faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di wilayah kerja puskesmas kecamatan mejobo

65
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi 2.1.1 Pengertian Gizi Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab, “gizzah”, yang artinya zat makanan sehat. Untuk jadi sehat, setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda tergantung pada usia dan kondisi tubuhnya. Jadi, anak balita berbeda kebutuhan gizinya dengan anak usia 7 sampai 9 tahun. Orang yang kurus tidak sama kebutuhan gizinya dengan orang yang gemuk (Irianto, 2004:16). Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi. Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Sedangkan

Upload: dian-natalia

Post on 29-Jul-2015

702 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi

2.1.1 Pengertian Gizi

Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab, “gizzah”, yang artinya zat

makanan sehat. Untuk jadi sehat, setiap orang mempunyai kebutuhan yang

berbeda-beda tergantung pada usia dan kondisi tubuhnya. Jadi, anak balita

berbeda kebutuhan gizinya dengan anak usia 7 sampai 9 tahun. Orang

yang kurus tidak sama kebutuhan gizinya dengan orang yang gemuk

(Irianto, 2004:16).

Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,

transportasi. Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang

tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan

fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Sedangkan

keadaan gizi adalah akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi tersebut, atau keadaan

fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa,

2001: 17-18).

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan

Page 2: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ, serta menghasilkan energi (http://ajago.blogspot.com).

Ilmu gizi (nutrition sceine) adalah ilmu yang mempelajari segala

sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal.

Disatu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain dengan

tubuh manusia (Almatsier, 2003:1).

Manusia diizinkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk hidup di

muka bumi ini melangsungkan kehidupannya. Untuk itu, manusia

memerlukan bahan-bahan asupan yang bisa dimanfaatkan. Manusia

memerlukan makanan, dengan makanan yang ia makan, manusia

memperoleh energi dan tenaga. Bahan makanan yang dibakar dalam setiap

sel hidup membangun tubuh kita. Pembakaran dalam tubuh kita disebut

oksidasi biologi. Di dalam proses oksidasi ini, selain dihasilkan energi

juga dihasilkan kalor untuk menjaga suhu tubuh agar tetap stabil (Irianto,

2004:16).

Yang dimaksud dengan makanan ialah segala sesuatu yang dipakai

atau yang dipergunakan oleh manusia supaya dapat hidup. Zat makanan

yang diperlukan oleh tubuh manusia meliputi karbohidrat, lemak, protein,

vitamin, mineral, dan air (Irianto, 2004:16).

Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi

kesehatan. Makanan yang beranekaragam yaitu makanan yang

mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas

maupun kuantitasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna

Page 3: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan

zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat

gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa

dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan

menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan

zat pengatur (http://ajago.blogspot.com).

Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi

kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan

yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan

sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari

(http://ajago.blogspot.com).

2.1.2 Ruang Lingkup Gizi

Bila dikaji pengertian ilmu gizi lebih mendalam, dapat disimpulkan

bahwa ruang lingkupnya cukup luas. Pengertian ilmu gizi dimulai dari

cara produksi pangan (agronomi dan peternakan); perubahan-perubahan

yang terjadi pada tahap pasca panen dari mulai penyediaan pangan ,

distribusi dan pengelolaan pangan; konsumsi makanan; dan cara-cara

pemanfaatan makanan oleh tubuh dalam keadaan sehat dan sakit. Oleh

karena itu, ilmu gizi sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu agronomi,

peternakan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekular dan

kedokteran. Karena konsumsi makanan dipengaruhi oleh kebiasaan

makan, perilaku makan dan keadaan ekonomi maka ilmu gizi juga

Page 4: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

berkaitan dangan ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, psikologi

dan ekonomi (Almatsier, 2003:04).

2.1.3 Perkembangan Ilmu Gizi

Ilmu gizi merupakan ilmu yang relatif baru. Pengetahuan pertama

ilmu gizi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri terjadi pada tahun 1926

M ketika Mary Swartz Rose dikukuhkan sebagai Profesor Ilmu Gizi

pertama di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat. Namun

perhatian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan makanan sesungguhnya

sudah terjadi sejak lama (Almatsier, 2003:04).

2.1.4 Penilaian Status Gizi

Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian

pada periode kehidupan yang lain. Pemeriksaan yang perlu lebih

diperhatikan tentu saja bergantung pada bentuk kelainan yang bertalian

dengan kejadian penyakit tertentu. Kurang kalori protein, misalkan, lazim

menjangkiti anak. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap tanda dan gejala

ke arah sana termasuk pula kelainan lain yang menyertainya perlu

dipertajam (Arisman, 2004:59).

Pemeriksaan klinis diarahkan untuk mencari kemungkinan adanya

bintik bitot, xerosis konjungtiva, anemia, pembesaran kelenjar parotis,

kheilosis angular, fluorosis, karies, gondok, serta hepato dan splenomegali

(Arisman, 2004:59).

Page 5: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan

berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit

triseps. Pemeriksaan ini penting, terutama pada anak prasekolah yang

berkelas ekonomi dan sosial rendah. Pengamatan anak usia sekolah

dipusatkan terutama pada percepatan tumbuh. Uji pertumbuhan pada usia

golongan ini setidaknya diselenggarakan setahun sekali, karena laju

pertumbuhan pada fase ini relatif lambat. Sebagai patokan, pertambahan

berat anak usia 5-10 tahun berkisar sampai 10%-nya, sementara tinggi

badan hanya bertambah sekitar 2 cm setahun (Arisman, 2004:59).

Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin,

serta pemeriksaan apusan darah untuk malaria. Pemeriksaan tinja cukup

hanya pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja (Arisman, 2004:59).

