faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan...

102
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG DI SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS DI INDONESIA MOHAMMAD AMIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Upload: lamdung

Post on 12-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG DI SEKTOR INDUSTRI

MANUFAKTUR NON MIGAS DI INDONESIA

MOHAMMAD AMIN

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman

Modal Asing Langsung di Sektor Industri Manufaktur Non Migas di Indonesia”

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum

pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar

pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

NRP. H151064224 Mohammad Amin

Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

ABSTRACT

MOHAMMAD AMIN. The Determinants of Foreign Direct Investment Inflows in Non Oil Manufacturing Sector in Indonesia. (R.NUNUNG NURYARTONO as Chairman and DEDI BUDIMAN HAKIM as member of the advisory comittee)

The phenomena of de-industrialization as shown by the decrease of the contribution of the manufacturing sector to national GDP, could be one of the factors which is caused by the decrease of the proportion of FDI in the manufacturing industry to the overall foreign direct investment in non-oil manufacturing sector in Indonesia. This study analise the factors that influence FDI in non-oil manufacturing sector in Indonesia by using panel data from the period 1993 to 2008 with a unit cross section includes 26 main provinces (provinces that formed prior to the implementation of regional autonomy) in Indonesia .In addition to knowing the factors that affect of FDI in the manufacturing industry, this research is also expected to know the effect of decentralization on FDI in the manufacturing sector in Indonesia. Regression results using panel data indicate that the pull factors of FDI in non-oil manufacturing sector is the market size and infrastructure. While main push factor influencing FDI in non-oil manufacturing sector is wages and inflation. Fixed Effect Model output results show that decentralization (regional autonomy) significantly negative impact on FDI.

Key Words : FDI in manufacturing industry, panel data, regional autonomy

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

RINGKASAN

MOHAMMAD AMIN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Di Sektor Industri Manufaktur Non Migas di Indonesia (R.NUNUNG NURYARTONO sebagai Ketua dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai anggota Komisi Pembimbing)

Gejala de-industrialisasi yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB nasional salah satunya dapat disebabkan oleh semakin menurunnya proporsi PMA di sektor industri manufaktur terhadap keseluruhan PMA di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian RI, pertumbuhan industri manufaktur selama 2004-2008 lebih rendah daripada pertumbuhan PDB. Dimana industri manufaktur tumbuh 5,6 persen, sedangkan PDB Nasional tumbuh 5,7 persen. Di sisi lain, persentase PMA di sektor industri manufaktur terhadap total PMA semakin menurun, dari 60,4 persen pada tahun 2006 menjadi hanya 30,4 persen pada tahun 2008.

Penelitian ini melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PMA di sektor industri manufaktur di Indonesia dengan menggunakan data panel dari periode tahun 1993 sampai dengan 2008 dengan unit cross section meliputi 26 propinsi induk (propinsi yang terbentuk sebelum pelaksanaan otonomi daerah) di Indonesia. Selain untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PMA di sektor industri manufaktur, penelitian ini juga diharapkan dapat mengetahui pengaruh otonomi daerah terhadap PMA di sektor industri manufaktur di Indonesia.

Hasil regresi menggunakan data panel menunjukkan bahwa faktor penarik yang mempengaruhi PMA di sektor industri manufaktur non migas adalah market size dan infrastruktur. Sedangkan faktor pendorong yang mempengaruhi PMA di sektor industri manufaktur non migas adalah upah dan inflasi. Hasil output Model Fixed Effect menunjukkan bahwa otonomi daerah signifikan berpengaruh negatif terhadap PMA. Hasil ini bertolak belakang dari tujuan kebijakan otonomi daerah, yang diharapkan dapat memacu pembangunan ekonomi di daerah luar Jawa.

Otonomi daerah berpengaruh negatif terhadap PMA karena implementasi otonomi daerah mempunyai berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum penguasa lokal daerah. Locus praktek korupsi menyebar hampir merata di seluruh daerah propinsi dan kabupaten se-Indonesia dengan berbagai modus operandi. Permasalahan lain dalam implementasi kebijakan otonomi daerah adalah maraknya perda pungutan dan retribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Hal ini mendorong terciptanya high cost economy, sehingga pelaku usaha harus membayar biaya tambahan yang membuat ongkos melakukan usaha menjadi lebih mahal. Selain itu, permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah menyangkut kapasitas aparatur daerah sehingga pekerjaan yang didesentralisasikan kewenangannya kepada daerah, tidak terselesaikan secara optimal. Kata Kunci : PMA di sektor industri manufaktur, data panel, Otonomi Daerah

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

@ Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG DI SEKTOR INDUSTRI

MANUFAKTUR NON MIGAS DI INDONESIA

MOHAMMAD AMIN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sain

Pada

Program Studi Ilmu EKonomi

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis:

Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Langsung di Sektor Industri Manufaktur Non Migas di Indonesia Nama : Mohammad Amin NIM : H151064224 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Ketua Anggota

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,M.Ec

Mengetahui Ketua Program Studi Dekan SPs IPB Ilmu Ekonomi Dr.Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si NIP. 196909091994031001 NIP. 1965081441990021001

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc,Agr

Tanggal Ujian : 12 Agustus 2011 Tanggal Lulus :

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan karena berkat pertolongan, hidayah dan

rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga

selanjutnya Allah senantiasa berkenan memberikan pertolongan, hidayah, rahmat dan

ridlo dalam setiap proses hidup yang kita jalani.

Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

penanaman modal asing langsung di sektor industri manufaktur di Indonesia dalam

kurun tahun 1993-2008. Topik penelitian ini relevan sebagai bahan masukan bagi

pengambil kebijakan untuk membenahi sektor industri dari sisi penanaman modal

asingnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah studi

penanaman modal asing di Indonesia.

Tulisan ini merupakan hasil dari proses yang cukup panjang, dengan berbagai

kesulitan karena awamnya pengetahuan penulis. Hal ini dapat diatasi dengan bantuan

dari banyak pihak, terutama komisi pembimbing melalui saran, masukan dan

pemikiran untuk memperkaya tesis ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Dr. R. Nunung Nuryartono sebagai ketua

komisi pembimbing dan Bapak Dr. Dedi Budiman Hakim sebagai anggota komisi

pembimbing, serta Bapak Dr. Sri Hartoyo sebagai dosen penguji luar komisi.

Ucapan terimakasih khususnya penulis sampaikan kepada :

1. Rektor, Dekan dan seluruh keluarga besar Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

program Pasca Sarjana di IPB.

2. Pengelola program beserta seluruh staf pengajar Ilmu Ekonomi Sekolah Pasca

Sarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan selama masa perkuliahan serta staf

sekretariat Pasca Sarjana Program Ilmu Ekonomi atas dukungan dan bantuan

selama perkuliahan.

3. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana IPB.

4. Teman-teman di BKPM, BPS, Kementerian Perindustrian, PLN dan pihak-pihak

lain yang telah membantu data.

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

5. Sahabat Ir.Sutarmin, Ir. Syarif Syahrial, Nur Kholis, SE dan Ir. Indra, teman

diskusi informal yang telah membantu penulis memahami matematika dan

ekonometrika, walaupun masih jauh dari sempurna.

6. Sahabat Nusron Wahid yang telah membantu biaya kuliah.

7. Ibu, Bapak, Ibu Mertua, saudara dan semua insan yang telah memberikan budi baik

kepada penulis. Semoga Tuhan yang Maha Kuasa memberi balasan dengan berlipat

ganda.

8. Terakhir tetapi teramat penting, terimakasih saya sampaikan ke pada istri saya

Yustiti Mufidah atas dukungan yang telah diberikan untuk menyelesaikan studi.

Juga untuk amanah Tuhan yang mewujud dalam diri anak-anak kami, Mohammad

Rajendra Jati dan Indira Shofia Wardani. Semoga kelak engkau berdua lebih baik

daripada Ibu Bapakmu.

Tulisan ini saya yakini sangat banyak kekurangan dan keterbatasan, namun

demikian penulis berharap walaupun kecil ada manfaat yang dapat diambil dari

tulisan ini. Semoga kelak penulis dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Amin

Bogor, Juli 2011

Mohammad Amin

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Desember 1980 di Demak, Jawa Tengah,

sebagai anak kelima dari enam bersaudara keluarga Bapak Mat Hasyim dan Ibu Siti

Muslichah.

Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Merak,

Dempet Demak. Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1

Godong, Grobogan, dan Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU

Negeri 1 Demak, Jawa Tengah. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan tinggi di

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Diponegoro Semarang, dan lulus

sebagai Sarjana Sosial pada tahun 2004. Penulis mulai bekerja pada tahun 2004 sebagai

Asisten Anggota DPRRI, dan mulai tahun 2005 bekerja sebagai staf Yayasan MataAir

Jakarta sampai sekarang.

Penulis menikah dengan Yustiti Mufidah pada tahun 2005, dan dikaruniai dua

orang anak, Mohammad Rajendra Jati dan Indira Shofia Wardani.

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................

BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Permasalahan Penelitian ..................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 5

1.5 Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 6

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritik ............................................................................................... 7

2.2. Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 26

2.3. Kerangka Penelitian ......................................................................................... 30

BAB.III METODE PENELITIAN

3.1. Data................................................................................................................... 32

3.2 Metode Analisis Data ........................................................................................ 33

3.3 Model Penelitian ............................................................................................... 35

BAB.IV GAMBARAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR DAN PMA

4.1.Industri Manufaktur dan Perekonomian Nasional............................................. 37

4.2 Gambaran Penanaman Modal di Indonesia........................................................ 44

BAB.V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Pemilihan Model Terbaik................................................................................... 56

5.2 Estimasi dan Interpretasi.................................................................................... 56

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

BAB VI. OTONOMI DAERAH DAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

6.1.Desentralisasi sebagai Substansi Otonomi Daerah............................................ 64

6.2 Definisi dan Tujuan Desentralisasi.................................................................... 65

6.3 Permasalahan Otonomi Daerah.......................................................................... 67

BAB.VII.KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

7.1.Kesimpulan......................................................................................................... 72

7.2 Implikasi Kebijakan........................................................................................... 73

7.3 Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut.................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 74

LAMPIRAN ....................................................................................................................... 76

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan 12 Besar Hasil Industri............................................ 39

2. Kontribusi Industri Manufaktur terhadap PDB................................ 42

3. Realisasi PMA Langsung di Sektor Industri Manufaktur ............... 48

4. Realisasi PMA berdasarkan Negara Asal ........................................ 49

5. Distribusi PMA Langsung............................................................... 54

6. Hasil Regresi Data Panel ................................................................ 57

7. Produktivitas Tenaga Kerja Negara ASEAN .................................. 61

8. Contoh Kasus Korupsi Setelah Otonomi Daerah ............................ 68

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Keterkaitan Industri dengan Penanaman Modal................................ 1

2. Persebaran PMA berdasarkan Lokasi ............................................... 4

3. Marginal Efficiency of Investment .................................................... 8

4. Visious circle of cumulative development ........................................ 18

5. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 30

6. Pengujian Penentuan Model ............................................................. 33

7. Kontribusi Industri Manufaktur terhadap Ekspor ............................. 39

8. Kontribusi Industri Manufaktur terhadap PDB ................................. 41

9. Realisasi PMDN dan PMA ............................................................... 45

10. Prosentase realisasi PMA berdasarkan Sektor................................... 47

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Hasil Output Eviews

2. Index Persepsi Korupsi Tahun Tahun 2004-2008

3. Data Perda yang Dikaji Pemerintah Pusat

4. Data Perda yang Dibatalkan Pemerintah Pusat

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penanaman modal sangat penting untuk membiayai pembangunan dan

untuk membiayai industri, karena dana yang dimiliki negara terbatas sehingga tidak

cukup untuk membiayai keseluruhan sektor belanja pembangunan, membayar

pinjaman luar negeri dan membiayai subsidi. Jika tidak didukung dengan

penanaman modal dari swasta, program-progam pembangunan nasional akan

berjalan lambat. Untuk menutup kekurangan dana pembangunan tersebut,

pemerintah dapat mengandalkan dari sektor swasta domestik, yakni bank, non bank

dan pasar modal maupun dari swasta asing, baik berupa pinjaman ataupun investasi

langsung.

Terkait dengan sumber pembiayaan pembangunan, Lutfi (2006)

mengklasifikasikan menjadi tiga. Pertama, sumber internal dalam negeri, dari

tabungan domestik. Kedua, sumber eksternal (luar negeri), dari pinjaman luar

negeri dan penanaman modal asing. Ketiga, dari hasil ekspor. Hubungan antara

industri dengan penanaman modal ditunjukkan pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 : Keterkaitan Industri dengan Penanaman Modal

Sumber : Lutfi (2006) dengan modifikasi.

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

2

Penanaman modal asing langsung (PMAL) merupakan sumber pembiayaan

yang paling berkualitas. PMAL lebih mampu menjamin kelangsungan

pembangunan daripada bantuan atau modal portofolio, karena PMAL akan diikuti

dengan pengembangan SDM negara tujuan PMAL melalui transfer teknologi,

pengetahuan dan kemampuan manajerial dari perusahaan yang melakukan PMAL

(Panayotou, 1998). Biasanya negara-negara yang akumulasi modal (kapital) dan

pengembangan teknologinya lemah, akan tumbuh lebih lambat daripada negara-

negara yang mempunyai tingkat investasi tinggi dan belanja untuk penelitian dan

pengembangannya tinggi (Udo & Obiora, 2006).

Indonesia memiliki modal dasar yang cukup kuat untuk menarik minat

swasta agar menanamkan modal di sektor riil yang meliputi potensi pasar yang

sangat besar, tenaga kerja yang murah dan sumber daya alam yang melimpah.

Dalam konteks potensi pasar, Indonesia memiliki jumlah penduduk mencapai 230

juta jiwa, akibat langsung dari jumlah penduduk ini adalah jumlah permintaan

terhadap berbagai produk barang dan jasa juga sangat besar. Dengan jumlah

permintaan yang sangat besar, produksi barang dan jasa yang harus dihasilkan juga

sangat besar. Biasanya, ongkos produksi dalam jumlah besar jauh lebih murah jika

dibandingkan dengan ongkos produksi barang dan jasa dalam jumlah lebih sedikit.

Dalam konteks tenaga kerja, selain melimpah jumlah tenaga kerja Indonesia juga

murah. Hal ini sangat cocok bagi perusahaan untuk menekan biaya produksi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja Indonesia pada

bulan Februari 2009 ini mencapai 113.744.408 jiwa. Sedangkan dalam konteks

sumber daya alam, ketersediaan potensi alam Indonesia berperan penting dalam

penyediaan bahan baku industri manufaktur, baik dari hasil hutan, pertanian,

perikanan dan kelautan, tambang dan perkebunan.

Modal dasar tersebut merupakan daya tarik bagi pelaku usaha untuk

menanamkan modal usahanya, tetapi ada faktor lain yang menjadi pertimbangan

bagi pelaku usaha. Prinsip pokok yang menjadi pertimbangan dalam melakukan

kegiatan penanaman modal adalah ekspektasi terhadap keuntungan yang mungkin

diperoleh. Jika lebih menguntungkan untuk melakukan kegiatan penanaman modal

di luar negeri dari pada di dalam negeri, maka investor akan melakukan kegiatan

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

3

penanaman modal di luar negeri, yang lazim disebut dengan penanaman modal

asing.

1.2 Permasalahan

Isu yang paling krusial dalam strategi pembangunan pada era orde baru

adalah terjadinya sentralisasi pembangunan di Jawa. Akibatnya, terjadi

ketimpangan sosial ekonomi antara daerah di Jawa dan di luar Jawa. Tidak hanya

dalam hal infrastruktur ekonomi, tetapi juga meluas dalam sektor lain, termasuk

dalam hal jumlah penduduk dan sarana pendidikan. Permasalahan sentralisasi di

Jawa ini yang diperbaiki melalui kebijakan otonomi daerah pada era reformasi.

Praktek sentralisasi pada era orde baru juga terjadi pada sektor penanaman

modal asing. Penanaman modal asing di Indonesia tidak tersebar secara seimbang

di setiap propinsi. Terjadi kesenjangan yang sangat mencolok antara satu propinsi

dengan propinsi lainnya, terutama kalau dikelompokkan menjadi Jawa dan Luar

Jawa. Secara rata-rata pada periode 1993-2008, prosentase distribusi penanaman

modal asing di Jawa mencapai 81 persen sedangkan di luar Jawa hanya 19 persen.

Fakta ini menjadi jawaban terhadap lambatnya pembangunan dan kemajuan di

daerah luar Jawa.

Gambaran tentang kondisi penanaman modal asing di atas memperlihatkan

bahwa permasalahan pokok dalam PMAL di Indonesia adalah tidak terjadinya

unsur pemerataan dalam konteks persebaran geografis dari realisasi PMAL di

propinsi-propinsi di Indonesia. Dengan mempertimbangkan manfaat PMAL

langsung bagi pembangunan, khususnya dalam hal pengembangan industri, tidak

terjadinya pemerataan realiasi PMAL dapat menjadi penyebab terjadinya

kesenjangan ekonomi yang cukup tajam di antara kawasan di Indonesia. Untuk

mendapatkan gambaran lebih jelas tentang terkonsentrasinya realisasi PMAL di

propinsi tertentu saja, dapat dilihat pada Gambar 1.2 tentang persebaran realisasi

PMA berdasarkan lokasi.

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

4

Gambar 1.2 : Konsentrasi PMAL di Lima Propinsi Sumber : BKPM (diolah)

Gambar di atas memperlihatkan secara jelas bahwa persebaran tidak terjadi

secara merata di semua propinsi. Bahkan terlihat ketimpangan yang sangat tajam.

Realisasi PMAL berdasarkan lokasi di lima besar propinsi, selama sepuluh tahun

terakhir rata-rata mencapai 84,9 persen dari keseluruhan realisasi PMAL di

Indonesia. Itu artinya, selama sepuluh tahun terakhir ini hanya rata-rata sebesar

15,1 persen dari keseluruhan realisasi PMAL yang terdistribusi ke 28 propinsi

lainnya di Indonesia.

Kondisi yang lebih memprihatinkan lagi, dari peringkat besar 5 propinsi

dengan realisasi PMAL terbesar tersebut, daerah yang menjadi langganan 5 besar

tidak banyak mengalami perubahan. Hanya Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan

Banten yang selalu masuk peringkat 5 besar. Catatan cukup baik diraih oleh Riau,

Jatim dan Kaltim yang masing masing masuk 7 kali (Riau), 6 kali (Jatim) dan 3

kali (Kaltim) ke jajaran peringkat 5 besar. Sedangkan Sumut, Sulteng, Jateng,

Papua, Sumsel dan Sulsel masing-masing hanya sekali masuk 5 besar. Bahkan, jika

dilihat dari prosentase setiap provinsi dari 5 besar tersebut, DKI Jakarta

mendominasi realisasi PMA dengan rata-rata mencapai 33,47 persen, disusul Jawa

Barat (24,8 persen), Jawa Timur (10,7 persen), Banten (9,6 persen), dan Riau (7,1

persen).

Persen

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

5

Berdasarkan gambaran tersebut, permasalahan yang secara khusus dikaji

lebih jauh adalah :

1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya PMAL di sektor industri

manufaktur non migas ke propinsi di Indonesia?

2. Apakah kebijakan otonomi daerah berpengaruh terhadap perubahan distribusi

realisasi PMAL di sektor industri manufaktur non migas di propinsi-propinsi di

Indonesia?

3. Kebijakan apa yang seharusnya diterapkan untuk meningkatkan PMAL di sektor

industri manufaktur non migas di Indonesia?

Dugaan awal terkait dengan permasalahan tersebut adalah bahwa terjadinya

perbedaan mencolok jumlah realisasi PMAL di daerah-daerah di Indonesia karena

adanya perbedaan kondisi variabel-variabel yang berpengaruh. perbedaan yang

paling mencolok terdapat pada aspek infrastruktur dalam hal ini adalah listrik dan

jalan. Sebagai contoh akumulasi jumlah listrik yang terjual di Pulau Jawa, lebih

tinggi daripada jumlah listrik terjual di seluruh Indonesia selain Jawa. Hal ini

mengindikasikan bahwa variabel infrastruktur mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap PMAL di Indonesia. Selain itu, dalam aspek upah, besar UMP

di Jawa lebih murah daripada wilayah lain di Indonesia selain Bali dan Nusa

Tenggara. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat upah mempunyai pengaruh

negatif terhadap PMAL.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PMA langsung di sektor industri

manufaktur non migas di propinsi-propinsi di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap perubahan distribusi

realisasi PMA langsung di Indonesia.

3. Merekomendasikan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan PMA langsung di

sektor industri manufaktur non migas di propinsi-propinsi di Indonesia.

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

6

1.4 Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Dalam konteks akademik, penelitian ini diharapkan berguna bagi

pengembangan teori tentang penanaman modal, dan sekaligus

diharapkan akan dapat menjadi referensi akademik bagi mahasiswa dan

pengajar yang menggeluti bidang ekonomi.

2. Dalam konteks praksis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan referensi bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan-

kebijakan ekonomi, khususnya yang terkait dengan penanaman modal

dan pengembangan industri nasional.

1.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pembatasan sebagai berikut :

1. Jumlah propinsi yang dipilih untuk penelitian ini hanya 26 Propinsi, yaitu

propinsi-propinsi yang sudah terbentuk sebelum tahun 2000. Jadi

propinsi baru hasil pemekaran, tidak diikutsertakan dalam analisis

penelitian ini.

2. Periode waktu penelitian ini hanya pada rentang waktu tahun 1993

sampai dengan 2008, dengan menggunakan data tahunan (annual).

Secara khusus untuk mengkaji realisasi PMAL di sektor industri

manufaktur non migas sebelum kebijakan otonomi daerah diberlakukan

(1993-2000) dan setelah kebijakan otonomi daerah diberlakukan (2001-

2008).

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritik

2.1.1 Investasi atau penanaman modal

Fisher (1930) dalam teori yang dikenal sebagai “second approximation to

the theory of interest’ berpendapat bahwa pada dasarnya semua modal adalah modal

yang berputar, atau dengan kata lain semua modal digunakan dalam proses

produksi, jadi dalam istilah Fisher, tidak ada yang namanya stock of capital (K).

