Menutup rapat tempat penampungan air memegang peranan
penting dalam PSN DBD yaitu seperti menutup rapat ember,
83
tempayan, baskom, bak mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden tidak menutup tempat penampungan air.
Berdasarkan hasil uji statistik pada peneilitian ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan
larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34
dari 193 responden (17,6%) yang tidak menutup tempat
penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2
dari 42 responden (4,8%) yang menutup tempat penampungan air
dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di wilayah
Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara menutup rapat TPA dengan keberadaan larva
Aedes aegypti. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota
Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
menutup TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Menurut WHO (2005), tempat berkembang biak nyamuk
Aedes aegypti adalah air bersih yang tergenang. Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat lebih suka menampung air
sebanyak mungkin untuk keperluan sehari-hari di TPA seperti:
ember dan bak mandi. Sehingga nyamuk Aedes aegypti lebih suka
84
menetaskan telurnya di TPA tersebut hingga menjadi larva Aedes
aegypti. Sehingga menutup rapat TPA sangat berperan penting dapat
mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang ada di dalam TPA
bahkan tidak ada larva Aedes aegypti di TPA dalam rumah karena
adanya tutup TPA tersebut.
Pentingnya ketersediaan tutup pada TPA sangat mutlak
diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap pada
tempat penampungan air, dimana kontainer tersebut
menjadi media berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.
Apabila semua masyarakat telah menyadari pentingnya penutup
TPA, diharapkan keberadaan nyamuk dapat diberantas, namun
berdasarkan wawancara dengan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmasa Ciputat kondisi ini tampaknya belum dilaksanakan
secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya dalam
memutus rantai penularan penyakit DBD dengan melalui
pengendalian tempat-tempat yang dapat berpotensi nyamuk
berkembang biak yaitu dengan melakukan penutupan pada TPA.
6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengubur Barang Bekas
Mengubur barang bekas merupakan praktik PSN DBD
dengan cara mengubur barang-barang bekas yang berpotensi
menampung air dan terdapat larva Aedes aegypti serta tidak
dimanfaatkan lagi, seperti kaleng bekas, botol bekas, ban bekas,
85
dan lain-lain (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak
mengubur barang-barang bekas.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes
aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 31 dari 144
responden (21,5%) yang tidak mengubur barang bekas dan
ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 5 dari 91 responden
(5,5%) yang mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes
aegypti. Kemungkinan hal ini disebabkan masih ada masyarakat
yang tidak mengubur barang bekas dikarenakan mereka masih
menyimpan barang bekas di lingkungan rumah dengan alasan akan
dipergunakan kembali dan tidak ada lahan kosong untuk
membuang maupun membakarnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wati (2009) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
praktik mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa
non endemis penyakit DBD. Hal ini disebabkan karena faktor
perbedaan karakteristik individu dan lingkungan masyarakat di
masing-masing lokasi penelitian dan lahan kosong yang
menunjang.
86
Namun, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian
yang dilakukan oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas
Dahlia Kota Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara mengubur barang-barang bekas dengan
keberadaan larva Aedes aegypti, disebabkan karena padatnya
penduduk di wilayah tersebut. Demikian juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti, dkk (2005) di
Surabaya.
Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat
menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk
tempat perkembangbiakan nyamuk. Semakin banyak barang bekas
yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk
untuk bertelur dan berkembang biak, sehingga makin meningkat
pula risiko kejadian DBD (Widodo, 2012).
Menurut Soeroso (2000) kaleng bekas, ban bekas, botol
bekas dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
bertambahnya larva Aedes aegypti yang otomatis membuka
peluang terhadap kejadian DBD. Ban mobil bekas merupakan
tempat perkembang biakan utama Aedes aegypti daerah perkotaan.
Maka sebaiknya perlu dihimbau kepada masyarakat apabila
terdapat barang-barang bekas di sekitar rumah lebih baik dikubur
agar kemungkinan tidak dapat terjadi risiko DBD yang disebabkan
oleh adanya tempat perkembang biakan Aedes aegypti.
87
6.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum
Hewan
Mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan
seminggu sekali harus dilakukan tidak hanya mengganti air
tersebut akan tetapi harus mencucinya dengan menyikat tempat-
tempat tersebut agar larva Aedes aegypti tidak dapat hidup dan
berkembang biak di dinding-dindingnya (Depkes, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 diketahui bahwa
sebagian besar responden mengganti air vas bunga dan tempat
minum hewan.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan
keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian
diperoleh hasil 6 dari 13 responden (46,2%) yang tidak mengganti
air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva
Aedes aegypti. Sedangkan, 30 dari 222 responden (13,5%) yang
mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan
larva Aedes aegypti. Dengan demikian hasil tersebut menunjukkan
bahwa mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dapat
mempengaruhi adanya larva Aedes aegypti dapat ditemukan hingga
88
menyebabkan kemungkinan terjadinya DBD di wilayah kerja
Puskesmas Ciputat.
Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, dkk (2005)
menyimpulkan bahwa keberadaan tempat penampungan air, baik
yang berada di dalam maupun di luar rumah merupakan faktor
yang berperan penting dalam penularan ataupun terjadinya KLB
DBD.
Sebagaimana dalam pendapat Saniambara et al. (2003) yang
menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak
di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah,
seperti: bak mandi/wc, drum dan kaleng bekas, tempat minum
burung dan pot tanaman hias. Kadang-kadang ditemukan juga di
pelepah daun, lubang pagar/bambu dan lubang tiang bendera.
Masyarakat dapat mengurangi risiko keberadaan larva Aedes
aegypti dengan melakukan pengendalian pada tempat-tempat yang
dapat berpotensi berkembang biaknya larva Aedes aegypti seperti
vas bunga dan tempat minum hewan melalui peningkatan
pelaksanaan 3M plus, sehingga tidak ada larva Aedes aegypti yang
nantinya dapat ditemukan.
