faktor utama dalam pemilihan metode tambang

26
Faktor Utama dalam Pemilihan Metode Tambang Setelah tahap eksplorasi berakhir dan hasil menunjukkan output positif, tahap perencanaan penambangan bisa mulai dilakukan. Keputusan besar dalam perencanaan adalah memilih metode tambang yang tepat. Metode dan skala sebuah tambang ditentukan oleh beberapa faktor: (1) faktor geologi berkaitan dengan geometri dan distribusi bijih, (2) faktor teknis yang meliputi kajian kestabilan batuan/lereng, teknologi, dan peralatan, dan (3) pertimbangan ekonomi, termasuk besarnya investasi dan ketersediaan sumber pendanaan. Setiap bahan tambang atau mineral memiliki karakteristik unik akibat perbedaan karakteristik geologi, geometri, dan besarnya kadar. Mineral yang berbeda akan memerlukan metode penambangan yang berbeda pula. Tembaga, contohnya, sering ditemukan dalam kadar kecil pada bongkahan masif batuan sulfida dengan kadar antara 1%-4%, atau dalam deposit porfiri dengan kadar 0.5%-1.0% tembaga. Emas mungkin ditemukan di urat batuan dengan kadar 10-20 gram per ton, atau terkandung dalam batuan dengan kadar hanya 1 gram per ton. Cadangan dengan kadar tinggi atau bernilai tinggi akan tetap menguntungkan ditambang dengan metode “selective mining”. Metode ini mengisyaratkan bahwa penambangan dilakukan secara selektif. Hanya cadangan yang berkadar tinggi saja yang ditambang. Sedang cadangan yang berkadar rendah harus diimbangi dengan kuantitas

Upload: richo-periyanto

Post on 18-Dec-2014

112 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ghj

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Faktor Utama dalam Pemilihan Metode Tambang

Setelah tahap eksplorasi berakhir dan hasil menunjukkan output positif, tahap

perencanaan penambangan bisa mulai dilakukan.  Keputusan besar dalam perencanaan adalah

memilih metode tambang yang tepat. Metode dan skala sebuah tambang ditentukan oleh

beberapa faktor: (1) faktor geologi berkaitan dengan geometri dan distribusi bijih, (2) faktor

teknis yang meliputi kajian kestabilan batuan/lereng, teknologi, dan peralatan, dan (3)

pertimbangan ekonomi, termasuk besarnya investasi dan ketersediaan sumber pendanaan.

Setiap bahan tambang atau mineral memiliki karakteristik unik akibat perbedaan

karakteristik geologi, geometri, dan besarnya kadar.  Mineral yang berbeda akan memerlukan

metode penambangan yang berbeda pula. Tembaga, contohnya, sering ditemukan dalam kadar

kecil pada bongkahan masif batuan sulfida dengan kadar antara 1%-4%, atau dalam deposit

porfiri dengan kadar 0.5%-1.0% tembaga. Emas mungkin ditemukan di urat batuan dengan kadar

10-20 gram per ton, atau terkandung dalam batuan dengan kadar hanya 1 gram per ton.

Cadangan dengan kadar tinggi atau bernilai tinggi akan tetap menguntungkan ditambang

dengan metode “selective mining”. Metode ini mengisyaratkan bahwa penambangan dilakukan

secara selektif. Hanya cadangan yang berkadar tinggi saja yang ditambang. Sedang cadangan

yang berkadar rendah harus diimbangi dengan kuantitas yang besar agar tetap menguntungkan.

Cadangan seperti ini umumnya ditambang dengan metode non-selektif (bulk mining) seperti

block caving.

Semua metode tambang paling tidak akan melibatkan empat tahap: (1) pengambilan bijih,

(2) pemisahan bijih dari batuan yang tidak berguna, (3) peremukan (penghancuran) bijih hingga

mencapai ukuran yang diinginkan, dan (4) pengangkutan ke fasilitas pengolahan. Bijih yang

berada pada batuan lunak akan memudahkan penambangannya. Bijih cukup ditambang dengan

alat-alat mekanis seperti shovel, back-hoe, atau scraper. Sedang untuk batuan keras, peledakan

menjadi mutlak diperlukan sebelum bijih dapat diambil. Sebagai panduan umum, tambang

permukaan umumnya berbiaya lebih rendah dibanding tambang bawah tanah. Tahap pra-

tambang (development) tambang terbuka juga relatif lebih singkat dibanding tambang bawah

tanah.