Dalam pengertian ini, secara faktual semua modal merupakan investasi. Dalam

pengertian yang lebih mudah, Fisher ingin menjelaskan bahwa investasi yang

dilakukan dalam bentuk membeli saham di pasar modal (bursa efek) tidak dapat

dikategorikan sebagai modal, karena investasi jenis ini dapat diambil sewaktu-

waktu oleh pemegang saham sehingga tidak dapat digunakan untuk proses

produksi.

Keown et.al dalam Lutfi (2006) mendefinisikan penanaman modal sebagai

tindakan mengorbankan dana yang dikeluarkan pada saat ini untuk mendapatkan

imbalan dana di waktu yang akan datang. Hal ini berkaitan dengan nilai waktu dari

uang, dimana uang yang kita terima saat ini akan jauh lebih berharga dibandingkan

dengan uang akan kita terima tahun depan.

Penanaman modal mempunyai karakter khusus sebagai instrumen

perekonomian yang paling sering berubah, dan sekaligus sebagai penghubung

antara komponen fiskal dengan moneter. Fungsi investasi Keyness menyebutkan

bahwa investasi (I) merupakan fungsi dari suku bunga (r), dengan menotasikan:

I = I (r)................................................. (2.1)

Blanchard (2006) memberi ilustrasi bahwa dalam melakukan investasi,

suatu perusahaan akan menggunakan pertimbangan yang sebenarnya sederhana.

Tindakan yang pertama kali dilakukan perusahaan adalah menghitung nilai saat ini

(present value) dari keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut,

diperbandingkan dengan biaya melakukan investasi tersebut. Jika nilai saat ini dari

keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut melebihi biaya investasi, maka

perusahaan akan melakukan investasi. Sebaliknya, jika nilai saat ini lebih rendah

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

8

dari biaya dalam melakukan investasi, maka perusahaan tidak akan melakukan

investasi.

Lebih jauh, Blanchard menotasikan fungsi investasi sebagai:

It=I(V(∏et) ........................................................................(2.2)

Maksud dari fungsi tersebut adalah bahwa investasi tergantung pada nilai

sekarang yang diharapkan dari keuntungan masa depan. Semakin tinggi nilai saat

ini dan nilai yang diharapkan dari keuntungan, maka akan semakin tinggi tingkat

investasi yang dilakukan. Dan semakin tinggi nilai suku bunga saat ini, berarti

semakin rendah nilai saat ini yang diharapkan, oleh karenanya semakin rendah

tingkat investasi yang dilakukan.

Sedangkan dalam perspektif Fisher, fungsi maksimisasi keuntungan

perusahaan dapat dituliskan dengan persamaan:

Max ∏ = f (I1)- (1+r) I1 ........................................................(2.3)

Fungsi tersebut menggambarkan keputusan optimal untuk melakukan

investasi akan terjadi pada saat : f’ = (1+r). Lebih lanjut Fisher menjelaskan bahwa

f’-1 sebagai marginal rate of return over cost, atau dalam istilah lain Keyness

menyebutnya sebagai the “marginal efficiency of investment”. Jadi, kondisi

optimum dari investasi suatu perusahaan akan terjadi pada saat MEI = r. Ini artinya

bahwa investasi berkaitan dengan tingkat suku bunga. MEI ini merupakan indikator

untuk melihat apakah nilai tambah yang diperoleh ketika melakukan investasi lebih

besar daripada nilai tambah yang diperoleh ketika seseorang memilih menabung

uangnya di bank. Secara grafis, MEI dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Marginal Efficiency of Investment (MEI)

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

9

Gambar 2.1 menjelaskan bahwa jika diperkirakan keuntungan yang

diperoleh ketika melakukan investasi lebih besar daripada perolehan dari suku

bunga bank (r) yang diperoleh seseorang ketika menyimpan uangnya di bank,

dengan asumsi pelaku ekonomi bertindak rasional, maka seseorang akan terdorong

untuk berinvestasi. Sebaliknya, jika keuntungan yang mungkin diterima ketika

melakukan investasi lebih kecil daripada keuntungan ketika menyimpan uangnya di

bank, maka pilihan yang rasional adalah menyimpan uang di bank.

2.1.2 Investasi Asing atau Penanaman Modal Asing

Accoley (2005) mendefinisikan penanaman modal asing sebagai penanaman

modal yang dilakukan di luar negeri baik dengan membangun fasilitas poduksi

baru, ataupun dengan mengakuisisi saham perusahaan yang sudah mapan dalam

jumlah minimum tertentu. Tidak jauh berbeda dengan Accoley, UU No 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal mengartikan penanaman modal asing sebagai

kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam

modal dalam negeri.

Lebih jauh, Asiedu (2002) berpendapat bahwa dalam menentukan faktor-

faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing, sangat penting untuk

membedakan dua jenis PMAL, yaitu market seeking dan non market seeking.

Tujuan utama dari jenis PMAL market seeking adalah untuk memenuhi kebutuhan

pasar domestik. Barang-barang diproduksi di negara tujuan PMAL (host country)

dan dijual di negara tersebut. Konsekwensinya, permintaan pasar domestik yang

terlihat dari populasi yang besar dan pendapatan yang tinggi dari masyarakat host

country sangat menentukan keberadaan PMAL. Oleh karena itu, di negara-negara

miskin, jenis PMAL market seeking sangat kecil jika dibandingkan dengan jenis

PMAL non market seeking. Di negara-negara miskin, barang-barang diproduksi di

host country, tetapi di jual ke luar negeri. Sedangkan untuk jenis PMAL non market

seeking, penanaman modal lebih dominan berbasis sumber daya alam dan

berorientasi ekspor. Oleh sebab itu, faktor permintaan pasar domestik tidak

berpengaruh terhadap PMAL jenis ini. Faktor yang lebih berpengaruh terhadap

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

10

PMAL jenis non market seeking adalah kemudahan bagi perusahaan untuk meng-

export barang-barang yang diproduksinya ke luar negeri.

Teori-teori tentang faktor yang mempengaruhi PMAL dapat diklasifikasikan

menjadi dua kategori yaitu, micro level theory yang fokus pada keadaan yang

membuat perusahaan melakukan produksi di luar negeri, dan macro level theory

yang mencoba mencari faktor-faktor apa yang menentukan tingkat PMAL yang

terjadi pada suatu negara (Accoley, 2005). Teori-teori yang termasuk dalam

kategori micro level theory adalah the internationalizaton models of the Uppsala

School, Vernon’s product life cycle hypothesis, dan the industrial organization

theories. Sedangkan faktor-faktor yang termasuk dalam kategori macro level theory

adalah Exchange Rate, Economic Growth, Market Size dan Faktor-faktor lainnya

(tingkat keterbukaan ekonomi, tingkat upah, privatisasi, hambatan-hambatan

perdagangan, stabilitas makro ekonomi dan kebijakan pemerintah tentang

penanaman modal asing.

The Internalization Models of the Uppsala School.

Model ini dikembangkan oleh Johanson dan Widersheim-Paul (1975) dari

Universitas Uppsala Swedia. Mereka menjelaskan bahwa perusahaan multi nasional

biasanya tidak memulai aktivitas usahanya dengan melakukan PMAL ke negara

lain. Melainkan melalui empat tahapan proses untuk masuk ke pasar internasional.

Pada tahap pertama perusahaan beroperasi di pasar domestik dan secara perlahan

memperluas aktivitas usahanya ke pasar luar negeri. Selama tahapan pertama ini,

perusahaan multi nasional hanya akan memproduksi dan menjual produknya di

dalam negeri. Pada tahapan kedua perusahaan mulai melibatkan diri dalam

perdagangan internasional dengan melakukan ekspor produknya ke negara tetangga

dan negara-negara yang dikenal dengan baik melalui kantor perwakilan atau agen di

negara tersebut. Perbedaan antara negara asal dengan negara tujuan ekspor, baik

dalam hal perbedaan bahasa, budaya, sistem politik, tingkat pendidikan dan tingkat

industrialisasi mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap keputusan

melakukan ekspor.

Tahapan ketiga dari penanaman modal asing ditandai dengan pendirian

perusahaan penjualan di luar negeri. Besar atau kecilnya potensi pasar akan menjadi

faktor yang menentukan lokasi didirikannya perusahaan penjualan tersebut.

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

11

Sedangkan pada tahap keempat, perusahaan mulai mendirikan perusahaan atau

melakukan akuisisi terhadap perusahaan industri di luar negeri. Keputusan untuk

mendirikan atau melakukan akuisisi perusahaan manufaktur di luar negeri

dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu jarak, hambatan tarif dan non tarif, biaya

transportasi dan lain-lain.

The Industrial Organization Theories

Kerangka teori ini berangkat dari argumentasi bahwa penyebab perusahaan

melakukan penanaman modal asing sama dengan penyebab perusahaan ini

melakukan perluasan usaha di dalam negeri. (Penrose, 1956; Caves, 1971; Accoley,

2005). Caves meneliti karakteristik intrinsik dari industri yang mempunyai potensi

menarik PMAL. Caves membagi PMAL menjadi dua, yaitu horizontal investment

dan vertical investment. Untuk horizontal investment, PMAL terjadi pada industri

yang mempunyai karakter oligopoli dengan diferensiasi produk, baik di host

country maupun di home country. Sedangkan untuk vertical investment, PMAL

akan lebih menyukai industri yang mempunyai karakter oligopoli, dengan tidak ada

diferensiasi produk di home country.

Menurut Hymer (1960), perusahaan melakukan horizontal investment

karena mereka memiliki aset-aset khusus yang menghasilkan return tinggi di pasar

luar negeri dengan hanya melalui produksi di luar negeri. Sebagaimana yang terjadi

dalam kasus ekspansi di pasar domestik, alasan dibalik terjadinya integrasi vertikal

di antara perusahaan domestik adalah untuk menghindari ketidakpastian pasar

oligopolistik dan untuk menghindari ketegangan dengan pesaing baru karena ada

hambatan untuk masuk ke pasar.

Product Life Cycle Theory

Pada tahun 1960-an, Raymond Vernon mengembangkan teori yang populer

dengan nama product life cycle theory. Teori ini menggabungkan antara kaidah

inovasi, ekspansi pasar, keunggulan komparatif dan respon strategis terhadap

persaingan global dalam hal keputusan industri, perdagangan dan investasi.

Teori product life cycle ini menggambarkan bahwa pergeseran produksi,

perdagangan dan investasi internasional terbentuk melalui tiga tahapan. Tahapan

pertama, the new product stage. Dalam tahap ini, perusahaan mengembangkan dan

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

12

memperkenalkan produk baru untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. Karena

produk baru, belum dapat dipastikan penerimaan produk dan keuntungan

perusahaan yang memproduksinya. Perusahaan harus memantau secara dekat dan

langsung untuk mengetahui kepuasan konsumen terhadap produk tersebut. Umpan

balik dari pasar yang cepat sangat penting. Awalnya produk baru diproduksi di

negara yang tradisi penelitian dan pengembangannya sangat kuat. Seperti Jepang,

Jerman dan USA. Kemudian, karena pasar juga tidak pasti, perusahaan biasanya

akan meminimalisasi kapasitas investasi untuk produk baru tersebut. Sehingga

sebagian besar produk awalnya dijual di pasar domestik, dan hanya sedikit yang

dijual di pasar ekspor.

Tahap kedua dari product life cycle theory adalah the maturing product

stage. Permintaan pasar terhadap produk meningkat secara tajam setelah konsumen

mengetahui nilai produk tersebut, sehingga perusahaan harus membangun pabrik

baru untuk meningkatkan kapasitas produk dan memenuhi permintaan konsumen,

baik permintaan domestik maupun permintaan luar negeri. Dalam tahap ini, pesaing

bisnis mulai bermunculan, karena prospek bisnis yang menjanjikan keuntungan

besar.

Tahapan ketiga dari teori ini adalah the standardized product stage. Dalam

tahap ini, produk menjadi lebih dari sekedar komoditas, dan perusahaan dipaksa

untuk menurunkan biaya produksinya semurah mungkin, sehingga perusahaan

harus memindahkan atau mengalihkan produksinya ke negara yang ongkos tenaga

kerjanya murah. Konsekwensinya, negara asal (home country) tempat perusahaan

induk harus mengimpor produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Ilustrasi dari tahap ini misalnya terjadi dalam kasus industri komputer, di

mana perusahaan di Amerika Serikat harus meng-impor dari produsen baru seperti

Hyundai dan Samsung (Korea Selatan) atau Lenovo dari China. Perusahaan-

perusahaan industri manufaktur Taiwan seperti MITAC International, Tatung dan

TECO Information System secara rutin setiap tahun mengekspor jutaan komputer

ke Amerika Serikat, beberapa diantara perusahaan manufaktur Taiwan melakukan

kontrak produksi dengan distributor asing.

Berdasarkan teori Product Life Cycle ini, secara ringkas dapat dijelaskan

bahwa produksi domestik mulai tumbuh pada tahap 1, mencapai puncaknya pada

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

13

tahap 2 dan merosot pada tahap 3. Ekspor oleh perusahaan inovatif (innovating

firms) mulai pada tahap 1, mencapai puncak pada tahap 2, dan pada tahap 3,

perusahaan inovatif itu menjadi net importir produk yang pertama kali

diperkenalkannya. Kompetitor asing mulai tumbuh pesat pada akhir tahap 1, karena

perusahaan di negara industri lain mulai mengetahui potensi pasar produk tersebut,

pada tahap 2, kompetitor asing mulai memperluas kapasitas produksi untuk

memenuhi peningkatan permintaan pasar domestik, dan mungkin juga menjadi net

eksportir. Karena kompetisi yang sangat ketat pada tahap 2, the innovating firms

dan pesaing-pesaingnya (baik lokal maupun asing) berupaya menurunkan biaya

produksinya dengan mengalihkan produksinya di negara-negara berkembang yang

masih murah upah tenaga kerjanya. Sehingga pada tahap ketiga, negara-negara

berkembang dapat menjadi net eksportir produk tersebut.

Teori Eklektik Dunning

Dunning (1960) dengan teori eklektik untuk menjelaskan tentang kenapa

dalam melakukan produksi suatu perusahaan memilih di luar negeri. Dalam teori

ini, perusahaan akan melakukan proses produksi di luar negeri jika tiga hal berikut

memuaskan: 1). Ownership advantage. Perusahaan harus memiliki keunggulan

kompetitif yang unik daripada perusahaan di negara tujuan (host country). 2).

Location advantage. Aktivitas usaha di luar negeri harus menguntungkan daripada

aktivitas usaha di negara asal. Contohnya, PT. Caterpillar memproduksi Buldoser di

Brazil karena upah tenaga kerja lebih murah dan untuk menghindari tarif ekspor

yang tinggi di Amerika Serikat. 3). Internalization advantage. Aktivitas perusahaan

mengelola atau mengawasi langsung usaha di luar negeri harus lebih

menguntungkan daripada menyewa perusahaan lokal untuk menyediakan jasa

tersebut.

Ownership Advantages merupakan kekayaan yang dimiliki oleh

perusahaan, baik yang tangible maupun yang intangible yang mempunyai

keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain. Dengan asumsi

bahwa perusahaan lokal di negara tujuan (host country) lebih memahami kondisi di

dalam negerinya dari pada perusahaan asing, maka perusahaan asing yang ingin

masuk ke pasar host country harus mempunyai ownership advantage agar dapat

mengatasi hambatan-hambatan tentang kondisi pasar yang belum diketahuinya

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

14

dengan baik, baik menyangkut informasi tentang negara tujuan, kondisi politik

maupun budaya-budaya negara tujuan.

Location Advantages merupakan faktor-faktor yang membuat perusahaan

lebih lebih menguntungkan melakukan produksi di negara tujuan (host country) dari

pada di negara asal (home country). Dalam menentukan tempat melakukan

produksi, perusahaan-perusahaan secara seksama membandingkan karakter

ekonomi dan non ekonomi dari negara asal (home country) dengan karakter negara

tujuan (host country). Jika melakukan produksi di negara asal lebih menguntungkan

daripada melakukan produksi di negara tujuan, perusahaan akan lebih memilih

masuk ke pasar negara tujuan melalui ekspor. Pilihan seperti ini dilakukan oleh

Siam Cement-perusahaan semen Thailand- yang lebih mengandalkan ekspor untuk

memasok semen ke Kamboja, Semen dan Laos. Namun jika melakukan produksi di

negara tujuan lebih menguntungkan, maka perusahaan asing akan memilih

melakukan penanaman modal di negara tujuan atau memberikan lisensi penggunaan

teknologi dan merk kepada perusahaan lokal di negara tujuan.

Banyak faktor yang digunakan sebagai pertimbangan untuk sampai kepada

pilihan yang lebih menguntungkan tersebut. Faktor-faktor tersebut diantaranya

adalah tingkat upah, harga sewa lahan, peluang pasar di negara tujuan, akses

terhadap pengembangan SDM, dukungan logistik, biaya administrasi, resiko politik,

keamanan, korupsi birokrasi, stabilitas pemerintahan dan kebijakan pemerintah.

Internalization advantages merupakan faktor-faktor yang membuat

perusahaan lebih menguntungkan untuk melakukan sendiri proses produksi barang

dan jasa daripada menyerahkan proses produksi kepada perusahaan di negara

tujuan. Besarnya biaya produksi, baik biaya negosiasi, biaya pengawasan dan biaya

enforcing agreement menjadi faktor penentu untuk memilih model dalam

melakukan penanaman modal. Jika biaya-biaya tersebut mahal, perusahaan asing

akan lebih memilih penanaman modal asing secara penuh atau joint venture. Namun

jika biaya-biaya tersebut murah, maka perusahaan asing akan lebih memilih model

franchising, lisencing atau contract manufacturing.

Griffin & Pustay (2007) membuat klasifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi PMA langsung ke dalam tiga kategori, yaitu supply factors, demand

factors dan political factors. Faktor yang termasuk ke dalam kategori supply factors

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

15

adalah biaya produksi, logistik, ketersediaan sumber daya alam dan akses terhadap

teknologi. Sedangkan faktor yang termasuk ke dalam demand factors adalah akses

kepada pelanggan, keunggulan pemasaran, exploitation of competitive advantages

dan mobilitas pelanggan. Sedangkan faktor yang termasuk dalam political factors

adalah penghilangan hambatan perdagangan dan insentif pengembangan ekonomi.

Lebih jauh, Griffin & Pustay menjelaskan ada tiga metode dalam melakukan

PMA langsung. Yaitu, greenfield strategy, Acquisition strategy dan joint venture.

Pada prinsipnya, greenfield strategy ini adalah metode PMA langsung dengan cara

membangun sarana & prasarana produksi baru. Perusahaan membeli atau menyewa

lahan, membangun fasilitas baru menyewa atau menempatkan manajer dan pekerja

di tempat baru ini, lalu melakukan operasi bisnis baru.

Greenfield strategy mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, perusahaan

dapat memilih tempat yang terbaik untuk bertemu langsung dengan pelanggan

(pasar), dan membangun fasilitas produksi yang modern dan canggih. Kedua,

biasanya pemerintahan di suatu negara menawarkan insentif bagi kegiatan

pengembangan ekonomi, karena menciptakan lapangan kerja baru. Ketiga,

perusahaan tidak memulai usaha dengan permasalahan warisan. Seperti peralatan

yang usang, tanggung jawab terhadap utang ataupun permasalahan dengan

karyawan. Keempat, perusahaan juga dapat menemukan atau menciptakan budaya

bisnis yang baru. Faktor adanya perbedaan budaya yang sangat tajam antara home

country dengan host country, biasanya membuat perusahaan multinasional memilih

membangun perusahaan baru daripada memebli perusahaan yang sudah berjalan.

Tetapi, green field strategy juga mempunyai kelemahan. Pertama, untuk

meraih keberhasilan membutuhkan waktu dan kesabaran. Dalam hal ini, perusahaan

baru harus memulai semua proses dari nol, sehingga tidak bisa langsung meraih

keberhasilan. Kedua, lokasi yang diinginkan seringkali tidak tersedia (unavailable)

atau sangat mahal. Ketiga, dalam membangun pabrik baru, perusahaan harus

menyesuaikan dg berbagai macam peraturan lokal dan peraturan perundang-

undangan nasional, seperti AMDAL, ijin gangguan dan lain-lain. Keempat,

perusahaan harus mengawasi proses pembangunan gedung dan sarana perusahaan,

agar sesuai dengan kualifikasi dan standard yang ditetapkan. Kelima, perusahaan

harus merekrut pekerja lokal dan melatihnya sesuai dengan standard perusahaan.

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

16

Keenam, dengan membangun pabrik baru, anggapan masyarakat bahwa pabrik

tersebut merupakan perusahaan asing akan sangat kuat.

Strategi kedua dikenal dengan akuisi. Pada prinsipnya, srategi akusisi ini

adalah dengan mengambil alih perusahaan yang sudah berjalan di host country.

Proses akuisisi sangat kompleks dan melibatkan banyak pihak, mulai dari bankir,

pengacara, dan ahli-ahli merger & akuisisi perusahaan. Motivasi dasar dari akuisisi

ini sederhana, melalui akuisisi perusahaan yang sudah berjalan, pembeli dapat

langsung melakukan kontrol terhadap perusahaan, tenaga kerja, teknologi dan

jaringan kerja perusahaan. Tidak seperti greenfield strategy, tidak ada penambahan

kapasitas produksi baru dalam industri. Seringkali, perusahaan asing melakukan

akuisisi sebagai cara untuk masuk ke pasar baru. Sebagai contohnya, Produsen

semen asal Mexico, Cemex SA, pada tahun 1998 membeli 14 persen saham PT

Semen Gresik, untuk mendapatkan keuntungan dari penguasaan pasar PT Semen

Gresik di Indonesia. Atau juga, PT. Philip Morris yang mencoba masuk ke pasar

rokok kretek Indonesia dengan membeli 40 persen saham PT. HM. Sampoerna

pada tahun 2005. Dalam kepentingan yang lain, akuisisi dilakukan untuk melakukan

perubahan strategis secara besar-besaran. Seperti yang dilakukan perusahaan

minyak Arab Saudi, dengan membeli perusahaan pemurnian Korea Selatan, untuk

mengurangi ketergantungan terhadap produksi minyak mentah.

