fahruddin non litigasi

12
A. Teknik Mediasi 1. Teknik-teknik Penerapan teknik-teknik tertentu dalam konseling layanan mediasi, pada prinsipnya bertujuan antara lain untuk mengaktifkan peserta layanan (siswa) dalam proses layanan. Khusus layanan mediasi, semua peserta secara individual didorong untuk secara aktif berpartisipasi. Ada dua terknik yang yang diterapkan dalam layanan mediasi: 2. Teknik umum a) Penerimaan terhadap klien dan posisi duduk Suasanan penerimaan harus dapat mencerminkan suasana penghormatan, keakraban, kehangatan dan keterbukaan terhadap semua calon peserta layanan, sehingga timbul suasana kondusif proses layanan mediasi. b) Penstrukturan Melalui perstrukturan, konselor mengembangkan pemahaman peserta layanan tentang apa, mengapa, untuk apa dan bagaimana layanan mediasi itu. Dalam perstrukturan juga dikembangkan tentang pentingnya asas-asas konseling dalam layanan mediasi terutama asas kerahasiaan, keterbukaan, dan kesukarelaan. Selain itu juga harus

Upload: alvhanz-freezy

Post on 11-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

makalah non litigasi

TRANSCRIPT

A. Teknik Mediasi1. Teknik-teknikPenerapan teknik-teknik tertentu dalam konseling layanan mediasi, pada prinsipnya bertujuan antara lain untuk mengaktifkan peserta layanan (siswa) dalam proses layanan. Khusus layanan mediasi, semua peserta secara individual didorong untuk secara aktif berpartisipasi.Ada dua terknik yang yang diterapkan dalam layanan mediasi:2. Teknik umuma) Penerimaan terhadap klien dan posisi dudukSuasanan penerimaan harus dapat mencerminkan suasana penghormatan, keakraban, kehangatan dan keterbukaan terhadap semua calon peserta layanan, sehingga timbul suasana kondusif proses layanan mediasi.b) PenstrukturanMelalui perstrukturan, konselor mengembangkan pemahaman peserta layanan tentang apa, mengapa, untuk apa dan bagaimana layanan mediasi itu. Dalam perstrukturan juga dikembangkan tentang pentingnya asas-asas konseling dalam layanan mediasi terutama asas kerahasiaan, keterbukaan, dan kesukarelaan. Selain itu juga harus dikembangkan juga pemahaman terhadap klien bahwa konselor tidak memihak, kacuali kepada kebenaran.c) Ajakan untuk berbicara Apabila melalui perstrukturan belum mau berbicara, konselor harus mengajak siswa agar mau membicarakanya. Ajakan berbicara dapat diawali dengan upaya konselor mencari tau adanya perselisihan yang dialami para siswa dan bagaimana konselor dapat bertemu dengan mereka.Dan teknik umum lainnya:1) Kontak mata, kontak psikologis, dorongan minimalis, dan teknik 3M diarahkan kepada tiap siswa yang sedang berbicara.2) Keruntutan, refleksi, dan pertanyaan terbuka disampaikan kepada pembicara dan dapat dijawab oleh peserta selain pembicara. Kehati-hatian konselor sangat dituntut, terlebih apabila jawaban atas pertanyaan terbuka diberikan oleh pihak lain yang berselisih atau yang berseberangan dengan pembicara.3) Penyimpulan dan penafsiran, dan konfrontasi khususnya ditujukan kepada pembicara dan secara umum boleh ditanggapi oleh peserta lainnya.4) Transferensi dan kontra transeferensi sangat mungkin muncul diantara para peserta. Oleh karena itu, konselor harus secara cerdas mengendalikan diri dalam mengemukakan kontra transferensi.5) Teknik eksperiensil diterapkan untuk memunculkan pengalaman-pengalaman khusus, terutama dari peserta yang benar-benar mengalami berkenaan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam layanan mediasi.6) Strategi memfrustasikan klien (siswa) dan tiada maaf diterapkan untuk membangun semangat para peserta dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Konselor (pembimbing) harus hati-hati dalam menerapkan strategi ini agar tidak menimbulkan sikap mempertahankan diri atau sikap negatif lain nya.3. Teknik khusus Beberapa teknik khusus yang bisa diterapkan dalam mediasi adalah : Informasi dan contoh pribadi, teknik ini diterapakan apabila siswa benar-benar memerlukan. Informasi harus diberikan secara jelas dan objektif, sedangkan contoh pribadi harus diberikan secara sederhana dan berlebihan. Perumusan tujuan, pemberian contoh dan latihan bertingkah laku. Teknik ini diarahkan untuk terbentuknya tingkah laku baru, latihan bertingkah laku, khususnya cara berhubungan atau berkomunikasi dapat dilakukan melalui teknik kursi kosong. Nasihat, teknik ini diterapkan apabila benar- benar diperlukan. Usahakan tidak memberikan nasihat. Apabila teknik-teknik yang lain sudah diterapkan secara baik, nasihat tidak diperlukan lagi. Peneguhan hasrat dan kontrak, teknik ini merupakan tahap pengunci atas berbagai upaya pengubahan tingkah laku yang telah dilaksanakan. Teguhnya hasrat merupakan komitmen diri bahwa apa yang telah dilatihkan dan semua hasil layanan mediasi benar-benar dilaksanakan. Komitmen tersebut dapat disusun dalam bentuk kontrak yang realisasinya akan ditindaklanjuti oleh klien dan konselor.referensiPrayitno, layanan Orientasi, Seri Layanan Konseling, jurusan bimbingan dan konseling, FKIP negeri Padang, 2004.