Berdasarkan penilaian status gizi tersebut maka dikelompokan

menjadi gizi baik, gizi kurang, gizi lebih, dan gizi buruk.

Gizi buruk adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam asupan makanan sehari-hari. Seorang

penderita gizi buruk tidak mendapatkan minimum Angka Kecukupan Gizi

(AKG) (http:www.kompasmobile.com).

2.1.5 Makanan untuk Balita

Anak balita adalah kelompok 1-5 tahun. Dan kelompok ini

dipisahkan antara kelompok 1-3 tahun dan kelompok usia 3-5 tahun

(Irianto, 2004:71).

Page 6: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Makanan anak usia 1-3 tahun banyak tergantung pada orang tua atau

pengasuhnya, karena anak-anak ini belum dapat menyebutkan nama

masakan yang dia inginkan. Orang tuanyalah yang memilihkan untuk

anak. Jadi, dapat dikatakan bahwa tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun

sangat tergantung pada bagaimana orang tuanya mengatur makanan

anaknya (Irianto, 2004:71).

Berbeda dengan anak kelompok usia 3-5 tahun, mereka sudah mulai

dapat memilih apa yang disukai, dapat menyebutkan nama masakan yang

pernah ia dengar namanya. Yang penting disini, orang tua harus bijaksana

tentang makanan apa yang sebaiknya diperkenalkan pada mereka (Irianto,

2004:71).

Bimbinglah mereka agar menyukai makanan lengkap 4 sehat 5

sempurna. Makanan yang mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan

(mencakup karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral). Nutrisi

yang baik membantu pertumbuhan yang optimal. Perlu disadari, bahwa

pada masa balita terjadi pertumbuhan fisik maupun mental yang sangat

cepat. Simaklah tumbuh kembang mereka, tinggi dan berat badannya yang

begitu cepat bertambah. Kepandaiannya dan kelincahannya yang makin

jelas tampak. Ini semua akan gagal bila orang tua keliru memberi

makanannya sehari-hari (Irianto, 2004:71).

Page 7: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

2.1.6 Zat Gizi yang dibutuhkan Oleh Balita

2.1.6.1 Energi

Zat gizi yang mengandung energi adalah terdiri dari protein, lemak

dan karbohidrat. Tiap gram protein dan karbohidrat memberi energi

sebanyak 4 kilo kalori, sedangkan tiap gram lemak 9 kilo kalori. Energi

yang diperlukan adalah 50-60% lemak dan 10-15% protein (Erna Francin

Paath Et, All, 2005:108).

2.1.6.2 Protein

Dianjurkan untuk memberi 2,5-3 gram tiap kilo gram berat badan

balita. Protein yang mengandung kualitas adalah protein hewani (Erna

Francin Paath Et, All, 2005:108).

2.1.6.3 Mineral dan Vitamin

Sumber yang baik untuk mineral dan vitamin adalah susu sapi. Tiap

500-600 ml susu sapi mengandung lebih 0,7-0,8 gram kalsium dan posfor

yang berguna untuk membentuk tulang dan gigi (Erna Francin Paath Et,

All, 2005:108).

2.1.6.4 Cairan

Pada umumnya anak sehat memerlukan 1000-1500 ml air setiap

harinya. Pada keadaan sakit seperti infeksi dengan suhu tubuh tinggi, diare

atau muntah masukan cairan haruslah ditingkatkan untuk menghindari

kekurangan cairan (Erna Francin Paath Et, All, 2005:108).

Adapun zat-zat yang baik yang harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

Page 8: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

1. Harus cukup memberikan kalori

2. Harus ada perbandingan yang baik antara zat makanan pokok, yakni

karbohidrat, protein, dan lemak

3. Protein yang masuk harus cukup banyak dan mengandung asam amino

4. Harus cukup mengandung vitamin

5. Harus cukup mengandung garam mineral

6. Harus mudah dicerna oleh alat pencernaan

7. Harus bersifat higienis.

(Irianto, dkk, 2004:17)

2.1.7 Gangguan Gizi Akibat Kekurangan Kalori dan Protein (KKP)

Kurang Kalori Protein (KKP) akan terjadi manakala kebutuhan

tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua

bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu

lebih dominan ketimbang yang lain (Arisman, 2004:92).

Kurang energi protein dikelompokkan menjadi KKP primer dan

sekunder. Ketiadaan pangan melatarbelakangi KKP primer yang

mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang menyebabkan

pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan serta

peningkatan kebutuhan (dan atau kehilangan) akan zat gizi, dikategorikan

sebagai KKP sekunder (Arisman, 2004:92).

Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau

terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang

berkaitan dengan defisiensi vitamin serta mineral (Arisman, 2004:92).

Page 9: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Istilah KKP digunakan untuk menggambarkan berbagai tindakan

klinis dari gangguan gizi yang telah terjadi. Berdasarkan berat ringan

gejala klinis yang terjadi, KKP dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu

KKP ringan, KKP sedang dan KKP berat (Sjahmin, 2002:80).

1. KKP Derajat Ringan dan Sedang

Gambaran klinis KKP ringan sampai sedang ialah penyusutan berat

badan yang disertai dengan penipisan jaringan lemak bawah kulit. Jika

KKP berlangsung menahun, pertumbuhan memanjang akan terhenti

sehingga anak akan bertubuh pendek. Kegiatan fisik dan keluaran energi

anak berkurang, disamping itu berlangsung pula perubahan pada fungsi

kekebalan, saluran pencernaan, dan kebiasaan (Arisman, 2004:101).

2. KKP Berat

Ada dua bentuk KKP berat yaitu marasmus dan kwashiorkor

1) Kwashiorkor disebabkan karena kekurangan protein.