Page 2: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Namun, limbah batuan tak berguna(waste rock) pada tambang permukaan akan semakin

meningkat seiring kedalaman tambang yang bertambah (biaya juga bertambah). Kondisi ini akan

mencapai suatu titik dimana metode tambang bawah tanah akan lebih menguntungkan.[]

Sumber: International Mineral Economics byW.R. Gocht, H. Zantop, and R.G. Eggert

Penerapan Rencana Aksi-Reaksi Sistem Penyanggaan di Tambang Bawah

Permukaan Satui PT. Arutmin Indonesia

I. LATAR BELAKANG

Arutmin Indonesia sebagai perusahaan tambang skala besar dengan produktifitas sebesar

15,7 jt ton pada tahun 2007 dan pelabuhan batubara skala internasional memiliki 4 lokasi

tambang dan 1 pelabuhan utama (NPLCT ). Semua lokasi penambangan PT Arutmin Indonesia

terletak di provinsi Kalimantan Selatan, mulai dari Asam-asam sampai ke Senakin.

Gambar 1. Lokasi PT Arutmin Indonesia

PT Arutmin Indonesia memiliki visi jangka panjang dalam upaya konservasi cadangan

dengan telah memulai mengkaji potensi tambang bawah permukaan mulai tahun 1993. Proyek

Tambang Bawah Permukaan Percobaan sejak tahun 2002 merupakan program perusahaan untuk

mempelajari kelayakan teknis sebagai upaya di dalam memaksimalkan cadangan di daerah

tambang terbuka yang berpotensi untuk dilakukan penambangan dengan sistem tambang bawah

permukaan.

Page 3: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Gambar 2. Layout Portal

Pada akhir tahun 2007 proyek percobaan ini telah selesai dan berdasarkan pengalaman

yang diperoleh, saat ini sedang disusun studi kelayakan tambang bawah permukaan di Senakin

untuk menjadi tambang bawah permukaan yang layak secara teknis dan ekonomis.

Gambar 3. Kondisi Terowongan

Tambang bawah permukaan percobaan di Sajuna menggunakan sistem penyanggaan

dengan menggunakan baut batuan atau baut kabel berkuat tarik besar sebagai penyangga primer.

Penyangga sekunder berupa penambahan baut batuan dan atau Hiten , penyangga kayu dan

penyangga besi baja akan dipasang sesuai dengan kondisi terowongan. Berawal dari adanya

kecelakaan runtuhan atap pada tahun 2005, manajemen tambang bawah tanah permukaan Sajuna

telah melakukan koreksi dan perbaikan menyeluruh terhadap sistem penyanggaan dan

pemantauannya.

Page 4: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Investigasi keruntuhan atap telah mengungkap faktor-faktor penyebab kegagalan

penyanggaan atap sebagai berikut:

1. Lebihnya beban mudstone antara lapisan batubara SL1 dan SM2 .

2. Adanya pengaruh tingginya tekanan air di lapisan batubara SM2.

3. Pengaruh sifat kelemahan strukturalnya sendiri.

4. Pengurangan ketebalan lapisan atap batubara menjadi 0,3m mengurangi retakan lapisan atap

dan elastisitas penopang untuk menahan beban.

5. Keefektifan roof bolt berkurang karena sebagian roof bolt dijangkarkan pada mudstone.

6. Lebar terowongan yang diluar dari standar yang ditentukan

Sebagai hasil dari investigasi tersebut diusulkan beberapa rekomendasi yaitu:

1. Desain penyanggaan atap harus meliputi pembatasan dan pengurangan tekanan air terhadap

beban mudstone.

2. Sistem penyanggaan harus dirumuskan berdasarkan kondisi terowongan dan perubahannya.

3. Menambah ketinggian jalan utama agar dapat menjangkarkan baut ke lapisan batubara SM2

akan menambah stabilitas atap.

4. Pengurangan jumlah baut kabel dapat dilakukan pada persimpangan dengan sistem penyangga

utama yang lebih efektif.

5. Setidaknya 0,4m atap batubara diperlukan untuk memberikan confinement pada stone

interburden.

6. Modul mesh sebaiknya digunakan untuk memberikan confinement dan mencegah

ketidakteraturan atap batubara dimana struktur tersebut dipasang.

7. TARP sistem penyanggaan dan AMZ untuk menambah pengenalan dan kontrol bahaya yang

perlu dikembangkan dan dilaksanakan di Rencana Manajemen Strata Satui.

