faktor-faktor yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN
PELAPORAN BAHAYA PADA PEKERJA TEKNISI UNIT
MAINTENANCE DI PT PELITA AIR SERVICE AREA KERJA
PONDOK CABE, TANGERANG SELATAN
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
Dwi Nurvita
NIM : 1111101000039
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Desember 2015
Dwi Nurvita
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2015
Dwi Nurvita, NIM : 1111101000039
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja
Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015
xxii + 186 halaman, 10 tabel, 5 gambar, 9 bagan, 8 lampiran
ABSTRAK
PT Pelita Air Service memiliki based maintenance di area Pondok Cabe
terdiri dari proses preflight dan postflight dengan potensi bahaya tinggi
menimbulkan kecelakaan kerja. PT Pelita Air Service memiliki kegiatan
pelaporan bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan
mengobservasi perilaku rekan kerja dan lingkungan kerja. Berdasarkan hasil
observasi, masih terdapat kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman di
lingkungan kerja namun hanya sedikit pekerja yang melakukan pengisian kartu
pelaporan bahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan
Tahun 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi unit
maintenance yang tercatat sebagai pekerja tetap maupun pekerja kontrak di PT
Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan yang berjumlah
136 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan studi dokumen
safety report. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square dan uji T-test
Independen.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui 78,7% pekerja tidak patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya dan 21,3% pekerja patuh melakukan pelaporan
bahaya. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kepatuhan pelaporan
bahaya adalah usia, masa kerja, sikap, frekuensi paparan pelatihan keselamatan
dan respon pihak pengawas. Sedangkan faktor-faktor yang terbukti berhubungan
dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah persepsi terhadap bahaya, sikap rekan
kerja dan pengaruh penghargaan.
Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar dibuatkan safety instruction
mengenai kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya, sosialisasi prosedur dan
proses pelaksanaan pelaporan bahaya, pengisian pelaporan bahaya sebagai unsur
penilaian Key Performance Indicator (KPI), pengawasan dan himbauan rutin dari
safety officer, keterlibatan manajemen dalam aktivitas program, penambahan
jumlah dan penyesuaian jenis kartu pelaporan bahaya di setiap wilayah yang
memiliki potensi bahaya, pekerja melakukan diskusi dalam forum atau meeting
satu kali seminggu dan melakukan kegiatan bulanan yaitu makan siang bersama.
iii
Kata Kunci : Pelaporan bahaya, Kepatuhan, Pengisian Kartu
Daftar Bacaan : 95 (1996-2014)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduate Thesis, December 2015
Dwi Nurvita, NIM : 1111101000039
Factors Associated with Hazard Reporting Compliance in Unit Maintenance
Technician Worker at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe Area, Tangerang
Selatan, Year 2015
xxii + 186 pages, 10 tables, 5 pictures, 9 chats, 8 attachments
ABSTRACT
PT Pelita Air Service has based maintenance in Pondok Cabe that consist
of preflight and post flight process with high hazard potential which can cause
work accident. PT Pelita Air Service has hazard reporting activities to prevent
accidents by observing the behavior of co-workers and the working environment.
Based on observation, there are still unsafe conditions and unsafe behavior in the
workplace, but many workers did not fill the hazard reporting card.This study
aims to determine the factors compliance with hazard reporting behavior in the
unit maintenance technician workers at PT Pelita Air Service, Pondok Cabe area,
Tangerang Selatan, 2015.
This study is a quantitative research with a cross sectional study design.
The sample for this study is all technicians in unit maintenance who registered as
permanent and contract workers. There are 136 workers at PT Pelita Air Service,
Pondok Cabe area, Tangerang Selatan. The data was collected from
questionnaires and safety report document. Bivariate analysis was used chi-square
test and T-test independent test.
Based on the results of the study, 78,7% of workers didn't do the hazard
reporting compliance and 21,3% of workers did the hazard reporting compliance.
Many factors are not associated with reporting hazard compliance, there are the
age, duration of work, attitude, frequency of exposure of safety training and
response of the supervisor. While the perception of hazard, the attitude of co-
workers and awards are associated with hazard reporting compliance.
Therefore, the researcher recommends to make a safety instruction for
filling reporting hazard card, the implementation of socialization procedures and
reporting hazard, filling reporting hazard as an element of assessment Key
Performance Indicator (KPI), supervision and routine appeal from safety officer,
management involvement of program activities, increasing the number and
customize the reporting hazard card in every area that has hazard potential, the
workers make a discussion in a forum or meeting once a week and have a lunch
together as a monthly activity.
Keywords: Hazard reporting, Compliance, Card Filling.
Reference: 95 (1996-2014)
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Dwi Nurvita
Tempat,Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Desember 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ampera Raya RT. 008/002 No. 9 Kel. Cilandak
Timur, Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Tinggi/ Berat : 154 cm/ 48 kg
Telepon : 081517444641
Email : [email protected]
Pendidikan Formal
Tahun Sekolah/Universitas
2011- sekarang Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2008 – 2011 SMA Negeri 49 Jakarta
2005 – 2008 SMP Negeri 107 Jakarta
1999 – 2005 SDN Cilandak Timur 08 Pagi
viii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWI Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang, puji dan syukur saya ucapkan kepada Ilahi Rabbi yang selalu
memberikan kenikmatan tak terhingga kepada kita. Atas segala kekuatan dan
rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi
Unit Maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang
Selatan Tahun 2015”. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman
terang benderang seperti saat ini.
Penulisan skripsi ini semata-mata bukan murni usaha penulis melainkan
banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa doa, motivasi, dan
bimbingan. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulisan skripsi ini kepada:
1. Keluarga saya tercinta (Mama yang sudah tenang di surga, Bapak, Kakak,
dan Adik) terima kasih untuk doa, dukungan dan segalanya.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan
masyarakat yang senantiasa menjadikan program studi ini menjadi lebih
baik.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati ST, MKKK selaku dosen peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) Terima kasih ibu atas waktu, ilmu dan
pengalamannya.
5. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku dosen pembimbing I yang selalu
sabar dan keikhlasannya memberikan bimbingannya. Terima kasih ibu
atas waktu, doa dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
ix
6. Ibu Dewi Utami Iriani, M. Kes, Ph. D selaku dosen pembimbing II yang
selalu siap memberikan bimbingannya dan arahan yang positif sehingga
penulis dapat menyelesaan skripsi ini.
7. Ibu Dr. Iting Shofwati S.T, M.KKK, Ibu Catur Rosidati, M.KM, dan
Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK selaku dosen penguji sidang skripsi,
terima kasih atas kesediaan ibu menjadi penguji dan memberikan sarannya
yang positif untuk perbaikan skripsi penulis
8. Bapak Ali selaku manajer QM&SHE yang sudah mengijinkan penulis
melaksanakan penelitian ini.
9. Pak Obie, Pak Andri, Bu Nitra, Bu Sanis dan seluruh pekerja di PT Pelita
Air Service yang telah bersedia membantu penelitian ini.
10. Makasih banyak kesayangan aku atas bantuan dan dukungannya: Kawan
Solihah (Lintang, Danti, Epi, Salsa, Ntis, Meta, Ajeng, Ayu, Ibo, Amel)
dan 8-xotis (Safira, Sarah, Iput, Rahma, Gia, Karin, Unik), dan semua
yang telah membantu .
11. Dan teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 tercinta, sukses selalu buat
kita semua
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap seluruh
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu
mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Jakarta, November 2015
Dwi Nurvita
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................. Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xviii
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xx
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xxi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xxii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xxiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 8
C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9
D. Tujuan ............................................................................................................. 10
xi
1. Tujuan Umum ............................................................................................ 10
2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 11
1. Bagi PT Pelita Air Service......................................................................... 11
2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service............................................................ 11
3. Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 11
F. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 12
A. Kepatuhan ....................................................................................................... 12
1. Definisi Kepatuhan .................................................................................... 12
B. Pelaporan Bahaya ........................................................................................... 12
1. Pelaporan ................................................................................................... 12
2. Kondisi Bahaya ......................................................................................... 13
3. Pelaporan Bahaya ...................................................................................... 14
4. Dasar Hukum Kegiatan Pelaporan Bahaya ............................................... 16
C. Teori Perubahan Perilaku ............................................................................... 19
1. Teori Green dan Kreuter, 2000 .................................................................. 19
2. Teori Geller, 2001...................................................................................... 21
D. Dampak Pelaporan Bahaya Tidak Lengkap ................................................... 24
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya ............... 25
1. Faktor Internal ........................................................................................... 26
xii
2. Faktor Eksternal ......................................................................................... 30
F. Kerangka Teori ............................................................................................... 40
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................... 42
A. Kerangka Konsep ........................................................................................... 42
B. Definisi Operasional ....................................................................................... 46
C. Hipotesis ......................................................................................................... 49
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 50
A. Jenis dan Desain Penelitian ............................................................................ 50
B. Lokasi dan Waktu ........................................................................................... 50
C. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 50
1. Populasi ..................................................................................................... 50
2. Sampel ....................................................................................................... 51
D. Pengumpulan Data ......................................................................................... 52
E. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................................ 52
F. Validitas dan Reabilitas Kuesioner ................................................................ 58
1. Validitas ..................................................................................................... 58
2. Reabilitas ................................................................................................... 59
H. Manajemen Data ............................................................................................ 60
1. Editing ....................................................................................................... 60
2. Coding ....................................................................................................... 61
3. Entry .......................................................................................................... 61
xiii
4. Cleaning .................................................................................................... 62
I. Analisis Data .................................................................................................. 62
1. Analisis Univariat ...................................................................................... 62
2. Analisis Bivariat ........................................................................................ 63
J. Penyajian Data ................................................................................................ 64
BAB V HASIL ........................................................................................................... 65
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ............................................................. 65
1. Profil PT Pelita Air Service ....................................................................... 65
2. Visi dan Misi PT Pelita Air Service .......................................................... 66
3. Gambaran Area Kerja Pondok Cabe ......................................................... 66
4. Kebijakan K3 ............................................................................................. 69
5. Pelaporan Bahaya di PT Pelita Air Service ............................................... 71
6. Tujuan, Prinsip dan Manfaat Kegiatan Pelaporan Bahaya ........................ 72
7. Personil dan Tempat Pelaksanaan Pelaporan Bahaya ............................... 72
8. Jenis Formulir Pelaporan Bahaya .............................................................. 73
9. Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja di PT Pelita Air Service ....... 75
B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015.............................................................................................................. 78
xiv
C. Gambaran Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap
Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service
Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ......................................................... 79
1. Usia ............................................................................................................ 80
2. Masa Kerja ................................................................................................. 80
3. Sikap .......................................................................................................... 81
4. Persepsi Terhadap Bahaya ......................................................................... 81
D. Gambaran Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan,
Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan)
pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area
Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 .................................................................. 81
1. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan ................................................ 82
2. Respon Pihak Pengawas ............................................................................ 83
3. Sikap Rekan Kerja ..................................................................................... 83
4. Pengaruh Penghargaan .............................................................................. 83
E. Hubungan antara Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi
Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja
Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok
Cabe Tahun 2015 ......................................................................................... 83
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya................... 84
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ...... 84
3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya ................ 85
xv
4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya ...................................................................................... 86
F. Hubungan antara Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan
Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh
Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi
Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe
Tahun 2015 .................................................................................................. 86
1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan
Kepatuhan Pelaporan Bahaya .................................................................... 87
2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya ...................................................................................... 88
3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya ....................................................................................................... 89
4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya ....................................................................................................... 89
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 91
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 91
B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015.............................................................................................................. 92
xvi
C. Hubungan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi Terhadap
Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015.............................................................................................................. 97
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya................... 97
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .... 100
3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya .............. 104
4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya .................................................................................... 109
D. Hubungan Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan,
Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan Pengaruh Penghargaan)
dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015............................................................................................................ 113
1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan
Kepatuhan Pelaporan Bahaya .................................................................. 113
2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya .................................................................................... 118
3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya ..................................................................................................... 122
4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya ..................................................................................................... 126
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 131
xvii
A. Simpulan ....................................................................................................... 131
B. Saran ............................................................................................................. 133
1. Bagi PT Pelita Air Service....................................................................... 133
2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service.......................................................... 135
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................ 136
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 137
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional ...................................................................... ......46
Tabel 4. 1 Skoring Variabel Sikap..................................................................55
Tabel 4. 2 Kode Variabel ................................................................................... ...62
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi
Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe
Tahun 2015 ........................................................................................ 79
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja)
pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area
Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ........................................................... 80
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap, Persepsi
Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita
Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015............................... 80
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal (Frekuensi paparan
Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja
dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di
PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ............... 82
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja)
dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015 ...................................................................................................... 84
xix
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap, Persepsi
Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja
Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok
Cabe Tahun 2015 .................................................................................. 85
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita
Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015 ........................... 87
xx
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Faktor yang Mempengaruhi Praktik Keselamatan Pekerja ................. 20
Bagan 2. 2 The Safety Triad .................................................................................. 21
Bagan 2. 3 Aspek internal dan eksternal pada individu yang dapat mempengaruhi
kesuksesan program keselamatan kerja ................................................................ 22
Bagan 2. 4 The ABC Model ................................................................................... 23
Bagan 2. 5 Kerangka Teori ................................................................................... 41
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ................................................................................ 42
Bagan 5. 1 Proses Pre-Flight Pesawat .................................................................. 69
Bagan 5. 2 Proses Post-Flight Pesawat ................................................................. 70
Bagan 5. 3 Siklus Intervensi Kartu ....................................................................... 77
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Safety Accident Pyramid .................................................................. 15
Gambar 5. 1 Area Kerja Pondok Cabe PT Pelita Air Service ............................... 68
Gambar 5. 2 Safety Observation Form ................................................................. 75
Gambar 5. 3 Hazard Report .................................................................................. 76
Gambar 6. 1 Sertifikat Safety Awards ................................................................. 128
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Legalitas Penelitian................................................................. 145
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ............................................................... 146
Lampiran 3 Form Studi Dokumen ....................................................... ......150
Lampiran 4 Uji Validitas dan Reabilitas ................................................. ...151
Lampiran 5 Hasil Studi Dokumen.............................................................. 155
Lampiran 6 Uji Normalitas ....................................................................... 168
Lampiran 7 Analisis Univariat ................................................................... 172
Lampiran 8 Analisis Bivariat...................................................................... 176
xxiii
DAFTAR ISTILAH
HSE : Health Safety and Environment
OHSAS : Occupational Health and Safety Assessment Series
APD : Alat Pelindung Diri
PP : Peraturan Pemerintah
PT : Perseroan Terbatas
BBS : Behavior Based Safety
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CDC : Canadian Centre of Occupational Health and Safety
KPI : Key Performance Indicator
HR : Hazard Report
SOF : Safety Observation Form
STOP : Safety Training Observation Program
STOP 6 : Safety Toyota ―0‖ Accident Project
CCOHS : Centre for Disease Control and Prevention
KKL : Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan
QM&SHE : Quality Management and Safety, Health, Environment, Security
Aviation
WSH Council : Workplace Safety and Health Council
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS)
18001 tahun 2007 mengenai Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) disebutkan bahwa pelaksanaan keselamatan
kerja salah satunya dengan melakukan pelaporan keadaan berbahaya. Hal
tersebut tertera pada klausul 4.5.3.2 mengenai pentingnya menerapkan
prosedur untuk mencatat ketidaksesuaian, tindakan perbaikan serta
mendokumentasikan tindakan pencegahan. Pelaksanaan pelaporan bahaya
juga didukung Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, Lampiran II
tentang pedoman penilaian penerapan SMK3 poin 8.1 bahwa prosedur
pelaporan bahaya harus dimiliki perusahaan dan diketahui oleh tenaga kerja.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan Surat
Keputusan (SK) nomor SKEP/223/X/2009 tentang petunjuk dan tata cara
pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (safety managemenet system)
operasi bandar udara, bagian 139-01 pada poin 4.1 menyatakan bahwa
setiap pegawai bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi bahaya dan
melaporkan kepada safety manager/officer. Identifikasi bahaya yang ada di
bandar udara dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan pelaporan
bahaya namun tidak ditetapkan metode yang harus digunakan. Metode
identifikasi bahaya disesuaikan dengan ketetapan setiap bandar udara.
2
Ketika menerapkan kegiatan pelaporan bahaya, setiap perusahaan
memiliki kewenangan untuk mengadopsi, memodifikasi atau merancang
sendiri kegiatan pelaporan bahaya yang telah disesuaikan dengan budaya
perusahaan. Selain itu, kegiatan pelaporan bahaya juga mengikutsertakan
peran seluruh pekerja agar kegiatan berjalan efektif dan dapat
meningkatkan kepedulian terhadap penerapan upaya pencegahan kecelakaan
dengan sukarela (Gunawan, 2013).
Pelaporan bahaya mencakup pelaporan kondisi tidak aman dan
perilaku tidak aman (WSH Council, 2014). Pelaporan bahaya oleh pekerja
merupakan sarana penting untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan
mencatat ketidaksesuaian sebelum kecelakaan. Pelaporan bahaya harus
menjadi prioritas program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) karena
merupakan pencegahan dasar terjadinya kecelakaan (Human Resources and
Skills Development Canada, 2013). Pelaporan bahaya merupakan indikasi
adanya permasalahan dimana cidera bisa terjadi, meskipun belum
menimbulkan kerugian, tetapi pelaporan bahaya menghasilkan informasi
yang mengarah kepada tindakan perbaikan untuk menciptakan lingkungan
kerja yang aman (Healthyworkinglives.com, 2014).
Frekuensi pelaporan bahaya yang masih rendah seringkali
dikarenakan pekerja tidak mau berbicara mengenai masalah yang terjadi.
Ragain, dkk (2011) melakukan survei pada 2600 pekerja di 14 negara
bagian Amerika Serikat, menyatakan 97% pekerja tidak melaporkan
keadaan bahaya karena perusahaan memiliki kebijakan memberhentikan
pekerja jika melaporkan keadaan bahaya. Selain itu, sebagian pekerja yang
3
melaporkan keadaan bahaya, tidak disertai dengan tindakan menegur
(intervensi) kepada objek pengamatan. Sebesar 24,6% pekerja tidak
mengintervensi karena pekerja lain dapat marah ketika diintervensi dan
19,8% berpendapat intervensi tidak akan mengubah perilaku seseorang
(Ragain dkk, 2011). Ketika pekerja tidak mengubah keadaan bahaya maka
sejumlah besar cidera tidak dapat dicegah.
Di Indonesia, pelaporan bahaya dengan pengamatan kondisi dan
perilaku tidak aman juga belum maksimal. Penelitian Asril (2003) di PT
Apexindo Pratama Duta menyatakan pada bulan Desember 2002 hingga
Juni 2003, hanya 24 orang (22%) dari 109 pekerja yang mengisi kartu
pengamatan bahaya. Sejalan dengan itu, Nurhayati (2009) mengatakan
pelaksanaan program Safety Pro-active Activity yang merupakan jenis
pelaporan bahaya di PT Astra Daihatsu Motor masih memiliki kendala yaitu
pekerja belum paham cara pengisian check sheet tentang pelaporan bahaya.
Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan
baik adalah tidak akan teridentifikasinya kondisi-kondisi tidak aman
maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Oleh karena
itu, pentingnya dilakukan pelaporan bahaya sebagai tindakan pencegahan
pada perilaku dan kondisi tidak aman agar dapat menghindari terjadinya
kecelakaan kerja yang fatal.
Kecelakaan kerja walaupun kecil akan tetap mengganggu proses dan
menimbulkan kerugian dari cidera, kematian, rusaknya sarana, penurunan
produktivitas dan citra perusahaan (Marettia, 2011). Menurut Economic
4
Burden of Occupational Injury and Illness in the United States
menunjukkan bahwa kematian dan cidera akibat kerja mengeluarkan biaya
$192 milyar per tahun (CDC, 2014). Sedangkan jumlah klaim kecelakaan
kerja tahun 2013 di Indonesia mencapai Rp 618,49 miliar (BPJS, 2014).
PT Pelita Air Service merupakan perusahaan pernerbangan yang
memiliki komitmen untuk menerapkan K3 dalam kegiatan jasanya. PT
Pelita Air Service melayani jasa penyewaan pesawat (charter) dengan
memiliki fasilitas dasar pemeliharaan pesawat (based maintenance). Jasa
charter dilakukan untuk melayani penerbangan baik bagi perusahaan
minyak maupun masyarakat umum serta based maintenance pesawat
merupakan pusat untuk pemeliharaan pesawat baik pemeliharaan yang
dilakukan setiap hari maupun pemeliharaan bulanan serta tahunan.
Pada proses jasanya, PT Pelita Air Service terbagi dalam beberapa
departemen. Setiap departemen memiliki tugas dan fungsi yang berbeda
dalam menjalankan kegiatannya. Kegiatan administrasi dan kontrak charter
dilakukan pada bagian kantor sedangkan kegiatan based maintenance
dilakukan pada bagian hangar di area Pondok Cabe oleh pekerja teknisi unit
maintenance yang terdiri dari proses preflight dan postflight.
Para pekerja baik di kantor maupun pekerja teknisi di hangar memiliki
tingkat paparan sumber bahaya yang berbeda. Berdasarkan hasil observasi
peneliti dan identifikasi bahaya yang dilakukan oleh Departemen Quality
Management & Safety Health Environment (QM&SHE), paparan bahaya
dan risiko yang diterima oleh para pekerja berbeda terutama paparan bahaya
fisik (kebisingan), bahaya kimia dan bahaya mekanik yang memiliki
5
intensitas paparan cukup tinggi. Paparan yang tinggi terutama terjadi dalam
proses preflight dan postflight yang dilakukan di area kerja Pondok Cabe
dapat menimbulkan peluang kecelakaan kerja lebih besar dibandingkan
dengan area kerja lain.
PT Pelita Air Service menerapkan kegiatan pelaporan bahaya sebagai
upaya preventif terjadinya kecelakaan demi menciptakan lingkungan kerja
yang aman dengan melibatkan partisipasi pekerja. Kegiatan pelaporan
bahaya dimana pekerja dilatih peka terhadap perilaku atau kondisi aman dan
tidak aman dengan mengisi form pelaporan bahaya. Form dikembangkan
sebagai alat keahlian observasi dan komunikasi guna memastikan tempat
kerja lebih aman karena perilaku dan kondisi tidak aman dapat terdeteksi
dan dilaporkan melalui form tersebut.
Berdasarkan Safety, Health and Environment Manual Chapter 3 yang
dikeluarkan PT Pelita Air Service mengenai implementation and
performance monitoring poin 3.4.2 menyatakan bahwa pekerja harus segera
melaporkan segala bentuk bahaya di tempat kerja, baik tindakan tidak aman
dan kondisi tidak aman. Sebelum melaporkan pekerja mengidentifikasi
bahaya di tempat kerja dengan mencatatnya di formulir hazard report dan
safety observation form kepada safety officer. Setelah formulir diisi oleh
pekerja kemudian form dapat diletakan pada safety drop box yang tersedia
di area kerja. Setiap bulan isi form yang ada di safety drop box dikumpulkan
oleh safety officer selanjutnya akan diberikan ke kantor pusat pada
Departemen QM&SHE untuk dianalisis, diamati dan ditindaklanjuti sesuai
6
prioritas perbaikan. Selain itu, form pelaporan bahaya juga dapat dikirim
langsung melalui fax atau email ke Departemen QM&SHE.
Kegiatan pelaporan bahaya dimulai pada tahun 2001, namun
pelaksanaan pelaporan bahaya berjalan kurang baik. Hasil pengamatan
peneliti selama tiga minggu dari 2 Februari 2015 sampai 9 Maret 2015 di
area Pondok Cabe terlihat bahwa pekerja masih melakukan perilaku tidak
aman dan terdapat kondisi berbahaya di sekitar pekerja. Beberapa perilaku
tidak aman yang terdeteksi yakni kelalaian penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), sikap tubuh tidak ergonomis serta bercanda saat bekerja. Namun
hanya sebagian kecil pekerja yaitu 8 pekerja dari 20 pekerja (40%) yang
melaporkan keadaan berbahaya dengan melakukan pengisian pada kartu
pelaporan bahaya. Selain itu, hasil pengumpulan kartu pelaporan bahaya
pada tahun 2012, hanya terkumpul 84 pelaporan bahaya dari target 200
pelaporan bahaya (42%) dan tahun 2014 hanya 218 pelaporan bahaya dari
target 300 pelaporan bahaya (72,6%).
Pada tahun 2014, PT Pelita Air Service mengalami tiga kasus
kecelakaan kerja, satu First Aid Case, satu Property Damage dan satu
Vehicle Incident. Berdasarkan hasil investigasi Departemen QM&SHE,
kasus tahun 2014 disebabkan perilaku tidak aman pekerja. Adanya
kecelakaan kerja menunjukkan bahwa kegiatan pelaporan bahaya untuk
mencegah kecelakaan belum terlaksana dengan baik.
Mengatasi rendahnya dukungan pekerja terhadap pelaksanaan
kegiatan pelaporan bahaya dapat dilakukan dengan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku pelaporan bahaya. Berdasarkan penelitian
7
sebelumnya, perilaku pelaporan bahaya dipengaruhi 2 faktor yaitu faktor
internal (persepsi, sikap, usia, masa kerja) dan faktor eksternal (pelatihan,
penghargaan, pengawas serta rekan kerja).
Faktor internal yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan
bahaya adalah sikap (Anugraheni, 2003). Sedangkan menurut Marettia
(2011) persepsi juga berhubungan dengan perilaku pelaksanaan Safety
Training Observation Program (STOP) Card yang merupakan jenis
pelaporan bahaya. Selanjutnya, masa kerja juga memiliki hubungan
dengan perilaku pekerja dalam pencegahan kecelakaan kerja (Al Faris,
2014). Penelitian kurniawan (2006) juga menyatakan bahwa ada hubungan
antara umur pekerja dengan praktik penerapan prosedur keselamatan kerja
termasuk kegiatan pelaporan bahaya.
Faktor eksternal yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan
bahaya adalah pelatihan (Asril, 2003). Sedangkan menurut Halimah (2010)
peran pengawas dan peran rekan kerja juga berhubungan dengan perilaku
aman pekerja, pelaporan bahaya termasuk bagian dari perilaku aman
pekerja. Selanjutnya, menurut Anugraheni (2003) sanksi dan penghargaan
juga berhubungan dengan perilaku pekerja dalam program Safety Toyota
―0‖ Accident Project (STOP 6) yang merupakan jenis pelaporan bahaya.
Kegiatan pelaporan bahaya yang merupakan upaya pencegahan
kecelakaan di PT Pelita Air Service berjalan kurang baik, masih
ditemukannya perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman namun masih
rendanya pengisian kartu pelaporan bahaya terlihat dari hanya sedikit
pekerja yang mengisi kartu dan kejadian kecelakaan kerja yang masih
8
terjadi. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance.
B. Rumusan Masalah
PT Pelita Air Service memiliki based maintenance di area kerja Pondok
Cabe terdiri dari proses preflight dan postflight yang dilakukan oleh pekerja
teknisi unit maintenance. Proses preflight dan postflight memiliki potensi
bahaya tinggi dalam menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan
area kerja lain. PT Pelita Air Service sudah memiliki kegiatan pelaporan
bahaya sebagai upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan mengobservasi
perilaku rekan kerja dan lingkungan kerja.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama tiga minggu dari 2
Februari 2015 sampai 9 Maret 2015 di area kerja Pondok Cabe terlihat bahwa
pekerja masih melakukan perilaku tidak aman dan terdapat kondisi berbahaya
di sekitar pekerja. Beberapa perilaku tidak aman yang terdeteksi yakni
kelalaian penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), sikap tubuh tidak
ergonomis serta bercanda saat bekerja. Namun pengisian pelaporan bahaya
masih rendah, tidak ada pekerja yang melakukan pengisian kartu selama
periode tersebut.
Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kepatuhan
pelaporan bahaya pada pekerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal (usia, persepsi, masa kerja,
sikap) dan faktor eksternal (pelatihan, pengawas, rekan kerja, sanksi dan
penghargaan). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin meneliti
9
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area
kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi
unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe,
Tangerang Selatan Tahun 2015?
2. Bagaimana gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi
terhadap bahaya) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?
3. Bagaimana gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan
keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh
penghargaan) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?
4. Apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap,
persepsi terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?
5. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja,
pengaruh penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015?
10
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita
Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja
teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok
Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
b. Diketahuinya gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap,
persepsi terhadap bahaya) pada pekerja teknisi unit maintenance di
PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan
Tahun 2015.
c. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja,
pengaruh penghargaan) pada pekerja teknisi unit maintenance di PT
Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan
Tahun 2015.
d. Diketahuinya hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja,
sikap, persepsi terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
11
e. Diketahuinya hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja,
pengaruh penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi PT Pelita Air Service
a. Sebagai sumber informasi mengenai pelaksanaan pelaporan
bahaya pada pekerja di PT Pelita Air Service.
b. Bahan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya
di PT Pelita Air Service dengan meninjau faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pekerja.
2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service
Sebagai gambaran dan bahan evaluasi diri pekerja mengenai
dukungan pekerja serta faktor-faktor yang berhubungan dalam pelaporan
bahaya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi dan kepentingan pengembangan penelitian
selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
pelaporan bahaya pada pekerja.
12
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang
Selatan Tahun 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi
unit maintenance di area kerja Pondok Cabe, PT Pelita Air Service.