Tanda-tanda utama:

a. Adanya oedema terutama pada kaki

b. Wajah yang memelas

c. Muka bundar bak bulan purnama

d. Warna rambut pirang dan mudah lepas

e. Otot tubuh tidak berkembang dengan baik

2) Marasmus disebabkan oleh kekurangan karbohidrat.

Tanda-tanda utama:

a. Otot-otot mengecil

Page 10: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

b. Hampir tidak ada lapisan lemak di bawah kulit

c. Wajah tampak tua

d. Berat badan sangat kurang

2.1.7.1 Langkah-langkah Pencegahan Terjadinya KKP Pada Usia Balita.

Penyebab utama terjadinya KKP yaitu tidak sesuainya zat gizi yang

diperoleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh. Akan tetapi biasanya

kejadiaan KKP bukanlah akibat satu sebab saja, melainkan ada penyebab-

penyebab lain yang mendorong terjadinya KKP. Adanya berbagai

penyakit infeksi pada anak seperti campak, diare yang hebat akan

mendorong anak menjadi KKP (Sjahmin M, 2002).

Oleh karena itu, langkah-langkah untuk mencegah terjadinya KKP

pada anak usia balita (bawah 5 tahun) menurut Sjahmin M merupakan

gabungan dari beberapa tindakan pencegahan. Seperti berikut:

1. Pemberian air susu ibu (ASI) secara baik dan tetap disertai pengawasan

berat badan bayi secara teratur dan terus menerus.

2. Menghindari pemberian makanan buatan kepada anak untuk mengganti

air susu sepanjang ibu masih mampu menghasilkan ASI terutama di

bawah usia enam bulan.

3. Dimulainya pemberian makanan tambahan mengandung berbagai

macam zat gizi (kalori, protein, vitamin, dan mineral) secara lengkap

sesuai dengan kebutuhan, juga menambah ASI mulai bayi mencapai

usia 6 bulan.

Page 11: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

4. Pemberian kekebalan melalui imunisasi guna melindungi anak dari

kemungkinan anak menderita infeksi tertentu seperti tuberkulosa,

difteri, polio, tetanus, batuk rejan, campak, dan sebagainya.

5. Melindungi anak dari kemungkinan menderita diare (muntaber) dan

kekurangan cairan (dehidrasi) dengan jalan menjaga kebersihan,

menggunakan air masak untuk minum, dan mencuci alat pembuat susu

dan makan bayi serta penyediaan oralit.

6. Mengatur jarak kehamilan agar ibu cukup waktu untuk merawat dan

mengatur makanan bayinya terutama pemberian ASI, yang apabila ibu

mulai hamil produksi ASI akan berhenti.

2.1.7.2 Cara Penanganan KKP Berat

Pasien yang menderita KKP tanpa penyulit sangat dianjurkan untuk

dirawat di rumah saja. Menginap di rumah sakit justru meningkatkan

resiko infeksi silang, sementara suasana yang berlainan dengan keadaan

rumah menyebabkan anak merasa diasingkan; kondisi tersebut

menyuburkan suasana apatis sekaligus memperburuk anoreksia yang

pernah ada. Penjerumusan ke rumah sakit tidak bisa dihindarkan lagi jika

keadaan penderita dapat mengancam jiwanya. Kondisi demikian hanya

berlangsung pada KKP yang parah (Arisman, 2004:105).

Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokan menjadi

pengobatan awal, dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk

mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi

diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi. Yang pertama dimulai sejak

Page 12: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

pasien tiba di rumah sakit hingga kondisi anak stabil dan nafsu makan

pulih. Fase ini biasanya berlangsung selama 2-7 hari. Jika lebih dari 10

hari keadaan pasien tidak juga pulih, berarti diperlukan upaya tambahan

(Arisman, 2004:105).

Upaya pengobatan awal meliputi:

1. Pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemia, hipotermia,

dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit.

2. Pencegahan jika ada ancaman atau perkembangan renjatan septik.

3. Pengobatan infeksi

4. Pemberian makanan.

5. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan

vitamin, anemia berat, dan payah jantung.

Penilaian dehidrasi sulit dilaksanakan karena tanda klasik dehidrasi

(bola mata cekung, dan turgor kulit berkurang) kerap ada pada pasien yang

keadaan hidrasinya tidak terganggu, sementara hipovolemia tidak jarang

terjadi bersamaan dengan edema bawah kulit (Arisman, 2004:105-106).

2.1.8 Akibat Gangguan Gizi Pada Balita

Konsumsi makanan sangatlah berpengaruh terhadap status gizi.

Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang

digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak dan perilaku baik (Almatsier, 2003:11).

Pengaruh gangguan gizi yang terjadi pada proses dalam tubuh,

diantaranya sebagai berikut:

Page 13: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

2.1.8.1 Akibat Gizi Kurang Pada Proses Tubuh

Akibat kurang gizi terhadap tubuh bergantung pada zat-zat apa yang

kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas

dan kuantitas) menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan

(Almatsier, 2003:11).

1. Pertumbuhan

Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein

digunakan sebagai pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan

rambut mudah rontok (Almatsier, 2003:11).

2. Produksi Tenaga

Kekurangan energi berasal dari makanan menyebabkan

seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan

aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah, dan produktivitasnya

menurun (Almatsier, 2003:11).

3. Pertahanan Tubuh

Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem

imunitas dan antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang

infeksi seperti filek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat

menimbulkan kematian (Almatsier, 2003:11).

4. Struktur dan Fungsi Otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap

perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir otak

mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi

Page 14: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen (Almatsier,

2003:11).