8. Training resmi bagi pekerja dilaksanakan pada sistem ini (TARP) termasuk penilaian berkala.

II. TARP

TARP merupakan suatu prosedur yang mengatur aturan, tanggung jawab dan tindakan

yang harus dilakukan oleh setiap karyawan tambang bawah tanah percobaan Satui. Prosedur ini

sangat diperlukan untuk menjamin terpeliharanya kestabilan atap dan terowongan di tambang

bawah permukaan secara berkesinambungan.

TARP disusun berdasarkan pengalaman di lapangan dan perhitungan keteknikan yang harus

Page 5: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

memenuhi beberapa parameter seperti di bawah ini:

1. Menjelaskan parameter-parameter kondisi dilapangan untuk dirumuskan dalam beberapa

kategori terowongan.

2. Sistem penyanggaan diterapkan sesuai kondisi terowongan dan perubahan kondisinya

3. Pola dan desain penyanggaan harus dapat mencakup beberapa kondisi terowongan semaksimal

mungkin

4. Setiap personel terkait harus mengerti dan dapat melaksanakan tanggung jawabnya seperti

yang diatur dalam TARP

5. Deteksi dini dan reaksi seketika harus dapat terlaksana

6. Sistem monitoring dan evaluasi hasil monitoring dapat segera disimpulkan dan di terapkan

dilapangan

7. Evaluasi terhadap TARP yang sudah ada harus berlangsung secara berkelanjutan sesuai

pengalaman terhadap kondisi-kondisi baru dan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem

Dalam penyusunannya prosedur tanggap darurat (TARP) ini perlu melibatkan karyawan

operasional, insinyur geo-teknik, insinyur tambang, ahli geo-teknik dan lain-lain. Faktor-faktor

aktual yang ada sebelum prosedur ini di buat harus dipertimbangkan dan menjadi bahan masukan

yang berharga dalam penyusunan TARP seperti data tell tale, data extensometer, lebar

terowongan, data pull out test, dan lain-lain. Dengan demikian, maka prosedur yang disusun

nantinya harus mudah dimengerti oleh karyawan yang terlibat langsung dalam kegiatan

penerowongan sehingga pemasangan sistem penyanggaan dapat dilakukan dengan tepat dan

efektif.

Insinyur tambang dan atau geo-teknik perlu memastikan bahwa sistem penyanggaan yang

telah dipasang sudah sesuai dengan kriteria dan aturan yang ada. Prosedur tanggap darurat ini

juga bersifat dinamis, yang artinya bahwa segala bentuk pengaruh dan faktor kestabilan

terowongan yang baru ditemukan, harus dapat dimasukan ke dalam TARP.

TARP yang telah disusun dan disahkan harus segera disosialisasikan kepada karyawan yang

terlibat langsung dalam proses penerowongan dan perawatan terowongan. Pengujian secara

berkesinambungan terhadap pengetahuan para karyawan tersebut perlu dilakukan untuk

menjamin telah dipahaminya aturan tersebut. TARP akan lebih baik ditempatkan pada tempat-

tempat tertentu di terowongan dan dibagikan ke karyawan yang terlibat langsung untuk

mempermudah dan menjamin penerapannya dengan benar. Inspeksi rutin perlu dilakukan untuk

Page 6: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

memastikan TARP telah diterapkan dengan benar dilapangan dan disusun laporan kondisi

terowongan sesuai TARP.

Gambar 4. Diagram Alur Sistem Penyanggaan

III. PARAMETER DAN KATEGORI TEROWONGAN

Hasil dari perumusan TARP yang dilakukan oleh tim perumus yang terdiri dari bagian

keteknikan, karyawan operasional dan konsultan mendefinisikan beberapa parameter untuk

melakukan pengkategorian jenis terowongan.

Parameter-parameter tersebut diantaranya adalah :

1. Pengamatan secara visual dilapangan terhadap beberapa kriteria seperti kondisi water seepage,

ketebalan dan bentuk perlapisan batuan, serta kekerasan batuan atap.

2. Lebar atap terowongan

3. Jarak dari centre line persimpangan ke sudut belokan

4. Hasil monitoring berupa tell tale dan extensometer

5. Hasil pengujian kuat tarik baut batuan ( pull out test)

Berdasarkan parameter diatas, kondisi terowongan di kategorikan menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Kondisi Hijau, merupakan kondisi paling baik dari terowongan

2. Kondisi Orange, kondisi terowongan yang kurang baik

3. Kondisi Merah, kondisi terowongan yang buruk

4. Kondisi Khusus, kondisi yang abnormal.

Parameter dan kategori jenis terowongan dapat dilihat pada lampiran 2.