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember tahun 2015 di PT
Pelita Air Service. Penelitian ini akan dilakukan dengan cara
mengumpulkan data primer melalui pengisian kuesioner dan data sekunder
melalui studi dokumen safety report untuk mengetahui pengisian pelaporan
bahaya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan
1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan (compliance) merupakan salah satu bentuk perilaku
yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Ruhyandi,
2008). Geller (2001) pada teori safety triad juga menyatakan kepatuhan
merupakan salah satu faktor pada komponen behavior yang dipengaruhi
oleh interaksi faktor pada komponen person dan environment. Ramdayana
(2009) mengemukakan bahwa kepatuhan akan menghasilkan perubahan
tingkah laku (behaviour change) yang bersifat sementara dan individu
yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke
perilaku/pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai
mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan
dari kelompok asalnya.
B. Pelaporan Bahaya
Kegiatan pelaporan bahaya dilakukan oleh pekerja dalam rangka
mencegah kecelakaan kerja serta untuk menciptakan lingkungan kerja
yang lebih aman.
1. Pelaporan
Pelaporan adalah pertukaran informasi secara lisan atau tulisan
sebagai pertanggungjawaban dari bawahan kepada atasan sesuai dengan
13
hubungan wewenang (authority) dan tanggung jawab (responibility) yang
ada antara mereka. Selain itu, pelaporan merupakan salah satu cara
pelaksanaan komunikasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya.
Laporan mempunyai peranan yang penting pada suatu organisasi karena
hubungan antara atasan dan bawahan, ataupun antara sesama pekerja
dalam suatu organisasi yang terjalin baik dan dapat mewujudkan sebagian
dari keberhasilan organisasi tersebut (Haryanto, 2007).
2. Kondisi Bahaya
Bahaya adalah suatu objek atau situasi yang berpotensi
menyebabkan kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi
sesuatu atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu di tempat kerja
(CCOHS, 2008). Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya
kecelakaan dan insiden yang membawa dampak terhadap manusia,
peralatan, material dan lingkungan (Ramli, 2010). Berdasarkan modifikasi
piramida kecelakaan dari Heinrich’s Accident Triangle bahwa situasi
berbahaya terdiri dari pelaporan kondisi tidak aman dan perilaku tidak
aman (WSH Council, 2014).
Kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu kondisi lingkungan
kerja yang mengandung potensi atau faktor bahaya yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja, antara lain:
a. Keadaan mesin, peralatan kerja, pesawat
b. Lingkungan kerja: licin, panas, terlalu dingin, terlalu panas, berdebu,
dan terdapat bahan beracun dan berbahaya (Ernawati, 2009).
14
Sedangkan tindakan tidak aman (unsafe action) yaitu suatu
tindakan atau tingkah laku yang tidak aman sehingga dapat menyebabkan
kecelakaan kerja, misalnya:
a. Cara kerja yang tidak benar
b. Sikap kerja yang tergesa-gesa
c. Kurang pengetahuan dan ketrampilan
d. Kelelahan dan kejenuhan, dll (Ernawati, 2009).
3. Pelaporan Bahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengharuskan adanya
pelaporan bahaya di tempat kerja. Pelaporan dilaporkan kepada atasan atau
supervisor untuk dapat mengurangi potensi bahaya yang akan
menghasilkan dampak negatif (EHS Carleton Univesity, 2009).
Menurut CCOHS (2008) proses pelaporan bahaya memungkinkan
pekerja untuk melaporkan kondisi berbahaya yang mereka lihat secara
langsung dengan mengisi formulir sederhana yang tersedia. Prosedur ini
memungkinkan untuk pelaporan cepat dan tindakan perbaikan berikutnya
tanpa menunggu inspeksi rutin.
Penyelidikan dan analisis dari semua kejadian berbahaya adalah
cara yang efektif untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja.
Penyelidikan dan analisis harus menghasilkan informasi yang mengarah ke
tindakan korektif yang mencegah atau mengurangi jumlah kejadian
berbahaya (Human Resources and Skills Development Canada, 2013).
15
Sehingga adanya kegiatan dalam pelaporan bahaya atas tindakan
dan kondisi tidak aman harus dilaksanakan dengan baik. Hal ini juga
sesuai dengan teori safety accident pyramid sebagai berikut :
Gambar 2.1
Safety Accident Pyramid
Teori ini menggunakan ratio perbandingan 1: 10 : 30 : 600 yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Rasio perbandingan 1 adalah untuk kecelakaan berat atau fatal
artinya bahwa setiap satu kali kecelakaan berat atau fatal terjadi,
sebelumnya ada sepuluh kali kejadian yang berakibat luka ringan.
b. Rasio perbandingan 10 adalah untuk kecelakaan dengan luka
ringan artinya bahwa sepuluh kali kecelakaan luka ringan terjadi,
sebelumnya ada tiga puluh kali kejadian kerusakan harta benda.
c. Rasio perbandingan 30 adalah untuk kecelakaan kerusakan harta
benda, artinya bahwa setiap tiga puluh kali kejadian kerusakan
harta benda yang timbul, sebelumnya ada enam ratus kali kejadian-
kejadian yang tidak berakibat luka atau cidera maupun kerusakan
harta benda (nyaris celaka).
16
d. Rasio perbandingan 600 adalah untuk kecelakaan yang tidak
berakibat luka atau kerusakan (nyaris celaka), artinya bahwa setiap
enam ratus kali kejadian-kejadian yang tidak berakibat orang luka
maupun kerusakan harta benda yang terjadi, kejadian seperti inilah
yang perlu kita kendalikan agar tidak terjadi yang rasio
perbandingan kecelakaan 30, 10 maupun 1.
Piramida tersebut menunjukkan bahwa kontribusi tindakan yang
tidak aman akan menyebabkan cidera yang parah, satu kecelakaan terjadi
akibat akumulasi nearmiss yang merupakan at risk behaviour dan keadaan
berbahaya yang terdiri dari perilaku kerja yang tidak aman maupun kondisi
tidak aman (Bird, 1986) dalam (Roughton, 2002). Sejalan dengan itu,
menurut WSH Council (2014) incident yang terjadi mencakup kejadian
near-miss incident dan hazardous situation (situasi berbahaya) terbagi
menjadi unsafe conditions dan at risk behaviour (WSH Council, 2014).
Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mencegah situasi berbahaya
(perilaku dan kondisi tidak aman) sebelum terakumulasi dan menyebabkan
kecelakaan dan cidera lebih serius. Salah satunya dengan melaksanakan
kegiatan pelaporan bahaya yang ada di PT Pelita Air Service.
4. Dasar Hukum Kegiatan Pelaporan Bahaya
a. OHSAS tahun 2007
OHSAS 18001 tahun 2007 mendefinisikan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau
akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk
pekerja kontrak dan kontraktor) dan juga tamu atau orang lain berada
17
di tempat kerja. Dalam OHSAS:18001 klausul 4.5.3.2 mengatakan
bahwa organisasi harus menerapkan prosedur untuk mencatat
ketidaksesuaian, tindakan perbaikan serta mendokumentasikan
tindakan pencegahan.
OHSAS menyatakan bahwa pelaporan bahaya harus
diterapkan disetiap perusahan melalui pencatatan ketidaksesuaian
yang ada di area kerja oleh pekerja sehingga dapat tercipta
lingkungan kerja yang aman.
b. PP No. 50 Tahun 2012
Agar memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja,
Departemen Tenaga Kerja juga mengeluarkan berbagai peraturan
yang berhubungan dengan K3, salah satunya Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah di Indonesia dalam PP No. 50 Tahun 2012
tentang SMK3 menyatakan bahwa setiap perusahaan yang
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik
proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. Tertera pada Pasal 12
menyatakan bahwa dalam melaksanakan kegiatan K3 harus
melibatkan seluruh pekerja. Serta dalam lampiran II poin 8.1
menyatakan bahwa prosedur pelaporan bahaya harus dimiliki
perusahaan dan prosedur tersebut diketahui oleh tenaga kerja.
PP No. 50 Tahun 2012 menyatakan bahwa prosedur pelaporan
bahaya harus dimiliki perusahan dan diketahui oleh tenaga kerja
18
sehingga pelaksanaan K3 diperusahaan melibatkan seluruh pekerja
agar tercipta lingkungan kerja yang aman.
c. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
SKEP/223/X/2009
Direktur Jenderal Perhubungan Udara telah mengeluarkan Surat
Keputusan (SK) Nomor SKEP/223/X/2009 tentang petunjuk dan tata
cara pelaksanaan sistem manajemen keselamatan (safety
managemenet system) operasi bandar udara, bagian 139-01 pada poin
4.1 menyatakan bahwa setiap pegawai bertanggung jawab untuk
melakukan identifikasi bahaya dan melaporkan kepada safety
manager/officer. Identifikasi bahaya yang ada di bandar udara
dilakukan salah satunya berdasarkan kegiatan pelaporan bahaya
namun tidak ditetapkan metode yang harus digunakan. Metode
identifikasi hazard disesuaikan dengan ketetapan setiap bandar udara.
SK Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
SKEP/223/X/2009 juga menyatakan bahwa setiap bandar udara harus
memiliki sistem manajemen keselamatan salah satunya adalah
identifikasi bahaya yang dilakukan oleh seluruh pekerja di bandar
udara. Metode identifikasi bahaya tidak ditentukan oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Udara, perusahaan memiliki kewenangan
sendiri untuk prosedur dalam identifikasi bahaya, salah satunya adalah
dengan kegiatan pelaporan bahaya. Selain itu, setiap perusahaan
memiliki kewenangan untuk mengadopsi, memodifikasi atau
19
merancang sendiri kegiatan pelaporan bahaya pada perusahaannya
sendiri.
C. Teori Perubahan Perilaku
1. Teori Green dan Kreuter, 2000
Kepatuhan merupakan salah satu bentuk perilaku (Ruhyandi,
2008). Menurut Green dan Kreuter tahun 2000 perilaku dibentuk dan
dipengaruhi dari tiga faktor yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, nilai dan faktor demografi.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) yang terwujud dalam
tersedianya sumber daya yang mendorong perilaku, aksesibilitas
sumber daya.
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) berupa dukungan keluarga,
teman sebaya, pemberi pekerjaan, penyedia layanan kesehatan dan
pengajar.
Dedobbeleer dan German pada tahun 1987 sudah mengaplikasikan
teori Green kedalam occupational settings yaitu faktor yang mempengaruhi
praktik keselamatan pekerja. Kepatuhan pelaporan bahaya merupakan
bagian dari praktik keselamatan pekerja. Teori ini bisa digeneralisasikan
kepada kepatuhan pekerja secara umum termasuk pekerja maintenance
pernerbangan. Faktor yang mempengaruhi praktek keselamatan terbagi tiga
faktor yaitu faktor predisposisi yang merupakan dasar dimana semua faktor
penentu lainnya mungkin memiliki efek dari faktor ini, serta merupakan
faktor yang berasal dari diri manusia itu sendiri yang juga mencakup faktor
20
demografi seperti umur dan masa kerja. Faktor pemungkin yang merupakan
faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau kepatuhan
keselamatan pekerja dan faktor penguat adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku termasuk kepatuhan.
Berikut adalah teori Green dan Kreuter yang sudah diaplikasikan ke
occupational settings oleh Dedobbeleer dan German tahun 1987 (Green,
2000) seperti pada bagan 2.2:
Bagan 2.1
Faktor yang mempengaruhi Praktik Keselamatan Pekerja
Faktor Predisposisi
Pengetahuan mengenai keselamatan
Sikap terhadap kinerja keselamatan
Persepsi terhadap cidera
Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri
Riwayat cidera
Adanya rekan kerja yang terluka
Faktor Pemungkin
Paparan pelatihan keselamatan
Instruksi pada awal pekerjaan
Ketersediaan peralatan yang sesuai dan aman
Paparan rapat keselamatan
Work pace (kecepatan kerja)
Praktik
Keselamatan
Pekerja
Faktor Penguat
Sikap manajemen puncak terhadap
keselamatan
Peraturan manajemen puncak
Pengawasan kearah keselamatan
Sikap rekan kerja kearah keselamatan
Sikap keluarga kearah keselamatan
21
2. Teori Geller, 2001
Perilaku taat atau patuh terhadap peraturan merupakan langkah awal
menuju budaya keselamatan E. Scott Geller tahun 2001 mengemukakan
model Total Safety Culture yang memperhatikan 3 faktor yang
dinamakan The Safety Triad seperti pada bagan 2.3:
Pengetahuan, Keterampilan, Mesin, Peralatan
Kemampuan, Intelegensi housekeeping,
Motif,Kepribadian Standar prosedur
operasi& engienee
Persetujuan, Pelatihan,
Pengenalan, Komunikasi,
Menunjukkan kepedulian yang aktif
Bagan 2.2
The Safety Triad
Tiga faktor tersebut bersifat dinamis dan interaktif. Perubahan pada
salah satu faktor dapat mempengaruhi faktor lainnya. Budaya
keselamatan yang baik merupakan hasil interaksi perilaku K3, faktor
pribadi dan juga faktor organisasi. Faktor perilaku dan personal orang
tersebut menunjukkan kedinamisan manusia dalam keselamatan kerja.
Kedua faktor tersebut sangat penting untuk mencapai budaya
keselamatan yang baik. Pendekatan ini berfungsi untuk memahami dan
mengelola elemen manusia untuk mencegah kecelakaan kerja (Geller,
2001).
Budaya
Keselamatan
Orang Lingkungan
Perilaku
22
Selain itu, ada aspek internal dan eksternal pada individu yang
dapat mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja (Geller,
2001). Pendekatan ini digunakan untuk mengubah perilaku seseorang
seperti pada bagan 2.3:
Bagan 2.3
Aspek internal dan eksternal pada individu
yang mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja
Selain itu, Geller (2001) juga menggunakan teori ABC (Antecedent
-Behavior-Consequence) atau (Aktivator-Perilaku-Konsekuensi) model
yang dikemukakan oleh B.F Skinner untuk mengintervensi perubahan
perilaku termasuk kepatuhan. Model ini dapat digunakan untuk
mendiagnosis faktor yang berkontribusi dalam insiden atau perilaku
berisiko maupun kepatuhan dan menentukan tindakan koreksi. Dalam
model ini aktivator dapat merangsang timbulnya perilaku dan
konsekuensi dapat memotivasi perilaku.
Manusia
Internal
Status ciri-ciri:
Sikap, kepercayaan, pemikiran,
kepribadian, persepsi, nilai-nilai
dan tujuan
Eksternal
Perilaku :
Pelatihan, pengenalan,
persetujuan, komunikasi, dan
kepedulian secara aktif
Pendidikan
Person Based
Teori Kognitif
Survey Persepsi
Pelatihan
Behaviour based
Ilmu perilaku
Audit perilaku
23
- Diskusi -Pengisian kartu -Umpan Balik
-Kebijakan -menggunakan APD -Positif/negatif
-Ceramah -mengingatkan -Hadiah/
-Demonstrasi rekan kerja hukuman
-Perjanjian
Bagan 2.4
The ABC Model
Antecedent ialah sesuatu yang datangnya lebih dahulu sebelum
terjadi perilaku atau behavior. Antecedent dapat dikatakan sebagai
pemicu suatu perilaku atau dapat dikatakan mengapa orang berperilaku
seperti itu. Consequence ialah sesuatu yang mengikuti perilaku atau
dengan kata lain akibat dari perilaku yang dilakukan (Irliyanti, 2014).
Teori dalam model perilaku ABC ini sesuai dengan The lawfullness
of behavior dalam ilmu perilaku yang disampaikan oleh Irliyanti (2014)
mengemukakan bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya
stimulus, tidak ada tingkah laku manusia yang terjadi tanpa adanya
stimulus, stimulus merupakan sebab terjadinya perilaku, dan semakin
besar stimulus yang ada maka semakin besar kemampuannya untuk
menggerakkan tingkah laku.
Penggunaan model perilaku ABC merupakan cara yang efektif
untuk memahami mengapa perilaku bisa terjadi dan merupakan cara yang
efektif untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan ataupun kepatuhan
karena dalam model perilaku ini terdapat konsekuensi yang digunakan
untuk memotivasi agar frekuensi perilaku yang diharapkan dapat
meningkat serta model perilaku ABC ini berguna untuk mendesain
Aktivator Perilaku Konsekuensi
24
intervensi yang dapat meningkatkan perilaku, individu, kelompok, dan
organisasi (Geller, 2005). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan
frekuensinya meningkat ialah kepatuhan pengisian kartu pelaporan
bahaya untuk mendukung meningkatnya perilaku aman pada pekerja.
D. Dampak Pelaporan Bahaya Tidak Lengkap
Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan
baik adalah tidak akan teridentifikasi bahwa terdapat kondisi-kondisi tidak
aman maupun perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Ketika cidera
tidak dilaporkan, pekerja terluka melepaskan hak-hak mereka untuk
mendapatkan kompensasi pekerja dan perusahaan tetap tidak menyadari
masalah keselamatan yang terjadi. Kedua, pekerja dapat terus melakukan
pekerjaan dengan cara yang tidak aman karena mereka tetap tidak yakin
bahwa perilaku seperti itu mungkin mengakibatkan kecelakaan. Namun,
pekerja keliru, perilaku yang tidak aman adalah penyebab utama kecelakaan
yang bisa menyebabkan kematian (Human Resources and Skills Development
Canada, 2013).
Menurut Tarwaka (2008) kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang
tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga yang dapat menimbulkan
kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang
terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.
Banyak sekali kerugian yang ditimbulkan dari kecelakaan kerja diantaranya
adalah jumlah kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambah dengan
kerugian-kerugian lainnya (material/non-material) yang diakibatkan oleh
25
kecelakaan kerja diantaranya kerugian-kerugian (biaya-biaya) dari biaya
langsung kecelakaan kerja yaitu biaya pengobatan dan perawatan korban
kecelakaan kerja serta biaya kompensasi (yang tidak diasuransikan). Selain
itu, biaya tidak langsung dikarenakan adanya kerusakan bangunan, alat dan
mesin, kerusakan produk dan bahan atau material, gangguan dan terhentinya
produksi, biaya administratif, pengeluaran sarana dan prasarana darurat, sewa
mesin sementara, waktu untuk investigasi, pembayaran gaji untuk waktu yang
hilang, nama baik, dan sebagainya (Marettia, 2010).
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Kepatuhan pelaporan bahaya pekerja dan faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pelaporan bahaya merupakan salah satu yang harus
diperhatikan untuk mencapai keselamatan dan lingkungan kerja yang aman.
Faktor terbagi menjadi dua faktor yang mempengaruhi kepatuhan pelaporan
bahaya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kepatuhan pelaporan bahaya
merupakan salah satu program Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja di perusahaan. Setiap perusahaan
memiliki kartu pelaporan bahaya dengan sebutan yang berbeda diantaranya
Kartu Keselamatan Kesehatan Lingkungan (KKL), Safety Training
Observation Program (STOP), Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP6)
dan kartu observasi bahaya.
26
1. Faktor Internal
a. Usia
Semakin matang usia seseorang biasanya cenderung bertambah
pengetahuan dan tingkat kedewasaannya. Penelitian Shiddiq (2013) di PT
Semen Tonasa juga mengatakan bahwa pada umumnya dengan
bertambahnya usia akan semakin rasional, makin mampu mengendalikan
emosi dan makin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang
membahayakan. Menurut Septiano (2004) proporsi kepatuhan pekerja
yang berumur <30 tahun memiliki kepatuhan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan kepatuhan pekerja yang memiliki usia ≥ 30 tahun.
Sebaliknya, penelitian Asril (2003) yang mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu
Pengamatan KKL menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu
pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi
tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Selain itu, tenaga kerja
yang masih muda mempunyai kemampuan kerja yang lebih baik dari
tenaga kerja yang sudah tua. Umur yang terlalu tua dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja lebih parah disebabkan oleh penurunan
kemampuan reaksi dan kesulitan dalam penyesuaian diri dengan pekerjaan
(Helda, 2007).
b. Masa Kerja
Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan perilaku pelaporan
bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja
27
bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja
yang bersangkutan (Helda, 2007). Menurut Hadiyani (2010) masa kerja
pendek menyebabkan keterlibatan sosial yang dibangun juga masih rapuh,
sehingga komitmen organisasi yang dimiliki oleh pekerja dengan masa
kerja yang pendek cenderung lebih rendah. Semakin lama pekerja bekerja
di dalam suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja
mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan
(Kusuma, 2011). Salah satu bentuk keterlibatan sosial di dalam organisasi
adalah bentuk kesadaran pekerja untuk dapat melaporkan kondisi dan
perilaku berbahaya di lingkungan kerja. Bertentangan dengan itu menurut
penelitian Suryatno (2012) di perusahaan MontD‟Or Oil Tungkat Ltd.
menunjukkan tidak ada hubungan masa kerja dengan kualitas
implementasi kartu observasi bahaya.
c. Sikap
Sebuah sikap merupakan suatu keadaan mental, yang dipelajari dan
diorganisasi menurut pengalaman, dan menyebabkan timbulnya pengaruh
khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan
situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Winardi, 2004). Menurut
Notoatmodjo (2010) sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan
berpersepsi. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi. Notoatmodjo
(2010) menguraikan sikap memiliki tiga komponen pokok, antara lain:
1) Kepercayaan, ide dan konsep terhadap objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
28
3) Kecederungan untuk bertindak
Ketiga komponen tersebut akan saling mendukung dan bersama-
sama akan membentuk suatu sikap secara utuh (Nasrullah, 2014).
Penelitian Anugraheni (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan
bermakna antara sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan
STOP6 yang berfungsi untuk mencatat adanya perilaku dan kondisi
berbahaya. Selain itu, menurut penelitian penelitian Asril (2003)
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam
mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan
perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL yang berfungsi
untuk mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo
Pratama Duta Tbk. STOP6 dan KKL merupakan salah satu jenis kegiatan
pelaporan bahaya.
d. Persepsi Terhadap Bahaya
Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses
informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang
telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau
memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima
oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Shiddiq, 2013).
Persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan
dan menginterpretasikan kesan-kesan sensori mereka untuk memberi
makna lingkungannya (Sanusi, 2012). Persepsi terhadap bahaya
menunjukkan penilaian pekerja terhadap bahaya yang berpotensi
29
menyebabkan kecelakaan dan cidera yang bisa terjadi pada diri dan
sekitarnya. Penelitian Marettia (2011) yang menyatakan ada hubungan
bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan perilaku pekerja
dalam melaksanakan program STOP yang merupakan kartu untuk
mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja.
e. Pengendalian Keselamatan atas Pekerjaan Sendiri
Pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri merupakan
kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dan menunjukkan
pribadi yang profesional dalam bekerja termasuk dalam melaksanakan
program perusahaan seperti kegiatan pelaporan bahaya atau kemampuan
seseorang dalam mengontrol emosinya dalam bekerja (Maulana, 2009).
Setiap pekerja dapat memberikan kontribusi bagi kesuksesan ataupun
kegagalan organisasi melalui upaya kontrol terhadap dirinya. Misalnya,
pekerja melakukan kontrol pada perilakunya yang berhubungan dengan
kinerja, seperti bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas atau
kegiatan yang ditetapkan perusahaan dan melakukan kontrol agar tidak
berperilaku merusak dan membahayakan (Fox dan Spector, 2005).
Penelitian Fausiah (2013) menyatakan bahwa kontrol perilaku
berpengaruh signifikan terhadap intensi pekerja di Unit PLTD PT PLN
(Persero) Sektor Tello. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan
Wardani, dkk (2012) bahwa usaha secara proaktif terhadap pengalaman
demi kepentingannya sendiri (opennes to experience) tidak berpengaruh
pada munculnya perilaku dalam organisasi, perilaku pelaporan bahaya
merupakan salah satu bentuk perilaku dalam organisasi.
30
f. Riwayat Cidera
Semakin tidak aman perilaku seseorang dalam bekerja maka
semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja yang dapat terjadi.
Ketika pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya dengan baik
maka secara tidak langsung pekerja telah melalukan tindakan yang tidak
aman. Riwayat cidera merupakan kejadian kecelakaan akibat kerja yang
pernah dialami oleh pekerja. Adanya riwayat cidera dapat memberikan
kewaspadaan lebih untuk patuh untuk melakukan pelaporan bahaya pada
diri pekerja.
Kepatuhan pekerja dalam bekerja dapat menciptakan munculnya
risiko yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Munculnya perilaku yang
berisiko atau tidak patuh menjadi manifestasi sehingga individu merasa
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja dan performance kerja
yang dimunculkan tidak lagi sesuai dengan kemampuan sebenarnya
dan berdampak menimbulkan kecelakaan kerja (Wibisono, 2013).
Penelitian Al Faris (2014) menunjukkan bahwa perilaku tenaga kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap kecelakaan yang terjadi dengan.
Sebaliknya, penelitian Utami (2014) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara cidera atau sakit dengan perilaku K3 pada pekerja
Departemen Operasi II PT Pusri Palembang.
2. Faktor Eksternal
a. Adanya Rekan Kerja yang Terluka
Attwood (2006) menunjukkan bahwa kecelakaan kerja dipengaruhi
oleh iklim keselamatan, respon supervisor dan respon rekan kerja.
31
Dengan memiliki rekan kerja yang baik, para pekerja akan saling
membantu dan memiliki rekan bicara dalam pekerjaan. Seringkali
pekerja berperilaku tidak melakukan pelaporan bahaya karena rekannya
yang lain juga berperilaku demikian.
Geller (2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin
meningkat saat semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan
saat anggota grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau
berpengalaman. Sejalan dengan itu Jayatri (2014) yang berjudul faktor
individu dan faktor pembentuk budaya keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) dengan perilaku k3 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara peran rekan kerja dengan perilaku aman. Perilaku pelaporan bahaya
merupakan bagian dari perilaku aman pada pekerja.
b. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah pelatihan
yang disusun untuk memberi bekal kepada personil yang ditunjuk
perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja (Kusuma,
2011). Pelatihan K3 bertujuan agar pekerja dapat memahami dan
berperilaku pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, mengidentifkasi
potensi bahaya di tempat kerja, melakukan pencegahan kecelakaan kerja,
menggunakan alat pelindung diri, melakukan pencegahan dan
pemadaman kebakaran serta menyusun program pengendalian
keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan salah satunya kegiatan
pelaporan bahaya (Hargiyarto, 2008).
32
Menurut penelitian Marettia (2011) di PT SIM Plant Tambun II
menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dengan
perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk
mencatat perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Semakin baik
pelatihan yang diberikan pada pekerja dapat meningkatkan perilaku aman
dalam pelaksanaan STOP. Penelitian Asril (2003) mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu
Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku
pekerja dalam mengisi kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk
mencatat perilaku dan kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta
Tbk. Sebaliknya, penelitian Anugraheni (2003) menghasilkan yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelatihan
dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 yang berfungsi
untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP, STOP 6, dan
kartu KKL merupakan salah satu jenis kegiatan pelaporan bahaya yang
diterapkan di perusahaan.
c. Instruksi pada Awal Pekerjaan
Instruksi pada awal pekerjaan atau yang biasa disebut safety
briefing merupakan bentuk komunikasi terhadap pekerja. Menurut
Notoatmodjo (2007), komunikasi adalah proses pengoperasian
rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau
gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang lain. Disamping untuk
menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan,
33
komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja digunakan untuk
mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan
selamat dan melakukan perilaku tertentu, termasuk perilaku pelaporan
bahaya (Noviandry, 2013). Penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja
dalam melaksanakan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat
perilaku tidak aman di lingkungan kerja. STOP merupakan salah satu
jenis kegiatan pelaporan bahaya di perusahaan.
d. Ketersediaan Peralatan yang Sesuai dan Aman
Mesin atau peralatan sering juga menimbulkan potensi bahaya
maka seluruh peralatan kerja harus didesain, dipelihara dan digunakan
dengan baik. Pengendalian potensi bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk
peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan, kenyamanan operator, dan
kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau mengoperasikan
peralatan kerja dan mesin-mesin (Tarwaka, 2008). Penelitan Hayati
(2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
ketersediaan APD dengan perilaku kepatuhan Terhadap Pelaksanaan
Standar Operating Procedure pada Pekerja di Bagian Welding PT
Krama Yudha Ratu Motor.
Namun bertentangan dengan itu, hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sumbung (2000) dalam Iqbal (2014) menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara ketersediaan APD dengan perilaku kepatuhan
penggunaan APD.
34
e. Paparan Rapat Keselamatan
Paparan rapat keselamatan atau safety meeting merupakan bentuk
dari komunikasi dalam K3. Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi
adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang
atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi orang
lain. Marettia (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi dengan perilaku pekerja dalam
melaksanakan program STOP yang merupakan kartu untuk mencatat
perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Program STOP merupakan salah
satu jenis pelaporan bahaya. Sebaliknya, penelitian Utami (2014)
menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara safety meeting dengan
perilaku aman (safe behavior) pekerja Departemen Operasi II PT Pusri
Palembang.
f. Work Pace (Kecepatan Kerja)
Work pace adalah jumlah absolut dari beban kerja dan kecepatan
kerja atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Putra
(2010) mengungkapkan bahwa work pace merupakan hal yang
mempengaruhi perilaku pekerja dan kesehatan mental pekerja termasuk
perilaku pelaporan bahaya. Kecepatan kerja merupakan bagian dari beban
kerja yaitu tugas yang harus diselesaikan sesuai dengan tanggung jawab
yang dimiliki yang terdiri dari kuantitatif dan kualitatif. Namun penelitian
Saputra (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja
dengan perilaku aman pengemudi dump truck PT X Tanjung Enim,
Sumatera Selatan.