Strategi akuisisi mempunyai beberapa kelemahan. Dalam proses akuisisi,

perusahaan yang mengakuisisi harus mengambil alih semua tanggung jawab

perusahaan yang diakuisisi. Jika perusahaan yang diakuisisi mempunyai catatan

yang buruk terkait dengan hubungan industrial (hubungannya dengan tenaga kerja)

atau catatan buruk dalam pengelolaan lingkungan, maka perusahaan akan terbebani

untuk mengambil alih tanggung jawab untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Strategi lain untuk melakukan penanaman modal adalah melalui joint

venture. Joint venture terbentuk ketika dua atau lebih perusahaan menyetujui untuk

bekerja bersama dan membuat perusahaan bersama yang terpisah dari perusahaan

induknya untuk mempromosikan kepentingan bersama mereka. Beberapa

pertimbangan yang digunakan dalam melakukan joint venture adalah perkembangan

yang sangat cepat dalam hal teknologi, komunikasi dan kebijakan-kebijakan

pemerintah yang melampaui kemampuan perusahaan internasional untuk

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

17

mendapatkan keuntungan atau peluang bisnis. Bentuk pengelolaan perusahaan joint

venture ini ada tiga. Pertama, perusahaan pendiri bergabung bersama-sama dengan

melakukan share manajemen, dengan masing-masing menempatkan key person

yang mewakili perusahaan pendiri. Kedua, salah satu perusahaan pendiri diberi

tanggung jawab untuk mengelola perusahaan secara lebih dominan. Atau ketiga,

menyewa tim manajemen independen untuk mengelola perusahaan joint venture

tersebut. Joint venture mempunyai beberapa keunggulan, yaitu, dapat menjadi pintu

masuk untuk masuk ke pasar potensial, dan kemudahan berbagi pengetahuan dan

pengalaman antar partner perusahaan, meningkatkan sinergi dan keunggulan

kompetitive dari pasangan bisnis.

2.1.3 Aglomerasi Ekonomi

Secara sederhana, aglomerasi didefinisikan sebagai berkumpulnya aktivitas-

aktivitas kegiatan ekonomi pada satu lokasi. Aktivitas tersebut dapat berupa

kegiatan produksi yang menghasilkan barang, atau juga dapat berupa kegiatan

penjualan barang yang berada pada satu lokasi. Agglomeration economies atau

localized industries menurut Marshall muncul ketika sebuah industri memilih lokasi

untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka

panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila

mengikuti tindakan mendirikan usaha di sekitar lokasi tersebut.

Sedangkan menurut Weber ( ), pemilihan lokasi industri didasarkan atas

prinsip minimisasi biaya. Terutama dalam hal total biaya transportasi dan tenaga

kerja. Berdasarkan asumsi tersebut, faktor yang mempengaruhi lokasi industri ada

tiga, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja dan kekuatan aglomerasi atau

deaglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor

umum yang secara fundamental menentukan lokasi. Sedangkan kekuatan

aglomerasi dan deaglomerasi merupakan kekuatan lokal yang berpengaruh

menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang.

Myrdal ( ) dalam Capello (2007), membuat virtuous circle of cumulative

development untuk menjelaskan proses terjadinya fenomena daerah kaya yang

semakin kaya dan daerah yang miskin semakin miskin. Model ini sekaligus untuk

membantah pandangan neoklasik yang meyakini bahwa adanya proses yang

spontan dalam terjadinya kondisi re-equilibrium. Daerah-daerah kaya yang

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

18

mempunyai tingkat produksi tinggi menarik minat tenaga kerja untuk memenuhi

permintaan pasar tenaga kerja di daerah kaya. Migrasi tenaga kerja ini akan

memperluas local market di daerah kaya. Di satu sisi hal ini akan meningkatkan

permintaan barang dan jasa, di sisi lain, hal ini akan mendorong masuknya investasi

baru dan juga capital baru.

Peningkatan kegiatan produksi di daerah kaya ini akan memicu timbulnya

aglomerasi ekonomi yang akan meningkatkan produktivitas, kerjasama dan

persaingan antar pelaku usaha sehingga akan memicu pertumbuhan ekonomi daerah

kaya. Sebaliknya,di daerah miskin akan semakin tertinggal, karena mengalami

emigrasi tenaga kerja dan capital loss, karenanya akan terjadi penurunan

permintaan barang dan jasa di daerah miskin dan penurunan produktivitas.

Gambar 2.2. Virtuous circle of cumulative development

2.1.4 Data Panel

Ruang lingkup studi ekonometrika mengenal tiga macam jenis data, yaitu

data time series, cross section dan data panel (pooled data). Regresi yang

menggabungkan data time series dengan data cross section, dikenal sebagai regresi

data panel. Seringkali, dalam penelitian terdapat permasalahan tentang ketersedian

data yang dapat digunakan untuk mewakili variabel-variabel dalam penelitian. Baik

dalam bentuk pendeknya data time series yang tersedia, sehingga proses analisis

tidak dapat dilakukan karena terkait dengan persyaratan jumlah data minimum.

Ataupun dalam bentuk jumlah unit cross section yang juga terbatas, sehingga

Peningkatan produksi

Peningkatan produktifitas

Peningkatan produksi

Peningkatan labour supply

Peningkatan market size

Peningkatan investasi

Peningkatan Capital

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

19

analisis yang bertujuan untuk mendapatkan informasi perilaku dari model yang

hendak diteliti. Model ekonometrika yang dapat mengatasi permasalahan tersebut

adalah model data panel. Dengan menggunakan data panel, akan dapat diperoleh

hasil estimasi yang lebih baik, karena terjadi peningkatan jumlah observasi yang

berimplikasi pada peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom).

Data panel melakukan observasi berulang pada setiap unit cross-section

yang sama. Bila data yang diobservasi memiliki karakteristik dimana N (jumlah unit

cross-section) hanya satu dan T (jumlah unit time series) besar (lebih dari satu),

maka data tersebut dikenal sebagai data time series murni.

Sebaliknya, bila T hanya satu dan N lebih besar dari satu, maka data tersebut

dikenal sebagai data cross-section murni. Sedangkan data panel memiliki

karakteristik N > 1 dan T > 1. Notasi yang biasanya digunakan dalam estimasi panel

data adalah Yit = variabel dependen dan Xjit

Misalnya Y

= variabel penjelas.

it merupakan nilai variabel dependen untuk unit cross-section

ke-i pada waktu ke-t dengan i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T. Dan terdapat K

variabel penjelas yang masing-masing diberi indeks j = 1, 2, ..., K serta

didenotasikan sebagai Xjit

Cara yang sering digunakan untuk mengorganisir data panel adalah dengan

menuliskannya ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

, yang menyatakan nilai variabel penjelas ke-j untuk unit

ke-i pada waktu ke-t.

1 21 1 11 11 2

2 22 2 2

1 2

; ;

Ki i ii i

Ki ii i i

i i i

KiT iTiT iT iT

X X Xyy X X X

y X

y X X X

εε

ε

ε

= = =

.................................... (2.4)

dengan εit menyatakan gangguan acak untuk unit ke-i pada waktu ke-t. Selanjutnya

data tersebut disederhanakan dalam bentuk stack sebagai berikut:

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

20

1 1 1

2 2 2; ;

N N N

y Xy X

y X

y X

εε

ε

ε

= = =

.......................................................... (2.5)

dengan y adalah matriks berukuran 1NT × , X adalah matriks berukuran NT K× ,

danε adalah matriks berukuran 1NT × . Model standar data panel linier dapat

diekspresikan sebagai

'y X β ε= + .......................................................................................... (2.6)

dengan β adalah matriks berukuran 1NT × yang diekspresikan sebagai

1

2

N

ββ

β

β

=

.............................................................................................. (2.7)

Verbeek (2004) menyebutkan bahwa terdapat dua keuntungan menggunakan

data panel. Pertama, data panel yang merupakan gabungan dari data time series dan

cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak dan variabel penjelas

dapat diselang-seling antara dua dimensi (individual dan waktu). Oleh karenanya

estimasi dengan menggunakan data panel seringkali lebih akurat jika dibandingkan

dengan estimasi menggunakan jenis data lain.

Kedua, data panel dapat mengurangi permasalahan identifikasi. Meliputi

identifikasi terhadap adanya variabel endogen dalam model atau kesalahan dalam

pengamatan (measurement error), ketahanan terhadap penghilangan variabel dan

identifikasi pada dinamika individu.

Sedangkan menurut Baltagi (2005), penggunaan data panel memberikan

banyak keuntungan baik secara statistik maupun secara teoritik. Manfaat

penggunaan data panel menurut Baltagi adalah sebagai berikut :

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi

kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih

efisien.

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

21

3. Lebih baik untuk mempelajari studi yang bersifat dinamis.

4. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak

dapat diperoleh dari data murni cross section dan time series.

5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Namun, data panel juga mempunyai beberapa kelemahan dan keterbatasan.

Kelemahan tersebut sebagai berikut:

(1) Masalah dalam kesulitan desain survey panel, pengumpulan dan manajemen

data (masalah yang umumnya dihadapi diantaranya: coverage, nonresponse,

kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara.

(2) Distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi

karena kegagalan respon (contohnya: pertanyaan yang tidak jelas,

ketidaktepatan informasi, dan lain-lain).

(3) Masalah selektifitas, yakni: self-selectivity, nonresponse, attrition (jumlah

responden yang terus berkurang pada survey lanjutan).

(4) Kemungkinan terjadinya cross-section dependence (contoh: apabila macro

panel data dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang

panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan

kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (miss leading inference). Oleh karena itu,

orang-orang yang menggunakan data panel juga harus memahami bahwa tidak

semua masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh metode time series dan cross

section dapat diselesaikan dengan metode analisis data panel.

Analisis model data panel menggunakan tiga pendekatan untuk melakukan

estimasi model regresi. Yaitu, pendekatan Pooled Least Square, Fixed Effect dan

Random Effect. Ketiga-tiganya mempunyai karakter yang berbeda.

Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Pendekatan Pooled Least Square atau juga disebut sebagai pendekatan

kuadrat terkecil merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan

data panel. Pendekatan ini tidak melihat adanya perbedaan antar waktu dan antar

individu. Dalam pendekatan ini, diasumsikan bahwa perilaku data antar perusahaan

sama antar waktu.

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

22

Model yang dibangun dengan dasar susunan data sebagaimana persamaan

(2.6) adalah

'y X β ε= + ...........................................................................................(2.8)

Dimana sekarang diasumsikan εit ~ iid (0,σ2

Pendekatan ini mempunyai kelemahan mendasar dalam melakukan asumsi.

Dimana intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Implikasi

penggunaan asumsi ini adalah tidak terlihatnya variasi atau perbedaan, baik antara

individu maupun antar waktu. Ini berarti tidak sesuai dengan tujuan penggunaan

data panel. Bahkan dalam beberapa kasus, penduga yang dihasilkan melalui metode

Pooled Least Square ini akan bias sebagai akibat dari kesalahan spesifikasi data.

Kelemahan yang terjadi pada metode pendekatan kuadrat terkecil, biasanya dapat

diatasi dengan menggunakan metode fixed effect (fixed effect) dan metode efek

random (random effect).

) untuk semua i dan t. Dalam hal

ini untuk given individual, observasi tidak berkorelasi secara serial, dan untuk

pengamatan lintas individu dan lintas waktu, terjadi homoscedastisity pada error-

nya.

Pendekatan Fixed Effect, menggunakan variabel dummy untuk menangkap

adanya perbedaan intersep antara individu (propinsi), namun intersepnya sama antar

waktu (time invariant). Di samping itu, model ini juga mengasumsikan bahwa

koefisien regresi (slope) tetap antar individu dan antar waktu. Model estimasi ini

juga sering disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variables (LSDV).

Namun, penggunaan variabel dummy di dalam model fixed effect dapat berimplikasi

pada berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom), yang pada akhirnya akan

mengurangi efisiensi parameter.

Persamaan 2.9 menjelaskan tentang struktur model fixed effect.

'it it ity X β ε= + ..................................................................................... (2.9)

dengan gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model

sebagai berikut:

it i ituε α= + .......................................................................................... (2.10)

Page 39: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

23

dan diasumsikan bahwa itu merupakan gangguan acak yang tidak berkorelasi

dengan itX . Sedangkan iα disebut sebagai efek individual (atau time-invariant

person-specific effect). Beberapa aplikasi empiris data panel umumnya melibatkan

satu diantara asumsi mengenai efek individual. Asumsi tersebut adalah:

1). Jika iα diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi antar

1, 2, ,i N= , maka model ini disebut sebagai fixed effects model (FEM).

Penduga dari model ini mampu menjelaskan perbedaan atau variasi antar

individu (differences within individual), karena model ini memungkinkan

adanya perbedaan intersep α pada setiap i. Penduga dari model ini

ditentukan sebagaimana penduga least square dalam regresi namun dalam

bentuk deviasi rata-rata individual.

Pada dasarnya, FEM lebih menekankan pada perbedaan di antara individu,

yakni menjelaskan bagaimana ity berbeda dari iy , dan tidak menjelaskan kenapa

iy berbeda dari jy (Verbeek, 2004).

Di sisi lain, asumsi parametrik mengenai β , menekankan bahwa perubahan

yang terjadi dalam X memiliki pengaruh yang sama, baik perubahan dari satu

periode ke periode lainnya ataupun perubahan dari satu individu ke individu

lainnya.

2). Jika iα diperlakukan sebagai parameter random, maka model disebut

sebagai random effects model (REM). Dalam REM, perbedaan karakeristik individu

diakomadasi oleh error dalam model. REM umumnya digunakan bila N relatif

besar dan T relatif kecil. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai

'it it it iy X uα β τ= + + + ...................................................................... (2.15)

dengan i iα α τ= + dan memiliki rata-rata nol. Di sini, iτ merepresentasikan

gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Beberapa

asumsi yang melekat dalam model efek andom antara lain:

( )| 0it iE u τ = ....................................................................................... (2.16)

Page 40: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

24

( )2 2|it i uE u τ σ= ..................................................................................... (2.17)

( )| 0 ; ,i itE x i tτ = ∀ .............................................................................. (2.18)

( )2 2|it itE x ττ σ= .................................................................................... (2.20)

( ) 0 ; , ,it jE u i t jτ = ∀ ............................................................................. (2.21)

( ) 0 ; atau it jsE u u i j t s= ≠ ≠ .............................................................. (2.22)

Pendugaan REM umumnya menggunakan metode generalized least square

(GLS). Misalkan kombinasi error pada Persamaan (3.12) dituliskan menjadi

it it iw u τ= + , dengan

( ) 0itE w = .......................................................................................... (2.23)

( )2 2 2 ; ,it uE w i tτσ σ= + ∀ ........................................................................ (2.24)

( ) 2 ;it isE w w t sτσ= ∀ ≠ ........................................................................ (2.25)

( ) 0 ; untuk atauit jsE w w i j t s= ≠ ≠ .................................................. (2.26)

Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk vektor

( )1 2, , 'i i i iTw w w w= maka dapat dituliskan bahwa

( )'i iE w w = Ω ...................................................................................... (2.27)

dengan

2 2 2 2 2

2 2 2 2 2

2 2 2 2 2

2 2 2 2 2

u

u

u

u

τ τ τ τ

τ τ τ τ

τ τ τ τ

τ τ τ τ

σ σ σ σ σσ σ σ σ σσ σ σ σ σ

σ σ σ σ σ

+

+ Ω = + +

.......................... (2.28)

Page 41: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

25

Untuk keseluruhan observasi panel, matriks kovarian error

( )1 2, , , 'Nw w w w= dapat diturunkan sebagai

0 0 00 0 00 0 0

00 0 0

NNT NT

V I×

Ω Ω = = ⊗ΩΩ Ω

............................................ (2.29)

dengan NI menyatakan matriks identitas berdimensi N dan ⊗ merepresentasikan

Kronecker product. Misalkan Y pada Persamaan (3.12) direpresentasikan sebagai

vektor stack dari ity yang dibentuk dengan pola yang sama dengan w (dengan

struktur yang sama untuk X). Selanjutnya keseluruhan sistem yang dituliskan

sebagai

Y X wβ= + ......................................................................................... (2.30)

dapat diestimasi dengan menggunaan metode GLS. Secara umum pendugaan GLS

untuk persamaan regresi (3.26) memerlukan transformasi untuk menghilangkan

struktur yang tidak baku dari matriks kovarian ( )'E ww V= . Kemudian dengan

mendefinisikan matriks penimbang 1/2P V −= dan mengalikannya ke kedua ruas

pada persamaan (3.26) akan diperoleh hasil transformasi sebagai berikut

PY PX Pwβ= + .................................................................................. (2.31)

atau

* * *Y X wβ= + .................................................................................. (2.32)

sekarang

( ) ( )( )

* * ' '

'

NT

E w w E Pww P

PE ww PPVPI

=

=

==

Page 42: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

26

Sehingga, penduga GLS pada persamaan regresi (2.30) dapat dituliskan sebagai

( ) 11 1ˆ ' 'GLS X V X X V Yβ−− −= ............................................ (2.33)

Penggunaan model random effect dapat menghemat pemakaian derajat

kebebasan dan tidak mengurangi jumlah unit datanya sehingga parameter hasil

estimasi akan menjadi semakin efisien.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini sangat penting untuk mengetahui bukti-bukti

empirik dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, baik penelitian yang

dilakukan dengan kasus Indonesia maupun penelitian yang dilakukan dengan kasus

di luar negeri.

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal

asing yang mengambil kasus Indonesia tergolong masih jarang. Untuk mendapatkan

gambaran dan landasan empirik yang lebih kuat, penulis juga menggunakan hasil

penelitian yang dilakukan di negara lain dengan metode penelitian dan periode

waktu yang beragam.

2.3.1 Market Size

Market size menunjukkan aktivitas perekonomian suatu wilayah, baik dalam

lingkup negara maupun provinsi. Semakin tinggi aktivitas perekonomian suatu

wilayah, berarti semakin besar market wilayah tersebut.

Tingginya aktivitas perekonomian suatu wilayah akan menjadi daya tarik

bagi penanaman modal karena memberikan peluang bagi industri dan usaha di

wilayah tersebut mendapatkan keuntungan dari terjadinya economies of scale dan

dampak lanjutannya (spillover effects) (Firdaus:2006)

Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif dari market size

terhadap arus masuknya PMA langsung. Dengan mengambil lokus penelitian yang

berbeda, Aqeel & Nishat (2005) di Pakistan, Erdal & Tatoglu (2001) di Turki,

Firdaus (2006) di Indonesia, Tsen (2006) di Malaysia dan Udo & Obiora (2006) di

Kawasan Afrika Barat, menemukan bukti adanya pengaruh positif tersebut. Hanya

saja, Erdal & Tatoglu (2001) dan Tsen (2006) memberikan catatan tambahan bahwa

market size mempunyai pengaruh positif terhadap PMA namun secara statistik tidak

signifikan.

Page 43: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

27

Aqeel dan Nishat (2005) menggunakan PDB perkapita sebagai proxy untuk

variabel market size di Pakistan, Erdal & Tatoglu (2001) menggunakan laju

pertumbuhan PDB riil, Firdaus (2006) menggunakan PDB riil, Tsen (2006)

menggunakan gross national index (GNI) dan Udo & Obiora menggunakan PDB

perkapita. Sedangkan Sarwedi (2002), walaupun tidak menggunakan istilah market

size, dalam penelitiannya juga menemukan bukti adanya pengaruh positif dari PDB

dan pertumbuhan ekonomi dengan PMA langsung. Dalam penelitiannya ini,

Sarwedi mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi PMA menjadi dua, yaitu

faktor ekonomi dan non ekonomi. Variabel PDB dan pertumbuhan ekonomi ke

dalam kategori faktor ekonomi.

2.3.2 Infrastruktur

Iklim investasi yang baik perlu ditopang dengan tersedianya infrastruktur

yang memadai. Kondisi infrastruktur yang buruk merupakan ekstra biaya yang

ditanggung oleh pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karenanya, penyediaan

infrastruktur yang ada saat ini harus segera ditingkatkan seperti membangun jalan

baru dan memperbaiki jalan yang rusak, menyediakan alat transportasi massal yang

murah, aman dan nyaman untuk mengurangi kemacetan jalan, mengembangkan

pembangkit listrik denga energi alternatif, memperbaiki sistem irigasi dan pengairan

dan lain-lain (Departemen Keuangan RI, 2007).

Terjadinya perbedaan pembangunan di antara Asia dan Afrika selama

beberapa dekade bisa ditelusuri sebagiannya akibat ketidaksamaan infrastruktur di

kedua kawasan tersebut, dan perbedaan prioritas sektor yang memperoleh investasi

di negara di dua kawasan tersebut. Infrastruktur yang baik menjadi esensi bagi

pengurangan waktu transportasi dan komunikasi serta efisiensi distribusi pasokan

energi, sedangkan infrastruktur yang lemah dipandang sebagai hambatan besar bagi

pertumbuhan sektor swasta di sebagian besar negara di kawasan Amerika Latin.

Hampir semua hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya

hubungan positif antara infrastruktur dengan PMA. Tsen (2006) menggunakan

proxy panjang jalan, Erdal & Tatoglu (2002) menggunakan share of transportation,

energy and communication expenditures in GDP, dan Firdaus (2006) menggunakan

prosentase rumah tangga yang menggunakan listrik.

Page 44: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

28

Berbeda dengan mereka, Asiedu (2002) dengan menggunakan jumlah

sambungan telepon sebagai proxy infrastruktur, menemukan bukti bahwa

infrastruktur tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PMA langsung di

negara kawasan Sub Sahara Afrika. Dalam analisisnya, Asiedu menjelaskan bahwa

infrastruktur tidak berpengaruh signifikan di negara kawasan Sub Sahara karena

PMA langsung di kawasan ini berbasiskan pada exploitasi sumber daya alam, selain

itu juga karena proxy yang digunakan tidak relevan dengan penanaman modal yang

berbasiskan sumber saya alam.

2.3.3 Tingkat Pendidikan

Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah

tersedianya SDM berkualitas dalam jumlah yang cukup memadai. Kualitas SDM ini

akan dapat diraih melalui jalur pendidikan, baik formal maupun nonformal.

Merujuk pada jenjang pendidikan formal, penduduk usia sekolah biasanya

diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok umur, yaitu 7-12 tahun untuk jenjang

sekolah dasar), 13-15 tahun untuk jenjang sekolah menengah pertama, 16-18 tahun

untuk jenjang sekolah menengah atas dan 19-24 tahun untuk jenjang pendidikan

perguruan tinggi (Badan Pusat Statistik, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Tsen (2006) di Malaysia dan Firdaus (2006) di Indonesia, menunjukkan bahwa

variabel pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap PMA.