5. Perilaku

Bagi anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi

menunjukkan perilaku tidak tenang, mereka mudah tersinggung,

cengeng dan apatis (Almatsier, 2003:11).

Dengan keterangan di atas tampak bahwa gizi yang baik

merupakan modal bagi perkembangan sumber daya manusia

(Almatsier, 2003:11).

2.1.8.2 Akibat Gizi Lebih Pada Proses Tubuh

Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan

energi yang dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam bentuk lemak.

Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko dalam terjadinya berbagai

penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi,

penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kandung empedu

(Almatsier, 2003:11).

2.1.9 Langkah-langkah Membuat Status Gizi Balita Meningkat

Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan menemukan sebuah konsep

bagaimana mengulangi masalah kekurangan gizi pada balita. Trintin

(Ketua Puslitbang Bogor) menjelaskan ada 6 langkah dalam meningkatkan

status gizi balita, yaitu:

1. Pengorganisasian

2. Pelatihan

Page 15: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

3. Penimbangan balita

4. Penyuluhan gizi

5. Pemberian makanan tambahan (PMT)

6. Penggalangan dana untuk pengadaan PMT

Tujuan dari langkah-langkah tersebut adalah diperolehnya suatu

modal pemberdayaan masyarakat untuk KEP (Kurang Energi Protein)

pada balita (http://www.kompasmobile.com).

2.1 Balita

2.2.1 Pengertian Balita

Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan

salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang

usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau biasa

digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini

disebut juga sebagai usia prasekolah (http://id.wikipedia.org/wiki/Balita).

Pertumbuhan balita dapat diamati secara cermat dengan

menggunakan “kartu menuju sehat” (KMS) balita. Kartu menuju sehat

berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan, bukan

menilai status gizi. Berbeda dengan KMS yang diedarkan Depkes RI

sebelum tahun 2000, garis merah pada KMS versi tahun 2000 bukan

merupakan pertanda gizi buruk, melainkan “garis kewaspadaan”.

Manakala berat badan balita tergelincir di bawah garis ini, petugas

kesehatan harus melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap indikator

antropometrik lain (Irianto, 2004:16).

Page 16: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Ada beberapa faktor yang menimbulkan keperluan gizi untuk bayi

dan balita yaitu memelihara dan mempertahankan jaringan tubuh,

perbaikan jaringan baru, variasi individual dan aktivitas tubuh. Setiap ada

sel atau jaringan yang rusak ini diperlukan gizi yang baik dan seimbang, di

mana adanya pembentukan jaringan baru maka terjadilah proses tumbuh

kembang anak, pembentukan jaringan ini juga yang tampak sebagai

kenaikan berat badan anak ( Depkes RI, 1993 ).

Anak yang berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat

sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun

kedua 12 cm, ketiga 8-9 cm). Berat badan baku dapat pula mengacu pada

baku berat badan dan tinggi badan dari WHO/NCHS, atau rumus

perkiraan berat badan anak: berat badan anak usia 1-6 tahun = [usia x 2 +

8]. Dengan demikian, berat badan anak 1 sampai 3 tahun masing-masing

10, 12, dan 14 kg (Arisman, 2004:55).

Dengan baku WHO-NCHS, rata-rata berat anak usia 1, 2, dan 3

tahun berturut-turut 10,2; 12,6; dan 14,7 kg untuk anak pria, sementara

wanita 9,5; 11,9; dan 13,9 kg. Tinggi badan pria masing-masing 76,1;

87,6; dan 96,5 cm. Tinggi badan wanita berturut-turut 74,3; 86,5; dan 95,6

cm. Jika dibandingkan dengan tinggi badan yang dihitung dengan rumus,

hasilnya tidak jauh berbeda (Arisman, 2004:55).

Pertambahan berat anak usia prasekolah berkisar antara 0,7-2,3 kg

dan tinggi 0,9-1,2 cm/tahun sehingga menyebabkan tubuh mereka tampak

“kurus”. Berat pada usia 7-10 tahun bertambah sekitar 2 kg dan tinggi

Page 17: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

badan 5-6 cm setiap tahun. Menjelang puber pertambahan berat dapat

mencapai 4-4,5 kg setahun (Arisman, 2004:55).

Perkembangan mental anak dapat dilihat dari kemampuannya

mengatakan “tidak” terhadap makanan yang ditawarkan. Penolakan itu

tentu saja tidak boleh dijadikan alasan oleh para orang tua untuk memulai

“perang di meja makan”, karena ketegangan justru akan memicu dan

memacu sikap yang lebih defensif. Ada baiknya diadakan kompromi, anak

diberi pilihan satu atau dua macam makanan (Arisman, 2004:55).

Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia ini kebanyakan

anak hanya mau makan satu jenis makanan selama satu minggu (food

jag). Orang tua tidak perlu gusar, asal makanan tersebut dapat memenuhi

kebutuhan gizi anak. Sementara itu, orang tua (atau pengasuh anak) tidak

boleh jera menawarkan kembali jenis makanan lain setiap kali makan

(Arisman, 2004:55).

2.2.2 Pemantauan Pertumbuhan Balita

Pertumbuhan balita dapat diamati secara cermat dengan

menggunakan “kartu menuju sehat” (KMS) balita. Kartu menuju sehat

berfungsi sebagai alat bantu pemantauan gerak pertumbuhan, bukan

menilai status gizi. Berbeda dengan KMS yang diedarkan Depkes RI

sebelum tahun 2000, garis merah pada KMS versi tahun 2000 bukan

merupakan pertanda gizi buruk, melainkan “garis kewaspadaan”.

Manakala berat badan balita tergelincir di bawah garis ini, petugas

Page 18: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

kesehatan harus melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap indikator

antropometrik lain (Irianto, 2004:16).