35
g. Sikap Manajemen Puncak
Sikap manajemen puncak merupakan faktor penting dalam
mempengaruhi sikap pekerja untuk mengikuti praktik keselamatan
termasuk pada kegiatan pelaporan bahaya. Rundmo dan Hale (2003)
dalam Idirimanna (2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku K3 dengan melakukan studi terhadap sikap (attitude) manajemen
terhadap keselamatan dan pencegahan terjadi kecelakaan. Hasil studi
menunjukkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap.
Sikap yang ideal untuk manajemen adalah komitmen yang tinggi,
kefatalan rendah, toleransi terhadap pelanggaran rendah, emosi dan
kekhawatiran tinggi dan prioritas keselamatan tinggi. Sejalan dengan itu,
penelitian Marettia (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara sikap manajemen dan perilaku dalam pelaksanaan STOP
yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan
kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya.
h. Peraturan Manajemen Puncak
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang mendokumentasikan
standar, norma, dan kebijakan untuk perilaku yang diharapkan (Geller,
2001). Dalam hal ini perilaku yang diharapkan adalah perilaku pelaporan
bahaya. Peraturan memiliki peran besar dalam menentukan perilaku yang
dapat diterima dan tidak dapat diterima (Syaaf, 2008).
Sejalan dengan itu, penelitian Susryandini (2015) menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara peraturan dengan kepatuhan
pekerja dalam menggunakan APD. Namun menurut penelitian Marettia
36
(2011) menghasilkan bahwa tidak ada hubungan antara prosedur yang baik
atau yang tidak baik terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP
yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan
kerja. STOP merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya.
i. Respon Pihak Pengawas
Tujuan pengawasan adalah memastikan bahwa tujuan dan target
sesuai dengan kebutuhan, memastikan bahwa pekerja dapat
menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi,
membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya (Geller, 2001).
Dalam penelitian ini respon pihak pengawas menggambarkan
bagaimana pendapat pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety
officer dalam pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak
ada respon dari pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan
safety officer sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer
melakukan umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan
perhatian, pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan
pelaporan bahaya, maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak
pengawas sehingga dari adanya respon pihak pengawasakan menentukan
perilaku karyawan dalam bekerja seperti perilaku melakukan pelaporan
bahaya.
Sebaliknya jika respon pihak pengawas yang dilakukan safety
officer tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pekerja,
dalam arti tidak pernah memberikan umpan balik secara teratur, tidak
37
memberikan petunjuk dan pengarahan dalam pelaksanaan kegiatan
pelaporan bahaya, maka hal ini akan dinilai tidak ada respon pihak
pengawas oleh pekerja. Dari pendapat yang menyatakan tidak ada respon
oleh pekerja akan menentukan perilaku pengawas yaitu ditunjukan dengan
ketidakdisiplinan dalam kegiatan pelaporan bahaya.
Menurut penelitian Halimah (2010) di PT SIM Plant Tambun II
menyatakan bahwa ada hubungan antara peran pengawas dengan perilaku
pekerja, termasuk perilaku pelaporan bahaya pada pekerja. Namun
menurut penelitian Marettia (2011) menyatakan tidak ada hubungan antara
peran pengawasan terhadap perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP
yang merupakan kartu untuk mencatat perilaku tidak aman di lingkungan
kerja di PT X. Sejalan dengan itu, penelitian Anugraheni (2003) di PT
Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6
yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan kondisi berbahaya. STOP dan
STOP 6 merupakan salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yang
diterapkan di perusahaan.
j. Sikap Rekan Kerja
Rekan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
individu lainnya. Persepsi sesama pekerja kesehatan dan keselamatan
mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan
(Idirimanna, 2011). Seringkali pekerja tidak berperilaku pelaporan bahaya
dengan baik karena rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Geller
(2001) juga menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat
38
semakin banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota
grup yang berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau
berpengalaman.
Penelitian Karyani (2005) pada 113 pekerja di Schlumberger
Indonesia diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
perilaku aman setelah peran pengawas/supervisor adalah peran dari rekan
kerja. Peran rekan kerja yang tinggi menujukkan peluang pekerja untuk
berperilaku aman lebih besar dibandingkan pekerja yang mempunyai
peran rekan kerja yang rendah.
k. Sikap Keluarga
Faktor dalam pekerjaan akan mempengaruhi kehidupan keluarga
dan sebaliknya faktor dalam keluarga akan mempengaruhi pekerjaan.
Perilaku pelaporan bahaya merupakan salah satu kewajiban yang harus
dilakukan pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Beberapa penelitian
meneliti masalah konflik pekerjaan dan keluarga yang terdiri dari dua
komponen yaitu pekerjaan berpengaruh negatif maupun pengaruh positif
terhadap keluarga dan sebaliknya. Balmforth dan Gardner (2006)
mengatakan nilai positif pekerjaan dan keluarga terjadi ketika peran yang
dilakukan dalam pekerjaan dan peran yang dilakukan dalam keluarga
saling memberikan konstribusi positif dan keuntungan. Sebaliknya,
penelitian Susanti (2013) menyatakan tidak ada hubungan antara konflik
pekerjaan dan keluarga dengan peran pekerjaan.
39
l. Penghargaan dan Sanksi
Menurut Geller (2001) hukuman adalah konsekuensi yang diterima
individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak
diharapkan. Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku termasuk
pada perilaku pelaporan bahaya. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk
menghukum pekerja yang melanggar peraturan, melainkan sebagai kontrol
terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindung dari insiden.
Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada
individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan
memelihara perilaku yang diharapkan (Geller, 2001).
Menurut penelitian Anugraheni (2003) menyatakan bahwa ada
hubungan bermakna antara sanksi dan penghargaan dengan perilaku
pekerja dalam melaksanakan STOP 6 yang berfungsi untuk mencatat
kondisi dan perilaku berbahaya. Namun sebaliknya penelitian Marettia
(2011) tidak ada hubungan antara reward/punishment terhadap perilaku
pekerja dalam pelaksanaan STOP yang merupakan kartu untuk mencatat
perilaku tidak aman di lingkungan kerja. Selain itu, penelitian penelitian
Asril (2003) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
pekerja dalam mengisi Kartu Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama
Duta tbk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
kebutuhan akan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan
kartu pengamatan KKL yang berfungsi untuk mencatat perilaku dan
kondisi tidak aman di PT Apexindo Pratama Duta Tbk. STOP, STOP 6
40
dan kartu KKL merupakan jenis dari kartu pelaporan bahaya yang
diterapkan di perusahaan.
F. Kerangka Teori
Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan pada tinjauan
pustaka, kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini dimodifikasi
berdasarkan teori Green dan Kreuter (2000) serta Geller (2001).
Dedobbeleer dan German (1987) sudah mengaplikasikan teori Green dan
Kreuter kedalam occupational settings yang tercantum dalam buku Green
dan Kreuter (2000) yaitu faktor yang mempengaruhi praktik keselamatan
pekerja. Kepatuhan pelaporan bahaya pekerja termasuk bagian dari praktik
keselamatan pekerja. Teori yang digunakan dalam penelitian Dedobbeleer
dan German tahun 1987 sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian di PT Pelita Air Service, sedangkan untuk teori Geller (2001)
merupakan teori yang dapat mendiagnosis faktor yang berkontribusi dalam
insiden atau perilaku berisiko serta adanya aspek internal dan eksternal pada
individu dapat mempengaruhi kesuksesan kegiatan keselamatan kerja
(Geller, 2001). Modifikasi teori tersebut dapat digambarkan seperti pada
bagan 2.5:
41
Green, Kreuter (2000) dan Geller (2001)
Bagan 2.5
Kerangka Teori
Praktik Keselamatan
Pekerja
(Kepatuhan Pelaporan
Bahaya)
Faktor Internal
1. Usia
2. Masa Kerja
3. Pengetahuan
4. Sikap
5. Persepsi terhadap Bahaya
6. Pengendalian Keselamatan atas
Pekerjaan Sendiri
7. Riwayat Cidera
Faktor Eksternal
1. Adanya Rekan Kerja yang
Terluka
2. Frekuensi Paparan Pelatihan
Keselamatan
3. Instruksi pada Awal Pekerjaan
4. Ketersediaan Peralatan yang
Sesuai dan Aman
5. Paparan Rapat Keselamatan
6. Work Pace (Kecepatan Kerja)
7. Sikap Manajemen Puncak
8. Peraturan Manajemen Puncak
9. Respon Pihak Pengawas
10. Sikap Rekan Kerja
11. Sikap Keluarga
12. Penghargaan dan Sanksi
42
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
dibentuk suatu kerangka konsep untuk dapat mendeskripsikan variabel-
variabel yang akan diteliti dengan variabel dependen yaitu kepatuhan
pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service seperti pada bagan 3.1:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Kepatuhan Pelaporan
Bahaya
Faktor Internal
1. Usia
2. Masa Kerja
3. Sikap
4. Persepsi terhadap
Bahaya
Faktor Eksternal
1. Frekuensi Paparan
Pelatihan Keselamatan
2. Respon Pihak Pengawas
3. Sikap Rekan Kerja
4. Pengaruh Penghargaan
43
Berdasarkan bagan 3.1, dijelaskan bahwa variabel-variabel yang akan
diteliti adalah usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi
paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan
pengaruh penghargaan.Variabel pengendalian keselamatan atas pekerjaan
sendiri, pengetahuan, adanya rekan kerja yang terluka di tempat kerja, riwayat
cidera, instruksi pada awal pekerjaan, ketersediaan peralatan yang sesuai dan
aman, paparan rapat keselamatan, work pace, sikap manajemen puncak,
peraturan manajemen puncak, sikap keluarga tidak diteliti dalam penelitian ini.
Peneliti tidak meneliti variabel sanksi karena PT Pelita Air Service
tidak menerapkan sistem sanksi/ punishment pada kegiatan pelaporan bahaya.
Variabel pengendalian keselamatan atas pekerjaan sendiri tidak diteliti karena
kepatuhan pelaporan bahaya dilakukan dengan fokus memperhatikan
keselamatan rekan kerja atau orang lain di sekitar pekerja bukan diri sendiri.
Walaupun pekerja juga memperhatikan kondisi tidak aman untuk keselamatan
diri pekerja sendiri.
Variabel adanya rekan kerja yang terluka di tempat kerja tidak diteliti
dikarenakan untuk pertanyaan ini pekerja dituntut untuk mengingat apa yang
terjadi pada rekan kerja bukan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan
bias informasi yang cukup besar dan variabel riwayat cidera tidak diteliti
dikarenakan sulit untuk memastikan bahwa yang dipersepsikan pekerja sebagai
cidera, benar-benar cidera atau bukan. Selain itu untuk variabel adanya rekan
kerja yang terluka dan riwayat cidera tidak dimungkinkan untuk dilakukan
studi dokumen karena dokumen pelaporan kecelakaan kerja di PT Pelita Air
Service hanya mencatat cidera yang masuk dalam klasifikasi cukup parah
44
sedangkan cidera ringan tidak termasuk, padahal variabel yang diteliti
mencakup cidera parah maupun cidera ringan.
Instruksi pada awal pekerjaan tidak diteliti dalam penelitian ini
dikarenakan variabel ini dianggap akan homogen karena instruksi selalu
dilakukan diawal pekerjaan secara bersamaan untuk seluruh pekerja teknisi
yang bertugas. Sejalan dengan itu, variabel paparan rapat keselamatan juga
tidak diteliti karena rapat keselamatan juga diadakan setiap minggu dan
diwakilkan oleh setiap pekerja teknisi yang akan dilakukan bergantian.
Variabel work pace (kecepatan kerja) juga tidak diteliti, walaupun
terdapat 5 tingkatan jabatan di divisi maintenance yaitu direksi, vice president
(VP), manajer, supervisor dan pekerja. Untuk populasi penelitian ini, jabatan
direksi, VP dan manajer tidak masuk dalam populasi penelitian dan beban kerja
tingkatan yang lain dirasa tidak jauh berbeda sehingga sampel dianggap akan
homogen karena supervisor dan pekerja teknisi memiliki tugas yang hampir
sama pada saat pre-flight dan post-flight pesawat serta pengaturan shift kerja
yang sudah diatur agar setiap pekerja mendapatkan beban kerja yang sama
walaupun tanggung jawabnya dimungkinkan berbeda. Variabel ketersediaan
peralatan yang sesuai dan aman tidak diteliti dikarenakan variabel ini juga
dianggap akan homogen, ketersediaan APD selalu dipantau setiap bulan oleh
safety officer serta pergantian APD oleh manajemen dilakukan setiap setahun
sekali.
45
Variabel pengetahuan tidak diteliti dikarenakan diduga homogen pada
populasi pekerja teknisi karena setelah dilakukan observasi diketahui bahwa
pekerja sudah mengetahui mengenai adanya kegiatan pengisian kartu pelaporan
bahaya.
Sikap manajemen puncak dan peraturan manajemen puncak tidak
diteliti karena variabel ini sudah dapat terlihat dengan adanya kegiatan
pelaporan bahaya. Kegiatan pelaporan bahaya menunjukkan adanya komitmen
dan langkah penegakan untuk praktik kerja aman melalui kegiatan pencegahan
kecelakaan dan cidera. Sikap keluarga tidak diteliti, menurut peneliti tidak
signifikan mempengaruhi perilaku pelaporan bahaya, keluarga tidak selalu
berinteraksi disaat pekerja bekerja. Untuk dukungan bagi para pekerja sudah
terdapat pada variabel sikap rekan kerja dan persepsi kegiatan pengawasan.
46
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Variabel Dependen
Kepatuhan Pelaporan Bahaya Pengisian kartu hazard report
dan safety observation form
yang dilakukan pekerja selama
satu tahun terakhir.
Studi dokumen Dokumen safety
report periode
2014-2015
0. Tidak, jika pekerja tidak
pernah mengisi form
1. Ya, jika pekerja pernah
mengisi form
Ordinal
Variabel Independen
Usia Masa hidup pekerja dalam
tahun dihitung dari tahun lahir
sampai tahun saat penelitian.
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner
Tahun
Rasio
Masa Kerja Jumlah waktu yang telah dilalui
pekerja di PT PAS, dimulai
dari tahun pertama bekerja
sampai tahun saat penelitian.
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner
Tahun
Rasio
47
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Sikap Kecenderungan pekerja
terhadap pernyataan mengenai
kepedulian terhadap
pelaporan bahaya
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner 0. Negatif, jika skor < mean
1. Positif, jika skor > mean
Ordinal
Persepsi terhadap bahaya Pendapat, penilaian, dan
penafsiran yang timbul dalam
diri pekerja mengenai
kerentanan terhadap bahaya
yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan dan cidera pada diri
pekerja dan sekitarnya
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner 0. Negatif, jika skor < mean
1. Positif, jika skor > mean
Ordinal
Frekuensi Paparan Pelatihan
Keselamatan
Berapa kali dalam satu tahun
terakhir pekerja pernah
mengikuti kegiatan pemberian
informasi yang mengenai
pelaporan bahaya
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner 0. Jarang, jika pekerja < 2 kali
mengikuti pelatihan
1. Sering, jika pekerja > 2 kali
mengikuti pelatihan
Ordinal
Respon Pihak Pengawas Pendapat pekerja mengenai
kegiatan umpan balik yang
dilakukan safety officer
terhadap pekerja dalam
pelaksanaan pelaporan bahaya
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner
0. Tidak ada, jika skor < mean
1. Ada, jika skor > mean
Ordinal
Sikap rekan kerja Kecenderungan pekerja
terhadap pernyataan terkait
dukungan/ support dari rekan
kerja dalam kegiatan pelaporan
bahaya
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner 0. Kurang mendukung, jika skor
< median
1. Mendukung, jika skor >
median
Ordinal
48
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Pengaruh Penghargaan Pendapat pekerja terhadap
apresiasi yang diberikan
perusahaan kepada pekerja
dalam melaksanakan kegiatan
pelaporan bahaya
Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
Kuesioner
0. Tidak ada pengaruh, jika skor
< mean
1. Ada pengaruh, jika skor >
mean
Ordinal
49
C. Hipotesis
1. Adanya hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi
terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi
unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang
Selatan Tahun 2015.
2. Adanya hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan
keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh
penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang
Selatan Tahun 2015.
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional dimana pengukuran variabel independen dan dependen
diambil pada waktu yang sama. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan
pengaruh penghargaan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kepatuhan pelaporan bahaya.
B. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di PT Pelita Air Service, area kerja Pondok
Cabe, Tangerang Selatan karena area kerja Pondok Cabe merupakan Based
Maintenance dan dilaksanakan pada bulan Mei-Desember tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja teknisi yang
tercatat sebagai pekerja tetap maupun pekerja kontrak yang bertugas di
hangar II dan hangar III PT Pelita Air Service, area kerja Pondok Cabe,
Tangerang Selatan. Jumlah Pekerja Teknisi unit maintenance berjumlah
136 pekerja sehingga total populasi sebesar 136 pekerja.
51
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh total populasi dari
pekerja teknisi yang bertugas di hangar II dan hangar III PT Pelita Air
Service, area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Berdasarkan jumlah
populasi yang ada, didapatkan jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 136 pekerja. Untuk mengetahui kekuatan dari jumlah sampel
tersebut, dilakukan perhitungan tingkat uji (Z1- β) menggunakan rumus berikut
ini:
( )2 (
√ ( ))2
]
( ) ( )]
Keterangan :
n = besar sample minimal
Z1 – α/2 = derajat kemaknaan
Z1 - β = tingkat kekuatan uji
P1 = Proporsi pekerja dengan sikap negatif dan berperilaku pelaporan bahaya
buruk berdasarkan penelitian sebelumnya (0,765) (Anugraheni, 2003)
P2 = Proporsi pekerja dengan sikap positif dan berperilaku pelaporan bahaya
buruk berdasarkan penelitian sebelumnya (0,529) (Anugraheni, 2003)
P = (P1+P2)/2= 0,647
Berdasarkan rumus diatas, didapatkan tingkat kekuatan uji untuk
sampel sebanyak 136 pekerja teknisi sebesar 996,3% sehingga dapat
dikatakan bahwa jumlah sampel tersebut cukup kuat untuk digunakan
dalam menguji hipotesis penelitian ini.
52
D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengisian
kuesioner oleh pekerja teknisi unit maintenance area kerja Pondok Cabe, PT
Pelita Air Service. Sebelum mengisi kuesioner, peneliti meminta persetujuan
pekerja untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan memberikan informed
consent dan pekerja dijelaskan mengenai maksud dan tujuan penelitian serta
cara pengisian kuesioner. Data yang dikumpulkan berupa usia, masa kerja,
sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan,
respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan. Selain
itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan studi dokumen safety report
untuk mengetahui pengisian pelaporan bahaya yang dilakukan pada masing-
masing pekerja.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner yang dibuat mencakup beberapa variabel yang diteliti, yaitu
variabel dependen dan variabel independen. Kuesioner dibagikan langsung
kepada para pekerja. Kuesioner yang digunakan ini sebelumnya pernah
digunakan oleh Anugraheni (2003) dan Marettia (2011) dan kuesioner ini
telah dimodifikasi oleh peneliti dan disesuaikan dengan lokasi kerja dan
perkembangan teori yang ada.
Dalam kuesioner ini dibagi menjadi beberapa kategori besar, seperti
kategori sikap dengan enam pertanyaan menggunakan empat skala likert yaitu
sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Kategori persepsi
53
terhadap bahaya dengan pertanyaan mengenai lima jenis bahaya yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan menggunakan tiga skala likert yaitu
sering terjadi, mungkin terjadi, tidak mungkin terjadi. Kategori frekuensi
paparan pelatihan keselamatan dengan satu pertanyaan dengan beberapa
alternatif jawaban dan lima pertanyaan mengenai materi pelatihan
keselamatan dengan dua skala likert yaitu ya dan tidak. Kategori pengaruh
penghargaan dengan dua pertanyaan dan beberapa alternatif jawaban. Serta
kategori respon pihak pengawas sebanyak 3 pertanyaan dengan beberapa
alternatif jawaban.
Untuk mengukur sikap rekan kerja menggunakan kuesioner dari
Gemma Batemann Tahun 2009 yang berisi empat pertanyaan dengan enam
skala pengukuran yaitu tidak pernah, sangat jarang, kadang-kadang, sering,
sangat sering, setiap saat (Batemann, 2009).
Selain kuesioner, peneliti juga melakukan studi dokumen safety report
periode 2014-2015 kepada tiap pekerja yang menjadi sampel penelitian. Studi
dokumen dilakukan tanpa sepengetahuan para pekerja dengan instrumen form
pelaporan bahaya. Form pelaporan bahaya digunakan untuk mengetahui
apakah pekerja pernah mengisi form atau tidak.
1. Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Untuk variabel kepatuhan pelaporan bahaya peneliti melakukan
dengan studi dokumen, jika nama pekerja terdapat di dokumen safety
report pada periode 2014-2015 maka pekerja diberi skor 1 (satu)
sedangkan pekerja yang namanya tidak terdapat di dokumen safety report
maka pekerja diberi skor 0 (nol). Bila pekerja pernah mengisi form
54
pelaporan bahaya maka dikategorikan pekerja patuh dalam melakukan
pelaporan bahaya sedangkan bila pekerja tidak pernah mengisi form
pelaporan bahaya maka dikategorikan pekerja tidak patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya.
2. Usia
Untuk variabel usia dilihat dari selisih tahun lahir pekerja dan
tahun dilakukan penelitian. Perhitungan nilai rata-rata untuk usia tiap
pekerja dilakukan dengan membagi antara total usia pekerja dengan
jumlah pekerja.
3. Masa Kerja
Untuk variabel masa kerja dilihat dari masa kerja pekerja dalam
tahun, dilihat dari selisih tahun pertama pekerja bekerja dan tahun
dilakukan penelitian. Perhitungan nilai rata-rata untuk masa kerja tiap
pekerja dilakukan dengan membagi antara total masa kerja pekerja
dengan jumlah pekerja.
4. Sikap
Untuk pertanyaan sikap dengan menggunakan skala likert dengan
menggunakan empat alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan
kuesioner. Pekerja dapat memilih salah satu dari empat alternatif jawaban
yang disediakan. Empat alternatif jawaban yang dikemukakan serta
pembobotannya seperti:
55
Tabel 4.1
Skoring Variabel Sikap
Favorable (+) Unfavorable (-)
Skor 1 bila jawaban STS Skor 4 bila jawaban STS
Skor 2 bila jawaban TS Skor 3 bila jawaban TS
Skor 3 bila jawaban S Skor 2 bila jawaban S
Skor 4 bila jawaban SS Skor 1 bila jawaban SS
Sumber : Azwar, 2009
Terdiri dari enam pernyataan dan memiliki skor maksimal 24 dan
skor minimal 6. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat yang
lebih tinggi dari sikap pekerja. Bila pekerja menjawab dengan jumlah
skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan memiliki sikap yang
positif sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang
dari mean/median dikategorikan memiliki sikap negatif.
5. Persepsi Terhadap Bahaya
Untuk pertanyaan persepsi terhadap bahaya terdiri dari lima jenis
bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan cidera pada
pekerja dan sekelilingnya dengan menggunakan tiga skala likert yang
disebutkan dalam kuesioner. Pekerja dapat memilih salah satu dari tiga
skala likert yang disediakan. Tiga skala likert yang dikemukakan serta
pembobotannya seperti:
a. Skor 1 bila jawaban tidak mungkin terjadi
b. Skor 2 bila jawaban mungkin terjadi
c. Skor 3 bila jawaban sering terjadi
Terdiri dari lima pertanyaan dan memiliki skor maksimal 15 dan
skor minimal 5. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat yang
56
lebih tinggi mengenai penilaian terhadap bahaya. Bila pekerja menjawab
dengan jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan memiliki
persepsi positif terhadap bahaya sedangkan bila pekerja menjawab
dengan jumlah skor kurang dari mean/median dikategorikan memiliki
persepsi negatif terhadap bahaya.
6. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan
Untuk variabel frekuensi paparan pelatihan keselamatan, setiap
jawaban dari pekerja akan dikategorikan, jika pada periode 2014-2015
pekerja mengikuti > 2 kali pelatihan maka diberi skor 1 (satu) sedangkan
jika pada periode 2014-2015 pekerja mengikuti < 2 kali pelatihan maka
diberi skor 0 (nol). Bila bila pekerja > 2 kali mengikuti pelatihan maka
dikategorikan sering sedangkan bila pekerja < 2 kali mengikuti pelatihan
maka dikategorikan pekerja jarang.
7. Respon Pihak Pengawas
Untuk variabel respon pihak pengawas, setiap jawaban dari
pertanyaan sesuai mendapatkan skor 1 (satu), jika jawaban tidak sesuai
maka akan mendapatkan skor 0 (nol). Bila pekerja menjawab dengan
jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan ada respon pihak
pengawas sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor kurang
dari mean dikategorikan tidak ada respon pihak pengawas.
8. Sikap Rekan Kerja
Untuk variabel sikap rekan kerja dengan menggunakan skala likert.
Skala likert menggunakan enam alternatif jawaban atau tanggapan atas
pernyataan kuesioner. Pekerja dapat memilih salah satu dari enam
57
alternatif jawaban yang disediakan. Enam alternatif jawaban yang
dikemukakan serta pembobotannya adalah:
a. Skor 6 bila jawaban setiap saat
b. Skor 5 bila jawaban sangat sering
c. Skor 4 bila jawaban sering
d. Skor 3 bila jawaban kadang-kadang
e. Skor 2 bila jawaban sangat jarang
f. Skor 1 bila jawaban tidak pernah
Terdiri dari empat pertanyaan dan memiliki skor maksimal 24 dan
skor minimal 4. Sebuah skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat yang
lebih tinggi dari sikap rekan kerja. Bila pekerja menjawab dengan jumlah
skor lebih dari sama dengan median dikategorikan sikap rekan kerja
mendukung sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor
kurang dari median dikategorikan sikap rekan kerja tidak mendukung.
9. Pengaruh Penghargaan
Untuk variabel penghargaan, setiap jawaban dari pertanyaan
mendapatkan skor 1 (satu) jika menjawab ”butuh” dan “bermanfaat”,
sedang yang menjawab ”tidak butuh”, „biasa saja” dan “tidak
bermanfaat” mendapatkan skor 0 (nol). Bila pekerja menjawab dengan
jumlah skor lebih dari sama dengan mean dikategorikan ada pengaruh
penghargaan sedangkan bila pekerja menjawab dengan jumlah skor
kurang dari mean dikategorikan tidak ada pengaruh penghargaan.
58
F. Validitas dan Reabilitas Kuesioner
1. Validitas
Validitas merupakan indeks yang digunakan untuk menunjukkan
alat ukur dapat mengukur objek secara tepat atau tidak. Pengujian validitas
kuesioner dilakukan untuk mengetahui item kuesioner yang valid maupun
tidak valid untuk membuat keputusan tetap mempertahankan atau
menghapus setiap item. Item kuesioner yang tidak valid tidak dapat
digunakan untuk dilakukan pengukuran dan pengujian.
Pengujian validitas dapat menggunakan rumus statistik koefisien
cronbach alpha pada setiap item pertanyaan untuk jenis pertanyaan berupa
skala likert seperti variabel sikap, variabel persepsi terhadap bahaya, dan
variabel sikap rekan kerja sedangkan untuk jenis pertanyaan pilihan
dengan alternatif jawaban yang berbeda disetiap pertanyaan seperti
variabel frekuensi paparan pelatihan keselamatan, variabel respon pihak
pengawas dan variabel pengaruh penghargaan pengujian validitas dengan
menggunakan validitas isi dengan mengevaluasi tanggapan dari pekerja
untuk masing-masing item pada instrumen dengan melihat rentang waktu
pekerja menjawab dan ada tidaknya pengulangan pembacaan item
kuesioner untuk melihat apakah pekerja mengerti atas item pertanyaan
yang diberikan oleh peneliti.
Pada nilai koefisien cronbach alpha, setiap item pertanyaan dapat
dianggap valid jika hasil perhitungan statistik koefisien cronbach alpha
pada tiap pertanyaan memiliki rentang nilai 0,4–0,7 karena korelasi masih
59
dapat diterima, jika koefisien cronbach alpha 0,3 menunjukkan validitas
sedang, cenderung menunjukkan korelasi kecil sampai sedang, dan rentang
koefisien cronbach alpha <0,2 menunjukkan korelasi rendah (Di Lorio,
2005).
Pada hasil pengujian validitas isi dilihat dari tanggapan pekerja
menjawab, setiap item pertanyaan dapat dianggap valid jika pekerja bisa
langsung menjawab tanpa adanya keraguan dalam memahami maksud
item pertanyaan serta tidak meminta adanya pengulangan pembacaan
pertanyaan, jika rentang waktu pekerja dalam menjawab pertanyaan cukup
lama dan juga adanya permintaan pengulangan pertanyaan karena pekerja
kurang memahami item pertanyaan maka item tersebut dinyatakan tidak
valid dan harus dilakukan modifikasi item untuk memperjelas makna pada
item pertanyaan atau membuang item jika item pertanyaan tidak penting.
Untuk variabel pada kuesioner akan dilakukan uji validitas kepada
subjek yang karakteristik hampir mirip dengan populasi pekerja teknisi
yang ada di area kerja Pondok Cabe dan memiliki kegiatan pelaporan
bahaya yaitu pada pekerja teknisi PT Garuda Maintenance Facilities
(GMF) AeroAsia karena dikhawatirkan jika di populasi yang sama maka
sampel yang ada pada populasi akan semakin berkurang.
2. Reabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas biasanya
menunjukkan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat terlihat konsisten
60
bila dilakukan berulang kali dengan menggunakan kuesioner yang sama.
Pengujian reliabilitas salah satunya dapat dilakukan dengan melihat
konsistensi internal menggunakan rumus statistik cronbach alpha
keseluruhan dengan melihat nilai koefisien alpha. Hasil analisis reliabilitas
tersebut nantinya memiliki rentang 0-1 dengan nilai standar koefisien
alpha sebesar 0,7. Apabila hasil perhitungan statistik koefisien alpha
keseluruhan >0,7 maka alat ukur yang digunakan dianggap memliki
keandalan tinggi jika koefisien alpha di rentang 0,6 keandalan masih bisa
diterima, jika <0,6 maka alat ukur dianggap memiliki keandalan rendah
(Di Lorio, 2005).
Untuk variabel sikap rekan kerja menggunakan instumen dari
Batemann (2009) yang telah memiliki reabilitas 0,89. Untuk reliabilitas
variabel lain juga akan dilakukan uji reabilitas kepada subjek yang
karakteristik hampir mirip dengan populasi pekerja teknisi yang ada di
area kerja Pondok Cabe dan memiliki kegiatan pelaporan bahaya yaitu
pada pekerja teknisi PT Garuda Maintenance Facilities (GMF) AeroAsia
karena dikhawatirkan jika di populasi yang sama maka sampel yang ada
pada populasi akan semakin berkurang.
H. Manajemen Data
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah
dengan menggunakan program komputer meliputi:
1. Editing
Proses ini meliputi pengecekan data terhadap lembaran kuisioner
yang dilakukan selama proses pengumpulan data yang bertujuan untuk
61
memastikan semua variabel, baik variabel independen (usia, masa kerja,
sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan,
respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pegaruh penghargaan) terisi.
Pengecekan data tehadap lembaran form pelaporan bahaya yang
dilakukan selama proses pengumpulan data melalui studi dokumen dari
variabel dependen perilaku pelaporan bahaya. Selama proses tersebut
dilakukan penyuntingan data oleh peneliti agar data yang salah atau
meragukan dapat langsung ditelusuri kembali kepada pekerja yang
bersangkutan.
2. Coding
Proses pengkodean dilakukan terhadap setiap variabel yang ada
dalam penelitian ini untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data.
Berikut ini merupakan kode variabel penelitian:
Tabel 4.2 Kode Variabel
Variabel Kode
Identitas Pekerja IR1-IR3
KepatuhanPelaporan Bahaya B1
Faktor Internal A1-A6
Usia A1
Masa Kerja A2
Sikap A51 – 156
Persepsi terhadap bahaya A61 – 165
Faktor Eksternal C1-C4
Frekuensi Paparan pelatihan keselamatan C11-C12
Respon Pihak Pengawas C31-C33
Sikap Rekan Kerja C41-C44
Pengaruh Penghargaan C21-C22
3. Entry
Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam program
software statistik SPSS untuk dilakukan analisis data. Data yang di entry
62
adalah nama pekerja, departemen, nomor telepon, kepatuhaan pelaporan
bahaya, usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi
paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja
dan pengaruh penghargaan.
4. Cleaning
Pembersihan data atau pengecekan kembali dilakukan untuk
memastikan tidak ada kesalahan dalam melakukan pengkodean ataupun
pada saat melakukan entry data. Variabel yang dilakukan pengecekan
adalah nama pekerja, departemen, nomor telepon, kepatuhan pelaporan
bahaya, usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi
paparan pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja
dan pengaruh penghargaan. Proses ini dilakukan dengan cara melakukan
tabulasi frekuensi dari setiap variabel baik variabel independen maupun
variabel dependen penelitian agar terlihat apabila terdapat data yang tidak
sesuai.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel penelitian baik variabel dependen
(kepatuhan pelaporan bahaya) dan variabel independen (usia, masa kerja,
sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan,
respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh penghargaan).
63
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat perlu dilakukan untuk melihat hubungan antara
variabel dependen dengan variabel independen. Dalam penelitian ini
dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui adakah hubungan antara usia,
masa kerja, sikap, persepsi terhadap bahaya, frekuensi paparan pelatihan
keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan pengaruh
penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya.
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan dua jenis uji yaitu uji chi-square dan uji T-test Independen.
Uji chi-square dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
kategorik dengan variabel kategorik yaitu sikap, persepsi terhadap bahaya,
paparan pelatihan keselamatan, persepsi kegiatan pengawasan, sikap rekan
kerja dan penghargaan. Sedangkan uji T-test Independen dilakukan untuk
melihat hubungan antara variabel kategorik dengan variabel numerik yaitu
usia dan masa kerja.
Adapun rumus uji chi-square adalah sebagai berikut:
( )
df = (k-1)(b-1)
Keterangan:
O = Nilai observasi
E = Nilai ekspektasi (harapan)
k = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
Untuk mengetahui adanya kemaknaan hubungan antara dua
variabel maka dilihat nilai Pvalue dengan menggunakan α 5%. Bila Pvalue
64
< α, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya hubungan yang
bermakna. Sebaliknya jika nilai Pvalue > α , Ho gagal ditolak, berarti data
sampel tidak mendukung adanya hubungan yang bermakna.
Uji chi-square hanya dapat mengetahui ada atau tidak perbedaan
proporsi antara kelompok atau hubungan dua variabel kategorik. Uji chi-
square tidak dapat menentukan kelompok mana yang memiliki risiko lebih
besar dibandingkan kelompok lain. Untuk melihat kekuatan hubungan
antara variabel dependen dan independen maka dilihat nilai Odds Ratio
(OR).
J. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan untuk menyusun informasi secara baik dan
akurat sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan. Hasil analisis
penelitian ini disajikan dalam tabel silang analisis perilaku pelaporan bahaya
dengan variabel-variabel independen dengan mencantumkan nilai Pvalue
dan OR disertai uraian mengenai isi tabel tersebut.
65
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
PT Pelita Air Sevice merupakan perusahaan penerbangan terkemuka
yang melayani jasa charter baik bagi perusahan minyak maupun masyarakat
umum. Beralamat di Jalan Abdul Muis No. 52-56 Jakarta didirikan pada
tanggal 22 Januari 1970. PT. Pelita Air Service memiliki beberapa area kerja
di Balikpapan, Halim, Pondok Cabe, Matak dan Dumai. Area Kerja Pondok
Cabe merupakan based Maintenance PT Pelita Air Service.
1. Profil PT Pelita Air Service
Eksplorasi dan produksi industri minyak modern memerlukan
dukungan penerbangan dalam menghadapi setiap kegiatan. Adanya
kebutuhan mengenai dukungan penerbangan mendorong Pertamina
mendirikan organisasi penerbangan untuk mendukung perusahaan di tahun
1968 yang bernama PT Pelita Air Service. Berikut sejarah singkat PT
Pelita Air Service:
a. Pada tahun 1970 perusahaan memulai dengan daerah operasi
dari Provinsi Aceh di barat sampai Merauke di Papua Timur
yang berbasis kegiatan dan melayani penerbangan regional.
b. Pada tahun 1981 PT Pelita Air Service memperoleh kemandirian
finansial dari Pertamina untuk meningkatkan daya saing di luar
industri penerbangan domestik komersial dan bersaing
internasional.
66
c. Pada tahun 1987, PT Pelita Air Service mendirikan anak
perusahaan yang bernama PT Indopelita Aircraft Service.
d. Pada tahun 2000 hingga 2005 PT Pelita Air Service memperluas
bidang dengan melayani penerbangan reguler untuk masyarakat
dan alat transportasi udara untuk presiden.
e. Pada tahun 2005 sampai sekarang PT Pelita Air Service
memutuskan untuk berkonsentrasi pada penerbangan charter
bagi perusahaa minyak dan menutup penerbangan reguler.
2. Visi dan Misi PT Pelita Air Service
Demi mencapai pekerjaan yang profesional, berfokus pada kualitas
dan keamanan layanan PT Pelita Air Service memiliki visi dan misi
sebagai berikut:
Visi
Menjadi Perusahaan Penerbangan Terpandang di Wilayah (To Be The
Respectful Aviation Service In The Region).
Misi
Memberikan Layanan Prima Sesuai Kebutuhan (Deliver High Quality &
Customized Services) (Pelita Air Service, 2015).
3. Gambaran Area Kerja Pondok Cabe
PT Pelita Air Service memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk
pemberangkatan penumpang dan tempat pemeliharaan pesawat (Based
Maintenance) yang terletak di area kerja Pondok Cabe, 20 km sebelah
selatan Jakarta, dengan luas area 179 ha dan sebuah landasan pesawat
sepanjang 2120 m, memiliki dua hangar utama yang digunakan dalam
67
proses maintenance yaitu hangar II dan hangar III. Dilengkapi dengan area
GSE (Ground Support Equipment) yang merupakan unit produksi
peralatan kerja.
Penelitian dilakukan di area hangar II dan hangar III karena pekerja
baik di kantor maupun pekerja teknisi di hangar memiliki tingkat paparan
sumber bahaya dan karakteristik pekerjaan yang berbeda. Berdasarkan
hasil observasi peneliti dan identifikasi bahaya yang dilakukan oleh
Departemen Quality Management & Safety Health Environment
(QM&SHE), paparan bahaya dan risiko yang diterima oleh para pekerja
berbeda terutama paparan bahaya fisik (kebisingan), bahaya kimia dan
bahaya mekanik yang memiliki intensitas paparan cukup tinggi. Paparan
yang tinggi terutama terjadi dalam proses preflight dan postflight yang
dilakukan di area kerja Pondok Cabe dapat menimbulkan peluang
kecelakaan kerja lebih besar dibandingkan dengan area kerja lain.
Perbedaan area kerja dan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja juga
dapat menyebabkan kesadaran pekerja dalam melakukan pelaporan bahaya
berbeda.
Gambar 5.1
Area Kerja Pondok Cabe PT Pelita Air Service
Hangar II
Hangar
III
GSE
68
Pada proses maintenance yang dilakukan di area kerja Pondok
Cabe terbagi menjadi dua proses yaitu Pre-Flight dan Post Flight. Pre
Flight merupakan tahap penyiapan pesawat sebelum pesawat lepas landas.
pengecekan pesawat (Preflight Check) pertama dilakukan oleh teknisi dan
Preflight Check kedua dilakukan oleh pilot yang bertugas. Setelah
pengecekan selesai pesawat dibawa kebagian luar hangar untuk dilakukan
proses mengisi baterai pesawat (Ground Power Battery) sekaligus
dilakukan proses barbage and cargo handling dimana barang-barang
penumpang diletakan dipesawat. Setelah proses barbage and cargo
handling selesai dilakukan pengisian bahan bakar pesawat (Hot
Refueling). Selanjutnya start enginee dan pesawat siap diberangkatkan.
Berikut adalah bagan proses pre-flight :
Bagan 5.1
Proses Pre-Flight Pesawat
Sedangkan proses Post-Flight dilakukan setelah pesawat lepas
landas dan kembali ke hangar. Kegiatan yang dilakukan adalah compresor
wash yaitu melakukan pencucian pada mesin pesawat dan dilakukan
pendinginan pesawat terlebih dahulu. Setelah itu start enginee selama 15
Preflight check
(teknisi)
(1)
Preflight check (pilot)
(2)
Ground Power Battery
(3)
Barbage dan
Cargo Handling
(4)
Hot Refueling
(5)
Start Enginee
(6)
Flight
(7)
69
detik, selanjutnya memasukan pesawat ke dalam hangar untuk
maintenance mesin pesawat dilanjutkan melakukan perbaikan jika ada
complain pilot selama penerbangan dan terakhir dilakukan proses
pencucian badan pesawat eksternal (cleaning wash). Berikut adalah bagan
proses post-flight :
Bagan 5.2
Proses Post Flight Pesawat
4. Kebijakan K3
Berbagai proses yang dilakukan di seluruh area kerja PT. Pelita
Air Service, terutama area kerja Pondok Cabe yang merupakan based
maintenance memiliki risiko tinggi dan berpotensi menyebabkan
kecelakan kerja. PT Pelita Air Service membentuk departemen yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengkajian penelitian, audit,
pengawasan, evaluasi dan penyusunan pedoman K3 agar tercapai
keselamatan dan kesehatan kerja serta lindung lingkungan dikegiatan
operasional perusahaan yaitu Departemen Quality Management & Safety
Health Environment (QM&SHE). QM&SHE merupakan departemen yang
berfokus terhadap masalah K3.
Pendingan mesin
pesawat
(1)
Compresor Wash
(2)
Start Enginee
(3)
Postflight Check
(4)
Service Complain
pilot
(5)
Cleanning Wash
(6)
70
Sebagai komitmen untuk terciptanya keselamatan dan kesehatan
kerja serta lindung lingkungan, maka PT Pelita Air Service menetapkan
arah kebijakan pada tanggal 5 Oktober 2009 sebagai berikut :
a. Pelita Air Service bertekad untuk mencapai kinerja terbaik dalam
pengoperasian dan perawatan pesawat sesuai persyaratan
keselamatan dan keamanan serta mutu pelayanan terbaik yang
terfokus pada kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
b. Pelita Air Service juga bertekad untuk menciptakan tempat kerja
yang sehat dan aman bagi seluruh pekerjanya dan melindungi
lingkungan dalam melaksanakan semua aspek kegiatan operasional
perusahaan.
Selain itu, Departemen QM & SHE juga memiliki sasaran kerja
dalam pelaksanaan kerjanya, diantaranya:
a. Memunculkan budaya keselamatan ―Safety Culture‖ kepada
seluruh pekerja dari level rendah sampai tingkat manajemen.
b. Meningkatkan kesadaran pekerja untuk selalu dalam kondisi aman
dan nyaman melalui sistem pelaporan pekerja.
c. Memberikan situasi dan lingkungan kerja yang aman, melalui
pemberian APD sebagai tindakan pengamanan bagi kondisi kerja
yang dimiliki potensi bahaya cukup besar (high risk).
d. Mengurangi tingkat kecelakaan kerja terhadap pekerja/ aset yang
meliputi pengawasan dan monitoring terhadap pekerjaan, cara kerja
aman sesuai prosedur ataupun regulasi.
71
e. Mencanangkan gerakan penghematan energi “go green”. dengan
mengurangi penggunaan energi dalam keseharian.
f. Meningkatkan keselamatan dalam bidang OSHA dengan
memanfaatkan Web base OSMS Platinum, Safety & Hazard
Observation Report.
g. Meningkatkan keselamatan dengan memakai modul Hazard
Identification and Risk Analysis (HIRA) dari OSMS Platinum.
5. Pelaporan Bahaya di PT Pelita Air Service
Pelaporan bahaya merupakan bentuk komitmen dari PT Pelita Air
Service dalam pelaksanaan K3 di lingkungan kerjanya. Khususnya sebagai
upaya preventif terjadinya kecelakaan dengan melibatkan partisipasi
pekerja dalam identifikasi bahaya melalui pelaporan perilaku dan kondisi
tidak aman. Pelaporan bahaya merupakan kegiatan tahunan dari
Departemen QM & SHE dalam mengobservasi tindakan/ kondisi yang
tidak aman yang dilakukan orang lain disekitar lingkungan kerja.
Kegiatan ini diaplikasikan dalam bentuk form yang dapat diisi dan
dilaporkan oleh pekerja. Form yang disediakan PT Pelita Air Service
diadaptasi dari STOP Card milik DuPont yang sudah disesuaikan dengan
kondisi di lingkungan kerja perusahaan. PT Pelita Air Service hanya
mengadaptasi namun tidak menggunakan STOP Card sebagai alat
pelaporan perilaku tidak aman karena PT Pelita Air Service
mempertimbangkan biaya yang tinggi yang harus dibayarkan untuk setiap
lembar STOP Card. Namun Form ini juga digunakan untuk mencatat
perilaku atau keadaan yang sudah aman. Memberikan wewenang setiap
72
orang untuk melakukan intervensi dari tindakan maupun kondisi untuk
dapat menekan tindakan tidak aman di tempat kerja
6. Tujuan, Prinsip dan Manfaat Kegiatan Pelaporan Bahaya
Prinsip dari pelaporan bahaya ini yaitu semua cidera dan penyakit
akibat kerja dapat dicegah, keselamatan kerja merupakan tanggung jawab
dari seluruh pekerja, proses kerja aman harus diperkuat dan semua
tindakan tidak aman ataupun kondisi tidak aman harus segera diperbaiki.
Tujuan aplikasi dari kedua jenis kartu ini tertera dalam Safety Observation
Form F-QSE/07/2001 Rev. 3 disebutkan bahwa kartu ini didesain sebagai
sistem proaktif yang membantu dimana pekerja dapat menghentikan
kejadian atau kondisi yang tidak diinginkan dan kejadian yang dapat
menyebabkan kecelakaan serta untuk meningkatkan tingkat kesadaran
keselamatan pada pekerja. Selain itu, untuk jangka panjang diharapkan
program ini dapat membentuk safety culture pada pekerja.
Manfaat kegiatan ini adalah memberikan peringatan dini terhadap
potensi bahaya kecelakaan baik dari perilaku maupun kondisi yang ada
dan mendorong keterlibatan pekerja pada kegiatan K3, mengarahkan
konsep berfikir pada pencegahan kecelakaan, serta dapat meningkatkan
keahlian pengamatan dan kualitas komunikasi di organisasi.
7. Personil dan Tempat Pelaksanaan Pelaporan Bahaya
Kegiatan pelaporan bahaya ditujukan untuk seluruh pekerja di PT
Pelita Air Service dilakukan oleh seluruh pekerja dan semua orang yang
berada di area kerja. Mengobservasi tindakan tidak aman orang lain dan
kondisi tidak aman dilakukan di lingkungan kerja maupun disekitar
73
lingkungan kerja sehingga perilaku dan kondisi tidak aman dapat
terdeteksi di seluruh area.
Pada Safety, Health & Environment Manual Chapter 3 poin 3.4.2
identification of workplace hazard menyatakan bahwa pekerja harus
segera melaporkan segala bentuk bahaya di tempat kerja, baik tindakan
tidak aman dan kondisi tidak aman. Mengidentifikasi bahaya di tempat
kerja dapat dilakukan dengan mengirimkan dan menyerahkan laporan dari
pekerja melalui Hazard Report dan Safety Observation Form.
8. Jenis Formulir Pelaporan Bahaya
Form yang digunakan dalam pelaporan bahaya di PT Pelita Air
Service terbagi menjadi dua kategori yaitu pengisian Safety Observation
Form dan pengisian Hazard Report. Ketika melakukan pengamatan nama
orang yang diobservasi tidak boleh dicantumkan dalam form. Perbedaan
kedua form ini hanya pada cakupannya dimana Hazard Report hanya
berfokus pada kondisi tidak aman sedangkan Safety Observation Form
(SOF) dilakukan fokus untuk perilaku tidak aman/ aman namun dilengkapi
untuk kondisi tidak aman.
SOF sendiri diadaptasi dari STOP Card milik dupont. Form ini
sudah dirubah sesuai dengan kebutuhan. SOF terdiri dari dua sisi, sisi
pertama berisi identitas pelapor dan sisi kedua dilengkapi dengan pedoman
pengisian. Berikut adalah Safety Observation Form yang ada di PT Pelita
Air Service seperti pada gambar 5.2:
74
Gambar 5.2
Safety Observation Form
Sedangkan untuk Hazard Report dirancang sendiri oleh PT Pelita
Air Service dan didokumentasikan di AQS (Aviation Quality System).
Hazard Report ini hanya terdiri dari satu sisi. Berisikan identitas pengirim,
penjelasan mengenai keadaan bahaya serta tindakan perbaikan yang
disarankan, jika memungkinkan disertai dengan bukti gambar. Berikut
adalah Hazard Report yang ada di PT Pelita Air Service seperti pada
gambar 5.3:
PEDOMAN FORMULIR OBSERVASI KESELAMATAN
Perbuatan Tidak Aman Pelanggaran aturan HSE, tidak mengikuti
prosedur, perilaku yang tidak baik.
Kondisi Tidak Aman Paparan bahaya / pelindung yang tidak dapat diterima berdasarkan standar operasi Penerbangan & HSE di tempat kerja.
Perbuatan / Perilaku Aman
Aktivitas kerja individu dan / atau kelompok dilakukan secara aman dan kondisi lingkungan kerja yang aman sesuai standar operasi Penerbangan dan HSE di tempat kerja.
1. Kartu Observasi ini didesain untuk melayani dua tujuan berikut :
a. Sebagai sistem proaktif, yang membantu anda dimana kita dapat
menghentikan kejadian yang tidak kita inginkan dan dapat
menyebabkan kecelakaan seperti cedera, pencemaran lingkungan
atau kerusakan.
b. Menjelaskan adanya perbuatan aman yang sangat baik/prosedur
kerja aman yang baik diketahui oleh Pengamat dimana ia perhatian
terhadap kinerja orang.
2. Untuk melaksanakan pengamatan, lakukanlah dengan cara melihat dan
memperhatikan apakah adanya perbuatan dan/atau kondisi aman atau
tidak aman, lalu berpikir dan bertindak untuk menghentikan situasi yang
tidak aman, lakukan diskusi masalah, kesepakatan peningkatan prilaku
aman dan laporkan pengamatan anda dalam kartu ini.
3. Sampaikan kartu yang telah diisi kepada Pengawas di tempat kerja,
atau kepada Safety Officer, atau memasukannya ke dalam “Safety
Drop Box” yang ada di tempat kerja anda.
Terima Kasih Untuk Partisipasi Anda
SAFETY OBSERVATION FORM ( Formulir Observasi Keselamatan )
F-QSHE/ 07 / 2001.
Rev.: 3
Please SEND or FAX to Q & SHES Division
KIRIM atau FAX ke Divisi Q&SHES FAX: 021-3522094
E-mail : [email protected]
SUBMITTED BY Dilaporkan oleh
PHONE Telepon
LOCATION
Lokasi
DATE Tanggal
UNSAFE ACT Perbuatan Tidak Aman
SAFE ACT Perbuatan Aman
UNSAFE CONDITION Kondisi Tidak Aman
SAFE CONDITION Kondisi Aman
OBSERVE DESCRIPTION: Gambaran Observasi
IMMEDIATE CORRECTIVE ACTION (for Unsafe condition) : Tindakan perbaikan segera ( untuk situasi tidak aman)
YOUR SUGGESTION FOR IMPROVING THE SAFETY:
Saran Anda untuk meningkatkan keselamatan
FOR OFFICIAL USE ONLY -- Untuk digunakan oleh Petugas
Ref. No. Responded by Action Date
75
Gambar 5.3
Hazard Report
9. Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja di PT Pelita Air Service
Kepatuhan pelaporan merupakan indikator penting dalam
keberhasilan terlaksananya kegiatan pelaporan bahaya yang dapat dilihat
dari pengisian kartu pelaporan bahaya oleh pekerja. Menurut Geller (2001)
bahwa pengamatan berbasis keselamatan seperti pelaporan bahaya terdiri
dari proses empat langkah terus-menerus yang biasa disebut dengan DOIT,
yaitu D (Define): Tentukan perilaku sasaran kritis, O (Observe): Amati
perilaku sasaran selama periode awal pra-intervensi untuk mengatur tujuan
perubahan perilaku dan memahami faktor yang mempengaruhi perilaku
sasaran, I (Intervene): Intervensi untuk mengubah perilaku sasaran dan
terakhir T (Test): Melihat hasil dari intervensi dengan terus mengamati
dan merekam/mencatat perilaku sasaran selama program intervensi.
CONFIDENTIAL HAZARD
REPORT ( Laporan Rahasia Keadaan Bahaya )
F 403.01.AUG.2000 Rev.: 2
Please SEND or FAX to Q & SHES Division KIRIM atau FAX ke Divisi Q&SHES
FAX: 021-3522094
E-mail : [email protected]
LOCATION Lokasi
DATE Tanggal
SUBMITTED BY Dilaporkan oleh
( Optional / Tambahan )
PHONE Telepon
DESCRIPTION OF HAZARD Penjelasan tentang Keadaan Bahaya
SUGGESTED CORRECTIVE ACTION Tindakan Perbaikan Yang Disarankan
INSTRUCTIONS:
Use the reverse side for the Description of Hazard if the above column is not sufficient, then send to Q&SHES Division. Bila kolom di atas tidak mencukupi, gunakan sisi sebaliknya, kemudian kirimkan ke Divisi Q&SHES.
Thank you for your interest in Aviation Safety Program. Terima kasih atas perhatian anda untuk Keselamatan Penerbangan.
FOR OFFICIAL USE ONLY Untuk digunakan oleh Petugas
Ref. No. Response by Action Date
Rev 2, Jan. 2009
76
Penilaian kepatuhan pelaporan bahaya pekerja di PT Pelita Air
Service dilihat dari pengisian form yang dilakukan pekerja. Ketika pekerja
bekerja dan mengetahui ada perilaku kerja yang tidak aman maka
pekerjaan tersebut harus segera dihentikan agar tidak terjadi akumulasi
dari perilaku ataupun kondisi tidak aman disekitar pekerja, serta harus
segera diperbaiki perilaku atau kondisi tersebut dengan demikian
kecelakaan kerja dapat dicegah pada saat itu. Sehingga ketika pekerja
melihat rekan kerja ataupun orang lain berperilaku tidak aman dan adanya
kondisi tidak aman disekitar lingkungan kerja, pekerja harus melakukan
pengisian form yang telah disediakan agar dapat mencegah perilaku dan
kondisi tidak aman terulang dengan mengikuti siklus intervensi yang ada.
Pengisian kartu pelaporan bahaya pekerja melalui 5 siklus
intervensi agar tujuan dari kegiatan dapat tercapai dengan baik. Berikut
adalah siklus intervensi pengisian form yang dilakukan pekerja seperti
pada bagan 5.3:
Bagan 5.3
Siklus Intervensi Kartu
5 1
Melaporkan Melihat
4 2
Berdiskusi Berfikir
3
Bertindak
77
a. Dimulai ketika pekerja melihat terdapat perilaku tidak aman yang
terjadi pada orang lain atau kondisi berbahaya. Kemudian
mengamati lebih dekat orang dan kondisi agar dapat melihat jelas
apa yang sedang dilakukan ataupun keadaan yang terjadi,
memperhatikan dengan seksama, sistematis apa perbuatan yang
dilakukan yang menunjukkan perilaku atau kondisi tidak aman.
b. Berfikir apakah benar-benar terdapat tindakan atau kondisi yang
tidak aman. Pekerja harus memutuskan apakah keadaan yang
diamati merupakan tindakan yang tidak aman atau aman. Jika tidak
aman, disarankan untuk bertindak membenarkan situasi dan
pencegahan penanggulangannya.
c. Pekerja harus bertindak dengan melakukan intervensi kepada objek
pengamatan ketika perilaku tersebut adalah perilaku tidak aman.
Untuk kondisi tidak aman dapat dilakukan intervensi dengan
memperbaiki kondisi tidak aman dengan cara sederhana terlebih
dahulu, jika tidak dapat diperbaiki tidak dipaksakan karena tidak
semua kondisi berbahaya dapat diperbaiki langsung terutama yang
berhubungan dengan biaya. Untuk perilaku tidak aman dapat
dilakukan dengan menghentikan pekerjaan dan melakukan
pembenaran terhadap perilaku tersebut.
d. Untuk perilaku tidak aman, pengamat harus melakukan diskusi
dengan pekerja yang melakukan perilaku tidak aman. Saat
berdiskusi mencakup berbicara dengan mendiskusikan masalah
tindakan yang dilakukan sampai dia mengerti mengapa tindakan
78
atau perilaku tersebut berbahaya. Setelah berdiskusi memperbaiki
perilaku tidak aman pekerja dengan objek pengamatan (pekerja
lain), pekerja mengadakan kesepakatan mengenai tindakan
perbaikan guna mencegah terjadinya pengulangan.
e. Tahapan terakhir adalah melaporkan keadaan yang dihadapi
pekerja pada form yang tersedia. Untuk pengamatan kondisi tidak
aman dapat menggunakan hazard report dan safety observation
form namun untuk pengamatan perilaku tidak aman hanya dapat
menggunakan safety observation form. Tetapi bila memungkinkan
setiap pengisian Hazard Report pada kondisi berbahaya dilengkapi
dengan bukti gambar.
B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015
Pada penelitian ini kepatuhan pelaporan bahaya yang diteliti yaitu
kepatuhan pelaporan bahaya yang diterapkan di PT Pelita Air Service dilihat
dari pengisian form yang dilakukan pekerja. Kategori kepatuhan pelaporan
bahaya ditentukan dari pernah atau tidak pernahnya pekerja mengisi kartu
pelaporan bahaya. Data diperoleh dari hasil studi dokumen yang dilakukan
peneliti. Ketidakpatuhan pelaporan bahaya dapat memicu kondisi dan
perilaku tidak aman terulang dan menyebabkan kejadian kecelakaan kerja
serta kerugian lainnya. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi
berdasarkan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015
seperti pada tabel 5.1:
79
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service
Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Jumlah Pekerja Persentase
n %
Tidak 107 78,7
Ya 29 21,3
Total 136 100,0
Berdasarkan tabel 5.1, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya
dibandingkan dengan pekerja yang melakukan pelaporan bahaya, yaitu
sebanyak 107 pekerja (78,7%) dari 136 pekerja.