2.3.4 Tingkat Upah

Penanaman modal asing yang jenis non market seeking akan mencari daerah

tempat melakukan usaha yang dapat meminimumkan biaya usaha. Tenaga kerja

sebagai salah satu faktor produksi mempunyai peran penting dalam struktur biaya

usaha, karena perusahaan harus membayarkan upah sebagai kompensasi terhadap

kontribusi tenaga kerja sehingga upah menjadi salah satu faktor yang sangat

sensitif. Besaran atau tingkat upah dapat ditentukan melalui berbagai cara.

Seringkali upah ditentukan melalui collective bargaining, di mana upah pekerja

tidak ditentukan oleh kondisi kesetimbangan penawaran dan permintaan, tetapi

ditentukan oleh posisi tawar menawar kolektif antara pimpinan serikat pekerja dan

manajemen perusahaan (Mankiw, 2006). Model ini populer di Jepang dan negara-

negara Eropa (Blanchard, 2006).

Page 45: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

29

Upah yang rendah akan secara langsung berpengaruh terhadap biaya usaha

yang rendah. Namun diskursus tentang upah tidak cukup sekedar dikaitkan dengan

biaya usaha. Upah juga harus dilihat keterkaitannya dengan produktivitas tenaga

kerja. Teori efisiensi upah menekankan bahwa upah yang tinggi akan membuat

pekerja lebih produktif, karena dengan upah yang tinggi pekerja akan mempunyai

kesempatan untuk membeli nutrisi yang lebih baik. Dengan nutrisi yang lebih baik,

maka hasil kerja pekerja akan meningkat.

Studi yang dilakukan oleh Aqeel & Nishat (2005) menunjukkan bahwa upah

mempunyai pengaruh positif terhadap PMA langsung, itu artinya bahwa semakin

tinggi tingkat upah, maka PMA langsung juga akan semakin tinggi. Lebih jauh,

Aqeel & Nishat (2005) menjelaskan bahwa PMA langsung lebih menyukai tenaga

kerja yang mempunyai keterampilan tinggi, walaupun tingkat upahnya lebih tinggi

daripada tenaga kerja yang keterampilannya rendah. Berbeda dengan temuan Aqeel

& Nishat (2005), Tsen (2006) dalam penelitiannya di Malaysia justru menemukan

hubungan negatif antara tingkat upah dengan PMA langsung.

Sedangkan Sarwedi (2002) menemukan bukti bahwa tingkat upah

mempunyai hubungan positif dengan PMA langsung dalam hubungan jangka

pendek, namun dalam jangka panjang hubungan tingkat upah dengan PMA

langsung mempunyai hubungan negatif. Sarwedi menjelaskan bahwa perbedaan

pengaruh tersebut terjadi karena terjadinya fluktuasi nilai variabel yang mendorong

terjadinya perubahan dalam keseimbangan jangka panjang.

2.3.6 Stabilitas Sosial Politik

Pengusaha dalam melakukan penanaman modal berharap return di waktu

yang akan datang. Oleh karenanya, penanam modal lebih menyukai kondisi stabil.

Studi yang dilakukan Sarwedi (2002) menunjukkan bahwa jumlah kerusuhan yang

digunakan sebagai proxy stabilitas politik mempunyai hubungan negatif dengan

PMA langsung baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Senada

dengan itu, Vittorio & Ugo (2008) juga menemukan bukti adanya hubungan negatif

antara arus masuk PMA langsung dengan tingkat kriminalitas di Italia. Berbeda

dengan kedua penelitian tersebut, hasil studi Asiedu (2002) di negara kawasan Sub

Sahara Afrika menunjukkan bahwa stabilitas politik yang dilihat dari jumlah

Page 46: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

30

pembunuhan dan revolusi pemerintahan tidak berpengaruh signifikan terhadap

masuknya PMA langsung ke negara di kawasan Sub Sahara Afrika.

Terkait dengan iklim investasi di daerah, KPPOD melakukan kajian secara

rutin setiap tahun mulai 2001. Berdasarkan kajian KPPOD, terdapat 5 (lima) faktor

yang dianggap mempengaruhi daya tarik investasi di daerah. Pertama, faktor

kelembagaan. Faktor ini mencakup aspek kepastian hukum, aparatur dan pelayanan,

kebijakan daerah dan kepemimpinan lokal. Kedua, faktor keamanan, politik dan

sosial budaya. Faktor ini mencakup aspek keamanan, politik dan budaya. Ketiga,

faktor ekonomi daerah. Faktor ini mencakup aspek potensi ekonomi dan struktur

ekonomi. Keempat, faktor tenaga kerja. Faktor ini meliputi aspek ketersediaan

tenaga kerja, kualitas dan biaya tenaga kerja. Kelima, faktor infrastruktur fisik.

Faktor ini meliputi aspek ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur

fisik.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Berdasarkan studi pustaka dan penelitian terdahulu, untuk mempermudah

dalam melakukan analisis, penulis membuat klasifikasi faktor yang mempengaruhi

pemilihan lokasi menjadi dua sektor, yaitu pull factors dan push factors. Dalam

penelitian ini, pull factors merupakan faktor-faktor yang terkait dengan tingkat

Kebijakan Otonomi Daerah

Push Factors Upah Inflasi Stabilitas sosial politik

Pull Factors Market Size Tingkat Pendidikan Infrastruktur

Lokasi PMA

Jumlah & Persebaran PMA di daerah

Page 47: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

31

output dari aktivitas penanaman modal di suatu daerah, baik output dalam bentuk

tingkat penjualan maupun output dalam bentuk tingkat produksi. Sedangkan push

factor merupakan faktor-faktor yang terkait dengan biaya yang mungkin

dikeluarkan oleh penanam modal dalam menjalankan usahanya di suatu daerah,

baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung.

Variabel yang termasuk dalam kategori pull factor adalah market size,

tingkat pendidikan dan infrastruktur. Sedangkan variabel yang termasuk dalam

kategori push factor adalah upah, inflasi dan jumlah kriminalitas. Kedua faktor

tersebut, secara bersama-sama akan menentukan minat investor untuk menanamkan

modalnya di suatu daerah.

Kebijakan otonomi daerah yang efektif mulai berjalan pada tahun 2001

salah satunya diharapkan untuk meningkatkan jumlah penanaman modal di daerah-

daerah di luar Jawa. Melihat potret pelaksanaan kebijakan otonomi daerah selama

2001-2009, kebijakan otonomi daerah mengandung dua dimensi sekaligus, baik

sebagai pull factor dan sebagai push factor. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan

otonomi daerah terhadap jumlah dan persebaran realisasi PMA langsung di

propinsi-propinsi di Indonesia, penelitian ini akan menggunakan variabel dummy

kebijakan otonomi daerah.

Page 48: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

32

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Data

Analisis penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari data

sekunder 26 propinsi di Indonesia dalam bentuk data panel, yaitu gabungan time

series dan cross section tahunan periode tahun 1993 sampai tahun 2008 untuk

mendapatkan tujuan penelitian. Propinsi-propinsi yang baru terbentuk pada tahun

2000 dan setelahnya, tidak diikutkan dalam penelitian ini. Periode ini dipilih

untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman

modal asing langsung di sektor manufaktur pada periode setelah krisis ekonomi.

Berbagai data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai

sumber yang credible dan terpercaya, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS),

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Departemen Perindustrian.

Selain melakukan analisis dengan menggunakan data statistik yang

diperoleh dari sumber-sumber tersebut, penulis juga melakukan studi pustaka,

baik yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, artikel internet, dan bahan bacaan

lain yang relevan dengan permasalahan penelitian ini.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Market Size

b. Upah

c. Tingkat Pendidikan

d. Inflasi

e. Infrastruktur

f. Stabilitas Sosial

Penelitian ini akan dikhususkan untuk mengkaji faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap penanaman modal asing langsung di sektor industri

manufaktur non migas. Maksud dari penekanan pada sektor industri manufaktur

non migas adalah untuk benar-benar melihat sektor industri kreatif yang

prospektif dan layak dikembangkan sebagai basis industri nasional.

Sebagian data dalam penelitian ini dirubah ke dalam bentuk logaritma

natural (ln). Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan adanya

permasalahan heteroscedasticity. Dengan melakukan transformasi data ke dalam

Page 49: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

33

bentuk logaritma natural, akan menekan skala yang akan membuat variabel-

variabel itu menjadi measured.

3.2 Metode Analisis Data

Faktor-faktor yang mempengaruhi penanaman modal asing langsung di

sektor industri manufaktur non migas akan diuji dengan melakukan analisis data

panel.

3.2.1 Penentuan Metode Estimasi

Prosedur dalam penelitian ini akan diawali dengan terlebih dulu

melakukan penentuan metode estimasi data panel yang paling tepat untuk

mendapatkan hasil yang paling baik. Penentuan dilakukan melalui pengujian

statistik. Secara grafis pengujian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

Gambar. 3.1 Pengujian penentuan model dalam pengolahan data panel

Keterangan Gambar :

1. Untuk menentukan pilihan antara model PLS atau fixed effect, dilakukan

dengan Chow Test. Hipotesis yang dibangun dalam uji ini sebagai berikut :

Pooled Least Square

Fixed Effect

Random Effect

Chow Test

Hausman Test

LM Test

Page 50: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

34

H0 = Model PLS (restricted)

H1 = Model fixed effect (Unrestricted).

Sebagai dasar untuk menolak H0 adalah dengan melihat nilai Chow

Statistik dengan nilai F tabel. Jika Chow Statistik (F Statistik) lebih besar dari F

tabel, maka H0 ditolak, sehingga yang dipilih model fixed effect, dan sebaliknya.

Penentuan model terbaik juga dapat menggunakan nilai probabilitas F hitung, jika

nilainya lebih kecil dari alpha 0,05 maka tolak H0,artinya model fixed effect lebih

baik daripada PLS.

2. Untuk menentukan pilihan antara fixed effect atau random effect, dilakukan

dengan menggunakan Uji Hausmann.

Uji Hausman dilakukan dengan terlebih dahulu membangun hipotesis

sebagai berikut:

H0 : Model Random effect

H1 : Model Fixed effect.

Sebagai dasar untuk menolak hipotesa nol, statistik Hausman akan

diperbandingkan dengan nilai Chi Square. Jika statistik Hausman ˃ Chi Square

Table maka hipotesis nol ditolak, berarti lebih baik menggunakan model fixed

effect. Selain dengan membandingkan Statistik Hausman, dasar menolak hipotesis

nol juga dapat menggunakan nilai probabilitas (p-value). Jika (p-value) ˂ tingkat kritis α, maka hipotesis nol ditolak.

3. Untuk menentukan pilihan antara PLS dengan random effect dilakukan dengan

lagrange multiplier test (LM Test).

Hipotesis yang dibangun dalam uji ini sebagai berikut :

H0 : Model PLS

H1 : Model random effect

Sebagai dasar untuk menolak H0, nilai statistik LM diperbandingkan

dengan nilai kritis statistik chi square. Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai

kritis statistik chi square, maka H0 ditolak, sehingga model yang digunakan

adalah random effect.

Walaupun demikian, dasar untuk menentukan pemilihan model

sebenarnya tidak hanya dengan uji statistik saja. Tetapi juga dapat diidentifikasi

dengan beberapa guidance berikut (Judge, 1985) :

Page 51: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

35

1. Jika T (banyaknya unit time series) besar, sedangkan N (jumlah unit

cross section) kecil, maka hasil fixed effect dengan random effect tidak

akan jauh berbeda, sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih

mudah, yaitu fixed effect.

2. Jika N besar dan T kecil, hasil estimasi pendekatan fixed effect dengan

random effect akan berbeda jauh. Jadi apabila diyakini bahwa unit cross

section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak, maka

random effect yang lebih baik digunakan. Sebaliknya, jika diyakini

bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil

secara acak, maka model fixed effect yang lebih baik digunakan.

3. Jika komponen error individual (εi) berkorelasi dengan variabel bebas

X, parameter yang diperoleh dengan model fixed effect akan bias,

sementara parameter yang diperoleh dengan model fixed effect tidak

bias. Oleh karena itu model fixed effect lebih tepat untuk digunakan.

Sebaliknya, jika εi dan variabel bebas X tidak berkorelasi maka model

random effect yang lebih tepat untuk dipilih.

4. Jika N besar dan T kecil, dan jika asumsi yang mendasari model

random effect dapat terpenuhi, maka model random effect lebih efisien

untuk digunakan jika dibandingkan dengan model fixed effect.

3.3 Model Penelitian

Salah satu tahapan paling penting dalam penelitian ini adalah menentukan

model umum yang akan digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel

dependent terpilih, akan dimasukkan ke dalam model umum ini. Untuk

mendapatkan tujuan penelitian ini digunakan metode ekonometrika yaitu regresi

linier berganda. Data yang digunakan untuk regresi adalah data panel, yang

merupakan kombinasi antara data time series periode 1993-2008 dan data cross

section 26 provinsi di Indonesia, dengan memasukkan kebijakan otonomi daerah

sebagai variabel dummy.

Model yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi

dari model yang dikembangkan dalam penelitian empiris sebelumnya oleh

Sarwedi (2002), Asiedu (2002), Aqeel & Nishat (2005), Firdaus (2006), Tsen

Page 52: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

36

(2006), Udo & Obiora (2006) dan Vittorio & Ugo (2008). Spesifikasi model yang

digunakan dalam penelitian ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai

berikut :

LOGPMALit = α0 + α1LOGPDRBRKit + α2LOGIHKit + α3LOGUPAHit +

α4PENDIKit + α5JALANit + α6LogLISTRit + α7Dpelab + α8Dkrim + Dotda + ε

Dimana: it

PMALit

periode t (dalam ribu US $).

= Jumlah PMA langsung di sektor manufaktur di provinsi i pada

PDRBRKit

periode t (dalam ribu rupiah)

= Produk domestik regional bruto perkapita di provinsi i pada

IHKit

UPAH

= Index harga konsumen di provinsi i pada periode t.

it

PENDIK

= Upah minimum di provinsi i pada periode t (dalam Rp/bulan).

it

SLTA Terhadap total jumlah penduduk di provinsi i pada periode

= Prosentase penduduk yang lulus sekolah paling rendah setingkat

t (dalam persen).

JALANit

panjang jalan di provinsi i pada periode t (dalam persen).

= Prosentase panjang jalan dalam kondisi baik terhadap total

LISTRit

(dalam KVA).

= Jumlah kapasitas listrik tersambung di provinsi i pada periode t

Dpelab 1 untuk Propinsi yang mempunyai pelabuhan kelas 1 atau yang

= Dummy Pelabuhan

lebih baik.

0 untuk Propinsi yang mempunyai pelabuhan di bawah kelas 1

Dkrim

1 untuk Propinsi yang rawan

= Index Kerawanan daerah

0 untuk Propinsi yang tidak rawan

Dotda = Variabel dummy, kebijakan otonomi daerah

1 untuk periode 2001-2008

0 untuk periode 1993-2000

α

ε

= Koefisien Regresi

it = Error term

Page 53: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

37

BAB IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR DAN PENANAMAN MODAL ASING DI SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR

4.1. Industri Manufaktur dan Perekonomian Nasional

Badan Pusat Statistik (2009) mendefinisikan industri manufaktur atau industri

pengolahan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu

barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang

jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih

tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir, termasuk dalam kegiatan

ini adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling).

Eksistensi industri manufaktur di Indonesia sudah mapan jauh sebelum

Indonesia merdeka. Namun sejak merdeka sampai dengan berakhirnya rezim orde lama,

industri manufaktur di Indonesia tidak mengalami perkembangan berarti. Pada masa ini,

sumbangan industri manufaktur terhadap PDB nasional kurang dari 10 persen. Wee

(1994) berpendapat bahwa hal itu terjadi karena rezim orde lama lebih menekankan

pada aspek politik daripada aspek ekonomi, dan karena kebijakan pemerintah yang

mengarah kepada intervensi dalam segala aspek ekonomi, inward oriented dan

penguasaan kepemilikan oleh pemerintah.

Prawiro (2004) menyatakan bahwa evaluasi pembangunan ekonomi seringkali

dilakukan dengan melihat seberapa jauh sebuah negara berorientasi ke dalam (inward

looking) atau berorientasi ke luar (outward looking). Biasanya negara yang berorientasi

ke dalam adalah negara yang mencoba untuk mempromosikan industrialisasi melalui

substitusi impor. Dalam prakteknya seringkali berpedoman pada perencanaan ekonomi

dan industri milik negara. Perekonomian yang berorientasi ke dalam biasanya tidak

ramah terhadap investasi asing dan cenderung mempertahankan rezim perdagangan

yang restriktif. Sebaliknya negara yang berpola dasar dan berorientasi ke luar berusaha

untuk memperluas perdagangan luar negeri dengan tetap membuka ekspor dan

penanaman modal asing.

Industrialisasi di Indonesia baru berkembang pesat setelah rezim orde baru

mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno. Pada periode awal kekuasaan

orde baru (1966-1969), pemerintah berusaha memulihkan stabilitas makro ekonomi

dengan melakukan deregulasi di bidang intervensi perdagangan internasional dan sistem

Page 54: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

38

devisa, serta dengan memberikan insentif terhadap penanaman modal, baik PMA

maupun PMDN.

Kontribusi industri manufaktur terhadap total ekspor nasional sangat kecil pada

periode awal pemerintahan orde baru sampai dengan awal tahun 1980an terjadi karena

strategi pengembangan industri yang dilakukan, pada masa itu melalui program

pembangunan Repelita I sampai dengan Repelita III lebih menitik beratkan pada

pembangunan industri substitusi impor dan berorientasi inward looking sehingga output

industrialisasi lebih banyak dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik.

Industri nasional baru melakukan penguatan struktur industri dan pengembangan

industri berbasis teknologi tinggi mulai tahun 1982, dan sekaligus merubah orientasi

menjadi outward looking (berorientasi ekspor) pada tahun 1986. Implikasi positifnya,

tahun 1987 menjadi titik balik kontribusi sektor non migas terhadap total ekspor. Dari

total ekspor senilai US $ 17.135,6 Juta, jumlah ekspor non migas mencapai 50,1 persen

dari total ekspor, dengan nilai US $ 8.579,6 Juta. Dari total ekspor non migas tersebut,

industri manufaktur menyumbang 77,90 persen, dengan nilai mencapai US $ 6.683,7

Juta.

4.1.1 Kontribusi Industri Manufaktur terhadap Ekspor

Industri manufaktur terbukti mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi.

Setidaknya, hal itu terlihat dari catatan kontribusi industri manufaktur terhadap ekspor

nasional. Dimana, pada periode puncak krisis tahun 1997-1999 nilai ekspor industri

manufaktur stabil pada kisaran 33.330 US $ sampai dengan 34.840 US $. Prosentase

kontribusi ekspor industri manufaktur bahkan membukukan catatan paling tinggi pada

tahun 1998 dengan kontribusi sebesar 70,8 persen.

Justru setelah periode krisis, trend kontribusi manufaktur terhadap ekspor

semakin menurun, walaupun secara nominal jumlah ekspor industri manufaktur

mengalami peningkatan. Untuk gambaran lebih lengkap, berikut Gambar 4.1

menunjukkan kontribusi industri manufaktur non migas terhadap ekspor nasional tahun

1993-2008 (dalam persen).

Page 55: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

39

Gambar 4.1 : Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Non Migas Terhadap Ekspor

Sumber : BPS (diolah)

Selama lima tahun terakhir, ekspor industri manufaktur didominasi oleh 12

sektor saja dengan proporsi ekspor mencapai 89,5 persen dari ekspor total industri

manufaktur. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak sektor industri manufaktur yang

perlu dikembangkan agar dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi

perekonomian nasional. Seperti misalnya sektor pengolahan rotan olahan, rokok dan

pupuk. Tabel 4.1 menunjukkan data perkembangan 12 besar ekspor hasil industri tahun

2004-2008. Angka rata-rata selama lima tahun (2004-2008) menunjukkan bahwa sektor

industri tekstil menunjukkan kontribusi yang paling besar, di susul sektor pengolahan

kelapa/sawit, sektor industri besi baja, mesin dan otomotif, sektor elektronika, sektor

industri pengolahan kayu, sektor pengolahan tembaga dan timah, sektor industri pulp

dan kertas, sektor industri kimia dasar, sektor industri makanan dan minuman, disusul

industri kulit dan barang kulit dan sektor yang paling kecil dari dua belas sektor tersebut

adalah industri alat-alat listrik.

58

60

62

64

66

68

70

72

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

persen

Page 56: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

40

Tabel.4.1 Perkembangan 12 Besar Ekspor Hasil Industri Tahun 2004-2008

Dalam US$ Juta

No Sektor

Tahun rata-rata

2004 2005 2006 2007 2008

1 Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 4840,3 5419,2 6407,3 10476,8 16168,1 8662,34

2 Besi Baja, Mesin-Mesin dan Otomotif 4581,8 5949,7 7712,7 9606,9 11814,9 7933,21

3 Tekstil 7626,2 8584,9 9422,8 9790,1 10116,4 9108,08

4 Pengolahan Karet 2954,1 3545,8 5465,2 6179,9 7579,7 5144,94

5 Elektronika 7142,5 7853,0 7200,2 6359,7 6806,7 7072,42

6 pengolahan Tembaga,Timah dll 2165,1 3133,5 4133,9 6156,0 5660,7 4249,84

7 Pulp dan Kertas 2817,6 3257,5 3983,3 4440,5 5219,6 3943,71

8 Pengolahan Kayu 4461,6 4476,3 4757,6 4485,1 4206,1 4477,34

9 Kimia Dasar 2640,1 2750,2 3521,4 4492,5 3738,4 3428,52

10 Makanan dan Minuman 1440,1 1647,9 1866,0 2374,8 3104,9 2086,74

11 Alat-alat listrik 1232,7 1456,0 1770,9 2148,9 2390,2 1799,74

12 Kulit,Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki 1553.0 1683,7 1913,2 2006,6 2260,5 1883,41

12 Besar Industri 43455,2 49757,7 58154,4 68517,9 79066,1 59790,26

Total Industri 48660,1 55566,9 64990,3 76429,6 88351,7 66799,72

Peran 12 besar thd total industri (persen) 89,3 89,6 89,5 89,7 89,5 89,52 Peran industri terhadap ekspor non migas

(persen) 86,99 83,7 81,7 83,1 81,9 83,48

Peran industri terhadap total ekspor (persen) 67,98 64,9 64,5 66,9 64,5 65,76

Sumber : BPS diolah Pusdatin Depperin (2009)

Selama periode 2004-2008, sektor yang meningkat paling tajam dari 12 sektor

industri itu adalah pengolahan kelapa/kelapa sawit dengan prosentase peningkatan

mencapai 234 persen, atau nilai ekspor pengolahan kelapa/kelapa sawit pada tahun 2008

meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2004. Di bawah pengolahan kelapa/kelapa

sawit berturut-turut adalah sektor pengolahan tembaga, timah dan lain lain (161 persen),

besi baja, mesin-mesin dan otomotif (157 persen), pengolahan karet (156 persen), alat-

alat listrik (93 persen), pulp dan kertas (85 persen), kulit, barang kulit dan sepatu (45

persen), kimia dasar (41 persen) dan tekstil (32 persen). Sedangkan sektor yang

mengalami penurunan dari 12 sektor tersebut adalah elektronika (4 persen) dan

pengolahan kayu (5 persen).

