fakultas tarbiyah institut agama islam...
TRANSCRIPT
PENGARUH POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA
TERHADAP AKHLAK ANAK DI MTs NU 07 PATEBON
KABUPATEN KENDAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Strata I (S I)
Ilmu Tarbiyah
Oleh:
AGUS SAMSUL MOIN
3102145
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2008
ii
DEPARTEMEN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. DR. Hamka (KampusII) Ngaliyan Telp. 024-7601295 Semarang50185
PENGESAHAN PENGUJI Nama Tanggal Tanda tangan Drs. Ikrom, M. Ag 22 Januari 2008 ____________ NIP. 150 268 786 Mufidah, M. Pd 22 Januari 2008 ____________ NIP. 150 279 728 Dra. Ani Hidayati, M. Pd 22 Januari 2008 ____________ NIP. 150 262 647 Siti Tarwiyah, SS., M. Hum 22 Januari 2008 ____________ NIP. 150 290 932
iii
Drs. Abdul Wahid, M. Ag
Jl. Candi Prambanan VI/1444
Kalipancur Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 5 (Lima) Eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr. Agus Samsul Moin
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirim naskah saudara:
Nama : Agus Samsul Moin
N I M : 3102145
Judul : Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terhadap Akhlak
Anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan.
Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Semarang, Juni 2007 Pembimbing Drs. Abdul Wahid, M. Ag NIP. 150 268 214
iv
MOTTO
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أكرموا : لعن انس رضي اهللا عنه قا )رواه ابن ماجه. (اوالدكم وأحسنوا أدم
Dari Anas, Rasulullah saw bersabda: muliakanlah anak-anak kalian
dan bagusilah budi pekerti mereka. (HR. Ibnu Majah)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini persembahkan kepada:
Ayah dan Ibu (Munirun – Muyasaroh)
yang telah mendo’akan, mencurahkan kasih sayang, perhatiannya dan memberikan motivasi kepadaku dalam segala hal.
Saudara-saudara Ku (Nurul Hidayah, M. Abdul Azis Malik, Ana Lutfiana, Alfiana Izzati)
yang selalu membantu, mendo’akan dan memberi semangat dalam perjalanan hidupku.
Adikku Tercinta
(Novita Chusniawati) Yang selalu memberikan semangat dan senyum kebahagiaan bagi diriku
Sahabat-sahabat-Ku (Penghuni posko tercinta; Hida, Pondel, Toer, Nadzi, Akim)
yang selalu memberikan supportnya dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk sahabat-sahabatku senasib seperjuangan semua...
Yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Almamater-Ku Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
vi
ABSTRAK
Agus Samsul Moin (NIM. 3102145). Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua Terhadap Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal. Skripsi. Semarang: Program Strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo, 2008.
Pemeliharaan, perawatan dan pendidikan anak merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh orang tua dan para pendidik, anak merupakan generasi penerus dari sebuah bangsa dan sekaligus merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Bagaimana Pola Asuh Demokrtis Orang Tua di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal, 2) bagaimana akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal, 3) bagaimana pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik analisis regresi satu prediktor. Subyek penelitian sebanyak 50 responden, menggunakan dua tahap pengambilan sampel. Pertama, pra sampel yang dilakukan dengan cara memberikan angket yang berisi sejumlah pertanyaan yang mencakup tiga pola asuh orang tua, yaitu pola asuh demokratis, otoriter, dan laissez-faire kepada semua populasi, yaitu siswa kelas I, II, dan III MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal yang berjumlah 390 siswa. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan masing-masing pola asuh orang tua terhadap anak. Sehingga dari sini secara langsung akan diketahui berapa jumlah siswa yang diasuh orang tua dengan pola asuh demokratis. Kedua, dari pelaksanaan tahap pertama tersebut diketahui jumlah siswa yang diasuh dengan pola asuh demokratis adalah 205 siswa, Subyek dalam penelitian ini lebih dari 100 orang, oleh sebab itu penulis mengambil sampel 24,3% dari subyek yang ada, yaitu 49,81 atau dibulatkan menjadi 50 sehingga yang menjadi responden atas penelitian ini berjumlah 50 responden.
Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi satu prediktor. Pengujian hipotesis penelitian menunjukkan bahwa: 1) penerapan pola asuh demokratis orang tua termasuk dalam kategori cukup karena nilai rata-rata M= 78,61 pada interval 73 – 84 dengan prosentase 66%, 2) akhlak siswa MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal termasuk dalam kategori cukup, karena nilai rata-rata M= 78,94 pada interval 68 – 81 dengan prosentase 52%, 3) ada pengaruh positif yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal, karena hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi 34,9756,0 += XY . Persamaan tersebut diuji keberartiannya menggunakan uji F dan diperoleh Freg sebesar 14,63. Pada taraf signifikansi 5% dengan df (1:40) diperoleh Ftabel = 4,04 dan pada taraf signifikansi 1% dengan df (1:40) diperoleh Ftabel = 7,19. Karena Fhitung > Ftabel, yang berarti persamaan regresi tersebut signifikan.
vii
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta masukan bagi orang tua agar lebih mensyukuri anugerah yang Allah berikan kepada mereka yaitu seorang anak jang merupakan amanah dari Allah yang harus mereka jaga sebaik-baiknya dengan cara mendidik, merawat, memperhatikan, memberi kasih sayang penuh serta memenuhi segala kebutuhannya. Orang tua hendaknya lebih pintar memilih dan menerapkan pola asuh yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak, sehingga diharapkan nantinya anak akan benar-benar menjadi generasi penerus bangsa yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama serta berakhlaqul karimah.
viii
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Januari 2008
Deklarator
AGUS SAMSUL MOIN NIM. 3102145
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Tiada untaian kata yang layak dan pantas penulis ungkapan selain bacaan
“Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” atas rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap
Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal” ini ditulis untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Dengan selesainya penulisan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M, Ed selaku dekan fakultas tarbiyah institut agama
islam negeri walisongo semarang
2. Drs. Abdul Wahid, M. Ag selaku dosen wali sekaligus pembimbing yang
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiranuntuk membimbing dan
mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah Institut Islam Negeri Walisongo Semarang yang
telah memberikan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah
sekaligus penulisan skripsi ini
4. Semua staf dan karyawan perpustakaan yang telah melayani peminjaman buku
demi kelancaran penulis dalam menyelesaikan karya tulis yang sederhana ini
5. Kepala MTs NU 07 Patebon dan segenap guru dan karyawan yang telah
memberikan ijin dan kesempatan serta membenatu terselesaikannya karya tulis
ini.
6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya serta
memberikan dukungan dan dorongan do’a dalam menuntut ilmu sehingga skripsi
ini selesai
7. Teman-teman yang memberikan semangat demi tercapainya tujuan penulisan
karya tulis ini
x
8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini
Kepada mereka penulis tidak dapat membalas apapun hanya penulis
kembalikan kepada Allah SWT dan menjadi amal yang saleh, dengan iringan do’a
“fajazakumullah khairul jaza’ jazaa an katsira”.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini belumlah berarti apa-
apa, namun semoga memberi manfaat pada penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalmu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Januari 2008
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
ABSTRAK PENELITIAN.................................................................................... vi
HALAMAN DEKLARASI................................................................................... viii
HALAMAN KATA PENGANTAR..................................................................... ix
HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................................... xi
HALAMAN DAFTAR TABEL ........................................................................... xiii
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
BAB II : LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS................... 9
A. Kajian Teoritis Mengenai Pengaruh Pola Asuh Demokratis
Orang Tua Terhadap Akhlak Anak .............................................. 9
1. Pengerttian Pola Asuh ............................................................ 9
2. Bentuk-bentuk Pola Asuh ...................................................... 11
3. Pengertian Akhlak................................................................... 26
4. Dasar Akhlak Islam................................................................. 28
5. Ruang Lingkup Akhlak dalam Agama Islam.......................... 30
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Akhlak ..... 37
B. Pendidikan Anak dalam Perspektif Ajaran Islam ......................... 38
C. Kajian Penelitian yang Relevan .................................................... 43
D. Pengajuan Hipotesis ...................................................................... 45
xii
BAB III : METODE PENELITIAN.................................................................... 45
A. Tujuan Penelitian .......................................................................... 45
B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 45
C. Variabel Penelitian ........................................................................ 46
D. Metode Penelitian ......................................................................... 46
E. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .................... 47
F. Teknik Pengumpulan Data............................................................ 49
G. Teknik Analisis Data..................................................................... 50
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............... 54
A. Data Umum tentang MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal ..... 54
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian .................................................... 59
1. Analisis Pendahuluan.............................................................. 59
1) Data Pola Asuh demokratis Orang Tua di MTs Nu 07
Patebon.............................................................................. 60
2) Data Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon ...................... 64
2. Analisis Uji Hipotesis ............................................................. 69
3. Analisis Lanjut ........................................................................ 77
C. Keterbatasan Penelitian................................................................. 78
BAB V : KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP...................................... 80
A. Kesimpulan .................................................................................. 80
B. Saran-saran.................................................................................... 80
C. Penutup.......................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 : Keadaan guru dan karyawan .............................................................. 55
Tabel 2 : Keadaan siswa MTs NU 07 Patebon................................................... 56
Tabel 3 : Sarana dan Prasarana MTs NU 07 Patebon ........................................ 57
Tabel 4 : Data Hasil Angket mengenai Pola Asuh Demokratis Orang Tua ....... 60
Tabel 5 : Distribusi, Frekuensi Pola Asuh Demokratis Orang Tua.................... 62
Tabel 6 : Kualifikasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua.................................... 63
Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Skor Mean Variabel Pola Asuh Orang Tua ....... 63
Tabel 8 : Nilai Distribusi Frekuensi Relatif Variabel Pola Asuh Orang Tua..... 64
Tabel 9 : Data hasil angket mengenai Akhlak Siswa ......................................... 65
Tabel 10 : Distribusi, Frekuensi Akhlak Siswa.................................................... 67
Tabel 11 : Kualifikasi Akhlak Siswa.................................................................... 67
Tabel 12 : Distribusi Frekuensi Skor Mean Variabel Akhlak Anak .................... 68
Tabel 13 : Nilai Distribusi Frekuensi Relatif Variabel Akhlak Anak .................. 68
Tabel 14 : Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Akhlak Anak
di MTs NU 07 Patebon Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal........ 69
Tabel 15 : Ringkasan Rumus-rumus Analisis Regresi......................................... 74
Tabel 16 : Ringkasan Hasil Analisis Regresi ....................................................... 78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah
SWT kepada orang tuanya. Oleh karena itu orang tua berkewajiban untuk
menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak
menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus
mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah
SWT.1
Keluarga merupakan unit pertama dan institusi pertama yang bersifat
alamiah2 dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di
dalamnya, sebagian besarnya bersifat hubungan-hubungan langsung.3 Islam
memandang keluarga sebagai lingkungan atau millieu yang pertama bagi
individu di mana ia berinteraksi. Dari interaksi dengan millieu pertama itu
individu memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar daripada kepribadiannya.
Juga dari situ ia memperoleh akhlak, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan
emosinya dan dengan itu ia merubah banyak kemungkinan-kemungkinan,
kesanggupan-kesanggupan dan kesediaannya menjadi kenyataan yang hidup dan
tindaklaku yang tampak.4 Oleh karena itu pendidikan5 dari orang tua akan sangat
menentukan kepribadian anak kelak. Hal ini diterangkan dalam hadist nabi
berikut:
1 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
Cet.1, hlm 103. 2 H. Muh. Said, Ilmu Pendidikan, (Bandung: PT. Alumni, 1989), cet. 2, hlm. 119. 3 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995), cet 3, hlm 346. 4 Ibid, hlm. 348. 5 Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Drs. M. Ngalim Purwanto, MP, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, edisi kedua, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), cet. 10, hlm. 10.
2
بن اعي هراةير نان كه الق: ولقير اهللاولس ص لىيهل اهللا عو ملس :ا ممن ملوال ادوي لودل عطف الىا فةربواهي هوهاندو ينصهانرو يجمرواه ...(هانس
6)مسلم Dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada suatu kelahiran kecuali lahir dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi…”(HR Muslim).
Pada umumnya seorang anak mempunyai sifat meniru pada orang tuanya.
Apa yang dilakukan anak biasanya berawal dari melihat dan menirukan apa yang
dilakukan oleh orang tuanya.7 Oleh karena itu, orang tua harus menjadi teladan
yang baik bagi anak-anaknya, mengarahkan dan membimbingnya agar anak
terjaga dari hal-hal yang tidak baik yang tidak diinginkan oleh orang tuanya
selanjutnya agar menjadi anak yang berakhlakul karimah.
Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaq” merupakan bentuk jamak dari
kata “khuluq” yang berarti tabiat, budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru'ah
atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat.8 Ciri-ciri yang terdapat dalam
perbuatan akhlak yaitu; Pertama, perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan yang
dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ketiga, perbuatan yang timbul
dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa adanya paksaan atau tekanan
dari luar. Keempat, perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan
main-main atau karena bersandiwara. Kelima, perbuatan yang dilakukan karena
ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.9
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan akhlak
untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya
6 Imam Abi Husain Muslim bin Hujjaj, Shahih Muslim juz 4, (Beirut: Darul Kutub, tth), hlm. 2047.
7 Ahmad Tafsir (ed.), Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) Cet. 3, hlm. 7.
8 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997) Cet 2, hlm. 3. 9 Ibid, hlm. 5-7.
3
oleh sebab mereka mendapat pengaruh daripadanya atas segala tingkah lakunya.
Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan disertai
dengan contoh-contoh konkret untuk dihayati maknanya, yaitu dengan jalan
melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua,
bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian maupun dalam
bertutur kata. Dia juga mengajarkan nilai dan faedahnya berpegang teguh pada
akhlak di dalam hidup, membiasakan mereka berpegang kepada akhlak semenjak
kecil. Sebab manusia itu sesuai dengan sifat asasinya menerima nasehat jika
datangnya melalui rasa cinta dan kasih sayang, sedang ia menolaknya jika
disertai dengan kekerasan dan biadab.10
Pembentukan akhlak anak dimulai dari keluarga, dan salah satu faktor
penting yang menentukan terbentuknya akhlak seorang anak adalah bagaimana
pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya. Pola asuh merupakan suatu cara
terbaik yang dapat ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai
perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Dimana tanggung jawab
mendidik anak ini adalah merupakan tanggung jawab primer.11 Pendidikan orang
tua terhadap anak-anaknya adalah pendidikan yang didasarkan pada rasa kasih
sayang terhadap anak-anak, dan yang diterimanya dari kodrat.
Namun banyak sekali orang tua yang tidak dapat menjalankan kewajiban
mereka untuk mendidik anak dengan baik. Artinya, ia baru merasa bangga pada
anaknya apabila anaknya diterima oleh kelompoknya, kompeten kalau bisa dalam
segala bidang, dan punya nilai lebih dimata orang lain seperti cantik, pintar,
mahir dalam melakukan sesuatu dan seterusnya.12 Ada juga orang tua yang
merasa khawatir kalau anak-anaknya akan terpengaruh oleh keadaan
sekelilingnya, yang penuh dengan kesukaran-kesukaran dan bahaya-bahaya serta
hal-hal yang kotor-kotor, sehingga mereka menahan anak-anaknya supaya di
rumah saja, tidak boleh bermain atau bergaul dengan anak-anak lain. Juga karena
kekhawatiran orang tua itu, banyak sekali orang tua yang menggunakan larangan
sebagai satu-satunya alat pendidikan. Akibatnya anak mempunyai rasa harga diri
10 Hasan Langgulung., op.cit, hlm. 374. 11 Chabib Thoha, op.cit, hlm. 109. 12 http://dwpptrijenewa.isuisse.com/bulletin/?cat=5
4
kurang, tidak berani berbuat dan bertindak atas inisiatif sendiri, selalu minta
pertolongan pada orang lain, dan juga sukar bargaul dengan teman-temannya.13
Menurut Abdul Azis al-Qussy sebagaimana yang dikutip oleh Chabib Thoha
dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam menjelaskan bahwa merupakan
kewajiban orang tua untuk menolong anak dalam memenuhi kebutuhan hidup
mereka, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan dalam menolong sehingga anak
tidak kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri nanti.14
Berkaitan dengan pernyataan di atas, Sutari Imam Barnadib berpendapat
bahwa mendidik anak yang baik tidak karena paksaan, tetapi karena kesadaran.
Biasanya anak meniru apa yang dilihatnya dan kurang senang terhadap perintah
atau larangan. Orang tua harus obyektif, tidak boleh terlalu melindungi atau
membiarkannya.15
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
sikap demokratis orang tua akan berpengaruh pada akhlak anak, dan orang tualah
sebagai penentu baik buruknya anak. Setiap pengalaman yang diterima, baik
melalui penglihatan, pandangan, maupun perlakuan orang tua yang berbeda-beda
terhadap anak-anaknya, akan menentukan pembinaan kepribadiannya.
Sikap demokratis orang tua dalam keluarga merupakan sikap yang cukup
bijaksana, dengan sikap ini orang tua akan memberikan kesempatan kepada anak
untuk ikut menentukan apa yang terbaik bagi dirinya di samping itu juga
memberikan bimbingan-bimbingan. Apabila anak terlanjur berbuat salah, orang
tua akan bersikap dan memperlakukan anak dengan mengedepankan nilai
edukatif dibandingkan dengan hukuman. Sehingga pola-pola yang ditetapkan
dalam rumah tangga yang demokratis yang mempengaruhi emosional anak
adalah antara lain:
1. Sanggup memikul beban dan tanggungjawab kehidupannya
2. Mampu berfikir secara sehat
13 M. Ngalim Purwanto, MP. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998) Cet 10, hlm 81. 14 Chabib Thoha, op.cit, hlm.111. 15 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: FIP IKIP,
1984) hlm. 122.