6.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau
rusak dapat mencegah agar larva Aedes aegypti tidak dapat
89
berkembang biak di tempat tersebut (Depkes, 2005). Berdasarkan
hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa sebagian besar
responden memperbaiki saluran dan talang air.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes
aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 5 dari 7
responden (71,4%) yang tidak memperbaiki saluran dan talang air
yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan,
31 dari 228 responden (13,6%) yang memperbaiki saluran dan
talang air yang tidak lancar dan tidak ditemukan larva Aedes
aegypti. Sehingga memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar dapat menyebabkan adanya larva Aedes aegypti di wilayah
kerja Puskesmas Ciputat.
Tempat penampungan air positif larva yang juga penting
diperhatikan adalah talang air. Dikarenakan letak talang air yang
tinggi dan terletak di atas sehingga sulit dijangkau untuk
dibersihkan. Akibatnya talang air menjadi salah satu tempat yang
digemari nyamuk untuk meletakkan larva nyamuk (Ramadhani,
dkk., 2009). Dalam hal ini, berdasarkan wawancara dengan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Ciputat, masyarakat telah
memperhatikan jika ada saluran dan talang air yang tidak lancar
atau rusak selalu diperbaiki agar tidak terdapat larva Aedes aegypti
90
yang dapat berkembang biak sehingga dapat menyebabkan
terjadinya risiko penularan DBD. Kondisi rumah dengan saluran
air yang tidak lancar mengalir disenangi oleh nyamuk Aedes
aegypti sehingga risiko terjadinya DBD pun semakin besar.
6.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menutup Lubang-lubang
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah dapat mencegah nyamuk Aedes aegypti
berkembang biak (Depkes, 2005). Sehingga apabila hal ini
dilakukan dapat mencegah terjadinya DBD. Berdasarkan hasil
penelitian pada tabel 5.8 diketahui bahwa sebagian besar
responden menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan
pohon.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
mennunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara menutup lubang-lubang dengan keberadaan larva Aedes
aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 14 dari 77
responden (18,2%) yang tidak menutup lubang-lubang pada
potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva
Aedes aegypti. Sedangkan, 22 dari 158 responden (13,9%) yang
menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan
tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti.
91
Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat
menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pada
potongan bambu, pohon, dan bekas tempurung kelapa yang
berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan
nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat (Duma,
dkk, 2007). Masih banyaknya lubang-lubang pada potongan
bambu, pohon, dan lain-lain yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Ciputat dapat mengakibatkan larva Aedes aegypti
berkembang biak sehingga dapat terjadi penularan DBD.
Upaya pengendalian terhadap jentik yang telah ditetapkan
oleh Puskesmas Ciputat yaitu program pemeriksaan jentik yang
dilakukan tiap satu bulan sekali oleh jumantik. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih belum sesuai, karena tidak setiap bulan
program tersebut dilakukan. Sehingga sebaiknya Puskesmas
Ciputat perlu meningkatkan kembali program pemeriksaan jentik
secara berkala.
6.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menabur Bubuk Abate
Menaburkan bubuk larvasida dapat dilakukan di tempat-
tempat penampungan air yang sulit dikuras atau dibersihkan dan di
daerah yang sulit air. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram
(lebih kurang 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air.
Abatisasi dengan themephos ini mempunyai efek residu 2-3 bulan
92
dan aman digunakan meskipun diberikan pada tempat-tempat
penampungan air baik untuk mencuci atau air minum sehari-hari
(Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9
diketahui bahwa sebagian besar responden tidak menabur bubuk
abate.
WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan
jentik nyamuk Aedes aegypti dengan penaburan butiran themephos
dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selama 3 bulan cukup
efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti atau
meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan risiko
terjadinya KLB penyakit DBD.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes
aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34 dari 192
responden (17,7%) yang tidak menabur bubuk abate dan ditemukan
larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2 dari 43 responden (4,7%) yang
menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti. Dalam
penelitian ini, kemungkinan yang menyebabkan banyak rumah
yang tidak menabur bubuk abate dalam tiga bulan terakhir karena
kurangnya pengetahuan akan pentingnya penaburan bubuk abate
TPA setiap 2-3 bulan. Selain itu, sebagian responden masih merasa
tidak aman untuk melakukan abatisasi karena air dalam TPA-nya
93
akan menjadi kotor, serta takut jika bubuk abate akan memberikan
dampak negatif bagi kesehatan.
Meskipun Puskesmas Ciputat telah mempunyai program
pembagian abate setiap tiga bulan. Namun dalam pelaksanaannya
masih banyak masyarakat yang belum menerima abate tersebut dan
kurangnya informasi kepada masyarakat dalam hal tata cara
penggunaan abate.
Sementara dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yunita, dkk (2007), menyebutkan bahwa risiko keberadaan jentik
Aedes aegypti pada rumah yang tidak diberi abate pada tempat
penampungan airnya adalah sebesar 9,143 kali dibandingkan
dengan rumah yang diberi abate pada tempat penampungan airnya
terhadap kejadian DBD.
Maka dari itu, diperlukan upaya untuk memberikan
informasi yang benar mengenai fungsi bubuk abate dan cara
penggunaannya. Selain informasi atau pengetahuan yang diberikan
dari pihak puskesmas, adanya pembagian rutin bubuk abate setiap
tiga bulan juga menjadi salah satu solusi untuk menciptakan
koordinasi antara masyarakat dengan pihak Puskesmas Ciputat.
