family folder ak
TRANSCRIPT
Laporan Hipetensi dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga
Puskesmas Tirtajaya, Kabupaten Karawang
Periode 2013
Disusun oleh :
Mohd Fahamy bin Mohd Nor
11-2011-269
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KARAWANG, OKTOBER 2013
1
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam rangka
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana. Judul dari makalah ini adalah Laporan Hipertensi dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga.
Semoga saja laporan yang saya buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
para pembacanya. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian makalah
ini kepada dr. Aris Susanto, MS, Sp.OK dan semua pihak yang turut membantu
terselesainya makalah ini.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah yang
saya buat ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga di masa mendatang dapat di tingkatkan lebih baik lagi.
Jakarta, Oktober 2013
Penyusun
2
Daftar Isi
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I.PENDAHULUAN 4
Bab II. KUNJUNGAN RUMAH 7
I. Identitas Pasien 7
II. Riwayat Biologis Keluarga 7
III. Psikologis Keluarga 7
IV. Keadaan Rumah/ Lingkungan 8
V. Spiritual Keluarga 8
VI. Keadaan Sosial Keluarga 8
VII. Kultural Keluarga 8
VIII. Daftar Anggota Keluarga 9
IX. Keluhan Utama 9
X. Keluhan Tambahan 9
XI. Riwayat Penyakit Sekarang 9
XII. Riwayat Penyakit Dahulu 9
XIII. Pemeriksaan Fisik 10
XIV. Diagnosis Penyakit 11
XV. Diagnosis Keluarga 11
XVI. Anjuran Penatalaksanaan penyakit 11
XVII. Prognosis 12
XVIII. Resume 12
Analisa Kasus 13
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 14
BAB IV. PENUTUP 28
Daftar Pustaka 29
Lampiran
3
BAB I
PENDAHULUAN
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak tidak hanya
oleh orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh
seluruh anggota masyarakat. Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak
upaya yang harus dilaksanakan, yang satu diantaranya adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan diharapkan
memenuhi faktor 3A 2C I dan Q, yaitu available, accesible, affordable, continue,
comprehensive, integreted dan quality. Secara umum pelayanan kesehatan dibagi dua
yaitu pelayanan kesehatan personal atau pelayanan kedokteran dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga adalah termasuk dalam
pelayanan kedokteran dimana pelayanan dokter keluarga ini memiliki karakteristik
tertentu dengan sasaran utamanya adalah keluarga. Kesehatan merupakan hasil
interaksi berbagai faktor. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempunyai
peran mempengaruhi kesehatan serta berkaitan erat dengan host (pejamu) dan agent
(penyebab penularan).1
Dalam Epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu
proses interaksi antara: Pejamu (host), Penyebab (agent), dan Lingkungan
(environment). Segitiga epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga
komponen penyebab penyakit seperti penjamu, agent dan lingkungan.1
Agent (A):
Jumlahnya bila hidup.
Konsentrasinya bila tidak hidup.
Infektivitas/patogenisitas/virulensi/antigenisitas bila hidup.
Patogenicity, kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada
host sehingga timbul penyakit (diseases stimulus).
Virulensi, ukuran keganasan atau derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh
bibit penyakit.
Antigenicity, kemampuan bibit penyakit merangsang timbulnya
mekanisme pertahanan tubuh (antigen) pada host.
Infectivity, kemampuan bibit penyakit mengadakan invasi dan
menyesuaikan diri, bertempat tinggal dan berkembang biak dalam host
Toksisitas/reaktivitas bila tidak.
4
Host (H):
Derajat kepekaan.
Imunitas terhadap (A) hidup, toleransi terhadap (A) mati.
Status gizi, pengetahuan, pendidikan, perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat.
Lingkungan (L):
- Kualitas dan kuantitas kompartemen lingkungan yang berperan
terhadap terjadinya transmisi (A) ke (H).
- Aspek fisik, biologis, sosial, dan ekonomi.
Segi tiga Epidemiologi John Gordon
Sedangkan Hendrik L. Blum, menggambarkannya sebagai hubungan antara 4
faktoryaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.1,2
Menurut Dr.Indan Entjang lingkungan terdiri dari:2
Lingkungan biologik : bakteri, virus, jamur, nyamuk, kutu, lalat, hama,
tumbuhan, hewan.