5
3. Saling menolong
4. Anak percaya pada diri sendiri secara wajar dan disiplin serta sportif.
Hal ini perlu diperhatikan bagi setiap orang tua, agar mereka tidak
melakukan kesalahan dalam melaksanakan kewajiban mereka sebagai orang tua
sekaligus pendidik yang pertama sebelum anak mendapatkan pendidikan yang
lain. Baik atau buruknya akhlak anak sangat bergantung pada bagaimana cara
orang tua mendidiknya. Pendidikan keluarga merupakan pondasi awal atau dasar
dari pendidikan anak selanjutnya. Adapun hasil pendidikan yang diperoleh anak
dalam keluarga akan sangat menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di
sekolah maupun di masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan identifikasi
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu ada tidaknya pengaruh sikap demokratis
orang tua terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
B. PENEGASAN ISTILAH
Untuk memberikan gambaran serta menghindari kesalahpahaman dalam
pembahasan skripsi ini, maka penulis menjelaskan beberapa istilah yang terdapat
dalam judul sebagai berikut:
1. Pengaruh
Pengaruh mengandung arti daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(orang, benda), yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan
seseorang.16
Jadi pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu akibat
yang terjadi pada akhlak anak yang ditimbulkan oleh pola asuh orang tua
dalam keluarga.
2. Pola Asuh Demokratis Orang Tua
Terdiri dari dua kata, yaitu Pola “system, cara kerja”.17 dan Asuh:
menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil.18
16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet.10, hlm. 747. 17 Ibid, hlm. 778. 18 Ibid., hlm. 63.
6
Demokratis berasal dari kata demokrasi, yang berarti “…. Gagasan
atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban
serta perlakuan yang sama…”.19 Sedangkan demokratis berarti “bersifat
demokratis atau ciri-ciri demokratis”.20 Jadi, yang dimaksud pola asuh
demokratis adalah cara orang tua dalam mendidik dan merawat anak yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban dalam memandang anak
sebagai individu yang sedang berkembang yang diikuti dengan kewibawaan
dalam memimpinnya.
Kepemimpinan itu disesuaikan dengan cita-citanya, anak ditempatkan
pada tempat yang semestinya dan diberi pertimbangan pendapat, sehingga
anak mempunyai sikap terbuka dan berusaha menghargai hak dari anggota
keluarga di rumah.21
Orang tua adalah ayah dan ibu kandung22 dari anak. Atau bukan
orang tua kandung yang menjadi pengganti orang tua apabila orang tua sudah
tidak ada lagi, dan menjadi penanggung jawab atas anak tersebut.23
Jadi, pola asuh demokratis orang tua berarti sikap atau perbuatan
orang tua dalam mendidik dan merawat anak sebagai individu yang sedang
berkembang dan memperlakukan anak sesuai dengan perkembangannya.
3. Akhlak
Akhlak mengandung arti budi pekerti, kelakuan.24
Menurut Al-Ghazali, akhlak adalah ibarat (sifat atau keadaan) dari
perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh
perbuatan-perbuatan yang wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan
pertimbangan.25
19 Ibid. hlm. 220. 20 Ibid.,hlm. 221. 21 Sutari Imam Barnadib, Op.Cit., hlm. 124-125 22 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, loc. cit., hlm. 706. 23 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, ( Yogyakarta: Andi Offset,
1979 ), hlm. 39. 24 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, loc.cit, hlm. 17 25 Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
Cet.1, hlm. 102
7
Akhlak merupakan segala sesuatu yang terdapat pada seseorang baik
yang berupa ucapan maupun tingkah laku dan sesuatu itu merupakan bagian
dari diri seseorang yang dilakukan berulang kali sehingga telah menjadi
kebiasaan dan dilakukan dengan sadar tanpa adanya paksaan atau pengaruh
dari faktor lain.
4. Anak
Anak yaitu keturunan kedua, manusia yang masih kecil.26
Yang dimaksud anak dalam penelitian ini adalah siswa di MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal.
C. RUMUSAN MASALAH
Berpijak dari apa yang telah diuraikan tersebut diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola asuh demokratis orang tua siswa MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal?
2. Bagaimana akhlak siswa di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal?
3. Adakah pengaruh antara sikap demokratis orang tua terhadap akhlak siswa di
MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Sebagaimana perumusan masalah di atas, maka penelitian ini
dimaksudkan untuk :
1. Mengetahui penerapan pola asuh demokratis orang tua siswa MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal.
2. Mengetahui akhlak siswa di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal.
3. Mengetahui pengaruh antara pola asuh demokratis orang tua terhadap akhlak
anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal.
26 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op.cit, hlm. 30.
8
Adapun hasil dari penelitian yang berjudul Pengaruh Pola Asuh
Demokratis Orang Tua terhadap Akhlak Anak Di MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal ini akan memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Segi Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi wacana
keilmuan dan khazanah intelektual tentang pola asuh orang tua beserta
pengaruhnya terhadap akhlak anak. Selain itu penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai bahan informasi bagi para peneliti lain yang hendak
mengadakan penelitian lebih lanjut.
b. Segi Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan pelajaran bagi pembaca
dan khususnya orang tua dalam menerapkan pola asuh terhadap anaknya, jadi
orang tua dapat memilih dan menerapkan pola asuh yang tapat terhadap anak
sehingga anak tersebut akan menjadi generasi penerus yang berakhlaqul
karimah dan berguna bagi nusa, bangsa dan agamanya.
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoritis Mengenai Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua
Terhadap Akhlak Anak
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Istilah pola asuh berasal dari kata “pola” dan “asuh”. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia pola berarti “system, cara kerja”.1 Sedangkan asuh
berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil.2
Definisi pola asuh menurut istilah, sebagaimana konsep yang
diajukan oleh para ahli psikologi, diantaranya konsep pola asuh yang
dikemukakan Kohn seperti yang dikutip oleh Chabib Thoha dalam buku
Kapita Selekta Pendidikan Islam, dia mendefinisikan pola asuh adalah:
“sikap orang tua dalam berhubungan dengan anak-anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua memberikan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian dan tanggapan terhadap keinginan anak”.3
Sementara menurut M. Shochib, pola asuh adalah upaya orang tua yang
diaktualisasikan terhadap penataan lingkungan fisik, lingkungan sosial-
internal dan eksternal, pendidikan internal dan eksternal, dialog dengan
anak-anaknya, suasana psikologi, sosio budaya, perilaku yang ditampilkan
pada saat terjadinya pertemuan dengan anak-anak, kontrol terhadap
perilaku anak-anak, dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar
berperilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak.4 Sedangkan menurut
Singgih D. Gunarso pola asuh orang tua adalah “sikap dan cara orang tua
dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak
supaya dapat mengambil keputusan sendiri, bertindak sendiri, sehingga
1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet.10, hlm. 778.
2 Ibid., hlm. 63. 3 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
Cet.1, hlm. 110. 4 M. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),Cet. 1, hlm. 15.
10
mengalami perubahan dari keadaan tergantung kepada orang tua menjadi
berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri”.5
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang
tua merupakan sikap orang tua dalam upaya mendidik anak dengan
melakukan penataan fisik, sosial, sosio-kultural, suasana psikologis yang
kesemuanya dilakukan dalam rangka menerapkan nilai-nilai moral kepada
anak sebagai dasar perilaku di kehidupan yang akan datang. Sehingga pola
asuh orang tua mencakup seluruh interaksi orang tua dengan anak dalam
kehidupan sehari-hari, baik yang berupa ucapan maupun perilaku mereka.
Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama, karena
orang tua mempunyai tanggung jawab untuk meletakkan dasar-dasar
pertama untuk pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan bagi anak.
Pendidikan awal oleh keluarga (orang tua) merupakan fundamen bagi
perkembangan kepribadian anak.6 Dalam pembentukan Akhlak anak, sikap
dan tingkah laku orang tua dapat mendukung agar tujuan tercapai, sikap
orang tua seharusnya menerima keberadaan anak, sehingga anak merasa
aman. Anak yang merasa dirinya aman dan mencurahkan kesulitan yang
dihadapinya, karena merasa bahwa orang tuanya akan membantu
memecahkan masalah yang dihadapi anak tersebut. Dengan demikian anak
akan berani menghadapi masalah bukan menghindari.
Sedangkan menurut Henry Clay Lindgren menyebutkan:
The family, not the school, provides the first educational experiences begin in infancy, with the first attempts to guide and direct the child-to “train” him.7 “Keluarga, bukan sekolah, memberikan pengalaman-pengalaman pendidikan yang pertama mulai pada masa pertumbuhan. Pengalaman-pengalaman ini dimulai di masa kecil dengan usaha-usaha yang pertama untuk membimbing dan mengarahkan anak untuk melatihnya”.
5 Singgih D. Gunarso dan Ny. Singgih D. Gunarso, Psikologi Remaja, (Jakarta: Gunung
Mulia, 1989), hlm. 109. 6 Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, (Bandung: Mandar Maju, 1992), Cet.1,
hlm. 115. 7 Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in the Classroom, Modern Asia Edition,
(New York: John Wiley & Sons, INC, 1960), hlm. 75.
11
Tidak lepas dari tanggung jawab tersebut, merupakan suatu fitrah
bagi kedua orang tua untuk mencintai anaknya, memelihara, mengasihi,
dan menyayangi serta memperhatikan urusannya8 karena setiap anak yang
dilahirkan ke dunia ini akan membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan
kecukupan pemenuhan kebutuhan baik jasmani dan rohani dari orang
tuanya.
Kasih sayang dan perhatian orang tua sanagtlah penting bagi anak-
anak. Kepribadian, akhlak, bahkan keberhasilan seorang anak bisa
terbentuk dan terwujud semuanya berawal dari bagaimana cara orang tua
memperlakukan anaknya, seberapa besar kasih sayang dan perhatian yang
diberikan oleh orang tua terhadap anak-anaknya.
2. Bentuk-bentuk Pola Asuh Orang Tua
Pola Asuh tidak pernah lepas dari konteks sosial suatu masyarakat.
Dan bahkan tingkah laku anak hanya dapat dipahami dengan konteks
sosialnya. Sebagian besar para orang tua mewarisi pola asuh yang
didapatkan secara turun temurun dari orang tua sebelumnya. Namun pada
saat pola asuh tersebut diterapkan pada anak tidak dapat memperoleh hasil
yang diharapkan karena telah terjadi pergeseran nilai tatanan dalam
masyarakat dahulu dan sekarang.
Ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yaitu:
1) Pola asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang
tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak
tidak dapat menerimanya. Pola asuh ini pemegang peranan adalah
orang tua.9 Anak sama sekali tidak mempunyai hak untuk
mengemukakan pendapat, semua keinginan dan cita-citanya tidak
8 Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996), Cet. 3, hlm. 20. 9 Sutari Imam Barnadib, Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hlm.
124.
12
mendapatkan perhatian orang tua. Anak tidak mendapatkan
kesempatan untuk berekspresi dan bereksperimen sendiri, karena
semuanya ditentukan oleh orang tua, akibatnya anak sulit berkembang.
Pola asuh ini ditandai dengan cara memberikan peraturan dan
pengaturan yang keras untuk memaksakan perilaku yang diinginkan.
Seorang anak dipaksa untuk berperilaku seperti orang tuanya. Pola
asuh ini juga ditandai dengan adanya hukuman yang berat, terutama
hukuman badan, jika terjadi kegagalan memenuhi harapan atau
keinginan orang tua.
Pada pola asuh orang tua yang otoriter ini seorang anak tidak
diberikan kebebasan dalam bertindak, orang tua tidak mendorong anak
untuk mandiri dan bisa mengambil keputusan sendiri yang
berhubungan dengan tindakan mereka. Sebaliknya orang tualah yang
menentukan apa yang harus dilakukan dan tidak menjelaskan mengapa
hal itu harus dilakukan. Jadi anak-anak kehilangan kesempatan untuk
belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri.10
Orang tua atau pendidik yang otoriter dicirikan sebagai orang
tua atau pendidik yang berorientasi pada diri sendiri, mendominasi
proses pendidikan, menuntut kepatuhan yang berlebihan, tidak
menggunakan pujian dan hadiah serta mengutamakan hukuman sebagai
alat pendidikan.
Perilaku yang dapat mencirikan orang tua atau pendidik yang
otoriter diantaranya sebagai berikut:
1) Anak harus mematuhi peraturan orang tua atau pendidik, dan tidak
boleh membantah
2) Kalau terdapat perbedaan pendapat orang tua atau pendidik dengan
anak, maka anak dianggap sebagai seorang yang suka melawan dan
membangkang.
3) Lebih cenderung memberikan perintah dan larangan terhadap anak.
10 Elizabeth B. Hourlock, Perkembangan Anak, Jilid II, alih bahasa: Meitasari Tjandrasa
(Jakarta: Erlangga, 1999), Cet. 5, hlm, hlm. 93.
13
4) Lebih cenderung memaksakan disiplin
5) Orang tua atau pendidik lebih cenderung menentukan segala
sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana (orang tua
atau pendidik berkuasa).11
Ditinjau dari aspek penerapan pendidikan agama dalam
keluarga, pola asuh bentuk otoriter ini lebih tepat untuk menekankan
akidah dan mengaktifkan ibadah bagi si anak. Contoh, orang tua harus
mampu menanamkan kepercayaan pada anak bahwa agama yang
paling benar dalam pandangan Allah adalah Islam. Juga dalam hal
menanamkan kedisiplinan shalat. Sabda Nabi SAW.
عنع مروبنش عيب عهب انع نالق : ال قهد جر اهللاولس ل صاهللاى لعهيو لسم :مرا اوالوكدبم ةالالصو هام باءن سبنس عينو راضبوهم لعيها وهام باءنع شر, قرفووا بينهملي ا فم12)رواه ابو داود( عاجض
“Suruhlah anakmu untuk menjalankan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah (jika tidak mau shalat) pada waktu mereka berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidurnya (dari orang tua)”. (HR. Abu Dawud).
Allah S.W.T. juga telah memerintahkan pada manusia
khususnya orang tua untuk menyuruh anaknya melaksanakan shalat,
seperti dalam firman-Nya:
ö ãΒ ù& uρ y7 n= ÷δ r& Íο 4θ n= ¢Á9 $$ Î/ ÷ É9 sÜ ô¹ $# uρ $ pκ ö n= tæ ( …
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat …”. (Q.S. Thoha: 132).
Atas dasar dua dalil di atas, memberikan indikasi bahwa orang
tua bertanggung jawab atas keselamatan dan kebahagiaan anaknya baik
di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga pola asuh ini boleh
diterapkan dalam rangka menanamkan akidah islamiyah dan ibadah
kepada anak. Tekanan yang seharusnya dilakukan pada pola asuh
11 Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987), hlm. 39-40. 12 Sunan Abu Daud, (Bairut: Daar al Kutub, tth), hlm. 80
14
otoriter ini adalah bagaimana memahamkan tingkah laku tertentu bisa
diterima, sedang yang lain tidak.
Penerapan pola otoriter yang salah, yaitu bila diterapkan pada
anak dengan kadar yang berlebihan akan berakibat buruk pada anak itu
sendiri. Karena sebagai manusia kecil yang sedang tumbuh dan
berkembang, anak mempunyai keinginan untuk dihargai, mandiri,
ingin diperlakukan wajar, serta ingin mendapatkan kesempatan belajar
sendiri, bagaimana menghadapi masalah serta menunjukkan
kemampuannya.
Akibat kesalahan menaksir anak terlalu rendah, orang tua
terlalu banyak memberi nasehat, perintah, larangan bahkan hukuman
dengan harapan anak nantinya menjadi seorang yang sebagaimana
diinginkannya. Hal ini menjadikannya salah satu kesalahan dalam
proses pendidikan, yaitu mendidik dan membimbing anak dengan
banyak menasehati atau menghukum anak yang salah. Sehingga sering
kali orang mengira bahwa pendidikan itu terdiri atas perintah-perintah,
larangan-larangan dan nasehat-nasehat.
Ketika seorang anak dipaksa untuk melakukan perbuatan yang
sesuai dengan keinginan orang tua dan dengan cara yang dikehendaki
oleh orang tua maka anak akan kembali menuntut orang tuanya untuk
memberikan perhatian atau pujian kepadanya. Sebaliknya jika anak
tidak dapat memenuhi tuntutan orang tuanya maka dia akan merasa
hidupnya tidak berharga maka dia akan menarik dirinya dari
kehidupan.