6.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik
Melihara ikan pemakan jentik atau larva Aedes aegypti
dalam hal ini ikan cupang, ikan gabus, ikan guppy, ikan kepala
94
timah, ikan mujair, dan ikan nila yang diletakkan di TPA seperti
bak mandi/wc dan ember atau di kolam ikan dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang terdapat di kolam
ikan (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.10
diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memelihara ikan
pemakan jentik.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva
Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 32 dari 205
responden (15,6%) yang tidak memiliki ikan pemakan jentik dan
ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 4 dari 30 responden
(13,3%) yang memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan
Aedes aegypti. Hal ini berarti sebagian besar masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Ciputat tidak memelihara ikan pemakan jentik
sebagai upaya dalam mengurangi jumlah larva Aedes aegypti.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Anggara (2005) yang menyatakan tidak terdapat hubungan
antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva
Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2005) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara memelihara
ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
95
Sebagaimana juga dalam penelitian yang dilakukan
Mahardika (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas
Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal tahun 2009. Nilai
Odd Ratio (OR) = 1,179 (95% CI =0,383-3,630), menunjukkan
bahwa responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik
mempunyai risiko 1,179 kali lebih besar menderita DBD dari pada
responden yang memelihara ikan pemakan jentik.
6.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Memasang Kawat Kasa
Memasang kawat kasa merupakan salah satu upaya
pencegahan terjadinya penularan penyakit DBD (Depkes, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.11 diketahui bahwa
sebagian responden memasang kawat kasa.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Dimana dari hasil penelitian diperoleh 6 dari 20 responden (30%)
yang tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes
aegypti. Sedangkan, 30 dari 215 responden (14%) yang memasang
kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini berarti
bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
96
Ciputat telah memasang kawat kasa di rumahnya sehingga tidak
terdapat hubungan yang berarti dengan keberadaan larva Aedes
aegypti.
Hasil penelitian Azwar (2009) menemukan bahwa pada
responden yang menderita DBD yang memakai kawat kasa adalah
18 responden (28,6%), sedangkan yang tidak memenuhi syarat
sebanyak 38 responden (46,9%), sehingga hal ini berarti ada
hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi dengan
kejadian DBD. Sementara menurut Widodo (2012) dalam
penelitiannya menyebutkan jika penggunaaan kawat kassa nyamuk
juga akan berpengaruh dengan kejadian DBD. Demikian pula
dengan penelitian (Tamza, R.B., et. al. 2013, dalam Maria, Ita.,
et.al. 2013) di Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar
Lampung menyimpulkan bahwa pemasangan kawat kasa pada
ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian DBD.
Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa
nyamuk, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam rumah
untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Dengan tidak
adanya nyamuk masuk ke ruang rumah maka kemungkinan
nyamuk untuk menggigit semakin kecil. Keadaan ventilasi rumah
yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk
ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi
rumah, akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam
97
rumah pada pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan
memudahkan terjadinya kontak antara penghuni rumah dengan
nyamuk penular DBD, sehingga akan meningkatkan risiko
terjadinya penularan DBD yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah yang ventilasinya terpasang kasa.
Maka, Puskesmas Ciputat perlu menghimbau kepada
masyarakat agar memasang kawat kasa pada ventilasi rumah
masing-masing untuk mengurangi risiko keberadaan larva Aedes
aegypti.
6.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian termasuk
salah satu upaya dalam mencegah penularan penyakit DBD
(Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.12
bahwa sebagian besar responden tidak menghindari kebiasaan
menggantung pakaian.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan
keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian
diperoleh 34 dari 209 responden (16,3%) yang tidak menghindari
kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes
aegypti. Sedangkan, 2 dari 26 responden (7,7%) yang menghindari
98
kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes
aegypti. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih
banyak masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang
menggantung pakaian di dalam rumah baik yang sudah dipakai
maupun belum dipakai, sehingga hal ini dapat memicu nyamuk
Aedes aegypti masuk ke dalam rumah dan larva Aedes aegypti
berkembang biak serta menyebabkan kemungkinan terjadinya
kejadian DBD. Dikarenakan pakaian bekas pakai yang tergantung
di dalam rumah, merupakan media yang disenangi nyamuk penular
DBD, yang merupakan salah satu faktor risiko yang meningkatkan
terjadinya DBD.
Menurut Harianto dkk (1989) mengatakan bahwa
kebiasaan menggantung pakaian adalah dapat menjadi tempat-
tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama
menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan
sedikit angin. Nyamuk Aedes aegypti hinggap di baju-baju yang
bergantungan dan benda-benda lain di rumah.
Selain itu, dalam penelitian Cendrawirda (2003) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan menggantung
pakaian di dalam rumah dengan kejadian DBD.
Seharusnya pakaian-pakaian yang tergantung di balik
lemari atau di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam
almari, karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan
99
beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung
(Yatim, 2007). Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perich
et. al (2000) di Panama seperti yang dikutip oleh Widjana (2003),
bahwa ada 4 tipe permukaan yang disukai sebagai tempat
beristirahat nyamuk yakni permukaan semen, kayu, pakaian, dan
logam. Maka, sebaiknya perlu dihimbau kepada masyarakat untuk
menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah.
6.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang
yang Memadai
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan di
rumah yang memadai dapat mencegah nyamuk Aedes aegypti
tidak dapat berkembang biak (Depkes, 2005). Menurut
KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas lubang
ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah. Kondisi
rumah dengan pencahayaan yang kurang disenangi oleh nyamuk
penular DBD untuk perkembang biakan larva Aedes aegypti
sehingga risiko terjadinya DBD pun semakin besar. Berdasarkan
hasil penelitian pada tabel 5.13 diketahui bahwa sebagian besar
responden mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang
memadai.