Lingkungan fisik : udara, sinar matahari, tanah, air, sampah, iklim.
5
Lingkungan ekonomi: pekerjaan, pendapatan dan kemiskinan.
Lingkungan sosial : tingkah laku, kepandaian, adat istiadat, kepadatan,
isolasi.
Pendekatan ekologis pemecahan masalah kesehatan lingkungan melalui pengawasan
lingkungan, ada 5 prinsip yaitu:2
1) Isolasi
2) Substitusi/mengganti
3) Shielding/melindungi
4) Treatment/mengobati
Di Indonesia, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu
diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka
prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Hal
tersebut berkaitan dengan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti
stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk
otot jantung.3
Jumlah pasien yang terdaftar dalam Internal Medicine Section of the
Emergency Department pada tahun 1996 adalah 14.209 orang. Dimana 1634 orang
adalah kasus emergensi-urgensi, 449 pasien termasuk kriteria krisis hipertensi
menurut Joint National Committee dan memiliki tekanan darah diastolik lebih dari
120 mmHg.3
Pada 23% pasien hipertensi diketahui adalah krisis hipertensi dan 28% dari
23% tersebut adalah hipertensi urgensi. Hipertensi urgensi juga lebih sering
ditemukan dibandingkan dengan hipertensi emergensi.3
Krisis hipertensi biasanya lebih sering mengenai wanita bila dibandingkan
dengan laki-laki,dimana 60% pada wanita dan 40% pada laki-laki.3
Morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler meningkat meningkat sejalan
dengan meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik tetapi pada individu yang
berusia lebih dai 50 tahun tekanan darah sistolik merupakan prediktor komplikasi
yang lebih baik. Pada Penelitian oleh 18.700 dokter, peningkatan tekanan darah
sistolik perbatasan (140 – 159 mmHg) berhubungan dengan peningkatan kejadian
stroke sebanyak 42% dan kematian kardiovaskuler 56%.3,4
6
BAB II
KUNJUNGAN RUMAH
Puskesmas : Kecamatan Tirtajaya
Tanggal kunjungan rumah : 27 Septemeber 2013
Data Riwayat Keluarga
I. Identitas pasien :
Nama : Ny. U
Umur : 44 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Isi Rumah Tangga
Pendidikan : Belum Tamat SD
Alamat : Jamantri II RT 011/ RW 004 41352 Kelurahan Sabajaya Kecamatan
Tirtajaya, Kabupaten Karawang
II. Riwayat biologis keluarga :
a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
b. Kebersihan perorangan : Sedang
c. Penyakit yang sering diderita : ISPA, pegal-pegal
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : Sedang (sering mengkonsumsi ikan asin dan
minum kopi setiap pagi )
h. Pola istirahat : Sedang
i. Jumlah anggota keluarga : 3 orang
III. Psikologis keluarga
a. Kebiasaan buruk : Tidak ada
b. Pengambilan keputusan : Suami
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas
e. Pola rekreasi : Kurang
7
IV. Keadaan rumah/ lingkungan
a. Jenis bangunan : Semi Permanen
b. Lantai rumah : Tanah
c. Luas rumah : 150 m2 (10m X 5m)
d. Penerangan : Kurang
e. Kebersihan : Sedang
f. Ventilasi : Kurang
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Sumur gali
j. Sumber pencemaran air : Ada (Jamban dekat dengan sumur gali)
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada (kurang lancar)
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi lingkungan : Kurang
V. Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Sedang
VI. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan : Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Kurang
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VII. Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Tidak ada
b. Lain-lain : Tidak ada
8
VIII. Anggota keluarga :
Keterangan
1. Suami pasien : umur 53 tahun, tidak mempunyai riwayat penyakit
kronis
2. Pasien
3. Anak pasien : perempuan, belum menikah (10 tahun)
IX. Keluhan utama :
Kepala terasa pusing
X. Keluhan tambahan :
Leher bagian belakang terasa pegal dan tegang.