2) Pola asuh Demokratis
Pola asuh ini merupakan pola asuh yang diwajibkan oleh Allah
SWT terhadap para utusannya. Berpijak kepada dorongan dan
konsekuensi dalam membangun dan memelihara fitrah anak. orang tua
menyadari bahwa anak adalah amanah Allah SWT pada mereka dia
merupakan makhluk yang aktif dan dinamis. Aktivitas mereka
bertujuan agar mereka dapat diakui keberadaannya, diterima
15
kontribusinya dan dicintai dan dimiliki oleh keluarganya. Pola asuh
demokratis memandang anak sebagai individu yang sedang
berkembang dan perlu adanya kewibawaan orang tua. Jadi dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan taraf-taraf perkembangan anak
dengan cita-citanya, minatnya, bakatnya, kecakapan-kecakapan dan
pengalamannya. Anak ditempatkan sesuai dengan semestinya yang
mempunyai kebebasan untuk berinisiatif dan aktif, namun tetap
mendapat bimbingan dan arahan dari orang tua.13
Pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan
adanya komunikasi yang dialogis antara orang tua dan adanya
kehangatan yang membuat anak merasa diterima oleh orang tua
sehingga ada pertautan perasaan.14
Pola asuh demokratis ini sesuai dengan ajaran Islam,15
sebagaimana yang dijelaskan oleh al Qur’an Surat asy-Syura ayat 38:
...مهنيى بورش مهرأم٣٨: الشورى (...و( “....Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka....”. (QS. asy-Syura: 38).16
Menurut John S. Brubacher, dalam bukunya Modern
Philosophies of Education juga mengatakan:
Democracy makes of educational importance because it
believes in the essensial dignity of all person.17
“Demokrasi merupakan hal penting dalam pendidikan karena pada demokrasi mengakui akan hakikat kemuliaan pada semua orang”.
13 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, ( Yogyakarta: Andi Offset,
1979 ), hlm. 124 -125. 14 Moch. Shochib, op. cit., hlm. 6. 15 Chabib Thoha dan Abdul Mu’thi (eds), PBM-PAI di Sekolah, (Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo, 1998), Cet. 1, hlm. 138. 16 Sunarjo, dkk, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 789 17 John S. Brubacher, Modern Philosophies of Education, fourth edition (New Delhi: Tata
Mc. Graw Hill Publishing LTD, 1981), hlm. 57.
16
Jadi dalam pola asuh demokratis menggunakan metode
penjelasan, diskusi, penalaran, dan kebebasan mengeluarkan pendapat.
Selain itu juga menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan
penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah
keras dan biasanya tidak berbenuk hukuman badan. Hukuman hanya
digunakan bila terbukti bahwa anak-anak secara sadar menolak
melakukan apa yang diharapkan oleh orang tua. Sebaliknya jika
perilaku anak memenuhi standar yang diharapkan orang tua, mereka
diberikan penghargaan dengan bentuk pujian atau pernyataan
persetujuan yang lain.18
Dalam memperbaiki kesalahan anak orang tua menyadari
bahwa kesalahan itu muncul karena mereka belum terampil dalam
melakukan kebaikan, sehingga mereka akan mencoba untuk
membangun keterampilan tersebut dengan berpijak kepada kelebihan
yang anak miliki, lalu mencoba untuk memperkecil hambatan yang
mebuat anak berkecil hati untuk memulai kegiatan yang akan
menghantarkan mereka kepada kebaikan tersebut. Orang tua juga akan
berusaha menerima keadaan anak apa adanya tanpa membanding-
bandingkan mereka dengan orang lain atau bahkan saudara kandung
mereka sendiri, atau teman bermainnya.
Orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam
menemani pertumbuh-kembangan anak mereka. setiap kali ada
persoalan anak dilatih untuk mencari akar persoalan, dan kemudian
diarahkan untuk ikut menyelesaikan secara bersama. Pola demokratis
digambarkan sebagai orang tua atau pendidik yang memberi
bimbingan, tetapi tidak mengatur mereka memberi penjelasan tentang
yang mereka lakukan serta membolehkan anak memberi masukan
dalam pengambilan keputusan penting. Mereka menghargai
kemandirian anak-anaknya, tetapi menuntut mereka memenuhi standar
18 Elizabeth B. Hourlock, Op. Cit., hlm. 94.
17
tanggung jawab yang tinggi pada keluarga, teman dan masyarakat serta
perilaku kekanak-kanakan tidak diberi tempat.19
Orang tua adalah penanggung jawab pertama terhadap
pendidikan anak-anaknya, sehingga pemberian bekal pengetahuan
teoritis maupun praktis mengenai pendidikan anak mutlak harus
dimiliki. Apalagi dimasa sekarang yang memasuki era globalisasi
dengan adanya penyempitan ruang dan waktu menjadi informasi
dengan cepat dapat diterima dengan cepat akan mudah mempengaruhi
anak, baik sikap anak-anak kita, pola pikir maupun tingkah laku
kesehariannya.
Adapun ciri-ciri sikap demokratis orang tua dalam mendidik
adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi orang tua dan anak
Mansyur Amin dan Muhammad Najib menerangkan bahwa
“Sikap demokratis itu berkembang dari kebiasaan komunikasi di
dalam rumah tangga. Melalui komunikasi seorang anak belajar
tentang sesuatu yang ada di sekitarnya. Hal ini dapat mempercepat
pertumbuhan kreativitas anak dan kecerdasannya. Komunikasi juga
berperan sebagai sarana pembentukan emosi dan kepribadian anak
dan mampu mengerti kebutuhan anaknya secara lengkap baik lahir
maupun batin. Komunikasi juga berperan sebagai sarana
pembentukan moral anak. Melalui interaksi dengan orang tuanya,
anak mengetahui tentang apa yang baik dan apa yang buruk, apa
yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.20
Sikap demokratis orang tua dalam mendidik anaknya sangat
penting. Sebab hal itu akan sangat membantu dalam pertumbuhan
jiwa dan kepribadian anak, sehingga anak akan merasa aman
19 Lawrence S. Shopiro, Mengajarkan Emotional Intelegence, (Jakarta: Gramedia, 1999),
hlm. 28. 20 Mansyur Amin dan Muhammad Najib, Agama Demokrasi dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: LPKSM NU DIY bekerja sama dengan The Asia Foundation Jakarta, 1993), hlm. 104.
18
karena diliputi oleh rasa cinta kasih, merasa diterima oleh orang
tuanya.
Sebaliknya, orang tua yang bersikap acuh tak acuh atau
membebaskan anak tanpa ada aturan yang membatasi sedikitpun
tidak mempunyai ikatan emosional dengan anak, akan
mengakibatkan anak menjadi menentang, memberontak, keras
kepala, tidak disiplin, dan kurang bertanggung jawab. Dalam
pergaulannya, anak kurang disenangi oleh teman-temannya, sebab
anak memiliki sifat masa bodoh dalam bergaul dan bersikap.21 Di
samping itu, anak juga akan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya, sebab pribadinya sudah matang. Sikap
matang ini ditunjukkan oleh kesadaran anak tentang dirinya sebagai
makhluk individu, susila, sosial, maupun sebagai makhluk agamis.
Peranan komunikasi dalam keluarga sangat penting dan
perlu dibina dan dilestarikan kelancaran dan efektivitasnya dalam
kehidupan sehari-hari. Sebab komunikasi antara orang tua dengan
anak dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengungkapkan
perasaan kasih sayang, media menyatakan penerimaan atau
penolakan atas pendapat yang disampaikan, sarana untuk
menambah keakraban hubungan sesama warga dalam keluarga, dan
komunikasi menjadi barometer bagi baik buruknya kegiatan
komunikasi dalam sebuah keluarga.22
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
dalam keluarga tidak hanya sekedar hal yang nyata yang berupa
ucapan, namun juga berupa simbol-simbol yang mengarah pada
maksud dan tujuan penyampaian informasi atau pesan.
2. Menerima kritik
Sikap demokratis juga ditandai dengan adanya sikap terbuka
antara orang tua dan anaknya. Teknik disiplin demokratis
21 Ibid., hlm. 90. 22 Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997), hlm. 80.
19
menggunakan penjelasan, penalaran dan diskusi untuk membantu
anak mengapa perilaku tertentu itu diharapkan.23
Cara mendidik secara demokratis adalah dengan
menentukan peraturan, akan tetapi dengan memperhatikan keadaan
dan kebutuhan anak. Bentuk pendidikan seperti ini dalam
mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah. Dengan
demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan
sebagai kegiatan yang dipaksakan, tidak ada perasaan tertekan dan
takut, namun pemimpin selalu dihormati dan di segani secara
wajar.
Menanggapi permasalahan ini, Singgih D. Gunarsa,
menyatakan bahwa: “Cara pendidikan demokratis, anak boleh
mengemukakan pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-
pandangan mereka dengan orang tua, menentukan dan mengambil
keputusan, akan tetapi orang tua masih melakukan pengawasan dan
mengambil keputusan”.24
Jadi, di sini sikap demokratis menekankan aspek kepada
anak di mana orang tua menggunakan diskusi atau musyawarah dan
penalaran untuk membantu anak mengerti terhadap suatu sikap dan
perilaku orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengambil keputusan atas ide anak, sehingga anak terlatih untuk
berfikir dan bertindak mandiri. Dalam hal ini sangat membantu
dalam perkembangan anak selanjutnya.
Zaharini menegaskan bahwa: “orang tua hendaknya
memberi kesempatan kepada anak untuk mengajukan pendapat,
memberi pengarahan tentang perbuatan yang baik dan perlu
dipertahankan, yang tidak baik supaya ditinggalkan.25
23 Elizabeth B. Hurlock, Child Development, terj. oleh Meitasari Tjandrasa, Perkembangan
Anak, Jilid II, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm. 93. 24 Singgih D. Gunarsa, dan Singgih P. Gunarsa, Op. Cit., hlm. 116. 25 Zuhairini dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 88.
20
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sikap demokratis
orang tua ditandai dengan adanya pengakuan terhadap kemampuan
anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada
orang tua, memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa
yang terbaik bagi dirinya. Anak didengarkan pendapatnya
dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut
kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk
mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit
berlatih untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.26
3. Memberikan pertimbangan
Dalam pandangan Islam, anak adalah perhiasan Allah yang
diberikan kepada manusia. Hadirnya anak akan membuat bahagia
ketika memandangnya, hati akan terasa tentram dan suka cita setiap
bercanda dengan mereka, dialah bunga kehidupan di dunia
sebagaimana ditegaskan dalam ayat-ayat al-Qur'an.
z⎯ Î iƒ 㗠Ĩ$ ¨Ζ= Ï9 = ãm ÏN≡ uθ yγ ¤±9 $# š∅ ÏΒ Ï™ !$ |¡ Ï iΨ9 $# t⎦⎫ ÏΖ t6 ø9 $# uρ Î ÏÜ≈ oΨ s) ø9 $# uρ
Íο t sÜΖ s) ßϑ ø9 $# š∅ ÏΒ É= yδ ©%! $# Ïπ Ò Ï ø9 $# uρ È≅ ø‹ y‚ ø9 $# uρ Ïπ tΒ §θ |¡ ßϑ ø9 $# ÉΟ≈ yè ÷Ρ F{ $# uρ
Ï^ ö ys ø9 $# uρ 3 š Ï9≡ sŒ ßì≈ tF tΒ Íο 4θ u‹ ys ø9 $# $ u‹ ÷Ρ ‘‰9 $# ( ª! $# uρ … çν y‰Ψ Ïã Ú∅ ó¡ ãm
É>$ t↔ yϑ ø9 $# .
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anakanak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran 14)27
Dari ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa kedudukan anak
bagi orang tua merupakan amanah Allah dan sekaligus menjadi
tanggung jawabnya kepada Allah untuk mendidiknya. Allah
26 M. Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 111. 27 Soenarjo, op. cit., hlm. 77.
21
memberikan dua potensi bagi anak untuk dikembangkan, yaitu bisa
menjadi baik dan bisa pula menjadi buruk atau dikenal dengan
fitrah adalah suci dan baik. Oleh karena itu, jika dikemudian hari
anak berperilaku buruk, maka bukan pengaruh potensi fitrahnya,
tetapi karena pengaruh lingkungan yang buruk. Dengan kata lain,
baik dan buruknya anak sangat erat kaitannya dengan pendidikan
yang diberikan oleh kedua orang tuanya.
Di bawah asuhan orang tua, dengan pengawasan dan
pengarahan serta disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak,
maka akan terbentuk kepribadian anak yang berkembang secara
wajar menuju kedewasaannya. Orang tua memberikan lingkungan
yang aman dan memberi semangat hingga anak-anak mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan potensinya.28
Jamaluddin Ancok mengatakan: “Sikap demokrasi orang tua
adalah di mana anak diberikan kesempatan untuk berpendapat, dan
boleh membuat keputusan yang diinginkan di dalam melaksanakan
sesuatu, namun keputusan yang diambil si anak harus mendapat
persetujuan dari orang tua.29
Menurut Ahmadi: “bahwa orang tua sebagai pendidik yang
demokratis berusaha menciptakan suasana kekeluargaan,
menghormati, mempercayai dan memperhatikan satu dengan yang
lainnya. Anak diberi kesempatan untuk melahirkan pikiran dan
perasaannya, diajak mengamil keputusan dan mufakat.30
Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa: “orang tua
hendaknya terbiasa mengikutsertakan anak dengan apa yang
dipikirkan, baik yang mengembirakan maupun yang sedang
dipertimbangkan. Orang tua memberi penjelasan tentang berbagai
hal kepada anak mengenai apa yang sedang dibicarakan, kadang-
28 John Gray, Children Are from Heaven, terj. B. Dicky Soetadi, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2000), hlm. 25. 29 M. Mansur Amin dan Muh. Najib, op. cit., hlm., 105. 30 Achmadi, Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, (Salatiga, Saudara, 1992), hlm. 70
22
kadang anak diajak berdiskusi untuk mengemukakan maksud dan
pendiriannya.31
Pemberian pertimbangan diberikan kepada anak oleh orang
tua anak juga harus memperhatikan waktu yang tepat dalam
membimbing dan mengarahkan anak sesuai dengan apa yang ia
inginkan. Sehingga dalam memberikan pengarahan dan bimbingan
ini, maka faktor yang paling penting adalah dalam rangka
membimbing anak agar dapat menjadi kebanggaan orang tuanya.
Sebab apabila pemberian pertimbangan dilakukan pada waktu yang
tepat, maka anak akan menerimanya dengan senang hati.32
Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa orang tua
sebagai pendidik utama lebih memiliki tanggung jawab terhadap
pendidikan anaknya. Pendidikan orang tua yang demokratis lebih
menekankan sistem masyarakat dalam memecahkan suatu masalah.
Di sinilah, peran orang tua sebagai pusat penerima kritik dengan
keterbukaan ternyata begitu penting artinya bagi anak, karena
disamping anak dibiasakan untuk bertanggung jawab juga
dibiasakan untuk bersifat berkerjasama dengan orang tua sehingga
diharapkan anak mempunyai daya kreativitas yang besar, percaya
pada diri sendiri, mampu menyelesaikan permasalahan dirinya baik
di rumah maupun di luar rumah.
4. Memberikan penghargaan
Penghargaan dalam dunia pendidikan memiliki peran yang
positif dalam membangun emosional anak. W.H. Thomas melalui
teori The Four Wishes sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin
mengemukakan empat macam keinginan dasar yang menjadi
sumber kejiwaan seseorang, yaitu sebagai berikut:
31 Sutari Imam Barnadib, op. cit., hlm. 93. 32 Nur ‘Abdul Hafidz Suwaid, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, terj. Kuswandani dkk.,
(Bandung: Mizan, 1998), hlm. 292.
23
a. Keinginan untuk selamat (security)
Keinginan ini tampak jelas dalam kenyataan manusia untuk
meperoleh perlindungan atau penyelamatan dirinya baik
berbentuk biologis ataupun non biologis.
b. Keinginan untuk mendapatkan penghargaan (recognition)
Keinginan ini merupakan dorongan yang menyebabkan manusia
mendambakan adanya rasa ingin dihargai dan dikenal orang
lain. seseorang mendambakan dirinya untuk selalu menjadi
orang yang terhormat dan dihormati.
c. Keinginan untuk ditanggapi (response)
Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencintai dan dicintai
dalam pergaulan.
d. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new
experience).33
Dari pendapat di atas jelas bahwa penghargaan merupakan
kebutuhan bagi seseorang. Sehingga pemberian penghargaan
kepada anak akan berpengaruh yang cukup besar terhadap jiwa
anak untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersifat
progresif. Di samping itu, penghargaan juga memiliki kekuatan
yang dapat mendorong anak untuk melakukan kebaikan. Karena
dengan penghargaan ini, anak merasa bahwa perbuatan baik yang
telah dilakukannya telah membuatnya semakin dihormati dan
disayangi orang lain, terutama oleh orang tuanya.34
Berbeda dengan penghargaan, pemberian hukuman atau
sangsi haruslah ditempuh sebagai jalan terakhir dalam proses
pendidikan. Orang tua yang bijaksana tidak seenaknya memberikan
hukuman fisik kepada anaknya, kecuali hanya sekedarnya saja dan
sesuai dengan kebutuhan.35
33 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 62. 34 Nur ‘Abdul Hafidz Suwaid, op. cit., hlm. 312-313. 35 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Perss, 2002), hal. 134.
24
Penghargaan dapat memotivasi anak didik untuk belajar,
sebaliknya hukuman justru akan meninggalkan pengaruh buruk
pada jiwa anak, sehingga menghalanginya untuk faham, mengerti,
bahkan dapat mematikan semangatnya untuk berlaku disiplin dan
progresif.36 Jadi, penerapan sangsi dan hukuman sebagai alat untuk
menumbuhkan disiplin dan tanggung jawab, hanya dipergunakan
apabila sudah tidak ada lagi cara lain yang dipergunakan.
Pemimpin (orang tua) selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan
yang bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi justru untuk semua
anggota kelompok atau organisasi yang dipimpinnya.37
Dengan demikian anak akan merasakan bahwa hidupnya penuh
arti, sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang
tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Yang
berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk mengantisipasi
bahaya yang mengintai kehidupan anak-anak setiap saat.