C. Gambaran Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi
Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita
Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Pendeskripsian faktor internal yang berkaitan dengan kepatuhan
pelaporan bahaya terdiri dari empat variabel, antara lain usia, masa kerja,
sikap dan persepsi terhadap bahaya dimana data tersebut didapatkan dari
jawaban pada kuesioner yang diisi oleh pekerja. Berikut ini adalah hasil
analisis distribusi frekuensi faktor internal pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015
seperti pada tabel 5.2 dan tabel 5.3:
80
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa
Kerja) pada PekerjaTeknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service
Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Faktor Eksternal Mean ± SD Min- Max 95% CI n
Usia 43,11 ± 13,75 22- 62 40,78-45,44 136
Masa Kerja 19,22 ± 14,19 1- 39 16,81-21,63 136
1. Usia
Berdasarkan tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata usia pekerja di PT
Pelita Air Service yaitu 43 tahun dengan tingkat kepercayaan 95% berada
pada rentang nilai 40,78-45,44. Usia termuda adalah 22 tahun sedangkan usia
tertua adalah 62 tahun.
2. Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata masa kerja pekerja
di PT Pelita Air Service yaitu 19 tahun dengan tingkat kepercayaan 95%
berada pada rentang nilai 16,81-21,63. Masa kerja terendah adalah 1 tahun
sedangkan masa kerja tertinggi adalah adalah 39 tahun.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap dan
Persepsi Terhadap Bahaya) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance
di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe
Tahun 2015
Faktor Internal Jumlah Persentase
n %
Sikap
Negatif 72 52,9
Positif 64 47,1
Total 136 100,0
Persepsi Terhadap
Bahaya
Negatif 80 58,8
Positif 56 41,2
Total 136 100,0
81
3. Sikap
Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang memiliki sikap negatif dibandingkan pekerja yang
memiliki sikap positif, yaitu sebanyak 72 pekerja (52,9%) dari 136
pekerja.
4. Persepsi Terhadap Bahaya
Berdasarkan tabel 5.3, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang memiliki persepsi negatif terhadap bahaya
dibandingkan pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap bahaya,
yaitu sebanyak 80 pekerja (58,8%) dari 136 pekerja.
D. Gambaran Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan
Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan
Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT
Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Pendeskripsian faktor eksternal yang berkaitan dengan kepatuhan
pelaporan bahaya terdiri dari empat variabel, antara lain frekuensi paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan
pengaruh penghargaan dimana data didapatkan dari jawaban pada kuesioner
yang diisi pekerja. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi faktor
eksternal pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area
kerja Pondok Cabe Tahun 2015 pada tabel 5.4:
82
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal (Frekuensi
Paparan Pelatihan Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan
Kerja dan Pengaruh Penghargaan) pada Pekerja Teknisi
Unit Maintenance di PT Pelita Air Service
Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Faktor Eksternal Jumlah Pekerja Persentase
n %
Frekuensi Paparan
Pelatihan Keselamatan
Jarang 112 82,4
Sering 24 17,6
Total 136 100,0
Respon Pihak Pengawas
Tidak ada 40 29,4
Ada 96 70,6
Total 136 100,0
Sikap Rekan Kerja
Kurang Mendukung 45 33,1
Mendukung 91 66,9
Total 136 100,0
Pengaruh Penghargaan
Tidak Ada Pengaruh 51 37,5
Ada Pengaruh 85 62,5
Total 136 100,0
1. Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan
Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan
jarang dibandingkan pekerja dengan frekuensi paparan pelatihan
keselamatan yang sering, yaitu sebanyak 112 pekerja (82,4%) dari 136
pekerja.
83
2. Respon Pihak Pengawas
Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang menyatakan ada respon pihak pengawas
dibandingkan pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas,
yaitu sebanyak 96 pekerja (70,6%) dari 136 pekerja.
3. Sikap Rekan Kerja
Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang menyatakan sikap rekan kerja mendukung
dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang
mendukung, yaitu sebanyak 91 pekerja (66,9%) dari 136 pekerja.
4. Pengaruh Penghargaan
Berdasarkan tabel 5.4, terlihat bahwa lebih banyak pekerja di PT
Pelita Air Service yang menyatakan adanya pengaruh dari penghargaan
dibandingkan pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari
penghargaan, yaitu sebanyak 85 pekerja (62,5%) dari 136 pekerja.
E. Hubungan antara Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi
Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja
Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok
Cabe Tahun 2015
Faktor internal merupakan faktor dalam diri pekerja yang dapat
mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Adapun faktor internal yang
dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya, yaitu usia, masa kerja,
sikap dan persepsi terhadap bahaya. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat
hubungan antara faktor-faktor internal dengan kepatuhan pelaporan bahaya
84
pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.5 dan tabel 5.6:
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Usia, Masa
Kerja) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe
Tahun 2015
Faktor
Internal
Kategori
Dependen Mean SD n 95% CI Pvalue
Usia Tidak patuh 42,53 13,94 107 -8,404-2,987 0,349
Patuh 45,24 13,02 29
Masa Kerja Tidak patuh 18,43 14,24 107 -9,361-1,945 0,139
Patuh 22,14 13,14 29
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata usia pekerja
yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya lebih besar yaitu 45 tahun
dengan nilai standar deviasi sebesar 13,02. Sedangkan rata-rata usia
pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya yaitu 43
tahun dengan standar deviasi 13,94. Berdasarkan hasil uji statistik T-test
Independen, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,349 yang menyatakan
bahwa pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan
kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT
Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015.
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja
pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya lebih besar yaitu
22 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,14. Sedangkan rata-rata
masa kerja pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya yaitu 18
85
tahun dengan standar deviasi 14,24. Berdasarkan hasil uji statistik T-test
Independen, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,139 yang menyatakan
bahwa pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja
dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance
di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Internal (Sikap, Persepsi
Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja
Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service
Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Faktor
Internal
Kepatuhan Pelaporan
Bahaya Total Pvalue OR (95% CI)
Tidak Ya
n % n % n %
Sikap
Negatif 60 83,3 12 16,7 72 100,0 0,231 1,809 (0,787-4,155)
1,00 (Reference) Positif 47 73,4 17 26,6 64 100,0
Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0
Persepsi Terhadap
Bahaya
Negatif 78 97,5 2 2,5 80 100,0 0,000 36,310 (8,116-162,445)
1,00 (Reference) Positif 29 51,8 27 48,2 56 100,0
Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0
3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pekerja yang
memiliki sikap negatif lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan
pelaporan bahaya (83,3%) daripada pekerja yang memiliki sikap positif
(73,4%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue
sebesar 0,231 yang artinya pada α 5%, tidak ada hubungan yang
bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja
teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe
Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 1,809 (95%CI: 0,787-
86
4,155) yang artinya pekerja dengan sikap negatif memiliki risiko sebesar
1,809 kali untuk tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya
dibandingkan pekerja dengan sikap positif.
4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa pekerja yang
memiliki persepsi negatif terhadap bahaya lebih banyak yang tidak patuh
dalam melakukan pelaporan bahaya (97,5%) daripada pekerja yang
memiliki persepsi positif terhadap bahaya (51,8%). Berdasarkan hasil uji
statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,000 yang artinya
pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap bahaya
dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance
di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015 dengan OR
sebesar 36,310 (95% CI 8,116-162,445), artinya pekerja yang memiliki
persepsi negatif terhadap bahaya berisiko 36,310 kali tidak patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang berpersepsi positif
terhadap bahaya.
F. Hubungan antara Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan
Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan
Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada
Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja
Pondok Cabe Tahun 2015
Faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri pekerja yang dapat
mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya. Adapun faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya, yaitu frekuensi paparan
pelatihan keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja dan
87
pengaruh penghargaan. Berikut ini adalah hasil analisis bivariat hubungan
antara faktor-faktor eksternal dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok
Cabe Tahun 2015 seperti pada tabel 5.7:
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Eksternal dengan
Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi
Unit Maintenance di PT Pelita Air Service
Area Kerja Pondok Cabe Tahun 2015
Faktor
Internal
Kepatuhan Pelaporan
Bahaya Total Pvalue OR (95% CI)
Tidak Ya
n % n % n %
Frekuensi Paparan
Pelatihan
Keselamatan
Jarang 86 76,8 26 23,2 112 100,0 0,374 0,473 (0,130-1,711)
1,00 (Reference) Sering 21 87,5 3 12,5 24 100,0
Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0
Respon Pihak
Pengawas
Tidak ada 35 87,5 5 12,5 40 100,0 0,164 2,333 (0,821-6,633)
1,00 (Reference) Ada 72 75,0 24 25,0 96 100,0
Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0
Sikap Rekan Kerja
Kurang Mendukung 43 95,6 2 4,4 45 100,0 0,002 9,070 (2,050-40,141)
1,00 (Reference) Mendukung 64 70,3 27 29,7 91 100,0
Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0
Pengaruh
Penghargaan
Tidak Ada Pengaruh 46 90,2 5 9,8 51 100,0 0,020 3,620 (1,284-10,208)
1,00 (Reference) Ada Pengaruh 61 71,8 24 28,2 85 100,0
Total 107 78,7 29 21,3 136 100,0
1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan
Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang
memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih sedikit
yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (76,8%) daripada
88
pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering
(87,5%). Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue
sebesar 0,374yang artinya pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna
antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan kepatuhan
pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR
sebesar 0,473 (95%CI: 0,130-1,711), artinya pekerja yang memiliki
frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang memiliki efek proteksi
sebesar 0,473 kali terhadap ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan
bahaya dibandingkan dengan pekerja yang memiliki frekuensi paparan
pelatihan keselamatan sering.
2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang
menyatakan tidak ada respon pihak pengawas lebih banyak yang tidak
patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (87,5%) daripada pekerja yang
menyatakan ada respon pihak pengawas (75%). Berdasarkan hasil uji
statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,164 yang artinya
pada α 5%, tidak ada hubungan yang bermakna antara respon pihak
pengawas dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun
2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 2,333 (95%CI: 0,821-6,633),
artinya pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas
memiliki risiko sebesar 2,333 kali untuk tidak patuh dalam melakukan
89
pelaporan bahaya dibandingkan pekerja yang menyatakan ada respon
pihak pengawas.
3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang
menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung lebih banyak
yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (95,6%) daripada
pekerja yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung (70,3%).
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar
0,002 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara sikap
rekan kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit
maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe Tahun 2015
dengan OR sebesar 9,070 (95% CI: 2,050-40,141), artinya pekerja yang
menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung berisiko 9,070
kali tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang
menyatakan bahwa sikap rekan kerja mendukung.
4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pekerja yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan lebih banyak
yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (90,2%) daripada
pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari penghargaan (71,8%).
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, didapatkan nilai Pvalue sebesar
0,020 yang artinya pada α 5%, ada hubungan yang bermakna antara
90
pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja
teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe
Tahun 2015. Didapatkan juga nilai OR sebesar 3,620 (95%CI: 1,284-
10,208), artinya pekerja yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari
penghargaan memiliki risiko sebesar 3,620 kali untuk tidak patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya dibandingkan pekerja yang menyatakan
bahwa ada pengaruh dari penghargaan.
91
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang merupakan
keterbatasan dalam penelitian dan dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Adapun keterbatasan penelitian yaitu:
1. Variabel pengawasan yang diteliti pada penelitian ini hanya mencakup
pada respon atau umpan balik yang dilakukan pihak pengawas terhadap
pekerja terkait kegiatan pelaporan bahaya. Sehingga varibel yang diteliti
bukan murni pengawasan secara keseluruhan, pengawasan seharusnya
melihat bagaimana peran pengawas dalam menjamin kegiatan pelaporan
bahaya berjalan sesuai prosedurmeliputi kelengkapan fasilitas pendukung
seperti ketersediaan dan kecocokan kartu, memastikan bahwa semua
pekerja melakukan pelaporan bahaya, serta umpan balik terhadap hasil
pelaporan yang diberikan pengawas kepada pekerja.
2. Variabel frekuensi paparan pelatihan pada pekerja dalam penelitian ini
hanya berfokus pada frekuensi paparan pelatihannya saja tidak sampai
mendalam kepada informasi yang diterima pekerja dan frekuensi paparan
pelatihan keselamatan pada penelitian ini hanya berfokus pada pelatihan
terkait kegiatan pelaporan bahaya. Seharusnya variabel dapat meneliti
secara keseluruhan pelatihan-pelatihan dasar lainnya.
3. Keterbatasan jumlah pertanyaan pada kuesioner terkait variabel respon
pihak perusahaan dan frekuensi paparan pelatihan keselamatan.
92
4. Kuesioner yang digunakan menggunakan tipe self-report sehingga
memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual
sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja
pada saat pengisian kuesioner dilakukan.
B. Gambaran Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit
Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe Tahun
2015
Pelaporan bahaya adalah cara yang efektif untuk mencegah
kecelakaan di tempat kerja. Pelaporan bahaya mencakup pelaporan kondisi
tidak aman dan perilaku tidak aman (WSH Council, 2014). Kepatuhan
pelaporan bahaya merupakan indikator penting dalam keberhasilan
terlaksananya kegiatan pelaporan bahaya yang dilakukan oleh pekerja.
Menurut Geller (2001), pengamatan berbasis keselamatan seperti
pelaporan bahaya terdiri dari empat langkah yang disebut dengan DOIT, yaitu
D (Define): Menentukan perilaku sasaran kritis, O (Observe): Amati perilaku
selama periode awal pra-intervensi untuk mengatur tujuan perubahan perilaku
dan memahami faktor yang mempengaruhi perilaku, I (Intervene): Intervensi
untuk mengubah perilaku sasaran dan terakhir T (Test): Melihat hasil dari
intervensi dengan terus mengamati dan mencatat perilaku sasaran selama
program intervensi. Dalam penelitian di PT Pelita Air Service yang dimaksud
dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah tindakan pekerja dalam
melakukan pengisian safety observation form atau hazard report selama satu
tahun terakhir.
Hasil penelitian yang dilakukan di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe Tahun 2015 menyatakan bahwa pekerja yang tidak patuh dalam
93
melakukan pelaporan bahaya, berjumlah lebih banyak yaitu sebesar 78,7%.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Asril (2003) mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam mengisi Kartu
Pengamatan KKL di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan
bahwa jumlah pekerja yang tidak mengisi kartu pengamatan Keselamatan
Kesehatan Lingkungan (KKL) adalah sebesar 78%. Selain itu, Marettia
(2011) di PT X Indonesia yang menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang
memiliki perilaku buruk dalam pelaksanaan program STOP yang merupakan
salah satu jenis kartu pelaporan bahaya yaitu sebesar 66%. Hasil serupa
dengan penelitian Marettia (2011) juga ditemukan pada penelitian
Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan dari
85 sampel dalam penelitiannya, 57 (67,1%) diantaranya memiliki perilaku
kurang dalam melaksanakan program Safety Toyota ―0‖ Accident Project
(STOP 6).
Penelitian Zubaedah (2009) di PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang
Jakarta menyatakan hasil yang berbeda dengan penelitian ini, dimana jumlah
pekerja yang memiliki perilaku kurang baik dalam program observasi
keselamatan lebih sedikit yaitu sebesar 31,1%. Begitu juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan Ragain, dkk (2011) pada 2600 pekerja di 14 negara
bagian Amerika Serikat hanya 2 dari 7 pekerja (39%) yang mengobservasi
perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman di tempat kerja.
Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian lain menurut
peneliti dimungkinkan terjadi karena adanya keberagaman karakteristik setiap
individu maupun lingkungan tempat pekerja bekerja termasuk karakteristik
94
pekerjaan yang dilakukan. Notoatmodjo (2012) mengungkapkan bahwa
perilaku atau kepatuhan seseorang selaras dengan lingkungan dan individu
yang bersangkutan. Keterpaduan antara faktor internal dan eksternal dapat
mempengaruhi perilaku individu sehingga respon dan kesadaran pekerja
terhadap program keselamatan kerja akan terlihat pada kepatuhannya di
tempat kerja yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan serta rekan kerja.
Faktor internal dan faktor eksternal pada individu tersebut yang dapat
mempengaruhi kesuksesan program keselamatan kerja (Geller, 2001).
Meskipun kepatuhan pelaporan bahaya para responden cenderung
lebih banyak pada pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan
bahaya tetapi faktor-faktor yang melatarbelakangi kepatuhan pekerja tersebut
secara statistik terbukti berhubungan signifikan dengan beberapa faktor
internal dan faktor eksternal. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat
tiga variabel yang diketahui, yaitu persepsi terhadap bahaya, sikap rekan
kerja, dan penggaruh penghargaan. Hal ini membuktikan bahwa pihak
manajemen sebaiknya melakukan langkah pencegahan dan pengendalian
untuk dapat mengurangi ketidakpatuhan dalam melakukan pelaporan bahaya.
Dampak yang timbul jika pelaporan bahaya tidak terlaksana dengan
baik adalah tidak akan teridentifikasi kondisi-kondisi tidak aman maupun
perilaku tidak aman di lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan ataupun kejadian yang lebih besar. Kecelakaan kerja walaupun
kecil akan tetap mengganggu proses dan menimbulkan kerugian dari cidera,
kematian, rusaknya sarana, penurunan produktivitas dan citra perusahaan
(Marettia, 2011).
95
PT Pelita Air Service memiliki safety instruction sebagai media yang
digunakan untuk mensosialisasikan kebijakan melalui penyebaran informasi
pada suatu lembaran yang wajib disebarkan dan dibaca oleh seluruh pekerja.
Namun faktanya, target minimal pelaporan bahaya tahun 2015 yaitu 1
pekerja/1 kartu pelaporan/ 1 tahun belum dikomunikasikan dan
disosialisasikan menyeluruh kepada pekerja secara tertulis dalam kebijakan
atau safety instruction mengenai adanya standar minimal pengumpulan kartu
pelaporan bahaya masing-masing pekerja. Sehingga pekerja belum
mengetahui mengenai adanya kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya.
Dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk melakukan pengisian
pelaporan bahaya juga harusnya didukung perusahaan dengan penciptaan
lingkungan yang memfasilitasi terjadinya kepatuhan pelaporan bahaya di
tempat kerja. Sehingga sebaiknya dilakukan pembuatan safety instruction
baru sehingga dapat dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada
pekerja mengenai target pelaporan bahaya tahun 2015 bahwa setiap orang
wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun.
Menurut Prasetyoningtyas (2010) mengungkapkan bahwa perusahaan
hendaknya mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang
dikeluarkan pemerintah secara taat, dan penting untuk membuat prosedur dan
manual tentang bagaimana mengatasi keselamatan kerja di lingkungan kerja
mereka. Diperkuat oleh PP No.50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3,
pasal 13 bahwa pengusaha harus menyebarluaskan dan mengkomunikasikan
setiap kebijakan yang ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh yang berada
di perusahaan dan pihak lain yang terkait.
96
Selain itu, hasil studi dokumen masih ditemukan ada pekerja yang
tertukar dalam pengisian kartu pelaporan bahaya, pekerja masih bingung yang
mana yang harus diisi dengan Safety Observation Form, mana yang diisi
dengan Hazard Report walaupun sebenarnya pekerja sudah diberikan
pelatihan keselamatan berkala. Diketahui juga bahwa terdapat jenis kartu
pelaporan bahaya yang belum diperbaharui masih digunakan pekerja di area
kerja Pondok Cabe yaitu Safety Suggestion Form (Formulir Saran
Keselamatan). Safety Suggestion Form yang merupakan kartu pelaporan
bahaya untuk kondisi dan praktek kerja tidak aman yang sudah mengalami
perubahan semenjak tahun 2012 menjadi Safety Observation Form (SOF).
Ada baiknya segera dilakukan penggantian isi kartu secara keseluruhan agar
dapat mendukung kesesuaian program yang dijalankan oleh PT Pelita Air
Service. Hal ini diperkuat dengan teori Green (1980) dalam Notoatmodjo
(2003) bahwa perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah
faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana.
Ketersediaan sarana seperti form merupakan salah satu bentuk dari faktor
pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang mendukung maka
akan berpengaruh terhadap perilaku dan kepatuhan pekerja.
Selain itu, penemuan berbagai kondisi tidak aman atau perilaku tidak
aman pada pekerja terkadang juga ditemukan secara tidak sengaja oleh
pekerja sehingga ada kecederungan pekerja lupa untuk menuliskan pada
kartu, untuk mengatasi hal itu, sebaiknya pekerja menuliskan terlebih dahulu
hasil observasi pada sebuah kertas atau gadget, selanjutnya baru
menuliskannya pada kartu pelaporan bahaya. Hasil observasi peneliti juga
97
diketahui bahwa safety drop box beserta form sulit untuk ditemukan, dari
seluruh area kerja Pondok Cabe yang diobservasi hanya dua area yang
menyediakan safety drop box yaitu di hangar II dan hangar III. Namun kartu
yang tersedia pun diletakan di dalam kantor yang tidak selalu dilihat para
pekerja teknisi. Oleh sebab itu, ada baiknya peletakan box kartu pelaporan
bahaya menyebar dengan penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya
pada tiap hangar dan tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau
kartu pelaporan bahaya. Menurut Rofik (2012) dalam prinsip tata ruang
kantor diketahui bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat
pekerja yang menggunakannya.
C. Hubungan Faktor Internal (Usia, Masa Kerja, Sikap dan Persepsi
Terhadap Bahaya) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada pekerja
Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok
Cabe Tahun 2015
1. Hubungan antara Usia dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Usia mempunyai hubungan langsung dengan logika berpikir
dan pengetahuan seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya
cenderung bertambah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya. Pada
umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin rasional, semakin
mampu mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap pandangan
serta perilaku yang membahayakan termasuk kepatuhan pelaporan bahaya
untuk mencegah kecelakaan (Shiddiq, 2013).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa rata-
rata usia pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area
kerja Pondok Cabe Tahun 2015 (Standar Deviasi) yaitu 43 tahun (13,75).
Hasil penelitian ini memiliki rata-rata usia lebih tinggi dibandingkan
98
dengan hasil penelitian Riyadi (2005) di PT Peni Cilegon Indonesia yang
menyatakan bahwa rata-rata usia pekerja adalah 30 tahun. Sejalan dengan
penelitian Riyadi (2005) , penelitian Larasati (2011) di Proyek residence
dharrmawangsa juga didapatkan bahwa rata-rata usia pekerja 30,92 tahun.
Walaupun demikian perbedaan rata-rata usia pekerja tidak terlalu
signifikan.
Kecenderungan dengan bertambahnya usia akan semakin mampu
mengendalikan emosi dan semakin toleran terhadap perilaku yang
membahayakan terbukti pada hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa
rata-rata usia pekerja yang melakukan pelaporan bahaya lebih besar
yaitu 45 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 13,02. Sedangkan rata-
rata usia pekerja yang tidak melakukan pelaporan bahaya yaitu 42 tahun
dengan standar deviasi 13,94. Meskipun demikian, rata-rata usia pekerja
yang patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh
berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan tidak menemukan adanya
perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan pelaporan
bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti karena tidak
ditemukannya perbedaan yang bermakna antara usia dengan kepatuhan
pelaporan bahaya.
Tidak banyak penelitian yang menghubungkan usia dengan
kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Asril (2003) mendukung hasil
penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara kategori umur dengan perilaku pekerja dalam mengisi kartu
pengamatan KKL dengan Pvalue 0,74. Hasil serupa juga ditemukan
99
dalam penelitian Septiano (2004) menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan kepatuhan pekerja harian terhadap
peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B Project dengan Pvalue
0,760.
Hubungan yang tidak bermakna antara usia pekerja dengan
kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena rata-rata usia pekerja yang
patuh dan tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya tidak jauh
berbeda. Tidak adanya hubungan antara kedua variabel ini juga
dimungkinkan terjadi karena ada faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti persepsi pekerja
mengenai bahaya disekitar pekerja. Pada penelitian ini didapatkan pekerja
yang berusia > 48 tahun lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap
bahaya yang negatif. Hal tersebut didukung oleh teori oleh Helda (2007)
yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang masih muda mempunyai
kemampuan kerja yang lebih baik dari tenaga kerja yang sudah tua. Umur
yang terlalu tua dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja lebih
parah dikarenakan penurunan kemampuan reaksi, berkurang tingkat
kewaspadaan akan kecelakaan dan kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan pekerjaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan
bahaya tidak dipengaruhi oleh usia pekerja. Walaupun demikian terdapat
kecenderungan bahwa pekerja yang berusia > 48 tahun lebih banyak yang
yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif daripada pekerja
yang berusia lebih muda. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pembinaan pada
100
pekerja dengan melakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku
pelaporan bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar.
Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety morning
atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman, bertujuan untuk
mengkomunikasikan temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu
diperhatikan saat bekerja. Komunikasi dilakukan kepada seluruh pekerja
baik usia muda maupun usia tua untuk dapat meningkatkan persepsi
pekerja terhadap bahaya sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara
dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan baik.
Sesuai dengan teori Spigener (1999) dalam Byrd (2007) bahwa
inisiatif Behavior Based Safety (BBS) mengandalkan empat langkah:
mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang
berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper
(2009) bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi
dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta
berupa briefing dalam periode tertentu, dimana data hasil observasi akan
dianalis untuk mengetahui perilaku yang spesifik.
2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Masa kerja pekerja berkorelasi positif dengan kepatuhan pelaporan
bahaya karena pengalaman untuk waspada terhadap kecelakaan kerja
bertambah baik sesuai dengan pertambahan lama bekerja di tempat kerja
yang bersangkutan (Helda, 2007). Semakin lama pekerja bekerja di dalam
suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan pekerja mengetahui
keadaan sesungguhnya yang terjadi di dalam perusahaan dan lebih
101
memahami kegiatan yang ada di perusahaan termasuk kegiatan pelaporan
bahaya (Kusuma, 2011).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata masa kerja
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe Tahun 2015 yaitu 19 tahun. Penelitian Park dan Jung (2003)
menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki pengalaman kerja dalam level
sedang (10‐12,99 tahun) cenderung kurang patuh terhadap peraturan
keselamatan yang berlaku dan ditemukan bahwa pekerja dengan level
pengalaman kerja tinggi (lebih dari 13 tahun) menunjukkan perilaku
kepatuhan terhadap peraturan keselamatan yang berlaku di tempat kerja.
Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang
bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan
demikian, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya perbedaan
yang bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya.
Hasil penelitian Septiano (2004) mendukung hasil penelitian ini bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan
pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B
Project dengan Pvalue 0,084. Hasil serupa juga ditemukan dalam
penelitian Suryatno (2012) yang menunjukkan tidak ada hubungan masa
kerja dengan kualitas implementasi kartu observasi bahaya dengan Pvalue
0,507.
Hubungan tidak bermakna antara masa kerja dengan kepatuhan
pelaporan bahaya dapat dimungkinkan terjadi karena rata-rata masa kerja
pekerja yang patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (22 tahun) dengan
102
yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (18 tahun) tidak
jauh berbeda. Sehingga diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja yang
lebih cepat cenderung tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya
daripada pekerja dengan masa kerja lebih lama.
Selain itu juga karena adanya faktor internal lainnya yang mampu
mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja di luar dari masa
kerjanya seperti persepsi terhadap bahaya yang dimiliki pekerja. Pada
penelitian diketahui bahwa pekerja yang memiliki masa kerja > 19 tahun
lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya yang negatif. Hal ini
diperkuat oleh teori Petersan (1998) dalam Halimah (2010) yang
mengemukakan bahwa seorang pekerja cenderung melakukan perilaku
tidak selamat karena tingkat persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya
atau risiko di tempat kerja, mengganggap tidak penting kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja, menganggap rendah biaya yang harus
dikeluarkan jika terjadi kecelakaan kerja.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya
tidak dipengaruhi oleh masa kerja pekerja. Walaupun demikian, terdapat
kecenderungan bahwa masa kerja baru lebih banyak yang tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja dengan masa kerja lama.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya kewajiban untuk mengikuti pelatihan
keselamatan kerja terutama mengenai pelaporan bahaya disertai
konsekuensi jika tidak mengikutinya sebagai upaya pencegahan
kecelakaan, baik sebelum masuk kerja maupun pelatihan berkala yang
wajib dilakukan pada masa kerja. Hal ini diperlukan agar baik pekerja
103
dengan masa kerja baru dan masa kerja lama sama-sama menerima
informasi yang sama mengenai pekerjaan mereka dan senantiasa tidak
melupakan kegiatan yang harusnya dilakukan dan dihindari untuk
meminimalisir kecelakaan.
Sesuai dengan teori Mangkuprawira (2004) bahwa pelatihan bagi
pekerja merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian
tertentu serta sikap agar pekerja semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan
standar. Teori ILO (1998) dalam Demak (2014) juga menyatakan bahwa
pekerja lama bukan merupakan jaminan bahwa mereka tidak akan
melakukan tindakan tidak aman termasuk tidak patuh dalam melakukan
pelaporan bahaya.