XI. Riwayat penyakit sekarang :
1 jam sebelum ke puskesmas, os merasa pusing. Leher bagian
belakang juga terasa pegal dan tegang. Os mengaku memiliki riwayat
hipertensi dan merupakan pasien rutin hipertensi puskesmas kelurahan
Tirtajaya sejak 1 tahun yang lalu. Os juga pernah mendapat obat darah tinggi
dari dokter puskesmas.
BAK lancar dan BAB lancar. Alergi terhadap obat-obat tertentu
ataupun makanan disangkal oleh pasien. Riwayat sakit maag disangkal oleh
os. Riwayat merokok disangkal oleh pasien. Riwayat sering makan ikan asin
dan minum kopi diakui oleh pasien.
XII. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu
9
1
3
2
XIII. Pemeriksaan fisik :
Status Generalis
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital :
a.Tekanan darah : 160/90 mmHg
b. Frekuensi nadi: 90 x/menit
c.Frekuensi napas : 20 x/menit
d. Suhu : afebris
4. Status gizi : Normal
a. Tinggi badan : 142 cm
b. Berat badan : 45 Kg
IMT =BB(kg )TB2(m2)
=42
1,42 X 1,42 = 22,31
IMT normal : 18,5–25,0 kg/m2
Keadaan Regional
1. Kepala : Normosefali, rambut hitam keputihan
2. Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), ptechiae (-).
3. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung +/+, pupil bulat, isokor.
4. Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), mukosa tidak hiperemis,
sekret (-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-).Telinga : bentuk simetris
dan tidak ada kelainan, serumen -/-, membran timpani sulit di nilai.
5. Mulut : Bibir tidak pucat, sianosis (-), mukosa bibir basah, lidah tidak
kotor, tremor (-)
6. Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, uvula di tengah, tonsil T1-T1.
7. Leher : Tidak tampak pembesaran KGB regional dan kelenjar tiroid
tidak teraba membesar.
8. Thorak:
a. Paru :
i. Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
ii. Palpasi : Tidak dilakukan
iii. Perkusi : Tidak dilakukan
iv. Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
10
b. Jantung :
i. Inspeksi :tidak dilakukan
ii. Palpasi :tidak dilakukan
iii. Perkusi :tidak dilakukan
iv. Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen:
a. Inspeksi : cembung, sikatriks (-)
b. Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus (+) normal
10. Ekstremitas : akral hangat, petekiae (-) udem (-), sianosis (-)
XIV. Diagnosis penyakit :
Hipertensi grade II
XV. Diagnosis keluarga : -
XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit :
a. Promotif : Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
hipertensi, komplikasi penyakit, dan keteraturan dalam berobat sehingga
terkontrolnya tekanan darahnya. Menghimbau agar dapat menjalankan pola hidup
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, melakukan olahraga ringan
minimal 3 kali seminggu selama 30 menit dan mengurangi aktivitas yang berat
dan menyita banyak pikiran.
b. Preventif : Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan diet rendah
garam, olahraga yang rutin, dan hindari faktor risiko: stress. Memotivasi untuk
rutin kontrol tekanan darah.
c. Kuratif :
Terapi medikamentosa :
Obat anti hipertensi : Kaptopril 2X25 mg
Antalgin 2X500 mg
Terapi non medikamentosa:
1. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita hipertensi.
2. Menghindari stress.
11
3. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien
penderita hipertensi untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik
atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
Rehabilitatif: Minum obat yang teratur
XVII. Prognosis
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyarakat : dubia ad bonam
XVIII. Resume :
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berinisial Ny. U berusia 44
tahun dengan keluhan utama kepala terasa pusing sejak 1 jam sebelum datang
ke puskesmas sehingga os terbatas untuk melakukan aktivitas. Selain itu Os
mempunyai keluhan lain seperti pegal dan nyeri pada leher bagian belakang.
Os mengaku mempunyai riwayat darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu dan
pernah mendapat obat darah tinggi.
Riwayat penyakit dahulu: Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Diagnosis : Hipertensi grade II
12
Analisa Kasus
Berikut adalah pembahasan Hipertensi dengan Dokter Keluarga
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 27 September
2013, didapatkan bahwa pasien menderita hipertensi. Pasien wanita berusia 44 tahun.