3) Pola asuh Laissez-faire (Permisif)
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak
secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa yang bisa
melakukan apa saja yang dikehendaki. Semua yang dilakukan anak
dianggap benar dan tidak perlu mendapat teguran, arahan, atau
bimbingan. Karenanya kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah
dan juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi
anaknya.38
Pada dasarnya orang tua atau pendidik permisif berusaha
menerima dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat pasif
ketika sampai ke masalah penetapan batas-batas atau menanggapi
ketidak patuhan. Pola permisif tidak begitu menuntut, juga tidak
36 Ibid., hal. 135. 37 Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan yang Efektif, (t.pt.: Gajah Mada
University Press, 1993), hlm. 14. 38 Chabib Thoha, op.cit., hlm. 112.
25
menetapkan sasaran yang jelas bagi anak, karena meyakini bahwa anak
seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya.
Pada pola asuh ini seorang anak diberi kebebasan penuh untuk
melakukan apa saja yang dikehendakinya dan dalam mengambil
keputusan apa saja sesuai dengan kehendak dan kepentingannya
sendiri.39 Jadi orang tua tidak ikut campur dengan segala urusan anak,
bahkan terkesan masa bodoh dengan apa yang dilakukan anak serta
tidak memperdulikan masalah-masalah yang menimpa seorang anak.
Ciri perilaku orang tua atau pendidik permisif yang dijabarkan
oleh Zahara Idris sebagai berikut:
1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya.
2) Lebih menentukan pemberian kebutuhan material pada anak
3) Membiarkan saja apa yang diberlakukan anak (terlalu membiarkan
kebebasan untuk mengatur dirinya tanpa ada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang digariskan).
4) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dengan
keluarga maupun teman sebayanya.40
Pola asuh laissez fair mempunyai banyak kelemahan apabila
diterapkan dalam pendidikan agama anak. Dalam mendidik agama
anak orang tua tidak bisa membiarkan anak yang sudah berusia 7 tahun
tanpa memerintah anak untuk melaksanakan shalat, atau mempelajari
agama.
Dalam pendidikan, sebagain besar si terdidik masih bergabung
pada pendidikannya. Apabila orang tua menggunakan cara laissez fair
maka akan berakibat buruk pada anak, baik dalam hal keimanannya
maupun akhlak anak. Semakin luas orang tua memberi kebebasan
kepada anak, maka akan berakibat semakin jauh anak dari nilai-nilai
releigius yang ada, dan ini akan berakibat anak lebih banyak
39 Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Op. Cit., hlm. 98. 40 Zahara Idris, op. cit., hlm. 41.
26
meninggalkan ajaran agama, terlebih lagi dalam masalah ibadah dan
akhlak karimah.
Dalam keluarga yang permisif tidak ada peraturan-peraturan
dan pembatasan. Apabila disiplin terlalu longgar, anak akan merasa
bingung dan kurang aman. Akibat dari pengalaman yang terbatas dan
kehidupan mental masih belum matang, mereka sulit membuat
keputusan tentang perilaku mana yang sesuai dengan harapan sosial,
mereka tidak tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Sebagai hasil dari itu mereka cenderung untuk menjadi
ketakutan, gelisah, dan sangat agresif.
Pada umumnya anak yang diasuh dengan pola ini merasa
dirinya ditolak di tengah-tengah keluarga mereka. Sehingga kenakalan
anak sering kali disebabkan karena anak tidak merasa betah tinggal di
rumah, rasa nyaman dan harmonis jauh dari harapan sang anak.
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, pola asuh ini dipandang tepat
diterapkan pada anak yang dewasa yang telah mempunyai kematangan
berfikir dalam memilih disiplin ilmu yang diminatinya. Sikap orang tua
memberikan kebebasan kepada anaknya yang telah dewasa, bukan berarti
tanpa pengawasan, justru orang tua dapat memberikan saran, pendapat,
bahkan kritik pada anaknya dalam usaha mencapai tujuan pendidikan
dalam rumah tangga.
3. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab (اخالق),
bentuk jamak dari khuluq (خلق) yang berarti budi pekerti. Sinonimnya etika
dan moral. Etika, berasal dari bahasa latin, etos yang berarti "kebiasaan".
Moral, berasal dari bahasa latin, mores, yang berarti “kebiasaan".41
41 Rahmat Djatmika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas, 1996,
hlm. 26.
27
Dari pengertian etimologi ini, dengan demikian dapatlah diketahui
bahwa akhlak (اخالق) yang merupakan bentuk jamak dari khuluq (خلق)
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (خلق) yang
berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq (خالق) yang berarti
pencipta, dan makhluq (مخلوق) yang berarti “sesuatu yang diciptakan”.42
Dari beberapa pengertian di atas jelas bahwa perkataan akhlak itu
timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan yang baik
antara manusia dengan sesamanya maupun dengan makhluk lainnya.
Adapun secara terminologi pengertian akhlak menurut para pakar
di bidang ini, antara lain Imam al-Ghazali (1059-1111 M) memberikan
pengertian tentang akhlak, yaitu:
سهولة ويسر من بخة عنها تصدر االفعالاس عن هيئة ىف النفس رةعبار فان كانت اهليعة حبيث تصدر عنها األفعال غري حاجة اىل فكر ورؤية
43 .مودة عقال وشرعااجلميلة احمل
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan maka jiwa tersebut menimbulkan perbuatan baik secara akal dan syariat”.44
Sedangkan menurut Prof. Dr. Ahmad Amin akhlak merupakan
“Kebiasaan Kehendak”. Ini berarti bahwa kehendak itu bila telah melalui
proses membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.45 Adat
(kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar
sesuatu bisa dikatakan sebagai kebiasaan, yakni:1). Adanya kecenderungan
hati kepadanya; 2). Adanya pengulangan yang cukup banyak. sehingga
mudah mengerjakannya tanpa memerlukan pemikiran lagi. Dan yang
42 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), Bandung,
CV. Diponegoro, 1988, hlm. 11. 43 Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ihya’ Ulum al Din, Juz III,
(Beirut: Dar al Kutub Ilmiyah, tth), hlm. 58. 44 Imam Abi Hamid Muhammad al Ghazali, Ihya’ Ulum al Din, Juz. III. Bairut: Dar al
Kutub,tth. hlm. 58 45 Ahmad Amin, al-Akhlak, (Terj. Prof. K.H. Farid Ma’ruf, "Ethika (Ilmu Akhlak)"), Jakarta,
Bulan Bintang, hlm. 62.
28
dimaksud (iradah) adalah kemenangan dari keinginan setelah mengalami
kebimbangan.46
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan lainnya,
bahkan secara substansial tampak saling melengkapi. Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa Akhlak merupakan segala sesuatu yang terdapat pada
seseorang baik yang berupa ucapan maupun tingkah laku dan sesuatu itu
merupakan bagian dari diri seseorang yang dilakukan berulang kali
sehingga telah menjadi kebiasaan dan dilakukan dengan sadar tanpa
adanya paksaan atau pengaruh dari faktor lain.
4. Dasar Akhlak Islam
a. Dasar Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius di sini adalah dasar yang
bersumber dari ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. al-Qur’an
mengajarkan umatnya untuk berbuat yang baik dan menjauhi perbuatan
yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh al-Qur’an
yakni firman Allah yang kebenarannya mutlak untuk diyakini.47
Sedangkan al-Hadits merupakan cerminan akhlak Nabi, yakni akhlak
yang berasal dari perbuatan, ucapan dan penetapan (taqrir) yang harus
diikuti dan diteladani. Di antara dasar religius tersebut adalah firman
Allah Swt dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
ô‰ s) ©9 tβ% x. öΝ ä3 s9 ’ Îû ÉΑθ ß™ u‘ «! $# îο uθ ó™ é& ×π uΖ |¡ ym ⎯ yϑ Ï j9 tβ% x. (#θ ã_ ö tƒ ©! $# tΠ öθ u‹ ø9 $# uρ
t Åz Fψ $# t x. sŒ uρ ©! $# # Z ÏV x. .
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (al-Ahzab:21).48
46 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren (Solusi Kerusakan Akhlak), Yogyakarta. Ittaqa
Press, 2001, hlm. 40. 47 A. Zainuddin, dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 (Muamalah dan Akhlak ), Bandung,
CV. Pustaka Setia, 1999, hlm. 74. 48 Soenarjo, op. cit., hlm. 336
29
Sedangkan sebagai suri teladan yang baik Rasulullah saw telah
dibekali tentang akhlak yang luhur melalui wahyu dari Allah Swt. Hal
ini kita jumpai dalam firman Allah Swt Surat Al-Qalam ayat 4:
y7 ¯Ρ Î) uρ 4’ n? yè s9 @, è= äz 5ΟŠ Ïà tã
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam 4).49
Kedua ayat tersebut di atas, mengandung pengertian bahwa
umat Islam harus mengikuti jejak Rasulullah Saw. Di dalam
kehidupan. Ini di sebabkan karena akhlak beliau amat luhur sehingga
dapat dijadikan panutan dan teladan bagi umatnya. Begitu juga praktek
kehidupan Rasulullah Saw. Adalah merupakan pendidikan akhlak
mulia yang merupakan faktor penting dalam membina suatu umat atau
membangun suatu bangsa. Dengan demikian, merupakan sebuah
kewajiban bagi setiap umat Islam untuk selalu menaati dan
menjalankan perintah Rasulullah saw.
b. Dasar Psikologis
Manusia normal pada dasarnya merasakan suatu rasa percaya
dan pengakuan akan adanya kekuatan dari luar dirinya, yaitu Dzat
Yang Mahakuasa, tempat berlindung dan memohon pertolongan. Hal
ini nampak terlihat di dalam sikap dan tingkah laku seseorang ataupun
mekanisme yang bekerja pada diri seseorang. Ini disebabkan karena
cara berpikir, bersikap dan berkreasi serta tingkah laku seseorang tidak
dapat dipisahkan dengan keyakinan yang dimiliki, di sinilah letaknya
keberadaan moral bahwasanya “kehidupan moral tidak dapat
dipisahkan dari keyakinan beragama”.50
Dengan demikian, manusia dalam rangka mendekatkan diri
kapada Dzat Yang Maha Kuasa atas dasar keyakinan dan agamanya,
memerlukan pendidikan akhlak untuk mengantarkan dirinya ke tingkat
49 Ibid., hlm. 451 50 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, hlm. 155
30
kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. Dari sini pula dapat
dikatakan bahwa pendidikan akhlak merupakan panggilan suci dari
Allah Swt dan Rasul-Nya yang wajib dipenuhi oleh manusia di dalam
mencapai kesempurnaan hidup di dalam kehidupan nyata.
5. Ruang Lingkup Akhlak dalam Agama Islam
Dalam berbagai literatur tentang Ilmu Akhlak Islami, dijumpai
uraian tentang akhlak yanag secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu akhlak yang baik (akhlak mahmudah) dan akhlak yang buruk
(akhlak madzmumah)
Yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah segala tingkah
laku yang terpuji (yang baik) yang biasa dinamakan fadlilah (kelebihan).
Imam al Ghazali juga menggunakan perkataan munjiyat yang berarti
segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan. Dia juga
mengatakan bahwa akhlak itu mengacu pada keadaan batin manusia, maka
akhlak yang baik berarti keadaan batin yang baik.51
Sedangkan kebalikan dari akhlak mahmudah yaitu akhlak
madzmumah yang berarti segala tingkah laku yang tercela atau akhlak
yang jahat (qabihah) yang menurut istilah al-Ghazali disebut sebagai
muhlikat yang artinya segala sesuatu yang membinasakan atau
mencelakakan.52
Dari uraian tersebut mengandung arti bahwa akhlak terbagi dalam
dua kategori, yaitu:
a. Akhlak yang baik (Akhlaq al-Mahmudah) yaitu perilaku yang baik
dimana akal pikiran (rasio) maupun syari’at agama Islam tidak
menolaknya, artinya bahwa perilaku-perilaku tersebut sesuai dengan
norma dan ajaran-ajaran agama Islam.
51 Muhammad Abul Quasem, Etika al Ghazali, terj. J. Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1988),
Cet. 1, hlm. 82. 52 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), Cet. VI, hlm. 95.
31
b. Akhlak yang tercela (Akhlaq al-Madzmumah) yaitu perilaku atau
perbuatan yang tidak sesuai (bertentangan) dengan akal pikiran dan
syari’at agama Islam.
Dalam bukunya Abudin Nata Akhlak Tasawuf, ruang lingkup akhlak
dalam Islam dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: 1) Akhlak terhadap Allah.
2) Akhlak terhadap sesama manusia. 3) Akhlak terhadap lingkungan.
a. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk,
kepada Tuhan sebagai khalik.53 Banyak cara untuk berakhlak kepada
Allah diantaranya:
1) Ta’at
Melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Ta’at ini juga diartikan sebagai taqwa,
yakni memelihara diri agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya
yang lurus.
2) Bersyukur atas nikmat Allah
Bersyukur artinya merasa senang karena memperoleh
kenikmatan dari Allah SWT, kemudian menambah semangat dalam
beribadah kepada Allah, hatinya bertambah iman dan makin
banyak berdzikir kepada Allah.
Orang yang salah dalam menggunakan kenikmatan, yaitu
untuk mengikuti hawa nafsu dianggap kufur yakni mengingkari
kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadanya. Orang seperti
ini akan diberi siksa oleh Allah dengan adzab yang pedih.
3) Bertawakal kepada Allah
Tawakal menurut ajaran Islam adalah menyerahkan diri
kepada Allah SWT sesudah bekerja dan berusaha keras. Sebagai
contoh ialah orang yang meletakan sepeda di depan rummah.
53 Abuddin Nata, op.cit., hlm. 147.
32
Sesudah sepeda itu di kunci rapat, maka ia sudah dinamakan
tawakal. Artinya andaikata setelah dikunci masih juga hilang dicuri
orang, maka ia sudah disebut tawakal sebab sudah berusaha agar
tidak hilang. b. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Manusia sebagai mahluk sosial tidak lepas dari hubungan
dengan manusia lainnya. Akhlak terhadap sesama manusia antara lain
meliputi akhlak pada manusia yang mengandung unsur kemanusiaan
yang harmonis sifatnya. Allah melarang perbuatan jahat yang
merugikan kepada orang lain. Juga melarang orang mengada-adakan
yang semestinya tidak pada tempatnya bagi Allah. Firman Allah dalam
surat al-A’raf: 33 sebagai berikut :
يغالبو الأثمو طنا بما وهمن را ظهم احشالفو يبر مرا حمقل إنبغير الحق وأن تشركوا بالله ما لم ينزل به سلطانا وأن تقولوا
)٣٣: عرافاال(على الله ما ال تعلمون Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang namppak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf: 33)54
Akhlak terhadap sesama manusia ini merupakan penjabaran
dari akhlak terhadap makhluk sebagaimana dituliskan diatas. Terdapat
banyak sekali perincian yang dikemukakan dalam al-Quran atau hadits
berkaitan dengan sikap dan perbuatan terhadap sesama manusia,
Diantaranya:
1) Berucap dengan ucapan yang tidak menyakiti perasaan, ucapan
yang baik dan benar (sesuai dengan lawan bicara), sebagaimana
54 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 226.
33
ditunjukkan dalam al-Quran Surat al-Baqoroh : 263, 83 dan al-
Ahzab : 70 sebagai berikut:
×Α öθ s% Ô∃ρ ã ÷è ¨Β îο t Ï øó tΒ uρ × ö yz ⎯ Ï iΒ 7π s% y‰ |¹ !$ yγ ãè t7 ÷K tƒ “ ]Œ r& 3 ª! $# uρ ;© Í_ xî ÒΟŠ Î= ym
“Perkataan yang baik dan pemberian ma`af, lebih baik dari sedekah yang diiringi sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha kaya lagi Maha penyantun”. (Q.S. al-Baqarah : 263)55
… (#θ ä9θ è% uρ Ĩ$ ¨Ψ= Ï9 $ YΖ ó¡ ãm …
“…Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...” (Q.S. al-Baqoroh : 83)56
(#θ ä9θ è% uρ... Zω öθ s% # Y‰ƒ ω y™
“…Dan katakanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab : 70)57
2) Mendahulukan kepentingan orang lain, sebagaimana disebutkan
dalam Qur`an Surat al-Hasyr : 9.
šχρ ã ÏO ÷σ ムuρ... #’ n? tã öΝ Íκ Ŧ àΡ r& ...
“…Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri...” (Q.S. al-Hasyr :9)58
3) Bertanggung jawab, sebagaimana disebutkan dalam Qur`an Surat
al-Isra’ : 15.
Ÿω uρ… â‘ Ì“ s? ×ο u‘ Η# uρ u‘ ø— Íρ 3“ t ÷z é& …
“…Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain…” (Q.S. al-Isra’ : 15)59
Masih banyak lagi, seperti amanah, kasih saying,
mengembangkan harta anak-anak yatim, memaafkan, membalas
kejahatan dengan kebaikan, mengajak kepada kebaikan dan melarang
kejahatan dan lain-lain.