Page 57: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

41

4.1.2 Kontribusi Industri Manufaktur Terhadap PDB

Sedangkan dari aspek kontribusi terhadap PDB Nasional, pada periode tahun

1993 sampai dengan 2008, kontribusi industri manufaktur non migas rata-rata mencapai

23,32 persen. Sampai tahun 2004, kontribusi industri manufaktur menunjukkan trend

meningkat. Namun, memasuki tahun 2005 sampai 2008, terjadi perubahan yang cukup

mengkhawatirkan. Trend kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Nasional mulai

menurun. Hal ini cukup mengkhawatirkan, mengingat selama tahun-tahun krisis

ekonomi tahun 1997-1999, kontribusi industri manufaktur terhadap perekonomian

selalu menunjukkan trend positif. Jika tidak disikapi dengan tepat, permasalahan ini

dapat menjadi penyebab tidak optimalnya pencapaian target-target pertumbuhan

ekonomi Pemerintah. Gambar 4.2 menunjukkan kontribusi industri manufaktur non

migas terhadap PDB Tahun 1993-2008 (dalam persen).

Gambar 4.2 : Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB

Sumber : Departemen Perindustrian RI (diolah)

Fenomena menurunnya kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB

nasional selama empat tahun terakhir ini diidentifikasi sebagai gejala deindustrialisasi

(Kompas, 26 Oktober 2009). Gejala deindustrialisasi ini ditunjukkan dengan

pertumbuhan industri manufaktur yang menurun drastis sejak krisis moneter 1997/1998.

Sepuluh tahun menjelang krisis (1987-1996), industri manufaktur nonmigas tumbuh

rata-rata 12 persen per tahun, lebih tinggi 5,1 persen daripada PDB nasional saat itu

yang tumbuh rata-rata sebesar 6,9 persen.

Sedangkan setelah krisis (2000-2008), industri manufaktur nonmigas rata-rata

hanya tumbuh 5,7 persen per tahun, hanya sedikit lebih tinggi dari rata-rata

pertumbuhan PDB 5,2 persen. Bahkan kini pertumbuhan industri manufaktur cenderung

lebih rendah daripada PDB. Selama lima tahun terakhir (2004-2008), industri

18

20

22

24

26

28

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

persen

Page 58: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

42

manufaktur nonmigas tumbuh rata-rata 5,6 persen per tahun, lebih rendah daripada rata-

rata pertumbuhan PDB 5,7 persen. Lebih jauh, Basri menjelaskan bahwa gejala

deindustrialisasi ini disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari struktur industri yang

rapuh, infrastruktur yang buruk, lemahnya dukungan perbankan, krisis energi, masalah

ketenagakerjaan hingga ketergantungan pada produk impor, terutama pada produk

pangan.

Sektor industri yang paling dominan kontribusinya terhadap PDB adalah

industri makanan, minuman dan tembakau. Walaupun demikian, kontribusinya

menunjukkan trend yang semakin menurun dalam rentang waktu 2004-2008, dengan

besaran penurunan mencapai 3,74 persen. Sektor lain yang kontribusinya terhadap PDB

menurun dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2004-2008) adalah industri pupuk,

kimia dan barang dari karet dengan penurunan mencapai 0,12 persen, dan industri

logam dasar besi dan baja dengan penurunan sebesar 0,33 persen. Sedangkan sektor

yang mengalami peningkatan kontribusinya terhadap PDB adalah industri alat angkut,

mesin dan peralatannya dengan peningkatan sebesar 5,41 persen, industri barang kayu

dan hasil hutan lainnya dengan peningkatan sebesar 0,82 persen, industri kertas dan

barang cetakan dengan peningkatan sebesar 0,6 persen, industri tekstil, bahan kulit dan

alas kaki dengan peningkatan sebesar 0,58 persen, industri semen dan barang galian

bukan logam dengan peningkatan sebesar 0,06 persen. Berikut tabel kontribusi industri

manufaktur terhadap PDB berdasarkan sektor.

Sedangkan jika dilihat dari rata-rata kontribusi ekspor sektor industri

manufaktur, sektor yang paling tinggi kontribusinya adalah sektor industri makanan dan

minuman (8,25 persen), alat angkut, mesin dan peralatannya (6,16 persen), pupuk,

kimia dan barang dari karet (3,29 persen),tekstil, barang kulit dan alas kaki (2,59

persen), barang kayu dan hasil hutan lainnya (1,39 persen), kertas dan barang cetakan

(1,15 persen), semen dan barang galian bukan logam (0,93 persen), logam dasar besi

dan baja (0,75 persen), dan jenis barang industri manufaktur lainnya (0,10 persen).

Page 59: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

43

Tabel 4.2 Kontribusi Industri Manufaktur terhadap PDB Berdasarkan Sektor

(dalam persen)

No Sektor Industri

Tahun Rata-Rata 2004 2005 2006 2007 2008

1 Makanan, Minuman dan Tembakau

11,56

7,23

7,17

7,48

7,82

8,25

2 Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki

1,79

3,14

3,04

2,65

2,37

2,59

3 Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.

0,83

1,43

1,50

1,55

1,65

1,39

4 Kertas dan Barang cetakan

0,57

1,38

1,34

1,29

1,17

1,15

5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet

3,60

3,10

3,17

3,14

3,48

3,29

6 Semen & Brg. Galian bukan logam

0,85

1,00

0,98

0,93

0,91

0,93

7 Logam Dasar Besi & Baja

0,99

0,75

0,70

0,65

0,66

0,75

8 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya

2,04

7,04

7,06

7,20

7,45

6,16

9 Barang lainnya

0,06

0,24

0,24

0,21

0,21

0,19

Sumber : BPS (diolah)

4.1.3 Kebijakan Pengembangan Industri Manufaktur

Peran penting dan strategis industri manufaktur bagi perekonomian nasional

dan tantangan terjadinya deindustrialisasi dini membuat Departemen Perindustrian RI

berupaya memperkuat lagi sektor industri manufaktur sehingga dapat kembali menjadi

andalan industri nasional. Dalam rangka meraih semua capaian itu, pembangunan

industri manufaktur di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan pemikiran-

pemikiran terbaru yang berkembang, mengutamakan daya kreasi dan ketrampilan serta

profesionalisme sumber daya manusia.

Format yang digunakan dalam pembangunan industri manufaktur adalah konsep

clustering industry, dengan membangun kluster-kluster industri berdasarkan

karakteristik teknis industri, kondisi ekonomi serta perkembangan industri yang telah

dicapai, dengan esensi pembangunan jejaring untuk memaksimalkan daya saing secara

kolektif.

Klaster-klaster inti industri manufaktur tersebut adalah:

1. industri makanan dan minuman.

2. indusri pengolahan hasil laut.

Page 60: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

44

3. industri tekstil dan produk tekstil.

4. industri alas kaki.

5. industri kelapa sawit.

6. industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu)

7. industri karet dan barang karet.

8. industri pulp dan kertas.

9. industri mesin listrik dan peralatan listrik.

10. industri petrokimia.

Tujuan dari diterapkannya model clustering industry ini adalah untuk

meningkatkan daya saing industri nasional, sebagai hasil dari efisiensi biaya produksi

seluruh industri dalam satu cluster, dan untuk meningkatkan nilai tambah serta

produktivitas seluruh industri dalam satu cluster baik industri inti maupun industri

penunjang.

Hal itu secara tegas dituangkan dalam rancang bangun kebijakan industri

nasional tahun 2005-2009. Di mana sasaran pembangunan sektor industri yang menjadi

titik berat adalah :

1. Kuatnya industri yang mempunyai daya saing berkelanjutan sehingga menjadi

industri kelas dunia dengan didukung basis ilmu pengetahuan yang kuat.

2. Kuatnya struktur industri manufaktur, termasuk kuatnya jaringan kerjasama

antara industri kecil & menengah (IKM) dengan industri besar.

3. Seimbangnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan dengan

sumbangan industri besar.

4. Terdistribusinya industri ke seluruh wilayah tanah air, sesuai dengan daya

dukung dan potensi setiap wilayah.

Pada tahun 2025, secara internal, industri manufaktur diharapkan sudah mampu

berperan sebagai mesin penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional,

sehingga dapat menjadi tumpuan dalam penciptaan lapangan kerja, penciptaan nilai

tambah (added value), penguasaan pasar domestik dan penghasil utama devisa.

Sedangkan secara eksternal, pada tahun 2025, industri manufaktur diharapkan

mampu menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu memenangkan

persaingan di pasar internasional. Faktor input mempunyai peran penting dan signifikan

dalam menentukan output dari sistem industri yang berjalan. Jika faktor input baik, dan

Page 61: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

45

proses yang terjadi juga baik, dapat dipastikan output yang dihasilkan juga baik.

Sebaliknya, jika input buruk dan proses yang berlangsung juga buruk, dapat dipastikan

output yang dihasilkan juga buruk.

Faktor penting yang akan menentukan terwujud atau tidaknya visi 2025 di

bidang industri manufaktur itu adalah kecukupan dana untuk menjalankan

usaha/industri tersebut. Tanpa adanya dukungan modal yang cukup, niscaya industri

manufaktur akan berjalan lambat.

4.2. Gambaran Penanaman Modal di Indonesia (PMDN & PMA)

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi PMDN

mengalami fluktuasi yang cukup variatif, sayangnya realisasi PMDN tahun 2008

mengalami penurunan yang cukup signifikan, mencapai 41,62 persen daripada realisasi

PMDN tahun 2007. Sedangkan realisasi jumlah penanaman modal asing dalam kurun

waktu tahun 1990 sampai dengan 2008 mengalami fluktuasi dengan trend pertumbuhan

yang menunjukkan arah yang positif. Hal itu diperkuat dengan kenaikan realisasi PMA

selama dua tahun terakhir (2007-2008) dari US $ 5.991,7 pada tahun 2006 menjadi US

$ 10.341,4 pada tahun 2007 dan US $ 14.871,4 pada tahun 2008. Gambar 4.3

menunjukkan jumlah realisasi PMDN & PMA periode tahun 1990-2008

Gambar 4.3 : Realisasi PMDN & PMA Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (diolah)

Penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang dimaksud menggunakan

asumsi sebagai berikut :

-

5.000,0

10.000,0

15.000,0

20.000,0

25.000,0

30.000,0

35.000,0

40.000,0

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

PMDN (Rp. Milyar) PMA (US $ Juta)

Page 62: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

46

1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non

Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya,

Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, investasi yang perizinannya

dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor,Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan

Investasi Rumah Tangga.

2. Sejak September 1999 tidak termasuk Timor Timur.

3. Proyek : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan.

4. Data BKPM sampai dengan 31 Desember 2008.

Data tersebut memperlihatkan bahwa arus penanaman modal di Indonesia, baik

PMDN maupun PMA sangat dinamis. Walaupun secara umum mempunyai trend

meningkat, namun jika dilihat setiap tahun, laju penanaman modal dalam negeri terlihat

lebih fluktuatif daripada laju penanaman modal asing. Fenomena yang menarik, pada

saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai dengan 1999, laju penanaman modal

terlihat tidak terpengaruh efek krisis. Dari data statistik, bahkan PMA meningkat pada

periode krisis ini.

Tidak adanya efek krisis juga dapat diidentifikasi dari relatif stabilnya jumlah

realisasi PMDN. PMDN pada tahun 1997 hanya turun sebesar 11,53 persen

dibandingkan realisasi PMDN tahun 1996. Justru penurunan tajam terjadi pada tahun

2001 yang turun mencapai 55,12 persen dari realisasi tahun 2000. Begitu juga dengan

PMA yang pada tahun 2001 turun mencapai 64,47 persen dari realisasi tahun 2000.

4.2.1 Dinamika PMA di Sektor Industri Manufaktur

Realisasi PMA langsung di sektor industri manufaktur menunjukkan trend yang

menurun, berbeda dengan realisasi di sektor tersier yang menunjukkan trend yang

meningkat. Bahkan sejak tahun 2006, prosentase PMA di sektor manufaktur terus

mengalami penurunan, sedangkan sektor tersier terus meningkat1

1 BKPM mengklasifikasikan penanaman modal menjadi tiga sektor. Pertama, sektor primer yang terdiri dari tanaman pangan & perkebunan, peternakan, perikanan dan pertambangan. Kedua, sektor sekunder yang terdiri dari industri makanan, industri tekstil, industri kulit & barang dari kulit & sepatu, industri kayu, industri kertas, barang dari kertas dan percetakan, industri kimia dasar, barang kimia & farmasi, industri barang karet & barang plastik, industri mineral non logam, industri logam dasar, barang logam, mesin & elektronika,industri alat kedokteran, optik, alat ukur & jam, industri alat angkutan & transport lainnya. Ketiga, sektor tersier yang terdiri dari elektrik, gas & air, konstruksi, perdagangan & reparasi, hotel & restoran, pengangkutan, gudang & komunikasi, real estate, kawasan industri & perkantoran dan jasa lainnya.

.

Page 63: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

47

Selama dua tahun terakhir, prosentase PMA di sektor industri manufaktur

terhadap total realisasi PMA menunjukkan penurunan yang cukup tajam, dari angka

60,4 persen pada tahun 2006 menjadi 45,4 persen pada tahun 2007 dan menurun lagi

menjadi hanya 30,4 persen pada tahun 2008. Sebaliknya, sektor tersier mengalami

kenaikan yang cukup signifikan. Prosentase sektor tersier terhadap total realisasi PMA

mengalami kenaikan dari hanya 30,7 persen pada tahun 2006 menjadi 48,8 persen pada

tahun 2007 dan melesat lagi mencapai 67,3 persen pada tahun 2008. Walaupun

demikian, kondisi ini belum terlalu mengkhawatirkan, karena secara nominal, realisasi

PMA di sektor industri manufaktur mengalami peningkatan sebesar 23 persen pada

tahun 2007, dari US $ 3.619,7 juta pada tahun 2006 menjadi US$ 4.697,0 juta,

walaupun turun lagi sebesar 3,6 persen pada tahun 2008, hingga menjadi US$ 4.527,2

juta. Sektor industri manufaktur yang memberikan kontribusi paling besar terhadap total

realisasi industri manufaktur non migas dalam 5 (lima) tahun terakhir ini adalah sektor

industri kimia dasar, barang kimia & farmasi, dengan rata-rata kntribusi mencapai 21,8

persen, disusul sektor industri industri logam dasar, barang logam, mesin dan

elektronika dengan rata-rata kontribusi 19,3 persen dan industri makanan dengan rata-

rata kontribusi 14,9 persen.

Gambar berikut menunjukkan dinamika realisasi PMA langsung berdasarkan sektor.

Gambar 4.4: Prosentase realisasi PMA berdasarkan sektor terhadap realisasi total PMA (dalam persen). Sumber : BKPM (diolah)

Sektor industri manufaktur yang memberikan kontribusi paling besar terhadap

total realisasi industri manufaktur non migas dalam 5 (lima) tahun terakhir ini adalah

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Sektor sekunder Sektor Primer Sektor Tersier

Page 64: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

48

sektor industri kimia dasar, barang kimia & farmasi, dengan rata-rata kontribusi

mencapai 21,8 persen, disusul sektor industri industri logam dasar, barang logam, mesin

dan elektronika dengan rata-rata kontribusi 19,3 persen dan industri makanan dengan

rata-rata kontribusi 14,9 persen.

Tabel 4.3 Realisasi PMA Langsung di Sektor Industri Manufaktur Tahun 2004-2008

(US $ Juta)

No Sektor sekunder 2004 2005 2006 2007 2008

1 Ind. Makanan 604.733 603.202 354.431 704.121 491.376

2 Ind. Tekstil 165.542 71.166 423.953 131.744 210.186

3 Ind. Kulit & barang dari

kulit & sepatu 13.155 47.760 51.800 95.935 145.850

4 Ind. Kayu 4.114 75.498 58.898 127.853 119.470

5 Ind. Kertas, barang dari

kertas & percetakan 414.510 9.957 747.000 672.486 294.716

6 Ind. Kimia dasar, barang

kimia & farmasi 583.439 1.152.863 264.610 1.611.740 627.769

7 Ind. Barang karet &

barang plastik 79.590 392.609 112.744 157.868 271.570

8 Ind.min.non logam 108.117 66.176 94.768 27.783 266.404

9

Ind. Logam dasar, brg

logam, mesin &

elektronika

314.676 521.768 955.732 714.115 1.293.372

10 Ind. Alat kedokteran,

optik, alat ukur & jam 12.991 3.121 191 10.850 15.631

11 Ind. Alat angkutan &

transport lainnya 402.720 360.561 438.476 412.300 756.238

12 Ind. Lainnya 101.207 195.945 117.081 30.188 34.652

Jumlah 2.804.795 3.500.625 3.619.683 4.696.984 4.527.233

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Page 65: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

49

4.2.2 Negara Asal PMA yang Dominan pada periode 2005-2008

Selain terlihat dari kontribusi terhadap perekonomian, jumlah realisasi dan

sektor yang dominan, fluktuasi PMA juga terlihat dari negara asal penanaman modal.

Secara jelas, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Realisasi PMA berdasarkan negara asal tahun 2005-2008

(US$ Juta)

No Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Negara Jumlah Negara Jumlah Negara Jumlah Negara Jumlah

1 Singapura 2.163,4 Jepang

902,8 Singapura

3.748,0 Mauritius

6.477,9

2 Inggris 1.274,2 Inggris

660,5 Inggris

1.685,8 Singapura

1.487,3

3 Jepang 1.144,0 Singapura

508,3 Korsel

627,7 Jepang

1.365,4

4 Mauritius 943,8 Korsel

475,7 Jepang

618,2 Inggris

513,4

5 Belanda 920,7 Malaysia

407,6 Taiwan

469,7 Malaysia

363,3

6 Korsel 429,5 Mauritius

385,6 Seychel

281,0 Korsel

301,1

7 Hongkong 396,0 Seychel

306,9 Mauritius

223,9 Jerman

198,3

8 Swiss 94,7 Hongkong

187,8 Malaysia

217,3 Perancis

164,0

9 Malaysia 92,6 Perancis

104,9 Australia

195,3 USA

151,3

10 USA 88,6 India

88,4 Brazil

165,1 RRC

139,6

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (diolah)

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jika dilihat dari rangking realisasi PMA

berdasarkan negara asal investasi, tercatat hanya 6 (enam) negara saja yang selalu

masuk dalam peringkat sepuluh besar negara dengan jumlah realisasi penanaman modal

asing paling besar. Keenam negara itu adalah Singapura, Inggris, Jepang, Mauritius,

Korea Selatan dan Malaysia. Data yang cukup mengejutkan adalah kontribusi yang

cukup besar dan relatif stabil dari negar kecil seperti Mauritius dan Seychel.

4.2.3 Kebijakan menarik PMA

Negara sedang berkembang senantiasa mengalami kekurangan modal, sehingga

investasi asing menjadi bagian penting untuk memajukan pembangunan ekonomi.

Page 66: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

50

Walaupun demikian, kebijakan investasi Indonesia sebelum pemberlakuan UU No 25

tahun 2007 tentang Penanaman Modal tergolong restriktif, karena ditujukan untuk

melindungi infant industries. Baru pada tahun 1985, pemerintah mulai berusaha secara

intensif untuk mengadakan reformasi dalam iklim investasi negara. Salah satu terobosan

yang dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah surat izin yang diperlukan dari 26

menjadi 13 buah. Langkah ini merupakan respon terhadap keinginan investor agar

proses investasi disederhanakan.

Tetapi sebenarnya, langkah ini masih belum menyentuh inti permasalahan,

seperti peraturan tentang investasi kepemilikan saham serta divestasinya. Baru pada

tahun 1986 Pemerintah meluncurkan kebijakan Paket 6 Mei yang mulai mengarah pada

inti permasalahan penanaman modal di Indonesia. Substansi pokok dari Paket 6 Mei

adalah sebagai berikut ;

1. Peningkatan kepemilikan untuk investor asing, paket ini mengizinkan investor

asing memiliki saham sampai 95 persen dari perusahaan yang berorientasi

ekspor, yaitu perusahaan yang mengekspor paling sedikit 85 persen dari

produknya. Untuk perusahaan yang bernilai US$ 10 juta atau lebih, atau yang

berlokasi di provinsi tertentu, biasanya di Indonesia Timur, investor asing juga

boleh memiliki saham sampai dengan 95 persen. Namun dalam lima tahun,

bagian dari kepemilikan domestik harus bertambah sampai sekurangnya 20

persen. Untuk investasi lainnya minimum 20 persen dari modal harus dari pihak

Indonesia dan setelah 10 tahun meningkat sampai 51 persen.

2. Akses di bidang keuangan untuk perusahaan patungan asing. Perusahaan

patungan harus diperlakukan sama seperti perusahaan domestik dan diizinkan

untuk meminjam dari bank negara dan berpartisipasi dalam rencana kredit

pemerintah (government credit schemes). Syaratnya mitra asing paling sedikit

mendivestasi 75 persen dari perusahaan atau mendaftarkan paling sedikit 51

persen dari sahamnya untuk dijual di bursa saham.

3. Masa berlakunya izin. Izin investasi diberikan untuk jangka waktu 30 tahun

sejak berdirinya perusahaan atau sejak diperluas.

4. Pembebasan dari pajak pertambahan nilai (PPN). Semua investasi asing

langsung dibebaskan dari pembayaran PPN untuk barang modal yang diimpor.