Page 7: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

IV. JENIS-JENIS PENYANGGA YANG DIGUNAKAN

Tambang bawah permukaan di Sajuna menggunakan sistem penyanggaan dengan

menggunakan baut batuan atau baut kabel berkuat tarik besar sebagai penyangga primer. Prinsip

penyanggaan setelah diterapkannya TARP di tambang adalah mendapatkan efek penggantungan

dari baut batuan ataupun baut kabel yang dijangkarkan pada lapisan yang kompak (lapisan

batubara SM2) minimal 45 cm untuk baut batuan dengan panjang 2,7m. Semakin jauh jarak SM2

dari atap terowongan, semakin panjang penjangkaran yang harus dilakukan di SM2 sesuai

dengan beban immediate roof yang akan bertambah. Dengan kefleksibelan panjang dan

kelenturannya, baut kabel akan digunakan sebagai penyangga primer apabila baut batuan yang

ada tidak dapat menjangkau lapisan SM2. Baut batuan yang kaku tidak dapat dipasang apabila

panjangya melebihi ketinggian terowongan. Penyangga sekunder berupa penambahan baut

batuan dan atau baut kabel berkuat tarik besar, penyangga kayu dan penyangga besi baja akan

dipasang sesuai dengan kondisi terowongan. Dibawah ini

adalah spesifikasi dari jenis penyangga yang digunakan di tambang bawah tanah Satui.

1. Baut Batuan Type Ulir dengan Pengikat Resin

Baut Batuan Type Ulir (Thread Bar) dapat digunakan sebagai penyangga primer ataupun

sekunder. Baut ini juga dapat dipasang di atap ataupun di dinding. Sistem pengikatan baut adalah

dengan menggunakan resin. Resin yang berbentuk kapsul akan dipasang pada setiap baut yang

dipasang.

Ada beberapa jenis resin yang digunakan disesuaikan dengan kondisi air pada lubang

bornya. Resin-resin tersebut dibedakan dengan warna untuk membedakan tipe resinnya baik itu

tipe paling cepat kering, cepat kering, sedang, lambat,sangat lembat.Untuk kondisi yang basah

Untuk memperoleh efek penggantungan yang optimal, maka panjang baut bervariasi sesuai

ketebalan atap agar baut dapat dijangkarkan dengan pembungkusan resin minimal 45 cm di

lapisan batubara SM2. Umumnya digunakan baut dengan panjang 2,4 dan 2,7m. Baut kabel

berkuat tarik tinggi dipasang sebagai penyangga primer apabila lapisan batubara SM2 jaraknya

lebih dari 2,1 m dari atap terowongan. Pada situasi ini baut batuan dengan panjang 2,1 m akan

dipasang sebagai penyangga sementara sebelum baut kabel tersebut dipasang.

Berikut adalah spesifikasi dari baut batuan yang digunakan.

Tabel 1. Spesifikasi Baut Batuan

Page 8: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

2. Baut Kabel Berkuat Tarik Besar (Hiten Cable Bolt)

Baut kabel berkuat tarik besar dipasang sebagai penyangga primer apabila lapisan

batubara SM2 jaraknya lebih dari 2,1 m dari atap terowongan. Pada situasi ini baut batuan

dengan panjang 2,1 m akan dipasang sebagai penyangga sementara sebelum baut kabel tersebut

dipasang. Dengan sifat kelenturan dan keflesibelannya dalam panjang yang digunakan, baut

kabel ini dapat dipasang untuk menjangkau lapisan SM2 tanpa harus mempertinggi dimensi

terowongan. Baut kabel ini terdiri dari 21 buah wire strand dengan diameter 12mm untuk

masing-masing wire.

Dibawah ini adalah spesifikasi baut kabel yang digunakan di tambang bawah tanah percobaan

satui yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi perlapisan.

Tabel 2. Spesifikasi Hiten Cable Bolt

3. Wire Mesh dan Double W Strap

Untuk meningkatkan kekompakan di daerah sekitar atap dan mencegah terjatuhnya

bongkahan batuan berukuran kecil, maka akan di pasang mesh pada atap dan dinding. Double W

Strap merupakan plat besi tipis dan panjang yang digunakan agar baut batuan atau baut kabel

dapat dipasang pada satu garis. Plat ini juga dapat meningkatkan kekompakan batuan di daerah

atap.