100
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dengan
keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian
diperoleh 17 dari 36 responden (47,2%) yang tidak mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva
Aedes aegypti. Sedangkan, 19 dari 199 responden (9,5%) yang
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan
ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini berarti bahwa pencahayaan
dan ventilasi yang memadai merupakan faktor penentu adanya
larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah
mempengaruhi pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat yang
disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto,
2003). Kondisi rumah dengan pencahayaan yang kurang ditambah
dengan banyaknya tumbuhan maupun pepohonan yang dijumpai di
lingkungan rumah masyarakat wilayah kerja Puskesmas Ciputat
serta padatnya rumah penduduk mengakibatkan pencahayaan dan
ventilasi ruang tidak memadai sehingga memicu larva Aedes
aegypti dapat berkembang biak hingga menyebabkan terjadinya
penularan DBD.
Dengan demikian, sebaiknya masyarakat perlu
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai di
101
rumahnya masing-masing agar tidak ada larva Aedes aegypti yang
dapat ditemukan serta dapat mengurangi risiko kemungkinan
terjadinya DBD.
102
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di wilayah kerja
Puskesmas Ciputat pada rumah responden yang ditemukan ada
larva Aedes aegypti sebanyak 36 (15,3%).
2. Gambaran pelaksanaan 3M plus di wilayah kerja Puskesmas
Ciputat meliputi:
2.1 Responden yang tidak menutup tempat penampungan air
sebanyak 193 orang (82,1%).
2.2 Responden yang tidak mengubur barang-barang bekas
sebanyak 144 orang (61,3%).
2.3 Responden yang tidak menutup lubang-lubang pada potongan
bambu dan pohon sebanyak 77 orang (32,8%).
2.4 Responden yang tidak menabur bubuk abate sebanyak 193
orang (82,1%).
2.5 Responden yang tidak memelihara ikan pemakan jentik
sebanyak 205 orang (87,2%).
2.6 Responden yang tidak menghindari kebiasaan menggantung
pakaian sebanyak 209 orang (88,9%).
103
3. Pelaksanaan 3M plus yang berhubungan terhadap keberadaan larva
Aedes aegypti yaitu menguras tempat penampungan air (p value
0,000), mengubur barang-barang bekas (p value 0,002), mengganti
air vas bunga dan tempat minum hewan (p value 0,007),
memperbaiki saluran dan talang air (p value 0,001), dan
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai (p
value 0,000).
4. Pelaksanaan 3M plus yang tidak berhubungan terhadap keberadaan
larva Aedes egypti yaitu menutup tempat penampungan air,
menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon, menabur
bubuk abate, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat
kasa, dan menghindari kebiasaaan menggantung pakaian dalam
rumah.
7.2 Saran
Berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan terdapat
beberapa saran diantaranya adalah:
7.2.1 Saran Bagi Puskesmas Ciputat
1. Pihak Puskesmas lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan
jentik secara berkala setiap bulannya, agar dapat memonitoring
nilai ABJ.
2. Menggalakkan kegiatan pengurasan TPA kepada masyarakat,
sehingga tidak ada lagi larva Aedes aegypti yang dapat
ditemukan.
104
3. Menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan penguburan
barang-barang bekas yang ada di lingkungan sekitar rumah,
mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan rutin setiap
seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar atau rusak, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi
ruang yang memadai dengan cara memotong daun dari
pepohonan yang sudah lebat sehingga cahaya matahari dapat
masuk ke dalam rumah, agar keberadaan larva Aedes aegypti
tidak dapat ditemukan.
4. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai tata cara penggunaan
abate serta fungsi dari abate tersebut.
5. Adanya koordinasi dengan masyarakat tentang pembagian bubuk
abate secara rutin setiap 2-3 bulan sekali, sehingga semua
masyarakat dapat menerima bubuk abate.
7.2.2 Saran Bagi Masyarakat
1. Masyarakat hendaknya lebih meningkatkan kegiatan 3M plus
dalam kehidupan sehari-hari seperti menguras TPA, mengubur
barang-barang bekas, mengganti air vas bunga dan tempat minum
hewan, memperbaiki saluran dan talang air, dan mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai agar tidak ada
larva Aedes aegypti yang ditemukan dan terhindar dari risiko
terjadinya DBD.
105
2. Masyarakat hendaknya melakukan penaburan bubuk abate setiap
2-3 bulan pada TPA, sehingga dapat mengurangi risiko
keberadaan larva Aedes aegypti dan terjadinya DBD.
3. Masyarakat hendaknya menghindari kebiasaan menggantung
pakaian di dalam rumah agar mengurangi risiko terjadinya DBD.
7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
penelitian jenis kualitatif, sehingga informasi tentang faktor-
faktor yang terkait dengan pelaksanaan 3M Plus khususnya faktor
budaya bisa dibahas secara mendalam.
2. Perlu dilakukan observasi jentik dengan menggunakan single
larva methode untuk memastikan lebih lanjut apakah jentik yang
ditemukan Aedes aegypti atau bukan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fachmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit
Rajawali Pers, Jakarta.
Achmadi, Umar Fachmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. PT
Rajagafindo Persada: Jakarta.
Alupaty, dkk. 2012. Pemetaan Distribusi Densitas Larva Aedes aegypti dan
Pelaksanaan 3M dengan Kejadian DBD di Kelurahan Kalukuang
Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anggara. 2005. Hubungan 3M dan 3M plus dengan keberadaan larva aedes
aegypti di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota Makassar Tahun
2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Azwar, M. 2009. Faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah
dengue di wilayah kerja Puskesmas Lompoe Kota Pare-Pare. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Benvie. 2005. Hubungan 3M dan 3M plus dengan Demam Berdarah Dengue di
wilayah Puskesmas Maricayya Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Bustan, M, N. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Surakarta: Rineka Cipta.
Cendrawirda. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Tembelahan Kota
Kecamatan Tembelahan Kabupaten Endragem Heler Propinsi Riau
Tahun 2003. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Univeristas
Sumatera Utara. Medan.