Page 67: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

51

Satu hal lain di luar substansi kebijakan yang cukup fundamental adalah

dilakukannya perubahan paradigma dalam hal penentuan sektor yang tertutup bagi

PMA. Jika sebelumnya BKPM mengeluarkan daftar skala prioritas untuk merinci sektor

apa saja yang boleh dimasuki oleh perusahaan asing, dilakukan perubahan dengan

mengeluarkan daftar negatif investasi. Dalam perspektif hukum, pergeseran ini dari

sebelumnya “investasi yang diusulkan bersalah, kecuali dibuktikan tidak bersalah

(guilty until proven innocent), menjadi investasi boleh dilakukan disektor manapun,

kecuali yang disebutkan tidak boleh dimasuki.

Perubahan kebijakan penanaman modal yang paling fundamental terjadi pada

tahun 2007 dengan pemberlakuan Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal. Undang-undang ini merupakan landasan hukum yang baru bagi

segala jenis kegiatan penanaman modal di Indonesia menggantikan Undang Undang No

1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No Tahun 1968

tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Beberapa perubahan penting dalam UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal adalah :

1. Pemberian fasilitas kepada penanam modal, terutama fasilitas pajak,

amortisasi dan bea masuk.

2. Perpanjangan waktu hak atas tanah, baik Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai. Aturan yang tertuang dalam UU no 25 tahun 2007

ini sebenarnya tergolong sangat progresif dan sangat menarik bagi penanam

modal. Di mana penanam modal asing diberikan kesempatan untuk

mendapatkan hak guna usaha selama 95 (sembilan puluh lima) tahun

sekaligus, hak guna bangunan selama 80 (delapan puluh) tahun sekaligus dan

hak pakai selama 70 (tujuh puluh) tahun sekaligus. Namun hal ini dibatalkan

Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 21-22/PUU-V 2007 pada

tanggal 25 Maret 2008, karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang

Pokok Agraria No. 5 tahun 1960.

3. Prosedur perizinan dengan menggunakan konsep pelayanan satu atap,

4. Kemudahan pelayanan keimigrasian dan perizinan impor.

Page 68: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

52

Berbagai macam fasilitas atau insentif yang diberikan kepada penanam modal

tertuang dalam Pasal 18 ayat 4. Secara rinci, fasilitas yang diberikan adalah sebagai

berikut:

a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat

tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu

tertentu. Ada tiga bentuk fasilitas perpajakan yang diberikan kepada investor.

Pertama, pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30 persen dari jumlah

penanaman yang dilakukan. Kedua, kompensasi kerugian yang lebih lama

tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun. Ketiga, pengenaan pajak penghasilan

atas dividen sebesar 10 persen, kecuali apabila tarif menurut perjanjian

perpajakan yang ebrlaku menetapkan lebih rendah.

b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin atau

peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam

negeri. Fasilitas ini berupa pelepasan kewajiban atau pengurangan beban dari

penanam modal untuk membayar bea masuk atas barang modal yang

dimasukkan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Jenis-jenis barang

yang dibebaskan dari pembebasan atau keringanan bea impor ini adalah

barang modal, mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum

bisa diproduksi di dalam negeri. Hanya saja pembebasan ini hanya berlaku

untuk dua tahun, terhitung sejak tanggal keputusan pembebasan bea masuk.

c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong

untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan

tertentu. Fasilitas ini berupa pelepasan kewajiban atau pengurangan beban

dari penanam modal untuk membayar pungutan kepada negara terhadap

bahan baku atau bahan penolong yang diimpor oleh investor untuk keperluan

produksi. Jenis barang yang termasuk kategori ini misalnya bahan baku untuk

pembuatan komponen kendaraan bermotor, bahan baku untuk pembuatan

komponen elektronika, dan bahan baku untuk pembuatan alat-alat besar.

d. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor barang

modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat

diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu. Barang dan jasa

yang dapat diberikan fasilitas ini dibedakan menjadi tiga. Pertama, barang

Page 69: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

53

kena pajak tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan pajak

pertambahan nilai. Misalnya senjata, amunisi, alat angkutan di air dan di

bawah air yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI, POLRI dan PT

Pindad atau oleh pihak lain yang ditunjuk. Kedua, barang kena pajak tertentu

yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.

Misalnya, rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana,

asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya

ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri

Perumahan Rakyat. Ketiga, Jasa kena pajak tertentu yang atas penyerahannya

dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Misalnya, jasa

perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT. Kereta Api

Indonesia.

e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. Fasilitas penyusutan atau

amortisasi merupakan kemudahan yang diberikan kepada penanam modal

berupa pengurangan atau penghapusan terhadap harta kekayaan yang dimiliki

penanam modal yang digunakan dalam pelaksanaan penanaman modal.

Pengurangan ini dilakukan terhadap nilai aktiva tidak berwujud seperti merek

dagang, hak cipta dan lain-lain. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap

dalam jangka waktu tertentu pada setiap periode akuntansi. Pengurangan ini

dilakukan dengan mendebit akun beban amortisasi terhadap akun aktiva.

f. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha

tertentu, pada wilayah atau daerah tertentu atau kawasan tertentu. Fasilitas ini

diberikan kepada penanam modal dalam penggunaan hak atas tanah.

Keringanan diberikan dalam bentuk pengurangan sebesar 50 persen atas pajak

bumi dan bangunan selama 8 (delapan) tahun, dihitung sejak diperoleh izin

peruntukan atas tanah.

Fasilitas-fasilitas tersebut diberikan kepada penanam modal yang memenuhi

salah satu dari sepuluh kriteria sebagai berikut :

a. menyerap banyak tenaga kerja;

b. termasuk skala prioritas tinggi;

c. termasuk pembangunan infrastruktur;

d. melakukan alih teknologi;

Page 70: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

54

e. merupakan industri pionir;

f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi;

i. bermitra dengan UKM atau koperasi;

j. industri yang menggunakan barang modal atau peralatan yang diproduksi

dalam negeri.

Pemerintah dapat memberikan fasilitas atau kemudahan kepada penanam modal

apabila salah satu dari sepuluh kriteria tersebut dipenuhi.

4.2.4 Kebijakan yang menghambat masuknya PMA langsung

Berbagai fasilitas dan insentif yang diberikan kepada penanam modal secara

efektif baru berlaku pada tahun 2008 sehingga dampak dari UU no 25 tahun 2007

tentang Penanaman Modal baru dapat dirasakan paling awal pada tahun 2008. Di sisi

lain, sejak pemberlakuan otonomi daerah pada tahun 2001, sudah banyak bermunculan

kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan daerah tentang pajak, retribusi dan

berbagai pungutan lain yang justru menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Berdasarkan kajian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah, sejak tahun

2001 sampai dengan 2010 terdapat 13.622 perda pajak atau retribusi. Dari jumlah itu

sudah 13.252 perda yang dievaluasi oleh Departemen Keuangan dengan hasil 4.855

perda direkomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri agar dibatalkan. Namun sampai

saat ini, baru 1.843 perda yang dibatalkan, sedangkan yang 3.042 tidak jelas statusnya.

Kondisi semakin sulit karena berdasarkan UU no 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah

dan Retribusi Daerah, sejak 1 Januari 2010 pembatalan perda menjadi kewenangan

Presiden, tidak lagi menjadi kewenangan Mendagri. Secara teknis hal ini akan membuat

proses pembatalan perda bermasalah menjadi semakin lama.

Barangkali munculnya ribuan perda pajak daerah dan retribusi daerah ini yang

menyebabkan terjadinya penurunan porsi PMA langsung di luar Jawa pada era otonomi

daerah dibandingkan dengan periode sebelum otonomi daerah. Data BKPM

menunjukkan prosentase realisasi PMA langsung yang terjadi di luar Jawa pada era

otonomi daerah justru lebih rendah daripada prosentase realisasi PMA langsung yang

terjadi di luar Jawa pada era sebelum otonomi daerah. Tabel 4.5 menunjukkan distribusi

PMA langsung sebelum dan sesudah otonomi daerah.

Page 71: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

55

Tabel 4.5 Distribusi PMA Langsung Tahun 1993-2008

Daerah Tahun (persen) 1993-2000 2001-2008

Jawa 78 84 Luar Jawa 22 16

Sumber : BKPM (diolah)

Tabel 4.5 menjadi bukti bahwa otonomi daerah belum mampu memberikan

kontribusi positif bagi peningkatan PMA langsung di luar Jawa. Padahal ide dasar dari

pelaksanaan otonomi daerah adalah agar terjadi pemerataan pembangunan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat di luar Jawa yang selama rezim pemerintahan

orde baru kurang terurus. PMA langsung sebagai salah satu komponen pembiayaan

pembangunan merupakan salah satu aspek yang penting dan strategis sebagai indikator

perekonomian di daerah. Penurunan realiasi PMA langsung di luar Jawa pada era

otonomi daerah ini tentu berpengaruh pada akselerasi pembangunan di daerah.

Page 72: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

64

BAB VI. OTONOMI DAERAH DAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

6.1 Desentralisasi sebagai Substansi Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan salah satu buah paling penting dari gerakan reformasi

1998. Otonomi daerah dianggap sebagai jawaban paling tepat dari tidak terjadinya

pemerataan pembangunan nasional dan pemerataan kesejahteraan masyarakat selama rezim

pemerintahan orde baru. Walaupun pedoman pembangunan nasional pada masa orde baru

menggunakan trilogi pembangunan. Ringkasnya trilogi pembangunan ini berisi tentang

pemeraataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan

stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Kebijakan otonomi daerah ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa pemerintahan

yang lebih dekat dengan rakyat akan lebih mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat karena

pemerintah dapat membuat dan melaksanakan rancangan program yang sesuai dengan

kebutuhan rakyat. Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya berdasarkan

kebijaksanaannya sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat. Dalam konteks

hubungan struktural, konsekwensi dari otonomi daerah adalah pemerintah kabupaten/kota

tidak lagi sekedar menjadi wakil atau perpanjangan tangan pemerintah pusat. Lebih dari itu,

pemerintah daerah memiliki kewenangan otonom untuk menjalankan roda pemerintahan dan

pembangunan di daerahnya masing-masing.

Melalui Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999

tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, kebijakan otonomi

daerah secara resmi diberlakukan di Indonesia. Pada dasarnya semua wewenang

didesentralisasikan kewenangannya kepada pemerintah kabupaten/kota, dan hanya lima

bidang strategis yang kewenangannya dipertahankan sebagai kewenangan pemerintah pusat,

yaitu politik/hubungan luar negeri, agama, keuangan, pertahanan dan keamanan, dan

hukum/peradilan.

Basri (2009) membagi pelaksanaan otonomi daerah menjadi dua periode, yaitu

otonomi daerah gelombang pertama (2001-2004) dan gelombang kedua (2005 sampai

sekarang). Pada gelombang pertama otonomi daerah semangat dan harapan perubahan

bercampur dengan perasaan khawatir dan perasaan skeptis atas keberhasilan otonomi daerah

ini. Hal ini terjadi karena masyarakat dihadapkan pada kenyataan bahwa masalah yang harus

Page 73: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

65

dihadapi dan aneka pekerjaan yang harus dilaksanakan sangat banyak dan simultan. Padahal

pemerintah daerah perlu waktu untuk belajar memikul tanggung jawab yang lebih besar dan

berkreasi secara mandiri dalam mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing.

Kesan yang dominan dari pelaksanaan otonomi daerah pada gelombang pertama ini

adalah ketidaksiapan aparat pemerintah daerah termasuk pimpinan-pimpinan politik dan

pemerintahan lokal dalam menyambut otonomi daerah. Akibatnya otonomi daerah

diterjemahkan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip good governance. Penguasa

lokal cenderung menganggap dirinya sebagai penguasa baru.

Gelombang kedua pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan revisi paket undang-

undang otonomi daerah dari UU nomor 22/1999 dan UU nomor 25/1999 menjadi UU nomor

32/2004 dan UU nomor 33/2004. Perubahan paling fundamental dari revisi UU otonomi

daerah itu adalah diberlakukannya mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung oleh

rakyat. Hal ini semakin menegaskan bahwa keberadaan kepala daerah merupakan

representasi dari kehendak rakyat di daerah tersebut, bukan representasi dari pemerintah

pusat. Namun, terdapat kontradiksi dalam hal kewenangan pengangkatan sekretaris daerah,

dimana pengangkatan sekretaris kabupaten/kota menjadi kewenangan gubernur, dan

pengangkatan sekretaris provinsi menjadi kewenangan Presiden RI. Pengangkatan Sekda oleh

Pejabat pemerintahan satu tingkat di atas ini menunjukkan bahwa Pemerintah masih tidak

rela terhadap desentralisasi secara penuh.

Otonomi daerah di Indonesia diwujudkan dengan melakukan desentralisasi

kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kewenangan yang

didesentralisasikan meliputi desentralisasi administrasi, desentralisasi fiskal dan

desentralisasi politik. Dengan adanya desentralisasi tersebut yang sebelumnya menjadi

kewenangan pemerintah pusat bergeser menjadi kewenangan daerah. Sebagai konsekwensi

dari penyerahan kewenangan tersebut, pemerintah pusat memberikan dana yang dibutuhkan

oleh pemerintah daerah untuk pelaksanaan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat

kepada daerah.

6.2 Definisi dan Tujuan Desentralisasi

6.2.1 Definisi Desentralisasi

Desentralisasi sebagai substansi otonomi daerah sudah dikenal sejak lama dalam

khazanah ilmu sosial. Pakar-pakar ilmu sosial juga sudah memberikan definisi yang beragam.

Parsons mendefinisikan sebagai pembagian kekuasaaan pemerintahan oleh sekelompok

penguasa pusat dengan kelompok lainnya, masing-masing memiliki otoritas dalam wilayah

tertentu dari suatu negara. Sedangkan Mawhood (1987) memberikan definisi yang agak

Page 74: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

66

berbeda dan membedakannya dengan dekonsentrasi. Menurut Mawhood desentralisasi adalah

pendelegasian kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah lokal. Sedangkan

dekonsentrasi menurut Mawhood merupakan desentralisasi administratif. Dalam istilah

Mawhood dekonsentrasi didefinisikan sebagai pengalihan tanggung jawab administratif dari

pemerintah pusat kepada pemerintah lokal.

6.2.2 Tujuan Desentralisasi

Brian C Smith dalam Hidayat (2010) membedakan tujuan desentralisasi menjadi dua

kategori. Yaitu tujuan dari sisi kepentingan pemerintah pusat dan dari sisi kepentingan

pemerintah daerah. Dari perspektif kepentingan pusat, terdapat tiga tujuan utama dari

desentralisasi. Pertama, pendidikan politik. Pendapat Brian C Smith ini diperkuat oleh

Maddick (1963). Menurut Maddick (1963) tujuan hakiki dari desentralisasi adalah untuk

menciptakan pemahaman politik yang sehat bagi masyarakat, khususnya terkait dengan

mekanisme penyelenggaraan negara. Kedua, sebagai media pelatihan kepemimpinan politik.

Asumsi yang digunakan sebagai pijakan adalah bahwa pemerintah daerah merupakan media

yang tepat bagi politisi dan birokrat sebelum terjun ke level nasional. Dalam konteks ini

desentralisasi diharapkan dapat memotivasi dan melahirkan calon-calon pemimpin nasional

di berbagai sektor. Ketiga, untuk menciptakan stabilitas politik. Kebijakan desentralisasi akan

mampu mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis dan kehidupan politik yang stabil.

Partisipasi masyarakat lokal yang diimbangi dengan kepekaan dan kemampuan

penyelenggara pemerintahan di daerah akan menghasilkan rasa aman, nyaman dan

kesejahteraan masyarakat di daerah. Hal ini merupakan prasyarat dari terciptanya stabilitas

politik.

Tujuan desentralisasi jika dilihat dari perspektif kepentingan daerah, terdapat tiga

tujuan penting. Pertama, untuk mewujudkan kesetaraan politik. Dalam hal ini, desentralisasi

diharapkan mampu membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi

dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal dan membuka ruang kebebasan bagi

masyarakat dalam mengekspresikan kepentingannya. Kedua, untuk menciptakan

akuntabilitas lokal. Desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah

berpotensi untuk disalahgunakan oleh aparatur daerah. Namun karena desentralisasi ini

berjalan seiring dengan demokratisasi di tingkat lokal, peran serta masyarakat untuk

melakukan pengawasan kepada penyelenggara pemerintahan di daerah, diharapkan mampu

mewujudkan keterbukaan dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan dan

pertanggungjawabannya. Ketiga, Untuk meningkatkan local responsiveness. Pemerintah

daerah dianggap lebih tahu dan mengetahui lebih banyak masalah yang dihadapi masyarakat

Page 75: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

67

di daerah. Dengan desentralisasi, pemerintah daerah dapat merancang program-program

pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerahnya, sehingga

permasalahan-permasalahan masyarakat dapat lebih mudah diselesaikan.

6.3 Permasalahan Otonomi Daerah

6.3.1. Korupsi

Dugaan korupsi yang terjadi tidak lama setelah pelaksanaan otonomi daerah

memperlihatkan terjadinya locus dan modus baru kasus korupsi di Indonesia. Setelah

otonomi daerah, korupsi di tingkat lokal terjadi dalam jumlah dan cakupan yang

sangat luas. Jika pada era orde baru korupsi terjadi terpusat di pemerintah pusat, pada

era otonomi daerah, korupsi menyebar di daerah, baik yang dilakukan oleh lembaga

eksekutif daerah (pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau pemerintah kota),

maupun yang dilakukan oleh lembaga legislatif daerah (Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah) dengan modus operandi yang beragam.

Berdasarkan hasil pengamatan Indonesian Corruption Watch dan Komite

Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah salah satu simpul utama korupsi di era

otonomi daerah ini adalah otoritas daerah (Pemda dan DPRD). Implementasi otonomi

daerah yang diiringi dengan peningkatan dana yang dikelola daerah berimplikasi pada

terbukanya peluang oleh pemegang otoritas daerah untuk melakukan korupsi.

Pergeseran penting dalam penyelenggaraan kekuasaan daerah adalah

diberikannya kewenangan kepada DPRD untuk memilih dan memberhentikan Kepala

Daerah. Hal ini membuat DPRD mempunyai kedudukan politik yang sangat kuat.

Kewenangan DPRD memilih kepala daerah ini dicabut sejak tahun 2005, namun

posisi politik DPRD masih tetap kuat, karena DPRD masih mempunyai kewenangan

untuk menyusun dan mengesahkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah dan

kewajiban kepala daerah untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada

DPRD. Posisi politik yang kuat ini mendorong anggota DPRD melakukan abuse of

power, sehingga marak dugaan kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD.

Padahal seharusnya DPRD bertindak sebagai pengawas penyelenggaraan kekuasaan

oleh pemerintah daerah.

Page 76: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

68

Tabel 6.1 Contoh Kasus Korupsi Setelah Pelaksanaan otonomi daerah

Daerah Jenis Kasus dan Tahun Peristiwa Diungkap ke Publik Nilai Kerugian

Negara (Rp.

Miliar)

Aceh Korupsi Pembelian Helikopter M2, tahun 2004 12,5

Sumatera Barat Korupsi APBD oleh DPRD, tahun 2001 2,78

Cirebon Korupsi APBD oleh DPRD, tahun 2001 0,99

DI Yogyakarta Korupsi Dana asuransi sebagai APBD oleh DPRD,

tahun 2001

4

Padang Korupsi APBD oleh DPRD, tahun 2002 4,67

Kalimantan

Selatan

Korupsi penyalahgunaan anggaran belanja rutin pos

kepala daerah, tahun 2001-2004

5,47

Toli-Toli Korupsi APBD oleh DPRD, tahun 2002 4,5

Mentawai Manipulasi Keuangan oleh Sekda,tahun 2002 7,9

Sumatera Barat Perjalanan dinas fiktif DPRD, tahun 2003 5,93

Donggala Korupsi APBD oleh DPRD, tahun 2003 5,2

NTB Korupsi APBD oleh DPRD,tahun 2004 23

Sumbawa Manipulasi APBD oleh DPRD,tahun 2004 6,4

Madiun Markup proyek APBD oleh DPRD, tahun 2004 8,8

Blitar Manipulasi APBD oleh Bupati, tahun 2004 73

Kapuas Hulu Korupsi dana sumber daya hutan oleh Bupati, Tahun

2005

150

Sukabumi Korupsi APBD oleh DPRD, tahun 2007 3,6

Situbondo Korupsi APBD, tahun 2005-2007 45,75

Makassar Pengadaan mobil pemadam kebakaran, tahun 2003 4,31

Kendal Korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD), Dana Tak Tersangka (DTT) dan

Dana Alokasi Umum (DAU) dalam APBD Kabupaten

Kendal, 2003-2005

52,9

Boven Digul

Papua

penunjukan langsung pengadaan kapal tanker LCT 180

dan penggelapan dana kas daerah, 2006-2007

Tidak ada data

Sumber : dari berbagai sumber (diolah)

Page 77: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

69

Namun tidak tepat jika dikatakan bahwa korupsi di daerah baru saja terjadi

setelah ditetapkannya kebijakan desentralisasi. Tidak adanya pengungkapan kasus-

kasus korupsi di daerah pada era orde baru, bukan karena benar-benar tidak terjadi

korupsi, melainkan karena faktor dominasi birokrasi yang sangat kuat dan sekaligus

penegakan hukum yang lemah. Akibatnya, kasus-kasus korupsi pada era orde baru

tidak tersentuh dan tidak ter-ekspose media massa. Dalam konteks ini, desentralisasi

hanya memberikan panggung baru bagi pentas korupsi di tingkat lokal.

Hasil Survey rutin dua tahunan yang dilakukan oleh Transparency

International Indonesia memperlihatkan bahwa kondisi daerah terkait dengan korupsi

masih memprihatinkan. Dengan range skor 0 sampai dengan 10, dimana 0

menyatakan kondisi paling korup dan 10 menyatakan kondisi paling bersih, selama

survey tahun 2002, 2004, 2006 dan 2008, skor paling tinggi yang berhasil dicapai oleh

suatu daerah adalah 6,61.Skor ini diraih oleh Kota Palangkaraya pada tahun 2006.

Sedangkan skor paling rendah dibukukan oleh Kabupaten Maumere Propinsi Nusa

Tenggara Timur dengan nilai 3,22 pada tahun survey 2006. Data lengkap pada

lampiran 3 dan 4.