4. Penyangga Kayu

Penyangga kayu Kelas I dan II akan dipasang dalam bentuk single prop sampai ke penyangga

cribbing pada lokasi-lokasi yang diperlukan. Sehubungan dengan keterbatasan persediaanya,

Page 9: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

maka penyangga kayu digunakan sebagai penyangga sekunder di daerah-daerah tertentu yang

jarang di lalui peralatan.

5. Penyangga Baja

Pada tempat-tempat yang memiliki kestablian atapnya cukup rendah dan sulit untuk di atasi

dengan baut batuan ataupun baut kabel, akan dipasang penyangga baja. Penyangga baja akan

dipasang juga pada kondisi khusus dimana ditemui patahan dengan throw yang lebih dari 1

meter.

V. DESAIN SISTEM PENYANGGAAN UTAMA

Rencana manajemen strata dan TARP juga diperlukan termasuk pengawasan secara menyeluruh

dan sistem assesment bahaya. Berikut ini adalah kalkulasi desain untuk sistem suspensi:

Berat strata yang akan ditahan per roof bolt:

WB = B.hlr.DR.25

nB

= 5,5 x 2.0 x 1,0 x 25 = 55kN

5

WB = berat immediate roof

B = lebar jalan

DR = Jarak antar baris baut batuan

Hlr = ketebalan lempengan atap

nB = jumlah roof bolt

Fmax = Kekuatan utama roof bolt

Faktor Keamanan Roof Bolt = Fmax = 250 = 4,5

Wb 55

Kekuatan Penjangkaran pada Lapisan batubara SM2

SB = Kekuatan pull out

Panjangnya penjangkaran

Dari pull out test yang dilakukan pada lapisan batubara SM2, kekuatan kuat tarik (pull out) rata

10,6 ton atau 104 kN dengan rata-rata panjang pengkapsulan 347,5mm.

SB = 104 kN = 0.3kN/mm

347,5mm

Page 10: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Jika ada baut yang dijangkarkan 0,45m ke lapisan batubara SM2 maka kekuatan penjangkaran

adalah :

FA = LA x SB = 450 x 0,3 = 135 kN

Faktor keamanan dibandingkan dengan daya selip jangkar

FOSA = FA = 135 =2,45

WB 55

Pola penyanggaan harus sesuai dengan kategori terowongan sebagaimana halnya di atur

dalam TARP. Salah satu contoh pola penyanggaan pada terowongan jalan yang diatur dalam

TARP dapat dilihat pada lampiran 1.

IV. PERANGKAT MONITORING KESTABILAN ATAP

1. Tell Tale

Tell tale merupakan alat bantu untuk mengetahui penurunan lapisan atap secara manual.

Alat ini mengandalkan pembacaan secara visual dengan ketelitian sebesar 1mm. Jenis tell tale

yang digunakan di Satui adalah model Rock IT yang memiliki 4 jangkar. Keempat jangkar

dipasang pada masing-masing lapisan di atap terowongan untuk mengetahui lapisan mana yang

mengalami penurunan/ deformasi. Dengan mengetahui letak lapisan yang mengalami penurunan

maka pemasangan penyangga sekunder baik berupa hiten, baut atau bahkan steel set akan

disesuaikan sebagaimana diatur dalam TARP

2. Extensometer

Prinsip dasar extensometer sama dengan tell tale. Alat ini biasanya memiliki 20 buah

jangkar untuk lubang sedalam 8 sampai 10m sehingga lokasi penurunan dapat lebih pasti. Pada

jangkarnya terdapat magnet yang berfungsi agar posisi jangkar tersebut dapat terbaca oleh read

out. Tingkat ketelitian alat ini adalah 1/1000mm

3. Daya ikat baut dan pengkapsulan

Daya ikat rata-rata baut batuan untuk batubara dan mudstone telah ditentukan dengan

melakukan uji penarikan anchor pada mudstone dan lapisan batubara SM2. Ringkasan dari hasil

seperti ditunjukkan pada gambar 1 mengindikasikan besarnya variasi daya ikat antara batubara

dan mudstone dan lubang yang basah dan kering dengan mudstone interburden di dekat daerah

runtuhan telah mengurangi kapabilitas daya ikat.

Kekuatan pull out pada lapisan batubara adalah 178% lebih tinggi, yaitu 3,1 ton/100mm

Page 11: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

atau 3 kN/mm. Beberapa pull test tidak berhasil, daya ikat rata-rata akan lebih tinggi dari 3

kN/mm. Untuk menghancurkan rock bolt berkekuatan 25 ton yang dijangkarkan pada batubara

700-800mm pengkapsulan mungkin diperlukan.