55 Ibid., hal. 66 56 Ibid., hal. 23 57 Ibid., hal. 680 58 Ibid., hal. 917 59 Ibid., hal. 427
34
Adanya hubungan dengan sesama manusia, terdapat hak dan
kewajiban masing-masing yaitu amar ma’ruf nahi munkar.60 Antara
sesama manusia wajib mengajak kepada perbuatan yang baik dan
mencegah segala perbuatan yang keji dan munkar, sebagaimana firman
Allah dalam surat Ali Imran :
ون بالمرأمير ويون إلى الخعدة يأم كممن كنلتن ووهنيوف ورع عن المنكر وأولئك هم المفلحون
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S Ali Imron: 104)61
Oleh karena itu muslim yang satu harus saling mengenal dan
membantu muslim yang lain. Terhadap sesama manusia baik tetangga
ataupun teman wujud bantu membantu atau kerja sama sangatlah
penting dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: menjenguk orang yang
sakit, membantu anak yatim, menolong orang miskin, memberi salam
bila bertemu di jalan dan sebagainya. Di antara sesama manusia, selalu
berusaha untuk berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan yang
buruk.
c. Akhlak Terhadap Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud di sini adalah alam sekitar.
“Manusia sebagai khalifah, pengganti dan pengelola alam, sementara
di sisi lain mereka diturunkan ke bumi ini adalah agar membawa
rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya, termasuk lingkungan dan
manusia secara keseluruhan”.62
Manusia ditunjuk sebagai wakil Tuhan di bumi, manusia diberi
amanat untuk mewujudkan kemakmuran di bumi dengan kekuasaannya
yang kreatif. Dengan kreativitas yang dimilikinya, memungkinkan
60 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 74. 61 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 93. 62 Amin Syukur, op. cit., hlm. 145.
35
manusia mengolah dan memberdayakan alam untuk kepentingan
hidupnya. Namun perlu diingat bahwa pemberdayaan lingkungan
jangan sampai merusak lingkunganya sendiri.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai kholifah.
Kekholifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta
bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuan penciptaannya.
Kekholifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya
dan manusia terhadap alam. Al-Qur’an al-Jatsiyah ayat: 13,
menyatakan:
... الأرض جميعا منهوسخر لكم ما في السماوات وما في
“Dan Dia (Allah) menundukkan untuk kamu semua yang ada di langit dan di bumi semuanya sebagai rahmat darinya....” (Q.S. al-Jatsiyah: 13)63
Ini berarti bahwa alam raya telah ditunjukkan Allah untuk
manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Hubungan manusia dengan alam sekitar akan selaras apabila tercipta
suatu hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Manusia
tidak diperkenankan berlaku semena-mena terhadap makhluk lain,
seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Manusia berhak mengambil
bumi dan isinya sebagai alat untuk memperbaiki kesejahteraan
masyarakat dalam aspek kehidupan, serta dalam rangka mengabdi
kepada Allah. Untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, baik
dengan jalan membangun, memakmurkan maupun menyejahterakan isi
bumi adalah tugas suci setiap muslim dari Allah SWT.64
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surat Huud
ayat 61
. ..هو أنشأكم من الأرض واستعمركم فيها...
63 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 816. 64 Anwar Masy’ari, Akhlaq Al-Qur’an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), hlm. 51.
36
“....Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya....”. (Q.S: Hud: 61).65
Memakmurkan bumi Allah dan alam sekitarnya adalah
termasuk akhlak yang baik yang di lakukan terhadap lingkungan,
sekalipun lingkungan itu berwujud alam flora dan fauna (alam tumbuh-
tumbuhan dan binatang).
Sebaliknya merusak terhadap lingkungan alam sekitar adalah
perbuatan yang dilarang oleh agama. Hal ini seperti disebutkan dalam
firman Allah surat al-A’raf ayat 85 :
... متإن كن لكم ريخ ا ذلكمالحهإص دعض بوا في الأرفسدال تو مننيؤم
“…dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (Q.S: al-A’raf : 85).66
Ayat di atas dengan jelas Allah melarang membuat kerusakan di
muka bumi ini. Namun kemajuan ilmu dan teknologi dunia barat yang
menyilaukan terkadang membuat semuanya terlena dengan dampak
yang sebenarnya sangat besar baik di darat maupun dilaut. Dan semua
itu tidak lain menurut Rachmat Djatnika adalah karena adanya
kemauan. Sedang kemauan menurutnya ada dua, yaitu kemauan untuk
melaksanakan dan kemauan untuk meninggalkan.67
Dari kedua macam kemauan inilah kemudian terjadi berbagai
macam kejahatan dan kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya
perbuatan yang buruk adalah akibat dari kemauan yang buruk dan
meninggalkan yang baik.
65 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 336. 66 Ibid., hlm. 235. 67 Rachmat Djatnika, op. cit., hlm. 169.
37
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Akhlak
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
akhlak ada tiga aliran yang sudah sangat populer, yaitu aliran Nativisme,
Empirisme dan aliran Konvergensi.
Aliran Nativisme dikembangkan oleh filsuf Arthur Schoppenhauer
(1788-1860) yang memandang minat dan bakat semata faktor kodrati
yang ditentukan oleh hereditas atau bawaan. Menurut aliran ini bahwa
faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang
adalah faktor pembawaan dari dalam. Jika seseorang sudah memiliki
pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan
sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampak kurang
menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan
pendidikan.68
Selanjutnya menurut aliran Empirisme bahwa faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar,
yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang
diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan itu baik maka
seseorang akan menjadi baik, begitupun sebaliknya. Aliran ini tampak
lebih begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia
pendidikan dan pengajaran.69
Sedangkan aliran Konvergensi (William Stern) berpendapat bahwa
pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal (pembawaan) dan
faktor eksternal (luar) yaitu pendidikan dan pembinaan yang dilakukan
secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan
kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia di bina
secara intensif melalui berbagai metode.70 Hal itu sesuai dengan ajaran
Islam yakni dalam surat al-Nahl: 78, yaitu:
68 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), Cet. 12, hlm. 59. 69 Abudin Nata, op. cit., hlm. 165. 70 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. 5, hlm. 96.
38
عمالش ل لكمعجئا وين شولمعال ت تكمهن امطوب من كمجراهللا اخولكمة لعاالفئدو ارصاالبن ووكرشت
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl: 78)71
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi
untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi
tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan
pendidikan.72
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak
ada dua, yaitu faktor dari dalam yakni potensi fisik, intelektual, dan hati
(rohaniah) yang dibawa seseorang sejak lahir. Dan kedua adalah faktor
dari luar yaitu orang tua, sekolah dan tokoh-tokoh serta pemimpin dalam
masyarakat.
B. Pendidikan Anak dalam Perspektif Ajaran Islam
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam
lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan
tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh
dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya. Sebab pada
masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas,
sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Anak adalah amanat bagi
orang tua, hatinya yang suci bagaikan mutiara yang bagus dan bersih dari
setiap kotoran dan goresan. Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah
kepada manusia yang menjadi orang tuanya.73
Pertumbuhan dan perkembangan anak diisi oleh pendidikan yang
dialami dalam hidupnya, baik dalam keluarga, masyarakat dan sekolahnya.
Karena manusia menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya ditempuh
71 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 413. 72 Abudin Nata, op. cit., hlm. 166. 73 Wira, http://anakmuslim.wordpress.com
39
melalui pendidikan, maka pendidikan anak sejak awal kehidupannya,
menempati posisi kunci dalam mewujudkan cita-cita “menjadi manusia yang
berguna”.
Para ulama Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui
keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran
kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil
merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci
merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap
diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan
kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam
kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga
setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan
sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa.
Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia
memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik,
menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang
dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan
umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”74
Anak sebagai amanah dari Allah, membentuk 3 dimensi hubungan,
dengan orang tua sebagai sentralnya. Pertama, hubungan kedua orang tuanya
dengan Allah yang dilatarbelakangi adanya anak. Kedua, hubungan anak
(yang masih memerlukan banyak bimbingan) dengan Allah melalui orang
tuanya. Ketiga, hubungan anak dengan kedua orang tuanya di bawah
bimbingan dan tuntunan dari Allah.75
Mendidik anak-anak menjadi manusia yang taat beragama Islam ini,
pada hakekatnya adalah untuk melestarikan fitrah yang ada dalam setiap diri
pribadi manusia, yaitu beragama tauhid, agama Islam.
Seorang anak itu mempunyai “dwi potensi”yaitu bisa menjadi baik dan
buruk. Oleh karena itu orang tua wajib membimbing, membina dan mendidik
74 Wira, http://anakmuslim.wordpress.com 75 Bakir Yusuf Barmawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak,
(Semarang: Dina Utama, 1993), hlm. 5.
40
anaknya berdasarkan petunjuk-petunjuk dari Allah dalam agama-Nya, agama
Islam agar anak-anaknya dapat berhubungan dan beribadah kepada Allah
dengan baik dan benar. Oleh karena itu anak harus mendapat asuhan,
bimbingan dan pendidikan yang baik, dan benar agar dapat menjadi remaja,
manusia dewasa dan orang tua yang beragama dan selalu hidup agamis.
Sehingga dengan demikian, anak sebagai penerus generasi dan cita-cita orang
tuanya, dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dapat
memenuhi harapan orang tuanya dan sesuai dengan kehendak Allah.76
Dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan pengasuhan anak ini, ajaran
Islam yang tertulis dalam al-Qur’an, Hadits, maupun hasil ijtihad para ulama
(intelektual Islam) telah menjelaskannya secara rinci, baik mengenai pola
pengasuhan anak pra kelahiran anak, maupun pasca kelahirannya. Allah SWT
memandang bahwa anak merupakan perhiasaan dunia. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 46;
ãΑ$ yϑ ø9 $# tβθ ãΖ t6 ø9 $# uρ èπ uΖƒ Η Íο 4θ uŠ ys ø9 $# $ u‹ ÷Ρ ‘‰9 $# ( àM≈ uŠ É)≈ t7 ø9 $# uρ àM≈ ys Î=≈ ¢Á9 $# î ö yz y‰Ζ Ïã y7 Î n/ u‘
$ \/# uθ rO î ö yz uρ Wξ tΒ r&
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. QS. al-Khafi: 46)77
Dalam ayat lain Allah berfirman;
$ pκ š‰ r' ¯≈ tƒ t⎦⎪ Ï% ©! $# (#θ ãΖ tΒ# u™ (# þθ è% ö/ ä3 |¡ àΡ r& ö/ ä3‹ Î= ÷δ r& uρ # Y‘$ tΡ …
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka … (QS. at-Tahrim: 6)78
Dengan demikian mendidik dan membina anak beragama Islam adalah
merupakan suatu cara yang dikehendaki oleh Allah agar anak-anak kita dapat
terjaga dari siksa neraka. Cara menjaga diri dari api neraka adalah dengan
jalan taat mengerjakan perintah-perintah Allah.
76 Ibid. hlm. 5. 77 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 238 78 Ibid, hlm. 448
41
Ada beberapa aspek yang sangat penting sebagai bentuk materi
pendidikan agama (Islam) untuk diperhatikan orang tua, yaitu:
1) Pendidikan ibadah
2) Pokok-pokok ajaran Islam dan membaca al-Qur'an
3) Pendidikan akhlak
4) Pendidikan akidah Islamiyah.79
Aspek inilah yang menjadi tiang utama dalam pendidikan Islam.
Pendidikan ibadah, khususnya pendidikan shalat disebutkan dalam ayat 13 surat
Lukman yang berbunyi:
¢© o_ ç6≈ tƒ ÉΟ Ï% r& nο 4θn=¢Á9 $# ö ãΒù& uρ Å∃ρã ÷èyϑø9 $$Î/ tµ ÷Ρ$# uρ Ç⎯ tã Ì s3Ζ ßϑø9 $# ÷ É9ô¹ $# uρ 4’ n? tã !$tΒ y7 t/$|¹ r& ( ¨βÎ)
y7 Ï9≡ sŒ ô⎯ ÏΒ ÇΠ ÷“ tã Í‘θãΒW{ $#
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah orang berbuat baik dan laranglah dia berbuat munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya hal yang demikian itu termasuk sesuatu yang diwajibkan Allah”. (Q.S. Lukman: 17).80
Pendidikan shalat ini tidak terbatas pada kaifiyah untuk menjalankan
shalat yang lebih bersifat fiqhiyah saja, melainkan termasuk menanamkan nilai-
nilai di balik pelaksanaan ibadah shalat. Mereka harus mampu tampil sebagai
pelopor amar ma’ruf dan nahi munkar serta jiwanya teruji menjadi orang yang
sabar.
Mengenai pendidikan akhlak menjadi sangat penting untuk dikemukakan
dalam pendidikan keluarga, sebagaimana disebutkan dalam surat Lukman:
Ÿω uρ ö Ï iè |Á è? š‚ £‰ s{ Ĩ$ ¨Ζ= Ï9 Ÿω uρ Ä· ôϑ s? ’ Îû ÇÚ ö‘ F{ $# $ ·m t tΒ ( ¨β Î) ©! $# Ÿω = Ït ä† ¨≅ ä.
5Α$ tF øƒ èΧ 9‘θ ã‚ sù
“Dan Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
79 Chabib Thoha, op.cit., hlm. 105. 80 Sunarjo, dkk, op. cit., hlm. 655
42
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”(QS.Luqman : 18).81
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa tekanan utama pendidikan
keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak
membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada kedua orang tua,
bertingkah laku sopan baik dalam perilaku keseharian maupun dalam bertutur
kata.
Aspek berikutnya dalam pendidikan Islam pada keluarga adalah
pendidikan akidah. Akidah yang merupakan inti dari dasar keimanan seseorang
yang harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Hal ini telah disebutkan
dalam surat Lukman ayat 13:
øŒ Î) uρ tΑ$ s% ß⎯≈ yϑ ø) ä9 ⎯ ϵ ÏΖ ö/ eω uθ èδ uρ … çµ Ýà Ïè tƒ ¢© o_ ç6≈ tƒ Ÿω õ8 Î ô³ è@ «! $$ Î/ ( χ Î) x8 ÷ Å e³9 $# íΟ ù= Ýà s9
ÒΟŠ Ïà tã
“Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: “hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mensekutukan (Allah) adalah dosa yang besar”. (Q.S. Lukman ayat 13).82
Dari ayat tersebut Lukman telah diangkat kisahnya oleh Allah S.W.T.
dalam al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan menjadi
dasar pedoman hidup setiap muslim. Ini berarti bahwa pola umum pendidikan
keluarga menurut Islam dikembalikan kepada pola yang dilaksanakan Lukman
dan anaknya.
Keempat aspek inilah yang dapat dipedomani bagi umat Islam, yakni
pendidikan ibadah. Pendidikan nilai dan pengajaran al-Qur'an, pendidikan akhlak
al-karimah, serta pendidikan akidah.
Oleh karena itu pada setiap muslim, pemberian jaminan bahwa setiap
anak dalam keluarga akan mendapatkan asuhan yang baik, adil, merata dan
bijaksana, merupakan suatu kewajiban bagi kedua orang tua. Lantaran jika
asuhan terhadap anak-anak tersebut sekali saja kita abaikan, maka niscaya
81 Ibid. 82 Ibid, hlm. 654
43
mereka akan menjadi rusak. Minimal tidak akan tumbuh dan berkembang
secara sempurna.83
C. Kajian Penelitian yang Relevan
Telaah pustaka digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap
penelitian atau karya ilmiah yang ada, baik mengenai kekurangan ataupun
kelebihan yang ada sebelumnya. Selain itu, telaah pustaka juga mempunyai
andil besar dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya
tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk memperoleh
landasan teori ilmiah.
Telaah pustaka digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap
penelitian atau karya ilmiah yang ada, baik mengenai kekurangan ataupun
kelebihan yang ada sebelumnya. Selain itu, telaah pustaka juga mempunyai
andil besar dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya
tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk memperoleh
landasan teori ilmiah.
1. Sri Korina (3199070) dalam skripsinya yang berjudul "Kepemimpinan
Orang Tua Pengaruhnya Terhadap Kenakalan Remaja (Studi kasus di
Desa Mlatiharjo Gajah Demak)", lulus tahun 2004 yang dalam
pembahasannya menghubungkan ketiga tipe kepemimpinan orang tua
yaitu otoriter, demokratis dan permissif dengan kenakalan remaja.
2. Nur Hidayati (3199014) yang berjudul "Pengaruh Pola Asuh Orang Tua
Dan Lingkungan Keluarga Terhadap Motifasi Belajar Membaca Al-
Qur'an di TPQ Al-Istiqomah Pekauman Tegal" lulus tahun 2004,
memaparkan tentang motifasi belajar membaca Al-Qur'an yang
dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan lingkungan keluarga.
3. Soimah (3100197) dalam skripsinya yang berjudul "Pengaruh Pola Asuh
Orang Tua (Thariqah Al-Hadanah Al-Walidaini) Dan Bimbingan Guru
Terhadap Kemandirian Siswa Madrsah Aliyah Negeri Kutowinangun
Kebumen" lulus tahun 2005, dalam penelitian tersebut dikaji tentang
83 Abdur Razak Husain, Hak dan Pendidikan Anak Dalam Islam, (Semarang: Fikahati Aneska, t.t.), hlm. 62.
44
bagaimana pola/cara orang tua dan guru dalam meningkatkan kemandirian
siswa.
Pada umumnya penelitian tentang pendidikan (pola asuh) orang tua
sudah banyak dikaji, namun dalam penelitian kali ini penulis mencoba
mencari hubungan dari pola asuh orang tua dengan akhlak anak, dan apakah
pola asuh yang diterapkan orang tua dengan cara demokratis yang diberikan
kepada anak akan mempengaruhi akhlak anak. Oleh karena itu layak kiranya
jika penulis mengangkat judul tersebut sebagai bahan kajian yang akan
disusun dalam bentuk skripsi, yang nantinya diharapkan dapat memberikan
sumbangsih kekayaan wacana dalam dunia pendidikan.