Dahlan, M.Sopiyudin. 2010. Evidence Based Medicine Seri 3:Langkah-langkah
Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan.
Cetakan kedua, Sagung Seto: Jakarta.
Dewi, dkk. 2013. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Endemis DBD Kelurahan
Kassi-Kassi Kota Makassar. Kesehatan Lingkungan. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Departemen Kesehatan RI. 1999. KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999
tentang persyaratan kesehatan rumah tinggal.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Buletin Harian Perilaku dan Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui dalam Melakukan
Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik
Berkala. Ditjen P2M & PL. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen PP & PL. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Perkembangan Kasus Demam Berdarah di Indonesia.
http://www.depkes.go.id. Pada tanggal 24 Desember 2013.
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2012. Profil Kesehatan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012.
Duma, S, Darmansyah, Arsunan. 2007. Analisis yang berhubungan dengan
kejadian DBD di Kecamatan Baruga Kota Kendari tahun 2007. Jurnal
analisis hal 91-100.
Gillot, C., 2005. Entomology. Plenum Press, New York.
Fathi., Keman, Soedajajadi., & Wahyuni, Catharina Umbul. 2005. Peran Faktor
Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah
Dengeu di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2 (1), 1-10.
Fatimah. 2006. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi keberadaan
jentik vektor Aedes aegypti dan Aedes albopictus di Puskesmas
Buntapan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Hardayanti,W. et. al. 2011. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Angka Bebas
Jentik Dan Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Pekanbaru Kota,
Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau. Pekanbaru. ISSN:
1724-6248
Harianto, B, dkk. 1989. Berbagai aspek demam berdarah dengeu dan
penanggulangannya. Pusat Penelitian Lembaga Penelitian UI, Jakarta.
Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States
of America.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela
Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pengendalian Demam Berdarah Dengue Untuk
Pengelola Program DBD Puskesmas. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2013. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2013.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI. Jakarta.
Kusumawardani, Erna. 2012. Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Pedesaan Tahun 2012 (Daerah Perbatasan Kabupaten Bogor
dan Kabupaten Lebak). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia. Depok.
Lintang, S, D. dkk. 2010. Perbedaan praktik PSN 3M Plus di kelurahan
percontohan dan non percontohan program pemantauan jentik rutin
Kota Semarang. Jurnal Entomologi Indonesia, ISSN: 1721-6781.
Mahardika, Wahyu. 2009. Hubungan antara Perilaku Kesehatan dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja
Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal Tahun
2009. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Maria, Ita., et.al. 2013. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Kota Makassar Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Nadesul, Hendrawan. 2004. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Demam
Berdarah. Jakarta: Puspa Swara.
UPT Puskesmas Ciputat. Profil Puskesmas Ciputat Tahun 2010. Kota Tangerang
Selatan.
UPT Puskesmas Ciputat. Profil Puskesmas Ciputat Tahun 2012. Kota Tangerang
Selatan.
UPT Puskesmas Ciputat. 2010-2013. Laporan Bulanan I. Kota Tangerang Selatan.
Ramadhani, dkk. 2009. Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah
Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Vol. 1, No. 1, April 2013.
Ridha MR., dkk. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan dan Kontainer dengan
Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam
Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru. Jurnal Epidemiologi dan
Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal)
Vol. 4, No. 3, Juni 2013 Hal : 133 – 137. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kalimantan Selatan: Banjarmasin.
Roose, Awida. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Bukit Raya Kota
Pekanbaru Tahun 2008. Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Saniambara, N., et al. 2003. Penyakit yangDitularkan oleh Nyamuk di NTT.
Santoso., dkk. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP)
Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palemabang Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.7 No.2, Agustus 2008
hal 732-739.
Sembel, D., 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit C.V. Andi Offset,
Yogyakarta.
Silvia, Sri Wahyuni. 2007. Hubungan Antara Keberadaan Jentik dan Praktik
Pemberantasan Sarang Nyamuk Dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue Di Kecamatan Tanjung Pinang Timur Kota. Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Sitio, Anton. 2008. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk
Dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. Tesis.
Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sitorus. 2005. Strategi pencegahan kejadain luar biasa (KLB) Demam Berdarah
Dengeu (DBD) melalui pendekatan faktor risiko di kota Medan. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soedarto, 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Penerbit Sagung Seto, Jakarta.
Soegijanto, S. 2003. Demam berdarah dengeu:tinjauan dan temuan baru di era
2003. Airlangga University Press, Surabaya.
Soegijanto, S. 2006. Demam Berdarah Dengue Edisi 2. Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya.
Soeroso, T. 2000. Perkembangan DBD, epidemiologi dan pemberantasannya di
Indonesia. Jakarta.
Soeroso, T. 2004. Situasi Epidemiologi dan Program Pemberantasan DBD di
Indonesia. Dalam Seminar Kedokteran Tropis: Kajian Demam
Berdarah Dari Biologi Molekuler Sampai Pemberantasannya.
Yogyakarta, 12 Juni 2004.
Sulina, Parida S. 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti dan
Pelaksanaan 3M Plus Dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan
XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Kencana:
Jakarta.
Suprianto, Yudi. 2011. Hubungan Jenis Breading Place dan Pemberantasan
Sarang Nyamuk dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti di
RW III Kelurahan Srondol Kulon Wilayah Puskesmas Srondol Kota
Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sutaryo. 2005. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM.
Suyasa, N Gede, dkk.2009. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Politeknik
Kesehatan Denpasar Jurusan Kesehatan Lingkungan. Jurnal Ecotrophic
3 (1) : 1 - 6 ISSN: 1907-5626.
Syarief, Ahmad. 2008. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan larva
Aedes aegytpi dan Aedes albopictus di wilayah Puskesmas Tarakan
Kota Makassar Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tamza, R.B., et. al. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan dan perilaku dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan
Perumnas Way Halim Kota Badar Lampung. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013. FKM UNDIP.