Gambar 5. Bond Strength Rata-Rata Pada Beberapa Lapisan

Dengan perbaikan sistem penyangaan ini, terdapat perubahan yang significant dari hasil pull out

test. Perbedaan hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Perbedaan Hasil Uji Pull Out Test Sebelum dan Setelah Perbaikan Sistem Penyanggaan

V. LAPORAN ZONA PENAMBANGAN AKTIF (AMZ)

Sebagaimana hal nya TARP, Laporan Zona Penambangan Aktif (AMZ) perlu diterapkan

untuk menjamin TARP telah dilaksanakan dengan benar oleh setiap gilir kerja. AMZ ini

merupakan suatu format pelaporan yang mengakomodir semua ketidak selarasan dan ke

abnormalan kondisi terowongan untuk dilaporkan dan di informasikan kepada gilir berikutnya.

Selain itu, pelaporan ini mencakup pelaporan hasil pemantauan monitoring atap dan informasi

lain yang sangat penting dan menunjang keselamatan karyawan dalam bekerja.

Page 12: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

VI. SOSIALISASI DAN MONITORING PENERAPAN TARP

Beberapa kegiatan rutin dilakukan oleh bagian engineering untuk memastikan bahwa

TARP sudah dimengerti dan dapat dilaksanakan dengan baik khususnya oleh miner yang bekerja

di face. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya:

1. Mensosialisasikan dengan menjelaskan secara terperinci isi dari TARP termasuk pelatihan

menyimpulkan kategori atap di lapangan dan pengujian terhadap karyawan.

2. Mensosialisasikan ulang setiap beberapa selang waktu.

3. Menempelkan dokumen TARP pada tempat-tempat penting di terowongan.

4. Melakukan evaluasi hasil monitoring penerapan TARP (pull out test, tell tale, extensometer

dan pemantuan langsung dilapangan) setiap minggu dan mensosialisasikannya kepada karyawan

secara langsung dalam suatu pertemuan.

5. Menjelaskan prediksi kategori atap yang akan dihadapi dalam satu minggu ke depan dengan

menggunakan Hazard Map.

6. Selain prediksi kategori atap, hazard map juga menjelaskan kondisi kategori terowongan

paling akhir.

7. Mengakomodir usulan-usulan dan mengkajinya kembali untuk perbaikan TARP yang sudah

ada.

VII. KESIMPULAN

Dalam upaya menjaga kestabilan atap (strata control) adalah sangat penting dokumen

sejenis TARP harus dibuat dan diterapkan sesuai kondisi geologi dan struktur di masing-masing

lokasi tambang bawah permukaan. Sarana-sarana penunjang untuk penerapan TARP agar

tersedia dengan baik. Evaluasi terhadap TARP yang sudah ada harus berlangsung secara

berkelanjutan sesuai pengalaman terhadap kondisi-kondisi baru dan kelemahan-kelemahan yang

terjadi pada sistem

Page 13: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Perencanaan Tambang yang Ekonomis dan Berwawasan Konservasi

Cadangan

I. LATAR BELAKANG

Dunia pertambangan batubara saat ini mulai melirik ke tambang bawah permukaan

(underground), bahkan ESDM mendukung untuk alih teknologi dari tambang permukan (open

pit) ke tambang bawah permukaan. Sesuai dengan kecenderungan lapisan batubara yang

memiliki kemiringan (slope) maka semakin lama kedalaman batubara akan semakin dalam.

Dengan demikian ongkos produksi open pit akan semakin meningkat sejalan dengan semakin

bertambahnya volume lapisan penutup yang harus dipindahkan. Selain faktor ongkos produksi,

ada beberapa faktor lain yang menjadi pertimbangan mulai diliriknya underground. Hal -hal

tersebut adalah semakin meningkat nya biaya untuk pembebasan lahan, adanya faktor landscape

dari pemerintah, pinjam pakai dan lain-lain sesuai dengan lokasi, keadaan sosial masyarakat

lingkar tambang serta kebijakan pemerintah daerah.