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kasus Gizi Buruk pada Balita

2.3.1 Pengetahuan

2.3.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,

2003:121).

Pengetahuan disini adalah tentang gizi pada balita dimana

pengetahuan ibu yang baik dapat menurunkan angka gizi buruk pada balita

(Tarwota dan Wartonah, 2006:78). Dengan demikian yang dimaksud

dengan pengetahuan disini adalah pengetahuan ibu tentang gizi buruk,

sehingga angka kejadian gizi buruk dapat dihindari.

2.3.1.2 Enam Tingkatan Pengetahuan:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan (Notoatmodjo, 2003:121).

2. Memahami (comprehensif)

Memahami diartikan sebagai suatu kesimpulan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui (Notoatmodjo,

2003: 21).

Page 19: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

3. Aplikasi

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi real (Notoatmodjo, 2003:121).

4. Analisis (Analysis)

Dapat diartikan suatu kemampuan untuk menyebarkan materi

atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

organisasi dan masih ada kaitannya (Notoatmodjo, 2003:121).

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan

atau menghubungkan bagian-bagian dari dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru (Notoatmodjo, 2003:121).

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penelitian terhadap suatu objek atau materi

(Notoatmodjo, 2003:121).

3.2.1.3 Ketidaktahuan Orang Tua akan Hubungan Makanan dan Kesehatan

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga

yang sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang

dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi

tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan

tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup).

Penelitian yang dilakukan oleh Freedman di Kelurahan Hutan Kayu,

Jakarta menunjukan bahwa makanan keluarga yang berpenghasilan relatif

Page 20: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

baik, tidak banyak berbeda mutunya jika dibandingkan dengan makanan

keluarga yang berpenghasilan rendah. Keadaan ini menunjukan bahwa

ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan

sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan anak

Balita (Sjahmin M, 2002).

2.3.2 Pendidikan

2.3.2.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan

dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003:16). Seseorang dapat

dikatakan belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan. Bertitik tolak

dari konsep pendidikan kesehatan itu juga proses pendidikan dan proses

belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang

nilai-nilai kesehatan menjadi tahu dan mampu mengatasi masalah-masalah

kesehatannya sendiri (Notoatmodjo, 2003:121).

Dengan demikian pemahaman seseorang terhadap suatu masalah

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Artinya semakin tinggi

pendidikan ibu maka semakin kecil kemungkinan balitanya menderita gizi

buruk (Tarwota dan Wartonah, 2006:78-79).

Page 21: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

2.3.3 Sosial Ekonomi

2.3.3.1 Pengertian Sosial Ekonomi

Adalah penghasilan keluarga dalam satu bulan yang didapat dari

bekerja dalam bentuk nominal dan dikelompokan dengan kategori rendah,

sedang dan tinggi.

Kemiskinan merupakan bagian dari status sosial ekonomi yang dapat

diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup

memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga

tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam

kelompok tersebut (http://www.kompasmobile.com).

2.3.3.2 Akibat Sosial Ekonomi Rendah

Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi

buruk. Data di Indonesia dan di negara lain menunjukan adanya hubungan

antara kurang gizi dan kemiskinan. Proporsi anak yang bergizi kurang dan

gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil

pendapatan penduduk, makin tinggi presentase anak yang kekurangan gizi,

makin tinggi pendapatan makin kecil presentasenya

(http://www.kompasmobile.com).

Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut

menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik

kualitas maupun jumlah makanan. Sungguhpun demikian, hendaklah di

kesampingkan anggapan bahwa makanan yang memenuhi persyaratan gizi

hanya mungkin disajikan di lingkungan keluarga yang berpenghasilan

Page 22: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

cukup saja. Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan

makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu

memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi

nilai gizinya tinggi (Sjahmin M, 2002).

Disamping itu kemanfaatan sumber daya keluarga secara baik dan

berdaya guna akan dapat membantu keluarga sehingga memungkinkan

keluarga yang berpenghasilan terbatas pun mampu menghilangkan

makanan yang cukup memenuhi syarat gizi bagi anggota keluarganya.

Usaha-usaha praktis yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga, seperti

pemanfaatan tanah pekarangan untuk ditanami sayur mayur atau beternak

unggas, atau membuat kolam ikan kecil-kecilan akan dapat membantu

mencukupi kebutuhan bahan makanan bagi keluarga. Baik di kota maupun

pedesaan, kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok PKK

(Perkumpulan Kesejahteraan Keluarga) adalah bertujuan untuk mendaya

gunakan berbagai sumber daya yang dimiliki keluarga (Sjahmin M.,

2002).

Page 23: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan pola pikir yang

dikembangkan berdasarkan materi pengetahuan pada kerangka teori untuk

penyelesaian permasalahan penelitian (Notoatmodjo, 2002:70).

Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan hubungan antara

variabel bebas yang meliputi pengetahuan, pendidikan, dan sosial ekonomi

terhadap variabel terikat yaitu status gizi (Notoatmodjo, 2002:70).

3.1.1 Visualisasi Kerangka Konsep

Dengan demikian variabel-variabel yang akan penulis teliti

digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Bebas

(Independen)

3.1 Kerangka Konsep faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010

Variabel Terikat

(Dependen)

Pengetahuan

Pendidikan

Sosial Ekonomi

Status Gizi

Page 24: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

3.1.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitiannya

adalah sebagai berikut:

3.1.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

3.1.2.2 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

3.1.2.3 Ada hubungan antara sosial ekonomi dengan dengan status gizi pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

3.1.3 Variabel Penelitian

Varibel penelitian mengandung pengertian yaitu ukuran atau ciri-ciri

yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan

yang dimiliki kelompok lain (Notoatmodjo, 2002:70).