6.3.2. Perda Pungutan dan Retribusi

Hasil survei Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

pada tahun 2007 menunjukkan berbagai pungutan dan proses perizinan di daerah

masih menjadi penghambat investasi. Survei ini mencakup 243 kabupaten/kota di

Indonesia dengan melibatkan 12.187 pelaku usaha bidang manufaktur, perdagangan,

dan jasa. Sejalan dengan temuan tersebut, Departemen Keuangan tak segan-segan

menolak peraturan daerah yang kurang mendukung iklim investasi. Peraturan ini

umumnya terkait biaya seperti penambahan biaya administrasi dan retribusi yang

ditarik di awal ketika pengusaha baru mau melakukan investasi.

Hasil dari kajian terhadap peraturan daerah tersebut adalah rekomendasi

terhadap keberadaan peraturan daerah tersebut. Apakah perda tersebut harus direvisi,

dibatalkan atau dapat diimplementasikan. Kewenangan ini mengalami perubahan dari

awalnya menjadi domain Menteri Keuangan menjadi domain Presiden sesuai dengan

Pasal 158 Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah. Hal ini akan membuat proses kajian terhadap Perda ini akan menjadi lebih

lambat.

Perda itu dinilai menghambat penciptaan iklim investasi yang kondusif di

daerah dan membebani pelaku usaha maupun masyarakat. Rancangan peraturan

Page 78: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

70

daerah yang ditolak itu berasal dari sektor perhubungan, pertanian, pekerjaan umum,

perindustrian, perdagangan, dan kehutanan. Sementara itu, rancangan perda yang

paling banyak ditolak berasal dari Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan

Kalimantan Tengah.

Survei KPPOD ini juga menyimpulkan banyak daerah yang menetapkan biaya

perizinan usaha lebih tinggi dibandingkan dengan keputusan pemerintah. Misalnya,

biaya pengurusan tanda daftar perusahaan (TDP) mencapai Rp 500 ribu, lebih tinggi

dibandingkan Permendag nomor 37/2007 tentang Biaya Pengurusan Izin TDP untuk

jenis perusahaan perseroan sebesar Rp. 100.000,-. Namun, KPPOD juga mencatat ada

juga perda yang mendukung investasi, seperti Perda Kota Balikpapan Nomor 9 Tahun

2004 tentang Insentif bagi Investor.

Fakta yang mengkhawatirkan, jumlah Perda bermasalah dari tahun ke tahun

tidak menunjukan tren penurunan. Pada tahun 2002, jumlah Perda yang dibatalkan

oleh pemerintah pusat tercatat sebanyak 19 buah. Pada 2003 jumlahnya melonjak

drastis menjadi 105 perda. Sedangkan pada 2004 tak kurang dari 236 Perda, dan

menjadi 136 Perda pada 2005. Pada 2005 dan 2006 masing-masing sebanyak 114 dan

151 Perda yang dibatalkan. Realitas yang lebih memprihatinkan lagi, Perda-Perda

yang dibatalkan itu tampaknya masih banyak yang diterapkan di berbagai daerah.

Pungutan resmi yang dituangkan dalam Perda ini di lapangan masih ditambah

lagi dengan masih adanya biaya tak resmi atas pelayanan birokrasi. Dalam hitungan

KPPOD, biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan birokrasi itu bahkan bisa mencapai

2 sampai 3 persen dari total biaya produksi. Menurut Gabungan Pengusaha Makanan

dan Minuman Indonesia (GAPMI) jumlah pungutan tak resmi untuk biaya distribusi

makanan dan minuman mencapai 30 persen dari total biaya distribusi.

6.3.3. Rendahnya Kapasitas Pemerintah Daerah.

Kapasitas pemerintah daerah pada umumnya masih rendah yang ditandai oleh

(1) masih terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia aparatur baik jumlah

maupun yang profesional, (2) masih terbatasnya ketersediaan sumber-sumber

pembiayaan yang memadai, baik yang berasal dari kemampuan daerah itu sendiri

(internal) maupun sumber dana dari luar daerah (eksternal) dan terbatasnya

kemampuan pengelolaannya; (3) belum tersusunnya kelembagaan yang efektif; (4)

belum terbangunnya sistem dan regulasi tentang aparatur pemerintah daerah yang

jelas dan tegas; (5) kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat (termasuk

Page 79: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

71

anggota dewan perwakilan rakyat daerah) dalam pelaksanaan pembangunan secara

lebih kritis dan rasional.

Banyaknya peraturan daerah yang direkomendasikan untuk direvisi atau

bahkan dibatalkan oleh Pemerintah Pusat menunjukkan bahwa pemerintah daerah

kurang memahami substansi peraturan daerah dan sekaligus menunjukkan bahwa

aparatur daerah tidak kreatif dalam mengoptimalkan peluang dan manfaat otonomi

daerah. Akibatnya, pilihan yang diambil untuk meningkatkan pendapatan asli daerah

(PAD) adalah pilihan instant dan mudah.

Page 80: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemilihan Model Terbaik

Tahapan penting dari penelitian kuantitatif dengan menggunakan ekonometri

adalah analisis hasil output ekonometri. Hasil Chow Test yang dilakukan

memperlihatkan nilai probability F hitung (0,000) lebih kecil dari α 0,05. Hasil Chow

Test tersebut menjadi dasar untuk menolak H0. Berdasarkan hasil tersebut, keputusan

yang diambil adalah fixed effect model lebih baik dari pada common effect model.

Selanjutnya untuk menentukan model yang lebih baik antara FEM dengan REM,

dilakukan uji Hausman. Hasil Uji Hausman yang dilakukan menghasilkan nilai chi

square (statistik hausman) sebesar 20,24 lebih besar dari nilai distribusi chi square

sebesar 16,92 dan p-value sebesar 0,016 lebih kecil daripada α 0,05. Hasil Uji Hausman

tersebut menjadi dasar untuk menolak H0, yang berarti FEM lebih baik daripada REM.

5.2 Estimasi & Interpretasi

Setelah mendapatkan FEM sebagai model yang paling baik, tahapan selanjutnya

adalah melakukan estimasi dan interpretasi model. Tahapan estimasi dan interpretasi ini

dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan variabel

bebas dengan variabel terikat. Output Eviews harus dilihat terlebih dahulu apakah sudah

sesuai dengan kriteria yang lazim digunakan dalam studi statistika dan ekonometrika,

jika tidak memenuhi kriteria statistika dan kriteria ekonometrika, maka hasil tersebut

tidak layak digunakan untuk menganalisis adanya hubungan antar variabel. Setelah

memenuhi kriteria tersebut, baru dapat dilakukan interpretasi terhadap hasil output

Eviews. Hasil regresi dengan menggunakan Eviews tertuang dalam tabel 5.1.

Page 81: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

57

Tabel 5.1 Hasil Regresi Data Panel dengan Fixed Effect Model

Variable Coefficient Std. Error

t-Statistic

Prob.

PDRBRK 1,059242 0,632534 1,6746 0,0949 UPAH -0,005649 0,001013 -5,5787 0 IHK -0,732373 0,136614 -5,3609 0 JALAN 3,393428 0,771123 4,40063 0 LISTRIK 0,811087 0,323359 2,50832 0,0126 PELABUHAN 3,65E-06 1,80E-06 2,0239 0,0437 PENDIDIKAN 0,001609 0,00545 0,2952 0,768 KRIMINALITAS -0,295273 0,592413 -0,4984 0,6185 OTDA -0,017696 0,003231 -5,4774 0

Weighted Statistics R-squared 0,978661 Mean dependent var 14,2131 Adjusted R-squared 0,976705 S.D. dependent var 10,4605 S.E. of regression 1,596555 Sum squared resid 917,636 F-statistic 2063,839 Durbin-Watson stat 1,9339

Prob(F-statistic) 0 Unweighted Statistics

R-squared 0,620974 Mean dependent var 10,6436 Adjusted R-squared 0,58623 S.D. dependent var 2,49315 S.E. of regression 1,603721 Sum squared resid 925.892 Durbin-Watson stat 1,923474

Menurut Gujarati (1995), model ekonometri yang baik harus memenuhi kriteria

statistik dan kriteria ekonometrik. Kriteria Statistik terkait dengan probabilitas F

statistik dan koefisien determinasi (nilai R2

Kriteria statistik dalam model ini dilihat dari probabilitas F statistik dan

koefisien determinasi (nilai adjusted R

). Sedangkan kriteria ekonometrik

menyangkut uji asumsi klasik yang menyangkut tiga hal, yaitu autokorelasi,

multikolinieritas dan heteroskedasticitas.

2). Nilai Probabilitas F Statistik model ini sebesar

0,000 sedangkan nilai adjusted R2

Interpretasi dari nilai probabilitas F statisitik dan nilai adjusted R

model ini sebesar 0,976. Hal ini menunjukkan bahwa

model tersebut sudah memenuhi kriteria statistik untuk menjadi model yang layak untuk

menduga parameter yang ada dalam fungsi. 2 tersebut

adalah bahwa pada tingkat kepercayaan 97 persen, variabel-variabel bebas dalam model

tersebut secara bersama-sama signifikan mempengaruhi realisasi PMAL di sektor

Page 82: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

58

industri manufaktur non migas di Indonesia. Sedangkan nilai adjusted R2

Sedangkan kriteria ekonometrik dalam model ini dilihat dengan melihat ada atau

tidaknya autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedasticitas. Sudah menjadi

kesepakatan umum bahwa dalam model regresi data panel permasalahan

multikolinieritas dapat diabaikan, karena sangat kecil sekali kemungkinan terjadinya

multikolinieritas, walaupun masing-masing individu mengandung multikolinieritas

(Sanjoyo, 2009). Ini merupakan salah satu keunikan dari regresi data panel.

Permasalahan autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (DW). Nilai DW pada

hasil output eviews sebesar 1,93 mengandung pengertian bahwa tidak terjadi

autokorelasi. Permasalahan heteroskedasticitas dalam penelitian ini dapat diabaikan

karena data dirubah ke dalam bentuk logaritma natural dan model diperlakukan dengan

cross section weight dan white heteroscedasticity. Dengan demikian, model penelitian

ini sudah memenuhi kriteria ekonometrik.

sebesar 0,976

menunjukkan bahwa 97,6 persen keragaman nilai realisasi PMAL di sektor industri

manufaktur non migas di Indonesia dapat dijelaskan oleh keragaman nilai variabel

bebasnya. Sedangkan sisanya (2,4 persen) dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Berdasarkan informasi dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa variabel-variabel

yang secara nyata mempengaruhi penanaman modal asing di propinsi-propinsi di

Indonesia adalah variabel market size (dengan proxy PDRB riil perkapita), inflasi

(dengan proxy IHK), infrastruktur (dengan proxy prosentase jalan dalam kondisi baik

terhadap total panjang jalan, daya tersambung listrik untuk sektor industri dan dummy

pelabuhan), upah dan otonomi daerah. Sedangkan variabel dalam model yang tidak

berpengaruh terhadap penanaman modal asing adalah tingkat pendidikan (dengan proxy

prosentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan minimal

SLTA/sederajat) dan stabilitas sosial politik (dengan menggunakan index kerawanan

daerah).

Variabel yang mempunyai pengaruh paling besar adalah panjang jalan dalam

kondisi baik. Hal itu terlihat dari koefisien yang paling besar diantara semua variabel

penjelas, yaitu sebesar 3,3934. Sedangkan variabel yang mempunyai pengaruh paling

kecil adalah variabel pelabuhan, yaitu sebesar 3,65E-06.

Market size mempunyai pengaruh positif terhadap penanaman modal asing di

Indonesia pada taraf nyata 10 persen dengan koefisien sebesar 1,059. Hal ini

mengandung pengertian bahwa apabila terjadi peningkatan PDRB riil perkapita sebesar

Page 83: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

59

1 persen, maka penanaman modal asing akan naik sebesar 1,06 persen (ceteris paribus).

Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Sarwedi (2002), Firdaus

(2006), Aqeel & Nishat (2005) dan Udo & Obiora (2006). Hal ini mengindikasikan

bahwa output berupa produk barang yang dihasilkan PMAL di sektor industri

manufaktur diorientasikan untuk memenuhi permintaan di pasar domestik. Market

seeking merupakan jenis PMAL yang lazim terjadi dalam kondisi seperti ini. Oleh

karena itu, penanam modal akan lebih memilih melakukan kegiatan penanaman modal

di daerah yang pendapatan perkapita masyarakatnya tinggi agar barang yang dihasilkan

dapat terserap oleh pasar domestik. Hal ini sesuai dengan Teori Eklektik Dunning yang

menyatakan bahwa PMAL akan dilakukan jika terdapat faktor-faktor yang membuat

perusahaan lebih menguntungkan untuk melakukan produksi di negara tujuan (host

country) daripada di negara asal (home country).

Variabel inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap PMAL di Indonesia

dengan koefisien sebesar 0,7323. Tanda negatif pada koefisien menunjukkan bahwa

inflasi mempunyai hubungan yang berlawanan dengan PMAL. ini artinya bahwa,

apabila terjadi inflasi sebesar 1 persen, maka PMAL akan turun sebesar 0,73 persen

(ceteris paribus). Hasil ini sesuai dengan penelitian Tsen (2006) dan Udo & Obiora

(2006). Hasil ini menegaskan bahwa pelaku usaha bertindak rasional, dengan

mempertimbangkan keuntungan sebagai dasar untuk mengambil keputusan berinvestasi.

Inflasi mencerminkan kekuatan daya beli masyarakat, dimana semakin tinggi tingkat

inflasi maka daya beli masyarakat semakin rendah. Dalam kondisi daya beli masyarakat

yang rendah, maka pilihan yang lebih menguntungkan adalah tidak melakukan

investasi. Kalau dilacak lebih jauh, inflasi lebih disebabkan oleh adanya hambatan di

sisi pasokan (supply side) dan persoalan struktural pada jalur distribusi, bukan

disebabkan oleh permintaan (Basri, 2002).

Permasalahan pada sisi penawaran tidak terlepas dari tidak terjadinya pasar

persaingan sempurna. Dalam kasus beberapa komoditi penting seperti minyak goreng,

terigu, mie instan, telur, ayam ras dan gula pasir, struktur pasar yang terjadi adalah

oligopolistik. Hanya beberapa perusahaan saja yang mendominasi pasar, sehingga

mereka dapat leluasa menentukan harga komoditi di pasar dengan mengatur pasokan.

Bahkan, yang terjadi adalah kartel, dimana perusahaan-perusahaan yang terlibat bekerja

sama dalam menjual produk yang sama, sehingga harga yang ditetapkan di pasar bukan

harga yang paling efisien.

Page 84: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

60

Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) jenis infrastruktur sekaligus sebagai variabel

bebas. Proxy prosentase panjang jalan dalam kondisi baik terhadap total panjang jalan

terbukti signifikan berpengaruh positif terhadap PMAL dengan koefisien sebesar

3,3934. Ini artinya, dengan kenaikan proporsi panjang jalan dalam kondisi baik terhadap

total panjang jalan sebesar 1 persen, maka PMAL akan meningkat sebesar 3,39 persen.

Energi listrik sebagai salah satu bagian penting dari infrastruktur mempunyai hubungan

positif dengan PMAL dengan koefisien sebesar 0,8111. Ini berarti jika terjadi

peningkatan jumlah daya tersambung ke sektor industri sebesar 1 persen, maka PMAL

akan naik sebesar 0,8 persen (ceteris paribus).

Sedangkan dummy pelabuhan mempunyai pengaruh positif yang signifikan

terhadap PMAL dengan koefisien 0,00000365. Ini menunjukkan bahwa antara daerah

yang mempunyai pelabuhan kelas 1 dan kelas utama signifikan berbeda lebih besar

daripada propinsi yang tidak mempunyai pelabuhan kelas 1 dan utama. Walaupun

perbedaannya relatif kecil, hanya sebesar 0,00000365 persen. Pengaruh positif dan

signifikan dari variabel infrastruktur terhadap PMAL ini sesuai dengan hasil penelitian

Erdal & Tatoglu (2001), Tsen (2006) dan Firdaus (2006).

Hasil ini sekaligus menegaskan peran vital dari infrastruktur terhadap perputaran

roda perekonomian dan akselerasi pembangunan. Infrastruktur sangat penting untuk

mempermudah mobilitas faktor produksi dan sekaligus mobilitas barang dan jasa,

sehingga mudah difahami jika semakin bagus kondisi infrastruktur di daerah, maka

minat penanam modal untuk melakukan aktivitas usaha di daerah tersebut juga akan

semakin tinggi. Apalagi infrastruktur mempunyai keunikan dalam hal eksternalitas

positif yang tinggi, yaitu dapat mendorong pertumbuhan sektor lain.

Variabel upah berpengaruh negatif terhadap PMAL dengan koefisien sebesar

0,0056, ini artinya jika upah naik sebesar 1 persen, maka PMAL akan turun sebesar

0,0056 persen. Hal ini sesuai dengan pendapat Vernon dan Weber bahwa PMAL akan

mencari daerah-daerah yang ongkos tenaga kerjanya murah agar nilai jual produknya di

pasar dapat kompetitif. Hal ini terutama untuk tenaga kerja dengan skill rendah, berbeda

dengan tenaga dengan skill tinggi. Kecilnya koefisien upah, disebabkan oleh semakin

meningkatnya tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia. Di mana produktivitas

mampu mengkompensasi kenaikan upah, sehingga elastisitas pengaruh upah terhadap

PMAL dapat ditekan pada tingkat yang lebih rendah.

Page 85: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

61

Tabel 5.2 Produktivitas Tenaga Kerja Beberapa Negara Asia (dalam US $)

Data produktivitas tenaga kerja pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa tingkat

produktivitas tenaga kerja Indonesia pada periode 2003-2007 mengalami peningkatan

sebesar 11,11 persen. Namun, prosentase peningkatan produktivitas tenaga kerja

Indonesia masih jauh di bawah peningkatan produktivitas tenaga kerja Korea Selatan,

Thailand dan Malaysia. Jika ingin menikmati tingkat upah yang tinggi, mau tidak mau

tenaga kerja Indonesia harus terlebih dahulu meningkatkan produktivitasnya.

Kecenderungan bahwa PMAL di Indonesia masih berorientasi pada low skilled

labour dapat dilihat dari tidak signifikannya variabel tingkat pendidikan yang didekati

dengan prosentase jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan

minimal SMA/sederajat terhadap keseluruhan jumlah penduduk. Selain itu juga tidak

signifikannya variabel tingkat pendidikan dapat terjadi karena penanam modal

membawa serta tenaga kerja asing terampil yang dibutuhkannya dari negara asal

penanam modal. Hal ini patut dikhawatirkan karena salah satu dampak positif PMAL

dalam hal transfer of technology kepada tenaga kerja Indonesia akan terhambat.

Variabel dummy status kerawanan daerah terbukti berpengaruh tidak signifikan

berbeda antara daerah yang rawan dengan yang tidak rawan. Ini menunjukkan bahwa

antara daerah yang termasuk kategori rawan tidak signifikan berbeda dengan propinsi

yang tidak termasuk kategori tidak rawan. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian

Vittorio & Ugo (2008) di Italia.

Negara 2003 2007 Perubahan (persen)

Hong Kong 47650 57663 21,01 Singapura 43712 56918 30,21 Brunei 42906 45142 5,21 Taipei 32433 38776 19,56 Korea Selatan 25119 36648 45,90 Malaysia 10649 13940 30,90 Thailand 2471 3327 34,64 China 2093 1921 -8,22 Indonesia 1981 2201 11,11 Mongolia 2205 2766 25,44 Philippines 653 824 26,19 Cambodia 638 824 29,15 Viet Nam 535 645 20,56

Sumber : Asian Development Bank

Page 86: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

62

Perbedaan ini barangkali disebabkan karena data kriminalitas yang digunakan

dalam penelitian ini masih bersifat umum, menyangkut berbagai macam jenis

kriminalitas yang tidak terkait langsung dengan kegiatan usaha, misalnya tindak pidana

permainan judi, perkosaan dan penghinaan. Hal ini bukan karena faktor kesengajaan

penulis, melainkan karena kesulitan dalam memperoleh data kriminalitas yang secara

khusus dan terinci terkait dengan kegiatan usaha.

Variabel dummy otonomi daerah memiliki probabilitas sebesar 0,00. Ini

menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat perbedaan antara periode waktu sebelum

otonomi daerah (1993-2000) dengan periode setelah otonomi daerah (2001-2008). Nilai

koefisien sebesar -0,0176 memperlihatkan bahwa otonomi daerah membuat elastisitas

variabel-variabel independen lebih rendah jika dibandingkan dengan elastisitas sebelum

otonomi daerah. Hasil itu sejalan dengan hasil kajian Basri (2002). Kajiannya tentang

desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingkat propinsi di Indonesia

menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi, yang mana efek negatif tersebut terjadi karena penggunaan dana APBD yang

tidak bertanggung jawab, rendahnya skill aparat pemerintahan daerah dan akuntabilitas

politik yang labil.

Pengaruh negatif otonomi daerah ini kemungkinan terjadi karena otonomi

daerah diterjemahkan oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan

menerbitkan kebijakan pungutan baik dalam bentuk pajak ataupun retribusi daerah

untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan hasil kajian KPPOD (2011)

selama tahun 2001 sampai dengan 2010 terdapat 13.622 perda tentang pajak daerah dan

retribusi daerah. Pungutan-pungutan baru tersebut, memaksa pelaku usaha untuk

mengeluarkan biaya tambahan yang tidak pernah dikeluarkan sebelum otonomi daerah

diberlakukan. Sedangkan di sisi lain, pembenahan-pembenahan terhadap kebijakan

PMAL di tingkat nasional baru dilakukan pada pertengahan tahun 2007 melalui

pemberlakuan UU no 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Akibatnya, dalam

kurun waktu 2001 sampai dengan 2008, yang lebih dominan dirasakan oleh investor

adalah adanya beban tambahan berusaha di daerah.

Perbedaan pengaruh setiap provinsi dapat dilihat dari koefisien setiap propinsi.

Tetapi, nilai koefisien tersebut adalah nilai relatif. Maksudnya adalah, koefisien tersebut

tidak menggambarkan seberapa besar pengaruh yang diterima setiap propinsi, tetapi

hanya menggambarkan perbedaan pengaruh yang diterima oleh setiap propinsi. Dalam

Page 87: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

63

penelitian ini, Provinsi DKI akan digunakan sebagai basis pengukuran dengan

menjadikan nilainya sama dengan 0, dan koefisien provinsi lain mengikuti nilainya.