Tulisan ini membahas mengenai faktor ongkos produksi saja tidak memperhitungakan

faktor-faktor lain sebagaimana telah diutarakan diatas. Apabila ongkos produksi open pit

semakin meningkat sementara sumberdaya batubara di lokasi yang dimiliki perusahaan masih

potensial, maka perlu kita ketahui kapan dan sampai dimana batasan open pit, dan kapan dan

dimana underground akan menambah cadangan tertambang bagi perusahaan. Hal ini perlu kita

ketahui sejak dini sebelum cadangan open pit mendekati habis karena ada kemunginan

underground ternyata tidak ekonomis pada saat yang diharapkan karena cadangan batubara

underground tidak bisa menutupi besarnya biaya investasi yang perlu dikeluarkan untuk

pengembangan tambang underground (lihat gambar 1). Kejadian ini akan sangat terasa terutama

pada perusahaan yang memiliki bentuk lokasi yang cenderung memanjang sesuai arah cebakan

batubara.

Page 14: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Gambar 1. Penambangan Yang Tidak Berorientasi Konservasi Cadangan

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pendekatan analisis keekonomian dengan metode yang

sistematis perlu dilakukan untuk memperhitungkan batasan wilayah dimana kedua metode

penambangan (open pit dan underground) memberikan keuntungan maksimum dan konservasi

cadangan yang optimum bagi perusahaan.

II. BIAYA OPEN PIT

Striping Ratio (SR) adalah ratio antara lapisan penutup yang harus dipindahkan dengan

batubara yang dihasilkan. Ini merupakan metode sederhana yang dapat digunakan apabila faktor-

faktor yang mempengaruhi biaya ekstraksi dan pengolahan relatif konstan dan revenue yang

diperoleh setiap blok sesuai dengan jumlah batubaranya.

Peringkat Biaya Marginal - Pada metode ini, peringkat didasarkan pada nilai biaya penambangan

dan pengolahan pada setiap blok secara individual.

Gambar 2 menunjukan penampang melintang sebagai contoh sederhana peringkat biaya

marginal. Biaya rata-rata dan biaya marginal untuk penambangan seam sampai bagian bawah

dari dua bagian seam mulai dari strip pertama dapat dilihat di table 1. Dari contoh tersebut

terlihat bahwa penambangan yang paling menguntungkan adalah cukup seam bagian atas sampai

di strip ke empat, dan untuk strip selanjutnya dilakukan penambangan sampai seam terbawah.

Gambar 2. Penampang Melintang Pemeringkatan Biaya Marginal

Page 15: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Tabel 1. Biaya rata-rata dan marginal tambang

Dengan menggabungkan pembobotan antara biaya dan penilaian lain seperti SR akan

memperlihatkan bobot biaya marginal yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan ekonomis

dari suatu deposit. Harus dicatat bahwa, nilai uang, jadwal produksi dan nilai yield dari

penambangan tidak termasuk/belum dimasukan dalam perhitungan.

III. BIAYA UNDERGROUND

Sampai saat ini teknik yang sistematis untuk membuat penilaian biaya marginal cadangan

underground masih belum ada. Kita mengenal teknik Cut of Grade, namun itu hanya cocok

untuk melakukan penilaian underground bijih bukan batubara.

Penilaian deposit underground batubara selama ini memerlukann formula rencana tambang yang

memperlihatkan total batubara yang dapat dikeluarkan secara fisik dan teknikal dalam penilaian

keekonomiannya.

Setelah desain tambang sudah siap, dilanjutkan dengan rencana produksi sesuai dengan

beberapa macam scenario produksi. Biaya operasional dan kapital rata-rata kemudian di terapkan

untuk mengitung cash flow. Analisis keekonomian bisa diperoleh dengan adanya cash flow

tersebut yang sesuai dengan penentuan batasan-batasan yang ada.

Pada peta rencana tambang gambar dibawah telah ditentukan untuk produksi longwall sekitar 15

tahun ke depan. Untuk memperoleh ROR yang disyaratkan maka tambang harus dapat

menghasilkan total ROM biaya operasional dibawah $35.00 per ROM tonne.

Layout jangka panjang telah di desain sesuai kondisi struktur batuan dan infrastruktur di

permukaan sebagaimana terlihat di gmbr 3.

Page 16: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Gambar 3. Layout Tambang Underground

Berdasarkan dimensi terowongan, dimensi longwall, density batubara,diperoleh data sebagai

berikut.

Overall ekstraksi 83.4 %

Development to LW ratio 1 : 13.51 (perbandingan tonase)

Asumsi biaya

Development $125.00 per Dev Ton

Longwall $16.00 per LW Ton

Outbye and others $9.00 per ROM Ton.

Total Operating Cost $32.50 per ROM Ton.