Variabel dibedakan menjadi 2 bagian yaitu variabel dependen

(variabel yang dipengaruhi variabel lain), dan variabel independen

(variabel yang mempengaruhi variabel lain).

Dalam penelitian ini variabel yang dapat digunakan adalah

dependen dan independen. Variabel independen adalah pengetahuan,

pendidikan, dan sosial ekonomi, sedangkan variabel dependen ialah status

gizi.

Page 25: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

3.2 Definisi Operasional

Untuk memperjelas dari sikap penetapan variabel perlu diberikan

definisi operasional tentang variabel. Yang dimaksud definisi operasional

adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati dan diteliti untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur

(Notoatmodjo, 2002:46).

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Status gizi Status kesehatan

yang dihasilkan

oleh keseimbangan

antara kebutuhan

dan masukan

nutrien

Memban-

dingkan

berat

badan

balita

dengan

standar

rujukan

WHO/NC

HS

Standar

rujukan

WHO/NC

HS

0. Status gizi

buruk: jika

berat badan

balita < -3SD

1. Status gizi

baik: jika

berat badan

balita - 2 SD

sampai + 2

SD

Ordinal

2. Pengetahuan Pemahaman ibu

tentang masalah

gizi yang diukur

berdasarkan nilai

jawaban

Penyeba-

ran

kuesioner

Kuesioner 0. Kurang, jika

nilai

pengetahuan-

nya < median

1. Baik, jika

nilai

pengetahuan-

nya ≥ median

Ordinal

3. Pendidikan Jenjang atau

tingkat pendidikan

formal yang telah

diselesaikan oleh

Penyeba-

ran

kuesioner

Kuesioner 0. Pendidikan

rendah: tidak

sekolah, SD

atau sederajat,

Ordinal

Page 26: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

ibu SLTP atau

sederajat.

1. Pendidikan

tinggi: SMA

atau sederajat,

perguruan

tinggi.

4. Sosial

Ekonomi

Penghasilan

keluarga dalam

satu bulan yang

didapat dari bekerja

dalam bentuk

nominal

berdasarkan UMR

Kabupaten

Kecamatan Mejobo

tahun 2010.

Penyeba-

ran

kuesioner

Kuesioner 0. Penghasilan

rendah, jika

pendapatan <

Rp. 684.000.-

1. Penghasilan

tinggi, jika

pendapatan ≥

Rp. 684.000.-

Ordinal

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross

sectional dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan

variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu

yang sama (Notoatmodjo, 2002 : 145-146).

3.3.2 Populasi dan Sampel

3.3.2.1 Populasi

Page 27: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Populasi penilitian adalah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik pelajaran

(Sugiyono, 2004:55).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di wilayah kerja

Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

3.3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2002:79).

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai

berikut:

Keterangan :

n = Besar sampel

= Derajat kepercayaan 95% (1,96)

P1 = Diasumsikan 10%

P2 = Diasumsikan 50%

d² = Presisi mutlak 5%

Page 28: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Data hasil perhitungan penentuan jumlah sampel di atas, maka

diambil sampel sebanyak 238 orang.

3.3.2.3 Teknik Pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

Accidental Sampling. Pengambilan sampel secara aksidental (accidental)

ini dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada

atau tersedia. Bedanya dengan porposive sampling adalah kalau sampel

yang diambil secara porposive berarti dengan sengaja mengambil atau

memilih kasus atau responden. Sedangkan sampel yang diambil secara

aksidental berarti sampel diambil dari reponden atau kasus yang kebetulan

ada (Notoatmodjo, 2002 : 89).

Teknik pengambilan data ini menggunakan data primer yaitu data

yang didapat langsung melalui penyebaran kuesioner.

3.4 Metode Pengolahan Data dan Analisa Data

Page 29: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

3.4.1 Metode pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai

berikut.

3.4.1.1 Editing Date

Dalam tahap editing ini dilakukan pemeriksaan, antara lain kelengkapan,

konsistensi dan kesesuaian jawaban responden. Dalam editing dilakukan

penggantian atau penaksiran atas jawaban responden.

3.4.1.2 Codding

Pemberian tanda atau kode sesuai jawaban yang diberikan oleh responden.

Kode tersebut disusun kembali dalam lembaran-lembaran ke dalam kode

tersendiri untuk pedoman dalam analisis data dan penulisan laporan.

3.4.1.3 Scoring

Penilaian data dengan memberikan skor pada setiap pertanyaan dan tahap

ini meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil

scoring dan semua pertanyaan.

3.4.1.4 Entry Date

Memasukan data baik melalui manual atau komputer.

3.4.1.5 Cleaning Date

Pembersihan data dilakukan bertujuan menghilangkan data yang tidak

perlu dan mengganggu proses analisis.

3.4.2 Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan melakukan

penyelesaian data sesuai dengan kriteria yang ada, analisa data untuk

Page 30: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

penelitian dengan menggunakan perangkat lunak statistik dengan program

SPSS.

Langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan penelitian adalah:

3.4.2.1 Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan dua variabel, yaitu

variabel independen dengan dependen, dalam hal ini variabel independen

adalah pengetahuan, pendidikan, dan sosial ekonomi. Sedangkan variabel

dependen adalah status gizi.

Analisis bivariat dalam penelitian ini dengan menggunakan uji chi-

square dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

X² = Chi kuadrat

O = Observasi

E = Nilai ekspektasi

∑ = Jumlah

Keputusan uji dengan menggunakan α (0,05) dalam kepercayaan 99%

a. Apakah p value < α (0,05) maka Ho ditolak artinya ada hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Page 31: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

b. Apakah p value > α (0,05) maka Ho gagal tolak artinya tidak ada

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian yaitu di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan

Mejobo. Waktu penelitian yaitu bulan Maret 2010 sampai dengan bulan

Mei 2010.