Nilai paling tinggi berdasarkan penyesuaian dari koefisien masing-masing provinsi

adalah Provinsi Maluku dengan nilai 6,53. Interpretasinya apabila ada perubahan

independen variabel secara bersama-sama, maka dampak individu Maluku akan lebih

besar 6,5 kali dibandingkan dengan dampak individu DKI Jakarta. Provinsi Maluku

merupakan daerah yang paling besar nilai dampak individunya, sedangkan DKI Jakarta

merupakan daerah yang paling kecil dampak individunya. Sedangkan daerah-daerah

lain besar pengaruhnya bervariasi, tetapi tidak lebih besar dari Maluku dan tidak lebih

kecil dari DKI Jakarta.

Page 88: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

72

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN & SARAN 7.1 Kesimpulan

1. a. Faktor-faktor yang secara statistik signifikan mempengaruhi penanaman

modal asing langsung di sektor industri manufaktur non migas Indonesia adalah

market size, upah, inflasi, infrastruktur dan otonomi daerah. Faktor yang

berpengaruh negatif terhadap PMA langsung adalah inflasi, upah dan otonomi

daerah.

b. Variabel dalam model yang tidak signifikan berpengaruh terhadap PMA

langsung adalah pendidikan dan kriminalitas.

c. Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap PMA langsung di sektor

industri manufaktur adalah panjang jalan dalam kondisi baik. Sedangkan faktor

yang pengaruhnya paling kecil adalah variabel dummy pelabuhan.

2. Otonomi daerah berpengaruh negatif bagi PMA di Indonesia. Hal ini

mengindikasikan adanya permasalahan dalam implementasi otonomi daerah.

Belum adanya perubahan undang-undang yang mengatur tentang penanaman

modal sampai dengan tahun 2007 menjadi penyebab belum adanya manfaat

positif dari otonomi daerah sampai dengan tahun 2008. Kondisi diperparah lagi

dengan adanya permasalahan dalam implementasi otonomi daerah, yaitu dengan

maraknya kasus korupsi di daerah, pajak, retribusi dan pungutan digunakan

sebagai andalan untuk meningkatkan PAD dan ketidaksiapan aparatur daerah.

3. Hal mendesak yang harus dibenahi untuk meningkatkan realisasi PMA di sektor

industri manufaktur non migas di Indonesia dan sekaligus untuk meningkatkan

pemerataan realisasi PMA di sektor industri manufaktur di Indonesia adalah

dengan mengupayakan peningkatan government spending untuk kegiatan

pembangunan infrastruktur di daerah. Seperti program stimulus fiskal yang

pernah dilaksanakan pada saat terjadi krisis finansial global pada tahun 2008.

Alternatif kebijakan yang dapat diberlakukan untuk mendorong pertumbuhan

realisasi investasi di luar Jawa adalah dengan memberikan kemudahan dan

insentif khusus, bagi penanam modal di luar Jawa yang melakukan

pembangunan infrastruktur dengan nilai tertentu.

Page 89: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

73

7.2 Implikasi Kebijakan

1. Otonomi daerah seharusnya mendorong terjadinya peningkatan pembangunan di

daerah-daerah di luar Jawa. Semakin menurunnya porsi realisasi PMA langsung

di luar Jawa pada masa otonomi daerah harus segera dijawab dengan

mengedepankan pemberian berbagai insentif bagi kegiatan PMA langsung di

luar Jawa sebagaimana tertuang dalam UU No 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal. Di sisi lain, pemerintah pusat harus lebih tegas dan lebih

menyederhanakan prosedur pembatalan peraturan daerah yang menghambat

investasi.

2. Kegiatan pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan listrik harus lebih

dititikberatkan di luar Jawa.

3. Perlu insentif khusus bagi penanam modal yang membangun infrastruktur dalam

nilai tertentu agar penanam modal termotivasi dalam mengeluarkan modal

tambahan untuk membangun infrastruktur sebagai pendukung kegiatan

usahanya.

7.3 Saran Untuk Penelitian Lebih Lanjut

1. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan rentang waktu yang lebih panjang

yaitu dengan memasukkan periode waktu setelah pelaksanaan Undang-Undang

No. 25 tahun 1997 Tentang penanaman modal. Hal ini penting untuk

mengetahui pengaruh otonomi daerah setelah UU No 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal efektif diberlakukan terhadap PMA dan sekaligus pengaruh

UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal itu sendiri terhadap PMA.

2. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data kriminalitas yang secara

spesifik terkait dengan aktivitas usaha untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat

dalam melihat pengaruh stabilitas sosial politik terhadap PMA.

3. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel-variabel yang belum

tercakup dalam penelitian ini.

Page 90: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

74

DAFTAR PUSTAKA :

Accoley, D (2005), “The Determinants and Impacts of Foreign Direct Investment”,

Thesis of London Metropolitan University.

Aqeel, A & M. Nishat (2005), “The Determinants of FDI in Pakistan”, 20th

Asiedu, E (2002), “ ’On The Determinants of FDI to Developing Countries: is Africa

Different?’’, World Development, Vol 30 No 1, pp.107-19

Annual

PSDE Conference.

Baltagi, BH (2005), “Econometric Analysis of Panel Data”, John Willey & Sons Ltd,

Chicester, 3rd

Basri, F (2002),”Perekonomian Indonesia;Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan

Indonesia”, Penerbit Erlangga, Jakarta

Edition.

BKPM (2006), “Studi Tentang Perbaikan Kebijakan Investasi di Republik Indonesia’,

Jakarta

_______(2008), “Data Perkembangan Penanaman Modal”, Jakarta

BPS (1996),”Indikator Ekonomi”, Buletin statistik Bulanan Badan Pusat Statistik.

____(2007), ”Indikator Ekonomi”, Buletin statistik Bulanan Badan Pusat Statistik.

____(2009), ”Indikator Ekonomi”, Buletin statistik Bulanan Badan Pusat Statistik.

Blanchard, O (2006), “Macroeconomics”, Pearson International Edition, 4th

Capello, R (2007), “Regional Economics”, Routledge, 1

edition. st

Departemen Keuangan (2007), “Pokok Kebijakan Ekonomi Makro”, Jakarta

edition.

Erdal, F & E.Tatoglu (2001), “Locational Determinants of Foreign Direct Investment

in an Emerging Market Economy: Evidence from Turkey”, Multinational

Business Review, Vol.10, No.1.

Firdaus, M (2006), “Impact of Investment Inflows on Regional Disparity in

Indonesia”, Thesis of Universiti Putra Malaysia.

Green,WH (2003), “Econometric Analysis”, Pearson Education International, New

Jersey, 5th

Griffin, RW & MW.Pustay (2007),“International Business”, Pearson Education

International, 5

edition.

th

Gujarati, DN (1995), “Econometrics”, Prentice Hall, Singapore. 3

edition. rd

Hidayat, S (ed) (2004), “Kegamangan Otonomi Daerah”, Pustaka Quantum, Jakarta.

edition

Page 91: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

75

_________(2010), “Mengurai Peristiwa-Meretas Karsa; Refleksi Satu Dasawarsa

Reformasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah”, Jurnal Prisma, Vol.29 No. 3.

KPPOD (2002), ‘Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota; Studi Kasus di

90 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2001’, Publikasi Penelitian, Jakarta

------------(2003), “Daya Tarik Investasi 134 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2002;

Persepsi Dunia Usaha’, Publikasi Penelitian, Jakarta

________(2004), “Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2002

Persepsi Dunia Usaha; Peringkat 200 Kabupaten/Kota di Indonesia’, Publikasi

Penelitian, Jakarta.

________(2005), “Daya Tarik Investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2004

Persepsi Dunia Usaha; ’, Publikasi Penelitian, Jakarta

________(2006), “Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2005

Persepsi Dunia Usaha; Peringkat 169 Kabupaten dan 59 Kota di Indonesia’,

Publikasi Penelitian, Jakarta.

Hidayat, S (2010), “Mengurai Peristiwa-Meretas Karsa; Refleksi Satu Dasawarsa

Reformasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah”, Jurnal Prisma, Vol.29 No. 3.

Lutfi (2006), “Analisa Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) dan Ekspor Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi’’, Paper CIDES.

Maddick, H (1963), “Democracy, Decentralization and Development’’, Asia

Publishing House, Bombay, India.

Mankiw, R (2006), “Makroekonomi (terj)”, Penerbit Erlangga, Jakarta, edisi kelima.

McCann, P (2001),” Urban and Regional Economics”, Oxford University Press, 1st

Panayotou, T (1998), “The Role of The Private Sector in Sustainable Infrastructure

Development”, Yale F & S Bulletin, Number 101.

Edition.

Prawiro, R (2004 ),” Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi; Pragmatisme dalam

Aksi”, PT. Primamedia Pustaka, Jakarta.

Sarwedi (2002), “Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang

Mempengaruhinya”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4 No. 1 hal.17-35

Tsen, WH (2006), ‘FDI in Manufacturing Industry of Malaysia:an Empirical Study ”,

UNITAR E-Journal, Vol.2 No. 2

Page 92: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

76

Udo, EA & Obiora (2006), “ Determinants of FDI and Economic Growth in The West

African Monetary Zone: A System Equation Approach’’ University of Ibadan.

(available at http://www.gtap.agecon.purdue.edu/resources/download/2547.pdf/)

Vittorio, D & Ugo, M (2008), “Organized Crime and Foreign Direct Investment: the

Italian Case”, MPRA Paper, No.7217

Waluyo, J (2007), “Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Indonesia”, Makalah Diskusi di Wisma

Makara Kampus UI Depok.

Wee, TK (1993), ‘Industrialisasi di Indonesia; Beberapa Kajian’, LP3ES, Jakarta

Wooldridge, JM (2002), “Econometric Analysis of Cros Section and Panel Data’’, The

MIT Press, Cambridge, USA

http://www.kppod.org/index.php?option=com_content&view=article&id=5&Itemid=9

http://www.ipkindonesia.org/report/2005/02/19/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2004

http://www.ipkindonesia.org/report/2007/01/21/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2006

http://www.ipkindonesia.org/report/2009/01/21/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2008

http://sanjoyo55.wordpress.com/2009/03/04/model-panel-data/

Page 93: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

77

Daftar Pustaka :

International Business (Griffin)

Investment

Mankiw

Blanchard

Donbursch

Indikator Ekonomi, Buletin statistik Bulanan Badan Pusat Statistik, Juni 2009,

Agustus 2007 & januari 1996.

Gujarati

Depkeu, pokok kebijakan ekonomi makro 2007.

Page 94: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

LANJUTAN LAMPIRAN 1

• FIXED EFFECT MODEL

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOG(PDRBRK?) 1.059242 0.632534 1.674602 0.0949 LOG(WAGE?) -0.005649 0.001013 -5.578706 0.0000

LOG(INFLASI?) -0.732373 0.136614 -5.360912 0.0000 PGROAD? 3.393428 0.771123 4.400631 0.0000

LOG(LISTR?) 0.811087 0.323359 2.508321 0.0126 PELAB? 3.65E-06 1.80E-06 2.023903 0.0437 EDUC? 0.001609 0.005450 0.295199 0.7680 CRIME? -0.295273 0.592413 -0.498425 0.6185 OTDA? -0.017696 0.003231 -5.477407 0.0000

Fixed Effects _NAD—C -51.13495

_SUMUT—C -51.70433 _SUMBAR—C -51.78623

_RIAU—C -50.78557 _JAMBI—C -50.57611

_SUMSEL—C -50.82302 _BENGKULU—C -49.65523 _LAMPUNG—C -49.88969

_DKI—C -55.65711 _JABAR—C -50.02178

_JATENG—C -49.85140 _DIY—C -55.21276

_JATIM—C

-51.58537

_BALI—C -50.33414 _NTB—C -49.46572 _NTT—C -50.23332

_KALBAR—C -52.01931 _KALTENG—C -52.69620 _KALSEL—C -52.31776 _KALTIM—C -54.09574 _SULUT—C -50.15457

_SULTENG—C -52.87533 _SULSEL—C -51.47717 _SULTRA—C -50.81693 _MALUKU—C -49.13260 _PAPUA—C -52.95313

Weighted Statistics R-squared 0.978661 Mean dependent var 14.21314 Adjusted R-squared 0.976705 S.D. dependent var 10.46054 S.E. of regression 1.596555 Sum squared resid 917.6357 F-statistic 2063.839 Durbin-Watson stat 1.933897 Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.620974 Mean dependent var 10.64361 Adjusted R-squared 0.586230 S.D. dependent var 2.493154 S.E. of regression 1.603721 Sum squared resid 925.8919 Durbin-Watson stat 1.923474

Page 95: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

LAMPIRAN 1 ; HASIL OUTPUT EVIEWS

• Pooled Least Square

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -14.46454 3.972576 -3.641097 0.0003

LOG(PDRBRK?) 1.243446 0.111869 11.11518 0.0000 LOG(WAGE?) -0.006940 0.001679 -4.134547 0.0000

LOG(INFLASI?) -0.329709 0.270348 -1.219575 0.2234 PGROAD? 0.538491 0.274032 1.965067 0.0501

LOG(LISTR?) 0.419398 0.446261 0.939805 0.3479 PELAB? 8.34E-06 4.04E-06 2.066772 0.0394 EDUC? 0.018882 0.019846 0.951451 0.3420 CRIME? -0.307250 0.205910 -1.492157 0.1365 OTDA? -0.006320 0.008118 -0.778471 0.4368

R-squared 0.510463 Mean dependent var 10.64361 Adjusted R-squared 0.498990 S.D. dependent var 2.493154 S.E. of regression 1.764707 Sum squared resid 1195.849 F-statistic 44.49054 Durbin-Watson stat 1.501764 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 96: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

LANJUTAN LAMPIRAN 1

• RANDOM EFFECT

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -20.30539 6.245290 -3.251312 0.0013

LOG(PDRBRK?) 1.293599 0.208313 6.209871 0.0000 LOG(WAGE?) -0.005658 0.001726 -3.277820 0.0011

LOG(INFLASI?) -0.509178 0.259479 -1.962312 0.0504 PGROAD? 0.958199 0.464061 2.064813 0.0396

LOG(LISTR?) 0.754312 0.398034 1.895095 0.0588 PELAB? 3.49E-06 4.59E-06 0.760232 0.4476 EDUC? 0.006595 0.026271 0.251035 0.8019 CRIME? -0.369764 0.399846 -0.924767 0.3557 OTDA? -0.015252 0.007767 -1.963873 0.0503

Random Effects _NAD--C 0.070124

_SUMUT--C -0.231949 _SUMBAR--C -0.276296

_RIAU--C 1.710772 _JAMBI--C 0.074377

_SUMSEL--C 0.349534 _BENGKULU--C 0.777510 _LAMPUNG--C 0.425458

_DKI--C -0.749946 _JABAR--C 0.727737

_JATENG--C 0.227734 _DIY—C -0.905078 _BALI--C 0.886746 _NTB--C 0.425656 _NTT--C -0.711774

_KALBAR--C -0.466659 _KALTENG--C -0.678082 _KALSEL--C -0.544097 _KALTIM--C -0.522166 _SULUT--C 0.557242

_SULTENG--C -1.401646 _SULSEL--C -0.563862 _SULTRA--C -0.141691 _MALUKU--C 0.817036 _PAPUA--C -0.306789

GLS Transformed Regression

R-squared 0.594848 Mean dependent var 10.64361 Adjusted R-squared 0.585353 S.D. dependent var 2.493154 S.E. of regression 1.605420 Sum squared resid 989.7111 Durbin-Watson stat 1.801114 Unweighted Statistics

including Random Effects

R-squared 0.613315 Mean dependent var 10.64361 Adjusted R-squared 0.604252 S.D. dependent var 2.493154 S.E. of regression 1.568406 Sum squared resid 944.6011 Durbin-Watson stat 1.887127

Page 97: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

LAMPIRAN 2 : INDEX PERSEPSI KORUPSI TAHUN 2004-2008

No Kota Propinsi 2004 2006 2008

1 Jakarta DKI Jakarta 3,87 4 4,06

2 Surabaya Jatim 3,93 4,4 4,26

3 Medan Sumut 4,09 4,67 3,84

4 Semarang Jateng 4,17 5,28 4,58

5 Batam Kepri 4,32 4,51 4,44

6 Pekanbaru Riau 4,37 4,43 3,55

7 Denpasar Bali 4,44 3,67 4,25

8 Yogyakarta DIY 4,51 5,59 6,43

9 Tangerang Banten 4,54 4,51

10 Balikpapan Kaltim 4,59 5,1 4,86

11 Bekasi Jabar 4,61 4,27 3,87

12 Palembang Sumsel 4,67 4,6 3,87

13 Solok Sumbar 4,7 5,51

14 Padang Sumbar 4,83 5,39 4,64

15 Tanah Datar Sumbar 4,87 5,66

16 Manado Sulut 5,12 4,87 3,98

17 Kota Baru Kalsel 5,23 4,94

18 Cilegon Banten 5,28 3,85 4,57

19 Makassar Sulsel 5,31 5,25 4,7

20 Banjarmasin Kalsel 5,39 4,93 5,11

21 Wonosobo Jateng 5,63 5,66

22 Palangkaraya Kalteng 6,61 6,1

23 Pare-pare Sulsel 5,66

24 Kupang NTT 5,51 2,97

25 Ambon Maluku 5,28 4,32

26 Banda Aceh NAD 4,69 5,87

27 Larantuka NTT 4,21

28 Tual Maluku Utara 4,02

Page 98: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

29 Pontianak Kalbar 3,95 3,81

30 Gorontalo Gorontalo 3,44 4,83

31 Mataram NTB 3,42 5,41

32 Maumere NTT 3,22

33 bandar lampung Lampung 4,58

34 Palu Sulteng 4,5

35 Bengkulu Bengkulu 4,46

36 Bandung Jabar 3,67

37 Mamuju Sulbar 4,08

38 Jambi Jambi 5,57

39 Samarinda Kaltim 5,03

40 Jayapura Papua 5,01

41 Pangkal Pinang Babel 5,03

42 Ternate Maluku Utara 5,01

43 Surakarta Jateng 5,35

44 Tasikmalaya Jabar 5,12

45 Malang Jatim 5

46 Jember Jatim 4,96

47 Kediri Jatim 4,9

48 Sampit Kalbar 4,6

49 Sorong Papua 4,39

50 Tenggarong Kaltim 4,38

51 Tanjung Pinang Kepulauan Riau 4,35

52 Sibolga Sumatera Utara 4,25

53 Lokseumawe NAD 4,14

54 Pematang Siantar Sumatera Utara 3.,96

55 Kendari Sultra 3,43

56 Manokwari Papua 3,39

57 Tegal Jateng 3,32

58 Purwokerto Jateng 3,54

59 Padang Sidempuan Sumatera Utara 3,66

60 Cirebon Jawa Barat 3,82

Sumber : Transparancy International Indonesia

Page 99: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

LAMPIRAN 3 :DATA PERDA YANG DIKAJI PEMERINTAH PUSAT

No Wilayah 2001-2006 2007 2008 Jumlah

1 NAD 10 22 1 33

2 Sumatera Utara 99 70 37 206

3 Sumatera Barat 48 32 11 91

4 Riau 41 23 0 64

5 Kepulauan Riau 6 4 3 13

6 Jambi 37 15 2 54

7 Sumatera Selatan 21 19 0 40

8 Bangka Belitung 11 28 0 39

9 Bengkulu 21 4 2 27

10 Lampung 26 0 0 26

11 DKI Jakarta 1 0 0 1

12 Jawa Barat 65 62 20 147

13 Banten 20 17 6 43

14 Jawa Tengah 70 46 6 122

15 DI Yogyakarta 30 6 6 42

16 Jawa Timur 68 82 49 199

17 Kalimantan Barat 31 19 8 58

18 Kalimantan Tengah 48 49 5 102

19 Kalimantan Selatan 41 19 3 63

20 Kalimantan Timur 39 24 1 64

21 Sulawesi Utara 24 10 0 34

22 Gorontalo 21 12 2 35

23 Sulawesi Tengah 31 1 17 49

24 Sulawesi Selatan 80 30 0 110

25 Sulawesi Barat 7 10 0 17

26 Sulawesi Tenggara 15 15 0 30

27 Bali 27 14 7 48

28 Nusa Tenggara Barat 41 35 2 78

Page 100: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

29 Nusa Tenggara

Timur

27 19 0 46

30 Maluku 16 12 0 28

31 Maluku Utara 5 5 0 10

32 Papua 11 44 3 58

33 Irian Jaya Barat 5 25 10 40

TOTAL 1043 773 201 2017

Sumber : Departemen Dalam Negeri

Page 101: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

LAMPIRAN 4 : DATA PERDA YANG DIBATALKAN PEMERINTAH PUSAT

No Wilayah 2002-2007 2008 Jumlah

1 NAD 14 0 14

2 Sumatera Utara 74 29 103

3 Sumatera Barat 27 8 35

4 Riau 36 5 41

5 Kepulauan Riau 4 0 4

6 Jambi 35 2 37

7 Sumatera Selatan 25 1 26

8 Bangka Belitung 9 6 15

9 Bengkulu 18 1 19

10 Lampung 33 2 35

11 DKI Jakarta 1 0 1

12 Jawa Barat 47 5 52

13 Banten 18 0 18

14 Jawa Tengah 37 3 40

15 DI Yogyakarta 9 3 12

16 Jawa Timur 50 38 88

17 Kalimantan Barat 26 2 28

18 Kalimantan Tengah 36 6 42

19 Kalimantan Selatan 22 7 29

20 Kalimantan Timur 27 4 31

21 Sulawesi Utara 23 2 25

22 Gorontalo 10 7 17

23 Sulawesi Tengah 28 1 29

24 Sulawesi Selatan 57 7 64

25 Sulawesi Barat 1 1 2

26 Sulawesi Tenggara 8 3 11

27 Bali 15 4 19

28 Nusa Tenggara Barat 32 11 43

Page 102: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN … · diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian ... Sektor Industri Manufaktur

29 Nusa Tenggara

Timur

21 6 27

30 Maluku 11 1 12

31 Maluku Utara 7 0 7

32 Papua 6 13 19

33 Irian Jaya Barat 7 16 23

TOTAL 774 194 968

Sumber : Departemen Dalam Negeri