Akses untuk ke B memerlukan development main heading tambahan dan pembuatan tail gate

baru. Biaya untuk membangun penambahan development ini dapat dilihat di table 3 dan

diperoleh penambahan sebesar $7.10 per ROM tonne.

Kita ketahui sebelumnya bahwa biaya operasional untuk setiap blok longwall adalah $32.50 per

ROM tonne. Total biaya untuk menambang area B adalah $39.60 per ROM tonne ($32.50 plus

$7.10) yang lebih tinggi dari syarat ROR sebesar $35.00 per ROM tonne. Namun biaya

operasional rata-rata total A & B $33.71 per ROM tonnes

Meskipun Area B tidak ekonomis untuk ditambang, namun biaya rata-rata keseluruhan

menambang Area A dan B adalah $33.71 per ROM tonne, dimana nilai keekonomian area A

akan berkurang oleh area B.

Page 17: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

Untuk perusahaan yang saat ini telah memiliki tambang open pit yang aktif, yang harus

dipertimbangkan adalah kapan tambang underground ataupun highwall mining dapat/ harus

dimulai. Perlu diketahui bahwa metode highwall mining akan kurang applicable untuk

diterapkan di Indonesia yang cendurung memiliki lapisan batubara dengan kemiringan yg lebih

besar dari 5o, kondisi batuan yang lemah serta curah hujan yang tinggi.

IV. BIAYA KAPITAL UNDERGROUND

Proses pembobotan ini hanya memperhitungkan biaya operasional dan tidak

memperhitungkan biaya capital. Dalam proses pembobotan biaya, tahap pertama adalah

menentukan apakah reserves underground dilokasi cukup untuk menunjang biaya capital yang

diperlukan untuk tipe penambangan underground kedepan. Apabila underground reservesnya

tidak memungkinkan maka otomatis UG tidak akan ekonomis. Dengan demikian, biaya capital

sebaiknya tidak dimasukan saat membandingkan peringkat biaya antara open pit saat ini dengan

operasi underground. Biaya capital hanya berpengaruh pada penentuan minimum mineable

reserve underground sesuai ROR yang disyaratkan.

Gambaran Batas Area Open Pit, underground dan Highwall Mining

Pembobotan biaya open pit dan underground dapat di terapkan untuk menentukan perkiraan

batasan area antara open pit dan underground. Proses ini juga dapat memperlihatkan area mana

yang tidak ekonomis dengan open pit dan underground. Biasanya daerah tersebut bisa dianalisis

untuk ditambang dengan highwall mining. Pertimbangan lain perlu di identifikasi secara

menyeluruh dalam rangka konservasi cadangan ini, seperti pertimbangan Total Positive

Revenue, NPV, pertimbangan umur perijinan PKP2B, pinjam pakai kehutanan dll.

Total Positive Revenue. Misalkan aliran kas proses penambangan adalah positif dan jumlah

recoverable resource setiap metode yang berbeda akan menghasilkan nilai yang berbeda pula.

Table 2 mengggambarkan poin ini.

Tabel 2. Margin, Recovery dan total Revenue

Net Present Value (NPV). Nilai uang terhadap waktu pada aliran kas berdasarkan penjadwalan

Page 18: Faktor Utama Dalam Pemilihan Metode Tambang

ekstraksi batubara dari margin. Sangat baik digunakan rate bunga (discount rate) yang tinggi.

Setelah kita mengetahui batas daerah masing-masing metode, kemudian harus kita

memastikan penjdawalan produksinya dan hasilnya akan membantu dalam perhitungan

keekonomian untuk penentuan desain tambang dan jadwal penambangan yang optimum. Setiap

metode penambangan akan memiliki perbedaan tingkat produksi, mining recovery, nilai waktu

terhadap uang harus juga dipertimbangkan. Dengan demikian, pembobotan tersebut dapat di kaji

lagi dengan analisis discounted cash flow (DCF) untuk resultan nilai produksi. Gambar 4

menunjukan batas akhir open pit dan area dimana highwall mining dapat diterapkan serta hasil

dari DCF analisis.

Gambar 4. Penggambaran area akhir metode penambangan sesuai jadwal produksi dan analisa

DCF

Pada akhirnya, keputusan akhir setiap site atau lokasi mengenai perencanaan gabungan

antara open pit, highwall dan underground akan berbeda-beda namun dengan metode yang kami

utarakan mudah-mudahan menjadikan pendekatan yang cukup membantu.