Page 32: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Kecamatan Mejobo tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo sebanyak

238 orang dan jumlah sampel yang didapat sebanyak 198 orang.

4.2 Analisis Bivariat

4.2.1 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Hasil analisis bivariat variabel pengetahuan ibu dengan status gizi

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010,

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Pengetahuan

Status GiziJumlah Ket

Gizi Buruk Gizi Baik

n % n % n %

value OR

Kurang 23 59.0 46 28.9 69 34.8

0.001

3.53CI 95%1.17-7.28

Baik 16 41.0 113 71.1 129 65.2

Jumlah 39 100 159 100 198 100

37

Page 33: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa ibu pengetahuan

kurang dengan balita gizi buruk sebesar 23 orang (59,0), sedangkan ibu

pengetahuan baik dengan balita gizi buruk sebesar 16 orang (41,0%). Hal

tersebut menunjukkan proporsi ibu balita pengetahuan kurang dan balita

gizi buruk lebih besar dibandingkan dengan ibu balita pengetahuan baik

dan balita gizi buruk.

Hasil analisa penghitungan statistik dengan uji chi-square diperoleh

value = 0,001 dengan nilai α = 0,05 ( < α ) yang berarti hipotesis nol

ditolak dan hipotesis alternatif diterima dengan demikian terdapat

hubungan antara pengetahuan dengan status gizi pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

Dari hasil analisis statistik diperoleh nilai OR = 3,53 dengan

demikian ibu dengan pengetahuan kurang memiliki resiko terjadinya gizi

buruk pada balita lebih besar 3,53 kali dibandingkan ibu pengetahuan baik.

4.2.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Hasil analisis bivariat variabel pendidikan ibu dengan status gizi

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010,

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 34: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Tabel 4.2Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Pendidikan

Status GiziJumlah Ket

Gizi Buruk Gizi Baik

n % n % N %

value OR

Rendah 34 87.2 100 62.9 134 67.7

0.007

4.01CI 95%1.48-10.82

Tinggi 5 12.8 59 37.1 64 32.3

Jumlah 39 100 159 100 189 100

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat dilihat ibu pendidikan rendah

dengan balita gizi buruk sebesar 34 orang (87,2%), sedangkan ibu

pendidikan tinggi dengan balita gizi buruk sebesar 5 orang (12,8%). Hal

tersebut menunjukkan proporsi ibu balita pendidikan rendah dan balita gizi

buruk lebih besar dibandingkan dengan ibu balita pendidikan tinggi dan

balita gizi buruk.

Hasil analisa penghitungan statistik dengan uji chi-square diperoleh

value = 0,007 dengan nilai α = 0,05 ( < α ) yang berarti hipotesis nol

ditolak dan hipotesis alternatif diterima dengan demikian terdapat

hubungan antara pendidikan dengan status gizi pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

Dari hasil analisis statistik diperoleh nilai OR = 4,01 dengan

demikian ibu dengan pendidikan rendah memiliki resiko terjadinya gizi

buruk pada balita lebih besar 4,01 kali dibandingkan ibu dengan

pendidikan baik.

Page 35: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

4.2.3 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Hasil analisis bivariat variabel sosial ekonomi dengan status gizi

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010,

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Sosial Ekonomi

Status GiziJumlah Ket

Gizi Buruk Gizi Baik

n % n % n %

value OR

Penghasilan Rendah

26 66.7 66 41.5 92 46.5

0.008

2.81CI 95%1.34-5.88

Penghasilan Tinggi

13 33.3 93 58.5 106 53.5

Jumlah 39 100 159 100 189 100

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat ibu penghasilan rendah

dengan balita gizi buruk sebesar 26 (66,7%), sedangkan pada ibu

penghasilan tinggi dengan gizi buruk sebsar 13 (33,3%). menunjukkan

proporsi ibu balita penghasilan rendah dan balita gizi buruk lebih besar

dibandingkan dengan ibu balita penghasilan tinggi dan balita gizi buruk.

Hasil analisa penghitungan statistik dengan uji chi-square diperoleh

value = 0,008 dengan nilai α = 0,05 ( < α ) yang berarti hipotesis nol

ditolak dan hipotesis alternatif diterima dengan demikian terdapat

hubungan antara sosial ekonomi dengan status gizi pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010.

Page 36: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Dari hasil analisis statistik diperoleh nilai OR = 2,81 dengan

demikian ibu dengan penghasilan rendah memiliki resiko terjadinya gizi

buruk pada balita lebih besar 2,81 kali dibandingkan ibu dengan

penghasilan tinggi.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Mejobo tahun 2010, hal ini dibuktikan dengan hasil

penghitungan statistik diperoleh nilai value = 0,001 (p < α).

Dalam penelitian ini pula berdasarkan hasil statistik diperoleh nilai

OR = 3,53 dengan demikian ibu dengan pengetahuan kurang akan

memiliki resiko terjadinya gizi buruk pada balita lebih besar 3,53 kali

dibandingkan ibu pengetahuan baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Freedman di Kelurahan Hutan

Kayu, Jakarta menunjukan bahwa makanan keluarga yang berpenghasilan

relatif baik, tidak banyak berbeda mutunya jika dibandingkan dengan

makanan keluarga yang berpenghasilan rendah. Keadaan ini menunjukan

bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh

merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya

makanan anak Balita (Sjahmin M, 2002).