Pasien memberi perhatian yang cukup baik akan keadaan kesehatan dirinya dan
anggota keluarganya. Pasien memiliki 1 anak perempuan yang tinggal bersama
pasien.
Rumah pasien tergolong rumah yang tidak sehat dimana ventilasi kurang,
penerangan kurang, dengan lantai beralaskan tanah walaupun kebersihan cukup
dengan dibersihkannya rumah setiap hari. Di dalam rumah terdapat dapur sedangkan
kamar mandi dengan jamban terletak diluar rumah. Pasien dan keluarganya
menggunakan air sumur bor sebagai sumber air untuk keperluan harian, tetapi
sumber air minum adalah dari air galon. Ditemukan sumber pencemaran air yaitu
jamban berdekatan dengan sumur bor. Terdapat pembuangan sistem pembuangan air
limbah yang tidak lancar di belakang rumah pasien.
Pola makan pasien dan keluarga cukup bervariasi. Namun cukup sering
mengkonsumsi ikan asin dan minm kopi. Pasien kurang aktif mengikuti kegiatan
sosial di lingkungannya.
Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang
cukup taat beribadah beragama Islam. Keluarga pasien juga keluarga merupakan
yang sehat dan tidak mengidap penyakit apapun baik yang diderita secara per
orangan maupun yang memungkinkan untuk diturunkan. Pasien rutin mengikuti
kegiatan keagamaan di wilayahnya.
Saat ini kondisi pasien kurang baik. Pasien merasakan pusing berputar dan
tegang pada leher bagian belakang. Selain pengobatan secara medis, untuk mencapai
tingkat kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah
yang lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik, cukupnya asupan gizi, serta
mengontrol pola makan dan berolah raga secara teratur. Faktor yang tidak bisa
dihindarkan adalah usia dimana dengan bertambahnya usia juga terjadi penurunan
elastisitas arteri sehingga dapat menyebabkan peningkatan tekanan perifer. Pasien
telah lama tidak mengontrol tekanan darahnya ke puskesmas.
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Di negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di
Indonesia, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan
oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka
prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
primer yang diketahui penyebabnya atau idiopatik dan hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.3,4
Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan
10% lainya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Dapat diketahui penyebabnya, dan
dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh
karena itu, upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas. Banyak
pernelitian dilakukan terhadap hipertensi primer baik mengenai patogenesis maupun
tentang pengobatannya.3,4
B. DEFINISI
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas). Penulisan tekanan darah (contoh: 120/80 mmHg) didasarkan
pada dua fase dalam setiap denyut jantung.3,4
Hipertensi adalah tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg
secara kronik. Berdasarkan penyebabnya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu :
1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum
dapat diketahui. disebut juga hipertensi idiopatik. Sekitar 90% penderita
hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan
pengobatan lebih banyak ditujukan bagi penderita hipertensi essensial ini.3,4
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Jenis hipertensi yang menjadi
penyebabnya dapat diketahui, sering disebut hipertensi renal karena kelainan
ginjal menjadi penyebab tersering. Penyebab hipertensi sekunder ini antara lain
kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, atau penyakit
14
kelenjar adrenal.Terdapat pada sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-
lain.3,4
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik
(mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium II >160 atau >100
*Sumber JNC VII 2003 JNC 7 (the Seventh US National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
C. BATASAN
Menurut WHO (1978), batasan tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi
disebut borderline hypertension. Batasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis
kelamin sedangkan batasan hipertensi yang memperhatikan perbedaan usia dan jenis
kelamin diajukan oleh kaplan (1985) sebagai berikut: pria yang berusia <45
dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada waktu berbaring 130/90 mmHg atau
lebih, sedangkan yang berusia >45 dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya
145/95 mmHg atau lebih. Wanita yang mempunyai tekanan darah 160/95 mmHg
atau lebih dinyatakan hipertensi.5
The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi
sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan antihipertensi.6
15
D. PATOGENESIS
Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus
berkembang karena belum didapat jawaban yang memuaskan yang dapat
menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh
curah jantung dan tahan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung
dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah, seperti yang telihat pada
gambar 1.3,4
Gambar 1. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingginya Tekanan Darah
Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi
juga oleh tekanan atrium kanan. Oleh karena tekanan atrium kanan mendekati nol,
nilai tersebut tidak mempunyai banyak pengaruh.3,4
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan
darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan
kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi
segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang. Refleks
kardiovasular melalui sitem saraf termasuk sitem kontrol yang bereaksi segera.
Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta
berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf
terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon
16
iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis,
dan otot polos.3,4
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang dikontrol
oleh hormon angiotensin dan vasopresin termasuk sitem kontrol yang bereaksi
kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh
sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama
ginjal.3,4
Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem yang
bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh sistem yang poten dan berlangsung dalam
jangka panjang.3,4
Berbagai faktor seperti faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal
dan membran sel, aktifitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang
mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium
dalam ginjal, serta obesitas dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan
tekanan darah pada hipertensi primer (gambar1).3,4
Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan dengan berbagai fakta
yang dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada
pasien kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya mendertia
hipertensi, menyokong pendapat bahwa faktor genetik mempunyaio pengaruh
terhadap timbulnya hipertensi. Percobaan binatang memberikan banyak bukti
tambahan tentang peran faktor genetik ini. Tikus golongan Japanese Spontaneously
Hypertensive Rat (SHR), New Zealand Genetically Hypertensive (GH), Dahl Salt
Sensitive (S) dan Salt Resistant (R) dan Milan Hypertensive Rat Strain (MHS)
menunjukan bukti tersebut. Dua turunan tikus yang disebutkan pertama mempunyai
faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting pada
timbulnya hipertensi, sedangkan dua turunan yang lain menunjukan faktor kepekaan
terhadap garam yang juga diturunakan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya
hipertensi.7
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan
perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap
selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang
disebabkan oleh refleks aoturegulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi
ialah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang
normal.Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter
17
prekapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan
perifer.3,4
Menurut Lund-Johansen (1989), pada stadium awal sebagian besar pasien
hipertensi menunjukan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan
kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.
Guyton (1989) berpendapat bahwa hipertensi terjadi perubahan autoregulasi dan
sebagai penyebab awal perubahan ini adalah retensi garam oleh ginjal. Mengenai
perubahan di ginjal ini, Brenner dan kawan-kawan (1988) menyatakan bahwa
penurunan permukaan filtrasi pada ginjal dapat terjadi secara kongenital atau
didapat.8
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam
waktu yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu singkat. Oleh
karena itu, diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada
hipertensi primer. Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan
anatomi yang terjadi pada pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut.
Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan struktural pada pembuluh darah
dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding sedangkan pada jantung
terjadi penebalan dinding ventrikel.8
Folkow (1987) menunjukan bahwa stress dengan peninggian aktivitas saraf
simpatis menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Berkaitan
dengan hal ini Swales (1990) mengemukakan bahwa perubahan fungsi membran sel
juga dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Sedangkan
Lever (1986) menyatakan bahwa mekanisme trofik dapat menyebabkan hipertrofi
vaskular secara langsung. Faktor lain yng diduga ikut berperan adalah endotelin yang
bersifat vasokonstriktor.8
Berbagai promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel
yang mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan
perifer dan peningkatan tekanan darah, seperti terlihat pada gambar 2.3
18
Gambar 2. Mekanisme berbagai Vascular Growth Promotors dalam Menimbulkan hipertensi
Mengenai kelainan fungsi membran sel, pada binatang percobaan dan pasien
hipertensi, Garay (1990) telah membuktikan adanya defek transpor Na+ dan atau Ca++
lewat membran sel. Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau oleh
peninggian hormon natriuretik akibat peninggian volume intravaskular. De Wardener
dan Clarkson (1985) menyatakan bahwa hormon natriuretik ini adalah penghambat
pompa natrium yang bersifat vasokonstriktor.3,4
Mengenai perubahan yang terjadi intraselular, Blaustein (1988) berpendapat
bahwa kenaikan kadar natrium intraselular yang disebabkan oleh penghambatan
pompa natrium akan meninggikan kadar kalsium intrasel. Berbagai faktor tersebut
diatas, baik akibat perubahan dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional
akibat peninggian kadar kalsium intrasel akan menyebabkan peninggian tahanan
perifer dan peningkatan tekanan darah yang menetap.3,4
19
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam
yang minimal. Asupan garam kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per
hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam
terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam ini akan diikuti oleh
peninggian ekskresi garam sehingga tercapai kembali keadaan hemodinamik yang
normal. Pada pasien hipertensi primer, mekanisme (peningkatan ekskresi garam
tersebut terganggu, selain adanya faktor lain yang ikut berperan.3,4
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi.
Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis.
Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang
mempunyai efek vasokonstriksi. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron
yang mengakibatkan retensi natrium dan air. Keadaan tersebut berperan pada
timbulnya hipertensi. Peran sistem renin, angiotensin dan aldosteron pada timbulnya
hipertensi primer masih merupakan bahan perdebatan. Hal ini disebabkan oleh fakta
yang menunjukan bahwa 20-30% pasien hipertensi primer mempunyai kadar renin
rendah, 50-60% kadar renin normal, sedangkan kadar renin tinggi hanya 15%.3,4
E. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:
1. Obesitas (Kegemukan).
Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara
pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitasobesitas dengan
hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan
normal.3,4
2. Stres.
Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita
beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).3,4
20
3. Faktor Keturunan (Genetik).
Apabila riwayat hipertensi didapat pada keuda orang tua, maka dugaan
hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot
(satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi.3,4
4. Jenis Kelamin (Gender).
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada
wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,
kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada
pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan dan pengangguran.3,4
5. Usia.
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita
hipertensi juga semakin besar.3,4
6. Asupan garam.
Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan
diikuti oleh peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga kembali pada
keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi
essensial mekanisme inilah yang terganggu.3,4
7. Gaya hidup yang kurang sehat.
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan
merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula
mempenegaruhi peningkatan tekanan darah.3,4
F. GEJALA KLINIS
Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya
berupa: Pusing, Mudah marah,Telinga berdengung, Sukar tidur, Sesak nafas, Rasa
berat di tengkuk, Mudah lelah, Mata berkunang-kunang, Mimisan (jarang
dilaporkan).5,6
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada
hipertensi primer.bergantung pada tingginya tekanan darah yang timbul dapat
21
berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru
timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata,
otak, dan jantung.5,6
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, dan migrain dapat ditemukan
sebagai gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang yang tanpa gejala.5,6
G. DIAGNOSIS
Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosa hipertensi esensial ditegakkan
berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium
maupun pemeriksaan penunjang. Pada saat pasien berkonsultasi perlu ditanyakan
riwayat hipertensi orang tuanya, mengingat 70-80% kasus hipertensi esensial
diturunkan dari kedua orang tuanya. Perlu juga ditanyakan tentang pengobatan yang
sedang dijalaninya pada saat itu. Ada beberapa obat-obatan dapat menimbulkan
hipertensi seperti golongan obat kortikosteroid. Pada wanita, keterangan mengenai
hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsia (keracunan kehamilan), riwayat
persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi diperlukan pada saat konsultasi. Selain
itu, data mengenai penyakit yang diderita seperti diabetes melitus (kencing manis),
penyakit ginjal, serta faktor risiko terjadinya hipertensi seperti merokok,
mengkonsumsi alkohol, stress, data berat badan juga perlu ditanyakan. Peninggian
tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi esensial,
sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat.3
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya tekanan darah adalah : faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran. Agar didapat pengukuran yang akurat,
sebaiknya pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup, minimal
setelah 5 menit berbaring dan dilakukan pada posisi berbaring, duduk dan berdiri
sebanyak 3-4 kali pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit. Tempat
pemeriksaan dapat pula mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran di tempat
praktek, biasanya mendapatkan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
pengukuran di rumah. Hasil pengukuran lebih tinggi di tempat praktek disebut office
hypertension. Mengingat hal tersebut di atas, untuk keperluan follow up pengobatan
sebaiknya dipakai pegangan hasil pengukuran tekanan darah di rumah. Pengukuran
yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi, akan tetapi dapat
merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut.5,6
22
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1. mengidentifikasi penyebab hipertensi
2. menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular,
beratnya penyakit, serta respons terhadap pengobatan
3. mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskular yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.3
Pada 70-80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam
keluarga meskipun hal ini belum dapat memastikan diagnosis. Jika didapatkan
riwayat hipertensi pada kedua orang tua dugaan terhadap hipertensi primer makin
kuat. Sebagian besar hipertensi primer terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada
20% terjadi pada dibawah usia 20 tahun dan diatas 50 tahun.3
Jika sudah diketahui mengidap hipertensi sebelumnya diperlukan informasi
mengenai pengobatan yang telah diperoleh yaitu tentang efektifitas dan efek samping
obat. Hal ini diperlukan untuk menentukan jenis dan dosis obat yang akan digunakan.