D. Pengajuan Hipotesis
Dalam suatu penelitian, hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar
dan mungkin salah. Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu dan akan
diterima jika fakta-fakta membenarkannya.84
Adapun hipotesis yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: Ada
pengaruh positif yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua
terhadap akhlak anak.
84 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi, 2001), Cet 3, hlm. 63.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian adalah suatu proses pengumpulan yang sistematis dan
analisis yang logis terhadap informasi (data) untuk tujuan tertentu. Sedangkan
metode penelitian (juga seringkali disebut metodologi) adalah cara-cara yang
digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang dikembangkan
untuk memperoleh pengetahuan dan menggunakan prosedur yang reliabel dan
terpercaya.1
Sedangkan metodologi mengandung makna yang lebih luas
menyangkut prosedur dan cara melakukan verifikasi data yang diperlukan
untuk menjawab masalah penelitian, termasuk untuk menguji hipotesis.2
A. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan pokok dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui penerapan pola asuh demokratis orang tua siswa MTs NU 07
Patebon Kabupaten Kendal.
2. Mengetahui akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal.
3. Mengetahui pengaruh antara pola asuh demokratis orang tua terhadap
akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua
terhadap Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal ini adalah
penelitian lapangan yang dilaksanakan mulai tanggal 9 April 2007 sampai
dengan 18 April 2007.
1 Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 10. 2 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung; Sinar Baru
Algensindo, 2001), hlm. 16.
47
Adapun tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Madrasah
Tsanawiyah NU 07 Patebon Kabupaten Kendal Daerah Provinsi Jawa Tengah.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian.3 Dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu:
1. Variabel bebas (Independent Variable)
Yaitu variable yang berperan memberikan pengaruh. Dalam penelitian ini
adalah: Pola Asuh Demokratis Orang Tua dengan indikator:
• Komunikasi orang tua dan anak
• Menerima kritik
• Memberikan pertimbangan
• Memberikan penghargaan
2. Variabel terikat (Dependent Variable)
Yaitu variable yang mendapatkan pengaruh. Dalam penelitian ini adalah:
Akhlak anak dengan indikator:
• Akhlak Terhadap Allah
• Akhlak Terhadap Sesama Manusia
• Akhlak Terhadap Lingkungan
D. Metode penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
maksudnya adalah penelitian yang langsung dilakukan di kancah atau medan
terjadinya gejala-gejala4, yang bersifat kuantitatif 5, dan metode yang
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002), hlm. 15. 4 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I ,( Yogyakarta: Andi, 2001), Cet 32, hlm. 10. 5 Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan
data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin dekitahui. Penelitian kuantitatif dapat berupa penelitian hubungan, penelitian korelasi, penelitian kuasi-eksperimental, dan penelitian eksperimental. Lihat dalam Drs. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) Cet 2, hlm. 105-106.
48
digunakan adalah metode survey 6 untuk memperoleh data tentang pengaruh
pola asuh orang tua dan akhlak anak
Sedangkan teknik yang digunakan untuk menetukan pengaruh antara
dua gejala variabel dalam penelitian ini digunakan analisis regresi, yaitu
analisis regresi satu prediktor untuk mengetahui pengaruh pola asuh
demokratis orang tua terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten
Kendal.
E. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.7 Populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan siswa MTs NU 07 Patebon tahun
pelajaran 2006/2007. Adapun jumlah keseluruhan siswa dari kelas VII,
VIII dan IX adalah 390 siswa yang terbagi dalam tiga kelas. Perincian
pembagian kelas tersebut adalah:
⇒ Kelas VII terdiri dari 160 siswa dalam 4 kelas, dengan perincian:
kelas VII.A terdiri dari 39 siswa, kelas VII.B terdiri dari 40 siswa,
kelas VII.C terdiri dari 39 siswa, kelas VII.D terdiri dari 42 siswa
⇒ Kelas VIII terdiri dari 120 siswa dalam 3 kelas, dengan perincian:
kelas VIII.A terdiri dari 40 siswa, kelas VIII.B terdiri dari 40 siswa,
kelas VIII.C terdiri dari 40 siswa
⇒ Kelas IX terdiri dari 110 siswa dalam 3 kelas, dengan perincian: kelas
IX.A terdiri dari 38 siswa, kelas IX.B terdiri dari 36 siswa, kelas IX.C
terdiri dari 36 siswa
2. Sampel
Sampel adalah penarikan sebagian dari populasi.8 Adapun jika
subyeknya kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semua
6 Survey adalah pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan
yang terang dan baik terhadap suatu persoalan tertentu dan di dalam suatu daerah tertentu. Lihat dalam Drs. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000) Cet 2, hlm. 29.
7 Sutrisno Hadi, op. cit., hlm. 108. 8 Ibid., hlm. 109.
49
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya
apabila subyeknya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil antara
10%-15% atau 20%-25% atau lebih tergantung pada situasi dan kondisi.9
Populasi dalam penelitian ini lebih dari 100 orang, oleh sebab itu penulis
mengambil sampel 23.1% dari populasi yang ada. Dengan demikian
sampel yang penulis ambil adalah 23.1% dari 390 siswa yaitu 90.09 atau
dibulatkan menjadi 90 siswa.
3. Tekhnik Pengambilan Sampel
Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah stratified random sampling yaitu cara mengambil sampel pada
setiap strata/tingkatan kelompok dari jumlah populasi yang ada.10 Tekhnik
ini dipandang sangat tepat karena pada sekolah tersebut terdapat tingkatan-
tingkatan kelas yakni kelas VII, VIII dan IX, sehingga sampel yang ada
tidak seragam atau bersifat heterogen.
Setelah angket yang diisi oleh siswa terkumpul, kemudian
dilakukan penskoran dengan masing-masing kategori nilai untuk
mengelompokkan masing-masing pola asuh orang tua sebagai berikut:
a. Jumlah prosentase tertinggi untuk jawaban a merupakan pola asuh
demokratis. Jumlah anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter adalah
50 anak.
b. Jumlah prosentase tertinggi untuk jawaban b merupakan pola asuh
otoriter. Jumlah anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis adalah
28 anak.
c. Jumlah prosentase tertinggi untuk jawaban c merupakan pola asuh
laissez-faire. Jumlah anak yang diasuh dengan pola asuh laissez-faire
adalah 12 anak.
Dari pelaksanaan tahap pertama tersebut diketahui jumlah siswa
yang diasuh orang tua dengan pola asuh Demokratis adalah 50 siswa,
9 Ibid, hlm.112. 10 Ibid, hlm.115.
50
sehingga yang menjadi responden atas penelitian ini berjumlah 50
responden.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka penulis menggunakan berbagai metode pengumpulan data sebagai
berikut:
1) Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.11
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang situasi
dan kondisi umum MTs NU 07 Patebon. Metode ini juga digunakan untuk
mengetahui sarana dan prasarana yang ada, tinjauan historis, letak
geografis serta untuk mengumpulkan data-data statistik lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Misalnya menyangkut jumlah siswa,
jumlah guru, dan sebagainya.
2) Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, dan sebagainya.12 Metode ini
dipergunakan untuk memperoleh data tentang keadaan guru, jumlah siswa,
keadaan sekolah, dan data-data lain yang bersifat dokumen. Metode ini
dimaksudkan sebagai tambahan untuk bukti penguat.
3) Angket/Quesioner
Metode angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada
orang lain dengan maksud agar orang yang diberi tersebut bersedia
memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna.13 Metode ini
digunakan untuk menggali data tentang bagaimana pola asuh orang tua
dan akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
11 S. Margono, op.cit., hlm. 10. 12 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 206. 13 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), Cet.5,
hlm.136.
51
G. Teknik Analisis Data
Untuk mengolah data yang peneliti peroleh, peneliti menggunakan
analisis regresi satu prediktor, yaitu menganalisis seberapa besar pengaruh
pola asuh demokratis orang tua terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal.
Dalam analisis ini peneliti menggunakan tekhnik analisis statistik.
Adapun tahapan analisisnya adalah sebagai berikut:
1. Analisis Pendahuluan
Analisis pendahuluan adalah untuk mengetahui gambaran mengenai
penerapan Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan akhlak anak di MTs
NU 07 Patebon Kabupaten Kendal, serta sejauh mana pengaruh pola asuh
demokratis orang tua terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal.
Pada tahap ini data yang telah diperoleh dari hasil angket yang
disebarkan dan telah diberi skor atau bobot nilai pada setiap alternatif
jawaban dengan mengubah data yang bersifat kualitatif menjadi data
kuantitatif. Adapun dalam pemberian skor atau bobot nilai tersebut
peneliti mengkategorikannya sebagai berikut:
- Untuk alternatif jawaban SS dengan skor 4
- Untuk alternatif jawaban S dengan skor 3
- Untuk alternatif jawaban KS dengan skor 2
- Untuk alternatif jawaban TS dengan skor 1
Setelah data terkumpul, penulis melakukan penyusunan data dari
hasil angket jawaban responden mengenai pola asuh orang tua dan
akhlak anak. Dari tabel masing-masing variabel tersebut kemudian dicari
mean atau nilai rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
M = ΝΣΜ
Dimana M = Nilai rata-rata
ΣM = Jumlah keseluruhan nilai rata-rata yang dicari
52
N = Jumlah responden
2. Analisis Uji Hipotesis
Analisis uji hipotesis adalah menghitung lebih lanjut pada distribusi
frekuensi dan dilanjutkan dengan menguji hipotesis. Analasis ini
bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang telah diajukan dengan
cara menghitung lebih lanjut hasil total dari scoring penelitian.
Dalam hal ini peneliti menggunakan rumus regresi satu prediktor,
adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
a. Mencari korelasi antara kriterium (Y) dengan prediktor (X)
Korelasi antara prediktor (X) dengan kriterium (Y) melalui teknik
korelasi product moment dari Pearson, sebagai berikut:
rxy = ( )( )22 yx
xyΣΣ
Σ
b. Menguji apakah korelasi itu signifikan ataukah tidak
Untuk menguji apakah harga (rxy) itu signifikan atau tidak, kita dapat
berkonsultasi dengan tabel r – teoritik dengan (N) atau derajat
kebebasan (db = N-2), pada taraf signifikansi 1% dan 5%.
c. Mencari persamaan garis regresinya.
Kita dapat membuat garis regresi untuk prediksi dengan rumus garis
regresi satu prediktor, yaitu:
Y = aX + K
Keterangan:
Y = kriterium; X = prediktor
a = intercept (bilangan koefisien prediktor)
K = bilangan konstan
d. Mencari signifikansi persamaan regresi
Freg = res
reg
RKRK
Keterangan:
Freg : harga bilangan-F untuk garis regresi;
53
RKreg : rerata kuadrat garis regresi,
RKres : rerata kuadrat garis residu.
Langkah selanjutnya setelah diperoleh hasil penghitungan Freg
adalah mengkonsultasikan Freg hasil penghitungan (F observasi) dengan
F yang ada dalam tabel (Ft). Dengan kata lain apabila dalam
penghitungan ternyata Freg sama atau lebih besar dari harga Ft yang
tertera dalam tabel sesuai dengan taraf signifikansi 1% dan 5% maka
kesimpulannya ada pengaruh yang meyakinkan antara variabel X dan
variabel Y. Akan tetapi apabila dari penghitungan ternyata Freg lebih
kecil dari harga Ft pada taraf signifikansi 1% dan 5% maka
kesimpulannya tidak ada pengaruh yang meyakinkan antara variabel X
dan variabel Y.
3. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara menarik kesimpulan secara
verbal mengenai pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap
akhlak anak di MTs. NU 07 Patebon Kabupaten Kendal berdasarkan atas
hasil dari penghitungan harga F hitung dengan rumus regresi satu
prediktor tersebut setelah dikonsultasikan dengan harga F pada tabel.
54
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Umum tentang MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal
1) Sejarah Berdirinya MTs NU 07 Patebon
Berawal dari latar belakang untuk melestarikan kader-kader
Nahdlatul Ulama’ di wilayah Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal, maka
pada masa kepengurusan MWC NU yang Ro’is Syuriyah masih dipegang
oleh Ky. Muhtas Nuri Azizi mempunyai insisiatif untuk mendirikan sebuah
sarana pendidikan. Dengan berbagai tahap musyawarah di rumah beliau yaitu
di dukuh Padatan Desa Lanji Kecamatan Patebon, maka pada tanggal 22
Desember 1977 di sepakati didirikannya lembaga pendidikan yang bernama
MTs NU 07 Patebon.
Kegiatan belajar mengajar pertama kali dilaksanakan dengan
menumpang di SD Inpres Kebonharjo yaitu masuk sekolah pada sore hari.
Setelah berjalan selama beberapa tahun ternyata kegiatan belajar mengajar ini
sempat mengalami kefakuman. Namun dengan semangat dari para pengurus
MWC NU Patebon dan dukungan dari semua pihak, sekolah ini dapat
berjalan aktif kembali dengan cara menumpang di MDA (Madrasah Dinniyah
Awwaliyah) al-Itqon.
Sekarang MTs NU 07 Patebon telah berkembang dengan pesat dan
sudah berstatus akreditasi B pada tahun 2005. Bahkan saat memiliki gedung
yang tidak kalah lengkapnya dengan sekolah-sekolah negeri lainnya. MTs
NU 07 Patebon telah mengalami perkembangan yang berarti dari tahun ke
tahun, dan akan terus berkiprah dengan segala kegiatan dan pembelajaran
serta perbaikan ke arah yang lebih maju.
Adapun para tokoh pendiri MTs Nu 07 Patebon antara lain adalah:
a. Ky. Muhtas Nuri Azizi
b. Ky. Munawwar
c. Ky. Dahlan Aini
55
2) Keadaan Geografis MTs NU 07 Patebon
MTs NU 07 Patebon beralamatkan di jalan KH. Abu Bakar No. 08
Kebonharjo Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal 51351 Jawa Tengah.
Madrasah ini berada pada dataran rendah dengan lingkungan pekerjaan
pertanian dan masuk pada wilayah pedesaan. Madrasah ini juga berbatasan
dengan berbagai berbagai tempat antara lain:
a. Di sebelah utara dengan kantor KPN Kecamatan Patebon
b. Di sebelah timur dengan STM Bhenika
c. Di sebelah selatan dengan SMP Negeri Patebon
d. Di sebelah barat dengan Polsek Patebon
3) Keadaan Guru dan Karyawan MTs NU 07 Patebon
Jumlah guru di MTs NU 07 Patebon seluruhnya adalah berjumlah 23
orang dengan 15 guru laki-laki dan 8 guru perempuan. Sedangkan jumlah
karyawan sebanyak 6 orang yaitu 4 orang tenaga administrasi dan 2 orang
pembantu sekolah. Untuk lebih jelasnya berikut akan ditampilkan tabel
keadan guru dan karyawan serta jabatan-jabatannya.
Tabel. 01
Keadaan Guru dan karyawan MTs Nu 07 Patebon Tahun 2007
a) Guru
No Nama Ijazah
Terakhir Jabatan Mapel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Muchlish, S.Ag
Maddah Azizi
Drs. H. Muh Lazim
Romdlon, BA
H. Fathurrohman
Dra. Hj. Fatchiyah
Siti Sutarni, S.Ag
Fitriyah, A.Md
Rosidah Fitriyanti, S.Pd
S1
DIP.LIPIA
S1
Sarmud
MA
S1
S1
D3
S1
KaMad
Wk. Kurikulum
Wk. Kesiswaan
Wk. Sarana Prasarana
Wk. Humas
Wali Kelas VIIA
Wali Kelas VIIB
Wali Kelas VIIC
Wali Kelas VIID
Fisika
B.Indonesia
SKI, KeNUan
Qur’an Hadits
B. Inggris
B. Indonesia
B.Indonesia
Matematika
56
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Siti Simyanah, S.Ag
Drs. Muntholib
M. Nasikhin Ch
Siti Umi Masruroh, S.Pd
Dra. Hj. Samiah
Sunarimo
Mukhmmad Isrok, S.Ag
Ahmad Ayub HM
Ach. Zaeni
H. Achmad Chumaidi
Fahrurrozi
A. Djazuli, BA
Pariyati, S.Ag
Masturi
Achmad Noer Sodiq
Siti Mahmudah
Nur Hidayati
Nur Abidah
Ali Usman
A. Zaenuri
S1
S1
PGA
S1
S1
MA
S1
PGA
PGA
PGA
PGA
Sarmud
S1
S1
MA
SMEA
SMEA
SMEA
MTs
SD
Wali Kelas VIIIA
Wali Kelas VIIIB
Wali Kelas VIIIC
Wali Kelas IXA
Wali Kelas IXB
Wali Kelas IXC
Pengg. OSIS
-
-
-
-
-
-
-
Kepala TU
Staf TU
Bendahara
Petugas Perpustakaan
Penjaga Sekolah
Penjaga Sekolah
Biologi
Aqidah Akhlak
Sejarah
PPKn,Kewiraan
B. Inggris
B. Arab
Matematika
B. Arab
B. Jawa, Mulok
KeNUan,Mulok
Fiqih
Pend. Seni
Biologi
Penjaskes
4) Keadaan siswa di MTs NU 07 Patebon.