Didukung pula dengan ketersediaan fasilitas agar kepatuhan dalam
melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya meningkat. Hasil observasi
peneliti ditemukan bahwa safety drop box beserta form pelaporan bahaya
cukup sulit untuk ditemukan, dari seluruh area kerja Pondok Cabe yang
diobservasi hanya dua area yang menyediakan safety drop box yaitu di
hangar II dan hangar III. Namun kartu yang tersedia pun diletakan di
dalam kantor yang tidak selalu dilihat para pekerja teknisi. Sehingga,
untuk memudahkan pekerja melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya
ada baiknya peletakan box kartu pelaporan bahaya menyebar dengan
penambahan jumlah box kartu pelaporan bahaya pada tiap hangar dan
tempat istirahat sehingga pekerja mudah menjangkau kartu pelaporan
bahaya. Menurut Rofik (2012) dalam prinsip tata ruang kantor diketahui
104
bahwa perlengkapan kantor sebaiknya diletakkan dekat pekerja yang
menggunakannya.
3. Hubungan antara Sikap dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Sikap adalah
respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang
melibatkan faktor pendapat dan emosi (Notoatmodjo, 2010). Semakin
buruk sikap seorang pekerja akan cenderung menghasilkan kepatuhan
yang buruk pula (Anugraheni, 2003).
Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki sikap
negatif lebih banyak, jumlah pekerja dengan sikap negatif pada pekerja
teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe
Tahun 2015 adalah sebesar 52,9%. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta Tbk menghasilkan
bahwa jumlah pekerja yang memiliki sikap negatif lebih sedikit yaitu
hanya sebesar 0,9%. Selain itu, hasil yang hampir serupa dengan
penelitian ini, juga ditemukan pada penelitian Anugraheni (2003) di PT
Toyota Astra Motor Jakarta yang menyatakan dari 85 sampel dalam
penelitiannya, 51 (60%) diantaranya memiliki sikap negatif mengenai
Program Safety Toyota ―0‖ Accident Project (STOP 6).
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang memiliki
sikap negatif lebih banyak yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan
bahaya (83,3%) daripada pekerja yang memiliki sikap positif (73,4%).
Meskipun demikian, jumlah pekerja yang memiliki sikap negatif dan sikap
positif hampir merata. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa pekerja
105
dengan sikap negatif memiliki risiko sebesar 1,809 kali untuk tidak patuh
dalam melakukan pelaporan bahaya. Namun besarnya risiko tersebut
berbeda-beda untuk setiap individu, sampel pekerja dengan sikap negatif
dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh dalam melakukan
pelaporan bahaya mulai dari 0,787- 4,155 kali dibandingkan dengan
pekerja dengan sikap positif. Hasil penelitian tidak menemukan adanya
perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan
bahaya. Maka dari itu, hipotesis tidak terbukti dengan tidak ditemukannya
perbedaan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pelaporan
bahaya.
Penelitan Septiano (2004) juga tidak bisa membuktikan hipotesis
dari teori Notoatmodjo (2003), hasil uji chi-square menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan kepatuhan
pekerja harian terhadap peraturan keselamatan perusahaan di Kujang 1B
Project dengan Pvalue 0,084. Serupa dengan penelitan Septiano (2004)
penelitian Asril (2003) di PT Apexindo Pratama Duta Tbk, juga
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara sikap dengan
perilaku pekerja dalam pengisian kartu pengamatan KKL dengan Pvalue
1,00. Namun sebaliknya, penelitian Anugraheni (2003) menghasilkan
Pvalue 0,043 yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara
sikap dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 dengan OR
sebesar 2,889 bahwa pekerja yang bersikap buruk akan cenderung untuk
berperilaku buruk sebesar 2,889 kali pekerja yang bersifat baik.
106
Hubungan tidak bermakna antara sikap pekerja dengan kepatuhan
pelaporan bahaya terjadi karena perbedaan proporsi yang kecil antara
pekerja dengan sikap negatif dan tidak patuh dalam pelaporan bahaya
dengan pekerja yang memiliki sikap positif dan tidak patuh dalam
pelaporan bahaya. Selain itu, tidak adanya hubungan antara kedua variabel
ini juga dimungkinkan terjadi karena ada faktor internal lainnya yang
mampu mempengaruhi kepatuhan pelaporan bahaya pada pekerja seperti
persepsi terhadap bahaya. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula bahwa
pekerja yang memiliki sikap negatif lebih banyak yang memiliki sikap
rekan kerja yang kurang mendukung pula. Sikap sesama pekerja
mempengaruhi tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan
(Idirimanna, 2011). Seringkali pekerja tidak melaporkan bahaya karena
rekannya yang lain juga melakukan hal demikian. Selain itu, Griffiths
(2003) juga menyatakan bahwa seorang pekerja harus memiliki hubungan
sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-masing pekerja
harus mengawasi rekan kerja agar bertindak dengan aman dan
mengingatkan apabila ada kesalahan.
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan
dari pihak lain. Pembentukkan sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara
individu dengan individu-individu lain di sekitarnya (Demak, 2014).
107
Upaya untuk dapat meningkatkan komunikasi dan hubungan baik
dengan sesama rekan kerja, sebaiknya dilakukan diskusi dalam forum
minimal satu kali seminggu untuk membiasakan komunikasi dua arah
antara teman dalam mengintervensi ketika melihat perilaku tidak aman
serta dukungan maupun hubungan sosial dari rekan kerja dapat semakin
menguat. Didukung oleh penelitian Cooper (2007) yang menyatakan
bahwa salah satu kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program
behavior safety adalah umpan balik, yang dapat berbentuk umpan balik
verbal atau komunikasi yang langsung diberikan saat mengintervensi dan
umpan balik berupa briefing.
Hasil penelitian yang tidak konsisten ini dapat disebabkan oleh
perbedaan karakteristik pekerjaan yang dilakukan serta pengaruh dari
faktor lain seperti , peran rekan kerja dan dukungan dari manajemen yang
sangat penting untuk dapat mengajak pekerja berpartisipasi. Di PT Pelita
Air Service, dukungan manajemen masih kurang dalam terlaksananya
pelaporan bahaya terlihat dari jarangnya manajemen memantau langsung
perkembangan kegiatan pelaporan bahaya pada pekerja. Pengisian
kuesioner oleh pekerja pun memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak
sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh
tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan.
Selain itu, masih terdapat pekerja yang bersikap negatif yaitu tidak
melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya atau acuh tak acuh terhadap
kegiatan pelaporan bahaya. Safety drop box yang tersedia di area kerja
Pondok Cabe pun masih kosong, banyak pekerja yang tidak mau
108
melakukan pengisian kartu pelaporan bahaya. Hal ini bisa disebabkan
karena belum adanya peraturan atau konsekuensi yang sesuai yang dapat
menguatkan pekerja untuk bersikap positif. Ada baiknya, dilakukan
pemberian sanksi ketika pekerja tidak melakukan pelaporan bahaya selama
setahun untuk mendukung agar pekerja mau bersikap lebih displin dan
positif. Menurut Geller (2001) hukuman merupakan konsekuensi yang
diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang
tidak diharapkan.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh sikap pekerja.
Walaupun demikian terdapat kecenderungan pekerja yang tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya memiliki sikap yang negatif. Oleh sebab itu,
komitmen manajemen sebaiknya tidak hanya membuat program, kebijakan
atau prosedur tetapi juga terlibat dalam setiap aktivitas program.
Manajemen harus memastikan secara langsung sejauh mana aplikasi
komitmennya berjalan di lapangan karena dengan keterlibatan manajemen,
partisipasi dari pekerja akan meningkat. Menurut Langford, dkk (2008)
menemukan bahwa ketika pekerja percaya bahwa manajemen peduli
terhadap keselamatan mereka, maka pekerja akan lebih dapat bekerja sama
untuk meningkatkan atau memperbaiki performa dan perilaku
keselamatan.
109
4. Hubungan antara Persepsi Terhadap Bahaya dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian memproses
informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang
telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendeteksi atau
memperoleh dan menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima
oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Shiddiq, 2013).
Persepsi bahaya yang baik memiliki peluang yang lebih besar untuk
berperilaku dan patuh dalam melakukan pelaporan bahaya sehingga dapat
meminimalisir kejadian kecelakaan pada dirinya (Marettia, 2011). Persepsi
terhadap bahaya dalam penelitian ini menunjukkan penilaian pekerja
terhadap bahaya yang berpotensi menyebabkan kecelakaan dan cidera
yang bisa terjadi pada dirinya dan sekitarnya.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki persepsi
negatif terhadap bahaya lebih banyak dibandingkan pekerja yang memiliki
persepsi positif terhadap bahaya yaitu 58,8%. Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian Marettia (2011) di PT X Indonesia jumlah pekerja yang
memiliki persepsi terhadap bahaya negatif lebih sedikit yaitu sebesar
43%. Selain itu, hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Larasati
(2011) di proyek apartemen the residences at dharmawangsa 2
menyatakan dari 50 sampel dalam penelitiannya, hanya 14 (28%) yang
memiliki persepsi negatif.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pekerja yang memiliki
persepsi negatif terhadap bahaya lebih banyak yang tidak patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya (97,5%) daripada pekerja yang memiliki
110
persepsi positif terhadap bahaya (51,8%). Hasil uji chi-square
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara persepsi
terhadap bahaya dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Berdasarkan hasil
perhitungan Odds Ratio menunjukkan pekerja dengan persepsi negatif
terhadap bahaya memiliki risiko 36,310 kali untuk tidak patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya daripada pekerja yang memiliki persepsi
positif terhadap bahaya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif
persepsi tentang bahaya pekerja maka akan semakin patuh dalam
melakukan pelaporan bahaya dan semakin negatif persepsi sesorang maka
semakin kecil kemungkinan pekerja untuk patuh dalam melakukan
pelaporan bahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa positif atau negatifnya
persepsi tentang bahaya pekerja mempengaruhi kepatuhan pelaporan
bahaya.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Marettia (2011)
menghasilkan Pvalue 0,05 yang menyatakan ada hubungan bermakna
antara persepsi pekerja terhadap bahaya dengan perilaku pekerja dalam
melaksanakan program STOP dan diperoleh juga nilai OR sebesar 1,4
yang artinya pekerja yang memiliki persepsi yang baik mempunyai
peluang 1,4 untuk berperilaku yang aman dalam melaksanakan program
STOP dibandingkan pekerja dengan persepsi terhadap bahaya yang tidak
baik. Didukung pula dengan penelitian Larasati (2011) hasil uji chi-square
menunjukkan pekerja yang memiliki persepsi negatif cenderung 11 kali
untuk mematuhi peraturan dan program keselamatan kerja daripada
pekerja yang memiliki persepsi positif. Sedangkan, pada pekerja yang
111
mempunyai persepsi yang tidak baik mengenai bahaya mempunyai
kecenderungan melakukan perilaku yang tidak aman lebih tinggi.
Hubungan bermakna antara persepsi pekerja terhadap bahaya
dengan kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena persepsi bahaya
menunjukkan sejauh mana penilaian pekerja terhadap bahaya yang dapat
berpengaruh pada keputusan dan berefek pada tingkah laku yang terwujud
pada pekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan safety officer,
menyatakan bahwa masih terdapat pekerja yang sebenarnya mengetahui
bahaya di lingkungan kerja, tetapi pekerja menganggap tidak penting
bahaya tersebut, mereka acuh, tidak waspada sehingga mengabaikan
keselamatan diri mereka sendiri. Hal ini didukung oleh teori Petersan
(1998) dalam Halimah (2010) yang mengemukakan bahwa seorang
pekerja cenderung melakukan perilaku tidak selamat karena tingkat
persepsi yang buruk terhadap adanya bahaya atau risiko di tempat kerja,
mengganggap tidak penting kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja,
menganggap rendah biaya yang harus dikeluarkan jika terjadi kecelakaan
kerja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apa yang dipersepsikan
seseorang terhadap risiko suatu bahaya dan besaran konsekuensinya
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
seseorang dalam melakukan pelaporan bahaya.
Manajemen sebaiknya mengadakan kegiatan yang dapat terus
meningkatkan persepsi pekerja agar pekerja senantiasa waspada dan patuh
terhadap program perusahaan terutama dalam melakukan pekerjaan
mereka. Misalnya dengan program khusus pada kegiatan safety morning
112
atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman yang dilakukan berkala
dan terus menerus. Hal tersebut bertujuan untuk mengkomunikasikan
temuan observasi ataupun keselamatan yang perlu diperhatikan dalam
bekerja yang dapat berisiko fatal serta bahaya-bahaya yang dapat terjadi,
ketika pekerja tidak bekerja dengan aman. Sehingga kecelakaan kerja
dapat dicegah secara dini dengan dilakukannya pelaporan bahaya dengan
baik. Selain itu, manajemen juga perlu untuk terlibat dalam setiap
aktivitas program. Manajemen harus memastikan secara langsung sejauh
mana pelaksanaan kegiatan berjalan di lapangan.
Sesuai dengan teori Spigener (1999) dalam Byrd (2007) bahwa
inisiatif Behavior Based Safety (BBS) mengandalkan empat langkah:
mengidentifikasi perilaku kritis, mengumpulkan data, umpan balik yang
berkelanjutan, dan menghilangkan hambatan. Selain itu, teori Cooper
(2009) bahwa dalam program observasi keselamatan terdapat komunikasi
dua arah antara orang yang mengobservasi dan yang diobservasi serta
berupa briefing dalam periode tertentu, data hasil observasi akan dianalis
untuk mengetahui perilaku yang spesifik. Untuk keterlibatan manajemen
dalam aktivitas program didukung oleh teori yang dikemukakan Langford,
dkk (2008) bahwa ketika pekerja percaya bahwa manajemen peduli
terhadap keselamatan mereka, maka pekerja akan lebih dapat bekerja sama
untuk meningkatkan atau memperbaiki performa dan perilaku
keselamatan.
113
D. Hubungan Faktor Eksternal (Frekuensi Paparan Pelatihan
Keselamatan, Respon Pihak Pengawas, Sikap Rekan Kerja dan
Pengaruh Penghargaan) dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada
pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja
Pondok Cabe Tahun 2015
1. Hubungan antara Frekuensi Paparan Pelatihan Keselamatan dengan
Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Pelatihan K3 bertujuan agar pekerja dapat memahami dan
berperilaku dengan mementingkan keselamatan dan kesehatan kerja,
mengidentifkasi potensi bahaya di tempat kerja, melakukan pencegahan
kecelakaan kerja, menggunakan alat pelindung diri, melakukan
pencegahan dan pemadaman kebakaran serta menyusun program
pengendalian K3 perusahaan termasuk kegiatan pelaporan bahaya
(Hargiyarto, 2008). Semakin sering dan baik pelatihan yang diberikan
maka kecenderungan pekerja melakukan kegiatan pelaporan bahaya lebih
besar daripada kecenderungan tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya
(Marettia, 2011).
Pelatihan di PT Pelita Air Service dilakukan untuk seluruh pekerja.
Pelatihan yang diberikan tergabung dalam HSE Training yang diadakan
setiap dua tahun sekali untuk pekerja di kantor dan satu tahun sekali untuk
pekerja maintenance. Pelatihan mencakup materi pengenalan mengenai
pentingnya K3, implementasi dalam lingkungan kerja sehari-hari dan
memunculkan budaya K3, klasifikasi kecelakaan, teori pencegahan
kecelakaan, menjelaskan bagaimana keadaan atau perilaku yang tidak
aman, kondisi tidak aman, APD, cara pengisian formulir pelaporan bahaya
serta penjelasan mengenai program safety awards.
114
Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki
frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih banyak sebesar
82,4%. Meskipun demikian, masih ada pekerja yang memiliki frekuensi
paparan pelatihan keselamatan sering yaitu sebesar 17,6%. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra Motor
Jakarta bahwa jumlah pekerja yang kurang dalam mendapatkan pelatihan
keselamatan lebih besar yaitu sebesar 84,7%. Selain itu, hasil serupa juga
ditemukan pada penelitian Novraswinda (2015) pada pekerja di unit
radiologi diagnostik menyatakan dari 41 sampel dalam penelitiannya, 18
(44%) diantaranya mendapatkan pelatihan yang kurang. Sedangkan, hasil
penelitian Marettia (2011) di PT X Indonesia memiliki jumlah pekerja
dengan pelatihan keselamatan kurang yang lebih sedikit yaitu 14%.
Penelitian Zubaedah (2009) di PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang
Jakarta menyatakan hasil yang hampir serupa namun lebih banyak dengan
hasil penelitian ini, dimana jumlah pekerja yang belum pernah mengikuti
pelatihan sebesar 21,3%.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang memiliki
frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang lebih sedikit yang tidak
patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (76,8%) daripada pekerja yang
memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan sering (87,5%). Hasil
uji chi-square diketahui juga bahwa pekerja yang memiliki frekuensi
paparan pelatihan keselamatan jarang memiliki efek proteksi sebesar
0,8374 kali terhadap tidak patuhnya melakukan pelaporan bahaya.
Besarnya efek poteksi ini berbeda-beda untuk setiap individu. Pada
115
penelitian ini, rentang efek proteksi yang dimiliki oleh setiap pekerja yang
memiliki frekuensi paparan pelatihan keselamatan jarang adalah 0,130
kali hingga 1,711 kali terhadap ketidakpatuhan melakukan pelaporan
bahaya dibandingkan dengan pekerja yang memiliki frekuensi paparan
pelatihan keselamatan sering.
Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang
bermakna antara frekuensi paparan pelatihan keselamatan dengan
kepatuhan pelaporan bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti
dengan tidak ditemukannya perbedaan yang bermakna antara frekuensi
paparan pelatihan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian Anugraheni (2003) yang menghasilkan Pvalue
1,00 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6.
Namun sebaliknya penelitian Marettia (2011) di PT X
menghasilkan Pvalue 0,04 yang menyatakan bahwa ada hubungan
bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan
STOP. Serupa dengan penelitian Marettia (2011), penelitian Asril (2003)
di PT Apexindo Pratama Duta Tbk juga menyatakan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara pelatihan dengan perilaku pekerja dalam mengisi
kartu pengamatan KKL dengan Pvalue 0,03.
Hubungan tidak bermakna antara frekuensi paparan pelatihan
keselamatan dengan kepatuhan pelaporan bahaya dapat terjadi karena
penelitian ini hanya berfokus pada frekuensi paparan pelatihan terkait
kegiatan pelaporan bahaya saja tidak sampai mendalam kepada informasi
116
yang diterima pekerja. Seharusnya variabel dapat meneliti secara
keseluruhan pelatihan lainnya dikarenakan untuk dapat melakukan
pelaporan bahaya, pekerja harus memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar
lainnya bukan hanya mengenai kegiatan pelaporan bahayanya saja.
Sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat menggali lebih
dalam mengenai paparan pelatihan keselamatan secara menyeluruh.
Tidak ditemukannya hubungan bermakna antara frekuensi paparan
pelatihan dengan kepatuhan pelaporan bahaya juga dapat disebabkan
karena penggunaan kuesioner memungkinkan pekerja untuk mengisi tidak
sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang diperoleh
tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan.
Serta adanya perbedaan karakteristik pekerjaan yang dilakukan dan sistem
dari pelatihan pada perusahaan. Berdasarkan hasil analisis diketahui pula
bahwa pekerja yang memiliki frekuensi paparan pelatihan kesalamatan
yang jarang lebih banyak yang memiliki persepsi terhadap bahaya negatif.
Didukung oleh teori Sastrohadiwiryo (2002) dalam Silalahi (2012)
pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh
efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang
melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan,
pengetahuan, sikap dan persepsi yang layak.
Selain dorongan yang ada dalam diri pekerja untuk melakukan
pengisian pelaporan bahaya, dukungan dari perusahaan dengan penciptaan
lingkungan yang memfasilitasi terjadinya kepatuhan pelaporan bahaya di
tempat kerja juga sangat diperlukan. Penggunaan safety instruction
117
sebagai media yang digunakan untuk mensosialisasikan kebijakan melalui
penyebaran informasi pada suatu lembaran yang wajib disebarkan dan
dibaca oleh seluruh pekerja dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga
sosialisasi bahwa kewajiban pengisian kartu pelaporan bahaya dapat
diketahui pekerja secara menyeluruh.
Faktanya, target minimal pelaporan bahaya tahun 2015 yaitu 1
pekerja/1 kartu pelaporan/ 1 tahun belum dikomunikasikan dan
disosialisasikan menyeluruh kepada pekerja secara tertulis dalam
kebijakan atau safety instruction.Sehingga sebaiknya dilakukan pembuatan
safety instruction baru sehingga dapat dikomunikasikan dan
disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai target pelaporan bahaya
tahun 2015 bahwa setiap orang wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun.
Didukung oleh PP No.50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3, pasal 13
bahwa pengusaha harus menyebarluaskan dan mengkomunikasikan setiap
kebijakan yang ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh yang berada di
perusahaan dan pihak lain yang terkait.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya sehingga dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak dipengaruhi oleh frekuensi
paparan pelatihan keselamatan. Oleh sebab itu, sebaiknya manajemen
perlu mensosialisasikan mengenai kewajiban pengisian pelaporan bahaya
melalui pembuatan safety instruction baru sehingga dapat
dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada pekerja mengenai.
Serta perlu dilakukan pelatihan-pelatihan keselamatan lainnya yang
merupakan dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara
118
berkala agar pekerja bisa menyadari betapa pentingnya pekerja untuk
berperilaku aman bagi diri pekerja maupun lingkungan sekitarnya sebelum
mengajak pekerja untuk dapat melakukan kegiatan pelaporan bahaya.
2. Hubungan antara Respon Pihak Pengawas dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Pengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan dan target
sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi
kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu
meningkatkan keterampilan dan kemampuannya (Geller, 2001). Ketika
peran pengawas kurang mendukung maka pekerja akan cenderung
berperilaku tidak aman. Selain itu, peran pengawas merupakan faktor yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku pekerja (Halimah, 2010).
Pengawasan pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya di PT Pelita Air
Service dilakukan oleh safety officer di area kerja.
Respon pihak pengawas menggambarkan bagaimana pendapat
pekerja mengenai umpan balik yang dilakukan safety officer dalam
pelaksanaan pelaporan bahaya yaitu ada respon atau tidak ada respon dari
pihak pengawas. Apabila umpan balik yang dilakukan safety officer
sesuai dengan kebutuhan pekerja, dalam arti safety officer melakukan
umpan balik secara teratur terhadap pekerja, memberikan perhatian,
pengarahan, dan petunjuk serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh pekerja dalam pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya,
maka pekerja akan menyatakan ada respon pihak pengawas sehingga dari
adanya respon pihak pengawas akan menentukan perilaku karyawan dalam
119
bekerja seperti perilaku melakukan pelaporan bahaya begitupun
sebaliknya.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pekerja yang menyatakan ada
respon pihak pengawas lebih banyak sebesar 70,6%. Meskipun demikian,
masih ada pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak pengawas
yaitu sebesar 29,4%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Marettia (2011) di PT X Indonesia, jumlah pekerja yang menyatakan
bahwa pengawasan tidak baik lebih besar yaitu sebesar 47%. Sejalan
dengan itu, hasil penelitian Hayati (2004) di PT Krama Yudha Ratu Motor
juga menunjukan bahwa pekerja yang menyatakan pengawasan buruk
lebih banyak yaitu sebesar 92,1%.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang
menyatakan tidak ada respon pihak pengawas lebih banyak yang tidak
patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (87,5%) daripada pekerja yang
menyatakan ada respon pihak pengawas (75%). Hasil uji chi-square
menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan tidak ada respon pihak
pengawas memiliki risiko sebesar 2,333 kali untuk tidak patuh melakukan
pelaporan bahaya pula. Namun besarnya risiko tersebut berbeda-beda
untuk setiap individu, sampel pekerja yang memiliki kegiatan pengawasan
buruk dalam penelitian ini memiliki risiko untuk tidak patuh melakukan
pelaporan bahaya mulai dari 0,821-6,633 kali dibandingkan dengan
pekerja yang menyatakan bahwa ada respon pihak pengawas.
Hasil penelitian tidak menemukan adanya perbedaan yang
bermakna antara respon pihak pengawas dengan kepatuhan pelaporan
120
bahaya. Dengan demikian, hipotesis tidak terbukti dengan ditemukannya
perbedaan yang bermakna antara respon pihak pengawas dengan
kepatuhan pelaporan bahaya. Penelitian Marettia (2011) juga tidak bisa
membuktikan hipotesis dari teori Geller (2001) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara peran pengawasan terhadap perilaku pekerja
dalam pelaksanaan STOP di PT X dengan Pvalue 1,0 melebihi nilai alpha.
Didukung pula oleh penelitian Anugraheni (2003) di PT Toyota Astra
Motor Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pengawasan dengan perilaku pekerja dalam pelaksanaan STOP 6 dengan
Pvalue 0,979. Sebaliknya, penelitian Hayati (2004) bisa membuktikan
hipotesis dari teori Geller (2001) di PT Krama Yudha Ratu Motor yang
menyatakan ada hubungan antara pengawasan dengan tingkat kepatuhan
terhadap pelaksanaan SOP pada pekerja bagian welding.
Hubungan tidak bermakna antara respon pihak pengawas dengan
kepatuhan pelaporan bahaya dikarenakan variabel pengawasan yang
diteliti pada penelitian ini hanya mencakup pada respon atau umpan balik
yang dilakukan pihak pengawas terhadap pekerja terkait kegiatan
pelaporan bahaya. Sehingga varibel yang diteliti bukan murni pengawasan
secara keseluruhan. Menurut Geller (2001) pengawasan dilakukan untuk
memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan,
memastikan pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui,
meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan
kemampuannya. Sehingga untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk
lebih bisa menggali mengenai variabel pengawasan yang utuh.
121
Selain itu, hubungan tidak bermakna kemungkinan terjadi karena
pada saat pengisian kuesioner yang dilakukan oleh pekerja, pekerja
mengisi tidak sesuai dengan kondisi aktual sehingga kualitas data yang
diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner
dilakukan. Hal ini didukung oleh pernyataan Anugraheni (2003) bahwa
seperti halnya peraturan, pengawasan dilakukan untuk memberi motivasi
kepada pekerja untuk melaksanakan pengisian kartu observasi kesematan
sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang dalam bertindak.
Hasil penelitian yang tidak konsisten ini dapat disebabkan oleh
perbedaan dari sistem pengawasan dalam kegiatan pelaporan bahaya pada
perusahaan dan pengaruh dari faktor lain seperti sikap dan pengaruh rekan
kerja serta karakteristik pengawas itu sendiri. Namun, pengawasan dari
saffety officer terhadap sarana untuk menunjang kegiatan pelaporan
bahaya juga belum optimal, hasil studi dokumen ditemukan masih terdapat
jenis kartu pelaporan bahaya yang belum diperbaharui yaitu Safety
Suggestion Form (Formulir Saran Keselamatan) yang berisi kartu untuk
kondisi dan praktek kerja tidak aman yang sudah mengalami perubahan
semenjak tahun 2012 menjadi Safety Observation Form (SOF). Ada
baiknya segera dilakukan penggantian isi kartu secara keseluruhan agar
dapat mendukung kesesuaian program yang dijalankan oleh PT Pelita Air
Service.
Hal ini diperkuat dengan Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo
(2003) bahwa perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor, salah satunya adalah
faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan sarana.
122
Ketersediaan sarana seperti kartu pelaporan bahaya merupakan salah satu
bentuk dari faktor pendukung perilaku, jika terdapat fasilitas yang kurang
mendukung maka akan berpengaruh terhadap perilaku.
Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya tidak
dipengaruhi oleh respon pihak pengawas. Pekerja yang tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya menyatakan tidak ada respon pihak
pengawas. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan dan umpan balik dari
safety officer dilakukan rutin baik pengawasan pada pekerja maupun
pengawasan sarana pendukung program agar apabila ada kondisi yang
berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dan diperbaiki
secepatnya. Sesuai dengan penelitian Halimah (2010) pengawasan secara
teratur atau konsisten perlu dilakukan sehingga apabila ada kondisi yang
berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera
dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
3. Hubungan antara Sikap Rekan Kerja dengan Kepatuhan Pelaporan
Bahaya
Rekan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
seorang individu. Persepsi sesama pekerja mempengaruhi tingkat individu
tentang kepatuhan terhadap keselamatan (Idirimanna, 2011). Seringkali
pekerja tidak melakukan kegiatan pelaporan bahaya karena rekannya yang
lain juga melakukan hal demikian. Geller (2001) juga menyebutkan
tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin banyak orang terlibat
dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang berperilaku tertentu
terlihat relatif kompeten atau berpengalaman. Ketika dalam satu grup
123
banyak pekerja yang tidak patuh melakukan pelaporan bahaya maka
pekerja lain juga ikut tidak patuh melakukan pelaporan bahaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan
bahwa sikap rekan kerja mendukung lebih banyak (66,9%), meskipun
masih ada yang menyatakan bahwa sikap rekan kerja kurang mendukung
yaitu sebesar 33,1%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Riyadi
(2005) di PT Peni Cilegon, jumlah pekerja yang menyatakan bahwa peran
rekan kerja berpengaruh sama besar dengan pekerja yang menyatakan
rekan kerja kurang berpengaruh yaitu 50%. Sedangkan, hasil penelitian
Karyani (2005) di Schlumberger Indonesia memiliki jumlah pekerja yang
menyatakan peran rekan kerja rendah lebih banyak yaitu 55,75%.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang
menyatakan sikap rekan kerja kurang mendukung lebih banyak yang tidak
patuh melakukan pelaporan bahaya (95,6%) daripada pekerja yang
menyatakan sikap rekan kerja mendukung (70,3%). Hasil uji chi-square
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara sikap rekan
kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Hasil perhitungan Odds Ratio
menunjukkan pekerja yang menyatakan sikap rekan kerja kurang
mendukung memiliki risiko 9,070 kali untuk tidak patuh melakukan
pelaporan bahaya daripada pekerja yang memiliki sikap rekan kerja yang
mendukung. Hal ini menunjukkan semakin mendukung sikap rekan kerja
maka akan semakin baik untuk patuh dalam melakukan pelaporan bahaya,
sebaliknya semakin kurang mendukung sikap rekan kerja pada seseorang
maka semakin kecil kemungkinan pekerja untuk patuh melakukan
124
pelaporan bahaya. Hal ini juga menunjukkan bahwa mendukung atau tidak
mendukungnya sikap rekan kerja pada pekerja mempengaruhi kepatuhan
pelaporan bahaya.