B. Proses Mediasi1. Tahap PramediasiPada tahap ini mediator melakukan beberapa langkah antara lain : membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan memberikn informasi awal measi, fokus pada masa depn, mengoordinsikn pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yng hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat, dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan mereka.2. Tahap Pelaksanaan MediasiPada tahap ini pihak yang bertikai sudah berhadapan satu sama lain, dan memulai proses mediasi. Berupa sambutan pendahulun mediator, persentsi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan menjernihkan perselisihan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati, menciptkn opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan, dan penutupan mediasi.3. Tahap Implementasi Hasil MediasiTahap ini merupakan tahapan dimana para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepaktan yang telah mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan komitmen yang telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi. Referensi Prof. Dr. Syahrizal Abbas. 2009. Mediasi dalam Persfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Mediasi Nasional. Jakarta : Kencana

C. Peran MediatorMediator dalam mediasi bukan berperan untuk mengambil keputusan, melainkan untuk membantu para pihak memahami pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah yang disengketakan. Mediator sebagai pihak yang menentukan efektivitas proses penyelesaian sengketa harus bersikap netral, mendengarkan para pihak secara aktif, mencoba untuk meminimalkan perbedaan-perbedaan, serta kemudian menitikberatkan persamaan. Seorang mediator tidak boleh mempengaruhi salah satu pihak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh pihak lainnya. Mediator sangat membutuhkan kemampuan personal yang memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan masing-masing pihak. Namun demikian, kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berpikir masing-masing pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati pandangan para pihak. Mediator perlu memahami dan memberikan reaksi positif atas persepsi masing-masing pihak dengan tujuan membangun hubungan baik dan kepercayaan.[6] Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan melakukan interaksi dengan para pihak baik secara bersama ataupun secara individu, dan membawa mereka pada tiga tahap sebagai berikut:[7]a. Memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak;b. Memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertan di antara para pihak (berdasarkan persepsi mereka atas perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing); danc. Memfokuskan pada munculnya penyelesaian.Selain dilihat dari pendapat-pendapat para ahli yang menulis mengenai mediasi, tugas-tugas mediator juga diatur dalam peraturan yang berlaku bagi pelaksanaan mediasi di Indonesia. Tugas-tugas ini tercantum dalam Pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Tugas-tugas tersebut antara lain:[8]1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati. 2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat kita lihat bahwa mediator bertugas untuk mengarahkan dan memfasilitasi lancarnya komunikasi dan membantu para pihak untuk memahami sengketa yang terjadi di antara keduanya, serta para pihak dapat membuat penilaian yang objektif hingga terciptalah penyelesaian akan sengketa yang dihadapi.Mediasi seringkali menghasilkan kesepakatan di antara kedua belah pihak sehingga manfaat mediasi sangatlah dapat dirasakan. Manfaat mediasi tetap dapat dirasakan meskipun terkadang ada mediasi yang gagal. Hal ini dikarenakan adanya