Wati, N.A.P. 2009. Perbedaan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi
keberadaan jentik vektor dengue (Aedes aegypti dan Aedes albopictus)
antara desa endemis dan sporadis Kecamatan Banguntapan Kabupaten
Bantul. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan
Pacitan Tahun 2009. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Program
Studi Kesehatan Masyarakat.
Widagdo, Laksmono, et. al. 2008. Kepadatan Jentik Aedes Aegypti Sebagai
Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M Plus): Di
Kelurahan Srondol Wetan, Semarang. Jurnal Makara Kesehatan VOL.
12, NO. 1, JUNI 2008: 13-19. Universitas Diponegoro. Semarang.
Widjana, D.P. 2003. Vektor Demam Berdarah Dengue. Denpasar: Bagian
Parasitologi FK Universitas Udayana.
Widyastuti, P. 2007. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Widodo, Nur Purwoko. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengeu di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat
Tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program Studi
Epidemiologi. Depok.
WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah
Dengue. Terjermahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 :
Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.
Jakarta : Depkes RI.
WHO. 2005. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : EGC.
Yatim, F., 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid
2. Penerbit Pustaka Obor Populer, Jakarta.
Yotopranoto, S., et. al. 2008. Dinamika Populasi Vektor pada Lokasi dengan
Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi di Kotamadya Surabaya.
Yudhastuti, R., & Vidiyani, A. 2005. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer
dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes
aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue Surabaya. Jurnal
Kesehatan Lingkungan 1:170-182.
Yunita K.R. dan Soedjajadi K. 2007. Perilaku 3M, Abatisasi dan Keberadaan
Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.3, No.2, Januari 2007 : 107
– 118.
KUESIONER PENELITIAN
PELAKSANAAN 3M PLUS TERHADAP KEBERADAAN LARVA AEDES
AEGYPTI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA
TANGERANG SELATAN BULAN MEI-JUNI TAHUN 2014
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya Faradillah Desniawati mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan bermaksud untuk melakukan penelitian
mengenai Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva Aedes aegypti di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun
2014. Penelitian yang akan saya lakukan ini adalah merupakan tugas akhir untuk
mendapatkan gelar sarjana Kesehatan Masyarakat.
Untuk itu, saya mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan jelas. Jawaban Saudara akan dirahasiakan. Peneliti sangat
menghargai hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan dan informasi
yang diberikan.
Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, Mei 2014
Peneliti Responden
Faradillah Desniawati (...........................)
No. Responden
Petunjuk Pengisian:
a. Isilah terlebih dahulu biodata Anda pada tempat yang telah disediakan!
b. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan, sebelum anda menjawabnya!
c. Berilah tanda check list (√) pada jawaban yang anda anggap benar!
Kode Pertanyaan Jawaban Diisi Oleh
Peneliti
A. Data Responden
A1 Nama
A2 RT/RW
A3 Umur
A4 No. Telepon/HP
A5 Pendidikan Terakhir 0. Tidak Sekolah
1. Tidak Tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA/sederajat
5. Perguruan Tinggi
B. Pelaksanaan 3M Plus
B1 Menguras Tempat Penampungan Air
Apakah seminggu sekali Anda
menguras tempat penampungan air
dengan menyikat dan menggunakan
sabun?
0. Ya
1. Tidak [ ]
B2 Menutup Tempat Penampungan Air
Apakah tempat penampungan air Anda
ditutup dengan rapat?
0. Ya
1. Tidak [ ]
B3 Mengubur Barang Bekas
Apakah Anda mempunyai barang-
barang bekas yang berada di sekitar
rumah Anda seperti:
a. Ban
b. Kaleng
c. Botol
(Jika jawaban=tidak, langsung ke
pertanyaan B4)
0. Ya 1. Tidak
0. Ya 1. Tidak
0. Ya 1. Tidak
[ ]
Apakah Anda mengubur barang-
barang bekas yang berada di sekitar
rumah Anda seperti:
a. Ban
b. Kaleng
c. Botol
0. Ya 1. Tidak
0. Ya 1. Tidak
0. Ya 1. Tidak
[ ]
B4 Mengganti air vas bunga dan tempat
minum hewan
Apakah Anda seminggu sekali
mengganti:
a. Air vas bunga
b. Tempat minum burung
c. Tempat-tempat lainnya yang
sejenis
dengan menyikat dinding-dinding
tempat tersebut?
0. Ya 1. Tidak
0. Ya 1. Tidak
0. Ya 1. Tidak
[ ]
B5 Memperbaiki saluran dan talang air
Apakah Anda memperbaiki saluran
dan talang air yang tidak lancar atau
rusak?
0. Ya
1. Tidak [ ]
B6 Menutup lubang-lubang pada
potongan bambu dan pohon
Apakah Anda menutup lubang-lubang
pada potongan bambu dan pohon
dengan tanah?
0. Ya
1. Tidak [ ]
B7 Menabur Bubuk Abate
Apakah Anda memberikan bubuk
abate yang dilakukan 2 – 3 bulan
sekali pada tempat penampungan air
yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari ?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
B8 Memelihara ikan pemakan jentik
Apakah Anda memelihara ikan
pemakan jentik seperti ikan gabus,
ikan guppy, ikan kepala timah, ikan
mujair, dan ikan nila pada tempat
penampungan air?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
B9 Memasang kawat kasa
Apakah Anda memasang kawat kasa
untuk menghindari masuknya nyamuk
pada lubang ventilasi?
0. Ya
1. Tidak [ ]
B10 Menghindari Kebiasaan Menggantung
pakaian
Apakah Anda sekeluarga
menggantung pakaian di dalam
rumah?