Penelitian Karyani (2005) juga dapat membuktikan hipotesis dari
teori Geller (2001), penelitian pada 113 pekerja di Schlumberger Indonesia
diperoleh bahwa salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
perilaku aman adalah peran dari rekan kerja. Didukung pula oleh
penelitian Halimah (2010) di PT SIM Plant Tambun II yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara peran rekan kerja dengan perilaku aman
dengan Pvalue 0,000.
Hubungan bermakna antara sikap rekan kerja dengan kepatuhan
pelaporan bahaya disebabkan karena sikap rekan kerja sangat penting
untuk dapat menjaga dan mengawasi keselamatan pekerja lain di area
kerja. Seringkali pekerja berperilaku buruk atau tidak aman karena
rekannya yang lain juga berperilaku demikian. Sebagaimana Geller
(2001) menyebutkan tekanan rekan kerja semakin meningkat saat semakin
banyak orang terlibat dalam perilaku tertentu dan saat anggota grup yang
berperilaku tertentu terlihat relatif kompeten atau berpengalaman.
Griffiths (2003) juga menyatakan bahwa seorang pekerja harus memiliki
hubungan sosial yang baik dengan pekerja yang lain, dimana masing-
masing pekerja harus mengawasi rekan kerja agar bertindak dengan aman
dan mengingatkan apabila ada kesalahan.
Persamaan hasil penelitian ini dimungkinkan terjadi karena kondisi
setiap individu mayoritas dipengaruhi dari hasil interaksi dengan rekan
125
kerja yang cukup kuat. Selain itu rekan kerja juga mampu mempengaruhi
pekerja lain untuk memiliki kepatuhan pelaporan bahaya yang baik.
Menurut Idirimanna (2011) persepsi sesama pekerja mempengaruhi
tingkat individu tentang kepatuhan terhadap keselamatan. Seringkali
pekerja tidak patuh melakukan pelaporan bahaya karena rekannya yang
lain juga bertindak demikian.
Fakta di lapangan rata-rata usia pekerja di PT Pelita Air Service
yaitu 43 tahun, merupakan pekerja berusia tua sehingga budaya yang
tumbuh di lingkungan kerja adalah adanya rasa tidak enak atau sungkan
ketika pekerja harus menegur orang yang lebih tua. Ketika pekerja yang
lebih tua melakukan tindakan tidak aman, adanya rasa sungkan memicu
pekerja muda lebih baik diam dan tidak mengisi kartu pelaporan bahaya.
Selain itu, menurut safety officer pengisian kurang juga dikarenakan ada
keharusan untuk mengintervensi dalam pengisian kartu sehingga ada rasa
sungkan atau tidak enak dengan teman ataupun atasan jika ingin
menuliskan perilaku tidak aman maupun menegur.
Dapat disimpulkan bahwa sikap rekan kerja dapat berpengaruh
terhadap kepatuhan pelaporan bahaya. Pekerja yang menyatakan sikap
rekan kerja kurang mendukung memiliki risiko 9,070 kali tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya. Oleh sebab itu, rasa sungkan pekerja untuk
menegur dan berkomunikasi pada rekan kerja maupun atasan ketika
melihat terdapat perilaku tidak aman harus segera diminimalisir.
Upaya untuk mengurangi rasa sungkan dalam berkomunikasi dan
menegur dapat dilakukan dengan mengadakan diskusi dalam forum atau
126
meeting yang dapat dilakukan satu kali seminggu untuk membiasakan
komunikasi dua arah antara teman maupun dengan atasan dan
mengurangi rasa sungkan pada pekerja dalam mengintervensi ketika
melihat perilaku tidak aman. Diperkuat oleh penelitian Cooper (2007)
yang menyatakan bahwa salah satu kriteria yang sangat penting bagi
pelaksanaan program behavior safety adalah umpan balik, yang dapat
berbentuk umpan balik verbal atau komunikasi yang langsung diberikan
saat mengintervensi dan umpan balik berupa briefing. Selain itu untuk
mengurangi rasa sungkan pada pekerja dapat dilakukan dengan
mengadakan kegiatan kumpul bulanan bersama pekerja yang bertujuan
untuk menciptakan suasana lingkungan kerja lebih akrab serta dukungan
dari rekan kerja dapat semakin menguat. Kegiatan yang bisa dilakukan
adalah makan siang bersama.
4. Hubungan antara Pengaruh Penghargaan dengan Kepatuhan
Pelaporan Bahaya
Penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada
individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan
memelihara perilaku atau tindakan yang diharapkan (Geller, 2001).
Pekerja yang memiliki penilaian bahwa penghargaan tidak memadai dapat
cenderung untuk berperilaku ke arah yang tidak aman (Marettia, 2011).
PT Pelita Air Service menyediakan penghargaan untuk memotivasi
setiap pekerja dalam meningkatkan keselamatan dan budaya pelaporan
bahaya. Persyaratan penerima penghargaan adalah setiap pekerja
melaporkan minimum empat Hazard Report atau Safety Observation Form
127
atau kombinasi keduanya, dalam satu bulan selama tiga bulan berturut-
turut. Penghargaan berbentuk hadiah dan dilengkapi dengan sertifikat yang
diberikan kepada pekerja satu tahun sekali. Berikut adalah contoh
sertifikat yang diterima pekerja, seperti pada gambar 6.1:
Gambar 6.1
Sertifikat Safety Awards
Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang menyatakan ada
pengaruh dari penghargaan berjumlah 62,5%. Meskipun demikian, masih
ada yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari penghargaan yaitu
sebesar 37,5%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Anugraheni
(2003) di PT Toyota Astra Motor Jakarta jumlah pekerja yang
menyatakan bahwa pengaruh penghargaan kurang lebih banyak yaitu
sebesar 75,3%. Sedangkan, penelitian Asril (2003) di PT Apexindo
Pratama Duta Tbk menyatakan bahwa jumlah pekerja yang menyatakan
tidak butuh penghargaan lebih sedikit yaitu 4,65%. Hasil penelitian
Marettia (2011) di PT SIM Plant Tambun II memiliki hasil yang hampir
128
serupa dengan penelitian ini, dimana jumlah pekerja yang menyatakan
pengaruh penghargaan baik sebesar 41%.
Selain itu, hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa pekerja yang
berpendapat penghargaan tidak ada pengaruh lebih banyak yang tidak
patuh dalam melakukan pelaporan bahaya (90,2%) daripada pekerja yang
berpendapat penghargaan ada pengaruh (71,8%). Hasil uji chi-square
menunjukkan bahwa pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari
penghargaan memiliki risiko sebesar 3,620 kali untuk tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya pula. Namun besarnya risiko tersebut
berbeda-beda untuk setiap individu, pekerja yang menyatakan bahwa tidak
ada pengaruh dari penghargaan dalam penelitian ini memiliki risiko untuk
tidak patuh dalam pelaporan bahaya mulai dari 1,284-10,208 kali
dibandingkan dengan pekerja yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari
penghargaan.
Hasil penelitian menemukan adanya perbedaan yang bermakna
antara pengaruh penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya.
Dengan demikian, hipotesis terbukti dengan ditemukan adanya perbedaan
yang bermakna antara penghargaan dengan kepatuhan pelaporan bahaya.
Penelitian Anugraheni (2003) juga bisa membuktikan hipotesis dari teori
Geller (2001) dengan Pvalue 0,055 menyatakan bahwa ada hubungan
bermakna antara sanksi dan penghargaan dengan perilaku pekerja dalam
melaksanakan STOP 6.
Hubungan bermakna antara pengaruh penghargaan dengan
kepatuhan pelaporan bahaya terjadi karena ketika penghargaan digunakan
129
dengan baik dan sebagai mestinya, penghargaan dapat memberikan
manfaat yang besar kepada setiap orang karena penghargaan dapat
menumbuhkan motivasi, membentuk perasaan percaya diri, pengendalian
diri, optimisme, dan rasa memiliki pada diri pekerja (Halimah, 2010).
Perbedaan hasil penelitian ini, mungkin terjadi karena perbedaan
karakteristik pekerjaan yang dilakukan pekerja itu sendiri dan sistem
penghargaan pada tiap perusahaan serta kondisi setiap individu yang
berbeda-beda dalam melihat manfaat dari penghargaan. Penghargaan dapat
memberikan motivasi pada pekerja untuk patuh dalam melakukan
pelaporan bahaya. Didukung oleh teori Geller (2001) bahwa penghargaan
merupakan konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau
kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan, mendukung dan
memelihara perilaku yang diharapkan. Sejalan dengan itu, menurut
Mangkunegara (2005) imbalan yang diberikan kepada pekerja sangat
berpengaruh terhadap motivasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pelaporan bahaya
dipengaruhi oleh pengaruh penghargaan. Pekerja yang tidak patuh
melakukan pelaporan bahaya menyatakan bahwa tidak ada pengaruh dari
penghargaan. Oleh karena itu, sebaiknya memasukkan pengisian
pelaporan bahaya yang dilakukan pekerja sebagai unsur penilaian Key
Performance Indicator (KPI). Setiap pengisian satu lembar kartu
pelaporan bahaya maka akan dilipatgandakan sesuai banyaknya pengisian
yang dilakukan pekerja dan menjadi penambahan gaji pada pekerja yang
130
telah mengisi sebagai upaya peningkatan motivasi pekerja untuk
melakukan kegiatan pelaporan bahaya.
Menurut Mangkunegara (2005), imbalan yang diberikan kepada
pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Oleh karena itu pimpinan
perlu membuat perencanaan pemberian imbalan dalam bentuk uang yang
memadai agar pekerja terpacu motivasinya dan melakukan tindakan aman
berupa kegiatan pelaporan bahaya. Menurut penelitian Edmin Locke
(1980) dalam Mangkunegara (2005), menyebutkan bahwa imbalan berupa
uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pekerja.
Serta perlu diterapkan adanya hukuman (punishment) ketika
pekerja tidak melakukan observasi pelaporan bahaya dalam setahun agar
pekerja lebih patuh dalam mengobservasi perilaku maupun kondisi tidak
aman yang pekerja temui di tempat kerja. Hukuman merupakan
konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat
dari perilaku yang tidak diharapkan (Geller, 2011).
131
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136 pekerja di
PT Pelita Air Service tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa:
1. Pekerja yang tidak patuh dalam melakukan pelaporan bahaya lebih
banyak yaitu berjumlah 107 pekerja (78,7%).
2. Gambaran faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap
bahaya) adalah sebagai berikut:
a. Rata-rata usia pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 43 tahun.
b. Rata-rata masa kerja pekerja di PT Pelita Air Service yaitu 19
tahun.
c. Sebagian besar pekerja memiliki sikap negatif yaitu berjumlah 72
pekerja (52,9%).
d. Sebagian besar pekerja memiliki persepsi negatif terhadap bahaya
yaitu berjumlah 80 pekerja (58,8%).
3. Gambaran faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan keselamatan,
respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh penghargaan)
adalah sebagai berikut:
a. Sebagian besar pekerja memiliki frekuensi paparan pelatihan
keselamatan yang jarang yaitu berjumlah 112 pekerja (82,4%).
b. Sebagian besar pekerja menyatakan ada respon pihak pengawas
yaitu berjumlah 96 pekerja (70,6%).
132
c. Sebagian besar pekerja memiliki pendapat bahwa sikap rekan
kerja mendukung yaitu berjumlah 91 pekerja (66,9 %).
d. Sebagian besar pekerja memiliki pendapat bahwa ada pengaruh
penghargaan lebih banyak yaitu berjumlah 85 pekerja (62,5%).
4. Hubungan antara faktor internal (usia, masa kerja, sikap, persepsi
terhadap bahaya) dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah sebagai
berikut:
a. Tidak ada hubungan antara usia dengan perilaku pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
b. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
c. Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
d. Ada hubungan antara persepsi terhadap bahaya dengan perilaku
pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT
Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan
Tahun 2015.
5. Hubungan antara faktor eksternal (frekuensi paparan pelatihan
keselamatan, respon pihak pengawas, sikap rekan kerja, pengaruh
penghargaan) dengan kepatuhan pelaporan bahaya adalah sebagai
berikut:
133
a. Tidak ada hubungan antara frekuensi paparan pelatihan
keselamatan dengan perilaku pelaporan bahaya pada pekerja
teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service area kerja
Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
b. Tidak ada hubungan antara respon pihak pengawas dengan
perilaku pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance
di PT Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang
Selatan Tahun 2015.
c. Ada hubungan antara sikap rekan kerja dengan perilaku pelaporan
bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air
Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015.
d. Ada hubungan antara pengaruh penghargaan dengan perilaku
pelaporan bahaya pada pekerja teknisi unit maintenance di PT
Pelita Air Service area kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan
Tahun 2015.
B. Saran
1. Bagi PT Pelita Air Service
a. Dilakukan pembuatan safety instruction baru sehingga dapat
dikomunikasikan dan disosialisasikan segera kepada pekerja
mengenai target pelaporan bahaya tahun 2015 bahwa setiap orang
wajib mengisi minimal 1 kartu/tahun.
134
b. Dilakukan sosialisasi prosedur pemantauan perilaku pelaporan
bahaya dan proses pelaksanaan pelaporan bahaya yang benar.
Selain itu, perlu adanya umpan balik khusus pada kegiatan safety
morning atau tips-tips keselamatan di papan pengumuman untuk
mengkomunikasikan temuan observasi yang dapat berisiko fatal
sehingga kecelakaan kerja dapat dicegah secara dini.
c. Pemberian reward dapat dilakukan dengan memasukkan pengisian
pelaporan bahaya yang dilakukan pekerja sebagai unsur penilaian
Key Performance Indicator (KPI), dimana disetiap lembar kartu
pelaporan bahaya yang diisi oleh pekerja akan dikalikan sesuai
banyaknya pengisian yang dilakukan pekerja dan menjadi
penambahan gaji pada pekerja.
d. Pengawasan dari safety officer sebaiknya dilakukan rutin baik
pengawasan pada pekerja maupun pengawasan sarana pendukung.
Pengawasan dari safety officer sebaiknya juga mengandung unsur
partisipastif dari pekerja serta sosialisasi program dilakukan rutin
setiap hari dalam safety morning agar pekerja bisa selalu diingatkan
mengenai pentingnya program.
e. Sebaiknya manajemen memberikan pelatihan-pelatihan lain
mengenai dasar-dasar keselamatan dan kesehatan kerja terlebih
dahulu agar pekerja sudah mengerti pentingnya keselamatan
sehingga pelaksanaan kegiatan pelaporan bahaya dapat terlaksana
dengan baik.
135
f. Komitmen manajemen sebaiknya tidak hanya membuat program,
tetapi juga terlibat dalam setiap pelaksanaannya untuk dapat
menumbuhkan sikap positif para pekerja.
g. Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah box dan penyesuaian
jenis kartu pelaporan bahaya di setiap wilayah yang memiliki
potensi terjadinya bahaya seperti pada setiap hangar dan tempat
istirahat.
h. Diterapkan sistem hukuman (punishment) ketika pekerja tidak
melakukan kegiatan pelaporan bahaya dalam setahun agar pekerja
lebih patuh dalam mengobservasi perilaku maupun kondisi tidak
aman yang pekerja temui di tempat kerja.
2. Bagi Pekerja PT Pelita Air Service
a. Sebaiknya pekerja juga melakukan kegiatan pelaporan bahaya
untuk mencegah terjadinya kecelakaan tidak hanya di area kerja,
tetapi juga dilakukan di sekitar jalan area kerja, asrama dan kantin.
b. Ketika pekerja menemukan bahaya secara tidak sengaja, agar tidak
lupa sebaiknya pekerja menuliskan temuan terlebih dahulu pada
sebuah kertas atau gadget selanjutnya baru menuliskan pada kartu
pelaporan bahaya.
136
c. Dilakukan diskusi dalam forum atau meeting yang dapat dilakukan
seminggu sekali serta mengadakan kegiatan kumpul bulanan
bersama pekerja yang bertujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan kerja lebih akrab, membiasakan pekerja berkomunikasi
dua arah dan tidak sungkan untuk menegur teman dalam
mengintervensi saat melakukan kegiatan pelaporan bahaya serta
dukungan dari rekan kerja dapat semakin kuat. Kegiatan bulanan
yang bisa dilakukan adalah makan siang bersama.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Melakukan penelitian mengenai perilaku pelaporan bahaya sampai
kepada melihat pengaruh perilaku pelaporan bahaya terhadap
kejadian kecelakaan.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel
lain yang diduga berhubungan dengan perilaku pelaporan bahaya
yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini.
137
DAFTAR PUSTAKA
Al Faris, Iqbal, dkk. 2014. Pengaruh Perilaku Tenaga Kerja dan Lingkungan
Kerja yang Dimoderasi Faktor Pengalaman Kerja dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Kecelakaan Kerja Konstruksi Di Surabaya. Seminar Nasional X –
2014 Teknik Sipil ITS. Surabaya. ISBN 978-979-99327-i-257
Anugraheni, Titani Suci Novemiawati. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Pekerja dalam Melaksanakan Program Safety Toyota ―0‖
Accident Project (STOP 6) Di Stamping Tools Division – Sunter II Plant
PT Toyota Astra Motor Jakarta–2003. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
Asril. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pekerja PT
Apexindo Pratama Duta Tbk Dalam Mengisi Kartu Pengamatan
Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan (HSE Observation Card) Di
Bojonegara Yard dari Bulan Desember 2002-Juni 2003. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Attwood, Daryl, dkk. 2006. Occupational accident model-Where have we been
and where are we going?. Journal of Loss Prevention in the Process
Industries, 19, 664-682
Azwar, S. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar:
Jakarta
Balmforth, K. dan Gardner, D. 2006. Conflict and Facilitation between Work
and Family: Realizing the Outcomes for Organizations.
New Zealand Journal of Psychology, 35
Bateman, Gemma. 2009. Employee Perceptions of Co-Worker Support and Its
Effect on Job Satisfaction, Work Stress and Intention to Quit. Department of
Psychology. University of Canterbury
Bird, Frank E, dkk, 1996. Loss Control Management: Practical Loss Control
Leadership. Det Norske Veritas (USA), Inc, 4th edition
Byrd, Herbert. 2007. A Comparison of Three Well Known Behavior Based Safety
Programs: DuPont STOP Program, Safety Performance Solutions and
Behavioral Science Technology. Thesis. Rochester Institute of Technology.
BPJS, 2014. Laporan Tahunan BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2013.
Cahayani, Dewi. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Tidak
Aman pada Pekerja Pabrik Billet Baja PT Krakatau Stell, Cilegon, Jawa
Barat Tahun 2004. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
138
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2008. Hazard Reporting
For Employee. Canada. Diakses pada 20 Mei 2015 dari
http://www.ccohs.a/oshanswers/hsprograms/report.html
CDC. 2014. Traumatic occupational injuries. Centers for diasease control and
prevention. Diakses pada 10 maret 2015 dari
http://www.cdc.gov/niosh/injury/
Cooper, Dominic. 2007. Behavioral Safety Approaches. CEO BSMS Inc,
Franklin. USA.
Cooper, Dominic. 2009. Behavioral Safety A Framework for success. Indiana:
BSMS Inc.
Di Lorio, Colleen Konicki. 2005. Measurement In Health Behavior, Methods for
Research and Education. Jossey-Bass: A Wiley Imprint 989 Market Street,
San Francisco
Direktorat Jendral Perhubungan Udara. 2009. Petunjuk dan Tata Cara
Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System)
Operasi Bandar Udara, Bagian 139-01 (Advisory Circular 139-01, Airport
Safety Management System). Departemen Perhubungan.
Demak, Denisa Listy Kiay. 2014. Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja
Pada Perawat Di RS Islam Asshobirin Tangerang Selatan Tahun 2013.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Environmental Health and Safety Carleton University. 2009. Hazard
Identification and Reporting. Ottawa, ON, K1S 5B6. Diakses pada 15 Mei
2015 dari http://carleton.ca/ehs/programs/working-workshop/hazard-
reporting/
Ernawati, Oktavia Dwi. 2009. Inspeksi K3 Terhadap Potensi Bahaya Kecelakaan
di Tempat Kerja di PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang
Semarang. Program Diploma III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Fausiah, Masyitha Muis, dkk. 2013. Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, Dan
Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Intensi Pekerja Untuk Berperilaku K3
Di Unit PLTD PT PLN (Persero) Sektor Tello Wilayah Sulselbar.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Universitas Hasanudin. Makassar
Fox, S. dan Spector, P. 2005. Counterproductive Work Behavior: Investigations of
Actors and Targets. Washington, DC: American Psychological Association
Geller, E. S. 2005. Behavior-Based Safety and Occupational Risk. Management in
Behavior Modification, Vol. 29, No. 3, 539-561. Sage Publication.
139
Geller, E.S. 2001. The Physcology Of Safety Handbook. Lewis Publisher. Boca
Raton London. New York Washington, D.C
Griffiths, A. 2003. Work organization and stress. Switzerland: WHO
Green, Lawrence W, dkk. 2000. Health Promotion Planning An Educational and
Environment Approach. Second Edition. Mayfield Publishing Company.
Toronto, London
Gunawan, F.A. 2013. Safety Leadership Kepemimpinan Keselamatan Kerja.
Jakarta, Dian Rakyat.
Hadiyani, Martha Indah, dkk. 2010. Perbedaan Komitmen Organisasi ditinjau
dari Masa Kerja Pekerja. Prosiding Seminar Nasional Peran Budaya
Organisasi Terhadap Efektivitas dan Efisiensi Organisasi
Halimah, Siti. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Pekerja
di PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hargiyarto, Putut, dkk. 2008. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Pencegahan Kecelakaan Kerja bagi Guru dan Teknisi SMK
Muhammadiyah 3 Yogyakarta: Pengabdian Pada Masyarakat.
Haryanto, Syahmuddin, dkk. 2007. Akutansi Sektor Publik Edisi Pertama. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang
Hayati. 2004. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan
Terhadap Pelaksanaan Standar Operating Procedure pada Pekerja di
Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia
Healthy Working Lives. 2014. Recording and Reporting Accidents, Ill Health and
Near Misses. Diakses pada 25 April 2015 dari
http://www.healthyworkinglives.com/advice/Legislation-and-
policy/Workplace-Health-and-Safety/recording-reporting-accidents
Helda. 2007. Hubungan Karakteristik Tenaga Kerja dan Faktor Pekerjaan
Dengan Kecelakaan Kerja di Perusahaan Meuble Kayu Kelurahan Oesapa
Kota Kupang. MKM Vol. 02 No. 01 Juni 2007
Hikmat, Pascalis Guntur. 2009. Analisis Hubungan Iklim Keselamatan Kerja dan
Perilaku Aman Dalam Bekerja Pada Proyek Konstruksi. Program Studi
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Human Resources and Skills Development Canada. 2013. A Guide to the
Investigation and Reporting of Hazardous Occurrences. Diakses pada 10
April 20 15 dari
http://www.labour.gc.ca/eng/health_safety/pubs_hs/hoir_guide.shtml.
140
Idirimanna, Jayawardena. 2011. Factors Affecting The Health And Safety
Behavior Of Factory Workers. 11th Global Conference on Business &
Economics. Manchester Metropolitan University, UK. ISBN: 978-0-
9830452-1-2.
Iqbal, Mochammad M.S. 2014. Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) pada Pekerja Di Departemen Metalforming
PT Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014. Peminatan Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2014
Irliyanti, Ayu dan Dwiyanti, Endang. 2014. Analisis Perilaku Aman Tenaga Kerja
Menggunakan Model Perilaku ABC (Antecedent Behavior Consequence).
The Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health, Vol. 3, No. 1
Jan-Jun 2014:94-106
Irwansyah, Riki. 2010. Pengaruh Variabel Individual,Keorganisasian Dan
Psikologikal terhadap Perilaku Kerja Pekerja PT Indofood Sukses Makmur
Tbk. Cabang Medan, Tj. Morawa. Universitas Sumatera Utarafakultas
Ekonomi Program Strata-1 Medan.
Jayatri, Enda Agus. 2014. Faktor Individu dan Faktor Pembentuk Budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dengan Perilaku K3 di Unit
Operational PT Bukit Asam (Persero) Tbk UPTE Tahun 2014. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Karyani. 2005. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Perilaku Aman (safe
behavior) di Schlumberger Indonesia Tahun 2005. Tesis. FKM UI Depok
Kurniawan, Bina, dkk. 2006. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Praktik
Penerapan Prosedur Keselamatan Kerja di PT Bina Buna Kimia Ungaran.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 1 / No. 2 / Agustus 2006.
Kusuma, Ibrahim Jati. 2011. Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Pekerja PT Bitratex Industries Semarang. Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang
Langford, Peter H, Parkes. 2008. Work-life Balance or Work-life Alignment?: a
Test Of The Importance of Work-life Balance for Employeee Engagement
and Intention to Stay in Organisations. Volume 14 Issue 3. Journal of
Management and Organization.
Larasati, Karina. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Pekerja Konstruksi Terhadap Peraturan dan Program Keselamatan Kerja
pada Proyek Apartemen The Residences At Dharmawangsa 2, Jakarta
Selatan, Tahun 2011. S1. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia
141
Larasati, Nadia Enfika. 2011. Perbedaan Sikap Terhadap Alasan Merokok Pada
Remaja Yang Konfom dan Remaja yang Tidak Konform Dio Pondok
Pesantren Miftahul Huda Kota Malang. Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Malang.
Marettia, Argihta. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pelaksanaan Program STOP di PT X Indonesia Tahun 2011. S1. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Marlia, Elfina. 2007. Pengaruh Program Pendidikan dan Pelatihan Terhadap
Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Inti (PERSERO) Bandung. Skripsi.
Fakultas Bisnis Dan Manajemen Universitas Widyatama.
Maulana, Thernando. 2009. Analisa Perilaku Kerja Pekerja di De Boliva
Surabaya Town Square. Manajemen Perhotelan, Universitas Kristen Petra,
Surabaya, Indonesia.
Mangkuprawira, Sjafri. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik.
Jakarta. Ghalia Indonesia
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Bandung : Penerbit
PT Refika Aditama
Nasrullah, Mohammad dan Suwandi, Tjipto. 2014. Hubungan Antara Knowledge,
Attitude, Practice Safe Behavior Pekerja Dalam Upaya untuk Menegakkan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Noviandry, Ilham. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Pekerja Dalam Penggunaan APD pada Industri Pengelasan Informal di
Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Novia, Dwi Reguning. 2012. Pelaksanaan Pelatihan dan Pengembangan
Pekerja di Koperasi Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Periode
2010-2011. S1 Thesis. Universitas Negeri Yogyakarta.
142
Novraswinda, Susryandini. 2015. Kepatuhan Penggunaan APD Pada Pekerja
Radiasi di Unit Radiologi Diagnostik. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia
Nurhayati, Afnu. 2009. Analisa Efektifitas Pelaksanaan Program Safety Pro-
Active Activity di PT Astra Daihatsu Motor - Assembly Plant Jakarta Utara.
Program D-III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja. Universitas Sebelas
Maret Surakarta
OHSAS 18001:2007. Persyaratan Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja
Park, J. dan Jung, W. 2003. The operatorsʹ non compliance next term behavior
to conduct emergency operating procedures—comparing with the previous
termwork experiencenextterm and the complexity of procedural steps.
Reliability Engineering & System Safety, 82
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012. Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta
Pratiwi, Shinta Dwi. 2009. Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak Aman pada
Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT Waskita Karya Proyek
Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olahraga (GOR) Boker,
Ciracas, Jakarta Timur 2009. Skripsi. Depok: FKMUI.
Prasetyoningtyas, Ari Anggarani Winadi. 2011. Pentingnya Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Pekerja.
Forum Ilmiah Volume 8, Nomor 3 September 2011.
Putra, Yanuar Surya dan Mulyadi, Hari. 2010. Pengaruh Faktor Job Demand
Terhadap Kinerja Dengan Burnout Sebagai Variabel Moderating Pada
Pekerja Bagian Produksi PTTripilar Betonmas Salatiga.
Pelita Air Service. 2015. Jakarta. PT. Pelita Air Service http://www.pelita-
air.com/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=48&Itemid=5
7 diakses pada 4 Mei 2015
Ragain, Phillip, dkk. 2011. A Study of Safety Intervention: The Causes and
Consequences of Employees’ Silence. EHS Today Vol. 4 Issue 7, Juli 2011.
Ramdayana. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan
Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. Skripsi
Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
1800. Jakarta. Dian Rakyat.
143
Riyadi, Selamat. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Pekerja Operator Departemen Produksi dalam Mengikuti Prosedur Operasi
di PT Peni Cilegon Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
Robbins, P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima. Erlangga :
Jakarta
Rofik, Ainur. 2012. Sarana dan Prasarana Kantor. Universitas Negeri Malang,
Jawa Timur, Indonesia.