MTs NU 07 Patebon Tahun Ajaran 2006/2007 mempunyai siswa
keseluruhan berjumlah 381 siswa yang terdiri dari 191 siswa laki-laki dan
190 siswa perempuan. Adapun seluruh siswa MTs NU 07 Patebon ini
beragama Islam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini
Table. 02
Keadaan Siswa MTs NU 07 Patebon Tahun 2007
No Kelas Siswa Siswi Jumlah
1
2
VIIA
VIIB
18
18
20
20
38
38
57
3
4
VIIC
VIID
20
19
20
20
40
39
Jumlah 75 80 155
5
6
7
VIIIA
VIIIB
VIIIC
18
19
20
21
20
20
39
39
40
Jumlah 57 61 118
8
9
10
IXA
IXB
IXC
22
18
19
16
18
15
38
36
34
Jumlah 59 49 108
TOTAL 191 190 381
5) Sarana dan Prasarana MTs NU 07 Patebon 2007
a. Keliling tanah seluruhnya seluas 1. 313 m, yang sudah dipagar permanen
(termasuk pagar hidup) seluas 871 m
b. Luas Tanah/Persil yang Dikuasai Sekolah menurut Status Pemilikan dan
Penggunaan
Tabel. 03
Sarana dan Prasarana MTs NU 07 Patebon 2007
Penggunaan Setatus
Pemilikan
Luas Tanah
Seluruhnya Bangunan Halaman/
Taman
Lapangan
Olah Raga Kebun
Lain-
lain
Sertifikat 871 m2 541 m2 330 m2 - - - Milik
Belum 442 m2 - - 442 m2 - -
Bukan Milik - - - - - -
c. Perlengkapan
1. Perlengkapan administrasi
Mesin Komputer Printer Ketik Hitung FotoCopyRak
BukuFilling Cabinet Lemari Meja Kursi
2 1 2 1 - 3 6 7 7 7
58
2. Perlengkapan belajar mengajar
Komputer Printer LCD Meja Guru
Kursi Guru
Meja Siswa
Kursi Siswa Lemari TV/Audio
20 - - 22 22 185 325 2 2
3. Buku dan alat pendidikan tiap mata pelajaran
Buku Alat Peraga
Pegangan Guru Teks. Siswa Penunjang No Mata Pelajaran
Jml. Judul
Jml. Eks
Jml. Judul
Jml. Eks
Jml. Judul
Jml. Eks
Peraga (set)
Praktik (set)
Software Pemb. (set)
1 Al-Qur’an Hadist 2 93
2 Aqidah Akhlak 1 22
3 Fiqih 2 90
4 B. Arab 1 36
5 Sej. Keb. Islam 1 35
6 B. Indonesia 4 4 4 492
7 B. Inggris 5 5 5 464
8 Matematika 7 7 7 652
IPA
a. Fisika 4 4 4 325 1
b. Biologi 4 4 4 300 1
9
c. Kimia 2 2 2 254
IPS
a. Sosiologi 3 3 3 373
13
b. Geografi 3 3 3 373 1
4. Ruang menurut jenis, status pemilikan, kondisi dan luas
Milik
Baik Rusak Ringan Rusak Berat No Jenis Ruangan
Jml. Luas (m2) Jml. Luas (m2) Jml. Luas (m2)
1 Teori/Kelas 7 392 3 168
2 Aula 2 336
59
3 Lab.Komputer 1 56
4 Kep.Madrasah 1 12
5 Guru 1 56
6 BP 1 10
7 TU 1 36
8 Perpustakaan 1 56
9 UKS 1 10
10 Koperasi/toko 1 5
11 OSIS 1 10
12 Gudang 1 18
13 Mushola 1 56
14 K.M. Guru 1 5
15 K.M. Murid 1 5
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Pengumpulan data mengenai pola asuh demokratis orang tua dan akhlak
anak adalah menggunakan metode angket yang dilakukan melalui dua tahap,
yaitu dengan cara memberikan angket tentang pola asuh orang tua kepada 90
siswa MTs NU 07 Patebon yang digunakan untuk menjaring atau
mengidentifikasi siswa yang diasuh dengan pola asuh demokratis. Kemudian dari
hasil angket tersebut terdapat 50 siswa yang diasuh dengan pola asuh Demokratis
sehingga responden atas penelitian ini berjumlah 50 siswa.
Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan untuk memudahkan
jalannya analisis adalah dengan melalui tiga tahapan yaitu analisis pendahuluan,
analisis uji hipotesis dan analisis lanjut.
1. Analisis Pendahuluan
Analisis ini merupakan pengolahan awal dari data yang telah
terkumpul melalui angket yang telah disebarkan kepada responden selama
penelitian. Data tersebut dimasukkan ke dalam tabel persiapan dengan
memberi skor pada setiap alternatif jawaban responden. Masing-masing
60
pertanyaan pada data pola asuh demokratis orang tua maupun akhlak anak
terdiri dari empat alternatif jawaban a, b, c dan d dengan skor masing-masing
4, 3, 2 dan 1. Data tersebut akan didistribusikan sebagai berikut :
Untuk mengetahui pola asuh demokratis orang tua dan akhlak siswa
MTs NU 07 Patebon, maka berikut ini peneliti sajikan tentang tabel yang
memuat jawaban responden melalui angket yang telah peneliti berikan
dengan nilai pada tabel tersebut merupakan nilai dari jawaban responden
yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut
1) Data Pola Asuh Demokratis Orang Tua di MTs Nu 07 Patebon
Tabel. 04
Data Hasil Angket mengenai Pola Asuh Demokratis Orang Tua
Jawaban Nilai No Resp A B C D 4 3 2 1
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. 15 5 3 2 60 15 6 2 83 2. 14 5 4 2 56 15 8 2 81 3. 12 5 7 1 48 15 14 1 78 4. 12 7 5 1 48 21 10 1 80 5. 12 7 5 1 48 21 10 1 80 6. 19 5 1 0 76 15 2 0 93 7. 13 4 5 3 52 12 10 3 77 8. 10 7 5 3 40 21 10 3 74 9. 12 5 6 2 48 15 12 2 77 10. 10 7 8 0 40 21 16 0 77 11. 11 7 7 0 44 21 14 0 79 12. 7 4 9 5 28 12 18 5 63 13. 11 5 5 4 44 15 10 4 73 14. 19 4 2 0 76 12 4 0 92 15. 17 5 5 1 68 15 10 1 94 16. 12 7 5 1 48 21 10 1 80 17. 11 8 5 1 44 24 10 1 79 18. 8 5 10 2 32 15 20 2 69 19. 16 5 2 2 64 15 4 2 85 20. 10 11 4 0 40 33 8 0 81
61
21. 6 2 14 3 24 6 28 3 61 22. 8 4 11 2 32 12 22 2 68 23. 8 8 9 0 32 24 18 0 74 24. 10 0 10 5 40 0 20 5 65 25. 12 2 10 1 48 6 20 1 75 26. 12 7 6 0 48 21 12 0 81 27. 13 1 9 2 52 3 18 2 75 28. 16 3 6 0 64 9 12 0 85 29. 15 3 6 1 60 9 12 1 82 30. 12 3 10 0 48 9 20 0 77 31. 9 10 6 0 36 30 12 0 78 32. 8 8 8 1 32 24 16 1 73 33. 9 8 7 1 36 24 14 1 75 34. 12 8 5 0 48 24 10 0 82 35. 9 9 7 0 36 27 14 0 77 36. 12 1 9 3 48 3 18 3 72 37. 13 3 3 6 52 9 6 6 73 38. 11 6 8 0 44 18 16 0 78 39. 15 0 7 3 60 0 14 3 77 40. 7 9 6 3 28 27 12 3 70 41. 9 10 6 0 36 30 12 0 78 42. 6 12 7 0 24 36 14 0 74 43. 18 5 2 0 72 15 4 0 91 44. 17 6 2 0 68 18 4 0 90 45. 11 7 6 1 44 21 12 1 78 46. 16 8 1 0 64 24 2 0 90 47. 10 8 7 0 40 24 14 0 78 48. 10 3 8 4 40 9 16 4 69 49. 8 12 5 0 32 36 10 0 78 50. 22 2 1 0 88 6 2 0 96
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa perolehan nilai tertinggi
dari Pola Asuh Demokratis Orang Tua di MTs NU 07 Patebon adalah 96
dan nilai terendah 61.
62
a. Mencari interval nilai, untuk menentukan kualifikasi dan interval di
gunakan rumus sebagai berikut:
KRI =
R = H – L
K = 1 + (3.3) log N
Keterangan:
I = Lebar interval
R = Rentang (range)
N = Banyaknya sampel
K = Banyaknya kelas
R = 96 – 61 = 35
K = 1 + (3,3) log 50
= 1 + (3,3) (1,699)
= 6,607 dibulatkan menjadi 7
I = 5735
=
Dari perhitungan data di atas, diperoleh kualifikasi dan
interval nilai sebagai berikut:
Tabel. 05
Distribusi, Frekuensi Pola Asuh Demokratis Orang Tua
Nilai Interval Frekuensi
91 – 96 1
86 – 90 6
81 – 85 8
76 – 80 18
71 – 75 10
66 – 70 4
61 – 65 3
63
Tabel. 06
Kualifikasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua
Nilai Interval Frekuensi Kualifikasi
61 – 72 8 Kurang
73 – 84 33 Cukup
85 – 96 9 Baik
b. Mencari nilai rata-rata (mean)
Tabel. 07
Distribusi Frekuensi Skor Mean Variabel Pola Asuh Orang Tua
Nilai
Interval X1 Frekuensi FX1 Distribusi
91 – 96 93,5 1 93,5 86 – 90 88 6 528 81 – 85 83 8 664 76 – 80 78 18 1404 71 – 75 78 10 780 66 – 70 68 4 272 61 – 65 63 3 189
Jumlah 50 3930,5
∑∑
=f
fXM 1
505,3930
=
78,61=
Dapat diketahui bahwa Pola Asuh Demokratis Orang Tua di MTs
NU 07 Patebon Kabupaten Kendal mempunyai nilai rata-rata sebesar
78,61 pada interval 73 – 84 atau ada dalam kategori cukup
Setelah data dalam distribusi frekuensi skor mean, data kemudian
diubah ke dalam bentuk nilai distribusi frekuensi seperti dalam tabel
berikut.
64
Tabel. 08
Nilai Distribusi Frekuensi Relatif Variabel Pola Asuh Orang Tua
Nilai Interval Frekuensi Prosentase
91 – 96 1 2 %
86 – 90 6 12 %
81 – 85 8 16 %
76 – 80 18 36 %
71 – 75 10 20 %
66 – 70 4 8 %
61 – 65 3 6 %
Berdasarkan data tentang distribusi frekuensi skor mean dan nilai
distribusi frekuensi di atas, kemudian divisualisasikan dalam bentuk
histogram seperti dalam gambar berikut:
0
5
10
15
20
25
30
35
40
61 – 65 66 – 70 71 – 75 76 – 80 81 – 85 86 – 90 91 – 96
Frekuensi
Prosentase
Gambar. 1 Histogram Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua
2) Data Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon
Untuk mengetahui nilai kuantitatif data tentang Akhlak Anakdi
MTs NU 07 Patebon dapat dilakukan dengan menjumlahkan skor
jawaban angket dari responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
65
Tabel. 9
Data hasil angket mengenai Akhlak Siswa
Jawaban Nilai No Resp A B C D 4 3 2 1
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. 16 1 8 0 64 3 16 0 83 2. 17 8 0 0 68 24 0 0 92 3. 12 4 9 0 48 12 18 0 78 4. 12 4 9 0 48 12 18 0 78 5. 12 4 9 0 48 12 18 0 78 6. 17 8 0 0 68 24 0 0 92 7. 12 5 8 0 48 15 16 0 79 8. 13 11 1 0 52 33 2 0 87 9. 5 10 10 0 20 30 20 0 70 10. 13 11 1 0 52 33 2 0 87 11. 10 13 2 0 40 39 4 0 83 12. 7 12 6 0 28 36 12 0 76 13. 16 7 2 0 64 21 4 0 89 14. 10 15 0 0 40 45 0 0 85 15. 11 13 1 0 44 39 2 0 85 16. 16 3 6 0 64 9 12 0 85 17. 5 17 3 0 20 51 6 0 77 18. 10 9 5 1 40 27 10 1 78 19. 9 6 10 0 36 18 20 0 74 20. 5 13 7 0 20 39 14 0 73 21. 8 10 7 0 32 30 14 0 76 22. 8 10 7 0 32 30 14 0 76 23. 7 12 6 0 28 36 12 0 76 24. 9 0 16 0 36 0 32 0 68 25. 5 11 8 1 20 33 16 1 70 26. 10 12 0 3 40 36 0 3 79 27. 3 12 10 0 12 36 20 0 68 28. 6 13 6 0 24 39 12 0 75 29. 11 8 5 1 44 24 10 1 79 30. 3 6 16 0 12 18 32 0 62 31. 2 13 10 0 8 39 20 0 67
66
32. 7 11 7 0 28 33 14 0 75 33. 0 4 21 0 0 12 42 0 54 34. 16 8 1 0 64 24 2 0 90 35. 14 10 0 1 56 30 0 1 87 36. 9 0 16 0 36 0 32 0 68 37. 16 5 4 0 64 15 8 0 87 38. 9 11 5 0 36 33 10 0 79 39. 6 14 5 0 24 42 10 0 76 40. 13 10 2 0 52 30 4 0 86 41. 8 12 5 0 32 36 10 0 78 42. 4 9 11 0 16 27 22 0 65 43. 20 5 0 0 80 15 0 0 95 44. 19 6 0 0 76 18 0 0 94 45. 2 16 7 0 8 48 14 0 70 46. 11 14 0 0 44 42 0 0 86 47. 11 11 3 0 44 33 6 0 83 48. 7 10 5 3 28 30 10 3 71 49. 9 16 0 0 36 48 0 0 84 50. 17 8 0 0 68 24 0 0 92
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa perolehan nilai tertinggi
dari Akhlak siswa MTs NU 07 Patebon adalah 95 dan nilai terendah 54
a. Mencari interval nilai, untuk menentukan kualifikasi dan interval di
gunakan rumus sebagai berikut:
KRI =
R = H – L
K = 1 + (3.3) log N
Keterangan:
I = Lebar interval
R = Rentang (range)
N = Banyaknya sampel
K = Banyaknya kelas
R = 95 – 54 = 41
67
K = 1 + (3,3) log 50
= 1 + (3,3) (1,699)
= 6,607 dibulatkan menjadi 7
I = 86,5741
=
Dibulatkan menjadi 6
Dari perhitungan data di atas, diperoleh kualifikasi dan
interval nilai sebagai berikut:
Tabel. 10
Distribusi, Frekuensi Akhlak Siswa
Nilai Interval Frekuensi
90 – 95 6 84 – 89 11 78 – 83 12 72 – 77 10 66 – 71 8 60 – 65 2 54 – 59 1
Tabel. 11
Kualifikasi Akhlak Siswa
Nilai Interval Frekuensi Kualifikasi
54 – 67 4 Kurang
68 – 81 26 Cukup
82 – 95 20 Baik
b. Mencari nilai rata-rata (mean)
68
Tabel. 12
Distribusi Frekuensi Skor Mean Variabel Akhlak Anak
Nilai
Interval X1 Frekuensi FX1 Distribusi
90 – 95 92,5 6 555 84 – 89 86,5 11 951,5 78 – 83 80,5 12 966 72 – 77 74,5 10 745 66 – 71 68,5 8 548 60 – 65 62,5 2 125 54 – 59 56,5 1 56,5
Jumlah 50 3947
∑∑
=f
fXM 1
= 50
3947
= 78,94
Dapat diketahui bahwa Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal mempunyai nilai rata-rata sebesar 78,94 pada interval
68 – 81 atau ada dalam kategori cukup
Setelah data dalam distribusi frekuensi skor mean, data kemudian
diubah ke dalam bentuk nilai distribusi frekuensi seperti dalam tabel
berikut.
Tabel. 13
Nilai Distribusi Frekuensi Relatif Variabel
Akhlak Anak
Nilai Interval Frekuensi Prosentase
90 – 95 6 12 % 84 – 89 11 22 % 78 – 83 12 24 % 72 – 77 10 20 % 66 – 71 8 16 % 60 – 65 2 4 % 54 – 59 1 2 %
69
Berdasarkan data tentang distribusi frekuensi skor mean dan nilai
distribusi frekuensi di atas, kemudian divisualisasikan dalam bentuk
histogram seperti dalam gambar berikut:
0
5
10
15
20
25
54 – 59 60 – 65 66 – 71 72 – 77 78 – 83 84 – 89 90 – 95
FrekuensiProsentase
Gambar. 2
Histogram Akhlak Anak
2. Analisis Uji Hipotesis
Pengujian Hipotesis merupakan analisis yang dilakukan untuk
membuktikan diterima atau ditolaknya hipotesis yang diajukan. Adapun
hipotesis yang penulis ajukan adalah Ada pengaruh pola asuh orang tua
terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kecamatan Patebon Kabupaten
Kendal.