0. Ya
1. Tidak [ ]
B11 Pencahayaan dan ventilasi
Apakah di rumah Anda memiliki
pencahayaan yang memadai dan
ventilasi dengan ukuran luas lubang
ventilasi 10% dari luas lantai?
0. Ya
1. Tidak [ ]
LEMBAR OBSERVASI
SURVEI JENTIK
PETUNJUK:
- Isi jawaban dengan mencontreng ( √ ) pada kolom-kolom yang tersedia!.
Kontainer Dalam Rumah Jentik
Ada Tidak Ada
a. Bak mandi
b. Ember
c. Penampungan dispenser
d.
e.
f.
Kontainer Luar Rumah Jentik
Ada Tidak Ada
a. Kaleng bekas
b. Ban bekas
c. Vas bunga
d. Kolam ikan
e.
OUTPUT SPSS
Univariat
1. Keberadaan Larva Aedes aegypti
larva
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak Ada 200 85.1 85.1 85.1
Ada 35 14.9 14.9 100.0
Total 235 100.0 100.0
2. Menguras Tempat Penampungan Air
menguras
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 36 15.3 15.3 15.3
Ya 199 84.7 84.7 100.0
Total 235 100.0 100.0
3. Menutup Tempat PenampunganAir menutup
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 193 82.1 82.1 82.1
Ya 42 17.9 17.9 100.0
Total 235 100.0 100.0
4. Mengubur Barang Bekas mengubur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 144 61.3 61.3 61.3
Ya 91 38.7 38.7 100.0
Total 235 100.0 100.0
5. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan ganti_air_vas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 13 5.5 5.5 5.5
Ya 222 94.5 94.5 100.0
Total 235 100.0 100.0
6. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar saluran_tdk_lncr
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 7 3.0 3.0 3.0
Ya 228 97.0 97.0 100.0
Total 235 100.0 100.0
7. Menutup Lubang-lubang Pada Potongan dan Bambu Dengan Tanah menutup_lubang_dgn_tanah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 77 32.8 32.8 32.8
Ya 158 67.2 67.2 100.0
Total 235 100.0 100.0
8. Menabur Bubuk Abate menabur_abate
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak 192 81.7 81.7 81.7
Ya 43 18.3 18.3 100.0
Total 235 100.0 100.0
9. Memelihara Ikan Pemakan Jentik ikan_pemakan_jentik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 205 87.2 87.2 87.2
Ya 30 12.8 12.8 100.0
Total 235 100.0 100.0
10. Memasang Kawat Kasa kawat_kasa
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 20 8.5 8.5 8.5
Ya 215 91.5 91.5 100.0
Total 235 100.0 100.0
11. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian menggantung_pakaian
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 209 88.9 88.9 88.9
Ya 26 11.1 11.1 100.0
Total 235 100.0 100.0
12. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai pencahayaan_ventilasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak 36 15.3 15.3 15.3
Ya 199 84.7 84.7 100.0
Total 235 100.0 100.0
Bivariat 1. Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti
menguras * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
menguras Tidak Count 23 13 36
% within menguras 63.9% 36.1% 100.0%
Ya Count 177 22 199
% within menguras 88.9% 11.1% 100.0%
Total Count 200 35 235
% within menguras 85.1% 14.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 14.167
a 1 .000
Continuity Correctionb 12.338 1 .000
Likelihood Ratio 11.672 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 14.107 1 .000
N of Valid Casesb
235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,51.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for menguras (Tidak / Ya) .231 .103 .518
For cohort larva = Tidak Ada .722 .562 .928
For cohort larva = Ada 3.124 1.749 5.581
N of Valid Cases 235
2. Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menutup * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
menutup Tidak Count 159 34 193
% within menutup 82.4% 17.6% 100.0%
Ya Count 40 2 42
% within menutup 95.2% 4.8% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within menutup 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.394a 1 .036
Continuity Correctionb 3.459 1 .063
Likelihood Ratio 5.481 1 .019
Fisher's Exact Test .035 .023
Linear-by-Linear Association 4.375 1 .036
N of Valid Casesb 235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for menutup (Tidak / Ya)
.234 .054 1.015
For cohort larva = Tidak Ada .865 .787 .950
For cohort larva = Ada 3.699 .925 14.801
N of Valid Cases 235
3. Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti mengubur * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
mengubur Tidak Count 113 31 144
% within mengubur 78.5% 21.5% 100.0%
Ya Count 86 5 91
% within mengubur 94.5% 5.5% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within mengubur 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.050a 1 .001
Continuity Correctionb 9.849 1 .002
Likelihood Ratio 12.513 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear Association 11.003 1 .001
N of Valid Casesb 235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,94.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for mengubur (Tidak
/ Ya) .212 .079 .568
For cohort larva = Tidak Ada .830 .752 .917
For cohort larva = Ada 3.918 1.581 9.708
N of Valid Cases 235
4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan
Larva Aedes aegypti ganti_air_vas * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
ganti_air_vas Tidak Count 7 6 13
% within ganti_air_vas 53.8% 46.2% 100.0%
Ya Count 192 30 222
% within ganti_air_vas 86.5% 13.5% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within ganti_air_vas 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 10.086a 1 .001
Continuity Correctionb 7.727 1 .005
Likelihood Ratio 7.473 1 .006
Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear Association 10.043 1 .002
N of Valid Casesb 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,99.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for ganti_air_vas (Tidak / Ya)
.182 .057 .579
For cohort larva = Tidak Ada .623 .375 1.033
For cohort larva = Ada 3.415 1.739 6.707
N of Valid Cases 235
5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar dengan Keberadaan
Larva Aedes aegypti saluran_tdk_lncr * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
saluran_tdk_lncr Tidak Count 2 5 7
% within saluran_tdk_lncr 28.6% 71.4% 100.0%
Ya Count 197 31 228