mediasi kemudian mengklarifikasikan persoalan dan kemudian mempersempit permasalahan yang disengketakan. Dalam menyelesaikan sengketa, mediasi memiliki beberapa keuntungan, antara lain:a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa lebih cepat dan murah dibandingkan dengan arbitrase dan pengadilan;b. Mediasi dapat memberbaiki komunikasi antara para pihak yang bersengketa serta menghilangkan konflik yang hampir selalu mengiringi putusan yang bersifat memaksa;c. Mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata;d. Mediasi meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan kelemahan posisi masing-masing pihak;e. Melalui mediasi, dapat diketahui hal-hal atau isu-isu yang tersembunyi yang terkait dengan sengketa yang sebelumnya tidak disadari;f. Mediasi memberikan para pihak untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasil dari mediasi tersebut.Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi kemudian diharapkan untuk dapat mengurangi ketidakseimbangan posisi para pihak sebagaimana yang dirasakan apabila sengketa diselesaikan melalui lembaga pengadilan maupun arbitrase.Dalam mediasi yang sukses, dihasilkan sebuah perjanjian penyelesaian sengketa yang setelah ditandatangani akan mengikat dan dapat dipaksakan sebagaimana layaknya sebuah kontrak atau perjanjian. Di Indonesia, perjanjian hasil mediasi harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Hal ini tidak hanya berlaku untuk mediasi di dalam pengadilan, tetapi juga untuk mediasi di luar pengadilan. Pasal 17 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 kemudian menyatakan bahwa jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.[9] Kemudian Pasal 6 ayat (6) Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 menyatakan bahwa:Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.[10]Apabila mediasi dilaksanakan di luar pengadilan, sesuai pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, perjanjian tertulis yang telah disepakati oleh para pihak wajib untuk didaftarkan di pengadilan negeri paling lama 30 hari sejak perjanjian tersebut ditandatangani. Dalam hal pelaksanaan mediasi yang dilakukan di pengadilan, hakim dapat mengukuhkan kesepatakan tersebut sebagai suatu akta perdamaian. Akta perdamaian sendiri dalam pasal 1 butir 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 didefinisikan sebagai akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. [11] Perjanjian tertulis ini biasanya disusun oleh para pihak dengan bantuan mediator. Dalam membantu para pihak menyusun suatu persetujuan mediasi secara tertulis, mediator memfokuskan perhatian untuk terlebih dahulu menghasilkan rancangan perjanjian, ia harus meyakini bahwa para pihak telah memahami sepenuhnya rancangan perjanjian. Perlunya penyusunan rancangan perjanjian diakomodir dalam pasal 17 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik.[12]

[1] Laurence Boulle, Mediation:Principle, process, practice, (Sydney: Butterworths, 1996), hlm. 3[2] Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 116[3] Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1999) hlm. 241[4] Alasan keberadaan BaMI, www.badanmediasi.com, diunduh pada 6 Mei 2013[5] Mahkamah Agung Republik Indonesia,Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008.[6] Gatot P. Soemartono, op.cit, hlm. 135[7] Ibid, hlm. 136[8] Mahkamah Agung Republik Indonesia, op.cit, ps. 15[9] Mahkamah Agung Republik Indonesia, op.cit, ps. 17 ayat (1)[10] Indonesia, Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, UU Nomor 30 Tahun 1999, LN No. 138 Tahun 1999, TLN No. 3872, ps. 6 ayat (6).[11] Mahkamah Agung Republik Indonesia, op.cit, ps. 1 butir 2[12] Ibid, ps. 17 ayat (3)