Tabel. 14
Pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang Tua terhadap Akhlak Anak di MTs
NU 07 Patebon Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal
No X Y X2 Y2 XY
1. 83 83 6889 6889 6889 2. 81 92 6561 8464 7452 3. 78 78 6084 6084 6084 4. 80 78 6400 6084 6240 5. 80 78 6400 6084 6240 6. 93 92 8649 8464 8556 7. 77 79 5929 6241 6083
70
8. 74 87 5476 7569 6438 9. 77 70 5929 4900 5390 10. 77 87 5929 7569 6699 11. 79 82 6241 6724 6478 12. 63 76 3969 5776 4788 13. 73 89 5329 7921 6497 14. 92 85 8464 7225 7820 15. 94 85 8836 7225 7990 16. 80 85 6400 7225 6800 17. 79 77 6241 5929 6083 18. 69 78 4761 6084 5382 19. 85 74 7225 5476 6290 20. 81 73 6561 5329 5913 21. 61 76 3721 5776 4636 22. 68 76 4624 5776 5168 23. 74 76 5476 5776 5624 24. 65 68 4225 4624 4420 25. 75 70 5625 4900 5250 26. 81 79 6561 6241 6399 27. 75 68 5625 4624 5100 28. 85 75 7225 5625 6375 29. 82 79 6724 6241 6478 30. 77 62 5929 3844 4774 31. 78 67 6084 4489 5226 32. 73 75 5329 5625 5475 33. 75 54 5625 2916 4050 34. 82 90 6724 8100 7380 35. 77 87 5929 7569 6699 36. 72 68 5184 4624 4896 37. 73 87 5329 7569 6351
71
38. 78 79 6084 6241 6162 39. 77 76 5929 5776 5852 40. 70 86 4900 7396 6020 41. 78 78 6084 6084 6084 42. 74 65 5476 4225 4810 43. 91 95 8281 9025 8645 44. 90 94 8100 8836 8460 45. 78 70 6084 4900 5460 46. 90 86 8100 7396 7740 47. 78 80 6084 6400 6240 48. 69 71 4761 5041 4899 49. 78 84 6084 7056 6552 50. 96 92 9216 8464 8832 Jml. 3915 3941 309395 314421 310169
Dari tabel kerja di atas diketahui nilai-nilai sebagai berikut:
N = 50
ΣX = 3915 ΣX2 = 309395
ΣY = 3941 ΣY2 = 314421
ΣXY = 310169
78,350
3915X ==ΝΣΧ
=
78,8250
3941YY ==ΝΣ
=
Setelah hasil data tersebut diketahui, langkah selanjutnya adalah
memasukkan hasil data tersebut ke dalam rumus regresi satu prediktor
dengan skor deviasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari skor deviasi:
a. ( )222 X
ΝΣΧ
−Σ=Σx
72
= ( )50
39153093952
−
= 50
15327225309395 −
= 309395 - 306544,5
= 2850,5
b. ( )222
ΝΣΥ
−ΣΥ=Σy
= ( )50
39413144212
−
= 50
15531481314421−
= 310629,62 144213 −
= 3791,38
c. ( )( )ΝΣΥΣΧ
−ΣΧΥ=Σxy
= ( )( )50
39413915310169 −
= 50
15429015310169 −
= 308580,3310169 −
= 1588,7
2. Mencari koefisien korelasi
( )( )∑∑∑=
22 yx
xyrxy
= ( )( )38,37915,2850
7,1588
= 3287,45
7,1588910807328,6
7,1588=
= 0,483
r2 = 0,2304 dibulatkan menjadi 0,23
73
Hasil rxy tersebut dicocokkan dengan tabel r-teoritik. Pada taraf
signifikansi 1% didapat nilai 0,354 dan pada taraf 5% didapat nilai 0,273.
berarti nilai/harga rxy = 0,483 lebih besar (signifikan) dan penghitungan
dapat dilanjutkan ke langkah selanjutnya.
Dari harga koefisien korelasi tersebut juga dapat dicari koefisien
determinasi dengan rumus:
Kp = r2.100 %
= 0,23.100 %
= 23 %
3. Mencari persamaan garis regresi, dengan rumus:
Y = aX
( )XXaYY −=−
harga a diperoleh dari persamaan:
∑∑= 2x
xya
5,28501588,7
=
0,5573408=
dibulatkan menjadi 0,56
( )XXaYY −=−
( ) YXXaY +−=
( ) 82,783,7856,0 +−= XY
82,7843,8556,0 +−= XY
34,9756,0 += XY
4. Mencari harga F dengan skor deviasi, dengan rumus:
Setelah persamaan garis regresi diketahui, langkah selanjutnya
adalah mencari harga F dengan menggunakan rumus-rumus regresi
sebagaimana terdapat dalam tabel berikut:
74
Tabel. 15
Ringkasan Rumus-rumus Analisis Regresi
(Satu Prediktor dengan Score Deviasi)
Sumber db JK RK Freg
Regresi (reg) 1 ( )∑∑
2
2
xxy
reg
regdbJK
res
regRKRK
Residu (res) N – 2 ( )∑∑∑ − 2
2
2
xxy
y res
resdb
JK -
Total (T) N – 1 ∑ 2y - -
Selanjutnya rumus-rumus tersebut diaplikasikan dalam data yang
sudah diketahui:
N = 50 2xΣ = 2850,5 2yΣ = 3791,38
xyΣ = 1588,7
a. ( )2
2
JKregxxyΣΣ
=
( )5,2850
7,1588 2=
5,28502523967,69
=
885,447356=
dibulatkan menjadi 885,45
b. ( )2
22 JKres
xxyyΣΣ
−Σ=
( )5,2850
7,158838,37912
−=
75
5,285069,252396738,3791 −=
45,88538,3791 −=
2905,93=
c. K
JKreg RKreg =
145,885
=
45,885=
d. 1-K-N
JKres RKres =
115093,2905−−
=
4893,2950
=
60,540=
dibulatkan menjadi 60,54
e. RKresRKreg Freg =
54,6045,885
=
14,625867=
dibulatkan menjadi 14,63
f. ∑= 2totJK y
38,3791=
Untuk mengecek perhitungan analisis regresi (Freg) sudah benar
ataukah belum, dapat digunakan rumus langsung, yaitu:
( )( )2
2reg
11F
RmmNR
−
−−=
Diketahui: R2 = 0,23
N = 50
76
m = dbreg = 1
( )( )23,011
115023,0−
−−=regF
( )( )77,01
4823,0=
0,7711,04
=
14,3376623=
dibulatkan menjadi 14,34
Hasil analisis diatas dapat dibuktikan kebenarannya melalui uji t
dengan menggunakan rumus:
( )( )21
2
R
Nrxyt
−
−=
( )23,01250483,0
−−
=
0,7748483,0
=
( )0,878
6,928483,0=
0,8783,346
=
3,8109=
dibulatkan menjadi 3,811
Hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel nilai t yang menunjukkan:
T = 3,811 > t tabel 5% = 2,01 (signifikan)
T = 3,811 > t tabel 1% = 2,68 (signifikan)
Hal ini berarti variabel X mengkontribusi secara signifikan terhadap garis
regresi Y.
77
3. Analisis Lanjut
Tahap ini merupakan analisis pengolahan lebih lanjut dari hasil-hasil
penghitungan yang diperoleh dengan cara membandingkan harga Freg yang
telah diketahui dengan tabel (Ft 5% dan 1%) dengan kemungkinan sebagai
berikut:
1. Jika Freg lebih besar dari Ft
5% dan 1% maka rumus hipotesis yang
menyatakan ada pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap
akhlak anak di MTS NU 07 Patebon Kabupaten Kendal dapat diterima.
2. Jika Freg lebih kecil dari Ft
5% dan 1% maka rumus hipotesis yang
menyatakan ada pengaruh pola asuh demokratis orang tua terhadap
akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal ditolak
Adapun dalam table regresi dengan N = 50 baik pada taraf
signifikansi 5% maupun 1% adalah sebagai berikut:
1. Untuk taraf signifikansi 5 %
Freg = 14,34
Ft = 4,04
Maka Freg > Ft 5 % (1,40)
2. Untuk taraf signifikansi 1 %
Freg = 14,34
Ft = 7,19
Maka Freg > Ft 1 % (1,40)
Berarti signifikan
Berdasarkan perhitungan nilai antara variable X (Pola Asuh
Demokratis Orang Tua) dengan Y (Akhlak Anak) diperoleh hasil yang
signifikan. Artinya: Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pola
asuh demokratis orang tua terhadap akhlak anak.
Jadi yang peneliti ajukan bahwa: Terdapat pengaruh positif yang
signifikan antara pola asuh demokratis orang tua terhadap akhlak anak di
MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal adalah benar dan dapat diterima.
Artinya bahwa semakin tinggi pola asuh demokratis orang tua, maka semakin
78
tinggi pula akhlak anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal. Dengan
demikian, hipotesis yang peneliti ajukan dapat diterima.
Hasil perhitungan di atas dapat disubstitusikan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel. 16
Ringkasan Hasil Analisis Regresi
(Satu Prediktor dengan Score Deviasi)
F tabel Sumber
Variasi
Derajat
Bebas (db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Rata2 Jumlah
Kuadrat (RK)Freg
5% 1%1 2 3 4 5 6 7
Regresi (reg) 1 885,45 45,885 14,34 4,04 7,19
Residu (res) 48 2905,93 60,54 -
Total 49 38,3791 - -
Freg > Ft5%
dan 1%
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian pasti banyak kendala dan
hambatan. Hal tersebut bukan karena faktor kesengajaan. Namun terjadi karena
keterbatasan dalam melakukan penelitian. Adapun beberapa keterbatasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keterbatasan Lokasi
Penelitian ini hanya dilakukan di MTs NU 07 Patebon dan yang
menjadi sample adalah siswa MTs NU 07 Patebon. Oleh karena itu hasil
penelitian ini hanya berlaku bagi siswa MTs NU 07 Patebon dan tidak
berlaku bagi siswa dari sekolah lain.
2. Keterbatasan biaya
Biaya bukan satu-satunya faktor yang menghambat penelitian ini,
akan tetapi biaya memegang peranan penting dalam menyukseskan penelitian
ini. Dari sini pun peneliti menyadari bahwa dengan biaya yang minimpun
penelitian juga akan terhambat
79
3. Keterbatasan waktu
Disamping faktor lokasi dan faktor biaya, faktor waktu pun juga
memegang peranan yang sangat penting. Namun demikian, peneliti
menyadari bahwa dalam melakukan penelitian ini peneliti kurang dapat
membagi waktu. Hal ini terjadi karena sering terbenturnya kegiatan sehari-
hari peneliti. Disamping itu jangka waktu yang sangat singkat dan tidak
sesuai dengan rencana waktu penelitian yang telah ditentukan.
Meskipun banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi dalam
penelitian ini. Peneliti bersyukur bahwa penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar.
80
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian mengenai Pengaruh Pola Asuh Orang tua terhadap
Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal, sebagaimana telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola asuh demokratis yang diterapkan dalam keluarga adalah cukup karena
nilai rata-rata M = 78,61 berada pada interval 73 – 84.
2. Akhlak Anak di MTs NU 07 Patebon Kabupaten Kendal termasuk dalam
kategori cukup, karena nilai rata-rata M = 78,94 berada pada interval 68 – 81.
3. Ada pengaruh Pola Asuh Demokratis Orang tua terhadap Akhlak Anak di
MTs NU 07 Patebon Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal, karena hasil
analisis regresi diperoleh persamaan regresi 34,9756,0 += XY . Persamaan
tersebut diuji keberartiannya menggunakan uji F dan diperoleh Freg sebesar
14,63. Pada taraf signifikansi 5% dengan df (1,40) diperoleh Ftabel = 4,04 dan
pada taraf signifikansi 1% dengan df (1,40) diperoleh Ftabel = 7,19. Karena
Fhitung > Ftabel, yang berarti persamaan regresi tersebut signifikan.
Jadi hipotesis yang peneliti ajukan bahwa ada pengaruh positif antara
pola asuh demokratis orang tua terhadap akhlak anak di MTs NU 07 Patebon
Kabupaten Kendal dapat diterima. Artinya: bahwa semakin tinggi pola asuh
demokratis orang tua maka semakin tinggi pula akhlak anak
B. SARAN-SARAN
1. Bagi Orang tua
Bagi para orang tua hendaknya lebih mensyukuri anugerah yang Allah
berikan kepada mereka yaitu seorang anak yang merupakan amanah dari
Allah yang harus mereka jaga sebaik-baiknya dengan cara mendidik,
merawat, memperhatikan, memberi kasih sayang penuh serta memenuhi
segala kebutuhannya. Oleh karena itu, para orang tua hendaknya lebih pintar
memilih dan menerapkan pola asuh yang baik bagi pertumbuhan dan
81
perkembangan jiwa anak, sehingga diharapkan nantinya anak akan benar-
benar menjadi generasi penerus bangsa yang berguna bagi nusa, bangsa dan
agama serta berakhlaqul karimah.
2. Bagi Siswa
Siswa diharapkan agar taat dan patuh pada orang tua dan dapat merespon
baik dan benar bahwa apa yang dilakukan orang tua baik itu berupa nasehat
ataupun perintah, sebab semuanya itu demi kebaikan anak sendiri. Seorang
anak harus lebih bisa mandiri dan pintar memilih mana yang baik bagi
dirinya, lebih bisa memotivasi dirinya sendiri terlebih dalam hal pendidikan
yang nantinya akan berpengaruh dan menentukan masa depannya.
3. Bagi Guru
Bagi para guru hendaknya lebih meningkatkan peran mereka sebagai seorang
pendidik, bukan hanya sebagai seorang pengajar. Sehingga, disamping
mentransfer pengetahuan juga mendidik siswanya menjadi pribadi yang
berakhlaqul karimah. Karena guru merupakan orang tua kedua dari para
siswa yang diharapkan bisa memberi teladan dan motivasi bagi anak.
C. PENUTUP
Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dalam menyusun kata, landasan teori, pemuatan data dan juga analisisnya.
Untuk itu, kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan
skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis berserah diri dan kepada-Nyalah
penulis memohon semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi para pembaca yang budiman, serta betapapun sederhananya
penulisan skripsi ini semoga dapat pula bermanfaat bagi agama dan bangsa.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abi Hamid, Imam, Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ihya’ Ulum al Din, Juz III, Beirut: Dar al Kutub Ilmiyah, tth.
Abul Quasem, Muhammad, Etika al Ghazali, terj. J. Mahyudin, Bandung: Pustaka, 1988. Cet. 1.
Achmadi, Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Salatiga, Saudara, 1992
Amin, Ahmad, al-Akhlak, Terj. Prof. K.H. Farid Ma’ruf, "Ethika (Ilmu Akhlak)", Jakarta, Bulan Bintang.
Amin, Mansyur dan Muhammad Najib, Agama Demokrasi dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: LPKSM NU DIY bekerja sama dengan The Asia Foundation Jakarta, 1993.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Perss, 2002.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet. 5.
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, Cet.5.
, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.
Barnadib, Sutari Imam, Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1995
, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1979.
Basri, Hasan, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Brubacher, John S., Modern Philosophies of Education, fourth edition, New Delhi: Tata Mc. Graw Hill Publishing LTD, 1981.
Burhanudin, Tamyiz, Akhlak Pesantren (Solusi Kerusakan Akhlak), Yogyakarta. Ittaqa Press, 2001.
Darajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1979
Djatmika, Rahmat, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas, 1996.
Gray, John, Children Are from Heaven, terj. B. Dicky Soetadi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
Gunarso, Singgih D. dan Ny. Singgih D. Gunarso, Psikologi Remaja, Jakarta: Gunung Mulia, 1989
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I , Yogyakarta: Andi, 2001, Cet 3.
Hadjar, Ibnu, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Hourlock, Elizabeth B., Perkembangan Anak, Jilid II, alih bahasa: Meitasari Tjandrasa, Jakarta: Erlangga, 1999, Cet. 5,
http://dwpptrijenewa.isuisse.com/bulletin/?cat=5
Idris, Zahara, Dasar-dasar Pendidikan, Padang: Angkasa Raya, 1987.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Kartono, Kartini, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, Bandung: Mandar Maju, 1992, Cet.1.
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995, cet 3.
Lindgren, Henry Clay, Educational Psychology in the Classroom, Modern Asia Edition, New York: John Wiley & Sons, INC, 1960.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, Cet 2.
Masy’ari, Anwar, Akhlaq Al-Qur’an, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990.
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Muslim, Imam Abi Husain, bin Hujjaj, Shahih Muslim juz 4, Beirut: Darul Kutub, tth
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997, Cet 2
Nawawi, Hadari dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan yang Efektif, t.pt.: Gajah Mada University Press, 1993.
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000, Cet. 12.
Razak Husain, Abdur, Hak dan Pendidikan Anak Dalam Islam, Semarang: Fikahati Aneska, t.t.
Said, Muh., Ilmu Pendidikan, Bandung: PT. Alumni, 1989, cet. 2.
Shochib, M., Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000,Cet. 1.
Shopiro, Lawrence S., Mengajarkan Emotional Intelegence, Jakarta: Gramedia, 1999.
Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung; Sinar Baru Algensindo, 2001.
Sunarjo, dkk, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989
Suwaid, Nur ‘Abdul Hafidz, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, terj. Kuswandani dkk., Bandung: Mizan, 1998
Tafsir, Ahmad (ed.), Pendidikan Agama dalam Keluarga, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000 Cet. 3.
Thoha, Chabib dan Abdul Mu’thi (eds), PBM-PAI di Sekolah, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 1998, Cet. 1.
Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, Cet.1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, Cet.10.
Ulwan, Abdullah Nashih, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, Cet. 3.
Wira, http://anakmuslim.wordpress.com
Ya’qub, Hamzah, Etika Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1993, Cet. VI.
Yusuf Barmawi, Bakir, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak, Semarang: Dina Utama, 1993.
Zainuddin, A., dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 (Muamalah dan Akhlak), Bandung, CV. Pustaka Setia, 1999.
Zainuddin, dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet.1
Zuhairini dkk., Metodologi Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani, 1993.