% within saluran_tdk_lncr 86.4% 13.6% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within saluran_tdk_lncr 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 17.510a 1 .000
Continuity Correctionb 13.336 1 .000
Likelihood Ratio 11.589 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 17.435 1 .000
N of Valid Casesb 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,07.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for saluran_tdk_lncr
(Tidak / Ya) .063 .012 .339
For cohort larva = Tidak Ada .331 .102 1.068
For cohort larva = Ada 5.253 2.967 9.303
N of Valid Cases 235
6. Menutup Lubang-lubang Pada Potongan dan Bambu Dengan Tanah dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti menutup_lubang_dgn_tanah * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
menutup_lubang_dgn_tanah Tidak Count 63 14 77
% within menutup_lubang_dgn_tanah
81.8% 18.2% 100.0%
Ya Count 136 22 158
% within
menutup_lubang_dgn_tanah 86.1% 13.9% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within menutup_lubang_dgn_tanah
84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .723a 1 .395
Continuity Correctionb .432 1 .511
Likelihood Ratio .707 1 .400
Fisher's Exact Test .442 .253
Linear-by-Linear Association .720 1 .396
N of Valid Casesb 235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
menutup_lubang_dgn_tanah (Tidak / Ya)
.728 .350 1.516
For cohort larva = Tidak Ada .951 .841 1.074
For cohort larva = Ada 1.306 .708 2.409
N of Valid Cases 235
7. Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti menabur_abate * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
menabur_abate Tidak Count 158 34 192
% within menabur_abate 82.3% 17.7% 100.0%
Ya Count 41 2 43
% within menabur_abate 95.3% 4.7% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within menabur_abate 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.617a 1 .032
Continuity Correctionb 3.666 1 .056
Likelihood Ratio 5.773 1 .016
Fisher's Exact Test .034 .020
Linear-by-Linear Association 4.598 1 .032
N of Valid Casesb 235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,59.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for menabur_abate
(Tidak / Ya) .227 .052 .983
For cohort larva = Tidak Ada .863 .786 .947
For cohort larva = Ada 3.807 .951 15.243
N of Valid Cases 235
8. Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti
ikan_pemakan_jentik * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
ikan_pemakan_jentik Tidak Count 173 32 205
% within ikan_pemakan_jentik 84.4% 15.6% 100.0%
Ya Count 26 4 30
% within ikan_pemakan_jentik 86.7% 13.3% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within ikan_pemakan_jentik 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .105a 1 .746
Continuity Correctionb .003 1 .959
Likelihood Ratio .108 1 .743
Fisher's Exact Test 1.000 .499
Linear-by-Linear Association .104 1 .747
N of Valid Casesb 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for ikan_pemakan_jentik (Tidak /
Ya)
.832 .272 2.545
For cohort larva = Tidak Ada .974 .836 1.134
For cohort larva = Ada 1.171 .445 3.077
N of Valid Cases 235
9. Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti kawat_kasa * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
kawat_kasa Tidak Count 14 6 20
% within kawat_kasa 70.0% 30.0% 100.0%
Ya Count 185 30 215
% within kawat_kasa 86.0% 14.0% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within kawat_kasa 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.632a 1 .057
Continuity Correctionb 2.500 1 .114
Likelihood Ratio 3.051 1 .081
Fisher's Exact Test .095 .064
Linear-by-Linear Association 3.617 1 .057
N of Valid Casesb 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kawat_kasa
(Tidak / Ya) .378 .135 1.061
For cohort larva = Tidak Ada .814 .608 1.089
For cohort larva = Ada 2.150 1.018 4.539
N of Valid Cases 235
10. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes
aegypti menggantung_pakaian * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
menggantung_pakaian Tidak Count 175 34 209
% within menggantung_pakaian 83.7% 16.3% 100.0%
Ya Count 24 2 26
% within menggantung_pakaian 92.3% 7.7% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within menggantung_pakaian 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.311a 1 .252
Continuity Correctionb .733 1 .392
Likelihood Ratio 1.527 1 .217
Fisher's Exact Test .387 .200
Linear-by-Linear Association 1.305 1 .253
N of Valid Casesb 235
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,98.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
menggantung_pakaian (Tidak / Ya)
.429 .097 1.900
For cohort larva = Tidak Ada .907 .800 1.029
For cohort larva = Ada 2.115 .539 8.294
N of Valid Cases 235
11. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang yang Memadai dengan
Keberadaan Larva Aedes aegypti pencahayaan_ventilasi * larva Crosstabulation
larva
Total Tidak Ada Ada
pencahayaan_ventilasi Tidak Count 19 17 36
% within pencahayaan_ventilasi 52.8% 47.2% 100.0%
Ya Count 180 19 199
% within pencahayaan_ventilasi 90.5% 9.5% 100.0%
Total Count 199 36 235
% within pencahayaan_ventilasi 84.7% 15.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 33.355a 1 .000
Continuity Correctionb 30.514 1 .000
Likelihood Ratio 26.079 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 33.213 1 .000
N of Valid Casesb 235
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,51.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pencahayaan_ventilasi (Tidak /
Ya)
.118 .053 .264
For cohort larva = Tidak Ada .583 .427 .797
For cohort larva = Ada 4.946 2.854 8.570
N of Valid Cases 235
FOTO
No. Gambar Keterangan
1
Bak mandi salah satu
responden yang
ditemukan larva
Aedes aegypti.
2
Bak mandi responden
yang ditemukan larva
Aedes aegypti
didalamnya.
3
Ember salah satu
responden yang
ditemukan larva
Aedes aegypti di
dalamnya.
4
Ban bekas yang
berada di sekitar
halaman rumah salah
satu responden yang
ditemukan adanya
larva Aedes aegypti.
5
Salah satu kolam
ikan rumah
responden yang
memelihara ikan
pemakan jentik.