Page 37: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

Ilmu gizi (nutrition sceine) merupakan ilmu yang mempelajari

segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan

optimal. Disatu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain

dengan tubuh manusia (Almatsier, 2003:1).

Konsumsi makanan sangatlah berpengaruh terhadap status gizi.

Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang

digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak dan perilaku baik (Almatsier, 2003:11).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

pengetahuan tentang gizi pada balita dimana pengetahuan ibu yang baik

dapat menurunkan angka gizi buruk pada balita (Tarwota dan Wartonah,

2006 : 78).

Dengan demikian hasil penelitian ini relevan dengan penelitian lain,

pengetahuan ibu yang kurang akan mempengaruhi status gizi pada balita.

4.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pendidikan dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Mejobo tahun 2010, hal ini dibuktikan dengan hasil

penghitungan statistik diperoleh nilai value = 0,007 (p < α).

Dalam penelitian ini pula berdasarkan hasil statistik diperoleh nilai

OR = 4,01 dengan demikian ibu dengan pendidikan rendah akan memiliki

Page 38: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

resiko terjadinya gizi buruk pada balita lebih besar 4,01 kali dibandingkan

ibu pendidikan tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri

Hastuti mengenai “Hubungan status sosial ekonomi ibu dengan status gizi

balita Di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar” bahwa

terdapat pengaruh positif dan signifikan antara faktor tingkat pendidikan

ibu, status pekerjaan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang kesehatan,

pengeluaran pangan keluarga, sanitasi dan penggunaan air minum terhadap

status gizi balita di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susianto

tahun 2008 mengenai “Status Gizi Balita Vegetarian dan Non Vegetarian”

menunjukkan faktor yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan

status gizi adalah penghasilan keluarga dan pendidikan

(http:bayivegetarian.com).

Pemahaman seseorang terhadap suatu masalah dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pendidikan ibu maka

semakin kecil kemungkinan balitanya menderita gizi buruk (Tarwota dan

Wartonah, 2006: 78-79).

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan

dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003:16). Seseorang dapat

dikatakan belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan. Bertitik tolak

dari konsep pendidikan kesehatan itu juga proses pendidikan dan proses

belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang

Page 39: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

nilai-nilai kesehatan menjadi tahu dan mampu mengatasi masalah-masalah

kesehatannya sendiri (Notoatmodjo, 2003:121).

Bertitik tolak dari konsep pendidikan kesehatan itu juga proses

pendidikan dan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat

dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu dan mampu

mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri (Notoatmodjo, 2003:

121).

Dengan demikian, hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian

lain bahwa status gizi balita dapat dipengaruhi oleh pendidikan ibu.

4.3.3 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo tahun 2010

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pendidikan dengan Status Gizi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Mejobo tahun 2010, hal ini dibuktikan dengan hasil

penghitungan statistik diperoleh nilai value = 0,008 (p < α).

Dalam penelitian ini pula berdasarkan hasil statistik diperoleh nilai

OR = 2,81 dengan demikian ibu dengan penghasilan rendah akan memiliki

resiko terjadinya gizi buruk pada balita lebih besar 2,81 kali dibandingkan

ibu dengan penghasilan tinggi.

Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Susianto tahun 2008

mengenai “Status Gizi Balita Vegetarian dan Non Vegetarian”

menunjukkan faktor yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan

Page 40: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

status gizi adalah penghasilan keluarga dan pendidikan

(http:bayivegetarian.com).

Proporsi anak yang bergizi kurang dan gizi buruk berbanding

terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin

tinggi presentase anak yang kekurangan gizi, makin tinggi pendapatan

makin kecil presentasenya (http://www.kompasmobile.com).

Sosial ekonomi adalah penghasilan keluarga dalam satu bulan yang

didapat dari bekerja dalam bentuk nominal dan dikelompokan dengan

kategori rendah, sedang dan tinggi.

Kemiskinan merupakan bagian dari status sosial ekonomi yang dapat

diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup

memelihara dirinya sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga

tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun fisiknya dalam

kelompok tersebut (http://www.kompasmobile.com).

Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut

menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik

kualitas maupun jumlah makanan. Pengetahuan tentang kadar zat gizi

dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan

keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya

tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Sjahmin M, 2002).

Dengan demikian, hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian

lain bahwa sosial ekonomi akan mempengaruhi status gizi balita.

Page 41: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

status gizi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

tahun 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.1.1 Ada hubungan pengetahuan dengan status gizi pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010, dibuktikan dengan

value = 0,001 (p < α), OR = 3,51 - CI : 1,71-7,28.

5.1.2 Ada hubungan pendidikan dengan status gizi pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010, dibuktikan dengan value =

0,007 (p < α), OR = 4,01 - CI : 1,48-10,82.

5.1.3 Ada hubungan sosial ekonomi dengan status gizi pada balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo Tahun 2010, dibuktikan dengan

value = 0,008 (p < α), OR = 2,81 - CI : 1,34-5,88.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi

penelitian mengenai gizi berikutnya dan dapat menggunakan metoda yang

lain sehingga hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan status gizi hasilnya dapat lebih memuaskan.

Page 42: Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mejobo

5.2.2 Bagi Puskesmas

Diharapkan sebagai sarana pelayanan kesehatan agar memberikan

informasi dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya ibu balita

mengenai pentignya memperhatikan gizi balita termasuk gizi ibu balita

yang sangat berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan

balita.

5.2.3 Bagi institusi pendidikan

Semoga hasil penelitian ini dapat menambah pembendaharaan

kepustakaan yang dapat dijadikan informasi bagi mahasiswa khususnya

yang mencari informasi mengenai gizi dan ruang lingkupnya.