Roughton, James E. 2002. Developing an Effective Safety Culture : A Leadership
Approach. Butterworth–Heinemann: Boston Oxford Auckland
Johannesburg Melbourne New Delhi
Ruhyandi dan Candra, Evi. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Kepatuhan Penggunaan APD Pada Pekerja Bagian Press Shopdi
PT Almasindo II Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. Jurnal Kesehatan
Kartika Stikes A. Yani
Safety Observation Program And Pre Task Planning Guideline. 2011. Version 4
July 2011. Intel
Sanusi, Azwar. 2012. Pengaruuh Motivasi Kerja dan Iklim Komunikasi
Organisasi Terhadap Komitmen Keorganisasian Pegawai Arsip Nasional
Republik Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi
Magister Ilmu Komunikasi. Universitas indonesia.
Saputra, Aprian Een. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Aman Pengemudi Dump Truck PT X District MTBU Tanjung Enim,
Sumatera Selatan Tahun 2008. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
Septiano, Sidria. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pekerja
Harian Bidang Konstruksi Terhadap Peraturan Keselamatan Perusahaan
di Kujang 1B Project Tahun 2004. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
Shiddiq, Sholihin, dkk. 2013. Hubungan Persepsi K3 Pekerja Dengan Perilaku
Tidak Aman Di Bagian Produksi Unit IV PT Semen Tonasa Tahun 2013.
Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar
Silalahi, Lidya. 2012. Hubungan Pelaksanaan Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Pada PT Chevron
Pacific Indonesia Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Straughen, Mike, dkk. 2001. A Practical Guide for Behavioural Change in the Oil
and Gas Industry. STEP Change.
144
Susanti, Sri. 2013. Peran Pekerjaan, Peran Keluarga dan Konflik Pekerjaan
Pada Perawat Wanita. Jurnal Psikologi Indonesia Mei 2013, Vol. 2, No. 2,
hal 183 – 190
Susilowati, Ika Rahma. 2014. Interval Recording. Diakses pada 2 November 20
15 dari http://ikarahma.lecture.ub.ac.id/files/2014/05/Interval-
Recording.pdf
Suryatno. 2012. Evaluasi Implementasi Kartu Observasi Bahaya. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Syaaf, Fathul Masruri. 2008. Analisis Perilaku Berisiko (At Risk behaviour) pada
Pekerja Unit Usaha Las Sektor Informal di kota X Tahun 2008. Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia
Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.Surakarta:Harapan Press
Utami, Dwi Pratiwi. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku
Aman (Safe Behavior) Pekerja Departemen Operasi II PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya
Wardani, Atika Kusuma. 2012. Faktor Kepribadian dan Organizational
Citizenship Behavior Pada Polisi Pariwisata. Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. Jurnal Humanitas, Vol. IX No.2 Agustus 2012.
Wibisono, Bayu. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Tambang Pasir Gali Di Desa Pegiringan
Kabupaten Pemalang Tahun 2013. Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
2013
Winardi. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Cetakan kedua. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta.
WSH Concil. 2014.WHS Guide to Behavioural Observation and Intervention.
Zubaedah, Siti. 2009. Evaluasi Implementasi Program Observasi Keselamatan di
Service Departement PT Trakindo Utama (PTTU) Cabang Jakarta Tahun
2009. S1. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
145
Lampiran 1 Legalitas Penelitian
146
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN
PELAPORAN BAHAYA PADA PEKERJA TEKNISI UNIT
MAINTENANCE DI PT PELITA AIR SERVICE AREA KERJA PONDOK
CABE, TANGERANG SELATAN TAHUN 2015
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Saya Dwi Nurvita mahasiswa semester 8 peminatan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya akan melakukan penelitian mengenai
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada
Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok
Cabe, Tangerang Selatan Tahun 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pelaporan bahaya pada
pekerja teknisi unit maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe,
Tangerang Selatan Tahun 2015.
Saya memohon kesediaan saudara menjadi pekerja dalam penelitian ini dan
memberikan informasi mengenai kepatuhan, usia, masa kerja, sikap, persepsi terhadap
bahaya, frekuensi paparan pelatihan keselamatan, penghargaan, respon pihak pengawas
dan sikap rekan kerja. Semua informasi yang saudara berikan, terjamin kerahasiaannya.
Kejujuran saudara dalam menjawab setiap pertanyaan sangat diharapkan demi kevalidan
dan kebenaran data.
Setelah saudara membaca maksud dan tahapan penelitian di atas, maka saya
mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini sebagai persetujuan. Demikian
lembar persetujuan ini saya buat. Atas perhatian dan kerjasama saudara, saya ucapkan
terimakasih.
Contact Person : 0815174441641 (Dwi Nurvita)
No. Pekerja (Diisi Oleh Peneliti):
Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi partisipan dalam
penelitian dan bersedia mengisi kuesioner dengan tanpa paksaan
Jakarta, September 2015
Partisipan
( )
147
PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah setiap pertanyaan dan setiap pilihan jawaban dengan seksama
2. Isilah setiap pertanyaan pada kolom jawaban yang tersedia
3. Beri tanda ceklis (√) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia untuk tipe
pertanyaan dengan skala Sangat Tidak Setuju / Tidak Setuju / Setuju / Sangat
setuju / Sangat Sangat Setuju / ataupun Sering Terjadi/ Mungkin Terjadi /Tidak
Mungkin Terjadi serta Tidak Pernah/ Sangat Jarang/ Kadang-kadang / Sering/
Sangat Sering/ Setiap saat
4. Beri tanda silang (x) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia untuk tipe
pertanyaan pilihan ganda a, b,c, d atau e
IDENTITAS DIRI IR1 Nama Lengkap
IR2 No. Handphone
IR3 Departemen
A. INFORMASI PRIBADI
No Pertanyaan Jawaban
A1 Tanggal Lahir
A2 Tahun berapa saudara mulai bekerja di PT Pelita Air Service?
A5. SIKAP
Pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan pengisian kartu pelaporan
bahaya selama beberapa bulan terakhir. Isilah dengan memberi tanda ceklis (√)
pada kolom pilihan sesuai dengan kepedulian saudara terhadap program.
STS :Sangat tidak setuju TS :Tidak Setuju
S : Setuju SS :Sangat setuju
No Pertanyaan STS TS S SS
1 Saudara setuju mengenai adanya kegiatan pelaporan
bahaya dalam rangka pencegahan kecelakaan kerja
2 Saudara setuju jika sesama pekerja harus saling
mengingatkan kepada rekan kerja dan melakukan
tindakan perbaikan langsung bila menemukan perilaku
tidak aman
3 Saudara setuju jika pekerja boleh tidak melaporkan
adanya perilaku tidak aman dan tidak melakukan
tindakan perbaikan pada perilaku tersebut
4 Saudara setuju bahwa setiap perilaku aman maupun
tidak aman dilaporkan pada kartu pengamatan
pelaporan bahaya (Hazard Report and Safety
Observation Report)
148
5 Saudara setuju jika pada saat melaporkan bahaya
harusmencantumkan nama seseorang yang sedang
diamati dalam pelaporan perilaku tidak aman
6 Saudara setuju jika ketika mengisi kartu pelaporan
bahaya harus secara lengkap (termasuk melakukan
perbaikan langsung dan menuliskan feed back)
A6. PERSEPSI TERHADAP BAHAYA
Berikut adalah bahaya-bahaya yang muncul di lingkungan kerja,
khususnya pada Area Kerja Hangar. Isilah dengan memberi tanda ceklis (√)
pada kolom salah satu pilihan, apakah bahaya dibawah ini berpotensi
menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan pada saudara dan
lingkungan saudara.
No Jenis Bahaya Sering
Terjadi
Mungkin
Terjadi
Tidak Mungkin
Terjadi
1 Posisi tubuh tidak benar / postur janggal
2 Kebisingan
3 Terjatuh, tertimpa, tergores
4 Iritasi mata dan iritasi kulit akibat bahan
kimia
5 Kebakaran
C1. FREKUENSI PAPARAN PELATIHAN KESELAMATAN
Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia
sesuai dengan yang telah saudara lakukan
1. Berapa kali saudara mengikuti pelatihan mengenai pelaporan bahaya yang
diselenggarakan oleh perusahaan dalam setahun?
a. Tidak pernah
b. 1 kali setahun
c. 2 kali setahun
d. <2 kali setahun
2. Materi mana yang saudara dapatkan saat mengikuti pelatihan mengenai
pelaporan bahaya yang diadakan diperusahaan? (Beri tanda silang (x) pada
salah satu pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan yang saudara ingat)
MATERI JAWABAN
a Teori Pencegahan Kecelakaan a. Ya b. Tidak
b Jenis Form yang tersedia a. Ya b. Tidak
c Tahapan pengisian Form a. Ya b. Tidak
d Perilaku dan Kondisi tidak aman a. Ya b. Tidak
e Dampak pelaporan bahaya tidak
dilakukan a. Ya b. Tidak
149
C2. PENGARUH PENGHARGAAN
Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia
sesuai dengan pendapat saudara
1. Apakah saudara membutuhkan adanya penghargaan dari pihak perusahaan
untuk meningkatkan partisipasi dalam pengisian kartu pelaporan bahaya?
a. Butuh
b. Tidak butuh
2. Menurut saudara, bagaimana kegunaan penghargaan tersebut?
a. Bermanfaat
b. Biasa saja
c. Tidak bermanfaat
C3. RESPON PIHAK PENGAWAS
Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia
sesuai dengan pendapat saudara
1. Apakah pengawas menyediakan fasilitas umpan balik (feed back) untuk
pekerja?
a. Hanya menyediakan fasilitas umpan balik setahun sekali
b. Menyediakan fasilitas umpan balik jika diminta
c. Menyediakan fasilitas umpan balik secara teratur setiap bulan
d. Menyediakan fasilitas umpan balik yang spesifik dalm rentang waktu 2
minggu
2. Apakah reaksi pengawas dalam menerima umpan balik (feedback) dari
pekerja?
a. Reaksi negatif pada umpan balik yang diterima
b. Reaksi positif pada umpan balik yang diterima
c. Menerima umpan balik dan melakukan perubahan
d. Mencoba mengumpulkan umpan balik dari orang banyak
3. Apakah pengawas menyampaikan isu keselamatan pada pekerja?
a. Jarang menginformasikan tentang isu keselamatan pada pekerja
b. Kadang kadang menginformasikan isu keselamatan pada pekerja
c. Menginformasikan isu keselamatan secara teratur dalam rapat
d. Menyediakan informasi terbaru dan relevan secara efektif
150
C4. SIKAP REKAN KERJA
Pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan sikap rekan kerja dalam pengisian
kartu pelaporan bahaya. Isilah dengan memberi tanda ceklis (√) pada kolom pilihan
sesuai dengan keadaan saudara dalam tiga bulan terakhir.
No Pertanyaan Tidak
Pernah
Sangat
Jarang
Kadang-
kadang
Sering Sangat
Sering
Setiap
saat
1 Rekan kerja saudara setuju dan mendukung
tentang adanya kegiatan pelaporan bahaya di
tempat kerja
2 Rekan kerja saudara menunjukkan kepedulian
dengan memberi informasi dan masukan dalam
pelaksanaan pelaporan bahaya
3 Rekan kerja saudara bersimpatik dan
memberikan nasehat ketika anda bertindak tidak
aman
4 Rekan kerja saudara sangat membantu dalam
memberikan umpan balik dan pemahaman dari
yang saudara lakukan
151
Lampiran 3 Form studi dokumen
FORM PERILAKU PELAPORAN BAHAYA PERIODE 2014-2015
Tujuan : Untuk mengetahui perilaku pelaporan bahaya pekerja teknisi unit maintenance
D. Perilaku Pelaporan Bahaya
NOMOR RESPONDEN PADA FRAME SAMPLING
Ket
No Indikator Kriteria
1. Pengisian Form
(Safety Observation
Form)
Nama pekerja terdapat di
dokumen safety report ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
2. Pengisian Form
(Hazard Report)
Nama pekerja terdapat di
dokumen safety report ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Catatan : ______________________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________________
152
Lampiran 4 Uji Validitas dan Reabilitas
Uji Validitas dan Reabilitas (Skala Likert)
No Variabel Koefisien
Cronbach
alpha
Rentang Kesimpulan (Validitas) Cronbach
alpha
keseluruhan
Kesimpulan
(Reabilitas)
1 Sikap 1 0,628 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
0,656
Keandalan
masih bisa
diterima
2 Sikap 2 0,622 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
3 Sikap 3 0,597 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
4 Sikap 4 0,608 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
5 Sikap 5 0,703 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
6 Sikap 6 0,524 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
7 Persepsi 1 0,602 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
0,659
Keandalan
masih bisa
diterima
8 Persepsi 2 0,670 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
9 Persepsi 3 0,569 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
10 Persepsi 4 0,509 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
11 Persepsi 5 0,644 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
12 Pelatiahan 3a 0,707 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
0,775 Keandalan
tinggi
13 Pelatiahan 3b 0,685 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
14 Pelatiahan 3c 0,740 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
15 Pelatiahan 3d 0,761 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
16 Pelatiahan 3e 0,766 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
17 Persepsi
pengawasan 6 0,747 0,4-0,7
Validitas dapat diterima
0,703 Keandalan
tinggi
18 Persepsi
Pengawasan 7 0,674 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
19 Persepsi
Pengawasan 8 0,517 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
20 Persepsi
Pengawasan 9 0,713 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
21 Persepsi
Pengawasan 10 0,539 0,4-0,7
Validitas dapat diterima
22 Rekan kerja 1 0,884 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
0,853 Keandalan
tinggi
23 Rekan kerja 2 0,796 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
24 Rekan kerja 3 0,774 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
25 Rekan kerja 4 0,800 0,4-0,7 Validitas dapat diterima
153
Output Validitas Dan Reabilitas (Skala Likert)
SIKAP Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.656 .692 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
sikap 1 16.49 3.257 .344 .238 .628
sikap 2 16.63 3.123 .362 .306 .622
sikap 3 16.69 2.987 .437 .204 .597
sikap 4 17.11 3.104 .409 .232 .608
sikap 5 17.37 2.652 .265 .189 .703
sikap 6 16.86 2.714 .650 .486 .524
PERSEPSI BAHAYA
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.659 .646 5
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
persepsi 1 6.97 1.382 .427 .198 .602
persepsi 2 7.40 1.776 .249 .150 .670
persepsi 3 6.63 1.417 .493 .302 .569
persepsi 4 6.63 1.123 .587 .358 .509
persepsi 5 6.54 1.726 .326 .180 .644
MATERI PELATIHAN Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.775 .781 5
154
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
pelatihan 3a 5.40 1.894 .648 .433 .707
pelatihan 3b 5.20 1.635 .676 .604 .685
pelatihan 3c 5.11 1.751 .535 .532 .740
pelatihan 3d 5.40 2.071 .460 .346 .761
pelatihan 3e 5.17 1.852 .461 .367 .766
PERSEPSI PENGAWASAN 6 Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.703 .687 5
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
pengawasan 6 4.94 1.585 .204 .249 .747
pengawasan 7 4.89 1.339 .412 .548 .674
pengawasan 8 4.71 .975 .719 .614 .517
pengawasan 9 5.00 1.588 .289 .320 .713
pengawasan 10 4.91 1.139 .720 .554 .539
REKAN KERJA Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.853 .867 4
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
rekankerja 1 11.86 6.773 .566 .347 .884
rekankerja 2 12.23 6.711 .731 .546 .796
rekankerja 3 12.20 7.165 .806 .734 .774
rekankerja 4 12.14 7.420 .738 .697 .800
155
UJI VALIDITAS (BERBAGAI ALTERNATIF JAWABAN)
Melihat respon pekerja atas pertanyaan yang diberikan :
Pertanyaan
Pekerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
D U D U D U D U D U D U D U D U D U D U
Pelatihan1 √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Pelatihan2 √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Penghargaan1 √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Penghargaan2 √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Persepsi
Pengawasan1
√ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Persepsi
Pengawasan2
√ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Persepsi
Pengawasan3
√ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Persepsi
Pengawasan4
√ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Persepsi
Pengawasan5
√ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x √ x
Ket = D : Tidak membutuhkan durasi waktu lama untuk menjawab
U : Meminta pengulangan pembacaan soal
156
Lampiran 5 Hasil Studi Dokumen
FORM PERILAKU PELAPORAN BAHAYA PERIODE 2014-2015
Tujuan : Untuk mengetahui perilaku pelaporan bahaya pekerja teknisi unit maintenance
D. Perilaku Pelaporan Bahaya NOMOR RESPONDEN PADA FRAME SAMPLING
Ket
No Indikator Kriteria
1. Pengisian Form
(Safety Observation
Form)
Nama pekerja terdapat di
dokumen safety report 23 29 40 44 54 56 65 69 74 79 86 105 120 125 136
2. Pengisian Form
(Hazard Report)
Nama pekerja terdapat di
dokumen safety report 14 25 34 48 49 52 63 64 81 95 107 108 119 130
Catatan : ______________________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________________
157
STUDI DOKUMEN SAFETY REPORT (SAFETY OBSERVATION FORM)
1 2 3
158
4 5 6
159
7 8 9
160
10 11 12
161
13 14 15
162
STUDI DOKUMEN SAFETY REPORT (HAZARD REPORT)
16 17
163
18 19
164
20 21
165
22 23
166
24 25
167
26(Terdapat kartu yang belum diperbaharui) 27 28
168
29
169
Lampiran 6 Uji Normaltas
Variabel Mean Median Skewness Standar
Error
Hasil Keputusan Min Max
Usia 43,11 51,50 -0,409 0,208 -1,96 Normal 22 62
Masa Kerja 19,22 30,00 -1,81 0,208 -8,7 Normal 1 39
Sikap 18,59 18 -0,265 0,208 -1,2 Normal 12 24
Persepsi 11,31 11 0,182 0,208 0,87 Normal 8 15
Penghargaan 1,38 2 -0,810 0,208 -3,89 Normal 0 2
Persepsi Pengawasan 2 2 -0,594 0,208 -2,85 Normal 0 3
Rekan Kerja 14,76 14 0,669 0,208 3,2 Tidak Normal 9 24
Descriptives
Statistic Std. Error
umur Mean 43.11 1.179
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 40.78
Upper Bound 45.44
5% Trimmed Mean 43.29
Median 51.50
Variance 189.062
Std. Deviation 13.750
Minimum 22
Maximum 62
Range 40
Interquartile Range 28
Skewness -.409 .208
Kurtosis -1.590 .413
170
Descriptives
Statistic Std. Error
lama kerja Mean 19.22 1.217
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 16.81
Upper Bound 21.63
5% Trimmed Mean 19.22
Median 30.00
Variance 201.536
Std. Deviation 14.196
Minimum 1
Maximum 39
Range 38
Interquartile Range 29
Skewness -.181 .208
Kurtosis -1.869 .413
Descriptives
Statistic Std. Error
SkorSikap Mean 18.59 .180
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 18.23
Upper Bound 18.94
5% Trimmed Mean 18.63
Median 18.00
Variance 4.407
Std. Deviation 2.099
Minimum 12
Maximum 24
Range 12
Interquartile Range 2
Skewness -.265 .208
Kurtosis 1.023 .413
171
Descriptives
Statistic Std. Error
SkorPersepsiiii Mean 11.31 .108
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 11.09
Upper Bound 11.52
5% Trimmed Mean 11.30
Median 11.00
Variance 1.593
Std. Deviation 1.262
Minimum 8
Maximum 15
Range 7
Interquartile Range 2
Skewness .182 .208
Kurtosis -.115 .413
Descriptives
Statistic Std. Error
SkorPenghargaan Mean 1.38 .074
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.23
Upper Bound 1.52
5% Trimmed Mean 1.42
Median 2.00
Variance .740
Std. Deviation .860
Minimum 0
Maximum 2
Range 2
Interquartile Range 2
Skewness -.810 .208
Kurtosis -1.160 .413
172
Descriptives
Statistic Std. Error
skorresponpengawasan Mean 2.0074 .08382
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.8416
Upper Bound 2.1731
5% Trimmed Mean 2.0637
Median 2.0000
Variance .956
Std. Deviation .97750
Minimum .00
Maximum 3.00
Range 3.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.594 .208
Kurtosis -.734 .413
Descriptives
Statistic Std. Error
SkorRekanKerja Mean 14.76 .253
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 14.26
Upper Bound 15.26
5% Trimmed Mean 14.63
Median 14.00
Variance 8.718
Std. Deviation 2.953
Minimum 9
Maximum 24
Range 15
Interquartile Range 4
Skewness .669 .208
Kurtosis .648 .413
173
Lampiran 7 Analisis Univariat
Kepatuhan Pelaporan Bahaya
Statistics
PerilakuPelaporanBahaya
N Valid 136
Missing 0
PerilakuPelaporanBahaya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 107 78.7 78.7 78.7
baik 29 21.3 21.3 100.0
Total 136 100.0 100.0
Usia
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
umur Mean 43.11 1.179
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 40.78
Upper Bound 45.44
5% Trimmed Mean 43.29
Median 51.50
Variance 189.062
Std. Deviation 13.750
Minimum 22
Maximum 62
Range 40
Interquartile Range 28
Skewness -.409 .208
Kurtosis -1.590 .413
174
Masa Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
lama kerja 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
lama kerja Mean 19.22 1.217
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 16.81
Upper Bound 21.63
5% Trimmed Mean 19.22
Median 30.00
Variance 201.536
Std. Deviation 14.196
Minimum 1
Maximum 39
Range 38
Interquartile Range 29
Skewness -.181 .208
Kurtosis -1.869 .413
Sikap Statistics
Sikappekerja
N Valid 136
Missing 0
175
Sikap Pekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid negatif 72 52.9 52.9 52.9
positif 64 47.1 47.1 100.0
Total 136 100.0 100.0
Persepsi terhadap bahaya
Statistics
Persepsi bahaya
N Valid 136
Missing 0
Persepsi bahaya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang waspada 80 58.8 58.8 58.8
Waspada 56 41.2 41.2 100.0
Total 136 100.0 100.0
Frekuensi Paparan pelatihan keselamatan
Statistics
Pelatihan2
N Valid 136
Missing 0
Pelatihan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid jarang 112 82.4 82.4 82.4
sering 24 17.6 17.6 100.0
Total 136 100.0 100.0
176
Respon Pihak Pengawas
Statistics
ResponPengawas
N Valid 136
Missing 0
ResponPengawas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak ada 40 29.4 29.4 29.4
ada 96 70.6 70.6 100.0
Total 136 100.0 100.0
Sikap rekan kerja
Statistics
Sikap Rekan Kerja
N Valid 136
Missing 0
Sikap Rekan Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang mendukung 45 33.1 33.1 33.1
Mendukung 91 66.9 66.9 100.0
Total 136 100.0 100.0
Penghargaan Statistics
Penghargaan pekerja
N Valid 136
Missing 0
Penghargaan pekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak ada pengaruh 51 37.5 37.5 37.5
ada pengaruh 85 62.5 62.5 100.0
Total 136 100.0 100.0
177
Lampiran 8 Analisis Bivariat
Usia dengan kepatuhan pelaporan bahaya
Group Statistics
Perilaku
Pelapor
anBaha
ya N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
umur buruk 107 42.53 13.943 1.348
baik 29 45.24 13.021 2.418
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
umur Equal variances
assumed 1.988 .161 -.941 134 .349 -2.709 2.880 -8.404 2.987
Equal variances
not assumed
-.978 46.912 .333 -2.709 2.768 -8.278 2.861
Masa kerja dengan kepatuhan pelaporan bahaya
Group Statistics
Perilaku
Pelapor
anBaha
ya N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
lama kerja buruk 107 18.43 14.424 1.394
baik 29 22.14 13.147 2.441
178
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
lama kerja Equal variances
assumed 8.367 .004 -1.250 134 .213 -3.708 2.966 -9.574 2.158
Equal variances
not assumed
-1.319 47.904 .193 -3.708 2.811 -9.361 1.945
Sikap dengan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap Pekerja *
PerilakuPelaporanBahaya 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
Sikap Pekerja * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation
PerilakuPelaporanBahaya
Total buruk baik
Sikap Pekerja negatif Count 60 12 72
% within Sikap Pekerja 83.3% 16.7% 100.0%
positif Count 47 17 64
% within Sikap Pekerja 73.4% 26.6% 100.0%
Total Count 107 29 136
% within Sikap Pekerja 78.7% 21.3% 100.0%
179
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.978a 1 .160
Continuity Correctionb 1.432 1 .231
Likelihood Ratio 1.979 1 .160
Fisher's Exact Test .209 .116
Linear-by-Linear Association 1.963 1 .161
N of Valid Casesb 136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,65.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sikap Pekerja
(negatif / positif) 1.809 .787 4.155
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
buruk
1.135 .948 1.358
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
baik
.627 .325 1.211
N of Valid Cases 136
persepsi terhadap bahaya dan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Persepsi bahaya *
PerilakuPelaporanBahaya 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
180
Persepsi bahaya * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation
PerilakuPelaporanBahaya
Total buruk baik
Persepsi bahaya kurang waspada Count 78 2 80
% within Persepsi bahaya 97.5% 2.5% 100.0%
waspada Count 29 27 56
% within Persepsi bahaya 51.8% 48.2% 100.0%
Total Count 107 29 136
% within Persepsi bahaya 78.7% 21.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 41.034a 1 .000
Continuity Correctionb 38.354 1 .000
Likelihood Ratio 44.687 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 40.732 1 .000
N of Valid Casesb 136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,94.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Persepsi
bahaya (kurang waspada /
waspada)
36.310 8.116 162.445
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
buruk
1.883 1.459 2.430
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
baik
.052 .013 .209
N of Valid Cases 136
181
Frekuensi Paparan pelatihan keselamatan dan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pelatihan2 *
PerilakuPelaporanBahaya 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
Pelatihan2 * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation
PerilakuPelaporanBahaya
Total buruk baik
Pelatihan2 jarang Count 86 26 112
% within Pelatihan2 76.8% 23.2% 100.0%
sering Count 21 3 24
% within Pelatihan2 87.5% 12.5% 100.0%
Total Count 107 29 136
% within Pelatihan2 78.7% 21.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.352a 1 .245
Continuity Correctionb .789 1 .374
Likelihood Ratio 1.494 1 .222
Fisher's Exact Test .288 .189
Linear-by-Linear Association 1.342 1 .247
N of Valid Casesb 136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,12.
b. Computed only for a 2x2 table
182
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pelatihan2
(jarang / sering) .473 .130 1.711
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
buruk
.878 .731 1.053
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
baik
1.857 .612 5.640
N of Valid Cases 136
Respon Pihak Pengawas dan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ResponPengawas *
PerilakuPelaporanBahaya 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
ResponPengawas * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation
PerilakuPelaporanBahaya
Total buruk baik
ResponPengawas tidak ada Count 35 5 40
% within ResponPengawas 87.5% 12.5% 100.0%
ada Count 72 24 96
% within ResponPengawas 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 107 29 136
% within ResponPengawas 78.7% 21.3% 100.0%
183
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.630a 1 .105
Continuity Correctionb 1.937 1 .164
Likelihood Ratio 2.844 1 .092
Fisher's Exact Test .115 .079
Linear-by-Linear Association 2.610 1 .106
N of Valid Casesb 136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,53.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
ResponPengawas (tidak ada
/ ada)
2.333 .821 6.633
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
buruk
1.167 .990 1.375
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
baik
.500 .205 1.218
N of Valid Cases 136
Sikap Rekan kerja dan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap Rekan Kerja *
PerilakuPelaporanBahaya 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
184
Sikap Rekan Kerja * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation
PerilakuPelaporanBahaya
Total buruk baik
Sikap Rekan Kerja kurang mendukung Count 43 2 45
% within Sikap Rekan Kerja 95.6% 4.4% 100.0%
mendukung Count 64 27 91
% within Sikap Rekan Kerja 70.3% 29.7% 100.0%
Total Count 107 29 136
% within Sikap Rekan Kerja 78.7% 21.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.421a 1 .001
Continuity Correctionb 9.967 1 .002
Likelihood Ratio 13.926 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear Association 11.337 1 .001
N of Valid Casesb 136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sikap Rekan
Kerja (kurang mendukung /
mendukung)
9.070 2.050 40.141
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
buruk
1.359 1.172 1.575
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
baik
.150 .037 .602
N of Valid Cases 136
185
Pengaruh Penghargaan dan kepatuhan pelaporan bahaya
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penghargaan pekerja *
PerilakuPelaporanBahaya 136 100.0% 0 .0% 136 100.0%
Penghargaan pekerja * PerilakuPelaporanBahaya Crosstabulation
PerilakuPelaporanBahaya
Total buruk baik
Penghargaan pekerja tidak ada pengaruh Count 46 5 51
% within Penghargaan
pekerja 90.2% 9.8% 100.0%
ada pengaruh Count 61 24 85
% within Penghargaan
pekerja 71.8% 28.2% 100.0%
Total Count 107 29 136
% within Penghargaan
pekerja 78.7% 21.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.454a 1 .011
Continuity Correctionb 5.403 1 .020
Likelihood Ratio 7.059 1 .008
Fisher's Exact Test .016 .008
Linear-by-Linear Association 6.407 1 .011
N of Valid Casesb 136
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,88.
b. Computed only for a 2x2 table
186
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Penghargaan
pekerja (tidak ada pengaruh
/ ada pengaruh)
3.620 1.284 10.208
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
buruk
1.257 1.070 1.477
For cohort
PerilakuPelaporanBahaya =
baik
.347 .141 .853
N of Valid Cases 136