Keterangan mengenai obat yang sedang diminum pasien yang mungkin
menimbulkan hipertensi seperti golongan kortikosteroid, golongan penghambat
monoamin oksidase (monoamine oxidase inhibitors), dan golongan simpatonimetik
sangat diperlukan. Kebiasaan makan makanan yang banyak mengandung garam
perlu ditanyakan untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah asupan garam pada
pasien. Pada wanita diperlukan keterangan mengenai riwayat hipertensi pada
kehamilan, riwayat ekslamsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi.3,6
Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita
seperti diabetes melitus, penyakit ginjal, serta faktor risiko untuk terjadinya
hipertensi seperti rokok, alkohol, faktor stres, dan data berat badan. Riwayat keluarga
mengenai penyakit ginjal polikistik, kanker tiroid, feokromositoma, batu ginjal, dan
hiperparatiroidisme perlu ditanyakan untuk melengkapi anamnesis.3
23
H. PENATALAKSANAAN
a. Penanganan/pengobatan hipertensi
i. Pengobatan Non-farmakologis. Terkadang dapat mengontrol tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau minimal
ditunda.5
ii. Pengobatan Farmakologi. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
kimiawi.5
b. Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara non
farmakologis, antara lain:
i. Mengatasi Obesitas. dengan melakukan diet rendah kolesterol, namun
kaya dengan serat dan protein. Dianjurkan pula minum suplemen
potassium dan kalsium. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak
omega 3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter ahli/ahli gizi
sebelum melakukan diet.5,6
ii. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam secara
drastis akan sulit dilaksanakan, jadi sebaiknya dilakukan secara bertahap
dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal.5,6
iii. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien
penderita hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga
atau meditasi, yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.5,6
iv. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien
penderita hipertensi untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik
atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain
itu menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi minum minuman
beralkohol sebaiknya juga dilakukan.5,6
Selain cara pengobatan non farmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi
primer ialah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat anti hipertensi
berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya
24
kerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular
atau faktor resiko lain, seperti yang terlihat pada tabel 3 dan 4.
Pengobatan hipertensi berlandaskan beberapa prinsip:
1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal
2. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komlikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darh dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi selain dengan perubahan gaya hidup
4. Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan
kemungkinan besar untuk seumur hidup
5. Pengobatan menggunakan algoritma yang dianjurkan The Joint National
Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(1997) (Gambar 5)
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat anti
hipertensi yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikan,
bergantung pada umur, kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat anti hipertensi yang
dipilih sebaiknya yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam
dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek penurunan tekanan darahnya
masih diatas 50% efek maksimal. Obat antihipertensi kerja panjang yang mempunyai
efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat jangka
pendek disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari
2. harga obat dapat lebih murah
3. pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten
4. mendapat perlindungan terhadap faktor risiko seperti kematian mendadak,
serangan jantung, dan strok, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah
pada saat bangun setelah tidur malam hari
25
Gambar 5. Algoritma Pengobatan Hipertensi
I. KOMPLIKASI
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan
diastolik ≥ 130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara
mendadak dan tinggi.3,4
Beberapa negara mempunyai pola komlikasi yang berbeda-beda. Di Jepang,
gangguan serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang
lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komlikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di
Indonesia belum ada data mengenai hal ini, akan tetapi komlikasi serebrovaskular
dan komlikasi jantung sering ditemukan.3,4
Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata,
ginjal, jantung, dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan
26
sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan
pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering
terjadi pendarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (transient ischaemic attack).
Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada
proses akut seperti pada hipertensi maligna.3,4
J. KEDARURATAN HIPERTENSI
Keadaan darurat hipertensi jarang terjadi pada pasien yang sebelumnya
normotensi. Keadaan ini lebih sering terjadi sebagai komplikasi pada pasien
hipertensi yang lama tak terkendali atau hipertensi akselerasi (accelerated
hypertension).8
Pada hipertensi ringan dan sedang penurunan tekanan darah dilakukan secara
bertahap. Pada hipertensi maligna dan keaadaan krisis hipertensi pengobatan
ditujukan untuk menurunkan tekanan darah secara cepat dengan hitungan waktu
dalam jam bahkan menit. Hal ini sangat penting karena peningkatan tekanan darah
yang cepat akan mempermudah terjadinya komplikasi.8
Keadaan darurat hipertensi dibedakan menjadi emergensis dan urgensis yang
bergantung pada kebutuhan waktu pengobatan. Apabila pengobatan harus dilakukan
dalam 1 jam disebut emergensi skoma dan urgensis jika pengobatan dapat dilakukan
dalam waktu 24 jam. Yang termasuk hipertensi emergensis antara lain hipertensis
ensefalopati, hipertensi dengan pendarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut,
aneurisma aorta yang pecah, dan pada toksemia. Hipertensi maligna tanpa
komplikasi, hipertensi perioperatif, dan hipertensi pada pasien yang memerlukan
operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi. Perbedaan antara keduanya
kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara profesional sangat
diperlukan.6,7
Bab IV
27
Penutup
KESIMPULAN
Dalam Epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu
proses interaksi antara: Pejamu (host), Penyebab (agent), dan Lingkungan
(environment). Segitiga epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga
komponen penyebab penyakit seperti penjamu, agent dan lingkungan. Sedangkan
Hendrik L. Blum, menggambarkannya sebagai hubungan antara 4 faktor yaitu
keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.1,2
Hipertensi dibedakan menjadi primer dan sekunder yang bergantung pada
faktor etiologinya. Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang
tidak/belum diketahui penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah
hipertensi primer. Hipertensi yang penyebabnya karena penyakit lain atau yang
disebut hipertensi sekunder, diderita kira-kira 5% dari penderita hipertensi.3,4
Obat-obatan anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta
blocker, penggantian kalium, panghambat saluran kalsium dan ace inhibitor.3,4
Yang termasuk hipertensi emergensi antara lain hipertensi ensefalopati,
hipertensi dengan perdarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut, aneurisma aorta
yang pecah, dan pada talasemia.6,7
Hipertensi maligna tanpa komplikasi hipertensi perioperatif, dan hipertensi
pada pasien yang memerlukan operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi.
Perbedaan antara keduanya kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara
profesional sangat diperlukan. Perlu diperhatikan pula bahwa pemberian obat oral
pun untuk hipertensi mendesak dapat menimbulkan iskemia miocard dan hipoperfusi
serebral.6,7
Hipertensi yang terkontrol dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik.
Prognosis sangat baik, tergantung gaya hidup.5
28
Daftar Pustaka
1. Suyatno, MKes. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diunduh dari:
http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2009/12/ikms-faktor-kesehatan.pdf.
Diakses tanggal 28 September 2013
2. Kuswandari, Novita. 2007. Konsep Kesehatan Lingkungan. Diunduh dari:
http://www.pdf.com. Diakses tanggal 28 September 2013
3. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid I, Balai
Penerbit FKUI, 2003
4. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med.
Publ.Div., 2005.
5. World Health Organization – International Society of Hypertension
Guidelines for the Management of Hypertension. Guidelines Subcommittee.
J Hypertens 1999, 17:151–183
6. National Institutes of Health. The Sixth of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
NIH Publication. 1997
7. Mustacchi P. The Interface of the work environment and hypertension, Med.
Clin. N-Am., 61.3,531, 1977
8. Joint National Committee and Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure., 2003, The JNC Report of The Joint National Committee,
Arch Intern Med, 289: 2560-2570.
29
LAMPIRAN
30